Analisis Prosedur Pembiayaan Mudharabah Berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 dan PSAK 105: Studi Kasus Pada Bank Syariah XYZ Rezafitra Irwan & Miranti Kartika Dewi Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini mengenai analisis prosedur pembiayaan mudharabah berdasarkan Fatwa DSN MUI dan perlakuan akuntansi berdasarkan PSAK 105 kasus pada Bank Syariah XYZ (BSX). Dari penelitian ini peneliti menemukan bahwa prosedur pembiayaan mudharabah di Bank Syariah XYZ sebagian besar telah sesuai dengan ketentuan syariah dalam Fatwa MUI. Namun terdapat perbedaan pada ketentuan mengenai tujuan penggunaan dana mudharabah dimana dalam ketentuan Bank Syariah XYZ penggunaan dana akad digunakan untuk kepentingan multiguna, sedangkan menurut Fatwa DSN MUI tujuan penggunaan akad ini diperuntukan hanya untuk usaha produktif. Selain itu ketentuan ganti rugi modal akad jika diluar kelalaian mudharib, BSX tidak akan menanggung kerugian mudharib. Perlakuan akuntansi akad mudharabah di Bank Syariah XYZ sudah sesuai dengan ketentuan PSAK 105. Dimana dari poin-poin ketentuan akuntansi pemilik dana dalam PSAK 105, perlakuan pencatatan akuntansi mudharabah BSX telah memenuhi ketentuan yang ada. Dimana terdapat beberapa perbedaan konteks dan perhitungan diantaranya pengakuan rugi operasional, Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), dan penggunaan metode revenue sharing. Kata kunci: Bank Syariah, Mudharabah, Pembiayaan Syariah Abstract This research is about mudharabah financing procedure analysis based on provision of Fatwa DSN MUI and accounting treatment in PSAK 105. Researcher found that the majority of mudharabah financing procedure in Bank Syariah XYZ (BSX) has met its sharia provision based on Fatwa MUI. But there is a little difference in some provision about the purpose of the use of fund. Based on Bank Syariah XYZ this fund addressed for multipurpose use, whereas according to Fatwa MUI the financing funds utility is just for productive purpose. Moreover the provision of compensation besides of mudharib error will not borne by BSX as shahibul maal. Accounting treatment mudharabah contract in BSX has met the accounting provision according to PSAK 105. Although it has met the provision, but there is some different which is not significant and may not harm the financial report at all. Keyword: Mudharabah, Sharia Bank, Sharia Financing Pendahuluan Ditengah geliat perekonomian Indonesia muncul kebutuhan akan sistem perekonomian dan akuntansi alternatif untuk mengakomodasi kebutuhan umat Islam dalam menjalankan kegiatan bisnis dan ekonomi namun tetap sesuai dengan syariat Islam. Dengan dukungan jumlah umat muslim serta kekuatan ekonomi membuat kebutuhan akan sistem syariah
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
menjadi penting untuk muncul di Indonesia. Didukung oleh pemerintah, geliat perekonomian syariah Indonesia tumbuh dan berkembang menjadi yang terbaik di Asia. Perkembangan syariah ini selanjutnya membawa sistem pembiayaan berbasis syariah menjadi cukup diminati. Berbagai moda pembiayaan mulai dilirik menjadi alternatif pembiayaan, tidak hanya masyarakat muslim, tetapi juga masyarakat non-muslim Indonesia. Akad mudharabah merupakan salah satu akad yang dianggap paling memberi kebebasan kepada pihak pengelola dana dalam melakukan kegiatan usaha. Akad ini menjadi salah satu akad pembiayaan yang paling paripurna diantara akad pembiayaan syariah lainya. Walau dianggap akad yang paling memberi kebebasan dan merupakan core product dari pembiayaan berbasis syariah, namun akad mudharabah ini penyalurannya masih berada dibawah akad murabahah dan musyarakah. Jika dilihat dari fenomena yang telah dibahas, penulis tertarik untuk meneliti kesesuaian akad yang dianggap paling bebas dan paripurna ini dengan peraturan yang berlaku. Karena dengan memperhatikan kepatuhan akad mudharabah terkait 2 peraturan utama yang berlaku, yaitu Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 dan PSAK 105, diharapkan kualitas penyaluran dan bisnis pembiayaan mudharabah dapat berkembang di masa mendatang. Subjek penelitian dari pembiayaan akad mudharabah ini adalah Bank Syariah XYZ, sebagai salah satu bank umum syariah terkemuka di Indonesia dengan persentase penyaluran akad mudharabah diatas rata-rata nasional.
Landasan Teori Akad Akad secara bahasa berasal dari kata al-‘aqd yang berarti mengikat, menyambung, atau menghubungkan (ar-rabt) yang dalam bahasa Indonesia berarti kontrak (Anwar, 2007). Sedangkan secara harfiah dalam konteks ekonomi syariah akad merupakan pertemuan ijab yang diajukan oleh salah satu pihak dengan qabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad. Akad Mudharabah Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan yang ditetapkan dimuka (Bank Indonesia, 2003). Kerugian yang terjadi ditanggung oleh pemilik modal, kecuali jika kerugian yang ada disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola modal.
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Akad mudharabah ini dapat digolongkan kedalam transaksi yang mencari keuntungan dengan didasari kepercayaan. Karena itulah model pembiayaan ini sering disebut dengan trust financing. Model pembiayaan ini dikenal memberi kebebasan dan kepercayaan kepada mudharib dalam mengelola modalnya. Namun dalam beberapa kondisi kebebasan yang ada diberi batasan konteks pengelolaan dari awal akad oleh pemberi modal. Jenis Akad Mudharabah Akad mudharabah dapat dibagi menjadi 2 macam jika dilihat dari perspektif mudharib, yaitu: 1. Mudharabah Muthlaqah (unrestricted mudharabah contract) Akad mudharabah ini adalah akad dimana penyedia modal mengizinkan pengelola modal untuk menggunakan modal yang disediakan tanpa adanya batasan bentuk bisnis yang akan dilakukan, lokasi, waktu, dll.
2. Mudharabah Muqayyadah (restricted mudharabah contract) Adalah akad mudharabah dimana penyedia modal telah menentukan jenis usaha, tempat, waktu, metode bisnis yang akan dilakukan oleh pengelola modal. Pengelola perlu memenuhi persyaratan/kondisi yang ada agar penyedia modal mau menyalurkan modalnya. Rukun Akad Mudharabah Terdapat 3 rukun utama dari Mudharabah, yaitu: 1. Sighah (Ijab dan Qabul) pada intinya sighah yang terjadi menjelaskan mengenai penawaran dan persetujuan dari pihak yang berkepentingan. Penyerahan/penawaran yang ada diselesaikan dengan mengutarakan syarat dari akad mudharabah dari pihak shahibul maal kepada mudharib agar akad yang ada dapat berjalan. Penawaran dan persetujuan antar pihak ini dapat dilakukan secara lisan, tulisan, atau jenis komunikasi lain yang dapat disetujui oleh pihak yang berkepentingan. Namun keterangan dan persetujuan akad mudharabah ini hendaknya dilakukan dengan tulisan dan dengan saksi yang cukup, untuk menghindari adanya kesalahpahaman mengenai akad di waktu mendatang. 2. Pihak yang Berkontrak (Shahibul maal dan Mudharib) Kedua pihak yang berkontrak baik shahibul maal dan mudharib harus orang yang patuh kepada hukum dan pikiran yang sehat. Pihak shahibul maal berhak menentukan
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
kriteria pengusaha (calon mudharib), prosedur pembiayaan, dan mekanisme bagi hasil sesuai dengan fatwa MUI terkait akad mudharabah. 3. Subjek Kontrak (Modal, Laba, Jasa, dan Barang) a. Kondisi terkait modal mudharabah Sebagian besar para ahli syariah berpendapat bahwa modal mudharabah itu seharusnya berbentuk uang cair atau kas dan tidak berbentuk piutang. Properti yang dapat bergerak dan tidak dapat bergerak tidak dapat menjadi modal didalam akad mudharabah. Karena properti yang ada ini tidak memiliki nilai yang kurang jelas. Namun beberapa ahli juga mengatakan bahwa modal mudharabah tidak hanya dapat berupa uang kas, tetapi juga properti. Dimana nilai properti ini harus ditentukan nilai dan disetujui pihak yang berkontrak di awal akad dibuat. b. Kondisi terkait laba mudharabah Persyaratan yang harus dipenuhi dalam akad mudharabah ini adalah mekanisme pembagian laba yang harus jelas dan menghindari ketidakjelasan dan konflik. Mekanisme pembagian ini harus didasari pada persentase yang disetujui oleh setiap pihak yang berkontrak. Dalam Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 diatur ketentuan mengenai persyaratan keuntungan, yaitu: a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
Standar dan Perlakuan Akuntansi Akad Mudharabah Ketentuan mengenai akad mudharabah diatur dalam PSAK 105. Ketentuan yang dibahas dalam penelitian ini adalah akuntansi untuk pemilik dana. Karena dalam hal ini Bank Syariah XYZ bertindak sebagai pemilik dana. Ketentuan standar serta perlakuan akuntansi PSAK 105 sebagai berikut:
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Akuntansi untuk pemilik dana: Dana mudharabah yang disalurkan shahibul maal baru dapat diakui ketika modal tersebut telah diserahkan kepada pihak mudharib. Modal yang diserahkan ini dapat berupa uang kas dan aset non kas. Ketika modal yang diserahkan dan diterima oleh mudharib maka unit bisnis dianggap mulai berjalan. Pengukuran investasi yang dilakukan oleh shahibul maal ini dilihat dari bentuk modal yang diserahkan kepada mudharib, diantaranya: 1. Jika modal yang diserahkan berbentuk kas, maka diukur sebesar jumlah uang yang dibayarkan. 2. Jika modal diserahkan berupa aset nonkas maka diukur sesuai dengan nilai wajar aset non kas tersebut pada saat penyerahan: a. Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. b. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian Jika nilai investasi mudharabah ini mengalami penurunan sebelum unit bisnis mudharabah berjalan dan tidak disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian mudharib maka hal ini dianggap sebagai kerugian dan mengurangi modal mudharabah. Selain itu jika sebagian nilai investasi itu hilang selain dikarenakan kelalaian, maka hal ini akan diperhitungkan ketika proses bagi hasil. Jika investasi mudharabah yang diberikan dalam aset non kas dan aset non kas tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil. Dalam berjalannya akad mudharabah ini mudharib dapat melakukan kesalahan yang berujung pada dilanggarnya akad mudharabah ini. Dalam PSAK 105 ini dijelaskan mengenai kelalaian dan kesalahan mudharib, diantaranya: a. Adanya pelanggaran atau tidak terpenuhinya persyaratan akad b. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau c. Hasil keputusan institusi berwenang. Jika akad mudharabah berakhir sebelum dan sesaat akad jatuh tempo dan belum dibayarkan oleh mudharib, maka akad ini diakui sebagai piutang.
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Penghasilan Usaha Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. Namun jika terjadi kerugian sebelum periode akad mudharabah itu terjadi, maka akan diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan akan kerugian dari akad tersebut. Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan selisih ketika akad mudharabah itu berakhir, diantaranya: a. Investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan b. Pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian. Ketika aktivitas bisnis unit mudharabah berjalan dan mendapatkan keuntungan maka pengakuan penghasilan usaha mudharabah ini dalam praktiknya dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari mudharib. Hal yang dilarang dalam pengakuan pendapatan ini adalah mengakui nya dari proyeksi hasil usaha. Ketika kerugian dialami oleh unit mudharabah dan disebabkan oleh kelalaian mudharib maka kerugian ini dibebankan kepada mudharib dan hal ini tidak mengurangi investasi mudharabah. Di akhir periode akad mudharabah ketika mudharib belum membayar bagian hasil usaha maka hal ini akan diakui sebagai piutang. Penyajian Penyajian akad mudharabah dalam perspektif akuntansi mudharib disajikan dalam bagian laporan keuangan, dimana: a. Dana syirkah temporer yang disalurkan oleh shahibul maal disajikan sebesar nilai tercatat sesuai dengan akad/jenis mudharabah nya. b. Bagi hasil dana syirkah temporer yang belum diserahkan kepada pihak yang berhak (shahibul maal) disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan kewajibanya. Pengungkapan Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada: (a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain; (b) Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya; (c) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan (d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101.
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai pembiayaan mudharabah telah beberapa kali dilakukan. Salah satu penelitian mengenai pembiayaan mudharabah di Indonesia adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Yuli (2009). Penelitian ini mengenai pembiayaan mudharabah serta persepsi para mudharib akan pembiayaan yang disalurkan Bank Syariah Mandiri Cabang Malang. Penulis menyimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah yang dilaksanakan di Bank Syariah Mandiri Malang telah dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan fatwa MUI mengenai akad mudharabah. Dalam penelitiannya, Yuli (2009) menerapkan kriteria persepsi para mudharib dalam akad mudharabah untuk dapat menggambarkan prosedur mudharabah secara komprehensif dari perspektif penerima modal. Sehingga hal yang diteliti tidak hanya kepatuhan
prosedur
pembiayaan
akad
mudharabah
bank
tetapi
juga
persepsi
nasabah/mudharib akan praktik penyaluran pembiayaan bank. Selain itu, penelitian yang cukup serupa dilakukan oleh Susiana (2010). Dalam penelitiannya, penulis meneliti aktivitas pembiayaan mudharabah pada Bank BTN Syariah Cabang Malang dimana prosedur pembiayaan ini menganalisis 5C calon mudharib. Pembiayaan mudharabah pada bank ini biasanya banyak disalurkan kepada industri produktif seperti koperasi, dll. Dari penelitian ini penulis menemukan bahwa terdapat masalah yang dihadapi dalam penyaluran pembiayaan mudharabah diantaranya persaingan margin antar bank syariah serta kurangnya SDM analis pembiayaan syariah. Penelitian lainya yang lebih luas tidak hanya berfokus pada akad mudharabah tetapi pada pembiayaan berbasis syariah dilakukan oleh Huda (2012). Dalam penelitian ini dijabarkan bahwa usaha kecil menengah di Indonesia menghadapi kesulitan dalam menunjang perkembangan usaha. Dalam kesimpulannya, peneliti mengungkapkan bahwa pemerintah serta akademisi syariah di Indonesia butuh bekerja sama dengan pihak bank dalam menggiatkan pembiayaan syariah. Proses dari peningkatkan pembiayaan syariah serta sistem bagi hasil ini diantaranya melalui sosialisasi untuk meminimalisasi informasi yang asimetri antara pihak bank dan mudharib, pemerintah juga diharapkan dapat menyediakan data para mudharib kepada bank mengenai peringkat kredit, serta regulasi yang memudahkan pembiayaan syariah ini terjadi. Penelitian penulis fokus dalam meneliti praktik penyaluran pembiayaan dan pencatatan akuntansi mudharabah di bank umum syariah nasional terhadap kesesuainnya dengan peraturan fatwa DSN MUI tentang akad mudharabah dan peraturan menyangkut akuntansi dalam PSAK 105. Hal yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini tidak hanya fokus akan praktik penyaluran pembiayaan saja akan tetapi juga
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
meneliti tentang pencatatan dan akuntansi serta kepatuhan bank akan peraturan yang ada. Sehingga konteks yang diteliti lebih luas dan diharapkan dapat memberi gambaran aktual tidak hanya dalam konteks pembiayaan tetapi juga dalam praktik akuntansinya serta tingkat kepatuhan akan peraturan berlaku.
3. Desain Penelitian dan Pengumpulan Data 3.1 Desain Penelitian Studi penulis mengenai praktik prosedur dan pencatatan akuntansi pembiayaan mudharabah Bank Syariah XYZ terhadap fatwa DSN MUI dan PSAK 105, dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kepatuhan serta implementasi aktual akan praktik perbankan dan akuntansi syariah.
3.2 Pengumpulan Data 3.2.1 Data Primer Peneliti mengajukan permintaan data internal kepada kantor cabang, yaitu Bank Syariah XYZ (BSX) Pondok Indah. Data yang diajukan ini terdiri dari beberapa bentuk, diantaranya: 1. Company Profile KCP 2. Data Prosedur Pembiayaan Mudharabah Lengkap 3. Akad Perjanjian Mudharabah 4. Data Persyaratan, Flow Chart, dan Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah. 5. Jurnal dan Pencatatan Akuntansi tahun 2010-2012 6. Data Laporan Penyaluran Pembiayaan Mudharabah tahun 2010-2012 7. Laporan Keuangan KCP tahun 2010-2012 Wolff (2004) mengatakan dokumen sebagai sumber data penelitian ini dianggap bentuk tertentu dari realitas yang dibangun sesuai dengan tujuan tertentu. Dokumen yang didapat ini seharusnya tidak digunakan sebagai validasi dari hasi wawancara, melainkan dilihat sebagai cara untuk menghubungkan konteks penelitian yang ada (Flick, 2009, p. 259). Selain pengajuan data internal, peneliti juga melakukan wawancara tidak terstruktur kepada 3 divisi BSX. Yaitu Divisi Marketing, Accounting, dan Compliance. Untuk menyaring informasi yang lebih mendalam.
3.2.2 Data Sekunder Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan data sekunder yang berasal dari buku, jurnal, laporan keuangan, dan website. Buku, jurnal, dan website sebagian besar digunakan untuk
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
tinjauan literatur, sedangkan laporan keuangan sendiri selain sebagai bagian dalam profil perusahaan digunakan sebagai salah satu sumber analisis data yang sesuai dengan topik penelitian. Analisis dan Pembahasan Penelitian Pembiayaan Mudharabah BSX Proses Penyaluran Pembiayaan Mudharabah BSX Penjelasan Umum terkait prosedur penyaluran Pembiayaan: 1. Divisi marketing melakukan proses sales and marketing produk pembiayaan syariah BSX PI 2. Calon mudharib/nasabah mengajukan pemohonan pembiayaan kepada divisi marketing BSX 3. Div. marketing melakukan verifikasi surat permohonan pembiayaan serta dokumen legalitas nasabah/calon mudharib 4. Penelitian dan penilaian pemohonan pembiayaan, dokumen legalitas calon mudharib Penelitian dan penilaian ini meliputi rencana kerja, prospek usaha, proyeksi keuntungan usaha mudharabah. Surat permohonan yang ditolak akan berakhir di proses ini. Sedangkan surat permohonan yang diterima maka akan lanjut ke tahapan selanjutnya. 5. Financial Operation Center (FOC) melakukan penilaian agunan dan pengecekan Sistem Informasi Debitur (SID) BI. Dalam proses ini FOC akan menilai jaminan yang diserahkan oleh nasabah. Jaminan yang paling dasar di BSX PI ini adalah jaminan potong gaji anggota koperasi (untuk pembayaran pengembalian modal mudharabah), dan aset tidak bergerak. Selain penilaian jaminan, BSX akan melihat rekam jejak pembayaran kredit nasabah melalui proses BI Checking dengan melihat SID nasabah. 6. Penyusunan NAP, penilaian prospek usaha, penggunaan dana, dan penilaian reputasi serta rating calon mudharib Sebelum penyusunan NAP, bagian marketing BSX akan memastikan calon mudharib telah melengkapi dokumen dan legalitas usaha, dll. Dalam NAP ini terkandung berbagai ketentuan pra akad, seperti analisa 5C, mekanisme bagi hasil, kajian prospek usaha, dll. 7. Pengkajian aspek keuangan dalam NAP oleh Financial Assessment Unit (FAU), penilaian kepatuhan hukum
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Pengkajian ini dimaksudkan untuk melihat gambaran dari aspek finansial komprehensif usaha akad mudharabah dari segi prospek, proyeksi modal, laporan keuangan, dan laba, dll. Selain itu dalam tahap ini dilakukan pula proses pengkajian kepatuhan hukum unit usaha yang diajukan. 8. Pengkajian ulang NAP oleh Divisi Marketing dan FAU 9. Finalisasi NAP oleh Komite Bersama (Div Marketing, FOC, dan Komite Pembiayaan) Setelah NAP difinalisasi oleh bank. Selanjutnya bank akan mengirimkan Persetujuan Kerja Sama (PKS) kepada mudharib, untuk kemudian disetujui oleh mudharib. Dalam PKS ini berisi berbagai hal terkait akad mudharabah (rencana pemakaian dana, nisbah bagi hasil, mekanisme pembayaran pengembalian modal dan keuntungan, dll). 10. Persiapan akad, legalitas, dll 11. Form Review (FR) 12. Penandatangan Akad antara shahibul maal dan mudharib 13. Pencairan Pembiayaan Transfer modal mudharabah ke rekening mudharib untuk selanjutnya digunakan untuk unit usaha mudharabah, 14. Pengumpulan Pembayaran 15. Pengawasan akad mudharabah Pengawasan penggunaan dana ini melalui 2 mekanisme, yaitu pelaporan kegiatan usaha tiap bulan oleh mudharib kepada BSX dan pelaporan bukti penggunaan dana mudharabah (Kuitansi, cek, dll) 16. Pelaporan SID mudharib ke BI Sejalan dengan proses akad mudharabah dan pengembalian modal mudharabah oleh mudharib. BSX kemudian akan menilai kualitas pengembalian kredit mudharib dan memperbaharuinya ke SID nasabah mudharib.
Dari penjabaran keseluruhan proses penyaluran pembiayaan mudharabah BSX. Proses penyaluran pembiayaan mudharabah ini digambarkan melalui flowchart yang memuat fungsi dan proses penyaluran. Alur ini dapat digambarkan melalui flowchart pada gambar 5.1 berikut ini:
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Gambar 5.1 Alur Proses Pembiayaan Mudharabah BSX
Sumber: Flowchart Proses Pembiayaan BSX (telah diolah kembali)
Analisis Pembiayaan Mudharabah BSX terhadap Fatwa DSN MUI Penyaluran akad mudharabah di BSX didominasi oleh pola akad mudharabah executing. Penyaluran dana mudharabah yang diserahkan shahibul maal kepada mudharib tidak hanya digunakan
untuk
usaha
produktif
tetapi
lebih
kepada
pembiayaan
multiguna.
Mudharib/koperasi yang menerima dana dapat menyalurkan dana kepada pihak ketiga dimana dalam hal ini anggota koperasi. Dana yang diterima anggota ini dapat dipergunakan untuk berbagai kepentingan seperti modal kerja koperasi, membeli barang/jasa, dll. Sehingga lingkup penggunaan dana dalam akad mudharabah di BSX ini tidak dibatasi sesuai dengan fatwa DSN MUI yang ada. Dimana menurut ketentuan dana mudharabah hanya ditujukan untuk usaha prdouktif.
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Dana yang pembiayaan mudharabah ini ditanggung 100% oleh pihak BSX sebagai shahibul maal. Dana pembiayaan yang diserahkan BSX ini berupa uang kas cair yang ditransfer kepada rekening mudharib dan tidak pernah berbentuk piutang dan aset. Ditengah proses akad, mudharib bebas menggunakan dana pembiayaan yang diserahkan, asalkan sesuai dengan usaha dan ketentuan penggunaan dana yang telah disepakati sebelumnya. BSX tidak dapat ikut campur langsung nantinya dalam hal jalannya usaha akad, namun BSX tetap melakukan monitoring selama berjalannya akad. Dalam proses berjalannya akad mudharabah, BSX tidak menanggung keseluruhan kerugian usaha/penggunaan dana yang terjadi diluar kesalahan atau kelalaian mudharib. BSX hanya akan menanggung kerugian, maksimum sebesar pembiayaan yang diberikan kepada mudharib.
Karena
BSX
dalam
proses
penyaringan
pemohon
pembiayaan
telah
mengidentfikasi dan memitigasi risiko yang mungkin terjadi. Salah satu langkah mitigasi BSX ialah dengan melakukan asuransi terhadap nilai pokok pembiayaan yang diserahkan shahibul maal diawal akad. Sehingga jika terjadi kerugian diluar mitigasi risiko dan kelalaian mudharib yang ada maka akan ditanggung oleh pihak asuransi. Pelimpahan tanggung jawab ganti rugi ini dianggap melanggar beberapa prinsip keuangan islam (Wahyudi, 2013). Ketika premi asuransi pokok pembiayaan dibayar oleh mudharib, hal ini dapat menimbulkan riba nasi’ah. Munculnya riba ini dikarenakan shahibul maal tidak menanggung risiko bisnis, namun tetap mendapatkan keuntungan yang didapat dari unit bisnis mudharabah (hal ini jika asuransi bisnis diperbolehkan). Dilain pihak, asuransi atas kerugian bisnis tidak terhindar dari maysir. Karena kerugian bisnis ini tidak merupakan bagian dari risiko murni, sehingga mengasuransikan risiko bisnis masuk kedalam kategori maysir. Jaminan dalam akad mudharabah di BSX ini sebenarnya tidak menekankan kepada penyerahan jaminan sebagai salah satu alat mitigasi risiko jika terjadi wanprestasi akad (pengambil alihan kepemilikan jaminan). BSX lebih menekankan kepada moral obligation mudharib terhadap jaminan yang diserahkannya. Ketika terjadi kasus mudharib tidak mampu bayar atau terjadi wanprestasi ditengah akad, BSX tidak serta merta mengambil alih jaminan yang diserahkan, tetapi memberikan pilihan kepada mudharib agar melikuidasi terlebih dahulu jaminannya sebagai sumber dana pengembalian modal pembiayaan. Dari keseluruhan proses penyaluran pembiayaan mudharabah BSX sebagian besar telah memenuhi ketentuan Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 yang ada. Namun terdapat beberapa perbedaan mendasar antara praktik BSX dengan fatwa DSN MUI. Perbedaan pertama adalah tujuan penggunaan dana mudharabah. dimana BSX membebaskan
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
penggunaan dana mudharabah tidak hanya untuk kegiatan usaha koperasi, tetapi juga dapat disalurkan untuk anggota koperasi dan pembelian konsumtif. Dimana menurut fatwa DSN MUI, tujuan penggunaan dana mudharabah hanya ditujukan untuk usaha produktif. Perbedaan lainnya adalah tentang pertanggung jawaban kerugian diluar kelalaian mudharib. Dalam ketentuan BSX, pihak yang menanggung kerugian ini adalah asuransi dengan pembayaran premi asuransi oleh mudharib. Menurut fatwa DSN MUI, pihak yang bertanggung jawab akan kerugian diluar kelalaian mudharib adalah bank sebagai shahibul maal. Pencatatan Akuntansi Akad Mudharabah BSX Pencatatan dan perlakuan akuntansi akad mudharabah BSX merujuk pada PSAK 105 terkait transaksi mudharabah. Kebijakan pencatatan akuntansi ini sebelumnya mengacu kepada PSAK 59, namun sehubungan dengan penerbitan ketentuan baru mengenai PSAK 105 tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku efektif sejak 1 Januari 2008 maka perlakuan akuntansi mudharabah di BSX berubah dan mengacu kepada peraturan baru. Dari perubahan ketentuan ini terdapat beberapa perubahan dalam perlakuan akuntansi mudharabah dalam PSAK 105. Perubahan signifikan terjadi pada distribusi bagi hasil usaha mudharabah, dimana pada PSAK 59 menggunakan metode Revenue sharing berubah menjadi metode Gross Laba atau Net Revenue sharing. Walaupun BSX merujuk pada PSAK 105 yang telah menggunakan metode Net Revenue sharing, namun dalam praktiknya BSX masih menggunakan metode Revenue sharing. Selain ketentuan menyangkut perlakuan akuntansi yang ada dalam PSAK 105, terdapat ketentuan mengenai denda. Menurut ketentuan perlakuan akuntansi mudharabah BSX, denda dapat dikenakan apabila nasabah lalai memenuhi kewajibannya sesuai akad. Denda tidak dicatat sebagai penghasilan, tetapi sebagai dana penalti. Dana penalti ini sama dengan dana kebajikan dalam ketentuan syariah, dimana dana ini sama-sama diperuntukan kepada umat. Pengakuan denda terjadi saat pembayaran denda diterima. Pengenaan denda ini telah disahkan oleh AAOIFI di tahun 2000 dalam Mi’yar ke III. Hal ini menunjukan keabsahan penerapan dan pengenaan dana kebajikan jika nasabah lalai memenuhi kewajibannya. Namun terdapat kontradiksi akan hukum pengenaan denda ini. Beberapa ulama kontemporer berpendapat bahwa pengenaan denda ini halal, selama dana yang diterima ini diakui sebagai dana sosial dan diawasi langsung oleh dewan pengawas syariah. Sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa dana denda ini haram. Karena dana denda ini dianggap riba atau mendekati riba yang kemudian disalurkan untuk kepentingan
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
sosial. Dana denda ini juga masuk ke rekening bank syariah dan berada dalam penguasaan bank sehingga rawan penyalahgunaan. Tarmidzi (2011) menghimbau kepada Dewan Syariah Nasional untuk mempertimbangkan kembali fatwa yang memperbolehkan pengenaan denda ini. Serta menganjurkan agar mudharib tidak membayarkan denda kepada shahibul maal, namun langsung kepada umat dengan pertanggungjawaban serta bukti pembayaran. Perlakuan akuntansi mengenai Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) di BSX ini dalam konteks pembiayaan disebut sebagai Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Dalam penyisihan kerugian pembiayaan ini persentasenya disesuaikan dengan tingkat kolektibilitas pembiayaan. Tabel 5.4 menjelaskan persentase PPAP dengan tingkat kolektibilitas pembiayaan, sebagai berikut: Tabel 5.4 Tingkat Kolektibilitas Pembiayaan terhadap Persentase PPAP
Kolektibilitas
Persentase PPAP
1 (lancar)
1%
2
5%
3
15%
4
25%
5 (tidak Lancar)
50%
Sumber: Data Internal BSX (telah diolah kembali)
Ulasan mengenai perlakuan akuntansi mudharabah BSX ini hanya dilihat dari perspektif akuntansi pemilik dana. Karena dalam penelitian ini, BSX bertindak sebagai pemilik dana, maka perlakuan akuntansi pada area ini yang akan dianalisis peneliti. Analisis Perlakuan Akuntansi Akad Mudharabah BSX dengan PSAK 105 Setelah melihat ketentuan umum jurnal akuntansi mudharabah. Berikutnya penulis akan menjabarkan transkasi pembiayaan mudharabah berikut dengan analisis transaksi sesuai dengan ketentuan PSAK 105, sebagai berikut: Contoh kasus transaksi pencatatan akuntansi mudharabah BSX sebagai berikut: Data mudharib: Nama Nasabah
Koperasi Karyawan Bakti (KKB)
Jenis Usaha
Koperasi serba usaha dan simpan pinjam
Akad
Mudharabah
Jumlah pembiayaan
Rp1,2 M Kas: Rp1,2 Milyar
Tanggal Pencairan
1 Juni 2008
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Jangka Waktu
12 Bulan
Jatuh Tempo
31 Mei 2009
Jumlah
angsuran
dana
pokok Rp100 Juta
pembiayaan per bulan Keterangan terkait akad, diantaranya: 1. Transaksi digunakan untuk tujuan usaha produktif dan multiguna. 2. Laporan laba rugi diterima bank setiap tangal 10 (dilaporkan mudharib tiap tanggal 10 setelah bulan laporan atau bulan berikutnya). 3. Pembayaran bagi hasil Koperasi dilakukan setiap bulan, tanggal 15. Pembagian keuntungan ini tergantung pada perolehan hasil penjualan atau laba. 4. Pelunasan pokok atau pengembalian dana mudharabah dilakukan setiap bulan sebesar Rp100 Juta, tiap tanggal 15. Pembayaran dana pokok mudharabah ini bersamaan dengan pembayaran bagi hasil. 5. Biaya akad atas administrasi pembiayaan Koperasi sebagai mudharib (1% dari dana pokok pembiayaan): Rp12 juta. 6. Nisbah bagi hasil antara BSX dan Koperasi adalah menggunakan metode Revenue sharing sebesar 3,6%-96,4%. Rekapitulasi laba-rugi pengelolaan dana bulan Juni 2008 pada tabel 5.5, sebagai berikut: Tabel 5.5 Rekapitulasi Laba Rugi Pengelolaan Dana Juni 2008 Uraian
Jumlah
Metode Bagi Hasil
Penjualan
Rp100 Juta
Revenue sharing
Harga pokok penjualan
Rp60 Juta
Laba kotor (gross laba)
Rp40 Juta
Net Revenue sharing
Sumber: Data Akuntansi BSX (diolah kembali)
Tabel 5.6 berikut ini adalah kejadian serta transaksi dalam pembiayaan mudharabah BSX kepada PT A, menjelaskan: Tabel 5.6 Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah BSX No.
Aktivitas
Event/
Date 1
Pencatatan
Transaction KKB
mengajukan
Event
-
Persetujuan Pembiayaan
Event
-
1/6
Pengakuan
Transaction
D. Pemb.Mudhr
08
mudharabah
Pembiayaan kepada BSX 2
pembiayaan
: Rp1,2
M K. Kas
: Rp1,2 M
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Keterangan
1/6
Pembukuan biaya akad
Transaction
08
D. TRR- biaya akad : Rp12 J
1%
K. Kas
pembiayaan. Biaya dari
: Rp12 J
dari
total
administrasi *TRR: Tagihan Rupa-rupa
akad
ditanggung mudharib.
dalam transaksi ini adalah biaya administrasi akad yang dibayarkan mudharib kepada BSX di awal akad. 2/6
Menerima
08
dari mudharib
10/7 08
biaya
akad
Pengakuan laba atau rugi
Transaction
Transaction
mudharabah
D. Kas
: Rp12 J
Penerimaan pembiayaan
K. Trr- biaya akad
: Rp12 J
dari mudharib
D. Piutang pendapatan bagi
Pendapatan bulan juli:
hasil mudharabah
: Rp3,6 J
Rp 100 juta. Nisbah bagi
K. Pendapatan bagi hasil
hasil BSX-KKB: 3,6% -
mudharabah
96,4%. Nilai yang akan
: Rp3,6 J
diterima
BSX
sebesar
3,6% x Rp100J: Rp3,6 J. 15/7
Penerimaan bagi hasil
Transaction
08
15/7
Pembayaran
08
pembiayaan
pokok
Transaction
D. Kas
: Rp3,6 J
Bank
menerima
K. Piutang pendapatan bagi
pembayaran
hasil mudharabah
: Rp3,6 J
dari mudharib.
D. Kas
: Rp100 J
Kesepakatan
K. Pembiayaan Mudharabah : Rp100 J
akad.
bagi hasi
diawal Pembayaran
pengembalian
modal
senilai Rp100 J. Dengan pembayaran jumlah
ini
maka
pembiayaan
mudharabah BSX akan berkurang. 31/5
Penunggakan
09
pengembalian mudharabah
Transaction dana di
D.
Piutang
mudharabah
bulan
terakhir
pembiayaan
Di akhir akad saat jatuh
: Rp100
tempo, sisa pembiayaan
J
sebesar Rp100 J belum
K. Pembiayaan Mudharabah
dibayar mudharib.
: Rp100 J 15/6 09
Pelunasan mudharabah
piutang
Transaction
D. Kas K.Piutang mudharabah
: Rp100 J Pembiayaan : Rp100
J
Sumber: Data Internal BSX (diolah kembali)
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Mudharib angsuran
melunasi pengembalian
pembiayaan di tanggal 15 Juni.
Tambahan transaksi: Disetiap akhir bulan dilakukan perhitungan penyisihan kerugian pembiayaan sesuai dengan tingkat kolektibilitas pembiayaan. Contoh: perhitungan PPAP pembiayaan dengan kolektibilitas 1 (Kewajiban Lancar) sebesar 1% dari total pembiayaan: 1%xRp1,2 M: Rp12 Juta. Jurnal tanggal 30 Juni 2008: D. Biaya PPAP Pembiayaan Mudharabah K. Penyisihan PPAP Pembiayaan
: Rp12 Juta : Rp12 Juta
Analisis Praktik Akuntansi Akad Mudharabah BSX Setelah penjabaran mengenai praktik akuntansi dan kasus transaksi pembiayaan mudharabah, peneliti kemudian akan melihat perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah terhadap PSAK 105. Setelah dibandingkan antara praktik perlakuan akuntansi BSX dengan PSAK 105 terkait akad mudharabah, sebagian besar ketentuan telah dipenuhi oleh BSX. Terdapat beberapa perbedaan mendasar antara praktik dengan ketentuan yang ada. Perbedaan tersebut diantaranya sebagai berikut: 1. Perbedaan pencatatan kerugian jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana. Pencatatan kerugian BSX dimasukkan kedalam rugi operasional pembiayaan. Perbedaan ini hanya berbeda istilah pencatatan akuntansi saja, namun secara konteks sama dan tidak menyalahi ketentuan PSAK 105. 2. Pencatatan kerugian jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah usaha dimulai tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasi. Dimana pencatatan kerugian dalam kondisi ini dicatatat dalam laporan keuangan internal BSX (off-balance sheet), sedangkan kondisi ini tidak dijabarkan secara lengkap dalam laporan keuangan umum BSX yang dilaporkan ke BI. 3. Pengakuan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP) mengikuti kolektibilias pembiayaan mudharib. Pengakuan penyisihan ini menggunakan persentase yang sesuai dengan tingkat kolektibilitas pembiayaan. 4. Metode bagi hasil BSX masih menggunakan metode revenue sharing, dimana PSAK 105 jelas menentukan bahwa metode yang digunakan adalah net revenue sharing.
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
5. Pengakuan denda keterlambatan pengembalian pembiayaan diakui sebagai dana penalti. Perbedaan ini hanya dalam istilah pencatatan saja.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Prosedur penyaluran pembiayaan mudharabah sebagian besar telah sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 yang ada. Ketentuan syariah mengenai pembiayaan, rukun dan syarat, serta ketentuan hukum pembiayaan ini telah dipenuhi dalam prosedur pembiayaan mudharabah BSX. Namun terdapat beberapa poin yang membedakan prosedur pembiayaan mudharabah di Bank Syariah XYZ dengan fatwa DSN MUI. Perbedaan kesesuaian dalam prosedur pembiayaan mudharabah antara praktik di BSX dengan fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 meliputi 2 poin utama yaitu, tujuan penggunaan dana mudharabah dan penanggungan kerugian diluar kelalaian mudharib. Pencatatan akuntansi mudharabah di BSX telah sesuai dengan peraturan PSAK 105 mengenai akad mudharabah. Sebagian besar hal mengenai perlakuan akuntansi terhadap transaksi dan kejadian pembiayaan mudharabah telah memenuhi ketentuan akuntansi PSAK 105. Terdapat beberapa perbedaan dalam beberapa hal, namun perbedaan ini tidak signifikan mempengaruhi perlakuan akuntansi secara keseluruhan. Walaupun telah memenuhi ketentuan akuntansi PSAK, terdapat beberapa perbedaan terkait pencatatan akuntansi mudharabah. Perbedaan tersebut meliputi Pencatatan Denda, Perbedaan metode bagi hasil, pencatatan rugi operasional pembiayaan, pencatatan dan penentuan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
Saran Bagi pembaca umum Memahami lebih dalam mengenai akad mudharabah sebagai salah satu akad utama dalam pembiayaan berbasis syariah. Selain mempelajari lebih lanjut diharapkan para pembaca dapat memanfaatkan dan menggiatkan jenis pembiayaan berbasih syariah ini sebagai alternatif pembiayaan konvensional yang sudah lazim digunakan. Bagi pembaca lingkungan ilmiah Mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai akad mudharabah. Penelitian ini dapat berupa penelitian pengaruh penyaluran pembiayaan mudharabah terhadap performa keuangan dari sisi mudharib serta pencatatan akuntansi dari sisi mudharib.
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Penelitian lebih lanjut digunakan untuk mengembangkan pembiayaan ini menjadi tidak hanya pembiayaan alternatif, tetap menjadi pembiayaan utama dalam sektor perbankan. Hal ini didukung oleh pembiayaan syariah lebih bersahabat dalam menggerakan sendi-sendi perekonomian bahkan dari lingkup terkecil. Untuk Bank Syariah XYZ Bank Syariah XYZ perlu memastikan dan mempertimbangkan persetujuan tujuan pemakaian dana mudharabah. Dalam praktiknya pemakaian dana mudharabah ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Sehingga BSX perlu untuk mempertimbangkan untuk mengkhususkan tujuan pemakaian dana akad mudharbaah ini untuk tujuan produktif (usaha) dan bukan untuk tujuan lainnya. BSX juga perlu merubah metode bagi hasil akad yang digunakan. Dimana saat ini BSX masih menggunakan metode revenue sharing, dimana ketentuan yang berlaku menentukan bahwa metode bagi hasil yang digunakan adalah metode net revenue sharing. Selain itu penanggung jawaban kerugian hendaknya perlu dipertimbangkan untuk ditanggung seluruhnya oleh BSX sesuai dengan ketentuan syariah yang berlaku (Fatwa DSN MUI). Walaupun usaha mitigasi risiko kerugian BSX dapat diandalkan namun terkadang kejadian tidak terduga dapat terjadi sehingga jika kerugian ini ditanggungg oleh asuransi. Selain memberatkan mudharib (pembayaran premi asuransi), prosedur pengauransian pokok pembiayaan ini dianggap dapat memunculkan unsur riba dan maysir dalam akad. Karena menurut Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 shahibul maal wajib menanggung semua kerugian yang muncul diluar kelalaian dan kesalahan mudharib. Sehingga BSX sebagai bank syariah terkemuka di Indonesia wajib mengikuti peraturan syariah yang ada. Untuk lembaga pembuat peraturan dan pengawas Diperlukan pembaharuan ketentuan syariah fatwa DSN MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000 terhadap beberapa poin ketentuan syariah dalam AAOIFI. Karena ketika peneliti membandingkan 2 peraturan terkait syariah ini ternyata AAOIFI shariah standard jauh lebih detail dan lengkap bahasannya mengenai akad mudharabah. Sehingga peneliti menganggap bahwa diperlukan pembaruan fatwa terkait agar dapat tetap selalu sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi bisnis. Selain itu terkait ulasan kontroversi dana kebajikan, diperlukan petimbangan lebih lanjut kalangan regulator fatwa tentang pengesahan pengenaan dana kebajikan dalam akad mudharabah. Karena jika dilihat dari kaca mata syariah dana ini mendekati riba dan rentan untuk disalahgunakan.
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013
Daftar Referensi Anwar, S. (2007). Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat. Jakata: PT. Raja Grafindo Persada. Ayub, M. (2007). Understanding Islamic Finance. West Sussex : John Wiley & Sons Ltd. Bank Indonesia. (2003). PAPSI . Flick, U. (2009). An Introduction to Qualitative Research . Gosport: SAGE Publications Ltd. Ikatan Akuntansi Indonesia. (2007, June 27). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan: Akuntansi Mudharabah. PSAK 105 . Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan . ISRA. (2011). Islamic Financial System Principles & Operations. Kuala Lumpur: International Shari'ah Research Academy for Islamic Finance (ISRA). Isretno, E. (2011). Pembiayaan Mudharabah Dalam Sistem Perbankan Syariah. Jakarta: Cintya Press. Huda, A. N. (2012). The Development of Islamic Financing Scheme for SMEs in a Developing Country: The Indonesian Case. Tangerang . Maharani, S. N. (2008). Menyibak Agency Problem Pada Kontrak Mudharabah dan Alternatif Solusi. Jurnal Keuangan dan Perbankan . Majelis Ulama Indonesia. (2000). FATWA DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH). Tarmizi, E. (2012). Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor: PT Berkat Mulia Insani. Sekaran, U., & Bougie, R. (2010). Research Methods for Business: A Skill Building Approach . West Sussex: John Wiley & Sons Ltd. Susiana. (2010). Analisis Pembiayaan Mudharabah Pada Pt. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Kantor Cabang Syariah Malang. Malang. Violeta, Rima. (2013, May 23), Personal Interview Yuli, S. B. (2009). Analisis Pembiayaan Syariah Pada Usaha Kecil Menengah (Ukm) Di Bank Syariah Mandiri Cabang Malang. Malang. Wahyudi, Imam (2013, July 17), Personal Interview.
Analisis prosedur..., Rezafitra Irwan, FE UI, 2013