Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor
ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN HUJAN LEBAT DI AMBON TANGGAL 29 JULI 2016 PUTU PRADIATMA WAHYUDI*, NURHASTUTI ANJAR RANI Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jl. Perhubungan 1, No. 5, Komplek Meteorologi dan Geofisika, Pondok Betung, Bintaro, Tangerang Selatan Abstrak. Hujan merupakan endapan air yang jatuh ke permukaan bumi. Hujan sangat bermanfaat untuk melindungi diri kita dari kekeringan, menyuburkan tanaman, dan juga menjaga kualitas udara agar tetap bersih dan segar. Namun apabila hujan yang terjadi dalam intensitas yang berlebihan dan dalam kurun waktu yang lama tentu akan berdampak terjadinya banjir dan tanah longsor. Pada tanggal 29 Juli 2016 terjadi hujan dengan intensitas curah hujan mencapai 124.0 mm di Ambon dan 122.0 mm di Amahai. Hujan ini tergolong dalam cuaca ekstrem. Hujan di Ambon terjadi dari pagi hingga malam hari dari intensitas sedang hingga lebat. Pada penelitian ini penulis melakukan analisis cuaca saat hujan lebat di Ambon dengan menggunakan data regional dan data lokal serta analisis cuaca melalui citra satelit himawari-8 dengan tujuan mengetahui faktor yang menyebabkan kondisi ekstrem tersebut. Ditinjau dari kelembaban udara, tingkat kebasahan pada saat itu relatif tinggi. Kondisi udara di Kota Ambon cenderung labil yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan awan – awan konvektif. Berdasarkan pemantauan citra satelit himawari-8 menunjukkan bahwa pada saat itu terdapat gumpalan awan berwarna putih diatas Kota Ambon dan sekitarnya. Suhu puncak awan rendah saat itu sebesar -64.30C. Kata kunci : Hujan, awan cumulonimbus, analisis, himawari-8 Abstract. Rain is a sediment that falls into the surface of the earth. Showers are very beneficial to protect ourselves from drought, fertilize plants, and also maintain the quality of the air to keep them clean and fresh. However, if the rains that occur in the intensity of excess and over a period of time will have an impact of floods and landslides. On July 29, 2016 was raining with the intensity of the rainfall reached 124.0 mm and 122.0 mm in Ambon and Amahai. Rain is classified in extreme weather. Rain in Ambon occurred from morning till night of moderate to heavy intensity. In this study the authors analyze the weather during heavy rains in Ambon using data from regional and local data and analysis of weather through satellite imagery himawari-8 in order to know the factors that lead to such extreme conditions. Viewed from the air humidity, wetness at that level is relatively high. The air condition in the city of Ambon tend unstable that result in the growth of cloud – convective clouds. Based on the monitoring himawari-8 satellite imagery showed that at the moment there are white clouds above the city of Ambon. Low clouds peak temperature at the time of -64.300C. Keywords : Rain, cumulonimbus cloud, analyze, himawari-8
1. Pendahuluan Cuaca didefinisikan sebagai keadaan sesaat atmosfer ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor meteorolgi maupun faktor non meteorologi. Baik hubungan *
email :
[email protected]
Kode Artikel: FINS-03 ISSN: 2477-0477
Putu Pradiatma Wahyudi dkk.
antar unsur meteorologi dan hubungannya dengan unsur-unsur tak meteorologi sangat rumit, fungsi hubungannya umumnya tidak linier. (Suryadi, 1986). Indonesia merupakan negara maritim dengan jumlah pulau terbanyak di dunia. Terletak pada 60 LU – 100 LS dan 950 – 1450 BT dengan 70% wilayahnya adalah lautan membuat sistem cuaca dan iklim di benua maritim ini begitu kompleks. Pola cuaca dan iklim yang khas di masing-masing daerah memberikan keunikan tersendiri dalam cara pemahaman dan pembuatan prakiraan cuaca. Kejadian cuaca ekstrem seperti angin kencang, hujan deras, dan sebagainya turut memberi warna dalam dinamika cuaca dan iklim di Indonesia. Terpantau pada satelit himawari-8 terdapat gugusan awan berwarna putih. Warna putih tersebut menunjukkan bahwa kandungan uap air yang sangat banyak dan dapat diidentifikasi sebagai awan cumulonimbus. Awan cumulonimbus merupakan awan yang menjulang tinggi (awan konvektif). Awan ini memiliki dasar yang gelap dengan tinggi tidak lebih dari 600 m (2000 ft) di atas permukaan bumi. Puncak awan cumulonimbus dapat melewati tropopause dan mencapi ketinggian 12.000 m (39.000 ft). Awan cumulonimbus dapat menyebabkan terjadinya turbulensi, icing (bagi pesawat), presipitasi (seperti hujan, hail, dan salju), dan juga kejadian ekstrem seperti downdraft yang kuat, microburst atau puting beliung. Curah hujan adalah butirbutir air atau kristal es yang keluar dari awan. Bila curah hujan dapat mencapai bumi disebut hujan, apabila setelah keluar dari dasar awan namun tidak sampai ke bumi karena habis menguap segera setelah keluar dari dasar awan disebut vigra (Wirjohamidjojo dan Swarinoto, 2007). Hujan merupakan endapan air yang jatuh ke permukaan bumi. Hujan sangatlah bermanfaat bagi kehidupan dibumi seperti melindungi diri kita dari kekeringan, menyuburkan tanaman, dan juga menjaga kualitas udara agar tetap bersih dan segar. Namun apabila hujan yang terjadi dalam intensitas yang berlebihan dan dalam kurun waktu yang lama maka tentu dampaknya akan berbahaya bagi daerah yang rawan banjir dan tanah longsor. Salah satu daerah yang mengalami dampak dari hujan lebat ini adalah Ambon dan Amahai. Pada ummnya, syarat yang menyebabkan hujan lebat adalah durasi yang relatif singkat. Sedangkan curah hujan ringan dan sedang biasanya dikaitkan dengan pola cuaca yang menyebar luas dan durasi yang lebih lama. Karena itu durasi hujan pada umumnya berbanding terbalik dengan intensitasnya. (Tjasyono, 2007) Berdasarkan hasil pengamatan cuaca Stasiun Meteorologi Ambon dan Stasiun Meteorologi Amahai pada tanggal 29 Juli 2016 terjadi hujan dengan intensitas curah hujan mencapai 124.0 mm/hari di Ambon dan 122.0 mm/hari di Amahai. Hujan dengan intensitas lebat ini tergolong cuaca ekstrem. Berdasarkan perarutan KBMKG No. 009 tahun 2010 tentang cuaca ekstrem, kondisi cuaca dikatakan ekstrem apabila suhu permukaan ≥ 35.0oC, kecepatan angin ≥ 25 knot, dan curah hujan per hari ≥ 100 mm. Berdasarkan informasi media massa hujan lebat ini mengakibatkan sejumlah wilayah di Ambon terendam banjir serta terjadi peningkatan volume air di sejumlah sungai. Salah satu pemukiman warga yang menjadi langganan tetap banjir adalah kampung Urimessing di jalan Diponegoro. Ketinggian air di pemukiman itu mencapai lutut orang dewasa hingga memasuki beberapa rumah warga. Melihat kejadian ini, penulis melakukan penelitian untuk mengkaji kejadian hujan lebat yang berdampak banjir pada tanggal 29 Juli 2016 di Ambon dengan menggunakan data lokal, data regional dan satelit himawari-8. 86
Analisis Kondisi Atmosfer Pada Kejadian Hujan Lebat Di Ambon Tanggal 29 Juli 2016.
Satelit himawari-8 merupakan satelit pengembangan dari satelit MTSAT-2. Satelit ini dikembangkan oleh Japan Meteorology Agency (JMA) yang diluncurkan pada tahun 2014 dan mulai dioperasionalkan tahun 2015. Keadaan cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh jenis massa udara yang terdapat disekitar wilayah Indonesia dan karena itu perlu mengetahui pola tekanan udara yang ada di Asia dan Australia, pola tekanan udara ini dimanfaatkan untuk mengetahui dari mana sumber massa udara yang memasuki wilayah Indonesia. Tekanan udara juga dapat dipakai untuk memantau monsoon Asia maupun Australia. Indeks monsoon dapat dikenali dengan perbedaan tekanan udara di Cina dengan Hongkong serta perbedaan antara Darwin dengan Jakarta atau dengan Perth. (Zakir, 2009). 2. Metode Penelitian 2.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Ambon yang terletak di provinsi Maluku. Secara astronomis Ambon terletak antara 3 – 40 LS dan 128 – 1290 BT. Kota Ambon berbatasan dengan laut banda disebelah selatan dan Kabupaten Maluku Tengah disebelah timur. 2.2 Metode penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis skala regional dan skala lokal. Analisis skala regional mamanfaatkan data analisis angin streamline. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi wilayah pertemuan angin (konvergensi) dan wilayah belokan angin (shearline) yang memiliki potensi cukup besar sebagai wilayah tumbuhnya awan – awan konvektif. Analisis lokal meliputi analisis keadaan cuaca permukaan berdasarkan data observasi Stasiun Meteorologi Ambon serta analisis udara atas untuk mengetahui labilitas atmosfer pada wilayah penelitian. Selain itu dilakukan juga analisis citra satelit himawari 8 pada saat hujan lebat di Ambon sebagai data pendukung untuk mengetahui kondisi real time atmosfer pada hari tersebut. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Analisis Regional Analisis angin streamline Berdasarkan analisis streamline pada pukul 00.00 UTC terlihat pola belokan angin (shearline) di wilayah Sulawesi bagian utara sedangkan pada pukul 12.00 UTC terlihat pola shearline di daerah Ambon. Di daerah shearline pada umumnya kecepatan angin melambat yang diikuti dengan berbeloknya arah angin. Dampak dari adanya pola ini menyebabkan terjadinya penumpukan massa udara di sekitar wilayah tersebut yang mengakibatkan tingginya potensi terjadinya pertumbuhan awan – awan konvektif.
87
Putu Pradiatma Wahyudi dkk.
Gambar 1. Angin Streamline pada tanggal 29 Juli 2016 jam 00 UTC (kiri) dan 12 UTC (kanan)
3.2 Analisis Lokal Analisis Cuaca Permukaan Berdasarkan data dibawah ini dapat diketahui bahwa jumlah curah hujan pada tanggal 29 Juli 2016 di Ambon sebesar 124.0 mm dan di Amahai sebesar 122.0 mm. Jumlah curah hujan lebih besar dari 100mm/hari sehingga tergolong sebagai kejadian cuaca ekstrem.
Gambar 2. Curah hujan pada tanggal 29 Juli 2016
Berdasarkan grafik curah hujan per 3 jam dari stasiun meteorologi Ambon terlihat grafik curah hujan yang terjadi di Ambon sangat intens. Curah hujan ini mencapai 124 mm/hari. Pada pukul 18.00 UTC curah hujan mencapai 30 mm. Hujan yang dimulai dari siang hari hingga malam hari merupakan hasil dari konveksi yang menyebabkan tumbuhya awan jenis konvektif.
Gambar 3. Curah hujan per tiga jam pada tanggal 29 Juli 2016
88
Analisis Kondisi Atmosfer Pada Kejadian Hujan Lebat Di Ambon Tanggal 29 Juli 2016.
Analisis Suhu dan Titik Embun Berdasarkan analisis grafik suhu dan titik embun daerah Ambon terlihat profil suhu dan titik embun sangat rapat sejak pukul 04.00 UTC hingga pukul 23.00 UTC. Pagi hari terjadi penurunan suhu secara signifikan dari 26.30C menjadi 23.90C pada pukul 04.00 UTC. Hal tersebut mengindikasi terjadinya perubahan kondisi cuaca yang memburuk. Sedangkan pada pukul 14.00 UTC hingga 23.00 UTC terlihat profil suhu dan titik embun hampir segaris. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa keadaan atmosfer di daerah Ambon cenderung basah sejak siang hingga malam hari.
Gambar 4. Data sinoptik suhu dan titik embun daerah Ambon pada tanggal 29 Juli 2016
Analisis Kelembaban Udara Dari hasil analisis grafik kelembaban udara dapat diketahui bahwa nilai kelembaban udara pada pagi hari 80.6% dan mengalami kenaikan hingga mencapai nilai 97.6oC pada pukul 05.00 UTC. Nilai kelembaban udara bertahan diatas 90% hingga malam hari, yaitu berkisar antara 99.2% sampai dengan 100%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebasahan atmosfer di daerah Ambon sangat tinggi pada hari tersebut yang mengindikasikan terjadinya kondisi cuaca buruk.
Gambar 5. Kelembaban Udara daerah Ambon pada tanggal 29 Juli 2016
89
Putu Pradiatma Wahyudi dkk.
Analisis Udara Atas Berdasarkan analisis kondisi udara atas pada pukul 00.00 UTC diketahui kondisi atmosfer relatif normal yang ditandai dengan grafik suhu dan titik embun yang tidak terlalu rapat sedangkan pukul 12.00 UTC keadaan atmosfer cenderung basah yang ditandai dengan profil vertical suhu dan titik embun yang lebih rapat.
Gambar 6. Hasil pengamatan udara atas pada tanggal 29 Juli 2016 jam 00.00 UTC (kiri) dan 12.00 UTC (kanan) di Ambon
Berdasarkan pengamatan udara atas pada tanggal 29 Juli 2016 tercatat nilai Total Total Indeks pada jam 00.00 UTC sebesar 39.80 dan pada jam 12.00 UTC sebesar 41.90 yang menunjukkan bahwa konvektif lemah. Lifted Indeks pada jam 00.00 UTC sebesar -0.46 dan pada jam 12.00 UTC sebesar -0.72 yang menunjukkan bahwa rendahnya potensi terjadinya petir. K Indeks pada jam 00.00 UTC sebesar 33.00 dan meningkat pada jam 12.00 UTC sebesar 34.20 yang menunjukkan bahwa adanya potensi terjadinya konveksi dan kemungkinan terjadinya thunderstorm sebesar 60–80 %. SWEAT Indeks jam 00.00 UTC sebesar 219.7 dan meningkat pada jam 12.00 UTC, yaitu sebesar 224.7 yang menunjukkan bahwa adanya energi konvetif tidak terlalu kuat. Sedangkan nilai CAPE sangat rendah pada jam 00.00 UTC dan 12.00 UTC yang menunjukkan bahwa lemahnya energi konvektif. Tabel 1. Indeks labilitas udara pada tanggal 29 Juli 2016 di Ambon No 1 2 3 4 5
Indeks Total Total Indeks Lifted Indeks K Indeks SWEAT Indeks
00.00 UTC 39.80 -0.46 33.00 219.7
12.00 UTC 41.90 -0.72 34.20 224.7
CAPE
205.4
165.8
90
Analisis Kondisi Atmosfer Pada Kejadian Hujan Lebat Di Ambon Tanggal 29 Juli 2016.
Analisis Citra Satelit Berdasarkan analisis time series citra satelit himawari 8 dapat dilihat suhu puncak awan dibawah -40 oC sejak pukul 00.00 UTC hingga pukul 11.00 UTC, suhu awan terendah mencapai -64.3 oC yang terjadi pada pukul 05.00 UTC. Suhu puncak awan yang rendah tersebut mengindikasikan adanya tutupan awan konvektif yang berpotensi menyebabkan hujan lebat pada saat itu. Suhu puncak awan mengalami peningkatan secara teratur sejak pukul 12.00 UTC hingga pukul 17.00 UTC lalu mengalami penurunan suhu kembali hingga pukul 23.00 UTC. Dari data kontur suhu puncak awan rendah di daerah Ambon terdapat inti awan dengan suhu -64.3oC yang diindikasikan sebagai awan cumulonimbus. Adanya awan cumulonimbus diatas kota Ambon ini berpotensi menyebabkan hujan lebat.
Gambar 7. Analisis time series suhu puncak awan (kiri) dan kontur suhu puncak awan rendah (kanan) pada tanggal 29 Juli 2016
Berdasarkan kanal infrared pada satelit himawari-8 terlihat gugusan awan berwarna putih terang di sekitar daerah Ambon. Warna putih tersebut menunjukkan kandungan uap air yang sangat banyak. Awan ini terindikasi sebagai awan cumulonimbus yang dapat menghasilkan curah hujan dengan intensitas yang lebat. Awan cumulonimbus dapat menghasilkan downdraft yang kuat.
91
Putu Pradiatma Wahyudi dkk.
92
Analisis Kondisi Atmosfer Pada Kejadian Hujan Lebat Di Ambon Tanggal 29 Juli 2016.
Gambar 8. Gugusan awan per jam pada kanal infrared satelit himawari-8
4. Kesimpulan Adanya daerah belokan angin (shearline) di wilayah Sulawesi bagian utara dan Ambon menyebabkan kecepatan angin melambat dan mengakibatkan terjadinya penumpukan massa udara di daerah tersebut. Dampak dari adanya kondisi tersebut dapat meningkatkan potensi terjadinya pertumbuhan awan – awan konvektif. Proses pertumbuhan awan tersebut didukung dengan adanya kondisi kebasahan atmosfer yang sangat tinggi di wilayah Ambon. Kejadian cuaca buruk tersebut ditandai dengan adanya penurunan suhu udara yang signifikan dimulai dari pagi hari sekitar 26.30C menjadi 23.90C pada pukul 04.00 UTC. Berdasarkan pengamatan udara atas pada tanggal 29 Juli 2016 jam 00.00 UTC dan 12.00 UTC menunjukkan bahwa adanya potensi kejadian konveksi dan kemungkinan terjadinya thunderstorm sebesar 60–80 %. Dilihat dari analisis time series dan kanal infrared citra satelit himawari 8 dapat diketahui bahwa terdapat pertumbuhan awan yang diidentifikasi sebagi awan cumulonimbus di wilayah Ambon dan sekitarnya sejak pukul 00.00 UTC hingga pukul 11.00 UTC. Awan Cumulonimbus ini ditandai dengan warna putih yang pekat yang menunjukkan bahwa awan tersebut mengandung banyak uap air. Adanya awan cumulonimbus diatas kota Ambon ini berpotensi menyebabkan hujan lebat. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Stasiun Meteorologi Ambon dan Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang telah memfasilitasi dalam pembuatan tulisan ini. Penulis berharap tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Daftar Pustaka 1. Wirjohamidjojo, S dan Swarinoto, Y. S., 2007, Praktek Meteorologi Pertanian, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. 2. Tjasyono, B dan Harijono. 2007, Meteorologi Indonesia Volume II, Awan dan Hujan Monsun, Badan Meteorlogi dan Geofisika, Jakarta 3. BMKG. 2010, KEP.009 Tahun 2010 Tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim. BMKG Jakarta. 4. Bureau of Meteorology Australian Government. http://www.bom.gov.au/australia/charts/archive/index.shtml. Diakses pada tanggal 9 November 2016, pukul 12.05 wib. 93
Putu Pradiatma Wahyudi dkk.
5. Zakir, Achmad., 2009. Analisa dan Metode Prakiraan Cuaca. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Meteorologi dan Geofisika.
94