Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ANALISIS CADANGAN KARBON PADA PERKEBUNAN SAWIT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT (Studi Kasus : Perkebunan Sawit di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah)
LASTRI YANTI SIMANJUNTAK
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ABSTRACT LASTRI YANTI SIMANJUNTAK. Analysis of Carbon Stock in Oil Palm Plantation by Using Landsat Image (A Case Study : Oil Palm Plantation in Hanau and Sembuluh Lake, Center Kalimantan). Supervised by IDUNG RISDIYANTO, S.Si, M.Sc. Analysis of carbon stock in two different vegetations is based on the coversion of non oil palm plantation land cover (this study consisted of agriculture and plantation forests, rubber, bush) into oil palm plantation and a large emmiter of carbon in Indonesian, especially in Sumatra and Kalimantan. The method used to estimate carbon stocks is approaching the energy balance method with Landsat satellite image processing, where energy which is received by the canopy for photosynthesis process will produce potential biomass through Beer-Lambert law. The potential of biomass is converted into carbon stock value with multiplying the potential biomass value by 0.4. Non oil palm and oil palm plantation have a small difference of carbon stock value. Carbon stock distribution map shows that in 2001 the carbon stock of oil palm plantation is 25.59 to 41.06 ton/ha, while the other ranging from 25.56 to 41.03 ton/ha. In 2004 carbon stocks in oil palm plantation ranging from 14.18 to 38.45 ton/ha, while the other ranging from 14.01 to 38.39 ton/ha. In 2008 carbon stocks in vegetation of oil palm plantations ranging from 25.61 to 41.71 ton/ha, while the other ranging from 25.61 to 41.26 ton/ha. In 2009 carbon stock in oil palm plantations ranging from 23.98 to 38.60 ton/ha, while the other ranging from 23.97 to 38.54 ton/ha. Keywords: Oil palm plantation, Leaf Area Index, Biomass, Carbon stock.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ABSTRAK LASTRI YANTI SIMANJUNTAK. Analisis Cadangan Karbon pada Perkebunan Sawit Menggunakan Citra Satelit Landsat (Studi Kasus : Perkebunan Sawit di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah). Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO, S.Si, M.Sc. Analisis cadangan karbon pada dua vegetasi yang berbeda yaitu perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit (pada penelitian ini terdiri dari hutan, semak, pertanian, dan perkebunan karet) dilatarbelakangi oleh pergeseran penutupan lahan dan emisi karbon yang besar di Indonesia terutama Sumatera dan Kalimantan. Metode yang digunakan untuk pendugaan cadangan karbon dilakukan melalui pendekatan metode neraca energi dengan mengolah citra satelit Landsat, di mana energi yang diterima oleh kanopi yang melakukan proses fotosintesis akan menghasilkan biomassa potensial melalui hukum Beer-Lambert, biomassa potensial ini akan dikonversi menjadi nilai cadangan karbon dengan mengalikan 0.4 nilai biomassa potensial. Vegetasi perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit ternyata memiliki nilai cadangan karbon yang tidak terlalu berbeda secara signifikan, peta sebaran cadangan karbon menunjukkan bahwa pada tahun 2001 cadangan karbon pada vegetasi perkebunan sawit 25.59 – 41.06 ton/ha, sementara untuk vegetasi bukan sawit 25.56 – 41.03 ton/ha. Tahun 2004 cadangan karbon pada vegetasi perkebunan sawit 14.18 – 38.45 ton/ha, sementara untuk vegetasi bukan sawit 14.01 – 38.39 ton/ha. Tahun 2008 cadangan karbon pada vegetasi perkebunan sawit 25.61 – 41.71 ton/ha, sementara untuk vegetasi bukan sawit 25.61 – 41.26 ton/ha. Tahun 2009 cadangan karbon pada vegetasi perkebunan sawit 23.98 – 38.60 ton/ha, sementara untuk vegetasi bukan sawit 23.97 – 38.54 ton/ha. Kata kunci: Tanaman Sawit, Indeks Luas Daun, Biomassa, Cadangan Karbon.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ANALISIS CADANGAN KARBON PADA PERKEBUNAN SAWIT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT (Studi Kasus : Perkebunan Sawit di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah)
LASTRI YANTI SIMANJUNTAK
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Judul
Nama NRP
: Analisis Cadangan Karbon pada Perkebunan Sawit Menggunakan Citra Satelit Landsat (Studi Kasus : Perkebunan Sawit di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah) : Lastri Yanti Simanjuntak : G24060159
Disetujui
Pembimbing
(IDUNG RISDIYANTO, S.Si, M.Sc) NIP. 19730823 19980 2 1 001
Mengetahui Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi
(Dr. Ir. Rini Hidayati, MS) NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasihnya yang sangat besar dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Cadangan Karbon pada Perkebunan Sawit Menggunakan Citra Satelit Landsat (Studi Kasus : Kec. Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi Meteorologi Terapan, departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan masukan, pengarahan, berbagi ilmu pengetahuan, nasehat, pengertian, dan memiliki andil yang besar dalam penyelesaian skripsi penulis. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta : Bapak Charles Simanjuntak dan Mama Lisma Tambunan, Caris, Ria, dan Ferdinan yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan nasehat hingga saat ini. 2. Terkasih Rinto TP Sibarani yang selalu memberi dukungan baik nasehat, perhatian, waktu, serta doa. 3. Ibu Ana Turyanti, S.Si. MT selaku pembimbing Akademik. 4. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku ketua departemen Geofisika dan Meteorologi atas bantuan dalam menyelesaikan perkuliahan. 5. Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian yang telah memberikan beasiswa untuk menyalesaikan tugas akhir. 6. Segenap civitas GFM, Bu Indah, Mas Azis, Pak Pono, Mbak Wanti, Pak Udin, Pak Jun, Mbak Icha, Pak Kaerun, serta seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliah selama ini. 7. Sahabat-sahabatku terkasih GFM 43, Ria Hamida Agustina, Hilda, Diana, Debo, Desi, Willy dan semua angkatan 43 lainnya terima kasih atas kebersamaan selama ini. 8. Kakak-kakak GFM 42 Robert Sinaga, Tigin, Gito, Rifa, dan Nizar yang telah membantu dalam penelitian ini. 9. Teman-teman Seroja, Maria, Vivi, Lina, dan Puput dan Sri yang selalu menemani dalam suka dan duka di kosan tercinta dan membantu dalam doa, semangat, dan nasehat. Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Desember 2010
Penulis
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kisaran Sumatera Utara, 19 November 1987 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Charles Simanjuntak dan Lisma Tambunan. Penulis menyelesaikan studi dasar di SMUN 2 Medan (2005). Melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), pertengahan tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun di Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada pertengahan Agustus 2007, penulis melanjutkan studi bidang Meteorologi di Departemen Geofisika dan Meteorologi , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, dan memilih Meteorologi Satelit sebagai bidang khusus penelitian dan tugas akhir kesarjanaan. Selama masa studi, penulis menjadi pengurus Persekutuan Kristen Mahasiswa IPB Komisi Pelayanan Khusus periode 2008-2009 dan aktif dalam berbagai kegiatan akademik kampus seperti lolos seleksi pendanaan Proposal Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2009. Selain itu penulis dipercaya menjadi asisten praktikum mata kuliah Meteorologi Satelit tahun 2010.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR................................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ xii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................................... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ciri Umum Tanaman Kelapa Sawit .............................................................................. 1 2.2 Teknik Penginderaan Jauh ........................................................................................... 2 2.3 Citra Satelit Landsat .................................................................................................... 2 2.4 Radiasi Surya .............................................................................................................. 3 2.5 Interaksi Cahaya (Radiasi Matahari) dengan Kanopi Tanaman...................................... 4 2.5.1 Cahaya dan PAR............................................................................................... 4 2.5.2 Hubungan Antara Penyerapan Radiasi Dengan Indeks Vegetasi ........................ 4 2.5.3 Distribusi Cahaya Dalam Kanopi ...................................................................... 5 2.6 Indeks Luas Daun (Leaf Area Index) ............................................................................ 5 2.7 Biomassa dan Cadangan Karbon .................................................................................. 5 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................................... 7 3.2 Bahan dan Alat ............................................................................................................ 7 3.2.1 Bahan ............................................................................................................... 7 3.2.2 Alat .................................................................................................................. 7 3.3 Metode Penelitian ........................................................................................................ 7 3.3.1 Pengolahan Awal Data Citra Satelit ................................................................... 7 3.3.2 Peubah-peubah dalam Perhitungan Nilai Biomassa dan Cadangan Karbon ......... 7 3.3.3 Nilai Sifat Optikal Kanopi ................................................................................. 9 3.3.4 Leaf Area Index (LAI)....................................................................................... 9 3.3.5 Biomassa dan Cadangan Karbon (Carbon Stock) ............................................. 10 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kajian ............................................................................... 10 4.2 Pengolahan Awal Data Citra Satelit ........................................................................... 11 4.2.1 Koreksi Geometrik.......................................................................................... 11 4.2.2 Pengambilan Area Studi .................................................................................. 11 4.2.3 Klasifikasi Penutupan Lahan ........................................................................... 11 4.3 Peubah-peubah dalam Perhitungan Nilai Biomassa dan Cadangan Karbon .................. 12 4.3.1 Spectral Radiance ........................................................................................... 12 4.3.2 Albedo............................................................................................................ 13 4.3.3 Radiasi Gelombang Pendek yang Dipantulkan (RS↑) ....................................... 14 4.3.4 Radiasi Gelombang Pendek yang Datang (RS↓) ............................................... 14 4.4 Nilai Sifat Optikal Kanopi ......................................................................................... 14 4.4.1 Radiasi Refleksi (Iρ) ....................................................................................... 14 4.4.2 Radiasi Absorbsi (Iα) ≈ Radiasi Emisi (Iɛ)....................................................... 14 4.4.3 Radiasi Transmisi (Iτ) ..................................................................................... 14 4.5 Leaf Area Index (LAI) ............................................................................................... 15 4.5.1 Metode Pendekatan Neraca Energi .................................................................. 15 4.5.2 Metode Pendekatan Nilai NDVI ...................................................................... 15 4.5.3 Perbandingan Metode Pendugaan Nilai LAI pada Perkebunan Sawit................ 16 4.6 Biomassa dan Cadangan Karbon ................................................................................ 18 4.6.1 Metode Pendekatan Energi .............................................................................. 18 4.6.2 Metode Pendekatan Nilai NDVI ...................................................................... 18
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
4.6.3 Perbandingan Nilai Cadangan Karbon Pendekatan Neraca Energi dan Pendekatan NDVI ........................................................................................... 18 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 19 5.2 Saran ....................................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 20 LAMPIRAN ............................................................................................................................. 23
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. x
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Informasi dan status satelit Landsat ................................................................................... 2 2 Karakteristik dan kegunaan umum masing – masing kanal dari satelit Landsat ................... 3 3 Nilai LAI pada beberapa tipe vegetasi ............................................................................... 5 4 Penelitian tentang cadanga karbon yang telah dilakukan .................................................... 6 5 Nilai kerapatan karbon pada beberapa tipe penutupan lahan ............................................... 6 6 Parameter pendugaan nilai albedo ..................................................................................... 8 7 Nilai radiasi spektral tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh ......... 13 8 Nilai Albedo tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh ..................... 13 9 Nilai radiasi gelombang pendek yang dipantulkan tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh ...................................................................................................... 13 10 Nilai radiasi gelombang pendek yang diterima oleh permukaan tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh ................................................................................... 13 11 Nilai LAI melaui dua metode pendugaan ......................................................................... 15 12 Perubahan penutupan lahan tahun 2001 – 2004 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh........ 15 13 Perubahan penutupan lahan tahun 2004 – 2008 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh........ 16 14 Nilai LAI di areal perkebunan sawit tahun 2001, 2004, 2008 dan 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh ............................................................................................................. 16 15 Nilai biomassa dan cadangan karbon pendekatan neraca energi ........................................ 17 16 Nilai biomassa dan cadangan karbon pendekatan NDVI................................................... 18
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. xi
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Peta administrasi Kec. Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah. ........................ 11 2 Citra satelit Landsat kombinasi kanal 542 Kec. Hanau dan Danau Sembuluh.................... 12 3 Perbandingan nilai LAI melalui dua pendekatan di areal perkebunan ............................... 17 4 Perbandingan nilai cadangan karbon pada vegetasi bukan perkebunan menggunakan 2 metode pendekatan.......................................................................................................... 19 5 Perbandingan nilai cadangan karbon pada vegetasi perkebunan menggunakan 2 metode pendekatan...................................................................................................................... 19
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. xii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Diagram Alir Penelitian................................................................................................... 24 2 Daftar Istilah ................................................................................................................... 25 3 Metadata Citra Landsat ................................................................................................... 27 4 Klasifikasi Lahan ............................................................................................................ 29 5 Peta Klasifikasi Lahan..................................................................................................... 30 6 Peta Sebaran Nilai Radiasi Spektral ................................................................................. 32 7 Peta Sebaran Nilai Albedo............................................................................................... 34 8 Peta Sebaran Nilai Radiasi Gelombang Pendek yang Dipantulkan (RS↑) ........................... 36 9 Peta Sebaran Nilai Radiasi Gelombang Pendek................................................................ 38 10 Peta Sebaran Nilai Absorbsivitas ..................................................................................... 40 11 Peta Sebaran Nilai Transmisivitas ................................................................................... 42 12 Peta Sebaran Nilai LAI ................................................................................................... 44 13 Peta Sebaran Nilai Biomassa ........................................................................................... 46 14 Peta Sebaran Nilai Cadangan Karbon .............................................................................. 48
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat di Indonesia sangat mempengaruhi emisi karbon di atmosfer. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka konversi vegetasi dari ekosistem alami menjadi ekosistem binaan yang dikelola secara intensif untuk memenuhi kebutuhan penduduk baik dari segi sandang, pangan, papan, serta energi semakin meningkat pula. Konversi lahan ini telah mengubah tataguna lahan dalam skala yang besar, contohnya pembukaan hutan yang semakin tinggi untuk dijadikan lahan perkebunan sawit. Pembukaan hutan untuk lahan pertanian semakin meningkat, sementara di pihak lain terdapat kesepakatan internasional pemerintah negara-negara di dunia yang telah menyepakati penurunan tingkat emisi untuk setiap negara maju dengan prinsip tanggung jawab bersama tetapi dengan kewajiban yang berbeda (common but differenciated responsibility). Hal ini berhubungan dengan adanya Protokol Kyoto yang di dalamnya terdapat kesepakatan negara-negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tingkat emisi tahun 1990 pada perioda 2008-2010 (Murdiarso 2003, diacu dalam Ulumuddin et al. 2005). Sementara kesepakatan yang terbaru dan akan ditetapkan untuk negara Indonesia pada tahun 2011 adalah “Letter of Intent” yang berisi tentang bersedianya negara Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26%, yang artinya pembukaan hutan yang akan dilakukan untuk lahan pertanian dan perkebunan akan dihentikan. Salah satu gas rumah kaca yang sangat diperhitungkan menyebabkan pemanasan global adalah karbon diksida (CO2). Hooijer et al. (2009) menuliskan bahwa daerah yang mengemisikan karbon terbesar di Indonesia adalah daerah Sumatera dan Kalimantan akibat dari pembukaan lahan gambut menjadi lahan pertanian dan perkebunan terutama perkebunan sawit, dengan kata lain emisi karbon yang besar pada perkebunan sawit menunjukkan besar karbon yang tersimpan pada perkebunan sawit sangat kecil, sementara pada proses fotosintesis dan pembentukan buah karbon banyak diperlukan pada tanaman sawit. Pada penelitian ini akan dilihat besar perbedaan cadangan karbon pada dua vegetasi yang berbeda yaitu perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit.
Pendugaan nilai karbon pada suatu vegetasi telah banyak berkembang baik langsung melakukan pengukuran di lapang maupun menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh. Metode yang umum digunakan pada teknologi penginderaan jauh adalah pendekatan nilai NDVI. Penulis kali ini akan melakukan penelitian menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dengan dua metode pendekatan yaitu pendekatan neraca energi dimana mempertimbangkan energi yang diterima dan dilepaskan oleh vegetasi, dan pendekatan nilai NDVI. Analisis nilai kapasitas karbon pada perkebunan sawit diturunkan dari nilai biomassa. Besar biomassa suatu vegetasi dapat diketahui dengan menghitung nilai LAI (leaf area index) dari neraca energi yang diestimasi dari citra satelit Landsat ETM+ dan pendekatan hukum Beer-Lambert. Pengujian nilai LAI akan dilakukan pada dua vegetasi yaitu perkebunan sawit dan vegetasi bukan perkebunan sawit. Hasil akhir adalah pendugaan cadangan karbon yang mampu di estimasi dari besarnya nilai LAI suatu vegetasi. 1.2 Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk : a. Menganalisis nilai LAI mengunakan metode pendekatan neraca energi dan pendekatan nilai NDVI. b. Menganalisis nilai biomassa dan cadangan karbon pada perkebunan sawit dan vegetasi bukan perkebunan menggunakan data citra satelit Landsat. BAB II. TINJAUAN PUSTKA 2.1 Ciri Umum Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elais guineensis Jacq) termasuk ke dalam tanaman monokotil serta famili Arecaceae (dulu disebut Palmae). Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara 27 0C dengan suhu maksimum 33 0 C dan suhu minimum 22 0C sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata tahunan yang mungkin untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 12503000 mm yang merata sepanjang tahun (dengan jumlah bulan kering kurang dari 3). Topografi untuk pengembangan tanaman kelapa sawit adalah kurang dari 400 m di atas permukaan laut (dpl). Apabila ketinggian tempat lebih dari 400 m dpl maka areal ini tidak disarankan untuk pengembangan kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit di lapangan secara normal memerlukan cahaya penuh. Umur 3-4
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 2
bulan (pre-nursery) dan main nursery kadangkadang di naungi. Naungan dibutuhkan untuk menjaga panjang gelombang dari radiasi matahari. Jika tanaman ternaungi dan radiasi dipantulkan maka panjang gelombang akan tetap (konstan), radiasi yang diteruskan oleh daun akan miskin gelombang merah dan biru. Bagian tanaman yang lebih banyak dinaungi dari pada terkena matahari dapat mengakibatkan etiolasi. Fotosintesis secara kuantitatif berhubungan dengan intensitas cahaya dari bagian PAR (photosinthesis active radiation; λ 400-700 mikron). Bila langit cerah maka di ekuator cahaya minimum yang diperoleh adalah 1410 J cm-2 hari-1 (Juni & Desember) dan maksimum 1540 J cm-2 hari-1 (Maret & September). Daerah yang berada pada 10 0LU mendapat cahaya matahari sebesar 1218 J cm-2 hari-1 terjadi pada bulan Desember dan lebih dari 1500 J cm-2 hari-1 pada bulan September (Yahya et al. 2009) 2.2 Teknik Penginderaan Jauh Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan menentukan obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut. Pada dasarnya teknologi pemotretan udara dan penginderaan jauh adalah suatu teknologi yang merekam interaksi sinar/ berkas cahaya yang berasal dari sinar matahari dan benda/ obyek di permukaan bumi. Pantulan sinar matahari dari benda/ obyek di permukaan bumi ditangkap oleh kamera/ sensor, tiap benda/ obyek memberikan nilai pantul yang berbeda sesuai dengan sifatnya. Sistem penginderaan jauh mencakup beberapa komponen utama yaitu : 1. Cahaya sebagai sumber energi 2. Sensor sebagai alat perekam data 3. Stasiun bumi sebagai pengendali dan penyimpan data 4. Fasilitas pemrosesan data 5. Pengguna data (Jensen 1986). Tabel 1 Informasi dan status satelit Landsat Satelit Masa Operasi 23 Juli 1972 Landsat 1 22 Januari 1975 Landsat 2 5 Maret 1978 Landsat 3 16 Juli 1982 Landsat 4 1 Maret 1984 Landsat 5 5 Oktober 1993 Landsat 6 15 April 1999 Landsat 7 ** Beroperasi hingga saat ini (Sumber : http://Landsat.gsfc.nasa.gov/)
Dalam teknologi penginderaan jauh dikenal dua sistem yaitu penginderaan jauh dengan sistem pasif (passive sensing) dan sistem aktif (active sensing). Penginderaan dengan sistem pasif adalah suatu sistem yang memanfaatkan energi alamiah, khususnya energi matahari, sedangkan sistem aktif menggunakan energi buatan yang dibangkitkan untuk berinteraksi dengan benda/ obyek. Sebagian besar data penginderaan jauh didasarkan pada energi matahari. Alat perekam adalah sistem multispectral scanner yang bekerja dalam selang cahaya tampak sampai inframerah termal (Lillesand dan Keifer 2004). Sistem ini sebagian besar adalah menggunakan sistem optik. Jumlah saluran (channel atau band) berbeda dari satu sistem ke sistem yang lain. Landsat 7 misalnya mempunyai 7 kanal/ band. Selain sistem pasif, penginderaan dengan sistem aktif menggunakan sumber energi buatan yang dipancarkan ke permukaan bumi dan direkam nilai pantulnya oleh sensor. Sistem aktif ini biasanya menggunakan gelombang mikro (micro wave) yang mempunyai panjang gelombang lebih panjang dan dikenal dengan pencitraan radar (radar imaging). Sistem aktif pada umumnya berupa saluran tunggal (single channel). Sistem ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sistem optik dalam hal mampu menembus awan dan dapat dioperasikan pada malam hari karena tidak tergantung pada sinar matahari. 2.3 Citra Satelit Landsat Landsat adalah satelit Amerika Serikat yang pertama kali diorbitkan pada tahun 1972 sebagai satelit sumberdaya alam. Sampai sekarang telah diorbitkan generasi ke 7 dari satelit sejenis. Orbit Landsat adalah dari kutub ke kutub (orbit polar) pada ketinggian sekitar 700 Km dengan inklinasi 98.2 derajat dengan waktu orbit ulang untuk daerah tertentu (revisit time) 16 hari, artinya setiap 16 hari
Non Aktif 6 Januari 1978 25 Februari 1982 31 Maret 1983 14 Desember 1993 ** Hilang saat peluncuran **
Nama Satelit RBV, MSS RBV, MSS RBV, MSS MSS, TM MSS, TM ETM ETM+
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 3
Tabel 2 Karakteristik dan kegunaan umum masing – masing kanal dari satelit Landsat Panjang Resolusi Saluran Gelombang Spasial Sifat dan Aplikasi (Band) (μm) (m) Dirancang untuk penetrasi kedalaman tubuh air, 0.45 - 0.52 30 pemetaan perairan pantai, juga berguna untuk 1 pembedaan jenis tanah /vegetasi, pemetaan tipe hutan Mengukur puncak pantulan vegetasi pada spektrum 0.53 - 0.6 30 hijau, yang berguna untuk melihat perbedaan vegetasi 2 dan tingkat kesuburan. Memisahkan vegetasi, saluran pada serapan klorofil dan 0.63 - 0.69 30 3 memperkuat kontras vegetasi dan bukan vegetasi Tanggap biomassa vegetasi, identifikasi tipe vegetasi, 0.76 - 0.9 30 4 memperkuat kontras tanah-tanaman dan lahan-air Menentukan jenis tanaman dan kandungan air tanaman, 1.55 - 1.75 30 5 serta membantu menentukan kondisi kelembapan tanah Mendeteksi suhu objek, analisa gangguan vegetasi, 10.4 - 12.5 60 6 perbedaan kelembapan tanah 2.08 - 2.35 30 Pemisahan formasi batuan, dan analisa bentuk lahan 7 (Sumber : Kiefer 2004) sekali satelit itu melewati daerah yang sama (http://Landsat.gsfc.nasa.gov/). Informasi dan status satelit landsat ditampilkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. 2.4 Radiasi Surya Permukaan matahari dengan suhu sekitar 6000 K memancarkan radiasi sebesar 73.5 juta W m-2. Radiasi yang sampai di puncak atmosfer rata-rata 1360 W m-2, hanya sekitar 50 % saja yang diserap oleh permukaan bumi, 20 % diserap oleh air dan partikel-partikel atmosfer, sedangkan 30 % dipantulkan oleh permukaan bumi, awan dan atmosfer (Handoko 1993). Matahari dapat memancarkan radiasi gelombang pendek sedangkan benda di alam yang mempunyai suhu permukaan lebih dari 0 Kelvin (-273 0C) dapat memancarkan radiasi gelombang panjang yang nilainya berbanding lurus dengan pangkat empat suhu permukaan benda tersebut (hukum Stefan-Boltzman). Sehingga dari radiasi matahari akan diserap dan akan dipancarkan lagi dengan gelombang panjang. Hal tersebut menyebabkan adanya neraca energi. Neraca energi merupakan kesetimbangan antara masukan energi dari matahari dengan kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses-proses yang kompleks (Risdiyanto dan Rini 1999). Konsep dari neraca energi adalah jumlah energi yang mengalir antara benda-benda di permukaan, sedangkan selisih antara masukan (input) dan keluaran (output) pada sistem tersebut merupakan energi yang digunakan atau tersimpan. Neraca energi penting dipelajari
karena dapat digunakan sebagai penciri kondisi iklim lokal suatu lokasi yang memberikan informasi nilai masing-masing komponen radiasi yang terkonversi menjadi fluks pemanasan laten, fluks pemanasan udara dan fluks pemanasan tanah (Syukri 2004). Energi yang sampai pada suatu permukaan harus sama dengan energi yang meninggalkan permukaan pada waktu yang sama, semua fluks energi harus dipertimbangkan ketika persamaan keseimbangan energi ditentukan (Allen et al. 1998) . Selisih antara energi radiasi yang diabsorbsi dan yang dipancarkan oleh permukaan bawah, atmosfer dan subsistem bumi atmosfer disebut radiasi netto. Pemanasan atmosfer terjadi terutama ditentukan oleh jumlah radiasi yang diterima oleh permukaan dan respon permukaan terhadap radiasi yang diterima. Radiasi netto dari suatu permukaan terdiri dari radiasi langsung (direct) dan radiasi baur (diffuse) serta dari pancaran atmosfer yang diserap dan ditahan oleh suatu permukaan setelah kehilangan panas akibat emisi termal dari permukaan itu. Pemanasan neraca energi bumi secara umum dapat dituliskan sebagai berikut: Rn = Rs↓ - Rs↑ + Rl↓ - Rl↑ .......................... (1) Keterangan : Rn : Radiasi netto Rs↓ : Radiasi gelombang pendek yang datang Rs↑ : Radiasi gelombang pendek yang meninggalkan bumi Rl↓ : Radiasi gelombang panjang yang datang
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 4
Rl↑ : Radiasi gelombang panjang yang meninggalkan bumi Sebagian dari radiasi gelombang pendek ada yang dipantulkan dan ada yang diserap atau diteruskan. Besar energi pantulannya tergantung pada albedo (α) permukaan. Albedo (α) yaitu nisbah antara radiasi pantulan dan radiasi datang (Risdiyanto dan Rini 1999). Nilai albedo untuk vegetasi sangat beragam. Keragaman nilai albedo pada vegetasi tersebut dapat disebabkan oleh tipe vegetasi, warna vegetasi, geometri kanopi, kandungan kelembaban, persen permukaan yang tertutup oleh vegetasi, ukuran dan luas daun, dan tahap (fase) pertumbuhan tanaman. Selain itu nilai albedo juga sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut datang matahari dan panjang gelombang (Geiger et al. 1961). 2.5 Interaksi Cahaya (Radiasi Matahari) dengan Kanopi Tanaman Kanopi tanaman memiliki tiga sifat optikal, tiga sifat optikal tersebut adalah reflektifitas (ρ) yaitu proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang direfleksikan oleh unit indeks luas daun atau kanopi, transmisivitas (τ) yaitu proporsi kerapatan fluks radiasi yang ditransmisikan oleh unit indeks luas daun, dan absorbsivitas (α) yaitu proporsi kerapatan fluks radiasi yang diabsorbsi oleh unit indeks luas daun (Impron 1999) Radiasi matahari mempunyai peran penting dalam pemanasan dan fotosintesis di dalam kanopi tanaman. Radiasi juga berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 2.5.1 Cahaya dan PAR PAR atau Photosynthetically Active Radiation adalah salah satu bagian dari spektrum radiasi matahari yang termasuk dalam cahaya tampak (300-800 nm). Dengan adanya PAR ini tanaman tampak berwarna hijau bagi manusia karena pemantulan terbesar pada spektrum sinar berwarna hijau (550 nm). Cahaya tampak (visible light) penting bagi tanaman karena sangat berkaitan erat dengan fluks fotosintesis (400-700 nm). Cahaya dengan panjang gelombang selain fluks fotosintesis juga penting untuk tanaman (Prasad 1997). Incident PAR adalah sejumlah PAR yang datang pada puncak atmosfer. Jumlah PAR yang ada di puncak kanopi bervariasi tergantung letak lintang dan topografi, variasi diurnal akibat perbedaan sudut datang
matahari, variasi penutupan awan dan gangguan atmosfer. Intercepted PAR (IPAR) adalah sejumlah PAR yang ditangkap oleh lapisan kanopi sebagai incedent PAR pada kanopi yang terus menembus lapisan kanopi hingga ke tanah, Absorbed PAR (APAR) adalah jumlah PAR yang diserap kanopi sesungguhnya setelah dikurangi Reflected PAR. Fractional PAR (fPAR) membagi inciden PAR ke dalam intercepted (fIPAR) atau absorbed (fAPAR). Penyerapan PAR oleh kanopi tanaman yang terjadi pada proses sesaat atau proses yang berlangsung cepat dengan variasi bergantung hari dan secara musiman bergantung tahun (Prasad 1997). 2.5.2 Hubungan Antara Penyerapan Radiasi Dengan Indeks Vegetasi Fraksi penyerapan PAR oleh jaringan tanaman dalam suatu kanopi (fAPAR) tergantung dari luasan incident radiasi, struktur dan sifat optik kanopi, serta nilai reflektansi dari sifat latar belakang tanah (Myneni dan Williams 1994). Perkiraan perhitungan fAPAR membutuhkan gabungan dari penyerapab spektral pada interval panjang gelombang 0.4-0.7 µm. Myneni dan Williams (1994) menyatakan bahwa minimal terdapat lima kanal dalam interval 0.4-0.7 µm pada penyerapan oleh atmosfer kurang dari 10 %. Rata-rata 90 % PAR yang diterima langsung oleh tanaman memiliki tiga kanal 0.401-0.513 µm, 0.535-0.587 µm dan 0.589-0.685 µm (dengan masing-masing adalah 38 %, 20 % dan 32 %). Kontribusi kanal-kanal ini pada fAPAR rata-rata adalah 0.35, 0.15, dan 0.36. Dengan tersedianya kanal ini, fAPAR yang terukur dapat merepresentasikan nilai 90 % pada tanaman aslinya. fAPAR dapat mencapai 95 % sesuai aslinya apabila terdapat kanal 0.589-0.685 µm. Hasil ini merupakan pengukuran terbaik pada perkiraan total fAPAR yang diserap oleh tanaman (Myneni dan Williams 1994). Berdasarkan hubungan tersebut dapat diketahui bahwa penyerapan radiasi (fAPAR) dapat diukur berdasarkan nilai panjang gelombang yang dipancarkan oleh tanaman yaitu melalui indeks vegetasi. Namun Myneni dan Williams (1994) menambahkan bahwa meskipun fAPAR secara fungsional berhubungan dengan nilai total indeks luas daun yang direpresentasikan melalui NDVI, untuk berbagai parameter (misalnya nilai reflektansi tanah) pengaruhnya sangat berbeda.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 5
2.5.3 Distribusi Cahaya Dalam Kanopi Pola penyerapan, penerusan dan pemantulan cahaya untuk kebanyakan suatu permukaan daun hijau dibedakan dalam tiga wilayah panjang gelombang, yaitu tampak (300-800 nm), inframerah dekat (800-1 500 nm) dan inframerah menengah (> 1 500 nm). Pembagian energi cahaya dalam penyerapan, penerusan dan pemantulan tergantung pada morfologi (struktur bagian dalam daun dan sifat permukaan kanopi) dan fisiologi daun. Sifat optis daun sangat diperlukan khususnya dalam intersepsi pemrosesan data penginderaan jauh (Prasad 1997). 2.6 Indeks Luas Daun (Leaf Area Index) Pendugaan LAI dilakukan menggunakan pendekatan hukum Beer-Lambert yang dikenal juga dengan pendekatan optik. Prinsip kerja hukum Beer-Lambert adalah hubungan empiris dari cahaya yang meradiasi sebuah optik (permukaan homogen) dan optik tersebut menyerap serta meneruskan radiasi dari cahaya tersebut. Pancaran radiasi surya yang sampai pada permukaan kanopi tumbuhan yang bersifat homogen (hutan alam, perkebunan sawit karena sifat komposit nilai pixel satelit yang digunakan) diserap (absorbsi) dan diteruskan (transmisi). Asumsi yang digunakan dalam perhitungan LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert diantaranya adalah bahwa tajuk tumbuhan adalah homogen (dapat dipenuhi oleh sifat komposit nilai pixel satelit yang digunakan), semua radiasi yang datang langsung mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik dan nilai koefisien pemadaman adalah konstan. Dengan mengetahui besarnya radiasi surya di permukaan kanopi dan radiasi pada lapisan dengan ketinggian tertentu dalam kanopi serta nilai dari suatu koefisien pemadaman, dapat diketahui besarnya suatu nilai LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert. Selain pendekatan secara optik menggunakan hukum Beer-Lambert, pendugaan LAI juga dapat dilakukan dengan dasar pantulan dari kanopi vegetasi. Intensitas pantulan tergantung pada panjang gelombang yang digunakan dan tiga komponen vegetasi yaitu daun, substrat dan bayangan. Daun memantulkan secara lemah panjang gelombang biru dan merah. Namun memantulkan secara kuat panjang gelombang inframerah dekat. LAI daun berhubungan negatif dengan pantulan merah, tetapi berhubungan positif dengan pantulan inframerah dekat. Rasio pantulan merah
dengan inframerah dekat selanjutnya menunjukkan kenaikan LAI. Twele et al. (2006) diacu dalam Zein (2009) mendapatkan hubungan eksponensial antara NDVI dengan LAI untuk tanaman hutan tropis (tropical forest) pada taman nasional Lore-Lindu. Persamaan yang diperoleh adalah LAI = -0.392 + 11.543 NDVI dengan nilai R2 = 0.777. Hubungan ini dapat digunakan karena hasil interpolasi antara NDVI dengan LAI yang telah dilakukan oleh Twele et al. (2006) tersebut menunjukkan korelasi yang sangat baik. Adapun beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan seperti Schneider dan Eugster (2006) membuat suatu model pendugaan LAI dengan cara menghubungkan keadaan atmosfer pada suatu lokasi dengan faktorfaktor pendukung seperti keadaan tanah dan iklim lokal. Htut (2004) menggunakan persamaan empiris dari nilai NDVI. Setiawan (2006) menggunakan hukum Beer-Lambert dan validasi menggunakan data hasil pengukuran di lapangan. Hildanus (2005) menggunakan persamaan allometrik dan pendekan nilai NDVI. Nilai LAI tersebut ditampilkan pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3 Nilai LAI pada beberapa tipe vegetasi
Tipe Vegetasi Nilai LAI (min/max) Hutan campuran* 2.5/ 5.0 Hutan terbuka* 2.5/ 5.0 Hutan semak* 1.0/ 2.0 Padang rumput* 1.0/ 4.0 Rawa* 1.0/ 2.0 Perkebunan sawit** 1.42/ 7.19 Hutan alam*** 2.8/4.1 Hutan Tropis**** 5.973/8.077 Keterangan : * Schneider dan Eugster (2006) ** Htut (2004) *** Setiawan (2006) **** Hildanus (2005) 2.7 Biomassa dan Cadangan Karbon Perubahan lahan dari vegetasi hutan menjadi perkebunan sawit menjadi polemik yang sangat memuncak bagi Indonesia, karena di lain pihak Indonesia ingin mengembangkan perekonomian, namun harus menjaga keseimbangan alam. Cadangan karbon merupakan hal yang penting dalam keseimbangan alam. Akumulasi cadangan Karbon tahunan di Indonesia diperkirakan berkisar antara 0.01-0.03 Gt C-1 atau 59-118 g C/ m2/ th ( Neuzil dalam Mudiarso et al. 2004). Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan akumulasi di lahan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 6
Tabel 4 Penelitian tentang cadanga karbon yang telah dilakukan Peneliti Judul/Tema Metode Pendugaan Cadangan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Menghitung cadangan karbon dari biomassa Subekti R et Berbagai pohon (berat kering) dan diameter batang al (2004) Sistem Penggunaan Lahan Di setinggi dada. Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur Membangun relasi kuantitatif antara Alih Guna Lahan Di Kabupaten informasi dari skala piksel pada citra satelit Nunukan: Pendugaan Cadangan dengan cadangan karbon dan Karbon Berdasarkan Tipe mengklasifikasikan kelas-kelas penutupan Atiek W et Tutupan lahan menjadi kelas-kelas penggunaan lahan al (2004) Lahan Dan Kerapatan Vegetasi yang kemudian dikonversi menjadi kelas Pada cadangan karbon berdasarkan atribut Skala Lanskap cadangan karbon dari kelas penggunaan lahan Combination Between Emperical Modelling and Menghitung cadangan karbon dengan Tin Moe Remote Sensing Technology in mengstimasi nilai LAI, NDVI, dan Htut (2004) Estimating Biomass and Carbon pemodelan empiris. Stock of Oil Palm Penentuan Biomassa Atas Permukaan Menggunakan Desi, T Menguji dan mengitung biomassa dan Persamaan Allometrik (Non(2010) cadangan karbon menggunakan persamaan Destruktif) di Kawasan Hutan allometrik Gambut Eks PLG (Blok C dan Blok D) Kalimantan Tengah (Sumber : Widayati et al. 2004) Tabel 5 Nilai kerapatan karbon pada beberapa tipe penutupan lahan Tipe Penutupan Lahan Dari Tipe Penutupan Lahan pada Klasifikasi Citra Satelit Pengukuran Plot Hutan primer Hutan primer Hutan bekas tebangan Hutan bekas tebangan Jakaw 0-10 tahun (bekas Semak tebangan, padi, dan suksesi sekunder) Jakaw > 10 tahun (bekas Hutan Sekunder tebangan, padi, dan suksesi sekunder) Kebun campuran muda Agroforestri 0-10 tahun Kebun campuran tua Agroforestri 11-30 tahun Imperata Hutan Tanaman Industri Acacia Mangrove Mangrove Perkebunan muda Kelapa Sawit (Sumber : Widayati et al. 2004) gambut sub-tropis atau boreal yang hanya berkisar antara 20-100 g C/ m2/ th. Sementara itu laju penyerapan Karbon melalui proses fotosintesis antara 8-80 g C/ m2/ th (Harden dalam Mudiarso et al. 2004).
Kerapatan Karbon (Mg ha-1) 230.1 201.3 19.4
58 37.7 72.6 4.2 88.1 176.8 91
Cadangan karbon (C-stock) adalah jumlah karbon yang disimpan di terrestrial ekosistem (daratan) yang meliputi komponen biomasa dan nekromasa, baik di atas permukaan tanah dan di dalam tanah (bahan organik tanah, akar
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 7
tanaman dan mikroorganisme) per satuan luasan lahan. Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan dilapangan maupun pemodelan tentang biomassa dan cadangan karbon pada berbagai vegetasi. BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Nopember 2010 di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan a. Citra satelit Landsat 7 ETM/ ETM+ path/row 119/62 diakuisis pada : 2001 : 15 Januari 2001 2004 : 19 Agustus 2004 2008 : 19 Januari 2008 2009 : 22 Februari 2009 (sumber : glovis.usgs.gov) b. Peta Administrasi wilayah Kalimantan Tengah (Kec. Hanau dan Kec. Danau Sembuluh) skala 1 : 522 844 3.2.2 Alat Alat yang digunakan dalam analisis dan pengolahan data adalah seperangkat komputer (minimal RAM 2GB), Hardisk Eksternal 320 GB, dengan perangkat lunak Ms. Office 2007, Arc View Gis 3.3, dan Er Mapper 7.0. 3.3 Metode Penelitian Langkah pertama yang dilakukan adalah penentuan daerah studi penelitian, pemrosesan awal citra satelit yang meliputi : import data citra, koreksi geometrik, image enhachment, dan klasifikasi penutupan lahan dengan teknik klasifikasi tidak terbimbing. Langkah kedua yang dilakukan adalah mengekstraksi dan menganilisis lebih lanjut peubah-peubah dalam perhitungan nilai biomassa dan cadangan karbon. Peubahpeubah dalam perhitungan nilai biomassa dan cadangan karbon kemudian diekstraksi untuk mendapatkan nilai LAI melalui persamaan hukum Beer-Lambert dan pendugaan melalui pendekatan NDVI. Pendugaan nilai LAI yang diperoleh dari estimasi citra satelit Landsat. Berdasarkan diagram alir pada Lampiran 1 dapat dilakukan pendugaan nilai LAI dan dilanjutkan dengan pendugaan cadangan karbon.
3.3.1 Pengolahan Awal Data Citra Satelit a. Koreksi geometrik dan radiometrik Koreksi geometrik dilakukan untuk meminimalisasi error atau kesalahan geometrik dari citra satelit yang terdistorsi karena perbedaan sistem koordinat dan datum. Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan error atau kesalahan nilai spektral citra satelit yang disebabkan oleh proses penyerapan, penghamburan dan pemantulan di atmosfer selama proses akuisisi citra satelit koreksi radiometrik dilakukan dengan metode Histogram Manually Adjudment Technique. Metode ini termasuk sederhana, karena dilakukan dengan melihat histogram setiap kanal secara independen. Dari histogram tersebut dapat diketahui nilai piksel terendah dari setiap band. Selain melakukan proses koreksi radiometrik dan geometrik dilakukan pengisian gap yang kosong pada citra satelit Landsat yang diakibatkan oleh matinya Scan Line Corrector pada Landsat-7 ETM+ sejak tahun 2003. b. Klasifikasi citra satelit Teknik klasifikasi adalah penggunaan informasi spektral atau menggunakan informasi spasial dari suatu citra dalam rangka membagi citra menjadi beberapa kelas yang berbeda dan mempunyai arti terhadap obyeknya. Proses klasifikasi citra Landsat dilakukan dengan menggunakan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Perbedaan kelas lahan dilakukan secara digital dan hanya didasarkan pada nilai digital tiap pixel (Picture Element) secara mutlak kemudian dibagi menjadi sejumlah kelas. Sedangkan metode pengkelasannya menggunakan metode kemungkinan kemiripan maksimum (maximum likelihood) agar tiap pixel termasuk ke dalam kelompok yang lebih mewakili. Sistem klasifikasi tak terbimbing ini digunakan terutama untuk kenampakan liputan lahan yang sangat kompleks, yang sulit dibedakan bila diklasifikasikan dengan metode klasifikasi terbimbing. (Dewanti dan Dimyati 1998). Pada klasifikasi tidak terbimbing akan dibedakan kelas perkebunan dan bukan perkebunan. 3.3.2 Peubah-peubah dalam Perhitungan Nilai Biomassa dan Cadangan Karbon Komponen neraca energi yang digunakan pada penelitian ini hanya radiasi gelombang pendek yang diturunkan dari nilai specrtral radiance kanal 1, 2, dan 3 data Landsat. Nilai
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 8
spectral radiance ini diturunkan menjadi nilai albedo, radiasi gelombang pendek yang dipantulkan (RS↑), radiasi gelombang pendek yang sampai pada permukaan lahan (RS↓) dan total radiasi gelombang pendek (RS). Kompenen neraca energi ini akan digunakan untuk menentukan nilai sifat optikal kanopi. a. Konversi nilai digital number ke dalam nilai spectral radiance Radiasi gelombang pendek dan albedo diestimasi berdasarkan nilai spectral radiance yang diperoleh dari nilai digital number (USGS 2009), persamaannya adalah : Lλ = Gain* QCAL + Offset ........................ (2) atau : Lλ
=
LMAXλ − LMINλ QCALMAX−QCALMIN
LMIN
× (QCAL − QCALMIN) +
........................................ (3)
Keterangan : Lλ : Spectral radiance pada kanal ke i (W m-2 sr-1 μm-1) QCAL : Nilai digital number kanal ke i : Nilai minimum spectral LMIN radiance kanal ke i LMAX : Nilai maksimum spectral radiance kanal ke i QCALMIN : Minimum pixel value QCALMAX : Maksimum pixel value (semua unsur terdapat pada metadata/ Lampiran 3) b. Radiasi Gelombang Pendek Dan Albedo Kisaran radiasi panjang gelombang pendek yang diterima oleh citra satelit Landsat yaitu kanal visible (1, 2 dan 3) merupakan radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh objek. Persamaan yang digunakan mengikuti persamaan (3), dengan nilai QCAL, LMIN dan LMAX untuk kanal 1, 2, dan 3. Albedo (α) merupakan perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dengan jumlah energi radiasi surya yang diterima oleh suatu permukaan. Energi yang dipantulkan
oleh suatu permukaan memiliki panjang gelombang yang pendek, sehingga sensor yang digunakan untuk menghitung albedo adalah sensor yang menerima panjang gelombang pendek. Pendugaan albedo dari citra Landsat dalam USGS (2009) dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti ; jarak astronomi bumi matahari (d), rata-rata nilai solar spectral radiance pada kanal tertentu (ESUNλ), spectral radiance (Lλ), dan sudut zenith matahari (cos θ) seperti yang tertera pada Tabel 6. Albedo dapat ditentukan menggunakan persamaan (USGS 2009) : .
α=
. .
......................................... (4)
Menghitung nilai d2 perlu diketahui JD (julian day) artinya jumlah hari dalam satu tahun yang dihitung dari tanggal 1 Januari sampai tanggal akuisisi data citra satelit pada tahun yang bersangkutan. Persamaan yang digunakan (Hermawan 2005) : d2 = (1-0.01674. Cos (0,9856(JD-4)))2 ....... (5) Bila nilai albedo dan jumlah energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan telah diestimasi dari data satelit, maka besarnya radiasi gelombang pendek yang diterima permukaan dapat diperoleh dengan persamaan (USGS 2009) Rs↓ =
↑
α
................................................... (6)
c. Konversi Satuan Satuan energi radiasi surya yang digunakan adalah W m-2. Satuan tersebut menggambarkan satuan radiasi surya sesaat(kerapatan fluks) yang berhasil direkam oleh citra satelit Landsat dalam waktu sesaat. Namun satuan untuk total energi radiasi gelombang pendek hasil estimasi dengan penginderaan jauh masih dinyatakan dalam satuan W m-2 steredian-1 μm-1. Satuan tersebut
Tabel 6 Parameter pendugaan nilai albedo ESUN (watts/meter squared * Jarak Astronomi Bumi μm) Tahun 2 Matahari (d ) Kanal1 Kanal2 Kanal3 2001 0.983648 2004 1.011856 1997 1812 1039 2008 0.983926 2009 0.989212 (Sumber : USGS 2009 dan Metadata pada Lampiran 2)
Sudut Zenith Matahari (θ) 53.848076 55.395592 53.764311 56.233543
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 9
menyatakan laju perpindahan energi (Watts) yang terekam oleh sensor per m-2 luas permuakaan, untuk satu steredian (sudut tiga dimensi dari sebuah titik di permukaan bumi ke sensor satelit) per unit panjang gelombang dalam satu kali pengukuran. Nilai energi radiasi surya hasil estimasi penginderaan jauh dapat digunakan untuk perhitungan lebih lanjut dengan parameter lainnya, maka harus dilakukan konversi dari W m-2 steredian-1 μm-1 menjadi satuan energi W m-2. Mengembalikan nilai menjadi radiasi yang tidak tergantung pada sifat lengkung permukaan bumi, maka nilai radiasi merupakan fungsi dari nilai irradians yang terbebas dari besaran arah (radiasi isotropic). Fungsi perhitungan adalah integral terhadap dΩ yang menghasilkan persamaan berikut (Hermawan 2005) :
Iε = ε * Rs ................................................. (8) Iε merupakan besarnya energi radiasi matahari yang diemisikan, nilai ε merupakan konstanta emisivitas untuk masing-masing penutup lahan, dan Rs merupakan nilai radiasi gelombang pendek. c. Radiasi yang transmisi (Iτ) Nilai transmisivitas (τ) dapat diperoleh dari pendekatan dasar hukum kekekalan energi, yaitu (Impron 1999) : ρ + τ + α = 1 .............................................. (9) untuk mendapatkan nilai radiasi matahari yang ditransmisikan oleh suatu permukaan (Iτ), menggunakan persamaan :
E = πd2 ...................................................... (7)
Iτ = Rs↓ - Iρ - Iε ........................................ (10)
Keterangan : π = 3.14 d2 = Jarak bumi matahari dalam satuan astronomi Menghilangkan unsur panjang gelombang (µm-1) maka perlu dikalikan dengan nilai tengah panjang gelombang dari masingmasing kanal.
3.3.4 Leaf Area Index (LAI) Estimasi nilai LAI dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu pendekatan neraca energi dan pendekatan NDVI (normalized difference vegetation), pada penelitian ini lebih konsen pada pendekatan neraca energi namun dilakukan perbandingan dengan pendekatan NDVI.
3.3.3 Nilai Sifat Optikal Kanopi Nilai sifat optikal kanopi terdiri dari nilai refleksifitas kanopi, absorbsivitas kanopi, dan transmisivitas kanopi.
a. Metode pendekatan neraca energi Leaf Area Index (LAI) dapat dihitung melalui hukum Beer atau disebut juga hukum Beer-Lambert atau hukum Beer LambertBouguer. Prinsip kerja hukum Beer-Lambert adalah hubungan empiris dari cahaya yang meradiasi sebuah optik (permukaan homogen)dan optik tersebut menyerap serta meneruskan radiasi dari cahaya tersebut. Pancaran radiasi surya yang sampai pada permukaan kanopi tumbuhan yang bersifat homogen (hutan alam, agroforest, dan perkebunan monokultur) diserap (asbsorbsi) dan diteruskan (transmisi). Asumsi yang digunakan dalam perhitungan LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert diantaranya adalah bahwa tajuk tumbuhan adalah homogen (dapat dipenuhi oleh sifat komposit nilai pixel satelit yang digunakan), semua radiasi matahari langsung mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik, dan nilai koefisien pemadaman (k) adalah konstan. Mengetahui besarnya radiasi surya di permukaan kanopi dan radiasi pada lapisan dengan ketinggian tertentu dalam kanopi serta nilai dari suatu koefisien pemadaman, maka
a. Radiasi refleksi (Iρ) Nilai energi yang direfleksikan dari permukaan suatu objek diperoleh dengan pendekatan albedo permukaan. Besarnya nilai energi yang direfleksikan ekivalen dengan energi radiasi surya gelombang pendek yang dipantulkan oleh permukaan suatu objek. b. Radiasi absorbsi (Iα) ≈ Radiasi emisi (Iɛ) Hukum Kirchhoff dalam ilmu perpindahan panas menyatakan bahwa untuk setiap permukaan, harga angka penyerapannya (absorbsi) sama dengan angka emisi pada suhu dan panjang gelombang yang sama (Jensen 2000). Hukum Kirchhoff menyatakan bahwa nilai absorbsivitas radiasi pada suatu permukaan sama dengan nilai emisivitas radiasinya. Pendekatan hukum Kirchhoff digunakan untuk mengestimasi nilai emisi radiasi dari beberapa penutup lahan yang berbeda.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 10
dapat diketahui besarnya suatu nilai LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert. Persamaan hukum Beer-Lambert adalah (Pierce and Running 1988) : I Ln
= I0e-kLAI = -k.LAI
LAI
= ((Ln )/(-k)) ............................ (11)
Bb = ε Qint = ε (1- e-k Lai) QS ........................ (1) Keterangan : Bb : Produksi biomassa potensial (kg ha-1 d-1) ε : Efisiensi penggunaan radiasi (kg MJ-1) QS : Radiasi surya di atas tajuk tanaman (RS↓ yang diperoleh dari data satelit) Qint : Radiasi intersepsi (MJ m-2) LAI : Leaf Area Index k : Koefisien pemadaman Efisiensi penggunaan radiasi untuk tanaman sawit adalah 2 g/ MJ (Imanto 2000) sedangkan untuk vegetasi non perkebunan adalah 1.25 g/ MJ (Pangle et al. 2009). Persamaan untuk megetahui cadangan karbon didapat dari proses fotosintesis yaitu : 6CO2 + 6H2O + Energi PAR Larutan zat hara
b. Metode pendekatan Normalized Differenze Vegetative Index (NDVI) Nilai NDVI (normalized differenze vegetative index)/ indeks vegetasi diperoleh dengan menggunakan persamaan : NDVI
=
................... (12)
Nilai – nilai indeks vegetasi dideteksi oleh instrumen pada wahana penginderaan jauh. Kisaran panjang gelombang radiasi elektromagnetik digunakan oleh kanal merah dan kanal inframerah tercakup dalam satelit Landsat ETM+ kanal 3 dan kanal 4, yang masing-masing 0.63-0.69 µm. Secara teoritis nilai indeks vegetasi berkisar antara (-1) sampai (+1), tetapi kisaran sebenarnya menggambarkan tingkat kehijauan vegetasi adalah 0.1 sampai 0.6. Nilai indeks vegetasi yang tinggi menunjukkan vegetasi tersebut rapat. Penurunan nilai LAI dari nilai NDVI diperoleh dengan menggunakan persamaan Twele et al. (2006) yaitu : LAI = -0.392 + 11.543NDVI ................... (13) Nilai LAI di atas dapat diturunkan untuk menentukan biomassa tanaman.
Klorofil
Keterangan : I = Radiasi yang ditransmisikan oleh suatu kanopi Io = Radiasi di permukaan kanopi k = Koefisien pemadaman LAI = Leaf area indeks Nilai Io diasumsikan sebagai RS↓, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil perhitungan radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman bekisar anatara 0.3-0.5 untuk daun vertikal serta 0.7-1.0 untuk daun horizontal (June 1993) dan dalam penelitian ini nilai koefisien pemadaman yang digunakan untuk tanaman sawit adalah 0.46 (Oil palm buletin 2004).
3.3.5 Biomassa dan Cadangan Karbon (Carbon Stock) Produksi biomassa potensial dihitung berdasarkan hasil kali antara efisiensi penggunaan radiasi surya (ɛ) dengan radiasi intersepsi (Qint).
C6H12O6 + 6O6 (berenergi tinggi) C6H12O6 merupakan biomassa total dengan massa relatif 180 dan massa relatif karbon yang dibutuhkan pada proses pembentukan biomassa adalah 72, sehingga persamaan untuk menentukan simpanan karbon potensial pada tumbuhan adalah : Cpotensial = 0.4 x Bb ..................................... (14) BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kajian Kecamatan Hanau dan Kecamatan Danau Sembuluh merupakan bagian dari Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kuala Pembuang. Wilayah Kabupaten Seruyan di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Barat, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa. Luas wilayah Kabupaten Seruyan 16 404 Km2 yang terbagi menjadi lima
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 11
Gambar 1 Peta administrasi Kec. Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah. kecamatan. Keadaan geografi Kabupaten Seruyan terletak di daerah khatulistiwa yaitu antara 111015’00’’ BT dan 0045’00’’ LU, 3030’00’’ LS. Wilayah kabupaten Seruyan termasuk daerah yang beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata 290C dan temperatur tertinggi 340C. Tipe iklim adalah tropis lembab dan panas, curah hujan rata-rata per tahun 3 479.8 mm dengan rata-rata hujan per tahun 13.8 hari. Musim penghujan akan terjadi antara bulan Desember-Maret, sedangkan kemarau antara Juli-September. Kelapa sawit merupakan aset perkebunan utama Seruyan selama ini. Dengan luas lahan lebih kurang 78 871 hektar, potensi itu hendak dikembangkan dengan membuka lahan-lahan baru. Sentra tanaman kelapa sawit berada di tiga dari lima kecamatan, yaitu Danau Sembuluh, Hanau, dan Seruyan Tengah (www.seruyankab.go.id), hal ini yang melatar belakangi mengapa Danau Sembuluh dan Hanau menjadi daerah kajian. 4.2 Pengolahan Awal Data Citra Satelit 4.2.1. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik merupakan proses pengolahan data awal pada citra Landsat 7 ETM/ ETM+, ini dilakukan agar citra satelit memiliki sistem koordinat yang sama dengan koordinat geografis yang sebenarnya. Proses selanjutnya yaitu menentukan titik ikat antara citra satelit yang belum dikoreksi dengan acuan google map. Saat menentukan titik ikat diambil posisi yang tidak mudah berubah
seperti garis pantai dan daerah yang tidak tertutup awan. Hal ini dilakukan untuk memperkecil nilai kesalahan dari interpolasi (Root Mean Square) antara titik ikat. Semua titik mempunyai nilai RMS ≤ 0.5 yang merupakan standar ketelitian koordinat titik. Semakin kecil RMS yang dihasilkan, semakin teliti pula koordinat yang dihasilkan dari koreksi geometrik. 4.2.2. Pengambilan Area Studi Proses pengambilan area (cropping area) mengunakan perangkat lunak analisis citra (Er-Mapper versi 7.0). Pengambilan area studi dilakukan dengan data vektor lokasi kecamatan Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah yang di-overlay dengan data citra satelit Landsat ETM/ETM+ path/row : 119/62. Gambar 2 menyajikan citra satelit Landsat kombinasi kanal 542 dalam bentuk true colour atau sesuai nilai spectral dalam DN (digital number) yang diberikan oleh citra Landsat. 4.2.3. Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan kecamatan Hanau dan Danau sembuluh diperoleh melalui interpretasi digital citra Landsat ETM/ETM+ tahun 2001, 2004, 2008 dan 2009 menggunakan klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification). Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi ini adalah kelas spektral. Kelas spektral merupakan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 12
Gambar 2 Citra satelit Landsat kombinasi kanal 542 Kec. Hanau dan Danau Sembuluh. pengelompokan berdasarkan nilai natural spektral citra. Proses klasifikasi menggunakan kanal 2,4 dan 5. Penggunaan kanal ini yang berpotensial untuk membedakan berbagai vegetasi, biomassa yang akan dilakukan dalam menganalisis sebaran simpanan karbon pada tumbuhan. Hasil klasifikasi lahan ditampilkan pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Tahun 2001 persentase masing-masing penutupan lahan adalah 3%, 55%, 17%, 21%, dan 4%, tahun 2004 terjadi peningkatan vegetasi bukan perkebunan menjadi 64% hal ini disebabkan luasnya pembukaan hutan menjadi lahan binaan namun belum menjadi perkebunan sawit melainkan semak belukar. Vegetasi perkebunan sawit sendiri mengalami peningkatan menjadi 24% hal ini disebabkan oleh lahan terbuka yang telah menjadi vegetasi perkebunan sawit, ini ditunjukkan dengan bekurangnya persentase lahan terbuka menjadi 9%. Tahun 2008 persentase penutupan vegetasi bukan perkebunan menjadi 23 %, pergeseran penutupan lahan ini menjadi lahan terbuka dan perkebunan sawit yang mengalami peningkatan yaitu 24% dan 47%. Tahun 2009 terjadi penutupan awan yang sangat besar mencapai 38% mengakibatkan tidak akuratnya persentase penutupan lahan jenis lain baik badan air, vegetasi bukan perkebunan, perkebunan sawit, dan lahan terbuka. Pada analisa selanjutnya yang
menjadi fokus analisa adalah vegetasi perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit (yang terdiri dari hutan, semak, pertanian, dan perkebunan karet). 4.3 Peubah-peubah dalam Perhitungan Nilai Biomassa dan Cadangan Karbon 4.3.1 Spectral Radiance Citra satelit Landsat yang telah diklasifikasikan sebelum ditentukan besar neraca energi permukaan, terlebih dahulu dilakukan konversi satuan dari satuan citra (digital number) menjadi satuan radiasi spektral yaitu W m-2 sr-1 µm-1. Hasil yang diperoleh untuk nilai radiasi spektral ini dapatdilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 6 untuk peta sebaran nilai radiasi spektral. Pola sebaran nilai radiasi spektral tahun 2001, 2002, 2008 dan 2009 memiliki pola yang sama dengan klasifikasi lahan yang telah dilakukan. Nilai radiasi spektral pada perkebunan sawit dan bukan perkebunan memiliki perbedaan yang signifikan pada tahun 2008 dan 2009. Nilai maksimum radiasi spektral pada perkebunan sawit mencapai 70.12 W m-2 sr-1 µm-1 dan 72.32 W m-2 sr-1 µm-1 sementara pada vegetasi bukan perkebunan mencapai 47.78 W m-2 sr-1 µm-1 dan 50.87 W m-2 sr-1 µm-1. Nilai radiasi spektral tinggi pada tahun 2008 karena vegetasi perkebunan sawit merupakan hasil konversi dari vegetasi bukan perkebunan seperti tertera pada Tabel 13. Peta sebaran nilai spektral radians tahun
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 13
Tabel 7 Nilai radiasi spektral tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Radiasi Spektral (W m-2 sr-1 µm-1) 2001 2004 2008 2009 Penutupan StDev Min Max Min Max Min Max Min Max Vegetasi Bukan 28.51 62.26 30.28 57.79 29.56 47.78 29.04 50.87 14.21 Perkebunan 28.55 65.36 32.03 53.41 31.11 70.12 30.08 72.32 19.67 Perkebunan Sawit (Catatan : Hasil pengolahan data citra satelit Landsat) Tabel 8 Nilai Albedo tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Albedo (%) 2001
Penutupan
Min
2004
Max
Vegetasi Bukan 0.07 0.16 Perkebunan 0.10 0.19 Perkebunan Sawit (Catatan : Hasil pengolahan data Landsat)
2008
2009
StDev
Min
Max
Min
Max
Min
Max
0.10
0.18
0.07
0.15
0.09
0.18
0.05
0.10
0.18
0.07
0.23
0.09
0.26
0.06
2008 pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa vegetasi perkebunan sawit bertambah luasnya dan menggeser posisi vegetasi bukan perkebunan sawit. Perkebunan sawit yang masih relatif muda menyebabkan besarnya radiasi spektral. Sedangkan radiasi spektral pada tahun 2009 sangat dipengaruhi oleh besarnya kondisi awan.
astronomi. Secara umum nilai albedo bukan vegetasi lebih tinggi dibandingkan tipe penutupan lahan bervegetasi. Hal ini disebabkan lebih banyak energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan kembali oleh penutup lahan bukan vegetasi dibandingkan dengan penutup lahan bervegetasi. Nilai albedo yang diperoleh dari nilai specrtral radiance kanal 1, 2 dan 3 ditampilkan pada Tabel 8 dan Lampiran 7. Dari Tabel 8 nilai albedo pada vegetasi perkebunan sawit lebih besar dibandingkan dengan vegetasi bukan perkebunan sawit.
4.3.2 Albedo Nilai albedo diperoleh dengan memasukkan parameter sudut elevasi matahari, nilai irradiasi matahari dan jarak bumi dengan matahari dalam satuan
Tabel 9 Nilai radiasi gelombang pendek yang dipantulkan tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Radiasi Gelombang Pendek yang Dipantulkan (RS↑) (Wm-2) 2001 2004 2008 2009 Penutupan StDev Min Max Min Max Min Max Min Max Vegetasi Bukan 44.5 98.1 50.1 87.3 41.1 81.8 47.4 127.0 31.3 Perkebunan Perkebunan Sawit
53.1
98.1
54.8
93.6
41.1
122.6
51.0
127.0
34.3
(Catatan : Hasil pengolahan data Landsat) Tabel 10 Nilai radiasi gelombang pendek yang diterima oleh permukaan tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Radiasi Gelombang Pendek (Wm-2) Penutupan
2001 Min
2004
2008
2009
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Vegetasi Non Perkebunan 427 491 419 483 Perkebunan Sawit (Catatan : Hasil pengolahan data Landsat)
383 408
451 446
210 210
486 483
324 175
452 451
StDev 95 122
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 14
Hal ini dipengaruhi warna vegetasi perkebunan yang lebih cerah, geometri kanopi yang tidak terlalu rapat, kandungan kelembapan. Perbedaan nilai albedo tiap tahunnya juga dipengaruhi oleh besarnya sudut datang matahari dan panjang gelombang. Nilai albedo pada penelitian ini mendekati nilai albedo yang dituliskan oleh Campbell (1977) dan Stull (1995) untuk beberapa jenis permukaan seperti air memiliki nilai albedo 0.05%, untuk hutan 0.16-0.18%, kebun gandum 0.26%, savana 0.15% dan steppa 0.20%. Perbedaan nilai albedo ini akan sangat mempengaruhi proporsi radiasi yang dipantulkan oleh masing masing kelas penutupan lahan. Radiasi yang dipantulkan akan semakin besar jika nilai albedo semakin besar. 4.3.3 Radiasi Gelombang Pendek yang Dipantulkan (RS↑) Nilai radiasi gelombang pendek yang dipantulkan diturunkan dari besar radians yang diterima oleh satelit Landsat dengan mengkonversi satuan radians menjadi W m-2. Kisaran nilai RS↑ ditampilkan pada Tabel 9 dan Lampiran 8. Dari nilai kisaran RS↑ pada tahun 2001 hingga 2009 energi radiasi gelombang pendek pada perkebunan sawit relatif lebih besar daripada bukan perkebunan sawit, hal ini disebabkan radiasi spektral dan nilai albedo pada vegetasi perkebunan sawit yang besar. 4.3.4 Radiasi Gelombang Pendek yang Datang (RS↓) Besar energi radiasi gelombang pendek yang diterima merupakan nisbah dari nilai radiasi gelombang pendek yang dipantulkan (RS↑) dengan nilai albedo yang telah diketahui. Radiasi yang datang pada wilayah kajian memiliki perbedaan pada tahun yang berbeda. Tahun 2001 dan tahun 2008 memiliki besar RS↓ yang hampir sama yaitu 536 W m-2 dan 536 W m-2, hal ini disebabkan citra satelit Landsat pada 2 tahun ini diakuisisi pada bulan Januari di mana pada bulan ini terjadi jarak terdekat antara matahari dan bumi yaitu 0.98365 dan 0.98393 satuan astronomi bumi. Tahun 2004 diakuisisi pada bulan Agustus dan memiliki jarak matahari dan bumi sekitar 1.01186, sedangkan tahun 2009 diakuisis pada bulan Februari yang memiliki jarak matahari dan bumi sekitar 0.98921 hal ini juga yang mengakibatkan besar RS↓ pada tahun 2004 dan 2009 memiliki besar yang hampir sama yaitu 501 W m-2 dan 502 W m-2.
Maka radiasi gelombang pendek yang diterima oleh permukaan (RS) dapat ditentukan dari selisih RS↓ dan RS↑, nilai RS ditampilkan pada Tabel 10 dan Lampiran 9. Besar RS ini akan digunakan untuk menentukan besar radiasi yang diabsorbsi oleh kanopi vegetasi melalui hukum Kirchoff. 4.4 Nilai Sifat Optikal Kanopi 4.4.1 Radiasi Refleksi (Iρ) Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa nilai energi yang direfleksikan dari permukaan suatu objek diperoleh dengan pendekatan albedo permukaan. Dimana besarnya nilai energi radiasi yang direfleksikan ekivalen dengan energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh permukaan suatu objek dalam hal ini kanopi vegetasi perkebunan dan bukan perkebunan sawit yang telah diketahui pada sub bab 4.3.3. Nilai radiasi yang direfleksikan ini tidak berpengaruh langsun pada besar nilai LAI namun akan mempengaruhi nilai radiasi yang akan diabsorbsi dan ditransmisikan oleh kanopi. Semakin besar radiasi yang di refleksikan maka radiasi yang diabsorbsi dan ditransmisikan akan semakin kecil. 4.4.2 Radiasi Absorbsi (Iα) ≈ Radiasi Emisi (Iɛ) Estimasi nilai radiasi yang diabsorbsi oleh kanopi vegetasi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan hukum Kirchoff. Dengan asumsi bahwa nilai radiasi yang diemisikan oleh suatu objek setara dengan nilai radiasi yang diserap oleh objek tersebut pada suhu dan panjang gelombang yang sama. Maka nilai radiasi yang diabsorbsi oleh vegetasi perkebunan dan bukan perkebunan sawit adalah (Iα) untuk tahun 2001 adalah 404-458 W m-2 dan 435-466 W m-2. Nilai radiasi yang diabsorbsi (Iα) untuk tahun 2004 adalah 211424 W m-2 dan 192-429 W m-2. Nilai radiasi yang diabsorbsi (Iα) untuk tahun 2008 adalah 189-474 W m-2 dan 189-476 W m-2. Nilai radiasi yang diabsorbsi (Iα) untuk tahun 2009 adalah 162-442 W m-2 dan 292-442 W m-2. 4.4.3 Radiasi Transmisi (Iτ) Nilai radiasi yang terima tanaman sebagian akan diserap dan dipantulkan. Nilai radiasi yang diserap tidak semua dipergunakan oleh tanaman. Daun akan mentransmisikan sebagian radiasi yang diterima. Dalam penelitian ini energi radiasi yang ditransmisikan diperoleh dari selisih nilai radiasi gelombang pendek yang sampai di permukaan dengan nilai radiasi gelombang
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 15
pendek yang dipantulkan dan dikurangi dengan nilai energi radiasi yang diserap (ekivalen dengan nilai radiasi yang diemisikan). Maka nilai radiasi yang ditransmisikan (Iτ) oleh kanopi pada vegetasi perkebunan dan bukan perkebunan sawit untuk tahun 2001 adalah 22.3-37.0 W m-2 dan 20.4-49.0 W m-2. Untuk tahun 2004 memiliki kisaran nilai 20.6-26.4 W m-2 dan 20.2-26.4 W m-2. Tahun 2008 memiliki kisaran nilai 17.027.7 dan 22.2-27.1 W m-2. Untuk tahun 2009 memiliki kisaran nilai 18.6-23.7 W m-2 dan 18.9-29.6 W m-2. Nilai radiasi yang ditransmisikan ini akan digunakan untuk menentukan besar LAI pada hukum BeerLambert.
perkebunan sawit, hasil yang diperoleh dijabarkan pada Tabel 11 dan Lampiran 13. Nilai LAI paling rendah terdapat pada tahun 2004 yaitu sebesar 1.2 untuk perkebunan sawit dan 1.17 untuk bukan perkebunan sawit. Hal ini disebabkan adanya konversi/ perubahan lahan terbuka menjadi perkebunan sawit dengan umur tanaman muda dan lahan terbuka menjadi vegetasi bukan perkebunan (karet, semak, belukar) seperti yang disajikan pada Tabel 12 . Nilai LAI kecil pada perkebunan sawit menunjukkan umur tanaman masih muda. Sementara nilai LAI kecil untuk vegetasi bukan perkebunan terjadi dikarenakan pada tahun 2001 terjadi pembukaan lahan yang mengakibatkan banyaknya tanaman muda serta semak pada tahun 2004. Nilai LAI tertinggi terdapat pada tahun 2009 untuk dua vegetasi ini mencapai 6.98, hal ini disebabkan oleh tanaman perkebunan sawit mencapai produktivitas potensial, begitu pula dengan vegetasi bukan perkebunan, bila nilai LAI pada tahun 2001, 2008, 2009 pada vegetasi bukan perkebunan kecil, nilai LAI ini menunjukkan penutupan lahan pertanian lain.
4.5 Leaf Area Index (LAI) Estimasi nilai LAI dilakukan melalui dua pendekatan yaitu metode pendekatan neraca energi dan metode pendekatan nilai NDVI untuk penutupan vegetasi perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit, sehingga terlihat apakah nilai LAI kedua metode ini memilki nilai korelasi yang positif. 4.5.1 Metode Pendekatan Neraca Energi Estimasi nilai LAI dilakukan melalui dua pendekatan yaitu metode pendekatan neraca energi dan metode pendekatan NDVI untuk penutupan vegetasi perkebunan sawit dan non
4.5.2 Metode Pendekatan Nilai NDVI Metode pendekatan NDVI dilakukan dengan menurunkan nilai kerapatan vegetasi dari kanal merah dan kanal inframerah
Tabel 11 Nilai LAI melaui dua metode pendugaan LAI (Pendekatan Neraca Energi) Penutupan Vegetasi Non Perkebunan Perkebunan Sawit
2001
2004
2008
2009
StDev
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
3.63
4.74
1.17
5.51
3.65
5.78
3.65
6.98
1.77
3.65
4.79
1.19
5.55
3.65
6.29
3.66
6.98
1.84
LAI (Pendekatan Nilai NDVI) Penutupan
2001 Min
Max
2004 Min
Vegetasi Non 1.62 5.38 0.40 Perkebunan 6.43 0.46 Perkebunan Sawit 1.01 (Catatan : Hasil pengolahan data Landsat)
2008
2009
StDev
Max
Min
Max
Min
Max
4.74
0.08
4.34
0.78
4.99
2.28
4.93
0.05
6.15
0.03
6.58
3.06
Tabel 12 Perubahan penutupan lahan tahun 2001 – 2004 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Persentase Perubahan lahan tahun 2001 - 2004 Luas (ha) perubahan Lahan Terbuka - Perkebunan Lahan Terbuka - Vegetasi Bukan Perkebunan Permukiman/ Awan - Vegetasi Bukan Perkebunan (Catatan : Hasil pengolahan data Landsat)
7% 5% 4%
24 111.4 17 222.4 13 777.9
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 16
Tabel 13 Perubahan penutupan lahan tahun 2004 – 2008 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Penutup lahan tahun 2004 - 2008
Persentase perubahan
Luas (ha)
Vegetasi Bukan Perkebunan - Perkebunan
23%
79 223.2
Vegetasi Bukan Perkebunan - Lahan Terbuka
15%
51 667.3
Vegetasi Bukan Perkebunan - Permukiman/ Awan
2%
6 889.0
(Catatan : Hasil pengolahan data Landsat) tercakup dalam satelit Landsat ETM+ kanal 3 dengan panjang gelombang 0.63-0.69 µm yang peka terhadap serapan sinar merah oleh klorofil (pigmen hijau) daun, sedangkan kanal 4 memiliki panjang gelombang 0.76-0.9 yang peka terhadap pantulan struktur internal daun. Penurunan nilai LAI dari nilai NDVI diperoleh dengan menggunakan persamaan Twele et al. (2006) yaitu : LAI = -0.392 + 11.543 NDVI Nilai LAI metode pendektan nilai NDVI yang dapat dilihat pada Tabel 11 memiliki nilai yang lebih kecil dari metode pendekatan neraca energi, hal ini diakibatkan penggunaan persamaan empiris yang hanya dipengaruhi oleh nilai kerapatan vegetasi (NDVI). Nilai minimal LAI sangat kecil pada tahun 2004 disebabkan oleh indeks kerapatan yang kecil. Hal ini terlihat pada Tabel 13 terdapatnya vegetasi muda. Nilai minimal LAI tahun 2008 lebih kecil dari tahun 2004 terjadi perubahan vegetasi bukan perkebunan menjadi vegetasi perkebunan sawit muda yang memiliki indeks kerapatan vegetasi (NDVI) yang kecil.
Nilai LAI untuk vegetasi bukan perkebunan tahun 2009 memiliki nilai maksimum yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai LAI metode pendekatan neraca energi, hal ini disebabkan oleh penutupan awan yang sangat tinggi sehingga kerapatan vegetasi yang dihasilkan citra satelit Landsat terutama kanal 3 dan 4 menjadi kurang efektif. 4.5.3 Perbandingan Metode Pendugaan Nilai LAI pada Perkebunan Sawit Perbandingan nilai LAI menggunakan dua metode pendekatan dapat dilakukan dengan mengambil contoh vegetasi perkebunan sawit yang tidak mengalami perubahan selama tahun 2001, 2004, 2008, dan tahun 2009. Tabel 14 dan Gambar 3 menunjukkan pola perubahan nilai LAI yang semakin tinggi dari tahun 2001 hingga tahun 2009 untuk metode pendekatan neraca energi. Sedangkan pola nilai LAI pendekatan NDVI mengalami perubahan yaitu memiliki nilai yang rendah pada tahun 2004, hal ini disebabkan tanaman
LAI
Tabel 14 Nilai LAI di areal perkebunan sawit tahun 2001, 2004, 2008 dan 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh LAI Sub Sampel Metode Pendekatan Neraca Energi Metode Pendekatan Nilai NDVI 2001 2004 2008 2009 2001 2004 2008 2009 Tahun 4.73 4.01 5.47 6.80 4.87 3.78 4.55 4.53 3.98 5.48 5.49 6.78 5.38 4.76 4.57 5.01 4.71 5.47 5.46 6.78 5.01 4.91 4.38 5.09 4.73 4.01 5.47 6.79 5.04 3.68 4.71 4.58 4.00 5.48 5.46 6.79 3.94 4.55 4.33 5.18 3.99 5.48 5.47 6.78 4.02 4.74 4.22 5.09 3.99 4.00 5.46 6.79 4.19 4.44 4.67 4.93 4.72 4.01 5.46 6.79 5.41 3.73 4.85 4.43 3.99 5.48 5.46 6.80 4.36 4.78 4.43 4.70 3.98 5.46 5.48 6.80 3.67 4.78 4.55 5.20 LAI 4.28 4.89 5.47 6.79 4.59 4.41 4.53 4.87 Ratarata (Catatan : Hasil pengolahan data Landsat)
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 17
7 6
LAI
5 4 3 2 1 LAI (Pendekatan Neraca Energi)
0 2001
2004
2008
LAI (Pendekatan Nilai NDVI)
2009
Tahun
Gambar 3 Perbandingan nilai LAI melalui dua pendekatan di areal perkebunan sawit. sawit masih muda dan memiliki indeks kerapatan vegetasi yang rendah. Hasil LAI tersebut menunjukkan bahwa metode pendekatan neraca energi dianggap lebih baik daripada pendekatan metode NDVI. Pendekatan neraca energi dilakukan secara mekanistik dimana nilai LAI tidak tergantung pada jenis tanaman namun tergantung pada unsur energi yang diterima serta di lepaskan dalam hal ini adalah besar proporsi antara radiasi datang dan radiasi transmisi, bila ada unsur tanaman hanya tergantung pada nilai koefisien pemadaman pada jenis tanaman. Sementara metode pendekatan NDVI dilakukan secara empiris di mana berbeda untuk tiap vegetasi dan hanya tergantung pada nilai kerapatan vegetasi. Nilai LAI ini juga dapat dibandingkan dengan nilai LAI pada penelitian atau
referensi yang telah ada seperti pada Tabel 3. Nilai LAI menggunakan metode pendekatan neraca energi memiliki nilai yang mendekati pada referensi, nilai minimum LAI pendekatan NDVI jauh lebih kecil dibandingkan pendekatan neraca energi maka dapat disimpulkan bahwa metode pendekatan neraca energi dianggap lebih baik daripada pendekatan metode NDVI. Nilai LAI pendekatan neraca energi lebih responsif terhadap umur tanaman dibandingkan pendekatan nilai NDVI. Pendekatan neraca energi dilakukan secara mekanistik dimana nilai LAI dihitung berdasarkan radiasi gelombang pendek yang datang dan radiasi yang ditransmisikan tanaman, serta nilai reflektan yang diterima satelit tidang berpengaruh secara langsung
Tabel 15 Nilai biomassa dan cadangan karbon pendekatan neraca energi Biomassa (Pendekatan Neraca Energi (ton/ha)) Penutupan Vegetasi Bukan Perkebunan Perkebunan Sawit
2001
2004
2008
2009
StDev
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
63.91
102.36
35.04
95.98
64.03
103.16
59.92
96.34
25.22
63.96
102.64
35.45
96.14
64.04
104.27
59.95
96.49
25.34
Carbon (Pendekatan Neraca Energi (ton/ha)) Penutupan
2001 Min
Max
2004 Min
Vegetasi Bukan 25.56 41.03 14.01 Perkebunan Perkebunan 25.59 41.06 14.18 Sawit (Catatan : Hasil pengolahan data Landsat)
2008
2009
StDev
Max
Min
Max
Min
Max
38.39
25.61
41.26
23.97
38.54
10.10
38.45
25.61
41.71
23.98
38.60
10.14
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 18
terhadap nilai LAI tersebut. Sementara metode pendekatan NDVI dilakukan secara empiris di mana berbeda untuk tiap daerah penelitian, pendekatan metode NDVI ini juga sangat dipengaruhi oleh besar radiasi reflektan yang diterima oleh satelit.
cadangan karbon pada perkebunan sawit di lapangan adalah 0.7 – 16.43 ton/ ha.
4.6.2 Metode Pendekatan Nilai NDVI Hasil estimasi nilai LAI pendekatan NDVI diturunkan menggunakan hukum BeerLambert untuk mengestimasi besar biomassa pada vegetasi, hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 17. Nilai biomassa dan cadangan karbon tidak berbeda jauh antara vegetasi perkebunan dan vegetasi bukan perkebunan sawit, namun nilai minimum biomassa ada yang mencapai 0.07 ton/ ha pada tahun 2008 untuk perkebunan sawit hal ini diakibatkan rendahnya nilai kerapatan dan nilai LAI yang terekam oleh kanal 3 dan 4. Hal ini juga mengapa pendekatan nilai NDVI akan lebih baik jika menggunakan persamaan empiris bukan hukum Beer-Lambert.
4.6 Biomassa dan Cadangan Karbon Hasil nilai LAI melalui pendekatan metode neraca energi dan pendekatan nilai NDVI dapat digunakan untuk mengestimasi nilai biomassa untuk vegetasi perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit menggunakan persamaan Beer-Lambert, hasil biomassa yang diperoleh untuk dua metode berbeda seperti disebutkan pada estimasi nilai LAI dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16. 4.6.1 Metode Pendekatan Energi Nilai biomassa dan cadangan karbon tidak berbeda jauh antara vegetasi perkebunan dan vegetasi bukan perkebunan sawit, namun kisaran nilai biomassa terendah terdapat pada tahun 2004 dengan kisaran 35.45 – 96.14 ton/ ha dan 35.04 – 95.98 ton/ ha, hal ini disebabkan pada tahun 2001 terjadi pembukaan lahan yang mengakibatkan banyaknya tanaman muda serta semak pada tahun 2004 demikian halnya dengan cadangan karbon pada dua vegetasi tersebut. Nilai biomassa dan cadangan karbon ini telah mendekati literatur. Imanto (2000) meuliskan nilai biomassa kering sawit berkisar 50 – 90 ton/ ha. Agus et al. (2009) menuliskan nilai cadangan karbon pada perkebunan sawit berumur 15 sampai 30 tahun adalah 100 ton/ ha dalam bentuk pohon sawit. Yulianti (2009) menuliskan nilai
4.6.3 Perbandingan Nilai Cadangan Karbon Pendekatan Neraca Energi dan Pendekatan NDVI Perbandingan yang dapat dilihat antara dua metode pendekatan yang berbeda pada Gambar 4 dan Gambar 5 memperlihatkan bahwa perhitungan cadangan karbon menggunakan dua metode yang berbeda memiliki korelasi yang positif terhadap nilai LAI yang telah diperoleh. Korelasi nilai cadangan karbon melalui pendekatan nilai NDVI lebih besar jika dibandingkan dengan metode pendekatan neraca energi, hal ini disebabkan nilai cadangan karbon pendekatan neraca energi mengalami fluktuatif atau penyebaran nilai sangat acak . Tabel 16 Nilai biomassa dan cadangan karbon pendekatan NDVI Biomassa (Pendekatan Nilai NDVI) (ton/ha) Penutupan Vegetasi Bukan Perkebunan Perkebunan Sawit
2001
2004
2008
2009
StDev
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
31.62
105.35
0.18
94.05
1.41
65.37
30.46
96.63
42.93
58.47
105.58
31.60
94.05
0.74
106.66
2.34
98.80
45.55
Carbon (Pendekatan Nilai NDVI) (ton/ha) Penutupan
2001 Min
Max
2004 Min
Vegetasi Bukan 12.65 42.14 1.95 Perkebunan Perkebunan Sawit 23.39 42.23 21.97 (Catatan : Hasil pengolahan data Landsat)
2008
2009
StDev
Max
Min
Max
Min
Max
37.63
0.54
26.15
12.18
38.65
16.855
39.17
18.10
42.66
0.94
39.52
14.932
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 19
Cadangan Karbon (ton/ha)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 Carbon (Pendekatan Neraca Energi (Jt ton/ha))
0 3,63 4,74 1,17 5,51 3,65 5,41 3,65 6,98 LAI
Carbon (Pendekatan Nilai NDVI)
Gambar 4 Perbandingan nilai cadangan karbon pada vegetasi bukan perkebunan menggunakan 2 metode pendekatan.
Cadangan Karbon (ton/ha)
45 40 35 30 25 20 15 10 Carbon (Pendekatan Neraca Energi (Jt ton/ha))
5 0 3,65 4,79 1,19 5,55 3,65 5,41 3,66 6,98 LAI
Carbon (Pendekatan Nilai NDVI)
Gambar 5 Perbandingan nilai cadangan karbon pada vegetasi perkebunan sawit menggunakan 2
metode pendekatan. Korelasi nilai cadangan karbon pada vegetasi perkebunan lebih kecil dibandingkan dengan vegetasi bukan perkebunan, korelasi nilai cadangan karbon metode pendekatan neraca energi dan NDVI adalah positif tinggi karena vegetasi sawit merupakan vegetasi yang homogen, namun umur tanaman pada perkebunan sawit mempengaruhi nilai biomassa dan kehomogenan vegetasi. Pada penelitian ini tidak dapat menampilkan umur tanaman.
BAB V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan a. Nilai LAI metode neraca energi yang dihasilkan memliki hubungan linier yang positif untuk tahun 2001, 2004, 2008 dan 2009. Hal ini disebabkan pendekatan neraca energi dilakukan secara mekanistik dimana nilai LAI dihitung berdasarkan radiasi gelombang pendek yang datang pada kanopi dan radisi yang ditransmisi oleh kanopi. Unsur tanaman yang mempengaruhi adalah nilai koefisien
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 20
pemadaman pada jenis tanaman dan tidak dipengaruhi oleh kualitas citra satelit. b. Nilai LAI metode NDVI yang dihasilkan memliki nilai fluktuatif, karena dilakukan secara empiris dan sangat dipengaruhi oleh nilai reflektan yang diterima oleh satelit dan kualitas atmosfer. c. Pendekatan neraca energi dianggap lebih baik daripada pendekatan nilai NDVI untuk menentukan besar nilai LAI. Nilai biomassa dan cadangan karbon antara vegetasi perkebunan dan bukan perkebunan tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada masing-masing tahun pengamatan. Tahun 2001 biomassa vegetasi perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit adalah 63.96-102.64 ton/ha dan 63.91-102.36 ton/ha, besar cadangan karbon 23.39-41.06 ton/ha dan 25.56-41.03 ton/ha. Tahun 2004 nilai biomassa 35.45-96.14 ton/ha dan 35.0495.98 ton/ha, nilai cadangan karbon 14.1838.45 ton/ha dan 14.01-38.39 ton/ha. Tahun 2008 nilai biomassa 64.04-104.27 dan ton/ha 64.03-103.16 ton/ha, nilai cadangan karbon 25.61-41.71 ton/ha dan 25.61-41.26 ton/ha. Tahun 2009 nilai biomassa 59.95-96.49 ton/ha dan 59.9296.34 ton/ha, nilai cadangan karbon 23.98-38.60 ton/ha dan 23.97-38.54 ton/ha. 5.2 Saran Analisis biomassa dan cadangan karbon pada vegetasi menggunakan citra satelit lebih baik jika di validasi dengan data lapangan, baik data umur tanaman, jumlah panen tiap tahunnya serta data cuaca pada lapangan yang diperlukan untuk proses fotosintesis. DAFTAR PUSTAKA Agus F, Runtunuwu E, June T, Susanti E, Komara H, Syahbuddin H, Las I, Noordwijk MV. 2009. Carbon Dioxide Emission In Land Use Transitions To Plantation. Jurnal Litbang Pertanian 28(4). Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop evapotranspiration Guidelines for computing crop water requirements - FAO Irrigation and drainage paper 56. FAO - Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Asril. 2009. Pendugaan Cadangan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Rawa Gambut Di Stasiun Penelitian Suaq Balimbing
Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam [tesis]. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Dewanti D R and Dimyati M. 1998. Remote Sensing dan Sistem Informasi Geografis Untuk Perencanaan. Universitas Muhamadiyah Jakarta. Jakarta. Geiger R, Robert HA, Paul T. 1961. The Climate Near The Ground. Ed ke-5. Cambridge : Harvard University Press. Hairiah K dan Murdiyarso D. 2007. Alih Guna Lahan dan Neraca Karbon Terestrial. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. Handoko. 1993. Radiasi Surya. Di dalam Handoko, editor. Klimatologi Dasar. Bogor: Pustaka Jaya. hlm : 25-26. Hermawan E. 2005. Analisis Perubahan Komponen Neraca Energi Permukaan, Distribusi Urban Heat Island dan THI (Temperature Humidity Index) Akibat Perubahan Penutup Lahan Dengan Menggunakan Citra Landsat TM/ETM + (Studi Kasus Bandung Tahun 1991 dan 2001) [skripsi]. Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor. Hildanus. 2005. Pendugaan Beberapa Parameter Tegakan Hutan Tropika Dataran Rendah Menggunakan Data Satelit Landsat (Studi Kasus di Hutan Lindung G. Beratus, Kalimantan Timur). Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Program Pascasarjana. IPB Bogor. Hooijer A, Silvius M, Wösten H, Page S. 2006. PEAT-CO2, Assessment of CO2 emission from drained peatlands in SE Asia, Delft Hydraulics Report Q3943. Hooijer A, Page S, Canadell J G, Silvius M, Kwadijk J, Wösten H, Jauhlainen J. 2009. Current and future CO2 emissions from drained peatlands in Southheast Asia, Biogeoscience Discus :6,7207–7230. Htut TM. 2004. Combination Between Emperical Modelling and Remote Sensing Technology In Estimating Biomass and Carbon Stock of Oil Palm (In Salim Indoplantation Riau Province) [tesis]. Sekolah Pascasarjana. IPB Bogor. Impron. 1999. Neraca Radiasi Tanaman. Pelatihan Dosen-dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 21
dalam Bidang Agrometeorologi. Bogor 1-12 Februari 1999. Bogor. Imanto H. 2000. Model Simulasi Dinamika Nitrogen pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) [skripsi]. Program Sarjana. IPB Bogor. Jensen JR., 1986, Introductory Digital Image Processing, A Remote Sensing Perspective. Departement of Geography. University of South Carolina, Prentice – Hall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. Jensen J. 2000. Remote Sensing of The Environment : An Earth Resource Perspective. Prentice Hall. New Jersey. Khomarudin MR. 2005. Pendugaan Evapotranspirasi Skala Regional Menggunakan Data Satelit Penginderaan Jauh [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Lillesand TM, Kiefer RW and Chipman JW. 2004. Remote Sensing and Image. Fourth Edition. Wiley. New York. Murdiyarso D. 1999. Perlindungan atmosfer melalui perdagangan karbon: Paradigma baru dalam sektor kehutanan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Atmosfer, FMIPA – Institut Pertanian Bogor. Bogor. Murdiyarso D. 2003. CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta: Kompas. Murdiyarso D, Rosalina U, Hairiah K, Muslihat L, Suryadiputra INN, dan Jaya A. 2004. Petunjuk Lapangan Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut, Proyek CCFPI, WI-IP dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Myneni RB and Williams DL. 1994. On the Relationship between FAPAR and NDVI. Remote Sens. Environ. 49: 200 – 211. [NASA], “The Landsat Program”. 2010. http://Landsat.gsfc.nasa.gov/. 18 Nopember 2010: 11:12 Noor MRM and Harun MH. 2004. The Role of Leaf Area Index (LAI). Oil Palm Bulletin 48 [Mei 2004]. pg 11 – 16. [PEMDA]. 2010. Kabupaten Seruyan. http://www.seruyankab.go.id (18 Nopember 2010). Prasad MNV. 1997. Plant Ecophysiology. New York: John Wiley and Sons, Inc; page 3 – 37. Pangle L, Vose JM, Teskey RO. 2009. Radiation use efficiency in adjacent hardwood and pine forests in the
southern Appalachians. Forest Ecology and Management 257: 1034-1042. Pierce LL dan Running SW. 1988. Rapid estimation of coniferous forest leaf area index using a portable integrating radiometer. Ecology 69: 1762-1767. Risdiyanto I dan Rini H. 1999. Iklim mikro. Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat dalam Bidang Agroklimatologi. Bogor 1-12 Februari 1999. Bogor. Schneider N dan Eugster W. 2006. Climatic impacts of historical wetland drainage in Switzerland. Springer Science and Business Media B.V. Switzerland. Setiawan R. 2006. Metode Neraca Energi untuk Perhitungan Leaf Area Index (LAI) di Lahan Bervegetasi Menggunakan Data Citra Satelit [skripsi]. Program Sarjana. IPB Bogor. Syukri MN. 2004. Neraca Energi dan Air di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Propinsi Sulawesi Tengah [disertasi]. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Stull RB. 2000. Meteorology for Scientists and Engineers. USA. Brooks/Cole, Thomson Learning. Twele A, Erasmi S dan Martin K. 2006. Estimation Leaf Area Indexunder Dense Kanopi Conditionsusing Hemispherical Photographyand Optical Earth Observation Data: Prediction Capabilities of Spectral Indices and Artifical Neural Networks. Gottingen : Workshop STORMA. Ulumuddin YI, Sulistyawati E, Hakim DM, Harto AB. 2005. Korelasi Stok Karbon dengan Karakteristik Spektral Citra Landsat : Studi Kasus Gunung Papandayan. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV : 14-15 September 2005. USGS. 2009. Landsat 7 Science Data Users Handbook. http://Landsathandbook.gsfc.nasa.gov/ handbook/handbook_htmls/chapter11/ chapter11.html (17 Juni 2010). Widayati A, Ekadinata A, Syam R. 2004. Alih Guna Lahan Di Kabupaten Nunukan: Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan Dan Kerapatan Vegetasi Pada Skala Lanskap. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. Weng Q. 2001. A remote sensing – GIS evaluation of urban expansion and its impact on surface temperature in the
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 22
Zhujiang Delta, China. Int. J. Remote Sensing. Vol. 22. No. 10 : 1999-2014. Yahya S and Hariyadi. 2009. Ecophysiology of Oil Palm. Dept of Agronomy and Horticulture of Faculty Agriculture IPB. Bogor. Yulianti N. 2009. Cadangan Karbon Lahan Gambut dari Agroekosistem Kelapa Sawit PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara [tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Zein MTAA. 2009. Penyerapan Radiasi Matahari oleh Kanopi Hutan Alam : Korelasi Antara Pengukuran dan Indeks Vegetasi (Studi Kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) [skripsi]. Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 23
LAMPIRAN
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 24
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM
Koreksi Geometrik
Croping Wilayah Kajian
Kanal 3,4
Kanal 1,2,3
Kanal 2,4,5
Spectral Radiance (Lλ)
Albedo
NDVI
Class
Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan
Radiasi gelombang pendek yang datang
Emisifitas Radiasi yang ditransmisikan
LAI
Biomassa tanaman
Cadangan Karbon
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 25
Lampiran 2 Daftar Istilah Albedo
Nisbah antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan dengan radiasi gelombang pendek yang diterima permukaan.
Agroforestri
Suatu sistem pengelolaan lahan dengan berazaskan kelestarian, yang meningkatkan hal lahan secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian dan tanaman hutan, dan atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama dan menerapkan cara-cara pengelolaan sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat.
Allometri
Teknik pendugaan LAI yang didasarkan pada pengambilan parameter pertumbuhan tanaman, seperti tinggi dan diameter pohon.
Black Body
Benda hipotesis yang menyerap semua radiasi yang datang padanya.
Citra
Istilah yang digunakan untuk tiap tampilan piktorial data gambar.
C-stock
Jumlah karbon yang disimpan di terrestrial ekosistem (daratan) yang meliputi komponen biomasa dan nekromasa, baik di atas permukaan tanah dan di dalam tanah (bahan organik tanah, akar tanaman dan mikroorganisme) per satuan luasan lahan
Digital Number (DN)
Nilai digital yang menggambarkan suatu tingkat kecerahan objek dalam data satelit.
Emisivitas
Rasio total energi radian yang diemisikan suatu benda per unit waktu per unit luas pada suatu permukaan tertentu dengan panjang gelombang tertentu pada temperatur benda hitam pada kondisi yang sama.
Hukum Kirchhoff
Dalam ilmu perpindahan panas menyatakan bahwa untuk setiap permukaan, harga angka penyerapannya (absorbsi) sama dengan angka emisi pada suhu dan panjang gelombang yang sama.
Hukum Beer-Lambert
Mengukur perbedaan nilai intensitas radiasi pada dua ketinggian yang berbeda, sekaligus menunjukan kemampuan penetrasi di dalam tajuk tumbuhan yang merupakan sebuah fungsi ketinggian tajuk yang dinyatakan dalam akumulasi indeks luas daun. Mengasumsikan bahwa tajuk tumbuhan adalah homogen, semua radiasi yang datang langsung mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik, dan nilai koefisien penyirnaan (k) adalah konstan.
Image Processing
Suatu prosedur dalam pengolahan sebuah citra.
Image Enhanchment
Suatu teknik penajaman citra yang dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih tajam/kontras.
Indeks vegetasi
Merupakan transformasi data penginderaan jauh yang dirancang untuk mempertajam variasi kerapatan vegetasi hijau (presentasi liputan, biomassa, leaf area index atau penutupan oleh kanopi) dengan mengurangi sumber-sumber variasi spektral lain, yaitu ; jenis tanah, kelembaban tanah.
Irradiance
Jumlah energi yang diterima oleh suatu objek persatuan luas.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 26
Lanjutan Lampiran 2 Daftar Istilah Kanal (Band/Channel)
Informasi yang diterima oleh sensor berupa spektra gelombang elektromagnetik dan spektra elektromagnetik ini ditransmisikan ke bumi melalui suatu saluran yang disebut sebagai channel.
Klasifikasi Unsupervised Sistem pengklasifikasian terkomputerisasi, dimana pada prosesnya banyak menggunakan algoritma yang mengkaji sejumlah besar pixel dan membaginya kedalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai DN (Digital Number) pada citra. Koefesien pemadaman (k) Menggambarkan besar kemampuan tajuk dalam mengintersepsi radiasi yang melewati tajuk tanaman dari puncak tajuk menuju permukaan tanah. Koreksi Atmosferik
Suatu prosedur Image Processing untuk mengurangi efek hamburan cahaya di atmosfer pada sebuah citra satelit.
Koreksi Geometrik
Suatu prosedur Image Processing untuk mengkoreksi distorsi spasial dan letak geografis pada sebuah citra satelit.
LAI
Atau Leaf Area Index adalah nisbah antara luas daun dengan luas lahan tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk.
Landsat ETM+
Atau disebut juga Land Satellite Enhanced Tematic Mapper meupakan wahana satelit atau inderaja yang digunakan untuk pengumpulan data atau informasi sumber daya alam permukaan bumi.
NDVI
Atau Normalized Difference Vegetation Index merupakan salah satu bentuk persamaan matematis untuk mendapatkan nilai indeks vegetasi yang digunakan dalam mengidentifikasi permukaan bervegetasi dengan memanfatkan kanal radiasi tampak dengan infra merah.
Path
Sistem lokasi secara horizontal di permukaan bumi untuk suatu cakupan citra Landsat TM/ETM+.
Pixel
Kontraksi sebuah image, merupakan ukuran minimum objek yang dapat dikenal di permukaan bumi.
Radiasi Surya
Gelombang elektromagnetik yang dibangkitkan dari proses fusi nuklir yang mengubah hidrogen menjadi helium.
Row
Sistem lokasi secara horizontal di permukaan bumi untuk suatu cakupan citra Landsat TM/ETM+.
Spectral Radiance
Jumlah energi yang dipancarkan atau dipantulkan oleh suatu objek persatuan luas dan panjang gelombang tertentu.
Supervised classification Teknik klasifikasi yang memerlukan pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam Training area yang terdiri dari sample-sample yang diketahui oleh interpreter sebagai acuan dalam proses klasifikasi. Visibel
Suatu kanal dalam satelit penginderaan jauh yang memiliki panjang gelombang lebih besar dari 0.3-0.7 µm.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 27
Lampiran 3 Metadata Citra Landsat TAHUN 2001 GROUP = METADATA_FILE PRODUCT_CREATION_TIME = 2004-02-12T16:56:04Z PRODUCT_FILE_SIZE = 658.6 ACQUISITION_DATE = 2001-01-15 WRS_PATH = 119 WRS_ROW = 062 SUN_AZIMUTH = 122.8640308 SUN_ELEVATION = 53.8480756 CLOUD_COVER = 0 GROUP = MIN_MAX_RADIANCE LMAX_BAND1 = 191.600 LMIN_BAND1 = -6.200 LMAX_BAND2 = 196.500 LMIN_BAND2 = -6.400 LMAX_BAND3 = 152.900 LMIN_BAND3 = -5.000 LMAX_BAND4 = 241.100 LMIN_BAND4 = -5.100 LMAX_BAND5 = 31.060 LMIN_BAND5 = -1.000 LMAX_BAND61 = 17.040 LMIN_BAND61 = 0.000 LMAX_BAND62 = 12.650 LMIN_BAND62 = 3.200 LMAX_BAND7 = 10.800 LMIN_BAND7 = -0.350 LMAX_BAND8 = 243.100 LMIN_BAND8 = -4.700 END_GROUP = MIN_MAX_RADIANCE GROUP = MIN_MAX_PIXEL_VALUE QCALMAX_BAND1 = 255.0 QCALMIN_BAND1 = 1.0 QCALMAX_BAND2 = 255.0 QCALMIN_BAND2 = 1.0 QCALMAX_BAND3 = 255.0 QCALMIN_BAND3 = 1.0 QCALMAX_BAND4 = 255.0 QCALMIN_BAND4 = 1.0 QCALMAX_BAND5 = 255.0 QCALMIN_BAND5 = 1.0 QCALMAX_BAND61 = 255.0 QCALMIN_BAND61 = 1.0 QCALMAX_BAND62 = 255.0 QCALMIN_BAND62 = 1.0 QCALMAX_BAND7 = 255.0 QCALMIN_BAND7 = 1.0 QCALMAX_BAND8 = 255.0 QCALMIN_BAND8 = 1.0 TAHUN 2004 GROUP = L1_METADATA_FILE GROUP = METADATA_FILE_INFO ORIGIN = "Image courtesy of the U.S. Geological Survey" REQUEST_ID = "9990902270001_00554" PRODUCT_CREATION_TIME = 2009-02-28T06:04:55Z
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 28
Lanjutan Lampiran 3 Metadata Citra Landsat ACQUISITION_DATE = 2004-08-19 SCENE_CENTER_SCAN_TIME = 02:29:32.6587244Z GAP_FILL_ACQ_DATE = (2005-03-15) GAP_FILL = 99.5 WRS_PATH = 119 SUN_AZIMUTH = 62.5734390 SUN_ELEVATION = 55.3955924 END_GROUP = CORRECTIONS_APPLIED GROUP = PROJECTION_PARAMETERS REFERENCE_DATUM = "WGS84" REFERENCE_ELLIPSOID = "WGS84" GRID_CELL_SIZE_PAN = 15.000 GRID_CELL_SIZE_THM = 60.000 TAHUN 2008 GROUP = L1_METADATA_FILE GROUP = METADATA_FILE_INFO ORIGIN = "Image courtesy of the U.S. Geological Survey" REQUEST_ID = "0100910264306_00002" PRODUCT_CREATION_TIME = 2009-10-27T08:07:00Z ACQUISITION_DATE = 2008-01-19 SCENE_CENTER_SCAN_TIME = 02:31:06.0633413Z WRS_PATH = 119 STARTING_ROW = 62 ENDING_ROW = 62 SUN_AZIMUTH = 121.5890140 SUN_ELEVATION = 53.7643111 END_GROUP = PROJECTION_PARAMETERS GROUP = UTM_PARAMETERS ZONE_NUMBER = 49 END_GROUP = UTM_PARAMETERS END_GROUP = L1_METADATA_FILE END TAHUN 2009 GROUP = L1_METADATA_FILE GROUP = METADATA_FILE_INFO ORIGIN = "Image courtesy of the U.S. Geological Survey" REQUEST_ID = "0100911189098_00001" PRODUCT_CREATION_TIME = 2009-11-19T05:10:47Z ACQUISITION_DATE = 2009-02-22 SCENE_CENTER_SCAN_TIME = 02:30:43.4729283Z WRS_PATH = 119 STARTING_ROW = 62 ENDING_ROW = 62 BAND8_SL_GAIN_CHANGE = 0 SUN_AZIMUTH = 104.0581512 SUN_ELEVATION = 56.2335429 OUTPUT_FORMAT = "GEOTIFF" GROUP = UTM_PARAMETERS ZONE_NUMBER = 49 END_GROUP = UTM_PARAMETERS END_GROUP = L1_METADATA_FILE END
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Lampiran 4 Klasifikasi Lahan 2001
2004
Luas (Ha)
Persentase (%)
Luas (Ha)
Badan Air
11 419.4
3%
11 008.5
Vegetasi Bukan Perkebunan
189 237.3
55%
Perkebunan Sawit
58 113.9
Lahan Terbuka/ Perkebunan Permukiman dan Awan
Penutup Lahan
2008
2009
Luas (Ha)
Persentase (%)
Luas (Ha)
Persentase (%)
3%
14 417.8
4%
4 774.2
1%
219 742.4
64%
79 049.5
23%
48 871.6
14%
17%
81 413.5
24%
160 647.8
47%
123 240.1
36%
72 599.2
21%
30 924.6
9%
83 642.5
24%
35 312.6
10%
13 078.9
4%
1 359.7
0%
6 691.1
2%
132 250.2
38%
100%
344 448.7
100%
344 448.7
100%
344 448.7
100%
Jumlah 344 448.7 (Catatan : Pengolahan data citra satelit Landsat)
Persentase (%)
29
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 30
Lampiran 5 Peta Klasifikasi Lahan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 31
Lanjutan Lampiran 5 Peta Klasifikasi Lahan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 32
Lampiran 6 Peta Sebaran Nilai Radiasi Spektral
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 33
Lanjutan Lampiran 6 Peta Sebaran Nilai Radiasi Spektral
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 34
Lampiran 7 Peta Sebaran Nilai Albedo
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 35
Lanjutan Lampiran 7 Peta Sebaran Nilai Albedo
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 36
Lampiran 8 Peta Sebaran Nilai Radiasi Gelombang Pendek yang Dipantulkan (RS↑)
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 37
Lanjutan Lampiran 8 Peta Sebaran Nilai Radiasi Gelombang Pendek yang Dipantulkan (RS↑)
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 38
Lampiran 9 Peta Sebaran Nilai Radiasi Gelombang Pendek
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 39
Lanjutan Lampiran 9 Peta Sebaran Nilai Radiasi Gelombang Pendek
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 40
Lampiran 10 Peta Sebaran Nilai Absorbsivitas
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 41
Lanjutan Lampiran 10 Peta Sebaran Nilai Absorbsivitas
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 42
Lampiran 11 Peta Sebaran Nilai Transmisivitas
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 43
Lanjutan Lampiran 11 Peta Sebaran Nilai Transmisivitas
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 44
Lampiran 12 Peta Sebaran Nilai LAI
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 45
Lanjutan Lampiran 12 Peta Sebaran Nilai LAI
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 46
Lampiran 13 Peta Sebaran Nilai Biomassa
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 47
Lanjutan Lampiran 13 Peta Sebaran Nilai Biomassa
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 48
Lampiran 14 Peta Sebaran Nilai Cadangan Karbon
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only. 49
Lanjutan Lampiran 14 Peta Sebaran Nilai Cadangan Karbon