FAKTOR PENDORONG MORO ISLAMIC LIBERATION FRONT (MILF) UNTUK MENANDATANGANI FRAMEWORK AGREEMENT OF BANGSAMORO (FAB) DENGAN PEMERINTAH FILIPINA PADA TAHUN 2012 Yolanda Tandio1), Idin Fasisaka2), Ni Wayan Rainy Priadarsini3) 123)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana
Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRACT The Philippine government has had a prolonged conflict with armed group in Mindanao, South Philippines. One of the most influential groups in Mindanao is a MILF. MILF wants to establish an independent and sovereign state in the Southern Philippines as a result of the efforts of Christianization by the Philippine Government to cause land disputes and power shift. However, it has never been realized until giving rise to various rebellions. The various peace process has been done, such as the Tripoli Agreement, the Final Peace Agreement and the Memorandum of Agreement on Ancestral Domain but always failed. Finally succeeded with the signing of the Framework Agreement of Bangsamoro (FAB) in 2012 between the Philippine government and the MILF. FAB will contain the guarantee of basic rights Bangsmoro by the Government. This study shows that the motivating factor for MILF to sign FAB with the Philippine Government is a political recognition given to the Bangsamoro, special autonomy, as well as the creation of the Bangsamoro Basic Law that will include various things about the basic rights to the Bangsamoro. Keywords: Motivating factor, Political recognition
1.
selalu mengupayakan berbagai jalan damai
PENDAHULUAN Ketidakstabilan politik dan ekonomi
agar
konflik
yang
terjadi
seringkali menjadi alasan utama terjadinya
Bangsamoro
berbagai konflik, baik itu konflik internal
Pemerintah Filipina berusaha membuat
maupun eksternal. Filipina juga mengalami
nota kesepakatan dengan Moro Islamic
konflik
Liberation Front (MILF).
serupa,
yaitu
konflik
antara
Bangsamoro dengan Pemerintah Filipina itu sendiri. Bangsamoro bukan merupakan ras, etnis,
waktu,
atau
geografis
tertentu.
dapat
dengan
terselesaikan.
Konflik ini terjadi jauh sebelum Fiipina mencapai kemerdekaannya, yaitu sejak penjajahan
Spanyol
hingga
Amerika
Bangsamoro merujuk pada kelompok orang
Serikat. Konflik bermula, ketika kedua
yang berafiliasi kepada agama tertentu,
penjajah
dalam hal ini adalah agama Islam (VOA
melakukan Kristenisasi di Utara Filipina.
Islam). Konflik yang telah terjadi selama 4
Hingga akhirnya pada saatu Filipina telah
dekade ini membuat Pemerintah Filipina
merdeka, konflik tetap berlangsung, yaitu
tersebut
memiliki
misi
untuk
dengan adanya perpindahan penduduk
Pemerintah memperkirakan MILF tersebar
Luzon dan Visayas ke Mindanao yang
merata di seluruh Pulau Mindanao yang
dirancang
terdiri
dalam
pemerintah
program
yang
kebijakan
dari
1,6
juta
orang-orang
menyebabkan
Manguindanao, 1,9 juta orang Maranao,
Bangsamoro merasa terpinggirkan dengan
dan sisanya merupakan orang-orang Iranun
adanya pendatang tersebut (Guerra, 2010).
dari Cotabato Utara dan Basilan. Hal ini
Perpindahan ini menyebabkan munculnya
menunjukkan bahwa organisasi ini paling
sengketa lahan, pergeseran kekuasaan,
banyak
perpindahan ekonomi dari Bangsamoro ke
masyarakat
pendatang, dan stereotip dari pendatang
dengan organisasi serupa lainnya, seperti
terhadap Bangsamoro (Guerra, 2010).
MNLF, Abu Sayyaf, Bangsamoro Islamic
memperoleh
dukungan
Bangsamoro
dari
dibandingkan
Freedom Fighter (BIFF), Justice for Islamic Ketidakadilan
terhadap
kepemilikan
tanah merupakan bagian dari beberapa
Movement, Ansar Khalifah Filipina (AKP), dan Moro Independent Movement (MIM).
indikator penyebab munculnya berbagai gerakan separatis di Filipina Selatan yang
Perspektif MILF adalah tetap konsisten
menginginkan kemerdekaan, salah satunya
bahwa
adalah kelompok pemberontak terbesar
kemerdekaan
dan paling berpengaruh di Filipina yaitu
sebagai kerangka dasar perjuangan melalui
Moro Islamic Liberation Front (MILF). MILF
diplomasi. MILF berusaha untuk terus
merupakan perpecahan dari Moro National
menyuarakan keinginan mereka kepada
Liberation Front (MNLF) dan dibentuk pada
pemerintah
tahun 1984 oleh Salamat Hasim, yang
semua tuntutan yang disuarakan oleh MILF
awalnya
tidak mendapat respon dari Pemerintah
merupakan
Wakil
Ketua
dari
MNLF.
didengar MILF
adalah
untuk
memperoleh kembali kemerdekaan yang telah dirampas secara immoral dan illegal, dan memperjuangkan penentuan nasib sendiri (Right to self-determination). MILF 46
camp
mujahidin
(pejuang
keadilan atau pejuang kemerdekaan) dan mengorganisir 120.000 prajurit bersenjata dan tidak bersenjata serta ribuan pengikut lainnya. Tentara MILF dikenal sebagai Bangsamoro Islamic Armed Forces (BIAF) yang terdiri dari 60% pasukan regular. Pemerintah Filipina sendiri memperkirakan organisasi
untuk
memperoleh
Bangsamoro
melalui
ditempatkan
diplomasi.
Namun,
Filipina. Akibat dari tuntutan MILF tidak
Perjuangan
memiliki
tujuan
ini
memiliki
8000
tentara.
Pemerintah,
melakukan
maka
MILF
pemberontakan
penyerangan
terhadap
warga
dan sipil
di
Filipina agar Pemerintah mau merespon tuntutan mereka. Antara tahun 2000 dan 2010 diperkirakan sebesar 6.935 orang telah menjadi korban. Kemudian pada tahun 2011 sekitar sekitar 2 juta penduduk telah mengungsi dan diperkiraan jumlah kematian
terkait
pertempuran
120.000
orang
(Lisa
Huang,
berkisar Victor
Musembi, dan Ljiljana Petronic: 2012). Berbagai penyerangan yang dilakukan oleh MILF membuat Pemerintah Filipina mencari
berbagai cara untuk mengupayakan jalan
diharapkan
mampu
damai
menyelesaikan
konflik
demi
mengakhiri
penyerangan-
penyerangan tersebut.
benar-benar yang
terjadi
di
Filipina Selatan.
Tercatat berbagai perjanjian antara Bangsamoro dengan Pemerintah Filipina
2.
telah dirancang dan ditandatangani, seperti
2.1 Kajian Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
Perjanjian Tripoli, Final Peace Agreement
Kajian pustaka pada penelitian ii terdiri
(FPA), dan Memorandum of Agreement on
dari dua, yaitu yang pertama menggunakan
Ancestral
penelitian
Domain
(MOA-AD).
Namun
perjanjian-perjanjian
tersebut
selalu
mengalami
kegagalan
menyebabkan yang
berbagai
dilakukan
hingga
pemberontakan
Bangsamoro
sebagai
yang
Saprianingsih
ditulis
dengan
oleh judul:
Fatimah “Resolusi
Konflik dan Gerakan Separatisme GAM di Aceh:
Studi
Management
Kasus
Peran
Initiative
(CMI)
Crisis sebagai
bentuk kekecewaan mereka. Pemerintah
Mediator Konflik antara Pemerintah RI
Filipina kembali mengupayakan jalan damai
dengan GAM di Aceh. Penelitian tersebut
agar
menjelaskan mengenai akar konflik yang
pemberontakan
serta
berbagai
penyerangan dapat dihentikan.
terjadi antara GAM dan Pemerintah RI
Akhirnya pada tahun 2012 Pemerintah Filipina berusaha membuka kembali dialog dengan MILF untuk membicarakan konflik yang terjadi. Dalam dialog kesepakatan
hingga melahirkan sebuah kesepakatan yang
diberi
nama
Understanding
Memorandum
(MoU)
Helsinki
of
yang
ditandatangani di helsinki, Finlandia.
tersebut Bangsamoro yang diwakilkan oleh
Faktor Pendorong GAM mau duduk
MILF mengajukan berbagai tuntutan yang
bersama dengan Pemerintah RI hingga
mereka
menandatangani
inginkan.
Bangsamoro,
Tidak
Pemerintah
hanya
adalah
adanya
juga
bencana alam gempa bumi dan Tsunami di
mengajukan tuntutan dalam dialog tersebut.
Aceh yang membuat mereka sadar bahwa
Setelah
merka
melalui
dialog
Filipina
MoU
yang
panjang,
tidak
mampu
mengembalikan
akhirnya disepakatilah bahwa Pemerintah
keadaan
Filipina akan menjamin hak-hak dasar
bantuan Pemerintah. Selain itu, adanya
Bangsamoro dalam berbagai hal. Atas
kebijakan
kesepakatan
mau
Yudhoyono yang lebih menekankan dialog
menandatangani nota kesepakatan yang
dari pada penggunaan kekerasan. Dan
diajukan oleh Pemerintah Filipina. Nota
yang
Kesepakatan tersebut ditandatangani pada
sebuah otonomi khusus bagi Aceh sebagai
tanggal 15 Oktober 2012 dan diberi nama
sebuah upaya resolusi konflik agar konflik
Framework
yang terjadi dapat dihentikan.
(FAB).
itulah,
maka
Agreement
Nota
of
kesepakatan
MILF
Bangsamoro yang
telah
ditandatangani oleh kedua belah pihak
Aceh
seperti
Presiden
terpenting
semula
Susilo
adalah
tanpa
Bambang
diberikannya
Kajian
Pustaka
yang
kedua
Kedua penelitian tersebut digunakan
menggunakan penelitian yang ditulis oleh
sebagai acuan dalam menulis penelitian ini,
Azmi Muttaqin yang berjudul: “Otonomi
karena
Khusus Papua: Sebagai Upaya Merespon
kesamaan pola dalam penelitian yang
Konflik dan Aspirasi Kemerdekaan Papua”.
ditulis oleh peneliti.
penelitian
tersebut
memiliki
Penelitian ini juga menjelaskan mengenai akar konflik yang terjadi di Papua hingga penyelesaian konflik seperti penelitian yang ditulis
oleh
Fatimah
2.2. Political Recognition (Pengakuan Politik)
Saprianingsih.
Pengakuan politik merupakan sesuatu
Masyarakat Papua menganggap bahwa
hal yang sangat penting bagi sebuah kaum
kekuasaan Indonesia atas Papua sesuai
minoritas.
dengan misi UNTEA tidaklah legitimate.
kelompok minoritas akan merasa benar-
Mereka menganggap bahwa kemerdekaan
benar ada dan dihormati sebagai bagian
Papua
dari
telah
dideklarasikan
pada
Melalui
masyarakat
pengakuan
secara
politik,
menyeluruh.
pengibaran bendera Morning Star (Bintang
Pengakuan politik juga dapat dikatakan
Kejora) pertama kali pada 1 Desember
mampu
1961.
terhadap sebuah kelompok minoritas atas
Mereka
menginginkan
dikembalikannya kemerdekaan Papua yang dulu.
papua tersebut, Pemerintah mengupayakan berbagai jalan, yaitu dengan memberikan Papua sebuah otonomi khusus bagi Papua. otonomi
khusus
tersebut,
Pemerintah memberikan kesempatan bagi kaum minoritas untuk terlibat aktif dalam dalam politik, menawarkan prospek bagi kaum
minoritas
mempertahankan
kebudayaannya,
meningkatkan
kesempatan untuk lahir dan terbangunnya koalisi
antar
etnis,
dan
memberikan
kesempatan yang luas bagi daerah-daerah yang berpotensi terpecah belah untuk mengusahakan
jalan
keluar
secara
konstitusional. Secara tidak langsung, halhal tersebutlah yang membuat Papua akirnya mau untuk meredam keinginan mereka.
diskriminasi
budaya maupun kultur yang mereka anut. Charles Taylor mengemukakan bahwa
Untuk meredam keinginan Masyarakat
Melalui
meminimalkan
masalah terbesar dalm multikulturalisme adalah pentingnya pengakuan (recognition) terhadap identitas bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan (subaltern). Selain itu, Taylor juga berpendapat bahwa dalam dunia internasional yang multicultural, tiap negara bangsa akan saling bersaing pada aspek
budaya
pengakuan pengakuan penggerak
demi
secara politis utama
mendapatkan
politis.
Karena
merupakan tumbuhnya
motor identitas
kebangsaan dan rasa nasionalisme yang menjadi symbol kebanggaan dari sebuah negara bangsa (Charles Taylor, 1992) Selain Charles Taylor, Will Kymlicka juga berpendapat bahwa dalam negara bangsa yang multikultural, identitas harus diberikan kepada kaum minoritas sebagai suatu pengakuan terhadap hak universal mereka
sebagai
warganegara
secara
keseluruhan,
walaupun
memiliki
strategis, yaitu antara opsi merdeka dan
kebudayaan maupun adat istiadat yang
opsi perlingungan hak-hak kaum minoritas.
berbeda
secara
Selain itu, otonomi juga dianggap sebagai
keseluruhan dalam sebuah negara (Will
sebuah mkanisme yang mampu menjamin
Kymlicka, 2001).
hak-hak dasar dalam sebuah wilayah. Dan
dengan
masyarakat
yang terpenting adalah otonomi sebagai alternatif dalam penyelesaian konflik yang
2.3. Otonomi Khusus Secara
operasional,
didefinisikan
sebagai
otonomi
terbukti secara efektif mampu diterima
pemberian
sebagai bentuk kompromi win to win
mekanisme pemerintahan sendiri secara
solution oleh pihak yang bertikai.
internal kepada wilayah atau sekelompok orang yang dengan hal tersebut mengakui
2.4.
sebagian pemberian kemerdekaan dan
eskalasi Konflik)
kebebasan nasional
dari
pengaruh
dan/atau
pemerintah
Conflict
(De-
De-eskalasi konflik merupakan tahapan
pusat
dimana konflik masih menyebabkan banyak
(Streiner, 1991: 1542 dalam Cornell, 2007:
korban jiwa berjatuhan, pihak yang bertikai
249).
harus menemukan waktu yang tepat untuk
Dalam
Internasional,
pemerintah
De-escalation
perspektif
otonomi
Hukum
menunjuk
pada
memulai
(entry
point)
proses
resolusi
sebagian wilayah negara yang memiliki hak
konflik.
untuk mengatur diri sendiri dalam beberapa
berbagai bentuk kontak senjata. resolusi
kewenangan melalui penerapan hukum dan
konflik akan tercapai apabila kedua belah
peraturan
pihak benar-benar menginginkan adanya
tanpa
menyatakan
memiliki
negara sendiri (Cornell, 2007: 249). Dengan
demikian
otonomi
Tahap
ini
masih
melibatkan
resolusi konlik secara
Konsep tentang entry point ini dapat
implisit mengakui hak-hak khusus sebuah
ditemukan dalam tulisan Zartman (1985)
wilayah untuk memiliki hak, kewenangan,
tentang kondisi hurting stalemate. Kondisi
dan
secara
hurting stalemate dapat dikenali dengan
administratif yang sebagian terpisah dari
adanya keterbukaan kedua belah pihak
pemerintah pusat. Konsepsi otonomi yang
agar mau berunding demi menurunkan
digunakan di dalam makalah ini meliputi
kerugian yang terjadi akibat dari adanya
otonomi dalam berbagai aspek, termasuk
peperangan. Konsep ini didukung oleh
otonomi wilayah, otonomi budaya dan
Bloomfield, Nupen dan Haris (2000). Entry
otonomi finansial.
point berlaku ketika adanya pihak yang
tanggungjawab
Pemberian
otonomi
yang
khusus
dapat
dikatakan sebuah sebuah upaya untuk menyelesaikan
permasalahan
maupun
menurunkan ekskalasi konflik (Kriesberg, 1991). Setelah
berhasil
menemukan
entry
koflik yang ada (resolusi konflik). Hal itu
point maka tahap kedua ialah mengijinkan
dikarenakan otonomi dapat ditempatkan
adanya pihak luar untuk meringankan
sebagai
beban korban akibat konflik yang terjadi
sebuah
posisi
yang
paling
(Anderson,
1996).
Usaha
selanjutnya
3. METODELOGI PENELITIAN
adalah menciptakan suasana yang kondusif
Penelitian ini menggunakan metode
untuk melakukan transformasi sosial dan
penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian
politik.
kelompok
kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan
yang bertikai untuk mencapai pemahaman
suatu fenomena ataupun konflik yang
timbal-balik dan mengesksploarsi berbagai
terjadi dalam bentuk narasi. Penelitian ini
bentuk
Misalnya
mengijinkan
alternative
Alternatif
ini
dapat
peredaman
konflik.
akan menggambarkan konflik yang terjadi
dilakukan
dengan
di
Filipina
Selatan,
yaitu
antara
menunjuk pihak ketiga sebagai mediator.
Bangsamoro dengan Pemerintah Filipina.
Contoh
oleh
Penelitian ini dipilih karena penulis ingin
Rothman (1992) yang menawarkan empat
menggambarkan faktor apa saja yang
komponen utama proses problem-solving.
mendorong MILF untuk menandatangani
aktualnya
dikemukakan
Komponen pertama adalah masingmasing pihak mengakui keberadaan pihak
FAB dengan Pemerintah Filipina pada tahun 2012.
lain untuk melakukan komunikasi tingkat awal.
Komponen kedua adalah
masing-
Jenis sumber data yang digunakan untuk
mendapatkan
informasi
dalam
masing pihak memberikan informasi yang
penelitian ini adalah sumber data sekunder.
benar kepada pihak lain tentang akar
Data
konflik, trauma-trauma yang timbul selama
diperoleh
konflik,
sumber data asli. Data tersebut bisa
serta
kendala-kendala
yang
sekunder
merupakan
secara
tidak
data
yang
langsung
dari
menghambat terjadinya resolusi konflik.
berasal dari
Komponen ketiga adalah kedua belah pihak
resmi, jurnal, maupun bulletin yang sifatnya
secara bertahap menemukan pola interaksi
dokumentasi (Silalahi 2012). Pengumpulan
yang diinginkan untuk mengkomunikasikan
data yang dilakukan dalam penelitian ini
signal-signal perdamaian. Dan komponen
diperoleh dari jurnal, buku, berita, baik itu
terakhir adalah problem-solving workshop
koran
yang
suatu
disajikan dalam bentuk narasi. Data-data
suasana yang kondusif bagi pihak-pihak
yang diperoleh akan lebih mudah dipahami
bertikai untuk melakukan proses resolusi
jika disajikan dalam bentuk narasi. Dalam
konflik.
penelitian ini penulis akan menggambarkan
berupaya
menyediakan
catatan, seperti buku, web
ataupun
internet.
Penelitian
ini
Konsep de-eskalasi konflik ini dapat
faktor apa yang mendorong MILF mau
digunakan untuk menggambarkan konflik
menandatangai FAB dengan Pemerintah
yang terjadi di Filipina hingga upaya
Filipina.
perjanjian
dapat
ditemukan
mengakhiri
konflik
yang
perjanjian
yang
dilakukan
ada.
untuk Upaya tersebut
mencerminkan konflik yang ada mulai
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Konflik antara Pemerintah dengan Bangsamoro
dapat diatasi.
Konflik yang terjadi di Filipina Selatan yang
melibatkan
Bangsamoro
telah
berlangsung selama 4 dekade. Awalnya
dan
huramentados
(pembunuh)
konflik yang terjadi melibatkan Bangsamoro
(Wiharyanto, 2011: 39).
Pada dasarnya,
dengan para penjajah yang menginginkan
Amerika juga ingin memasukkan kaum
adanya Kristenisasi di wilayah Filipina
Muslimin ke dalam arus utama masyarakat
Selatan.
jauh
Filipina di Utara dan mengasimilasi kaum
mendapatkan
Muslim kedalam tradisi dan kebiasaan
Konflik
sebelum
tersebut
Filipina
kemerdekaannya. mendapatkan konflik
terjadi
Setelah
Filipina
kemerdekaannya,
tersebut
barulah
Pada
periode
peralihan,
mulailah
Pemerintah
terjadi perebutan tanah akibat adanya
Filipina. Konflik antara Pemerintah Filipina
program pemukiman besar-besaran bagi
dengan Bangsamoro ini akibat dari adanya
orang-orang Utara dengan tujuan untuk
modernisasi yang dibawa oleh orang-orang
menghancurkan keragaman (homogenity)
Amerika. Namun, Bangsamoro tidak mau
dan keunggulan jumlah Bangsamoro di
menerima modernisasi tersebut dan tetap
Mindanao
mempertahankan agama serta kebudayaan
mengintegrasikan
mereka. Sejarah konflik di Filipina Selatan
masyarakat Filipina secara umum yang
ini akan dibagi menjadi 3 periode, yaitu
memeluk agama Kristen.
Periode
melibatkan
orang-orang Kristen.
Sebelum
Merdeka,
Pada
periode
Sebelum
Merdeka,
berusaha
mereka
ke
dalam
Kepemilikan tanah yang begitu mudah
Periode
Peralihan, dan Periode Setelah Merdeka.
serta
dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut
mendorong
migrasi
dan
Spanyol dan Amerika Serikat melakukan
pemukiman
penjajahan di Filipina. mereka memiliki misi
orang Utara ke Mindanao. Banyak pemukin
yang
yang
sama,
yaitu
sama-sama
ingin
besar-besaran
datang,
seperti
di
bagi
orang-
Kidapawan,
melakukan Kristenisasi di Filipina. Setelah
Manguindanao,
berhasi melakukan Kristenisasi di Filipina
utama kedatangan mereka ke Mindanao
Utara,
adalah untuk mendapatkan tanah.
mereka
berusaha
melakukan
mengakui
bahwa
motif
Kristenisasi di Filipina Selatan, yaitu Pulau
Dan yang terakhir adalah periode
Mindanao yang menganut agama Islam.
setelah merdeka. Walaupun Filipina telah
Namun
mendapatkan
usaha
mereka
mengalami
kemerdekaannya,
kegagalan karena umat Muslim Mindanao
Bangsamoro tetap mengalami berbagai
tidak menerima hal itu dan tetap ingin
bentuk diskriminasi dan marjinalisasi oleh
mempertahankan kebudayaan serta adat
Pemerintah
istiadat mereka yang telah lama mereka
kemiskinan, sulitnya memperoleh lapangan
anut sehingga terjadilah perang antara
pekerjaan
umat Muslim Mindanao dan para penjajah.
pendidikan di wilayah Moro, bahkan tidak
Hingga akhirnya mereka di-stigmatisasi
jarang diskriminasi telah mengarah kepada
(julukan
kekerasan militer.
terhadap
hal-hal
yang
buruk)
sebagai "Moor" (Moro). Moro memiliki arti orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan
mereka
dan
Pemerintah wilayah
Mindanao
sendiri
rendahnya
tetap
seperti
tingkat
memasukkan
kedalam
wilayah
administratif Filipina dan tidak merespon
itu,
dengan petisi-petisi yang diajukan oleh
yangmelakukan
orang-orang Moro. Pemerintahan Manuel
warga Filipina Utara ke selatan juga
Quezon
dilakukan
tidak
orang-orang
memerdulikan
Moro
Mindanao,
program migrasi
pemerinta besar-besaran
untuk
mengasimilasi
dan
Bangsamoro kedalam masyarakat Filipina
bahkan menempatkan Mindanao sebagai
secara keseluruhan untuk menghancurkan
salah
perbedaan yang ada di Filipina. Akibat dari
satu
di
tuntutan
adanya
aset
penting
untuk
menyelesaikan masalah yang ada di Luzon
adanya
dan Visayas seperti masalah pertanahan
memunculkan
dan investasi ekstratif maupun agraris.
yang ada di Filipina Selatan, seperti
Kebijakan itu diambil karena Mindanao
misalnya lahan untuk pemukiman.
merupakan
wilayah
yang
mempunyai
migrasi
inilah
yang
perebutan
Perebutan
sumber
kemudian
sumber
daya
daya
tersebut
ketersediaan lahan sangat luas dan sumber
menyebabkan Bangsamoro merasa tidak
daya alam untuk investasi yang besar.
pernah diakui sebagai masyarakat asli yang
Pemeritah kemudian merancang program
sejak dulu mendiami pulau Mindanao.
untuk melakukan perpindahan penduduk
Bangsamoro yang tidak pernah mendapat
Luzon dan Visayas ke Mindanao (Guerra,
pengakuan akhirnya memunculkan rasa
2010).
dendam
Adanya berbagai tindakan diskriminasi
akibat
dari
adanya
rasa
terpinggirkan oleh pemerintah. Atas dasar
yang dilakukan menyebabkan munculnya
itulah,
berbagai pemberontakan yang dilakukan
masyarakat yang menjadi representasi dari
oleh Bangsamoro terhadap Pemerintah,
Bangsamoro, salah satunya adalah MILF.
salah
MILF melakukan pemberontakan sebagai
satunya
adalah
Moro
Islamic
muncullah
berbagai
organisasi
Liberation Front (MILF). MILF meerupakan
bentuk
sebuah organisasi yang didirikan sebagai
terhadap Pemerintah Filipina yang tidak
suatu bentuk representatif dari Bangsamoro
pernah berlaku adil hingga menjatuhkan
secara meluas. MILF terbentuk karena
banyak korban jiwa akibat pemebrontakan
adanya perlakuan diskriminatif pemerintah
tersebut.
Filipina
atas
muslim
Moro
protes
dan
rasa
kekecewaan
yang
menginginkan dibentuknya sebauh negara
4.2 Upaya Penyelesaian Konflik antara
independen di Filipina Selatan.
Pemerintah dengan Bangsamoro
Dari ketiga periode tersebut, dapat dilihat
bahwa
pada
setiap
periode,
Berbagai pemerintah
upaya untuk
telah
dilakukan
meredam
konflik
Pemerintah Filipina selalu berusaha untuk
tersebut. Seperti pada masa pemerintahan
menghilangkan
Presiden
identitas
yang
melekat
Ferdinand
Marcos
telah
cara
untuk
pada Bangsamoro. Penghilangan identitas
diupayakan
berbagai
tersebut dilakukan dengan cara melakukan
memendam
pemberontakan
upaya Kristenisasi bagi Bangsamoro yang
Seperti misalnya kampanye yang dilakukan
mendiami Filipina bagian selatan. Selain
Marcos
untuk
menarik
tersebut.
simpati
Bangsamoro,
seperti
melakukan
mengupayakan jalan damai dengan MILF
pembangnunan ekonomi Filipina diberbagai
dan melahirkan Final Peace Agreement
sektor pasca baku hantam yang terjadi,
(FPA) pada 2 September 1996 yang isinya
serta dibangunnya tempat ibadah bagi
mengenai
umat Muslim di Manila dan kota-kota
perjanjian tersebut hanya bertahan selama
lainnya di Filipina, serta diakuinya libur hari
3
raya umat Muslim.
kepemimpinan Presiden Joseph Estrada
Kampanye
yang
dilakukan
oleh
genjatan
tahun.
Pada
perjanjian
senjata.
tahun
tersebut
Namun,
2000,
dibatalkan
dibawah
(Thomas
Marcos menghasilkan sebuah perjanjian
McKenna, 1998). Joseph Estrada yang
damai, Perjanjian tersebut diberi nama
lebih memilih tindakan koersif dengan tidak
Perjanjian Tripoli (Tripoli Agreement) yang
memberi
dukungan
ditandatangani
perjanjian
damai
pada
tahun
1976.
Isi
penuh
terhadap
tersebut
akhirnya
kesepakatan tersebut adalah menjamin
mengumumkan
prinsip dasar otonomi Islam di Filipina
Perang kembali terjadi antara MILF dan
Selatan dan pembentukan Autonomous
Pemerintah selama bertahun-tahun tanpa
Region in Muslim Mindanao (ARMM).
adanya
Namun perjanjian ini mengalami kegagalan,
Kemudian pada tahun 2001, Presiden
karena ARMM yang merupakan isi dari
Estrada digulingkan karena kerugian besar
Perjanjian Tripoli telah dibuat, namun tidak
yang
benar-benar
tersebut.
dilaksanakan
sebagaimana
solusi
dihadapi
“perang
untuk
negara
habis-habisan”.
mengakhirinya.
akibat
perang
kesepakatan yang disepakati kedua belah
Pada era kepemimpinan Gloria Arroyo,
pihak. Selain itu, Pemerintah Filipina juga
Memorandum of Agreement on Ancestral
menganggap Perjanjian Tripoli melanggar
Domain
Konstitusi
menghentikan
1973
mengenai
Subdivisi
(MOA-AD)
dirancang
untuk
penyerangan-penyerangan
Teritorial dan politik Filipina. Akibatnya,
yang terjadi. Perjanjian ini akan berisi
Bangsamoro
jihad
tentang pengaturan wilayah kekuasaan
terhadap
ARMM yang dulu telah dibuat sesuai
Pemerintah. Namun, keputusan ini tidak
dengan Perjanjian Tripoli akan diperluas.
mendapat
masyarakat
Bangsamoro juga diberikan lebih banyak
Bangsamoro secara keseluruhan. Hingga
kontrol wilayah dan sumber daya di bawah
akhirnya
konsep
menyatakan
(berjuang/berusaha
keras)
dukungan
dari
Bangsamoro
yang
lebih
hak
mendukung untuk tetap meneruskan upaya
kewenangan
damai
kepolisian.
dengan
Pemerintah
dibaawah
bendera MILF.
Namun,
pasukan
perjanjian
tersebut
ketika akan ditandatangani karena ada tekanan
hak
membatalkan
senjata,
dengan
membentuk
kembali berjuang untuk mendapatkan hak-
angkat
manusia
dibatalkan sepihak oleh Pemerintah Filipina
Bangsamoro dibawah bendera MILF
mereka.
asasi
Setelah
bertahun-tahun
akhirnya
Pemerintah
dibawah Persiden Fidel V. Ramos kembali
dari
Pemerintah
berbagai perjanjian
beranggapan
pihak
untuk
tersebut. bahwa
MILF
memiliki hubungan dengan jaringan teror
Al-Qaeda dan tidak mampu membuktikan
Perundingan tersebut melahirkan sebuah
bahwa mereka tidak ada hubungan dengan
perjanjian yang ditadatangani kedua belah
jaringan tersebut. Akibatnya, MILF kembali
pihak pada 15 Oktober 2012. Perjanjian
melakukan
tersebut
sebagai
penyerangan-penyerangan suatu
bentuk
kekecewaan
diberi
nama
Framework
Agreement of Bangsamoro (FAB).
terhadap pemerintah (Global Muslim, 2011) Penyerangan-penyerangan
yang
4.3.Faktor
dilakukan oleh MILF membuat Malaysia
Liberation
sebagai
menandatangani Framework Agreement
pihak
yang
diminta
untuk
Pendorong Front
Moro
Islamic
(MILF)
untuk
menengahi konflik melakukan ancaman
of
serius terhadap MILF. Menurut Mohagher
Pemerintah Filipina Pada Tahun 2012
Iqbal (ketua panel perdamaian MILF),
Bangsamoro
Dirancang
(FAB)
serta
dengan
ditandatanganinya
Malaysia mengancam tidak akan mau
berbagai
menengahi konflik yang terjadi jika MILF
mampu
tetap
mendirikan
Berbagai perjanjia yang ditandatangani
ancaman
oleh kedua belah pihak selalu mengalami
tersebut, maka MILF mulai berpikir kembali.
kegagalan hingga pemberontakan terus
MILF
terjadi.
menginginkan
negara
independen.
akhirnya
untuk Akibat
memilih
untuk
dapat
perjanjian meredam
Malaysia,
tidak
serta
konflik
sebagai
yang
salah
merta ada.
satu
memerintah sendiri secara efektif dengan
negara yang menawarkan untuk menjadi
intervensi sedikit dari pemerintah pusat di
mediator
Filipina Selatan (dikutip Reuters pada
menghentikan
2010).
pemberontakan dan mau untuk duduk
Mohagher Iqbal selaku ketua panel perdamaian MILF, akhirnya menyodorkan
mulai
mendekati segala
MILF
bentuk
agar aksi
bersama Pemerintah mencari solusi agar konflik dapat diatasi.
formula baru perjanjian, yaitu pendirian semacam negara bagian seperti Amerika Serikat,
tak
sepenuhnya
lepas
dari
pemerintah pusat. Dengan adanya formula baru perjanjian, Iqbal menjabarkan bahwa negara bagian ini tidak akan memiliki kewenangan atas pertahanan nasional, kebijakan luar negeri, mata uang, dan kantor pos yang sudah dikontrol oleh pemerintah pusat. Namun, negara bagian ini akan memiliki pasukan bersenjata untuk keamanan internal. Berbekal draft tersebut, MILF dan Pemerintah Filipina kembali membuka
dialog
damai
dibawah
kepemimpinan Presiden Benigno Aquino.
Mohagher Iqbal selaku ketua panel perdamaian MILF, akhirnya menyodorkan formula baru perjanjian, yaitu pendirian semacam negara bagian seperti di Amerika Serikat,
tak
sepenuhnya
lepas
dari
pemerintah pusat. Dimana negara bagian ini akan memiliki pasukan bersenjata untuk keamanan
internal.
Kewenangan
atas
pertahanan nasional, kebijakan luar negeri, mata uang, dan kantor pos yang sudah dikontrol pemerintah pusat akan tetap diatur oleh pemerintah pusat. Berbekal draft tersebut, MILF dan Pemerintah Filipina
kembali membuka dialog damai dibawah kepemimpinan Presiden Benigno Aquino.
Pada 24 April 2012, pintu damai akhirnya
terbuka.
Kedua
belah
pihak
menandatangani sebuah lay out sudut Dialog antara MILF dengan Pemerintah Filipina
tersebut
diawali
dengan
dibentuknya sebuah badan ad-hoc untuk menjadi mediator dalam konflik ini. Badan tersebut bernama International Contact Group
(ICG),
yang
berdiri
pada
15
September 2009. Kemudian pada Januari 2011, pertemuan informal pertama antara kedua belah pihak diadakan. Pada 9
pandang umum mengenai prinsip-prinsip dasar. Kemudian pada 28-30 Mei 2012, Pemerintah Filipina dan MILF setuju untuk memperbaiki posisi masing-masing dalam agenda
substantif,
pembagian
termasuk
kekayaan,
dalam
pembagian
kekuasaan dan pemerintahan, transisi dan normalisasi untuk entitas politik otonom baru yang akan menggantikan ARMM.
Febuari 2011, perundingan kedua diadakan dengan membicarakan perundingan damai
Pada 8-11 Agustus 2012, isu mengenai
antara MILF dengan Pemerintah Filipina.
pembagian kekayaan dan kekuasaan dapat
MILF
diselesaikan.
menyampaikan
tuntutan
mereka
keinginan
kepada
dan
Pemerintah
(Philstar, 2014)
Kemudian
pada
5-8
September 2012, pembicaraan penjajakan kembali dilakukan. Pada 2-7 Oktober 2012, Pemerintah Filipina dan MILF menyepakati
Pada 4 Agustus 2011, kedua belah pihak melakukan pertemuan di Narita, Jepang. Presiden Benigno Aquino meminta melakukan pertemuan informal dengan ketua
MILF
Al
Haj
Murad
untuk
memberikan perspektif dan visinya tentang penyelesaian konflik di Mindanao, karena Presiden
Benigno
Aquino
ingin
mempercepat perjanjian perdamaian untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan. Setelah
itu,
pada
22
Agustus
persetujuan
kerangka
kerja
bersama.
Hingga pada akhirnya tanggal 15 Oktober 2012,
Pemerintah
Filipina
dan
MILF
menandatangani kerangka kerja tersebut, yang diberi nama Framework Agreement of Bangsamoro (FAB). FAB ditandatangani oleh pengacara Marvic Leonen, perunding utama
Pemerintah,
dengan
Mohagher
Iqbal, utusan MILF di Istana Malacanang, Manila (Philstar, 2014)
2011,
Pemerintah menyerahkan sebuah proposal
Berbekal pengalaman dari perjanjian-
kepada MILF. Pada 3 November 2011,
perjanjian
Pemerintah dan MILF bertemu di Kuala
mengalami kegagalan, maka MILF benar-
Lumpur, Malaysia untuk membicarakan
benar berhati-hati agar kegagalan yang
pemberontakan yang terjadi di Basilan dan
pernah
Zamboanga pada saat itu. Kemudian pada
Tentunya ada faktor yang mempengaruhi
Januari hingga Maret 2012, pembicaraan
MILF mau menandatangani FAB, yang
penjajakan
membuat
antara
kedua
belah
pihak
sebelumnya
terjadi
tidak
mereka
yang
terulang
merasa
selalu
kembali.
diuntungkan
kembali diadakan terkait perjanjian damai
dengan adanya perjanjian tersebut. Faktor-
yang akan dilakukan (Philstar, 2014)
faktor tersebut akan dapat dilihat melalui isi
dari FAB. FAB akan berisi beberapa poin
sebagai orang yang buta huruf, jahat, tidak
penting, yaitu mengenai Hak-hak Dasar
bertuhan
Bangsamoro,
bunuh.
Wilayah,
Hukum
Dasar
(huramentados),
dan
tukang
Bangsamoro, Pembagian Pendapatan dan Beberapa poin yang tercantum dalam
Kekayaan, Transisi dan Implementasi, dan
kesepakatan juga dapat dikatakan sebagai
Normalisasi.
sebuah Isi dari FAB tersebut mencerminkan bahwa
beberapa
poin
politik
(Political
Recognition), seperti pengakuan hak-hak
yang
dasar bagi Bangsamoro yang menyangkut
terkandung didalamnya memang memiliki
hak untuk hidup, hak untuk kebebasan
perbedaan
perjanjian-perjanjian
berekspresi sesuai dengan agama dan
sebelumnya yang telah dirancang dan
keyakinan, hak untuk kebebasan berbicara,
ditandatangani oleh MILF dan Pemerintah
hak
Filipina. Poin terpenting yang terkandung
politik, hak untuk kebebasan tempat tinggal,
dalam
hak
dengan
FAB
terletak
penting
pengakuan
pada
adanya
untuk
untuk
mengekspresikan
bebas
dari
pendapat
segala
bentuk
pengakuan Bangsamoro sebagai sebuah
pelecehan agama dan etnis, serta hak
entitas politik baru yang diberi nama
untuk
“Bangsamoro” menggantikan ARMM, serta
dihormati.
masyarakat
adat
yang
harus
adanya perumusan Undang-undang Dasar Bangsamoro yang akan menjadi dasar hukum bagi bangsamoro yang didalamnya akan berisi tentang pemberian otonomi khusus bagi bangsamoro. Kedua poin tersebut dapat dikatakan sebagai faktor pendorong MILF
mau menandatangani
FAB dengan Pemerintah Filipina pada
Pengakuan
politik
(Political
Political
Bangsamoro merasa bahwa keberadaan mereka sebagai sebuah etnis minoritas diakui, dihargai, serta dianggap sebagai bagian dari masyarakat Filipina secara menyeluruh, seperti yang dikemukakan Charles
terbesar Pengakuan
atau
Recognition bagi Bangsamoro membuat
oleh
tahun 2012.
politik
Taylor
dalm
pentingnya
bahwa
multikulturalisme pengakuan
masalah adalah
(recognition)
Recognition) yang mencakup pengakuan
terhadap identitas bagi kelompok-kelompok
Bangsamoro sebagai sebuah entitas baru
yang terpinggirkan (subaltern). Selain itu,
yang
“Bangsamoro”
Taylor juga berpendapat bahwa dalam
menggantikan ARMM merupakan sebuah
dunia internasional yang multicultural, tiap
hal yang penting bagi Bangsamoro. Melalui
negara bangsa akan saling bersaing pada
pengakuan, Bangsamoro merasa diakui
aspek
sebagai sebuah kelompok yang mendiami
pengakuan
wilayah di Filipina bagian selatan. Selain
pengakuan
itu,
penggerak
diberi
melaui
sebagai
nama
pengakuan
sebuah
Bangsamoro
tidak
entitas lagi
Bangsamoro politik
baru,
distigmatisasi
budaya
demi
secara politis utama
mendapatkan
politis. merupakan
tumbuhnya
Karena motor identitas
kebangsaan dan rasa nasionalisme yang
menjadi symbol kebanggaan dari sebuah negara bangsa (Charles Taylor, 1992)
Selain Pengakuan Politik, dalam FAB kali ini pemberian otonomi khusus juga masih
Selain Charles Taylor, Will Kymlicka juga berpendapat bahwa dalam negara bangsa yang multikultural, identitas harus diberikan kepada kaum minoritas sebagai suatu pengakuan terhadap hak universal mereka
sebagai
keseluruhan,
warganegara walaupun
secara memiliki
kebudayaan maupun adat istiadat yang berbeda
dengan
masyarakat
secara
keseluruhan dalam sebuah negara (Will Kymlicka, 2001).
menjadi
faktor
pendorong
Bangsamoro untuk menandatangani FAB. Otonomi khusus yang diberikan kepada bangsamoro dalam FAB ini menyerupai negara bagian di Amerika Serikat sehingga Filipina Selatan tetap menjadi bagian dari negara
Filipina
secara
utuh.
Dengan
adanya pemberian otonomi khusus ini, Bangsamoro akan lebih leluasa untuk mengatur wilayah mereka sendiri. Selain itu, pemberian otonomi khusus ini juga memberikan
Ditandatanganinya FAB ini membuat
satu
Bangsamoro
kewenangan
dalam hal merancag hukum dasar mereka
terlebih
sendiri sesuai dengan adat istiadat yang
dengan diakuinya mereka sebagai sebuah
melekat pada diri mereka. Hukum dasar
entitas
Bangsamoro
Bangsamoro
merasa
politik
dihargai,
baru,
Bangsamoro
akan
diatur
dalam
UUD
mempunyai wewenang untuk membuat
Bangsamoro (Bangsamoro Basic Law),
hukum mereka sendiri yang sesuai dengan
dalam hukum dasar ini Bangsamoro akan
syariah Islam dibawah payung Bangsamoro
memiliki
Basic Law (BBL). Selain itu, pengakuan
sistem peradilan syariah. Dengan adanya
atas hak-hak dasar mereka juga diakui
otonomi khusus ini, Bangsamoro juga akan
dalam FAB ini. Seperti misalnya hak untuk
memiliki kewenangan dalam hal pembagian
kebebasan berekspresi sesuai agama dan
pendapatan dan kekayaan.
keyakinan mereka, hak untuk memiliki kesempatan yang sama tanpa adanya diskriminasi, hak untuk bebas dari segala bentuk pelecehan agam dan etnis, serta hak-hak dasar lainnya yang telah tercantum dalam
FAB. Pengakuan akan
adanya
Bangsamoro sebagai sebuah entitas politik merupakan hal baru yang tercantum dalam perjanjian
ini,
yang
tidak
ada
dalam
perjanjian-perjanjian sebelumnya, sehingga pengakuan ini dikatakan sbagai faktor pendorong yang sangat penting hingga MILF mau menandatangani FAB.
bentuk
menteri
dan
memiliki
Pemberian otonomi ini tentunya tidak begitu saja diberikan, akan ada banyak pertimbangan-pertimbangan terkait hal ini. Otonomi diletakkan pada posisi paling strategis, yaitu di antara opsi merdeka di satu
sisi
dan
perlindungan
hak-hak
minoritas di sisi lain. Selain itu, otonomi dikatakan sebagai alternatif penyelesaian konflik yang terbukti secara efektif mampu diterima sebagai bentuk kompromi win to win solution oleh pihak-pihak yang bertikai (dalam
hal
pemberontak).
ini
negara
dan
Kemenangan
pihak akan
diperoleh oleh kedua belah pihak, baik
kembali pada kondisi dimana mereka dapat
pemerintah
mencapai kualitas hidup yang mereka
maupun
kelompok
etnis.
Pemerintah tetap bisa mempertahankan
ingikan.
integritas teritorialnya dan kelompok etnis
memiliki
mendapatkan kebebasan lebih besar untuk
keamanan manusia di Bangsamoro melalui
memerintah sendiri.
pengurangan
Selain
itu,
tujuan
normalisasi
untuk
juga
memastikan
dan
pengendalian
penggunaan senjata api di daerah serta Otonomi khusus yang diberikan oleh Pemerintah Filipina dalam FAB ini benar-
pembubaran tentara swasta dan kelompok bersenjata lainnya.
benar mewakili keinginan yang selama ini diingikan
oleh
keseluruhan.
Bangsamoro
melalui
secara
itulah
khusus,
yang mendasari disepakatinya perjanjian
berbagai
damai antara Pemerintah dengan MILF.
kewenangan lebih yang selama ini tidak
Dengan diakuinya Bangsamoro sebagai
pernah mereka dapatkan. Karena dalam
sebuah entitas politik baru yang diberikan
perjanjian-perjanjian
sebelumnya,
sebuah otonomi khusus oleh Pemerintah
pemeberian otonomi khusus bagi mereka
Filipina. melalui pemberian otonomi khusus
masih terlihat rancu.
ini,
Bangsamoro
otonomi
Pertimbangan-pertimbangan
memiliki
Bangsamoro
akan
memiliki
kewenangan lebih dalam mengatur wilayah FAB
kali
ini
juga
mencantumkan
mengenai transisi dan implementasi serta normalisasi,
dimana
dicantumkan
untuk
kedua
poin
mengawal
ini serta
mengawasi jalannya proses perdamaian di Filipina Selatan. Dalam poin transisi dan implementasi, akan dibentuk komisi transisi dengan
fungsi
menyususn
UUD
Bangsamoro, mengamandemen konstitusi Filipina,
serta
bentuk
mengkoordinasi
program
setiap
pengembangan.
Kemudian, pada akhir periode transisi, Pemerintah Filipina dan MILF, bersama-
mereka sendiri. Selain itu, Bangsamoro juga akan memiliki hukum dasar yang mengatur hukum di wilayah bangsamoro yang
akan
tercantum
Bangsamoro dengan
dalam
(Bangsamoro
model
peradilan
UUD
Basic
Law)
berdasarkan
syariah. Atas dasar itulah MILF sebagai perwakilan
Bangsamoro
mau
menandatangani sebuah kerangka kerja yang
diberi
nama
Framework
of
Bangsamoro (FAB), yang ditandatangani pada
15
Oktober
2012
di
Istana
Malacanang, Filipina.
sama dengan Malaysia sebagai fasilitator dan Tim Pemantau Pihak Ketiga, akan
Adanya berbagai upaya yang dilakukan
mengadakan pertemuan untuk meninjau,
pemerintah untuk meredam konflik ini
menilai, dan mengevaluasi pelaksanaan
menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di
kesepakatan.
poin
Filipina berada pada masa de-eskalasi
bahwa
konflik. De-eskalasi konflik terjadi ketika
Sedangkan
normalisasi,
para
normalisasi
sangat
pihak
pada setuju
penting
dilakukan.
Melalui normalisasi, masyarakat akan dapat
konflik
yang
ada
mulai
mengalami
penurunan hingga akhirnya kedua belah
pihak
memilih
bersama
memperoleh kembali kemerdekaan yang
membicarakan konflik yang terjadi serta
telah dirampas secara immoral dan illegal,
solusi
dan memperjuangkan penentuan nasib
apa
untuk
yang
duduk
akan
diambil
untuk
meghentikan konflik tersebut. Ditandatanganinya Pemerintah
Filipina
sendiri (Right to self-determination). MILF
FAB dan
antara
MILF
menunjukkan suatu bentuk
juga
de-eskalasi
konflik. Karena melalui perjanjian yang ada, berarti konflik yang terjadi dapat diatasi dengan baik. Faktor pendorong MILF untuk menandatangani FAB ini terletak pada poin yang tercantum dalam FAB, yaitu diakunya Bangsamoro sebagai sebuah entitas politik baru, diberikannya
otonomi khusus
berusaha
untuk
keinginan
mereka
kepada
pemerintah
melalui diplomasi. Namun, semua tuntutan yang disuarakan oleh MILF tidak mendapat respon dari Pemerintah Filipina. Akibat dari tuntutan MILF tidak didengar Pemerintah, maka MILF melakukan pemberontakan dan penyerangan
terhadap
warga
sipil
di
Filipina agar Pemerintah mau merespon tuntutan mereka. Pemerintah berupaya meredam konflik
hukum yang diberi nama Bangsamoro
tersebut
Basic
menandatangani
(Undang-undang
menyuarakan
di
Filipina Selatan, serta adanya payung
Law
terus
Dasar
dengan
merancang
berbagai
perjanjian,
Bangsamoro) yang akan mengatur segala
seperti Tripoli Agreement pada 1976, Final
bentuk hak-hak dasar bagi Bangsamoro.
Peace Agreement (FPA) pada 1996, dan
Dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong
Memorandum of Agreement on Ancestral
ini
Domain (MOA-AD) pada 2008. Namun
termasuk
kedalam
bentuk
faktor
intangible, dimana faktor ini merupakan
perjanjian
faktor yang tidak dapat terlihat, namun
kegagalan dan
dapat dirasakan.
pemberontakan.
tersebut
juga
mengalami
menyebabkan berbagai
Setelah melalui usaha yang panjang
5. KESIMPULAN DAN SARAN
untuk meyakinkan kembali Bangsamoro 5.1 Kesimpulan Konflik
yang
agar konflik dapat terselesaikan, akhirnya terjadi
antara
Bangsamoro dengan Pemerintah Filipina telah terjadi sejak berpuluh-puluh tahun lalu, yaitu sejak zaman penjajahan. Konflik tersebut dibagi menjadi 3 periode, yaitu periode
sebelum
merdeka,
Pemerintah kembali
Filipina
dialog
berhasil
dan
membuka
menandatangani
sebuah kerangka kerja yang diberi nama Framework
Agreement
of
Bangsamoro
(FAB) dengan MILF pada 15 Oktober 2012.
periode
peralihan, dan periode sesudah merdeka.
FAB berisikan tentang pembentukan
Namun, Moro Islamic Liberation Front
sebuah entitas politik baru yang diberi
(MILF) baru terbentuk setelah Filipina
nama
mendapatkan
berbagai hak-hak dasar Bangsamoro terkait
Perjuangan
kemerdekaannya. MILF
adalah
untuk
“Bangsamoro
dengan
diakunya
kebebasan hidup, beragama, berekspresi,
serta bebas dari segala bentuk diskriminasi.
pihak. Pemerintah diharapkan agar selalu
Selain
terbuka
itu,
FAB
juga
mencantumkan
dengan
Bangsamoro
terkait
pemberian sebuah otonomi khusus, dimana
kebijakan-kebijakan
melalui pemberian otonomi khusus ini
tidak memunculkan kesalahpahaman yang
Bangsamoro akan memiliki kewenangan
berujung pada pemberontakan kembali.
yang
diambil,
agar
lebih dalam mengatur wilayah mereka
Selain itu, dibutuhkan juga sebuah
sendiri serta pemberlakuan hukum dasar
badan untuk mengawasi perjanjian yang
Bangsamoro akan dicantumkan pada UUD
telah disepakati agar semua tindakan dan
Bangsamoro.
kebijakan yang diambil sesuai dengan isi dari perjanjian yang telah ditandatangani
Tidak mudah membuat Bangsamoro untuk menandatangani kembali sebuah perjanjian dengan Pemerintah mengingat berbagai
perjanjian
sebelumnya
selalu
mengalami kegagalan. Adanya sebuah pengakuan entitas politik baru yang diberi nama Bangsamoro dan pemberian otonomi
oleh kedua belah pihak. Melalui FAB, diharapkan
konflik
yang
telah
terjadi
berpuluh-puluh tahun dapat terselesaikan. Diharapkan
pula
langkah
Pemerintah
sesuai dengan isi perjanjian FAB, agar Bangsamoro
mendapatkan
keadilan
mereka sebagai kaum minoritas.
khusus dari Pemerintah dikatakan sebagai faktor pendorong hingga MILF sebagai wakil
Bangsamoro
akhirnya
mau
menandatangani Framework Agreement of Bangsamoro dengan Pemerintah Filipina di Istana
Malacanang,
Filipina
pada
15
Oktober 2012. Peristiwa penandatangan FAB ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi telah mengalami fase de-eskalasi konflik, dimana konflik sudah mulai dapat diatasi
hingga
perjanjian
mampu
ditandatangani oleh kedua belah pihak. 5.2 Saran Konflik Filipina dengan Bangsamoro menjadi konflik berkepanjangan karena tindakan Pemerintah Filipina yang tidak konsekuen dengan segala perjanjian yang
DAFTAR PUSTAKA Bloomfield, David., Nupen, Charles., dan Haris, Peter.. “Proses-proses Negosiasi” dalam Haris, Peter dan Reilly, Ben. (eds.). Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan Negosiator (Jakarta: International IDEA, 2000). Crocker, Chester A (et.al)(eds.). Managing Global Chaos: Sources of and Responses to International Conflict (Washington, D.C.: USIP Press, 1996) Development, Bangsamoro. 2015. Chapter 2. http://bangsamorodevelopment.org/w pcontent/uploads/2015/05/CHAPTER2_BDP-Integrative-Report.pd diakses pada 22 Oktober 2016 G. Fenwick, Charkes. (1965). International Law, 4th Edition. New York: Appleton Century Croft,.
telah ditandatangani. Sikap Pemerintah yang
selalu
tidak
memenuhi
isi
dari
perjanjian yang telah ditandatangani pada akhirnya
akan
kesalahpahaman
selalu diantara
memunculkan kedua
belah
Guerra, Lizzie. (2010). Mindanao Conflict: Structural dpispowerment in the Southern Phiippines. Dikutip dari http://www.usfca.edu/uploadedFiles/ Destintions/College_of_Arts_and_Sci ences/Undergraduate_Progams/Peac
e_and_Justice_Sudies/Student_Rese arch/Philippines.pdf. Diakses pada 14 Febuari 2016 Huang, Lisa., Musembi, Victor., Petronic, Ljiljana. (2012). The State-Moro Conflict in the Philippines. Dikutip dari http://www4.carleton.ca/cifp/app/serv e.php/1392.pdf yang diakses pada 13 Febuari 2016 Kompasiana. Penyebab Perang. http://www.kompasiana.com/prespetif .com/penyebabperang_5500bc62813311dd17fa7c92 . Diakses pada tanggal 18 Febuari 2016 Kriesberg, Louis. Constructive Conflict: Form Escalation to Resolution (New York: Rowman & Littlefield, Publ., 1998). Kymlicka, Will. 2001. Politics int the Vernacular: Nationalism, Multinationalis, and Citizenship. Oxford: Univerity Press. Dikuti dari https://construcciondeidentidades.file s.wordpress.com/2015/02/willkymlicka-politics-in-the-vernacular_nationalism-multiculturalism-andcitizenship-oxford-university-press2001.pdf Diakses pada 12 Oktober 2016 McKenna, Thomas M. (1998). Muslim Rulers and Rebels: Everyday Politics and Armed Separatism in the Southern Philippines. Berkeley: University of California Press Mohtar Mas’oed [Editor], Colin Mac Andrews. Cetakan Ketujuh Belas. (2006). Perbandingan Sistem Politik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Halaman 58 Muslim, Global. 2011. Siapa Radikal Siapa Teroris. http://www.globalmuslim.web.id/2011/ 05/siapa-radikal-siapa-terorispembantaian.html?m=0. Diakses pada 28 November 2016 Muttaqin, Azmi. Otonomi Khusus Papua: Sebuah Upaya Merespon Konflik dan Aspirasi Kemerdekaan Papua. Jurnal. Dikutip dari http://ejournal.undip.ac.id/index.php/p olitika/article/viewFile/6064/5172 diakses pada 17 Agustus 2016
Philstar. Timeline Government Republic of Philippine. http://www.philstar.com/headlines/20 14/01/26/1283079/timeline-grp-milfpeace-negotiations. Diakses pada 28 November 2016 Rothman, J. From Confrontation to Cooperation: Resolving Ethnic and Regional Conflict (Newbury Park, CA: Sage, 1992). Saprianingsih, Fatimah. (2011). Resolusi Konflik dan Gerakan Separatisme GAM di Aceh: Study Kasus Peran CMI sebagai Mediator Konflik antara Pemerintah RI dan GAM di Aceh. Skripsi. Dikutip dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bit stream/123456789/24120/1/FATIMA H%20SAPRIANINGSIH.pdf diakses pada tanggal 17 Agustus 2016 Silalahi, Ulber.(2012). Metode Penulisan Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama Taylor, Charles. 1992. The Politics of Recognition. Dalam Amy Gutman (Eds). Multikulturalism, Eximining the Politics of Recognition. Princeton: Princeton University Press. Dikutip dari http://elplandehiram.org/documentos/ JoustingNYC/Politics_of_Recognition .pdf Diakses pada 11 Oktober 2016 Wiharyanto, A Kardiyat. 2011. Sejarah Asia Tenggara Dari Awal Tumbuhnya Nasionalisme Sampai Terbangunnya Kerjasama Asean. Yogyakarta: Dharma. Zatman, William I.. Ripe for Resolution: Conflict and Intervention in Africa (New York: Oxford University Press, 1985).