PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) (Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas)
Oleh: Ripna Tri Cahyani I34070006
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT RIPNA TRI CAHYANI. Women Participation in Women Group Saving and Loan: A Case of PNPM Independent Rural Areas in a Village in Banyumas Regency (Supervised by SUMARDJO) Population of poor in Indonesia is not significantly decreasing. In consequence, Government perform strategies to overcome the problem. One of them is by launching the National Program for Community Empowerment (PNPM) Independent Rural Areas. There are three activities suggested in PNPM Independent Rural Areas, they are Women group Savings and Loans (SPP), Facilities and Infrastructure Developments and the Life Quality Improvements. This research focuses on the activities in the SPP and is expected to contribute women in improving their welfare. The purposes of this research are to analyze the internal and external factors which are closely related to the level of women participation in the Women Group Savings and Loans and to analyze the relationship between the women participation with the success rate of SPP activity. Meanwhile, the determination of the respondents number is set by nonproportional method. This research operated survey method with quantitative which is supported by qualitative approach. Quantitative data obtained by interviewing the women of SPP members based on planned questionnaire guide. While, the qualitative data is obtained by interviewing the parties who were involved in the activities. The results showed that age was the only internal factor in the activities of SPP which is closely linked to women participation. However, external factors did not closely linked with women participation level dan participation level with the sucsess rate of the SPP activity.
Keyword: Women Participation, Women Group Saving and Loan, National Program for Community Empowerment Independent Rural Areas
RINGKASAN RIPNA TRI CAHYANI. Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP): Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas (Di bawah bimbingan SUMARDJO) Masalah kemiskinan di Indonesia belum teratasi secara tuntas. Jumlah penduduk miskin setiap tahunnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Penduduk miskin terbanyak terdapat di daerah perdesaan. Pembangunan desa dibutuhkan untuk penanggulangan masalah kemiskinan di perdesaan. Strategi penangggulangan kemiskinan tidak hanya dari segi material saja, namun juga harus didukung dari segi pemberdayaan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan adalah salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan pada PNPM Mandiri Perdesaan yaitu Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang dimaksudkan untuk membuka atau mengembangkan usaha. Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang menjadi fokus penelitian ini, diharapkan memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan para perempuan. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang berhubungan erat dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP); dan (2) menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perempuan yang mengikuti kegiatan SPP. Penentuan sampel menggunaan metode stratified random sampling dengan strata pengurus kelompok dan anggota biasa. Sedangkan, penentuan jumlah responden ditetapkan secara non proporsional, sehingga analisis ini lebih menekankan hubungan antar faktor (variabel) dan bukan dimaksudkan untuk representasi populasi. Penelitian ini menggunakan metode survai dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan informasi kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan instrumen penelitian berupa kuesioner yang diisi dengan melakukan wawancara kepada responden. Sedangkan, pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam kepada pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Data kuantitatif yang diperoleh dari kuesioner dilakukan pengkodean sebelum dianalisis menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows versi 17.0 dan selanjutnya dianalis dengan analisis deskriptif dan inferensia. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa dari variabel yang diuji hanya variabel umur dari faktor internal yang berhubungan nyata dan positif dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Golongan wanita pada umur dewasa yang kebanyakan adalah pengurus menunjukkan tingkat partisipasi yang lebih tinggi. Sebagian besar pengurus tergolong pada usia dewasa dan termasuk usia produktif, ternyata lebih aktif dalam kegiatan SPP. Pada faktor eksternal tidak tampak ada hubungan yang nyata dengan tingkat partisipasi perempuan. Sebagian besar perempuan anggota SPP menilai bahwa pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD kurang
maksimal dalam kegiatan SPP. Hal ini dikarenakan kurangnya pemberian motivasi dan tidak adanya pendampingan dalam pengelolaan pinjaman baik oleh pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan tingkat desa maupun Pemerintahan Desa. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan SPP. Tampaknya ketepatan dalam penggunaan pinjaman dan pengalaman usaha lebih menentukan peningkatan pendapatan perempuan anggota SPP. Pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di desa penelitian kurang menyentuh aspek pemberdayaan. Akibatnya kurang tampak perubahan kekuasaan secara nyata pada perempuan Rumah Tangga Miskin (RTM) setelah bergabung dengan kegiatan SPP. Golongan RTM yang berstatus sebagai anggota relatif kurang aktif. Tidak adanya pendampingan dalam penggunaan pinjaman, mengakibatkan banyak perempuan anggota SPP yang menggunakan pinjaman tidak sesuai dengan tujuan kegiatan SPP. Kenyataan menunjukkan bahwa kegiatan ini dilaksanakan hanya untuk menyalurkan bantuan dana kurang disertai upaya pemberdayaan.
PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) (Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas)
Oleh: RIPNA TRI CAHYANI I34070006
SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama
: Ripna Tri Cahyani
NRP
: I34070006
Judul
: Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP): Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS NIP. 19580225 198503 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Pengesahan :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP): KASUS PNPM MANDIRI PERDESAAN DI SALAH SATU DESA DI KABUPATEN BANYUMAS” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.
Bogor, Juli 2011
Ripna Tri Cahyani I 34070006
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ripna Tri Cahyani yang dilahirkan pada tanggal 1 Mei 1989 di Banyumas, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dengan ayah bernama Yuripno, S.Pd dan Ibu bernama Sulastri, S.Pd. Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 02 Petir, Kalibagor, Banyumas. Setelah tamat, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Semarang. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMA Muhammadiyah 1 Purwokerto, Jawa Tengah. Setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas, penulis mengikuti tes Ujian Seleksi Mahasiswa (USMI) dan alhamdulillah berkat rahmat Allah penulis lulus seleksi. Singkat kata, dengan lulus tes tersebut penulis diberi kesempatan untuk kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI pada tahun 2007. Penulis mengambil studi Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan Supporting Course dari Mata Kuliah Fakultas lainnya. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif menjadi pengurus dalam organisasi kemahasiswaan IPB, diantaranya terlibat dalam kepengurusan Desa Mitra Fakultas Ekologi Manusia (Samisaena) pada tahun 2008-2009, yang merupakan organisasi di bawah BEM FEMA yang bergerak dalam pengabdian kepada masyarakat. Selain aktif di kepengurusan, penulis juga aktif dalam kepanitian kegiatan kemahasiswaan di IPB, diantaranya dalam Masa Perkenalan Departemen (MPD) tahun 2009, dan dalam kepanitiaan Seminar Nasional 2nd Let’s CSR tahun 2010 di bawah BEM FEMA. Selain itu, Penulis pernah mendapatkan juara 2 pada “Kompetisi Pemberdayaan Masyarakat IPB Social Fair 2010”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP): Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas” ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai tingkat partisipasi perempuan anggota SPP dan tingkat keberhasilannya dalam kegiatan SPP. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi program pembangunan perdesaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bogor, Juli 2011
Ripna Tri Cahyani I 34070006
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan KaruniaNya dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Prof Dr.Ir.Sumardjo, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan bimbingan, arahan, dan sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir.Yatri Indah Kusumastuti, M.Si selaku penguji utama dan Heru Purwandari, SP, M.Si selaku penguji perwakilan Departemen SKPM yang telah memberi masukan dan saran yang baik demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Dosen pembimbing akademik, Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS yang selama ini telah memberikan saran dan kritik serta semangat. 4. Ir. Nuraini. W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji petik yang telah menjadi kolektor yang teliti. 5. Dosen-dosen SKPM yang telah membimbing penulis selama studi di Departemen SKPM. 6. Ayahanda tercinta Yuripno, S.Pd yang telah mendoakan, memberikan semangat, dan bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan penulis. 7. Ibunda tercinta Sulastri, S.Pd yang tak pernah berhenti mendoakan, memberi semangat dan kasih sayang kepada penulis selama studi di IPB, termasuk dalam penyelesaian tulisan ini. 8. Kakak-kakak tersayang Dessi Ikka Kusuma Dhewi dan Faridha Dwi Rasawati S.Pd yang selalu memberi dukungan, saran, perhatian, dan kasih sayang yang luar biasa. 9. Keluarga besar penulis yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan kepada penulis.
10. Pemerintahan Desa, pejabat Desa, dan pengurus PNPM Mandiri Perdesaan di salah satu di Kabupaten Banyumas yang telah memberikan kemudahan penulis untuk melakukan penelitian. 11. Andra D.N, Aminia Novriani, Karlina Khaerunisa, Turasih, Risma Junita, Siti Nurjannah, Sri Lindawati, Zessy Ardinal. Sahabat yang telah memberi dukungan dan berjuang bersama selama belajar di SKPM. 12. Sahabat-sahabat SKPM 44 tercinta. Sahabat yang selalu memberi semangat dan keceriaan selama studi di SKPM. 13. Niken Ayu, Niken Laraswati, Randy, Ivan Akmal, Lutvi Dwi, Kukuh Nugroho, Feri. Sahabat-sahabat sepermaian yang telah memberikan semangat, kebersamaan, dan keceriaan. 14. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.
Bogor, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1.2 Masalah Penelitian..................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian.................................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN........ 2.1 Tinjauan Pustaka........................................................................................ 2.1.1 Partisipasi Masyarakat..................................................................... 2.1.1.1 Konsep Partisipasi............................................................... 2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi.................... 2.1.2 Pemberdayaan Masyarakat.............................................................. 2.1.2.1 Konsep dan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat.............. 2.1.3 Kewirausahaan................................................................................. 2.1.3.1 Konsep Kewirausahaan....................................................... 2.1.4 Gambaran PNPM Mandiri Pedesaan................................................ 2.1.4.1 Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan...................................... 2.1.4.2 Sasaran PNPM Mandiri Pedesaan...................................... 2.1.4.3 Pelaku PNPM Mandiri Pedesaan....................................... 2.1.4.4 Prinsip Dasar PNPM Mandiri Pedesaan............................ 2.1.4.5 Partisipasi Perempuan dalam PNPM Mandiri Perdesaan... 2.1.4.6 Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ............... 2.2 Kerangka Pemikiran.................................................................................. 2.3 Hipotesis.................................................................................................... 2.4 Definisi Operasional.................................................................................. BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu...................................................................................... 3.2 Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data....................................................... BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.......................... 4.1 Letak dan Keadaan Fisik........................................................................... 4.2 Keadaan Penduduk, Pendidikan, dan Mata Pencaharian.......................... 4.3 Sarana dan Prasarana Desa........................................................................ 4.4 Kelembagaan Desa.................................................................................... 4.5 Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan.................................................... BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN................. 5.1 Faktor Internal........................................................................................... 5.1.1 Umur................................................................................................ 5.1.2 Tingkat Pendidikan.......................................................................... 5.1.3 Jenis Pekerjaan................................................................................. 5.1.4 Tingkat Pendapatan..........................................................................
xi xiii xv xvi 1 1 4 4 5 6 6 6 6 7 9 9 11 11 12 12 13 13 16 17 17 18 21 21 25 25 25 27 28 28 29 31 33 34 39 39 39 40 40 43
xii
5.2 Faktor Eksternal......................................................................................... 5.2.1 Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD)............................ 5.2.2 Tim Pengelola Kegiatan (TPK)........................................................ 5.2.3 Kepala Desa..................................................................................... 5.2.4 Badan Permusyawarahan Desa (BPD)............................................. 5.3 Tingkat Partisipasi Perempuan.................................................................. 5.3.1 Tahap Perencanaan........................................................................... 5.3.2 Tahap Pelaksanaan........................................................................... 5.3.3 Tahap Menikmati Hasil.................................................................... 5.3.4 Tahap Evaluasi................................................................................. 5.4 Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP........................................ 5.5 Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan .......... 5.6 Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan........ BAB V1 HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP................................................................................................... 6.1 Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP........................................................ 6.1.1 Ketepatan Penggunaan Pinjaman.................................................... 6.1.2 Peningkatan Pendapatan.................................................................. 6.2 Hubungan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP........................................ 6.3 Hubungan Tingkat Partisipasi Perempuan dengan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP...................................................................... 6.4 Analisis Pemberdayaan pada Kegiatan SPP.............................................. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 7.1 Kesimpulan................................................................................................ 7.2 Saran.......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... LAMPIRAN....................................................................................................
44 44 45 46 47 48 48 49 51 52 53 54 58
61 61 61 62 64 65 66 69 69 70 71 74
DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19 Tabel 20
Halaman Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan......................... 29 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur........ 29 Sarana dan Prasarana Pendidikan.............................................. 32 Nama, Jumlah Anggota, dan Pinjaman Kelompok dalam Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)............. 37 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Umur Tahun 2011.................................................. 39 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011........................... 40 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011.................................. 41 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Jenis Usaha Tahun 2011........................................ 42 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Modal Usaha Tahun 2011..................................... 42 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pemasaran Produk Usaha Tahun 2011................. 43 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Tahun 2011........................... 44 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran KPMD Tahun 2011..................... 45 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran TPK Tahun 2011......................... 46 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran Kepala Desa Tahun 2011............ 47 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran BPD Tahun 2011......................... 48 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Perencanaan Tahun 2011.......................... 49 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Pelaksanaan Tahun 2011........................... 50 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Menikmati Hasil Tahun 2011................... 51 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Evaluasi Tahun 2011................................. 52 Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011.................................................. 53
xiv
Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24
Tabel 25
Tabel 26 Tabel 27
Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 .............................................................. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 ............................................................. Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011............................................................... Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Ketepaan Penggunaan Pinjaman Tahun 2011................................................................................. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Peningkatan Pendapatan Petir Tahun 2011................................................................................. Hubungan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011................................................. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011...............................................................
56
58
59
61
65 64
65
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
Gambar 1
Kerangka Pemikiran..................................................................... 20
Gambar 2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan...................
Gambar 3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian...................... 31
30
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
Lampiran 1
Denah Lokasi Penelitian..........................................................
74
Lampiran 2
Hasil Uji Hubungan.................................................................
75
Lampiran 3
Kerangka Sampling..................................................................
79
Lampiran 4
Dokumentasi Kegiatan SPP.....................................................
81
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Permasalahan kemiskinan
merupakan
permasalahan
yang
sangat
kompleks. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sudut, yaitu material dan kultural. Dua sudut pandang tersebut mempunyai asumsi yang berbeda tentang cara penanganan kemiskinan. Strategi penanganan kemiskinan tidak hanya mempunyai nuansa material saja namun juga ada makna perubahan kultural (Huraerah 2008). Jadi penanganan kemiskinan tidak hanya menggunakan strategi untuk penambahan material semata, namum diiringi juga pemberdayaan masyarakatnya. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta orang (14,15 persen). Sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan. Tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, pada bulan Maret 2010 menyebutkan bahwa penduduk miskin sebesar 31,02 juta (13,33 persen) dan 64,23 persen berada di daerah perdesaan.1 Pembangunan desa dibutuhkan untuk penanggulangan masalah kemiskinan di perdesaan. Pemerintah telah banyak melaksanakan program untuk menangani masalah kemiskinan. Salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Latar belakang adanya PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang selama ini dinilai berhasil. Pada tahun 2008 di Provinsi Jawa Tengah, alokasi dana bantuan PNPM Mandiri Perdesaan digunakan untuk mendanai 29 kabupaten, 224 kecamatan, dan 1
Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret 2010. www.bps.go.id. Diakses 14 Februari 2011
2
dikompetisikan di 3.536 desa yang bertingkat partisipasi. Program ini memberikan kebebasan pada masyarakat untuk menjadi aktor utama dalam pengambilan keputusan dalam setiap kegiatan yang diusulkan pada musyawarah. Hal tersebut dimaksudkan agar memperkuat pola pembangunan yang partisipatif, sehingga masyarakat merasa memiliki kegiatan pembangunan yang ada di desanya. Swadaya dari masyarakat sangat diharapkan untuk kelancaran kegiatan yang dilaksanakan.2 PNPM Mandiri Perdesaan didanai oleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Terdapat beberapa usulan kegiatan yang dilaksanakan pada Program Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat
(PNPM)
Mandiri
Perdesaan
yaitu
pembangunan sarana untuk masyarakat, Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) untuk membuka atau mengembangkan usaha, peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan dilaksanakannya pengembangan keterampilan masyarakat, pelayanan dalam bidang kesehatan dan pendidikan.3 Sejauh ini masih banyak program pembangunan desa dari pemerintah yang bersifat top down, pembangunan yang dilaksanakan di perdesaan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat, sehingga masih banyak
program
pembangunan desa yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat semestinya tidak hanya dalam tahap pelaksanaan, namum pada tahap perencanaan dan evaluasi. Pada tahap perencanaan, tingkat partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan sangat dibutuhkan untuk menggali kebutuhan masyarakat. Sedangkan tahap evaluasi bermanfaat untuk mengetahui masalahmasalah yang terjadi pada tahap pelaksanaan kegiatan sehingga ada perbaikanperbaikan yang dilakukan untuk memaksimalkan kegiatan. Selain itu, kolaborasi antara pihak pengelola dan masyarakat yang baik juga akan menimbulkan peluang yang besar dalam tingkat keberhasilan pembangunan di perdesaan. Menurut Kartasasmita (1997) dalam Fadli (2010) menyebutkan bahwa kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak memenuhi sasaran karena kurangnya 2
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Jawa Tengah. http://www.pnpmjateng.blogspot.com. Diakses 16 Februari 2011
3
http://www.pnpmperdesaan.or.id/downloads/Penjelasan_PTO09.pdf. Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan. Diakses 16 Maret 2011
3
tingkat partisipasi masyarakat, bahkan banyak kasus menunjukkan rakyat menentang upaya pembangunan. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal: (1) Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil orang dan tidak menguntungkan rakyat banyak bahkan pada sisi ekstrem dirasakan merugikan; (2) Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut; (3) Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman tersebut; dan (4) Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi rakyat tidak diikutsertakan. Pada beberapa kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, khususnya kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) pun terjadi beberapa masalah yang timbul, antara lain: ketidaktepatan sasaran kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), sebagian masyarakat tidak menggunakan dana pinjaman untuk modal usaha, bahkan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Berdasarkan penelitian Soraya (2009) terdapat ketidaktepatan penggunaan dana pinjaman yang dilakukan anggota kelompok Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Kelompok yang tergabung dalam Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) memperoleh dana sesuai dengan yang diajukan dalam usulan, kemudian pemanfaatan dana diserahkan pada masing-masing peserta selaku pengelola usaha mikro perorangan. Berdasarkan penelitian, responden yang menggunakan dana pinjaman untuk usaha dan memenuhi kebutuhan rumah tangga sebesar 42 persen, responden yang menggunakan dana SPP hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah sebesar 32 persen, sedangkan 24 persen sepenuhnya menggunanakan dana pinjaman untuk modal usaha. Hal tersebut dapat terlihat bahwa terjadi ketidakmaksimalan dalam penggunaan dana pinjaman yang seharusnya digunakan untuk modal usaha, namun banyak anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang menggunakan dana pinjaman tersebut untuk keperluan lain. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mardiri Perdesaan merupakan program pembangunan desa yang bertujuan untuk menangani masalah kemiskinan dan mendorong masyarakat untuk aktif berkontribusi dalam pembangunan di desanya, karena tingkat partisipasi masyarakat dalam
4
pembangunan desa sangat menentukan tingkat keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu, analisis mengenai partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok
Perempuan
(SPP)
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan perlu dilakukan untuk mengetahui sejauhmana partisipasi perempuan menentukan tingkat keberhasilan kegiatan SPP dan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan besarnya partisipasi perempuan pada kegiatan SPP. 1.2
Masalah Penelitian Pemerintah telah banyak menjalankan program-program untuk daerah
perdesaan. Tujuan utama program-program yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk menangani hal tersebut adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Salah satu kegiatannya adalah Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Kegiatan SPP adalah kegiatan dana bergulir untuk kelompok perempuan yang digunakan untuk usaha. Partisipasi perempuan pada kegiatan SPP diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan kegiatan SPP. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dan diuraikan, disusun permasalahan-permasalahan penelitian untuk dikaji, sebagai berikut: (1) Faktor-faktor internal dan eksternal mana sajakah yang berhubungan erat dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)? (2) Sejauhmana hubungan tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)? 1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah-masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan
penelitian ini adalah: (1) Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang berhubungan erat dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). (2) Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).
5
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), dan hubungan antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Oleh karena itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat berbagai pihak, antara lain: (1) Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai
pentingnya
tingkat
partisipasi
perempuan
dalam
tingkat
keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dalam upaya penanggulangan kemiskinan. (2) Bagi kepentingan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi awal dalam menerapkan program pemerintah di daerah perdesaan. (3) Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dalam menerapkan berbagai konsep mengenai tingkat partisipasi masyarakat dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dengan realita di lapangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1.1 Konsep Partisipasi Menurut Sumardjo (2008) dan Chozin et al. (2009) dalam Chozin et al. (2010) dijelaskan bahwa partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif pembangunan. Pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan subtansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka. Partisipasi dibedakan dalam empat tahapan, yaitu: (1) Partisipasi dalam pembuatan keputusan; (2) Partisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan; (3) Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan; dan (4) partisipasi pada tahap evaluasi. Semua tahapan partisipasi merupakan kesatuan integritas dari aktivitas pengembangan perdesaan, meskipun sebuah siklus konsisten dari kegiatan partisipatoris mungkin dinilai belum biasa (Cohen dan Uphoff 1979). Menurut Chozin et al. (2010) sisi positif dari partisipasi adalah program yang dijalankan akan lebih responsif terhadap kebutuhan dasar yang sesungguhnya. Partisipasi masyarakat merupakan suatu cara yang penting untuk menjamin keberlanjutan program, akan lebih efisien karena membantu mengidentifikasi strategi dan teknik yang lebih tepat, serta meringankan beban pusat baik dari sisi dana, tenaga, maupun material. Sedangkan, sisi negatif partisipasi adalah partisipasi akan melonggarkan kewenangan pihak atas sehingga akuntabilitas pihak atas sulit diukur, proses pembuatan keputusan menjadi lambat demikian pula pelaksanaannya, dan bentuk program juga berbeda-beda karena masyarakat yang beragam. Moejarto (1995) dalam Nugroho (2005) partisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam pembangunan, alasan-alasannya adalah: (1) Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan; (2) Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat; (3) Partisipasi menciptakan suatu putaran
7
umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan, dan kondisi daerah yang tanpa keberdayaannya akan tidak terungkap; (4) Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki; (5) Partisipasi memperluas kawasan penerimaan proyek pembangunan; (6) Memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh masyarakat; (7) Partisipasi menopang pembangunan; (8) Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia; (9) Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah; (10) Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri. Sulaiman (1985) dalam Huraerah (2008) bentuk-bentuk partisipasi sosial sebagai berikut: (1) Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka; (2) Partisipasi dalam bentuk iuran uang atau barang dalam kegiatan partisipasi, dana, dan sarana sebaiknya datang dari dalam masyarakat sendiri; (3) Partisipasi dalam bentuk dukungan; (4) Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan; dan (5) Partisipasi representatif dengan memberikan kepercayaan dan mandat kepada wakil-wakil yang duduk dalam organisasi atau panitia. Ife dan Tesoriero (2008) menjelaskan kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi: (1) Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting; (2) Orang harus merasa bahwa aksi-aksi mereka akan membuat perubahan; (3) Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai; (4) Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya; (5) Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. 2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008) sebagai berikut: (1)
Faktor internal, yaitu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok.
(2)
Faktor eksternal, yaitu hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi. Sasaran akan
8
dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan pengelolaan kegitan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut. Menurut penelitian Kurniantara dan Pratikno (2005) efektivitas partisipasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1)
Basis informasi yang kuat. Sumber informasi dan fasilitas komunikasi yang memadai pada suatu daerah akan menunjang masyarakat dalam memperoleh informasi tentang pembangunan yang dilaksanakan di desanya. Sumber informasi dan fasilitas komunikasi telah ada sejak jaman pemerintahan sentralisasi, tetapi perkembangan tajam terjadi pasca krisis atau di masa otonomi desa. Penguasaan informasi memungkinkan masyarakat bersikap kritis, mampu berinisiatif, berkreasi, dan dinamis serta mampu mengikuti proses perubahan yang terjadi.
(2)
Kepemimpinan Kepala Desa. Kepemimpinan Kepala Desa memberikan pengaruh yang besar terhadap ketersediaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Kepala Desa akan menentukan tipe dan pola kepemimpinan yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan.
(3)
Peranan organisasi lokal. Peranan organisasi lokal juga berpengaruh dalam pembangunan desa. Lembaga Kemusyawaratan Desa (LKMD) sebagai lembaga korporatis ternyata tidak hanya sebagai lembaga yang mendukung kebijakan pemerintah tetapi juga mampu menyalurkan aspirasi dan mengartikulasikan kepentingan-kepentingan warga masyarakat. Lembaga LKMD jauh lebih berperan dalam pembangunan desa dibandingkan lembaga LKMD pada masa pemerintahan yang sentralistik.
(4)
Peranan Pemerintah Desa. Peranan pemerintah desa mengalami perubahan pada masa sentralistik dan masa desentralistik. Pada masa otonomi desa, pemerintah lebih mengembangkan pola hubungan yang fasilitatif dengan memberikan ruang publik bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Kesediaan Pemerintah Desa untuk melakukan mediasi, menyampaikan aspirasi
9
masyarakat
kepada
pemerintah
supra
desa,
serta
menyerap
dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Menurut Sahidu (1998) dalam Lugiarti (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif, harapan, needs, rewards, dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana, dan prasarana. Sedangkan faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal, dan pengalaman yang dimiliki. 2.1.2 Pemberdayaan Masyarakat 2.1.2.1 Konsep dan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah membantu komunitas dengan sumber daya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas (Sumardjo 2008; Chozin et al. 2009; Suharto 2005; dalam Chozin et al. 2010). Menurut Suharto (2005) pemberdayaan adalah sebuah tujuan dan proses. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perusahaan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi,
maupun
sosial
seperti
memiliki
kepercayaan
diri,
mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Suharto (1997) dalam Suharto (2005) pengertian pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan menurut berbagai ahli, yaitu: (1) Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah dan tidak beruntung (Ife 1995); (2) Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengotrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya (Persons, et al. 1994); (3) Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial
10
(Swift dan Levin 1987); (4) Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkauasa atas) kehidupannya (Rappaport 1984). Saraswati (1997) dalam Huraerah (2008) pemberdayaan mencakup enam hal sebagai berikut: (1)
Learning by doing. Pemberdayaan adalah sebagai proses hal belajar dan ada suatu tindakan-tindakan konkrit yang terus menerus yang dampaknya dapat dilihat.
(2)
Problem solving. Pemberdayaan harus memberikan arti terjadinya pemecahan masalah yang dirasakan krusial dengan cara dan waktu yang tepat.
(3)
Self-evaluation. Pemberdayaan harus mampu mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri.
(4)
Self-development and coordination. Pemberdayaan dapat mendorong agar mampu malakukan pengembangan diri dan melakukan hubungan koordinasi dengan pihak lain secara lebih luas.
(5)
Self-selection. Suatu kumpulan yang tumbuh sebagai upaya pemilihan dan penilaian secara mandiri dalam menetapkan langkah-langkah ke depan.
(6)
Self-decisim. Dalam memilih tindakan yang tepat hendaknya dimiliki kepercayaan diri (self-confidence) dalam memutuskan sesuatu secara mandiri (self-decisim). Suharto (1997) dalam Suharto (2005) prinsip pemberdayaan masyarakat
menurut perspektif pekerjaan sosial, sebagai berikut: (1) Pemberdayaan adalah proses kolaboratif; (2) Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan; (3) Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan; (4) Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat; (5) Solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut; (6) Jaringanjaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi
11
penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan mengendalikan
seseorang;
(7)
Masyarakat
harus
berpartisipasi
dalam
pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri; (8) Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena
pengetahuan dapat
memobilisasi
tindakan
bagi
perubahan;
(9)
Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif; (10) Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif: permasalahan selalu memiliki beragam solusi; dan (11) Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel. 2.1.3 Kewirausahaan 2.1.3.1 Konsep Kewirausahaan Peter F. Drucker (1994) dalam Kasmir (2006) kewirahusaan adalah kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Zimmerer (1996) dalam Kasmir (2006) kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus-menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Widodo (2005) wirausaha adalah usaha yang dilaksanakan dengan sifat-sifat kewiraan yaitu berani, percaya diri, siap menanggung resiko, dan berorientasi masa depan dengan memanfaatkan dan mengelola peluang usaha yang ada. Kasmir (2006) wirausaha dapat dijalankan oleh seseorang (individu) atau sekelompok orang. Secara individu artinya membuka usaha dengan inisiatif dan modal sendiri. Sedangkan berkelompok artinya bersama-sama baik dua orang atau lebih dengan cara masing-masing menyetor modal dalam bentuk uang atau keahlian. Masih dalam Kasmir (2006) berwirausaha dapat dilakukan dengan cara: (1) Memiliki modal sekaligus menjadi pengelola. Memiliki modal sekaligus mengelola berarti si pengusaha mengeluarkan modal sendiri untuk memulai dan menjalankan aktivitas usahanya. Pengelolaannya pun dilakukan oleh pengusaha itu sendiri. Pengusaha seperti ini merupakan pemilik modal tunggal sekaligus
12
pengelola atau menejemennya dipegang seorang diri; (2) Menyetor modal dan pengelolaan ditangani oleh pihak mitra. Menyetor modal dan pengelolaan ditangani oleh pihak mitra, berarti si pengusaha hanya menyetor sejumlah modal (uang) kepada mitranya. Kemudian modal tersebut dikonversikan ke dalam sejumlah saham sebagai bukti kepemilikan usaha. Manajemen untuk menjalankan usahanya diserahkan kepada pihak lain; dan (3) Hanya menyerahkan tenaga namun dikonversikan ke dalam bentuk saham sebagai bukti kepemilikan usaha. Menyerahkan tenaga, artinya pengusaha tersebut hanya menyumbangkan tenaga atau keahlian sebagai modal. Keahliannya dalam mengelola usaha dikonversikan ke dalam jumlah saham. Kepemilikan usaha dibagi dua, yaitu mereka yang memiliki keahlian dan yang memiliki uang. 2.1.4
Gambaran PNPM Mandiri Perdesaan Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. PNPM Mandiri pada hakikatnya adalah program nasional yang dijalankan oleh semua kalangan untuk menanggulagi kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui upaya-upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan dan kemandirian dalam tujuan peningkatan kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Program ini terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat. 2.1.4.1 Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1)
Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.
13
(2)
Melembagakan
pengelolaan
pembangunan
partisipatif
dengan
mendayagunakan sumber daya lokal. (3)
Mengembangkan
kapasitas
pemerintahan
desa
dalam
memfasilitasi
pengelolaan pembangunan partisipatif. (4)
Menyediakan prasarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.
(5)
Melembagakan pengelolaan dana bergulir.
(6)
Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD).
(7)
Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.
2.1.4.2 Sasaran PNPM Mandiri Perdesaan Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1)
Rumah Tangga Miskin (RTM) di perdesaan.
(2)
Kelembagaan masyarakat di perdesaan.
(3)
Kelembagaan pemerintahan lokal.
2.1.4.3 Pelaku PNPM Mandiri Perdesaan Pelaku-pelaku yang berkedudukan dan berperan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan pada tingkat desa meliputi: (1)
Kepala Desa (Kades) Peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali kelancaran serta
keberhasilan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di desa. Bersama Badan Permusyawarahan Desa (BPD), Kepala Desa menyusun peraturan desa yang relevan dan mendukung terjadinya proses pelembagaan prinsip dan prosedur PNPM Mandiri Perdesaan sebagai pola pembangunan partisipatif, serta pengembangan dan pelestarian aset PNPM Mandiri Perdesaan yang telah ada di desa. Kepala Desa juga berperan mewakili desanya dalam pembentukan forum musyawarah atau badan kerja sama antar desa. (2)
Badan Permusyawarahan Desa (BPD atau sebutan lainnya) Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan, BPD (atau sebutan lainnya) berperan sebagai lembaga yang mengawasi proses dari setiap tahapan PNPM Mandiri Perdesaan, termasuk
14
sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian di desa. Selain itu juga berperan dalam melegalisasi atau mengesahkan peraturan desa yang berkaitan dengan pelembagaan dan pelestarian PNPM Mandiri Perdesaan di desa. BPD juga bertugas mewakili masyarakat bersama Kepala Desadalam membuat persetujuan pembentukan badan kerja sama antar desa. (3)
Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Tim Pengelola Kegiatan (TPK) terdiri dari anggota masyarakat yang dipilih
melalui
musyawarah
desa
yang mempunyai
fungsi
dan
peran
untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di desa dan mengelola administrasi, serta keuangan PNPM Mandiri Perdesaan. TPK sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Bendahara, dan Sekretaris. (4)
Tim Penulis Usulan (TPU) Tim Penulis Usulan (TPU) berasal dari anggota masyarakat yang dipilih
melalui musyawarah desa. Peran Tim Penulis Usulan adalah menyiapkan dan menyusun gagasan-gagasan kegiatan yang telah ditetapkan dalam musyawarah desa dan musyawarah khusus perempuan, serta dokumen-dokumen yang diperlukan untuk musrenbang reguler, termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), dan Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (RKPDes). Anggota TPU dipilih oleh masyarakat berdasarkan keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan jenis kegiatan yang diajukan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, TPU bekerja sama dengan kader-kader desa yang ada. (5)
Tim Pemantau Tim Pemantau menjalankan fungsi pemantauan terhadap pelaksanaan
kegiatan yang ada di desa. Keanggotaannya berasal dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa. Jumlah anggota tim pemantau sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan saat musyawarah. Hasil pemantauan kegiatan disampaikan saat musyawarah desa dan antar desa (jika diperlukan). (6)
Tim Pemelihara Tim Pemelihara berperan menjalankan fungsi pemeliharaan terhadap hasil-
hasil kegiatan yang ada di desa, termasuk perencanaan kegiatan dan pelaporan. Keanggotaannya berasal dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa. Jumlah anggota tim pemelihara sesuai dengan kebutuhan dan
15
kesepakatan saat musyawarah. Hasil laporan pemeliharaan disampaikan saat musyawarah desa dan antar desa (jika diperlukan). Dalam menjalankan fungsinya, tim pemelihara didukung dengan dana yang telah dikumpulkan atau yang berasal dari swadaya masyarakat setempat. (7)
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan (KPMD/K) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan (KPMD/K) adalah warga
desa terpilih yang memfasilitasi atau memandu masyarakat dalam mengikuti atau melaksanakan tahapan PNPM Mandiri Perdesaan di desa dan kelompok masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pemeliharaan. Sebagai kader masyarakat berperan membantu pengelolaan pembangunan di desa, diharapkan tidak terikat oleh waktu. Jumlah KPMD/K disesuaikan dengan kebutuhan desa dengan mempertimbangkan keterlibatan atau peran serta kaum perempuan, kemampuan teknik, serta kualifikasi pendampingan kelompok ekonomi dan sebagainya. Namun jumlahnya sekurang-kurangnya dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan. (8)
Kelompok Masyarakat (Pokmas) Kelompok Masyarakat (Pokmas) adalah kelompok masyarakat yang terlibat
dan mendukung kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan, baik kelompok sosial, kelompok ekonomi maupun kelompok perempuan. Termasuk sebagai kelompok masyarakat misalnya kelompok arisan, pengajian, kelompok ibu-ibu PKK, kelompok
Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), kelompok usaha
ekonomi, kelompok pengelola air, kelompok pengelola pasar desa, dsb. 2.1.4.4 Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM Mandiri Perdesaan. Prinsip-prinsip itu meliputi: (1)
Bertumpu
pada
pembangunan
manusia.
Prinsip
bertumpu
pada
pembangunan manusia adalah masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia dari pada pembangunan fisik semata.
16
(2)
Otonomi. Prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab tanpa intervensi negatif dari luar.
(3)
Desentralisasi. Prinsip desentralisasi adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat.
(4)
Berorientasi pada masyarakat miskin. Prinsip berorientasi pada masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin.
(5)
Partisipasi. Prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materiil.
(6)
Kesetaraan dan keadilan gender. Prinsip kesetaraan dan keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik.
(7)
Demokratis. Prinsip demokratis adalah masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat.
(8)
Transparansi dan Akuntabel. Prinsip transparansi dan akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.
(9)
Prioritas. Prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan.
(10) Keberlanjutan.
Prinsip
keberlanjutan
adalah
bahwa
dalam
setiap
pengambilan keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap
17
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya. 2.1.4.5 Partisipasi Perempuan dalam PNPM Mandiri Perdesaan Partisipasi Perempuan dalam PNPM Mandiri Perdesaan yaitu: (1)
Ikut serta dalam musyawarah yang diselenggarakan di tingkat desa maupun antar desa.
(2)
Ikut serta dalam musyawarah khusus perempuan yang diselenggarakan di tingkat desa untuk membahas gagasan-gagasan yang berasal dari kelompok perempuan.
2.1.4.6 Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) merupakan penyaluran dana pinjaman bergulir bagi kelompok perempuan dalam skala mikro (mikro finance). Dana yang dialokasikan untuk kegiatan SPP yaitu 25 persen dari total dana Bantuan Langsung Tunai (BLM) per kecamatan. Secara umum kegiatan SPP bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan menciptakan lapangan kerja. Tujuan khusus kegiatan SPP: (1) Mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha/sosial dasar; (2) Memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan modal usaha; (3) Mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam kaum perempuan. Sasaran kegiatan SPP yaitu Rumah Tangga Miskin (RTM) yang produktif yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha/kebutuhan sosial dasar melalui kelompok simpan pinjam perempuan yang sudah ada dimasyarakat. Bentuk kegiatan SPP adalah memberikan dana pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman. Kriteria kelompok perempuan yang mendapat pinjaman dana yaitu: (1) Kelompok yang dikelola dan anggotanya perempuan, satu sama lain mengenal, memiliki kegiatan tertentu dan pertemuan rutin yang sudah berjalan sekurangkurangnya satu tahun; (2) Mempunyai kegiatan simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpan dan dana pinjaman yang telah disepakati; (3)
18
Mempunyai modal dan simpanan dari anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan kepada anggota; (4) Kegiatan pinjaman pada kelompok masih berlangsung dengan baik; (5) Mempunyai organisasi kelompok dan administrasi secara sederhana. Tahapan seleksi di tingkat desa untuk memilih kelompok SPP: (1) Penentuan usulan desa untuk kegiatan SPP melalui keputusan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP). Hasil keputusan dalam MKP merupakan usulan desa untuk kegiatan SPP; (2) Hasil keputusan diajukan berdasarkan seluruh kelompok yang diusulkan dalam paket usulan desa; (3) Penulisan usulan kelompok adalah tahapan yang menghasilkan proposal kelompok yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. Sedangkan, syarat penulisan usulan SPP harus memuat beberapa hal sebagai berikut: (1) Mendeskripsikan kondisi kelompok SPP; (2) Gambaran kegiatan dan rencana yang menjelaskan kondisi anggota, kondisi permodalan, kualitas pinjaman, kondisi operasional, rencana usaha dalam satu tahun yang akan datang, dan perhitungan rencana kebutuhan dana; (3) Daftar calon pemanfaat untuk dana yang diusulkan dilengkapi dengan peta sosial dan peta rumah tangga miskin. Kelompok wanita harus mengajukan proposal yang ditetapkan melalui jalur Musyawarah Khusus untuk Perempuan (MKP). Penetapan persyaratan pinjaman yang tertuang dalam perjanjian pinjaman paling tidak mencakup hal-hal: (1) Penentuan jasa pinjaman dengan ketentuan: besar jasa pinjaman ditentukan berdasarkan bunga pasar untuk pinjaman pada lembaga keuangan pada wilayah masing-masing. Sistem perhitungan pinjaman menurun atau tetap; (2) Jangka waktu pinjaman sumber dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) maksimal 12 bulan; (3) Jadwal angsuran dana BLM paling tidak diangsur tiga kali angsuran dalam 12 bulan dengan memperlihatkan siklus usaha baik pada tingkat pemanfaat maupun tingkat kelompok; (4) Angsuran langsung dari kelompok ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK). 2.2
Kerangka Pemikiran Sejauh ini telah banyak program pemerintah yang dikeluarkan untuk
menangani masalah kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan merupakan program pemerintah yang hadir di tengahtengah masyarakat perdesaan dengan ekonomi lemah. Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja
19
masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembangunan sarana desa untuk masyarakat, peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan kegiatan dana bergulir. Pada kegiatan dana bergulir dibagi menjadi dua kegiatan yaitu Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Fokus penelitian ini yaitu kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan. Kegiatan ini merupakan peminjaman dana yang dikhususkan untuk para perempuan yang tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM). Kegiatan SPP didanai oleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) ini mendorong anggota untuk aktif terlibat pada setiap tahapan kegiatan. Tingkat partisipasi dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu: (1) Partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan (perencanaan); (2) Partisipasi dalam tahap pelaksanaan; dan (3) Partisipasi pada menikmati hasil kegiatan; dan (4) Partisipasi dalam tahap evaluasi. Partisipasi perempuan diduga berhubungan dengan faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat dibagi menjadi empat, yaitu: (1) Umur anggota; (2) Pekerjaan; (3) Tingkat pendapatan; dan (4) Tingkat pendidikan. Diduga faktor internal mempengaruhi hubungan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan SPP. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pengaruh peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Kepala Desa, dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD). Diduga faktor eksternal berhubungan dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan SPP. Tingkat partisipasi perempuan diduga akan berhubungan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Perempuan anggota SPP diharapkan terlibat dalam semua tahapan kegiatan SPP. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan anggota terpenuhi, masalah-masalah dapat diidentifikasi, dan cenderung mematuhi peraturan karena peraturan dibuat secara musyawarah. Tingkat keberhasilan kegiatan SPP dapat dilihat dari ketepatan penggunaan pinjaman dan peningkatan pendapatan.
20
Secara sederhana penjelasan dapat digambarkan seperti tersaji pada Gambar 1. X1. Faktor Internal: X1.1 X1.2 X1.3 X1.4
X2. Faktor eksternal :
Umur Tingkat pendidikan Jenis Pekerjaan Tingkat pendapatan
-
Y1.
Tingkat Partisipasi pada Tahapan:
Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4
Perencanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan Menikmati hasil/manfaat Evaluasi kegiatan
Keterangan : KPMD : Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa TPK : Tim Pengelola Kegiatan BPD : Badan Permusyawaratan Desa SPP : Simpan Pinjam Kelompok Perempuan PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat : Hubungan Mempengaruhi
Y2. Tingkat Keberhasilan Kegiatan Y2.1 Ketepatan Penggunaan Pinjaman Dana Y2.2 Peningkatan pendapatan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Pengaruh Peran: X2.1 KPMD X2.2 TPK X2.3 Kepala Desa X2.4 BPD
21
2.3
Hipotesis
(1) Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara faktor internal (umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). (2) Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara faktor eksternal (pengaruh peran: KPMD, TPK, Kepala Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa) dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). (3) Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). 2.4
Definisi Operasional Setiap variabel dikategorisasi menjadi skala ordinal berdasarkan
simpangan baku dari angka yang diperoleh dan kriteria yang menggunakan rentang kelas dengan rumus sebagai berikut: Rentang kelas = nilai maksimum- nilai minimum Jumlah Kelas X1. Faktor internal adalah karakteristik yang dimiliki perempuan yang dapat mempengaruhi partisipasinya dalam suatu kegiatan. Faktor internal terdiri dari: X1.1 Umur Umur adalah selisih antara tahun perempuan dilahirkan dengan tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi dua kategori: - Dewasa
(23 ≤x≤ 45)
- Dewasa Lanjut (46 ≤x≤ 67)
22
X1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti perempuan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Rendah
(tamat atau tidak tamat SD/ sederajatnya )
- Sedang (tamat SMP/ sederajat) - Tinggi
(tamat SMA/ sederajat atau pernah mendapatkan
pendidikan di perguruan tinggi) X1.3 Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan adalah profesi yang dijalankan perempuan untuk menopang kebutuhan hidupnya. Pengukuran dengan skala nominal yang dikategorikan menjadi dua kategori: berdagang dan bukan berdagang. X1.4 Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan adalah besar penghasilan yang diterima perempuan dinyatakan dalam rupiah. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Tidak berpenghasilan = tidak mendapatkan penghasilan 300.000,00 – Rp 1.350.000,00
- Penghasilan rendah
= Rp
- Penghasilan tinggi
= Rp 1.351.000,00 – Rp 2.400.000,00
X2. Faktor eksternal adalah pihak lain yang dapat mempengaruhi perempuan terhadap partisipasinya dalam suatu kegiatan. Pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD adalah perubahan dalam diri perempuan (sikap dan pengetahuan) yang terjadi karena pengaruh pihak-pihak tertentu. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: rendah, sedang, dan tinggi. Y1. Tingkat Partisipasi Tingkat
partisipasi
adalah
keterlibatan
perempuan
dalam
tahapan
perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Tingkat partisipasi diukur dengan mengakumulasikan skor pada masing-masing tahap kegiatan.
23
Y1.1 Tahap Perencanaan Tahap perencanaan adalah keikutsertaan perempuan dalam proses pengambilan keputusan kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Pada tahap perencanaan yang dinilai yaitu kehadiran, keterlibatan dalam berpendapat, dan keterlibatan dalam pembuatan aturan kegiatan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Rendah
= 6,00 - 8,00
- Sedang
= 8,01 - 10,01
- Tinggi
= 10,02 - 12,00
Y1.2 Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan perempuan dalam mengikuti kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi perempuan dilihat dari peminjaman dana, ketepatan dalam penggunaan dana, akses dan kontrol terhadap kegiatan, serta ketepatan dalam pengangsuran dana pinjaman. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori:
Y1.3
- Rendah
= 7,00 - 9,33
- Sedang
= 9,34 - 11,67
- Tinggi
= 11,68 - 14,00
Menikmati Hasil Menikmati hasil adalah keterlibatan perempuan dalam memanfaatkan kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi perempuan dilihat dari kemudahan akses peminjaman dana. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Rendah
= 4,00 - 5,33
- Sedang
= 5,34 - 6,67
- Tinggi
= 6,68 - 8,00
24
Y1.4
Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah keikutsertaan perempuan dalam menilai kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi perempuan dilihat dari keterlibatan dalam mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan, terlibatnya responden dalam pelaporan kegitan, dan keterlibatan dalam solusi permasalahan kegiatan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Rendah
= 4,00 - 5,33
- Sedang
= 5,34 - 6,67
- Tinggi
= 6,68 - 8,00
Y2. Tingkat Keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Tingkat keberhasilan kegiatan SPP adalah perubahan positif yang dialami perempuan setelah mengikuti kegiatan SPP. Y2.1 Ketepatan Penggunaan Pinjaman Ketepatan penggunaan pinjaman adalah kesesuaian pemanfaatan pinjaman SPP. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Tidak Tepat
= semua pinjaman tidak digunakan untuk usaha
-
Kurang Tepat = sebagian pinjaman digunakan untuk usaha
-
Tepat
= semua pinjaman digunakan untuk usaha
Y2.2 Peningkatan Pendapatan Peningkatan pendapatan adalah selisih pertambahan penghasilan perempuan sebelum dan setelah mengikuti kegiatan SPP pada bulan terakhir. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Tidak Meningkat
= tidak terjadi penambahan
- Sedikit Meningkat
= Rp 100.000,00 – Rp 525.000,00
- Meningkat
= Rp 526.000,00 – Rp 950.000,00
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di salah satu desa di Kabupaten Banyumas. Lokasi penelitian dipilih karena desa ini merupakan salah satu desa yang terkena program pemerintah yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di desa ini mulai tahun 2009 sampai sekarang. Salah satu kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Kegiatan ini didanai oleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Kegiatan ini membantu para perempuan yang tergabung dalam kelompok untuk menambah modal usaha dan setiap kelompok wajib mengembalikan pinjaman dana tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh semua anggota kelompok. Pemilihan tempat penelitian ini diharapkan relevan dengan data yang ingin diperoleh dan tujuan penelitian. Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan April 2011 dan dilanjutkan dengan pengolahan data serta penulisan laporan yang dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011. 3.2
Teknik Pengumpulan Data Penelitian mengenai partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan termasuk penelitian explanatory (penjelasan) yang dilakukan melalui pendekatan kuantitatif didukung pendekatan kualitatif. Tipe penelitian explanatory adalah menganalisis data dengan cara menjelaskan hubungan kausal antar variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode survai yaitu penelitian yang memperoleh data dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dengan menggunakan kuesioner (Singarimbun dan Effendi 1989). Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh menggunakan pedoman kuesioner terstruktur dengan teknik wawancara, sedangkan data kualitatif diperoleh dengan mewawancarai responden atau informan. Data kuantitatif digunakan untuk
26
mengetahui pengaruh faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi perempuan pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), serta mengetahui hubungan tingkat partisipasi perempuan dalam tingkat keberhasilan kegiatan SPP. Sedangkan data kualitatif digunakan untuk memberikan penjelasan dari data kuantitatif. Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari pengumpulan data di lapangan dengan panduan kuesioner dan panduan wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumentasi lembaga yang terkait dan studi literatur yang berhubungan dengan penelitian. Subyek penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu informan dan responden. Informan penelitian ini adalah pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan tingkat desa dan Pemerintahan Desa serta pihak terkait lainnya. Penentuan informan dilakukan secara purposive (sengaja). Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Jumlah perempuan yang mengikuti kegiatan SPP sebanyak 158 perempuan yang terbagi menjadi 16 kelompok. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Penentuan responden survai dengan menggunakan teknik stratified random sampling, yaitu teknik pengambilan responden yang diambil dengan cara membagi populasi ke dalam lapisan-lapisan yang seragam, kemudian dari setiap lapisan dapat diambil sampel acak sederhana (Singarimbun dan Effendi 1989). Pengelompokan responden berdasarkan atas pelapisan peran dalam kegiatan SPP yaitu pengurus dan anggota biasa. Setiap kelompok dalam kegiatan SPP terdiri dari pengurus (ketua, sekretaris, dan bendahara) dan anggota biasa. Jadi jumlah pengurus sebanyak 48 orang dan jumlah anggota biasa sebanyak 110 orang. Responden terpilih berjumlah 50 orang yang terbagi menjadi 25 pengurus dan 25 anggota biasa. Penentuan jumlah responden ditetapkan secara non proporsional, sehingga analisis ini lebih menekankan hubungan antar faktor (variabel) dan bukan dimaksudkan untuk representasi populasi.
27
3.3
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Sebelum dianalisis menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan SPSS
for windows versi 17.0, dilakukan pengkodean pada data kuantitatif yang diperoleh. Selanjutnya data dianalis menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang, dan uji hubungan Rank Spearman (data ordinal-ordinal). Penelitian ini menggunakan uji hubungan Rank Spearman karena semua variabel kecuali variabel jenis pekerjaan diubah menjadi skala ordinal yaitu masing-masing variabel diberi peringkat dari terkecil hingga terbesar. Tabel frekuensi berguna untuk penyusunan data untuk memudahkan dalam pengolahan. Uji hubungan Rank Spearman dan tabulasi silang digunakan untuk menguji hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi perempuan pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), serta menguji hubungan tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan SPP. Sedangkan data kualitatif yang didapatkan melalui wawancara digunakan untuk menambah informasi yang akan diintegrasikan dengan jawaban dalam kuesioner.
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Letak dan Keadaan Fisik Desa penelitian ini merupakan salah satu desa di Kabupaten Banyumas.
Luas wilayah desa ini sebesar 155,125 ha didominasi oleh hamparan sawah sekitar 99,101 ha sebagai komoditas utama pertanian. Desa ini terdiri dari tiga Kepala Dusun (Kadus), empat Rukun Warga (RW) dan 17 Rukun Tetangga (RT). Dusun satu dibagi menjadi dua RW yaitu RW satu yang terdiri dari lima RT, dan RW dua terdiri dari tiga RT. Dusun dua hanya terdiri satu RW yaitu RW tiga yang dibagi menjadi tiga RT, dan Dusun tiga juga terdiri dari satu RW yaitu RW empat yang dibagi menjadi enam RT. Batas-batas wilayah dari desa penelitian yang digunakan untuk pemukinan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalicupak, sebelah selatan berbatasan wilayah dengan Desa Pajerukan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Kedung Benda, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Sokaraja Wetan. Jarak pusat Pemerintah Desa dengan Kecamatan yaitu lima km, sedangkan jarak Pemerintah Desa dengan Pemerintah Kabupaten Banyumas sembilan km. Akses lalu lintas kendaraan umum menuju desa dapat dijangkau menggunakan ojek atau becak. Desa ini dilalui jalan beraspal yang merupakan jalan Kabupaten Purbalingga. Adapun jalan antar dusun, antar RW, dan RT masih ada yang berbatu. Berdasarkan monografinya, topografi desa ini merupakan daerah dataran rendah. Jumlah bulan hujan pada setiap tahunnya adalah 7 bulan dengan suhu antara 31-34 ˚C. Luas wilayah desa secara keseluruhan adalah 155,125 ha yang terbagi dalam beberapa fungsi. Penggunaan lahan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
29
Tabel 1. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan No Penggunaan lahan 1 Sawah irigasi ½ teknis 2 Tegal/lading 3 Pemukiman 4 Perkantoran pemerintahan 5 Lapangan 6 Kas desa 7 Prasarana umum lainnya Jumlah
Luas (ha) 99,101 6,750 43,482 0,042 1,000 3,330 1,420 155,125
Sumber : Data Kependudukan Kantor Desa 2009
Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk persawahan irigasi ½ teknis karena sebagian besar masyarakat bermatapencaharian sebagai petani. Selain dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, lahan di desa tersebut juga banyak dimanfaatkan untuk pemukinan. 4.2
Keadaan Penduduk, Pendidikan, dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk desa penelitian pada tahun 2009 yaitu 3223 jiwa yang
terdiri dari laki-laki 1636 jiwa (50,8 persen) dan perempuan 1587 jiwa (49,2 persen). Pada dasarnya di desa ini terdapat berbagai macam karakteristik jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin. Karekteristik jumlah penduduk tampak pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Golongan Umur Laki-Laki Perempuan 0-9 263 227 10-19 275 279 20-29 253 297 30-39 283 286 40-49 196 186 50-59 180 147 lebih dari 60 186 165 Jumlah 1636 1587 Sumber : Data Kependudukan Kantor Desa 2009
Berdasarkan Tabel 2. terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuan. Namun pada golongan umur 20-29 tahun jumlah penduduk perempuan lebih tinggi dari pada penduduk laki-laki. Rasio jenis kelamin adalah 104 jiwa penduduk laki-laki per 100 jiwa penduduk perempuan. Artinya terdapat 104 jiwa laki-laki diantara 100 jiwa perempuan.
30
Menurut Rusli (1995) menjelaskan bahwa usia produktif yaitu usia 15-64 tahun, sedangkan usia non produktif adalah 0-14 tahun dan lebih dari 65 tahun. Pada penelitian ini, usia produktif penduduk perempuan lebih banyak dari pada penduduk laki-laki yaitu perempuan sebanyak 1195 jiwa dan laki-laki sebanyak 1187 jiwa. Data yang diperoleh pada usia kurang dari 14 tahun dan lebih dari 60 tahun tidak dijabarkan secara rinci. Oleh karena itu, usia produktif dihitung dari usia 10-59 tahun, sedangkan usia 0-9 dan lebih dari 60 tahun termasuk usia non produktif. Masyarakat di desa ini memiliki pendidikan yang beragam, hanya sebagian kecil dari masyarakat yang memperoleh pendidikan sampai pada jenjang yang tinggi. Data mengenai jumlah penduduk desa berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sumber : Data Kependudukan Desa Tahun 2009
Pendidikan masyarakat desa ini tergolong rendah. Sebagian besar masyarakat hanya menamatkan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD)/sederajat yaitu 1249 jiwa. Kesadaran masyarakat akan pendidikan masih rendah. Banyak masyarakat yang mampu membayar sekolah namun enggan untuk menyekolahkan anaknya ke tingkat yang tinggi. Setelah menamatkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas, biasanya pemuda-pemudi lebih memilih untuk bekerja dari pada melanjutkan sekolah. Masyarakat pada umumnya bekerja di bidang pertanian. Hal ini dikarenakan masih luasnya lahan persawahan. Namun, masyarakat yang menjadi
31
buruh tani jumlahnya lebih besar yaitu 261 jiwa, dibandingkan dengan petani yang mempunyai lahan yaitu 176 jiwa. Data selengkapnya mengenai mata pencaharian penduduk desa tampak pada Gambar 3.
J u m l a h
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
426
272 197
161 37
12
11
4
9
Jenis Pekerjaan
Gambar 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Sumber : Data Kependudukan Desa Tahun 2009
Pada Gambar 3. tampak bahwa sebagian besar masyarakat bekerja pada sektor informal dibandingkan sektor formal. Tingkat pendidikan yang rendah menjadi kendala masyarakat desa untuk bekerja di sektor formal. Hal tersebut menyebabkan mereka lebih memilih bekerja di sektor informal. Pekerjaan buruh pabrik adalah salah satu pekerjaan yang paling diminati masyarakat. Selain bekerja menjadi buruh pabrik, bekerja sebagai buruh tani pun banyak dipilih oleh masyarakat. Jika dilihat dari kepemilikan lahan pertanian, semakin sedikit masyarakat yang memiliki lahan persawahan. Akibatnya masyarakat hanya dapat bekerja sebagai penggarap atau menyewa lahan persawahan. Susahnya mendapatkan irigasi untuk lahan persawahan menjadi salah satu alasan para petani menjual lahan persawahannya. 4.3
Sarana dan Prasarana Desa Sarana dan prasarana desa yang terdapat pada desa antara lain sarana dan
prasarana transportasi, komunikasi, kesehatan, dan pendidikan. Prasarana transportasi yang dimanfaatkan masyarakat untuk menunjang perekonomian masyarakat adalah jalan desa maupun antar desa, jembatan yang menghubungkan antar desa, becak dan ojek merupakan kendaraan umum yang digunakan
32
masyarakat untuk bepergian. Semakin banyaknya masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor roda dua menyebabkan kurangnya minat masyarakat untuk memilih kendaraan umum sebagai alat transportasi. Kondisi jalan desa maupun antar desa sudah cukup baik karena jalan antar desa sudah beraspal. Namun, masih terdapat jalan antar dusun yang belum beraspal. Selain itu, jembatan yang menghubungkan antar desa maupun antar dusun sudah terbuat dari beton. Sarana dan prasarana komunikasi yang ada di desa adalah wartel (warung telepon), radio, dan televisi. Semakin bertambahnya telepon genggam yang dimiliki oleh masyarakat mengakibatkan pengguna warung telepon semakin berkurang. Minat masyarakat pada media elektronik radio sebagai alat komunikasi juga mengalami penurunan akibat bertambahnya jumlah televisi yang dimiliki masyarakat. Hal tersebut dikarenakan masyarakat menilai bahwa penyampaikan pesan melalui media televisi lebih menarik. Sarana dan prasarana kesehatan yang dimanfaatkan masyarakat untuk menunjang kesehatan masyarakat adalah posyandu dan tenaga kesehatan yaitu bidan desa serta paramedis. Belum tersedianya fasilitas puskesmas, sehingga banyak masyarakat yang mengunjungi puskesmas Kecamatan Sokaraja karena letaknya yang lebih dekat dengan desa dibandingkan puskesmas Kecamatan Kalibagor. Letak puskesmas Kecamatan Kalibagor yang jauh dengan desa, menyebabkan diadakannya pelayanan Puskesmas Keliling (Pusling) setiap hari rabu untuk memberikan kemudahan berobat pada masyarakat. Sarana dan prasana pendidikan yang tersedia di desa untuk memudahkan masyarakat memperoleh pendidikan antara lain terdapat TK (Taman Kanakkanak), SD (Sekolah Dasar), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Data selengkapnya mengenai sarana dan prasaran pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sarana dan Prasarana Pendidikan No Jenis Sarana dan Prasarana Pendidikan 1 Taman Kanak-Kanak 2 Sekolah Dasar 3 Sekolah Menengah Pertama Sumber : Data Kependudukan Desa Tahun 2009
Unit 1 2 1
33
Sebelumnya SD (Sekolah Dasar) di desa penelitian berjumlah 3 unit, namun pada tahun 2005 SD N 1 dan SD N 2 mengalami penggabungan. Hal tersebut dikarenakan kurangnya jumlah guru di Kecamatan Kalibagor, sehingga harus menggabungkannya. Terdapatnya sarana dan prasarana pendidikan belum sepenuhnya menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan. Masih terdapat anak yang hanya menamatkan pendidikannya pada tingkat SD ataupun SMP, bahkan ada beberapa anak yang tidak bersekolah. 4.4
Kelembagaan Desa Program-program pemberdayaan masyarakat yang ada di perdesaan
dimaksudkan
untuk
mengembangkan
masyarakat
desa.
Berbagai
pihak
dibutuhkan untuk mewujudkan program-program pemberdayaan tersebut, tidak hanya masyarakat tetapi pihak lainpun dituntut untuk aktif dalam mensukseskan program-program pemberdayaan desa. Dibutuhkan suatu lembaga yang dapat menjadi wadah dalam pelaksanaan program pemberdayaan. Lembaga-lembaga yang ada di desa penelitian antara lain lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan. Lembaga pemerintahan desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD). Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan perangkat desa. Pemilihan Kepala Desa diadakan lima tahun sekali yang dipilih secara langsung oleh masyarakat, sedangkan perangkat desa dipilih melalui seleksi di tingkat desa. Pemerintah Desa bertugas mengelola administrasi masyarakat dan semua hal yang berhubungan dengan kepentingan umum. Pemilihan BPD berbeda dengan pemilihan Kepala Desa maupun perangkat desa, karena pemilihan BPD dilakukan secara musyawarah oleh seluruh ketua RT, ketua RW, dan Pemerintah Desa. Kegiatan pemberdayaan di perdesaan ada yang dipelopori oleh pemerintah atau komunitas lokal. Masyarakat memiliki beberapa aktivitas yang dilakukan untuk menjaga kerukunan diantara mereka. Kelompok aktivitas di wilayah tersebut antara lain pengajian dan arisan ibu-ibu antar RT serta kegiatan Karang Taruna. Kelompok pengajian dan arisan secara rutin mengadakan kegiatan setiap bulan, sedangkan pengurus dan anggota Karang Taruna mengadakan pertemuan hanya pada bulan-bulan tertentu. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya kegiatan rutin setiap bulan yang dilakukan Karang Taruna. Salah satu kegiatan Karang
34
Taruna adalah memeriahkan HUT RI di tingkat desa. Selain itu, terdapat Gapoktan (gabungan kelompok tani) yaitu suatu organisasi yang menjadi wadah untuk pemberdayaan para petani. Gapoktan yang terdapat di desa ini terdiri dari tiga kelompok tani yaitu kelompok tani Tirta Sari, kelompok tani Sari Mukti, dan kelompok tani Mudi Rahayu. Karang Taruna dan Gapoktan merupakan kelembagaan kemasyarakatan yang ada di desa tersebut. 4.5
Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
merupakan program pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan di perdesaan. Program ini masuk ke desa penelitian pada tahun 2009. Desa ini diberi kesempatan untuk melaksanakan program PNPM Mandiri Perdesaan sampai tahun 2014. Alasan desa tersebut mendapatkan bantuan program PNPM Mandiri Perdesaan yaitu masih banyaknya Rumah Tangga Miskin (RTM). Terdapat beberapa penggolongan keluarga, yaitu: (1) keluarga pra sejahtera (keluarga yang belum dapat
memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu kebutuhan
pengajaran agama, sandang, pangan papan, dan kesehatan) sebanyak 224 keluarga; (2) keluarga sejahtera 1 (keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dalam hal sandang, pangan, dan pelayanan kesehatan tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya) sebanyak 260 keluarga; (3) keluarga sejarah 2 (keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, yaitu kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi) sebanyak 260 keluarga; dan (3) keluarga sejahtera 3 (keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) pada masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material, organisasi, dan lain ) sebanyak 26 keluarga. Pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di tingkat desa dipilih secara musyawarah oleh beberapa perwakilan dari warga RTM, BPD, Pemerintah Desa, ketua RT dan RW. Struktur kepengurusan PNPM Mandiri Perdesaan sebagai berikut:
35
1.
Tim Pengelola Kegiatan (TPK), terdiri dari: Ketua, sekretaris, dan bendahara yang mengurusi semua administrasi PNPM Mandiri Perdesaan.
2.
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) terdiri dari: KPMD perempuan yang bertanggung jawab pada kegiatan SPP dan PKH dan KPMD laki-laki bertanggung jawab pada kegiatan sarana dan prasarana.
Menurut pengakuan perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), keterlibatan TPK dalam kegiatan-kegiatan yang didanai oleh PNPM Mandiri Perdesaan lebih dominan dibandingkan KPMD. Hal ini disebabkan orang-orang yang menjadi pengurus TPK merupakan orang-orang yang terpandang di desa tersebut. Akibatnya KPMD cenderung tunduk pada keputusan TPK. Kepala Desa tidak terlalu ikut campur dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan karena orang-orang yang menjadi pengurus PNPM Mandiri Perdesaan khususnya Tim Pengelola Kegiatan (TPK) adalah orang-orang yang disegani oleh Kepala Desa. Pengurus PNPM tingkat desa mempunyai tanggung jawab untuk mengatur kegiatan-kegiatan yang ada pada program tersebut. Terdapat tiga kegiatan yang mendapat bantuan dana PNPM Mandiri Perdesaan yaitu (1) Sarana dan Prasana (Sarpras); (2) Peningkatan Kualitas Hidup (PKH); dan (3) Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Sarana dan Prasarana Pada kegiatan sarana dan prasarana (Sarpras) telah melakukan beberapa kegiatan yaitu pembangunan paving jalan antar dusun. Pembangunan paving jalan menghubungkan RW satu, RW tiga, dan RW empat. Pembangunan jalan dilakukan menjadi dua periode yaitu periode pertama dilaksanakan pada tahun 2009 dan periode kedua dilaksanakan tahun 2010. Pada periode pertama melakukan membangun jalan yang panjangnya 750 m dan lebar 2,5 m, sedangkan pembangunan jalan pada periode kedua lebih panjang dari sebelumnya yaitu 885 m dan lebar 2,5 m. Masyarakat di sekitar pembangunan jalan dituntut untuk berpartisipasi baik tenaga maupun materi. Hal tersebut dimaksudkan untuk membangun rasa memiliki masyarakat terhadap jalan yang telah dibangun, sehingga masyarakat perduli untuk memeliharanya. Kader Pemberdayaan
36
Masyarakat Desa (KPMD) laki-laki yang lebih bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. 2) Peningkatan Kualitas Hidup (PKH) Terdapat beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada kegiatan Peningkatan Kualitas Hidup (PKH), antara lain: (1) pelatihan satpam; (2) pelatihan montir bagi pemuda; (3) pelatihan tataboga; dan (4) bantuan untuk posyandu baik bagi bayi dibawah lima tahun (balita) atau lanjut usia (lansia). Kegiatan pelatihan satpam dan montir bagi para pemuda di desa belum berhasil, karena setelah pelatihan ketrampilan yang diperoleh tidak dimanfaatkan dan tidak adanya penyaluran tenaga kerja. Pelatihan tataboga bagi para ibu juga tidak terdapat keberlanjutan, karena pelatihan tersebut belum bisa membangkitkan motivasi para ibu untuk membuka usaha makanan. 3) Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan masing-masing kelompok sebelum meminjam dana pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), yaitu: (1) pembentukkan kelompok; (2) pembuatan proposal pengajuan dana yang disetujui oleh Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dan Kepala Desa; dan (3) verifikasi dari Unit Pengelola Kegiatan (UPK) kecamatan. Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di desa penelitian diikuti oleh 158 orang yang terbagi menjadi 16 kelompok. Masing-masing kelompok mempunyai anggota minimal lima orang dan maksimal 15 orang. Data secara rinci mengenai kelompok SPP tampak pada Tabel 4.
37
Tabel 4. Nama, Jumlah Anggota dan Pinjaman Kelompok dalam Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Jumlah Jumlah Pinjaman Kelompok/Tahun No Nama Jumlah Anggota 2009 2010 Kelompok Anggota yang (Rp) (Rp) Aktif 1 PKK 7 7 7.000.000,00 2 Usaha Jaya 11 7 10.000.000,00 9.500.000,00 3 Bakti Usaha 6 4 5.000.000,00 5.000.000,00 4 Gelombang 12 12 11.500.000,00 Cinta 5 Mugi Jaya 10 6 10.000.000,00 10.000.000,00 6 Mugi Barokah 15 10 15.000.000,00 22.000.000,00 7 Bina Usaha 12 7 10.000.000,00 10.500.000,00 8 KDI 6 4 4.000.000,00 4.000.000,00 9 Barokah 13 6 10.000.000,00 7.500.000,00 10 Mugi Rahayu 11 7 10.000.000,00 13.500.000,00 11 Kenanga 9 5 9.000.000,00 5.500.000,00 12 Wira Usaha 9 8 7.500.000,00 8.000.000,00 13 Usaha Mandiri 9 5 5.000.000,00 4.500.000,00 14 Karya Usaha 12 7 10.000.000,00 8.500.000,00 15 Mugi Rahayu 5 5 5.000.000,00 5.000.000,00 V 16 Bongas Putri 11 5 10.000.000,00 5.500.000,00 158 100 138.000.000,00 119.000.000,00 Jumlah Sumber
: Data Administrasi Kegiatan SPP Tahun 2009-2010
Tidak terdapat kriteria khusus dalam pemilihan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Bagi perempuan yang sudah menikah dan sekiranya dapat membayar angsuran setiap bulannya dapat bergabung dalam kegiatan SPP. Pedoman Teknik Operasional (PTO) kegiatan SPP mencantumkan bahwa kegiatan SPP dikhususkan bagi perempuan yang tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM), namun pada kenyataannya kriteria tersebut tidak berlaku. Pihak Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) mengaku pemilihan anggota SPP tidak berdasarkan kriteria RTM karena untuk mengantisipasi terjadinya kemacetan dalam pengangsuran pinjaman. Sedangkan pemilihan pengurus dalam kelompok sesuai dengan kesepakatan masing-masing anggota kelompok. Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa terdapat kelompok yang hanya mencantumkan kepengurusan kelompok untuk formalitas administrasi. Faktanya hanya satu orang pengurus yang mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan kegiatan SPP.
38
Setiap perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) harus mengisi form proposal yang telah disediakan, antara lain persetujuan dari hak waris dan rincian dana yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Bagi anggota yang mempunyai keterbatasan dalam membaca dan menulis, biasanya pengisian form proposal dibantu oleh pengurus. Selain aktif dalam pembuatan proposal, anggota yang tergolong muda juga aktif mengikuti rapat-rapat yang berhubungan dengan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hal tersebut dikarenakan mereka ingin mengetahui kegiatan SPP secara menyeluruh, tidak hanya meminjam dana tetapi juga ingin terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan SPP. Keadaan ini berbeda pada anggota yang tergolong usia lanjut, karena mereka mengikuti kegiatan SPP lebih karena ingin mendapatkan pinjaman. Kegiatan SPP sudah berjalan dua periode, namun terdapat beberapa kelompok yang baru mengikuti satu periode pinjaman. Hal tersebut dikarenakan sistem peminjaman dana dilakukan secara bergiliran, sehingga masing-masing kelompok berbeda. Jumlah dana pada periode pertama yang dapat dipinjam masing-masing individu maksimal Rp 1.000.000,00, sedangkan pada periode kedua maksimal Rp 3.000.000,00. Pihak Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) perempuan lebih bertanggung jawab pada kegiatan SPP.
BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1
Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu
mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu dalam penelitian ini mencakup umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. 5.1.1
Umur Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) lebih dikhususkan
pada perempuan yang telah menikah. Tidak ada kategori umur tertentu untuk bergabung menjadi anggota kelompok ini. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah pengurus yang tergolong dalam umur dewasa lebih banyak dibandingkan anggotanya. Keadaan ini berbeda pada anggota, karena sebagian besar anggota tergolong pada umur dewasa lanjut. Sebaran anggota SPP menurut umur tampak pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Umur Tahun 2011 Status dalam Kelompok Golongan Usia Pengurus Anggota Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Dewasa 20 80 9 36 Dewasa Lanjut 5 20 16 64 Jumlah 25 100 25 100 Sebagian besar pengurus dalam kelompok, tergolong pada umur dewasa. Hal tersebut dikarenakan perempuan yang tergolong usia dewasa lanjut enggan menjadi pengurus. Alasan mereka tidak menjadi pengurus yaitu kurangnya kemampuan dalam membaca dan menulis, serta rendahnya pemahaman dalam pengisian administrasi. Selain itu, sebagian besar perempuan yang tergolong umur dewasa lanjut mengaku kurang memahami peraturan-peraturan yang berlaku dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Oleh sebab itu, dalam pemilihan pengurus lebih mengutamakan perempuan yang tergolong usia dewasa.
40
5.1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pengurus lebih tinggi dari pada anggotanya. Sebagian besar pengurus bersekolah sampai tingkat SMA atau pernah bersekolah di universitas, sedangkan sebagian besar anggota hanya bersekolah sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Sebaran anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) menurut tingkat pendidikan tampak pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 Status dalam Kelompok Tingkat Pengurus Anggota Pendidikan Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Rendah 5 20 20 80 Sedang 5 20 2 8 Tinggi 15 60 3 12 Jumlah 25 100 25 100 Salah satu kriteria pemilihan pengurus dalam kelompok yaitu tingkat pendidikan formal. Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi lebih berpeluang menjadi pengurus dalam kelompok. Biasanya perempuan yang mendapatkan pendidikan tinggi, lebih dapat menyerap informasi dengan cepat dibanding mereka yang hanya memperoleh pendidikan yang rendah. Banyaknya administrasi yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok merupakan salah satu penyebab pendidikan formal menjadi kriteria dalam pemilihan pengurus. Malta (2008) pada penelitiannya mengemukakan bahwa tingkat pendidikan menentukan kemampuan seseorang, khususnya dalam mencari informasi, sebagai tambahan pengetahuan. Pendidikan formal yang pernah dijalani oleh seseorang membantu dalam pengembangan pola pikir dan daya nalar seseorang. Oleh karena itu, pendidikan formal dalam pemilihan pengurus kelompok perlu dipertimbangkan untuk kelancaran kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). 5.1.3
Jenis Pekerjaan Sebagian besar anggota bekerja sebagai pedagang. Keadaan tersebut
berbeda pada pengurus, karena hanya sedikit pengurus yang bekerja sebagai pedagang. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua perempuan yang meminjam dana pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) digunakan untuk modal usaha. Penggunaan pinjaman untuk usaha lebih banyak pada anggota
41
dibandingkan pengurus. Sebaran anggota SPP menurut jenis pekerjaan tampak pada Tabel 7. Tabel 7. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011 Pekerjaan Status dalam Kelompok Pengurus Anggota Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Berdagang 12 48 19 76 Tidak Berdagang 13 52 6 24 Jumlah 25 100 25 100 Terdapat beberapa perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) lebih memilih bekerja di bidang lain yaitu sebagai buruh pabrik, Pegawai Negeri Sipil (PNS), guru honorer, dan buruh tani dibandingkan menjadi pedagang. Selain itu, terdapat juga perempuan yang tidak bekerja, karena mereka hanya sebagai ibu rumah tangga. Dalam pengangsuran pinjaman, perempuan yang tidak bekerja hanya bergantung kepada suami. Pada kenyataannya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak membatasi pekerjaan perempuan anggota SPP, baik berdagang maupun bukan pedagang. Setiap perempuan yang sudah menikah dan sekiranya mampu dalam pengangsuran pinjaman dapat meminjam dana tanpa dilihat pekerjaannya. Beragam jenis usaha yang dijalankan oleh perempuan yang bekerja sebagai pedagang yaitu pangan, jasa, dan pertanian. Sebagian besar dari pengurus dan anggota menjalankan usaha pada jenis usaha pangan. Jenis usaha pangan yang dijalankan antara lain: (1) usaha makanan rames; (2) usaha es; dan (3) usaha sembako. Banyak perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) lebih memilih menjalankan jenis usaha pangan karena lebih mudah dalam penjualan dan tidak membutuhkan modal yang terlalu besar. Sebaran anggota SPP yang berdagang menurut jenis usaha pada tampak pada Tabel 8.
42
Tabel 8. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Jenis Usaha Tahun 2011 Status dalam Kelompok Jenis Usaha Pengurus Anggota Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Pangan 9 76 17 89 Jasa 1 8 0 0 Pertanian 2 16 2 10 Jumlah 12 100 19 100 Modal merupakan faktor penting dalam menjalankan sebuah usaha. Sumber modal dapat diperoleh dari berbagai pihak. Kategori modal usaha dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu modal dari kegiatan SPP dan modal bukan dari kegiatan SPP. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang bekerja sebagai pedagang telah memiliki usaha sebelum bergabung dalam kegiatan SPP. Mereka menggunakan pinjaman dana untuk perkembangan usaha bukan menjadi modal awal. Hampir semua perempuan yang bekerja sebagai pedagang telah menjalankan usahanya lebih dari tiga tahun. Namun, terdapat juga beberapa perempuan yang mengaku tetap meminjam modal dari bank keliling dengan alasan pencairan dana pinjaman lebih cepat dibandingkan meminjam dana pada kegiatan SPP. Sebaran anggota SPP yang berdagang menurut modal usaha tampak pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Modal Usaha Tahun 2011 Status dalam Kelompok Permodalan Pengurus Anggota Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Modal dari 2 17 3 16 SPP Modal dari 10 83 16 84 pihak lain Jumlah 12 100 19 100 Pemasaran adalah tahapan proses usaha setelah memproduksi barang. Pemasaran barang-barang usaha dapat dikategorikan menjadi dua yaitu menjual sendiri atau dijual ke distributor. Sebaran anggota SPP yang berdagang menurut modal usaha tampak pada Tabel 10.
43
Tabel 10. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pemasaran Produk Usaha Tahun 2011 Status dalam Kelompok Pemasaran Pengurus Anggota Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Menjual 10 83 18 95 sendiri Menjual ke 2 17 1 5 distributor 12 100 19 100 Jumlah Sebagian besar perempuan baik pengurus maupun anggota lebih memilih menjual barang dagangannya sendiri dari pada dijual ke distributor. Alasan para perempuan memilih menjual sendiri barang dagangannya karena lebih praktis dan keuntungan yang diperoleh juga lebih banyak dari pada dijual ke distributor. Beberapa perempuan memilih menjual barang dagangannya dengan cara berkeliling. Cara penjualan seperti ini lebih banyak digunakam oleh mereka yang menjalankan jenis usaha makanan olahan yang harus terjual dalam waktu singkat. Pengelolaan usaha adalah cara mengelola usaha yang dijalankan oleh penjual. Kategori pengelolaan usaha dapat dibagi menjadi dua yaitu berkelompok dan individu. Semua perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) mengelola usahanya secara individu. Pada kegiatan SPP tidak terdapat kegiatan usaha yang dikelola secara kelompok. Status kelompok dalam kegiatan SPP hanya digunakan untuk mempermudah dalam administrasi dan menyaluran dana pinjaman. 5.1.4
Tingkat Pendapatan Tidak semua perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) mempunyai penghasilan. Keadaan ini lebih banyak dialami oleh pengurus dibandingkan anggotanya. Sebaran anggota SPP menurut tingkat pendapatan tampak pada Tabel 11.
44
Tabel 11. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 Status dalam Kelompok Tingkat Pengurus Anggota Pendapatan Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Tidak 9 36 3 12 Berpenghasilan Berpenghasilan 12 48 16 64 Rendah Berpenghasilan 4 16 6 24 Tinggi Jumlah 25 100 25 100 Sebagian besar tingkat pendapatan perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tergolong rendah. Hal ini dikarenakan jenis pekerjaan yang dipilih pengurus maupun anggota lebih banyak pada sektor informal. Alasan memilih sektor informal karena tingkat pendidikan mereka yang rendah. Perempuan yang memilih bekerja sebagai pedagang, hanya menjual barang dagangan dalam jumlah sedikit sehingga pendapatannya pun rendah. Bagi perempuan yang tidak berpenghasilan, dalam pengangsuran pinjaman hanya bergantung kepada penghasilan suami. Mereka mengaku bingung memilih jenis usaha yang akan dijalankan, sehingga mereka tidak membuka usaha. Pada kegiatan SPP pun jarang dilaksanakan pelatihan usaha. Pada hal pelatihan tersebut penting untuk menambah ketrampilan perempuan dalam mengembangkan usahanya. 5.2
Faktor Eksternal Menurut pangestu (1995) dalam Aprianto (2008) faktor eksternal yaitu
hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi. Faktor eksternal dalam penelitian ini adalah pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut. 5.2.1
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) pada kegiatan
Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) adalah memandu perempuan dalam mengikuti kegiatan SPP pada tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Penilaian perempuan berbeda-beda mengenai pengaruh peran
45
KPMD dalam kegiata SPP. Pengaruh peran KPMD berdasarkan penilaian perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran KPMD Tahun 2011 Status dalam Kelompok Peran KPMD Pengurus Anggota Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Rendah 7 28 10 40 Sedang 8 32 7 28 Tinggi 10 40 8 32 Jumlah 25 100 25 100 Perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) mempunyai penilaian yang berbeda-beda mengenai pengaruh peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Sebagian pengurus menilai bahwa KPMD mempunyai peran yang tinggi pada kegiatan SPP. Keadaan ini berbeda dengan penilaian anggota, sebagian dari anggota menilai rendah peran KPMD. Pengurus dalam kelompok mempunyai akses yang lebih besar untuk berhubungan dengan KPMD maupun pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) tingkat desa atau kecamatan. Hal tersebut mengakibatkan pengurus lebih merasakan dan mengetahui keterlibatan KPMD dalam kegiatan SPP dari pada anggota. KPMD merupakan pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan SPP. Seharusnya pihak KPMD menjadi wadah bagi para perempuan dalam menyalurkan aspirasinya. Namun, pada faktanya terdapat beberapa perempuan yang kurang merasakan keterlibatan KPMD dalam kegiatan SPP. 5.2.2 Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Peran Tim Pengelola Kegiatan
(TPK)
pada
Program
Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) adalah mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di desa dan mengelola administrasi, serta keuangan PNPM Mandiri Perdesaan. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) baik pengurus maupun anggota menilai bahwa pengaruh peran TPK dalam kegiatan SPP tergolong sedang. Pengaruh peran TPK berdasarkan penilaian perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 13.
46
Tabel 13. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran TPK Tahun 2011 Status dalam Kelompok Peran TPK Pengurus Anggota Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Rendah 14 56 8 42 Sedang 11 44 17 68 Tinggi 0 0 0 0 Jumlah 25 100 25 100 Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dibantu oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) memberikan sosialisasi sebelum dilaksanakan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di desa. Selain itu, TPK juga merupakan salah satu pihak yang menandatangani proposal pengajuan dana kelompok SPP. Apabila proposal pengajuan dana tidak mendapatkan persetujuan dari TPK, maka proposal belum dapat diajukan ke tingkat kecamatan. Semua kegiatan yang didanai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan harus mendapatkan persetujuan dari TPK. Namun dalam pelaksanaannya, yang bertanggung jawab dalam kegiatan SPP adalah Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Hal tersebut menyebabkan penilaian perempuan terhadap peran TPK dalam kegiatan SPP tergolong sedang. 5.2.3
Kepala Desa Peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali kelancaran
serta keberhasilan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di desa. Semua perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) baik pengurus maupun anggota menilai bahwa pengaruh peran Kepala Desa dalam kegiatan SPP tergolong rendah. Pengaruh peran Kepala Desa berdasarkan penilaian perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 14.
47
Tabel 14. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran Kepala Desa Tahun 2011 Status dalam Kelompok Peran Pengurus Anggota Kepala Desa Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Rendah 25 100 25 25 Sedang 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 Jumlah 25 100 25 100 Kepala Desa bertugas mengawasi jalannya kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Sama halnya dengan Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Kepala Desa juga menjadi salah satu pihak yang menandatangi proposal pengajuan dana. Apabila belum mendapatkan persetujuan dari Kepala Desa maka proposal belum dapat diajukan ke pihak kecamatan. Kepala Desa tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan SPP, karena segala urusan yang berhubungan dengan kegiatan SPP diserahkan kepada Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Walaupun demikian, Kepala Desa harus mengetahui seluruh kegiatan yang didanai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Hal ini dikarenakan Kepala Desa mempunyai kewenangan untuk mengetahui seluruh kegiatan yang dilaksanakan di wilayah kepemimpinannya. 5.2.4
Badan Permusyawarahan Desa (BPD) Badan Permusyawarahan Desa (BPD) berperan sebagai lembaga yang
mengawasi proses dari setiap tahapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, termasuk sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian di desa. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) menilai bahwa BPD mempunyai pengaruh yang rendah dalam kegiatan SPP. Pengaruh peran BPD berdasarkan penilaian perempuan anggota SPP tampak pada Tabel 15.
48
Tabel 15. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Pengaruh Peran BPD Tahun 2011 Status dalam Kelompok Peran BPD Pengurus Anggota Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Rendah 24 96 25 25 Sedang 1 4 0 0 Tinggi 0 0 0 0 Jumlah 25 100 25 100 Badan Permusyawarahan Desa (BPD) bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan SPP dan tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hal ini dikarenakan segala urusan yang berhubungan dengan kegiatan SPP diserahkan kepada Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Walaupun pihak BPD bukan pihak yang dimintai persetujuan dalam proposal pengajuan dana, tetapi pihak BPD harus mengetahui keberlangsungan kegiatan SPP di desa. Biasanya BPD diikutsertakan dalam setiap rapat yang berhubungan dengan kegiatan SPP. 5.3
Tingkat Partisipasi Perempuan Menurut Cohen dan Uphoff (1979), partisipasi dibedakan menjadi empat
tahapan yaitu: (1) partisipasi dalam pembuatan keputusan; (2) partisipasi dalam pelaksanaan; (3) partisipasi dalam pemanfaatan hasil; dan (4) partisipasi dalam evaluasi. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut. 5.3.1
Tahap Perencanaan Partisipasi pada tahap perencanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok
Perempuan (SPP) adalah keikutsertaan perempuan yang dilihat dari kehadiran, keterlibatannya dalam berpendapat, dan pembuatan aturan kegiatan. Tingkat partisipasi pengurus pada tahap perencanaan tampak lebih tinggi dibandingkan anggotanya. Sebaran anggota SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dapat dilihat pada Tabel 16.
49
Tabel 16. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Perencanaan Tahun 2011 Status dalam Kelompok Tingkat Pengurus Anggota partisipasi Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Rendah 1 4 5 20 Sedang 6 24 7 28 Tinggi 18 72 13 52 Jumlah 25 100 25 100 Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tergolong tinggi partisipasinya pada tahap perencanaan. Tim Pengelola Kegiatan (TPK) didampingi oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) tingkat kecamatan melakukan sosialisasi kepada para perempuan anggota SPP. Perempuan yang mengikuti sosialisasi diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan saran untuk kebaikan pelaksanaan kegiatan SPP. Terdapat aturanaturan pokok tertulis yang wajib ditaati oleh para perempuan anggota SPP sesuai dengan Panduan Teknis Operasional (PTO) kegiatan SPP, antara lain: (1) penentuan bunga dalam pengangsuran; (2) jumlah orang setiap kelompok; dan (3) jumlah angsuran. Jumlah anggota SPP setiap kelompok yaitu minimal lima orang dan maksimal 15 orang. Dalam pembentukan kelompok, para perempuan diberi kebebasan
untuk
memilih
anggotanya.
Namun,
untuk
mempermudah
pengumpulan uang angsuran, mereka biasanya membentuk kelompok yang anggotanya bertempat tinggal pada Rukun Warga (RW) yang sama. Masingmasing kelompok mempunyai hak untuk menyusun peraturan yang berlaku di kelompok, contohnya penentuan waktu pengangsuran. Waktu pengangsuran setiap kelompok berbeda-beda. Hal tersebut disesuai dengan waktu pencairan pinjaman dan kesepakatan setiap kelompok. 5.3.2 Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok (SPP) adalah keikutsertaan perempuan yang dilihat dari peminjaman dana, ketepatan dalam penggunaan dana, akses dan kontrol terhadap kegiatan, serta ketepatan dalam pengangsuran dana pinjaman. Sebagian besar perempuan anggota SPP tergolong pada tingkat partisipasi yang tinggi. Namun jumlah pengurus yang tergolong pada
50
tingkat partisipasi tinggi lebih banyak dibandingkan anggota. Sebaran anggota SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tampak pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Pelaksanaan Tahun 2011 Status dalam Kelompok Tingkat Pengurus Anggota partisipasi Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Rendah 1 4 1 4 Sedang 2 8 10 40 Tinggi 22 88 14 56 Jumlah 25 100 25 100 Pengurus dituntut lebih aktif dibandingkan anggotanya karena pengurus harus mengetahui administrasi dan semua hal yang berhubungan dengan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Semua perempuan anggota SPP meminjam dana pada kegiatan SPP. Maksimal jumlah peminjaman pada periode pertama adalah Rp 1.000.000,00, sedangkan pada periode kedua yaitu Rp 3.000.000,00. Sebagian besar kelompok SPP telah melakukan peminjaman sebanyak dua periode. Pencairan dana pada setiap kelompok berbeda-beda, sesuai dengan penyerahan proposal pengajuan dana. Jadi, semakin cepat proposal diajukan ke pihak kecamatan, semakin cepat pula pencairan dana pinjaman. Beberapa perempuan anggota SPP mengaku bahwa pinjaman tidak digunakan untuk modal usaha melainkan untuk keperluan lainnya. Pengangsuran pinjaman setiap kelompok cenderung lancar. Hal tersebut dikarenakan setiap anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) mempunyai kesadaran untuk membayar angsuran setiap bulannya. Apabila terdapat satu anggota yang tidak bisa membayar angsuran, biasanya pengurus berinisiatif untuk membayarkannya terlebih dahulu, namun dengan catatan anggota tersebut akan menggantinya. Walaupun telah mempunyai kesadaran untuk membayar angsuran, namun setiap bulan apabila telah mendekati tanggal pengangsuran, pengurus tetap mengingatkan para anggotanya untuk membayar angsuran, seperti yang diungkapkan oleh LYT (pengurus kelompok) sebagai berikut:
51
“Tanggal mengangsur kelompok saya setiap tanggal 20, jadi kalau sudah mendekati tanggalnya, saya sering mengingatkan anggota lain. Kebetulan rumah kami berdekatan jadi hanya berbicara satu kali dengan suara yang keras semua anggota sudah mendengar”. Pembayaran angsuran bulanan menjadi kriteria pihak kecamatan dalam menilai keberhasilan kegiatan SPP. Apabila terdapat kemacetan dalam pengangsuran akan berdampak pada semua kegiatan yang didanai oleh program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) karena bantuan dana dapat diberhentikan. 5.3.3 Tahap Menikmati Hasil Partisipasi pada tahap menikmati hasil kegiatan Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) adalah keterlibatan perempuan yang dilihat dari kemudahan akses peminjaman dana. Sebagian besar perempuan anggota SPP mengaku bahwa peminjaman dana pada kegiatan SPP tergolong mudah. Sebaran anggota SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap menikmati hasil tampak pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Menikmati Hasil Tahun 2011 Status dalam Kelompok Tingkat Pengurus Anggota partisipasi Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Rendah 0 0 0 0 Sedang 6 24 4 16 Tinggi 19 76 21 84 Jumlah 25 100 25 100 Tidak terdapat perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang mengalami kesulitan dalam peminjaman dana. Sebagian besar perempuan yang tergabung dalam kegiatan SPP mendapatkan dana sesuai dengan jumlah yang tertulis pada proposal pengajuan dana. Pihak Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dalam memutuskan jumlah pinjaman akan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (1) penghasilan, (2) penjelasan usaha yang akan dijalankan, dan (3) latar belakang keuangan perempuan tersebut. Biasanya Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) akan memberitahukan pihak UPK, jika terdapat perempuan yang mempunyai latar belakang keuangan yang kurang baik atau sering berhutang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemacetan dalam pengangsuran pinjaman.
52
Persyaratan peminjaman dana dalam kegiatan SPP tergolong mudah, karena tidak ada jaminan. Setiap kelompok membuat pengajuan proposal yang akan diajukan ke tingkat kecamatan. Pada pembuatan proposal pengajuan dana, tidak jarang yang lebih terlibat adalah pengurus dibandingkan anggotanya. Hal tersebut dikarenakan pengurus lebih memahami pembuatan proposal pengajuan dana. Beberapa perempuan mengaku bahwa waktu pencairan pinjaman periode pertama relatif lebih lama dibandingkan periode kedua. Tidak sedikit kelompok telah mendapatkan pinjaman dana selama dua periode yaitu tahun 2009 dan 2010. 5.3.4
Tahap Evaluasi Tahap evaluasi kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)
adalah keikutsertaan perempuan yang dilihat dari keterlibatannya dalam kegiatan identifikasi masalah, pelaksanaan, pelaporan kegiatan, dan mencari solusi permasalahan. Sebagian besar pengurus lebih tinggi tingkat partisipasinya dalam tahap evaluasi dibandingkan anggota. Sebaran anggota SPP menurut tingkat partisipasi pada tahap evaluasi tampak pada Tabel 19. Tabel 19. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Tahap Evaluasi Tahun 2011 Status dalam Kelompok Tingkat Pengurus Anggota partisipasi Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Rendah 2 8 17 68 Sedang 2 8 4 16 Tinggi 21 84 4 16 Jumlah 25 100 25 100 Anggota kurang dilibatkan pada tahap evaluasi dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Indentifikasi masalah dan pembuatan laporan bulanan lebih banyak dilakukan pengurus. Apabila terdapat permasalahan dalam kelompok, pengurus langsung melaporkan pada pihak kecamatan. Sebagian besar anggota tidak mengetahui masalah administrasi pada kegiatan SPP, karena yang mengurusi semua masalah administrasi adalah pengurus kelompok. Namun ada beberapa kelompok yang semua masalah administrasi dikerjaan oleh satu orang pengurus. Pada hal di setiap kelompok terdapat tiga orang pengurus yaitu ketua, sekretaris, dan bendahara. Jadi pengurus lainnya hanya terdaftar sebagai
53
pengurus pada administrasi, namun dalam kenyataannya tidak menjalankan tugasnya dengan baik, contohnya kelompok Usaha Mandiri. Pada kelompok ini, ketua mengurusi semua administrasi dan keuangan kelompok. Bendahara dan sekretaris tidak mengerjakan tugas yang seharusnya dilakukan. Tampak anggota mempunyai rasa percaya yang besar terhadap pengurus karena kedekatan secara personal. Apabila terdapat potongan pinjaman untuk membeli keperluan administrasi, para anggota tidak meminta daftar potongan secara rinci. Rasa saling percaya antara pengurus dan anggota menjadi landasan dalam menjalankan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). 5.4
Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP Terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara umur dengan tingkat
pendidikan perempuan. Artinya semakin lanjut usia, ternyata semakin rendah tingkat pendidikan perempuan. Dahulu orang-orang desa kurang menyadari akan pentingkan pendidikan, apalagi untuk kaum perempuan sehingga kurang mendapatkan kesempatan untuk bersekolah. Akibatnya, banyak perempuan yang hanya berpendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD) atau bahkan tidak tamat SD. Tidak jarang pula, perempuan yang tergolong dewasa lanjut kurang lancar dalam membaca dan menulis. Hubungan faktor internal dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tampak pada Tabel 20. Tabel 20. Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Umur Tingkat Tingkat Faktor Internal (X1) (X1.1) Pendidikan Pendapatan (X1.2) (X1.4) ** 1.000 -.464 .110 Umur (X1.1) 1.000 .133 Tingkat Pendidikan (X1.2) 1.000 Tingkat Pendapatan (X1.4) Keterangan ** berhungan pada taraf nyata 0,01 Pata Tabel 20. tampak bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara umur dan tingkat pendapatan, maupun tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan. Artinya tidak selalu semakin lanjut usia perempuan semakin tinggi pula tingkat pendapatannya. Tak sedikit perempuan yang tergolong dewasa lanjut memperoleh pendapatan yang lebih rendah dari golongan usia yang lebih muda. Hal ini dikarenakan sebagian besar mereka hanya berjualan dengan jumlah dagangan
54
yang sedikit sehingga pendapatan yang diperolehnya pun sedikit, seperti yang diungkapkan oleh MNS (anggota) sebagai berikut “Usaha di Desa Petir susah berkembangnya, ramainya kalau baru buka saja. Apalagi di sini banyak yang menjual makanan olahan, jadi siapa yang menjual dengan harga murah itulah yang laku”. Keadaan serupa terlihat pada hubungan antara tingkat pendidikan perempuan dengan tingkat pendapatannya. Tingkat pendidikan bukan faktor utama yang mempengaruhi pendapatan perempuan. Kemauan dan pengalaman untuk menjalankan usaha pada perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) mempengaruhi tingkat pendapatan. Terdapat perempuan anggota SPP yang hanya menamatkan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD), namun tingkat pendapatannya sama dengan atau lebih dari perempuan yang tingkat pendidikannya tinggi. 5.5
Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan Sebagian besar pengurus yang tergolong pada tingkat pendidikan yang
tinggi ternyata semakin tinggi pula partisipasinya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Tampak bahwa pengurus yang pendidikannya tinggi, biasanya dituntut untuk lebih aktif dalam kelompok dari pada pengurus yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan mereka dipandang lebih berpengalaman dan dapat mengatur kelompoknya. Keadaan yang sama juga terjadi pada anggota, karena anggota yang memperoleh tingkat pendidikan yang tinggi ternyata partisipasinya juga tinggi. Jumlah anggota yang tergolong pada tingkat pendidikan tinggi relatif sedikit, namun tidak menjadi kendala bagi mereka untuk berpartisipasi. Mereka lebih terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan SPP dibandingkan anggota yang tergolong pada tingkat pendidikan yang rendah. Tidak sedikit pengurus tergolong pada umur dewasa. Namun hal tersebut tidak menjadi kendala bagi pengurus yang tergolong dewasa lanjut untuk berpartisipasi pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Ternyata semua pengurus yang tergolong dewasa lanjut menunjukkan partisipasi yang tinggi. Mereka dianggap lebih berpengalaman dan menjadi panutan bagi pengurus yang lain. Hal ini mendorong mereka untuk lebih berpartisipasi pada kegiatan SPP. Keadaan berbeda terjadi pada anggota, anggota bukan pengurus
55
yang tergolong pada umur dewasa lanjut cenderung tingkat partisipasinya sedang atau rendah. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan mereka dalam membaca dan menulis, sehingga mereka lebih berpartisipasi dalam peminjaman dan pengangsuran. Mereka menyerahkan semua hal-hal administrasi kepada pengurus. Pengurus yang tergolong pada tingkat pendapatan yang tinggi, tampak tinggi pula partisipasinya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Mereka cenderung akan membayar angsuran tepat waktu dan lebih fokus dalam melaksanakan tugasnya. Mereka mengaku lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas-tugas dalam kegiatan SPP karena mereka tidak harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Keadaan ini berbeda pada anggota, sebagian besar anggota tergolong pada tingkat pendapatan yang rendah, ternyata partisipasinya dalam kegiatan SPP tergolong tinggi. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa pinjaman dana dalam kegiatan SPP sangat bermanfaat. Pinjaman dalam kegiatan SPP dapat menambah modal usaha atau mencukupi keperluan lainnya. Walaupun mereka harus bekerja keras untuk mencari penghasilan, namun mereka tetap meluangkan waktu untuk aktif dalam kegiatan SPP. Pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) tingkat kecamatan memberitahukan bahwa perempuan anggota SPP akan mendapatkan jumlah pinjaman yang lebih besar pada periode berikutnya jika aktif dalam kegiatan SPP. Hal tersebut menjadi salah satu alasan anggota untuk berpartisipasi dalam kegiatan SPP. Terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal dengan partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hasil hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi dalam kegiatan SPP tampak pada Tabel 21.
56
Tabel 21. Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Tahapan Partisipasi Faktor Internal Tingkat Menikmati (X1) Partisipasi Perencanaan Pelaksanaan Hasil Evaluasi (Y1) (Y1.1) (Y1.2) (Y1.3) (Y1.4) Umur (X1.1) .326* .304* Tingkat -.252 -.017 Pendidikan(X1.2) Tingkat .078 .168 Pendapatan(X1.4) Keterangan ** berhubungan pada taraf nyata 0,01 * berhubungan pada taraf nyata 0,05
.382** -.348*
.207 -.095
.015 -.218
.174
.148
-.255
Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara umur perempuan dengan partisipasi perempuan. Artinya semakin dewasa umur perempuan, semakin tinggi pula tingkat partisipasinya pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Sebagian besar perempuan anggota SPP tergolong pada usia dewasa dan termasuk usia produktif, sehingga berpeluang besar untuk lebih aktif dalam kegiatan SPP. Selanjutnya tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan juga terdapat hubungan yang nyata dan positif dengan umur, namun hubungan antara tahap pelaksanaan dengan umur lebih signifikan. Hal tersebut dikarenakan perempuan yang tergolong usia dewasa lebih mempunyai kontrol dan terlibat aktif dalam tahap pelaksanaan. Mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar pada kegiatan SPP. Walaupun tidak menjadi pengurus dalam kelompok, namun mereka ingin terlibat banyak pada tahapan-tahapan kegiatan SPP. Selain itu, terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara tingkat pendidikan dengan tahap pelaksanaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan ternyata semakin rendah partisipasinya pada tahap pelaksanaan. Sebagian besar perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang memperoleh pendidikan tinggi tidak menggunakan dana pinjaman untuk modal usaha. Mereka lebih memilih bekerja di bidang lain dari pada membuka usaha. Pada hal penggunaan pinjaman yang tepat menjadi salah satu kriteria penilaian dalam tahap pelaksanaan. Selain pengurus, anggota SPP yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih individualis, sehingga kurang perduli kepada anggota lain, contohnya mereka jarang menegur anggota
57
lain jika tidak membayar angsuran. Seperti yang diungkapkan oleh UKL (anggota) sebagai berikut: “Pengangsuran pinjaman itu tanggung jawab masing-masing individu. Jadi saya tidak pernah menegur anggota lain jika mereka telat membayar angsuran, itu urusan masing-masing”. Perempuan anggota SPP yang mempunyai pendidikan yang tinggi sebenarnya mempunyai potensi untuk lebih mensukseskan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Mereka diharapkan dapat mengembangkan ide-ide baru untuk membantu perempuan yang tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM). Namun kenyataannya berbeda, alasan mereka mengikuti kegiatan SPP lebih karena ingin mendapatkan pinjaman. Keterlibatan mereka dalam kegiatankegiatan yang berhubungan dengan SPP tergolong rendah. Seperti yang diungkapkan SHR seorang Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD): “Tidak semua perempuan anggota SPP pendidikannya rendah. Terdapat beberapa perempuan anggota SPP yang pernah bersekolah di universitas. Namun, mereka lebih fokus terhadap profesinya. Jadi keterlibatan pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan SPP relatif rendah”. Tidak semua perempuan anggota SPP bekerja sebagai pedagang walaupun ikut meminjam dana pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Alasan-alasan perempuan anggota SPP tidak bekerja sebagai pedagang antara lain: (1) bekerja di bidang lain; (2) bingung menentukan jenis usaha yang akan di jalankan; dan (3) tidak mempunyai keinginan untuk membuka usaha. Hal tersebut tidak menjadi kendala bagi para perempuan untuk bergabung dalam kegiatan SPP. Pekerjaan tidak menjadi kriteria dalam pemilihan anggota SPP. Bagi perempuan yang tidak bekerja pun dapat menjadi anggota, asalkan mampu mengangsur pinjaman setiap bulan. Pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan tingkat desa khususnya Kader Pemberdayaan masyarakat Desa (KPMD) tidak melakukan pembinaan bagi perempuan anggota SPP yang tidak membuka usaha. KPMD tidak lagi bertanggung jawab terhadap pinjaman setelah dana pinjaman dibagikan kepada perempuan anggota SPP. Jadi pengelolaan pinjaman diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing perempuan anggota SPP. Hubungan antara jenis pekerjaaan dengan tingkat partisipasi perempuan pada kegiatan SPP tampak pada Tabel 22.
58
Tabel 22. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Tingkat Jenis Pekerjaan (X1.3) Partisipasi Berdagang Tidak Berdagang (Y1) (%) (%) Rendah 3,2 0 Sedang 29,1 42,1 Tinggi 67,7 57,9 100,0 100,0 Jumlah Perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang bekerja sebagai pedagang lebih tinggi partisipasinya dalam kegiatan SPP. Hal ini dikarenakan perempuan yang bekerja sebagai pedagang lebih antusias dalam mengikuti kegiatan SPP. Mereka merasa bahwa kegiatan SPP sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha yang dijalankan. Syarat peminjaman yang mudah dan bunga yang rendah menjadi alasan mereka mengikuti kegiatan SPP. Selain itu, perempuan anggota SPP yang bekerja sebagai pedagang berpeluang besar untuk aktif dalam kegiatan SPP karena mereka lebih banyak bekerja di rumah. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama “terdapat hubungan yang nyata dan nyata antara faktor internal dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)” terbukti. Hal tersebut dapat dilihat pada variabel umur perempuan yang berhubungan nyata dan positif
dengan tingkat partisipasi
perempuan. 5.6
Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan Penilaian pengurus dan anggota tentang pengaruh peran Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Kepala Desa, dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD) tidak mempengaruhi partisipasinya dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Ternyata sebagian besar pengurus dan anggota tergolong pada tingkat partisipasi tinggi, walaupun penilaian terhadap pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD rendah. Mereka berpartisipasi lebih dikarenakan kesadaran diri sendiri bukan dorongan pihak lain. Walaupun peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD rendah tidak menjadi kendala bagi pengurus dan anggota untuk berpartisipasi
59
dalam kegiatan SPP. Hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi perempuan pada kegiatan SPP tampak pada Tabel 23. Tabel 23. Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Tahapan Partisipasi Faktor Y1 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Eksternal (X2) (Tingkat (Perenca (Pelaksa (Menikmati (Evaluasi) Partisipasi) naan) naan) Hasil) KPMD(X2.1) .144 .242 .052 .159 .157 TPK(X2.2) -.052 -.212 .024 -.090 .005 Kepala -.103 -.106 -.089 -.096 -.109 Desa(X2.3) BPD(X2.4) -.260 -.258 -.160 -.198 -.290* Keterangan : * berhubungan pada taraf nyata 0,05 Faktor eksternal tidak menunjukkan hubungan yang nyata dan positif dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Jadi belum tentu pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD yang tinggi akan meningkatkan partisipasi perempuan anggota SPP. Sebagian besar perempuan anggota SPP menilai bahwa pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD belum maksimal dalam kegiatan SPP. KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD aktif mengikuti kegiatan musyawarah pada kegiatan SPP, namun kurang memberikan pencerahan dalam permasalahan-permasalahan yang dihadapi para perempuan. Para perempuan lebih memilih untuk mengadukan semua permasalah dalam kegiatan SPP ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dibandingkan pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) tingkat desa. Tingkat partisipasi perempuan yang tinggi dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) lebih disebabkan oleh dukungan dari masing-masing anggota kelompok khususnya pengurus. Kedekatan secara personal antara pengurus dan anggota memudahkan pengurus mempengaruhi anggotanya untuk aktif dalam kegiatan SPP. Apabila diadakan rapat mengenai kegiatan SPP di tingkat desa, biasanya masing-masing anggota saling mengingatkan dan datang secara bersama-sama. Jadi pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD kurang dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam kegiataan SPP.
60
Jika dilihat pertahapan partisipasi terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara peran Badan Permusyawarahan Desa (BPD) dengan tahap evaluasi. Semakin tinggi peran BPD dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), ternyata semakin turun partisipasi perempuan pada tahap evaluasi. BPD sering memberikan motivasi pada saat rapat yang dihadiri oleh perempuan anggota SPP agar mereka selalu memanfaatkan kegiatan SPP secara maksimal. Hal tersebut dimaksudkan untuk membangkitkan semangat perempuan dalam mengikuti kegiatan SPP. Kenyataannya pemberian motivasi tersebut kurang efektif, banyak perempuan anggota SPP yang lebih mengabaikannya. Hal ini dikarenakan mereka menganggap BPD tidak mempunyai andil yang besar dalam kegiataan SPP. Pada Uraian di atas dapat membuktikkan bahwa hipotesis kedua “terdapat hubungan nyata dan positif antara faktor eksternal dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)” tidak terbukti.
BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP 6.1
Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP Pada penelitian ini, tingkat keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam
Kelompok Perempuan (SPP) dapat dilihat dari ketepatan penggunaan pinjaman dan peningkatan pendapatan. Salah satu tujuan dalam kegiatan SPP adalah kemudahan dalam pendanaan usaha. Adanya tujuan tersebut diharapkan para perempuan menggunakan pinjaman untuk usaha. Faktanya hanya 62 persen perempuan anggota SPP yang menggunakan pinjaman untuk usaha, sedangkan 38 persen tidak menggunakan pinjaman untuk usaha. Hal tersebut mengakibatkan 38 persen perempuan anggota SPP tidak mengalami peningkatan pendapatan. Alasan mereka mengikuti kegiatan SPP lebih karena ingin meminjam dana tanpa berkeinginan memanfaatkannya untuk membuka usaha. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut. 6.1.1
Ketepatan Penggunaan Pinjaman Sebagian besar (52%) pengurus tidak tepat dalam penggunaan pinjaman
dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Berbeda keadaan pada anggota, karena hanya sebagian kecil (24%) anggota yang tidak menggunakan pinjaman dengan tepat. Sebaran anggota SPP menurut ketepatan penggunaan pinjaman tampak pada Tabel 24. Tabel 24. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Ketepatan Penggunaan Pinjaman Tahun 2011 Ketepatan Status dalam Kelompok Penggunaan Pengurus Anggota Total Pinjaman Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) Tidak Tepat 13 52 6 24 19 38 Kurang Tepat 12 48 18 72 30 60 Tepat 0 0 1 4 1 2 Jumlah 25 100 25 100 50 100 Sangat sedikit (2%) perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang tepat dalam penggunaan pinjaman yaitu seluruh pinjaman
62
dana digunakan untuk usaha. Jika dibandingkan antara pengurus dan anggota, ternyata lebih banyak (72%) anggota yang menggunakan sebagian pinjaman untuk modal usaha dibandingkan pengurus (48%). Hal tersebut dikarenakan rendahnya minat pengurus yang bekerja bukan sebagai pedagang untuk membuka usaha. Mereka mengaku bahwa pendapatan yang diperoleh sudah dapat mencukupi pengangsuran pinjaman tanpa harus membuka usaha. Pada hal tujuan dari kegiatan SPP adalah pinjaman yang diberikan khusus untuk para perempuan yang seharusnya digunakan untuk modal usaha. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak
sedikit
perempuan
anggota
SPP
yang
penggunaan
pinjamannya
menyimpang dari tujuan kegiatan SPP. Tidak adanya pengontrolan pengelolaan pinjaman oleh pengurus Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) baik tingkat kecamatan maupun desa menjadi salah satu penyebab tujuan kegiatan SPP tersebut tidak dapat diwujudkan. Dari hasil wawancara baik dengan pengurus maupun anggota diperoleh berbagai alasan tentang ketidaktepatan penggunaan pinjaman. Alasan-alasan tersebut antara lain: (1) tidak adanya waktu untuk membuka usaha; (2) bingung menentukan jenis usaha yang akan dijalankan; (3) banyaknya saingan dagang; dan (4) kebutuhan sehari-hari meningkat. Seperti yang diungkapkan oleh FTY (pengurus) sebagai berikut: “Bekerja di pabrik saja pulangnya sudah sore, apalagi kalau lembur bisa sampai pukul 7 malam. Jadi saya tidak menggunakan pinjaman dana untuk berdagang, tetapi digunakan untuk keperluan yang lainnya, yang penting saya bisa mengangsur dari gaji saya sebagai buruh pabrik”. 6.1.2 Peningkatan Pendapatan Pengurus maupun anggota tampaknya tidak mengalami peningkatan pendapatan yang tinggi setelah mengikuti kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Namun, lebih banyak pengurus yang tidak mengalami peningkatan pendapatan dibandingkan anggota. Sebaran anggota SPP menurut peningkatan pendapatan tampak pada Tabel 25.
63
Tabel 25. Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan Berdasarkan Peningkatan Pendapatan Tahun 2011 Status dalam Kelompok Peningkatan Pengurus Anggota Total Pendapatan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) Tidak 13 52 6 24 19 38 Meningkat Sedikit 10 40 17 68 27 54 Meningkat Meningkat 2 8 2 8 4 8 Jumlah 25 100 25 100 50 100 Sebagian besar (52%) pengurus tidak mengalami peningkatan pendapatan setelah mengikuti kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Keadaan berbeda pada anggota, karena hanya 24 persen dari anggota yang tidak mengalami peningkatan pendapatan. Namun, tidak terdapat satu pun anggota yang mengalami peningkatan pendapatan yang tinggi setelah bergabung dengan kegiatan SPP. Hal tersebut dikarenakan banyak anggota yang hanya membuka usaha dengan jumlah barang dagangan yang sedikit sehingga pendapatan yang diperoleh pun sedikit. Setelah mengikuti kegiatan SPP, perempuan yang membuka usaha mengaku tidak banyak melakukan penambahan barang dagangan. Mereka takut melakukan penambahan barang dalam jumlah yang banyak, karena menghindari kerugian. Banyaknya persaingan dalam berdagang pun menjadi salah satu kendala rendahnya peningkatan pendapatan anggota SPP. Selain itu, kebiasaan orang desa yang berhutang menjadi penghambat perkembangan usaha tersebut. Perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang tidak mengalami peningkatan pendapatan adalah mereka yang tidak menggunakan pinjaman untuk usaha, sehingga tidak terjadi perputaran modal dari dana pinjaman. Akibatnya pinjaman relatif habis dalam waktu yang singkat. Mereka mengaku mengikuti kegiatan SPP hanya ingin meminjam dana tanpa adanya berkeinginan memanfaatkannya untuk membuka usaha. Selain itu, banyaknya pedagang yang tidak bertahan lama semakin menguatkan mereka untuk tidak membuka usaha.
64
6.2
Hubungan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara variabel tingkat
keberhasilan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hubungan tingkat keberhasilan dalam Kegiatan SPP tampak pada Tabel 26. Tabel 26. Hubungan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Peningkatan Ketepatan Tingkat Keberhasilan Pendapatan Penggunaan (Y2) (Y2.1) Pinjaman (Y2.2) Ketepatan Penggunaan Pinjaman (Y2.1) 1.000 .880** Peningkatan Pendapatan (Y2.2) 1.000 Keterangan : ** berhungan pada taraf nyata 0,01 Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara ketepatan penggunaan dana pinjaman dengan peningkatan pendapatan pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Artinya semakin tepat dalam penggunaan pinjaman semakin meningkat pula pendapatan perempuan. Hal tersebut dikarenakan perempuan anggota SPP yang menggunakan pinjaman untuk menambah modal usaha secara otomitis terjadi peningkatan jumlah barang dagangan. Akibatnya terjadi perputaran modal usaha dan peningkatan pendapatan. Hal tersebut memperkecil kemungkian pinjaman habis pada waktu yang relatif singkat. Ketepatan penggunaan pnjaman dana dapat dikategorikan menjadi tiga: (1) Penggunaan dana yang tepat yaitu perempuan angota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang menggunakan seluruh pinjaman untuk usaha. Tidak banyak perempuan anggota SPP yang tergolong pada kategori ini. Alasan perempuan anggota SPP menggunakan semua pinjaman untuk usaha karena ingin mengembangkan usahanya secara maksimal; (2) Penggunaan dana kurang tepat adalah perempuan anggota SPP yang tidak menggunakan semua pinjaman untuk modal usaha. Sebagian besar perempuan anggota SPP termasuk pada kategori ini. Banyaknya persaingan dagang menjadi alasan perempuan anggota SPP hanya menggunakan sebagian pinjaman untuk usaha. Mereka khawatir dagangannya tidak laku jika barang dagangan ditambahkan dalam jumlah yang banyak. Selain itu, pada saat pencairan dana bertepatan dengan kebutuhan primer yang
65
meningkat. Oleh karena itu, sebagian pinjaman digunakan untuk mencukupi kebutuhan tersebut; dan (3) Penggunaan pinjaman yang tidak tepat yaitu perempuan yang tidak menggunakan pinjaman untuk usaha. Perempuan anggota SPP bingung menentukkan jenis usaha yang akan dijalankan. Mereka mengaku pada kegiatan SPP tidak pernah mengadakan pelatihan usaha. Pada hal kegiatan tersebut dipandang perlu untuk menambah keterampilan dan memberi motivasi perempuan anggota SPP untuk membuka usaha. 6.3
Hubungan Tingkat Partisipasi Perempuan dengan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP Tingginya partisipasi pengurus dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok
Perempuan (SPP) tidak berpengaruh pada peningkatan pendapatan. Banyak pengurus yang tergolong pada tingkat partisipasi yang tinggi, ternyata tidak mengalami peningkatan pendapatan. Hal ini dikarenakan, sebagian pengurus tidak berpartisipasi dalam pemanfaatan pinjaman untuk modal usaha. Akibatnya tidak adanya perputaran pinjaman. Keadaan ini berbeda pada anggota, karena sebagian besar anggota yang tergolong pada tingkat partisipasi yang tinggi menunjukkan peningkatan pendapatan, walaupun peningkatannya tergolong rendah. Tidak sedikit anggota berpartisipasi dalam penggunaan pinjaman untuk modal usaha walaupun tidak sepenuhnya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan. Tidak terdapat hubungan yang nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Hubungan tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan Kegiatan SPP tampak pada Tabel 27. Tabel 27. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2011 Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP (Y2) Tahapan Partisipasi Ketepatan Peningkatan Penggunaan Pinjaman Pendapatan (Y2.1) (Y2.2) Tingkat Partisipasi(Y1) -.066 .005 Perencanaan(Y1.1) -.101 -.041 Pelaksanaan(Y1.2) .009 .069 Menikmati Hasil(Y1.3) .089 .084 Evaluasi(Y1.4) -.063 -.059
66
Tidak terdapat hubungan yang nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan ketepatan penggunaan pinjaman atau peningkatan pendapatan. Tidak selalu semakin tinggi partisipasi perempuan, semakin tepat dalam penggunaan pinjaman dan meningkat pula pendapatannya. Keadaan seperti ini terjadi pada setiap tahapan partisipasi. Hal tersebut dikarenakan keterlibatan perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tinggi dalam hal-hal administrasi, rapat, dan pembuatan proposal pengajuan dana. Namun hanya sedikit dari mereka yang melaksanakan tujuan utama dari kegiatan SPP yaitu penggunaan pinjaman untuk usaha. Akibatnya tidak sedikit perempuan anggota SPP yang tidak mengalami peningkatan pendapatan. Tidak adanya pendampingan dalam pengelolaan pinjaman menyebabkan banyak perempuan anggota SPP yang penggunaan pinjamannya menyimpang dari tujuan kegiatan SPP. Selain itu, pengalaman usaha yang dimiliki oleh perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) juga mempengaruhi peningkatan pendapatan. Terdapat perempuan anggota SPP yang mengalami peningkatan pendapatan yang relatif tinggi, walaupun tingkat partisipasinya dalam kegiatan SPP tergolong rendah. Mereka mengaku jarang mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan SPP. Namun hal ini tidak menjadi kendala bagi mereka dalam memanfaatkan pinjaman. Pengalaman usaha yang telah diperoleh selama berdagang menjadi pembelajaran untuk membuat strategi dagang yang dapat meningkatkan keuntungan. Banyak kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan SPP bukan merupakan kegiatan yang menunjang pengembangan usaha. Uraian di atas dapat membuktikan bahwa hipotesis ketiga “terdapat hubungan nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok (SPP)” tidak terbukti. 6.4
Analisis Pemberdayaan pada Pelaksanaan Kegiatan SPP Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di salah
satu desa di Kabupaten Banyumas belum termasuk dalam kegiatan pemberdayaan. Menurut Suharto (2005), pemberdayaan adalah sebuah tujuan dan proses. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
67
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perusahaan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi,
maupun
sosial
seperti
memiliki
kepercayaan
diri,
mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Perempuan yang tergabung dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak semuanya tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM). Berdasarkan penuturan YRN seorang ketua Badan Permusyawarahan Desa (BPD) sekaligus Ketua Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) sebagai berikut: “Tidak semua perempuan yang tergabung dalam kegiatan SPP tergolong RTM. Jumlah RTM yang tergabung pada kegiatan SPP di Desa Petir proporsinya 75 persen dan 25 persen bukan termasuk RTM. Hal ini dikarenakan sistem administrasi pada kegiatan SPP yang rumit, sehingga apabila semuanya RTM saya rasa administrasi tidak bisa diselesaikan dengan baik”. Sebagian besar pengurus dalam kelompok bukan termasuk golongan RTM. Tidak sedikit perempuan golongan RTM hanya berstatus sebagai anggota dan cenderung kurang aktif dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Berdasarkan hasil wawancara dengan perempuan anggota SPP terlihat bahwa sebagian besar anggotanya tidak mengetahui secara rinci mengenai pedoman pelaksanaan kegiatan SPP. Keadaan tersebut berbeda pada pengurus, karena pengurus lebih memahami pedoman pelaksanaan kegiatan SPP. Berdasarkan penemuan di lapang, pemilihan perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak diseleksi secara tepat. Baik Rumah Tangga Miskin (RTM) maupun yang bukan RTM dapat bergabung dalam kegiatan SPP, asalkan perempuan tersebut dapat membayar angsuran setiap bulan. Terdapat beberapa perempuan yang memalsukan kegiatan usaha yang tercantum pada proposal maupun pada saat wawancara dengan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dari kecamatan. Hal tersebut dilakukan karena mereka ingin memperoleh pinjaman sesuai dengan yang tertulis pada proposal pengajuan dana.
68
Pihak desa maupun kecamatan tidak melakukan pemantauan terhadap penggunaan pinjaman, sehingga banyak yang menggunakannya untuk keperluan lain dibandingkan untuk modal usaha. Tujuan pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di desa penelitian belum bisa dikatakan berhasil karena hanya sedikit perempuan anggota SPP yang menggunakan seluruh pinjaman untuk modal usaha. Jadi kegiatan SPP yang dilaksanakan belum dapat dikatakan sebagai kegiatan pemberdayaan. Hal tersebut dikarenakan kegiatan ini hanya sekedar menyalurkan pinjaman dana tanpa adanya pendampingan dalam mengelola pinjaman tersebut. Selain itu, golongan Rumah Tangga Miskin (RTM) pun tetap menjadi golongan yang termarginalisasi karena tidak mempunyai kewenangan yang besar dalam kelompok.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan 1. Umur merupakan faktor internal dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang menunjukkan hubungan erat dengan tingkat partisipasi perempuan. Walau pun sebenarnya keaktifan dalam pengurus kelompoklah yang lebih menentukan. Sebagian besar pengurus pada kegiatan SPP adalah perempuan yang tergolong pada usia produktif, sehingga berpeluang besar untuk lebih aktif. Pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD sebagai faktor eksternal tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan tingkat partisipasi perempuan. Perempuan anggota SPP berpartisipasi karena kesadaran dari diri sendiri dan dukungan masing-masing anggota SPP. Sebagian besar perempuan anggota SPP menilai bahwa pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD kurang efektif dalam kegiatan SPP. Pihak KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD kurang berhasil dalam memberikan motivasi bagi perempuan anggota SPP untuk lebih berpartisipasi dalam kegiatan SPP. 2. Partisipasi perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) tidak serta merta meningkatkan keberhasilan kegiatan SPP. Ketepatan dalam penggunaan pinjaman dan pengalaman usaha lebih menjadi faktor penentu dalam peningkatan pendapatan dibandingkan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan SPP. Partisipasi yang tinggi dalam kegiatan SPP tidak menjamin peningkatan pendapatan bila modal usaha tidak digunakan secara tepat untuk keberlanjutan penggunaan pinjaman.
70
7.2
Saran Beberapa hal menjadi rekomendasi dalam penelitian ini, bahwa di dalam
implementasi kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan: 1. Perlu adanya pendampingan baik dari desa maupun kecamatan dalam penggunaan pinjaman dana bagi anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang relatif muda, sehingga pinjaman digunakan sesuai tujuan kegiatan SPP yaitu untuk pendanaan usaha. 2. Perlu diadakan pelatihan-pelatihan usaha untuk meningkatkan ketrampilan para perempuan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dalam bidang pengelolaan modal usaha, sehingga dapat memanfaatkannya untuk menjalankan usaha. 3. Perlu diperketat seleksi dalam pemilihan anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dan menambah kesempatan bagi para perempuan yang tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM) untuk bergabung dalam kegiatan SPP. 4. Perlu adanya pendampingan yang menjadi suatu proses belajar peserta kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), karena mengingat lemahnya percaya diri golongan perempuan miskin dan kurang mampu menggunakan pinjaman secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA Apandi AR. 2010. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Ekonomi “Aku Himung Petani Banua” dari Perspektif Kapital Sosial (Kasus PT Arutmin Indonesia Satui Mine Kalimantan Selatan) [Skripsi]. Bogor [ID]: Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Iinstitut Pertanian Bogor. Aprianto Y. 2008. Tingkat Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Lingkungan Berbasis Masyarakat ( Kasus Kampung Hijau Rajawati RT 03, Kelurahan Rajawati, Kec. Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta) [Skripsi]. Bogor [ID]: Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Iinstitut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Data Penduduk Indonesia Per Maret 2010. [Internet]. [dikutip 14 Februari 2011]. Dapat diunduh dari: www.bps.go.id Chozin M.A, Khomsan A, dan Sumardjo. 2010. Pembangunan Perdesaan. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Press. Cohen JM and Uphoff NT. 1979. Goldsmith, Arthur A. Feasibility and Application of Rural Development Participation: A State-of-the-Art paper. New York [US]: Corell University. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2009. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Jawa Tengah. [Internet]. [dikutip 16 Februari 2011]. Dapat diunduh dari http://www.pnpmjateng.blogspot.com Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2010. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan Kabupaten Bulungan.[Internet].[dikutip 23 Februari 2011]. Dapat diunduh dari: http://www.pnpm-bulungan.co.cc Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2008. Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan. [Internet]. [dikutip 16 Maret 2011]. Dapat diunduh dari: http://www.pnpmperdesaan.or.id/downloads/Penjelasan_PTO09.pdf Fadli GM. 2010. Kepemimpinan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa di Kawasan Perbatasan Indonesia-Malaysia (Kasus Pembangunan Kesehatan di Desa Nanga Bayan, Kecamatan Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Huraerah A. 2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. Bandung [ID]: Humaniora. Ife J dan Tesoriero F. 2008. Community Development. Yogyakarta [ID]: Pustaka Pelajar. Kasmir. 2006. Kewirausahaan. Jakarta [ID]: Raja Grafindo Persada. Kurniantara dan Pratikno. 2005 (April). Partisipasi Masyarakat Timbulharjo dalam Pembangunan Desa di Awal Penerapan Otonomi Desa. Sosiosains. 18(02):311-324. Kurniawati D. 2010. Tingkat Partisipasi dan Kemandirian Masyarakat dalam Bidang Ekonomi Program Posdaya (Kasus Posdaya Bina Sejahtera Kelurahan Pasir Mulya Kota Bogor) [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
72
Lugiarti E. 2004. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Proses Perencanaan Program Pengembangan Masyarakat di Komunitas Desa Cijayanti [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Malta. 2008. Kompetensi Petani Jagung dalam Berusaha di Lahan Gambut: Kaus Petani Jagung di Lahan Gambut di Desa Limbung Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Nasdian FT. 2006. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Nugroho E.W Tri et al. 2005. Dimensi-Dimensi Masalah Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta [ID]: APMD Press Yogyakarta. Rusli S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta [ID]: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Effendi S dan Singarimbun M. 1989. Metode Penelitian Survay. Jakarta [ID]: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Soraya Z. 2009. Peranan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dalam PNPM PPK terhadap Pendapatan Rumah Tangga [Skripsi]. Bogor [ID]: Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung [ID]: PT Refika Aditama. Widodo WD. 2005. Jendela Cakrawala Kewirausahaan. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Press.
74
Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian
75
Lampiran 2. Hasil Uji Hubungan 1. Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP Correlations
umur Spearman's rho
umur
Correlation Coefficient
Tk.pendidikan Tk.pendapatan
1.000
Sig. (2-tailed) N Tk.pendidikan
.110
.
.001
.445
50
50
50
**
1.000
.133
.001
.
.358
50
50
50
Correlation Coefficient
.110
.133
1.000
Sig. (2-tailed)
.445
.358
.
50
50
50
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tk.pendapatan
**
-.464
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
-.464
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
2.
Hubungan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP Peningkatan pendapatan
Spearman's rho
Peningkatan pendapatan
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed) N
Kesesuainan pinjaman
Kesesuainan pinjaman
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.
.880
**
.000
50
50
**
1.000
.000
.
50
50
.880
76
3.
Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP Correlations perencanaan pelaksanaan
Spearman' pendidikan Correlation s rho Coefficient Sig. (2-tailed) N umur
evaluasi
tk.partisipa si
-.017
-.348
*
-.095
-.218
-.252
.906
.013
.510
.127
.078
50
50
50
50
50
*
**
.207
.015
.326
.304
Sig. (2-tailed)
.032
.006
.149
.916
.021
50
50
50
50
50
Correlation Coefficient
.168
.174
.148
-.255
.078
Sig. (2-tailed)
.243
.226
.306
.074
.593
50
50
50
50
50
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.382
*
Correlation Coefficient N
Pendapa tan
Menikmati hasil
77
4.
Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP Correlations Menikmati perencanaan pelaksanaan
Spearman's KPMD rho
Correlation
hasil
tk.partisipa evaluasi
si
.242
.052
.159
.157
.144
.090
.720
.269
.276
.319
50
50
50
50
50
-.212
.024
-.090
.005
-.052
.139
.870
.536
.975
.722
50
50
50
50
50
-.106
-.089
-.096
-.109
-.103
.465
.539
.509
.452
.477
50
50
50
50
50
-.258
-.160
-.198
-.290
*
-.260
.070
.267
.168
.041
.068
50
50
50
50
50
Coefficient Sig. (2-tailed) N TPK
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kepala Correlation Desa
Coefficient Sig. (2-tailed) N
BPD
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
78
5.
Hubungan Tingkat Partisipasi Perempuan dengan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP Correlations Menikmati perencaan
pelaksanaan
hasil
tk.partisipa evaluasi
si
.124
.286
*
.239
-.230
-.009
-390
.044
.095
.108
.949
50
50
50
50
50
-.101
.009
.089
-.063
-.066
.487
.952
.540
.666
.650
50
50
50
50
50
-.041
.069
.084
-.059
.005
.777
.632
.560
.684
.970
N 50 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
50
50
50
50
Spearman’ Tingkat s rho
Correlation
Keberhasilan Coefficient Kegiatan
Sig. (2talled) N
Peningkatan Correlation pendapatan
Coefficient Sig. (2tailed) N
Kesesuainan Correlation penggunaan Coefficient pinjaman
Sig. (2tailed)
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
79
Lampiran 3. Kerangka Sampling Kelompok PKK 1 RLH (K) 2 STY (B) 3 KRM 4 NYT 5 MEH 6 SNH (S) 7 YTN Kelompok Usaha Jaya 8 SIH (K) 9 RTN 10 TRH (B) 11 PIM 12 RSI 13 PJT 14 SRH 15 KSI 16 DTI 17 RTH 18 UIT (S) Kelompok Bakti Usaha 19 BDI (K) 20 JRH (S) 21 KWI (B) 22 SPH 23 SMH 24 SPI Kel. Gelombang Cinta 25 TMH (K) 26 NNK (S) 27 YRU (B) 28 RYI 29 SKH 30 TMH 31 MRI 32 WNH 33 SIH 34 IDH 35 MYI 36 MTI Kelompok Mugi Jaya 37 SMN (K) 38 RTI (S) 39 ANH (B) 40 PWN
41 WGH 42 NTI 43 WTI 44 SWN 45 TRN 46 PNY Kel. Mugi Barokah 47 SPM (K) 48 SKT (S) 49 SMH (B) 50 DYT 51 NSM 52 KTN 53 SMT 54 SPH 55 MNH 56 MNS 57 WRL 58 SKN 59 SYT 60 JMY 61 SPJ Kelompok Bina Usaha 62 AYM (K) 63 DNE (S) 64 SPY (B) 65 MNU 66 WTN 67 WWT 68 SSY 69 RMN 70 BRH 71 RTN 72 SWN 73 STY Kelompok KDI 74 UMK (K) 75 PWT (S) 76 HDY (B) 77 TKR 78 NSW 79 TAT Kelompok Barokah 80 KMY (K) 81 STN (S)
82 DAN (B) 83 PYT 84 SWY 85 UKS 86 PUM 87 SKT 88 KWT 89 SGT 90 PIN 91 MNH 92 PRH Kel. Mugi Rahayu 93 SHR (K) 94 MGR (S) 95 STT (B) 96 NAT 97 SNT 98 NHY 99 MJT 100 SPM 101 KSH 102 DYT 103 JMN Kelompok Kenanga 104 MNH (K) 105 EKW (S) 106 SKR (B) 107 SPJ 108 KMN 109 YLS 110 JMH 111 FTR 112 SRY Kelompok Wirausaha 113 PSI (K) 114 SPT (B) 115 SOH (S) 116 MTH 117 WBN 118 SMH 119 UMH 120 SRT 121 RMH
80
Kel. Usaha Mandiri 122 LYT (K) 123 RHM 124 PJI (B) 125 MNS 126 RHY (S) 127 MTN 128 RMH 129 STH 130 MRT Kelompok Karya Usaha 131 MHY (K) 132 SIT (S) 133 SSW 134 STM 135 SLM 136 SBN 137 KPH 138 DIK (B) 139 UKL 140 IHN 141 MYN 142 ATR
Kel. Mugi Rahayu V 143 PWY (K) 144 MTN (S) 145 KRY (B) 146 KTY 147 SNT Kel. Bongas Putri 148 NSM (K) 149 FTY (S) 150 RSM (B) 151 KMN 152 SRT 153 HMN 154 SMT 155 SYT 156 MSM 157 TSM 158 RMT
Keterangan :
= Responden Terpilih (K)
= Ketua
(S)
= Sekretaris
(B)
= Bendahara
81
Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan SPP
Penyerahan Dana Kegiatan SPP yang diwakili oleh ketua TPK
Pengarahan kegiatan SPP dari UPK
Kegiatan pembuatan proposal pengajuan pinjaman yang pandu oleh ketua kelompok