Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor
ANALISIS HUJAN LEBAT KEJADIAN BANJIR BOJONEGORO 9 FEBRUARI 2016 MENGGUNAKAN CITRA SATELIT HIMAWARI 8 YUDHA SATRIO OKTAVANDI1, MUHAMMAD NIZA ANDRIA2 Jurusan Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jl. Perhubungan 1 No. 5, Komplek Meteorologi dan Geofisika, Pondok Betung Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Telp. 02173691622 Abstrak. Hujan lebat yang mengguyur daerah Bojonegoro tanggal 9 Februari 2016 mengakibatkan banjir di sejumlah titik. Sebanyak 21 desa di 8 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, terendam banjir. Pada tanggal 9 Februari 2016 luapan air sungai Bengawan Solo mengakibatkan banjir melanda daerah Bojonegoro. Berdasarkan data dari BPBD sedikitnya 215 rumah dan jalan perkampungan terendam banjir dengan ketinggian air 40 cm hingga 60 cm. Berdasarkan laporan banjir tersebut, penulis melakukan analisis kondisi atmosfer yang terjadi saat kejadian. Hasil dari analisis citra satelit terlihat cluster awan yang luas menutupi wilayah Bojonegoro dari pagi hingga malam. Data time series suhu puncak awan menunjukkan adanya pertumbuhan awan mulai fase tumbuh, matang, dan punah yang berulang. Profil suhu dan titik embun yang rapat menunjukkan atmosfer di Bojonegoro memiliki tingkat kelembaban yang sangat tinggi. Kata kunci : Banjir, Hujan Lebat, Analisis, Citra Satelit, Himawari 8 Abstract. Heavy rains in Bojonegoro on the 9th February 2016, caused flooding in a number of points. A total of 21 villages in 8 districts in Bojonegoro, East Java, were flooded. On February 9, 2016 Bengawan Solo river flood water caused flooding hit the area Bojonegoro. Based on data from BPBDs at least 215 houses and village roads were flooded with water height of 40 cm to 60 cm. Based on the report of the flooding, the authors analyze the atmospheric conditions that occurred during the incident. Results from the analysis of satellite imagery seen extensive cloud clusters covering Bojonegoro from morning to night. Time series data showed a temperature of the cloud tops start to cloud the growth phase to grow, mature, and become extinct repeated. Profiles of temperature and dew point were meeting showed the atmosphere in Bojonegoro has a very high moisture levels. Keywords : Flood, Heavy rain, Analysis, Satellite Imagery, Himawari 8
1. Pendahuluan Cuaca adalah keadaan atmosfer yang terjadi dalam waktu yang relatif cepat dan terjadi dalam wilayah yang relatif sempit. Berbeda dengan iklim, yang merupakan keadaan atmosfer yang yang terjadi dalam waktu yang relatif lebih lama dan terjadi dalam wilayah yang relatif lebih luas. Cuaca dapat terjadi dalam hitungan waktu per detik, jam, sampai dengan harian, sedangkan iklim terjadi dalam hitungan mingguan, bulanan, tahunan, bahkan abad. Unsur-unsur yang
1 2
email :
[email protected] email :
[email protected]
Kode Artikel: FINS-11 ISSN: 2477-0477
Analisis Hujan Lebat Kejadian Banjir Bojonegoro 9 Februari 2016.......
mempengaruhi perubahan cuaca dan iklim dapat berupa suhu/temperatur, tekanan udara, kelembaban udara, angin, hujan/curah hujan. Cuaca merupakan faktor yang amat penting dan berpengaruh langsung bagi kehidupan manusia. Ciri kondisi wilayah Indonesia yang antara lain dikelilingi oleh lautan ± 2/3 bagian, serta tingginya pemanasan yang bersumber dari sinar matahari, kaya akan butiran uap air serta tingginya kelembaban udara, secara fisis hal ini merupakan lahan yang subur bagi pembentukan cuaca terutama bagi pertumbuhan awan-awan konvektif (cumulonimbus) yang menyebabkan terjadinya hujat lebat, dan berbagai fenomena cuaca lainnya (Kurniawan dkk., 2004). Pada hari Senin tanggal 8 Februari 2016 terjadi hujan lebat yang mengakibatkan beberapa wilayah di Kabupaten Bojonegoro tergenang air. 21 desa di 8 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, tergenang banjir karena luapan air Sungai Bengawan Solo. Banjir yang terjadi disebabkan oleh hujan lebat yang berlangsung dari Senin sore sekitar pukul 08 UTC atau 15.00 WIB. Oleh sebab itu, penulis melakukan kajian tentang bagaimana keadaan atmosfer serta gangguan cuaca yang menyebabkan terjadinya hujan lebat dan banjir. Salah satu langkah dalam memonitoring kondisi atmosfer sekaligus menganalisis kejadian hujan yang terjadi melalui pengamatan tutupan awan yaitu dengan menggunakan satelit cuaca. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan satelit cuaca himawari-8 milik Jepang untuk menganalisis pertumbuhan awan yang terjadi baik pada fase tumbuh, matang, dan punah. Dengan melihat profil suhu dan titik embun akan didapatkan nilai kelembaban pada saat kejadian. Time series suhu puncak awan juga akan menunjukkan pola pertumbuhan awan yang terjadi. 2. Metode Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Bojonegoro yang berkoordinat Bujur Timur : 112º25' dan 112º09' Lintang Selatan : 6º59' dan 7º37'
161
Yudha Satrio Oktavandi, dkk Gambar 1. Lokasi penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data satelit himawari-8 kanal Infrared dan diolah menggunakan software GMSLPD. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam membuat tulisan ini diantaranya : 1. Menganalisa keadaan atmosfer / awan di wilayah Bojonegoro pada tanggal 8, 9 dan 10 Februari 2016. 2. Menginterpretasi data citra satelit Himawari-8 pada tanggal 8, 9 dan 10 Februaari 2016 dengan menggunnakan software GMSLPD pada channel infrared (infrared channel) untuk menampilkan nilai suhu puncak awan. 3. Menentukan fase-fase pembentukan awan Cb hingga terjadinya hujan lebat di sebagian besar wilayah Bojonegoro. 4. Menganalisa hasil dari pengolahan data tersebut. 3. Hasil dan Pembahasan Analisis data hasil citra satelit dengan menggunakan aplikasi GMSLPD : Time Series :
162
Analisis Hujan Lebat Kejadian Banjir Bojonegoro 9 Februari 2016.......
matang
matang
Punah
Tumbuh baru
Punah
Gambar 2. Hasil analisa Time Series menggunakan aplikasi GMSLPD
Analisis time series suhu puncak awan merupakan fluktuasi yang terjadi pada kenaikan dan penurunan suhu puncak awan yang terjadi dalam beberapa waktu. Hal ini digunakan untuk melihat fase tumbuh awan. Kondisi atmosfer yang basah dan labil akan mendorong terbentuknya awan hasil dari kondensasi. Pertumbuhan awan dengan melihat suhu puncak ditandai dengan adanya penurunan suhu yang signifikan dan bersamaan dengan itu mulai terlihat awan awan yang terbentuk pada citra satelit. Semakin tinggi dan matang awan yang terbentuk maka suhu pada puncak awan akan semakin dingin. Awan mulai memasuki fase matangnya pada suhu puncak awan terendah yang bisa dicapai. Dalam fase matang, saat awan mencapai titik jenuhnya, maka butiran butiran hujan akan turun sebagai tanda awan telah memasuki fase punahnya. Hal ini ditandai dengan berkurangnya cluster awan sekaligus terjadinya kenaikan suhu puncak awan. Berdasarkan analisis suhu time series di wilayah Bojonegoro, secara umum awan konvektif mulai tumbuh sekitar pukul 08.00 UTC tanggal 08 Februari 2016. Selama lebih dari 12 jam wilayah Bojonegoro terus diliputi oleh cluster awan konvektif hingga sekitar pukul 21.00 UTC tutupan awan mulai berkurang. Namun kondisi atmosfer yang membaik ini hanya bertahan beberapa saat sekitar 4 jam. Pada pukul 01.00 UTC hari berikutnya yaitu tanggal 09 Februari 2016, awan kembali terbentuk menutupi wilayah Bojonegoro hingga malam hari. Berdasarkan time series suhu puncak awan tersebut yang selama hampir 2 hari terus menerus wilayah Bojonegoro tertutup oleh cluster awan konvektif, terlihat 163
Yudha Satrio Oktavandi, dkk
pada tanggal 08 Februari sekitar pukul 08 UTC fase tumbuh awan mulai terjadi dan pada pukul 10 UTC awan konvektif yang terbentuk telah memasuki fase matangnya. Hujan mulai turun sekitar pukul 10 UTC tersebut ditandai dengan kenaikan suhu puncak awan yang terus naik perlahan hingga pukul 21 UTC. Ini menunjukkan selama kurang lebih 11 jam tersebut wilayah Bojonegoro terus diguyur hujan. Pada hari berikutnya yaitu tanggal 09 Februari, hujan mulai terjadi pukul 05.00 UTC ditunjukkan adanya kenaikan suhu puncak awan sebagai tanda masuknya masa punah awan Cb. Kemudian awan mulai tumbuh kembali sekitar pukul 08 UTC dan memasuki fase matang sekitar pukul 09.30 UTC. Awan konvektif yang terbentuk memasuki fase punahnya dan tidak kembali tumbuh dimulai sekitar pukul 17 UTC. Pertumbuhan awan yang terus terjadi ini yang menyebabkan hujan lebat berkepanjangan sehingga terjadi banjir. Profil Stabilitas Udara :
Dari profil stabilitas udara terlihat profil suhu dan titik embun yang cukup rapat hingga lapisan atas. Ini menunjukkan tingkat kelembaban udara pada atmosfer sangatlah tinggi. Hal ini mendukung pasokan uap air atau massa udara basah untukmembantu proses pembentukan awan Cumulonimbus (Cb).
164
Analisis Hujan Lebat Kejadian Banjir Bojonegoro 9 Februari 2016.......
Pada fase tumbuh, nilai CAPE tidak begitu kuat. Sehingga kemungkinan konveksi lokal bukan sebagai penyebab utama pertumbuhan awan. Namun dari nilai KI dan LI, menunjukkan bahwa kondisi atmosfer dalam keadaan Labil Kuat. Fase Pertumbuhan awan Cb :
Gambar 3. Fase Tumbuh / Fase Pembentukan awan Cumulonimbus, Fase Matang awan Cumulonimbus, Fase Punah awan Cumulonimbus.
Terlihat pada gambar yang pertama dari kiri adalah fase dimana awan konvektif mulai tumbuh di sekitaran kabupaten Bojonegoro, kemudian pada gambar kedua awan mulai menutupi seluruh wilayah Bojonegoro yang mana menunjukkan fase ini adalah fase matang dari pertumbuhan awan Cb, kemudian pada gambar ketiga awan Cb mulai memasuki fase peluruhan atau fase punah. Identifikasi tutupan awan konvektif : Berikut merupakan gambar cluster awan konvektif yang menutupi wilayah Bojonegoro dari tanggal 8 Februari hingga tanggal 10 Februari. Terlihat awan konvektif di wilayah Bojonegoro mengalami 4 kali fase matang dalam 3 hari berturut-turut. Awan kembali tumbuh setelah mengalami fase peluruhan atau fase punah. Hal ini yang menyebabkan sungai Bengawan Solo meluap hingga terjadi banjir.
165
Yudha Satrio Oktavandi, dkk
07.00 UTC
11.00 UTC
17.50 UTC
166
09.00 UTC
14.30 UTC
22.00 UTC
Analisis Hujan Lebat Kejadian Banjir Bojonegoro 9 Februari 2016.......
00.00 UTC
11.00 UTC
20.20 UTC
05.00 UTC
15.00 UTC
23.50 UTC
Pukul 07.00 UTC tanggal 08 terlihat bahwa wilayah Bojonegoro belum tertutup awan. Namun pukul 09.00 UTC cluster awan sudah menutupi seluruh wilayah Bojonegoro dan berlangsung hingga tengah malam. Tanggal 09 dini hari atau sekitar pukul 22.00 UTC, kondisi perawanan di Bojonegoro mulai berkurang dan tutupan awan menghilang pada pagi hari. Sekitar pukul 05.00 UTC atau siang tanggal 09, kondisi atsmofer yang labil kembali memicu pertumbuhan awan konvektif dan menutupi seluruh wilayah Bojonegoro hingga pagi tanggal 10. Cluster cluster awan konvektif merupakan awan penghasil hujan. Sehingga 167
Yudha Satrio Oktavandi, dkk
wilayah Bojonegoro yang tertutupi awan konvektif dalam jangka waktu yang panjang dengan wilayah yang luas terus menerus terguyur hujan.
4. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data hasil citra satelit Himawari 8 dengan menggunakan aplikasi GMSLPD banjir yang terjadi di wilayah Bojonegoro terjadi akibat hujan yang terus-menerus. Ditinjau dari parameter time series pembentukan awan Cumulonimbus (Cb) terjadi empat kali fase matang setelah sebelumnya sempat mengalami fase punah dan kemudian kembali terbentuk awan Cumulonimbus (Cb) dan menyebabkan hujan turun mengguyur wilayah Bojonegoro hingga lebih dari 2 hari. Oleh karena itu hujan yang terjadi berlangsung lama sehingga mengakibatkan Sungai Bengawan Solo meluap sampai terjadi banjir di sejumlah kecamatan di Kabupaten Bojonegoro. Ucapan terima kasih Dalam melakukan atau membuat tulisan ilmiah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan karya tulis ilmiah ini sehingga dapat tersusun dengan baik. 1. Bapak Dr. Suko Prayitno Adi, M. Si selaku Ketua Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2. Bapak Achmad Zakir dan Ibu Ana Oktavia Setiowati selaku dosen pembimbing 3. Rekan-rekan kelas Meteorologi 7A dan Meteorologi 7D yang telah memberikan bantuan berupa masukan dan dukungan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini Daftar Pustaka 1. Anggun Rahmania, Djunaidi Misbach, Wuri Indri Astuti, Analisis Hujan Lebat di Kota Padang (Studi Kasus Tanggal 27 Oktober 2014), Hal. 1, Agustus 2015. 2. Sujatmiko, Tempo.co, 9 Februari 2016.
168