ANALISIS DAMPAK PENERAPAN PSAK 50, 55 DAN 60 PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BANK SYARIAH “XYZ” di SURABAYA) JURNAL
OLEH : NOPRIADI (01109046)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2015
ANALISIS DAMPAK PENERAPAN PSAK 50, 55 DAN 60 PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BANK SYARIAH “XYZ” di SURABAYA) JURNAL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
OLEH : NOPRIADI (01109046)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2015
ABSTRAKSI ANALISIS DAMPAK PENERAPAN PSAK 50, 55 DAN 60 PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS PADA BANK SYARIAH “XYZ” di SURABAYA) NOPRIADI 01109046
Fokus penelitian ini adalalah untuk menganalisa dampak dari penerapan PSAK 50,55 dan 60 pada Perbankan Syariah (Studi Kasus Pada Bank Syariah “XYZ” di Surabaya). Analisa Dampak Penerapan PSAK 50, 55 dan 60 pada Perbankan Syariah ini dilakukan untuk mengetahui dampaknya pada kinerja perusahaan dan apakah telah sesuai dengan PAPSI 2013 khususnya mengenai perbedaan konsep pengakuan pendapatan pembiayaan dengan akad Murabahah. Perubahan pengakuan pendapatan yang dilakukan oleh Perbankan Syariah pada Pembiayaan dengan akad Murabahah diyakini dapat memberikan keuntungan dan berdampak baik bagi kinerja perusahaan. Kata kunci: Dampak Penerapan PSAK, Murabahah.
ABSTRACK THE ANALYZE IMPACT OF IMPLEMENTATION PSAK 50, 55 AND 60 FOR SHARIA BANKING (CASE OF SHARIA BANK “XYZ” at SURABAYA) NOPRIADI 01109046
The focus of this study is to analyze impact of implementation PSAK 50, 55 and 60 for Sharia Banking (Case of Sharia Bank “XYZ” at Surabaya). The Analyze is to know the impact for performance industry and its suitable with PAPSI 2013 expecially with a different concept for earning recognition in Murabahah. A different concept of earning recognize its expected more given profit and good performance for banking industry. Kata kunci: The Impact of Implementation PSAK, Murabahah
PENDAHULUAN Perbankan
Syariah
yang
berlandaskan
pada
prinsip-prinsip
islam,
menghadirkan stigma baru dalam kehidupan ekonomi masyarakat dunia termasuk Indonesia. Secara prinsip Bank Syariah yang mengedepankan prinsip keadilan, prinsip keterbukaan, prinsip kemitraan, dan universalitas. Secara operasional, Bank Syariah tidak menjalankan konsep bunga atau riba yang dilakukan oleh Bank Konvensional. Sejarah Perbankan Syariah dimulai dari Bank Syariah pertama di Mesir pada tahun 1963 yaitu Mit Ghamr Local Saving Bank. Perkembangan tentang Perbankan Syariah terus berlanjut, tidak hanya di Timur Tengah termasuk Pendirian Islamic Development Bank (1975), tetapi juga di Negara-negara Eropa seperti Luksemburg (1978), Swiss (1981) dan Denmark (1983). Bank Syariah juga berkembang khususnya di Negara-negara Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pada tahun 1982 berdiri Bank Syariah pertama di Malaysia, dan di Indonesia baru terjadi 9 tahun kemudian, dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991. Perbankan Syariah di Indonesia telah berkembang sedemikian pesatnya. Sampai dengan akhir tahun 2014, Indonesia telah memiliki 11 Bank Umum Syariah (BUS) dan 23 Unit Usaha Syariah (UUS). Tabel 1-1 Daftar Perkembangan Jumlah Kantor Bank Syariah di Indonesia Indikator BUS Jumlah Bank Jumlah Kantor UUS Jumlah Bank Jumlah Kantor
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
5 576
6 711
11 1215
11 1390
11 1745
11 1998
11 2139
27 214
25 287
23 262
24 312
24 517
23 590
23 425
5
BPRS Jumlah Bank Jumlah Kantor
131 202
139 223
150 286
155 364
155 364
163 402
163 429
Sumber : www.ojk.go.id
Prinsip yang diutamakan dalam perbankan syariah ialah prinsip bagihasil yaitu Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagai secara proporsional/samarata antara shahibul maal dengan mudharib. Perkembangan ilmu akuntansi dan penerapan praktek akuntansi di Indonesia khususnya pada Perbankan dalam mengembangkan bisnis perbankan untuk bersaing di Era Pasar Global dan dalam Masyarakat Ekonomi Asia Tahun 2015 menyebabkan Perbankan Syariah harus mulai beradaptasi dengan Standar Akuntansi Keuangan International yaitu IFRS (International Financial Reporting Standards). Dasar dilakukannya penerapan PSAK 50, 55 dan 60 pada perbankan syariah ialah Buletin Teknis yang dikeluarkan oleh DSAS (Dewan Standar Akuntansi Syariah), dalam bukteks tersebut disampaikan bahwa akuntansi untuk pembiayaan murabahah dapat dikategorikan sebagai kegiatan pembiayaan, Lembaga keuangan syariah yang menerapkan anuitas untuk pengakuan laba transaksi pembiayaan murabahah sesuai dengan fatwa DSN MUI No.84/DSN/-MUI/XII/2012 harus melakukan pengakuan, pengukuran , penyajian dan pengungkapan pembiayaan murabahah sesuai dengan ketentuan tersebut.
Dengan portofolio Pembiayaan
Murabahah di Indonesia sebesar + 60% dari total penyaluran pembiayaan oleh BUS dan UUS sampai dengan tahun 2014 (Sumber : ww.ojk.go.id) tidak jeran jika penerapan PSAK 50, 55 dan 60 dimulai dari Pembiayaan dengan akad murabahah.
6
Murabahah ialah Akad atau perjanjian jual beli barang yang menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang diterima telah disepakati oleh penjual dan pembeli (wiroso, 2011). Terbitnya bulteks 9 tersebut diikuti dengan pemberlakuan PAPSI 2013 atas revisi PSAK 102. PSAK 102 : Akuntansi Murabahah dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada tanggal 27 Juni 2007. PSAK 102 menggantikan pengaturan murabahah dalam PSAK 59: Akuntansi keuangan Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 1 Mei 2002. PSAK 102 direvisi pada 13 November 2013 terkait dengan pengaturan untuk murabahah yang mengacu pada PSAK 50: Instrumen keuangan: Penyajian, PSAK 55: Instrumen keuangan : Pengakuan dan Pengukuran dan PSAK 60: Instrumen Keuangan: Penyajian. Dalam penerapan PSAK tersebut terkait pembiayaan murabahah Bank harus menentukan terlebih dahulu klafikasi produk pembiayaan tersebut apakah termasuk klasifikasi jual beli (PSAK 102) atau klasifikasi pembiayaan (PSAK 50, 55 dan 60). Indikator utama dalam penentuan substansi transaksi Murabahah adalah signifikansi resiko terkait kepemilikan persediaan. Produk Bank Syariah hampir sama dengan Bank Konvensional yaitu Kredit Kepemilikan Rumah atau Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR), produk tersebut tidak terindikasi resiko persediaan namun resiko pembiayaan sehingga harus menggunakan PSAK 50, 55 dan 60. Adapun objek yang menjadi penelitian dari penulis ialah Bank Syariah dengan bisnis utamanya ialah pembiayaan kepemilikan rumah dengan share 60 : 40 dengan pembiayaan non –
7
KPR. Serta pembiayaan lain yang tidak terekspos resiko pembiayaan seperti pembiayaan pembelian barang juga harus menggunakan PSAK 50, 55 dan 60. Penerapan PSAK 50, 55 dan 60 atau dapat disebut PSAK 102 (revisi 2013) yang
diterbitkan
pada
November
2013
ternyata
dalam
implementasinya
membutuhkan masa persiapan yang cukup lama namun sebagai perusahaan yang merupakan bagian dari perusahaan Go Public, Bank Syariah XYZ harus mengimplementasikan PSAK tersebut sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yaitu Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/26/DPbS maka penerapan PSAK 50, 55 dan 60 atau disebut PSAK 102 (revisi 2013) atau Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah 2013 dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2014 dengan penerapan dini diperkenankan. Adapun untuk penentuan penurunan nilai secara kolektif diperkenankan menggunakan kebijakkan akuntansi sebelumnya sampai dengan 31 Desember 2014 dan fakta tersebut harus diungkapkan kedalam catatan atas laporan keuangan.
8
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil Analisa Terhadap Penerapan PSAK 50, 55 dan 60 pada Bank XYZ Produk Murabahah yang dimiliki oleh Bank XYZ dikklasifikasikan sebagai pembiayaan murabahah sehingga pengukuran terkait pembiayaan murabahah mengacu kepada PSAK 55 yaitu dengan menggunakan biaya perolehan diamortisasi dan diukur kerugian penurunan nilainya jika terdapat indikasi penurunan nilai. Penulis tidak akan membahas mengenai penurunan nilai namun akan focus pada biaya perolehan sebagai akibat dari perubahan penerapan PSAK 102 kepada PSAK 50, 55 dan 60 atau disebut PSAK 102 (revisi 2013).
Sesuai dengan PAPSI 2013 bahwa penerapan PSAK 50, 55 dan 60 atau PSAK 102 (revisi 2013) ialah per 1 Agustus 2013 yang kemudian setelah diskusi dengan Bank Syariah Lainnya dengan regulator (BI dan OJK) dan dengan Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI maka DSAS IAI mengeluarkan PSAK 102 (revisi 2013) pada 13 November 2013 yang mengatur ketentuan transisi dari Penerapan PSAK 50, 55 dan 60 untuk pembiayaan yang dikategorikan atau diklasifikasikan tidak memiliki resiko persediaan menjadi per 1 Januari 2014 dengan penerapan awal yaitu pengakuan pendapatan dan beban yang diatribusikan. Bank Syariah XYZ telah melakukan hal-hal sebagai berikut:
No. 1.
2.
Hal Yang Dilakukan oleh Bank XYZ Keterangan Melakukan kajian internal terhadap dampak Tidak dapat penerapan bagi internal perusahaan dipublikasikan secara khusus Melakukan penerapan awal untuk Bank XYZ melakukan penerapan harga perolehan awal secara implementasi tersebut dari prospektif per 1 Januari 2014 dengan pertengahan tahun 2014 melakukan amortisasi biaya administrasi ke sehingga terdapat koreksi
9
piutang murabahah 3.
pendapatan berjalan
periode
Melakukan perubahan kebijakan akuntansi khususnya terkait piutang murabahah
Berdasarkan informasi dari data yang telah dikumpulkan, berikut adalah analisis mengenai pencatatan akuntansi pembiayaan murabahah dengan acuan PSAK 102; PSAK 50, 55, dan 60); serta kebijakan internal Bank XYZ dan dampak keuangan yang ditimbulkan pada laporan keuangan Bank XYZ.
Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Murabahah di Bank XYZ Praktik pencatatan akuntansi pembiayaan murabahah di Bank XYZ telah diatur tersendiri oleh Bank XYZ di dalam kebijakan akuntansi perusahaan yang bersifat internal. Di dalam kebijakan akuntansi tersebut, Bank XYZ mengacu pada ketentuan PSAK 102, tapi Bank XYZ tidak mengimplementasikannya secara keseluruhan. Ada beberapa hal terkait pencatatan akuntansi murabahah yang dimodifikasi oleh Bank XYZ agar pencatatan akuntansi tersebut memudahkan dalam pelaksanaan Bank XYZ dan untuk keseragaman pencatatan akuntansi perbankan yang berlaku umum. Selain itu, Bank XYZ berpendapat bahwa tidak semua ketentuan dalam PSAK 102 Akuntansi Murabahah dapat diimplementasikan pada industri perbankan syariah. Perbedaan pencatatan akuntansi pembiayaan murabahah Bank XYZ dengan PSAK 102 Akuntansi Murabahah adalah dalam hal metode pengakuan keuntungan. Perbedaan tersebut akan dijabarkan secara lebih rinci dalam pembahasan berikut. Bank XYZ telah membuat kebijakan internal mengenai metode pengakuan
10
keuntungan murabahahnya. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: a.
Bank XYZ merupakan Unit Usaha Syariah yang memberikan layanan pembiayaan dengan mayoritas pembiayaan yaitu KPR, dan terdapat produk lainnya terkait murabahah antara lain : Renovasi rumah, Pembiayaan Kendaraan Bermotor dan Pembiayaan Multimanfaat.
b. Pendapatan terkait Pembiayaan Murabahah diakui sebagai Fee Based Income yaitu diakui 100% sebagai pendapatan yaitu biaya administrasi realisasi pembiayaan. c.
Biaya terkait pembiayaan murabahah seperti biaya yang dikeluarkan bank untuk merealisasikan pembiayaan murabahah tersebut seperti Fee Marketing diakui sebagai beban promosi yang dibebankan langsung diawal periode setelah terjadi realisasi pembiayaan murabahah;
d. Sejak tahun 2005 sampai dengan Tahun 2008, Bank XYZ mengikuti PSAK 102 dengan mengakui keuntungan secara proporsional dan flat. Namun, setelah diketahui Fatwa DSN-MUI serta Surat dari Bank Indonesia bahwa Bank diperkenankan untuk mengakui keuntungan secara efektif maka Bank XYZ melakukan perubahan untuk kontrak pembiayaan yang berlaku setelah diputuskan melalui mekanisme internal. Oleh karena itu, Bank XYZ hanya menggunakan pola pengakuan keuntungan dimana keuntungan diakui secara tangguh dengan penerimaan angsuran dari nasabah. Untuk menjawab alasan tersebut, seharusnya Bank XYZ tetap dapat melaksanakan semua pola pengakuan keuntungan yang disebutkan dalam PSAK 102. karena setiap bank syariah membuat Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil dimana Bank akan mengungkapkan pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil secara basis kas sehingga bank tetap akan bisa memberikan bagi hasil kepada para nasabahnya.
11
Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Murabahah berdasarkan PSAK 102 (tahun 2007) Penelitian ini hanya akan membahas pencatatan akuntansi untuk penjual karena bank syariah yang melaksanakan akad ini untuk skema pembiayaannya seolah berperan sebagai penjual aset kepada para nasabah pembiayaan murabahahnya. Alur transaksi dan pencatatan akuntansi untuk piutang pembiayaan murabahah berdasarkan PSAK 102 adalah sebagai berikut: Pengakuan dan Pengukuran Menurut PSAK 102, transaksi murabahah di bank syariah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Namun penelitian ini hanya akan membahas transaksi murabahah berdasarkan pesanan karena transaksi murabahah yang dilakukan di Bank XYZ hanya transaksi murabahah yang berdasarkan pesanan. Pertama, bank akan membeli barang yang dipesan nasabah dengan mewakilkan pembelian barang kepada nasabah tersebut. Setelah bank mendapatkan barang yang diinginkan nasabah, bank mengakui barang tersebut sebagai persediaan aset murabahah. Aset murabahah tersebut diukur sebesar biaya perolehannya. Aset murabahah di bank tidak akan pemah mengalami penurunan nilai karena usang atau rusak sebelum diberikan kepada nasabah. Hal ini karena barang tersebut tidak akan dipegang terlebih dahulu oleh bank melainkan langsung dipegang oleh nasabah. Akuntansi untuk diskon pembelian aset murabahah pun akan jarang digunakan karena nasabah pembeli biasanya datang ke bank dengan harga net dari barang tersebut. Selanjutnya saat bank memberikan pembiayaan murabahah kepada
12
nasabah, piutang murabahah tersebut diakui sebesar biaya perolehan aset ditambah dengan keuntungan maijin yang disepakati.
Selama masa angsuran, bank dapat mengakui keuntungan murabahah dengan beberapa metode sesuai kondisinya. Berdasarkan PSAK 102, jika masa angsuran tidak melewati satu periode laporan keuangan maka keuntungan murabahah dapat diakui pada saat terjadinya akad pembiayaan (konsep akrual). Jika masa angsuran melebihi satu periode laporan keuangan, keuntungan diakui sesuai tingkat risiko dan upaya merealisasikan keuntungan tersebut.
Dengan keluarnya Buletin Teknis 5, ketentuan mengenai pencatatan akuntansi transaksi murabahah di lembaga keuangan syariah bertambah. Penambahan ketentuan tersebut adalah jika dari disetujuinya pembiayaan timbul keuntungan yang didapat oleh bank di luar dari marjin yang telah disepakati, seperti biaya administrasi yang harus dibayar langsung diawal oleh nasabah serta timbul juga biaya tambahan yang terkait pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh bank, keuntungan dan biaya tersebut harus diakui sejalan dengan pengakuan keuntungan murabahah tersebut. Jadi, jika bank menggunakan metode proporsional dalam mengakui keuntungan murabahah, bank juga harus mengakui pendapatan lain-lain yang bersumber dari biaya administrasi tersebut sebesar proporsional selama masa angsuran.
Penyajian Penyajian piutang murabahah di dalam neraca adalah sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan antara nasabah dan bank, yaitu saldo piutang murabahah
13
dikurangi penyisihan kerugian piutang. Marjin murabahah yang ditangguhkan disajikan sebagai pengurang {contra account) piutang murabahah. Pengungkapan Pengungkapan transaksi murabahah oleh bank harus termasuk hal-hal tersebut, namun tidak terbatas pada harga perolehan aset murabahah dan pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK no. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Murabahah berdasarkan PSAK 50, 55, dan 60 (PSAK 102 revisi 2013) Berdasarkan hasil analisis pada Laporan Analisis Transaksi, dapat disimpulkan bahwa seluruh produk murabahah diklasifikasikan sebagai pembiayaan murabahah dan pengukuran terkait pembiayaan murabahah mengacu pada PSAK 55 (r2011) yaitu
dengan
menggunakan
biaya
perolehan
diamortisasi
PSAK 102 (revisi 2013) telah memberikan pengaturan secara eksplisit terkait klasifikasi piutang murabahah yang timbul dari transaksi pembiayaan murabahah. Berdasarkan ketentuan yang tercantum di paragraf 41A PSAK 102 (revisi 2013) klasifikasi untuk piutang pembiayaan murabahah adalah pinjaman yang diberikan dan piutang (Loans and Receivables (L&R)).
Pedoman pengukuran aset keuangan dalam kategori L&R 1) Pengukuran saat pengakuan awal Saat pengakuan awal, aset dalam kategori L&R diukur pada nilai wajar ditambah biaya transaksi yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan atau penerbitan asset keuangan. Setelah pengakuan awal, aset keuangan yang termasuk dalam klasifikasi L&R diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan
14
menggunakan metode tingkat imbal hasil efektif.
a)
Biaya perolehan diamortisasi (amortised cost) PSAK 55 mendefinisikan biaya perolehan diamortisasi sebagai jumlah asset keuangan yang diukur pada saat pengakuan awal dikurangi pembayaran pokok, ditambah/dikurangi dengan mortisasi kumulatif menggunakan metode tingkat imbal efektif yang dihitung dari selisih antara nilai awal dan nilai jatuh temponya, dan dikurangi penurunan (baik secara langsung maupun menggunakan perkiraan cadangan) untuk penurunan nilai atau nilai yang tidak dapat ditagih.
b)
Tingkat imbal hasil efektif didefinisikan sebagai imbal hasil yang secara tepat mengurangi estimasi pembayaran atau penerimaan kas di masa datang selama perkiraan umur dari instrumen keuangan, atau jika lebih tepat, digunakan periode yang lebih singkat untuk memperoleh nilai tercatat bersih dari
aset
keuangan.
Dalam menghitung tingkat imbal hasil efektif, perlu dilakukan estimasi arus kas dengan mempertimbangkan seluruh persyaratan kontraktual dalam intrumen keuangan yang bersangkutan, namun tidak mempertimbangkan kerugian yang akan terjadi di masa datang. Perhitungan tersebut mencakup seluruh komisi dan bentuk lain yang dibayarkan atau diterima sesuai kontrak dan merupakan bagian tak terpisahkan dari tingkat imbal hasil efektif, biaya transaksi, dan seluruh premium atau diskonto lainnya. Dalam kasus yang jarang
terjadi,
jika
15
estimasi arus kas atau perkiraan umur instrumen keuangan tidak dapat ditentukan secara andal, maka digunakan arus kas kontraktual selama periode kontraktual dari instrument keuangan yang bersangkutan. Salah satu komponen dalam perhitungan tingkat imbal hasil efektif adalah biaya transaksi yang terkait dengan instrumen keuangan. Biaya traksaksi merupakan biaya tambahan yang dapat diatribusikan secara langsung pada perolehan,
penerbitan
atau
pelepasan
aset
keuangan. Biaya tambahan adalah biaya yang tidak akan terjadi jika entitas tidak mmemperoleh, menerbitkan atau melepaskan instrumen keuangan.
Penentuan Biaya Perolehan diamortisasi untuk asset keuangan dapat digambarkan sebagai berikut:
Nilai Wajar saat pengakuan awal
Biaya Transaksi/upfr ont fee
+
Akumulasi Kumulatif EIR
Pembayaran Pokok
-
=
Biaya Perolehan di amortisasi
CKPN
Penerapan konsep ini pada produk pembiayaan murabahah harus memperhatikan karakteristik khusus dari murabahah itu sendiri. Dengan demikian, untuk penerapan konsep ini di pembiayaan murabahah akan digunakan istilah imbal hasil/marjin efektif dan bukan tingkat imbal hasil efektif, dan tidak ada tambahan keuntungan dalam murabahah karena imbal hasil murabahah bersifat tetap/efektif.
16
Ketentuan Transisi Sesuai dengan pengaturan di PSAK 102(revisi 2013) transaksi murabahah berlaku secara prospektif untuk transaksi yang terjadi setelah tanggal 1 Januari 2014 dengan ketentuan tambahan sebagai berikut:
1) Deemed cost : Jumlah tercatat piutang murabahah, marjin murabahah tangguhan dan biaya transaksi pembiayaan dengan akad murabahah yang tercatat pada 1 Januari 2014 dianggap sebagai jumlah tercatat awal (deemed cost). 2) Tingkat Imbal Hasil Efektif : ditentukan berdasarkan arus kas masa depan sejak tanggal penerapan awal PSAK tersebut terhadap pembiayaan dengan akad murabahah sampai dengan tanggal akhir akad. Dampak Perbedaan Pencatatan Akuntansi Piutang Pembiayaan Murabahah Menurut Jusuf Wibisana, suatu piutang murabahah apakah akan dicatat dengan mengacu pada PSAK 102 atau kepada PSAK 50, 55, dan 60 adalah tergantung pada prinsip dasar yang digunakan dalam memandang piutang tersebut. Piutang murabahah dapat dipandang menjadi dua macam, yaitu apakah ia sebuah transaksi penjualan secara angsuran (installmentt sales) atau sebagai kegiatan pembiayaan (financing). Jika suatu entitas memutuskan piutang murabahah sebagai transaksi
penjualan secara angsuran, pencatatan akuntansi piutang tersebut seharusnya mengacu pada PSAK 102. Sebaliknya, jika entitas memutuskan bahwa piutang murabahah tersebut sebagai kegiatan pembiayaan, pencatatan akuntansi piutang tersebut seharusnya mengikuti PSAK 50, 55, dan 60 (PSAK 102 revisi 2013).
Berdasarkan hasil diskusi dengan manajemen, staff pelaporan serta konsultan
17
bahwa adanya perbedaan acuan PSAK dalam mencatat piutang murabahah akan memunculkan dampak pada laporan keuangan Bank XYZ sebagai berikut.
a.
Penyajian akun Piutang Murabahah berdasarkan PSAK 55 akan menjadi lebih besar di pengakuan awal, yaitu Rp 80.958.250,- daripada praktik Bank XYZ dan pencatatan yang berdasarkan PSAK 102, yaitu Rp 80.520.750,-
b. Piutang Murabahah berdasarkan PSAK 55 danPSAK 55 akan lebih cepat berkurang di awal-awal masa angsuran daripada Piutang Murabahah berdasarkan PSAK 102. Di sisi lain, saat periode-periode akhir angsuran, porsi berkurangnya Piutang Murabahah PSAK 55 danPSAK 55 menjadi lebih kecil daripada PSAK 102, tetapi porsi pengurangan Piutang Murabahah PSAK 55 dan PSAK 55 modifikasi akan sama porsi pengurangannya dengan Piutang Murabahah berdasarkan praktik Bank XYZ. Ini karena PSAK 55 dan praktik Bank XYZ menggunakan metode yang sama yaitu anuitas, sedangkan PSAK 102 memakai metode proporsional. c. Keuntungan Marjin Murabahah yang diakui di Laporan Laba Rugi berdasarkan PSAK 55 dan PSAK 55 sepanjang masa angsuran sama dengan keuntungan Maijin Murabahah yang diakui oleh Bank Syariah XYZ, memiliki pola pengakuan keuntungan besar di awal tetapi semakin mengecil di akhir masa angsuran. Di sisi lain, keuntungan Maijin Murabahah berdasarkan PSAK 102 akan terns sama di sepanjang masa angsuran sehingga keuntungan Maijin Murabahah yang diakui PSAK 55, PSAK 55 modifikasi,dan praktik Bank XYZ di awal masa angsuran akan terlihat lebih besar daripada PSAK 102, sebaliknya di akhir masa angsuran akan terlihat lebih kecil. Ini karena PSAK 55 dan praktik Bank XYZ menggunakan metode pengakuan keuntungan secara anuitas, sedangkan PSAK 102 menggunakan metode pengkuan keuntungan secara proporsional. Namun pada saat seluruh angsuran berhasil ditagih, jumlah keuntungan Marjin Murabahah yang diterima akan sama besamya, yaitu Rp 76.494.570,-. Dari penjelasan dampak keuangan pada poin ini, bisa jadi akan lebih menguntungkan bagi Bank XYZ untuk mengakui keuntungan maijin murabahahnya dengan metode anuitas seperti yang selama ini telah mereka
18
lakukan karena pendapatan yang besar ini dapat mempengaruhi laba bersih yang diakui lebih dulu sehingga dapat menunjang pertumbuhan bank tersebut karena lebih besar laba yang dapat diakui dan digunakan. Ini seperti alasan yang diungkapkan dalam fatwa DSN MUI no.84. d. PSAK 55 dan PSAK 55 tidak mengakui adanya biaya administrasi sebagai pendapatan pada Laporan Laba Rugi sebesar Rp 562.500, dan fee marketing sebesar Rp 1.000.000,-. Praktik Bank XYZ mengakui pendapatan dari biaya administrasi tersebut secara langsung di awal akad sehingga akan langsung muncul di Laporan Laba Rugi tahun pertama angsuran. Sedangkan PSAK 102 mengakui pendapatan dari biaya administrasi tersebut secara proporsional selama masa angsuran sehingga pendapatan yang diakui di Laporan Laba Rugi pun sesuai porsi angsuran yang telah dibayar nasabah di tahun tersebut. e. PSAK 60 mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan instrumen-instrumen keuangannya dengan mengelompokkanya sesuai dengan kategori yang telah diatur dalam PSAK 55 di Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam hal ini, Piutang Murabahah dikelompokkan pada Piutang dan Pinjaman yang Diberikan. PSAK 60 juga mensyaratkan pengungkapan informasi tentang risiko Piutang Murabahah dan bagaimana cara mengelola risiko tersebut secara lebih rinci daripada PSAK 102 sehingga dirasa cukup untuk memberikan informasi kepada pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi jenis dan tingkat risiko Piutang Murabahah ini.
19
20
Dampak Penerapan PSAK 50, 55 dan 60 bagi Bank XYZ Adanya penerapan PSAK 50, 55 dan 60 yang diupdate dengan PSAK 102 (revisi 2013), secara otomatis sesuai dengan regulasi PAPSI 2013, maka Bank Syariah harus melakukan penyesuaian kebijakan, dalam hal ini khususnya kebijakan di bidang akuntansi. Dalam Kebijakan Akuntansi Bank XYZ yang harus dilakukan penyesuaian ialah :
Kebijakkan per Akun khusus untuk piutang murabahah antara lain:\ No. 1. 2. 3. 4. 5.
Penyesuaian yang dilakukan Penambahan ketentuan identifikasi transaksi murabahah berdasarkan pada signifikansi risiko persediaannya Penambahan klasifikasi asset keuangan atas transaksi pembiayaan murabahah Penambahan ketentuan pengakuan dan pengukuran atas transaksi pembiayaan murabahah Penambahan ketentuan penyajian dan pengungkapan atas transaksi pembiayaan murabahah Penambahan ketentuan biaya transaksi dan upfront fee
Penyesuaian pada Nomor Perkiraan Akun, khususnya yang terdampak PSAK 50, 55 dan 60 yaitu Penambahan akun-akun terkait penerapan konsep biaya perolehan diamortisasi. Serta penjelasan atas akun-akun baru terkait penerapan konsep biaya perolehan diamortisasi.
22
Dampak Penerapan PSAK 60 pada Bank XYZ Berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi dengan Tim Implementasi PSAK 50, 55 dan 60 Bank XYZ, maka pengungkapan pada PSAK 60 yang berlaku untuk pembiayaan murabahah, dapat disampaikan beberapa pengaturan yang relevan bagi Bank XYZ yaitu: No. 1.
Pengaturan Berdasarkan PSAK 60 Kategori Aset keuangan
Penjelasan Pembiayaan murabahah termasuk kategori asset keuangan beban, Mengungkapkan pendapatan margin pembiayaan murabahah Pengungkapan nilai wajar atas piutang murabahah yang telah diklasifikasikan dalam kategori asset keuangan; pinjaman yang diberikan dan piutang harus dilakukan untuk dibandingkan dengan nilai tercatatnya PSAK 60 mewajibkan entitas untuk mengungkapkan kebijakan akuntansi & dasar pengukuran PSAK 60 mewajibkan entitas untuk mengungkapkan risiko yang timbul dari instrument keuangan PSAK 60 mewajibkan entitas untuk mengungkapkan risiko kredit PSAK 60 mewajibkan entitas untuk mengungkapkan risiko likuiditas dan instrument keuangannya PSAK 60 mewajibkan entitas untuk mengungkapkan risiko pasar dari instrument keuangannya.
2. 3.
Pos Penghasilan, keuntungan atau kerugian Nilai Wajar
4.
Kebijakan Akuntansi
5.
Pengungkapan kualitatif
6.
Risiko kredit
7.
Risiko likuiditas
8.
Risiko pasar
24
KESIMPULAN DAN SARAN Analisa dan pembahasan yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan dan saran sebagai berikut: Kesimpulan Kehalalan penggunaan metode anuitas sebagai bentuk pengakuan keuangan pembiayaan murabahah menimbulkan perdebatan dibeberapa kalangan karena metode anuitas menekankan kepada pengakuan pendapatan berdasarkan tingkat bunga diawal. Tetapi sejak dikeluarkannya fatwa DSN MUI no. 84/DSNMUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan Al-Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah, penerapan metode anuitas dalam mengakui keuntungan murabahah telah diperbolehkan penggunaannya. Pada awalnya, IAI telah mengeluarkan PSAK 102 untuk lembaga keuangan yang melakukan transaksi murabahah. Namun dengan perkembangan jaman karena PSAK 102 tidak mengatur tentang penggunaan metode anuitas dalam mengakui keuntungan murabahah, maka IAI mengeluarkan Buletin Teknis 5. Buletin Teknis 5 menyatakan bahwa lembaga keuangan syariah yang menggunakan metode anuitas dalam mengakui keuntungannya, pencatatan akuntansi transaksi murabahahnya harus mengacu pada PSAK 50,55, dan 60 yang kemudian menjadi PSAK 102 revisi 2013. Bank Syariah XYZ adalah salah satu bank syariah di Indonesia yang memakai akad murabahah dalam salah satu produknya. Bank Syariah XYZ selama ini melakukan pencatatan akuntansi murabahah dengan mengacu pada PSAK 102. Tetapi, Bank Syariah XYZ menggunakan metode anuitas dalam mengakui keuntungan murabahahnya dimana ini tidak sesuai dengan PSAK 102. Setelah dilakukan analisa dengan membandingkan pencatatan akuntansi murabahah berdasarkan PSAK 102;
25
PSAK 50, 55, 60 dengan pencatatan akuntansi murabahah yang sudah diterapkan Bank Syariah XYZ, penelitian ini menyimpulkan: 1. Perbandingan
pencatatan
akuntansi
transaksi
pembiayaan
murabahah
berdasarkan PSAK 102; PSAK 50, 55, dan 60 atau disebut PSAK 102 (revisi 2013) ; dan praktik Bank Syariah XYZ. Pencatatan akuntansi murabahah di Bank Syariah XYZ belum sesuai sepenuhnya dengan ketentuan pencatatan akuntansi murabahah PSAK 102. Terdapat dua perbedaan dari pencatatan akuntansi berdasarkan PSAK 102 dengan pencatatan akuntansi murabahah Bank Syariah XYZ. Perbedaan pertama terletak pada metode pengakuan keuntungan yang digunakan. Menurut PSAK 102, Bank Syariah XYZ seharusnya menggunakan metode proporsional dalam mengakui keuntungan murabahahnya, tetapi pada praktiknya Bank Syariah XYZ menerapkan metode anuitas. Perbedaan kedua muncul setelah dikeluarkannya Buletin Teknis 5. Perbedaan terletak pada pengakuan pendapatan yang timbul dari biaya administrasi akad pembiayaan murabahah. Buletin Teknis 5 menyatakan pendapatan dari biaya administrasi diakui sebagai pendapatan tangguhan yang selanjutnya pendapatan tersebut diakui secara bertahap selama masa angsuran murabahah, sedangkan Bank Syariah XYZ mengakuinya sekaligus pada saat terjadinya akad murabahah sebagai pendapatan lain-lain. 2. Metode anuitas yang digunakan Bank Syariah XYZ belum sesuai dengan metode anuitas yang digunakan PSAK 50, 55, dan 60. PSAK 55 mensyaratkan biaya administrasi mengurangi nilai tercatat piutang murabahah yang diberikan bank kepada nasabah serta mengamortisasi biaya administrasi terkait pemberian pembiayaan tersebut selama masa angsuran, sedangkan Bank Syariah XYZ belum melakukan hal itu. Bank Syariah XYZ mengakui biaya administrasi secara langsung sebagai pendapatan lain-lain pada saat akad disetujui. 3.
Perbedaan pencatatan akuntansi piutang murabahah berdasarkan PSAK 102; PSAK 50, 55, dan 60 dan praktik Bank Syariah XYZ menimbulkan dampak keuangan pada laporan keuangan Bank Syariah XYZ selama masa piutang tersebut masih diakui Bank Syariah XYZ. Dilihat dari pembahasan di bab sebelumnya, tampak lebih menguntungkan bagi Bank Syariah XYZ memakai
26
metode pengakuan keuntungan secara anuitas atau PSAK 55 daripada metode proporsional atau PSAK 102. Ini karena Bank Syariah XYZ dapat mengakui keuntungan lebih cepat karena bank dapat mengakui keuntungan murabahahnya lebih besar di awal jika memakai metode anuitas daripada metode proporsional. Tetapi metode anuitas tersebut tampak kurang adil bagi nasabah pembiayaan murabahah karena dengan metode anuitas, porsi pokok piutang murabahah yang diakui telah lunas oleh bank menjadi lebih kecil di awal masa angsuran daripada jika bank menggunakan metode proporsional. 4. Kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh Bank XYZ masih mengikuti PAPSI 2007 sehingga dalam pengimplementasiannya belum sesuai dengan PSAK terbaru. Saran Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Saran bagi regulator perbankan syariah adalah sebaiknya regulator lebih memberikan waktu kepada bank syariah - bank syariah yang ada di Indonesia untuk mempersiapkan sebaik-baiknya dalam hal pencatatan akuntansi transaksi murabahah, melakukan perubahan pencatatan dan konversi dari PSAK 102 ke PSAK 50, 55 dan 60 atau disebut PSAK 102 (revisi 2013) Selanjutnya regulator dapat menindak tegas bagi bank syariah yang masih melakukan penyimpangan dalam praktik mereka.
2.
Saran bagi Bank Syariah XYZ adalah memperbarui kebijakan akuntansi murabahahnya dengan mengacu pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh IAI, seperti PSAK 102, Buletin Teknis 5, dan Buletin Teknis 9, ditambah PSAK 50, 55, dan 60.
3. Bank XYZ harus melakukan penyesuaian-penyesuaian atas pengungkapan pembiayaan
murabahah
pada
laporan
keuangan
31
Desember
20
27
DAFTAR PUSTAKA Al-Quranul Karim dan terjemahannya. Tafsir Adnan, M.A dan Michael Gaffikin. 1997. The Shariah, Islamic Banks and Accounting Concepts and Practices. The Accounting, Commerce and Finance: The Islamic Perspective International Conference I. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2005, Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Adiwarman A. Karim, 2006, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan; Edisi ke III, Cet III,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Hermansyah, 2006. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Rencana Renada Media Grup. Jakarta Ikatan Akuntan Indonesia, 2013, pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, DSASIAI Jakarta Wiroso, 2013, Akuntansi Transaksi Syariah, IAI-Jakarta Wiroso, 2013, Produk Perbankan Syariah, Magister Akuntansi Universitas Trisakti. Otoritas Jasa Keuangan 2014. Booklet Perbankan Indonesia 2014. Jakarta, Otoritas Jasa Keuangan Kasmir. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta. Rajawali Pers Salman, Kautsar Riza, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, 2012, Akademia Permata Standar Akuntansi Keuangan Syariah. 2014, IAI-Jakarta Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia. 2014, Salemba Empat Sugiyono. 2014. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung, Alpabeta
28
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah. 2013, Jakarta DSAK IAI. 2009, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 102 tentang Akuntansi Murabahah, Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Penerbit Salemba Ascara. 2007, Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Rosyidah Umu. 2015. Respon Perbankan Syariah atas Pemberlakuan PSAK Syariah No 102 tentang Akuntansi Murabahah pada Divisi Unit Usaha Syariah (UUS) PT. Bank NTB di Lombok Martani, Dwi. 2013. Dampak Implementasi IFRS Bagi Perusahaan Ririn, Sophia. 2010. Persepsi Perbankan terhadap PSAK 50 dan PSAK 55 Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. 2008. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah
29