ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN KINERJA PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (Kasus: Program CSR BNI 46 ‘Kampoeng BNI’ Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah)
AISYAH WARA KHALEDA I34130018
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN KINERJA PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (Kasus: Program CSR BNI 46 ‘Kampoeng BNI’ Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017
Aisyah Wara Khaleda NIM I34130018
ii
ABSTRAK AISYAH WARA KHALEDA. Analisis Hubungan Karakteristik dan Kinerja Program Corporate Social Responsibility terhadap Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Program CSR BNI 46 ‘Kampoeng BNI’ Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah). Di bawah bimbingan MAHMUDI SIWI Program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan wujud komitmen korporasi dalam mengurangi dampak dari aktivitas bisnis perusahaannya. Perbedaan mendasar dari program CSR yang dilaksanakan oleh BUMN dan perusahaan swasta adalah terdapatnya instrumen pemaksa berupa kebijakan pemerintah. Peraturan Menteri BUMN telah mengatur program CSR BUMN berupa Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Program Kemitraan oleh BUMN dilaksanakan dengan bermitra bersama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Program kemitraan dengan UMKM diharapkan dapat mengembangkan ekonomi lokal sehingga dapat terwujud kemandirian ekonomi lokal. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan karakteristik CSR dengan tingkat kinerja CSR, dan hubungan tingkat kinerja CSR terhadap pengembangan ekonomi lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode sensus di dukung dengan data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik CSR dengan tingkat kinerja CSR, dan terdapat hubungan antara tingkat kinerja CSR dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Kata Kunci: CSR, kinerja, karakteristik, pengembangan ekonomi lokal. ABSTRACT AISYAH WARA KHALEDA. Analysis the Relation of Performance and Characteristic of CSR to Local Economic Development. Supervised by MAHMUDI SIWI CSR program as a commitment of corporation to reduce the impact of their business activities. The difference of CSR program implemented by State Owned Enterprises and private corporations is a policies from government for the State Owned Enterprises. The regulation from State Owned Enterprises Minister had arrange the partnership program and environmental care. The partnership program by State Owned Enterprise implemented by partnering with Micro, Small, Medium Enterprises. Partnership program with micro, small, medium enterprises expected to reached the local economy sovereignty. The purpose of this research is to anlyze the relation between characteristic of CSR and performance of CSR, and the relation between performance of CSR and local economic development. Quantitative approach used in this research with sensus method supported by qualitative data. The result of this research shown that there is relation between characteristic of CSR and performance of CSR, and there is relation between performance of CSR and local economic development. Keywords: characteristic, CSR, local economic development, performance.
iii
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN KINERJA PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (Kasus: Program CSR BNI 46 ‘Kampoeng BNI’ Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah)
AISYAH WARA KHALEDA I34130018
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Karakteristik dan Kinerja Program Corporate Social Responsibility terhadap Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Program CSR BNI 46 ‘Kampoeng BNI’ Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah)” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Mahmudi Siwi, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, kritik dan koreksi selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Bambang Soekwanto dan Ibu Ratih Tjahyaningsih selaku orangtua, serta Mas Ryan Hutomo Suhardi yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini, dan seluruh keluarga Ervan Soemantri serta keluarga Kamalhoedi. 3. Responden peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, masyarakat Desa Babagan, keluarga Ibu Win, dan Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan PT BNI 46, Mas Danu dan Pak Iwan. 4. Para sahabat, Naima Eren Jasmine, Falah Muthiah, Prajna Agnisa Hapsari, Anisyah Kusumawati, Shahnaz Fairuz Balqis, Narendra Sabila Garin, Fildzah Imas Maulidina, Isa Puspita Sari, Dwi Novita Sari, Reny Rosita, Krisma Shandy K, Dimas Surya Dirgantara, seluruh anggota Beskem Foundation, dan teman-teman yang selama beberapa tahun ini selalu memberikan dukungan kepada penulis. 5. Rekan-rekan di BEM TPB 2014, BEM KM 2015, BEM KM 2016, Komunitas Penerima Beasiswa Bank Indonesia, GenBI IPB dan GenBI Nusantara yang senantiasa memotivasi dan mengajarkan banyak hal yang tidak didapat di bangku kuliah kepada penulis. 6. Kepada mahasiswa Departemen SKPM seluruh angkatan, khususnya SKPM 50 yang menemani dalam proses perkuliahan dan memberikan banyak kenangan serta pengalaman berharga selama tiga tahun ini. Penulis mengetahui bahwa skripsi ini belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Bogor, Januari 2017 Aisyah Wara Khaleda
v
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4 Tujuan..................................................................................................................... 5 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 5
PENDEKATAN TEORITIS .............................................................................. 7 Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 7 Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) ....................................................... 7 Sejarah CSR ............................................................................................................ 7 Pembangunan Berkelanjutan dan Definisi CSR........................................................ 9 Dimensi CSR ........................................................................................................ 11 Jenis CSR .............................................................................................................. 12 Kinerja CSR .......................................................................................................... 13 Karakteristik CSR ................................................................................................. 14 Pengembangan Ekonomi Lokal ............................................................................. 15 Definisi Pengembangan Ekonomi Lokal ................................................................ 15 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal................................................................. 18 Peran CSR dalam Pengembangan Ekonomi Lokal ................................................. 19 Kerangka Pemikiran .............................................................................................. 20 Hipotesis ............................................................................................................... 23
METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 25 Pendekatan dan Metode Penelitian ......................................................................... 25 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................. 25 Teknik Pemilihan Responden dan Informan ........................................................... 26 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 26 Teknik Pengolahan Data ........................................................................................ 27 Definisi Operasional .............................................................................................. 28
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN............................................. 37 Gambaran Umum Desa Babagan, Kecamatan Lasem ............................................. 37 Kondisi Demografi dan Ketenagakerjaan ............................................................... 38 Kondisi Pendidikan ............................................................................................... 39
vi Profil Pelaksanaan CSR BNI ................................................................................. 40 Program Kemitraan BNI 46 ................................................................................... 41 Gambaran Responden Penelitian ........................................................................... 42
KARAKTERISTIK CSR KAMPOENG BNI ................................................. 49 Motivasi ................................................................................................................ 49 Misi ...................................................................................................................... 50 Pengelolaan ........................................................................................................... 50 Pengorganisasian................................................................................................... 51 Penerima Manfaat ................................................................................................. 52 Kontribusi ............................................................................................................. 52 Karakteristik CSR ................................................................................................. 53
KINERJA CSR KAMPOENG BNI BATIK TULIS LASEM ........................ 57 Tingkat Manfaat Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem ............................... 57 Tingkat Kesesuaian Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem........................... 58 Tingkat Keberlanjutan Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem ...................... 59 Tingkat Pemberdayaan Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem...................... 60 Tingkat Partisipasi Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem ............................ 61 Tingkat Kinerja Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem ............................................... 61
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL...................................................... 63 Tingkat Kesejahteraan ........................................................................................... 63 Tingkat Perkembangan Usaha ............................................................................... 64 Peluang Kerja ........................................................................................................ 67 Pengembangan Keterampilan ................................................................................ 67
HUBUNGAN KARAKTERISTIK CSR DAN KINERJA CSR TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL ................................................... 71 Hubungan Karakteristik CSR dengan Kinerja CSR ................................................ 71 Hubungan Kinerja CSR dengan Pengembangan Ekonomi Lokal ............................ 72
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 79 SIMPULAN .......................................................................................................... 79 SARAN ................................................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 81 LAMPIRAN ..................................................................................................... 85 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 94
vii DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Lima dimensi dalam Corporate Social Responsibility (Dahlsrud 2006) Karakteristik dan tahap-tahap tanggung jawab sosial perusahaan Keterkaitan Indikator GRI G4 dan ISO 26000 Analisis manfaat peminjaman modal untuk industri kecil pada pengembangan ekonomi lokal Jenis data dan teknik pengumpulan data Definisi Operasional Karakteristik CSR Definisi Operasional Kinerja CSR Definisi Operasional Tingkat Pengembangan Ekonomi Lokal Luas dan presentase lahan menurut tata guna lahan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2016 Jumlah sarana dan prasarana Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2016 Jumlah sarana ibadah Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2016 Jumlah dan persentase penduduk Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah menurut usia tahun 2016 Jumlah dan persentase penduduk Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah menurut mata pencaharian tahun 2016 Sarana pendidikan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2016 Jumlah dan persentase penduduk Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah menurut tingkat pendidikan tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah dan persentase responden berdasarkan golongan usia di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status perkawinan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status dalam rumah tangga di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tahun bergabung dengan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah dan persentase responden yang mengakses kegiatan dan bantuan dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah 2017 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah kegiatan atau bantuan yang diakses peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah periode memperoleh kredit permodalan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017
12 16 17 18 27 28 31 33 37 37 38 38 39 39 40 43 43 43 44 44 44 45 45 46 46
viii 26 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan motivasi di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 27 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan misi di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 28 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan pengelolaan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 29 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan pengorganisasian di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 30 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan penerima manfaat di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 31 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan kontribusi di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 32 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 33 Tingkat manfaat program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 34 Tingkat kesesuaian program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 35 Tingkat keberlanjutan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 36 Tingkat pemberdayaan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 37 Tingkat partisipasi program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahu 2017 38 Tingkat kinerja program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 39 Jumlah dan persentase responden berdasarkan taraf hidup di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 40 Perubahan modal usaha batik tulis sebelum dan sesudah bergabung program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 41 Perubahan jumlah kain batik yang dihasilkan setiap bulan oleh peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 42 Perubahan besaran keuntungan yang diperoleh setiap bulan oleh peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 43 Perubahan jumlah tenaga kerja usaha batik tulis peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 44 Tingkat perkembangan usaha batik tulis peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 45 Tingkat peluang kerja yang dirasakan peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017
49 50 50 51 52 53 53 57 58 59 60 61 62 63 65 65 66 66 66 67
ix 46 Tingkat pengembangan keterampilan yang dirasakan peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 47 Tingkat pengembangan ekonomi lokal pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 48 Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik CSR dengan kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 49 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat kesejahteraan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 50 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat perkembangan usaha di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 51 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat peluang kerja di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 52 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat pengembangan keterampilan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 53 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017
68 68 71 72 73 74 75 76
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Model mutakhir pembangunan berkelanjutan Kerangka analisis penelitian
Gapura Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem Showroom Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem Proses nembok
Wawancara responden
9 23 86 86 87 87
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta kecamatan Lasem ............................................................................................... 87 2 Dokumentasi penelitian .............................................................................................. 88 3 Tulisan tematik .......................................................................................................... 90
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini merupakan suatu tren dalam bisnis di Indonesia. Disamping itu, CSR juga menjadi suatu kewajiban bagi sebuah korporat untuk diimplementasikan di lingkungan sekitar perusahaannya. Penerapan CSR di Indonesia masih mengalami berbagai permasalahan karena adanya perbedaan pemahaman. Menurut Fajar (2010), persoalan dalam penerapan CSR di Indonesia terletak pada ranah pengaturan, dan sumber pembiayaan untuk pelaksanaan CSR. Ketidakjelasan definisi menyebabkan masalah pengaturan CSR dalam UndangUndang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta kesulitan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum. Problematika tentang pembiayaan CSR terkait perdebatan mengenai pendanaan CSR bagian dari anggaran operasional perusahaan, pembiayaan CSR lebih adil jika diambil dari sebagian keuntungan perusahaan, serta insentif pajak bagi perusahaan yang melaksanakan CSR. Salah satu bentuk terpenting dari CSR yang sering diterapkan di Indonesia adalah community development. Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang (Daniri 2009). Sedikitnya ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu (Saidi dan Abidin 2004): (1) keterlibatan langsung, dimana perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara; (2) melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan; (3) Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya; dan (4) mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium, dimana dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Badan usaha milik negara (BUMN) merupakan perusahaan yang dimiliki pemerintah dengan tujuan utama pembentukannya adalah untuk mengelola kekayaan negara untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. BUMN sebagai korporasi dituntut untuk memberikan kontribusi nyata terhadap masyarakat sekitarnya. Peraturan Menteri Negara BUMN mengeluarkan aturan mengenai pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh BUMN tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan program Bina Lingkungan (disingkat PKBL) yang telah mulai diberlakukan untuk tahun buku 2007 dan ditetapkan pada tanggal 27 April 2007 (Ferdian 2008). Dasar hukum PKBL adalah Peraturan Menteri BUMN No. 4 Tahun 2007, bahwa setiap BUMN wajib membentuk unit kerja khusus yang menangani langsung masalah
2
pembinaan dan pemberdayaan masyarakat dimana besaran alokasi PKBL tersebut bernilai 2 persen dari laba bersih (Kartini 2009). BUMN yang memiliki aturan lebih ketat mengakibatkan kinerja CSR perusahaan BUMN menjadi lebih baik dibandingkan dengan perusahaan swasta yang belum memiliki aturan yang lebih jelas dan tegas mengenai pelaksanaan CSR. Pertengahan tahun 2007 pemerintah mengeluarkan aturan yang lebih jelas mengenai kewajiban pelaksanaan CSR oleh perseroan terbatas terutama yang berhubungan dengan sumber daya alam yaitu UU No. 40 Tahun 2007. Ketentuan mengenai pelaksanaan CSR tercantum dalam Pasal 66 Ayat (2) bagian C dan Pasal 74. Pasal 66 Ayat (2) bagian C menyebutkan bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, Perseroan Terbatas juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pasal 74 menjelaskan kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam (Mulia 2010). Kampoeng BNI merupakan program kemitraan Bank Nasional Indonesia (BNI) yang diinisasi sejak tahun 2007. BNI mengklaim dalam laporan berkelanjutan tahun 2015 bahwa program Kampoeng BNI adalah pelopor program kepedulian masyarakat yang terintegrasi dengan proses bisnis dan sudah diselenggarakan di 21 daerah. Kampoeng BNI berperan mengembangkan pemberdayaan masyarakat dan potensi ekonomi di setiap daerah berbasis potensi sumber daya lokal. Salah satu daerah yang menjadi mitra BNI 46 dalam program Kampoeng BNI adalah Lasem yang berkontribusi dalam pemberdayaan usaha batik tulis bagi masyarakat lokal. Terdapat sedikitnya 101 mitra binaan BNI di Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang mendapatkan bantuan kredit usaha rakyat (KUR) dan kredit kemitraan senilai lebih dari 2,1 miliar rupiah. Implementasi PKBL dalam bentuk Kampoeng BNI di Lasem dimulai pada tahun 2012. Sebelumnya, BNI 46 telah memberikan pelatihan membatik untuk masyarakat Lasem secara keseluruhan di Balai Desa Babagan pada tahun 2010. Bersamaan dengan penyelenggaraan pelatihan membatik, BNI 46 juga memberikan bantuan berupa bahan dan alat produksi kepada setiap individu peserta pelatihan. Kemudian pada tahun 2012 atas inisiasi BNI Kantor Cabang Pati, program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dimulai dengan memberikan kredit permodalan kepada 11 orang subyek penerima program di Desa Babagan. Subyek penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Sumber Rejeki. Seiring dengan berjalannya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, semakin banyak mitra yang bergabung pada tahun-tahun berikutnya. Besaran kredit permodalan yang diterima oleh masing-masing subyek penerima program bervariasi, mulai lima juta rupiah hingga ratusan juta rupiah. Besaran kredit ini ditentukan oleh setiap subyek penerima program dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan skala usaha batiknya serta berdiskusi dengan ketua kelompok. Selain kredit permodalan yang diterima secara individu, kredit ini dapat pula diterima per kelompok yang lebih kecil sebagai bagian dari KUB Sumber Rejeki. Apabila kredit permodalan diajukan oleh kelompok, hanya nama ketua yang diajukan ke BNI KC Pati untuk akses terhadap kredit permodalan. Jumlah anggota kelompok lebih kecil ini bervariasi, dengan besaran kredit
3 bervariasi pula. Umumnya anggota kelompok berjumlah empat hingga delapan orang, dengan besaran kredit 30 juta rupiah hingga 60 juta rupiah. Sebelum program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dilaksanakan, mayoritas pengusaha batik tulis di Lasem adalah etnis tionghoa, sementara masyarakat pribumi bekerja sebagai buruh batik di usaha-usaha batik tulis milik etnis tionghoa. Setelah bergabung dengan BNI 46 sebagai mitra dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, masyarakat pribumi mulai berhenti bekerja sebagai buruh batik untuk mendirikan usaha batik tulisnya sendiri. Pada awalnya, tidak banyak masyarakat pribumi yang berhenti bekerja sebagai buruh batik untuk memulai usaha batik sendiri karena beberapa proses membatik yang dirahasiakan oleh etnis tionghoa cara pengerjaannya. BNI 46 kemudian membantu masyarakat pribumi yang ingin memiliki usaha batik sendiri untuk belajar mengenai proses pewarnaan dari sentra usaha batik di kabupaten lain, seperti di Pekalongan. Ketika usaha-usaha batik milik masyarakat pribumi semakin besar, buruhburuh batik yang semula bekerja untuk etnis tionghoa kemudian pindah ke usaha milik pribumi. Sebagian dari buruh-buruh ini kemudian mengajukan kredit permodalan ke BNI 46. Buruh-buruh batik yang memperoleh kredit permodalan ini kemudian ada yang berhenti bekerja sebagai buruh batik ketika usaha batiknya semakin besar, ada pula yang tetap bekerja sebagai buruh batik untuk memperoleh pendapatan tetap dan membatik di rumah pada malam harinya, ada pula yang tidak mendirikan usaha batik sendiri dan menggunakan kredit yang diperoleh untuk kepentingan lain, seperti mendirikan usaha kerupuk, modal untuk bertani, dan merenovasi rumah. Usaha batik tulis Lasem menjadi tepat diteliti dalam konteks ekonomi lokal karena dalam usahanya, mayoritas sumber daya yang digunakan merupakan sumber daya lokal, hanya bahan pewarna sintetik yang diimpor dari China. Saat ini pun, bahan pewarna sintetik tersebut sudah mulai diubah menjadi bahan pewarna alam setelah memperoleh pelatihan dari BNI 46. Kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu tujuan utama BNI dalam berkarya. BNI memiliki semangat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat serta lingkungan yang lebih baik dengan mengusung tema Bersama Membangun Negeri (BNI Berbagi). BNI menjalankan program kemitraan sebagai bagian dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN No. 05/MB/2007. Program kemitraan BNI memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi ekonomi masyarakat di suatu kawasan pedesaan melalui pinjaman lunak ataupun bantuan dalam rangka peningkatan kualitas masyarakat daerah tersebut (BNI 2015). Menurut Yentifa (2008), program CSR yang berpotensi sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi lokal tentulah program yang menjalankan konsep dan teknik implementasi yang berorientasi pada penguatan daya saing ekonomi masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi, tidak cukup hanya dengan pemberian modal bergulir, tetapi juga harus ada penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat, penguatan sumber daya manusia, penyediaan prasarana, dan penguatan posisi tawar. Implementasi program CSR sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal dapat dilakukan dalam beberapa bentuk antara lain: (1) bantuan modal; (2) bantuan pembangunan prasarana; (3) bantuan pendampingan; (4) penguatan kelembagaan; dan (5) penguatan kemitraan usaha.
4
Pertumbuhan ekonomi baru dapat tercipta bila dilihat melalui tiga sisi, yaitu kebutuhan bahan baku industri kecil semakin besar, output industri kecil semakin dibutuhkan oleh industri lain sebagai input, dan industri kecil menimbulkan kegiatan jasa (Rachman 2011). Hasil penelitian Sumiyati (2013) menunjukkan bahwa industri kecil penerima pinjaman belum sepenuhnya dapat merangsang pertumbuhan ekonomi baru. Setelah dilakukan analisis manfaat pinjaman modal pada pengembangan ekonomi lokal, selanjutnya diidentifikasi faktor-faktor yang menentukan manfaat pinjaman modal. Proses pengembangan ekonomi lokal berupaya memberdayakan para pemangku kepentingan untuk mampu menggunakan secara efektif tenaga kerja, modal, dan sumber daya lokal lainnya untuk mencapai prioritas-prioritas lokal (penyediaan pekerjaan, mengurangi kemiskinan, stabilitas ekonomi lokal, dan mendorong pajak lokal untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Meskipun terutama sebagai strategi di bidang ekonomi, pengembangan ekonomi lokal secara bersamaan berkepentingan untuk mencapai tujuan sosial yaitu pengurangan kemiskinan dan inklusi sosial. BNI dalam sustainability report tahun 2015 mengungkapkan bahwa program kemitraan melalui Kampoeng BNI memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi ekonomi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut, penting untuk meneliti bagaimana peran program CSR Kampoeng BNI terhadap pengembangan ekonomi lokal? Rumusan Masalah Program CSR merupakan wujud tanggung jawab perusahaan yang dapat dilakukan dalam bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Adanya perbedaan karakteristik dalam pelaksanaan program CSR memberi dampak dan manfaat yang berbeda pula. Implementasi program CSR diharapkan dapat mewujudkan keberlanjutan bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. BUMN merupakan bisnis milik negara yang memiliki peran terutama dalam perekonomian Indonesia. BUMN juga diharapkan dapat berperan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peraturan Kementerian BUMN yang mengatur tentang implementasi program CSR menjelaskan mengenai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang merupakan wujud pelaksanaan CSR oleh BUMN. Pasal 1 Angka 6 pada Peraturan Menteri BUMN Tentang PKBL menjelaskan bahwa Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Salah satu peran BUMN dalam melaksanakan amanat Pasal 33 UUD 1945 adalah turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi yang terdapat dalam Pasal 88 pada UU BUMN. Pasal 74 pada UU PT mewajibkan perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam melaksanakan tanggung jawal sosial dan lingkungan, sehingga BUMN yang mengelola dan memanfaatkan SDA serta BUMN yang kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam wajib melaksanakan CSR sekaligus PKBL. Berkaitan dengan pelaksanaan PKBL, tujuan yang hendak dicapai BUMN lebih luas dari pelaksanaan tanggung jawab sosial pada umumnya. Tujuan tersebut yakni terciptanya empat pilar pembangunan yaitu
5 tersedianya lapangan pekerjaan (pro-job), dapat mengentaskan kemiskinan (propoor), mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth), dan terciptanya kelestarian fungsi lingkungan hidup (pro-environment), Sumiyati 2013). Tujuan yang hendak dicapai oleh BUMN melalui PKBL sebagai bentuk program CSR BUMN berkaitan dengan karakteristik program CSR itu sendiri Karakteristik dan tahap-tahap CSR menurut Zaidi (2003) terdiri atas charity sebagai tahap yang paling rendah, kemudian philantrophy sebagai tahap dengan karakteristik yang lebih baik, dan corporate citizenship sebagai tahap tertinggi dengan karakteristik paling baik. Terjadi pergeseran motivasi, misi, pengelolaan, pengorganisasian, penerima manfaat, kontribusi, dan inspirasi mulai dari tahap charity hingga corporate citizenship. Karakteristik dan tahapan pelaksanaan CSR ini terkait pula dengan orientasi CSR suatu perusahaan pada triple bottom line, yang salah satunya adalah dimensi ekonomi. Berdasarkan permasalahanini, penting untuk diteliti bagaimana hubungan karakteristik program CSR BNI dengan kinerja CSR? Salah satu bentuk program CSR BUMN yaitu PKBL, yang juga dilaksanakan oleh Bank Nasional Indonesia (BNI). Program kemitraan BNI memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi ekonomi masyarakat di suatu kawasan pedesaan melalui pinjaman lunak ataupun bantuan dalam rangka peningkatan kualitas masyarakat daerah tersebut. Program Kemitraan BUMN dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau industri kecil lokal memiliki potensi dalam pengembangan ekonomi lokal, namun dalam penelitian Rachman (2011), program kemitraan BUMN nyatanya belum mampu mewujudkan keberlanjutan bisnis UMKM. Kondisi ini menjadi suatu permasalahan yang perlu diteliti untuk mengetahui bagaimana hubungan kinerja CSR BNI dengan pengembangan ekonomi lokal? Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik program CSR BNI dengan tingkat kinerja CSR BNI, serta menganalisis hubungan kinerja CSR BNI terhadap pengembangan ekonomi lokal. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini menjadi sarana dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan bidang Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang dipelajari selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor. 2. Bagi BNI 46, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam melanjutkan program Kampoeng BNI di Lasem agar dapat mendorong kemandirian ekonomi lokal. 3. Bagi pemerintah, informasi dalam penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan terutama kebijakan dalam pemberdayaan ekonomi di tingkat mikro untuk mendorong kemandirian ekonomi lokal.
6
4. Bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, penelitian ini diharapkan akan dapat berguna untuk pengembangan usaha serta mendorong kemandirian usaha yang berkelanjutan. 5. Bagi civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan informasi yang digunakan untuk penelitian selanjutnya.
7
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) Sejarah CSR Konsep hubungan antara perusahaan dengan masyarakat dapat ditelusuri dari zaman Yunani kuno, sebagaimana disarankan oleh Nicholas Eberstadt. Beberapa pengamat menyatakan CSR berhutang sangat besar pada konsep etika perusahaan yang dikembangkan gereja Kristen maupun fiqh muamalah dalam islam. Akan tetapi istilah CSR sendiri baru menjadi popular setelah Howard Bowen menerbitkan buku Social Responsibility of Businessmen pada 1953. Sejak itu perdebatan tentang tanggung jawab sosial perusahaan dimulai. Tetapi baru pada decade 1980-an dunia Barat menyetujui penuh adanya tanggung jawab sosial itu (Sukada et al. 2007) Pandangan skeptis terhadap praktis CSR dan yang sejenisnya menjadi wajar karena ditemukan banyak fakta empiris dari terus berlanjutnya proses pelanggaran Hak Asasi Manusia; pemiskinan dan marginalisasi kelompok-kelompok masyarakat rentan (seperti masyarakat adat, kaum buruh, kaum miskin kota, anakanak dan perempuan); punahnya habitat dan berbagai spesies hidupan liar yang bahkan belum teridentifikasi oleh ilmuwan; hingga koyaknya lapisan ozon. Tiga dasawarsa terakhir pula, sikap skeptik ini meluas seiring menggelombangnya gerakan anti-perusahaan dan anti-globalisasi (Sukada et al. 2007) Sukada et al. (2007) melanjutkan bahwa simpul dari pandangan dan sikap skeptis, juga kritis, terhadap implementasi praktik CSR adalah ketidakpercayaan terhadap motif dasar yang melandasi konsep dan praktiknya. Bagi para penentangnya, motif dasar dari konsep semacam CSR hanyalah strategi pendekatan kaum neoliberal agar tetap bisa melanggengkan hegemoni kapitalisme. Dengan kata lain, CSR hanya alat penaklukan dalam kemasan berwajah sosial dan lingkungan dengan motif dasar yang tidak berubah, yaitu motif primitif pengusahaan keuntungan sebesar mungkin dan akumulasi kapital. Implementasi CSR masih menunjukkan kecenderungan sebagai kegiatan kosmetik, sekadar fungsi kehumasan, citra perusahaan dan reputasi atau kepentingan perusahaan untuk mendongkrak nilai saham bursa. Berkaitan dengan gejala dampak positif praktik CSR, perkembangan terakhir menggambarkan adanya pergeseran pendekatan perusahaan dalam pelaksanaannya. Semula CSR dilaksanakan dengan kerangka pendekatan tradisional, dimana implementasinya dianggap sebagai kewajiban (beban). Belakangan telah timbul kesadaran bahwa pelaksanaan CSR merupakan bagian yang menyatu dalam strategi bisnis perusahaan. Pergeseran paradigma operasi perusahaan terdiri dari tiga fase dimulai dari fase 1 pada 1960-1983 yakni timbulnya kesadaran terhadap masalah sosial post facto, fase 2 pada 1984-1994 yaitu hubungan untuk menyelesaikan masalah dampak negatif, dan fase 3 1995sekarang yaitu hubungan untuk mencegah masalah di masa datang. Perbedaan yang bisa dicatat dari peristiwa-peristiwa di negara maju dan berkembang adalah bagaimana masalah itu diselesaikan. Kebanyakan negara maju memiliki masalahmasalah yang timbul dengan masyarakat bisa diselesaikan dengan jalur hukum;
8
sementara di negara-negara berkembang seperti Indonesia, akhirnya justru menjadi konflik berkepanjangan yang berdampak negatif bagi masyarakat, lingkungan, maupun perusahaan. Pergeseran paradigma menggambarkan bahwa kalangan perusahaan bereaksi positif atas musibah-musibah yang terjadi. Hubungan-hubungan yang buruk dengan masyarakat kemudian diperbaiki, hingga bisa dilihat adanya pergeseran paradigm dalam beroperasi. Sebagian besar program yang dilakukan perusahaan (ekstraktif) dalam hubungannya dengan masyarakat di negara-negara berkembang masih berada pada fase 1 atau paling jauh fase 2. Dalam lingkungan bisnis yang berubah, mutlak bagi perusahaan untuk mendasarkan motivasinya pada fase 3, tanpa mengabaikan kewajiban menyelesaikan beragam persoalan yang berasal dari dampak negatif yang ditimbulkan di masa lalu. CSR menjadi suatu paradigma baru dalam kurun waktu tiga puluh tahun terakhir. Dorongan global agar bumi menjadi wahana yang lebih beradab bagi pemerataan kesejahteraan ekonomi, sosial, dan pemihakan pada lingkungan, menjadi lading persemaian ideal yang terus menguat dari ide dan praktik bisnis sebagaimana yang menjadi konsep umum CSR (Sukada et al. 2007). Sejumlah indikator menunjukkan kecenderungan itu: 1. Hadirnya lembaga kajian dan terapan CSR – terutama di AS, Eropa, Australia dan Asia – baik independen maupun yang bernaung di bawah paying universitas serta lembaga multilateral seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Organization for Economic Coopertion and Development (OECD), atau Bank Dunia. 2. Meningkatnya frekuensi penyelenggaraan pertemuan resmi bertema CSR di tingkat internasional, regional, dan nasional. 3. Penerapan prinsip, standar, dan tata cara (code of conduct) yang dirumuskan baik oleh lembaga internasional, pemerintah, dan kelompok masyarakat sipil. Beberapa diantaranya bahkan telah diadopsi sebagai standar atau prinsip baru pengelolaan bisnis yang menekankan pada pertimbangan etika, sosial, dan lingkungan. 4. Terdapat peningkatan sangat tajam dalam khasanah literature tentang CSR (buku, jurnal, dan artikel) dengan aspek kajian yang luas dan bervariasi. Mulai aspek filosofi, moral, etika bisnis, serta teori yang dikaitkan dengan dampak multidimensi dari neo-liberalisme, aspek sejarah perkembangan praktik dan perbandingan penerapan CSR, hingga panduan praktis berkenaan dengan implementasi, pemantauan, serta pelaporan auditnya. 5. Dalam batasan kecenderungan tertentu pihak perusahaan menunjukkan tanggapan positif. Sejumlah perusahaan besar di berbagai sektor industri telah melakukan penyesuaian struktural (organisasi) dan kebijakan bisnis agar dapat memenuhi tuntutan praktik CSR. 6. Makin maraknya penyelenggaraan pelatihan, lokakarya, dan forum diskusi untuk meningkatkan pemahaman serta praktik CSR, baik oleh asosiasi perusahaan, lembaga pemerintah, maupun non-pemerintah. 7. Mengutip Philip Kotler dan Nancy Lee, terdapat peningkatan pemberian nilai donasi yang bersifat amal dan filantropi, dari US$9,6 miliar pada 1999, menjadi US$12,19 miliar pada tahun 2002.
9 8. Adanya peningkatan dalam pelaporan atau pernyataan swakarsa (self declaration) tentang bantuan dan program sosial yang dilakukan oleh korporasi. Pembangunan Berkelanjutan dan Definisi CSR Model pembangunan berkelanjutan yang dianggap paling memuaskan adalah model ‘telur goreng’ pada Gambar 1 yang mencakup tiga dimensi, yaitu ekonomi, masyarakat, dan lingkungan (Jalal 2011). Model ‘telur goreng’ menggambarkan aspek ekonomi merupakan bagian terdalam dari lingkaran, aspek sosial berada di atas tengah, sementara aspek lingkungan menjadi lingkaran terluarnya. Cara penggambaran keberlanjutan ini dipandang lebih tepat oleh para pakar, terutama karena lingkungan adalah mahaguru keberlanjutan dengan bukti miliaran tahun bisa bertahan, sementara manusia muncul belakangan, dan tentu saja aktivitas ekonomi modern muncul paling belakangan.
Lingkungan Sosial
Ekonomi
Gambar 1 Model mutakhir pembangunan berkelanjutan (Jalal 2011) ISO 26000 mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis yang konsiten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan para stakeholder, sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional, serta terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk, maupun jasa (Daniri 2008). ISO 26000 mengungkapkan tujuh subjek inti dalam pembangunan berkelanjutan antara lain: 1. Organizational governance yaitu sistem pengambilan dan implementasi keputusan untuk mencapai tujuan. 2. Human rights yaitu hak dasar yang berhak dimiliki oleh seluruh manusia. Hak Asasi Manusia terdiri atas dua kategori, dimana kategori pertama fokus pada hak sipil dan politik, sedangkan kategori kedua fokus pada hak sosial, ekonomi, dan budaya. 3. Labour practices yaitu kebijakan dan praktik terkait dengan pekerjaan dalam perusahaan yang berprinsip atas pemenuhan hak asasi manusia.
10
4. The Environment terkait dengan keputusan dan aktivitas perusahaan yang memiliki dampak terhadap lingkungan dimanapun lokasi perusahaan tersebut. 5. Fair Operating Procedures yang terfokus pada perilaku etis organisasi dalam berhubungan dengan organisasi lain. 6. Consumer issues terkait dengan tanggung jawab perusahaan sebagai penyedia barang dan jasa kepada konsumen dan pelanggan. 7. Community involvement and development hubungan perusahaan dengan komunitas setempat dengan pelibatan komunitas lokal untuk mendorong pengembangan masyarakat. Global Reporting Initiative Generasi 4 (GRI G4) sebagai pedoman pelaporan berkelanjutan menyediakan referensi internasional untuk semua pihak yang terlibat dengan pengungkapan pendekatan tata kelola serta kinerja dan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi organisasi. Pelaporan berkelanjutan membantu organisasi untuk menetapkan tujuan, mengukur kinerja, dan mengelola perubahan dalam rangka membuat operasi mereka lebih berkelanjutan, salah satu yang menggabungkan profitabilitas jangka panjang dengan tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap lingkungan. Pelaporan berkelanjutan merupakan platform utama untuk menyampaikan kinerja ekonomi, lingkungan, sosial, dan tata kelola organisasi, yang menunjukkan dampak positif dan negatif (Global Reporting Initiative 2010). Indikator dalam pelaporan berkelanjutan GRI G4 terdiri atas tiga kategori antara lain: 1. Ekonomi: dimensi keberlanjutan ekonomi berkaitan dengan dampak organisasi terhadap keadaan ekonomi bagi pemangku kepentingannya, dan terhadap sistem ekonomi di tingkat lokal, nasional, dan global. 2. Lingkungan: dimensi keberlanjutan lingkungan berkaitan dengan dampak organisasi pada sistem alam yang hidup dan tidak hidup, termasuk tanah, udara, air, dan ekosistem. 3. Sosial: dimensi keberlanjutan sosial membahas dampak yang dimiliki organisasi terhadap sistem sosial dimana organisasi beroperasi. Kategori sosial berisi sub-kategori praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggung jawab atas produk. Definisi yang ideal mengenai CSR diberikan oleh The World Business Council for Sustainable Development yang menyatakan bahwa CSR merupakan komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat luas (Prastiwi dan Sumarti 2012). Anatan (2009) mendefinisikan CSR sebagai bentuk kegiatan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui peningkatan kemampuan manusia sebagai individu untuk beradaptasi dengan keadaan sosial yang ada, menikmati, memanfaatkan, dan memelihara lingkungan hidup yang ada. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada Pasal 15 Huruf b menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 Angka 3 menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah
11 komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya. Pasal 74 ayat (2) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu tanggung jawab sosial dan lingkungn sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran. Menurut Sukada et al. (2007) perbedaan terminologi tersebut menjadi hambatan bagi setiap perusahaan untuk menerjemahkannya dalam teknis pelaksanaannya karena: (1) istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; (2) kata “komitmen perseroan” dan “tanggung jawab yang melekat” tidak dapat diartikan sama; (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, sedangkan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal lebih berorientasi menciptakan hubungan yang serasi. Menurut Fajar (2010), tanggung jawab sosial perusahaan adalah bersifat sukarela, setidak-tidaknya karena empat alasan: tujuan perusahaan mencari keuntungan, CSR merupakan kewajiban moral, pelaksanaan CSR bertentangan dengan hak kepemilikan privat dan tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dalam bisnis. CSR menurut Sukada et al. (2007) adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mendorong perusahaan mewujudkan gagasan keadilan sosial serta pembangunan yang berkelanjutan. Implementasi yang baik dari instrumen ini membutuhkan penjabaran nilai-nilai etika sosial dan lingkungan dalam organisasi perusahaan. CSR merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial antara masyarakat lokal dengan tenaga kerja yang mampu memenuhi kualifikasi untuk bekerja di perusahaan bersangkutan (Rachman 2013). Mulkhan dan Pratama (2011) menyimpulkan bahwa secara umum CSR adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar. CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan komunitas luas (Anatan 2009). Dimensi CSR Menurut Dahlsrud (2006), ada lima dimensi dalam CSR. Dimensi tersebut secara aktual dijabarkan dalam tindakan nyata perusahaan melalui programprogram yang berdimensi lingkungan sosial, ekonomi, stakeholder, maupun volunteer murni. Dimensi stakeholder melalui aktivitas CSR, selain untuk meenuhi tuntutan stakeholders atas tanggung jawab sosial perusahaan, manajemen juga mempunyai tujuan yang berbeda, yaitu untuk mendapatkan laporan yang menyenangkan dari media massa, aktivitas lingkungan, legitimasi dari komunitas lokal (LSM), kemudahan regulasi, dan berkurangnya kritikan dari investor dan pekerja. Dimensi kesukarelaan berhubungan dengan hal-hal yang tidak diatur oleh hukum atau peraturan yang tercermin melalui frase-frase seperti ‘berdasarkan
12
nilai-nilai etika’, ‘melebihi kewajiban hukum’, ‘voluntary’, dan lain sebagainya (Santosa 2012). Kelima dimensi ini dipaparkan dalam Tabel 1. Tabel 1
Lima dimensi dalam Corporate Social Responsibility (Dahlsrud 2006) Definisi adalah kodejika Dimensi Contoh Frasa mengacu pada dimensi Dimensi Lingkungan alami Lingkungan yang lebih bersih lingkungan Penatalayanan lingkungan Fokus lingkungan pada operasi bisnis Dimensi Hubungan antara bisnis dan Kontribusi untuk masyarakat Sosial masyarakat yang lebih baik Mengintegrasi fokus sosial pada operasi bisnisdengan mempertimbangkan lingkup penuhdari efek terhadap komunitas Dimensi Socio-economic atau aspek Konstribusi pada Ekonomi finansial, termasuk pengembangan ekonomi mendeskripsikan CSRdengan Mempertahankan keuntungan kondisipada operasi bisnis dari operasi bisnis Dimensi Stakeholders atau grup Interaksi dengan stakeholder stakeholder stakeholder Bagaimana organisasi berinteraksi dengan pekerja mereka, suppliers, konsumen, dan komunitas Dimensi Aksi tidak ditentukan hukum Berdasarkan nilai etika kesukarelaan Melebihi kewajiban hukum Sumber: Corporate Social Responsibility and Environmental Management (2008)
Jenis CSR Inisiasi penyelenggaraan CSR umumnya dibedakan menjadi dua model besar: reaktif dan proaktif. Model pertama merupakan reaksi pihak perusahaan setelah mendapat tekanan dari komunitas lokal. Sejumlah perusahaan besar tekanan ini biasanya meluas karena pemberitaan media massa atau publikasi Ornop, yang mengakibatkan terlibatnya pihak berkapasitas lebih besar dari kekuatan masyarakat sendiri. Persoalan yang dihadapi biasanya berkenaan dengan ketidaktuntasan penanganan masalah penguasaan lahan, perubahan kualitas lingkungan, dan serapan tenaga kerja lokal. Di sisi lain, perusahaa berupaya mempertahankan atau bahkan memperbaiki citra dan keamanan bagi kelangsungan operasinya. Model kedua datang dari perusahaan yang sepenuhnya menyadari pentingnya CSR sebagai bagian strategis bisnis. Model ini mulai ditemukan utamanya di kalangan multinasional, yang berhubungan dengan rencana eksplorasi atau masa awal pembebasan lahan untuk lokasi proyek, di mana sejumlah strategi dipersiapkan agar proses masuknya modal menjadi mulus. Para pemerhati CSR menyebutkan, jika model ini direncanakan, dilaksanakan,
13 dan dipantau dengan matang, jauh lebih efektif dibanding model pertama (Sukada et al. 2007). Pengkategorian perilaku pengusaha dalam menjalankan CSR menurut Kusumadewi, Hanafi dan Prasetyo (2013) adalah sebagai berikut: (1) Kelompok hitam, merupakan kelompok perusahaan yang tidak melakukan praktik CSR sama sekali. Kelompok ini merupakan perusahaan yang menjalankan bisnis sematamata untuk kepentingan sendiri; (2) Kelompok merah, merupakan kelompok dimana perusahaan mulai melaksanakan praktek CSR tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya; (3) Kelompok biru, perusahaan menilai praktek CSR akan member dampak positif terhadap usahanya karena merupakan investasi; dan (4) Kelompok hijau, perusahaan sudah menempatkan CSR pada strategi inti dan jantung bisnisnya, CSR tidak hanya dianggap sebagai keharusan tetapi kebutuhan yang merupakan media sosial. BUMN telah mengatur pelaksanaan CSR dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 Tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Definisi Program Kemitraan dalam Pasal 1 angka 6 adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan definisi Program Bina Lingkungan dalam Pasal 1 Angka 7 adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Konsep dan ruang lingkup CSR menurut perusahaan swasta nasional diterjemahkan sangat beragam. Ada yang menerjemahkan sebagai kegiatan philantrophy atau kedermawanan sosial dari korporasi untuk membantu orang miskin, namun ada pula yang memaknai CSR sebagai ikut sertanya korporasi dalam pembangunan bangsa bersama-sama pemerintah (Fajar 2010). Faktor pembeda praktek tanggung jawab sosial perusahaan oleh BUMN dengan nonBUMN adalah terdapatnya instrumen pemaksa berupa kebijakan pemerintah. Melalui instrumen yang bersifat imperatif ini suka atau tidak suka, mau ataupun tidak mau, implementasi merupakan hal yang mandatory bagi BUMN (Wibisono 2007). Kinerja CSR Kinerja CSR merupakan hasil atas pelaksanaan program CSR yang dapat dilihat melalui evaluasi. Evaluasi atas kinerja CSR yang telah diimplementasikan merupakan suatu keharusan guna melihat seberapa besar capaian yang telah dihasilkan sebagai luaran atau hasil dari program. Secara sosial, kinerja program CSR dapat menentukan seberapa besar social legitimacy (penerimaan sosial) para pemangku kepentingan, utamanya komunitas sekitar, atas komitmen, kehadiran, dan tindakan korporasi secara umum (Prayogo dan Hilarius 2012). Pengukuran tingkat keberhasilan merupakan suatu cara untuk mengevaluasi kinerja CSR. Prayogo dan Hilarius (2012) mengungkapkan sejumlah variabel yang digunakan untuk menggambarkan dan mengukur tingkat keberhasilan program. Variabelvariabel yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan program CSR adalah: (1) efectivity (manfaat), (2) relevance (kesesuaian), (3) sustainability
14
(keberlanjutan), (4) impact (dampak), (5) empowerment (pemberdayaan), dan (6) participation (partisipasi). Definisi enam variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Effectivity dimaksudkan sebagai tingkat manfaat program pengentasan kemiskinan terhadap pemenuhan kebutuhan dan peningkatan akses pelayanan para penerima (beneficiaries) berdasarkan jenis dan tingkat kebutuhannya. 2. Relevance dimaksudkan sebagai tingkat kesesuaian program pengentasan kemiskinan terhadap pemenuhan kebutuhan dan peningkatan akses pelayanan bagi penerima berdasarkan kemampuan dan potensi lokal. 3. Sustainability dimaksudkan sebagai tingkat keberlanjutan program pengentasan kemiskinan dapat dilakukan oleh penerima jika bantuan selesai/dihentikan, baik keberlanjutan secara substansial (program) maupun manajemen. 4. Impact dimaksudkan seberapa besar (substansial) dan luasan (geografis) akibat positif yang ditularkan oleh program pengentasan kemiskinan. 5. Empowerment dimaksudkan sebagai seberapa signifikan tingkat pemberdayaan dirasakan penerima akibat program, baik dari segi keahlian maupun organisasi/manajemen. 6. Participation dimaksudkan sebagai seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam program pengentasan kemiskinan. Kinerja atau performa CSR dapat dilihat melalui evaluasi dan pengukuran keberhasilan. Beberapa bentuk evaluasi program CSR menurut Rachman, Efendi, dan Wicaksana (2011) adalah sebagai berikut: 1. Penilaian sosial dan lingkungan untuk pengambilan keputusan investasi (Social dan environmental aspects of investment screening). 2. Penilaian dampak sosial dan lingkungan proyek (social and environmental impact assessment). 3. Survei data dasar (baseline survey). 4. Penilaian kebutuhan masyarakat (community needs assessments). 5. Pemetaan isu strategis dan pemangku kepentingan (strategic issues and stakeholder mapping) 6. Kajian kebijakan dan manajemen tanggung jawab sosial perusahaan (review on CSR policy and management) Karakteristik CSR Menurut Ambadar (2008), dalam aktualisasi Good Corporate Governance, maka kontribusi dunia usaha untuk turut serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorfosis, dari aktivitas yang lebih menekankan pada penciptaan kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan. Karakteristik dan tahapan implementasi program CSR erat kaitannya dengan community development sebagai konsekuensi dari pelibatan masyarakat dalam program CSR untuk mengetahui sejauh mana tahapan yang telah diterapkan oleh suatu perusahaan. Menurut Ambadar (2008) community development diyakini merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih bermakna daripada hanya sekadar aktivitas charity. Hal ini juga disebabkan karena dalam pelaksanaan community development, terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas dan keberlanjutan.
15 Tabel 2 Karakteristik dan tahap-tahap tanggung jawab sosial perusahaan Tahapan Charity Pilantrophy Corporate Citizenship Motivasi Agama, tradisi, Norma, etika dan Pencerahan diri adat hukum universal, dan rekonsiliasi redistribusi dengan ketertiban kekayaan sosial Misi Mengatasi Mencari dan Memberikan masalah sesaat mengatasi akar kontribusi kepada masalah masyarakat Pengelolaan Jangka pendek, Terencana, Terinternalisasi menyelesaikan terorganisir, dalam kebijakan masalah sesaat terprogram perusahaan Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan (dana Keterlibatan abadi), dalam pendanaan professional Penerima manfaat Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan Kontribusi Hibah sosial Hibah Hibah dan pembangunan keterlibatan sosial Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama Dikutip dari Ambadar (2008)
Latar belakang mengenai pelaksanaan CSR oleh suatu perusahaan berangkat dari konsep philantrophy yang melampaui kewajiban yang telah diatur oleh peraturan atau undang-undang yang berlaku. Keengganan pengusaha untuk melakukan CSR seringkali dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa CSR merupakan bentuk biaya sosial yang tidak memberikan manfaat apapun bagi perusahaan. Padahal, CSR sebenarnya merupakan investasi yang secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, akan memberikan banyak manfaat yang jauh lebih tinggi dari sekadar nilai korbanan uang yang dikeluarkan untuk mendanai CSR tersebut (Mardikanto 2014). Pengembangan Ekonomi Lokal Definisi Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal berbeda dengan pembangunan ekonomi pedesaan. Pembangunan ekonomi pedesaan menurut Pasaribu (2007) haruslah sinergi dari pembangunan wilayah pedesaaan dimana memiliki tujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Berdasarkan pandangan tersebut, dapat dipaparkan bahwa industrialisasi pertanian seharusnya membawa cakrawala baru dalam pembangunan pedesaan. Meningkatkan produktivitas pertanian harus diikuti oleh peningkatan investasi dalam pertanian modern beserta industri pengolahan dan sektor jasa lainnya di desa. Pengembangan kawasan potensial dengan basis pedesaan sebagai pusat
16
pertumbuhan akan mentransformasikan pedesaan menjadi kota-kota pertanian (agropolitan). Perkotaan pertanian ini diharapkan dapat mengimbangi interaksi antar wilayah secara sehat yang dapat menimbulkan aspek positif lainnya yaitu mengurangi arus urbanisasi penduduk. Pengembangan ekonomi lokal menurut Rachman (2011) menekankan bahwa usaha kecil memiliki peranan yang penting dalam pengembangan ekonomi lokal karena dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan mengembangkan potensi sumber daya lokal baik manusia maupun alam. Pengembangan ekonomi lokal merupakan sebuah pendekatan yang menghubungkan daerah pedesaan atau daerah terbelakang dengan sistem ekonomi pasar guna memacu kegiatan ekonomi daerah tersebut (Boulle et al. 2004). Pengembangan ekonomi lokal diarahkan untuk mencapai tiga tujuan yang saling berkaitan, yaitu (a) penciptaan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja; (b) berkurangnya jumlah penduduk miskin; dan (c) terwujudnya mata rantai kehidupan yang berkelanjutan (Dendi et al. 2004). ILO (2010) mendefinisikan pengembangan ekonomi lokal adalah aktivitas lokal yang merupakan proses pembangunan partisipatif di wilayah administratif lokal melalui kemitraan para pemangku kepentingan publik dan swasta. Pendekatan pengembangan ekonomi lokal menggunakan sumber daya lokal dan keunggulan kompetitif untuk menciptakan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Saragih 2015). Pemberdayaan ekonomi lokal berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan pemacu agar terjadi perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Pembangunan ekonomi lokal dapat digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital) dalam bentuk pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, usaha (business capital) dapat dalam bentuk pemberian mesin dan peralatan, serta pengetahuan (knowledge capital) dalam bentuk pemberian pengetahuan (Radyati 2008). Situmorang (2014) menjelaskan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berada dalam posisi yang tertinggal dibanding negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand dari berbagai aspek dalam bidang ekonomi. Kemandirian ekonomi menjadi hal yang harus dicapai Indonesia, yang ditunjukkan oleh struktur perekonomian yang kuat dan efisien yang didukung oleh iklim usaha yang kondusif. Kemandirian akan dapat terwujud apabila perekonomian rakyat menjadi basis struktur perekonomian Indonesia, salah satunya melalui Koperasi dan Usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah (KUMKM) menjadi pemain utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Melalui pembangunan ekonomi melalui transformasi struktur ekonomi yang kuat dalam skala makro dan mikro, permasalahan seperti kemiskinan, ketimpangan kesejahteraan, pengangguran terdidik, dan bahkan urbanisasi kemudian akan dapat diatasi. Dimensi keberlanjutan ekonomi menurut Global Reporting Initiative G4 terkait dengan dampak organisasi terhadap keadaan ekonomi dari para pemangku kepentingannya, dan terhadap sistem ekonomi di tingkat lokal, nasional, global. Hal ini tidak berfokus pada kondisi keuangan organisasi. ISO 26000 merupakan standar pelaksanaan CSR yang fokus dimensinya hampir sama dengan GRI G4.
17 Terdapat tiga indikator GRI G4 yang disejajarkan dengan ISO 26000 diantaranya nilai ekonomis langsung yang dihasilkan dan didistribusikan; kebijakan, praktek dan proporsi pengeluaran untuk supplier lokal di lokasi penting operasi; dan pembangunan serta dampak investasi infrastruktur dan jasa. Informasi mengenai pembuatan dan distribusi nilai ekonomi memberikan indikasi dasar tentang cara organisasi memberikan kekayaan bagi pemangku kepentingan. Indikator ini dapat diukur melalui pendapatan, biaya operasi, kompensasi karyawan, donasi dan investasi masyarakat lainnya, upah yang didapat, dan pembayaran kepada pemberi modal dan pemerintah. Sementara, kebijakan, praktek dan proporsi pengeluaran untuk supplier lokal di lokasi penting operasi mengindikasikan bahwa keberagaman dalam tim manajemen dan penyertaan anggota dari masyarakat lokal dapat meningkatkan SDM, keuntungan ekonomi untuk masyarakat setempat, dan kemampuan organisasi untuk memahami kebutuhan masyarakat lokal. Pembangunan serta dampak investasi infrastruktur dan jasa yang disediakan terutama untuk kepentingan publik, lewat pelibatan komersil, dan bantuan material merupakan indikator untuk mengukur dampak ekonomi tidak langsung karena selain menghasilkan dan mendistribusikan nilai ekonomi, organisasi dapat mempengaruhi perekonomian melalui investasi dalam infrastruktur. Tabel 3 menunjukkan keterkaitan antara indikator ekonomi GRI G4 yang disejajarkan dengan indikator ekonomi ISO 26000. Tabel 3 Keterkaitan indikator GRI G4 dan ISO 26000 Kode GRI G4 ISO 26000 EC1 Nilai ekonomis langsung Penciptaan Pendapatan dan yang dihasilkan dan kesejahteraan dibagikan, termasuk Investasi Sosial pendapatan, biaya operasi, kompensasi karyawan, donasi dan investasi masyarakat lainnya, upah yang didapat, danpembayaran kepada pemberi modal dan pemerintah. EC6 Kebijakan, praktek dan Penciptaan peluang kerja dan proporsi pengeluaran untuk pengembangan keterampilan supplier lokal di lokasi Penciptaan kesejahteraan dan penting operasi. pendapatan EC8 Pembangunan serta dampak Penciptaan peluang kerja dan investasi infrastruktur dan pengembangan keterampilan jasa yang disediakan terutama Penciptaan kesejahteraan dan untuk kepentingan publik, pendapatan lewat pelibatan komersiil, dan Investasi sosial bantuan material.
Kode 6.8.7 6.8.9
6.8.5 6.8.7 6.8.5 6.8.7 6.8.9
Dikutip dari Global Reporting Initiative (2010)
Tiga indikator dari ISO 26000 diantaranya penciptaan pendapatan dan kesejahteraan, investasi sosial, dan penciptaan peluang kerja dan pengembangan keterampilan. Penciptaan pendapatan dan kesejahteraan dapat diukur diantaranya
18
dengan mengecek adakah program kewirausahaan yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan, pengemangan pemasok lokal, dan penyerapan tenaga kerja dari komunitas. Investasi sosial diantaranya dapat diukur dalam proyek atau program yang terkait dengan pendidikan, pelatihan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, dan meningkatkan akses informasi. Sementara penciptaan peluang kerja dan pengembangan keterampilan mengindikasikan adanya kontribusi perusahaan untuk ikut mengentaskan kemiskinan di wilayah setempat. Radyati (2008) mengungkapkan bahwa pengembangan ekonomi lokal dapat digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital), usaha (business capital), dan pengetahuan (knowledge capital). Bentuk kegiatan untuk bantuan terhadap human capital dapat dalam bentuk pemberian pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat. Bantuan business capital dapat dalam bentuk bantuan permodalan, dan knowledge capital dalam bentuk pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal Tabel 4 menunjukkan manfaat peminjaman modal untuk industri kecil pada pengembangan ekonomi lokal menurut Rachman (2011). Tabel 4
Analisis manfaat peminjaman modal untuk industri kecil pada pengembangan ekonomi lokal Analisis Indikator Manfaat pinjaman modal usaha 1. Ketepatan Kelompok Sasaran dalam pengembangan industri kecil 2. Perguliran dana pinjaman modal lokal 3. Ketepatan penggunaan dana pinjaman 4. Keberlanjutan produksi industri kecil penerima pinjaman Manfaat pinjaman modal pada 1. Adanya peningkatan produktivitas perkembangan usaha industri kecil industri kecil penerima pinjaman 2. Adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja lokal 3. Adanya pengembangan usaha 4. Adanya perluasan pasar Manfaat pinjaman modal pada Pertumbuhan ekonomi baru dapat tercipta kemampuan industri kecil dalam melalui tiga aspek: merangsang pertumbuhan ekonomi 1. Kebutuhan bahan baku industri kecil baru semakin besar 2. Output industri kecil semakin dibutuhkan oleh industri lain sebagai input 3. Industri kecil menimbulkan kegiatan jasa. Dikutip dari Rachman (2011)
Program kemitraan yang telah diatur dalam keputusan menteri BUMN No. 236/MBU/2003 diselenggarakan oleh perusahaan yaitu berupa peminjaman modal
19 usaha untuk sektor ekonomi, yang meliputi pertanian, perdagangan, perikanan, peternakan, jasa dan industri kecil. Kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan konsep pengembangan ekonomi lokal, terutama pinjaman modal usaha yang diperuntukkan bagi industri kecil. Hal ini dikarenakan industri kecil merupakan inisiator dalam pengembangan ekonomi lokal. Manfaat peminjaman modal untuk industri kecil pada pengembangan ekonomi lokal seperti digambarkan pada Tabel 4. Dengan adanya pinjaman modal usaha dengan bunga yang rendah, maka diharapkan industri kecil dapat meningkatkan produktivitasnya sehingga dapat menambah penyerapan tenaga kerja dan keuntungan yang didapatkan serta merangsang pertumbuhan ekonomi (Rachman, 2011). Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. UMKM adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan, dan pengembangan seluas-luasnya. Pengembangan UMKM dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan UMKM dalam perekeonomian nasional perlu dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat secara sinergis (Suparyano, Wicaksono, dan Ariyani 2013). Terdapat tiga model kebijakan yang dibutuhkan dalam pemberdayaan UMKM menurut Suparyano, Wicaksono, dan Ariyani (2013) antara lain: (1) menciptakan iklim usaha yang kondusif sekaligus menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan UMKM secara sistemik, mandiri, dan berkelanjutan; (2) menciptakan sistem penjaminan secara finansial terhadap operasionalisasi kegiatan usaha ekonomi produktif yang dijalankan oleh UMKM; dan (3) menyediakan bantuan teknis dan pendampingan secara manajerial guna meningkatkan status usaha UMKM agar feasible sekaligus bankable dalam jangka panjang. Pengembangan UMKM menurut Dipta (2008) ditujukan dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan daya saing, dan penanggulangan kemiskinan. Strategi pengembangan UMKM untuk mencapai keempat tujuan pembanguna diantaranya menumbuhkan iklim usaha yang kondusif, meningkatkan akses pada sumber daya finansial, meningkatkan akses pasar, dan meningkatkan kewirausahaan dan kemampuan UMKM. Peran CSR dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara dan dikelola oleh pemerintah. Keberadaan BUMN merupakan konsekuensi dari paham negara kesejahteraan yang dianut Indonesia. Karakteristik negara kesejahteraan adalah keikutsertaan pemerintah dalam seluruh sektor kehidupan masyarakat termasuk sektor perekonomian masyarakat (Sumiyati 2013). Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyatakan bahwa memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pasal 33 pada UUD 1945 merupakan tugas konstitusional bagi seluruh komponen bangsa termasuk di dalamnya BUMN.
20
Pasal 88 UU BUMN menjelaskan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/korporasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) merupakan peraturan pelaksanaan secara teknis ketentuan Pasal 88 UU BUMN. Permen BUMN Tentang PKBL tersebut mewajibkan BUMN menyisihkan dan menggunakan laba perusahaan untuk membina usaha kecil/koperasi dan masyarakat sekitar BUMN melalui program PKBL. Berkaitan dengan pelaksanaan PKBL, tujuan yang hendak dicapai BUMN lebih luas dari pelaksanaan tanggung jawab sosial yang dilakukan PT pada umumnya. Tujuan tersebut yakni terciptanya pilar pembangunan yaitu tersedianya lapangan pekerjaan (pro job), dapat mengentaskan kemiskinan (pro poor), mendorong pertumbuhan ekonomi (pro growth), dan teriptanya kelestarian fungsi lingkungan hidup (pro environment) (Sumiyati 2013). Model kemitraan oleh Sulistyani (2004) diilhami dari fenomena biologis kehidupan organism dan mencoba mengangkat ke dalam pemahaman yang kemudian dibedakan menjadi: (a) Pseudo partnership, atau kemitraan semu merupakan kerja sama antara dua pihak atau lebih namun tidak sesungguhnya melakukan kerja sama yang seimbang antara yang satu dengan lainnya; (b) Mutualism partnership, atau kemitraan mutualistik merupakan kerja sama dua pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek pentingnya melakukan kemitraan yaitu untuk saling memberikan manfaat lebih sehingga tercapai tujuan secara optimal; dan (c) Conjungtion partnership, atau kemitraan melalui peleburan dan pengembangan merupakan kemitraan yang dianalogikan dari kehidupan “paramecium”. Dalam proses kehidupannya, “paramecium” melakukan konjungsi untuk mendapatkan energi dan kemudian terpisah untuk selanjutnya dapat melakukan pembelahan diri. Model kemitraan lain yang dikembangkan berdasar atas azas kehidupan organisasi pada umumnya yaitu: (a) Subordinate union of partnership, kemitraan semacam ini terjadi antara dua pihak atau lebih yang memiliki status, kemampuan, atau kekuatan yang tidak seimbang satu sama lain; (b) Liner union of partnership, kerja sama ini dilakukan oleh organisasi atau para pihak yang memiliki persamaan secara relatif, baik tujuan, misi, besaran/volume usaha atau organisasi, status dan legalitas; (c) Linear collaborative of partnership, kemitraan ini tidak membedakan besaran atau volume, status/legalitas, atau kekuatan para pihak yang bermitra yang menjadi tekanan utama adalah visi-misi yang saling mengisi satu dengan yang lainnya. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 terdapat enam pola yang mungkin dilakukan dalam pelaksanaan kemitraan diantaranya pola inti plasma, pola sub-kontrak, pola dagang umum, pola waralaba, pola keagenan, dan pola lain-lain.
Kerangka Pemikiran Tahapan tanggung jawab sosial yang dilaksanakan oleh perusahaan yang berorientasi pada the triple bottom line, mengimplementasikan prinsip-prinsip dalam kerangka pergeseran paradigma pembangunan, dan dengan memfokuskan
21 pada tatakelola perusahaan, lingkungan, dan pengembangan masyarakat, maka kebijakan perusahaan dalam menerapkan tanggung jawab sosial telah meninggalkan charity, tetapi lebih dari itu akan sampai pada tahap pilantrophy dan corporate citizenship (Nasdian 2014). Karakteristik dan tahap-tahap CSR yang telah dilaksanakan oleh suatu perusahaan, akan berdampak pada tingkat pengembangan ekonomi lokal sebagai salah satu dimensi dalam the triple bottom line. Karakteristik pelaksanaan CSR oleh suatu perusahaan yang telah berada pada tahap tertentu akan menentukan capaian kinerja dari program CSR itu sendiri. CSR yang didefinisikan dan dipahami secara berbeda oleh setiap perusahaan berpengaruh pada pelaksanaan program CSR. Setiap perusahaan dalam pelaksanaan CSR perusahaannya memiliki karakter yang berbeda-beda. Kinerja CSR akan diukur menggunakan variabel tingkat keberhasilan yang diungkapkan oleh Prayogo dan Hilarius. Prayogo dan Hilarius (2012) mengungkapkan sejumlah indikator yang digunakan untuk menggambarkan dan mengukur tingkat keberhasilan program. Pengukuran tingkat keberhasilan merupakan suatu cara untuk mengevaluasi kinerja CSR. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan program CSR adalah: (1) efectivity (manfaat), (2) relevance (kesesuaian), (3) sustainability (keberlanjutan), (4) impact (dampak), (5) empowerment (pemberdayaan), dan (6) participation (partisipasi). Penelitian ini hanya akan menggunakan lima indikator dari enam indikator pengkuran tingkat keberhasilan program CSR yang diungkapkan Prayogo dan Hilarius (2012). Indikator yang tidak digunakan adalah tingkat dampak karena penelitian ini tidak mengukur luasan dampak yang dihasilkan oleh program CSR. Terdapat tiga indikator GRI G4 yang disejajarkan dengan ISO 26000 diantaranya nilai ekonomis langsung yang dihasilkan dan didistribusikan; kebijakan, praktek dan proporsi pengeluaran untuk supplier lokal di lokasi penting operasi; dan pembangunan serta dampak investasi infrastruktur dan jasa. Informasi mengenai pembuatan dan distribusi nilai ekonomi memberikan indikasi dasar tentang cara organisasi memberikan kekayaan bagi pemangku kepentingan. Indikator ini dapat diukur melalui pendapatan, biaya operasi, kompensasi karyawan, donasi dan investasi masyarakat lainnya, upah yang didapat, dan pembayaran kepada pemberi modal dan pemerintah. Sementara, kebijakan, praktek dan proporsi pengeluaran untuk supplier lokal di lokasi penting operasi mengindikasikan bahwa keberagaman dalam tim manajemen dan penyertaan anggota dari masyarakat lokal dapat meningkatkan SDM, keuntungan ekonomi untuk masyarakat setempat, dan kemampuan organisasi untuk memahami kebutuhan masyarakat lokal. Pembangunan serta dampak investasi infrastruktur dan jasa yang disediakan terutama untuk kepentingan publik, lewat pelibatan komersil, dan bantuan material merupakan indikator untuk mengukur dampak ekonomi tidak langsung karena selain menghasilkan dan mendistribusikan nilai ekonomi, organisasi dapat mempengaruhi perekonomian melalui investasi dalam infrastruktur. Tiga indikator dari ISO 26000 diantaranya penciptaan pendapatan dan kesejahteraan, investasi sosial, dan penciptaan peluang kerja dan pengembangan keterampilan. Penciptaan pendapatan dan kesejahteraan dapat diukur diantaranya dengan mengecek adakah program kewirausahaan yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan, pengembangan pemasok lokal, dan penyerapan tenaga kerja dari komunitas. Investasi sosial diantaranya dapat diukur dalam proyek atau program
22
yang terkait dengan pendidikan, pelatihan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, dan meningkatkan akses informasi. Sementara penciptaan peluang kerja dan pengembangan keterampilan mengindikasikan adanya kontribusi perusahaan untuk ikut mengentaskan kemiskinan di wilayah setempat. Radyati (2008) mengungkapkan bahwa pengembangan ekonomi lokal dapat digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital), usaha (business capital), dan pengetahuan (knowledge capital). Bentuk kegiatan untuk bantuan terhadap human capital dapat dalam bentuk pemberian pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat. Bantuan business capital dapat dalam bentuk bantuan permodalan, dan knowledge capital dalam bentuk pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Dua indikator ekonomi dalam mengukur kinerja CSR di bidang ekonomi yang diungkapkan GRI G4 dan ISO 26000 serta indikator pengembangan ekonomi lokal yang diungkapkan Radyati (2008) kemudian ditarik menjadi satu kesimpulan untuk mengukur tingkat pengembangan ekonomi lokal yang terdiri atas empat indikator yakni tingkat kesejahteraan, tingkat investasi sosial, peluang kerja, dan pengembangan keterampilan. Karakteristik CSR (X) (Ambadar 2008)
Kinerja CSR (Y) (Prayogo dan Hilarius 2012)
1. Charity 2. Philantrophy 3. Corporate Citizenship
1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat manfaat Tingkat kesesuaian Tingkat keberlanjutan Tingkat pemberdayaan Tingkat partisipasi
Tingkat Pengembangan Ekonomi Lokal (Z) (GRI G4, ISO 26000 dan Radyati 2008) 1. 2. 3. 4.
Tingkat kesejahteraan Tingkat perkembangan usaha Peluang kerja Pengembangan keterampilan
Keterangan: : berhubungan Gambar 2. Kerangka Analisis Penelitian
23 Karakteristik implementasi program CSR yang terdiri atas charity, philantrophy, dan corporate citizenship yang menggambarkan suatu tahapan implementasi CSR berkaitan dengan capaian kinerja program CSR yang diukur menggunakan empat variabel, yaitu tingkat manfaat, tingkat kesesuaian, tingkat keberlanjutan, tingkat pemberdayaan, dan tingkat partisipasi. Penelitian Waagstein (2011) menemukan bahwa karakteristik CSR berdasarkan dasar hukum pelaksanaan CSR mempengaruhi capaian hasil pelaksanaan CSR itu sendiri. Karakteristik CSR dalam penelitian Waagstein (2011) terbagi atas mandatory CSR dan customary CSR. Diduga, terdapat hubungan antara karakteristik program CSR dengan tingkat kinerja program CSR. Penelitian Rachman (2011) menghubungkan antara manfaat pinjaman bagi industri kecil dalam CSR terhadap pengembangan ekonomi lokal. Penelitian tersebut menemukan hubungan kedua variabel bahwa ketepatan kelompok sasaran, perguliran dana pinjaman modal, ketepatan penggunaan dana pinjaman, dan keberlanjutan produksi industri penerima pinjaman berpengaruh pada pengembangan industri kecil lokal yaitu dalam konteks peningkatan produktivitas, penyerapan tenaga kerja lokal, dan merangsang pertumbuhan ekonomi baru. Kinerja CSR diduga berhubungan dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal yang diukur dengan tingkat kesejahteraan, tingkat investasi sosial, peluang kerja, dan pengembangan keterampilan. Diduga, terdapat hubungan antara tingkat kinerja CSR dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Hipotesis 1. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik program CSR dengan tingkat kinerja program CSR. 2. Diduga terdapat hubungan antara tingkat kinerja program CSR dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal.
24
25
METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan cara sensus, yaitu penelitian yang mengambil semua populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer (Singarimbun dan Effendi 1989). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk melihat hubungan antara pelaksanaan program CSR Kampoeng BNI dengan pengembangan ekonomi lokal. Data kualitatif digunakan peneliti dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa, serta dapat menggali berbagai realitas, proses sosial, dan makna yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Data kualitatif diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan yang dituliskan dalam cacatan harian lapang. Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan untuk mendukung dan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif mengenai kinerja CSR, tahapan dan karakteristik CSR, dan hubungan kinerja CSR terhadap pengembangan ekonomi lokal serta hubungan tahapan dan karakteristik CSR terhadap pengembangan ekonomi lokal. Penelitian ini bersifat deskriptif yang digunakan untuk memperkuat hasil yang di dapatkan dari penelitian eksplanatori. Selain itu penelitian deskriptif berguna untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang diperoleh selama penelitian. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) karena berdasarkan hasil penjajakan yakni: 1. Lasem merupakan salah satu dari tiga puluh satu Kampoeng BNI di seluruh Indonesia. 2. Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem pada tahun 2015 mendapatkan Nusantara CSR Award dalam kategori Pemberdayaan Pengusaha Kecil. 3. Lasem merupakan kawasan usaha batik tulis perpaduan budaya Tionghoa dengan Jawa yang telah berdiri sejak lama namun pernah mengalami penurunan usaha pada masa krisis moneter pada tahun 1995. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu delapan bulan, terhitung mulai bulan Juni 2016 sampai Januari 2017. Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Waktu pelaksanaan penelitian terhitung mulai dari pengambilan data sekunder pada bulan Oktober 2016, kemudian pengambilan data primer yang
26
dilaksanakan pada bulan November 2016. Pengolahan dan analisis data dilakukan setelah data diperoleh yaitu pada awal Desember 2016. Penulisan draft skripsi dilakukan pada bulan Januari 2017. Teknik Pemilihan Responden dan Informan Terdapat dua subjek dalam penelitian ini yaitu informan dan responden. Responden adalah individu yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai dirinya sendiri. Populasi penelitian ini adalah individu penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem mulai tahun 2012 hingga tahun 2016. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu, yaitu penerima program CSR Kampoeng BNI di Lasem. Metode penelitian yang digunakan adalah sensus dengan jumlah populasi sebanyak 30 orang. Responden akan diwawancarai dengan panduan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili pelaku usaha batik tulis dan responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya. Jumlah responden sebanyak 30 orang pelaku usaha batik tulis yang merupakan mitra BNI 46 dalam program Kampoeng BNI di Desa Babagan. Terdapat beberapa responden yang bertempat tinggal di luar Desa Babagan seperti desa Karasgede, Kasreman, dan Pancur karena terdapat beberapa responden yang semula bekerja di KUBE Sumber Rejeki di Desa Babagan namun kembali ke desanya sendiri setelah usaha batiknya semakin besar, ataupun responden merupakan subyek penerima program yang bekerja sebagai buruh di Desa Babagan dan terdaftar menerima kredit permodalan di bawah KUB Sumber Rejeki di Desa Babagan meskipun tempat tinggal mereka berada di desa lain. Pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan ini dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball) kepada tokoh masyarakat yang mengetahui dengan jelas mengenai pengembangan usaha batik tulis yang menjadi mitra BNI 46 dalam program Kampoeng BNI dan responden yang dinaikkan statusnya menjadi informan. Pencarian informasi ini akan berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara sensus bagi responden penerima program CSR BNI Batik Tulis Lasem, observasi dan wawancara tertutup dengan menggunakan instrumen kuesioner kepada responden. Data primer didapatkan melalui teknik pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner dan catatan harian hasil wawancara terbuka kepada informan dengan mengunakan panduan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari dokumen monografi Desa Babagan, dan dokumen publikasi maupun dokumen internal Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan BNI 46. Data sekunder mengenai program Kampoeng BNI diperoleh melalui data pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan milik Divisi Komunikasi
27 Perusahaan dan Kesekretariatan BNI 46. Analisis data sekunder akan di interpretasikan dengan menggunakan tabel frekuensi, grafik atau diagram. Tabel 5 Jenis data dan teknik pengumpulan data Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan Kuesioner Data primer mengenai karakteristik CSR, kinerja CSR, dan pengembangan ekonomi lokal Wawancara mendalam Informasi pelaksanakan program Kampoeng BNI, dan perkembangan usaha batik tulis di Lasem Observasi Informasi mengenai perkembangan usaha batik tulis di Lasem Data sekunder Monografi Desa Babagan Teknik Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini akan menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang, dan model korelasi spearman untuk mengukur korelasi antara karakteristik program CSR dengan tingkat kinerja CSR dan korelasi antara variabel tingkat kinerja CSR dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Teknik korelasi ini dilakukan untuk mencari hubungan dua variabel bila data kedua variabel tersebut berbentuk ordinal atau berjenjang dan dapat berasal dari sumber yang tidak sama. Prosedur untuk menghitung koefisien korelasi Spearman adalah sebagai berikut (Saragih 2015): (1) Pengamatan (data) dari kedua variabel diurutkan (ranking); (2) Dicari beda dari masing-masing pengamatan (data) yang sudah berpasangan sesuai urutannya; (3) Dihitung koefisien korelasi Spearman, dengan rumus: Ƿ=1–
6 𝛴𝑑𝑖2 𝑛3 −𝑛
Dasar pengambilan keputusan dalam uji korelasi spearman yaitu jika nilai signifikansi < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara variabel yang dihubungkan. Sebaliknya, jika nilai signifikansi > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara variabel yang dihubungkan. Kriteria tingkat hubungan (koefisien korelasi) antar variabel berkisar antara ± 0.00 sampai ± 1.00. tanda + adalah positif dan tanda – adalah negatif. Kriteria penafsiran koefisien korelasi yaitu apabila koefisien korelasi antara 0.00 sampai 0.20, artinya hampir tidak ada korelasi, apabila koefisien korelasi antara 0.21 sampai 0.40 artinya korelasi rendah, apabila koefisien korelasi antara 0.41 sampai 0.60 artinya korelasi sedang, apabila koefisien korelasi antara 0.61 sampai 0.80 artinya korelasi tinggi, dan apabila koefisien korelasi antara 0.81 sampai 1.00 artinya korelasi sempurna. Variabel yang akan diukur terdiri atas variabel X, Y, dan Z. Variabel X adalah karakteristik CSR, variabel Y adalah kinerja CSR, dan variabel Z adalah pengembangan ekonomi lokal. Penelitian ini akan mengukur hubungan antara X dan Y, serta hubungan Y dan Z. Pengukuran hubungan variabel X dan variabel Y berarti mengukur hubungan karakteristik CSR dengan kinerja CSR. Pengukuran
28
hubungan variabel Y dan Z berarti mengukur hubungan kinerja CSR dengan pengembangan ekonomi lokal. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan dan penyederhanaan data hasil FGD, wawancara mendalam berupa catatan lapangan, observasi, dan studi dokumen yang di reduksi dalam tulisan tematik. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan berupa kutipan atau tipologi. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah untuk mendukung data kuantitatif. Definisi Operasional Karakteristik CSR Tahapan implementasidan karakteristik CSR merupakan suatu indikator untuk mengetahui sejauh mana CSR terinternalisasi dalam praktik bisnis suatu perusahaan serta sejauh apa upaya pelaksanaan program CSR untuk dapat bermanfaat bagi ekonomi, sosial, dan lingkungan secara berkelanjutan.Tahapan implementasi dan karakteristik program CSR erat kaitannya dengan community development sebagai konsekuensi dari pelibatan masyarakat dalam program CSR untuk mengetahui sejauh mana tahapan yang telah diterapkan oleh suatu perusahaan. Jenis data karakteristik CSR tergolong dalam data ordinal karena variabel ini tidak hanya digunakan untuk menggolongkan karakteristik CSR pada golongan tertentu, namun golongan dalam karakteristik CSR semakin menuju ke corporate citizenship menjadi semakin baik. Karakteristik dan tahapan CSR diukur menggunakan indikator motivasi, misi, pengelolaan, pengorganisasian, penerima manfaat, dan kontribusi. Enam indikator pengukuran tahapan implementasi dan karakteristik CSR yang terdiri atas motivasi, misi, pengelolaan, pengorganisasian, penerima manfaat, dan kontribusi kemudian akan digunakan untuk mengklasifikasikan variabel tahapan implementasi dan karakteristik CSR. Pengklasifikasian variabel tahapan implementasi dan karakteristik CSR menjadi tiga golongan tersebut didasarkan atas scoring yang digunakan pada masing-masing indikator (skor 1 hingga 3). Scoring ini digunakan untuk menggolongkan jawaban responden termasuk ke dalam tahap tertentu pada karakteristik CSR. 1. Charity (skor 9-12) 2. Philantrophy (skor 13-15) 3. Corporate Citizenship (skor 16-19) Tabel 6 Definisi operasional karakteristik CSR No Variabel Definisi Operasional Indikator 1 Motivasi Faktor yang 1. Agama melatarbelakangi dan 2. Tradisi mendorong seseorang 3. Adat
Jenis Data Ordinal
29 No
Variabel
Definisi Operasional atau kelompok untuk melaksanakan suatu tindakan.
Indikator 4. Norma 5. Etika dan hukum universal 6. Redistribusi kekayaan 7. Pencerahan diri 8. rekonsiliasi dengan ketertiban sosial
Jenis Data
Pengukuran: 1. Charity (1,2,3) 2. Philantrophy (4,5,6) 3. Corporate Citizenship (7,8) 2
3
4
Misi
Pengelolaan
Pengorganisasian
Pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan untuk mencapai visi.
Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi.
Proses, cara, perbuatan untuk
1. Mengatasi masalah sesaat 2. Mencari dan mengatasi akar masalah 3. Memberikan kontribusi kepada masyarakat Pengukuran: 1. Charity 2. Philantrophy 3. Corporate Citizenship 1. Jangka pendek, menyelesaikan masalah sesaat 2. Terencana, teroganisir, terprogram 3. Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan Pengukuran: 1. Charity 2. Philantrophy 3. Corporate Citizenship 1. Kepanitiaan 2. Yayasan,
Ordinal
Ordinal
Ordinal
30
No
5
6
Variabel
Penerima manfaat
Kontribusi
Definisi Operasional mengorganisasi
Pihak yang menerima manfaat atas adanya suatu kegiatan.
Sesuatu yang dilakukan untuk membantu mencapai atau menghasilkan seseuatu bersamasama dengan orang lain.
Indikator professional 3. Keterlibatan dalam pendanaan Pengukuran: 1. Charity 2. Philantrophy 3. Corporate Citizenship 1. Orang miskin 2. Masyarakat luas 3. Masyarakat luas dan perusahaan Pengukuran: 1. Charity 2. Philantrophy 3. Corporate Citizenship 1. Hibah sosial 2. Hibah pembangunan 3. Hibah dan keterlibatan sosial.
Jenis Data
Ordinal
Ordinal
Pengukuran: 1. Charity 2. Philantrophy 3. Corporate Citizenship
Kinerja CSR Kinerja CSR merupakan hasil atas pelaksanaan program CSR yang dapat dilihat melalui evaluasi. Evaluasi atas kinerja CSR yang telah diimplementasikan merupakan suatu keharusan guna melihat seberapa besar capaian yang telah dihasilkan sebagai luaran atau hasil dari program. Secara sosial, kinerja program CSR dapat menentukan seberapa besar social legitimacy (penerimaan sosial) para pemangku kepentingan, utamanya komunitas sekitar, atas komitmen, kehadiran, dan tindakan korporasi secara umum (Prayogo 2010). Selain itu, evaluasi atas kinerja CSR juga dapat digunakan untuk melihat sejauh mana program CSR dapat berkontribusi dalam pembangunan lokal. Pengukuran tingkat keberhasilan merupakan suatu cara untuk mengevaluasi kinerja CSR. Prayogo dan Hilarius (2012) mengungkapkan sejumlah indikator yang digunakan untuk menggambarkan dan mengukur tingkat keberhasilan program. Indikator pengukuran tingkat keberhasilan yang akan digunakan adalah: (1) efectivity (manfaat), (2) relevance (kesesuaian), (3) sustainability (keberlanjutan), (4)
31 empowerment (pemberdayaan), dan (5) participation (partisipasi). Pengukuran kinerja CSR melalui tingkat keberhasilan ini menggunakan lima indikator dari enam indikator tingkat keberhasilan yang diungkapkan Prayogo dan Hilarius (2012) dengan tidak menggunakan tingkat dampak dari pelaksanaan CSR karena penelitian ini tidak mengukur dampak. Lima indikator pengukuran kinerja CSR yang terdiri atas tingkat manfaat, tingkat kesesuaian, tingkat keberlanjutan, tingkat pemberdayaan, dan tingkat partisipasi kemudian akan digunakan untuk mengklasifikasikan variabel kinerja CSR. Pengklasifikasian variabel kinerja CSR menjadi tiga golongan tersebut didasarkan atas scoring yang digunakan pada masing-masing indikator (skor 1 hingga 3) sehingga pengukuran menggunakan lima indikator ini akan mendapatkan skor antara 38 hingga 152. Skor 38 hingga 152 kemudian digunakan untuk menetapkan grading dan skor di masing-masing tingkatan, sehingga diperoleh klasifikasi variabel kinerja CSR sebagai berikut: 1. Rendah (skor 38-75) 2. Sedang (skor 76-114) 3. Tinggi (skor 115-152) Tabel 7 Definisi operasional kinerja CSR No Variabel Definisi Operasional 1 Tingkat Tingkat manfaat program manfaat CSR adalah seberapa besar program CSR dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan dan akses pelayanan para penerima berdasarkan jenis dan tingkat kebutuhannya. 2 Tingkat Tingkat kesesuaian kesesuaian program CSR adalah seberapa besar program CSR dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan dan akses pelayanan para penerima berdasarkan kemampuan dan potensi lokal. 3 Tingkat Tingkat keberlanjutan keberlanjutan program CSR mengukur kemampuan penerima program dalam melanjutkan kegiatan dari program maupun pengelolaannya jika program selesai atau dihentikan
Indikator 1. Rendah (skor 6-11) 2. Sedang (skor 12-18) 3. Tinggi (skor 19-24)
Jenis Data Ordinal
1. Rendah (skor 11-21) 2. Sedang (skor 22-33) 3. Tinggi (skor 34-44)
Ordinal
1. Rendah (skor 6-11) 2. Sedang (skor 12-18) 3. Tinggi (skor 19-24)
Ordinal
32
No Variabel 4 Tingkat pemberdayaan
5
Tingkat partisipasi
Definisi Operasional Tingkat pemberdayaan program CSR mengukur seberapa besar upaya program CSR untuk meningkatkan kapasitas penerima program, seperti keahlian dan keterampilan. Tingkat partisipasi adalah besar keterlibatan penerima program dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan program.
Indikator 1. Rendah (skor 6-11) 2. Sedang (skor 12-18) 3. Tinggi (skor 19-24)
Jenis Data Ordinal
1. Rendah (skor 9-17) 2. Sedang (skor 18-27) 3. Tinggi (skor 28-36)
Ordinal
Tingkat Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal merupakan peningkatan dalam kapasitas ekonomi lokal untuk menciptakan kesejahteraan bagi penduduk lokal. Pengembangan ekonomi lokal diarahkan pada kemandirian ekonomi lokal untuk dapat mencapai ekonomi berkelanjutan. Pengembangan ekonomi lokal mengutamakan peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan rumah tangga. Pembangunan ekonomi harus dilaksanakan di tingkat lokal dan penduduk memperoleh manfaat dari pembangunan tersebut. Tujuannya adalah untuk menciptakan kesempatan kerja dan memperbaiki kualitas hidup penduduk, termasuk penduduk miskin dan termarginalkan. Pengembangan ekonomi masyarakat lokal sebagai bagian dari kegiatan CSR merupakan bagian dari kegiatan CSR yang merupakan bagian dari proses pembangunan berkelanjutan dengan tujuan akhir keberlanjutan. Kinerja ekonomi perusahaan berkaitan dengan sejauh mana perusahaan mampu memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat (Radyanti 2008). Tingkat pengembangan ekonomi lokal diukur melalui indikator tingkat kesejahteraan, tingkat investasi sosial, peluang kerja, dan pengembangan keterampilan. Tabel 8 Definisi operasional tingkat pengembangan ekonomi lokal No Variabel 1 Tingkat Kesejahteraan
Definisi Operasional Tingkat kesejahteraan adalah taraf hidup seseorang yang dapat diukur melalui tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, status rumah, jenis dinding, jenis lantai, fasilitas MCK, sumber penerangan, bahan bakar untuk memasak, sumber air, akses kesehatan, akses
Indikator 1. Rendah (Skor 12-19) 2. Sedang (Skor 20-28) 3. Tinggi (skor 29-36)
Jenis Data Ordinal
33 No
Variabel a. Tingkat pendapatan
Definisi Operasional pendidikan, dan aset kepemilikan. Banyaknya pendapatan responden selama sebulan dari hasil usaha batik dengan satuan rupiah
b. Tingkat Pengeluaran
Banyaknya pengeluaran responden selama sebulan dengan satuan rupiah
c. Status rumah
Status kepemilikan bangunan tempat tinggal responden
d. Jenis dinding
Jenis dinding bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga
e. Jenis lantai
Jenis lantai bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga
f. Fasilitas MCK
Jenis fasilitas yang dimiliki rumah tangga responden yang digunakan untuk aktivitas mandi, mencuci, dan buang air besar Sumber penerangan yang digunakan oleh rumah tangga responden dalam bangunan tempat tinggalnya
g. Sumber penerangan
h. Bahan bakar untuk
Jenis bahan bakar yang digunakan untuk
Indikator 1. Rendah (Rp ≤ 2.350.000) 2. Sedang (2.350.000 sd< Rp < 4.700.000 sd) 3. Tinggi (Rp ≥ 4.700.000) 1. Rendah (1.340.000 ≤ Rp) 2. Sedang (1.340.000 sd< Rp < 2.680.000) 3. Tinggi (Rp ≥ 2.680.000) 1. Rendah (menumpang) 2. Sedang (sewa/kontrak) 3. Tinggi (milik pribadi) 1. Rendah (rumbia/bambu) 2. Sedang (kayu/tembok bata) 3. Tinggi (tembok beton) 1. Rendah (tanah/ bambu/bilik) 2. Sedang (kayu/papan/sem en) 3. Tinggi (keramik) 1. Rendah (umum) 2. Sedang (sendiri tanpa septic tank) 3. Tinggi (sendiri dengan septic tank) 1. Rendah (Genset/ biogas/diesel) 2. Sedang (Listrik PLN, bersama tetangga) 3. Tinggi (Listrik PLN) 1. Rendah (Kayu bakar)
Jenis Data Ordinal
ordinal
ordinal
ordinal
ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
34
No
Variabel memasak
Definisi Operasional keperluan memasak
i. Sumber air
Perolehan sumber air untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis
j. Akses kesehatan
Kemampuan rumah tangga responden untuk mendapatkan layanan atau menggunakan fasilitas kesehatan
k. Akses pendidikan
Kemampuan dalam menyekolakan anggota keluarga melalui jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Indikator 2. Sedang (Minyak tanah) 3. Tinggi (Gas) 1. Rendah (mata air dan lainnya) 2. Sedang (Sumur) 3. Tinggi (PAM) a. tempat berobat 1. Rendah (Tidak berobat (minum obat dan istirahat, dukun, pengobatan alternatif ) 2. Sedang (puskesmas, dokter praktek) 3. Tinggi (rumah sakit) b. sumber biaya berobat 1. Rendah (sumbangan, pinjaman) 2. Sedang (bantuan/program pemerintah) 3. Tinggi (pribadi) a. sumber biaya pendidikan 1. Rendah (sumbangan,pinja man) 2. Sedang (bantuan/program pemerintah) 3. Tinggi (pribadi) b. pendidikan terakhir dari kebanyakan anggota keluarga responden 1. Rendah (SD/sederajat,SMP /sederajat) 2. Sedang (SMA/sederajat, diploma) 3. Tinggi (S1, S2, S3)
Jenis Data
Ordinal
Ordinal
ordinal
35 No
Variabel l. Aset kepemilikan
Definisi Operasional Kepemilikan barang/aset dan kepemilikan berupa jumlah barang berharga responden
1.
2.
3.
2
3
Tingkat Perkembangan Usaha
Peluang kerja
Peningkatan dalam besaran modal, produktivitas, keuntungan, dan tenaga kerja dalam suatu usaha.
1.
Peluang kerja merupakan peningkatan penyerapan tenaga kerja
1.
2. 3.
2. 3.
4
Pengembangan keterampilan
Pengembangan keterampilan merupakan upaya peningkatan kapasitas melalui pelatihan
1. 2. 3.
Indikator Rendah (menumpang/sew a/ kontrak dan memiliki kurang dari lima jenis barang elektronik) Sedang (memiliki rumah, kendaraan, dan barang elektronik sejumlah lima jenis barang) Tinggi: memiliki rumah, tanah, kendaraan dan lebih dari lima jenis barang elektronik Rendah (skor 3-6) Sedang (skor 7-9) Tinggi (skor 10-12) Rendah (skor 3-6) Sedang (skor 7-9) Tinggi (skor 10-12) Rendah (skor 5-11) Sedang (skor 12-18) Tinggi (skor 19-25)
Jenis Data ordinal
Ordinal
Ordinal
36
37
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Desa Babagan, Kecamatan Lasem Desa Babagan merupakan salah satu desa di Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Babagan mencapai 97,95 ha. Desa yang berada sejauh 2 km dari pusat pemerintahan Kecamatan Lasem ini memiliki kondisi topografi berada di dataran rendah dengan suhu udara rata-rata 30oC. Desa Babagan berbatasan dengan Desa Gedongmulyo di sebalah utara, Desa Karasgede di sebelah selatan, berbatasan dengan Desa Dorokandang di sebelah barat, dan Desa Karangturi di sebelah timur. Secara administratif, Desa Babagan terbagi atas 5 Rukun Warga (RW) dan 16 Rukun Tetangga (RT). Rincian penggunaan lahan Desa seluas 97,95 ha ini terlampir pada Tabel 9. Tabel 9
Luas dan persentase lahan menurut tata guna lahan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2016 Tata Guna Lahan Luas (Ha) Persentase (%) Sawah dan ladang 36,28 37,04 Bangunan umum 2,50 2,55 Pemukiman/perumahan 31,07 31,72 Lain-lain 28,10 28,69 Total 97,95 100,00 Sumber: Monografi Desa Babagan tahun 2016
Sarana dan prasana yang terdapat di Desa Babagan seperti sarana prasarana pemerintahan desa, sarana ibadah hingga tempat pembuangan sampah terlampir pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah sarana dan prasarana Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2016 Sarana dan Prasarana Jumlah (unit) Balai desa 1 Pos kamling 16 Posko bencana alam 1 Sarana ibadah 9 Lapangan olahraga 3 Gedung kesenian 1 Museum sejarah 1 Tempat pembuangan sampah sementara 1 Sumber: Monografi Desa Babagan tahun 2016
Desa Babagan juga merupakan salah satu desa di Kecamatan Lasem yang terkenal sebagai Kota Cina kecil karena masyarakat Cina yang sejak dulu datang dan tinggal di Lasem. Hal ini mempengaruhi sarana peribadahan yang tersedia di Desa Babagan seperti terlampir pada Tabel 11.
38
Tabel 11 Jumlah sarana ibadah Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2016 Sarana Ibadah Jumlah (unit) Masjid 1 Mushola 6 Gereja 1 Klenteng 1 Sumber: Monografi Desa Babagan tahun 2016
Kondisi Demografi dan Ketenagakerjaan Jumlah penduduk Desa Babagan berdasarkan Data Monografi Desa Babagan Tahun 2016 sebanyak 2.695 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 766 KK. Penduduk laki-laki sebanyak 1.377 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1.318 jiwa. Tabel 12 Jumlah dan persentase penduduk Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah menurut usia tahun 2016 Golongan Usia Jumlah Persentase <10 tahun 533 19,77 10 – 14 tahun 150 5,56 15 – 19 tahun 272 10.09 20 – 26 tahun 328 12,17 27 – 40 tahun 516 19,14 41 – 56 tahun 392 14,54 57 – keatas 504 18,70 Jumlah 2.695 100,00 Sumber: Monografi Desa Babagan tahun 2016
Berdasarkan data monografi Desa Babagan 2016, mayoritas masyarakat Desa Babagan berusia kurang dari sepuluh tahun, yakni sebanyak 533 orang. Sementara, responden dalam penelitian ini mayoritas berada pada golongan usia 41 hingga 56 tahun. Mata pencaharian masyarakat Desa Babagan didominasi oleh sektor pegawai pada usaha swasta serta wiraswasta, yakni sebanyak 294 orang atau mencapai 37,59 persen dari total jumlah penduduk Desa Babagan. Responden dalam penelitian ini tergolong dalam
39 Tabel 13 Jumlah dan persentase penduduk Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah menurut mata pencaharian tahun 2016 Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) Pegawai negeri sipil 43 5,49 ABRI 4 0,51 Karyawan swasta 294 37,59 Wiraswasta/pedagang 146 18,67 Petani 95 12,15 Pertukangan 22 2,83 Buruh tani 95 12,15 Pensiunan 60 7.67 Nelayan 9 1,15 Pemulung 2 0,25 Jasa 12 1,54 Jumlah 782 100,00 Sumber: Monografi Desa Babagan tahun 2016
Kondisi Pendidikan Terdapat beberapa sarana pendidikan di Desa Babagan baik negeri maupun swasta. Sarana pendidikan tersebut terdiri atas dua taman kanak-kanak swasta, satu sekolah dasar negeri, satu sekolah dasar swasta, satu sekolah menengah pertama negeri, dan satu sekolah menengah pertama swasta. Sarana pendidikan di Desa Babagan terlampir pada Tabel 14. Tabel 14 Sarana pendidikan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2016 Sarana Pendidikan Jumlah Taman kanak-kanak 2 SD/Madrasah 2 SMP 2 Jumlah 6 Sumber: Monografi Desa Babagan tahun 2016
Sebagian besar masyarakat Desa Babagan merupakan lulusan sekolah dasar atau sederajat dengan jumlah mencapai 817 orang. Jumlah ini tidak berbeda cukup jauh dengan masyarakat dengan tingkat pendidikan terakhir sekolah menengah atas atau sederajat, yakni 803 orang. Jumlah masyarakat Desa Babagan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir ditunjukkan dalam Tabel 15.
40
Tabel 15 Jumlah dan persentase penduduk Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah menurut tingkat pendidikan tahun 2016 Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase Taman kanak-kanak 154 6,19 SD/Madrasah 817 32,84 SMP 595 23,91 SMA 803 32,27 Diploma 22 0,88 Sarjana 90 3,61 Jumlah 2.488 100,00 Sumber: Monografi Desa Babagan tahun 2016
Profil Pelaksanaan CSR BNI Visi, Misi, dan Tujuan Aktivitas CSR PT BNI 46 Visi keberlanjutan dari BNI 46 adalah an inspiring bank that maximizes stakeholder values which contributes to a sustainable environment and society, yang berarti bahwa bank inspiratif yang dapat memaksimalkan nilai pemangku kepentingan yang berkontribusi pada lingkungan dan masyarakat. Misi dari CSR BNI 46 diambil dari salah satu misi PT BNI 46 Tbk yaitu meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial. Tujuan dari aktivitas CSR BNI antara lain mendorong kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, mendorong pelaksanaan bisnis yang bersih dan bertanggung jawab, memberikan kontribusi positif bagi masyarakat luas pada umumnya dan lingkungan sekitar dimana bisnis dilaksanakan pada khususnya, membangun simpati masyarakat kepada perusahaan yang dapat menunjang terbentuknya citra positif perusahaan di mata publik, meningkatkan nilai perusahaan melalui pembentukan reputasi yang baik, dan meningkatkan pemahaman publik terhadap BNI melalui informasi yang disalurkan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Berdasarkan Sustainability Report BNI Tahun 2015, BNI telah memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang disalurkan dalam beberapa bidang, seperti bantuan korban bencana alam, pendidikan, peningkatan kesehatan, sarana dan prasarana umum sebagai bentuk perwujudan timbal balik terhadap lingkungan dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan misi keempat BNI yaitu meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial. Bencana Alam Bencana asap yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia pada pertengahan tahun 2014 menggerakkan BNI untuk turut membantu korban bencana asap. BNI berinisiatif membagikan 10 ribu masker ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membantu korban bencana asap di seluruh wilayah Indonesia. Bantuan 10 ribu masker tersebut senilai Rp 95 juta dan dialokasikan
41 BNPB kepada korban erupsi Gunung Sinabung dan kabut asap di Riau (Sustainability Report BNI 2015). Bidang Pendidikan BNI menyadari bahwa pendidikan adalah tonggak bagi pembangunan bangsa. Untuk itu, BNI turut aktif dalam menyiapkan beragam fasilitas untuk membantu perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia. Bantuan yang diberikan antara lain pendirian rumah edukasi bagi TKI, pemberian computer dan printer di SMKN 1 Galesong, Takalar, Makassar, pemberian beasiswa senilai Rp 370 juta kepada 48 mahasiswa berprestasi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan beasiswa senilai Rp 300 juta kepada 10 mahasiswa Institut Koperasi Indonesia (Ikopin) (BNI 2015). Bidang Peningkatan Kesehatan Sebagai bentuk kepedulian BNI terhadap peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia khususnya di daerah, BNI terus melanjutkan program pemberian bantuan peningkatan kesehatan berupa penyediaan mobil ambulans. Tahun 2015, BNI menyerahkan masing-masing satu mobil ambulans kepada RSU Sembiring Delitua (Medan), Pemerintah Kabupaten Siak (Padang), dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti (Riau) (BNI 2015). Bidang Pengembangan Sarana dan Prasarana Umum BNI juga aktif dalam membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana umum yang selaras dengan misi pemerintah untuk meningkatkan pembangunan di Indonesia. Menjelang akhir tahun 2015, BNI bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI membangun jembatan yang menghubungkan Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari, dan Desa Buara, Kecamatan Karanganyar di Purbalingga, Jawa Timur, yang selama ini terpisahkan oleh Sungai Tuntung Gunung. Jembatan ini diberi nama Jembatan Pengayoman BNI dan menghabiskan dana senilai Rp 5 miliar. Selain itu, BNI juga aktif membantu fasilitas keagamaan dengan pemberian bantuan di tiga provinsi yakni Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur dengan total nilai Rp 100 juta (BNI 2015). Program Kemitraan BNI 46 BNI terus melanjutkan program kemitraan yang sudah dijalankan dari tahun-tahun sebelumnya seperti pembinaan Kampoeng BNI dan Desa Ekowisata untuk mengembangkan potensi ekonomi masyarakat di suatu kawasan pedesaan melalui pinjaman lunak ataupun bantuan dalam rangka peningkatan kualitas masyarakat daerah tersebut. Kampoeng BNI Kampoeng BNI adalah program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui penyaluran kredit lunak dengan sistem klaster yang dilakukan di beberapa daerah. Konsep Kampoeng BNI dibangun atas prinsip community development, dimana satu klaster memiliki berbagai macam produk yang menjadi keunggulan
42
atau ciri khas daerah tersebut. Sejak pertama kali diluncurkan tahun 2007, program Kampoeng BNI adalah pelopor program kepedulian masyarakat yang terintegrasi dengan proses bisnis dan sudah diselenggarakan di 21 daerah. Kampoeng BNI berperan mengembangkan pemberdayaan masyarakat dan potensi ekonomi di setiap daerah berbasis sumber daya lokal. BNI membina masyarakat dan mitra binaan dari unbankable menjadi bankable. Adapun focus area dari Kampoeng BNI adalah Kelautan dan Perikanan, Ketahanan Pangan dan Industri Kreatif. Sampai dengan tahun 2015, terdapat 21 Kampoeng BNI yang tersebar di seluruh Indonesia. Kampoeng BNI merupakan produk hasil integrasi kredit Program Kemitraan dan dana Program Bina Lingkungan. Kampoeng BNI tidak sekadar menyalurkan pembiayaan usaha, tapi juga memberikan pendampinganpendampingan, promosi, dan dukungan infrastruktur, sehingga untuk jangka panjang masyarakat dapat mandiri dan meningkatkan taraf hidupnya di daerah. Tahun 2015, BNI menambang dua Kampoeng, yakni Kampoeng BNI Pare di Kediri dan Kampoeng BNI Pujon di Malang. Selain menambah dua Kampoeng, BNI juga berinisiatif untuk mengkaji ulang beberapa Kampoeng BNI yang telah dibentuk sebelumnya. Kegiatan ini untuk memetakan perkembangan program yang telah berjalan, mengevaluasi tingkat pencapaian tujuan pembentukan, dan mengidentifikasi kendala yang dihadapi serta menyusun rencana perbaikannya. Desa Ekowisata BNI BNI telah melihat potensi yang dimiliki Indonesia sebagai negara maritime yang kaya dengan sumber daya alamnya. Sangat disayangkan jika kekayaan alam Indonesia tidak dimanfaatkan dengan baik untuk dijadikan daerah pariwisata sehingga dapat memajukan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka itu, BNI memanfaatkan daerah-daerah wisata untuk dijadikan sebagai Desa Ekowisata. Desa Ekowisata merupakan salah satu konsep desa wisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya dan ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Dengan menjadi Desa Wisata, diharapkan akan mendukung pemasaran dan penjualan produknya sekaligus mendatangkan wisatawan yang berarti menjadi nilai tambah perekonomian daerah setempat. BNI membantu masyarakat yang tinggal di daerah wisata tersebut untuk dibina dan dikembangkan agar menjadi masyarakat produktif dan kreatif. Tidak hanya itu, BNI juga berusaha menciptakan hubugan timbale balik antara masyarakat desa dengan lingkungannya ( BNI 2015).
Gambaran Responden Penelitian Dari tiga puluh responden penelitian, terdapat 86,7 persen responden berjenis kelamin perempuan dan 13,3 persen berjenis kelamin laki-laki. Penelitian ini dilakukan dengan tidak mempertimbangkan jenis kelamin karena unit analisis penelitian ini adalah individu penerima program Kampoeng BNI Batik tulis Lasem.
43 Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%) Laki-laki 4 13,3 Perempuan 26 86,7 Total 30 100,0 Sebaran usia responden menyebar dari usia 23 tahun hingga 65 tahun. Usia responden dikategorikan berdasarkan rentang sepuluh tahun. Mayoritas responden berada pada rentang usia 41 tahun hingga 50 tahun, yaitu sebanyak 40 persen responden. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan golongan usia di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Golongan Usia Jumlah (n) Persentase (%) 21-30 2 6,67 31-40 11 36,67 41-50 12 40,00 51-60 2 6,67 61-70 3 10,00 Total 30 100,00 Berdasarkan pendidikan terakhir responden, mayoritas responden merupakan tamatan sekolah dasar atau sederajat, yakni sebanyak 12 orang atau sebesar 40 persen responden. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat pendidikan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak tamat SD 2 6,67 Tamat SD/sederajat 12 40,00 Tamat SMP/sederajat 8 26,67 Tamat SMA/sederajat 8 26,67 Total 30 100,00 Berdasarkan jenis pekerjaan, mayoritas responden bekerja sebagai buruh batik di usaha-usaha batik milik orang lain, yakni sebesar 46,66 persen. Meski sebagian besar responden telah memiliki usaha sendiri, namun masih ada responden yang bekerja menjadi buruh batik untuk menghindari resiko ketidakpastian usaha. Mereka memilih untuk bekerja sebagai buruh batik pada pagi hingga sore hari, dan membatik di rumah pada malam hari. “…Banyak yang mbatik tapi masih buruh batik soalnya kalau kalau buruh batik kan tiap hari dapet uang ya, kalo dagang batik tiap bulan penghasilan ngga tentu berapa…” (SYN, 40)
44
Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jenis Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%) Buruh batik 14 46,67 Pemilik usaha batik tulis 2 6,67 Pemilik dan pebatik 12 40,00 Lainnya 2 6,67 Total 30 100,00 Apabila responden digolongkan berdasarkan status perkawinan, mayoritas responden berstatus menikah, yakni sebesar 86,66 persen, atau sebanyak 26 orang. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status perkawinan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Status Perkawinan Jumlah (n) Persentase (%) Menikah 26 86,67 Belum menikah 2 6,67 Duda/janda 2 6,67 Total 30 100,00 Apabila responden digolongkan berdasarkan status dalam rumah tangga, mayoritas responden berstatus sebagai ibu rumah tangga dalam keluarganya, yakni sebesar 83,33 persen responden. Banyaknya responden yang berstatus sebagai ibu rumah tangga berkaitan dengan dominasi perempuan dalam usaha batik. Meski usaha batik didominasi oleh pekerja perempuan, tidak menutup kesempatan bagi laki-laki untuk bekerja dalam bidang ini. Laki-laki yang bekerja pada bidang usaha batik biasanya bekerja sebagai buruh batik yang mengerjakan kelir atau pelorotan. Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status dalam rumah tangga di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Status dalam Rumah Jumlah (n) Persentase (%) Tangga Kepala rumah tangga 3 10,00 Ibu rumah tangga 25 83,33 Anggota rumah tangga 2 6,67 Total 30 100,00 Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem merupakan wujud implementasi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT BNI 46 sebagai salah satu badan usaha milik negara (BUMN). Program dilaksanakan pada tahun 2010 dengan memberikan pelatihan membatik kepada masyarakat Kecamatan Lasem. Dalam kegiatan tersebut, BNI 46 juga memberikan modal bahan dan alat produksi kepada peserta pelatihan, seperti mori, pewarna, lilin, canting, dan gawangan.
45 Kegiatan pelatihan membatik kepada masyarakat Lasem kemudian berlanjut menjadi penawaran kerja sama dalam program kemitraan sebagai bagian dari program Kampoeng BNI. Melalui program kemitraan dengan masyarakat Lasem, BNI 46 telah membantu buruh-buruh batik di Lasem untuk mulai merintis usaha batiknya sendiri. Program kemitraan di Lasem kemudian berlanjut hingga periode berikutnya, dan jenis kemitrana juga telah meningkat menjadi kredit usaha rakyat (KUR). Selain pelatihan, bantuan alat dan bahan produksi membatik, serta kredit permodalan, BNI juga membantu pemasaran produk batik tulis Lasem melalui showroom yang terletak di depan Pasar Bagan, dan menghubungkan dengan pameran-pameran, seperti Inacraft. “…kredit BNI disini tepat sasaran mbak, karena penerimanya memang rakyat kecil. BNI ngga ngasih ke yang usahanya sudah besar, tapi yang kecil-kecil. Jadi sangat membantu untuk merintis usaha batik” (SWR, 41)
Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tahun bergabung dengan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tahun Program Jumlah (n) Persentase (%) 2011 – 2012 13 43,33 2013 – 2014 14 46,66 2015 – 2016 3 10,00 Total 30 100,00 Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa mayoritas responden yang mengikuti program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem mulai bergabung dengan program tersebut pada tahun 2013-2014 yakni sebanyak 46,66 persen responden. Terdapat enam bentuk kegiatan dan bantuan dari program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yaitu kredit permodalan, pelatihan membatik, bantuan alat produksi, bantuan bahan baku produksi, pendampingan oleh ketua kelompok program, dan sarana pemasaran berupa showroom serta pameran. Tabel 23 menunjukkan jumlah dan persentase responden yang mengakses enam bentuk kegiatan dan bantuan dari program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Tabel 23 Jumlah dan persentase responden yang mengakses kegiatan dan bantuan dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah 2017 Bentuk Kegiatan atau Jumlah Responden Persentase Responden Bantuan yang Mengakses yang Mengakses (%) Kredit permodalan 30 100,0 Bantuan bahan baku produksi 20 66,7 Bantuan alat produksi 20 66,7 Pelatihan membatik 21 70,0 Pendampingan 19 63,3 Sarana pemasaran 20 66,7
46
Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui bahwa hanya bantuan kredit permodalan yang diakses oleh seluruh responden. Hal ini disebabkan tahun bergabung dengan program setiap responden yang berbeda-beda, sehingga tidak semua responden mengikuti pelatihan membatik yang dilaksanakan pada tahun 2010 di balai desa. Selain itu, ada beberapa responden yang bertempat tinggal di desa lain namun mengikuti program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di desa Babagan karena dulunya adalah karyawan ketua kelompok program, setelah usahanya berkembang kemudian mendirikan usahanya sendiri tanpa mengikuti pendampingan dan menggunakan sarana pemasaran. Tabel 24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah kegiatan atau bantuan yang diakses peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah kegiatan Jumlah Responden (n) Persentase (%) Satu kegiatan/bantuan 7 23,3 Dua kegiatan/bantuan 2 6,7 Tiga kegiatan/bantuan 1 3,3 Empat kegiatan/bantuan 2 6,7 Enam kegiatan/bantuan 18 60,0 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa kecenderungan responden yakni sebesar 60 persen responden telah mengakses enam jenis kegiatan atau bantuan dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Sebanyak 60 persen responden ini mayoritas merupakan masyarakat Desa Babagan, atau masyarakat desa lain yang masih menjadi buruh batik di usaha batik milik ketua kelompok program. Kredit permodalan yang diberikan dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem telah dilaksanakan sejak tahun 2012. Subyek penerima program memiliki jangka waktu untuk mengembalikan kredit selama tiga tahun. Sebagian besar responden telah memperoleh kredit selama beberapa periode dengan besaran kredit yang meningkat. Subyek penerima program tidak harus menunggu pelunasan selama tiga tahun untuk kembali memperoleh kredit permodalan. Tabel 25 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah periode memperoleh kredit permodalan dari program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Tabel 25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah periode memperoleh kredit permodalan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Jumlah periode Jumlah Responden (n) Persentase (%) Satu periode 11 36,7 Dua periode 16 53,3 Tiga periode 1 3,3 Empat periode 1 3,3 Lima periode 1 3,3 Total 30 100,0
47 Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa mayoritas responden yakni sebesar 53,3 persen responden telah menerima kredit permodalan dari program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem sebanyak dua periode. Salah satu bahan pertimbangan untuk memperoleh kembali kredit permodalan dari BNI adalah usaha batik yang tetap berjalan. Selama satu periode kredit permodalan, sebanyak 20 persen responden memperoleh kredit sebesar 5 juta rupiah, 6,7 persen memperoleh kredit sebesar 10 juta rupiah, 3,3 persen responden memperoleh kredit sebesar 15 juta rupiah, 3,3 persen responden memperoleh kredit sebesar 25 juta rupiah, dan 3,3 persen responden memperoleh kredit sebesar 30 juta rupiah. Selama dua periode kredit permodalan, sebanyak 33,3 persen responden memperoleh kredit sebesar 5 juta rupiah dan 10 juta rupiah, sebanyak 13,3 persen responden memperoleh kredit sebesar 5 juta rupiah dan 15 juta rupiah, sebanyak 3,3 persen responden memperoleh kredit sebesar 5 juta rupih dan 30 juta rupiah, serta sebanyak 3,3 persen responden memperoleh kredit sebesar 10 juta rupiah dan 15 juta rupiah.Sebanyak 3,3 persen responden memperoleh kredit permodalan selama tiga periode dengan besaran kredit 5 juta rupiah, 10 juta rupiah, dan 15 juta rupiah. Sebanyak 3,3 persen responden memperoleh kredit permodalan selama empat periode dengan besaran 50 juta rupiah, 100 juta rupiah, 250 juta rupiah, dan 300 juta rupiah. Kemudian sebanyak 3,3 persen responden memperoleh kredit permodalan selama lima periode dengan besaran 50 juta rupiah, 100 juta rupiah, 250 juta rupiah, 350 juta rupiah, dan 400 juta rupiah. Pelatihan membatik dilaksanakan satu kali pada awal program PKBL oleh BNI 46 di Lasem. Selain pelatihan membatik, ketua kelompok program juga seringkali mengikuti pelatihan lain dari BNI 46 untuk kemudian disampaikan kepada anggota kelompok. Pelatihan-pelatihan lain dari BNI 46 diantaranya pelatihan kewirausahaan, pelatihan akses permodalan, pelatihan pemasaran yang juga diberikan kepada ketua kelompok dari 31 Kampoeng BNI lainnya di seluruh Indonesia. IKHTISAR Dari total responden penelitian sebanyak 30 orang, 86,7 persen diantaranya adalah responden berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan golongan usia, mayoritas responden yakni sebesar 40 persen responden berada pada golongan usia 41-50 tahun. Kecenderungan responden yakni sebesar 40 persen responden memiliki tingkat pendidikan tamatan sekolah dasar atau sederajat. Mayoritas responden yakni sebesar 46,67 persen responden bekerja sebagai buruh batik. Berdasarkan status perkawinan, mayoritas responden yakni sebesar 86,67 persen berstatus menikah. Sementara, berdasarkan status dalam rumah tangga, kecenderungan responden berstatus sebagai ibu rumah tangga yakni sebesar 83,33 persen responden. Sebanyak 46,66 persen responden bergabung dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem pada tahun 2013-2014. Bentuk kegiatan atau bantuan yang diakses oleh seluruh responden adalah bantuan kredit permodalan. Sebanyak 60 persen responden mengakses seluruh bentuk kegiatan atau bantuan, yakni sebanyak enam bentuk kegiatan atau bantuan. Kecenderungan responden yakni sebesar 53,3 persen responden memperoleh kredit permodalan selama dua periode.
48
49
KARAKTERISTIK CSR KAMPOENG BNI Tahapan implementasi dan karakteristik CSR merupakan suatu indikator untuk mengetahui sejauh mana CSR terinternalisasi dalam praktik bisnis suatu perusahaan serta sejauh apa upaya pelaksanaan program CSR untuk dapat bermanfaat bagi ekonomi, sosial, dan lingkungan secara berkelanjutan. Karakteristik CSR dilihat melalui enam variabel yaitu motivasi, misi, pengelolaan, pengorganisasian, penerima manfaat, dan kontribusi. Motivasi Motivasi merupakan faktor pendorong atau alasan yang melatarbelakangi implementasi CSR suatu perusahaan. Pengukuran motivasi CSR yang diimplementasikan BNI dilakukan dengan menentukan pelaksanaan CSR yang berdasarkan agama, tradisi atau adat yang dilakukan CSR selama ini dengan memberikan bantuan materi semata tanpa prinsip keberlanjutan yang tergolong pada charity, ataukah berdasarkan norma, etika hukum universal, atau redistribusi kekayaan dengan adanya perjanjian berdasarkan hukum yang tergolong philantrophy, atau motivasi untuk pencerahan diri atau rekonsiliasi dengan ketertiban sosial yang mempertimbangkan keadaan sosial masyarakat lokal yang tergolong pada corporate citizenship. Tabel 26 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan motivasi di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Karakteristik CSR Jumlah (n) Persentase (%) Charity 8 26,7 Philantrophy 3 10,0 Corporate citizenship 19 63,3 Total 30 100,0 Kecenderungan responden sebesar 63,3 persen menyatakan bahwa karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan motivasi tergolong pada corporate citizenship. Hal ini disebabkan responden merasa bahwa keberadaan CSR BNI di Lasem dengan mengangkat batik tulis sebagai bidang pengembangan telah mempertimbangkan keadaan masyarakat Lasem yang mayoritas bekerja sebagai karyawan di bidang swasta. Karena banyaknya usaha batik tulis yang dimiliki oleh masyarakat etnis tionghoa, banyak masyarakat Lasem pribumi yang bekerja sebagai buruh batik. Adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem telah membuka kesempatan bagi masyarakat pribumi untuk beralih profesi yang semula menjadi karyawan dari sektor swasta yakni usaha batik menjadi wiraswata yakni pelaku usaha batik. “…Kalo mau dapet kredit dari BNI ngga harus udah punya usaha yang besar, stabil, atau gimana. Ngga harus satu orang bisa ngerjain semua juga. Sesuai kemampuan aja. Di kelompok saya ya gitu, yang bisa nyanting ya nyanting, yang bisanya nembok, ya nembok…” (SYN, 40)
50
Misi Misi merupakan tindakan-tindakan yang diambil dalam pelaksanaan CSR untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Pengukuran karakteristik CSR berdasarkan misi dilakukan untuk mengetahui misi yang dilakukan BNI dalam melaksanakan CSR adalah mengatasi masalah sesaat yang tergolong charity, ataukah mencari dan mengatasi akar masalah yang tergolong philantrophy, atau memberikan kontribusi kepada masyarakat yang tergolong corporate citizenship. Tabel 27 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan misi di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Karakteristik CSR Jumlah (n) Persentase (%) Charity 7 23,3 Philantrophy 11 36,7 Corporate citizenship 12 40,0 Total 30 100,0 Kecenderungan responden sebesar 40 persen menyatakan bahwa karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong pada corporate citizenship karena responden merasa bahwa keberadaan program CSR BNI ini telah berkontribusi pada pemecahan penyebab masalah kemiskinan yaitu rendahnya kesempatan kerja. “…dulu pekerja saya hanya 3 mbak. Alhamdulillah sekarang bisa enam puluh tiap harinya. Saya ngga minta tolong kerja orang-orang jauh, tetangga-tetangga saya yang butuh pekerjaan saja dulu …” (SWR, 41)
Pengelolaan Pengukuran pengelolaan dilakukan untuk mengetahui proses yang dilakukan sepanjang perencanaan hingga evaluasi program, serta bagaimana program CSR tersebut dilaksanakan. Pengelolaan diukur untuk mengetahui pelaksanaan CSR termasuk dalam jangka pendek untuk menyelesaikan masalah sesaat yang tergolong charity, ataukah terencana, terorganisir, dan terprogram yang tergolong philantrophy, ataukah terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan yang tergolong corporate citizenship. Tabel 28 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan pengelolaan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Karakteristik CSR Jumlah (n) Persentase (%) Charity 8 26,6 Philantrophy 14 46,6 Corporate citizenship 8 26,6 Total 30 100,0
51 Kecenderungan responden sebesar 46,6 persen menyatakan bahwa karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan pengelolaan tergolong pada philantrophy. Responden merasa bahwa program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem merupakan program yang terencana, terorganisir, dan terporgram, namun tidak melibatkan masyarakat yang menjadi subyek penerima program. BNI dalam pengelolaan melakukan perencanaan dan pengorganisasian dengan ketua kelompkok, sehingga masyarakat beranggapan bahwa perencanaan hanya dilakukan oleh BNI 46. “…yang sering rapat sama BNI itu Mbak Win, mbak. Coba tanya sama Mbak Win. Kalo saya ikut rapat kalo BNI dateng, mau ngadain apa gitu, itu diajak Mbak Win ketemu BNI di showroom …” (RST, 41)
Pengorganisasian Pengorganisasian diukur untuk mengetahui cara BNI mengorganisir dan memanajemen program CSR yang dilaksanakan. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan CSR diorganisir oleh kepanitiaan yang tergolong charity, atau diorganisir oleh yayasan atau pihak profesional yang tergolong philantrophy, atau keterlibatan dalam pendanaan yang tergolong corporate citizenship. Tabel 29 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan pengorganisasian di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Karakteristik CSR Jumlah (n) Persentase (%) Charity 16 53,3 Philantrophy 0 0,0 Corporate citizenship 14 46,7 Total 30 100,0 Kecenderungan responden sebesar 53,3 persen menyatakan bahwa karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan pengorganisasian tergolong dalam charity. Responden merasa bahwa pengorganisasian program hanya dilakukan oleh perwakilan peserta program yakni ketua kelompok dengan BNI 46. Tidak ada responden yang menyatakan karakteristik CSR berdasarkan pengorganisasian ini tergolong dalam philantrophy karena tidak ada pihak profesional atau yayasan yang mengorganisir program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. “…Memang belum ada yayasan khusus untuk pengelolaan dan pengorganisasian CSR BNI. Masih dikerjakan kita sendiri di kantor pusat. Orang program kemitraan sendiri cuma dua, orang bina lingkungan sekitar empat belas. Orang PKBL BNI ditotal? Ya sekitar enam belas orang. Dan kita harus mengurusi Kampoeng BNI seIndonesia …” (DWY, Asisten Manajer Program Kemitraan Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan BNI 46)
52
Penerima Manfaat Pengukuran terhadap penerima manfaat dilakukan untuk mengetahui pihak yang menerima dampak positif atas adanya program CSR. Apabila hasil pengukuran mengarah pada orang miskin sebagai penerima manfaat, maka karakteristik CSR tergolong dalam charity. Sementara, apabila hasil pengukuran mengarah pada masyarakat luas sebagai penerima manfaat, maka karakteristik CSR tergolong dalam philantrophy. Sementara, apabila masyarakat luas dan perusahaan sebagai penerima manfaat dari adanya CSR, maka karakteristik CSR tergolong dalam corporate citizenship. Tabel 30 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan penerima manfaat di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Karakteristik CSR Jumlah (n) Persentase (%) Charity 1 3,3 Philantrophy 13 43,3 Corporate citizenship 16 53,3 Total 30 100,0 Kecenderungan responden sebesar 53,3 persen menyatakan bahwa karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan penerima manfaat tergolong dalam corporate citizenship. Responden merasa masyarakat Lasem secara keseluruhan ikut menerima manfaat atas adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Subyek penerima program Batik Tulis Lasem tidak terbatas pada pemilik usaha batik yang stabil atau besar, tetapi buruh pabrik dan karyawan pun memiliki kesempatan untuk menjadi subyek penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Sejak Lasem menjadi salah satu dari tiga puluh satu Kampoeng BNI di Indonesia, pemerintah Kabupaten Rembang mulai mengembangkan Lasem sebagai desa wisata. Tak hanya usaha batik tulis yang tumbuh dan berkembang, usaha di sektor lain seperti makanan juga mulai bermunculan. Warung-warung kopi bermunculan di jalanan Desa Babagan dan ikut tercantum sebagai destinasi pada penunjuk-penunjuk jalan di Lasem yang di buat pemerintah. BNI 46 juga mendapatkan manfaat dari program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, yakni memperoleh Nusantara CSR Award kategori Pemberdayaan Pengusaha Kecil pada tahun 2015. Kontribusi Pengukuran terhadap kontribusi dilakukan untuk mengetahui bentuk pemberian perusahaan melalui program CSR. Pemberian sebagai solidaritas sosial atau hibah sosial tergolong dalam charity, keikutsertaan dalam pembangunan sebagai hibah pembangunan maka tergolong dalam philantrophy, dan keikutsertaan dalam pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan lingkungan, sosial, dan ekonomi sebagai hibah dan keterlibatan sosial tergolong dalam corporate citizenship.
53 Tabel 31 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan kontribusi di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Karakteristik CSR Jumlah (n) Persentase (%) Charity 9 30,0 Philantrophy 1 3,3 Corporate citizenship 20 66,7 Total 30 100,0 Kecenderungan responden sebesar 66,7 persen menyatakan bahwa karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berdasarkan kontribusi tergolong dalam corporate citizenship. Responden merasa program Kampoeng BNI sudah melebihi hibah sosial dan hibah pembangunan karena memberikan kegiatan dan bantuan berupa kredit permodalan, pelatihan, serta pendampingan untuk pengembangan usaha. “…terasa manfaatnya kredit, pelatihan, showroom, pendampingan untuk besarin usaha. Tapi kaya pelatihan dan ngasih alat dan bahan batuk itu hanya sekali. Pengennya sih ada lagi…” (MRF, 40)
Karakteristik CSR Pengukuran karakteristik CSR dilakukan menggunakan enam variabel yang terdiri atas motivasi, misi, pengelolaan, pengorganisasian, penerima manfaat, dan kontribusi. Hasil yang diperoleh dari masing-masing variabel kemudian dijumlah dan digolongkan ke dalam tiga kelompok sesuai tingkatan dalam karakteristik CSR yaitu charity, philantrophy, dan corporate citizenship. Hasil pengukuran terhadap karakteristik CSR berdasarkan penjumlahan enam variabel terdapat pada Tabel 32.
Tabel 32 Karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%) Charity 7 23,3 Philantrophy 11 36,7 Corporate citizenship 12 40,0 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 32 diketahui bahwa kecenderungan responden sebesar 36,7 persen menyatakan bahwa karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong dalam corporate citizenship. BNI 46 melaksanakan program kemitraan dan bina lingkungan melalui Kampoeng Batik Tulis Lasem dengan mempertimbangkan keadaan sosial masyarakat Lasem. BNI 46 menyadari bahwa Lasem merupakan kecamatan dengan batik tulis sebagai ciri khas. Usaha batik tulis menjadi salah satu sektor mata pencaharian dengan didominasi masyarakat keturunan tionghoa sebagai pemilik, dan menyerap cukup banyak tenaga kerja pribumi.
54
Masyarakat pribumi yang telah lama menjadi buruh batik kemudian memiliki keterampilan membatik yang dapat menjadi potensi untuk dikembangkan, sehingga pada tahun 2010 BNI 46 datang dengan memberikan pelatihan membatik mulai proses membuat pola hingga penjemuran batik setelah pelorotan terakhir. Setelah pelatihan dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat Lasem, BNI 46 kemudian menjadi mitra dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Melalui program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, BNI 46 memberikan pinjaman kredit yang mampu merintis tumbuhnya usaha-usaha batik baru. Buruh-buruh batik yang semula bekerja untuk pemilik usaha etnis tionghoa kemudian mulai mendirikan usahanya sendiri secara kecil-kecilan, hingga beberapa usaha mampu berkembang dan menjadi besar serta mampu menyaingi usaha milik etnis tionghoa. Masalah kemiskinan yang disebabkan salah satunya oleh rendahnya kesempatan kerja kemudian dapat diatasi melalui tumbuhnya usaha-usaha batik baru mitra program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Berkembangnya usahausaha batik telah menyerap semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dalam setiap tahap pembuatan batik, mulai dari tahap lengkreng1, nembok2, kelir3, hingga pelorotan4. Bentuk-bentuk kegiatan dan bantuan dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem direncanakan dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat Lasem, terutama kebutuhan dalam permodalan dan pengembangan usaha. Kegiatan dan bantuan ini direncanakan bersama dengan perwakilan subyek penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dikelola bersama antara perwakilan subyek penerima program dengan BNI 46, baik divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan di kantor pusat maupun kantor cabang Pati. Subyek penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem mayoritas adalah buruh batik yang kemudian menjadi pemilik usaha batik. Kemudian dalam perkembangannya, dampak dari adanya Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem juga dirasakan oleh masyarakat Lasem secara keseluruhan. Pinjaman kredit tidak hanya terbatas diberikan kepada subyek yang terlibat dalam usaha batik tulis, namun juga masyarakat lain seperti karyawan ketua kelompok program. BNI 46 telah berkontribusi dalam tumbuh-kembang usaha batik tulis Lasem yang terutama dijalankan oleh masyarakat pribumi. Bentuk kegiatan dan bantuan yang diberikan antara lain pinjaman kredit permodalan, pelatihan, bantuan alat dan bahan produksi, dan sarana untuk pemasaran yaitu showroom dan pameran. “…BNI sering ngajak buat ikut pameran. Kalau pameran-pameran gitu ya Alhamdulillah laku banyak. Tapi yang paling rame ya Inacraft. Disitu bisa laku banyak banget. Orang-orang BNI-nya sendiri kalo beli batik yang harganya jutaan, yang motif lokchan mbak, belinya sampe tiga, empat. Untuk bosnya katanya. Nanti kalau sudah pulang, kita kumpul di showroom, bagi-bagi hasil, punya siapa laku berapa di pameran…” (SYN, 40) 1
tahap penggambaran motif pada kain proses menutup motif dengan lilin sebelum pewarnaan, dapat dilakukan berkali-kali tergantung jumlah warna pada kain batik 3 proses pewarnaan 4 melunturkan lilin setelah proses pewarnaan selesai menggunakan air panas 2
55 Meski sebagian besar responden yakni sebesar 40 persen menyatakan bahwa karakteristik CSR tergolong dalam corporate citizenship, namun menurut pandangan penulis karakteristik CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong dalam philantrophy. Hal ini disebabkan seluruh tahap perencanaan hingga evaluasi program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tidak dilakukan secara partisipatif, yang juga dinyatakan oleh sebagian besar responden pada pernyataan tingkat partisipasi. BNI 46 tidak melakukan perencanaan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, melainkan atas inisiasi BNI Kantor Cabang Pati yang melihat potensi usaha batik tulis Lasem untuk dikembangkan. Apabila digolongkan dalam pola CSR menurut Saidi dan Abidin (2004), pola CSR BNI 46 termasuk dalam keterlibatan langsung dimana BNI menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. “…Kampoeng BNI ngga ada perencanaan. Paling yang minta dari kantor cabang atau DPRD. Kalau yang kantor cabang itu bottom up, karena yang minta kan dari cabang dengan melihat potensi masyarakat setempat. Kalau yang minta DPRD itu top down, hanya untuk membantu proyek DPR di daerah itu. Biasanya kalau yang minta DPRD, Kampoeng BNI-nya cenderung gagal, tidak berkembang…” (DWY, Asisten Manajer Program Kemitraan Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan BNI 46)
Meski perencanaan dan evaluasi program Kampoeng BNI tidak dilaksanakan secara partisipatif , pengembangan program dilakukan baik atas inisiasi BNI 46 maupun subyek penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Diskusi untuk pengembangan program dilakukan antara BNI 46 dengan ketua kelompok. Selain itu, pemilihan bentuk kegiatan dan bantuan untuk program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dilakukan oleh BNI 46 dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat Lasem. Berbeda dengan Kampoeng BNI Muara Angke, subyek penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dapat menentukan sendiri besaran kredit yang mereka inginkan. Subyek penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem juga dapat mengelola sendiri programnya dengan mayoritas pengelolaan dilakukan oleh ketua kelompok. “…Kalau berhentinya Kampoeng BNI Lasem sih belum tahu ya. Tapi saat ini pun sudah kami lepas. Mereka bisa mengelola sendiri. Paling kami datang tiap tahun untuk merencanakan pelatihan. Pengennya setiap tahun ada pelatihan. Selain itu kan di Lasem memang ada kelompok-kelompok lebih kecil di bawah KUB, ada ranting-ranting yang banyak bercabang, itu yang ingin terus kami kembangkan. BNI Pati kadang Mbak Lulut juga ikut dateng ke Lasem, liat pembukuan hasil produksi kain itu bukan untuk menentukan siapa yang bisa lanjut ambil kredit lagi, tapi untuk melihat siapa yang perkembangannya pesat untuk dijadikan orang tua angkat-orang tua angkat baru seperti Bu Win dan Bu Katrin…” (DWY, Asisten Manajer Program Kemitraan Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan BNI 46)
56
IKHTISAR Hasil pengukuran terhadap motivasi menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong dalam corporate citizenship. Pengkuran terhadap misi menunjukkan bahwa responden cenderung menyatakan karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis tergolong dalam corporate citizenship. Sementara, pengukuran terhadap pengelolaan menunjukkan kecenderungan responden menyatakan karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong dalam philantrophy. Pengukuran terhadap pengorganisasian menunjukkan kecenderungan responden menyatakan karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong dalam charity. Pengukuran terhadap penerima manfaat menunjukkan bahwa kecenderungan responden menyatakan karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong dalam corporate citizenship. Sementara, hasil pengukuran terhadap kontribusi menunjukkan kecenderungan responden menyatakan bahwa karakteristik CSR berdasarkan kontribusi tergolong dalam corporate citizenship. Secara keseluruhan, mayoritas responden cenderung menyatakan bahwa karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem merupakan corporate citizenship. Meski demikian, berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan asisten manajer program kemitraan Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan BNI 46, karakteristik CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong pada philanthropy.
57
KINERJA CSR KAMPOENG BNI BATIK TULIS LASEM Pengukuran kinerja CSR merupakan pengukuran menggunakan lima variabel yaitu tingkat manfaat, tingkat kesesuaian, tingkat keberlanjutan, tingkat pemberdayaan, dan tingkat partisipasi. Pengukuran kinerja CSR dilakukan kepada tiga puluh penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, baik yang memiliki usaha batik maupun yang tidak memiliki usaha batik. Pelaksanaan Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem terdiri atas program kemitraan dan program bina lingkungan yang merupakan kewajiban BNI untuk melaksanakan PKBL sebagai salah satu BUMN. Terdapat enam bentuk kegiatan atau bantuan dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, yaitu kredit permodalan, pelatihan, bantuan alat produksi, bantuan bahan produksi, pendampingan, dan sarana pemasaran berupa showroom serta pameran. Selama pelaksanaan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang berlangsung sekitar empat tahun, dilaksanakan beberapa kali rapat program antara BNI 46 dan penerima program. Rapat program ini tidak secara rutin dan hanya dilaksanakan apabila BNI 46 ingin memberikan usulan untuk program Kampoeng BNI, atau pada saat BNI 46 akan melaksanakan suatu kegiatan. Berdasarkan pengukuran kinerja CSR menggunakan lima variabel yaitu tingkat manfaat, tingkat kesesuaian, tingkat keberlanjutan, tingkat pemberdayaan, dan tingkat partisipasi, diperoleh data frekuensi masing-masing variabel. Tingkat Manfaat Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem Tingkat manfaat program CSR adalah seberapa besar program CSR dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan dan akses pelayanan para penerima berdasarkan jenis dan tingkat kebutuhannya. Tabel 33 menunjukkan tingkat manfaat program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Tabel 33 Tingkat manfaat program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Manfaat Program Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 4 13,3 Sedang 12 40,0 Tinggi 14 46,7 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 33 dapat diketahui bahwa kecenderungan responden yakni sebesar 46,7 persen menyatakan bahwa tingkat manfaat program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat tinggi. Kecenderungan responden menyatakan tingkat manfaat program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat tinggi dikarenakan masyarakat merasakan manfaat dari adanya program Kampoeng BNI dalam peningkatan pendapatan dan pengembangan usaha mereka.
58
“…ya bermanfaat mbak. Kalau duitnya ngga muter bulan ini, pake yang dari BNI buat mbatik lagi. Saya bisa ningkatin modal, mbatik lebih banyak, dapetnya lebih banyak…” (BBT,50)
Bentuk kegiatan belum dirasakan bermanfaat dalam pengembangan usaha bagi penerima program yang tidak memiliki usaha batik. Mereka mengajukan pinjaman kredit kepada BNI sebagai karyawan dari ketua kelompok Kampoeng BNI Lasem. Pinjaman kredit yang diperoleh kemudian digunakan untuk kepentingan selain usaha oleh penerima program yang tidak memiliki usaha batik. “…belum punya mbak kalo usaha sendiri, masih ikut mbak win. Uangnya saya pake buat benerin rumah e mbak, rumahnya masih jelek…” (SMN,44)
Tingkat Kesesuaian Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem Tingkat kesesuaian program CSR adalah seberapa besar program CSR dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan dan akses pelayanan para penerima berdasarkan kemampuan dan potensi lokal. Pemilihan bantuan dan kegiatan yang dilaksanakan dari program Kampoeng BNI seharusnya sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan karakteristik serta kondisi lokal di Lasem maupun usaha yang dimiliki masyarakat. Kegiatan dan bantuan yang diberikan dalam implementasi program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem merupakan pemilihan dan inisiasi dari BNI 46. Meski demikian, BNI 46 tetap mempertimbangkan kebutuhan masyarakat Lasem untuk mengembangkan usaha batik tulis. BNI 46 tidak melakukan pemilihan penerima pinjaman kredit melalui seleksi dengan persyaratan yang ketat. Jaminan untuk kredit dibawah sepuluh juta menggunakan buku nikah, sementara jaminan untuk kredit di atas lima belas juta menggunakan BPKB. Tabel 34 Tingkat kesesuaian program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Kesesuaian Program Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 5 16,67 Sedang 11 36,67 Tinggi 14 46,67 Total 30 100,00 Berdasarkan pengukuran tingkat kesesuaian program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, mayoritas responden yakni sebesar 46,7 persen menyatakan bahwa tingkat kesesuaian program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem termasuk dalam tingkatan tinggi. Kecenderungan responden menyatakan tingkat kesesuaian program berada pada tingkat tinggi disebabkan bentuk kegiatan dan bantuan yang diberikan dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dirasa sudah sesuai dengan kebutuhan penerima program. Bantuan modal, bahan baku, alat produksi, pelatihan, dan showroom yang diberikan merupakan sumber daya yang dibutuhkan dalam usaha batik.
59 “…pelatihan mbatik dari BNI pas banget mbak. Saya biasanya cuma nembok, ngga pede buat bikin usaha sendiri. Tapi sejak mbatik sama BNI itu saya jadi coba buat ngelekreng juga…” (MRF, 40)
Kekurangan yang masih dirasakan oleh penerima program dalam pelaksanaan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem ini adalah proses pencairan dana pinjaman yang cukup lama, sehingga terkadang beberapa responden tidak dapat menggunakan pinjaman kredit tersebut untuk usaha batik ketika dibutuhkan. “…kurangnya BNI nih lama turun uangnya. Bisa dua bulan, tiga bulan. Mungkin sistem bank memang seperti itu ya, apalagi bank besar. Tapi saya jadi ngga enak sama teman-teman. Mungkin dikira mereka saya yang sengaja lama-lamain pengajuan ke BNInya. Padahal memang dari BNInya yang lama…” (SWR, 41)
Tingkat Keberlanjutan Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem Tingkat keberlanjutan program CSR dapat dilihat dari manfaat kegiatan yang secara berkelanjutan diterima oleh penerima program jika program selesai atau dihentikan. Dalam hal ini, dilihat pula keberdayaan penerima program untuk meneruskan usaha mereka setelah mendapatkan bantuan kredit dari BNI 46. Tabel 35 Tingkat keberlanjutan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Keberlanjutan Jumlah (n) Persentase (%) Program Rendah 10 33,3 Sedang 18 60,0 Tinggi 2 6,7 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 35 dapat diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 60 persen menyatakan bahwa tingkat keberlanjutan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Kecenderungan responden menyatakan bahwa tingkat keberlanjutan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang disebabkan usaha batik yang dimiliki oleh mayoritas responden masih dalam tahap perkembangan. Mayoritas responden menyatakan mampu mempertahankan usaha batik tulis mereka, namun tetap membutuhkan kredit untuk mengembangkan usaha. “…namanya dagang ya mbak, pasti naik turun. Kadang lakunya dikit, terus kurang modal buat mbatik lagi. Kalau kaya gitu saya pakai tabungan, ya itu pinjeman yang dari BNI…” (ENH, 36)
Aspek lainnya yang diukur dalam tingkat keberlanjutan adalah mengenai pengelolaan program. Mayoritas responden menyatakan bahwa pengelolaan program Kampoeng BNI tidak diserahkan kepada mereka.
60
“…saya ngga berhubungan sama BNI mbak. Kalau bayar kredit juga lewat mbak win…” (BBT, 50)
Tingkat Pemberdayaan Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem Tingkat pemberdayaan program CSR mengukur seberapa besar upaya program CSR untuk meningkatkan kapasitas penerima program, seperti keahlian dan keterampilan. Pengukuran dilakukan melalui keberdayaan responden dalam mengelola usaha setelah mengikuti program Kampoeng BNI. Tabel 36 Tingkat pemberdayaan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Pemberdayaan Jumlah (n) Persentase (%) Program Rendah 4 13,34 Sedang 16 53,34 Tinggi 10 33,34 Total 30 100,00 Berdasarkan Tabel 36, dapat diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 53,3 persen menyatakan bahwa tingkat pemberdayaan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Kecenderungan responden menyatakan bahwa tingkat pemberdayaan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang disebabkan responden merasa telah mengalami peningkatan pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola usaha, mengembangkan usaha, hingga menghadapi masalah usaha namun belum berada pada tahap yang telah mampu berdaya dan berdiri sendiri. “…Begitu saya berhenti jadi buruh, punya usaha sendiri, ya ternyata mbatik aja ngga cukup ya. Saya masih perlu belajar e mbak. Saya kelir, ngelorot, njual juga masih nitip mbak win di showroom…” (MRF, 40)
Pendampingan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem masih dilakukan oleh ketua kelompok setiap bulannya. Pendampingan dimaksudkan untuk mengetahui kendala dan kemajuan yang telah dicapai oleh masing-masing anggota kelompok. Selain itu, pencatatan mengenai jumlah kain batik yang diproduksi juga dilakukan, untuk kemudian dipasarkan melalui showroom. Meski ketua kelompok Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem telah mendapat sebutan sebagai ‘guru batik’ dengan berbagai pengalaman dan kemauan untuk berbagi, pendampingan dari BNI masih dibutuhkan oleh peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. “…BNI sudah ngasih banyak ke kami. Tapi saya ya pengennya BNI lebih mendampingi. Usaha batik disini kecil-kecil tapi punya potensi besar. Perlu dikembangkan terus mbak…” (SWR, 41)
61 Tingkat Partisipasi Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem Tingkat partisipasi adalah besar keterlibatan penerima program dalam proses perencanaan hingga evaluasi program. Pengukuran dilakukan melalui pengukuran peran serta penerima program pada tahap perencanaan progam, pelaksanaan program, hingga monitoring dan evaluasi program. Partisipasi dan peran serta penerima program dalam setiap tahapan program juga dapat menjadi indikator awal mengenai program yang berorientasi pada pengembangan masyarakat atau tidak. Tabel 37 Tingkat partisipasi program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahu 2017 Tingkat Partisipasi Jumlah (n) Persentase (%) Program Rendah 12 40,0 Sedang 17 56,7 Tinggi 1 3,3 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 37 diketahui mayoritas responden sebanyak 56,7 persen menyatakan bahwa tingkat partisipasi program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkatan sedang. Kecenderungan responden menyatakan bahwa tingkat partisipasi program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang karena responden merasa mereka tidak terlibat dalam proses perencanaan, monitoring, dan evaluasi program. Mereka hanya terlibat dalam sebagian kegiatan dalam pelaksanaan program. Mayoritas responden terlibat dalam kegiatan rapat dan pertemuan rutin setiap akhir bulan diantara penerima program itu sendiri. “…biasanya kalau rapat sama BNI di showroom mbak. Diajak sama mbak win. Katanya ada BNI gitu…” (ENH, 36)
BNI 46 melalui kantor cabang Pati melakukan monitoring kepada peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Monitoring dilakukan dalam rangka memantau penggunaan kredit pinjaman yang diberikan oleh BNI. Kredit yang diberikan diharapkan digunakan hanya untuk keperluan usaha. Monitoring dilakukan melalui catatan milik ketua kelompok mengenai jumlah kain batik yang diproduksi setiap bulan oleh masing-masing peserta dan dipasarkan di showroom. “…setiap kunjungan BNI lihat pembukuan. Siapa aja yang hasilin batik siapa yang ngga…” (SWR, 41)
Tingkat Kinerja Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem Tingkat kinerja program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem merupakan total pengukuran dari lima variabel yang terdiri atas tingkat manfaat, tingkat kesesuaian, tingkat keberlanjutan, dan tingkat partisipasi. Total nilai kelima
62
variabel tersebut kemudian digolongkan dalam tiga tingkatan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tabel 38 Tingkat kinerja program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Kinerja Jumlah (n) Persentase (%) Program Rendah 6 20,0 Sedang 19 63,3 Tinggi 5 16,7 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 38 diketahui bahwa secara keseluruhan responden menyatakan bahwa tingkat kinerja program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkatan sedang, yakni sebesar 63,3 persen responden. Program Kampoeng BNI berjalan dengan lancar namun terdapat beberapa kekurangan, seperti pada tingkat partisipasi. Mayoritas responden hanya terlibat dalam tahap pelaksanaan program. Sementara, tingkat manfaat dan tingkat kesesuaian program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dinyatakan berada pada tingkat tinggi oleh responden karena peserta program merasakan manfaat yang cukup signifikan dengan adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan bentuk kegiatan dan bantuan yang dirasakan sudah sesuai dengan kebutuhan subyek penerima program. IKHTISAR Kecenderungan responden menyatakan bahwa tingkat manfaat program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat tinggi. Demikian pula pada tingkat kesesuaian program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang cenderung dinyatakan responden berada pada tingkat tinggi. Sementara, kecenderungan responden menyatakan bahwa tingkat keberlanjutan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Pada tingkat pemberdayaan, mayoritas responden menyatakan tingkat pemberdayaan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Kecenderungan responden menyatakan tingkat partisipasi program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Secara keseluruhan berdasarkan akumulasi skor kelima variabel, mayoritas responden menyatakan bahwa tingkat kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang.
63
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Pengembangan ekonomi lokal menurut Radyati (2008) dapat digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital), usaha (business capital), dan pengetahuan (knowledge capital). Bentuk kegiatan untuk bantuan terhadap humancapital dapat dalam bentuk pemberian pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat. Bantuan business capital dapat dalam bentuk pemberian mesin dan peralatan. Sedangkan pemberian pelatihan mengenai teknikteknik tertentu dan pendampingan dapat digolongkan dalam knowledge capital. Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem diimplementasikan dengan bentuk kegiatan dan bantuan antara lain kredit permodalan, pelatihan membatik, bantuan alat produksi, bantuan bahan baku produksi, pendampingan oleh ketua kelompok, dan sarana pemasaran berupa showroom serta pameran. Pengembangan ekonomi lokal diukur menggunakan empat variabel yaitu tingkat kesejahteraan, tingkat perkembangan usaha, peluang kerja, dan pengembangan keterampilan. Tingkat Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan adalah taraf hidup seseorang yang dapat diukur melalui tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, status rumah, jenis dinding, jenis lantai, fasilitas MCK, sumber penerangan, bahan bakar untuk memasak, sumber air, akses kesehatan, akses pendidikan, dan aset kepemilikan. Tabel 39 Jumlah dan persentase responden berdasarkan taraf hidup di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Taraf Hidup Jumlah (n) Persentase (%) Sedang 19 63,3 Tinggi 11 36,7 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 39 dapat diketahui bahwa kecenderungan responden sebanyak 63,3 persen berada pada tingkat kesejahteraan menengah. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kesejahteraan, tidak ada responden yang berada pada tingkat kesejahteraan rendah karena mayoritas responden telah mengakses pemenuhan kebutuhan hidup pada tingkat sedang atau tinggi. Beberapa responden menyatakan bahwa usaha batik yang mereka miliki telah mengangkat tingkat kesejahteraan, dan adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem telah membantu responden mengembangkan usaha batik tulis. “…dulu hidup saya ngga kaya gini e mbak. Untuk makan dua kali sehari aja susah. Sering saya ngga punya lauk, makan cuma nasi sama sambel atau sama kecap. Kadang beras aja ngga punya. Rumah saya jelek, kalau hujan ngga bisa tidur karena bocor semua atapnya. Alhamdulillah sekarang seperti ini, mungkin mbak ngga percaya saya pernah sangat susah …” (SWR, 41)
64
Meski mulai merintis usaha batik dan berdampak pada perekonomian rumah tangga, sebagian responden tetap memiliki pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Pekerjaan sampingan ini terutama dirasa sangat bermanfaat saat penjualan hasil produksi batik tidak begitu baik. “…sudah sekitar dua bulan ini suami saya sakit mbak jadi ngga bisa kerja. Saya akhirnya jaga kantin di SMP. Kalau nunggu dari batik kan ngga pasti lakunya kapan, laku berapa banyak. Jadi dua bulan ini juga hasil membatik saya sedikit, karena pagi habis masak ngga bisa membatik, jaga kantin sekolah …” (MRF, 40)
Tingkat pendapatan mayoritas responden berada di bawah lima juta rupiah, dimana masih cukup banyak responden yang memperoleh pendapatan di kisaran satu juta rupiah hingga dua juta rupiah.Sebagian buruh batik bekerja dengan penghasilan harian, dengan kisaran dua puluh lima ribu rupiah hingga tiga puluh ribu rupiah. Tingkat pengeluaran responden juga berada di kisaran yang tidak jauh dengan tingkat pendapatan. Mayoritas responden menyatakan bahwa cicilan per bulan untuk melunasi kredit pinjaman kepada BNI 46 tidak memberatkan, karena mereka memilih besaran kredit yang sekiranya tidak memberatkan cicilan per bulan dan pelunasan dilakukan dalam jangka waktu tiga tahun. “…Penghasilan saya per hari 26 ribu. Biasanya saya nabung tiap hari lima ribu untuk nyicil ke BNI. Dicukup-cukupin aja mbak. Suami saya kan kerja juga…” (NRY, 31)
Status kepemilikan rumah responden mayoritas merupakan rumah milik sendiri, meskipun luas lahan tidak begitu besar. Jenis dinding sebagian besar responden merupakan tembok bata, maupun kayu atau bambu dengan jenis lantai semen, tanah, atau keramik. Fasilitas mandi cuci kakus yang dimiliki responden merupakan kamar mandi sendiri, sebagian besar tanpa septic tank. Bahan bakar untuk memasak yang digunakan responden keseluruhan merupakan bahan bakar gas. Sementara, sumber air bersih diperoleh dari ledeng meteran, maupun mata air sumur dan pipa terlindungi. Sebagian besarresponden berobat ke dokter praktik bila sedang sakit. Akses pendidikan bagi anak-anak responden sudah semakin baik, dengan banyaknya responden yang memiliki anak sedang duduk di bangku SMA maupun bangku kuliah. Aset kepemilikan barang responden sebagian besar memiliki televisi, kipas angin, handphone, dan mesin cuci. Sebagian responden telah memiliki AC dan laptop. Aset kendaraan yang dimiliki oleh sebagian besar responden adalah sepeda dan motor, hanya sebagian responden yang memiliki mobil. Tingkat Perkembangan Usaha Tingkat perkembangan usaha dilihat dari perubahan yang terjadi pada usaha masing-masing responden dalam rentang waktu sebelum dan sesudah responden menjadi subyek penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Perubahan-perubahan yang diukur terutama dilihat dari besaran modal yang digunakan, jumlah produk yang dihasilkan, besaran keuntungan, dan jumlah tenaga kerja.
65 Tabel 40 Perubahan modal usaha batik tulis sebelum dan sesudah bergabung program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Besaran Perubahan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak ada perubahan 7 23,3 Perubahan < 3 juta rupiah 11 36,7 Perubahan 3-5 juta rupiah 8 26,7 Perubahan > 5 juta rupiah 4 13,3 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 40 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yakni sebesar 36,7 persen mengalami perubahan modal usaha sebesar kurang dari tiga juta rupiah. Sebagian besar responden sebelum bergabung dengan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem menjadi buruh batik dan belum memiliki usaha batik tulis sendiri. Kemudian setelah menjadi subyek penerima program, responden merintis usaha batik mereka dengan jumlah potongan kain batik yang dihasilkan setiap bulan menyesuaikan dengan kemampuan responden, sehingga besaran modal yang dibutuhkan juga menyesuaikan kesanggupan responden membuat batik tulis. Tabel 41 Perubahan jumlah kain batik yang dihasilkan setiap bulan oleh peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Besaran Perubahan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak ada perubahan 8 26,67 Perubahan < 5 kain batik 3 10,00 Perubahan 5-10 kain batik 8 26,67 Perubahan >10 kain batik 11 36,67 Total 30 100,00 Berdasarkan Tabel 41 diketahui bahwa mayoritas responden yakni sebesar 36,7 persen mengalami perubahan jumlah kain batik yang dihasilkan setiap bulan sebanyak lebih dari sepuluh kain batik. Perubahan jumlah kain batik yang dihasilkan setiap bulan ini berkaitan dengan kemampuan responden dalam mempekerjakan tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan dalam tahapan-tahapan pembuatan kain batik. Kecenderungan responden mempekerjakan tenaga kerja untuk melakukan proses lengkreng atau pembuatan pola pada mori, proses nyanting5, maupun proses nembok tahap pertama. Sementara proses kelir, nembok tahap kedua dan berikutnya, serta proses pelorotan dititipkan di tempat usaha ketua kelompok.
5
proses merekatkan malam ke kain yang telah dibuat motif
66
Tabel 42 Perubahan besaran keuntungan yang diperoleh setiap bulan oleh peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Besaran Perubahan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak ada perubahan 8 26,7 Perubahan < 3 juta rupiah 16 53,3 Perubahan 3-5 juta rupiah 2 6,7 Perubahan > 5 juta rupiah 4 13,3 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 42 diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 53,3 persen mengalami perubahan keuntungan per bulan sebesar kurang dari tiga juta rupiah. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan kain batik berkaitan dengan jumlah kain yang dihasilkan, jenis kain yang digunakan karena harga kain prima lebih murah dibandingkan kain primis, jumlah warna dalam kain batik, motif kain batik karena semakin rumit motif kain batik, harganya akan semakin mahal. Tabel 43 Perubahan jumlah tenaga kerja usaha batik tulis peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Besaran Perubahan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak ada perubahan 11 36,7 Perubahan < 3 orang 9 30,0 Perubahan 3-5 orang 7 23,3 Perubahan > 5 orang 3 10,0 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 43 diketahui bahwa mayoritas responden yakni sebesar 36,7 persen tidak mengalami perubahan jumlah tenaga kerja pada usaha batik tulis. Hal ini disebabkan oleh adanya responden yang tidak memulai usaha batik tulis setelah memperoleh kredit permodalan, responden tidak memerlukan penambahan kerja pada usaha batik tulisnya, maupun responden lebih memilih mengerjakan proses-proses dalam usaha batik sendiri. “…Saya ngerjain semuanya hanya berdua dengan suami. Ngga minta tolong orang, buat menjaga kualitas. Jadi kami kerjakan semua sendiri, kecuali proses pewarnaan ya mbak, itu saya titipkan di Mbak Win. Kalau kita mewarnai sendiri, batiknya masih belum banyak. Warnanya lebih bagus kalo kainnya kira kira 25-40 kain…” (JMY, 44)
Berdasarkan Tabel 44 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan, mayoritas responden sebanyak 66,7 persen menyatakan tingkat perkembangan usaha batik tulis peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat rendah. Meski terdapat beberapa responden yang mengalami perkembangan usaha pesat dengan perubahan yang signifikan, namun masih terdapat beberapa responden lain yang tidak memulai usaha batik tulis meski telah memperoleh kredit permodalan dari program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem.
67 Tabel 44 Tingkat perkembangan usaha batik tulis peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Perkembangan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 20 66,7 Sedang 6 20 Tinggi 4 13,3 Total 30 100,0 Peluang Kerja Peluang kerja merupakan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan karena tumbuhnya usaha baru. Pengukuran peluang kerja dilakukan menggunakan kuesioner skala likert kepada responden untuk mengetahui kemampuan responden untuk menciptakan kesempatan kerja, serta kesempatan kerja yang dirasakan oleh responden setelah adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Tabel 45 Tingkat peluang kerja yang dirasakan peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Peluang Kerja Jumlah (n) Persentase (%) Sedang 16 53,3 Tinggi 14 46,7 Total 30 100,0 Berdasarkan Tabel 45 diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 53,3 persen merasakan peluang kerja setelah adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Hal ini disebabkan adanya responden yang tidak mengalami penambahan tenaga kerja bagi usaha batik tulisnya karena tidak memerlukan penambahan tenaga kerja atau tidak memiliki usaha batik, namun merasakan bahwa peluang kerja di Desa Babagan, Kecamatan Lasem semakin meningkat setelah adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Berkembangnya usaha batik tulis lasem serta tumbuhnya usaha-usaha batik tulis baru telah membuat kebutuhan akan tenaga kerja mengalami peningkatan. Buruh-buruh batik yang semula bekerja untuk pemilik usaha batik, kemudian memiliki usaha batiknya sendiri dan mempekerjakan orang lain untuk membantu pekerjaan dalam proses membatik, meskipun sebagian besar responden masih mempekerjakan orang lain dalam jumlah yang sedikit. “…saya dulu nembok sehari bisa sepuluh, dua puluh, tergantung motif, tapi sekarang saya minta tolong orang…” (MRF, 40)
Pengembangan Keterampilan Pengembangan keterampilan merupakan upaya peningkatan kapasitas melalui pelatihan. Upaya pengembangan keterampilan dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dilakukan melalui pelatihan membatik. Pelatihan membatik ini dilakukan untuk meningkatkan keterampilan peserta program dalam
68
setiap proses. Pengukuran dilakukan menggunakan skala likert untuk mengetahui peningkatan keterampilan yang dirasakan responden. Tabel 46 Tingkat pengembangan keterampilan yang dirasakan peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Pengembangan Jumlah (n) Persentase (%) Keterampilan Rendah 6 20 Sedang 21 70 Tinggi 3 10 Total 30 100 Berdasarkan Tabel 46 diketahui bahwa mayoritas responden sebesar 70 persen menyatakan bahwa tingkat pengembangan keterampilan setelah adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Kecenderungan responden menyatakan bahwa peningkatan keterampilan setelah bergabung dengan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang karena sebagian besar responden menyatakan bahwa keterampilan mengolah limbah produksi belum mereka miliki, karena limbah produksi yang dihasilkan masih dibuang, seperti limbah produksi berupa air setelah proses kelir (pewarnaan). “…Dua apa tiga bulan lalu waktu BNI kesini katanya mau bikin pelatihan lagi mbak, menjahit, tapi belum jelas realisasinya kapan nih. Kalo pelatihan soal limbah produksi belum ada rencana juga. Jadi air hasil kelir sama ngelorot ya dibuang aja…” (SWR, 41)
Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal merupakan peningkatan dalam kapasitas ekonomi lokal untuk menciptakan kesejahteraan bagi penduduk lokal. Pengembangan ekonomi lokal diarahkan pada kemandirian ekonomi lokal untuk dapat mencapai ekonomi berkelanjutan. Pembangunan ekonomi harus dilaksanakan di tingkat lokal dan penduduk memperoleh manfaat dari pembangunan tersebut. Tabel 47 Tingkat pengembangan ekonomi lokal pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Pengembangan Jumlah (n) Persentase (%) Keterampilan Rendah 3 10.0 Sedang 19 63.3 Tinggi 8 26.7 Total 30 100.0
69 Berdasarkan tabel 47 diketahui bahwa tingkat pengembangan ekonomi lokal pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang, yakni sebesar 63.3 persen responden. Sejak adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, pengusaha batik tulis di Lasem semakin bertambah. Pengembangan ekonomi yang dilakukan dalam usaha batik tulis Lasem termasuk dalam konteks lokal karena mayoritas sumber daya yang digunakan merupakan sumber daya lokal. Tenaga kerja yang dipekerjakan dalam usahausaha batik milik masyarakat pribumi merupakan tenaga kerja lokal yang mayoritas merupakan tetangga di sekitar tempat usaha, ataupun tetangga di sekitar rumah pemilik. Sarana pemasaran yang digunakan adalah milik ketua kelompok yang kemudian direnovasi oleh BNI 46, dengan karyawan yang menjaga showroom merupakan tenaga kerja lokal. Hanya bahan pewarna kain batik yang merupakan sumber daya non-lokal karena pewarna sintetik yang diimpor dari China. Meski demikian, saat ini KUB Sumber Rejeki sudah mulai menggunakan bahan pewarna alami setelah mendapat pelatihan dari BNI 46. “…Tahun lalu apa dua tahun lalu ya, kita ngasih pelatihan untuk bahan pewarna alami, biar tidak ketergantungan dengan pewarna sintetik yang diimpor dari China, dan lagi harganya lebih mahal…” (DWY, Asisten Manajer Program Kemitraan Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan BNI 46)
Merujuk pada teori model kemitraan yang dikemukakan Sulistyani (2004), kemitraan dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem antara buruh dan pemilik usaha batik dengan BNI 46 tergolong dalam mutualism partnership karena kedua pihak menyadari pentingnya kerja sama untuk saling memberikan manfaat lebih sehingga tercapai tujuan secara optimal. Kemitraan dalam program kampoeng BNI Batik Tulis Lasem ini memberikan manfaat bagi kedua pihak baik subyek penerima program dan BNI 46. Subyek penerima program dapat akses permodalan dengan mudah tanpa syarat berupa agunan ataupun jaminan untuk mendirikan atau mengembangkan usaha batik tulis, sementara BNI 46 memperoleh manfaat dari Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang diakui sebagai program CSR yang memberdayakan ekonomi lokal dan pemberdayaan wanita dalam Nusantara CSR Award pada tahun 2015. Apabila dilihat dari azas kehidupan organisasi, model kemitraan antara subyek penerima program dengan BNI 46 tergolong dalam subordinate union of partnership karena kedua pihak memiliki status, kemampuan, atau kekuatan yang tidak seimbang satu sama lain. BNI 46 merupakan pihak yang memiliki status, kemampuan, dan kekuatan yang lebih besar dibandingkan subyek penerima program.
IKHTISAR Kecenderungan responden telah berada pada tingkat kesejahteraan menengah. Secara keseluruhan, tingkat perkembangan usaha peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat rendah. Mayoritas
70
responden menyatakan bahwa tingkat peluang kerja setelah adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Sementara, mayoritas responden menyatakan tingkat pengembangan keterampilan dari adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang.
71
HUBUNGAN KARAKTERISTIK CSR DAN KINERJA CSR TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Hubungan Karakteristik CSR dengan Kinerja CSR Pengukuran antara hubungan karakteristik CSR dengan kinerja CSR diuji dengan menggunakan uji statistik non-parametrik rank spearman karena data kedua variabel merupakan skala ordinal. Pengukuran terhadap karakteristik CSR dengan kinerja CSR dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergambar dalam tabulasi silang pada Tabel 48. Tabel 48 Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik CSR dengan kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Kinerja CSR Total Karakteristik CSR Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n % Charity 5 71,4 2 28,6 0 0,0 7 100,0 Philantrophy 1 9,1 8 72,7 2 18,2 11 100,0 Corporate citizenship 0 0,0 9 75,0 3 25,0 12 100,0 Total 6 20,0 19 63,3 5 16,7 30 100,0 Merujuk pada data pada Tabel 48 terlihat jika ada hubungan antara karakteristik CSR dengan kinerja CSR. Ketika karakteristik CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong pada charity, tingkat kinerja CSR berada pada tingkat rendah. Ketika karakteristik CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong pada philantrophy, tingkat kinerja CSR berada pada tingkat sedang, dan ketika karakteristik CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong pada corporate citizenship, tingkat kinerja CSR berada pada tingkat sedang. Hasil tabulasi silang ini menunjukkan bahwa karakteristik program CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang tergolong pada corporate citizenship, berhubungan dengan tingkat kinerja CSR yang berada pada tingkat sedang. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa nilai korelasi antara variabel karakteristik CSR dengan kinerja CSR adalah sebesar 0.563. Nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel merupakan hubungan korelasi yang sedang. Hasil nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0.001 < α (0.05). Nilai signifikansi ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah nyata dan signifikan karena nilai α lebih kecil dari 0,05. Hasil uji korelasi pada menunjukkan bahwa karakteristik CSR yang diimplementasikan oleh BNI 46 pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem memiliki hubungan nyata dan signifikan dengan kinerja CSR. Hal ini disebabkan responden telah merasakan manfaat yang signifikan dan sesuai dengan kebutuhan dari implementasi program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang telah mempertimbangkan keadaan sosial masyarakat Lasem dan berkontribusi untuk masyarakat Lasem secara keseluruhan.
72
“…pelatihan mbatik dari BNI pas banget mbak. Saya biasanya cuma nembok, ngga pede buat bikin usaha sendiri. Tapi sejak mbatik sama BNI itu saya jadi coba buat ngelekreng juga…” (MRF, 40)
Hubungan Kinerja CSR dengan Pengembangan Ekonomi Lokal Pengukuran hubungan kinerja CSR terhadap pengembangan ekonomi lokal diuji dengan menggunakan uji statistik non-parametrik rank spearman karena data kedua variabel merupakan skala ordinal. Uji korelasi antara tingkat kinerja CSR dengan pengembangan ekonomi lokal dilakukan dengan berdasarkan empat variabel pengembangan ekonomi lokal. Hubungan Tingkat Kinerja CSR terhadap Tingkat Kesejahteraan Pengukuran terhadap kinerja CSR dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem terhadap tingkat kesejahteraan secara kuantitatif tergambar dalam tabulasi silang pada Tabel 49. Tabel 49 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat kesejahteraan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Kesejahteraan Total Kinerja CSR Sedang Tinggi n % n % n % Rendah 5 83,3 1 16,7 6 100,0 Sedang 14 73,7 5 26,3 19 100,0 Tinggi 0 0,0 5 100,0 5 100,0 Total 19 63,3 11 36,7 30 100,0 Merujuk data pada Tabel 49, terlihat jika ada hubungan antara tingkat kinerja CSR dengan tingkat kesejahteraan. Ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat rendah, tingkat kesejahteraan peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang, tingkat kesejahteraan berada pada tingkat sedang, dan ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat tinggi, tingkat kesejahteraan berada pada tingkat tinggi. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa nilai korelasi antara variabel kinerja CSR dengan tingkat kesejahteraan adalah sebesar 0.494. Nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel merupakan hubungan korelasi yang sedang. Hasil nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0.005 < α (0.05). Nilai signifikansi ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah nyata dan signifikan karena nilai α lebih kecil dari 0,05. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem memiliki hubungan nyata dan signifikan dengan tingkat kesejahteraan. Hal ini disebabkan responden yang menjadi subyek penerima
73 program merasakan manfaat adanya peningkatan pendapatan dari program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Selain itu, responden juga tidak merasa berat dengan cicilan yang harus dibayar per bulan untuk melunasi kredit permodalan. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan bahwa kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang berada pada tingkat sedang memiliki korelasi yang nyata dan signifikan dengan tingkat kesejahteraan responden yang berada pada tingkat sedang. Meski demikian, kinerja CSR bukan menjadi satusatunya faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, karena mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yang dalam rumah tangganya masih mendapatkan penghasilan dari kepala keluarga. “…Saya pernah hidup sulit, saya tau rasanya gimana hidup sulit mbak. Jadi saya ngga pengen tetangga saya ngerasain kaya saya juga. Ngga enak mbak. Makanya, ayo, mau ngapain. Saya berusaha merangkul yang dekat-dekat dengan saya dulu mbak…” (SWR, 41)
Hubungan Tingkat Kinerja CSR terhadap Tingkat Perkembangan Usaha Pengukuran terhadap kinerja CSR dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem terhadap tingkat perkembangan usaha secara kuantitatif tergambar dalam tabulasi silang pada Tabel 50. Tabel 50 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat perkembangan usaha di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Perkembangan Usaha Total Kinerja CSR Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n % Rendah 5 83,3 0 0,0 1 16,7 6 100,0 Sedang 14 73,7 3 15,8 2 10,5 19 100,0 Tinggi 1 20,0 3 60,0 1 20,0 5 100,0 Total 20 66,7 6 20,0 4 13,3 30 100,0 Merujuk data pada Tabel 50, terlihat jika hubungan antara tingkat kinerja CSR dengan tingkat perkembangan usaha berhubungan lemah. Ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat rendah, tingkat perkembangan usaha peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat rendah. Ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang, tingkat perkembangan usaha berada pada tingkat rendah, dan ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat tinggi, tingkat perkembangan usaha berada pada tingkat sedang. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa nilai korelasi antara variabel kinerja CSR dengan tingkat perkembangan usaha adalah sebesar 0.333. Nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel merupakan
74
hubungan korelasi yang rendah. Hasil nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0.072 > α (0.05). Nilai signifikansi ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah tidak signifikan karena nilai α lebih besar dari 0,05. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem memiliki hubungan tidak signifikan dengan tingkat perkembangan usaha. Hal ini disebabkan meskipun responden memperoleh kredit modal dan bentuk kegiatan atau bantuan lainnya dari program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, keputusan dalam menjalankan usaha tetap berada pada masing-masing responden. Masih ada responden yang memilih untuk memulai usaha meski telah mendapat kredit permodalan, atau ada pula usaha-usaha batik milik yang tidak mengalami perubahan karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan usaha selain bentuk kegiatan dan bantuan yang diberikan oleh BNI 46 dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. “…Mbak Jarimah itu dulu salah satu dari tiga karyawan saya, waktu usaha saya masih kecil, saya jalani dengan tiga orang ini. Lalu Mbak Jarimah juga ikut Kampoeng BNI, usahanya berkembang, dia berhenti jadi buruh batik. Batiknya dijual sendiri, semuanya dilakukan sendiri, ngga nitip disini, ngga dijual di showroom sini. Paling dia kesini untuk bayar cicilan kredit dan silaturahmi. Jadi ya memang ada peserta yang dari desa lain, tapi ikutnya disini. Itu semua dulu kerjanya di saya, terus Alhamdulillah usahanya berkembang jadi dia jalan sendiri…” (SWR, 41)
Hubungan Tingkat Kinerja CSR terhadap Tingkat Peluang Kerja Pengukuran terhadap kinerja CSR dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem terhadap tingkat peluang kerja secara kuantitatif tergambar dalam tabulasi silang pada Tabel 51. Tabel 51 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat peluang kerja di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Peluang Kerja Total Kinerja CSR Sedang Tinggi n % n % n % Rendah 5 83,3 1 16,7 6 100,0 Sedang 10 52,6 9 47,4 19 100,0 Tinggi 1 20,0 4 80,0 5 100,0 Total 16 53,3 14 46,7 30 100,0 Merujuk data pada Tabel 51, terlihat jika ada hubungan antara tingkat kinerja CSR dengan tingkat peluang kerja. Ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat rendah, tingkat peluang kerja peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang. Ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang, tingkat peluang kerja berada pada tingkat sedang, dan
75 ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat tinggi, tingkat peluang kerja berada pada tingkat tinggi. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa nilai korelasi antara variabel kinerja CSR dengan tingkat peluang kerja adalah sebesar 0.383. Nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel merupakan hubungan korelasi yang rendah. Hasil nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0.037 < α (0.05). Nilai signifikansi ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah nyata dan signifikan karena nilai α lebih kecil dari 0,05. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem memiliki hubungan nyata dan signifikan berkolerasi rendah dengan tingkat peluang kerja. Hal ini disebabkan sebagian responden telah menjadi pelaku usaha batik yang semakin berdaya telah mampu menjalankan usaha batiknya dengan mandiri dan menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitarya. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran terhadap kinerja CSR yang berada pada tingkat sedang memiliki korelasi dengan peluang kerja setelah adanya program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang berada pada tingkat sedang. “…Saya ngerjain semuanya hanya berdua dengan suami. Ngga minta tolong orang, buat menjaga kualitas. Jadi kami kerjakan semua sendiri, kecuali proses pewarnaan ya mbak, itu saya titipkan di Mbak Win. Kalau kita mewarnai sendiri, batiknya masih belum banyak. Warnanya lebih bagus kalo kainnya kira kira 25-40 kain…” (JMY, 44)
Hubungan Tingkat Kinerja CSR terhadap Pengembangan Keterampilan Pengukuran terhadap kinerja CSR dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem terhadap tingkat peluang kerja secara kuantitatif tergambar dalam tabulasi silang pada Tabel 52. Tabel 52 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat pengembangan keterampilan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Pengembangan Keterampilan Total Kinerja CSR Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n % Rendah 5 83,3 1 16,7 0 0,0 6 100,0 Sedang 1 5,3 18 94,7 0 0,0 19 100,0 Tinggi 0 0,0 2 40,0 3 60,0 5 100,0 Total 6 20,0 21 70,0 3 10,0 30 100,0 Merujuk data pada Tabel 52, terlihat jika ada hubungan antara tingkat kinerja CSR dengan tingkat pengembangan keterampilan. Ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat rendah, tingkat pengembangan keterampilan peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat rendah. Ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang, tingkat pengembangan
76
keterampilan berada pada tingkat sedang, dan ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat tinggi, tingkat pengembangan keterampilan berada pada tingkat tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran kinerja CSR yang berada pada tingkat sedang memiliki hubungan yang nyata dan signifikan yang memiliki nilai korelasi tinggi dengan tingkat pengembangan keterampilan. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa nilai korelasi antara variabel kinerja CSR dengan tingkat pengembangan keterampilan adalah sebesar 0.808. Nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel merupakan hubungan korelasi yang tinggi. Hasil nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0.000 < α (0.05). Nilai signifikansi ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah nyata dan signifikan karena nilai α lebih kecil dari 0,05. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem memiliki hubungan nyata dan signifikan berkolerasi tinggi dengan tingkat pengembangan keterampilan. Berdasarkan hasil pengukuran, kinerja CSR berada pada tingkat sedang, yang memiliki korelasi tinggi dengan tingkat pengembangan keterampilan yang berada pada tingkat sedang. Hal ini disebabkan, pelatihan yang dilaksanakan oleh BNI 46 melalui program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem baru diadakan satu kali selama pelaksanaan program Kampoeng BNI di Lasem, sehingga responden merasa perkembangan keterampilan belum maksimal. “…Dua apa tiga bulan lalu waktu BNI kesini katanya mau bikin pelatihan lagi mbak, menjahit, tapi belum jelas realisasinya kapan nih. Kalo pelatihan soal limbah produksi belum ada rencana juga. Jadi air hasil kelir sama ngelorot ya dibuang aja…” (SWR, 41)
Hubungan Tingkat Kinerja CSR terhadap Pengembangan Ekonomi Lokal Pengukuran terhadap kinerja CSR dalam program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem terhadap tingkat pengembangan ekonomi lokal secara kuantitatif tergambar dalam tabulasi silang pada Tabel 53. Tabel 53 Jumlah dan persentase responden menurut kinerja CSR program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dengan tingkat pengembangan keterampilan di Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah tahun 2017 Tingkat Pengembangan Ekonomi Lokal Total Kinerja CSR Rendah Sedang Tinggi n % N % N % n % Rendah 2 33.3 3 50.0 1 16.7 6 100.0 Sedang 1 5.3 14 73.7 4 21.1 19 100.0 Tinggi 0 0.0 2 40.0 3 60.0 5 100.0 Total 3 10.0 19 63.3 8 26.7 30 100.0 Merujuk data pada Tabel 53, terlihat jika ada hubungan antara tingkat kinerja CSR dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Ketika kinerja CSR
77 pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat rendah, tingkat pengembangan ekonomi lokal berada pada tingkat rendah. Ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang, tingkat pengembangan ekonomi lokal berada pada tingkat sedang, dan ketika kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat tinggi, tingkat pengembangan ekonomi lokal berada pada tingkat tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran kinerja CSR yang berada pada tingkat sedang memiliki hubungan yang nyata dan signifikan yang memiliki nilai korelasi rendah dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal yang berada pada tingkat sedang. Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa nilai korelasi antara variabel kinerja CSR dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal adalah sebesar 0.384. Nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel merupakan hubungan korelasi yang rendah. Hasil nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0.036 < α (0.05). Nilai signifikansi ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah nyata dan signifikan karena nilai α lebih kecil dari 0,05. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem memiliki hubungan nyata dan signifikan berkolerasi rendah dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Berdasarkan hasil pengukuran, kinerja CSR berada pada tingkat sedang, yang memiliki korelasi rendah dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal yang berada pada tingkat sedang. Hal ini disebabkan, meskipun subyek penerima program telah menerima kredit permodalan dan bentuk kegiatan atau bantuan lainnya, keputusan untuk mendirikan dan mengembangkan usaha batik tetap berada pada masingmasing individu, sehingga berdampak pada pengembangan ekonomi lokal.
IKHTISAR Hasil uji korelasi antara karakteristik CSR yang diimplementasikan oleh BNI 46 dengan kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem menunjukkan hubungan yang nyata dan signifikan. Korelasi antara kedua variabel tersebut tergolong tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada bab Karakteristik CSR dan Kinerja CSR yang menunjukkan bahwa karakteristik CSR yang diimplementasikan BNI 46 tergolong dalam corporate citizenship memiliki hubungan korelasi tinggi dengan kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang tergolong pada tingkat sedang. Uji statistik menunjukkan korelasi antara tingkat kinerja CSR dengan tingkat kesejahteraan berhubungan nyata dan signifikan dengan hubungan korelasi sedang. Sementara, tingkat kinerja CSR berhubungan tidak signifikan dengan tingkat perkembangan usaha dengan nilai korelasi yang rendah. Tingkat kinerja CSR berhubungan signifikan dengan tingkat peluang kerja dengan nilai korelasi yang rendah. Tingkat kinerja CSR berhubungan nyata dan signifikan dengan pengembangan keterampilan dengan nilai korelasi yang tinggi.
78
79
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang fokus pada upaya pengembangan dan perintisan usaha batik tulis dilaksanakan di Desa Babagan sejak tahun 2012 dengan enam bentuk kegiatan atau bantuan. Program Kemtiraan dan Bina Lingkungan yang diimplementasikan oleh BNI 46 ini telah berperan dalam lahirnya usaha-usaha batik tulis baru di Desa Babagan. Dari hasil penelitian maka secara umum dapat disimpulkan bahwa program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem telah berdampak pada pengembangan ekonomi lokal masyarakat Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. BNI 46 tidak memberikan syarat yang sulit bagi masyarakat Lasem untuk mengajukan permohonan kredit permodalan. Selain itu, BNI 46 tidak menentukan kriteria penerima kredit permodalan untuk memiliki jenis pekerjaan tertentu seperti pemilik usaha batik saja. Penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem memiliki beragam jenis pekerjaan dan latar belakang ekonomi. Selain usaha-usaha batik tulis yang terus berkembang melalui kelompok-kelompok, pengelolaan program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem sebagian besar dilakukan oleh subyek penerima program. Secara khusus berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. karakteristik CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem menurut responden berada pada tahap corporate citizenship. Namun, berdasarkan pandangan penulis, karakteristik CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem tergolong dalam philantrhopy, karena BNI 46 tidak melakukan perencanaan program secara partisipatif, namun tetap mempertimbangkan keadaan masyarakat Lasem untuk pelaksanaan kegiatan dan pemilihan bentuk bantuan atau kegiatan. 2. Kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem berada pada tingkat sedang karena responden telah merasakan manfaat signifikan dari implementasi Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. 3. Tingkat pengembangan ekonomi lokal yang berada pada tingkat sedang. Muncul dan berkembangnya usaha-usaha batik tulis Lasem sejak implementasi Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem telah berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat Lasem. 4. Berdasarkan hasil uji korelasi rank spearman, terdapat hubungan antara karakteristik CSR dengan kinerja CSR pada program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, dan terdapat hubungan antara kinerja CSR dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka terdapat beberapa saran yang bisa dijadikan masukan sebagai bahan pertimbangan: 1. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program Kampoeng BNI sebaiknya dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh masyarakat pada suatu desa yang akan menjadi tempat implementasi.
80
2. Pendampingan sebaiknya dilakukan secara rutin dengan mempertimbangkan kebutuhan dan masalah yang dihadapi masyarakat yang menjadi subyek penerima program Kampoeng BNI. Pihak yang mendampingi sebaiknya karyawan BNI di kantor cabang terdekat dari lokasi Kampoeng BNI dengan fokus pekerjaan pada pengelolaan Kampoeng BNI. 3. Pengelolaan program Kampoeng BNI sebaiknya dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh subyek penerima program, serta menjalin kerja sama dengan pemerintah setempat agar pengembangan dapat dilakukan secara maksimal. 4. Besaran kredit permodalan di Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang ditentukan sendiri oleh subyek penerima program berdasarkan kondisi perekonomian dan kemampuan pengembangan usaha penerima program sudah ideal dan dapat dicontoh Kampoeng BNI lain. 5. Kemandirian dalam pengelolaan Kampoeng BNI di Lasem yang sebagian besar dilakukan oleh ketua kelompok sudah baik dan dapat dicontoh di Kampoeng BNI lain agar PKBL BNI ini tidak menimbulkan ketergantungan terhadap pihak BNI.
.
81
DAFTAR PUSTAKA Ambadar J. 2008. CSR dalam Praktik di Indonesia. Jakarta[ID]: Kompas Gramedia. Anatan L. 2009. Corporate Social Responsibility (CSR): Tinjauan Teoritis dan Praktik di Indonesia. [internet]. [diunduh pada 14 Maret 2016]. Dapat diunduh pada http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnalmanajemen/article/view/220 BNI. 2015. Sustainability Report. Boulle J. 2004. Praktek Terbaik Penerapan PendekatanKPEL (Buku I: Daerah Pilot) Kemitraan Bagi Pengembangan Ekonomi Lokal. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Daniri MA. 2008. Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. [internet]. [diunduh pada 28 Februari 2016]. Dapat diunduh pada http://kadinindonesia.or.id/images/dokumen Dahlsrud A. 2008. Corporate Social Responsibility and Environmental Management. [internet]. [diunduh pada 2 April 2016]. Dapat diunduh pada http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/csr.132/abstract;jessionid=3842 8444B8202551DB0C6F3BE21ABFE1.f01t03 Dendi, et al. 2004. Menanggulangi Kemiskinan melalui Pengembangan Ekonomi Lokal: Beberapa Pelajaran dari Nusa Tenggara. Dirjen Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri. Dipta IW. 2008. Strategi Penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui Kerja Sama Kemitraan Pola CSR. Jurnal Infokop. 16 (30), 62-75. Dapat diunduh pada http://jurnal.smecda.com/index.php/infokop/article/view/190. Effendi S, Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta[ID]: LP3ES. Fajar M. 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Studi Tentang Penerapan Ketentuan Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Multi Nasional, Swasta Nasional, dan Badan Usaha Milik Negara. Yogyakarta[ID]: Pustaka Pelajar. Ferdian A. 2008. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, CSR-kah?. BUMN Track. [internet]. [diunduh pada 28 Februari 2016]. Dapat diunduh pada http://www.slideshare.net/mobile/AnasFerdian2/program-kemitraan-danbina-lingkungan-bumn-csrkah GRI G4. 2013. Prinsip-Prinsip Pelaporan dan Pengungkapan Standar. Pedoman Pelaporan Berkelanjutan. Hidayati ND. 2011. Pattern of Corporate Social Responsibility Programs: a Case Study. Social Responsibility Journal. [internet]. [diunduh pada 14 Maret 2016]. 7 (1), 104-117. Dapat diunduh pada http://eresources.perpusnas.go.id:2057/docview/1012156858/fulltextPDF/8629539 E69C0429FPQ/1?accountid=25704 ISO 26000. 2010. Guidance on Social Responsibility. Jalal. 2011. Majalah Bisnis & CSR: guide to sustainability. Jakarta[ID]: Latofi Enterprise. Jalal. 2013. Pembangunan Berkelanjutan, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR), dan Penanganan Kemiskinan. Disampaikan dalam diskusi publik
82
Akuntabilitas Sosial CSR Industri Ekstraktif dan Peranannya dalam Penanggulangan Kemiskinan. Kartini D. 2009. Corporate Social Responsibility: transformasi konsep dan aplikasinya di Indonesia. Jakarta[ID]: Grafitipers. Kusumadewi TA, Hanafi I, Prasetyo W Y. 2013. Kemitraan BUMN dengan UMKM sebagai Bentuk Corporate Social Responsibility (CSR): Studi Kemitraan PT Telkom Kandatel Malang dengan UMKM Olahan Apel di Kota Batu. Jurnal Administrasi Publik. [internet]. [diunduh pada 24 Maret 2016]. 1(5), 953-961. Dapat diunduh pada http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view /166/147 Mardikanto T. 2014. Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan). Bandung[ID]: Alfabeta. Mulia R. 2010. Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan.Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Mulkhan U, Pratama MA. 2011. Peran Pemerintah dalam Kebijakan Corporate Social Responsibility dalam Upaya Mendorong Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan. [internet]. [diunduh pada 11 Maret 2016]. 2 (1), 274-281. Dapat diunduh pada http://publikasi.fisip.unila.ac.id/ Pasaribu VAR. 2007. Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Karya Ilmiah Universitas HKBP Nommensen. [internet]. [diunduh pada 27 Januari 2017]. Dapat diunduh pada http://perpustakaan.uhn.ac.id/ Prastiwi DL, Sumarti T. 2012. Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Jurnal Sodality. [internet]. [diunduh pada 2 April 2016]. 6 (1), 91-105. Dapat diunduh pada http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/5804/4479 Prayogo D, Hilarius Y. 2012. Efektivitas Program CSR/CD Dalam Pengentasan Kemiskinan Studi Peran Perusahaan Geotermal Di Jawa Barat. Jurnal Sosiologi Masyarakat. 1(17), 1-22. Rachman AA. 2011. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pengembangan Ekonomi Lokal. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. [internet]. [diunduh pada 14 Maret 2016]. 22 (3), 195-210. Dapat diunduh pada http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/05-Jurnal-13Anita-Avianti-Rachman.pdf Rachman NM, Efendi A, Wicaksana E. 2011. Panduan Lengkap Perencanaan CSR. Jakarta[ID]: Penebar Swadaya. Radyati MRN. 2008. CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Jakarta[ID]: Indonesia Business Links. Saidi Z, Abidin H. 2004. Menjadi Bangsa Pemarah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia. Jakarta[ID]: Piramedia. Santosa R. 2012. Corporate Social Responsibility: Dimensi dan Perspektif dalam Penelitian-Penelitian Empiris. Majalah Ekonomi dan Bisnis. [internet]. [diunduh pada 2 April 2016]. Dapat diunduh pada http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/vadded/article/view/718/772 Saragih JR. 2015. Perencanaan Wilayah dan Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Pertanian. Yogyakarta[ID]: Pustaka Pelajar.
83 Situmorang JW. 2014. Membangun Kemandirian Ekonomi Indonesia berbasis Koperasi dan UMKM. Jurnal infokop. [internet]. [diunduh pada 2 Maret 2016]. 24 (2), 28-43. Dapat diunduh pada: http://www.jurnal.smeda.com/ Sukada S, Wibowo P, Ginano K, Jalal, Kadir I, Rahman T. 2007. Membumikan bisnis berkelanjutan memahami konsep &praktik tanggung jawab sosial perusahaan. Jakarta [ID]: Indonesia Business Links. Sulistyani A. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta[ID]: Gava Media. Sumiyati Y. 2013. Peranan BUMN dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM. [internet]. [diunduh pada 3 Maret 2016]. 3 (20), 460481. dapat diunduh pada http://uii.ac.id/ Suparnyo, Wicaksono A, Ariyani W. 2013. Model Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui Program CorporateSocial Responsibility (CSR) pada Industri Rokok di Kudus. Jurnal Sosial dan Budaya. [internet]. [diunduh pada 24 Maret 2016]. 6(2), 29-39. Dapat diunduh pada http://jurnal.umk.ac.id/index.php/sosbud/article/view/279 Tyas PK. 2014. Analisis Perbedaan Program dan Pelaporan Corporate Social Responsibility pada BUMN dan BUMS: Studi Content Analysis Perusahaan Semen di Indonesia. Jurnal Calyptra. [internet]. [diunduh pada 24 Maret 2016]. 3(2), 1-15. Dapat diunduh pada http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/view/814/786 Waagstein PR. 2011. The Mandatory Corporate Social Responsibility in Indonesia: Problems and Implications.Journal of Business Ethics. [internet]. [diunduh pada 14 Maret 2016]. 98 (3), 455-466. Dapat diunduh pada http://e-resources.perpusnas.go.id:2057/docview/840669666?pqorigsite=summon Wahyuningrum Y, Noor I, Wachid, A. 2014. Pengaruh Program Corporate Social Responsibility terhadap Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat (Studi pada Implementasi CSR PT. Amerta Indah Otsuka Desa Pacarkeling Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan).Jurnal Administrasi Publik. [internet]. [diunduh pada 14 Maret 2016]. 1 (5), 109-115.Dapat diunduh pada http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view /166/147 Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik[ID]: Fascho Publishing. Yentifa A. 2008. Implementasi Corporate Social Responbility (CSR) PT. Semen Padang. Padang [ID]: Politeknik Negeri Padang.
84
85
LAMPIRAN
86
87 Lampiran 1. Peta Kecamatan Lasem
88
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
Gambar 3. Gapura Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem
Gambar 4. Showroom Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem
89
Gambar 5. Proses nembok
Gambar 6. Wawancara responden
90
Lampiran 3. Tulisan Tematik Pelaksanaan Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem merupakan salah satu dari tiga puluh satu Kampoeng BNI yang ada di seluruh Indonesia. Kampoeng BNI merupakan bentuk implementasi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang menjadi kewajiban BNI 46 sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pelaksanaan Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem sudah berjalan lebih dari empat tahun. Awal mula datangnya BNI 46 ke Lasem adalah untuk memberikan pelatihan membatik pada tahun 2010 di Balai Desa Babagan. “…pelatihan membatik itu tahun 2010, di Balai Desa sini mbak, tapi banyak yang dateng dari desa lain juga, kaya dari Karasgede, Pancur. Habis pelatihan itu dikasih mori lima lembar, lilin, pewarna, canting satu set, ada juga yang dapet gawangan…” (SYN, 40) “…pelatihan mbatik dari BNI pas banget mbak. Saya biasanya cuma nembok, ngga pede buat bikin usaha sendiri. Tapi sejak mbatik sama BNI itu saya jadi coba buat ngelekreng juga…” (MRF,40)
Kemudian, pada tahun 2012 program kemitraan dan bina lingkungan mulai diimplementasikan di Desa Babagan, dan desa lain di Kecamatan Lasem. Kredit permodalan sebagai bentuk program kemitraan mulai diberikan dengan terlebih dahulu masyarakat membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB). Salah satu KUB di Desa Babagan yang menjadi besar hingga saat ini ada KUB Sumber Rejeki, yang sekaligus diketuai oleh ketua kelompok program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem.Pada awal-awal periode berdirinya Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem, hanya ada sebelas subyek penerima program di Desa Babagan. Salah satu diantaranya adalah karyawan minimarket milik ketua kelompok program. Meski di ruas jalan desa Babagan terdapat plang-plang nama usaha batik milik subyek penerima program, namun salah satu plang tersebut yakni milik karyawan minimarket, tidak ada usaha batik yang pernah didirikan. “…yang ada plang-plang nama di jalan itu punyanya orang-orang yang periode pertama mbak. Liat kan warnanya sudah pudar? Ya itu udah lama. Yang periode-periode selanjutnya belum dibikinin kaya gitu tuh sama BNI…” (SWR, 41) “…saya kerjanya di toko Mbak Win. Ya waktu itu saya tanya, bisa ngga saya pinjem kredit juga ke BNI untuk benerin rumah, Alhamdulillah diusahain sama Mbak Win, jadi saya dapet 5 juta. Ya ngga saya buat batik, orang saya laki, ngga pernah ngebatik, ngga bisa ngebatik…” (ALF, 22)
KUB Sumber Rejeki kemudian semakin bertambah anggotanya karena subyek penerima program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem juga bertambah. Meski terdaftar ada tiga puluh orang yang memperoleh kredit permodalan, namun ada lebih dari tiga puluh orang yang mendapatkan uang kredit dari BNI, karena
91 sebagian dari tiga puluh orang penerima kredit ini merupakan ketua kelompok dari kelompok-kelompok kecil di bawah naungan KUB Sumber Rejeki. “…ini yang namanya terdaftar dapet kredit ini ada yang pinjam kredit untuk perorangan, ada juga yang kelompok. Yang kelompok ini pinjem ke BNI bisa 30 juta, 40 juta, nanti dibagi, anggotanya ada berapa. Biarpun kelompok, hasil ngebatiknya belum tentu banyak juga mbak yang dimasukkan ke showroom, karena anggota kelompoknya itu biasanya punya keahlian masing-masing, ada yang ngelengkreng, ada yang nyanting, ada yang nembok. Tapi kalau kelir sama ngelorot semuanya titip disini…” (SWR, 41)
Anggota KUB Sumber Rejeki terdiri atas beberapa peserta pelatihan membatik yang tinggal di Desa Babagan, pekerja dari ketua kelompok program, maupun saudara dan kerabat dari ketua kelompok program. Meskipun KUB Sumber Rejeki merupakan KUB dari Desa Babagan, namun ada beberapa subyek penerima program yang berasal dari desa lain. Seiring dengan berkembangnya usaha-usaha batik milik subyek penerima program, anggota yang berasal dari desa lain mulai keluar dari KUB Sumber Rejeki dan mengelola serta memasarkan sendiri usaha batiknya di desa lain. Meski demikian, urusan mengenai program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem terutama mengenai kredit permodalan masih tetap mengikuti KUB di Desa Babagan. “…Mbak Jarimah itu dulu salah satu dari tiga karyawan saya, waktu usaha saya masih kecil, saya jalani dengan tiga orang ini. Lalu Mbak Jarimah juga ikut Kampoeng BNI, usahanya berkembang, dia berhenti jadi buruh batik. Batiknya dijual sendiri, semuanya dilakukan sendiri, ngga nitip disini, ngga dijual di showroom sini. Paling dia kesini untuk bayar cicilan kredit dan silaturahmi. Jadi ya memang ada peserta yang dari desa lain, tapi ikutnya disini. Itu semua dulu kerjanya di saya, terus Alhamdulillah usahanya berkembang jadi dia jalan sendiri…” (SWR, 41)
Pada awal berdirinya KUB Sumber Rejeki, seluruh penjualan kain batik yang dihasilkan dititipkan di showroom milik ketua kelompok. Hingga pada tahun 2015, setelah showroom milik ketua kelompok itu diperbesar oleh BNI, dan menjadi showroom Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Penjualan kain-kain batik milik KUB Sumber Rejeki dipusatkan di showroom Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Setiap bulannya, anggota kelompok menyerahkan kain batik untuk dikelir sebanyak beberapa kali sesuai jumlah warna yang diinginkan, ditembok beberapa kali sesuai motif dan warna yang diinginkan, dan dilorot di tempat usaha milik ketua kelompok.Harga penjualan menjadi kesepakatan bersama kelompok, sesuai dengan jenis kain, motif, dan jumlah warna. Ketua kelompok tidak mengambil keuntungan karena showroom yang sudah diperbesar BNI 46 merupakan milik bersama KUB Sumber Rejeki meskipun secara status kepemilikan merupakan milik ketua kelompok. “…jadi setiap anggota naruh disini buat pewarnaan. Itu saya catat di buku, sama di kertas besar dekat tempat pewarnaan tiap ada yang
92
ngasih kain. Yang dicatat ya kain ini punya siapa, berapa banyak, motif apa, mau dikasih warna apa, sekalian tentukan harga jualnya. Kalau soal harga, itu sudah kesepakatan bersama, tergantung motif, warna, sama jenis kain. Kalau motifnya lebih rumit, ya lebih mahal. Yang satu warna, harganya beda sama yang dua atau tiga warna. Kain primis harganya lebih mahal dari yang prima. Nanti kalau sudah jadi siap dijual, tiap sore itu dibawa ke showroom…” (SWR, 41) “…kalau saya cuma nyanting mbak. Yang bikin pola sama ngelengkreng, saya minta tolong orang. Nanti habis saya nyanting, saya bawa ke tempat Mbak Win. Yang nembok ya ada karyawan Mbak Win, nanti sekalian kelir dan ngelorot. Karena kan kelir sama nembok ngga cuma sekali. Udah nembok pertama, dikelir pertama, trus nembok lagi kalo mau warnanya banyak kan, trus kelir lagi, baru dilorot. Kalau saya kan produksinya masih dikit, kalau dikelir sendiri sayang mbak. Warnanya lebih bagus kalo kainnya banyak juga. Pas ngasih ke Mbak Win itu kan dicatat, maunya berapa warna, kombinasi warna apa aja, nembok berapa kali, yang ditembok motif yang mana. Nah itu sekalian tentuin harga. Harganya dari kelompok kok mbak, menyesuaikan juga dengan harga pasaran…” (ENH, 40)
Selain penjualan melalui showroom, KUB Sumber Rejeki juga seringkali memperoleh kesempatan untuk mengikuti pameran. Kesempatan itu biasanya datang dari BNI 46 ataupun pemerintah. Keputusan mengenai perwakilan kelompok yang akan mengikuti pameran merupakan kesepakatan bersama hasil rapat kelompok. “…BNI sering ngajak buat ikut pameran. Kalau pameran-pameran gitu ya Alhamdulillah laku banyak. Tapi yang paling rame ya Inacraft. Disitu bisa laku banyak banget. Orang-orang BNI-nya sendiri kalo beli batik yang harganya jutaan, yang motif lokchan mbak, belinya sampe tiga, empat. Untuk bosnya katanya. Nanti kalau sudah pulang, kita kumpul di showroom, bagi-bagi hasil, punya siapa laku berapa di pameran…” (SYN, 40) “…Biasanya kalau ada undangan ikut pameran, kita rapat, untuk menentukan siapa yang berangkat. Mbak Win pasti nanya, siapa ini yang mau berangkat, biar ganti-gantian katanya. Tapi pembeli tuh kenalnya sama Mbak Win, jadi kalau yang jaga bukan Mbak Win, pasti nanya, Mbak Win-nya mana. Jadi anggota lain seringnya minta Mbak Win aja yang berangkat pameran. Soalnya sudah dikenal orangorang…” (TKS, 48)
BNI 46 tidak melakukan pendampingan kepada peserta program Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem. Pendampingan dilakukan oleh ketua kelompok untuk mengetahui kendala dan masalah usaha yang dihadapi oleh subyek penerima program, untuk kemudian mencari solusi bersama atas permasalahan yang dihadapi. Selain itu, pendampingan juga dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas usaha batik. Apabila BNI 46 baik dari Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan di kantor pusat, maupun karyawan
93 dari kantor cabang Pati, mereka melakukan monitoring usaha, serta rapat untuk pengembangan Kampoeng BNI. “…Namanya usaha pasti ada masalahnya mbak. Ya pernah ada yang lagi kesulitan ekonomi, penghasilan dari mbatik lagi sepi, jadi harus kerja lain. Kadang mbatiknya bisa jadi sedikit, karena sibuk kerja. Pernah juga showroom sepi, ngga ada pesenan orang juga, ya kita bareng-bareng cari solusinya. Kemarin akhirnya kita jual online juga, lewat web, facebook, instagram. Saya kencengin promosinya, Alhamdulillah banyak juga yang beli dari online gitu…” (SWR, 41) “…biasanya kalau rapat sama BNI di showroom mbak. Diajak sama mbak win. Katanya ada BNI gitu…” (ENH, 36)
Semakin baiknya kondisi perekonomian subyek penerima program dan berkembangnya usaha batik yang dimiliki tidak membuat subyek penerima program cepat puas. Mayoritas responden menyatakan bahwa usaha batik mereka masih perlu dikembangkan, karena baru berada pada tahap awal pertumbuhan usaha, sehingga subyek penerima program masih terbuka dan berharap dengan adanya kerja sama yang lebih baik dengan BNI 46, maupun dengan pemerintah. “…Sejak BNI masuk kesini, batik lasem jadi terkenal, kemudian ada potensi daerah yang kata orang ini sebagai Little Chinese, pemerintah jadi fokus mengembangkan desa wisata. Itu plang-plang arah di tiap belokan jalan dibikinnya sama pemerintah. Pemerintah juga banyak membantu usaha kita. Ngasih pelatihan, kemarin juga ngasih lemari display. Kampoeng BNI ini bisa jadi lebih baik lagi kalau pengusaha, pemerintah, sama BNI kerja bareng-bareng…” (SWR, 41)
94
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bandung pada tanggal 8 Agustus 1994. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bambang Soekwanto dan Ratih Tjahyaningsih. Penulis memiliki dua adik kandung yang bernama Ulfa Wara Nadya dan Fayza Wara Az Zahra. Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2007 di SD Dabasah, sekolah menengah pertama pada tahun 2010 di SMPN 1 Bondowoso, dan sekolah menengah atas pada tahun 2013 di SMAN 2 Bondowoso. Penulis melanjutkan studi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2013. Dalam studi sarjananya, penulis memperoleh beasiswa dari Bank Indonesia. Selama masa kuliah, penulis aktif sebagai staf Departemen Komunikasi dan Informasi BEM TPB IPB 2014, staf Kementerian Apresiasi Olahraga BEM KM IPB 2015, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga BEM KM IPB 2016, dan anggota komunitas penerima beasiswa Bank Indonesia, GenBI Jabodetan.