ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP KONSUMEN TERHADAP BRAND EXTENSION MEREK SEDAAP Yenny Purwati Eko Wibowo
Abstract Brand extension becomes the most popular strategy due to escalating cost of establishing a brand in a competitive market.. In the past, it was a common strategy used by market leaders to launch new products under popular brand names. Nowadays, there are many of market followers also implemented this strategy to introduce their new products. This study investigates the impact of brand reputation, similarity, perceived risk, and consumer innovativeness on the market follower’s brand in the food category. Sedaap has taken as a research object in this study. A survey research design was applied to test the proposed hypotheses. A total of 200 respondents participated in the study. Multiple regression analysis was conducted to examine the role of brand reputation, similarity, perceived risk and consumer innovativeness in consumer’s attitude toward brand extension. Results indicate that consumers attitude toward brand extension is more favorably when it is highly similar, have well known reputation, and associated with less risk perception. This study also reveals that consumer innovativeness does not influenced consumer’s attitude toward brand extension since the research object in this study is categorized as low product involvement. Keywords: reputation, similarity, perceived risk, consumer innovativeness, brand extension Pendahuluan Persaingan yang ketat menuntut perusahaan untuk menerapkan strategi yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui penciptaan nama merek yang dikenal secara luas oleh konsumen (Ahmad dkk, 2011). Usaha pengembangan merek merupakan sebuah investasi yang tinggi. Jika usaha tersebut berhasil maka merek perusahaan akan menjadi merek yang terkenal dan membawa banyak keuntungan bagi perusahaan karena konsumen mengingat merek tersebut ketika mereka melakukan keputusan pembelian. James (2006) mengatakan perusahaan tidak selalu harus menciptakan merek baru setiap kali meluncurkan produk baru. Perusahaan dapat menggunakan merek lamanya yang telah sukses dan dikenal konsumen untuk mengenalkan produk baru, strategi ini disebut sebagai brand extension. Perusahaan-perusahaan yang mengadopsi strategi brand extension dalam strategi pemasarannya bertujuan memperoleh manfaat dari pengetahuan merek yang dimiliki konsumen. Strategi ini dinilai efektif dan efisien dalam proses pengenalan produk baru karena konsumen cenderung
Yenny Purwati dan Eko Wibowo
Analisis Faktor yang Memengaruhi Sikap Konsumen terhadap Brand Extension Merek Sedaap
lebih dapat menerima sebuah produk baru yang dikeluarkan oleh merek yang telah mereka kenal (Rangkuti, 2004:143). Lebih lanjut, Keller (2008) menyatakan penggunaan merek yang telah dikenal oleh konsumen ketika perusahaan meluncurkan sebuah produk baru akan meminimalkan tingkat kegagalan dan biaya pemasaran dari produk baru tersebut. Beberapa penelitian mengenai brand extension telah mengidentifikasi faktor–faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengevaluasi sebuah produk perluasan merek, antara lain: similarity, perceived risk, consumer innovativeness (Hem dkk, 2001; Danibrata, 2008; Khoiriyah, 2008; Putranto, 2010), persepsi kualitas (Ningtyas & Khoiriyah, 2010), dan pengetahuan akan merek induk (Dewa, 2007). Mayoritas penelitian terdahulu yang meneliti sikap konsumen terhadap produk brand extension meneliti produk market leader sebagai obyek penelitian. John dkk (1998) meneliti Johnson & Johnson yang posisinya sebagai market leader di kategori produk farmasentika. Gurhan–canli dan Maheswaran (1998) meneliti Sony dan Sanyo yang saat itu merupakan market leader di kategori produk elektronik. Danibrata (2008) meneliti Pepsodent yang posisinya sebagai market leader di kategori produk pasta gigi. Putranto (2010) meneliti Levi’s yang posisinya sebagai market leader di kategori produk celana Jeans. Berdasarkan objek penelitian yang diteliti pada penelitian – penelitian terdahulu terlihat bahwa pada mulanya strategi brand extension merupakan strategi yang umum dilakukan oleh merek – merek market leader. Meningkatnya persaingan dan tingginya biaya penciptaan merek mendorong market follower bahkan merek private label melakukan strategi brand extension ketika meluncurkan produk baru. ABC yang merupakan market follower dari Indofood di kategori produk saos dan kecap meluncurkan produk sirup dengan merek ABC. Formula yang merupakan market follower dari Pepsodent di kategori produk pasta gigi meluncurkan produk sikat gigi dan mouth wash sebagai produk perluasannya. Melihat fenomena tersebut, peneliti tertarik mengidentifikasi faktor – faktor yang memengaruhi sikap konsumen terhadap produk brand extension yang dilakukan oleh market follower. Penerapan strategi brand extension oleh market follower menarik diteliti karena strategi ini memungkinkan market follower untuk memperoleh pangsa pasar bagi produk barunya dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan menciptakan merek baru. Hal tersebut dikarenakan peluncuran sebuah produk dengan merek baru membutuhkan upaya dan biaya yang lebih dalam rangka menumbuhkan kesadaran merek dalam benak konsumen. Di samping manfaat dari penerapan brand extention, market follower juga menghadapi risiko kemungkinan gagalnya merek induk memfasilitasi peluncuran produk 535
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 3 Desember 2012
baru karena ekuitas merek merek induk tidak cukup kuat dalam benak konsumen dibandingkan merek market leader. Adapun obyek penelitian dalam penelitian ini adalah Sedaap. Merek Sedaap pertama kali meluncurkan produk mie instant pada bulan April 2003. Dalam waktu dua tahun Sedaap dapat merebut 15-20% pasar mie instant di Indonesia. Setelah sukses memasuki pasar mie instant nasional dengan merek Sedaap, kini Sedaap meluncurkan produk kecap dengan merek yang sama (http://ekonomi.kompasiana.com/marketing/2012/04/26/manisnya-kecap/). Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis
Brand Extension
Meyvis & Janiszewki (2004) menyatakan penelitian dalam brand extension mengasumsikan bahwa merek merupakan kumpulan asosiasi. Asosiasi ini terdiri dari atribut, manfaat, dan sikap terhadap merek sebagai hasil dari interaksi konsumen dengan merek tersebut dan kegiatan promosi serta periklanan. Sebuah merek yang terdiferensiasi dari merek yang lain di pasar adalah merek yang memiliki asosiasi unik, kuat dan disukai konsumen. Merek yang demikianlah yang dapat digunakan sebagai merek perluasan ketika meluncurkan produk baru. Brand Extension adalah penggunaan nama merek yang sudah ada untuk produk baru atau produk modifikasi dalam kategori baru (Kotler dan Keller, 2012: 263). Dari definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa brand extension merupakan bagian dari strategi merek yang digunakan oleh perusahaan dengan cara mengeksploitasi asetnya berupa merek yang sudah mapan di kategorinya dengan memasukkan suatu kategori baru dengan tujuan utama untuk meraih kesuksesan suatu produk (Rangkuti, 2004: 110). Penerimaan konsumen akan produk perluasan merek akan lebih besar karena sikap terhadap merek induk dan pengetahuan akan merek induk akan ditransfer kepada produk baru (Cegarra & Merunka, 1993 dalam Viot, 2003).
Reputasi Merek Barone dkk (2000) menyatakan reputasi merek adalah persepsi konsumen akan asosiasi – asosiasi yeng melekat pada sebuah merek. Ketika produk baru diluncurkan konsumen tidak memiliki pengalaman untuk menilai kualitasnya sehingga konsumen menggunakan reputasi merek dalam melakukan evaluasi terhadap produk baru tersebut (Wernerfelt 1998; Zeithaml dkk, 1996). Semakin baik persepsi konsumen terhadap sebuah merek maka semakin besar kemungkinan konsumen akan menerima produk baru (Keller dan Aaker, 1992).
536
Yenny Purwati dan Eko Wibowo
Analisis Faktor yang Memengaruhi Sikap Konsumen terhadap Brand Extension Merek Sedaap
Similarity Similarity adalah tingkatan dimana konsumen menganggap bahwa produk hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya (Hem dkk, 2001). Pina dkk (2010) menyatakan similarity terdiri dari kesamaan kategori produk dan kesamaan citra merek. Khoiriyah (2008) mengemukakan kesamaan kategori produk adalah tingkat kemiripan produk perluasan dengan kategori merek asal, sedangkan kesamaan citra merek adalah kesamaan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek.
Consumer Innnovativeness Consumer innovativeness adalah sifat personal yang berhubungan dengan penerimaan akan ide-ide baru dan keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru (Keller dan Aaker, 1992). Konsumen yang inovatif cenderung lebih suka melakukan banyak evaluasi pada brand extension (Fajrianthi dan Farah, 2005).
Perceived Risk
Risiko yang dirasakan oleh konsumen (perceived risk) dapat diartikan sebagai suatu ketidakyakinan konsumen akan jenis risiko dan tingkat kerugian yang ditanggungnya ketika melakukan pembelian suatu produk (Hem dkk, 2001). Sikap Konsumen Terhadap Brand Extension Menurut Schiffman dkk (2010: 246), sikap adalah sebuah kecenderungan yang di pelajari, untuk bersikap senang atau tidak senang, dengan cara yang konsisten pada suatu obyek. Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2003: 114) sikap terbentuk dari tiga komponen sikap yang saling berkaitan, yaitu : a. Komponen kognitif, menggambarkan pengetahuan dan persepsi terhadap suatu obyek sikap. Pengetahuan dan persepsi tersebut di peroleh melalui pengalaman langsung dari obyek sikap tersebut dan informasi dari berbagai sumber lainya. b. Komponen afektif, menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu produk atau merek. Perasaan dan emosi tersebut merupakan evaluasi menyeluruh terhadap obyek sikap. Afektif mengungkapkan penilaian konsumen terhadap suatu produk apakah baik atau buruk, di sukai atau tidak di sukai. c. Komponen konaktif adalah komponen yang menggambarkan kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan obyek sikap. 537
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 3 Desember 2012
Aaker dan Keller (1990; dalam Czellar, 2003) mengemukakan bahwa ketika konsumen akan mengevaluasi produk brand extension berdasarkan sikap mereka terhadap merek induk serta pengalaman mereka setelah mengkonsumsi produk induk. Pengaruh Reputasi terhadap Sikap Konsumen akan Brand Extension Penelitian Hem dkk (2001), Danibrata (2008), Khoiriyah (2008), Putranto (2010) dan Iyer dkk (2011) menyatakan reputasi berpengaruh positif terhadap sikap konsumen dalam mengevaluasi produk dengan brand extension. Reputasi merek dibangun dari ekuitas merek yang kuat. Produk baru dengan perluasan merek memanfaatkan ekuitas merek yang sudah mapan dari merek produk induk (Pitta & Katsanis, 1995 dalam Vukasovic, 2012) Aaker (1996) mengemukakan ekuitas merek terdiri dari asosiasi merek, kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek. Jika merek tersebut mempunyai ekuitas merek yang kuat, maka dengan sendirinya akan membentuk reputasi yang positif dari merek tersebut. Reputasi merek yang kuat mampu mempengaruhi sikap konsumen secara keseluruhan atas suatu merek dan produk. Dalam penelitian ini reputasi merek diteliti melalui persepsi konsumen akan ekuitas merek yang terdiri dari asosiasi merek, kesadaran merek dan persepsi kualitas. Aspek loyalitas merek dalam ekuitas merek tidak diteliti dalam penelitian ini karena penelitian ini hanya ingin mengetahui bagaimana persepsi konsumen terhadap reputasi merek ketika konsumen mengevaluasi produk brand extension yang dikeluarkan merek tersebut sebelum mereka melakukan keputusan pembelian. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis dimana konsumen diminta mengingat kembali hal–hal yang mereka pertimbangkan terkait dengan reputasi merek saat mereka pertama kali mengevaluasi produk perluasan merek tersebut. Berdasarkan telaah pustaka di atas maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesa sebagai berikut: H1 : Reputasi merek berpengaruh positif terhadap sikap konsumen pada
brand extension Sedaap
Pengaruh Similarity terhadap Sikap Konsumen akan Brand Extension Beberapa penelitian mengemukakan bahwa similarity mempengaruhi sikap konsumen dalam mengevaluasi produk yang melakukan brand extension, (Hem dkk, 2001; Danibrata, 2008; Khoiriyah, 2008; Putranto, 2010; Iyer dkk, 2011). Semakin tinggi tingkat kemiripan kategori produk perluasan merek (brand extension) dengan merek induk maka konsumen akan lebih dapat menerima produk dengan brand extension sehingga konsumen akan membangun sikap yang positif terhadap produk hasil brand extension. Dalam penelitian ini di rumuskan hipotesa sebagai berikut : 538
Yenny Purwati dan Eko Wibowo
Analisis Faktor yang Memengaruhi Sikap Konsumen terhadap Brand Extension Merek Sedaap
H2 : Similarity berpengaruh positif terhadap sikap konsumen pada brand
extension Sedaap
Pengaruh Consumer Innovativeness Terhadap Sikap Konsumen akan Brand Extension Beberapa penelitian mengemukakan bahwa innovativeness berpengaruh positif terhadap sikap konsumen akan produk brand extension, (Hem dkk, 2001; Danibrata, 2008; Khoiriyah, 2008; Putranto, 2010; Iyer dkk, 2011). Individu yang memiliki tingkat inovatif yang tinggi relatif lebih berani dan lebih berkeinginan untuk mencoba produk baru. Semakin tinggi tingkat inovatif yang di miliki konsumen, maka akan semakin positif dalam menilai brand extension (Hem dkk, 2001). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya maka penelitian ini merumuskan hipotesa sebagai berikut: H3 : Consumer innovativeness berpengaruh positif terhadap sikap konsumen pada brand extension Sedaap Pengaruh Perceived Risk terhadap Sikap Konsumen akan Brand Extension Teori mengenai perceived risk mengemukakakan bahwa dalam mengevaluasi produk baru, konsumen cenderung mengutamakan meminimalkan risiko dibanding pertimbangan mengenai manfaat yang bisa diperolehnya dari pembelian produk baru tersebut (Samadi & Nejadi, 2009). Penerapan strategi brand extension merupakan salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk meminimalkan persepsi risiko konsumen (Thamaraiselvan & Raja, 2008). Jacoby & Kaplan (1972 dalam Samadi & Nejadi, 2009) memilah perceived risk menjadi enam kategori yang meliputi functional risk, physical risk, monetary risk, social risk, psychological risk, dan convenience risk. Selain memilah perceived risk dalam enam kategori, Jacoby & Kaplan (1972 dalam Samadi & Nejadi, 2009) telah mengidentifikasi bahwa dalam membeli produk kategori makanan, konsumen akan menanggung functional risk dan physical risk. Penelitian ini mengambil Sedaap sebagai objek penelitian, dimana produk induk dan produk perluasan Sedaap dapat dikategorikan sebagai produk kategori makanan sehingga dalam penelitian ini indikator empirik yang digunakan dalam mengukur perceived risk mencakup dua jenis risiko yaitu functional risk dan physical risk. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perceived risk berpengaruh positif terhadap sikap konsumen dalam mengevaluasi produk dengan brand extension, (Hem dkk, 2001; Putranto, 2010; Milberg dkk, 2010; Khoiriyah, 2008). Sebagian besar konsumen menilai bahwa produk baru 539
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 3 Desember 2012
yang diluncurkan sebuah merek yang sudah terkenal memiliki risiko yang relatif lebih rendah dibandingkan produk baru dari merek yang belum dikenal. oleh konsumen dapat mengurangi risiko dan mempertinggi kemungkinan konsumen untuk mencoba. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya maka penelitian ini merumuskan hipotesa sebagai berikut: H4 : Perceived risk berpengaruh negatif terhadap sikap konsumen pada
brand extension Sedaap Metode Penelitian
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang pernah mengkonsumsi produk Sedaap di Kota Salatiga. Berdasarkan Malhotra (1999:332), penelitian ini termasuk dalam test marketing studies dengan jumlah sampel minimum yang memenuhi syarat adalah 200-500 responden. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menetapkan jumlah sampel sebanyak 200 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut: (1) minimal telah mengkonsumsi mie Sedaap dan produk perluasanya kecap Sedaap sebanyak 2 kali dalam 6 bulan terakhir; dan (2) berusia minimal 15 tahun. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer. Data primer dalam penelitian ini meliputi data karakteristik responden, data mengenai jawaban responden mengenai variabel reputasi, similarity, innovativeness, perceived risk dan sikap konsumen akan brand extension. Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner. Hasil dan Analisis Deskripsi Responden Lebih dari 55% responden yang terlibat dalam penelitian ini berjenis kelamin wanita. Kriteria sampel dalam penelitian ini mensyaratkan responden telah membeli kedua produk. Peneliti menduga besarnya jumlah responden wanita yang ditemui dibanding pria disebabkan pembelian produk kecap yang termasuk salah satu bumbu masak lebih banyak dilakukan oleh wanita. Untuk usia responden, mayoritas berada dalam rentang usia 25 s/d 44 tahun (38.5%). Adapun jenis pekerjaan yang mendominasi adalah pegawai swasta dengan jumlah 79 orang responden. Uji Validitas dan Reliabilitas Semua indikator empirik yang digunakan mengukur konsep dalam penelitin ini memiliki nilai Pearson Correlation > 0,05 dan Cronbach’s Alpha > 0,6, sehingga dapat digunakan untuk tahap analisis berikutnya. 540
Yenny Purwati dan Eko Wibowo
Analisis Faktor yang Memengaruhi Sikap Konsumen terhadap Brand Extension Merek Sedaap
Analisis Uji regresi berganda dilakukan untuk pengujian hipotesis penelitian. Hasil regresi berganda pada tabel 1 menunjukkan variabel reputasi dan similarity berpengaruh signifikan pada sikap konsumen terhadap produk brand extension. Sedangkan variabel perceived risk memiliki pengaruh negatif terhadap sikap konsumen pada produk brand extension. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikan ketiga variabel yang lebih kecil dari 0,05. Adapun penelitian ini menemukan bahwa variabel consumer innovativeness tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen pada brand extension yang dilakukan oleh merek Sedaap. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,283 yang nilainya lebih besar dari 0,05. Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa faktor similarity memberikan pengaruh paling besar dibanding faktor lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi sebesar 0,251. Kesamaan kategori antara produk induk dan produk perluasan merek Sedaap menuntun sikap konsumen yang positif terhadap strategi brand extension yang dilakukan Sedaap. Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 60% responden berpendapat bahwa produk mie dan kecap Sedaap merupakan produk komplementer. Adapun kesamaan target pasar antara produk induk dan produk perluasan Sedaap juga menjadi pertimbangan mayoritas responden dalam membeli produk kecap merek Sedaap. Sebanyak 57,5% responden setuju bahwa produk induk dan produk perluasan dari Sedaap memiliki target pasar menengah ke bawah. Hal ini juga didukung data karakteristik responden yang menunjukkan mayoritas responden yang membeli produk Sedaap memiliki pengeluaran per bulan antara Rp 10.000.000 sampai Rp 2.000.000. Hasil uji regresi pada Tabel 1 membuktikan bahwa reputasi merek berpengaruh positif signifikan terhadap sikap konsumen akan brand extension Sedaap dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,106. Dalam penelitian ini variabel reputasi diukur melalui ekuitas merek yang meliputi dimensi asosiasi merek, kesadaran merek, dan persepsi kualitas. Berkenaan dengan dimensi asosiasi merek, seluruh responden menyatakan bahwa merek Sedaap mudah diingat. Logo, fitur kriuk, rasa dan harga merupakan karakteristik terkait dengan penciptaan asosiasi merek Sedaap yang diteliti dalam penelitian ini. Logo dan fitur kriuk dari merek Sedaap sangat membantu konsumen dalam membedakan produk Sedaap dari pesaingnya. Pada dimensi kesadaran merek, mayoritas responden dengan persentase lebih dari 85% menyatakan bahwa merek Sedaap merupakan merek yang terkenal di kategori mie instan. Dari total responden hanya 60% konsumen yang menyatakan bahwa merek Sedaap merupakan merek yang 541
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 3 Desember 2012
muncul pertama kali dalam benak mereka ketika hendak melakukan pembelian mie instan. Diduga hal ini terkait dengan kedudukan merek Sedaap sebagai market follower di kategori mie instan. Konsumen cenderung mengingat dan menyebut merek Indomie ketika membeli mie instan walaupun terkadang pada kenyataannya yang dibeli konsumen adalah merek lain. Dalam benak konsumen kata “Indomie” identik dengan mie instan apapun mereknya. Merek Sedaap memiliki saluran distribusi yang baik. Pernyataan ini didukung dengan data hampir seluruh responden (99,5%) dalam penelitian ini menyatakan produk merek Sedaap mudah ditemukan di berbagai tempat. Ketersediaan produk di pasar memudahkan konsumen ketika hendak membeli produk tersebut. Hal ini terkait dengan persepsi konsumen akan kualitas layanan distribusi produk sebuah perusahaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan Sedaap dalam bidang distribusi produk ke pasar yang dimiliki Sedaap sudah bagus. Lebih dari 85% konsumen menilai merek Sedaap memiliki kualitas yang tinggi dan merupakan merek terpercaya namun hanya sekitar 70% yang menyatakan rasa produk Sedaap lebih enak dibanding pesaingnya. Oleh karena itu peneliti menduga konsumen cenderung melihat kemudahan memperoleh produk dibanding rasa produk dalam menilai kualitas produk merek Sedaap. Variasi rasa mie instan yang dimiliki oleh merek Sedaap tidak berbeda dengan merek lain. Demikian pula untuk produk kecap, perbedaan rasa antar merek kecap juga dapat dikatakan tidak berbeda jauh. Berdasarkan ketiga dimensi ekuitas merek yang digunakan dalam meneliti reputasi merek Sedaap merek Sedaap berhasil dalam membangun reputasi mereknya. Hal ini didukung dengan rata – rata skor untuk ketiga dimensi yaitu 3,4; 3,5 dan 3,7 yang dapat dikategorikan baik dan sangat baik. Dari Tabel 1 terlihat bahwa variabel perceived risk mempengaruhi sikap konsumen terhadap brand extension yang dilakukan Sedaap dengan korelasi negatif. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden memiliki kekhawatiran yang rendah mengenai risiko yang muncul akibat mengkonsumsi produk kecap merek Sedaap dengan rata–rata skor 2,4. Dari kelima indikator empirik yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan tingkat kekhawatiran konsumen tertinggi saat membeli kecap Sedaap adalah warna kecap. Penggunaan kecap dalam masakan selain untuk menambah cita rasa makanan juga bisa berfungsi membuat tampilan masakan yang dibuat menjadi menarik. Konsumen khawatir warna masakan yang disajikan tidak sesuai harapan karena mungkin warna kecap Sedaap terlalu gelap atau terlalu terang. Penelitian ini menemukan hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya mengenai pengaruh variabel consumer innovativeness. Dalam penelitian ini, consumer innovativeness tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen pada produk brand extension. Responden dalam penelitian ini memiliki tingkat inovatif yang tinggi dengan rata – rata skor 542
Yenny Purwati dan Eko Wibowo
Analisis Faktor yang Memengaruhi Sikap Konsumen terhadap Brand Extension Merek Sedaap
3,8. Dari hasil crosstabs pada tabel 2 antara perceived risk dengan sikap konsumen juga terlihat bahwa pola data menunjukkan kekonsistenan. Ketika responden memberikan skor jawaban yang tinggi (skor 3,4 dan 5) dalam penilaian tingkat inovatif maka ia cenderung memiliki sikap yang positif pula terhadap brand extension. Tabel 2 di belakang menunjukkan adanya kekonsistenan jawaban yang diberikan responden. Responden yang menilai diri memiliki tingkat inovatif tinggi akan bersikap positif terhadap brand extension. Berdasarkan hasil crosstabs pada tabel 2 dan koefisien uji regresi pada tabel 1 maka penelitian ini memberikan dukungan bagi penelitian sebelumnya bahwa ada korelasi positif antara consumer innovativeness dan sikap konsumen terhadap brand extension. Namun penelitian ini menemukan bahwa variabel consumer innovativeness tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen akan brand extension merek Sedaap. Hal ini diduga terkait dengan perceived risk responden. Produk merek Sedaap yang diteliti adalah mie instan dan kecap dimana responden memiliki perceived risk yang relatif rendah terhadap kedua produk tersebut. Pastore (1999 dalam Jordaan & Simpson, 2006) menyatakan bahwa tingkat inovatif seseorang mempengaruhi niat beli terhadap produk – produk berisiko tinggi misalnya produk hi-tech. Produk mie instan dan kecap Sedaap merupakan produk yang dipersepsikan responden dalam penelitian ini memiliki risiko rendah sehingga tingkat inovatif konsumen tidak menpengaruhi sikap konsumen. Lebih lanjut Hsun-Ho & Wu (2011) menyatakan bahwa ada hubungan antara perceived risk terhadap produk baru dengan perceived attributes dari produk baru tersebut. Penelitian Hsun – Ho & Wu (2011) menemukan bahwa kompleksitas dari produk baru yang diluncurkan berpengaruh terhadap perceived risk yang lebih lanjut akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk baru. Diduga mie instan dan kecap merupakan produk dengan kompleksitas relatif rendah sehingga responden memiliki persepsi risiko yang rendah serta menuntun pada sikap positif terhadap produk mie instan dan kecap Sedaap. Kesimpulan Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap konsumen terhadap brand extension yang dilakukan oleh merek Sedaap yaitu reputasi merek, similarity, dan perceived risk. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hem dkk (2001); Putranto (2010); Iyer dkk (2011); Danibrata (2008) dan Khoiriyah (2008). Adapun variabel consumer innovativeness tidak bepengaruh signifikan terhadap sikap konsumen akan brand extension yang dilakukan oleh merek Sedaap. Hasil ini berbeda dengan penelitian 543
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 3 Desember 2012
sebelumnya yang dilakukan oleh Hem dkk (2001); Putranto (2010); Iyer dkk (2011); Danibrata (2008) dan Khoiriyah (2008). Perbedaan hasil ini diduga ada hubungan dengan rendahnya perceived risk dan perceived attributes dari produk baru yang diluncurkan oleh Sedaap. Oleh karena itu dalam penelitian mendatang perlu diidentifikasi pengaruh perceived attributes produk baru terhadap sikap konsumen akan brand extension dengan consumer innovativeness sebagai variabel moderasi. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa faktor – faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengevaluasi produk perluasan merek market leader juga berlaku untuk produk market follower. ***** Daftar Pustaka Aaker, D.A. 1996. Building Strong Brand. New York: The Free Press. Ahmad, M.S., Mujeeb, E. Ul., dan Rajput, A. 2011. “Does brand extension impact parent brand: a case of Johnson UK”. Diunduh dari http://www.mnmk.ro/documents/2011/5_ Pakistan2%20FFF.pdf, tanggal 5 Juli 2012. Barone, M. J., Miniard, P. W. dan Romeo, J. B. 2000. “The Influence of Positive Mood on Brand Extension Evaluations”, Journal of Consumer Research, 26 : 386-400. Czellar, S. 2003. “Consumer Attitude Toward Brand Extension: an Integrative Model and Resarch Proposition”, International Journal of Research in Marketing, Vol 20, Issue. 1, pp. 97-115. Danibrata, A. 2008. “Pengaruh Perluasan Merek Terhadap Citra Merek Pada produk Produk Pepsodent”, Jurnal Bisns dan Ekonomi, Vol 10, pp. 37-46. Dewa, D.B. 2007. “Pengaruh Penggunaan Strategi Brand Extension Pada Intensi Membeli Konsumen.” DoReMa Jurnal Manajemen, Vol. 2, No. 1, pp. 63 - 77. Ekonomi.Kompasiana.com. 2012. Manisnya Kecap. Diunduh dari http://ekonomi.kompasiana. com/marketing/2012/04/26/manisnya-kecap/, tanggal 23 Juli 2012. Fajrianthi dan Farrah Z. 2005. “Strategi Perluasan Merek dan Loyalitas Konsumen”. Insan Vol. 7, No. 3, pp. 276-288. Gurhan-Canli, Zeynep and Maheswaran, D. 1998. “The Effects of Extensions on Brand Name Dilution and Enhancement”, Journal of Marketing Research, Vol. 35, No.4, pp. 464-473. Hem, L.E. deChematomy dan Iversen, N.M. 2001. “Factors Influencing Successful Brand Extension”, Journal of Marketing Management, Vol 19, pp. 1-37. Hsun-Ho, C. dan Wu, W. 2009. “Role of Innovativeness of Consumer in Relationship between Perceived Attributes of New Products and Intention to Adopt”, International Journal of Electronic Business Management, Vol. 9, No. 3, pp. 258 – 266. James, D.O. 2006. “Extension to alliance: Aaker and Keller’s model revisited”, Journal of Product & Brand Management, Vol. 15 No. 1, pp. 15-22. John, D.R., Loken, B., dan Joiner, C. 1998. “The Negative Impact of Extensions: Can Flagship Products Be Diluted?” Journal of Marketing, 62 : 19-32. Jordaan, Y. dan Simpson, M.N. 2006. “Consumer Innovativeness among Females in Specific Fashion Stores in the Menlyn Shopping Centre”, Journal of Family Ecology and Consumer Sciences, Vol. 34, pp. 31 – 40. 544
Yenny Purwati dan Eko Wibowo
Analisis Faktor yang Memengaruhi Sikap Konsumen terhadap Brand Extension Merek Sedaap
Keller, K.L, dan Aaker, D.A. 1992. “The Effects of Sequential Introduction of Brand extensions”, Journal of Marketing Research, Vol. 29, pp. 35-50. Keller, K.L. 2008. Strategic Brand Management: Building, Measuring and Managing Brand Equity. 3rd ed. Prentice- Hall: Upper Saddle River, NJ. Khoiriyah, S. 2008. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesuksesan Brand Extension Sebagai Strategi Pengembangan Produk Baru”, Jurnal Bisnis dan Manajemen,Vol.8, No. 2, pp. 113-122. Kotler, P dan Keller, K. 2012. Marketing Management. 14th ed. Pearson: Prentice Hall Iyer, S.G., Banerjee, B. dan Garber, L.L. 2011.“ Determinants of Consumer Atttudes toward Brand Extensions : An Experimental Study”, International Journal of Management, Vol. 28, No. 3, pp. 809 – 823. Malhotra, N. 1999 Marketing Reseach : An Applied Orientation. 3rd ed. Pearson: Prentice Hall . Meyvis, T. dan Janiszewki, C. 2004. “When Are Broader Brands Stronger Brands? An accessibility Perspective on the Success of Brand Extensions”. Journal of Consumer Research,3: 346 – 357. Milberg, S.J., Sinn.F., dan Goodstein, R.C. 2010. “Consumer Reactions to Brand Extensions in a Competitive Context: Does Fit Still Matter?.” Journal of consumer Research, Vol.37, No. 3, pp. 543-555. Ningtyas, E.H dan Khoiriyah, S. 2010. “Pengaruh Persepsi Kualitas, Persepsi Kesesuaian, Persepsi Kesulitan Pada Sikap Konsumen Terhadap Brand Extension”. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, Tahun 3, No.1, pp. 1 19. Pina , J.M., Martinez, N. dan Iversen, N.M. 2010. “Feedback effects of brand extensions on the brand image of global brands : a comparison between Spain and Norway.” Journal of Marketing Management, Vol.26, Issue 9-10, pp. 943-966. Prasetijo, R dan Ihalauw. 2003. Perilaku Konsumen. Salatiga : Fakultas Ekonomi. UKSW. Putranto, A.B. 2010. Analisis Terhadap Minat Beli Konsumen Berdasarkan Faktor-
Faktor Siilarity,Reputation,Risk,Innovativeness yang Mempengaruhi kesuksesan Strategi Brand Extension Levi’s Dari Jeans Ke jam Tangan .
Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana (tidak di publikasikan). Rangkuti, F. 2004. The Power of Brand. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Samadi, M.A. dan Nejadi, A. Yaghoob. 2009. “Perceived Risk on Purchase Intention in E-shopping”. Business Intelligence Journal, Vol. 2, No. 2, pp: 261 - 275. Schiffman, L.G, dan Kanuk, L.L. 2009. Consumer Behavior. 10th ed. Pearson: Prentice Hall. Thamaraiselvan, N. dan Raja, J. 2008. “ How do consumers evaluate brand extensions – research findings from India”. Journal of Service Research, Vol. 8, No. 1, pp: 43 – 62. Viot, C. 2003. “Effect of inner and social dimensions of brand imageon consumer attitude toward brand extension”. Diunduh dari 545
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No. 3 Desember 2012
www.cerog.org/lalondeCB/CB/2003.../111-124_pap_14-rev_viot.pdf, tanggal 15 Juli 2012. Vukasovic, T. 2012. “Launching of a new product with the brand extension strategy.” Diunduh dari http://www.issbs.si/press/ISBN/978-961-6813-105/papers/ML12_039.pdf, tanggal 14 Agustus 2012. Wernerfelt, B. 1998. “Umbrella Branding as a Signal of New Product Quality: An Example of Signalling by Posting a Bond”, Rand Journal of Economics, Vol. 19, No. 3, pp. 458-466. Zeithaml, V.A., Berry, L.L., dan Parasuraman, A. 1996. “The Behavioral Consequences Of Service Quality.” Journal of Marketing,60: 31 -46. Tabel 1 Hasil Uji Regresi Berganda Brand Extension Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
9,119
1,752
reputasi
,106
,028
similarity
Beta
t
Sig.
5,206
,000
,276
3,739
,000
,251
,081
,226
3,096
,002
consumer innovativeness ,073
,068
,075
1,077
,283
Perceiveds risk
,049
-,142
-2,180
,030
-,107
Sumber: Data primer diolah, 2012
Tabel 2 Tabel Crosstabs antara Consumer Innovetiveness dan Sikap inovatif_5 sangat tidak setuju Sikap_3 tidak setuju
Count
cukup setuju
Count
setuju
Count
Total
546
tidak setuju
cukup setuju
setuju
sangat setuju
Total
0
2
4
1
1
8
0%
5,7%
4,3%
1,8%
6,7%
4%
1
13
34
13
4
65
100%
37,1%
37%
22,8%
26,7%
32,5%
0
20
49
36
10
115
% within inovatif_5
0%
57,1%
53,3%
63,2%
66,7%
57,5%
sangat Count setuju % within inovatif_5
0
0
5
7
0
12
0%
0%
5,4%
12,3%
0%
6%
1
35
92
57
15
200
% within inovatif_5 % within inovatif_5
Count
Yenny Purwati dan Eko Wibowo
Analisis Faktor yang Memengaruhi Sikap Konsumen terhadap Brand Extension Merek Sedaap
inovatif_5 sangat tidak setuju Sikap_3 tidak setuju
Count
cukup setuju
Count
setuju
Count
% within inovatif_5 % within inovatif_5 % within inovatif_5
sangat Count setuju % within inovatif_5 Total
Count % within inovatif_5
tidak setuju
cukup setuju
setuju
sangat setuju
Total
0
2
4
1
1
8
0%
5,7%
4,3%
1,8%
6,7%
4%
1
13
34
13
4
65
100%
37,1%
37%
22,8%
26,7%
32,5%
0
20
49
36
10
115
0%
57,1%
53,3%
63,2%
66,7%
57,5%
0
0
5
7
0
12
0%
0%
5,4%
12,3%
0%
6%
1
35
92
57
15
200
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Sumber: Data primer diolah, 2012
547