1
ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP)
NOVIA INDAH LESTARI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Gender dalam Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2013 Novia Indah Lestari NIM I34090137
i
ABSTRAK NOVIA INDAH LESTARI. Analisis Gender dalam Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP). Dibimbing oleh IVANOVICH AGUSTA. Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) adalah program untuk pengembangan ekonomi yang dikhususkan untuk perempuan. Relasi gender dianalisis dengan menggunakan Teknik Analisis Harvard untuk melihat profil aktivitas dan profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Tujuan dari penelitian ini yaitu, menganalisis curahan waktu kerja laki-laki dan perempuan pada rumah tangga peserta SPP, menganalisis pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha pada peserta SPP, menganalisis perubahan kondisi sosial-ekonomi rumah tangga peserta SPP, mengetahui pengaruh pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha rumah tangga peserta SPP terhadap kondisi sosial-ekonomi rumah tangga, menganalisis pengaruh curahan waktu kerja responden perempuan terhadap kondisi sosial-ekonomi rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha didominasi oleh perempuan. Kata kunci: Kondisi Sosial-Ekonomi, Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP), Teknik Analisis Harvard
ABSTRACT NOVIA INDAH LESTARI. Gender Analysis in Women’s Group Saving and Loans Program (SPP). Supervised by IVANOVICH AGUSTA. Women’s Group Saving and Loans Program is the program implementate economical development for women. Gender relations were analyzed using Analysis Techniques Harvard to see the profile of activity and profile access and control over resources and benefits. This research used quantitative approach and supported by qualitative approach. The purpose of this research are, to analyze time allocation of man and women in working area and household, to analyze decision making type on allocation of loan capital and management business, to analyze changes of socio-economics condition in household members of SPP, to analyze effects of decision making type on allocation loan capital and management business and the condition socio-economic, to analyze effect of time allocation of women's work towards sosio-economic condition. Result of research showed that decision making type for loan and business management was dominated by women. Key words: Socio-Economics Condition, Women’s group Saving and Loans Program, Analysis Techniques Harvard
ii
ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP)
NOVIA INDAH LESTARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
i
ii
Judul Skripsi Nama NIM
: Analisis Gender dalam Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) : Novia Indah Lestari : I34090137
Disetujui oleh
Dr. Ivanovich Agusta, SP, M.Si. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
iii
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat dan rahmat Nya-lah karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini menunjukkan, bahwa pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha pada rumah tangga peserta Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) lebih didominasi oleh perempuan sebagai peserta program. Akan tetapi, dengan keterlibatan perempuan pada kegiatan produktif yaitu kegiatan mencari nafkah, perempuan masih mengalami beban kerja berlebih (overburden) dalam pembagian kerja rumah tangga. Beban kerja berlebih yang dialami oleh perempuan ditunjukkan dengan curahan waktu kerja perempuan yang lebih besar dibandingkan dengan curahan waktu kerja laki-laki. Penulis mengucapkan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam kepada Dr. Ivanovich Agusta, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberi banyak masukan, inspirasi, dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc dan Bapak Ir. Murdianto M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya terhadap karya ilmiah ini. Ayahanda Agus Sucita dan Ibunda Rayen Rayeni yang telah memberikan dukungan beserta doanya untuk penulis. Bapak Uwen, Ibu Misyanti, serta Tim Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Dramaga yang telah memberikan banyak informasi selama penulis berada di lokasi penelitian. Yanti Juliana, Lansa, Santi, Karin, Rizki Amelia, Nita, Deka, serta teman-teman KPM Angkatan 46 yang telah memberikan masukan, dukungan, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa karya ini masih mengandung berbagai kelemahan. Kritik dan saran Pembaca akan digunakan untuk memperbaiki karya ilmiah ini. Bogor, Januari 2013 Novia Indah Lestari
iv
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Konsep Gender Peran Gender dan Pembagian Kerja Berdasarkan Gender Teknik Analisis Gender Pendekatan Gender Konsep Kemiskinan Gender dan Kemiskinan Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) Relasi Gender dalam Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) Kerangka Pemikiran Hipotesis Definisi Operasional PENDEKATAN LAPANGAN Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pemilihan Responden dan Informan Teknik Pengumupulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Profil Desa Ciherang Kondisi Geografis Sarana dan Prasarana Kondisi Demografis Kondisi Pendidikan Kondisi Ekonomi KARAKTERISTIK RESPONDEN Usia Jenis Pekerjaan Tingkat Pendidikan PELAKSANAAN PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DI DESA CIHERANG Pelaksanaan Program Akses Perempuan terhadap Dana Pinjaman Fasilitasi Kegiatan
vii ix ix 1 1 3 3 4 5 5 5 6 7 9 10 11 11 12 13 14 16 16 18 18 18 19 20 21 21 21 21 22 22 23 26 26 27 27 28 28 30 31
v
CURAHAN WAKTU KERJA DAN POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUMAH TANGGA RESPONDEN Curahan Waktu Kerja Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga KONDISI SOSIAL-EKONOMI RUMAH TANGGA Tingkat Pendapatan Pola Konsumsi Kesempatan Usaha Kepemilikan Asset ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN TERHADAP POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN Hubungan Usia dengan Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERSITIK RESPONDEN TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA Hubungan Usia dengan Curahan Waktu Kerja Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Curahan Waktu Kerja Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Curahan Waktu Kerja ANALISIS HUBUNGAN POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP KONDISI SOSIAL-EKONOMI Hubungan Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha terhadap Tingkat Pendapatan Hubungan Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha terhadap Pola Konsumsi Hubungan Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha terhadap Kesempatan Usaha Hubungan Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha terhadap Kepemilikan Asset ANALISIS HUBUNGAN CURAHAN WAKTU KERJA TERHADAP KONDISI SOSIAL-EKONOMI Hubungan Curahan Waktu Kerja Responden Perempuan dengan Kondisi Sosial-Ekonomi Rumah Tangga Hubungan Curahan Waktu Kerja Responden Laki-laki dengan Kondisi Sosial-Ekonomi Rumah Tangga
33 33 38 41 41 43 44 47 51 51 52 54 56 56 57 58 59 59 60 61 62 64 64 66
vi
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
69 69 70 71 74 99
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Perbedaan pendekatan WDP dan JDP Data kinerja SPP Kecamatan Dramaga periode 31 Agustus 2012 Jumlah penduduk Desa Ciherang berdasarkan kelompok umur Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang berdasarkan mata pencaharian Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang berdasarkan penggolongan jenis pekerjaan Luas lahan Desa Ciherang berdasarkan pemanfaatannya Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Distribusi responden berdasarkan curahan waktu kerja Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan curahan waktu kerja kegiatan produktif Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan curahan waktu kerja kegiatan sosial Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan curahan waktu kerja kegiatan reproduktif Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah mengikuti program SPP Jumlah dan persentase pendapatan rumah tangga berdasarkan UMK Kabupaten Bogor tahun 2009 Jumlah dan persentase pendapatan rumah tangga berdasarkan UMK Kabupaten Bogor tahun 2012 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan Pola konsumsi sebelum dan sesudah mengikuti program Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan jenis usaha Distribusi responden berdasarkan penggolongan jenis usaha pertanian dan non pertanian
8 18 22 23 23 24 24 25 25 26 35 36 36 37 38 39 41 42 43 43 45 45
vii
23 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan kesempatan usaha 24 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan kepemilikan asset sebelum dan sesudah mengikuti program SPP 25 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan jumlah asset sebelum dan sesudah mengikuti program SPP 26 Distribusi responden laki-laki berdasarkan pola pengambilan keputusan dan usia 27 Distribusi responden perempuan berdasarkan pola pengambilan keputusan dan usia 28 Distribusi responden laki-laki berdasarkan pola pengambilan keputusan dan jenis pekerjaan 29 Distribusi responden perempuan berdasarkan pola pengambilankeputusan dan jenis pekerjaan 30 Distribusi responden laki-laki berdasarkan pola pengambilan keputusan dan tingkat pendidikan 31 Distribusi responden perempuan berdasarkan pola pengambilan keputusan dan tingkat pendidikan 32 Hasil uji korelasi Chi-square dan Tau Kendall’s antara karakteristik responden dengan curahan waktu kerja 33 Hasil uji korelasi Chi-square dan Tau Kendall’s antara karakteristik responden perempuan dengan curahan waktu kerja 34 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan tingkat pendapatan 35 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan pola konsumsi 36 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan kesempatan usaha 37 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan kepemilikan asset 38 Hasil uji korelasi Tau Kendall’s antara curahan waktu kerja responden perempuan dengan kondisi soisal-ekonomi 39 Distribusi responden perempuan berdasarkan curahan waktu kerja kegiatan produktif dan tingkat pendapatan rumah tangga 40 Distribusi responden perempuan berdasarkan curahan waktu kerja kegiatan reproduktif dan kesempatan usaha 41 Hasil uji korelasi Tau Kendall’s antara karakteristik responden laki-laki dengan curahan waktu kerja 42 Distribusi responden laki-laki berdasarkan curahan waktu kerja kegiatan produktif dan pola konsumsi 43 Distribusi responden laki-laki berdasarkan curahan waktu kerja kegiatan produktif dan kepemilikan asset rumah tangga 44 Distribusi responden laki-laki berdasarkan curahan waktu kerja kegiatan sosial dan tingkat pendapatan rumah tangga 45 Distribusi responden laki-laki berdasarkan curahan waktu kerja kegiatan reproduktif dan tingkat pendapatan rumah tangga
46 47 49 52 52 53 53 55 55 56 56 60 62 59 63 64 65 65 66 66 67 67 68
viii
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran 2 Persentase tingkat pendapatan responden
15 42
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Hasil olah data primer Daftar nama kelompok SPP Desa Ciherang Jadwal pelaksanaan penelitian Peta lokasi penelitian Hasil tabulasi silang Panduan wawancara mendalam Dokumentasi
74 78 79 80 81 95 97
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia yang ditandai oleh keterbelakangan, pengangguran, dan ketidakberdayaan. Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 29.13 juta orang atau sekitar 11.96 persen, dengan 18.48 juta orang miskin tinggal di wilayah perdesaan1. Jumlah tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah dengan segera harus menekan angka kemiskinan serendah mungkin. Dalam mewujudkan penurunan kemiskinan tersebut, dibutuhkan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan ekonomi semata, tetapi juga diiringi dengan kemandirian masyarakat dalam pemenuhan ekonomi. Indonesia telah memiliki komitmen untuk menanggulangi kemiskinan yang ditunjukkan dengan penandatanganan “Deklarasi Millenium” sebagai komitmen untuk mempercepat pembangunan manusia dan memberantas kemiskinan. Deklarasi millenium yang lebih dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs) merupakan program Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terdiri dari delapan tujuan umum. Dua diantara tujuan tersebut adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem serta mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Berdasarkan komitmen Indonesia untuk mewujudkan visi MDGs, maka dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dibentuk suatu program pembangunan yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program tersebut diantaranya, mencakup PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Perdesaan, serta PNPM Wilayah Khusus dan Desa Tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan disusun khusus untuk mengembangkan dan membangun daerah pedesaan. Program ini berupaya untuk membangun dan mengembangkan desa melalui proses pemberdayaan, partisipasi, mandiri, dan berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya, program pembangunan seyogyanya memperhatikan hubungan hubungan atau relasi antara laki-laki dan perempuan. Pandangan ini diperkuat dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional yang mengintruksikan kepada Kementerian dan Lembaga Pemerintah dan non Pemerintah untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Menurut Vantina et.al. (2008), semakin tinggi tingkat penghargaan terhadap gender dalam proses perencanaan pembangunan, maka semakin besar upaya pemerintah dalam menekan angka kemiskinan. Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) adalah kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dalam bidang pengembangan ekonomi yang dikhususkan bagi 1
Badan Pusat Statistik tahun 2012.
2
perempuan. Dalam program SPP tersebut, perempuan diberi kesempatan untuk berperan pada sektor publik dengan membuka peluang usaha. Sesuai dengan dana pinjaman diberikan kepada perempuan yang bersedia mengikuti pelaksanaan program, selanjutnya dana tersebut digunakan untuk membuka berbagai usaha berdasarkan keinginan peserta program. Persyaratan untuk menjadi peserta program ini yaitu (1) perempuan yang telah menikah, (2) mendapat izin suami dengan melampirkan fotokopi Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami dan istri, (3) bagi perempuan dengan status janda, melampirkan surat keterangan, adapun prosedur pengajuan dana pinjaman yaitu: (1) peserta tergabung menjadi kelompok-kelompok dengan anggota maksimal 10 orang, (2) setiap peserta mengajukan dana pinjaman dengan terlebih dahulu mengajukan proposal kepada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) setempat, (3) dana pinjaman diberikan kepada setiap kelompok setelah proposal disetujui, (4) dana pinjaman selanjutnya dibagikan kepada setiap anggota individu, (5) setiap anggota kelompok wajib membayar angsuran per bulan dengan jumlah yang telah ditentukan besarnya2. Keterlibatan perempuan di sektor publik dapat membuka peluang mereka untuk aktif dalam pembangunan. Diduga itu tidak terlepas dari peran laki-laki yang turut mendukung aktivitas publik perempuan, termasuk mempengaruhi partisipasi atau keterlibatan perempuan dalam program SPP. Hasil keluaran atau pengaruh dari pelaksanaan SPP diharapkan berdampak pada perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Hal ini tercermin dalam tujuan khusus program SPP, yaitu (1) mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha/sosial dasar; (2) memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan dana usaha; (3) mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam kaum perempuan. Berdasarkan tujuan program SPP maka seyogyanya program tersebut dapat mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian Sulistiawati (2011), tehadap program SPP menunjukkan bahwa stimulan SPP telah mendukung kegiatan usaha yang dijalankan peserta SPP, selanjutnya hal tersebut berdampak pada peningkatan pendapatan peserta SPP. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian Sulistiawati (2011), pada program PNPM MP di Desa Kemang menunjukkan bahwa PNPM MP telah mampu memenuhi kebutuhan praktis gender tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan strategis gender. Kebutuhan praktis gender dilihat dari aspek manfaat yang diperoleh peserta PNPM MP yang telah mampu meningkatkan perkembangan usaha dan tingkat kontribusi pendapatan. Kebutuhan strategis dilihat dari aspek kontrol peserta dalam pengambilan keputusan maupun partisipasinya dalam kelembagaan PNPM MP, perempuan relatif tinggi proporsinya partisipasinya dalam perencanaan dan pelaksanaan program, akan tetapi tidak diikuti oleh tingginya akses dan kontrol mereka atas sumberdaya PNPM MP di satu pihak.
2
Data diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua UPK PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Dramaga
3
Perumusan Masalah Salah satu prinsip PNPM Mandiri Perdesaan adalah mewujudkan tercapainya keadilan dan kesetaraan gender yang dilaksanakan melalui kegiatan atau program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Program SPP merupakan program yang dirancang khusus untuk perempuan yang bertujuan membantu mereka dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Walaupun ditujukan bagi perempuan, tetapi perlu dikaji relasi gender dalam pelaksanaannya, yaitu pengaruh dan kontrol laki-laki terhadap pelaksanaan dan jalannya program SPP. Keterlibatan perempuan di Desa Ciherang dalam kegiatan ekonomi khususnya dalam menjalankan kegiatan usaha, menyebabkan bertambahnya jam kerja perempuan, terutama dalam kegiatan produktif, sementara perempuan tidak dapat terlepas dari kegiatan reproduktifnya. Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Pemberian dana bantuan memberi peluang bagi peserta SPP untuk membuka usaha dalam tujuannya membantu meningkatkan kesejahteraannya. Berdasarkan tujuan tersebut, seharusnya program SPP memberi pengaruh dalam mengurangi kemiskinan terhadap kondisi sosialekonomi masyarakat. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dirumuskan pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana curahan waktu kerja laki-laki dan perempuan serta pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha pada rumah tangga peserta SPP? 2. Bagaimana kondisi sosial-ekonomi peserta SPP antara sebelum dan sesudah mengikuti program? 3. Sejauh mana karakteristik responden mempengaruhi curahan waktu kerja dan pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha? 4. Sejauh mana curahan waktu kerja dan pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi rumah tangga peserta SPP?
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis curahan waktu kerja laki-laki dan perempuan serta pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha pada rumah tangga peserta SPP. 2. Menganalisis kondisi sosial-ekonomi rumah tangga peserta SPP sebelum dan sesudah mengikuti program. 3. Mengetahui pengaruh karakteristik responden terhadap curahan waktu kerja dan pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha. 4. Mengetahui pengaruh curahan waktu kerja serta pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha peserta SPP terhadap kondisi sosial-ekonomi.
4
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat berguna bagi pihak-pihak terkait, yaitu : Bagi masyarakat, penelitian ini dapat berguna dalam memberikan pengetahuan mengenai peranan mereka dalam pogram pembangunan, sehingga dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pemanfaatan hasil. 2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat berguna sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dan menambah khasanah dalam kajian gender. 3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat berguna dalam penentuan kebijakan program-program pembangunan selanjutnya, dengan melibatkan perempuan dalam program pembangunan. 1.
5
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Gender Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, gender didefinisikan sebagai konsep-konsep yang mengacu pada peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dan dapat berubah karena kondisi sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat. Gender merupakan suatu hasil konstruksi sosial, dan bukan merupakan kodrat dari Tuhan yang tidak dapat diubah. Gender dapat berbeda di suatu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu. Perbedaan gender terbentuk karena banyak hal, yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial maupun kultural, serta melalui ajaran agama dan negara. Perbedaan cara pandang menurut acuan biologis dan acuan pembelajaran sosial adalah sebagai berikut (Hubeis 2010) : 1. Menurut acuan biologis, perbedaan perempuan dan laki-laki bersifat kodrat (tidak dapat diubah) dan merupakan sesuatu yang terberi (as a given). Contohnya adalah perempuan memiliki rahim, hamil, melahirkan, dan menyusui. Sementara laki-laki tidak dapat menggantikan peran tersebut. 2. Menurut acuan pembelajaran sosial, perbedaan perempuan dan laki-laki merupakan hasil kontruksi sosial, bukan bersifat kodrati, dan bukan merupakan suatu yang terberi (not as given). Berdasarkan pengertian diatas, konsep gender dapat dibedakan dari konsep jenis kelamin. Konsep jenis kelamin melihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan perbedaan alat reproduksi, sementara konsep gender mengacu pada perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil kontruksi sosial (budaya, kepercayaan, norma) dalam masyarakat. Oleh karena itu, gender dapat berbeda pada kebudayaan tertentu dan dapat berbeda pada waktu tertentu. Peran Gender dan Pembagian Kerja berdasarkan Gender Peran gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan budaya tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu (jenis kelamin tertentu) dan masyarakat tertentu, peran gender diklasifikasikan dalam tiga peran pokok, yaitu (Hubeis 2010): 1. Peran reproduktif adalah peran yang dilakukan seseorang untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggaan, seperti menyiapkan makanan, mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara kesehatan dan gizi keluarga, mengasuh dan mendidik anak. 2. Peran produktif adalah peran yang menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan, misalnya petani, nelayan, konsultasi, jasa, dan wirausaha.
6
3. Peran masyarakat (sosial) adalah peran yang terkait dengan kegiatan jasa dan partisipasi politik. Menurut Hubeis (2010), pembagian pekerjaan menurut seks mengacu pada cara di mana semua jenis pekerjaan (reproduktif, produktif, dan pekerjaan sosial) dibagi antara perempuan dan lelaki dan bagaimana pekerjaan tersebut dinilai dan dihargai dalam suatu masyarakat atau kultur tertentu. Dalam rumah tangga, terdapat pembagian kerja yang jelas antara anggota keluarga. Pada umumnya, laki-laki dominan terhadap pekerjaan publik dan kemasyarakatan, sementara perempuan dominan terhadap pekerjaan reproduktif (domestik). Hasil penelitian Qoriah dan Sumarti (2008) pada rumah tangga di Desa Jambakan menunjukkan bahwa peran gender masih dipengaruhi oleh budaya patriarki, laki-laki masih berkuasa atas perempuan dan anak, sedangkan laki-laki berkewajiban sebagai pencari nafkah utama. Pekerjaan utama perempuan adalah kerja reproduktif, dan kerja produktif hanya sebagai tambahan saja.
Teknik Analisis Gender Analisis gender adalah proses yang dibangun secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran antara laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumberdaya pembangunan, partisipasi dalam pembangunan, serta manfaat yang diperoleh dari pembangunan, pola hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempuan, yang dalam pelaksanaanya memperhatikan faktor-faktor lain seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa3. Teknik analisis gender terdiri atas (Puspitawati 2012): 1. Teknik Analisis Gender Model Harvard Analisis Model Harvard dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development yang bekerja sama dengan kantor Women in Development (WID)-USAID. Model Harvard ini adalah kerangka analisis gender yang paling awal yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data pada tingkat mikro (masyarakat dan rumah tangga). Komponen/langkah dalam kerangka analisis Harvard meliputi: (1) analisis tiga peran gender (triple roles) yang meliputi peran publik dengan kegiatan produktifnya, peran domestik dengan kegiatan reproduktifnya, peran sosial/kemasyarakatan dengan kegiatan sosial budayanya, serta (2) analisis terhadap akses, kontrol, dan faktor yang mempengaruhi kegiatan akses dan kontrol. 2. Teknik Analisis Gender Model Moser Teknik analisis model Moser atau Kerangka Moser dikembangkan oleh Caroline Moser seorang peneliti senior dalam perencanaan gender. Kerangka ini didasarkan pada pendekatan Gender and Development (GAD). Terdapat enam alat yang digunakan dalam kerangka ini, yaitu: (1) identifikasi peranan gender (tiga peran gender yang meliputi peran produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan/kerja sosial), (2) penilaian Kebutuhan Gender yang meliputi pemenuhan kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. Kebutuhan praktis gender berkaitan dengan kebutuhan kehidupan sehari-hari, misalnya 3
Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
7
seperti pemenuhan kebutuhan makanan, kesehatan, sumber air bersih, perumahan, dan kebutuhan rumah tangga. Kebutuhan strategis gender berkaitan dengan keadaan yang dibutuhkan untuk mengubah posisi subordinat perempuan, misalnya seperti penghapusan tindak kekerasan pada perempuan, upah/gaji yang sama dan setara, kesetaraan dalam memiliki properti, dan akses untuk mendapatkan kredit dan sumberdaya serta kontrol terhadap perempuan atas tubuhnya sendiri, (3) pemisahan data/informasi berdasarkan jenis kelamin, (4) menyeimbangkan peran gender antara laki-laki dan perempuan dalam mengelola kegiatan dan tugas-tugas produktif, reproduktif, dan sosial/kemasyarakatan, (5) matriks kebijakan WID (Women in Development) dan GAD (Gender and Development) untuk memberikan masukan mengenai pengarusutamaan gender, (6) pelibatan stakeholder yang meliputi organisasi perempuan dan institusi lain dalam penyadaran gender pada perencanaan pembangunan.
Pendekatan Gender Menurut Hubeis (2010), pendekatan gender (Gender Approach atau Gender Mainstreaming Approach) adalah pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Pendekatan gender timbul karena dilatarbelakangi oleh kegagalan berbagai pendekatan WDP (Wanita dalam Pembangunan atau Women in Development), dengan alasan ini, maka pendekatan Wanita dalam Pembangunan (WDP) diubah menjadi pendekatan Gender dan Pembangunan (JDP) yang bertujuan untuk mengintegrasikan kesadaran dan kepedulian gender dalam pembangunan dan mereformasi KSJ (Kebutuhan Strategis Jender) sebagai cara menumbuhkan kemitrasejajaran lelaki dan perempuan dalam konteks kehidupan yang luas. Kemitrasejajaran yang dimaksud menurut Hubeis (2010) adalah kebersamaan dalam berbagai pekerjaan rumah tangga, pengawasan sumberdaya dan hasilnya, kesempatan memperoleh pekerjaan yang dibayar, partisipasi politik, dan berbagi upah yang lebih adil. Menurut Hubeis (2010), pendekatan Women in Development (WID) adalah: “Pendekatan program pembangunan yang dirancang dan diperuntukkan khusus bagi perempuan dan didukung anggaran khusus untuk memungkinkan perempuan mengejar ketertinggalan di berbagai bidang sehingga dapat berpartisipasi secara penuh dalam pembangunan nasional”. Perbedaan antara pendekatan Wanita Dalam Pembangunan (WDP) dan Gender dalam Pembangunan (JDP) dapat dilihat pada Tabel 1. Pendekatan Women in Development (WID) menjadikan perempuan mempunyai ekslusivitas dalam pembangunan yang akhirnya menjebak perempuan itu sendiri dalam stereotipikasi dan ketimpangan, berdasarkan kegagalan pendekatan tersebut, maka strategi pembangunan diubah menjadi pendekatan Gender and Development (GAD) yang berorientasi pada relasi atau hubungan antara laki-laki dan perempuan (Nugroho 2008). Adapun Murniati (2004) menjelaskan perbedaan antara pendekatan Women and Development (WAD), pendekatan Women in
8
Development (WID), dan pendekatan Gender and Development (GAD) adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Women and Development (WAD) Merupakan pendekatan ketergantungan, yang menganggap perempuan sangat berperan dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Strategi ini hanya berfokus pada peningkatan pendapatan perempuan. Pekerjaan perempuan di sektor publik maupun domestik dianggap telah mendukung eksistensi ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. 2. Pendekatan Women in Development (WID) Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh posisi perempuan yang kurang bersaing dengan laki-laki. Oleh karena itu, pendekatan ini berupaya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan perempuan. Akan tetapi, hasilnya kemampuan tersebut dimanfaatkan untuk menghemat biaya pembangunan, dan posisi perempuan tetap masih subordinat. 3. Pendekatan Gender and Development (GAD) Pendekatan GAD berawal dari cara pandang holistik, yaitu melihat organisasi sosial, ekonomi, politik, dan budaya untuk memahami posisi perempuan yang subordinat dalam masyarakat. GAD tidak memperhatikan perempuan saja, tetapi memperhatikan perempuan dalam konstruksi sosial gender yang memberi peran tertentu bagi perempuan dan laki-laki. Tabel 1 Perbedaan pendekatan pembangunan WDP dan JDP Aspek Pendekatan Fokus
Tujuan
Solusi
Strategi
Pendekatan WDP (WID) Pembangunan ditujukan khusus kepada perempuan. Perempuan tidak berperan serta secara aktif di dalam pembangunan. Pembangunan yang lebih efektif, efisien, dan merata.
Pendekatan JDP (GAD) Pembangunan ditujukan kepada lelaki & perempuan. Ketidaksejajaran hubungan kekuasaan (perempuan-lakilaki) menyebabkan pembangunan yang tidak adil.
Pembangunan yang adil dan bersinambung dengan perempuan dan lelaki sebagai pengambil keputusan. 1. Mengintegrasikan perempuan 1. Mencapai kemitrasejajaran dalam proses pembangunan. lelaki dan perempuan. 2. Memampudayakan 2. Mengubah ketidaksejajaran perempuan yang tersisih dari hubungan antara lelakipembangunan. perempuan. 1. Proyek khusus perempuan. 1. Mengidentifikasi kebutuhan 2. Peningkatan produktivitas perempuan dan lelaki secara terpisah. perempuan. 2. Memenuhi kebutuhan 3. Peningkatan keterampilan perempuan dan lelaki perempuan dalam rumah melalui proyek umum (JDP) tangga. dan proyek khusus (WDP) perempuan.
Sumber : (Hubeis 2010)
9
Konsep Kemiskinan Menurut Nugroho dan Dahuri (2004), konsep kemiskinan dapat dipandang dari berbagai aspek. Dari aspek ekonomi, kemiskinan merupakan suatu kesenjangan antara lemahnya daya beli dengan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dari aspek sosial, kemiskinan merupakan indikasi dari perkembangan masyarakat yang rendah. Dipandang dari aspek politik, kemiskinan merupakan kondisi lemahnya kemandirian masyarakat. Kemiskinan disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal penyebab kemiskinan yaitu karena keterbatasan wawasan, keterbatasan keterampilan, kesehatan yang buruk, dan etos kerja yang rendah. Shiva (1998), dalam bukunya Staying Alive: Women, Ecology, and Survival in India, mengutip pendapat penulis Afrika yang membedakan kemiskinan dalam arti hidup sesuai dengan kebutuhan, dan kemiskinan dalam arti serba kekurangan. Konsep budaya perlu digunakan untuk membedakan kedua kemiskinan tersebut. Kemiskinan dalam arti hidup sesuai dengan kebutuhan secara budaya tidak berarti miskin secara material. Ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar melalui swasembada tidak berarti miskin dalam serba kekurangan. Pandangan mengenai perekonomian seperti ini adalah memandang bahwa ekonominya tidak ikut dalam mekanisme pasar dan tidak menggunakan barang-barang yang dihasilkan untuk diedarkan melalui pasar, walaupun masyarakat dapat memenuhi kebutuhan melalui mekanisme swasembada. Tipologi kemiskinan terdiri dari empat kategori yaitu, kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural. Menurut Nikijuluw (2001), pengertian kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural adalah: “Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena faktor atau variabel dari luar individu. Variabel-variabel tersebut adalah struktur sosial ekonomi masyarakat, ketersediaan insentif atau disinsentif pembangunan, ketersediaan fasilitas pembangunan, ketersediaan teknologi, dan ketersediaan sumberdaya pembangunan khususnya sumberdaya alam” “Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabel-variabel yang melekat, inheren, dan menjadi gaya hidup tertentu. Akibatnya sulit untuk individu yang bersangkutan keluar dari kemiskinan itu karena tidak disadari atau tidak diketahui oleh individu yang bersangkutan. Variabel-variabel penyebab kemiskinan kultural adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, adat, budaya, kepercayaan, kesetiaan pada pandangan-pandangan tertentu, serta ketaatan pada panutan.” Kemiskinan struktural terjadi karena adanya kebijakan pemerintah yang timpang sebagai akibat dari telah terjadinya ketidakadilan pada kehidupan masyarakat dalam waktu yang cukup lama, sedangkan kemiskinan kultural terjadi sebagai akibat dari adanya budaya masyarakat dan etos kerja yang lemah (Prassetyo dan Maisaroh 2009). Penduduk miskin menurut ukuran kemiskinan
10
oleh BPS adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Gender dan Kemiskinan Masalah ekonomi dan kemiskinan menuntut perempuan untuk terlibat dalam kegiatan produktif. Menurut Nursyahbani (1999) dalam Yulisti dan Nasution (2009), perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor publik, sekaligus tetap harus menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu rumah tangga. Partisipasi wanita saat ini bukan sekadar menuntut persamaan hak, tetapi juga menyatakan fungsinya mempunyai arti bagi pembangunan dalam masyarakat Indonesia. Secara umum alasan perempuan bekerja adalah untuk membantu ekonomi keluarga. Peran perempuan dalam pembangunan berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi keluarga terutama dalam meningkatkan penghasilan keluarga. Selain itu, keikutsertaan perempuan dalam pembangunan mendorong terciptanya kesejajaran peran antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan pendekatan anti kemiskinan yang dikemukakan oleh Nainggolan (2005), kemiskinan yang terjadi disebabkan karena kurangnya perempuan turut serta dalam kegiatan ekonomi, untuk itu, ketimpangan tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengikutsertakan perempuan dalam program pembangunan. Penelitian Putri dan Yuliaty (2009) pada usaha perikanan budidaya rumput laut di Klungkung, menunjukkan bahwa peran perempuan di sana bukan hanya mencakup peran domestik yang mencakup peran sebagai istri dan ibu rumah tangga, namun juga sebagai pendukung kegiatan ekonomi keluarga. Ini terlihat mulai dari status kepemilikan asset ekonomi, yang mencatat status kepemilikan tambak rumput laut adalah sebagai kepemilikan bersama antara suami dan istri dan hal ini mencapai 40 persen dari responden. Akan tetapi, keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi pada umumnya menimbulkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender yang dialami perempuan berupa beban kerja ganda (over burden), yaitu perempuan selain melakukan kegiatan ekonomi juga melakukan kegiatan domestik. Budaya patriarki yang masih mendominasi kebiasaan masyarakat, memandang bahwa kegiatan domestik lazimnya dilakukan oleh perempuan sebagai ibu rumah tangga. Penelitian Yulisti dan Nasution (2009), terhadap keluarga nelayan, menyimpulkan bahwa aktivitas domestik pada keluarga nelayan lebih banyak dilakukan oleh istri daripada suami. Kedua, perempuan memiliki keterbatasan apabila terlibat dalam kegiatan ekonomi. Keterlibatan tersebut terlihat dari jenis pekerjaan yang banyak dilakukan oleh perempuan serta jumlah upah/gaji yang diterima oleh perempuan. Menurut Wirartha (2001), walaupun kini para perempuan mulai menyentuh pekerjaan di sektor publik, jenis pekerjaan inipun merupakan perpanjangan dari pekerjaan rumah tangga misalnya: bidan, juru rawat, guru, sekretaris dan pekerjaan lainnya yang lebih banyak memerlukan keahlian manual. Begitu pula mengenai soal upah dan gaji, dimana gaji pekerja perempuan lebih rendah dari pekerja laki-laki untuk jenis pekerjaan yang sama.
11
Pola Pengambilan Keputusan Dalam Rumah Tangga Pengambilan keputusan dapat dikaitkan dengan konsep kontrol dan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang. Pengambilan keputusan dapat dilakukan pada setiap aktivitas baik aktivitas publik, aktivitas domestik, dan aktivitas sosial/kemasyarakatan dan ketiga aktivitas tersebut mempengaruhi pengambilan keputusan dalam keluarga. Dalam keluarga suami dan istri memiliki peran masing-masing untuk mencapai tujuan keluarga, peran tersebut dibedakan menjadi peran publik, peran domestik, dan peran sosial/kemasyarakatan. Pada umumnya, laki-laki atau suami lebih dominan pada pengambilan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas publik, sedangkan perempuan atau istri lebih berperan pada pengambilan keputusan pada aktivitas domestik. Keterlibatan istri dalam aktivitas publik khusunya dalam kegiatan produktif mencari nafkah seharusnya dapat menciptakan pengambilan keputusan yang mandiri yang lebih dilakukan oleh istri sendiri. Sajogyo (1981) dalam Saleha (2003) mengemukakan lima tingkatan dalam pengambilan setiap keputusan, yaitu: 1. Keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan sang suami. 2. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh yang lebih besar dari istri. 3. Keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami-istri (dengan tidak ada tandatanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar). 4. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh suami lebih besar. 5. Keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan sang istri. Hasil penelitian Saleha (2003), menyatakan bahwa pengambilan keputusan pada keluarga nelayan di Bontang tidak mengikuti pada pola khusus tertentu yang terpusat pada suami ataupun istri, tetapi dengan pola yang menyebar, dinyatakan juga bahwa pendapatan istri yang lebih besar dari suami dapat mengubah pola pengambilan keputusan pada aktivitas publik maupun domestik. Adapun hasil penelitian Yuliani (2010) pada rumah tangga peserta Program Keluarga Harapan (PKH) menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan terhadap alokasi dana PKH sebagin besar didominasi oleh salah satu pihak (yaitu didominasi oleh istri). Akan tetapi hasilnya menunjukkan bahwa tipe pengambilan yang didominasi oleh salah satu pihak cenderung rendah terhadap efektivitas manfaat program, sedangkan tipe pengambilan keputusan setara cenderung tinggi terhadap efektivitas manfaat program.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan4. Dimulai pada tahun 2007, program ini bertujuan mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Visi dari PNPM 4
Petunjuk Teknis Operasional (PTO) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan.
12
Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin pedesaan. PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah ada sebelumnya. Prinsip dasar PNPM Mandiri Perdesaan meliputi; (a) bertumpu pada pembangunan manusia, (b) otonomi (c) desentralisasi (c) berorientasi pada masyarakat miskin (d) partisipasi (e) keadilan dan kesetaraan gender (f) demokratis (g) transparansi dan akuntabel (h) prioritas (i) keberlanjutan. Pelaku PNPM Mandiri Perdesaan adalah rumah tangga miskin yang berada di pedesaan, yang sekaligus menjadi pelaku utama dalam pelaksanaan program mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai pelestarian atau keberlanjutan. Perencanaan kegiatan dilakukan mulai pada tahap persiapan dan sosialisasi awal serta perencanaan di desa, di kecamatan, dan di kabupaten. Pelaksanaan kegiatan merupakan melaksanakan tugas yang telah disepakati dalam pertemuan Musyawarah Antar Desa (MAD). Pelestarian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dijamin dengan memberikan manfaat dan dapat berkelanjutan bagi masyarakat. Prinsip-prinsip PNPM Mandiri Perdesaan seharusnya memberikan manfaat yang positif dan berkelanjutan. Pelaku lainnya yang mendukung tercapainya tujuan, prosedur, kebijakan, dan mekanisme PNPM adalah fasilitator dan mediator, yang terdiri dari aparat dan konsultan di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten. Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perdesaan adalah masyarakat miskin di perdesaan, kelembagaan lokal di perdesaan, dan kelembagaan pemerintah lokal. Pendanaan program direncanakan, dilaksanakan, dan didanai secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan daerah. Sumber dana dan ketentuan alokasi berasal dari (a) lembaga donor terutama World Bank, (b) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), (c) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), (d) swadaya masyarakat, (e) partisipasi dunia usaha. Ketentuan dasar PNPM Mandiri Perdesaan diantaranya ialah, setiap desa berhak untuk berpartisipasi dalam program dengan syarat telah siap untuk mengadakan musyawarah bersama dengan kader desa dan mengikuti ketentuanketentuan PNPM; Kegiatan yang diselenggarakan oleh PNPM MP memenuhi kriteria berupa bermanfaat bagi rumah tangga miskin, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dapat dikerjakan oleh masyarakat, didukung oleh sumberdaya yang ada, dan memiliki potensi untuk berkembang dan berkelanjutan. Setiap desa dapat mengajukan usulan untuk dapat didanai oleh dana bantuan langsuns kepada masyarakat (BLM) PNPM Mandiri Perdesaan. Pelaksanaan program berdasarkan swadaya masyarakat. Kesetaraan dan keadilan gender dipraktekkan dalam setiap pelaksanaan program. Pelanggaran peraturan program akan dikenakan sanksi. Masyarakat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan program mendapatkan bantuan dari fasilitator. Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) adalah salah satu program yang dicanangkan oleh PNPM Mandiri Perdesaan. Program SPP memberi peluang dan kesempatan bagi kaum perempuan yang tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM) dengan memberikan dana usaha. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan
13
akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan penciptaan lapangan kerja. Persyaratan pengajuan dana pinjaman yaitu setiap kelompok wajib mengajukan proposal pengajuan dana dengan melampirkan: (1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami dan istri, (2) fotokopi Kartu Keluarga (KK). Program SPP memberikan dana pinjaman secara berkelompok dengan jumlah minimal 8 orang dan maksimal 15 orang. Proposal yang telah diajukan selanjutnya akan diproses dan diverifikasi terlebih dahulu. Sebelum proposal disetujui, dilakukan survai terhadap jenis usaha dan kelayakan peserta untuk menerima program. Survai terhadap jenis usaha dilakukan untuk melihat usaha yang dikelola oleh peserta, kriteria yang dilihat dalam survai adalah bahwa peserta memang memiliki usaha dan keberlanjutan usaha yang dikelola. Kelayakan untuk menerima program meliputi kondisi peserta yang tergolong RTM serta kesanggupan peserta untuk mengembalikan angusran per bulan. Relasi Gender dalam Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan Kemiskinan dalam perspektif gender disebabkan oleh tidak atau kurang dilibatkannya perempuan dalam kegiatan ekonomi, dan kurangnya keterlibatan perempuan tersebut disebabkan pengaruh budaya patriarkhi (Nainggolan 2005). Pendekatan tersebut memberi kritik atas kegiatan ekonomi yang selama ini cenderung memberi peluang lebih terhadap laki-laki. Keterlibatan perempuan dalam program SPP berpengaruh terhadap relasi gender pada rumah tangga. Berdasarkan pada pembagian kerja/aktivitas perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga, perempuan cenderung melakukan lebih banyak kegiatan reproduktif, sedangkan laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan produktif dan kegiatan sosial. Hasil penelitian Hadiprakoso (2005) menunjukkan bahwa perempuan dalam program penanggulangan kemiskinan menunjukkan perempuan mengalami beban kerja ganda dan kesenjangan dalam pembagian kerja. Oleh karena itu, jika perempuan diikutsertakan dalam kegiatan produktif, maka perempuan akan melakukan kegiatan produktif sekaligus melakukan kegiatan rumah tangga. Berdasarkan pada akses dan kontrol dalam rumah tangga, laki-laki dan perempuan memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Lakilaki dapat menentukan proporsi keterlibatan perempuan untuk mendapatkan dan melaksanakan sumberdaya serta menentukan proporsi kontrol terhadap proses pelaksanaan program. Profil aktivitas berpengaruh pada akses peserta SPP terhadap sumberdaya. Hasil penelitian Hadiprakoso (2005) terhadap rumah tangga miskin di Desa Sudagaran, menunjukkan bahwa terdapat ketidakseimbangan dalam hal pembagian kerja serta profil akses, kontrol, dan manfaat yang diterima. Semua profil tersebut masih didominasi oleh laki-laki. Perempuan sebagian besar cenderung melakukan kegiatan reproduksi dan produksi hanya di dalam rumah, serta akses, kontrol, dan manfaat yang diterima masih dibawah laki-laki. Hanya pada manfaat pada pemenuhan kebutuhan dasar terjadi keseimbangan antara lakilaki dan perempuan.
14
Kerangka Pemikiran Pendekatan anti kemiskinan yang dikemukakan oleh Nainggolan (2005), bahwa kemiskinan yang terjadi disebabkan karena kurangnya perempuan turut serta dalam kegiatan ekonomi, untuk itu, ketimpangan tersebut dapat dilakukan dengan mengikutsertakan perempuan dalam program pembangunan. Salah satu program pembangunan yang telah mengikutsertakan perempuan pada kegiatan pembangunan ialah Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) dengan memberikan akses berupa dana pinjaman kepada perempuan yang memiliki jenis usaha. Keterlibatan perempuan dalam aktivitas publik, terutama dalam kegiatan ekonomi berpengaruh pada peranannya dalam keluarga. Pada umumnya, perempuan sebagai istri lebih dominan melakukan pekerjaan domestik dibandingkan dengan pekerjaan produktif sehingga istri cenderung mempunyai kontrol yang lebih tinggi terhadap kegiatan domestik dan mempunyai kontrol yang lebih rendah pada kegiatan produktif. Apabila perempuan terlibat pada kegiatan produktif, maka dapat mempunyai kontrol dan kuasa sendiri. Penelitian ini menggunakan Teknik Analisis Harvard untuk menganalisis profil aktivitas atau curahan waktu kerja berdasarkan kegiatan produktif, sosial, dan reproduktif, dan menganalisis profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat. Profil akses dilihat dari akses terhadap sumberdaya dana yang didapatkan oleh peserta SPP, kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat dilihat dari pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman SPP, dan pengelolaan usaha rumah tangga. Pengambilan keputusan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh karakteristik individu karena setiap individu memiliki latar belakang dan karakteristik yang berbeda yang dapat berpengaruh pada setiap tindakannya. Karakteristik individu dalam penelitian ini diukur dengan usia, jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Peranan dan keterlibatan perempuan dalam kegiatan produktif diduga berpengaruh pada kondisi sosial-ekonomi rumah tangga karena semakin produktif perempuan maka semakin meningkat kondisi sosialekonomi rumah tangga. Kondisi sosial-ekonomi pada penelitian ini diukur dengan variabel tingkat pendapatan, pola konsumsi, kesempatan usaha, dan kepemilikan asset. Lihat Gambar 1.
15
X1. Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP): 1. Akses terhadap Dana Pinjaman 2. Fasilitasi kegiatan
X3. Relasi Gender 1. Pola Pengambilan Keputusan (terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha) 2. Curahan Waktu Kerja (produktif, sosial, reproduktif)
Y1. Kondisi SosialEkonomi 1. Tingkat Pendapatan 2. Pola Konsumsi 3. Kesempatan Usaha 4. Kepemilikan Aset
X2. Karakteristik Responden 1. Usia 2. Jenis Pekerjaan 3. Tingkat Pendidikan
Keterangan: Berhubungan dan diuji secara kuantitatif Berhubungan dan diuji secara kualitatif
Gambar 1 Kerangka pemikiran
16
Hipotesis Sesuai dengan rumusan masalah, hipotesis penelitian ini ialah: 1. Diduga karakteristik responden mempengaruhi pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha. 2. Diduga karaktristik responden mempengaruhi curahan waktu kerja. 3. Diduga pola pengambilan keputusan mempengaruhi kondisi sosialekonomi. 4. Diduga curahan waktu kerja mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi.
Definisi Operasional 1. Karakteristik responden adalah ciri-ciri yang melekat pada individu. Terdiri atas usia, jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan. a. Usia adalah lama hidup responden dari lahir sampai penelitian dilakukan yang diukur dengan skala rasio. Penggolongan usia mengacu pada Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006) yang dikategorikan atas: 1. Dewasa awal : 18-29 tahun 2. Dewasa pertengahan : 30-50 tahun 3. Dewasa tua : > 50 tahun ke atas b. Jenis Pekerjaan adalah adalah profesi yang dijalankan responden untuk menopang kebutuhan hidupnya. Pengukuran dengan skala nominal yang dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu tidak bekerja, bekerja di sektor usaha, dan bekerja di sektor non usaha. 1. Tidak bekerja 2. sektor non usaha 3. sektor usaha c. Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir responden secara formal yang dikategorikan atas: 1. Rendah : tidak sekolah sampai tamat SMP/sederajat 2. Tinggi : tamat SMA/sederajat sampai tamat perguruan tinggi 2. Curahan waktu kerja adalah jumlah waktu kerja responden dalam melakukan aktivitas sehari-hari, meliputi kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Terdiri dari: a. Kegiatan produktif adalah kegiatan responden yang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan barang dan jasa. Kegiatan ini diukur berdasarkan rata-rata curahan waktu kerja untuk satu hari. Pengukuran: 1. Rendah : < 8 jam/hari 2. Tinggi : ≥ 8 jam/hari b Kegiatan reproduktif adalah kegiatan responden dalam melakukan pekerjaan yang tergolong pekerjaan rumah tangga. Kegiatan ini diukur berdasarkan rata-rata curahan waktu kerja untuk satu hari. Pengukuran: 1. Rendah : < 3 jam/hari 2. Tinggi : ≥ 3 jam/hari c. Kegiatan sosial adalah kegiatan responden dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat. Kegiatan ini diukur berdasarkan curahan rata-rata waktu kerja untuk satu hari. Pengukuran:
17
1. Rendah : < 0.2 jam/hari 2. Tinggi : ≥ 0.2 jam/hari 3. Pola pengambilan keputusan rumah tangga adalah siapa diantara suami dan istri yang memiliki kekuasaan (kontrol) dalam segala keputusan mengenai pemanfaatan dana pinjaman, serta pengelolaan usaha. Pengukuran; 1. Dominan istri, yaitu apabila istri lebih dominan terhadap pengambilan keputusan. 2. Setara, yaitu apabila suami dan istri memiliki pengambilan keputusan yang senilai. 3. Dominan suami, yaitu apabila pengambilan keputusan lebih didominasi oleh suami. 4. Tingkat pendapatan adalah total pendapatan rumah tangga responden yang diperoleh dari hasil penjumlahan bersih hasil usaha, pendapatan di luar hasil usaha, dan pendapatan anggota rumah tangga responden selama satu bulan yang diukur dalam satuan rupiah. Pengukuran tingkat pendapatan berdasarkan data yang diungkapkan oleh responden, yang dikategorikan menjadi tiga berdasarkan perhitungan menggunakan rumus mean ± standar deviasi. Kategori tersebut yaitu: 1. Rendah : < Rp 1500000 2. Sedang : Rp 1500000 ≤ sampai dengan ≤ Rp 3000000 3. Tinggi : > Rp 3000000 5. Pola konsumsi adalah alokasi dari pendapatan rumah tangga yang digunakan untuk kebutuhan makan sehari-hari. Pengukuran: 1. Rendah : alokasi pendapatan untuk konsumsi pangan < 50% 2. Tinggi : alokasi pendapatan untuk konsumsi pangan ≥ 50% 6. Kesempatan usaha adalah peluang responden untuk dapat membuka usaha baru (usaha lain) selama mendapat pinjaman dari program SPP. Pengukuran: 1. Tidak Mudah : jika responden belum dapat membuka usaha jenis lain 2. Mudah : jika responden sudah dapat membuka usaha jenis lain 7. Tingkat kepemilikan asset adalah jumlah asset dan barang berharga yang dimiliki oleh rumah tangga responden berupa tanah/sawah, kendaraan, dan barang elektronik. Pengukuran: 1. Rendah : jika jumlah asset yang dimiliki (lahan/sawah, kendaraan, barang elektronik) ≤ 5 jenis 2. Tinggi : jika jumlah asset yang dimiliki (lahan/sawah, kendaraan, barang elektronik) > 5 jenis.
18
PENDEKATAN LAPANGAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan Kecamatan Dramaga sebagai lokasi penelitian karena kinerja SPP di kecamatan tersebut cukup baik, yaitu dengan tingkat pengembalian angsuran yang telah mencapai 91% pada periode Agustus 2012. Pemilihan Desa Ciherang sebagai lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa Desa Ciherang merupakan salah satu desa yang memiliki kinerja berdasarkan tingkat pengembalian yang berada di rata-rata hasil, dengan tingkat pengembalian sebesar 90% pada periode Agustus 2012. Data kinerja SPP Kecamatan Dramaga dapat dilihat pada Tabel 2. Penelitian dilaksanakan dalam waktu satu bulan yang dimulai dari bulan Oktober hingga bulan November. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penyusunan draft skripsi, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Tabel 2 Data kinerja kegiatan SPP Kecamatan Dramaga periode 31 Agustus 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Desa
Tingkat pengembalian (%)
Purwasari Petir Sukadamai Sukawening Neglasari Sinarsari Ciherang Dramaga Babakan Cikarawang Rata-rata
90 90 99 77 88 99 90 97 90 93 91
Sumber : UPK PNPM Mandiri Pedesaan Kecamatan Dramaga
Teknik Pemilihan Responden dan Informan Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan metode survai, yaitu sebuah penelitian yang menggunakan sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi1989). Pendekatan kualitatif dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan untuk memproleh informasi yang dalam mengenai relasi gender dalam rumah tangga responden serta pengaruh sosial-ekonomi peserta SPP. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang aktivitas dan kegiatan rumah tangga peserta SPP.
19
Terdapat dua subyek penelitian dalam penelitian ini, yaitu responden dan informan. Responden adalah pihak yang memberikan keterangan serta informasi yang berkenaan dengan keadaan dirinya serta keadaan kegiatan yang dilaksanakan dengan mengisi kuisioner. Informan adalah pihak yang memberikan keterangan dan informasi yang berkenaan dengan keadaan dan dirinya serta kegiatan yang dilaksanankan dengan menjawab panduan pertanyaan secara mendalam. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga peserta SPP di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga. Berdasarkan populasi tersebut kemudian ditentukan sampel penelitian yang berjumlah 70 responden yang terdiri dari 35 istri dan 35 suami dari rumah tangga yang sama. Teknik pemilihan responden dilakukan dengan Simple Cluster Sampling (pengambilan Sampel Gugus Sederhana) dan Simple Random Sampling (acak sederhana). Mula-mula ditentukan gugus yang menjadi kerangka sampel penelitian. Gugus yang dipilih adalah kelompok yang mengikuti kegiatan SPP sebanyak dua kali perguliran, yang terdiri dari 12 kelompok. Kelompok tersebut ialah Belimbing, Mawar, Nangka, Pala, Kiwi, Rosella, Durian, Pisang, Kesemek, Nusa Indah, Rambutan, dan Sirsak. Kelompok tersebut dipilih berdasarkan ratarata banyaknya perguliran yang diikuti oleh kelompok-kelompok SPP di Desa Ciherang. Selanjutnya ditentukan responden dengan Simple Random Sampling yang terdiri dari 35 peserta SPP yang merupakan anggota dari gugus yang telah dipilih diatas. Informan dalam penelitian ini yaitu Ketua UPK PNPM Mandiri Pedesaan Kecamatan Dramaga, anggota KPMD Desa Ciherang, dan ketua kelompok SPP.
Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan secara langsung dari responden. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari lembaga, organisasi, dan institusi yang terkait dengan penelitian ini. Pengumpulan data primer dilakukan dengan: 1. Kuesioner. Kuesioner merupakan suatu instrumen penelitian dalam metode survai. Pengumpulan data melalui kuesioner diberikan kepada responden dan data yang dikumpulkan adalah mengenai karakteristik responden, profil kegiatan responden dalam mengikuti SPP, profil aktivitas, akses dan kontrol, serta pengaruh sosial-ekonomi responden. 2. Wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang lebih mendetail mengenai ketentuan, prosedur, dan pelaksanaan kegiatan SPP di Desa Ciherang. Wawancara mendalam dilakukan kepada ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Dramaga, anggota Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan ketua kelompok. 3. Observasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai gambaran dan keadaan lokasi. Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat keadaan lokasi penelitian, kondisi jenis usaha responden, dan kegiatan/aktivitas yang dilakukan oleh responden. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa petunjuk teknis pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan, data monografi Desa Ciherang
20
tahun 2011, data kelompok peserta SPP, data anggota kelompok peserta SPP, data kinerja SPP, dan peta lokasi penelitian. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Hal ini karena rumah tangga merupakan unit terkecil dalam pengambilan keputusan, khususnya pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha. Analisis gender yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teknik Analisis Harvard untuk menganalisis profil aktivitas atau curahan waktu kerja responden berdasarkan kegiatan produktif, sosial, dan reproduktif, dan menganalisis profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2007 dan SPSS for Windows versi 16.0. Data primer yang diperoleh secara kuantitatif melalui kuesioner diolah dengan membuat tabel frekuensi dan tabulasi silang. Tabel frekuensi digunakan untuk mengolah dan menganalisis data dengan satu variabel dan tabulasi silang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data dengan dua variabel. Selanjutnya, dilakukan uji statistik untuk melihat hubungan antarvariabel menggunakan aplikasi SPSS for Windows. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan Chi-square untuk menghubungkan data nominal dengan data ordinal dan uji korelasi Tau Kendall’s untuk menghubungkan data ordinal dengan data ordinal pada taraf nyata sebesar 0.05.
21
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Profil Desa Ciherang Kondisi Geografis Desa Ciherang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, dengan luas sebesar 251.57 hektar. Desa Ciherang terletak tidak jauh dari ibukota kecamatan dengan jarak dari pusat kecamatan adalah 1.5 kilometer, dan dari ibukota kabupaten 25 kilometer. Batas-batas wilayah Desa Ciherang yaitu: Sebelah utara : Kelurahan Margajaya Sebelah timur : Desa Laladon Sebelah selatan : Desa Ciapus dan Desa Sukawening Sebelah barat : Desa Dramaga dan Desa Sinarsari Desa Ciherang berada pada ketinggian 196 meter dari permukaan laut dengan suhu udara rata-rata berkisar 250-320 Celcius dan banyaknya curah hujan sebesar 250-450 mm/tahun. Desa Ciherang memiliki 11 Rukun Warga (RW), yang terdiri dari 49 Rukun Tetangga (RT). Desa Ciherang terbagi menjadi beberapa wilayah atau kampung yang terdiri dari Ciherang Gede, Ciherang Peuntas, Ciherang Hegarasa, Ciherang Hegarsari, Ciherang Hegarmanah, Ciherang Rawa Kalong, Ciherang Inpres, Ciherang Stanplas, Ciherang Segarmanis, Ciherang Kramat, Ciherang Bong, Ciherang Tengah, dan Ciherang Kaum.
Sarana dan Prasarana Sarana yang terdapat di Desa Ciherang antara lain sarana peribadatan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, dan sarana transportasi. Sarana peribadatan yang ada adalah masjid berjumlah 15 buah dan mushola sebanyak 14 buah. Sarana kesehatan dengan fasilitas 1 buah Poliklinik/Balai Pelayanan Masyarakat, sarana pendididikan dengan 4 buah Taman Kanak-Kanak (TK) dan 4 buah Sekolah Dasar Negeri (SDN) yaitu SDN Ciherang Kaum, SDN I Ciherang, SDN II Ciherang, dan SDN IV Ciherang. Tidak terdapat bangunan SLTP, SLTA, dan Universitas di Desa Ciherang. Di Desa Ciherang terdapat pasar jumat, tetapi berjualan setiap hari yang berlokasi di daerah Loceng Indah. Pasar tersebut tidak terlalu besar dan tidak menjual keperluan yang lengkap, sehingga masyarakat desa banyak yang berbelanja di pasar Dramaga yang lokasi nya tidak jauh dari Desa Ciherang dengan akses yang mudah. Transportasi yang terdapat di Desa Ciherang yaitu berupa angkutan umum dan jasa ojek. Angkutan umum menghubungkan Desa Ciherang dengan Terminal Laladon yang waktu tempuhnya sekitar 15 menit.
22
Kondisi Demografis Jumlah penduduk Desa Ciherang adalah 12158 jiwa, terbagi menjadi 3213 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6277 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 5881 jiwa. Jumlah penduduk menurut agama terdiri dari 11949 orang beragama Islam, 90 orang beragama Protestan, 80 orang beragama Khatolik, 14 orang beragama Hindu, dan 25 orang beragama Budha. Jumlah penduduk menurut usia dapat dilihat pada Tabel 4. Sebagian besar penduduk adalah kelompok umur 0-4 tahun, dengan jumlah penduduk laki-laki berjumlah 751 orang (11.9%) dan jumlah penduduk perempuan berjumlah 663 orang (11.27%). Sedangkan penduduk dengan kelompok umur 55-59 tahun baik laki-laki maupun perempuan menunjukan jumlah yang paling rendah yaitu masing-masing berjumlah 232 (3.70%) orang dan 197 orang (3.35%). Menurut acuan usia Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006) yang dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (1) dewasa awal dengan usia antara 18-29 tahun; (2) dewasa pertengahan dengan usia antara 30-50 tahun; (3) dewasa tua dengan usia diatas 50 tahun. Penduduk Desa Ciherang pada kategori usia dewasa awal sebanyak 3449 orang, pada kategori dewasa pertengahan sebanyak 3428 orang, dan pada kategori dewasa tua sebanyak 1642 orang. Tabel 3 Jumlah penduduk Desa Ciherang berdasarkan kelompok umur Kelompok umur 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60 Keatas Jumlah
Laki-laki N % 751 11.90 598 9.53 550 8.76 589 9.38 658 10.48 558 8.89 475 7.57 465 7.41 428 6.82 376 5.99 328 5.23 232 3.70 269 4.29 6277 100.0
Perempuan N % 663 11.27 545 9.27 532 9.05 549 9.34 584 9.93 511 8.69 491 8.53 442 7.52 418 7.11 333 5.66 263 4.47 197 3.35 353 6.00 5881 100.0
Jumlah N 1414 1143 1082 1138 1242 1069 966 907 846 709 591 429 622 12158
% 11.63 9.40 8.90 9.36 10.22 8.79 7.95 7.46 6.96 5.83 4.86 3.53 5.12 100.0
Sumber : Data Monografi Desa Ciherang tahun 2011
Kondisi Pendidikan Pendidikan penduduk berdasarkan Data Monografi Desa tahun 2011 menunjukan bahwa jumlah penduduk yang belum sekolah berjumlah 763 orang. Jumlah penduduk yang tidak tamat SD dan tamat SD masing-masing sebesar 105 orang dan 1509 orang. Jumlah penduduk yang tamat SLTP dan tamat SLTA masing-masing sebesar 3221 orang dan 4829 orang. Jumlah penduduk yang tamat
23
Akademi/Diploma dan Perguruan Tinggi masing-masing berjumlah 895 orang dan 584 orang. Jumlah dan persentase tingkat pendidikan penduduk Desa Ciherang dapat dilihat pada Tabel 4. Tingkat pendidikan penduduk yang paling besar jumlahnya adalah tamat SLTA dengan persentase sebesar 40.6 persen. Sedangkan jumlah penduduk yang tidak tamat SD menunjukan jumlah yang paling rendah dengan persentase sebesar 0.9 persen. Tidak terdapat bangunan SLTP maupun SLTA di Desa Ciherang, tetapi jumlah penduduk yang tamat SLTP dan SLTA lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk yang tamat SD. Hal ini karena lokasi bangunan SLTP dan SLTA yang ada di kecamatan ataupun di Kabupaten lokasi nya dapat dijangkau dengan akses yang mudah oleh penduduk. Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang berdasarkan tingkat pendidikan No 1 2 3 4 5 6 7
Tingkat pendidikan Belum Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/Diploma Sarjana Jumlah
N
% 763 105 1509 3221 4829 895 584 11906
6.4 0.9 12.7 27.1 40.6 7.5 4.9 100.0
Sumber: Data Monografi Desa Ciherang tahun 2011
Kondisi Ekonomi Sumber penghasilan utama penduduk Desa Ciherang terdiri dari beragam mata pencaharian. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang/wiraswasta dan buruh. Jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk Ciherang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang berdasarkan mata pencaharian No 1 2 3 4 5 6 7 8
Mata pencaharian Pedagang/Wiraswasta Buruh PNS Petani Jasa Tukang bangunan Pensiunan/Purnawirawan Peternak Jumlah
Sumber: Data Monografi Desa Ciherang tahun 2011
N
% 2427 1231 545 398 287 154 59 16 5117
47.43 24.05 10.66 7.78 5.61 3.00 1.16 0.31 100.0
24
Berdasarkan Tabel 5, penduduk yang bermata pencaharian sebagai pedagang/wiraswasta sebanyak 2427 orang (47.43%), sedangkan yang bermata pencaharian sebagai buruh sebanyak 1231 orang (24.05%). Berdasarkan penggolongan jenis pekerjaan yang meliputi sektor usaha dan sektor non usaha, persentase penduduk yang bekerja pada sektor usaha adalah sebesar 47.4 persen. Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang berdasarkan penggolongan jenis pekerjaan No 1 2
Jenis pekerjaan Sektor usaha Sektor non usaha Jumlah
N
% 2427 2690 5117
47.4 52.6 100.0
Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani lebih rendah dibandingkan dengan wiraswasta, buruh, pedagang, dan PNS yaitu sebanyak 398 orang (7.78%). Sedangkan berdasarkan Data Monografi Desa Ciherang tahun 2011 luas lahan di Desa Ciherang sebagian besar adalah lahan sawah dan ladang masing-masing sebesar 171 hektar dan 20.34 hektar. Luas lahan Desa Ciherang berdasarkan pemanfaatanya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Luas lahan Desa Ciherang berdasakan pemanfaatannya Pemanfaatan lahan Sawah Perumahan/Pemukiman dan Pekarangan Ladang Jalan Sungai Kolam/Tambak Pemakaman/Kuburan Tanah/Peribadatan Sumber : Data Monografi Desa Ciherang tahun 2011
Luas (hektar) 171.0 49.4 20.3 4.0 2.0 2.0 2.0 0.5
25
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Usia Usia responden baik laki-laki dan perempuan sebagian besar tergolong pada kategori dewasa pertengahan (lihat Tabel 8). Persentase laki-laki pada usia dewasa pertengahan sebanyak 22 orang (62.9%) dan perempuan sebanyak 26 orang (74.3%). Tingkat usia responden pada dewasa tua lebih tinggi daripada tingkat usia dewasa awal. Pada tingkat usia dewasa tua, jumlah responden lakilaki sebanyak 12 orang (34.3%) dan perempuan sebanyak 6 orang (17.1%). Pada tingkat usia dewasa awal, jumlah responden laki-laki sebanyak 1 orang (2.9%) dan perempuan sebanyak 3 orang (8.6%). Tingkat usia perempuan lebih muda dibandingkan dengan laki-laki apabila dilihat pada tingkat usia dewasa awal dan dewasa akhir. Pada dewasa awal, jumlah responden laki-laki lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah responden perempuan, dan sebaliknya pada dewasa akhir jumlah responden laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden perempuan. Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia No
Laki-laki
Usia N
1 2 3
Dewasa awal Dewasa pertengahan Dewasa tua Jumlah
% 1 22 12 35
2.9 62.9 34.3 100.0
Perempuan N % 8.6 3 74.3 26 17.1 6 100.0 35
Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan responden responden perempuan sebagian besar adalah pada sektor usaha, karena persyaratan mengikuti program SPP adalah telah memiliki usaha, dan sebagian besar responden laki-laki bekerja pada sektor non usaha. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan No 1 2 3
Jenis pekerjaan Tidak bekerja Sektor non usaha Sektor usaha Jumlah
Laki-laki N % 1 2.9 19 54.3 15 42.9 35 100.0
Perempuan N % 0 0.0 4 11.4 31 88.6 35 100.0
26
Jenis pekerjaan responden laki-laki yang bekerja pada sektor non usaha sebagian besar adalah pekerjaan di sektor informal yaitu seperti sopir dan buruh bangunan. Pekerjaan sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil, kepemilikan oleh individu atau keluarga, teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja, tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, akses ke lembaga keuangan yang rendah, produktivitas tenaga kerja yang rendah, dan tingkat upah yang relatif rendah dengan sektor formal (Widodo 2006). Jumlah perempuan yang bekerja pada sektor non usaha sebanyak 4 orang (11.4%). Responden perempuan yang bekerja di sektor non usaha ialah yang memiliki jenis pekerjaan ganda, yaitu selain memiliki jenis usaha mereka juga bekerja di sektor non usaha. Pekerjaan ganda dilakukan responden perempuan untuk menambah penghasilan sehari-hari. Jenis pekerjaan responden perempuan di sektor non usaha diantaranya ialah staff desa, pembantu rumah tangga, dan guru. Sebagian besar pekerjaan di sektor non usaha merupakan pekerjaan yang utama sedangkan pekerjaan di sektor usaha adalah hanya sebagai sampingan. Pada responden laki-laki, sebanyak 15 orang (42.0%) bekerja di sektor usaha. Jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan di sektor non usaha yaitu sebanyak 19 orang (54.3%). Berikut hasil wawancara dengan responden: “ Saya setiap senin sampai sabtu kerja di Pagelaran, pulangnya siang. Kerjanya nyuci, nyetrika, kerjaan rumah tangga lah. Kalo dagang kue itu saya pagi-pagi sebelum berangkat kerja, dagang kue nya juga di Pagelaran, lumayan banyak yang beli kalo pagipagi.” (IRA, 38 tahun) “ Saya guru neng, ngajar di MTS, kalau jualan kreditan ya kalau ada yang pesen aja.” (SIN, 34 tahun)
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden baik laki-laki maupun perempuan sebagian besar adalah rendah dengan jumlah masing-masing sebanyak 26 orang (74.3%) dan 28 orang (80.0%). Jumlah responden laki-laki dengan tingkat pendidikan tinggi lebih besar dibandingkan dengan responden perempuan yaitu sebanyak 9 orang (25.7%), sedangkan responden perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 7 orang (20.0%). Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan No 1 2
Tingkat pendidikan Rendah Tinggi Jumlah
Laki-laki N % 26 74.3 9 25.7 35 100.0
Perempuan N
% 28 7 35
80.0 20.0 100.0
Tingkat pendidikan responden yang rendah karena sebagian besar responden laki-laki dan perempuan bekerja pada sektor informal yaitu Pekerjaan
27
sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil, kepemilikan oleh individu atau keluarga, teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja, tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, akses ke lembaga keuangan yang rendah, produktivitas tenaga kerja yang rendah, dan tingkat upah yang relatif rendah dengan sektor formal (Widodo 2006). sehingga tidak memerlukan pendidikan yang tinggi sebagai persyaratan untuk bekerja.
Ikhtisar Responden laki-laki memiliki karakteristik, yaitu (1) mayoritas memiliki usia pada dewasa pertengahan yaitu usia antara 18-50 tahun, (2) dominan bekerja pada sektor non usaha, dan (3) mayoritas memiliki pendidikan yang rendah. Responden perempuan memiliki karakteristik, yaitu (1) mayoritas memiliki usia pada dewasa pertengahan yaitu usia antara 18-50 tahun, (2) dominan bekerja pada sektor usaha, (3) mayoritas memiliki pendidikan yang rendah. Responden perempuan memiliki usia yang lebih muda dibandingkan dengan laki-laki. Baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja pada sektor usaha dan non usaha mayoritas bekerja pada sektor informal.
28
PELAKSANAAN PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DI DESA CIHERANG Pelaksanaan Program Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Ciherang dilaksanakan mulai tahun 2009. Program tersebut memberikan dana pinjaman kepada kelompok-kelompok perempuan untuk menjalankan usaha yang dibentuk berdasarkan lokasi tempat tinggal yang berdekatan. Dana pinjaman diberikan secara bergulir setiap periode dengan masa waktu setiap periode rata-rata adalah tiga bulan. Kelompok-kelompok yang akan meminjam dana diwajibkan mengajukan proposal terlebih dahulu serta memenuhi persyaratan yang berupa (1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami dan istri, dan (2) fotokopi Kartu Keluarga (KK). Proposal yang telah diajukan oleh setiap kelompok kemudian diajukan ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Mandiri Perdesaan yang berada di Kecamatan dan selanjutnya diproses terlebih dahulu. Jika proposal disetujui oleh tim verifikasi selanjutnya dana dibagikan kepada peserta. Kriteria proposal yang dapat diterima adalah adanya kejelasan mengenai profil anggota dan profil jenis usaha yang ditekuni. Sebelum proposal disetujui, tim verifikasi melakukan survai kepada kelompok-kelompok yang telah mengajukan proposal. Survai dilakukan untuk melihat dan memastikan jenis usaha yang ditekuni oleh peserta, jika peserta tidak memiliki usaha maka pengajuan pinjaman tidak dapat disetujui. Penetapan alokasi dana pinjaman tergantung jenis usaha, apabila jenis usaha nya relatif besar, maka dana pinjaman akan ditambah dengan maksimal penambahan dana sebesar Rp 500000. Dana awal yang dialokasikan untuk kegiatan SPP desa Ciherang sebesar Rp 186500000 dan dana tersebut meningkat setiap tahun nya. Bagi peserta yang baru pertama kali mengikuti perguliran pada umumnya dana pinjaman yang diberikan sebesar Rp 500000, sedangkan untuk kelompok yang lebih dari satu kali mengajukan perguliran, dana dapat dinaikkan hingga maksimal Rp 2000000. Kriteria peserta yang mengajukan pinjaman di antaranya yaitu (1) harus mempunyai jenis usaha, (2) merupakan penduduk asli setempat, dan (3) sanggup membayar angsuran per bulan. Berdasarkan persyaratan tersebut peserta tidak harus berasal dari Rumah Tangga Miskin (RTM), tetapi yang penting adalah peserta membayar angsuran per bulan. Selain itu, peserta diwajibkan untuk membuat surat ahli waris, yaitu surat persetujuan bahwa bersedia menyerahkan kuasa kepada ahli waris jika seandainya peserta meninggal dunia. Peserta juga harus memberikan barang jaminan sebagai tanda kesanggupan membayar angsuran per bulan. Barang jaminan akan disita apabila peserta tidak mampu membayar angsuran. Barang jaminan senilai dengan jumlah dana yang dipinjam. Untuk mendapatkan dana pinjaman yang jumlahnya Rp 500000 - Rp 1000000, peserta memberikan jaminan berupa televisi. Untuk mendapatkan dana pinjaman yang jumlahnya diatas Rp 1000000, peserta memberikan jaminan berupa televisi dan kulkas atau barang elektronik lain yang senilai harganya. Selama kegiatan SPP berlangsung, belum ada peserta yang barang jaminannya disita oleh tim UPK.
29
Sampai dengan bulan September 2012 terdapat 36 kelompok perempuan yang telah mendapatkan dana pinjaman selama satu kali hingga empat kali perguliran. Akan tetapi dari 36 kelompok tersebut terdapat beberapa kelompok yang sudah tidak aktif (berhenti meminjam). Kelompok yang masih aktif meminjam hingga perguliran ke-9 (November 2012) berjumlah 26 kelompok. Kelompok yang sudah tidak aktif lagi disebabkan adanya keputusan semua anggota kelompok yang tidak ingin melanjutkan peminjaman, dan keputusan pihak UPK dan KPMD untuk tidak memperbolehkan kelompok tersebut mengajukan pinjaman karena statusnya bermasalah. Permasalahan umum yang sering terjadi yaitu kemacetan pembayaran angsuran, ini karena adanya penyelewengan dana pengembalian yang dilakukan oleh kelompok, baik dilakukan oleh ketua kelompok maupun anggota kelompok. Berdasarkan prosedur UPK, kelompok yang bermasalah dan tidak dapat membayar angsuran per bulan hingga batas waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi. Sanksi nya berupa hukuman pidana yang ditujukan untuk ketua kelompok, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), atau seseorang yang bukan anggota kelompok tetapi melakukan penyelewengan terhadap uang angsuran. Apabila anggota kelompok yang melakukan kesalahan masih dimaklumi, tetapi dari setiap permasalahan kemacetan pembayaran yang terjadi di Desa Ciherang belum pernah ada yang dikenakan hukuman pidana. Hal ini karena ada perlindungan dari pihak Kepala Desa Ciherang, yang berusaha untuk menyelesaikan masalah kemacetan pembayaran dengan cara musyawarah dan sangat menghindari hukuman pidana.
Akses Perempuan Terhadap Dana Pinjaman Menurut Hubeis (2010), kemiskinan perempuan terkait dengan status ekonomi rendah mereka, termasuk “...tidak adanya peluang ekonomi dan otonomi”, serta kurangnya akses terhadap sumberdaya ekonomi (termasuk kredit, pemilikan, lahan dan pewarisan), kurangnya akses pendidikan dan jasa pendukung dan minimnya partisipasi mereka dalam penentuan keputusan. Status ekonomi perempuan rendah karena peran reproduktif yang dinilai masih sangat melekat pada mereka, dan menyebabkan partisipasi yang kurang pada peran produktif. Program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh PNPM Mandiri Perdesaan dalam salah satu prinsip dasarnya adalah kesetaraan dan keadilan gender, yaitu laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan5. Berdasarkan prinsip kesetaraan dan keadilan gender, program PNPM Mandiri Pedesaan melaksanakan prinsip tersebut dengan membuat program yang berorientasi pada pemberdayaan perempuan yaitu Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Program ini memberikan akses berupa dana pinjaman kepada perempuan yang khususnya adalah ibu rumah tangga yang mempunyai jenis usaha. Kegiatan utama program SPP adalah memberikan dana pinjaman kepada perempuan secara berkelompok dengan memberikan batas periode waktu pembayaran angsuran. Akses peserta dalam 5
Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan.
30
program SPP terdiri atas pemberian dana pinjaman (kredit) dan pelatihan. Dalam segi akses terhadap dana pinjaman, sebanyak 26 responden menyatakan mudah untuk mendapatkan dana pinjaman, responden perempuan menyatakan bahwa tidak mengalami kesulitan karena persyaratan yang cukup mudah. Sebanyak 9 responden menyatakan sulit untuk mendapatkan dana pinjaman, hal ini karena dalam proses pencairan dana yang dinilai cukup lama. Sebagian besar responden mendapatkan dana pinjaman antara Rp 1000000 sampai Rp 1500000. Berikut wawancara dengan responden: “ Agak sulit ya neng, karena yah itu lama juga pencairan dana nya. Waktu perguliran yang kemarin aja ada dua bulan baru cair sesudah ngajuin proposalnya”. (MAR, 42 tahun) “ Sulit menurut saya, karena kan kadang ada yang di pending. Misalnya, kalau ada anggota kelompok yang nunggak, biasanya pemberian kredit juga ditunda, nunggu yang nunggak bayar dulu”. (REN, 29 tahun) Menurut anggota Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPMD), Ibu MIS (40 tahun) menjelaskan bahwa pencairan dana pinjaman SPP yang lama karena sebelumya dilakukan proses verifikasi proposal terlebih dahulu. Setelah proposal diterima oleh tim UPK di Kecamatan, dilakukan survai terhadap peserta yang mengajukan perguliran mengenai kondisi peserta dan kemampuan peserta dari segi ekonomi maupun kondisi jenis usahanya. Berikut adalah hasil wawancara dengan Ibu MIS (40 tahun): “ Proses pencairan dana sekitar dua sampai tiga bulan, karena harus menunggu pengajuan proposal dari desa-desa lain yang satu kecamatan, seperti proposal dari Desa Dramaga, Sinarsari, Petir, Babakan, dll. Kalau dari kita nya cepat tetapi dari desadesa lain lama kan ya kita harus menunggu juga. Sesudah itu, tim dari UPK kecamatan juga survai ke kelompok-kelompok untuk memastikan keadaan usaha dari masing-masing peserta”. Kemudahan akses perempuan terhadap dana pinjaman dalam program SPP, membuat semakin terbukanya peluang perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi khususnya untuk berusaha. Dana pinjaman yang lebih ditujukan khusus untuk perempuan, membuat kontrol terhadap pemanfaatan dana dan pengelolaan usaha lebih didominasi oleh perempuan. Pola pengambilan keputusan terhadap dana pinjaman dan pengelolaan usaha sebagian besar didominasi oleh istri. Oleh karena itu, dengan dana pinjaman yang lebih dikhususkan untuk perempuan maka memberikan peluang bagi perempuan untuk menjalankan usaha nya secara mandiri. Keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi juga menyebabkan bertambahnya kegiatan produktif perempuan, sementara perempuan masih memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan reproduktif dalam rumah tangga sehingga perempuan mengalami beban kerja yang berlebih. Selain memberikan dana pinjaman (kredit) kepada perempuan yang memiliki jenis usaha, program SPP mengadakan kegiatan pelatihan dan
31
pembinaan. Akan tetapi, pelatihan tidak untuk semua anggota kelompok peserta SPP. Pelatihan hanya dikhususkan kepada anggota Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan ketua kelompok se-kecamatan. Kegiatan yang dilakukan saat pelatihan diantaranya yaitu, pengarahan dan pembinaan mengenai peraturan yang berlaku, tugas-tugas yang harus dilaksanakan, penjelasan mengenai proses pengembalian angsuran, sanksi, dan tanggung jawab ketua terhadap kelompok. Pelatihan diadakan minimal satu kali dalam setiap perguliran. Hasil wawancara dengan Ketua UPK Kecamatan Dramaga, Bapak UWN menyatakan bahwa pelatihan diadakan dikhususkan kepada anggota Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KMPD) dan ketua kelompok, karena menurutnya perlu pembinaan terlebih dahulu kepada para pengurus.
Fasilitasi Kegiatan Fasilitator yang terlibat dalam program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) teridiri atas Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Tugas utama KPMD adalah: 1. Memfasilitasi masyarakat terkait perumusan masalah-masalah di desa. 2. Membantu Tim Pengelola Kegiatan (TPK) untuk melaksanakan programprogram yang ada di desa dalam perencanaan, pembangunan, dan pelaksanaan. 3. Memfasilitasi masyarakat untuk mengadakan musyawarah desa. 4. Memfasilitasi masyarakat untuk mengusulkan program pembangunan. 5. Melakukan pengawasan dan monitoring terhadap pelaksanaan program pembangunan. KPMD melaksanakan program pembangunan yang berorientasi pada dua bidang pembangunan, yaitu pembangunan fisik dan bidang pemberdayaan perempuan. Pelaksanaan pembangunan fisik seperti pembangunan jalan, saluran irigasi, dan pembangunan jembatan. Tanggung jawab terhadap pembangunan fisik dipegang olah seorang laki-laki. Pembangunan yang berorientasi pada pada pemberdayaan perempuan seperti kegiatan pengembangan ekonomi untuk perempuan. Tanggung jawab terhadap kegiatan tersebut dipegang oleh seorang perempuan. Pelaksanaan musyawarah yang difasilitasi oleh KPMD Desa Ciherang diantaranya yaitu Musyawarah Khusus Perempuan (MKP). MKP (Musyawarah Khusus Perempuan) dilaksanakan di balai desa dengan peserta nya perwakilan dari tiap kelompok SPP, dan juga perwakilan perempuan bukan anggota SPP. Musyawarah diutamakan untuk membahas tentang usulan program khusus untuk perempuan. Hasil yang diharapkan dalam MKP adalah: (1) ditetapkannya usulan kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan, (2) ditetapkannya usulan dari kelompok perempuan selain usulan kegiatan simpan pinjam, (3) terpilihnya caloncalon wakil perempuan yang akan akan hadir di musyawarah antar desa prioritas unggulan. Adapun metode yang digunakan dalam pelaksanaan MKP yaitu: (1) mengajak perempuan mencari permasalahan penyebab kemiskinan yang seringkali dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, kemudian menganalisis dan
32
mencari akar permasalahannya, (2) menentukan kegiatan apa saja yang diperkirakan dapat mengatasi permasalahannya dari sudut pandang kelompok perempuan. Musyawarah tersebut dilaksanakan dengan tujuan memfasilitasi perempuan untuk mengajukan beberapa usulan kegiatan yang dilaksanakan di Desa Ciherang. Prioritas kegiatan yang pada umumnya diusulkan oleh perempuan adalah kegiatan simpan pinjam dan kegiatan fisik seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD. Dengan demikian, kegiatan fasilitasi yang dilakukan oleh fasilitator dari UPK Kecamatan dan juga KPMD Desa Ciherang telah berupaya merefleksikan prinsip keadilan dan kesetaraan gender dengan mengikutsertakan perempuan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan khusus untuk perempuan. Langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan keadila gender yaitu dengan pemihakan kepada perempuan. Pemihakan berarti upaya memberikan kesempatan kepada perempuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti kebutuhan ekonomi, politik, serta mengakses asset produktif6. Berdasarkan fasilitasi yang sudah memberikan kesempatan perempuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, maka peran fasilitasi dalam program SPP dapat meningkatkan kemampuan perempuan dalam mengelola kegiatan ekonomi serta meningkatkan kegiatan produktifnya. Ikhtisar Akses perempuan dalam program SPP berupa dana dan pelatihan. Sebagian besar perempuan manyatakan tidak mengalami kesulitan untuk meminjam dana di SPP, karena persyaratan yang dinilai cukup mudah. Sementara responden yang menyatakan sulit, menganggap bahwa pencairan dana termasuk lama. Pelatihan yang diadakan oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK), tidak ditujukan kepada seluruh peserta program, akan tetapi lebih ditujukan kepada anggota Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan juga ketua kelompok saja. Pemberian dana pinjaman yang lebih dikhususkan untuk perempuan maka memberikan peluang bagi perempuan untuk menjalankan usaha nya secara mandiri. Fasilitasi dari PNPM Mandiri Perdesaan telah berupaya melaksanakan prinsip keadilan dan kesetaraan gender, yang dilihat dari pelaksanaan musyawarah khusus perempuan (MKP).
6
Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan.
33
CURAHAN WAKTU KERJA DAN POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUMAH TANGGA RESPONDEN
Curahan Waktu Kerja Curahan waktu kerja berkaitan dengan peran dan pembagian kerja antara suami dan istri dalam rumah tangga yang dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu (1) kegiatan produktif, (2) kegiatan reproduktif, (3) kegiatan sosial/kemasyarakatan. Kegiatan produktif adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Kegiatan produktif responden dalam penelitian ini diukur berdasarkan kegiatan responden dalam mencari sumber penghasilan (nafkah). Berdasarkan jenis pekerjaan, sebagian besar responden perempuan bekerja di sektor usaha, sementara responden laki-laki sebagian besar bekerja di sektor non usaha. Kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang berkaitan dengan melakukan aktivitas rumah tangga yang diukur dari kegiatan memasak, mencuci, membersihkan rumah, belanja kebutuhan rumah tangga, dan mengasuh anak. Kegiatan sosial/kemasyarakatan dalam penelitian ini diukur berdasarkan kegiatan sosial yang berkaitan dengan masyarakat seperti pengajian, musyawarah desa/RT/RW, membantu hajatan, menghadiri undangan hajatan, kerja bakti, takziah, dan mengikuti kegiatan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Curahan waktu kerja responden dihitung berdasarkan curahan waktu selama satu hari dalam melakukan kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan kegiatan sosial/kemasyarakatan. Curahan waktu kerja dapat menentukan peran gender dalam keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Putri dan Yuliaty (2009), terhadap peran gender pada usaha perikanan budidaya rumput laut di Klungkung, menunjukkan bahwa peran perempuan di sana bukan hanya mencakup peran domestik yang mencakup peran sebagai istri dan ibu rumah tangga, namun juga sebagai pendukung kegiatan ekonomi keluarga. Berdasarkan kegiatan produktif, dapat disimpulkan bahwa curahan waktu kerja suami lebih besar dibandingkan dengan curahan waktu kerja istri dengan jumlah masing-masing sebesar 10.0 jam/hari dan 7.6 jam/hari (lihat Tabel 11). Kegiatan produktif suami lebih besar jumlahnya pada sektor non-usaha dengan jumlah 6.3 jam/hari, sedangkan kegiatan produktif istri lebih besar jumlahnya pada sektor usaha dengan jumlah 6.9 jam/hari. Kegiatan produktif istri yang bekerja di sektor usaha terdiri dari kegiatan menjual produk/jasa, serta berbelanja dan mempersiapkan kebutuhan untuk usaha. Kegiatan menjual produk/jasa misalnya seperti menjual gorengan, menjual mainan, membuka warung, dan menawarkan barang kepada pembeli. Responden dengan jenis usaha makanan, menjual makanannya dengan menyediakan tempat di rumah, ataupun di luar rumah. Kegiatan responden yang memiliki jenis usaha makanan, pada umumnya mempersiapkan usahanya (dagangannya) mulai pukul 01.00 hingga pukul 05.00. Persiapan yang dilakukan seperti membuat adonan kue, menggoreng, dan mengemas makanan. Beberapa responden membuat adonan kue pada sore hari hingga malam hari. Ibu YUM (49 tahun) menyatakan bahwa setiap hari Senin
34
hingga Jumat ia menjual gorengan dan kue di depan PT Pintu Mas. Ia mulai berjualan pukul 05.00 hingga pukul 08.00. Setelah itu, ia kembali berjualan pada sore hari di daerah tempat tinggalnya hingga pukul 15.00. Setiap hari Ibu YUM membuat adonan kue dan memasaknya mulai pukul 01.00, kemudian setelah selesai menjual gorengan ia kembali membuat adonan kue pada pukul 19.00 hingga pukul 21.00. Sementara, responden yang memiliki warung pada umumnya membuka usahanya pada pagi hari hingga malam hari. Berikut ini adalah pernyataan dari Ibu JAM ( 45 tahun): “ Warung kita buka jam enam pagi, tutupnya itu jam sebelas malam. Kalau mencuci? ya paling jam sepuluhan sampe jam dua belas, ya mencuci sambil jaga warung lah (tertawa)”. Berdasarkan kegiatan reproduktif dapat disimpulkan bahwa curahan waktu kerja istri lebih besar dibandingkan dengan curahan waktu kerja suami dengan jumlah masing-masing sebesar 5.53 jam/hari dan 0.92 jam/hari. Curahan waktu kerja istri paling besar adalah pada kegiatan memasak sebesar 1.7 jam/hari, kemudian kegiatan mengasuh anak sebsesar 1.5 jam/hari, dan kegiatan mencuci sebesar 1.4 jam/hari. Curahan waktu kerja suami paling besar adalah pada kegiatan membersihkan rumah dan mengasuh anak sebesar 0.3 jam/hari, kemudian kegiatan mencuci sebesar 0.2 jam/hari. Berikut adalah hasil wawancara dengan responden: “ Kalau Bapak, ya suka kadang-kadang. Dia kadang-kadang kalau pagi sebelum berangkat kerja suka cuci piring, pulang kerja juga kalau ngga capek”.(YOH, 38 tahun) “ Bapak mah engga neng, jarang, yah namanya juga laki-laki atuh neng. Bapak mah ngurusin kerjaan aja, ngurusin bisnisnya”. (IIH, 36 tahun) “ Ngga pernah saya mah, jarang, paling bantu-bantu ngurus anak aja neng, udah gitu kan saya ketua RT jadi sering-sering di luar rumah. Kemarin aja saya bantuin warga sini yang lagi sakit nganterin dia ke rumah sakit sampe jagain di rumah nya neng, kasian juga, ntar besok saya juga mau bantuin yang hajatan yang rumahnya di depan jalan sana tuh”. (NAD, 38 tahun)
35
Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan curahan waktu kerja Kegiatan
Curahan waktu Suami Istri Kegiatan produktif (jam) per hari Bekerja di sektor non usaha 6.3 0.7 Bekerja di sektor usaha 3.7 6.9 Jumlah 10.0 7.6 Kegiatan reproduktif (jam) per hari Membersihkan rumah 0.3 0.9 Mencuci 0.2 1.4 Mengambil air di kali 0.06 0.03 Memasak 0.06 1.7 Mengasuh anak 0.3 1.5 Jumlah 0.92 5.53 Kegiatan sosial/kemasyarakatan (jam) per hari Pengajian 0.3 0.5 Kerja Bakti 0.1 0.05 Membantu hajatan 0.02 0.08 Menghadiri undangan hajatan 0.05 0.05 Kematian 0.002 0.001 PKK/Posyandu 0.002 0.001 Musyawarah Desa/RT/RW 0.05 0.001 Jumlah 0.52 0.68
Jumlah 7.0 10.6 17.6 1.2 1.6 0.09 1.76 1.8 6.45 0.8 0.15 0.1 0.1 0.03 0.03 0.05 0.73
Berdasarkan kegiatan sosial/kemasyarakatan dapat disimpulkan bahwa curahan waktu kegiatan sosial/kemasyarakatan istri lebih besar dibandingkan dengan suami masing-masing sebesar 0.68 jam/hari dan 0.52 jam/hari. Kegiatan sosial istri lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan suami pada kegiatan pengajian, membantu hajatan, kematian, dan PKK/Posyandu. Curahan waktu kegiatan sosial istri yang paling besar ialah pada kegiatan pengajian. Responden istri menyatakan bahwa pengajian selalu diadakan minimal satu kali dalam seminggu. Semantara, beberapa responden menyatakan mengikuti pengajian tiga kali dalam seminggu. Hasil wawancara dengan Ibu WIA (31 tahun) dan Ibu PET (37 tahun), menunjukkan bahwa Ibu WIA menghadiri pengajian sebanyak tiga kali dalam seminggu, yaitu setiap hari Senin, Selasa, dan Kamis dengan durasi waktu maksimal tiga jam. Sementara ibu PET menghadiri pengajian sebanyak tiga kali dalam seminggu, yaitu setiap hari Rabu, Kamis, dan Jumat dengan durasi waktu satu jam. Kegiatan sosial suami lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan istri pada kegiatan kerja bakti, dan musyawarah desa/RT/RW. Curahan waktu kegiatan sosial/kemasyarakatan responden suami dan responden istri memiliki jumlah yang rendah, hal ini karena responden memang jarang melakukan kegiatan sosial ataupun karena kegiatan sosial seperti kerja bakti, rapat RW/RT, dan musyawarah desa jarang dilaksanakan bahkan kegiatan kerja bakti tidak ada di salah satu RT di Desa Ciherang. Berikut hasil wawancara dengan responden:
36
“ Aduh, saya jarang ikutan kerja bakti, suami juga engga, sibuk dagang saya mah. Pengajian juga jarang, abis saya jualan, suami jualan (tertawa), kita nyari duit aja deh.” (STR, 56 tahun) “ Saya ngga pernah kerja bakti, kan disini emang ga ada kerja bakti”. (YET, 40 tahun) Tabel 11 menunjukkan bahwa istri melakukan pekerjaan ganda dan mengalami beban berlebih (overburden) terhadap tiga kegiatan aktivitas. Selain melakukan pekerjaan produktif, istri juga melakukan pekerjaan reproduktif (domestik) dan kegiatan sosial/kemasyarakatan. Oleh karena itu, jika perempuan diikutsertakan dalam kegiatan produktif, maka perempuan akan melakukan kegiatan produktif sekaligus melakukan kegiatan rumah tangga. Jumlah curahan waktu kerja istri berdasarkan ketiga aktivitas tersebut jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan jumlah curahan waktu kerja suami. Jumlah curahan waktu kerja dari tiga aktivitas istri sebesar 13.81 jam/hari sedangkan jumlah curahan waktu kerja suami dari tiga aktivitas sebesar 11.44 jam/hari, lebih rendah dari istri. Tabel 12 menunjukkan distribusi responden berdasarkan kegiatan produktif. Tabel 12 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan curahan waktu kerja kegiatan produktif Kegiatan produktif Rendah Tinggi Jumlah n (%)
Jenis kelamin Laki-laki n (%) Perempuan n (%) 10 (28.6) 19 (54.3) 25 (71.4) 16 (45.7) 35 (100.0) 35 (100.0)
Jumlah n (%) 29 (41.4) 41 (58.6) 70 (100.0)
Curahan waktu kerja kegiatan produktif dikategorikan menjadi dua: (1) rendah, apabila rata-rata curahan waktu kerja kegiatan produktif responden < 8 jam/hari; (2) tinggi, apabila rata-rata curahan waktu kerja kegiatan produktif responden ≥ 8 jam/hari. Sebagian besar responden memiliki kegiatan produktif yang tinggi dengan jumlah sebanyak 41 orang. Sebesar 71.4 persen responden laki-laki memiliki curahan waktu kegiatan produktif yang tinggi, sementara sebesar 54.3 persen responden perempuan memiliki curahan waktu kegiatan produktif yang rendah. Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan curahan waktu kerja kegiatan sosial Kegiatan sosial Rendah Tinggi Jumlah n (%)
Jenis kelamin Laki-laki n (%) Perempuan n (%) 17 (48.6) 8 (22.9) 18 (51.4) 27 (77.1) 35 (100.0) 35 (100.0)
Jumlah n (%) 25 (35.7) 45 (64.3) 70 (100.0)
Curahan waktu kerja kegiatan sosial dikategorikan menjadi dua: (1) rendah, apabila rata-rata curahan waktu kegiatan sosial responden < 0.2 jam/hari;
37
(2) tinggi, apabila rata-rata curahan waktu kegiatan sosial responden ≥ 0.2 jam/hari. Tabel 13 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan curahan waktu kegiatan sosial. Baik responden laki-laki maupun responden perempuan memiliki kegiatan sosial yang tergolong tinggi, akan tetapi persentase kegiatan sosial lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Besarnya kegiatan sosial perempuan dibandingkan dengan laki-laki karena mayoritas perempuan mengikuti pengajian yang frekuensi kegiatannya minimal satu kali dalam satu minggu. Kegiatan sosial yang diadakan di masjid maupun majelis di Desa Ciherang memang banyak diadakan untuk perempuan khususnya ibu rumah tangga. Sementara, kegiatan sosial yang pada umumnya dilakukan oleh laki-laki seperti kerja bakti, musyawarah desa, dan rapat Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW) jarang dilaksanakan di Desa Ciherang. Kerja bakti dilaksanakan minimal satu kali dalam satu bulan, sementara di beberapa wilayah RT tidak sama sekali diadakan kerja bakti. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, yaitu Bapak EDJ (40 tahun) yang merupakan ketua RT 01 di daerah Ciherang Hegarasa, mengatakan bahwa kegiatan rapat RT memang jarang dilaksanakan. Rapat RT diadakan minimal satu kali dalam enam bulan, ataupun diadakan ketika ada kegiatan insidental maupun kegiatan dan masalah penting yang harus diselesaikan dengan rapat. Tabel 14 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan curahan waktu kerja kegiatan reproduktif Kegiatan reproduktif Rendah Tinggi Jumlah n (%)
Jenis kelamin Laki-laki n (%) Perempuan n (%) 29 (82.9) 9 (25.7) 6 (17.1) 26 (74.3) 35 (100.0) 35 (100.0)
Jumlah n (%) 38 (54.3) 32 (45.7) 40 (100.0)
Curahan waktu kegiatan reproduktif dikategorikan menjadi dua: (1) rendah, apabila rata-rata curahan waktu kegiatan reproduktif responden < 3 jam/hari; (2) tinggi, apabila rata-rata curahan waktu kegiatan reproduktif responden ≥ 3 jam/hari. Berdasarkan Tabel 14, sebesar 54.3 persen kegiatan reproduktif responden tergolong rendah, dan sebesar 45.7 persen tergolong tinggi. Responden laki-laki sebagian besar memiliki curahan waktu kegiatan reproduktif yang rendah dengan jumlah sebanyak 29 orang (82.9%), sebaliknyacurahan waktu kegiatan reproduktif perempuan sebagian besar tergolong tinggi yaitu dengan jumlah sebanyak 26 orang (74.3%).
38
Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha Pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga adalah kontrol atau kuasa siapa diantara suami dan istri yang lebih cenderung dalam pengambilan keputusan. Menurut Sajogyo (1981) dalam Saleha (2003) terdapat lima tingkat dalam pengambilan keputusan rumah tangga, yaitu: 1. Keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan sang suami. 2. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh yang lebih besar dari istri. 3. Keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami-istri (dengan tidak ada tandatanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar). 4. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh suami lebih besar. 5. Keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan sang istri. Menurut acuan Saleha (2003), pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) pengambilan keputusan yang didominasi oleh istri; (2) pengambilan keputusan oleh suami istri senilai; (3) pengambilan keputusan yang didominasi oleh suami. Pola pengambilan keputusan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha (lihat Tabel 15). Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha Pola pengambilan keputusan Dominan istri Bersama-setara Dominan suami Jumlah
N
% 28 2 5 35
80.0 5.7 14.3 100.0
Sebagian besar pengambilan keputusan didominasi oleh istri dengan jumlah sebanyak 27 orang (77.1%). Sebanyak 6 orang (17.1%) pengambilan keputusan didominasi oleh suami dan sebanyak 2 orang (5.7%) pengambilan keputusan setara. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar keputusan rumah tangga peserta SPP terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha lebih didominasi oleh istri. Berikut adalah wawancara dengan responden: “ Semua nya saya yang memutuskan, kan saya yang dagang, kalau suami saya terserah saya saja dia hanya mendukung”. (YOH, 38 tahun) “ Ibu yang mutusin buat ikut pinjam dana di SPP, yang ngurusin dagangan nya juga Ibu, Bapak mah ngurusin dagangan nya di pasar”. (MUL, 50 tahun)
39
Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha Aktivitas Keputusan meminjam dana Keputusan pemanfaatan dana Pemilihan jenis usaha Pengelolaan usaha Penetapan harga
Pengambilan keputusan n (%) Suami Bersama Istri 2 (2.9) 30 (42.9) 38 (54.3) 10 (14.3)
22 (31.4)
38 (54.3)
10 (14.3) 6 (8.6) 8 (11.4)
14 (20.0) 14 (20.0) 10 (14.3)
46 (65.7) 50 (71.4) 52 (74.3)
Berdasarkan lima aktivitas pengambilan keputusan, aktivitas yang paling dominan diputuskan oleh istri adalah penetapan harga produk dengan jumlah responden sebanyak 52 orang (74.3%). Aktivitas yang paling rendah diputuskan oleh istri adalah keputusan meminjam dana dan keputusan pemanfaatan dana dengan jumlah masing-masing sebanyak 38 orang (54.3%). Pengambilan keputusan bersama (suami dan istri) yang paling dominan adalah pada aktivitas keputusan meminjam dana dan yang paling rendah adalah pada aktivitas penetapan harga. Pengambilan keputusan oleh suami yang paling dominan adalah pada aktivitas keputusan dalam pemanfaatan dana dan keputusan dalam pemilihan jenis usaha, sedangkan yang paling rendah adalah keputusan dalam meminjam dana pinjaman. Pada aktivitas keputusan meminjam dana, istri menyatakan bahwa walaupun dalam proses pengajuan dana harus melalui izin dan melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami, namun hal tersebut hanya formalitas dan pada akhirnya istri yang mengambil keputusan secara penuh. Berikut wawancara dengan responden: “ Saya yang mutusin buat pinjem dana, kalo suami saya sih teserah saya aja, dia mengizinkan aja, tapi saya harus tanggung jawab katanya”. (YEN, 30 tahun) “ Ibu neng yang mutusin, waktu itu kan ada tetangga yang nawarin ke Ibu, katanya ada program dari desa tapi syaratnya disuruh buat proposal pengajuan dana sama buat kelompok, yaudah Ibu ikutan aja, Bapak mah ngizinin aja”. (WIA, 36 tahun) Aktivitas keputusan dalam pemanfaatan dana pinjaman adalah kontrol dan kuasa suami maupun istri untuk mengalokasikan dana pinjaman terhadap berbagai kebutuhan. Sebagian besar responden menyatakan bahwa pemanfaatan dana pinjaman adalah untuk menambah dana usaha, karena tujuan utama mereka adalah untuk dana usaha baik digunakan seluruhnya ataupun yang sebagian digunakan untuk kebutuhan lain. Terdapat beberapa responden yang menyatakan bahwa tidak seluruhnya dana pinjaman digunakan untuk dana usaha, tetapi untuk kebutuhan lain seperti biaya pendidikan anak. Berikut wawancara dengan responden:
40
“ Uangnya saya gunakan semua nya buat usaha, ntar kalo saya pakai gimana saya bayar angsuran nya neng” (tertawa). (YEN, 30 tahun) “ Sebagian saya pakai buat dana dagang, sebagian saya pakai sih buat nambahin uang sekolah anak”. (YET, 40 tahun) Aktivitas keputusan dalam pemilihan jenis usaha adalah kontrol dan kuasa suami maupun istri dalam memilih dan menentukan jenis usaha yang akan dikelola. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 46 orang (65.7%) menyatakan keputusan ini lebih didominasi oleh istri. Aktivitas dalam pengelolaan usaha adalah kontrol dan kuasa suami maupun istri dalam mengelola usaha. Sebagian besar responden menyatakan usaha dikelola oleh istri yaitu dengan jumlah sebanyak 50 orang (71.4%). Sebanyak 6 orang (8.6%) menyatakan usaha dikelola oleh suami, dan sebanyak 14 orang (20.0%) menyatakan usaha dikelola bersama. Aktivitas dalam penetapan harga adalah kontrol dan kuasa suami maupun istri dalam menetapkan harga produk/barang. Sebagian besar responden menyatakan bahwa keputusan dalam menetapkan harga produk/barang lebih kepada istri, hal ini karena sebagian besar istri yang mengelola usaha. Sementara untuk keputusan penetapan harga yang diputuskan oleh suami sebagian besar adalah usaha yang dikelola secara bersama ataupun yang dikelola oleh suami seorang diri. Berikut adalah hasil wawancara dengan Bapak AMA ( 52 tahun): “ Yang nentuin harga saya sendiri, saya dari mulai belanja ke Pasar Dramaga, sampai yang dagang keliling kampung pun saya. Cuma masalahnya kalau saya dagang sayur suka banyak yang suka hutang neng, padahal harganya udah saya kasih murah, karena saya ga tega, yaudahlah saya kasih aja (tertawa)”.
Ikhtisar Berdasarkan curahan waktu kerja responden laki-laki dan perempuan, dapat disimpulkan bahwa pada kegiatan produktif, laki-laki memiliki curahan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan dan mayoritas laki-laki memiliki kegiatan produktif yang tinggi. Curahan waktu kegiatan sosial perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki, dan mayoritas laki-laki dan perempuan memiliki kegiatan sosial yang tinggi. Curahan waktu kegiatan reproduktif perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Kegiatan reproduktif laki-laki mayoritas tergolong rendah, sementara kegiatan reproduktif perempuan tergolong tinggi. Pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha mayoritas masih didominasi oleh istri. Istri dominan terhadap lima keputusan aktivitas yaitu keputusan untuk meminjam dana, keputusan pemanfaatan dana pinjaman, penenteuan jenis usaha, pengelolaan usaha, dan penetapan harga produk.
41
KONDISI SOSIAL-EKONOMI RUMAH TANGGA Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan diukur berdasarkan jumlah pendapatan yang dihasilkan oleh seluruh anggota rumah tangga. Tabel 17 menjelaskan bahwa tingkat pendapatan rumah tangga responden sebagian besar adalah tergolong kategori tinggi yaitu dengan persentase sebesar 45.7 persen. Pendapatan rumah tangga responden mengalami peningkatan antara sebelum dan sesudah mengikuti program. Sebelum mengikuti program, rumah tangga responden dengan pendapatan rendah sebanyak 11 rumah tangga (31.4%) dan jumlahnya menurun menjadi 7 rumah tangga (20.0%) setelah mengikuti program. Pada kategori pendapatan sedang jumlah rumah tangga sebelum mengikuti program sebanyak 11 rumah tangga (31.4%), dan jumlahnya meningkat menjadi 12 rumah tangga (34.3%) setelah mengikuti program. Tabel 17 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah mengikuti program SPP Tingkat pendapatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Sebelum SPP N % 31.4 11 31.4 11 37.1 13 100.0 35
Sesudah SPP N % 20.0 7 34.3 12 45.7 16 100.0 35
Pada kategori pendapatan tinggi jumlah rumah tangga sebelum mengikuti program sebanyak 13 rumah tangga (37.1%), dan jumlahnya meningkat menjadi 16 rumah tangga (45.7%) setelah mengikuti program. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan pendapatan rumah tangga pada kategori sedang dan tinggi yaitu masing-masing sebesar 2.9 persen dan 8.6 persen. Responden menyatakan meningkatnya pendapatan rumah tangga karena setelah mengikuti program dana usaha menjadi bertambah, sehingga responden dapat meningkatkan penjualan usahanya. Berikut hasil wawancara dengan responden: “ Iya selama ibu pinjem dana di SPP, bertambah sih keuntungan per bulannya, karena kan ada tambahan dana. Kalau saya sama bapak dana yang dari SPP dipakai semua buat warung, biar tambah gede”. (YUN, 49 tahun) “ Ya ada sih... sebelum Ibu pinjem dana dari pnpm Ibu cuma bisa dagang gorengan aja, sekarang Ibu bisa buka warung di depan rumah, untungnya emang dikit neng, tapi lumayan bisa buat nambahin ongkos sama jajan anak.” (PET, 37 tahun)
42
“ Yaa semakin bertambah, b d dulu sebelu um saya ikutan SPP, saaya cuma juaal pulsa ajaa, setelah ikkutan SPP, ada a dana taambahan saaya mulai juaalan bonekaa”. (LUS, 26 tahun)
Gambbar 2 Persenntase tingkaat pendapataan respondeen Penggolongann tingkat pendapatan p rumah tanngga, selainn menggun nakan rata-rata pendapatan p dari selurruh respond den, juga diukur d berddasarkan krriteria pendapataan berdasarkkan Upah Minimum M Kota K (UMK K) Kabupatten Bogor tahun t 2009, saaat program SPP dimiilai di Dessa Ciherangg, dan tahuun 2012. UMK U Kabupatenn Bogor paada tahun 2009 yaitu u sebesar Rp R 991.7144. Penggolo ongan tingkat peendapatan ruumah tanggga respondeen berdasarkkan UMK K Kabupten Bogor B tahun 20009 dikategoorikan menjjadi dua, yaitu: y (1) rendah, r apaabila pendap patan rumah tanngga responnden < Rp 991.714, (2) ( tinggi, apabila pendapatan ru umah tangga ressponden ≥ Rp R 991.714 (lihat Tabel 18). Tabel 18 Jumlah dann persentasee pendapatan n rumah tanngga berdasarkan UMK K K Kabupaten B Bogor tahunn 2009 Sebelum SPP S
Tingkat pendapatan p N Rendah Tinggi Jumlah
% 4 31 35
11.44 88.66 100.00
Sessudah SPP N % 2 5.7 333 94.3 9 335 10 00.0
Penggolongann tingkat pendapatan responden menurut U UMK Kabup paten Bogor tahhun 2012 diikategorikann menjadi dua d kategorri yaitu: (1)) rendah, ap pabila pendapataan rumah tangga ressponden < Rp 12699320, (2) tinggi, ap pabila pendapataan rumah taangga respoonden ≥ 12 269320 (lihhat Tabel 19). Berdasaarkan penggolonngan pendaapatan berddasarkan UMK U Kabuupaten Boggor tahun 2009 maupun berdasarkan b n UMK Kabupaten K Bogor tahhun 2012, sebagian besar pendapataan rumah taangga peserrta SPP adaalah tergoloong tinggi. Hal ini beerarti, program SPP S di Dessa Ciherangg belum dittujukan keppada seluruuh rumah taangga miskin (RTM) yang ada a di Desa Ciherang.
43
Tabel 19 Jumlah dan persentase pendapatan rumah tangga berdasarkan UMK Kabupaten Bogor tahun 2012 Sebelum SPP
Tingkat pendapatan N
Sesudah SPP N % 7 20.0
%
Rendah
9
25.7
Tinggi Jumlah
26 35
74.3 100.0
28 35
80.0 100.0
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua UPK PNPM MP Kecamatan Dramaga, dana pinjaman SPP memang ditujukan kepada rumah tangga miskin (RTM), akan tetapi, pada akhirnya dilihat kembali kesanggupan RTM dalam membayar angsuran per bulannya. Apabila RTM tidak dapat membayar angsuran per bulan, maka dana pinjaman tidak dapat diberikan. Secara keseluruhan, dari 35 rumah tangga, peningkatan pendapatan hanya sebesar 5.7 persen.
Pola Konsumsi Pola konsumsi suatu rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga. Hukum ekonomi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan penduduk semakin tinggi pula persentase atau porsi pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang bukan makanan (semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan) (Rendanikusuma 2012). Pola konsumsi responden dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan pola konsumsi sebelum dan sesudah mengikuti program SPP Pola konsumsi Rendah Tinggi Jumlah
Sebelum SPP N % 40.0 14 60.0 21 100.0 35
Sesudah SPP N
% 17 18 35
48.6 51.4 100.0
Pola konsumsi responden mengalami perubahan antara sebelum dan sesudah mengikuti program SPP. Pola konsumsi mengalami penurunan sesudah mengikuti program, dapat dilihat pada kategori konsumsi tinggi, sebelum mengikuti program jumlahnya sebanyak 21 rumah tangga (60.0%), sesudah mengikuti program menurun menjadi sebanyak 18 rumah tangga (51.4%). Pada kategori konsumsi rendah, sebelum mengikuti program jumlahnya sebanyak 14 rumah tangga (40.0%), sesudah mengikuti pogram meningkat menjadi sebanyak 17 rumah tangga (48.6%). Perubahan pola konsumsi rumah tangga responden berkaitan dengan peningkatan pendapatan rumah tangga responden, Berdasarkan tingkat pendapatan diketahui bahwa sebagian besar pendapatan rumah tangga responden meningkat, tetapi pola konsumsi rumah tangga responden menurun.
44
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan, maka pola konsumsi semakin menurun yang berarti apabila pendapatan meningkat jumlah pengeluaran konsumsi (pengeluaran untuk kebutuhan makanan) tidak berubah atau semakin rendah jumlah pendapatan yang dialokasikan untuk pengeluaran konsumsi. Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri atas bahan kebutuhan pangan seperti beras, lauk pauk (sayuran, ikan, daging, telur, dan buah-buahan). Pengeluaran untuk beras rata-rata adalah sebesar Rp 6000-Rp 6500 per hari, dengan dalam satu hari responden rata-rata menghabiskan 1-2 liter beras. Sementara untuk pengeluaran lauk pauk, rata-rata responden menghabiskan Rp 15000-Rp 20000 per hari. Responden menyatakan bahwa jenis lauk pauk yang sering mereka konsumsi adalah sayuran, dan telur, sedangkan daging jarang mereka konsumsi. Berikut adalah hasil wawancara responden: “ Engga ada, sama aja dulu sama sekarang, sehari palingan saya abis dua puluh ribu, dulu juga segitu sama aja.” (HAL, 41 tahun) “ Engga berubah ah, sama aja neng.” (SUT, 42 tahun) “ Kalau buat makan engga berubah sih, sama aja dari dulu juga. Beras sehari habis satu literan, saya beli beras yang harganya Rp 6500. Buat lauk pauk sehari-hari kira-kira habis dua puluh ribu”. (REN, 29 tahun)
Kesempatan Usaha Seluruh rumah tangga responden memilliki jenis usaha karena persyaratan meminjam dana di SPP adalah harus memiliki jenis usaha. Secara umum, jenis usaha yang dikelola responden merupakan usaha kecil yang bersifat informal dan tidak memerlukan izin usaha. Kesempatan usaha dalam penelitian ini diukur dari kesempatan rumah tangga responden dalam membuka jenis usaha baru setelah meminjam dana dari SPP (lihat Tabel 23). Dikategorikan atas mudah dan tidak mudah, kategori mudah apabila rumah tangga responden dapat membuka usaha baru setelah mengikuti program dan kategori tidak mudah apabila rumah tangga responden tidak dapat membuka usaha baru setelah mengikuti program. Jenis usaha responden dapat dilihat pada Tabel 21. Jenis usaha yang paling banyak dimiliki oleh responden adalah usaha makanan sebanyak 11 orang (31.4%) dengan sebagian besar responden menjual gorengan dan kue. Sebanyak 8 orang (22.9%) responden dengan usaha menjual pakaian jadi dan barang kerajinan tangan, pakaian jadi hampir seluruhnya dijual dengan sistem kredit (hutang) yang dijual kepada ibu-ibu rumah tangga. Responden dengan jenis usaha sembako sebanyak 6 orang (17.1%) dengan sebagian responden menjualnya dengan membuka warung dan sebagian responden menjualnya dengan sistem kredit (hutang) kepada ibu-ibu rumah tangga. Responden dengan jenis usaha di bidang jasa terdiri dari usaha salon kecantikan dan usaha jahit (konveksi) dalam skala kecil. Hasil wawancara dengan responden:
45
“ Saya biasanya ngreditin minyak, gula, ya bahan-bahan sembako, kalo ada yang mesen saya belanja”. (SIN, 34 tahun)
“ Saya kreditin pakaian kayak baju-baju, celana, yang mesen ibuibu di sekitar rumah saya aja, mereka pada pesen ke saya nanti saya belanja, biasanya saya belanja di pasar anyar”. (YOH, 38 tahun) Tabel 21 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan jenis usaha Jenis usaha Makanan Pakaian & kerajinan tangan Sembako Sayuran & orbat herbal Mainan Jasa Ternak ayam Pulsa Jumlah
N
% 11 8 6 4 2 2 1 1 35
31.4 22.9 17.1 11.4 5.7 5.7 2.9 2.9 100.0
Jenis usaha dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) usaha pertanian, (2) usaha non pertanian (lihat Tabel 22). Jenis usaha pertanian meliputi budidaya tanaman, ternak dan ikan, pengolahan produk pertanian, dan pemasaran produk pertanian primer. Jenis usaha responden sebagian besar termasuk pada usaha pertanian, seperti olahan makanan, sembako (bahan pangan), sayur-sayuran, obat herbal, dan peternakan. Sebanyak 22 orang (62.9%) memiliki jenis usaha dalam kategori usaha pertanian, dan sebanyak 13 orang (37.1%) memiliki jenis usaha non pertanian. Jenis usaha non pertanian meliputi pemasaran produk hasil industri dan jasa. Tabel 22 Distribusi responden berdasarkan penggolongan jenis usaha pertanian dan non pertanian Jenis usaha Pertanian Non pertanian Jumlah
N 22 13 35
% 62.9 37.1 100.0
46
Tabel 23 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan kesempatan usaha Kesempatan usaha Tidak mudah Mudah Jumlah
N
% 28 7 35
80.0 20.0 100.0
Berdasarkan Tabel 23, dapat dilihat bahwa sebanyak 28 orang (80%) menyatakan bahwa kesempatan untuk membuka usaha baru tidak mudah dan sebanyak 7 orang (20.0%) menyatakan mudah. Responden dengan kesempatan usaha tidak mudah menyatakan bahwa belum dapat membuka usaha baru karena belum memiliki dana cukup untuk membuka usaha baru yang diinginkan. Berikut hasil wawancara dengan responden: “ Belum neng, pengen nya bikin warung di depan rumah, kayak warung sembako gitu yang agak gede, tapinya belum bisa, nunggu dananya ada dulu, yah semoga aja ya ntar dapat dana dari pnpm lagi.” (IDR, 36 tahun) ” Belum, belum bisa buka usaha lagi, sekarang kita mikirin buat bayar cicilan aja dulu, namanya juga minjem jadi harus bayar, ntar malah ga bisa bayar cicilan kan ga enak, kalo udah lunas baru mau usaha lagi.” (YUN, 49 tahun) Responden dengan kesempatan usaha mudah menyatakan bahwa sudah dapat membuka usaha baru setelah mengikuti program. Beberapa responden menyatakan bahwa dengan meminjam dana dari SPP terdapat tambahan dana untuk menambah usahanya. Jenis usaha yang dapat dibuka oleh responden ratarata adalah usaha makanan. Berikut adalah wawancara dengan beberapa responden: “ Dulu saya teh cuma dagang gorengan aja, buat bakwan, pisang goreng, risol di rumah, terus kadang orang suka pada mesen ke saya, pas saya pinjem dana dari pnpm saya nyoba-nyoba buat warung kecil kayak gini, jualan nya indomie, jajanan anak, pop ice ama minuman-minuman seduh, walaupun untungnya sedikit tapi yang penting bisa buat nambahin buat ongkos anak sekolah, kalo ga gini kasian kan anak ga sekolah (tertawa)”. (PET, 37 tahun) “ Saya udah lama jualan bubur ayam di sekolahan sama bapak berdua, udah bertahun-tahun. Sekarang nambah siomay sama batagor. Bapak bagian bubur, saya yang jual siomay dan batagor.” (MAR, 53 tahun)
47
Kepemilikan Asset Kepemilikan asset adalah jumlah asset yang dimiliki oleh rumah tangga responden yang diukur dari kepemilikan lahan/tanah/sawah, kendaraan, dan barang elektronik. Perubahan kepemilikan asset rumah tangga responden antara sebelum dan sesudah mengikuti program SPP yaitu sebesar 11.4 persen. Pada kategori kepemilikan asset rendah, sebelum mengikuti program jumlahnya sebanyak 19 rumah tangga (54.3%), setelah mengikuti program jumlahnya menurun menjadi 15 rumah tangga (42.9%). Kategori kepemilikan asset tinggi, sebelum mengikuti program jumlahnya sebanyak 16 rumah tangga (45.7%), setelah mengikuti program jumlahnya meningkat menjadi 20 rumah tangga (57.1%). Dapat disimpulkan bahwa tingkat kepemilikan asset pada rumah tangga responden mengalami peningkatan sebesar 11.4 persen dari sebelum mengikuti program. Tabel 24 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan kepemilikan asset sebelum dan sesudah mengikuti program SPP Kepemilikan asset Rendah Tinggi Jumlah
Sebelum SPP N % 54.3 19 45.7 16 100.0 35
Sesudah SPP N % 42.9 15 57.1 20 100.0 35
Jumlah dan persentase asset/barang berharga yang dimiliki rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 25. Berikut wawancara dengan responden: “ Barang elektronik yang saya punya ya cuma ini aja neng, ini juga hasil kreditan (tertawa). Ibu biasanya suka kredit yang cicilannya per hari, kalau engga kayak gini kita ngga punya apaapa.” (MAE, 61 tahun) “ Ini aja sih barang yang saya punya. Kalau barang yang saya beli sesudah saya ikut SPP ya paling cuma laptop aja, baru dua bulan saya beli, harganya sekitar lima jutaan.” (SAS, 32 tahun) “ Motor paling neng, emang sih saya beli baru setahun kalau ngga salah, itu juga kredit. Sebulannya empat ratus ribu, selama tiga tahun”. (LUS, 26 tahun) Dapat dilihat bahwa secara keseluruhan jumlah kepemilikan asset responden meningkat. Jumlah asset barang elektronik, sebelum mengikuti program, jumlah responden yang memiliki barang elektornik sebanyak 144 orang, setelah mengikuti program jumlahnya meningkat menjadi 156 orang. Barang elektronik yang sebagian besar dimiliki oleh responden adalah televisi, handphone, rice cooker, dan kompor gas. Asset yang dimiliki oleh responden sebagian besar adalah hasil dari kreditan. Barang elektronik yang pada umumnya dibeli responden melalui kredit adalah televisi, rice cooker, dan kulkas.
48
Sementara, untuk kompor gas beberapa responden mendapatkannya secara gratis saat diadakannya program pembagian tabung gas serta kompor gas dari pemerintah. Penggunaan barang elektronik seperti kompor gas, kulkas, rice cooker, dan handphone dimiliki responden untuk mengembangkan usaha mereka. Responden dengan jenis usaha pengolahan makanan menggunakan rice cooker, kulkas, dan kompor gas untuk memudahkan mereka dalam membuat makanan/minuman yang akan dijual, seperti misalnya membuat es batu dan es mambo, serta memudahkan mereka dalam menyimpan bahan kebutuhan untuk usaha. Penggunaan handphone dalam mengembangkan jenis usaha pada umumnya digunakan bagi responden yang memiliki jenis usaha menjual pakaian atau sembako melalui sistem kredit dan yang memiliki usaha menjual pulsa. Bagi responden yang menjual produk/barang dengan sistem kredit pada umumnya menggunakan handphone untuk memudahkan mereka untuk menghubungi pembeli dan juga pemasok barang. Jumlah asset kendaraan motor, sebelum mengikuti program jumlahnya sebanyak 16 orang, setelah mengikuti program jumlahnya meningkat menjadi sebanyak 20 orang. Sebagian besar responden membeli kendaraan bermotor melalui kredit. Perhiasan yang dimiliki responden sebelum mengikuti program jumlahnya sebanyak 10 orang, setelah mengikuti program jumlahnya meningkat menjadi sebanyak 20 orang. Lahan/sawah yang dimiliki responden sebelum mengikuti program jumlahnya sebanyak 4 orang, dan setelah mengikuti program jumlahnya meningkat menjadi sebanyak 6 orang. Sebagian dari responden mempunyai lahan kosong yang tidak difungsikan baik untuk keperluan pengembangan tempat tinggal maupun untuk kepentingan usaha. Sementara terdapat responden yang memfungsikan lahan kosong untuk mengembangkan usaha. Berikut adalah hasil wawancara dengan responden: “ Tanah saya punya di daerah Ciherang Hegarasa, pas di deket pemancingan baru beli sebulan yang lalu neng. Sekarang tanahnya saya jadiin tempat jualan saya, lumayan kan prospek nya jualan di daerah pemancingan kan rame (tertawa)”. (SAS 32 tahun) “ Kulkas saya punya dua dek, yang satu ada di dalam rumah, yang satu tuh itu dipakai untuk warung dek, untuk menyimpan minuman dan barang-barang warung Ibu (tertawa)”. (JAM 45 tahun) “ Handphone saya punya, biasanya sih saya pakai buat dagang, kan karena saya ngreditin barang-barang, jadi saya suka pakai handphone buat menagih uang dagangan ke ibu-ibu.” (WIA 31 tahun)
49
Tabel 25 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan jumlah asset sebelum sesudah mengikuti program SPP Jumlah asset Barang elektronik 1. Handphone 1 buah 2-3 buah > 3 buah 2. Radio ( 1 buah) 3. Televisi 1 buah > 1 buah 4. Kulkas 1 buah > 1 buah 5. Rice cooker 1 buah > 1 buah 6. Kompor gas 1 buah > 1 buah 7. Mesin cuci (1 buah) 8. Laptop Jumlah Kendaraan 1. Motor 1 buah > 1buah Jumlah Perhiasan 1. Emas Jumlah Lahan/Sawah 1. Lahan luas Jumlah
Sebelum SPP N %
Sesudah SPP N %
13 9 2 6
9.03 6.05 1.39 4.17
15 10 2 6
9.55 6.37 1.27 3.82
31 4
21.53 2.78
25 8
15.92 5.10
19 1
13.19 0.69
20 2
12.74 1.27
26 1
18.06 0.69
27 2
17.20 1.27
28 0 4
19.44 0.0
34 1 4
21.66 0.64
0 144
0.0
1 157
0.64
2.78 100.0
2.55 100.0
14 2 16
87.5 12.5 100.0
17 3 20
85.0 15.0 100.0
10 10
100.0 100.0
12 12
100.0 100.0
4 4
100.0 100.0
6 6
100.0 100.0
50
Ikhtisar Kondisi sosial-ekonomi rumah tangga menunjukkan adanya perubahan antara sebelum dan sesudah mengikuti program. Sebagian responden mengalami peningkatan pendapatan setelah mengikuti program, peningkatan pendapatan disebabkan karena bertambahnya dana usaha sehingga input usaha responden pun meningkat. Pola konsumsi rumah tangga responden mengalami penurunan setelah mengikuti program, dilihat pada pendapatan responden yang semakin meningkat, sedangkan konsumsi rumah tangga terhadap bahan pangan tidak mengalami peningkatan. Mayoritas responden tidak mudah untuk membuka usaha baru, hal ini disebabkan karena belum cukupnya dana yang dibutuhkan responden untuk membuka usaha yang diinginkan. Kepemilikan asset rumah tangga responden mengalami peningkatan setelah mengikuti program.
51
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN TERHADAP POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN Bab ini menyajikan data mengenai hubungan karakteristik responden dengan pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha. Karakteristik responden terdiri atas usia, jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Hubungan karakteristik respoden terhadap pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga dianalisis menggunakan tabulasi silang dan kemudian dilakukan uji statistik menggunakan Chi-square untuk menguji data skala nominal dengan data skala ordinal, dan uji korelasi Tau Kendall’s untuk menguji data skala ordinal dengan data skala ordinal. Uji statistik dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yang menyatakan hubungan antara karakteristik responden dengan pola pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan uji hubungan kedua variabel ditentukan berdasarkan perbandingan nilai p-value dengan taraf nyata (α = 0.05). Jika nilai pvalue lebih kecil dari nilai taraf nyata maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hipotesis penelitian dijelaskan dalam pernyataan berikut: H0: Tidak terdapat hubungan antara karakteristik responden dengan pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga. H1: Terdapat hubungan antara karakteristik responden dengan pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga.
Hubungan Usia dengan Pola Pengambilan Keputusan Sebagian besar responden memiliki usia pada kategori dewasa pertengahan dengan persentase laki-laki sebesar 62.9 persen dan perempuan sebesar 74.3 persen (lihat Tabel 8). Hubungan antara usia dengan pola pengambilan keputusan dapat dilihat pada Tabel 26 dan Tabel 27. Pada responden laki-laki, kategori usia dewasa pertengahan dan dewasa tua sebagian besar pengambilan keputusan didominasi oleh istri yaitu masing-masing sebanyak 18 orang (81.8%) dan 10 orang (83.3%). Sementara, pada dewasa awal pengambilan keputusan seluruhnya didominasi oleh suami. Pada responden perempuan, baik pada kategori dewasa awal, dewasa pertengahan, maupun dewasa tua sebagian besar pengambilan keputusan lebih didominasi oleh istri. Jumlah terbesar pada responden dengan pengambilan keputusan dominan istri adalah pada kategori dewasa pertengahan yaitu sebanyak 21 orang (80.8%). Dapat disimpulkan bahwa baik pada responden suami ataupun responden istri pengambilan keputusan dominan istri sebagian besar adalah responden dengan kategori usia dewasa pertengahan.
52
Tabel 26 Distribusi responden laki-laki berdasarkan pola pengambilan keputusan dan usia Pola pengambilan keputusan
Dewasa awal n (%) Dominan suami 1 (100.0) Bersama-setara 0 (0.0) Dominan istri 0 (0.0) Jumlah n (%) 1 (100.0) Keterangan: p-value = 0.262
Usia Dewasa pertengahan n (%) 3 (13.6) 1 (4.5) 18 (81.8) 22 (100.0)
Dewasa tua n (%) 1 (8.3) 1 (8.3) 10 (83.3) 12 (100.0)
Jumlah n (%) 5 (14.3) 2 (5.7) 28 (80.0) 35 (100.0)
Tabel 27 Distribusi responden perempuan berdasarkan pola pengambilan keputusan dan usia Pola pengambilan keputusan
Dewasa awal n (%) Dominan suami 0 (0.0) Bersama-setara 0 (0.0) Dominan istri 3 (100.0) Jumlah n (%) 3 (100.0) Keterangan: p-value = 0.652
Usia Dewasa pertengahan n (%) 4 (15.4) 1 (3.8) 21 (80.8) 26 (100.0)
Dewasa tua n %) 1 (16.7) 1 (16.7) 4 (66.7) 6 (100.0)
Jumlah n (%) 5 (14.3) 2 (5.7) 28 (80.0) 35 (100.0)
Hasil uji statistik menggunakan Chi-square menunjukan bahwa nilai pvalue pada responden laki-laki dan p-value pada responden perempuan lebih besar dari 0.05 (pvalue laki-laki = 0.262 , p-value perempuan = 0.652). Jika p-value > 0.05, maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara usia dengan pola pengambilan keputusan. Hal ini berarti usia responden tidak mempengaruhi pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha.
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Pola Pengambilan Keputusan Jenis pekerjaan responden dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tidak bekerja, bekerja di sektor non usaha, dan bekerja di sektor usaha. Sebagian besar responden perempuan mempunyai jenis pekerjaan di sektor usaha sedangkan sebagian besar responden laki-laki mempunyai jenis pekerjaan di sektor non usaha. Sebagian besar laki-laki yang bekerja pada sektor non usaha dan sektor usaha pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha lebih didominasi oleh istri, akan tetapi jumlah yang bekerja pada sektor non usaha lebih besar yaitu dengan jumlah 17 orang (81.0%). Berikut adalah wawancara dengan responden:
53
“ Semuanya saya yang mutusin, kan saya yang jualan,,kalau suami saya, beda lagi kerjaan nya”. (KHO, 36 tahun) “ Engga, semuanya saya, Bapak ngga pernah ngurusin dagangan baju saya, lagian kan kerjanya di Jakarta pulang dua hari sekali”. (WIA, 31 tahun) Tabel 28 Distibusi responden laki-laki berdasarkan pola pengambilan keputusan dan jenis pekerjaan Pola pengambilan keputusan
Tidak bekerja n (%) Dominan suami 0 (0.0) Bersama-setara 0 (0.0) Dominan istri 1 (100.0) Jumlah n (%) 1 (100.0) Keterangan: pvalue = 0.275
Jenis pekerjaan Sektor non usaha n (%) 3 (14.3) 1 (4.8) 17 (81.0) 21 (100.0)
Sektor usaha n (%) 2 (15.4) 1 (7.7) 10 (76.9) 13 (100.0)
Jumlah n (%) 5 (14.3) 2 (5.7) 28 (80.0) 35 (100.0)
Tabel 29 Distribusi responden perempuan berdasarkan pola pengambilan keputusan dan jenis pekerjaan Pola pengambilan keputusan
Tidak bekerja n (%) Dominan suami 0 (0.0) Bersama-setara 0 (0.0) Dominan istri 0 (0.0) Jumlah n (%) 0 (0.0) Keterangan: pvalue = 0.809
Jenis pekerjaan Sektor non usaha n (%) 1 (25.0) 0 (0.0) 3 (75.0) 4 (100.0)
Sektor usaha n (%) 4 (12.9) 2 (6.5) 25 (80.6) 31 (100.0)
Jumlah n (%) 5 (14.3) 2 (5.7) 28 (80.0) 35 (100.0)
Berdasarkan Tabel 29, baik responden yang bekerja di sektor non usaha maupun di sektor usaha, sebagian besar pola pengambilan keputusan didominasi oleh istri yaitu sebanyak 25 orang (80.6%), hal ini karena memang seluruh responden istri adalah peserta SPP yang memiliki jenis usaha. Sementara sebanyak 4 orang (12.9%) yang bekerja di sektor usaha pengambilan keputusan lebih didominasi oleh suami. Perempuan yang bekerja pada sektor non usaha adalah yang memiliki pekerjaan ganda ataupun yang menyerahkan pengelolaan usaha pada orang lain. Hasil wawancara dengan responden: “ Yang biasa dagang mah, emak saya, dia jualan gorengan, kue basah, lah ibu mah kerja di kantor desa, tapi ibu juga bantuin dia, barengan”. (END, 52 tahun)
54
“ Semuanya bapak yang ngurus, belanja ke pasar, yang nyiapin sayur ama yang ngider juga dia, ibu engga ikut soalnya kerja, abis kerja bantuin ibu saya dagang gorengan”. (UNI, 45 tahun) Berdasarkan jenis pekerjaan, di sektor non usaha ataupun sektor usaha dapat diketahui bahwa sebagian besar istri lebih dominan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan dana pinjaman. Pada suami yang bekerja di sektor non usaha antara suami dan istri memang memiliki jenis pekerjaan yang berbeda sehingga pemanfaatan dan pengelolaan usaha lebih diberikan kepada istri sebagai peserta SPP. Pengambilan keputusan dominan istri pada suami dan istri yang memiliki jenis usaha bersama (dikelola bersama), pengambilan keputusan cenderung didominasi oleh suami atau bersama-setara. Hasil wawancara dengan responden: “ Ibu udah hampir 10 tahun buka warung ini sama bapak, kalo pengelolaan nya ya bareng-bareng aja dek...kalo bapak ke pasar ibu yang jagain warung, kalo ibu lagi momong anak, bapak yang jagain warung”. (YUN, 49 tahun) Hasil uji statistik menggunakan Chi-square pada jenis pekerjaan responden laki-laki dan responden perempuan didapatkan nilai p-value suami = 0.275, p-value istri = 0.809 yang berarti p-value > 0.05, maka H0 diterima dan tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara jenis pekerjaan dengan pola pengambilan keputusan. Dapat disimpulkan bahwa jenis pekerjaan responden tidak mempengaruhi pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha.
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pola Pengambilan Keputusan Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan pada kategori rendah (lihat Tabel 9). Hubungan antara tingkat pendidikan responden dapat dilihat dalam Tabel 30 dan Tabel 31. Baik responden laki-laki maupun responden perempuan keduanya menunjukan hasil bahwa sebagian besar pengambilan keputusan dominan istri adalah responden dengan pendidikan rendah masingmasing dengan jumlah 20 orang (76.9%) dan 22 orang (82.1%). Keduanya menunjukkan bahwa baik tingkat pendidikan rendah maupun tinggi sebagian besar pengambilan keputusan didominasi oleh istri. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s dihasilkan nilai p-value sebesar 0.558 dan 0.548, nilai keduanya lebih besar dari nilai taraf nyata (α = 0.05). Jika pvalue > 0.05, maka H0 diterima dan artinya tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat pendidikan dengan pola pengambilan keputusan. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha, semakin tinggi tingkat pendidikan suami tidak berarti semakin dominan suami terhadap pengambilan keputusan dan semakin rendah tingkat penddidikan istri tidak berarti perannya dalam pengambilan keputusan semakin rendah.
55
Tabel 30 Distribusi responden laki-laki berdasarkan pola pengambilan keputusan dan tingkat pendidikan Pola pengambilan keputusan Dominan suami Bersama-setara Dominan istri Jumlah n (%) Keterangan: pvalue = 0.558
Tingkat pendidikan Rendah Tinggi n (%) n (%) 4 (15.4) 1 (11.1) 2 (7.7) 0 (0.0) 20 (76.9) 8 (88.9) 26 (100.0) 9 (100.0)
Jumlah n (%) 5 (14.3) 2 (5.7) 28 (80.0) 35 (100.0)
Tabel 31 Distribusi responden perempuan berdasarkan pola pengambilan keputusan dan tingkat pendidikan Pola pengambilan keputusan Dominan suami Bersama-setara Dominan istri Jumlah n (%) Keterangan: pvalue = 0.548
Tingkat pendidikan Rendah Tinggi n (%) n (%) 3 (10.7) 2 (28.6) 2 (7.1) 0 (0.0) 23 (82.1) 5 (71.4) 28 (100.0) 7 (100.0)
Jumlah n (%) 5 (14.3) 2 (5.7) 28 (80.0) 35 (100.0)
Ikhtisar Indikator karakteristik responden tidak memiliki hubungan dengan pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha. Baik pada laki-laki maupun perempuan dengan kategori usia dewasa pertengahan ataupun dewasa tua memiliki pengambilan keputusan cenderung dominan istri. Jenis pekerjaan laki-laki dan perempuan pada sektor non usaha maupun sektor usaha, pengambilan keputusan cenderung dominan istri. Pendidikan laki-laki dan perempuan dengan kategori tinggi maupun rendah, pengambilan keputusan cenderung dominan istri. Pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha lebih didominasi oleh istri, karena sebagian besar jenis usaha dimiliki dan dikelola oleh istri, sedangkan suami tidak terlibat dalam usaha yang dikelola oleh istri.
56
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA Bab ini menyajikan data mengenai hubungan antara karakteristik responden dengan curahan waktu kerja. Karateristik responden terdiri atas usia, jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Curahan waktu kerja terdiri atas kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan kegiatan sosial/kemasyarakatan. Hubungan antara karakteristik responden dengan curahan waktu kerja diuji menggunakan Chi-square dan uji korelasi Tau Kendall’s. Uji statistik Chi-square digunakan untuk menguji data nominal dengan data ordinal. Uji korelasi Tau Kendall’s digunakan untuk menguji data ordinal dengan data ordinal. Pengambilan keputusan untuk uji hubungan kedua variabel berdasarkan perbandingan antara p-value hitung dengan nilai taraf nyata (α = 0.05). Jika p-value < 0.05, maka keputusannya adalah tolak H0, yang berarti terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara kedua variabel. Hipotesis dinyatakan dalam pernyataan berikut: H0 : Tidak terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan dengan kondisi sosial-ekonomi. H1 : Terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan dengan kondisi sosial-ekonomi. Tabel 32 Hasil uji korelasi Chi-square dan Tau Kendall’s antara karakteristik responden laki-laki dengan curahan waktu kerja Karakteristik responden Usia Jenis pekerjaan Tingkat pendidikan
Curahan waktu kerja Produktif Sosial Reproduktif 0.108 0.521 0.893 0.806 0.478 0.866 0.722 0.777 0.644
Tabel 33 Hasil uji korelasi Chi-square dan Tau Kendall’s antara karakteristik responden perempuan dengan curahan waktu kerja Karakteristik responden Usia Jenis pekerjaan Tingkat pendidikan
Curahan waktu kerja Produktif Sosial Reproduktif 0.342 0.331 0.225 0.051 0.914 0.211 0.309 0.332 0.851
Hubungan Usia dengan Curahan Waktu Kerja Tabel 32 dan 33 menunjukkan hubungan antara karakteristik responden laki-laki dan responden perempuan dengan curahan waktu kerja pada kegiatan produktif, sosial, dan reproduktif. Uji statistik dengan menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s menunjukkan bahwa tidak ada satupun indikator karakteristik responden yang memiliki hubungan dengan curahan waktu kerja responden. Nilai p-value dari hasil uji statistik lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf nyata (α = 0.05). Tabulasi silang antara karakteristik responden dengan curahan waktu
57
kerja dapat dilihat dalam lampiran 5. Usia tidak berpengaruh signifikan dengan curahan waktu kerja responden. Pada kegiatan produktif, baik pada kategori usia dewasa awal, dewasa pertengahan, dan dewasa tua, menunjukkan bahwa curahan waktu kegiatan produktif responden laki-laki adalah tergolong tinggi. Responden perempuan yang memiliki curahan waktu kegiatan produktif yang tinggi adalah dengan usia yang tergolong pada dewasa awal dan dewasa tua. Curahan waktu kerja produktif responden yang tinggi pada semua kategori umur karena pada kategori usia baik dewasa awal, dewasa pertengahan, maupun dewasa tua termasuk dalam kategori usia angkatan kerja yaitu usia > 15 tahun keatas7. Usia juga tidak menjadi persyaratan dan ketentuan responden dalam melakukan kegiatan sosial. Oleh karena itu, pada semua kategori umur, kegiatan sosial responden laki-laki maupun perempuan cenderung tinggi. Kegiatan reproduktif responden perempuan yang tinggi, tidak dipengaruhi oleh usia, akan tetapi lebih dipengaruhi oleh masih kuatnya budaya patriarki yang dipegang oleh rumah tangga responden.
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Curahan Waktu Kerja Jenis pekerjaan tidak berpengaruh signifikan terhadap curahan waktu kerja responden pada kegiatan produktif, sosial, dan reproduktif. Kegiatan produktif, responden laki-laki baik yang bekerja di sektor non usaha maupun di sektor usaha, sebagian besar memiliki curahan waktu kegiatan produktif yang tinggi dengan persentase masing-masing sebesar 71.4 persen dan 69.2 persen. Akan tetapi, pada responden perempuan yang bekerja di sektor non usaha seluruhnya memiliki kegiatan produktif yang rendah. Hal ini karena jumlah jam kerja mereka yang rendah, sedangkan jam kerja mereka dalam mengelola usaha juga tergolong rednah. Responden perempuan yang bekerja di sektor usaha mayoritas memiliki kegiatan produktif yang tinggi. Kegiatan sosial responden laki-laki yang bekerja pada sektor non usaha sebagian besar memiliki curahan waktu kegiatan sosial yang tergolong tinggi, sementara responden yang bekerja di sektor usaha sebagian besar memiliki curahan waktu kegiatan sosial yang rendah. Kegiatan sosial responden perempuan baik yang bekerja di sektor non usah maupun di sektor usaha adalah tergolong tinggi. Kegiatan reproduktif responden laki-laki baik yang bekerja di sektor non usaha maupun di sektor usaha, sebagian besar responden sama-sama memiliki curahan waktu kegiatan reproduktif yang rendah. Sementara pada responden perempuan yang bekerja di sektor non usaha maupun di sektor usaha memiliki kegitan reproduktif yang tinggi. Kegiatan reproduktif responden perempuan yang mayoritas adalah tinggi, karena dalam rumah tangga responden masih kuat dipengaruhi oleh budaya patriarki yang menganggap bahwa kegiatan reproduktif adalah tanggung jawab perempuan sebagai istri.
7
Usia angkatan kerja menurut Badan pusat statistik (BPS)
58
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Curahan Waktu Kerja Tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan dengan curahan waktu kerja responden dalam kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Kegiatan produktif responden laki-laki dan perempuan dengan pendidikan tinggi maupun rendah, memiliki curahan waktu kegiatan produktif yang tinggi. Pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingginya waktu kerja produktif responden. Hal ini karena sebagian besar responden bekerja di sektor informal yang tidak memerlukan syarat pendidikan seperti pada pekerjaan di sektor formal. Kegiatan sosial responden baik yang memiliki pendidikan rendah maupun tinggi, memiliki curahan waktu yang tergolong tinggi. Sama halnya dengan kegiatan produktif, kegiatan sosial yang dilakukan responden di lingkungan sosial tidak memerlukan persyaratan pendidikan, karena kegiatan sosial yang dilakukan lebih bersifat sukarela yang bertujuan untuk membantu masyarakat dan mengembangkan aspirasi dan kemandirian masyarakat. Kegiatan reproduktif yang dilakukan responden laki-laki baik pada pendidikan rendah maupun tinggi sama-sama menunjukkan curahan waktu yang tergolong rendah. Akan tetapi pada responden perempuan, baik yang memiliki pendidikan rendah maupun tinggi, sama-sama menunjukkan kegiatan reproduktif yang tergolong tinggi. Kegiatan reproduktif responden perempuan yang mayoritas adalah tinggi, karena dalam rumah tangga responden masih kuat dipengaruhi oleh budaya patriarki yang menganggap bahwa kegiatan reproduktif adalah tanggung jawab perempuan sebagai istri. Berikut adalah hasil wawancara dengan responden: “ Bapak mah engga neng, jarang, yah namanya juga laki-laki atuh neng. Bapak mah ngurusin kerjaan aja, ngurusin bisnisnya”. (IIH, 36 tahun) ” Engga ah, semuanya saya, kasian suami saya kalau disuruh bebenah, dia kerja aja lah. (tertawa)”. (YET, 40 tahun)
Ikhtisar Indikator karakteristik responden tidak memiliki hubungan dengan curahan waktu kerja responden pada kegiatan produktif, sosial, dan reproduktif. Mayoritas responden laki-laki memiliki kegiatan produktif tinggi pada semua kategori usia, jenis pekerjaan di sektor usaha maupun sektor non usaha, dan tingkat pendidikan rendah maupun tinggi. Sebaliknya, pada kegiatan reproduktif responden laki-laki mayoritas adalah rendah pada semua kategori usia, jenis pekerjaan di sektor usaha maupun sektor non usaha, dan tingkat pendidikan rendah maupun tinggi. Responden perempuan memiliki karakteristik yang beragam pada kegiatan produktif. Kegiatan produktif perempuan mayoritas tergolong tinggi pada kategori usia dewasa awal dan dewasa tua, pada jenis pekerjaan di sektor usaha, dan pada pendidikan rendah maupun tinggi. Kegiatan reproduktif perempuan yang tinggi adalah pada kategori usia dewasa awal dan dewasa tua, baik pada sektor usaha maupun non usaha, dan pada pendidikan rendah maupun tinggi.
59
ANALISIS HUBUNGAN POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP KONDISI SOSIAL-EKONOMI Bab ini menyajikan data mengenai hubungan antara pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga terhadap kondisi sosial-ekonomi. Dalam penelitian ini, pola pengambilan keputusan dilihat dari pengambilan keputusan rumah tangga yang berkaitan dengan keputusan untuk meminjam, memanfaatkan, dan mengelola dana pinjaman SPP. Kondisi sosial-ekonomi terdiri atas tingkat pendapatan, pola konsumsi, kesempatan usaha, dan kepemilikan asset. Hubungan pola pengambilan keputusan dengan kondisi sosial-ekonomi dianalisis menggunakan tabulasi silang, kemudian dilakukan uji statistik menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s dengan nilai taraf nyata sebesar 0.05. Pengambilan keputusan untuk uji hubungan kedua variabel berdasarkan perbandingan antara pvalue hitung dengan nilai taraf nyata (α = 0.05). Jika nilai p-value hitung lebih kecil dibandingkan dengan 0.05, maka keputusannya adalah tolak H0 dan terima H1. Jika nilai p-value hitung lebih besar dibandingkan dengan 0.05, maka keputusannya adalah terima H0. Hipotesis penelitian dijelaskan dalam pernyataan berikut: H0 : Tidak terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan dengan kondisi sosial-ekonomi. H1 : Terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan dengan kondisi sosial-ekonomi.
Hubungan Pola Pengambilan Keputusan terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha dengan Tingkat Pendapatan Pendapatan rumah tangga responden sebelum mengikuti program paling banyak pada kategori sedang. Tabel 34 menunjukkan bahwa pada kategori tingkat pendapatan rendah, sedang, dan tinggi jumlah penyebaran pola pengambilan keputusan terbesar adalah pada kategori pengambilan keputusan dominan istri. Sebanyak 14 orang (25.0%) dengan pengambilan keputusan dominan istri adalah dengan pendapatan rendah, 30 orang (53.6%) dengan pendapatan sedang, dan 12 orang (21.4%) dengan pendapatan tinggi. Sebagian besar pola pengambilan keputusan dominan istri adalah responden dengan tingkat pendapatan sedang. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s hubungan antara pola pengambilan keputusan dan tingkat pendapatan didapatkan nilai p-value sebesar 0.016 dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0.262. Nilai p-value dari uji statistik tersebut adalah lebih kecil dari nilai taraf nyata (α = 0.05) , maka kesimpulannya adalah tolak H0 yang berarti terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara pola pengambilan keputusan dengan tingkat pendapatan.
60
Tabel 34 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan tingkat pendapatan Pola pengambilan keputusan Dominan BersamaDominan suami setara istri n (%) n (%) n (%) Rendah 0 (0.0) 2 (50.0) 14 (25.0) Sedang 6 (60.0) 0 (0.0) 30 (53.6) Tinggi 4 (40.0) 2 (50.0) 12 (21.4) Jumlah 12 (100.0) 4 (100.0) 54 (100.0) Keterangan: p-value = 0.016 Tingkat pendapatan
Jumlah n (%) 16 (22.9) 36 (51.4) 18 (25.7) 70 (100.0)
Nilai koefisien korelasi yang negatif berarti antara pola pengambilan keputusan dengan tingkat pendapatan memiliki hubungan yang negatif. Dapat dilihat pada Tabel 30, pada pengambilan keputusan dominan istri tingkat pendapatan rumah tangga cenderung rendah yaitu dengan persentase sebesar 25.5 persen. Semakin tinggi kontrol istri dalam pemanfaatan dana pinjaman serta pengelolaan usaha maka tingkat pendapatan rumah tangga cenderung rendah. Kontrol istri yang tinggi dengan pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha tidak dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga apabila tidak adanya upaya untuk meningkatkan hasil/keuntungan. Sebagian besar jenis usaha responden adalah usaha kecil yang tidak memerlukan dana yang besar dan keuntungan yang tidak terlalu besar.
Hubungan Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha dengan Pola Konsumsi Pola komsumsi rumah tangga responden sebagian besar mengalami penurunan, yang berarti alokasi pendapatan yang digunakan untuk pengeluaran konsumsi makanan (pangan) semakin rendah seiring meningkatnya pendapatan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Rendanikusuma (2012) bahwa hukum ekonomi menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan penduduk semakin tinggi pula persentase atau porsi pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang bukan makanan (semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan (Rendanikusuma 2012). Tabel 35 menjelaskan hubungan antara pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan pola konsumsi rumah tangga setelah mengikuti program. Sebanyak 30 orang (53.6%) dengan pola pengambilan keputusan dominan istri menyatakan bahwa pola konsumsi setelah mengikuti program adalah rendah, dan sebanyak 26 orang (46.4%) menyatakan bahwa pola konsumsi tinggi. Pada pola pengambilan keputusan bersama-setara sebagian responden menyatakan pola konsumsi setelah mengikuti program adalah rendah dan sebagian menyatakan pola konsumsi tinggi.
61
Tabel 35 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan pola konsumsi rumah tangga Pola pengambilan keputusan Dominan BersamaDominan suami setara istri n (%) n (%) n (%) Rendah 4 (40.0) 2 (50.0) 30 (53.6) Tinggi 6 (60.0) 2 (50.0) 26 (46.4) Jumlah n (%) 10 (100.0) 4 (100.0) 56 (100.0) Keterangan: p-value = 0.345 Pola konsumsi
Jumlah n (%) 36 (51.4) 34 (48.6) 70 (100.0)
Pada pola pengambilan keputusan dominan suami sebanyak 4 orang (40.0%) menyatakan pola konsumsi setelah mengikuti program adalah rendah dan sebanyak 8 orang (60.0%) menyatakan pola konsumsi tinggi. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s didapatkan nilai p-value sebesar 0.345 dan lebih besar dari nilai taraf nyata (α = 0.05), maka kesimpulannya adalah terima H0 yang berarti tidak terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan pola konsumsi rumah tangga setelah mengikuti program SPP. Sebagian besar responden menyatakan bahwa konsumsi terhadap bahan makanan tidak berubah walaupun pendapatan mereka mengalami peningkatan.
Hubungan Pola Pengambilan Keputusan terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha dengan Kesempatan Usaha Kesempatan usaha dalam penelitian ini diukur berdasarkan kemampuan rumah tangga responden untuk membuka usaha baru setelah mengikuti program SPP. Dikategorikan menjadi dua yaitu tidak mudah apabila rumah tangga tidak bisa membuka usaha baru setelah mengikuti program dan mudah apabila rumah tangga dapat membuka usaha baru setelah mengikuti program. Tabel 36 menunjukan hubungan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan kesempatan usaha. Sebagian besar pengambilan keputusan dominan istri menyatakan bahwa setelah mengikuti progam tidak mudah untuk membuka usaha baru yaitu sebanyak 48 orang (85.7%) dan sebanyak 8 orang (14.3%) menyatakan bahwa mudah untuk membuka usaha baru. Pengambilan keputusan bersama-setara sebagian responden menyatakan tidak mudah dan sebagian menyatakan mudah dalam membuka usaha baru. Pada pengambilan keputusan dominan suami sebanyak 6 orang (60.0%) menyatakan bahwa tidak mudah dan sebanyak 4 orang (40.0%) menyatakan mudah untuk membuka usaha baru.
62
Tabel 36 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan kesempatan usaha Pola pengambilan keputusan Dominan BersamaDominan suami setara istri n (%) n (%) n (%) Tidak mudah 6 (60.0) 2 (50.0) 48 (85.7) Mudah 4 (40.0) 2 (50.0) 8 (14.3) Jumlah n (%) 10 (100.0) 4 (100.0) 56 (100.0) Keterangan: p-value = 0.059 Kesempatan usaha
Jumlah n (%) 56 (80.0) 14 (20.0) 70 (100.0)
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s didapatkan nilai pvalue sebesar 0.106 dan lebih besar dari nilai taraf nyata (α = 0.05), maka kesimpulan nya adalah terima H0 yang berarti tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan kesempatan usaha. Dapat disimpulkan bahwa pola pengambilan keputusan tidak mempengaruhi kesempatan usaha, tidak berarti semakin dominan istri atau semakin dominan suami dalam pengambilan keputusan maka semakin mudah dalam membuka usaha baru. Sebagian besar respoden menyatakan bahwa ketidakmudahan membuka usaha baru karena belum mempunyai dana yang cukup untuk dapat membuka usaha baru yang diinginkan.
Hubungan Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha dengan Kepemilikan Asset Kepemilikan asset adalah jumlah asset yang dimiliki oleh responden yang diukur dengan kepemilikian lahan/sawah/tanah, kendaraan, dan barang elektronik. Dikategorikan menjadi dua yaitu rendah, apabila responden memiliki kurang dari dan sama dengan lima jenis asset dan tinggi apabila responden memiliki lebih dari lima jenis barang elektronik. Tabel 37 menunjukkan hubungan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan kepemilikan asset. Sebagian besar yaitu sebanyak 32 orang (57.1%) dengan pengambilan keputusan dominan istri menyatakan bahwa kepemilikan asset rumah tangga tinggi dan sebanyak 24 orang (42.9%) menyatakan kepamilikan asset rendah. Pada pengambilan keputusan bersama-setara seluruh responden sebanyak 4 orang (100.0%) menyatakan kepemilikan asset rendah dan pada pengambilan keputusan dominan suami sebanyak 8 orang (80.0%) menyatakan kepemilikan asset tinggi dan 2 orang (20.0%) menyatakan kepemilikan asset rendah.
63
Tabel 37 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan kepemilikan asset Kepemilikan asset Rendah Tinggi Jumlah n (%)
Pola pengambilan keputusan Dominan BersamaDominan suami setara istri n (%) n (%) n (%) 2 (20.0) 4 (100.0) 24 (42.9) 8 (80.0) 0 (0.0) 32 (57.1) 10 (100.0) 4 (100.0) 56 (100.0)
Jumlah n (%) 30 (42.9) 40 (57.1) 70 (100.0)
Keterangan: p-value = 0.679
Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s pada uji hubungan antara pola pengambilan keputusan dengan kepemilikan asset nilai pvalue sebesar 0.053. Nilai p-value tersebut lebih besar dari nilai taraf nyata (α = 0.05), maka kesimpulan nya adalah terima H0 yang berarti tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan kepemilikan asset. Baik pada pengambilan keputusan dominan suami maupun dominan istri menunjukkan kepemilikan asset rumah tangga yang cenderung tinggi. Dapat dilihat pada Tabel 33, pengambilan keputusan dominan suami sebagian besar kepemilikan asset tergolong tinggi dengan persentase sebesar 72.7 persen. Sementara pada pengambilan keputusan dominan istri menunjukkan bahwa sebagian besar kepemilikan asset tergolong tinggi yaitu dengan persentase sebesar 58.2 persen.
Ikhtisar Indikator kondisi sosial-ekonomi rumah tangga yang memiliki hubungan dengan pola pengambilan keputusan rumah tangga adalah tingkat pendapatan. Disimpulkan bahwa semakin dominan istri dalam pengambilan keputusan terhadap dana pinjaman dan pengelolaan usaha, tidak berarti semakin tinggi pendapatan rumah tangga. Kontrol istri yang besar dalam pengambilan keputusan tidak dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga apabila istri yang sebagian besar mengelola usaha tidak melakukan pengembangan terhadap jenis usaha yang dikelolanya. Kontrol istri yang besar dalam pengambilan keputusan tidak mempengaruhi pola konsumsi, kesempatan usaha, dan kepemilikan asset rumah tangga. Perubahan pola konsumsi lebih berkaitan dengan peningkatan pendapatan, semakin meningkat pendapatan, maka pengeluaran konsumsi terhadap bahan makanan semakin rendah. Tidak mudahnya kesempatan usaha responden untuk membuka usaha baru disebabkan karena belum cukupnya dana yang dibutuhkan oleh responden untuk membuka usaha baru yang diinginkan.
64
ANALISIS HUBUNGAN CURAHAN WAKTU KERJA DENGAN KONDISI SOSIAL-EKONOMI Bab ini menyajikan data mengenai hubungan antara curahan waktu kerja responden dengan kondisi sosial-ekonomi rumah tangga. Curahan waktu kerja teridiri atas kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan kegiatan sosial. Indikator sosial-ekonomi rumah tangga terdiri atas tingkat pendapatan, pola konsumsi, kesempatan usaha, dan kepemilikan asset. Hubungan antara curahan waktu kerja responden diuji menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s pada taraf nyata 0.05. Pengambilan keputusan terhadap uji hubungan berdasarkan perbandingan nilai pvalue hitung dan nilai taraf nyata. Jika nilai p-value hitung lebih kecil dari nilai taraf nyata, maka keputusannya adalah tolak H0 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan. Hipotesis penelitian dijelaskan pada pernyataan berikut: H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara curahan waktu kerja responden dengan kondisi sosial-ekonomi rumah tangga. H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara curahan waktu kerja responden dengan kondisi sosial-ekonomi rumah tangga. Hubungan Curahan Waktu Kerja Responden Perempuan dengan Kondisi Sosial-Ekonomi Rumah Tangga Indikator kondisi sosial-ekonomi yang berhubungan signifikan dengan curahan waktu kerja adalah tingkat pendapatan dan kesempatan usaha (lihat Tabel 38). Curahan waktu kerja kegiatan produktif istri mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat pendapatan dengan nilai p-value sebesar 0.030. Tabel 38 Hasil uji korelasi Tau Kendall’s antara curahan waktu kerja responden perempuan dengan kondisi sosial-ekonomi rumah tangga Curahan waktu kerja Produktif Sosial Reproduktif
Tingkat pendapatan 0.030* 0.112 0.132
Kondisi sosial-ekonomi Pola Kesempatan Kepemilikan konsumsi usaha asset 0.064 0.504 0.440 0.376 0.692 0.731 0.296 0.036* 0.379
Keterangan: *Signifikan pada taraf nyata 0.05
Tabel 38 menunjukkan bahwa pada kegiatan produktif responden yang rendah, tingkat pendapatan responden cenderung rendah dan sedang, yaitu dengan persentase masing-masing sebesar 3.68 persen dan 47.4 persen. Sementara, responden dengan kegiatan produktif tinggi, tingkat pendapatan cenderung sedang dan tinggi, dengan persentase sebesar 56.2 persen dan 37.5 persen. Hal ini berarti, jika perempuan mempunyai peran dalam kegiatan produktif dan terlibat dalam kegiatan mencari nafkah, maka semakin meningkatkan pendapatan rumah tangga
65
Tabel 39 Distribusi responden perempuan berdasarkan curahan waktu kerja kegiatan produktif dan tingkat pendapatan rumah tangga Tingkat pendapatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah n (%)
Curahan waktu kegiatan produktif Rendah Tinggi n (%) n (%) 7 (36.8) 1 (6.2) 9 (47.4) 9 (56.2) 3 (15.8) 6 (37.5) 19 (100.0) 16 (100.0)
Jumlah n (%) 8 (22.9) 18 (51.4) 9 (25.7) 35 (100.0)
Curahan waktu kegiatan reproduktif mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesempatan usaha dengan nilai p-value sebesar 0.036 dan nilai korelasi sebesar -0.360. Hal ini berarti antara curahan waktu kegiatan reproduktif dan kesempatan usaha memiliki hubungan yang negatif. Artinya, curahan waktu kegiatan reproduktif responden perempuan yang tinggi, maka kemampuan responden dalam membuka usaha baru semakin tidak mudah. Kemampuan responden perempuan untuk membuka usaha baru membutuhkan lebih banyak jumlah jam kerja pada kegiatan produktif, sedangkan jumlah jam kerja pada kegiatan reproduktif yang semakin tinggi, menyebabkan jam kerja kegiatan produktif perempuan semakin rendah. Oleh karena itu, selain karena belum cukupnya dana untuk membuka usaha baru, jam kerja kegiatan reproduktif perempuan yang masih tinggi, menyebabkan tidak mudahnya kemampuan perempuan untuk membuka usaha baru. Beberapa responden menyatakan bahwa mereka belum mampu untuk membuka usaha kembali karena masih mempunyai tanggungan untuk mengurus rumah tangga, misalnya keajiban untuk mengurus anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tabel 40 menunjukkan bahwa responden dengan curahan waktu kegiatan reproduktif yang tinggi, sebagian besar tidak mudah untuk membuka usaha baru. Tabel 40 Distribusi responden perempuan berdasarkan curahan waktu kerja kegiatan reproduktif dan kesempatan usaha Kesempatan usaha Tidak mudah Mudah Jumlah n (%)
Curahan waktu kerja kegiatan reproduktif Rendah Tinggi n (%) n (%) 5 (55.6) 23 (88.5) 4 (44.4) 3 (11.5) 9 (100.0) 26 (100.0)
Jumlah n (%) 28 (80.0) 7 (20.0) 35 (100.0)
Curahan waktu kerja produktif tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pola konsumsi, kesempatan usaha, dan kepemilikan asset. Pola konsumsi rumah tangga lebih dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga. Semakin meningkat pendapatan rumah tangga, konsumsi terhadap bahan makanan semakin rendah. Curahan waktu kerja kegiatan produktif responden yang tinggi, tidak mempengaruhi kesempatan usaha. Baik responden yang memiliki curahan waktu
66
kerja rendah maupun tinggi, sama-sama menyatakan bahwa tidak mudah untuk membuka peluang usaha baru. Curahan waktu kerja produktif responden tidak berhubungan dengan kepemilikan asset. Sebagian besar kegiatan produktif responden adalah rendah, akan tetapi tingkat kepemilikan asset nya adalah tinggi.
Hubungan Curahan Waktu Kerja Responden Laki-laki dengan Kondisi Sosial-Ekonomi Rumah Tangga Indikator kondisi sosial-ekonomi yang memiliki hubungan yang signifikan dengan curahan waktu kerja responden laki-laki adalah pada kegiatan produktif dengan pola konsumsi dan kepemilikan asset, pada kegiatan sosial dengan tingkat pendapatan, dan pada kegiatan reproduktif dengan tingkat pendapatan (lihat Tabel 41). Curahan waktu kegiatan produktif laki-laki mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola konsumsi dengan nilai p-value sebesar 0.035, hal ini berarti semakin tinggi curahan waktu kegiatan produktif responden, semakin tinggi pola konsumsi rumah tangga. Sebesar 60.0 persen responden dengan kegiatan produktif tinggi memiliki pola konsumsi yang tergolong tinggi (lihat Tabel 42) Tabel 41 Hasil uji korelasi Tau Kendall’s antara curahan waktu kerja responden laki-laki dan kondisi sosial-ekonomi Curahan waktu kerja Produktif Sosial Reproduktif
Tingkat pendapatan 0.497 0.032* 0.044*
Kondisi sosial-ekonomi Pola Kesempatan konsumsi usaha 0.035* 0.357 0.067 0.243 0.940 0.377
Kepemilikan asset 0.014* 0.630 0.702
Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 0.05
Tabel 42 Distribusi responden laki-laki berdasarkan kegiatan produktif dan pola konsumsi Pola konsumsi Rendah Tinggi Jumlah n (%)
Kegiatan produktif Rendah Tinggi n (%) n (%) 8 (80.0) 10 (40.0) 2 (20.0) 15 (60.0) 10 (100.0) 25 (100.0)
Jumlah n (%) 18 (51.4) 17 (48.6) 35 (100.0)
Curahan waktu kerja kegiatan produktif mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepemilikan asset dengan nilai p-value sebesar 0.014 dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0.420. Tabel 43 menunjukkan hubungan antara kegiatan produktif responden laki-laki dengan kepemilikan asset. Kegiatan produktif responden laki-laki yang tinggi, kepemilikan asset rumah tangga semakin rendah. Sementara kegiatan produktif responden laki-laki yang semakin
67
rendah, kepemilikan asset rumah tangga cenderung tinggi. Akan tetapi, kondisi yang terjadi di lokasi penelitian menunjukkan keadaan yang sebaliknya. Berdasarkan kepemilikan asset rumah tangga responden yang mengalami peneningkatan setelah mengikuti program, maka seharusnya kegiatan produktif laki-laki yang tinggi akan semakin meningkatkan kepemilikan asset rumah tangga. Tabel 43 Distribusi responden laki-laki berdasarkan kegiatan produktif dan kepemilikan asset rumah tangga Kepemilikan asset Rendah Tinggi Jumlah n (%)
Kegiatan produktif Rendah Tinggi n (%) n (%) 1 (10.0) 14 (56.0) 9 (90.0) 11 (44.0) 10 (100.0) 25 (100.0)
Jumlah n (%) 15 (42.9) 20 (57.1) 35 (100.0)
Berdasarkan hasil uji korelasi Tau Kendall’s, terhadap curahan waktu kerja kegiatan sosial responden laki-laki dengan tingkat pendapatan, menunjukkan bahwa kegiatan sosial berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan. Tabel 44 menunjukkan bahwa semakin tinggi kegiatan sosial responden laki-laki, maka semakin tinggi tingkat pendapatan. Akan tetapi, pada kondisi yang nyata di lokasi penelitian, tidak terdapat hubungan antara kegiatan sosial dengan tingkat pendapatan. Hal ini karena dalam kegiatan sosial yang diikuti oleh responden tidak ada kegiatan yang mengindikasikan dapat menambah penghasilan responden. Kegiatan sosial seperti kerja bakti, pengajian, membantu hajatan tetangga, musyawarah desa, dan rapat RT/RW sifatnya hanya sukarela dan tujuan responden untuk mengikuti kegiatan sosial bukan untuk mencari tambahan penghasilan. Tabel 44 Distribusi responden laki-laki berdasarkan kegiatan sosial dan tingkat pendapatan rumah tangga Tingkat pendapatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah n (%)
Kegiatan sosial Rendah Tinggi n (%) n (%) 6 (35.3) 2 (11.1) 9 (52.9) 9 (50.0) 2 (11.8) 7 (38.9) 10 (100.0) 25 (100.0)
Jumlah n (%) 8 (22.9) 17 (51.4) 9 (25.7) 35 (100.0)
Curahan waktu kegiatan reproduktif responden laki-laki memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat pendapatan rumah tangga. Hubungan antara kegiatan reproduktif laki-laki berhubungan negatif dengan tingkat pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi kegiatan reproduktif laki-laki, maka semakin rendah tingkat pendapatan rumah tangga. Tabel 45 menunjukkan bahwa pada kegiatan reproduktif laki-laki yang tinggi, tingkat pendapatan rumah tangga cenderung rendah, dengan persentase sebesar 50.0 persen. Sementara pendapatan
68
tinggi hanya sebesar 0.0 persen. Sebaliknya, kegiatan reproduktif laki-laki yang semakin rendah, maka semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga. Peningkatan pendapatan rumah tangga membutuhkan jam kerja yang lebih banyak (lebih produktif) dalam mencari nafkah, sedangkan apabila semakin tinggi kegiatan reproduktif responden, maka kegiatan produktif semakin rendah. Oleh karena itu, jam kerja kegiatan reproduktif laki-laki yang tinggi berpengaruh terhadap rendahnya pendapatan rumah tangga. Tabel 45 Distribusi responden laki-laki berdasarkan kegiatan reproduktif dan tingkat pendapatan rumah tangga Tingkat pendapatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah n (%)
Kegiatan reproduktif Rendah Tinggi n (%) n (%) 5 (17.2) 3 (50.0) 15 (51.7) 3 (50.0) 9 (31.0) 0 (0.0) 29 (100.0) 6 (100.0)
Jumlah n (%) 8 (22.9) 18 (51.4) 9 (25.7) 35 (100.0)
Ikhtisar Indikator curahan waktu kerja responden perempuan yang memiliki hubungan dengan kondisi sosial-ekonomi rumah tangga adalah kegiatan produktif dengan tingkat pendapatan dan kegiatan reproduktif dengan kesempatan usaha. Disimpulkan bahwa semakin tinggi kegiatan produktif perempuan, maka semakin tinggi pendapatan rumah tangga, karena semakin bertambahnya jam kerja perempuan maka semakin menambah pengahsilan rumah tanga. Semakin tinggi kegiatan reproduktif perempuan maka semakin tidak mudah responden untuk membuka usaha baru. Kegiatan reproduktif perempuan yang tinggi karena mereka masih memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap kegiatan domestik, oleh karena itu tidak mempunyai waktu lebih banyak lagi untuk membuka usaha kembali. Indikator curahan waktu kerja responden laki-laki yang memiliki hubungan dengan kondisi sosial-ekonomi rumah tangga adalah kegiatan produktif dengan pola konsumsi, kegiatan sosial dengan tingkat pendapatan, kegiatan reproduktif dengan tingkat pendapatan. Disimpulkan bahwa semakin tinggi kegiatan produktif laki-laki, maka semakin tinggi pola konsumsi rumah tangga. Semakin tinggi kegiatan reproduktif laki-laki, maka semakin rendah pendapatan rumah tangga, dan sebaliknya semakin rendah kegiatan reproduktif laki-laki makan semakin rendah pendapatan rumah tangga. Peningkatan pendapatan rumah tangga membutuhkan jam kerja yang lebih banyak (lebih produktif) dalam mencari nafkah, sedangkan apabila semakin tinggi kegiatan reproduktif responden, maka kegiatan produktif semakin rendah.
69
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian pada peserta program SPP menyimpulkan bahwa pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha sebagian besar didominasi oleh istri. Istri mendominasi pengambilan keputusan pada aktivitas keputusan meminjam dana, pemanfaatan dana pinjaman, penentuan jenis usaha, pengelolaan usaha, dan penentuan harga. Rata-rata curahan waktu kerja pada kegiatan produktif laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Sementara, pada kegiatan sosial dan kegiatan reproduktif rata-rata curahan waktu kerja lebih besar dibandingkan dengan lakilaki. Dalam hal ini, perempuan mengalami beban kerja berlebih (overburden) karena jumlah curahan waktu kerja lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Kondisi sosial-ekonomi rumah tangga peserta SPP mengalami perubahan antara sebelum dan sesudah mengikuti program. Secara keseluruhan, tingkat pendapatan dan kepemilikan asset rumah tangga mengalami peningkatan setelah mengikuti program. Tingkat pendapatan rumah tangga sebelum dan sesudah mengikuti program tergolong tinggi. Sementara, kepemilikan asset rumah tangga sebelum mengikuti program tergolong rendah, dan sesudah mengikuti program tergolong tinggi. Akan tetapi, semakin meningkatnya pendapatan, pola konsumsi rumah tangga mengalami penurunan sesudah mengikuti program, namun sebagian besar pola konsumsi responden adalah tinggi. Sebagian besar rumah tangga peserta SPP tidak mudah untuk membuka usaha baru setelah mengikuti program. Karakteristik responden ternyata tidak memiliki hubungan dengan curahan waktu kerja responden. Baik usia, jenis pekerjaan, maupun tingkat pendidikan tidak mempengaruhi curahan waktu kerja responden pada tiga kegiatan aktivitas. Karakteristik responden tidak mempengaruhi pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga terhadap pemanfaatan dana dan pengelolaan usaha. Pola pengambilan keputusan istri yang dominan tidak dipengaruhi oleh usia, jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Curahan waktu kerja kegiatan produktif responden perempuan memiliki hubungan dengan tingkat pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi curahan waktu responden perempuan dalam kegiatan produktif, maka semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga. Curahan waktu kerja kegiatan reproduktif perempuan memiliki hubungan dengan kesempatan usaha. Semakin tinggi curahan waktu kegiatan responden dalam kegiatan reproduktif, maka semakin tidak mudah kesempatan responden untuk membuka usaha baru. Pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha memiliki hubungan dengan tingkat pendapatan rumah tangga. Pengambilan keputusan istri yang dominan, pendapatan rumah tangga cenderung rendah.
70
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, saran yang diajukan oleh peneliti, yaitu: 1. Sebaiknya, pelatihan tidak hanya diberikan kepada anggota Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan ketua kelompok saja, tetapi juga diberikan kepada anggota kelompok. Materi pelatihan dapat berupa informasi mengenai keterampilan kewirausahaan. 2. Dalam rumah tangga peserta program, sebaiknya diupayakan terciptanya rumah tangga yang responsif gender. Dengan demikian, pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga dapat seimbang dan menghindari beban kerja berlebih (overburden) pada perempuan.
71
DAFTAR PUSTAKA Adianti G. 2005. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di DKI Jakarta (Studi komparatif di permukiman kumuh dan tidak kumuh) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arkaniyati. 2012. Kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani bawang merah, Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2012. Berita resmi statistik: Badan Pusat Statistik. No 06/01/Th. XV, 2 Januari 2013. [Internet]. [Diunduh pada tanggal 30 Januari 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jan13.pdf Hadiprakoso A. 2005. Penguatan peran gender dalam pemberdayaan ekonomi keluarga miskin: Studi kasus kelompok Dasa Wisma Desa Sudagaran [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hasanudin T M. 2009. Relasi gender dalam perspektif akses dan kontrol terhadap sumberdaya: Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hubeis AVS. 2010. Pemberdayaan perempuan dari masa ke masa. Bogor (ID): IPB Press. [Inpres] Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Iskandar S, Mahmud A, Muslim. 2010. Karakteristik dan akar masalah kemiskinan kasus pada 4 tipologi desa di Kabupaten Sumbawa. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 11, Nomor 1, hlm.122-134. [Internet]. [Diunduh tanggal 28 Agustus 2012]. Tersedia pada: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1290/JEP_Nuo.1 1_Vol.1_9_Syaifuddin.pdf?sequence=1. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (ID). 2008. Petunjuk teknis operasional (PTO) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Kementerian Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat (ID). 2007. Pedoman umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
72
Mugniesyah SS. 2006. Materi bahan ajar pendidikan orang dewasa. Bogor (ID): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Murniati ANP. 2004. Getar gender: perempuan Indonesia dalam perspektif sosial, politik, ekonomi, hukum, dan HAM. Magelang (ID): Indonesia Tera.
Nainggolan A. 2005. Analisis gender terhadap keberhasilan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Kasus di Kelurahan Ciseureuh Kecamatan Regol Kota Bandung) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nikijuluw VPH. 2001. Aspek sosial ekonomi masyarakat pesisir dan strategi pemberdayaan mereka dalam konteks pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu. Di dalam : Dietriech G. Bengen. Prosiding pelatihan pengelolaan wilayah pesisir terpadu; Bogor, 29 Oktober-3 November 2001. Bogor(ID): Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. [Internet]. [Diunduh pada tanggal 28 Agustus 2012] Halaman 14. Tersedia pada: http://www.crc.uri.edu/download/Proceeding_ToT_ICM.pdf#page=17.. Nugroho I, Dahuri R. 2004. Pembangunan wilayah: perspektif ekonomi, sosial, dan lingkungan. Jakarta (ID): LP3ES. Nugroho R. 2008. Gender dan strategi pengarus-utamaannya di Indonesia. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Prassetyo PE, Maisaroh S. 2009. Model strategi pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai upaya pengentasan kemiskinan. Jurnal Trikonomika Volume 8, Nomor 2. [Internet]. [Diunduh tanggal 28 Agusutus 2012] Tersedia pada: http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/19/jbptunpaspp-gdl-pekoprasset-922-77.eko.pdf. Prastiwi DL. 2012. Analisis gender terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puspitawati H. 2012. Gender dan keluarga: konsep dan realita di Indonesia. Bogor (ID): IPB Press. Putri HM, Yuliaty C. 2009. Potensi perempuan Bali dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut. Di dalam : Nasution, Hikmah, editor. Dinamika peran gender dan diseminasi inovasi. Jakarta (ID) : Badan Riset Kelautan dan Perikanan. hlm 65-67.
73
Qoriah SN, Sumarti T. 2008. Analisis gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Klaten-Jawa Tengah). Jurnal Sodality Volume 2. [Internet]. [Diunduh tanggal 6 Maret 2012]. Tersedia pada: http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalpdf/edisi5-4.pdf. Rendanikusuma R. 2012. Analisis tingkat kesejahteraan dari perspektif dana sosial di era desentralisasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saleha Q. 2003. Manajemen sumberdaya keluarga: suatu analisis gender dalam kehidupan keluarga nelayan di pesisir Bontang Kuala, Kalimantan Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shiva V. 1997. Bebas dari pembangunan: perempuan, ekologi, dan perjuangan hidup di India. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia. Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode penelitian survei. Jakarta (ID): LP3ES.
Sulistiawati A. 2011. Analisis gender dalam Penyelenggaraan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Kasus di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Vantina ANW, Pratama BS, Fahrizal R. 2008. Keadilan gender dalam pengambilan kebijakan: antara harapan dan kenyataan (Studi kasus pada Seketariat Daerah Kota Samarinda tahun 2008). Jurnal Sosial-Politika, Vol.15, No.1, Juli 2008 [Internet]. [Diunduh 16 Januari 2012]. Tersedia pada http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1510887113.pdf Widodo T. 2006. Peran sektor informal terhadap perekonomian daerah: pendekatan Delphi-IO dan aplikasi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 21, No. 3, 2006, 254-267. [Internet]. [Diunduh tanggal 30 Januari 2013]. Tersedia pada http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/21306254267.pdf Wirartha IM. 2001. Ketidakadilan jender yang dialami pekerja perempuan di daerah pariwisata. [Internet]. [Diunduh tanggal 10 September 2012]. Terdapat pada:http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(6)%20soca-wirarthaketidakadilan%20gender.pdf. Yuliani VP. 2010. Analisis gender dalam Program Keluarga Harapan (PKH) (Kasus: Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yulisti M, Nasution Z. 2009. Produktivitas istri dalam penguatan ekonomi rumah tangga nelayan. Di dalam: Nasution Z, Hikmah, editor. Dinamika peran gender dan diseminasi inovasi. Jakarta (ID): Badan Riset Kelautan dan Perikanan. hlm 9.
74
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil olah data primer 1. Hasil uji Tau Kendall’s antara kegiatan produktif perempuan dengan tingkat pendidikan Correlations tingkat pendidikan Kendall's tau_b
tingkat pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Produktif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Spearman's rho
tingkat pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Produktif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
produktif
1.000
-.095
.
.431
70
70
-.095
1.000
.431
.
70
70
1.000
-.095
.
.435
70
70
-.095
1.000
.435
.
70
70
2. Hasil uji Tau Kendall’s antara pola pengambilan keputusan dengan tingkat pendapatan
75
3. Hasil uji Tau Kendall’s antara tingkat pendidikan responden perempuan dengan pola pengambilan keputusan Correlations
pola pengambilan tingkat pendidikan Kendall's tau_b
tingkat pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pola pengambilan keputusan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
keputusan
1.000
-.085
.
.612
35
35
-.085
1.000
.612
.
35
35
4. Hasil uji Tau Kendall’s antara pola pengambilan keputusan dengan kesempatan usaha Correlations kesem
Kendall's tau_b
pola pengambilan keputusan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
kesempatan usaha
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pola pengambilan
patan
keputusan
usaha 1.000
-.222
.
.059
70
70
-.222 1.000 .059
.
70
70
76
5. Hasil uji Tau Kendall’s antara pola pengabilan keputusan dengan kepemilikan asset rumah tangga Correlations pola pengambilan keputusan Kendall's tau_b
pola pengambilan keputusan
Correlation Coefficient
1.000
.046
.
.697
70
70
Correlation Coefficient
.046
1.000
Sig. (2-tailed)
.697
.
70
70
Sig. (2-tailed) N kepemilikan asset
kepemilikan asset
N
6. Hasil uji Chi-square antara usia responden perempuan dengan pola pola pengambilan keputusan Symmetric Measures Monte Carlo Sig. 95% Confidence Interval Value Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
Approx. Sig.
.256
N of Valid Cases
.652
Sig.
Lower Bound
.739a
Upper Bound
.730
.748
35
7. Hasil uji Tau Kendall’s antara kegiatan reproduktif responden perempuan dengan kesempatan usaha Correlations kesempatan usaha Kendall's tau_b
kesempatan usaha
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
reproduktif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
reproduktif
1.000
-.360*
.
.036
35
35
-.360*
1.000
.036
.
35
35
77
8. Hasil uji Chi-square antara usia responden suami dengan pola pengambilan keputusan Symmetric Measures Monte Carlo Sig. 95% Confidence Interval Value Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
Approx. Sig.
.361
N of Valid Cases
Sig.
Lower Bound
.290a
.262
Upper Bound
.281
.299
35
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 92208573.
9. Hasil uji Chi-square antara jenis pekerjaan responden suami dengan pola pengambilan keputusan Symmetric Measures Monte Carlo Sig. 95% Confidence Interval Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient
Approx. Sig.
.357
N of Valid Cases
.275
Sig. .264a
Lower Bound .255
Upper Bound .272
35
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 1241531719.
10. Hasil uji Tau Kendall’s antara tingkat pendidikan responden suami dengan pola pengambilan keputusan Correlations
pola pengambilan tingkat pendidikan Kendall's tau_b
tingkat pendidikan
Correlation Coefficient
1.000
.152
.
.367
35
35
Correlation Coefficient
.152
1.000
Sig. (2-tailed)
.367
.
35
35
Sig. (2-tailed) N pola pengambilan keputusan
keputusan
N
78
Lampiran 2 Daftar nama kelompok SPP Desa Ciherang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kelompok (SPP) Anggrek Anggur Apel Aster Cemara Jeruk Melati Melon Ros Sedap Malam Tulip Belimbing Delima Jambu Nanas Nangka Nusa Indah Rambutan
No 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Kelompok (SPP) Jahe Kunyit Pala Rosella Mangga Durian Pisang Tomat Kesemek Kiwi Manggis Sirsak Mawar Berkah Pear Semangka Kenanga Dukuh
79
Lampiran 3 Jadwal pelaksanaan penelitian No I 1 2 3 4 5 II 1
April 3 4 1 Proposal dan Kolokium
Kegiatan
Penyusunan draft Konsultasi Proposal Kolokium Revisi proposal Uji Coba Kuesioner Studi Lapangan
2
Pengumpulan data Analisis data
3
Konsultasi
III
Penulisan Laporan
1
IV
Analisis lanjutan Penyusunan draft revisi Ujian skripsi
1
Ujian
2
Perbaikan dan penggandaan skripsi
2
Mei 2 3
4
Juni 1 2 3
September 4 1 2 3
Oktober 4 1 2 3
November 4 1 2 3
Desember 1 2 3 4
Januari 1 2 3 4
80
Lampiran 4 Peta lokasi penelitian
81
Lampiran 5 Hasil tabulasi silang 1. Hasil tabulasi silang curahan waktu kerja kegiatan produktif responden laki-laki dengan usia produktif * usia Crosstabulation usia dewasa dewasa awal produktif
rendah
Count % within usia
tinggi
Count % within usia
Total
Count % within usia
pertengahan
dewasa tua
Total
0
9
2
11
.0%
40.9%
16.7%
31.4%
1
13
10
24
100.0%
59.1%
83.3%
68.6%
1
22
12
35
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
2. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan produktif responden laki-laki dengan jenis pekerjaan produktif * jenis pekerjaan Crosstabulation jenis pekerjaan sektor nontidak bekerja produktif rendah
Count % within jenis pekerjaan
tinggi
Count % within jenis pekerjaan
Total
Count % within jenis pekerjaan
usaha
sektor usaha
Total
1
6
4
11
100.0%
28.6%
30.8%
31.4%
0
15
9
24
.0%
71.4%
69.2%
68.6%
1
21
13
35
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
82
3.Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan produktif laki-laki dengan tingkat pendidikan produktif * tingkat pendidikan Crosstabulation tingkat pendidikan rendah produktif
rendah
Count % within tingkat pendidikan
tinggi
Count % within tingkat pendidikan
Total
Count % within tingkat pendidikan
tinggi
Total
8
3
11
30.8%
33.3%
31.4%
18
6
24
69.2%
66.7%
68.6%
26
9
35
100.0%
100.0%
100.0%
4. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan sosial responden lakilaki dengan usia sosial * usia Crosstabulation usia dewasa dewasa awal sosial
rendah
Count % within usia
tinggi
Count % within usia
Total
Count % within usia
pertengahan
dewasa tua
Total
1
11
5
100.0%
50.0%
0
11
.0%
50.0%
1
22
12
100.0%
100.0%
100.0%
17
41.7% 48.6% 7
18
58.3% 51.4% 35 100.0 %
83
5. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan sosial responden laki-laki dengan jenis pekerjaan sosial * jenis pekerjaan Crosstabulation jenis pekerjaan sektor nontidak bekerja sosial
rendah
Count % within jenis pekerjaan
tinggi
Count % within jenis pekerjaan
Total
Count % within jenis pekerjaan
usaha
sektor usaha
Total
1
9
7
17
100.0%
42.9%
53.8%
48.6%
0
12
6
18
.0%
57.1%
46.2%
51.4%
1
21
13
35
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
6. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan sosial responden laki-laki dengan tingkat pendidikan sosial * tingkat pendidikan Crosstabulation tingkat pendidikan rendah sosial
rendah
Count % within tingkat pendidikan
tinggi
Count % within tingkat pendidikan
Total
Count % within tingkat pendidikan
tinggi
Total
13
4
17
50.0%
44.4%
48.6%
13
5
18
50.0%
55.6%
51.4%
26
9
35
100.0%
100.0%
100.0%
84
7. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan reproduktif responden laki-laki dengan usia reproduktif * usia Crosstabulation usia dewasa dewasa awal reproduktif
rendah
Count % within usia
tinggi
Total
Total
18
10
29
100.0%
81.8%
83.3%
82.9%
0
4
2
6
.0%
18.2%
16.7%
17.1%
1
22
12
35
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within usia
dewasa tua
1
Count % within usia
pertengahan
8. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan reproduktif responden laki-laki dengan jenis pekerjaan
reproduktif * usia Crosstabulation usia dewasa dewasa awal reproduktif
rendah
Count % within usia
tinggi
Count % within usia
Total
Count % within usia
pertengahan
dewasa tua
Total
1
18
10
29
100.0%
81.8%
83.3%
82.9%
0
4
2
6
.0%
18.2%
16.7%
17.1%
1
22
12
35
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
85
9. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan reproduktif responden laki-laki dengan tingkat pendidikan reproduktif * tingkat pendidikan Crosstabulation tingkat pendidikan rendah reproduktif
rendah
Count % within tingkat pendidikan
tinggi
Count % within tingkat pendidikan
Total
Count % within tingkat pendidikan
tinggi
Total
22
7
29
84.6%
77.8%
82.9%
4
2
6
15.4%
22.2%
17.1%
26
9
35
100.0%
100.0%
100.0%
10. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan produktif responden perempuan dengan usia kegiatan produktif * usia Crosstabulation usia dewasa dewasa awal kegiatan produktif Rendah Count % within usia Tinggi
Count % within usia
Total
Count % within usia
pertengahan
dewasa tua
Total
1
16
2
19
33.3%
61.5%
33.3%
54.3%
2
10
4
16
66.7%
38.5%
66.7%
45.7%
3
26
6
35
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
86
11. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan produktif responden perempuan dengan jenis pekerjaan kegiatan produktif * jenis pekerjaan Crosstabulation jenis pekerjaan sektor nonusaha kegiatan produktif Rendah
Count % within jenis pekerjaan
Tinggi
15
19
100.0%
48.4%
54.3%
0
16
16
.0%
51.6%
45.7%
4
31
35
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within jenis pekerjaan
Total
4
Count % within jenis pekerjaan
Total
sektor usaha
12. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan produktif responden perempuan dengan tingkat pendidikan kegiatan produktif * tingkat pendidikan Crosstabulation tingkat pendidikan rendah kegiatan produktif
rendah
Count % within tingkat pendidikan
Tinggi
Count % within tingkat pendidikan
Total
Count % within tingkat pendidikan
tinggi
Total
14
5
19
50.0%
71.4%
54.3%
14
2
16
50.0%
28.6%
45.7%
28
7
35
100.0%
100.0%
100.0%
87
13. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan sosial responden perempuan dengan usia sosial * usia Crosstabulation usia dewasa dewasa awal sosial
rendah
Count % within usia
tinggi
Count % within usia
Total
Count % within usia
pertengahan
dewasa tua
Total
1
7
0
8
33.3%
26.9%
.0%
22.9%
2
19
6
27
66.7%
73.1%
100.0%
77.1%
3
26
6
35
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
14. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan sosial responden perempuan dengan jenis pekerjaan sosial * jenis pekerjaan Crosstabulation jenis pekerjaan sektor non-usaha sosial
rendah
Count % within jenis pekerjaan
tinggi
Count % within jenis pekerjaan
Total
Count % within jenis pekerjaan
sektor usaha
Total
1
7
8
25.0%
22.6%
22.9%
3
24
27
75.0%
77.4%
77.1%
4
31
35
100.0%
100.0%
100.0%
88
15. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kerja kegiatan sosial responden perempuan dengan tingkat pendidikan sosial * tingkat pendidikan Crosstabulation tingkat pendidikan rendah sosial
rendah
Count % within tingkat pendidikan
tinggi
Count % within tingkat pendidikan
Total
Count % within tingkat pendidikan
tinggi
Total
5
3
8
17.9%
42.9%
22.9%
23
4
27
82.1%
57.1%
77.1%
28
7
35
100.0%
100.0%
100.0%
16. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan reproduktif responden perempuan dengan usia reproduktif * usia Crosstabulation usia dewasa dewasa awal reproduktif
rendah
Count % within usia
tinggi
Count % within usia
Total
Count % within usia
pertengahan
dewasa tua
Total
2
6
1
9
66.7%
23.1%
16.7%
25.7%
1
20
5
26
33.3%
76.9%
83.3%
74.3%
3
26
6
35
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
89
17. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan produktif responden perempuan dengan tingkat pendapatan tingkat pendapatan * kegiatan produktif Crosstabulation kegiatan produktif rendah tingkat pendapatan
rendah
Count
1
8
36.8%
6.2%
22.9%
9
9
18
47.4%
56.2%
51.4%
3
6
9
15.8%
37.5%
25.7%
19
16
35
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within kegiatan produktif
tinggi
Count % within kegiatan produktif
Total
Count % within kegiatan produktif
Total
7
% within kegiatan produktif sedang
tinggi
18. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan produktif responden perempuan dengan pola konsumsi pola konsumsi * kegiatan produktif Crosstabulation kegiatan produktif rendah pola konsumsi
Rendah
Count % within kegiatan produktif
Tinggi
Count % within kegiatan produktif
Total
Count % within kegiatan produktif
tinggi
Total
7
11
18
36.8%
68.8%
51.4%
12
5
17
63.2%
31.2%
48.6%
19
16
35
100.0%
100.0%
100.0%
90
19. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan produktif responden perempuan dengan kesempatan usaha kesempatan usaha * kegiatan produktif Crosstabulation kegiatan produktif rendah kesempatan usaha
tidak mudah Count % within kegiatan produktif mudah
produktif Total
12
28
84.2%
75.0%
80.0%
3
4
7
15.8%
25.0%
20.0%
19
16
35
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within kegiatan produktif
Total
16
Count % within kegiatan
tinggi
20. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan produktif responden perempuan dengan kepemilikan asset kepemilikan asset * kegiatan produktif Crosstabulation kegiatan produktif rendah kepemilikan asset
Rendah
Count % within kegiatan produktif
Tinggi
Count % within kegiatan produktif
Total
Count % within kegiatan produktif
tinggi
Total
7
8
15
36.8%
50.0%
42.9%
12
8
20
63.2%
50.0%
57.1%
19
16
35
100.0%
100.0%
100.0%
91
21. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan sosial responden perempuan dengan tingkat pendapatan tingkat pendapatan * sosial Crosstabulation sosial rendah tingkat pendapatan
rendah
Count % within sosial
sedang
Total
7
8
12.5%
25.9%
22.9%
3
15
18
37.5%
55.6%
51.4%
4
5
9
50.0%
18.5%
25.7%
8
27
35
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within sosial Count % within sosial
Total
1
Count % within sosial
tinggi
tinggi
22. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan sosial responden perempuan dengan pola konsumsi pola konsumsi * sosial Crosstabulation sosial rendah pola konsumsi
rendah
Count % within sosial
Tinggi
Count % within sosial
Total
Count % within sosial
tinggi
Total
3
15
18
37.5%
55.6%
51.4%
5
12
17
62.5%
44.4%
48.6%
8
27
35
100.0%
100.0%
100.0%
92
23. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan sosial responden perempuan dengan kesempatan usaha kesempatan usaha * sosial Crosstabulation sosial
rendah kesempatan usaha
tidak mudah
Count % within sosial
mudah
Total
22
28
75.0%
81.5%
80.0%
2
5
7
25.0%
18.5%
20.0%
8
27
35
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within sosial
Total
6
Count % within sosial
tinggi
24. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan sosial responden perempuan dengan kepemilikan asset kepemilikan asset * sosial Crosstabulation sosial rendah kepemilikan asset
rendah
Count % within sosial
tinggi
Count % within sosial
Total
Count % within sosial
tinggi
Total
3
12
15
37.5%
44.4%
42.9%
5
15
20
62.5%
55.6%
57.1%
8
27
35
100.0%
100.0%
100.0%
93
25. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan reproduktif responden perempuan dengan tingkat pendapatan tingkat pendapatan * reproduktif Crosstabulation reproduktif rendah tingkat pendapatan
rendah
Count % within reproduktif
sedang
tinggi
Total
7
8
11.1%
26.9%
22.9%
4
14
18
44.4%
53.8%
51.4%
4
5
9
44.4%
19.2%
25.7%
9
26
35
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within reproduktif Count % within reproduktif
Total
1
Count % within reproduktif
tinggi
26. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan reproduktif responden perempuan dengan pola konsumsi pola konsumsi * reproduktif Crosstabulation reproduktif rendah pola konsumsi
rendah
Count % within reproduktif
Tinggi
Count % within reproduktif
Total
Count % within reproduktif
tinggi
Total
6
12
18
66.7%
46.2%
51.4%
3
14
17
33.3%
53.8%
48.6%
9
26
35
100.0%
100.0%
100.0%
94
27. Hasil tabulasi silang antara curahan waktu kegiatan reproduktif responden perempuan dengan kesempatan usaha kepemilikan asset * reproduktif Crosstabulation reproduktif rendah kepemilikan asset
rendah
Count % within reproduktif
tinggi
Count % within reproduktif
Total
Count % within reproduktif
tinggi
Total
5
10
15
55.6%
38.5%
42.9%
4
16
20
44.4%
61.5%
57.1%
9
26
35
100.0%
100.0%
100.0%
95
Lampiran 6 Panduan wawancara mendalam a. Panduan wawancara dengan Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Dramaga 1. Apa alasan masuknya PNPM MP ke Kecamatan Dramaga? 2. Bagaimana prosedur dan tahapan yang harus dilakukan sebelum pengajuan pinjaman yang harus dilakukan pada setiap kelompoknya? 3. Bagaimana prosedur pengembalian pinjaman? 4. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tingkat pengembalian pinjaman di desa Ciherang? 5. Bagimana proses “survey” yang dilakukan oleh PNPM? Apa ketentuan baku usaha yang dapat diberikan pinjaman? 6. Apa ada pelatihan yang dilakukan secara rutin? mengapa pelatihan belum dilaksanakan untuk semua anggota? 7. Berapa lama proses pencairan dana? 8. Jumlah dana yang diberikan pada perguliran sebelumnya? 9. Apakah ada sanksi yang diberikan kepada kelompok yang tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya untuk membayar angsuran? 10. Kegiatan/program apa saja yang sudah dilaksanakan oleh PNPM di Kecamatan Dramaga? 11. Berapa dana yang sudah dialokasikan ke Kecamatan Dramaga dari tahun 2009-2012? 12. Pemilihan anggota SPP berdasarkan kriteria apa? apakah memang diutamakan kepada yang kurang mampu? 13. Apakah pihak UPK dan KPMD melakukan pemantauan terhadap usaha yang dijalankan oleh anggota? 14. Perbedaan simpan pinjam di SPP dengan pinjaman lain dari Bank atau lembaga keuangan lain? 15. Proses pembagian dana kepada setiap anggota seperti apa? 16. Perguliran SPP diadakan kapan saja? 17. Apa harapan Bapak terhadap anggota SPP yang diberi pinjaman? 18. Adakah ketentuan-ketentuan khusus terhadap pemanfaatan dana pinjaman? 19. Ada tidak prestasi menonjol yang didapatkan UPK PNPM Kecamatan Dramaga b. Panduan wawancara dengan anggota Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Desa Ciherang 1. Ada berapa kelompok di Ciherang? Apa ada kelompok yang sudah tidak meminjam lagi? 2. Apa alasan kelompok tidak aktif lagi? 3. Apa ada pelatihan? atau perkumpulan? dilaksanakan kapan saja? 4. Apa kegiatan yang dilakukan pada setiap pertemuan? 5. Berapa orang anggota SPP di Desa Ciherang? 6. Berapa kelompok yang sudah tidak ikut lagi? kelompok mana saja? dan apa alasan mereka tidak mengikuti perguliran lagi? 7. Pemilihan anggota SPP berdasarkan kriteria apa? apakah memang diutamakan kepada yang kurang mampu?
96
8. Adakah kegiatan rutin yang dilaksanakan kepada perwakilan kelompok atau semua anggota kelompok? 9. Apakah pihak UPK dan KPMD melakukan pemantauan terhadap usaha yang dijalankan oleh anggota? 10. Apakah ada kegiatan pendampingan terhadap anggota kelompok SPP? 11. Berapa alokasi dana untuk SPP Desa Ciherang dari tahun 2009-2012? Mengalami kenaikan atau penurunan? 12. Selain kegiatan meminjam dana, apa ada program lain di SPP, misalnya tabungan? 13. Apa saja peran dan tugas Ibu sebagai KPMD? 14. Kinerja atau prestasi SPP di setiap desa diukur berdasarkan tingkat pengembalian? Bagaimana dengan prestasi terakhir SPP ds Ciherang? meningkat atau menurun? 15. Dari responden saya, ada beberapa rumah tangga yg mampu, apakah pertimbangan dari PNPM utk memberi pinjaman kepada rumah tangga yg mampu? 16. Adakah ketentuan khusus dari pemanfaatan dana pinjaman? 17. KPMD itu apa? apa tugasnya? dan ada berapa jumlahnya di setiap desa? 18. Apa KPMD hanya bertanggung jawab dengan kegiatan SPP saja? c. Panduan wawancara dengan ketua kelompok 1. Apa saja tugas Ibu sebagai ketua kelompok? 2. Seperti apa sistem pembayaran angsuran di kelompok Ibu? 3. Jika ada anggota yang menunggak pembayaran angsuran, apa sikap yang ibu lakukan sebagaiketua kelompok? 4. Apa Ibu sering memantau usaha dari setiap anggota kelompok Ibu? 5. Bagaimana sistem dan prosedur dari kelompok Ibu saat pembuatan proposal? 6. Bagaimana sistem kelompok Ibu saat ada perguliran baru? 7. Bagaimana cara menentukan anggota-anggota pertama kali? 8. Biasanya, kelompok Ibu mendapatkan perguliran setiap berapa bulan? berapa tahun sekali? 9. Mengapa ibu lebih memilih untuk meminjam dana dari SPP dibandingkan dengan meminjam dari Bank atau lembaga keuangan lainnya? 10. Apa Ibu pernah mengikuti pelatihan? apa kegiatan dari pelatihan tersebut? materinya tentang apa? 11. Apa manfaat yang Ibu rasakan selama meminjam dana di SPP?
97
Lampiran 7 Dokumentasi Dokumentasi 1 Wawancara dengan responden perempuan
Dokumentasi 2 Jenis usaha milik responden
Dokumentasi 3 Wawancara dengan responden laki-laki
Dokumentasi 4 Wawancara dengan ketua kelompok
98
Dokumentasi 5 Wawancara dengan responden perempuan
99
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1991, anak tunggal dari Bapak Agus Sucita dan Ibu Rayen-Rayeni. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bekasi pada tahun 2009 dan kemudian diterima menjadi mahasiswa Insitut Pertanian Bogor melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2009 di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan akademik dan nonakademik. Kegiatan nonakademik yang aktif diikuti oleh penulis antara lain menjadi staff divisi Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama angkatan 46, anggota Divisi Jurnalistik Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (Himasiera), dan staff Divisi Advertising Majalah Komunitas. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan diantaranya yaitu menjadi panitia Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru IPB Angkatan 47, panitia Masa Perkenalan Fakultas dan Masa Perkenalan Departemen Angkatan 47, dan panitia acara Communication Day tahun 2011. Kegiatan akademik yang diikuti penulis yaitu pernah menjadi asisten praktikum Matakuliah Ilmu Penyuluhan pada tahun 2011 dan Asisten Praktikum Matakuliah Dasar-Dasar Komunikasi pada tahun 2012.