ANALISIS FAKTOR PENDORONG ATAU PEMICU KONSUMERISME PADA OTAKU PENGOLEKSI FIGUR ANIME Denise Atmaja Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27 083899376610
[email protected] Dosen Pembimbing : Rudi Hartono Manurung, S.S. Abstraksi Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh keinginan penulis untuk meneliti Otaku yang ada di Indonesia terhadap konsumerisme yang dilakukan oleh kelompok Otaku dalam mengkoleksi figur. Ruang lingkup masalah dalam penulisan skripsi ini adalah apakah penyebab kelompok Otaku melakukan konsumerisme secara berlebihan yang merusak dirinya, penulis menggunakan metode angket yang disebarkan sebanyak 30 lembar kepada 30 responden di lullaby winds anime café pantai indah kapuk. Hasil analisis dari angket yang telah disebarkan memperlihatkan bahwa ternyata sebuah benda memberikan efek pembentukan jati diri dan mengeluarkan rasa emosional kepada pemiliknya.
Kata kunci : Otaku , konsumerisme, figur, kolektor, kuesioner. This research is based on writer is desire to research about Otaku in Indonesia related to consumerism factor by Otaku community while collecting a figure. The main problem in this research is to found the reason why Otaku doing consumerism in a bad way, writer used questionnaire method given to 30 respondent at lullaby winds anime café in Pantai Indah
Kapuk, Jakarta. Result of research given that a figure even it is not a living thing it can help the owner to express their true self and give an emotional feeling to the owner.
Keywords: Otaku, consumerism, figure, collector, questionnaire
PENDAHULUAN Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah komunitas dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran dan perasaan serta memiliki sistem yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan yang ada manusia berinteraksi dengan sesama mereka dan pada akhirnya membentuk sebuah masyarakat. Dalam sebuah masyarakat dapat terjadi berbagai macam kejadian yang dapat memicu perkembangan pola kehidupan sebuah masyarakat, salah satunya adalah budaya yang lahir didalam sebuah masyarakat tersebut. Budaya sendiri adalah sebuah cara hidup yang berkembang dan muncul dari sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Faktor yang membentuk atau melahirkan sebuah budaya itu sangatlah rumit, mulai dari faktor politik, sistem agama, adat istiadat, bahasa, bangunan.karya seni. Budaya memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat, hal ini disebabkan oleh segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Sehingga berbagai macam budaya akan terlahir dalam sebuah masyarakat, di Jepang lahirlah sebuah budaya yang merupakan sebuah budaya terlahir akibat dari faktor bahasa dan karya seni dari sebuah masyarakat. Menurut Hiroki Azuma (2001:8) dalam bukunya yang berjudul Otaku Japan’s Database Animal.
Otaku (
おたく/オタク) adalah istilah umum yang mengarah kepada mereka yang terlibat dalam suatu
sub-kultur yang memiliki hubungan kuat dengan anime, game, komputer, fiksi ilmiah,film dengan efek spesial,figurin anime, dan sebagainya. Dan didalam buku ini budaya tersebut dinyatakan sebagai Budaya Otaku. Budaya Otaku
seperti yang dicontohkan melalui komik dan anime masih mempertahankan
citranya sebagai budaya anak muda tetapi untuk generasi yang lahir pada akhir 1950 dan awal 1960 bukanlah budaya bagi anak muda yang menikmati masa kebebasan pra-kuliah dan pada akhirnya mengambil tanggung jawab sebagai anggota masyarakat. melalui ini budaya Otaku sudah menjadi sebuah hal yang mengakar di dalam masyarakat Jepang Sejak tahun 1990-an, istilah Otaku
mulai dikenal di luar Jepang untuk menyebut penggemar
berat subkultur asal Jepang seperti anime dan manga, bahkan ada orang yang menyebut atau mengaku dirinya sebagai Otaku . Fenomena Otaku
yang muncul di Jepang ini mendapati banyak sekali
permasalahan-permasalahan yang terus muncul, terdapat Otaku yang tidak dapat membedakan antara dunia fiksi dengan dunia nyata sehingga membuat dirinya dianggap aneh oleh masyarakat sekitarnya.
Tokyo, Akihabara. Yang sering disingkat dengan istilah Akiba, merupakan sebuah daerah di Jepang yang merupakan sumber dari pusat perbelajaan elektronik. Selain elektronik Akihabara memiliki istilah lain yaitu surga bagi para Otaku, karena di Akihabara ini merupakan pusat perbelanjaan untuk Anime, Manga dan Doujinshi terbesar di Jepang serta maid café yang menjamur di daerah ini. Hal ini cenderung membuat para Otaku mengeluarkan uang mereka untuk memenuhi keinginan mereka dalam mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dengan hobi mereka dan hal ini memancing sikap konsumerisme yang ada pada diri para Otaku tersebut. Didalam buku Consumerism in World History Peter N. Stearns (2006) menyatakan kita hidup di dalam dunia yang diserap oleh konsumerisme, tetapi kita jarang untuk mengambil langkah mundur untuk memeriksa apa maksud dari semua ini. Definisi terbaik untuk konsumerisme dapat dilihat dari bagaimana itu muncul, tetapi sebelumnya kita membutuhkan pengertian awal mengenai apa yang sedang dibicarakan. Maka
konsumerisme
mendeskripsikan
sebuah
masyarakat
yang
dimana
kebanyakan
orang
memformulasikan sebagian dari tujuan dalam hidupnya untuk memperoleh barang yang tampak dengan jelas tidak dibutuhkan untuk penghidupan. Mereka terjerat didalam proses pendapatan sebuah barang melalui belanja. Mengambil identitas diri melalui perolehan barang yang mereka beli dan dipamerkan. Setelah melakukan tinjauan pustaka pada jurnal online berjudul Meretas Kebahagiaan Utama Di Tengah Pusaran Budaya Konsumerisme Global oleh M. Nur Prabowo S. yang menyatakan bahwa konsumerisme telah menjadi indentitas masyarakat modern. Konsumerisme ditunjukkan melalui perilaku konsumsi masyarakat yang berlebihan, boros, dan rakus. Perilaku seperti ini cenderung mengarah kepada perilaku sosial seperti narsis, hedonistis, materialisits, dan individualis. Selera atau kebahagiaan bagi masyarakat konsumeris dicapai melalui pemenuhan “kepuasan duniawi” yang semata-mata hanya mengacu kepada nafsu secara berlebihan terhadap sebuah material. M. Nur Prabowo S. juga menyatakan bahwa perilaku konsumerisme atau pola hidup ekonomi yang tidak dapat disesuaikan dapat berakibat pada perilaku kejahatan seperti, misalnya, korupsi atau hal lainnya. Menurut Han-Jen Niu & Yung-Sung Chiang (2012:714) dalam jurnal online berjudul An Explorary Study of the Otaku
Adolescent Consumer, Otaku
adalah sebuah grup unik yang muncul akibat dari
perkembangan teknologi dan media modern, dan memiliki ketertarikan atau sebuah obsesi terhadap komik,animasi, dan permainan yang dikembangkan dalam era visualisasi. Karena itu terdapat dua poin utama dalam studi ini. Pertama, dari sifat pribadi seorang Otaku dalam komunikasi, dimana medium komunikasi bagi kelompok ini adalah ketertarikan umum antar sesama seperti animasi, permainan, dan komik. Kedua, metode komunikasi bagi grup ini bergantung kepada subyek animasi dan permainan yang merupakan perkembangan sebuah cara menyampaikan pesan antar Otaku. Oleh karena itu, gambar merupakan landasan untuk komunikasi. Bagi generasi ini karakteristik pembelian harus menyatu dengan teknologi dan trendi, Sehingga karakteristik pembelian berdampingan dengan sifat saling membandingkan dan pamer. Menurut peneliti kebudayaan Jepang Okada (1996) dalam Han-Jen Niu & Yung-Sung Chiang (2012:713) memformulasikan teori Otaku , yang dideskripsikan sebagai tipe baru dari sebuah bentuk
kehidupan. Okada juga menyatakan Otaku bukan hanya mewakili sebuah kecerdasan media yang baru, tetapi Otaku juga pewaris asli dari kebudayaan tradisional Jepang. Di dalam Jurnal berjudul An Explorary Study of the Otaku Adolescent Consumer dinyatakan bahwa hal paling jelas dari karakteristik seorang remaja yang dikategorikan sebagai “Otaku” adalah obsesinya dalam mengumpulkan sesuatu yang baru. Fitur yang membedakan adalah kebiasaan mereka dalam hal membeli adalah sifat murah hati dalam mengeluarkan uang, tanpa memikirkan harganya. Berdasarkan latar belakang masalah yang terdapat di atas maka rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah penyebab atau faktor pendorong yang muncul di dalam diri seorang Otaku memulai sifat konsumtif dan mengutamakan hobi dibanding kebutuhan pokok sebagai seorang kolektor figur dan menemukan efek atau pengaruh positif dari perilaku konsumtif yang bersifat negatif yang muncul di dalam diri seorang Otaku terhadap dirinya selama menekuni hobi koleksi figur maka berdasarkan rumusan permasalahan di atas dapat diketahui tujuan dari penelitian yaitu memahami penyebab atau faktor pendorong bagi seorang Otaku sehingga dirinya masuk kedalam hobinya dan berperilaku konsumtif.
METODE PENELITIAN Untuk penelitian skripsi ini, penelitian akan dimulai dari sebuah permasalahan yang sudah di indentifikasi dan dirumuskan rumusan permasalahannya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penyebab atau faktor pendorong yang muncul di dalam diri seorang Otaku memulai sifat konsumtif dan mengutamakan hobi dibanding kebutuhan pokok sebagai seorang kolektor figur dan juga apakah dapat ditemukan efek atau pengaruh positif dari perilaku konsumtif yang bersifat negatif yang muncul di dalam diri seorang Otaku terhadap dirinya selama menekuni hobi koleksi figur berdasarkan permasalahan ini maka tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk memahami dan mengetahui ada atau tidaknya dampak pengaruh perilaku positif yang muncul di dalam dirinya dari konsumerisme yang dilakukan seorang Otaku berserta memahami penyebab atau faktor pendorong bagi seorang Otaku sehingga dirinya masuk kedalam hobinya dan berperilaku konsumtif. Berangkat dari permasalahan dan tujuan dari penelitian skripsi ini, penulis akan memilih dan juga menetapkan metode penelitian berserta pendekatannya dan metode pengumpulan data yang akan digunakan didalam penelitian ini. Pendekatan yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dan metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah metode kuesioner. kemudian penulis akan memilih dan menetapkan metode analisis data dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analitis sedangkan landasan teori yang akan digunakan adalah konsep Otaku ,teori konsumerisme, attentional inertia, dan teori kolektor sehingga pada tahap ke-1 penulis mendapatkan output sebagai berikut (1) pendekatan kualititatif untuk keseluruhan penelitian, (2) metode kuesioner sebagai metode pengumpulan data, (3) metode deskriptif analitis sebagai metode untuk menganalisa data, (4) menggunakan konsep Otaku ,teori konsumerisme,attentional inertia,dan teori kolektor sebagai landasan teori
Kemudian penulis akan menggunakan metode kuesioner sebagai metode pengumpulan data. Setelah itu pendekatan secara kualitatif akan digunakan untuk menentukan sumber data, setelah itu penulis akan memilih dan menetapkan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu 30 orang responden yang telah disesuaikan dengan ruang lingkup penelitian untuk mengisi kuesioner, dari sumber data yang telah ditetapkan penulis akan kembali menentukan korpus data dari kuesioner yang telah di isi yang merupakan jawaban yang tepat dan dapat digunakan untuk kemajuan penelitian, setelah menetapkan korpus data yang tepat sebagai Output penulis menentukan bahwa data-data siap dianalisis Untuk memulai analisis data dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Dari data-data yang telah dikumpulkan pada tahap kedua, penulis akan memilah dan mengklarifikasikan data-data yang sesuai. Kemudian penulis akan mencocokkan data yang telah dikaji tersebut dengan teori. Dari data yang telah dicocokkan tersebut. Dibuatlah kesimpulan-kesimpulan kecil pada setiap teori yang ada. Kemudian untuk memastikan kecocokkan data dan teori tersebut. Penulis akan melakukan analisis ulang terhadap data secara keseluruhan sampai tuntas. Melalui data yang telah dicocokkan dan dianalisis kemudia akan ditarik kesimpulan, setelah menarik kesimpulan, penulis akan mengambil kesimpulan akhir sebagai kesimpulan dari seluruh isi skripsi.
HASIL DAN BAHASAN Berdasarkan jawaban dari 30 orang responden jawaban keseluruhan akan di analisis menurut teori kolektor oleh berdasarkan Solomon (2003:18) mengatakan bahwa yang di maksud dengan seorang kolektor adalah: “Sebuah perolehan secara sistematis terhadap objek tertentu atau kumpulan dari objek. Aktivas yang menyebar luas ini dapat dibedakan dari aktivitas menimbun. Yaitu sebuah cara pengumpulan yang tidak sistematis”. Pada data diri responden di atas rata-rata frekuensi pembelian untuk hobi 30 orang responden memiliki kesamaan yaitu 2-5 kali pembelian dalam 1 bulan. Pola pembelian secara sistematis terhadap objek figur yang mereka minati, kemudian hal ini dibedakan dengan aktivitas menimbun karena pola pengumpulan para responden di atas tergolong sistematis dan memiliki pola tertentu dalam kurun waktu selama 1 bulan. Michael R. Solomon kembali mengatakan bahwa sebuah produk dapat menggoda seorang kolektor, tetapi kolektor juga secara hati-hati mengatur dan menunjukkan barang berharga mereka, pernyataan ini juga didukung berdasarkan data dari 30 orang responden dengan pertanyaan “apakah anda mengenal dengan baik figur yang akan anda beli?”. Dari 30 orang responden rata-rata hampir 95% menjawab “sangat kenal”. Hal ini didasarkan karena seorang kolektor figur tidak hanya tergoda secara langsung untuk membeli sebuah produk figur dengan merk tertentu, mereka akan memperhatikan secara baik-baik apakah figur yang akan mereka beli merupakan merk atau diproduksi dengan kualitas terbaik atau tidak. Sebagai contoh industri A dan B sama-sama memproduksi figur dengan karakter yang sama dan terkenal di kalangan para kolektor, yang membedakan
adalah perusahaan A merupakan sebuah perusahaan yang ahli dalam detail atau bentuk dari sebuah karakter dalam faktor pembuatan . Sedangkan industri B merupakan sebuah perusahaan yang terkenal dalam kualitas dari bahan yang digunakan. Kedua faktor yang berbeda dari masing-masing perusahaan akan dibandingkan antar para kolektor dan menjadi hal panas yang akan dibicarakan diantara mereka, hal ini lah yang pada nantinya akan mendukung konsep atau aspek seseorang terhadap benda yang mereka beli membentuk indentitas diri seorang kolektor dan faktor persaingan antar kolektor. Kemudian Fournier di dalam Solomon (2003:16) meneliti beberapa ciri-ciri khusus antara seseorang terhadap benda atau produk yang diminati oleh seseorang. Terdapat empat aspek yang mempengaruhi seseorang yaitu : 1. Kemelekatan Konsep Diri Sendiri – Sebuah produk dikatakan dapat membantu dan membentuk indentitas diri seseorang 2. Kemelekatan Nostalgia - Sebuah produk dapat menjadi penghubung atau berfungsi sebagai benda yang menghubungkan dengan diri kita sendiri yang ada di masa lalu. 3. Ketergantungan – Sebuah produk dapat menjadi bagian dari kehidupan rutin bagi seseorang. 4. Rasa Cinta – Sebuah produk mengeluarkan ikatan secara emosional yang hangat, perasaan keinginan, atau berbagai macam perasaan kuat lainnya. Pada konsep nomor 1 dikatakan sebuah produk dapat membantu dan membentuk indentitas diri seseorang, pernyataan ini didukung dengan jawaban dari responden yaitu : 1. Saya merasa dengan koleksi figur saya merasakan terbentuknya indentitas diri saya sebagai seorang kolektor figur. 2. Saya memulai sebuah koleksi figur karena saya merasa figur memberi saya sebuah kehidupan baru, saya merasa dengan figur yang koleksi saya dapat dilihat dan dikenal oleh orang-orang lain secara luas. 3. Kesabaran yang diperlukan untuk membuat sebuah model-kit terutama gundam, dan bersaing dengan teman-teman sehobi dalam mengoleksi. Dari 3 jawaban responden di atas menyatakan bahwa mereka merasa dibantu terbentuk indentitas diri mereka, dikenal dan dilihat oleh orang lain secara luas,dan faktor persaingan yang ada dalam sebuah komunitas para kolektor, hal ini dipicu oleh benda yang mereka koleksi secara langsung telah membantu mereka untuk membentuk jati diri mereka dalam sebuah masyarakat. Sebagai sebuah contoh jawaban nomor 1 menyatakan indentitas dirinya terbentuk sebagai seorang kolektor figur dapat diibaratkan yang dimaksud dengan indentitas diri ini adalah sebuah rasa kebanggaan dari dalam diri responden yang membuat dirinya merasa lebih percaya diri dengan mengoleksi sebuah figur. Kemudian pada jawaban nomor 2 responden menyatakan bahwa dia merasakan kehidupan yang baru, dapat dilihat dan dikenal oleh orang-orang secara luas. Tentunya hal ini berhubungan dengan diri responden secara langsung, bahwa
sebelumnya responden merasa kurang yakin terhadap apa yang sudah dijalani selama hidupnya sehingga pada akhirnya responden menemukan koleksi figur sebagai hal baru (hidup baru) yang membuatnya nyaman. Kemudian ke 2 jawaban sebelumnya berbeda dengan jawaban nomor 3, responden menyatakan bahwa dengan sebuah persaingan dapat membantu membentuk indentitas dirinya. Dalam hal ini penulis berhasil mengindentifikasikan antara pembuatan sebuah model-kit dengan faktor persaingan. Sebelumnya penulis hanya melihat melalui kaca mata atau posisi dari seorang yang berada di luar dunia koleksi figur dan memunculkan tanda tanya besar di dalam diri penulis, persaingan seperti apa yang ada dengan merakit sebuah model-kit. Pada akhirnya penulis mencoba untuk membeli dan merakit sebuah model-kit yang pada akhirnya menjawab semua pertanyaan yang ada, hal yang berhasil penulis temukan adalah. Proses perakitan sebuah model-kit membutuhkan ketelitian dan rasa kesabaran untuk membentuk sebuah figur model-kit yang sempurna, hal ini tidak mudah bagi mereka yang hanya membeli dan kemudian merakitnya begitu saja tanpa memperhatikan pola-pola spesifik seperti bentuk tangan, kaki dan bagianbagian kecil lainnya. Proses pemberian cat dan penempelan stiker pada sebuah model-kit sendiri menentukan akan seperti apa jadinya nanti ketika sudah selesai, pemberian warna yang menentukan faktor-faktor seperti kecocokan dengan bagian-bagian lainnya adalah hal yang sebelumnya tidak penulis perhatikan. Namun mereka yang telah lama masuk dalam hobi ini menjadikan hal ini sesuatu yang dapat dijadikan persaingan dan menunjukkan sebuah rasa kepuasan diri dengan menunjukkan kemampuan yang dimiliki mereka yang berkaitan dengan teori konsumerisme oleh Peter N. Stearns. Konsep nomor 2 dan 3 dari jawaban 30 orang responden tidak ditemukan adanya kesamaan antara konsep dengan jawaban dari 30 orang responden, faktor nostalgia dan faktor ketergantungan sangat sulit untuk ditemukan dalam ruang lingkup dari komunitas figur yang telah penulis tentukan, namun dari 30 orang responden tersebut terdapat 1 buah faktor dengan jawaban terbanyak yang berhasil penulis dapatkan, hal ini berkaitan dengan konsep peranan manusia dengan barang yaitu pada konsep nomor 4 yang menyatakan antara benda dengan konsumen terdapat sebuah rasa cinta – sebuah produk mengeluarkan ikatan secara emosional yang hangat,perasaan keinginan, atau berbagai macam perasaan kuat lainnya. Hal ini banyak penulis temukan dari 30 orang responden sebanyak 30% menjawab : 1. Sebuah prestige dan kepuasan tersendiri dalam mengoleksi figur karakter yang dikenal dan disukai. 2. Kesenangan saya pada sebuah karakter yang pada akhirnya menyebabkan saya untuk memulai hobi ini. 3. Kecintaan saya pada anime yang pada akhirnya menyebabkan hal yang serupa dengan karakter di dalamnya dan membuat saya tertarik untuk memiliki sebuah figur sebagai rasa cinta saya pada karakter tersebut. 4. Karena memberikan perasaan keren bagi diri saya dan merasa sebuah keindahan figur melekat dalam hati saya. 5. Saya tertarik dengan karakter pada anime yang ada, saya merasa figur tersebut lebih memberikan saya rasa nyaman dibandingkan dengan orang-orang lain didekat saya karena figur saya terus menemani.
6. Karena saya suka untuk merakit sebuah figur sebagai pembelajaran kesabaran. 7. Sebuah hobi dan kesenangan pribadi bagi diri saya. 8. Saya merasakan sebuah keseruan yang lain dalam mengoleksi sebuah figur dibandingkan hobi-hobi lain. 9. Karena menarik dan jarang sekali ada orang yang tertarik untuk mengoleksi sebuah figur di Indonesia membuat saya merasa lain dari yang lain, dan juga ingin mencoba hal baru. Melalui 9 pernyataan di atas berbagai macam faktor perasaan yang kuat ternyata sangat mempengaruhi seseorang untuk menjadikan dirinya konsumtif secara tidak sadar, mereka merasa adanya hubungan atau perasaan yang kuat antara benda yang mereka beli dengan diri mereka sendiri sebagai contoh pada jawaban nomor 3 dinyatakan rasa cinta yang dimiliki pada sebuah karakter yang akhirnya membuat dirinya membeli sebuah produk berdasarkan apa yang menggerakkan hatinya, faktor-faktor secara emosional berdasarkan perasaanlah yang mendukung atau mendorong kebanyakan dari 30 orang responden memulai hobi mereka sebagai kolektor figur yang secara tidak langsung dan mereka tidak sadar mereka sudah terperangkap dalam pola konsumerisme attentional inertia. Berbagai macam faktor emosional yang muncul dalam diri seorang kolektor figur dinyatakan seperti rasa keren, cinta, kenyamanan, kepuasan diri, kesenangan pribadi, seru, ketertarikan,dsb. Adalah faktor-faktor yang menjadikan diri seseorang buta terhadap apa yang sedang mereka lakukan. Perasaan-perasaan kuat tersebutlah yang membuat diri mereka tidak memikirkan hal-hal lainnya, seperti rasa kenyamanan terhadap benda-benda atau figur yang dimiliki. Dalam hal ini penulis mengindentifikasikan kenyamanan dalam diri seseorang didasarkan pada rasa bahwa dirinya merasa lengkap dengan benda yang dia miliki sehingga tidak membutuhkan hal-hal fisik atau logis lainnya bagi diri orang tersebut. Kemudian perasaan keren, perasaan keren adalah sama persis dengan faktor yang memberikan indentitas diri pada diri seseorang. Keren adalah sebuah hal yang relatif dan berbeda menurut antara individu yang satu dengan individu yang lainnya, apabila keren dalam komunitas kolektor figur ini adalah sebuah perasaan keren apabila dia memiliki sebuah koleksi yang mungkin bagi dirinya orang lain tidak memiliki itu dan merasa dirinya memiliki benda tersebut. Faktor ini berkaitan dengan kepuasan diri seseorang, merasa puas dengan figur yang mereka koleksi membuat diri mereka melupakan bahwa sebagai seorang manusia tidak hanya kepuasan secara emosional tetapi fisik atau tubuh juga membutuhkan hal-hal yang sangat diperhatikan. Adapun berbagai macam faktor lainnya yang tidak dinyatakan dalam ke 4 konsep peranan dan hubungan manusia dengan barang. Penulis berhasil mengindentifikasikan hal ini berdasarkan beberapa dari jawaban 30 responden, sebuah benda ternyata juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan skill atau kemampuan secara praktikal bagi diri seseorang. Sebagai contoh dari jawaban responden ada yang menyatakan bahwa memulai sebuah hobi figur ini untuk menemukan sebuah objek fotografi dan menambahkan kemampuannya dalam mengambil gambar dari sebuah figur, responden menyatakan bahwa mengambil gambar atau sebuah foto dari sebuah figur memiliki tantangan dan kesulitan yang tentunya tidak mudah.
Figur adalah sebuah benda mati sedangkan manusia adalah benda hidup yang memiliki ekspresi, bagaimana membuat sebuah figur pada hasil sebuah foto terlihat seperti manusia yang memiliki emosi ataupun bagian-bagian tertentu ketika di ambil fotonya membuat sebuah figur tersebut terlihat seperti manusia atau mahluk hidup, walaupun tidak secara keseluruhan terutama pada faktor wajah lah yang sulit menjadikan figur tersebut terlihat hidup. Konsumerisme apabila dilihat tentunya bersifat negatif, hal itu menyebabkan orang-orang membeli benda-benda yang pada dasarnya tidak dibutuhkan untung penghidupan namun tetap dibeli oleh para konsumen, dalam hal ini penulis yang penulis fokuskan untuk dianalisa adalah manfaat positif apa saja yang muncul dari dalam diri responden ketika melakukan kegiatan konsumerisme, bukan dampak positif yang muncul akibat dari konsumerisme manfaat adalah ketika suatu hal dikerjakan maka hasilnya akan memberikan dampak negatif atau hasil yang mendapatkan tanggapan secara positif. Dalam konsumerisme selama mengoleksi figur ternyata terdapat berbagai macam manfaat positif yang muncul terhadap diri responden walaupun selama menekuni suatu hobi responden melakukan konsumerisme yang bersifat negatif penulis akan mencoba membagi manfaat yang ada menjadi 3 bagian yaitu: Manfaat secara pengembangan kemampuan diri (skill), manfaat secara sosial, dan manfaat secara ekonomi. 1. Manfaat secara pengembangan kemampuan diri (skill) Dalam hal ini pengembangan kemampuan berarti mengembangkan kemampuan dasar seseorang atau bakat dalam diri seseorang, para Otaku kolektor figur selama terjerumus dalam konsumerisme mereka menyatakan terdapat manfaat positif yang ada dalam diri mereka selama membeli benda-benda yang tidak dibutuhkan untuk penghidupan. Salah satu kemampuan atau pengembangan yang muncul adalah peningkatan kemampuan fotografi, melakukan fotografi terhadap figur membutuhkan keahlian khusus untuk membuat figur terlihat menarik dan member kesan hidup pada sebuah figur. Oleh karena itu beberapa responden menyatakan bahwa figur-figur yang mereka koleksi merupakan objek foto mereka untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam ilmu fotografi. 2. Manfaat secara sosial Sebagai mahluk sosial dalam kehidupan sehari-hari manusia tentunya melakukan berbagai macam aktivitas dengan sesamanya. Menjadi kolektor figur ternyata tidak membuat pergaulan tertutup. Banyak diantara mereka yang mendapatkan koneksi melalui hobi ini dan memperluas pergaulan yang pada nantinya akan berguna untuk menjalin bisnis ataupun kerja sama perusahaan. 3. Manfaat secara ekonomi atau keuangan Seorang Otaku kolektor figur, secara keuangan atau finansial mendapatkan manfaat yang baik. Penjualan kembali benda-benda koleksi mereka dapat memberikan uang tambahan, sebagai contoh para kolektor berlomba-lomba untuk mendapatkan figur edisi terbatas yang sangat langka dan hanya di jual satu kali saja. Seiring berjalannya waktu harga figur edisi terbatas tersebut akan mengalami kenaikan harga yang lebih tinggi ketika di jual di toko-toko. Hal ini sering di manfaatkan oleh para kolektor figur,
untuk mendapatkan kembali uang dengan cara menjual figur langka yang dimilikinya. Mengubah hobi sebagai cara untuk memperoleh pendapatan atau keuangan. Selain itu belajar untuk mengelola keuangan merupakan salah satu hal yang akhirnya dilakukan oleh para kolektor agar pengeluaran mereka dapat dikendalikan. Hal positif seperti inilah yang sering kali dilakukan oleh kelompok Otaku untuk memperoleh pendapatan secara mudah. Selain manfaat-manfaat yang berhubungan dengan tiga hal di atas ternyata terdapat berbagai macam jenis manfaat lainnya yang dinyatakan oleh Otaku kolektor figur. Di jaman modern sekarang ini banyak berbagai macam kasus anak muda terlibat dalam pergaulan bebas dan kasus kriminal lainnya. Para Otaku kolektor figur merasa bangga dengan hobi yang mereka jalani, terhindar dari berbagai macam hal negatif seperti pergaulan bebas. Mereka menyatakan merasa nyaman dan tidak terpengaruh orang lain seperti merokok ataupun terlibat kasus obat-obatan.
SIMPULAN DAN SARAN Konsumerisme adalah hal yang sangat jelas muncul dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Dalam keseharian kehidupan kita, tanpa kita sadari kitapun sudah menjadi seseorang yang berperilaku konsumtif. Tidak terkecuali seorang Otaku kolektor figur sekalipun. Untuk memenuhi keinginannya proses menjadi seseorang yang konsumtif pun dilakukannya, tanpa memperhatikan faktor ekonomi atau keuangan. Melalui penelitian dari bab 4 penulis menyimpulkan bahwa : 1. Penyebab utama konsumerisme yang dilakukan oleh Otaku kolektor figur bukan didasarkan karena faktor ekonomi yang kuat sehingga membuat seorang Otaku menjadi konsumtif. 2. Dalam kelompok antara sesama kolektor figur rasa kenyamanan yang mereka dapatkan selama berada dalam suatu komunitas tersebutlah yang memicu konsumerisme, kemampuan beradaptasi dalam sebuah kelompok sangat penting dalam hal ini. Adaptasi diperoleh melalui pujian-pujian yang dilontarkan antar sesama kolektor untuk memuji koleksi milik orang lain, bagi kolektor pujian disamakan dengan halnya sebuah hadiah bagi dirinya atas kemampuan yang dia miliki untuk membeli sebuah figur langka. Rasa kenyamanan inilah yang menyebabkan seseorang secara tidak sadar melakukan hal-hal konsumtif agar dapat disanjung oleh orang lain, sehingga pada akhirnya sulit untuk keluar dari konsumerisme. Berkaitan dengan rasa keinginan seseorang untuk dipuji oleh orang lain. Penulis mengetahui bahwa penelitian yang dilakukan masih jauh dari sempurna, penelitian mengenai kelompok Otaku terdapat banyak hal yang dapat diteliti, disamping konsumerisme yang dilakukan oleh kelompok Otaku kolektor figur, penulis mendapati adanya sifat-sifat konsumtif yang muncul pada kelompok-kelompok Otaku Cosplay dan sekelompok Otaku yang memiliki obsesi untuk menghiasi mobil mereka dengan gambar-gambar karakter dalam sebuah anime maupun manga. Adalah konsumerisme pada kelompok Otaku yang selanjutnya dapat diteliti untuk memahami tujuan berserta penyebab kelompok Otaku tersebut melakukan konsumerisme.
REFERENSI Azuma, H. (2009), Otaku Japan’s Database Animal. Amerika : The University of Minnesota
Hang Jeng N., Yung Sung C., Hsien Tang T. (2012) Psychology & Marketing. An Exploration Study of the Otaku Adolescent Consumer: hal. 712-715. Diunduh 25 Maret 2014, dari http://onlinelibrary.wiley.com.sci-hub.org/doi/10.1002/mar.20558/full
Ihza, Y. (2013) Bujuk Rayu Konsumerisme Menelaah Persuasi Iklan di Era Konsumsi. Depok : Linea Pustaka
Ito, M., Okabe, D., Tsuji, I. (2012) Fandom Unbound Otaku Culture In A Connected World. Amerika : Book Group, Danbury, CT
Lawrence, E. (2003) “Otaku In The United States”. Dalam Ito, M., Okabe, D., Tsuji, I. (2012) Fandom Unbound Otaku Culture In A Connected World : hal. 87
Michael, R. (2003) Conquering Consumerspace Marketing Strategies for a Branded World. Amerika : AMACOM
M. Nur Prabowo S. Meretas Kebahagiaan Utama di Tengah Pusaran Budaya Konsumerisme Global. Perspektif Etika Keutamaan Ibnu Miskawaih. Diunduh 25 Maret 2014, dari http://www.aljamiah.org/mukaddimah/index.php/muk/article/download/23/24
Okada, T. (2008) Otaku wa Sude ni Shindeiru. Jepang : Shinchosha
Peter, N. (2006) Consumerism In World History. United Kingdom : Routledge
Setiadi, A. (2014) Kalian otaku? Hitung pengeluaran bulanan hobi kalian dengan rumus ini!. Diakses 30 20 Maret 2014 dari http://japanesestation.com/kalian-otaku-hitungpengeluaran-bulanan-hobi-kalian-dengan-rumus-ini/, Susan, F. (2003) “Connections A Person Might Have With A Product”. Dalam Michael, R, Conquering Consumerspace – Marketing Strategies for a Branded World : hal. 16
RIWAYAT PENULIS Denise Atmaja lahir di kota Bangka (Pangkal Pinang) pada 17 Agustus 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu Sastra Jepang pada tahun 2014.