PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TANAMAN BAMBU TALANG (Schizostachyum brachycladum Kurz.) DI HUTAN RAKYAT BAMBU DESA PERTUMBUKAN KECAMATAN WAMPU KABUPATEN LANGKAT ESTIMATION OF CARBON STOCK IN STANDS OF BAMBOO TALANG (Schizostachyum brachycladum Kurz.) IN PEOPLE FOREST BAMBOO VILLAGE PERTUMBUKAN, DISTRICT WAMPU, LANGKAT. aProgram
Hafizah Arinaha*, Muhdib, Irawati Azharb
Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No.1 Kampus USU Medan 20155(*Penulis korespondensi, Email:
[email protected]) bStaff Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155
ABSTRACT
The Chlorophyll vegetation is able to absorb CO2 from the atmosphere through photosynthesis, as well as the bamboo talang does. The purpose of this research was to account the carbon content in each section of bamboo talang (Schizostachyum brachycladum kurz.) and to determine the best allometric model to estimate the potential of carbon reserves in the bamboo talang in harvested-over areas in people forest bamboo, Village Pertumbukan. The research was carried out in two stages, namely the first stage was to take the data in the field and the second stage was to analyze the carbon content in each section of bamboo talang in the laboratory. The results showed that the best allometric model for estimating biomass and carbon mass of bamboo talang was W = 44.614-14.047D+1.26D2 and C = 20.159-6.390D+0.585D2. Biomass and carbon mass off bamboo talang in People Forest Bamboo Pertumbukan Village, District Wampu, Langkat were 5.85 ton/ha and 2.82 ton C/ha, respectively. Keywords: Bambu talang (Schizostachyum brachycladum Kurz)., community forest, carbon stock, allometric models PENDAHULUAN Pemanasan global merupakan salah satu isu lingkungan yang penting dan saat ini menjadi perhatian berbagai pihak. Salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi pemanasan global adalah degradasi dan deforestasi hutan yang mengakibatkan meningkatnya emisi karbon dioksida (CO2). Hal ini menuntut perhatian dari berbagai pihak untuk senantiasa melestarikan sisa hutan yang ada. Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dengan bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis (Hero dan Wardhana, 2011). Meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO2) di udara akan menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan kembali kepermukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi. Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan
gas karbon dioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan. Vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di atmosfer (Kyrklund, 1990). Lalu dapat juga dilakukan pembangunan hutan rakyat untuk menambah daya serap karbon dioksida. Keberadaan hutan rakyat telah dijamin kepastian lahan dan relatif mudah dalam mengevaluasi dan memonitoring kondisi tegakan, sehingga memiliki peranan penting dalam pengembangan jasa lingkungan dalam pelaksana mengurangi emisi karbon. Asycarya (2009) mengemukakan bahwa hutan rakyat dapat masuk pasar karbon baik pasar karbon sukarela maupun pasar karbon yang bersifat wajib atau antar negara mengikuti mekanisme
1
pengurangan emisi karbon. Salah satu jenis vegetasi yang yang ditanami pada hutan rakyat adalah tanaman bambu. Batang bambu yang hidup secara alami dan tidak dikelola dapat hidup kurang lebih satu dekade dan tidak dapat menyimpan karbon pada level yang tinggi. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa tegakan bambu yang dikelolah dapat menyerap karbon dioksida (CO2) lebih tinggi dibanding dengan bambu yang tumbuh secara alami tanpa dikelola atau dengan penanaman jenis pohon yang cepat tumbuh (fast growing), selain itu bambu juga dapat dijadikan tanaman konservasi karena mampu memperbaiki sumber tangkapan air dengan baik sehingga aliran air meningkat (Baharudin, 2013). Dengan demikian bambu dapat mengurangi dampak pemanasan global dan melestarikan lingkungan sekitar. Tujuan dari penelitian ini yaitu : (1) Mendapatkan nilai kandungan karbon pada tiap bagian tanaman bambu talang; (2) Mendapatkan model alometrik terbaik biomassa dan massa karbon bambu talang; (3) Menghitung potensi cadangan karbon pada tanaman bambu talang di Hutan Rakyat Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Rakyat Bambu Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian ini dilkukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa karbon yang dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan bulan desember 2014 sampai Januari 2015. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang untuk penebangan, gergaji untuk memotong bagian batang, meteran untuk mengukur tinggi total bambu saat rebah , pita ukur untuk mengukur diameter, tali rafia, timbangan, gunting tanaman, kamera digital, kalkulator, alat tulis menulis dan Software IBM SPSS statistic Version 20 for windows. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Bambu Talang (Schizostachyum brachycladum Kurz.) Metode penelitian Biomasa tanaman ada 2, yaitu bagian di atas tanah dan bagian dalam tanah (akar).
Pada penelitian ini, pengukuran biomassa tanaman dilakukan pada bagian di atas tanah. Pengukuran biomassa tanaman dapat dilakukan dengan cara: 1. Tanpa melakukan perusakan (metode nondestructive), jika jenis tanaman yang diukur sudah diketahui rumus allometriknya. 2. Melakukan perusakan (metode destructive). Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk tujuan pengembangan rumus allometrik, terutama pada jenis-jenis tanaman yang mempunyai pola percabangan spesifik yang belum diketahui persamaan allometriknya secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan dengan menebang tanaman dan mengukur diameter, panjang dan berat masanya. Metode juga dilakukan pada tumbuhan bawah, tanaman semusim dan perdu (Hairiah, 2011). Pada penelitian ini, pengukuran biomassa tanaman Bambu talang (Schizostachyum brachycladum kurz.), dilakukan dengan metode destructive. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data A. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan. Data tersebut antara lain diameter, tinggi setiap tegakan tanaman contoh dan berat basah masing-masing fraksi tegakan bambu tebang untuk selanjutnya dianalisis dan diperoleh model alometrik terbaik, serta pengumpulan data hasil bahan uji di laboratoriun. B. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan adalah data model alometrik pendugaan cadangan karbon dan biomassa yang sudah ada sebelumnya. Baik data yang dikeluarkan instansi terkait, penelitian sebelumnya maupun literatur pendukung. 2. Analisis Data di Lapangan Pengukuran Plot untuk Penebangan Bambu Pengukuran parameter tanaman yang penting dilakukan pada setiap petak contoh penelitian (PCP) dengan metode jalur berpetak. Setiap PCP dibuat dengan ukuran 20 m x 20 m dengan jarak antar petak contoh 10 m x 10 m (Kiyoshi, 2002). Adapun petak ukur yang dibuat sebanyak 1 baris, sehingga banyaknya petak
2
contoh penelitian (PCP) adalah 3 petak. Penempatan lokasi petak ukur dilakukan dengan cara Random Sampling. 1.
2. 3.
4.
Buat 3 plot berukuran masing-masing 20 m x 20 m yang letaknya berselangseling dengan jalur utama berada tepat ditengah Inventarisasi tegakan bambu dewasa tiap plot dengan mengukur tinggi dan DBH serta dicatat dalam tally sheet. Sampel tebang dari setiap plot diambil 3 tegakan bambu dewasa yaitu bambu talang sebagai sampel tebang yang akan digunakan untuk analisa laboratorium kemudian diambil data DBH, berat basah tegakan, dan tinggi total. Tanaman bambu terpilih dilakukan pengukuran tinggi total setelah tanaman contoh rebah. Tinggi total merupakan panjang total tanaman contoh yang telah rebah hingga ujung tajuk ditambah tunggak yang tersisa ditanah.
Pemilahan Bagian Bambu dan Penimbangan Berat Basah 1. Sebelum dilakukan pembagian fraksi bambu, terlebih dahulu dilakukan penimbangan terhadap berat total batang, rantin + daun. 2. Pembagian fraksi bambu contoh dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian biomassa batang, ranting dan daun yang bertujuan agar analisa laboratorium lebih terwakili. 3. Sampel batang, ranting dan daun diambil pada bagian ujung pangkal, tengah, dan ujung atas. Masing-masing sampel batang tiap tegakan tebang dibuat 3 ulangan. Tiap ulangan diambil sebanyak 200 g. 3. Pengumpulan Data di Laboratorium Pengukuran Kadar Air Contoh uji kadar air batang dibuat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Sedangkan contoh uji dari bagian ranting+daun diambil masing-masing ± 300g. Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut : 1. Contoh uji ditimbang berat basahnya. 2. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang berat keringnya. 3. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap
berat kering tanur ialah kadar air contoh uji. Nilai kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1989):
Ka (%)
Ba - Bkt 100 % Ba
Keterangan : BKT = berat kering tanur (kg) BB = berat basah (kg) KA = persen kadar air (%) Besarnya biomassa dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan berat kering. Berat kering dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1982) :
Keterangan : BK = berat kering tanur (kg) BB = berat basah (kg) Ka = persen kadar air (%). Massa Karbon Besarnya massa karbon dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan massa karbon. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), massa karbon dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
C
BK (% FC) 100
Keterangan : C = massa karbon (kg) BK = berat kering/biomassa (kg) FC = fixed carbon (%) 4. Pengukuran kadar karbon Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Kadar Zat Terbang Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Sampel dari tiap bagian tanaman dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sample bagian daun dicincang. b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam. c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill).
3
d.
Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh. e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 g, dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan ditimbang dengan timbangan Sartorius. f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950 oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam deksikator dan selanjutnya ditimbang. g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang. Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian tanaman dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. 2. Penentuan Kadar Abu Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900 oC selama 6 jam. b. Selanjutnya didinginkan di dalam deksikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya. c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji. Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian tanaman bambu dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Kadar Karbon Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian tanaman menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.
2.
Model penduga biomassa yang terdiri dari dua peubah bebas : W = aDb1Hb2 dan W = a + b1D + b2H Model penduga massa karbonnya : C = aDb, C = a + bD dan W = a + bD + cD2 3. Model penduga massa karbon dari dua peubah bebas : C = aDb1Hb2 dan C = a +b1D + b2H Keterangan : W = Biomassa (kg); C = Massa Karbon (kg); D = Diameter (cm) ;H = Tinggi (m); a,b,c = Konstanta Persamaan regresi terbaik akan dipilih dari model-model hipotetik di atas dengan menggunakan berbagai kriteria statistik, yakni goodness of fit, koefisien determinasi (R2), analisis sisaan serta pertimbangan kepraktisan untuk pemakaian. 5.
Analisis Data Analisis perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian tanaman dilakukan analisis statistik dengan uji beda rata-rata menggunakan 54 uji one way anova, yaitu berdasarkan Tukey HSD (Honesty Significant Different). Adapun parameter yang diuji adalah : 1. Menentukan formulasi hipotesis H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman H1 : Ada perbedaan rata-rata karbon antar setiap bagian tanaman 2. Menentukan taraf nyata pada selang kepercayaan 95% 3. Menentukan kriteria pengujian H0 diterima (H1 ditolak) apabila P > 0,05 H1 diterima (H0 ditolak) apabila P <0,05 4. Membuat kesimpulan Menyimpulkan H0 diterima atau ditolak
3.
Model Persamaan alometrik biomassa dan massa karbon tanaman Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomassa tanaman atau karbon dan bagian-bagian tanaman menggunakan satu atau lebih peubah dimensi tanaman berikut (Purwitasari, 2011): 1. Model penduga biomassa yang hanya terdiri dari satu peubah saja : W = aDb , W = a + bD dan W = a + bD + cD2
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanaman Bambu Talang (Schizostachyum brachycladu. Kurz.) Terpilih Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat memiliki luas 1200 ha. Hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan merupakan warisan turun-menurun dan mulai dikembangkan pada tahun 80-an. Luasan lahan yang dikelola petani bambu sebesar 1 ha. Jumlah tanaman contoh yang diambil sebanyak 9 batang bambu. Terdapat 3 petak contoh dengan intensitas sampling 0,1 (10%), tiap petak contoh diambil 3 batang bambu dewasa secara acak untuk mewakili ulangan yang selanjutnya akan dianalisis dilaboratorium ( Tabel 1).
4
Tabel 1. Karakteristik tanaman bambu talang (Schizostacyum brachycladum Kurz). No. Plot
Sampel Tebang
H (m)
DBH (cm)
Berat Basah (kg)
Batang Ranting +Daun 11,94 6,85 9,1 2,1 1 9,47 6,02 5,2 2 10,9 5,57 7 1,6 11,33 5,41 6 1,8 2 11,79 4,75 7 1,9 11.61 5,83 6,4 1,7 10,73 5,57 6,1 2 3 10.77 5,41 6,1 1,7 11,44 5,41 6 1,8 Rata-Rata 11,33 5,65 6,54 1,84 Keterangan : DBH = Diameter at Breast Height (Diameter Setinggi Dada) H = Tinggi Total 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Hasil pengukuran berat basah dan dimensi tanaman bambu talang dilakukan untuk memenuhi keperluan data dalam penyusunan persamaan model alometrik maupun penentuan biomassa dan cadangan karbon yang tersimpan pada bambu talang. Hasil pengukuran ini menunjukan bahwa diameter terkecil tanaman bambu sebesar 4,75 cm dan diameter terbesar adalah 6,85 cm. Pada diameter 4,75 cm memiliki tinggi total adalah 11,79 m, sedangkan diameter 6,85 cm memiliki tinggi total 11,94 m. Rataan diameter pada tanaman contoh yang ditebang yaitu 5,65 cm dan rataan tinggi total sebesar 11,33 m. Dari hasil pengukuran berat basah bagian-bagian tanaman bambu didapatkan berat basah total tertinggi yaitu 11,2 kg pada contoh tanaman 1 (satu) dengan diameter 6,85 cm dan berat basah total terendah terdapat pada contoh tanaman 2 (dua) sebesar 7,2 kg dengan diameter 6,02 cm. berat basah tiap bagian tanaman yang memiliki berat basah tertinggi terletak dibagian batang lalu diikuti bagian ranting + daun. Rataan berat basah bagian-bagian tanaman bambu yang dijadikan tanaman contoh yaitu batang sebesar 6,54 kg sedangkan ranting
Total Berat Basah (kg) 11,2 7,2 8,6 7,8 8,9 8,1 8,1 7,8 7,8 8,39
+ daun sebesar 1,84 kg. Rataan total dari tiap bagian tanaman yaitu sebesar 8,39 kg. Dapat dilihat bahwa berat basah masing-masing bagian tanaman bambu berbeda-beda. Hal ini terjadi dikarenakan kandungan komponen penyusun yang mengisi tiap bagian tanaman tersebut. Pada bagian batang bambu terdiri dari selulosa, lignin, pentose dan zat ekstraktif yang menyebabkan berat batang lebih tinggi dari ranting + daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gusmalina dan Sumadiwangsa (1988) bahwa pada batang bambu terkandung kadar selulosa bekisar antara 42,4%-53%, dan kadar lignin bambu berkisar antara 19,8%-26,6% sedangkan kadar pentosa bekisar antara 1,24% 1,24% dan kadar zar ekstraktif berkisar antara 4,5%-9,9%. Pada penelitian ini dilakukan inventarisasi terhadap tanaman bambu talang yang dilakukan dengan cara random sampling dengan ukuran masing-masing plot 20 m x 20 m. pada kegiatan inventarisasi menggunakan intensitas sampling sebesar 0,1 (10%). Tujuan inventarisasi ini untuk mendapatkan potensi biomassa dan massa karbon bambu talang di hutan rakyat bambu Desa Pertumbukan.
Tabel 2. Hasil inventarisasi bambu balang di hutan rakyat bambu Desa Pertumbukan No.Plot Total Total Rumpun Bambu Dewasa 1 23 36 2 25 39 3 30 41 Total 78 116 Ratarata 26 38 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah
5
total tanaman bambu talang dewasa terbesar terdapat pada plot 3 (tiga) yaitu sebanyak yaitu 41 batang bambu dewasa dengan jumlah rumpun 30 rumpun. Sedangkan pada plot 1 (dua) jumlah batang bambu lebih sedikit dibandingkan dengan plot 2 (dua) yaitu sebanyak Sifat Fisik dan Kimia Bagian Tanaman Bambu Talang Kadar Air Pada salah satu data lapangan yang dikumpulkan adalah data berat basah, maka dari itu diperlukan data kadar air yang diperoleh yang
36 batang bambu dewasa dengan jumlah rumpun sebanyak 23 rumpun. Hal ini disebabkan pada saat pada saat dilakukan inventarisasi telah dilakukan pemanenan bambu talang pada lokasi plot oleh petani bambu. didapatkan melalui proses laboratorium dan selanjutnya diubah menjadi data berat kering agar didapat nilai biomassa tanaman bambu talang. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium menunjukan variasi kadar air pada tiap bagian tanaman bambu talang yang terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Variasi rata-rata kadar air sampel tebang pada berbagai bagian tanaman bambu talang No Sampel Kadar Air % Tebang Batang Daun + Ranting 1 49.22 31.25 1 2 35.21 38.84 3 44.17 41.99 1 57.83 16.69 2 2 46.48 25.42 3 36.01 74.06 1 37.10 62.83 3 2 39.51 29.91 3 41.65 48.78 Rataan 43.02 41.08 Dapat dilihat bahwa bagian tanaman bambu talang yang memilki rata-rata kadar air tertinggi yakni bagian batang sebesar 43,02%. Pada bagian ranting + daun memiliki rata-rata kadar air sebesar 41,08%. Penyebab tingginya kadar air pada bagian batang bambu dipengaruhi oleh sel parenkim yang terdapat didalam batang bambu. Sel parenkim yang membentuk jaringan berfungsi menyimpan dan menahan air dan nutrisi pada batang. Menurut Liese (1992) tingginya kadar air bambu didukung oleh sel parenkim yang terdapat pada bambu, sekitar 50-60% parenkim, serat 40%. Pada penelitian Dransfield dan Widjaja (1995) menyatakan bahwa pada batang bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (pembuluh dan
sieve tubes). Parenkim dan sel penghubung lebih banyak ditemukan pada bagian dalam dari batang. Sedangkan serat lebih banyak ditemukan pada bagian luar. Kadar Zat Terbang Zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap dan hilang pada pemanasan 950 °C yang tersusun dari senyawa alifatik, terpena dan fenolik. Melalui pengujian laboratorium didapatkan salah satu sifat kimia bambu talang yaitu kadar zat terbang maka diperoleh data persentase rata-rata kadar zat terbang pada berbagai bagian tanaman bambu talang dengan hasil persentase rata-rata yang berbeda-beda yang disajikan pada Tabel 4.
6
Tabel 4. Variasi rata-rata kadar zat terbang pada berbagai bagian tanaman bambu talang No Sampel Zat Terbang % Tebang Batang Daun + Ranting 1
2
3 Rataan
1 2 3
33.81 31.88 34.28
61.27 59.46 58.42
1 2 3 1 2 3
34.28 35.86 34.43 36.08 34.23
62.30 63.25 62.56 62.30 60.81
33.15 34.22
60.86 61.25
Data dari hasil analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan persentase zat terbang terbesar terdapat pada ranting + daun yakni sebesar 61,25%. Rataan persentase kadar zat terbang pada bagian batang 34,22%. Persen kadar zat terbang pada batang lebih rendah dibandingkan kadar zat terbang bagian ranting + daun. Menurut Hilmi (2003), kadar zat terbang tertinggi yang ditemukan pada bagian daun diakibatkan oleh karena memiliki kadar zat terbang tertinggi karena daun tersusun atas klorofil a dan klorofil b dengan bobot molekul tinggi sehingga meningkatkan kadar abu pada proses karbonisasi.
terbang menunjukan hubungan terbalik terhadap kadar karbon. Semakin tinggi kadar karbon terikat dalam bagian tanaman, maka semakin rendah kadar abu dan zat terbang. Galat dalam penetapan kadar abu dapat disebabkan oleh hilangnya klorida logam alkali dan garam-garam amonia serta oksidasi tidak sempurna pada karbonat dari logam alkali tanah. Variasi rata-rata kadar abu pada setiap bagian tanman bambu talang disajikan dalam Tabel 5.
3. Kadar Abu Abu merupakan bagian yang tersisa dari proses pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur karbon lagi dan unsur utama abu adalah silika. Hasil kadar abu dan kadar zat Tabel 5. Variasi rata-rata kadar abu sampel tebang pada berbagai bagian tanaman bambu talang No Sampel Zat Abu % Tebang Batang Ranting + Daun 1 7.01 19.20 1 2 8.46 21.64 3 8.48 22.82 1 6.84 18.83 2 2 8.01 18.39 3 8.48 18.79 1 7.08 19.26 3 2 6.48 20.60 3 7.44 20.40 Rataan 7.59 19.99 Data dari hasil analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa, kadar abu yang terdapat pada bagian ranting +
daun dengan persentase rataan yakni 19,99%. Persentase rataan kadar abu pada bagian batang yaitu sebesar 7,59%. dapat dilihat bahwa
7
bagian batang memiliki kadar abu lebih kecil dari pada bagian ranting + daun karena pada bagian batang mengandung lebih sedikit bahan anorganik dibandingkan bagian lainnya. Penelitian ini, ranting + daun memiliki kadar abu terbesar karena daun mengandung lebih banyak bahan anorganik dibandingkan bagian anatomi tanaman lainnya. Persentase rataan kadar zat terbang dan kadar abu pada bagian ranting + daun yang besar menjadikan kadar karbon pada bagian batang lebih tinggi dibandingkan anatomi lainnya.
Kadar Karbon Pengukuran kadar karbon contoh uji tanaman bambu talang yang di dapat dari analisis laboratorium merupakan pengurangan dari 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu. Hasil dari pengukuran kadar karbon contoh uji tanaman bambu talang diketahui bahwa setiap bagian tanaman bambu talang memiliki persentase rata-rata kadar karbon yang berbedabeda seperti yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Variasi rata-rata kadar karbon sampel tebang pada berbagai bagian tanaman bambu talang No Sampel Kadar Karbon % Tebang Batang Raun + Daun 1 59.18 19.53 1 2 59.67 18.90
2
3
58.25
18.76
1
58.87
18.87
56.13
18.36
57.10
18.65
56.84
18.44
59.29
18.59
59.41 58.30
18.74 18.76
2 3 1
3
2 3
Rataan
Persentase rata-rata kadar karbon yang terdapat pada bagian batang, yaitu sebesar 58,30%. Persentase rata-rata kadar karbon pada bagian ranting + daun sebesar 18,76%. Nilai kadar karbon ditentukan oleh nilai kadar zat terbang dan kadar abu semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu pada suatu bagian tanaman maka kadar karbonnya semakin rendah. Pada batang memiliki kadar zat terbang dan zat terbang abu terendah dari bagian tanaman lainnya. kadar abu batang yakni 7,59% lalu ranting + daun 19,99%, sedangkan kadar zat terbang batang yakni 34,22% untuk daun+ranting 61,25%. oleh karena itu, Persentase rata-rata kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang bambu talang. Tingginya kadar karbon pada bagian batang disebabkan karena unsur karbon menurut Limbong (2009) merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang. Batang secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang penting dalam menduga potensi karbon tegakan dan banyak digunakan sebagai dasar perhitungan dalam pendugaan karbon. Ini erat
hubungannya dengan dimensi diameter (Dbh) sebagai indikator penting dalam kegiatan pengukuran dan perencanaan hutan. Hasil penelitian Muhdi (2012) di hutan alam tropika, Kalimantan Timur menyatakan rata-rata kadar karbon berdasarkan kelas diameter memiliki kadar karbon yang bervariasi, yakni kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 45,75%, dengan kisaran kadar karbon antara 40,29-53,12%. Rata-rata kadar karbon terkecil yakni pada daun sebesar 19,61%, dengan kisaran kadar karbon ratarata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan kadar abu yang tinggi. Selain itu, daun hanya mengandung sedikit bahan penyusun kayu sehingga kadar karbon tersimpan sedikit. Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin rendah. Selain itu, dilakukan pengujian beda nyata kadar karbon antara bagian-bagian tanaman bambu yang disajikan pada Tabel 7 dan 8. Pengujian yang dilakukan menggunakan uji lanjut berdasarkan uji lanjut Tukey HSD.
8
Tabel 7. Hasil tabel anova kadar karbon pada setiap bagian tanaman bambu talang Jumlah Kuadrat df Kuadrat Rata-Rata F Sig. Posisi 9382,579 2 4691,289 7345,432 0,000 Galat 15,328 24 0,639 Total 9397.907 26 Keterangan: Berbeda nyata (P<0,05) Pada Selang Kepercayaan 95% Anova dapat juga dipahami sebagai perluasan dari uji-t. teknik anova dan uji-t akan menghasilkan kesimpulan yang sama keduanya akan menolak atau menerima hipotesis nol. Berdasarkan tabel 7, tabel anova menunjukan nilai signifikan sebesar 0,000 (P<0,005) pada selang kepercayaan 95%. Hal ini menunjukan bahwa dapat dilakukan uji lanjut untuk menentukan perbedaan rata-rata kadar karbon pada setiap bagian tanaman. Uji lanjut yang digunakan adalah uji lanjut Tukey HSD karena uji lanjut ini umum digunakan dalam setiap percobaan dan juga sangat sederhana. Hasil uji beda rata-rata kadar karbon antar setiap bagian tanaman bambu talang disajikan pada tabel 8.
Berdasarkan uji beda rata-rata kadar karbon pada tiap bagian tanaman bambu talang dewasa menunjukkan hal yang berbeda nyata antara kadar karbon bagian batang dengan ranting + daun pada tanaman bambu talang (Schizostachyum brachycladum Kurz.) dengan signifikansi (P<0.05) pada selang kepercayaan 95%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa terdapat perbedaan yang cukup nyata antara persentase rata-rata kadar karbon bagian batang dengan ranting + daun, yaitu 58,30% dengan 18,76%. Biomassa Biomassa adalah besarnya materi organik yang terkandung dalam suatu tanaman yang dinyatakan dalam satuan berat kering. Biomassa dapat diukur dengan mengetahui berat total tanaman bambu talang atau volume bagianbagian tanaman, dan nilai kadar airnya. Biomassa disusun terutama oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari unsur karbon dioksida, hidrogen dan oksigen. Pada Tabel 9 menyajikan biomassa hasil pengukuran secara destruktif dengan penebangan 9 tanaman bambu talang dewasa.
Tabel 8. Hasil uji beda rata-rata radar rarbon pada petiap bagian tanaman bambu talang berdasarkan uji One Way Anova (Tukey HSD) Beda Signifikasi rata-rata Ranting Batang 39,544* 0,000 + daun Tukey HSD Ranting Batang -39,544* 0,000 + Daun Keterangan : * : Berbeda Nyata (P<0,05) Tabel 9. Variasi Rata-rata Biomassa Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Bambu Talang Sampel Batang Daun + Ranting Total Biomassa No (kg) Tebang BB (Kg) BK (kg) BB (Kg) BK (Kg) 1 1 9.1 6.10 2.1 1.6 7.70 2 5.2 3.85 2 1.44 5.29 3 7 4.86 1.6 1.13 5.98 2 1 6 3.80 1.8 1.54 5.34 2 7 4.78 1.9 1.51 6.29 3 6.4 4.71 1.7 0.98 5.68 3 1 6.1 4.45 2 1.23 5.68 2 6.1 4.37 1.7 1.31 5.68 3 6 4.24 1.8 1.21 5.44 Rataan 4.57 1.33 5.90 Keterangan : BB = Berat Basah BK = Berat Kering sebesar 1,33 kg sedangakan rataan total Berdasarkan perhitungan biomassa biomassa pada jumlah tiap bagian tanaman yang terdapat pada Tabel 9, memperlihatkan bambu yakni sebesar 5,90 kg. Berdasarkan bahwa jumlah rataan biomassa yang terdapat kandungan biomassa pada setiap bagian pada batang, sebesar 4,57 kg. Jumlah rataan tanaman yang ditebang (Tabel 9), jumlah rataan biomassa pada bagian ranting + daun yakni biomassa batang memiliki biomassa terbesar
9
dari bagian tanaman lainnya. Bagian batang memiliki jumlah rataan biomassa terbesar karena bagian batang memiliki zat penyusun kayu seperti selulosa, himiselulosa dan lignin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutasoit (2010) bahwa batang umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih banyak dibandingkan bagian tanaman lainnya. Sedangkan daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan struktur daun kurang padat, sehingga kurang berat.
Massa Karbon Massa karbon tanaman memiliki perbandingan lurus terhadap biomassa tanaman. Nilai massa karbon juga ditentukan oleh nilai kadar karbon tanaman atau tiap bagian tanaman dengan perkalian antara kadar karbon (%) dengan besarnya biomassa (kg) antar bagian tanaman bambu talang. Secara keseluruhan nilai massa karbon dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Variasi rata-rata massa karbon sampel tebang pada berbagai bagian tanaman bambu talang Massa Karbon (kg) Total Massa Sampel No Tebangan Batang Daun + Ranting Karbon (kg) 1 1 3.61 0.31 3.92 2 2.29 0.27 2.57 3 2.83 0.21 3.04 2 1 2.24 0.29 2.53 2 2.68 0.29 2.96 3 2.69 0.18 2.87 3 1 2.53 0.23 2.76 2 2.59 0.24 2.84 3 2.52 0.23 2.74 Rataan
2.66
0.25
2.91
Dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa jumlah rata-rata massa karbon pada bagian batang sebesar 2,66 kg. Nilai rata-rata bagian ranting + daun yakni sebesar sebesar 0,25 kg dengan total rataan massa karbon tanaman Menurut Hilmi (2003) tingginya massa karbon pada bagian batang disebabkan karena unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel batang. Bagian batang secara umum tersusun oleh selulola, hemiselulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. bambu talang yang ditebang sebesar 2,91 kg. dapat dilihat bahwa massa karbon terbesar terdapat pada bagian batang yakni sebesar 2,66 kg. Model Persamaan Biomassa dan Massa Karbon Tanaman Bambu Talang. Pengambilan sampel tanaman bambu talang yang dilakukan secara destruktif dengan menebang 9 tanaman bambu talang pada bambu dewasa telah menghasilkan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pada setiap bagian bambu talang. Persamaan yang diperoleh tersebut merupakan hubungan antara biomassa atau massa karbon pada tiap bagianbagian tanaman dengan diameter, ataupun tinggi total tanaman bambu talang. Model pendugaan
biomassa dan massa karbon ini menggunakan pendekatan diameter, dan tinggi hingga diperoleh suatu model terpilih. Model terbaik dari suatu persamaan yang menggunakan suatu variabel bebas tertentu akan dipilih untuk menduga biomassa dan massa karbon tanaman bambu talang. Model alometrik yang berhasil dibangun untuk menduga biomassa dan massa karbon bagianbagian tanaman bambu talang di Hutan Rakyat Bambu Desa Pertumbukan disajikan pada Tabel 11 dan 12.
10
Tabel 11. Model alometrik biomassa setiap bagian tanaman dan total biomassa dari setiap bagian tanaman bambu talang. Bagian Model Alometrik S P R-Sq (%) W = 33,157-10,496D+0,954D2 0,44 0,032* 68,4 0,653 W = 0,883D 0,61 0,13 29,6 Batang
W = 2,366+6,171e-005D2H
0,48
0,021*
55,7
W=
-5,461D0,682H0,006
0,45
0,036*
67
W=
11,457-3,551D-0,308D2
0,18
0,16
45,1
W=
1,019D0,055
0,22
0,70
2,2
1,148+5,033e-0,06D2H
W= W = 0,781D0,056H0 W = 44,614-14,047D+1,26D2 W = 1,902D0,708
0,22 0,24 0,30 0,66
0,61 0,92 0,002* 0,131
3,9 2,7 87,1 29,4
W = 3,514+6,674e-0,05D2H
0,53
0,022*
55,3
W = -4,680D0,738H0,006 0,51 0,048* Keterangan: W = Biomassa (kg) D = Diameter Setinggi Dada (Dbh) (cm) H = Tinggi Total (cm) P = Signifikansi R-sq = Koefisien Determinasi S = Standard Error * = Berbeda nyata (P 0.01-0.05) pada selang kepercayaan 95%
63,6
Ranting+Daun
Total Tanaman
Model allometrik biomassa dibangun untuk melakukan penaksiran besar biomassa setiap bagian tanaman dan total biomassa dari setiap bagian tanaman bambu talang. Model ini
menghubungkan antara biomassa batang, ranting + daun dengan dimensi tanaman seperti diameter (D), tinggi total (H).
Tabel 12. Model alometrik massa karbon dan total massa karbon dari setiap bagian tanaman bambu talang Bagian Model Alometrik S P R-Sq (%) C = 17,925-5,690D+0,524D2 0,24 0,019* 73,1 0,437 C = 0,199D 0,33 0,074 38,7 Batang C = 1,277+3,882e0,05D2H 0,25 0,009* 64,6 0,452 0,003 C = -3,243D H 0,25 0,025* 70,9 2 C = 2,187-0,687D+0,060D 0,03 0,14 47,5 Ranting+Daun
C = 0,145D0,018 C = 0,195+1,517e0,06D2H
0,04 0,04
0,51 0,61
6,3 15,4
C = 0,085D0,019H5,237
0,04
0,8
7,2
C= C = 0,344D0,455
0,21 0,34
0,008* 0,070
79,9 39,5
C = 1,472+4,034e0,05D2H
0,25
0,008*
65,6
20,159-6,390D+0,585D2
Total Tanaman
-3,158D0,471H0,003
C= 0,25 0,024* Keterangan: C = karbon (kg) D = Diameter Setinggi Dada (Dbh) (cm) H = Tinggi Total (cm) P = Signifikansi R-sq = Koefisien Determinasi S = Standard Error * = Berbeda nyata (P 0.01-0.05) pada selang kepercayaan 95% Model alometrik kandungan karbon dibangun untuk melakukan penaksiran besar kandungan karbon setiap bagian tanaman dan
71
total kandungan karbon dari setiap bagian tanaman bambu talang. Model ini menghubungkan antara kandungan karbon
11
batang, ranting + daun dengan dimensi tanaman seperti diameter (D), tinggi total (H). Berdasarkan Tabel 11 dan Tabel 12, model alometrik biomassa dan kandungan karbon yang telah dibentuk mengikuti fungsi regresi linier sederhana dengan menggunakan peubah bebas diameter (D) Y= a+ bD+ cD2. Pemilihan model allometrik terbaik dilakukan dengan menguji beberapa model. Model-model tersebut dibagi menjadi model yang menggunakan satu peubah bebas, yaitu diameter dan model yang menggunakan dua peubah bebas, yaitu diameter dan tinggi total. Berdasarkan kriteria statistik, model allometrik W = a+ bD+ cD2 adalah model yang terpilih untuk biomassa total dan total massa karbon tanaman, dapat dilihat bahwa model alometrik biomassa W = 44,614-14,047D+1,26D2 dan massa karbon C = 20,159-6,390D+0,585D2 memiliki performansi paling baik yang menghasilkan standard error (s) terkecil yaitu 0,3 untuk biomassa total tanaman dan dan 0,21 untuk massa karbon total tanaman R-Square terbesar yaitu 87,1% untuk biomassa total tanaman dan 79.9% untuk massa karbon total tanaman. Ini menandakan bahwa model tersebut memiliki kebaikan dalam pendugaan biomassa total tanaman dan massa karbon total tanaman. Hal ini dapat diartikan bahwa 87,1% dan 79,8% keragaman biomassa dan massa karbon total tanaman bambu talang dapat dijelaskan oleh pengaruh peubah bebas diameter, sedangkan sisanya sebesar 12,9% dan 20,1 % dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Bentuk model allometrik W = a+ bD+ cD2 yang terpilih untuk menduga biomassa total tanaman pada penelitian menggunakan satu peubah bebas yaitu diameter ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwitasari, (2011) menyatakan bahwa Persamaan alometrik menggunakan variabel bebas diameter dan tinggi tanaman didapatkan pada semua bagian tanaman. Namun demikian, pada prakteknya di lapangan, jika ketersediaan data tinggi tanaman tidak dapat dipenuhi, maka sebaiknya pendugaan biomassa dan massa karbon cukup menggunakan variabel bebas diameter tanaman saja. Pengukuran diameter lebih mudah dan akurat di lapangan jika dibandingkan dengan pengukuran variabel tinggi. Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Tanaman Bambu Talang (ton/ha). Model allometrik terbaik yang terpilih pada penelitian ini kemudian dikelola dan dihitung berdasarkan dimensi tanaman seperti
Setelah persamaan regresi yang terbentuk, sebaiknya juga harus ada pertimbangan mengenai kenormalan dari suatu nilai sisaan apakah terpenuhi sebagai salah satu asumsi model persamaan regresi tersebut dapat dipergunakan secara baik. Oleh karena itu, perlu dilihat apakah nilai sisaan dari model persamaan regresi menyebar normal atau tidak. Pada gambar 1 dan 2 dapat dilihat uji visual kenormalan sisaan persamaan regresi terbaik yang telah terbentuk.
W = 44.614-14.047D+1.26D2 Gambar 1. Visualisasi plot uji kenormalan sisaan model alometrik terpilih biomassa tanaman bambu talang
C = 20.195-6.390D+0.585D2
Gambar 2. Visualisasi plot uji kenormalan sisaan model alometrik terpilih massa Nilai sisaan dikatakan menyebar secara normal apabila antara nilai sisaan dengan probability normal-nya membentuk pola garis linier melalui pusat sumbu. Gambar 1 dan 2 dapat terlihat bahwa pola penyebaran data yang dihasilkan membentuk garis lurus, maka syarat data sisaan yang menyebar secara normal terpenuhi. diameter (D) untuk mendapatkan data potensi biomassa dan cadangan karbon pada Hutan Rakyat Bambu Desa Pertumbukan. Setelah hasil perhitungan untuk total biomassa dan cadangan karbon dalam satuan Kg diperoleh, maka hasil yang didapat dikonversi dalam satuan ton/ha.
12
Dari hasil inventarisasi bambu maka didapatkan potensi biomassa rata-rata dan cadangan karbon bambu rata-rata dari setiap rumpun bambu talang di Hutan Rakyat Bambu desa pertumbukan. Tabel 13. Biomassa rata-rata dan cadangan karbon rata-rata pada bambu talang dewasa setiap rumpun Rumpun
1 2 3 Rata-rata
Biomassa bambu kg/rumpun 7,51
Cadangan Karbon bambu kg/rumpun 2,72
15,03 22,53 15,02
5,44 8,16 5,44
Berdasarkan Tabel 13 biomassa bambu talang dalam satu rumpun adalah berkisar 7,51-22,53 kg/rumpun dengan rata-rata 15,02 kg/rumpun. Untuk cadangan karbon bambu talang dalam satu rumpun adalah berkisar 2,72-8,16 kg/rumpun dengan rata-rata 5,44 kg/rumpun.
Tabel 14. Potensi biomassa dan cadangan karbon bambu talang pada hutan rakyat bambu, Desa Pertumbukan (ton/ha) No. Plot Total Biomassa Total Biomassa Total Massa Karbon Total Massa Karbon (Kg) (ton/ha) (Kg) (ton C/ha) 1
216,01
5,4
105,43
2,63
2
235,91
5,89
111,69
2,79
3
250,68
6,26
121,50
3,03
Total
702,04
17,55
338,79
8,45
Rata-Rata 234,13 5,85 Rata-rata biomassa yang didapat pada penelitian ini adalah 5,85 ton/ha, sedangkan rata-rata massa karbon yang didapat adalah 2,82 ton C/ha. Cadangan karbon yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian Suprihatno. dkk (2012) terhadap bambu belangke (Gigantochloa pruriens), cadangan karbon pada bambu belangke (Gigantochloa pruriens), diperoleh sebesar 14 ton C/ha. Perbedaan perolehan cadangan karbon diduga karena karakteristik, dan umur bambu dari bambu yang diteliti. Menurut Simatupang (2013) Bambu belangke (Gigantochola pruriens) dimana batang pada bambu ini berwarna hijau kekuningkuningan, tingginya bisa mencapai 15 m, dengan
112,87 2,82 diameter 6-12 cm, tebal dinding batang 10 mm, sedangkan panjang ruas (jarak buku) bisa mencapai 40-60 cm. Sedangakan bambu talang tingginya hanya mencapai 11 m dengan diameter 4-6 cm dan tebal dinding relatif tipis < 10 mm, dan bambu yang dihitung hanya bambu dewasa saja. Bila dibandingkan dengan potensi cadangan karbon pada beberapa jenis tanaman yang tersaji pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa kemampuan menyerap karbonnya lebih tinggi dari tanaman bambu talang di Hutan Rakyat Bambu Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.
Tabel 15 . Potensi cadangan karbon pada beberapa jenis tanaman Tanaman Cadangan Karbon (ton C/ ha) Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 10,2 6 tahun Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens) 14 Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) 16,52
Sumber ICCTF (2013) Suprihatno dkk (2013) Wicaksono R.L (2013)
13
Data yang disajikan pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan cadangan karbon pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq), bambu belangke (Gigantochloa pruriens), dan bambu betung (Dendrocalamus asper Backer). Menurut Hutasoit (2010) perbedaan cadangan karbon pada setiap jenis tanaman disebabkan besarnya cadangan karbon diatas permukaan (above ground C-Stock) sangat ditentukan oleh jenis dan umur tanaman, keragaman dan keraptan tanaman kesuburan tanah, kondisi iklim, ketinggian tempat dari permukaan laut, lamanya lahan dimanfaatkan untuk penggunaan tertentu, serat pengolahannya. Bila dibandingkan dengan tingkat penyerapan CO2 antara hutan rakyat bambu dengan, maka rata-rata hutan alam dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi hutan rakyat bambu. Hanafi (2012) menyatakan bahwa mengenai cadangan karbon pada hutan alam, hutan alam mampu menyimpan cadangan karbon sebesar 7,5-191,08 ton/ha. Kemampuan menyimpan cadangan karbon lebih besar dari pada hutan rakyat bambu. Cadangan karbon yang dapat disimpan hutan alam 10 kali lebih besar dari vegetasi pada hutan rakyat bambu KESIMPULAN 1. Kandungan karbon pada setiap bagian tanaman Bambu Talang dewasa, yaitu pada batang sebesar 58,30%, dan ranting+daun sebesar 18,76%. 2. Persamaan alometrik yang berhasil dibangun biomassa tanaman bambu talang yaitu W = 44,61414,047D+1,26D2 sedangkan model penduga massa karbon total pada tanaman bambu talang adalah C = 20,195-6,390D+0,585D2. 3. Potensi biomassa dan cadangan karbon pada tanaman bambu talang di hutan rakyat bambu desa pertumbukan sebesar 5,85 ton/ha dan 2,82 ton C/ha.
DAFTAR PUSTAKA Asycarya. D. 2009. Hutan Rakyat Lestari Membantu Kurangi Dampak Perubahan Iklim. Jakarta : Press Release LEI Baharudin. 2013. Analisis Potensi tegakan bambu paring (Gigantochloa atter) sebagai
penyerap dan penyimpan karbon. Disertasi. Universitas Hasanudin. Makasar Dransfield. S. and E.A. Widjaja . 1995. Plant resources of South East Asia No 7. Bamboos. Prosea Foundation, Bogor. Gusmalina dan Sumadiwangsa S. 1988. Analisa Kimia Sepuluh Jenis Bambu Dari Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol.5 No.5. Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R. R., dan Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: dari tingkat lahan ke bentang lahan. Petunjuk praktis. Edisi kedua. Bogor, World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (UB), Malang, Indonesia. Hanafi,
N dan R. Biroum bernadianto. 2012.Pendugaan cadangan karbon pada sistem penggunaan lahan di areal PT. sikatan wana Raya. Universitas PGRI. Palangkaraya.
Haygreen,JG dan JL,Bowyer. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah; prawirohatmodjo S, Editor. Gadjah Mada. Yogyakarta. Hero. B dan Wardhana. H. 2011. Pendugaan Potensi Simpanan karbon. Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii jungh. Et de Vriese) KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Jurnal Silvikultur. Vol. 03 No.1. Hilmi, E. 2003. Model pendugaan kandungan karbon pada pohon kelompok jenis Rhizophora spp. Bruguierai spp dalam tegakan hutan mangrove di Indragiri Hilir Riau. [Disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hutasoit, A. 2013. Pendugaan Cadangan karbon pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau Kabupaten Langkat. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan Kiyoshi, M. 2002. Measurementof Biomass in Forest. JICA Jepang. Kyrklund B. 1990. The Potential of Forests and Forest Industry in Reducing Excess Atmospheric Carbon Dioxide. Unasylva 163 (41):32-47.
14
Liese W. 1992. The Structure of bamboo in relation to its properties and utilization . Bamboo and its use. International Symposium On Industrial Use Of Bamboo. Beijing, China. Limbong HDH. 2009. Potensi Karbon Tegakan Acacia Crassicarpa pada Lahan Gambut Bekas Terbakar. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muhdi. 2012. Meminimalkan Kehilangan Cadangan Massa Karbon Melalui Pemanenan Kayu Ramah Lingkungan di Hutan Alam Tropika Kalimantan Timur. Departemen Ilmu Kehutanan USU. Medan. Purwitasari, 2011. Model Persamaan alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia Mangium (Acacia mangium Wild.). IPB. Bogor. Simatupang, R.F. 2013. Nilai ekonomi dan konstribusi hutan rakyat bambu (bambusa sp) (studi kasus di Desa Telagah, Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan. Suprihatno, B. Rasoel, H., dan Bintal, A. 2012. Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Tanaman Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens). Journal of Environmental Science 6(1)
15