PENGKAJIAN FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGELOLAAN SAMPAH PARTISIPATIF
TA 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Sesuai UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, tujuan utama
pengelolaan sampah adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Upaya pengelolaan sampah terdiri dari pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah dapat meliputi pembatasan timbulan, daur ulang, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan penanganan sampah dapat meliputi upaya pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah (Direktorat PPLP, 2012). Upaya pengurangan dan penanganan sampah membutuhkan partisipasi penuh dari masyarakat. Pengurangan sampah sejak dari sumbernya khususnya sampah rumah tangga dan sejenisnya tidak dapat berjalan tanpa keterlibatan keluarga dengan anggotanya. Demikian halnya dengan upaya penanganan sampah, kontribusi masyarakat berupa lahan, retribusi/iuran, kelembagaan komunitas dan dukungan lainnya sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan penanganan sampah. Sampai dengan saat ini berbagai strategi telah ditempuh oleh pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain. Proses penyadaran masyarakat dengan kampanye 3 R sudah berlangsung bertahun-tahun di berbagai kota/kabupaten. Berbagai bentuk pengelolaan sampah skala lingkungan bermunculan seperti pengelolaan sampah mandiri, bank sampah, sedekah sampah, TPS 3 R dan sebagainya. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui pemberdayaan komunitas menjadi salah satu strategi yang dilakukan pemerintah kota/kabupaten dalam menangani permasalahan sampah. Hal ini ditempuh untuk merespon pesatnya pertumbuhan penduduk dan timbulan sampah yang dihasilkan. Selain itu pengelolaan sampah berbasis masyarakat ditempuh akibat beban pengelolaan TPA sampah yang semakin tinggi sehingga umur teknisnya semakin sedikit. Salah satu upaya yang paling mungkin dilakukan dengan meminimalisir volume sampah yang harus dibuang ke TPA. Hal tersebut hanya dapat dicapai dengan penerapan program pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah sehingga mampu menangani masalah persampahan pada skala lokal/kawasan. Sejak 2007 hingga 2013 TPST 3R yang telah dibangun oleh Kementerian PU mencapai 525 lokasi. Berbagai kebijakan dan program dikembangkan terkait
pengelolaan sampah dan 3R. Semua program tersebut penting dalam rangka upaya merealisaskan target pengurangan sampah sebesar 20 persen pada tahun ini. Target tersebut masih belum bisa tercapai dimana, saat ini pengurangan sampah yang baru bisa dilakukan sebesar 7-10 persen. Selain itu Kementerian Lingkungan Hidup mengembangkan konsep Bank Sampah di beberapa provinsi. Hingga tahun 2013 terdapat 1.443 Bank Sampah di 56 kota yang tersebar di 19 Provinsi di Indonesia (Buletin CK, Februari 2014). Inisiatif berbagai pemerintah daerah kabupaten/kota seperti Surabaya, Bandung, Payakumbuh dan sebagainya. Kota Surabaya telah lama gencar melakukan pengelolaan sampah 3 R berbasis masyarakat. Partisipasi warga difasilitasi dengan melakukan sosialisasi, pembentukkan dan pelatihan fasilitator dan kader lingkungan, pendampingan serta penyediaan sarana prasarana pengelolaan sampah. Upaya yang konsisten dengan leadership yang baik mampu membuahkan hasil optimal yakni meningkatnya kebersihan dan kualitas lingkungan permukiman di Surabaya. Kota Bandung yang menghadapi masalah sampah yang berat segera melakukan upaya pengelolaan sampah berbasis 3 R. Pemerintah kota
Bandung tengah
mengembangkan teknologi bio-digester dalam pengolahan sampah rumah tangga. Dengan ukuran sebesar meja, teknologi bio-digester mampu mengolah sampah dari 1015 rumah. Dengan teknologi tersebut diharapkan tidak lagi memerlukan Tempat Pemrosesan Sampah (TPST) di skala lingkungan perumahan. Jumlah modul teknologi tersebut sebanyak 10 ribu unit. Jumlah tersebut diproyeksikan dapat mengurangi separuh produksi sampah yang harus dikirim ke TPA. Salah satu bentuk pengelolaan sampah oleh masyarakat berupa pengelolaan TPS 3R berbasis masyarakat. Hasil monitoring dan evaluasi pengelolaan TPS 3 R tahun anggaran 2012 yang diinisiasi oleh Direktorat PLP Cipta Karya menunjukkan keberfungsian TPS 3 R masih rendah. Sebanyak 20 % TPS 3 R tidak berfungsi, 46 % kurang berfungsi dan hanya 34 % yang dapat berfungsi. Parameter utama yang paling mempengaruhi ketidakberfungsian TPS 3R adalah potensi keberlanjutan program dengan prosentase 0,46% dan peran serta masyarakat dengan prosentase 2%. Komponen dari kedua parameter tersebut antara lain :
Tidak adanya sumber pendanaan yang memadai untuk keberlangsungan TPS 3R
Tidak adanya pendampingan secara berkelanjutan dalam operasional TPS 3R
Tidak adanya monitoring dari Pemda atau Dinas terkait
Tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan TPS 3R
Tidak adanya komitmen masyarakat untuk membantu dan mengembangan kegiatan di TPS 3R (Direktorat PPLP, 2013) Upaya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah partisipatif (PSP)
menghadapi berbagai kendala dilapangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan penolakan masyarakat terhadap pembukaan TPA baru atau penempatan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) disekitar permukiman mereka. Hal ini disebabkan oleh kuatnya anggapan dampak negatif TPA atau TPS terhadap kesehatan dan lingkungan. Pada saat yang
sama
masyarakat
mengalami
kesulitan
dalam
mengelola
sampah
di
lingkungannya, sehingga timbulan sampah terus meningkat. Hal ini memicu kebiasaan membuang sampah sembarangan seperti membuang sampah ke sungai. Persepsi negatif masyarakat terhadap sarana dan prasarana pengolahan sampah menyulitkan pemerintah mencari lahan untuk lokasi sarana dan prasarana pengolahan sampah tersebut. Meskipun masyarakat mengalami kesulitan dalam menangani sampah, hal tersebut tidak serta merta membuat sebagian besar masyarakat tergerak untuk mengelola sampah jika belum ada bukti dan jaminan bahwa pengelolaan sampah yang dijalankan benar-benar ramah lingkungan. Dengan melihat kondisi tersebut maka penting untuk melihat faktor-faktor yang dapat mendorong masyarakat dalam upaya pengurangan sampah dan penanganan sampah. Meminjam terminologi dalam interpretative structural modeling (ISM) faktor pendorong ini dimaknai sebagai penggerak utama (driver power) yang memiliki peran penting dalam menggerakkan dan meningkatkan usaha masyarakat (rumah tangga dan komunitas)
dalam
pengurangan
dan
penanganan
sampah
skala
lingkungan
permukiman. Studi yang dilakukan Hana dan Munasinghe (1995) menyatakan bahwa faktor pendorong masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan berupa adanya kebutuhan (needs), motif, dan ganjaran (reward), dan ketersediaan sarana prasarana. Ostrom (1992)
menegaskan
bahwa
lembaga
(organisasi)
merupakan
sarana
yang
memungkinkan masyarakat umum bisa terlibat dalam pembangunan (Kholil et all., 2008). Dalam kasus pengelolaan sampah, studi yang dilakukan Kholil et all., (2008), menunjukkan bahwa faktor kunci keberhasilan pengelolaan sampah skala kota berupa
penetapan tujuan yang jelas berupa kebersihan lingkungan daripada nilai ekonomi sampah (waste to clean then waste to product), keaktifan tokoh formal khususnya Bupati/Walikota dan peran media massa, dan tindakan tegas dari aparat hukum (kepolisian). Dengan mengetahui faktor pendorong tersebut, diharapkan akan memudahkan pengambilan keputusan dalam menghadapi berbagai kendala dalam pengelolaan sampah partisipatif. Dalam penelitian ini, berbagai faktor pendorong keberhasilan yang digali dari literatur maupun lokasi penelitian diramu menjadi sebuah instrumen pengambilan keputusan pemilihan skema PSP. Melalui pemetaan sosial perilaku kolektif suatu wilayah dan perhitungan kesesuaian skema PSP maka dapat dilakukan pemilihan skema PSP yang paling sesuai di suatu wilayah. Dengan pengambilan keputusan pemilihan skema PSP yang tepat diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan dan keberlanjutan PSP di berbagai daerah. 1.2.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diajukan pertanyaan penelitian sebagai
berikut: 1. Faktor apa saja yang berperan penting dalam menggerakkan dan meningkatkan
usaha masyarakat (rumah tangga dan komunitas) dalam pengurangan dan penanganan sampah skala lingkungan permukiman? 2. Bagaimana konsep dan metode pemilihan skema PSP yang paling sesuai berbasis
faktor-faktor pendorong PSP di suatu wilayah? Bagimana rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pemilihan skema PSP tersebut? 1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksud untuk menyusun rekomendasi kebijakan dalam rangka
pelaksanaan pengelolaan sampah partisipatif dapat optimal dan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Menganalisis faktor-faktor yang berperan penting dalam menggerakkan dan meningkatkan usaha masyarakat (rumah tangga dan komunitas) dalam pengurangan dan penanganan sampah skala lingkungan permukiman.
2.
Menyusun konsep metode pemilihan skema PSP berbasis faktor-faktor pendorong PSP.
3.
1.4.
Menyusun naskah kebijakan berdasarkan hasil pemilihan skema PSP.
Keluaran
Keluaran penelitian ini adalah dua naskah kebijakan berupa konsep metode pemilihan skema PSP berbasis faktor-faktor pendorong PSP dan naskah kebijakan berdasarkan hasil pemilihan skema PSP. 1.5.
Lokasi Penelitian ini akan dilaksanakan di tiga lokasi, yaitu: 1. Kota Balikpapan (Propinsi Kalimantan Timur) 2. Kota Banjar (Propinsi Jawa Barat) 3. Kota Bogor (Propinsi Jawa Barat)
Adapun justifikasi pemilihan lokasi tersebut adalah sebagai berikut: No 1 2 3
1.6.
Lokasi Penelitian Kota Balikpapan (Propinsi Kalimantan Timur) Kota Banjar (Propinsi Barat) Kota Bogor (Propinsi Jawa Barat)
Justifikasi Pemilihan Kota penerima penghargaan Adipura Kencana Lokasi penerapan TTG 3R Puslitbang Permukiman Lokasi TPS 3R dengan kategori baik dan berkelanjutan
Manfaat Naskah kebijakan yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh
stakeholder terkait, khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, pemerintah daerah dan masyarakat. Pemanfaatan yang diharapkan yaitu membantu stakeholder terkait dalam pengambilan keputusan pemilihan skema PSP yang paling sesuai dan merumuskan kebijakan yang tepat berdasarkan hasil pemilihan skema PSP. Dengan pemanfaatan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi implementasi pengelolaan sampah partisipatif yang optimal dan berkelanjutan.