Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing Vol. 7, No. 2,Oktober 2012
FAKTOR-FAKTOR PEMICU PENTINGNYA AKUNTANSI FORENSIK Dwi Fitri Puspa Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta Abstrak Akuntansi Forensik memegang peranan penting dalam mengungkap kejahatankejahatan financial terutama yang dilakukan oleh mereka yang profesional, berpendidikan dan berilmu pengetahuan (white collar crime). Distorsi Akuntansi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk melakukan kejahatan kerah putih. Distorsi akuntansi dapat dilakukan dengan cara akuntansi yang dirancang (accounting designed) melalui rekayasa akuntansi yang dapat dijadikan cara untuk melakukan manipulasi informasi keuangan. Makalah ini membahas dua faktor yang yang memicu pentingnya akuntansi forensic yaitu faktor akuntansi yang dirancang (accounting designed) dan faktor fraud (kecurangan). Faktor akuntansi yang dirancang (accounting designed) terkait dengan, rekayasa akuntansi yang dapat dijadikan cara untuk melakukan manipulasi informasi keuangan melalui pemilihan metode-metode, prosedur akuntansi dan prosedur penyajian informasi yang sengaja “diatur”. Sedangkan yang dimaksud dengan fraud adalah tindakan illegal yang dapat dituntut secara hukum dan dianggap sebagai kejahatan (crime). Faktor akuntansi yang dirancang yang dapat digunakan untuk memanipulasi penyajian pelaporan keuangan meliputi manajemen laba, income smoothing dan kreativitas akuntansi. Fraud dapat dibagi dalam beberap kategori yaitu kecurangan korporat, Kecurangan kerah putih, kecurangan pelaporan keuangan, Kecurangan dalam hubungan dengan pekerjaan (occupational Fraud) dan kecurangan melalui sistem akuntansi (fraud within accounting systems). Akuntansi yang dirancang dan Fraud merupakan dua faktor yang dapat digunakan untuk melakukan kejahatan keuangan yang pada akhirnya memerlukan akuntansi forensik untuk mengungkap kejahatan-kejahatan tersebut baik yang diselesaikan dipengadilan mupun diluar pengadilan Kata Kunci: Akuntansi Forensik, Akuntansi Dirancang, Kecurangan.
1.
LATAR BELAKANG Dewasa ini akuntansi forensik semakin diperlukan seiring dengan maraknya kejahatan dalam bidang ekonomi dengan metode-metode yang semakin canggih dan dilakukan oleh orang-orang professional dan berilmu pengetahuan. Mereka dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki secara sengaja melakukan berbagai rekayasa dan manipulasi keuangan dengan cara-cara yang tidak legal (melanggar hukum) untuk
Dwi Fitri Puspa
kepentingan individu, kelompok dan kroni-kroni mereka. Kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terpelajar (educated people) ini disebut sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime). Pada awalnya akuntansi forensik diperlukan untuk memecahkan masalahmasalah keuangan yang sederhana seperti menyelesaikan sengketa warisan dalam suatu keluarga (Tuanakotta, T.M, 2010). Seiring dengan perkembangan bisnis yang sangat pesat, ragam kejahatan ekonomi yang dilakukan kelompok kerah putihpun semakin meningkat pula. Perbuatan tercela para pelaku fraud ini tidak jarang merugikan perusahaan dalam jumlah besar bahkan sampai mengalami kebangkrutan. Demikian juga dalam penyelenggaraan Negara banyak ditemukan kasus korupsi yang mengakibatkan Negara mengalami kerugian trilyunan rupiah, suatu bilangan yang tidak kecil (material). Akibat banyaknya masalah-masalah kecurangan (fraud) yang terjadi baik diperusahaan maupun dipemerintahan, yang berujung kepada tuntutan hukum maka keberadaan akuntansi forensik menjadi sangat penting penting. Dalam kaitan dengan penyelesaian hukum yang memerlukan disiplin akuntansi forensik maka keberdaan Akuntan forensik juga semakin meningkat untuk menjadi saksi ahli dipengadilan. Kesaksian Akuntan Forensik dipengadilan menjadi referensi bagi penegak hukum dalam memutuskan perkara hukum yang terkait dengan crime (kejahatan) keuangan. Untuk menjadi akuntan forensik maka akuntan perlu menjadi akuntan spesialis yang lebih khusus lagi dari hanya sekedar menjadi auditor laporan keuangan yang biasanya melakukan audit umum (general audit) atas laporan keuangan perusahaan. Spesialisasi yang dibutuhkan untuk menjadi auditor fotensik adalah pada fraud. Salah satu yang termasuk dalam kategori fraud adalah korupsi. DiIndonesia penyakit korupsi sudah menjadi penyakit kronis yang menggerogoti keuangan Negara terutama terjadi pada sector pemerintahan. Banyaknya pelaku korupsi dari pejabat Negara dan pejabat kepala daerah menunjukkan ada kesalahan mendasar dalam pengelolaan keuangan Negara termasuk dalam sistim pengawasan internal keuangan Negara. Apabila ditelusuri lebih mendalam mengapa akuntansi forensik diperlukan, hal itu disebabkan akuntansi itu sendiri dapat dijadikan wadah untuk melakukan penyimpangan (distorsi). Apabila penyimpangan itu dengan sengaja ditujukan untuk menipu (illegal act), yang dapat berperkara hukum maka disiplin Akuntansi sebagai suatu ilmu akan diperlukan untuk membongkar modus penipuan (fraud) yang mereka lakukan. Makalah ini akan membahas akuntansi yang dirancang (designed accounting) dan Fraud sebagai faktor yang memicu semakin-pentingnya akuntansi forensik dalam dunia praktek. Ada dua faktor utama yang akan dibahas yaitu akuntansi yang dirancang (designed accounting) dan Fraud. Akuntansi yang dirancang (designed accounting) adalah tindakan yang dilakukan pihak manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan keuangan dengan cara memilih prosedur, metode dan tekhnik akuntansi dan waktu penyajian yang dimanipulasi agar laporan keuangan yang dihasilkan seperti yang diinginkan. Akuntansi yang
105
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
dirancang (designed accounting) dan Fraud (tindakan illegal) terjadi akibat akuntansi dapat menjadi wadah untuk melakukan distorsi. Sistematikan pembahasan makalah ini dimulai dengan menjelaskan sifat akuntansi sebagai distorsi, pengertian akuntansi forensik, Faktor-faktor yang Memicu Pentingnya Akuntansi Forensik dan pembahasan. 2. PEMBAHASAN 2.1. Akuntansi sebagai Distorsi (Accounting as Distortion) Akuntansi merupakan ilmu multi paradigma. Sifat Akuntansi dapat digambarkan dalam beberapa Imej (image). Salah satu sifat tersebut adalah akuntansi sebagai distorsi (Belkaoui et al, 2004). Akuntansi sebagai distorsi adalah akuntansi dijadikan target bagi mereka yang akan melakukan manipulasi informasi sehingga pesan yang sampai ke pengguna inforamsi akan didistorsi. Terdapat 4 kelompok orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi pesan akuntansi yaitu mereka yang perilakunya akan tergambar dari pesan akuntansi, akuntan yang menyiapkan data, akuntan yang menguji data dan penerima data. Setiap kelompok ini bisa saja melakukan dysfunctional behavior. Metode yang dapat digunakan untuk mendistorsi sistim informasi termasuk mendistorsikan pesan akuntansi tersebut adalah smoothing (perataan), focusing (pemfokusan), gaming (permainan), filtering (penyaringan), dan illegal act (tindakan illegal) ((Belkaoui et al, 2004). Pada smoothing pendistorsian sistem informasi dilakukan dengan merubah arus data yang sebenarnya tetapi tidak merubah aktivitas aktual perusahaan. Biasing adalah informasi yang akan dihasilkan dibiaskan dengan cara dipilih informasi yang kemungkinan besar akan diterima oleh pengirim. Permainan (gaming) adalah proses pemilihan aktivitas oleh pengirim sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat terkirim. Focusing adalah proses untuk memperkuat atau memperlemah aspek-aspek tertentu dari seperangkat informasi. Sedangkan filtering melibatkan proses memilih aspek-aspek yang menguntungkan dari satu set informasi melalui pengumpulan, penyajian, menahan, atau menunda. Illegal act merupakan proses pemalsuan data yang memiliki konsekuensi melanggar hukum. Pemalsuan informasi akan berdampak ke masalah hukum yang melibatkan akuntansi forensik dalam penyelesaiannya baik dipengadilan maupun diluar pengadilan (Belkaoui et al, 2004). 2.2. Pengertian Akuntansi Forensik. Akuntansi Forensik merupakan penerapan disiplin ilmu akuntansi didalam membantu penyelesaian masalah hukum baik di dalam maupuan diluar pengadilan. Defenisi akuntansi forensik dikemukakan oleh para ahli dalam beberapa sudut pandang. BOLGNA, EINDQUIST (1987) mendefenisikan akuntansi forensik sebagai general term yang digunakan untuk menggambarkan setiap investigasi yang ada kaitan dengan
106
Dwi Fitri Puspa
finansial yang mempunyai konsekuensi hukum. Pendangan lain menyatakan akuntansi forensik merupakan implementasi ilmu akuntansi pada masalah hukum dalam arti luas termasuk dalam pengertian akuntansi adalah auditing untuk menyelesaikan masalah hukum baik di dalam maupun diluar pengadilan, pada sektor publik dan sektor swasta (Tuanakotta, T.M, 2010). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan ilmu akuntansi untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa yang ada kaitan dengan keuangan yang mempunyai konsekuensi hukum yang akan diselesaikan secara litigasi (litigation) atau berperkara dipengadilan maupun secara nir litigasi (non litigation) atau penyelesaian diluar pengadilan. Menurut para ahli diatas akuntansi forensik diperlukan bagi investigasi yang bersifat keuangan yang mempunyai konsekuensi hukum dikaitkan dengan (Tuanakotta, T.M, 2010; BOLGNA, EINDQUIST ,1987). a. Penyelesaian sengketa antar individu b. Penyelesaian masalah hukum diperusahaan terbuka dan tertutup baik perusahaan milik pemerintah maupun milik swasta. c. Penyelesaian masalah hukum dilingkungan penyelenggara Negara dan lembagalembaga Negara 2.3. Faktor-Faktor yang Memicu Pentingnya Akuntansi Forensik Dalam makalah ini terdapat dua faktor yang dikategorikan sebagai faktor pemicu perlunya akuntansi forensik yaitu faktor akuntansi yang dirancang (accounting designed) dan faktor fraud (kecurangan). Faktor akuntansi yang dirancang (accounting designed) terkait dengan, rekayasa akuntansi yang dapat dijadikan cara untuk melakukan manipulasi informasi keuangan melalui pemilihan metode-metode, prosedur akuntansi dan prosedur penyajian informasi yang sengaja “diatur”. Sedangkan yang dimaksud dengan fraud adalah tindakan illegal yang dapat dituntut secara hukum dan dianggap sebagai kejahatan (crime). 2.3.1. Faktor Akuntansi yang Dirancang (Accounting Designed) Akuntansi adalah suatu aktivitas jasa yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencatat, mengikhtisarkan, menyusun dan menyajikan laporan keuangan yang digunakan pengguna untuk pengambilan keputusan ekonomi (Belkaoui et al, 2004). Penyusunan laporan keuangan tersebut dipandu dengan suatu aturan yang dituangkan dalam suatu prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU). Standar Akuntansi merupakan bagian dari PABU. Di Indonesia Standar Akuntansi Keuangan yang disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia yang disajikan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menjadi pedoman utama bagi akuntan didalam menyusun laporan keuangan. Namun standar akuntansi tersebut hanya mengatur hal-hal
107
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
yang bersifat prinsip terkait dengan penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Oleh karena PSAK lebih mengatur prinisip ketimbang mengatur teknis dalam penyusunan laporan keuangan, maka fleksibilitas dalam penyusunan dan penyajian akan terjadi. Kondisi ini dapat menjadi pemicu munculnya designed accounting dengan memanfaatkan fleksibiltas dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Misalnya PSAK 16 mengatur tentang prinsip penyusunan dan penyajian aktiva tetap. Akan tetapi PSAK ini tidak menetapkan secara teknis metode penyusutan yang mana yang wajib diikuti oleh setiap perusahaan. Metode akuntansi untuk penyusutan aktiva tetap ada beberapa macam, penggunaan metode tersebut diserahkan kepada kebijakan akuntansi perusahaan itu sendiri. Akibat metode akuntansi yang dapat digunakan untuk suatu perlakuan akuntansi lebih dari satu maka juga menjadi pemicu munculnya akuntansi yang dirancang Selain itu proses menghasilkan dan menyajikan laporan keuangan menggunakan sistem akuntansi yang juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan distorsi pesan yang akan disampaikan ke pengguna dengan cara tidak legal guna mendapatkan keuntungan peribadi. Tindakan tidak legal ini sengaja dilakukan untuk tujuan mengelabui, menipu dan berbuat curang (fraud). Akuntansi Dirancang (Designed Accounting) dalam literatur mencakup (Belkaoui et al, 2004). a. Perataan Laba (Income Smoothing) b. Manajemen Laba (Earnings Management) c. Kreativitas Akuntansi (Creativity in Accounting). a. Perataan Laba (Income Smoothing) Laba yang berfluktuasi dari tahun ke tahun menunjukkan perolehan laba tidak stabil dan membuat investor dan kreditur kurang dapat membaca prospek perusahaan kedepan. Oleh sebab itu kualitas laba yang berfluktuasi lebih rendah dari laba yang stabil. Hal ini menyebabkan manajer perusahaan melakukan perataan laba melalui pengurangan fluktuasi dari waktu ke waktu dengan cara menggeser pendapatan dari tahun yang pendapatannya tinggi ke tahun yang pendapatannnya rendah. Perataan laba yang memang sengaja direncanakan dilakukan dengan cara menggunakan fleksibilitas yang ada di dalam Prinsip Akuntansi Yang Berlaku Umum (PABU). Oleh sebab itu perataan laba adalah merupakan bentuk akuntansi yang dirancang. Menurut Eckel (1981) perataan yang dibuat dapat berbentuk artifisial yaitu manipulasi akuntansi untuk meratakan laba. Manipulasi ini tidak mencerminkan even-even ekonomi yang mendasari atau tidak berdampak kepada
108
Dwi Fitri Puspa
kas, misalnya dengan menggeser biaya dan atau pendapatan dari satu period eke periode lain. Perataan laba dapat juga berbentuk perataan laba nyata dimana sengaja memilih dan merubah waktu suatu transaksi yang dapat mempengaruhi arus kas dan peristiwa ekonomi yang mendasari. Misalnya dengan sengaja memilih dan mengubah waktu pembelian, penjualan dan lainnya, Dengan demikian memang dengan sengaja dikendalikan peristiwa-peristiwa ekonomi yang dapat mempengaruhi kas, sehingga dapat meratakan laba. b. Manajemen Laba (Earnings Management) Manajemen berupaya untuk mencapai laba seperti yang diinginkan dengan cara menggunakan fleksibilitas dalam memilih berbagai alternatif yang tersedia untuk mencatat transaksi. Dengan memiliki kemampuan memilih pilihan yang tepat dari berbagai alternatif yang disediakan akuntansi untuk menacatat transaksi maka tingkat laba yang diharapkan dapat tercapai. Jadi laba tercapai bukan karena prestasi manajer karena mampu meningkatkan volume bisnis tapi karena kemampuannya memanipulasi pilihan-pilihan aturan akuntansi untuk mencatat transaksi. Schipper menyatakan menajemen laba merupakan intervensi nyata terhadap proses pelaporan eksternal agar dapat memperoleh keuntungan peribadi. Dalam hal ini manajemen menggunakan metode-metode akuntansi sebagai media untuk menacapai laba yang mereka inginkan. c. Kreativitas dalam akuntansi (Creativity in Accounting) Kreativitas akuntansi yang dimaksudkan disini adalah upaya menggambarkan situasi yang lebih atau kurang optimis dari situasi yang sebenarnya dengan cara secara bebas menginterpretasikan aturan-aturan akuntansi yang memungkinkan dilakukannya pilihan-pilihan sehingga dapat memberikan gambaran yang berbeda dari kenyataannya. Kreativitas akuntansi ini dapat dibagi kedalam Big Bath Accounting dan Akuntansi Kreatif. c.1. Big Bath (mandi besar) adalah upaya yang dilakukan agar terlihat telah terjadi peningkatan laba per lembar saham dimasa depan dengan cara mengambil langkah-langkah menurunkan laba per lembar saham dimasa sekarang. Upaya yang dilakukan misalnya menangguhkan pengakuan pendapatan saat ini dan semakin mengurangi laba dengan menambah bebanbeban ke periode ini. Keuntungannya adalah pada masa datang pembebanan akan lebih sedikit karena sudah dimasukkan ke periode sekarang, sehingga laba akan lebih baik tampak meningkat di masa datang. Mandi dalam pengertian mandi besar ini adalah pembersihan akun-akun neraca dengan tujuan menekan laba saat ini sehingga laba masa depan terlihat meningkat (Healy, 1985).
109
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
Akuntansi Kreatif (Creative Accounting) merupakan tindakan akuntan untuk membuat laporan keuangan tampak lebih bagus dari yang sebenarnya. c.2. Akuntansi kreatif ini dapat dinyatakan dalam berbagai wujud diantaranya (Jameson,M.,A, 1988: Pigper,T.,1994: Mathews,M.,R., and Perera, M.H.B, 1996) 1. Akuntansi kreatif melibatkan tindakan manipulasi, penipuan dan penyajian yang tidak benar. 2. Akuntansi kreatif diartikan sebagai penyulapan akuntansi 3. Akuntansi kreatif diartikan memainkan pembukuan, window dressing. 4. Akuntansi kreatif diartikan penggunaan tipu muslihat akuntansi untuk meningkatkan pendapatan atau untuk meratakan pendapatan yang berfluktuasi. Untuk mencapai ini maka dilakukan tindakan penggelapan. Yang dimaksud penggelapan adalah tindakan atau penghilangan yang disengaja untuk mendistorsi kinerja keuangan yang sebenarnya. Ada beberapa tipu muslihat yaitu (i) Pendapatan dicatat sebelum diperoleh (ii) Mengakui pendapatan fiktif (iii) Meningkatkan laba yang bersumber dari transaksi tidak rutin (iv) Mengurangi beban sekarang dengan mengakuinya diperiode berikutnya. (v) Kewajiban tidak dicatat (vi) Laba berjalan digeser ke laba tahun berikutnya 2.3.2. Kecurangan (Fraud) Kecurangan (Fraud) merupakan crime atau tindakan kriminal. Fraud diartikan sebagai penggunaan kecerdasan untuk mencari cara meraih keuntungan dengan mengelabui orang lain dengan cara menipu, berbuat licik dan melakukan kebohongan (berbuat tidak jujur) melalui penyajian yang salah. Kecurangan merupakan tindakan criminal karena dapat merugikan perusahaan atau orang lain (Bologna, J, 1984; Flesher, 1996). Literatur mengelompokkam Kecurangan kedalam berbagai sudut pandang diantaranya kecurangan korporat, Kecurangan kerah putih, kecurangan pelaporan keuangan, Kecurangan dalam hubungan dengan pekerjaan (occupational Fraud) dan kecurangan melalui sistem akuntansi (fraud within accounting systems) (Bologna & Linquist, R.J, 1987;Belkaoui, 2004; Tuanakotta, 2010) Kecurangan korporat dilakukan untuk tujuan memenuhi tujuan ekonomi jangka pendek korporat. Korporat berkemungkinan berorientasi kepada tujuan jangka pendek, sehingga untuk memenuhi tujuan itu pejabat eksekutif melakukan kecurangan untuk kepentingan korporat sebagai organisasi.
110
Dwi Fitri Puspa
Kejahatan kerah putih merupakan kejahatan yang dilakukan seseorang dalam pekerjaannya dan orang tersebut mempunyai status sosial kelas atas. Kejahatan kerah putih tidak mengakibatkan korbannya mengalami luka fisik karena dibacok atau dipukuli. Mereka membunuh bukan dengan linggis tapi dengan pencemaran, mereka menipu dengan prospektus bukan dengan setumpuk kartu (Ros, E.A, 1907) dalam Belkaoui, AR (2010). Fraudulent Financial Reporting adalah fraud yang berhubungan dengan penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kecurangan dilakukan dengan menyajikan asset dan pendapatan terlalu tinggi (asset/revenue overstatements) atau terlalu rendah (asset/revenue understatement). Bentuk-bentuk dari fraudulent financial reporting mencakup (i) manipulasi, pemalsuan atau merubah catatan atau dokumen. (ii). Kegagalan untuk mengungkapkan informasi penting. (iii). Kesalahan implementasi kebijakan akuntansi. (iv) transaski dibukukan tidak mempunyai subtansi (Belkaoui et al, 2004). Wallace (1995) menyatakan suatu skema yang dirancang untuk menipu dengan cara menggunakan dokumen dan penyajian palsu mengindikasikan terjadinya kecurangan laporan keuangan. Menurut Bologna dan Eindquist (1987) kecurangan dalam pelaporan keuangan yang dikategorikan perbuatan illegal melalui sistem akuntansi dapat berupa: a. Kecurangan yang terkait dengan Sistem Pengeluaran, Sistem Akuntansi Hutang dan Sistem Akuntansi Pembelian. Fraud yang dapat dilakukan manajemen dalam konteks ini adalah (i) melaporkan beban (exspense) palsu seperti mengakui beban yang tidak ada kaitan dengan aktivitas bisnis perusahaan, Jumlah beban yang digelembungkan (inflated expenses), beban fiktid dan beban yang sama diakui lebih dari sekali (duplicate expense). (ii) fraud yang terkait dengan faktur palsu pemasok seperti pembelian fiktif, ada faktur tetapi tidak ada barang atau jasa diterima, Jumlah barang yang dibeli dinyatakan lebih banyak di faktur yang tidak sesuai jumlahnya dengan barang yang diterima, kualitas barang tidak sesuai dengan yang harga barang atau jasa yang diterima. b. Kecurangan yang terkait dengan Sistem Penerimaan Piutang Dagang. Kecurangan yang dapat terjadi dalam konteks ini adalah (i) Front-End fraud yiatu fraud yang terjadi karena karyawan menggelapkan apa yang seharusnya menjadi pendapatan perusahaan seperti kas yang diterima dari penjualan tunai diambil oleh karyawan maupuan manajemen, potongan pembelian diambil oleh karyawan maupun manajemen. (ii) Fraud terkait dengan faktur penjualan palsu seperti penjualan yang dicatat tidak lebih rendah dari penjualan sesungguhnya. (iii). Lapping yaitu piutang yang diterima dari pelanggan A tidak dicatat dan kas yang diterima tersebut digelapkan oleh karyawan yang relevan. Selanjutnya Piutang
111
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
yang diterima dari pelanggan B digunakan untuk menutupi pelunasan hutang pelanggan A Jenis Fraud yang terkait pelaporan keuangan bermacam-macam. Bonner et al (1998) melakukan penelitian tentang jenis fraud dan litigasi yang dihadapi auditor. Dalam penelitian ini diuji apakah auditor akan mengalami litigasi lebih tinggi jika jenis fraud yang dilakukan adalah fraud yang sering terjadi (commonly occurring fraud) atau fraud karena transaksi fiktif. Peneliti membagi fraud ke dalam 12 kategori yaitu pendapatan fiktif, pengakuan pendapatan sebelum waktunya, salah klasifikasi, asset fiktif dan atau pengurangan beban dan liabilitas fiktif, asset dinilai terlalu tinggi dan beban dan liabilitas dinilai terlalu rendah. Liabilitas dihilangkan atau dinilai terlalu rendah, pengungkapan dihilangkan, fraud ekuitas, transaksi hubungan istimewa, income dinyatakan lebih rendah, tindakan illegal dan lain-lain. Pada penelitian ini kategori fraud yang sering terjadi adalah pendapatan fiktif, pengakuan pendapatan sebelum waktunya, asset dinilai terlalu tinggi dan atau beban/hutang dinilai terlalu rendah. Jenis fraud yang masuk kategori fraud karena transaksi fiktif mencakup pendapatn fiktif, asset fiktif dan atau beban dan libilitas fiktif dan penjualan terkait hubungan istimewa. Hasil penelitian mendukung hipotesis yang diajukan. Tuanakota (2010) dengan mengacu kepada Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyatakan Fraud yang terjadi di lingkungan organisasi seperti perusahaan, lembaga pemerintah dan organisasi lainnya yang terkait dengan kerja (occupational Fraud) terbagi atas Korupsi, Asset misappropriations (penjarahan/pengambilan asset secara illegal) dan Fraudulent Statements (kecurangan dalam pelaporan keuangan). Korupsi (corruption) Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) seperti yang dinyatakan dalam Tuanakotta (2010) mengelompokkan Korupsi kedalam 4 kelompok yaitu a. Konflik Kepentingan (Conflict of interest). Pejabat yang berkuasa ikut menjadi pemasok dalam kantor-kantor pemerintah akan menyebabkan terjadinya konflik kepentingan. b. Penyuapan (Bribery) Banyaknya kasus korupsi pejabat karena menerima suap merupakan kasus tindak pindana yang sering terjadi di Indonesia. c. Pemberian atau Hadiah (Illegal gratuities). Korupsi jenis ini merupakan penyuapan terselubung. d. Pemerasan (Economic Extortion) Pejabat dapat “ mencampakkan” seorang rekanan meskipun lebih unggul dari pesaing karena sang pejabat tidak medapat apa yang diinginkannya. Assets Misappropriation
112
Dwi Fitri Puspa
Menurut Tuanakotta (2010) Assets Misappropriation merupakan terjadinya pengambilan asset organisasi secara illegal yang dapat juga disebut sebagai pencurian atau penjarahan. Asset yang dijarah dapat berupa kas dan non kas. Penjarahan kas dapat berupa Skimming, Larceny dan Fraudulent Disbursements. Pada Skimming karyawan mengambil uang sebelum uang tersebut diterima perusahaan. Lapping merupakan bentuk skimming. Jika uang diambil setelah menjadi miliki perusahaan maka disebut larceny atau pencurian. Jika uang yang dijarah sudah terlapor dalam sistem maka disebut Fraudulents Disbursement (penggelapan). Dalam hal ini pencurian dilakukan dengan membuat pengeluaran yang tidak sah (illegal). Kecurangan dalam pelaporan keuangan sudah dijelaskan pada bagian terdahulu. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Creativity in Accounting dan Fraud akan berdampak ke pelanggaran hukum atau mempunyai konsekuensi hukum apabila dilakaukan, sehingga akuntansi forensik diperlukan apabila terjadi perkara hukum baik melalui penyelesaian di pengadilan maupun diluar pengadilan. Kreatifitas dalam akuntansi dan Fraud adalah dua faktor yang memicu pentingnya akuntansi forensik, disebabkan adanya unsur kesengajaan melalui strategi-strategi yang dirancang untuk melakukan kecurangan sehingga terjadi distorsi informasi dan catatan-catatan dengan memanfaatkan kecurangan melalui sistim akuntansi. Penipuan melalui pencatatan fiktif, sengaja merekayasa pencatatan melalui penyulapan akuntansi, tidak mengungkapkan informasi yang harus diungkapkan, mencatat kejadian ekonomi sebelum waktunya merupakan contoh-contoh penggelapan yang disengaja dan berstartegi. 3. PENUTUP Akuntansi Forensik merupakan penggunaan disiplin ilmu akuntansi untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah hukum yang terkait keuangan baik yang diselesaikan dipengadilan maupun diluar pengadilan. Akuntansi merupakan salah satu disiplin ilmu yang diperlukan untuk menyusun dan menyajikan informasi keuangan. Informasi yang dihasilkan tersebut diperlukan untuk pengambilan keputusan ekonomi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi akuntansi yang dihasilkan melalui suatu proses yang dikenal dengan siklus akuntansi. Informasi akuntansi yang dihasilkan disebut laporan keuangan. Sebagai suatu informasi maka apa yang tergambar dalam laporan keuangan akan merefleksikan pesan tentang perusahaan, bagaimana perusahaan dikelola, bagaimana orang-orang yang berperilaku dalam konteks keuangan, bagaimana perkembangan kekayaan pemilik, kejujuran pihak-pihak yang menggunakan dana, dan pesan-pesan lain. Oleh karena informasi akuntansi membawa pesan, maka sangat logis jika akuntansi juga digunakan sebagai media untuk melakukan penyimpangan (distorsi) agar pesan-pesan negative yang mencermikan perilaku disfunsional pada laporan
113
Jurnal Kajian Akuntansi dan Auditing
keuangan tidak terbaca. Distorsi akuntansi dilakukan oleh pihak-pihak yang akan tergambarkan perilaku disfungsional mereka dalam laporan keuangan. Distorsi akuntansi dilakukan dengan cara smoothing, focusing, gaming, filtering, dan illegal act. Distorsi informasi yang dilakukan dengan kesengajaan melalui strategi-strategi tertentu sehingga dapat menguntungkan manajemen, korporat ataupun orang-orang peribadi dengan melanggar hukum privat maupun hukum publik menjadi penyebab atau pemicu semakin diperlukannya akuntansi forensic dalam praktek. Dalam makalah ini dibahas Kreativitas dalam akuntansi dan fraud (kecurangan) merupakan dua faktor utama pemicu pentingnya akuntansi forensik tersebut. DAFTAR PUSTAKA Association of Certified Fraud Examiners. Fraud Examiners Manual.2006.Edition. Belkaoui, Riahi.A, 2004. Accounting Theory.5th Edition.Thomson Learnig. Bologna, G.J and Lindquist, R.J. 1987. Fraud Auditing and Forensic Accounting. New Tools and Techniques. John Wiley & Sons. Bonner, SE., Palmrose, Z.V and Young, S.M 1998. Fraud Type and Auditor LitigaAnalysis of SEC Accounting and Auditing Enforcement Release. Eckel, N., The Income Smoothing Hypothesis Revisited, ABACUS (17, 1981) pp 28-40 Flesher, D.L.1996. Internal Auditing-Standards and Practices. The Institute of Internal Auditors, Altamonte Springs FL. Healy, Paul M. 1985. The Effects of Bonus Schemes on Accounting Decisions, Journal of Accounting and Economics. Pp.86. Jameson, M. 1988. A Practical Guide to Creative Accounting. London: Kopan Page. Mathews, M.R., and Perera, M.H.B. 1996. Accounting Theory and Development. Melbourne; Nelson. P.228. Pigper, T. 1994. Creative Accounting; The Effectiveness of Financial Reporting in the Uk. London; Macmillan. Tuanakotta, T.M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi. Edisi 2. Penerbit Salemba Empat. Wallace, W.A.1995. Auditing. South-Western College Publishing, Cincinnati.
114