ANALISIS INDIKATOR PENILAIAN KINERJA DENGAN FAKTOR PENDORONG MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA PT SARIWANGI AEA
SAKINA ABDULRAHMAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Indikator Penilaian Kinerja Dengan Faktor Pendorong Motivasi Kerja Karyawan Pada PT Sariwangi AEA adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Sakina Abdulrahman NIM H24090147
ABSTRAK SAKINA ABDULRAHMAN. Analisis Indikator Penilaian Kinerja Dengan Faktor Pendorong Motivasi Kerja Karyawan Pada PT Sariwangi AEA. Dibimbing oleh ERLIN TRISYULIANTI. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi indikator penilaian kinerja umum di PT Sariwangi AEA, menganalisis hubungan indikator penilaian kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja dengan karakteristik karyawan pada PT Sariwangi AEA, dan menganalisis hubungan kepentingan indikator output dalam penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa indikator penilaian kinerja yang diterapkan pada PT Sariwangi AEA adalah indikator-indikator penyelesaian pekerjaan, kualitas kerja, produktivitas, kedisiplinan, keterampilan, kerja sama dan inisiatif. Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan sedangkan indikator lainnya tidak berhubungan begitupun aspek pendidikan tidak berhubungan dengan semua indikator penilaian kinerja. Terdapat hubungan antara faktor pendorong motivasi (motivator dan hygiene factor) dengan masa kerja sedangkan pada pendidikan kedua faktor pendorong motivasi kerja tersebut tidak berhubungan. Selain itu, indikator output dalam penilaian kinerja tidak berhubungan dengan faktor pendorong motivasi kerja karyawan pada alpha 5%. Kata kunci: masa kerja, motivasi kerja, pendidikan, penilaian kinerja
ABSTRACT SAKINA ABDULRAHMAN. Analysis of Performance Assessment Indicators with Motivation Factors Employees of PT Sariwangi AEA. Supervised by ERLIN TRISYULIANTI. The purposes of this study were to identify common performance assessment indicators in PT Sariwangi AEA, to analyze the relationship between indicators of performance assessment and motivating factors and the type of employees at PT Sariwangi AEA, and to analyze the relationship between the interests of the output indicators in the assessment of the performance of the driving factors of work motivation. Based on the results of the study to conclusions is that the assessment of performance indicators applied to the PT Sariwangi AEA are indicators encluding completion of work, quality of work, productivity, discipline, skills, cooperation and initiative. Based on the results of cross-tabulation analysis there is a relationship between the work duration with the work completion indicator while the others do not have any relathionship. According to the results, all performance indicators also have no relationship with education aspect. There is a significant relationship between driving factors (motivator and hygiene factors) with work duration of employees. In education aspect, the driving factors of work motivation have no relationship with the motivation driving factirs at the degred of trust of 5 percent. Keywords: employment, motivation, education, performance assessment
ANALISIS INDIKATOR PENILAIAN KINERJA DENGAN FAKTOR PENDORONG MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA PT SARIWANGI AEA
SAKINA ABDULRAHMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah Manajemen Sumber Daya Manusia, dengan judul Analisis Indikator Penilaian Kinerja Dengan Faktor Pendorong Motivasi Kerja Karyawan Pada PT Sariwangi AEA. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Erlin Trisyulianti, STP, MSi dan Bapak Ir Pramono D Fewidarto, MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Murjito selaku HR SW Internasional, Ibu Devi manajer SDM beserta staf SW Internasional Trading Business Unit PT Sariwangi AEA Gunung Putri Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima kasih kepada penyandang dana PT Aneka Tambang Tbk atas dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga (kakak Masria, kak Ambo, kak Hirwan, ko Abdulah, Alfarezi, Etong, Afif, Firga, Sartika, Saskia, Nabil, Inka Ayu, Muntia, Sukemi, Apri dan Grilweni) atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada kanda Dahlan Etlegar, S.Hut atas segala doa dan dukungannya. Serta terima kasih untuk sahabat Nada Soraya Pusparini, SE dan teman-teman Fauzia Istanti, Zaehul Akbar Murdiono, STP, Putri Mei Limbong, SE, Isnaini, Aswiwin, Rabia dan Putri Anjani dan keluarga besar IPMHT Bogor atas seluruh dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014 Sakina Abdulrahman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
2
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
METODE PENELITIAN
4
Kerangka Pemikiran
4
Waktu dan Tempat Penelitian
6
Jenis dan Sumber Data
6
Metode Pengambilan Sampel
6
Metode Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Gambaran Umum Perusahaan
7
Struktur Organisasi Perusahaan
8
Karakteristik Karyawan
8
Tabulasi Silang
9
Implikasi Manajerial SIMPULAN DAN SARAN
23 23
Simpulan
23
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Tingkat reliabilitas metode cronbach’s alpha Skala likert pada penelitian Karakteristik karyawan Hubungan masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan Hubungan masa kerja dengan indikator kualitas kerja Hubungan masa kerja dengan indikator produktivitas Hubungan masa kerja dengan indikator kedisiplinan Hubungan masa kerja dengan indikator keterampilan Hubungan masa kerja dengan indikator kerja sama Hubungan masa kerja dengan indikator inisiatif Hubungan masa kerja dengan hygiene factor Hubungan masa kerja dengan motivator Hubungan pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan Hubungan pendidikan dengan indikator kualitas kerja Hubungan pendidikan dengan indikator produktivitas Hubungan pendidikan dengan indikator kedisiplinan Hubungan pendidikan dengan indikator keterampilan Hubungan pendidikan dengan indikator kerja sama Hubungan pendidikan dengan indikator inisiatif Hubungan pendidikan dengan hygiene factor Hubungan pendidikan dengan motivator Hubungan kepentingan indikator output dalam penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja karyawan
6 7 8 10 10 11 12 12 13 14 15 15 16 17 17 18 19 19 20 21 21 22
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran
4
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki masalah yang serius dalam hal kemampuan daya saing di sektor agribisnis. Mutu sumber daya manusia agribisnis Indonesia saat ini berada dibawah Thailand, Philipina dan Malaysia. Apabila permasalahan tersebut tidak segera diperbaiki maka keunggulan bersaing perusahaan-perusahaaan agribisnis Indonesia akan menjadi rendah dan kurang berpotensi dalam menghadapi era persaingan global. PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (AEA) sebagai salah satu perusahaan agribisnis di bidang produksi dan pengepakan teh menyumbang 25% total ekspor teh Indonesia (PT Sariwangi AEA 2013), memiliki tantangan besar dalam menghadapi implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 dimana tingkat persaingan antar perusahaan akan menjadi sangat kompetitif. Salah satu kunci untuk memenangkan persaingan tersebut adalah dengan peningkatan standar kualitas produk barang dan jasa yang memenuhi selera pasar. Sumber daya manusia dalam suatu perusahaan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Kegiatan SDM pada suatu perusahaan tidak akan terlepas dari faktor produktivitas yang merupakan indikator penting bagi suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Peningkatan produktivitas merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan perusahaan agar mampu bertahan dan berdaya saing tinggi. Jika karyawan mampu mengoptimalkan tenaganya sebaik mungkin dalam upaya peningkatan produktivitas, maka akan menghasilkan produk atau jasa yang berdaya saing dan bermutu tinggi. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai peningkatan kinerja yang akan menghasilkan meningkatkan produktivitas, salah satunya dengan menerapkan manajemen kinerja yang baik. Manajemen kinerja diperlukan agar karyawan mengetahui tugas-tugas yang harus dilakukannya dan bagaimana tugas tersebut diharapkan untuk dikerjakannya. Salah satu aspek penting dari manajemen kinerja adalah penilaian kinerja atau performance appraisal. Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengukur kinerja karyawannya. Penilaian kinerja adalah proses melalui bagaimana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusankeputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka (Handoko 2001). Penilaian kinerja yang diterapkan oleh perusahaan tujuannya untuk mengukur kinerja secara fair dan obyektif berdasarkan persyaratan pekerjaan dan untuk meningkatkan kinerja dengan mengidentifikasi tujuan-tujuan pengembangan yang spesifik. Para penyelia dan manajer harus mengevaluasi kinerja agar dapat mengetahui tindakan atau langkah-langkah apa yang harus diambil selanjutnya. Pada saat sama, para karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman bagi peningkatan kerja di masa yang akan datang. Penilaian kinerja yang baik memberikan umpan balik yang sangat dibutuhkan secara terus menerus tidak hanya pada saat proses penilaian dilakukan. Para karyawan dengan masa kerja yang lama juga menginginkan umpan balik yang positif atas hal-hal
2 baik yang mereka kerjakan. Umpan balik spesifik dapat membantu mereka dalam melakukan perencanaan karir, pelatihan dan pengembangan, peningkatan gaji, promosi dan berbagai keputusan lainnya. Penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar/indikator yang ditetapkan. Salah satu keuntungan penggunaan standar penilaian adalah obyektivitas. Tetapi, agar obyektif karyawan harus memahami dengan baik indikator yang menjadi dasar dalam penilaian kinerja. Dibeberapa organisasi, karyawan ikut menetapkan indikator kinerjanya. Hal ini memberikan akurasi dalam penilaian dikarenakan karyawan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang persyaratan pekerjaan dan karyawan lebih mudah menerima hasil penilaian mereka. Hasil penilaian kinerja harus dapat mendorong perbaikan kinerja berikutnya. Menurut Marwansyah (2010), Penilaian kinerja adalah salah satu alat motivasi paling ampuh yang tersedia bagi pemimpin atau manajer. Manfaat penilaian kinerja adalah memotivasi karyawan dan memberikan peluang kepada atasan untuk mendorong karyawan ke arah kinerja yang diharapkan dan mendorong terciptanya keadilan dan akurasi dalam penilaian. Mendasari hal tersebut, maka pentingnya penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisis hubungan indikator penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja karyawan. Sehingga kemajuan karyawan dapat terus mendapat dukungan dari perusahaan dan membantu perusahaan dalam mencapai visi dan misi yang telah dibuat. Perumusan Masalah Indikator apa saja yang berdasarkan pendapat karyawan dapat mencerminkan secara obyektif sehingga dapat digunakan dalam penilaian kinerja. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (1) mengidentifikasi indikator penilaian kinerja umum di PT Sariwangi AEA, (2) menganalisis hubungan indikator penilaian kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja dengan karakteristik karyawan pada PT Sariwangi AEA, (3) menganalisis hubungan kepentingan indikator output dalam penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam membuat kebijakan mengenai penilaian kinerja karyawan agar dapat mendorong motivasi kerja karyawan. Serta sebagai sarana belajar untuk mengimplementasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah dan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Selain itu diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi mengenai penilaian kinerja dan motivasi kerja karyawan dan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup pada hubungan indikator penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja. Indikator penilaian kinerja meliputi indikator (penyelesaian pekerjaan, kualitas kerja, produktivitas,
3 kedisiplinan, keterampilan, kerja sama, dan inisiatif). Sedangkan indikator faktor pendorong motivasi kerja dalam penelitian ini adalah hygiene factor: balas jasa (gaji atau upah), kondisi kerja, kebijakan dan administrasi, hubungan antar pribadi dan motivator: pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, penempatan kerja yang sesuai dan pengembangan potensi individu. Penelitian ini juga berfokus pada indikator penilaian kinerja apa yang diperlukan dan motivator yang penting terkait output.
TINJAUAN PUSTAKA Penilaian Kinerja Menurut Mangkuprawira (2011) kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Kinerja merupakan proses sekaligus output dan outcome dari seseorang dan organisasi. Semakin baik mutu kinerja proses pekerjaan karyawan semakin tinggi produktivitas kerja dan karirnya. Menurut Mangkuprawira (2011), penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Apabila hal itu dikerjakan dengan benar, maka para karyawan, penyelia mereka, departemen SDM, dan akhirnya perusahaan akan menguntungkan dengan jaminan bahwa upaya para individu karyawan mampu mengkontribusi pada fokus strategik dari perusahaan. Motivasi Kerja Motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah (Hariandja 2007). Faktor-faktor yang mendorong motivasi kerja menurut (Usmara 2006) adalah faktor hygiene atau intrinsik adalah gaji dan upah, kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan dan hubungan antar pribadi. Sedangkan motivator atau intrinsik yaitu: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan pengembangan potensi individu. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Sastrajendra (2010) dengan judul “ Hubungan Penilaian Kinerja Dengan Motivasi Kerja Widyaiswara Pada Pusat Diklat Kehutanan Kementerian Kehutanan Bogor”. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu penilaian kinerja yang diterapkan pada Widyaiswara di Pusat Diklat Kehutanan Kementerian Kehutanan Bogor secara keseluruhan adalah baik. Pernyataan tujuan penilaian kinerja, waktu penilaian, prosedur penilaian kinerja dan metode penilaian adalah baik. Namun pada pernyataan implementasi penilaian kinerja menurut pegawai kurang baik. Penilaian kinerja berhubungan dengan motivasi kerja pada Widyaiswara di Pusat Diklat Kehutanan Kementerian Kehutanan Bogor menunjukkan bahwa semua indikator penilaian kinerja berhubungan dengan motivasi kerja. Indikator penilaian kinerja yang memiliki
4 hubungan sedang dengan motivasi kerja adalah tujuan penilaian. Indikator penilaian kinerja yang memiliki hubungan kuat dengan motivasi adalah waktu penilaian kinerja dan prosedur penilaian kinerja sedangkan indikator yang memiliki hubungan lemah dengan motivasi kerja adalah metode penilaian kinerja. Indikator penilaian kinerja yang memiliki hubungan sangat kuat dengan motivasi kerja adalah implementasi penilaian kinerja. Penelitian juga dilakukan oleh Naulina (2009) dengan judul “Analisis Hubungan Sistem Penilaian Kinerja Dengan Motivasi Kerja Dan Kepuasan Kerja Karyawan Pada Divisi Human Resources & General (HR & GA) PT Indocement Tunggal Prakarsa (ITP), Tbk Citereup”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa persepsi karyawan terhadap sistem penilaian kinerja PT ITP,Tbk adalah baik. Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif,agak lemah dan nyata antara sistem penilaian kinerja dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan. Hal ini berarti indikator sistem penilaian kinerja mampu meningkatkan motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan Divisi HR & GA PT ITP, Tbk Citereup. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurjanah (2002) dengan judul “faktorfaktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan di PT Sariwangi AEA”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor ekstrinsik karyawan yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat motivasi kerja karyawan adalah hubungan atasan dan bawahan, peraturan perusahaan, kondisi lingkungan kerja, kompensasi dan tunjangan, serta penilaian prestasi kerja. Keseluruhan faktor tersebut berhubungan positif dengan motivasi kerja sehingga mengandung pengertian bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan mereka terhadap faktor tersebut maka motivasi kerja karyawan pun akan semakin tinggi. Sedangkan hubungan sesama rekan kerja tidak memiliki pengaruh nyata pada motivasi kerja karyawan, hal ini mengandung pengertian bahwa kepuasan karyawan terhadap hubungan sesama rekan kerja tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap peningkatan motivasi kerja karyawan. Sedangkan faktor-faktor intrinsik karyawan seluruhnya tidak memiliki hubungan dengan motivasi kerja karyawan. Hal ini berarti bahwa tingkat motivasi kerja karyawan pada perusahaan tersebut tidak dipengaruhi oleh tingkat umur, lama kerja, jumlah tanggungan hidup karyawan, tingkat pendidikan terakhir dan jenis kelamin. Sehingga disimpulkan bahwa hanya faktor ekstrinsik saja yang memiliki pengaruh terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Sariwangi AEA.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (AEA) sebagai salah satu perusahaan agribisnis di bidang produksi dan pengepakan teh. Visi PT Sariwangi AEA adalah menjadi perusahaan industri yang terkemuka, eksklusif, inovatif, terpercaya dan memiliki manajemen mutu terbaik. Dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia maka PT Sariwangi AEA akan melakukan: Peningkatan disiplin kerja karyawan, Peningkatan keahlian karyawan melalui pelatihan, Peningkatan manajemen mutu, Peningkatan keselamatan kerja dan Peningkatan kesejahteraan karyawan.
5 Pelaksanaan penilaian kinerja dilakukan setiap perusahaan termasuk PT. Sariwangi AEA untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja adalah penyelesaian pekerjaan, kualitas kerja, produktivitas, kedisiplinan, keterampilan, kerja sama dan inisiatif. Menurut Marwansyah (2010), Penilaian kinerja adalah salah satu alat motivasi paling ampuh yang tersedia bagi pemimpin atau manajer. Motivasi merupakan dorongan yang membuat karyawan (seseorang) melakukan sesuatu dengan cara tertentu dan untuk tujuan tertentu (Mangkuprawira dan Hubeis 2007). Indikator yang digunakan dalam Faktor-faktor yang mendorong motivasi kerja menurut (Usmara 2006) adalah faktor hygiene atau intrinsik adalah gaji dan upah, kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan dan hubungan antar pribadi. Sedangkan motivator atau intrinsik yaitu: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan pengembangan potensi individu. PT Sariwangi AEA Visi Dan Misi SDM Kondisi Karyawan Yang Ada Penilaian Kinerja Indikator Penilaian Kinerja sebagai berikut: 1. Penyelesaian Pekerjaan 2. Kualitas kerja 3. Produktivitas 4. Kedisiplinan 5. Keterampilan 6. Kerja Sama 7. Inisiatif
Faktor Pendorong Motivasi Kerja sebagai berikut: 1. Faktor Hygiene 2. Motivator
8.
Tidak
Tidak
Karakteristik Karyawan sebagai berikut: 1. Masa Kerja 2. Pendidikan
Ada Hubungan
Ada Hubungan
Ya
Ya Kriteria Penilaian Spesifik
Kriteria Penilaian Kinerja
Kriteria Penilaian General
Pengembangan Metode Penilaian Kinerja Yang Adil
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
6 Berdasarkan uraian diatas untuk mengetahui hubungan indikator penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja maka perlu dianalisis apakah sudah sesuai dengan harapan karyawan dengan berdasarkan karakteristik karyawan, jika tidak berhubungan maka dapat diterapkan kriteria penilaian kinerja yang general untuk semua karyawan dalam melakukan penilaian kinerja dan jika terdapat hubungan maka pihak perusahaan harus menerapkan kriteria penilaian kinerja yang spesifik. Pengembangan metode penilaian kinerja yang adil diharapkan dapat memotivasi karyawan dalam bekerja sehingga nantinya dapat meningkatkan kinerja karyawan. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tentang hubungan indikator penilaian kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja karyawan ini dilaksanakan pada PT Sariwangi Agricultural Estate Agency yang terletak di Jl. Mercedes Benz no. 288, Cicadas Gunung Putri Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Januari- Februari 2014. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan karyawan melalui kuesioner berisi daftar pertanyaan mengenai indikator penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja karyawan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data internal perusahaan, dokumen perusahaan, buku, internet dan artikel yang terkait. Metode Pengambilan Sampel Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara sensus karena jumlah karyawan pada divisi Trading Business Unit yang tidak terlalu banyak yaitu 67 orang. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data penelitian ini adalah wawancara pada karyawan Trading Business Unit PT Sariwangi AEA dengan menggunakan instrumen kuesioner. Sebelum Kuesioner digunakan terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Suliyanto (2005), mengemukakan bahwa validitas didefinisikan sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya, sedangkan reliabilitas pada dasarnya adalah sejauh mana suatu hasil pengukuran dapat dipercaya. Tingkat reliabilitas dengan metode Cronbach’s Alpha diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai 1 yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tingkat reliabilitas metode Cronbach’s Alpha Alpha 0.00-0.20 0.21-0.40 0.41-0.60 0.61-0.80 0.81-1.00
Tingkat Realibilitas Kurang Reliabel Agak Reliabel Cukup Reliabel Reliabel Sangat Reliabel
7 Hasil uji validitas dilakukan pada seluruh pernyataan indikator penilaian kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja. Hasil uji validitas tersebut terdapat satu pernyataan pada indikator penilaian kinerja yang tidak valid yaitu pernyataan nomor 26 dengan r hitung 0.240 sedangkan uji validitas pada faktor pendorong motivasi kerja terdapat dua pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan no 8 dan 13 dengan r hitung 0.223 dan 0.207. Uji validitas menunjukkan nilai r hitung untuk pernyataan yang valid 0.2510.700 dapat disimpulkan r hitung (0.251 – 0.699) > r tabel (0.244) pada taraf alpha 5% yang artinya seluruh pernyataan mampu mengukur apa yang ingin diukur. Hasil uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pernyataan indikator penilaian kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja karyawan. Hasil uji menunjukkan nilai crobanch alpha untuk seluruh pernyataan indikator penilaian kinerja sebesar 0.768 dari 28 butir pernyataan dan faktor pendorong motivasi kerja sebesar 0.832 dari 19 butir pernyataan. Berdasarkan metode crobanch alpha nilai ini menunjukkan pernyataan berada pada tingkat reliabel artinya seluruh pernyataan dapat dipercaya dan diandalkan sebagai alat ukur apabila dilakukan pengukuran ulang. Pengolahan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Data yang dianalisis deskriptif dikumpulkan dari hasil pengisian kuesioner oleh karyawan Trading Business Unit PT Sariwangi AEA dengan menggunakan skala likert. Pembobotan skala likert pada kuesioner dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Skala likert pada penelitian Pernyataan Skala likert Sangat Setuju 5 Setuju 4 Cukup Setuju 3 Tidak Setuju 2 Sangat Tidak Setuju 1 Pada penelitian ini analisis deskriptif dilakukan dengan tabulasi silang untuk melihat hubungan karakteristik karyawan dengan indikator penilaian kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja serta indikator output dalam penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan Sariwangi AEA (Agriculture Estate Agency) didirikan oleh Johan Alexander Supit pada tahun 1963 di Palmerah, Jakarta dalam bentuk Perseroan Komanditor (CV). Tahun 1973 bentuk perusahaan tersebut berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT). Tahun 1987 PT Sariwangi AEA pindah ke Jl. Mayor Oking No. 7 A Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor. Tahun 1993 perusahaan ini mengalami goncangan usaha sehingga pada akhirnya lisensi teh celup mereka dijual ke PT Unilever. Tahun 1996 PT Sariwangi A.E.A membuka
8 lokasi pabrik baru di Jl. Mercedes Benz No. 288 Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut dibagi ke dalam empat blok yaitu: a.
Blok A :
b.
Blok B :
c. d.
Blok C : Blok D :
Head Office, Production Departemen, dan Finish Product Departemen Technical Departement Manufacturing, Developing Maintenance, Coffe Roaster dan Flavoring. Bulk Products dan Musholla. Trading Business Unit, Ware House, Ruang Arsip dan Poliklinik Struktur Organisasi Perusahaan
PT Sariwangi A.E.A dipimpin oleh seorang presiden direktur yang juga merupakan pemilik utama dan seorang direktur sebagai pelaksana harian. Pada perusahaan ini terdapat enam departemen yaitu: HRD Departement, Finished Product Departement, Finance and Accounting Departement, Technical Departement, Export/Import Document Departement, serta Trading Business Unit and Ware House Departement. Karakteristik Karyawan Karyawan dalam penelitian ini adalah karyawan pada Trading Business Unit. Analisis karakteristik karyawan sangat penting dilakukan karena karakteristik tersebut akan mempengaruhi kemampuan dalam memahami indikator penilaian kinerja yang diterapkan perusahaan. Karakteristik karyawan meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan masa kerja. Karakteristik karyawan selengkapnya dapat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik karyawan Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia 21-30 31-40 41-50 >51 Total Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total Lama Kerja 1-5 6-10 11-15 16-20 >21
Jumlah (orang) 66 1 67 32 24 8 3 67 4 39 19 4 1 67 14 27 6 16 4
Persentase (persen) 99 1 100 48 36 12 4 100 6 58 28 6 2 100 21 42 7 24 6
9 Lanjutan Tabel 3. Total 67 100 Berdasarkan Tabel 3 menjelaskan bahwa perbandingan jumlah karyawan laki-laki pada Trading Business Unit sebesar 99% lebih banyak dari jumlah karyawan perempuan sebesar 1%. Perbedaan antara keduanya karena Trading Business Unit lebih banyak membutuhkan tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan pekerjaan di pabrik seperti menyiapkan bahan baku produksi serta pencampuran bahan baku dari berbagai pemasok dan bertanggungjawab dalam pergudangan bahan baku sedangkan karyawan perempuan untuk pekerjaan quality control. Usia karyawan tertinggi oleh karyawan yang berusia 21-30 tahun yaitu sebesar 48% diikuti oleh karyawan usia 30-40 tahun yaitu sebesar 36%. Sementara itu karyawan pada usia 41-50 tahun sebesar 12% dan posisi terendah karyawan pada usia ≥ 51 tahun sebesar 4%. Hal ini menjelaskan bahwa pada Trading Business Unit didominasi oleh karyawan yang berusia 21-30 tahun, dikarenakan karyawan pada usia ini lebih produktif. Pendidikan karyawan merupakan salah satu pertimbangan bagi karyawan dalam menetapkan fungsi dan jabatan karyawan pada perusahaaan. Semakin tinggi pendidikan karyawan semakin besar kesempatan jenjang karier yang diterimahnya. Pendidikan karyawan terbanyak yaitu SMA sebesar 58%, diikuti oleh karyawan dengan pendidikan SMK sebesar 28%. Sementara karyawan dengan pendidikan SMP dan D3 sebesar 6% dan tingkat pendidikan S1 sebesar 2%. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan di dominasi oleh SMA, dikarenakan karyawan dengan latar belakang pendidikan SMA pada Trading Business Unit PT Sariwangi AEA mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sedangkan lama kerja karyawan didominasi oleh karyawan dengan lama kerja 6-10 tahun yaitu sebesar 42%, diikuti oleh karyawan dengan lama kerja 16-20 tahun sebesar 24%, karyawan dengan lama kerja 1-5 tahun sebesar 21%. Sementara karyawan dengan lama kerja 11-15 tahun sebesar 7% dan lama kerja ≥ 21 tahun sebesar 6%. Hal ini dikarenakan karyawan sudah merasa cocok dengan pekerjaan mereka. Sehingga memberikan keuntungan pada perusahaan karena semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi pula pengalaman kerja, pengetahuan dan loyalitas orang tersebut (Kustikasari 2011). Tabulasi Silang Tabulasi silang dapat memperlihatkan hubungan antar karakteristik dengan melihat nilai chi-square, jika nilai chi-square hitung lebih besar dari chi-square tabel maka dapat dikatakan tolak H0 sehingga tidak ada hubungan antara baris dan kolom. Hubungan baris dan kolom dapat dilihat melalui nilai Asymp Sig.(2-sided), jika nilai chi-square test menampilkan hasil kurang dari 0.05 maka asumsi ditolak, yang artinya ada hubungan antara baris dan kolom. Tabulasi Silang Masa Kerja dengan Indikator Penilaian Kinerja Hubungan masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih panjang cenderung
10 menganggap penyelesaian pekerjaan sebagai indikator yang penting. Hubungan masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hubungan masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan Masa Kerja 1-5 6-10 11-15 16-20 ≥21 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Penyelesaian Pekerjaan (%) TS KS S 0 0 11.9 0 0 25.4 0 0 9.0 0 0 20.9 0 0 0 0 0 67.2
SS 10.4 19.4 1.5 1.5 0 32.8
Total (%)
22.3 44,8 10.5 22.4 0 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 4, terlihat tidak ada pola yang jelas terkait masa kerja dengan indikator penilaian kinerja. Dan didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan. Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa mayoritas karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 44.8% setuju dengan penyelesaian pekerjaan sebesar 25.4% sebagai indikator penilaian kinerja sedangkan karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun yaitu 10.4% sangat setuju terhadap penyelesaian pekerjaan sebagai indikator penilaian kinerja karyawan. Hasil uji Asymp Sig menunjukkan masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan memiliki nilai Sig. sebesar 0.036 > 0.05 maka tolak Ho yang artinya terdapat hubungan antara masa kerja dengan penyelesaian pekerjaan sebagai indikator penilaian kinerja pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan. Dengan demikian kriteria penilaian yang dilakukan lebih spesifik antara masa kerja yang berbeda dalam penilaian kinerja. Hubungan masa kerja dengan indikator kualitas kerja Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kualitas kerja, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih panjang cenderung menganggap kualitas kerja sebagai indikator yang penting. Hubungan masa kerja dengan indikator kualitas kerja dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hubungan masa kerja dengan indikator kualitas kerja Masa Kerja 1-5 6-10 11-15 16-20 ≥21 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Kualitas Kerja (%) TS KS S 0 0 20.9 0 1.5 32.8 0 0 7.5 0 0 20.9 0 0 0 0 1.5 82.1
SS 1.5 10.4 3.0 1.5 0 16.4
Total (%) 22.4 44.7 10.5 22.4 0 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 5 tampak tidak ada pola yang jelas terkait masa kerja dengan indikator kualitas kerja. Dan didasarkan pada hipotesis awal bahwa
11 terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kualitas kerja pada Tabel 5 menjelaskan bahwa manyoritas karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 44.7% setuju dengan indikator kualitas kerja sebesar 32.8% sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan karyawan dengan masa kerja 11-16 tahun sangat setuju sebesar 3% yaitu 10.5%. Hasil uji Asymp Sig menunjukkan masa kerja dengan indikator kualitas kerja memiliki nilai Sig. 0.504 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kualitas kerja pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator kualitas kerja. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator kualitas kerja dalam penilaian kinerja tersebut dapat menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap obyektif. Hubungan masa kerja dengan indikator produktivitas Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator produktivitas, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih panjang cenderung menganggap indikator produktivitas sebagai indikator yang penting. Hubungan masa kerja dengan indikator produktivitas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hubungan masa kerja dengan indikator produktivitas Masa Kerja
1-5 6-10 11-15 16-20 ≥21 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Produktivitas (%) TS KS S 0 0 17.9 0 0 26.9 0 0 10.4 0 0 19.4 0 0 0 0 0 74.6
SS 4.5 17.9 0 3.0 0 25.4
Total (%) 22.4 44,8 10.4 22.4 0 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan hipotesis awal terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator produktivitas pada Tabel 6, mayoritas karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 44.8% setuju dengan indikator produktivitas sebesar 26.9% sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun yaitu 4.5% dan 16-20 tahun yaitu 3% sangat setuju dengan indikator produktivitas sebagai indikator penilaian kinerja. Berdasarkan hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan indikator produktivitas memiliki nilai Sig. 0.067 > 0.05 maka terima H0 artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator produktivitas pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda setuju dengan indikator produktivitas sebagai indikator penilaian kinerja. Hal ini juga berarti bahwa karyawan setuju dengan indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator produktivitas dalam penilaian kinerja tersebut bisa menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap tepat. Hubungan masa kerja dengan indikator kedisiplinan Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kedisiplinan, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menganggap
12 indikator kedisiplinan sebagai indikator yang penting. Hubungan masa kerja dengan indikator kedisiplinan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hubungan masa kerja dengan indikator kedisiplinan Masa Kerja
1-5 6-10 11-15 16-20 ≥21 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Kedisiplinan (%) TS KS S 0 0 7.4 1.5 3.0 17.9 0 0 4.5 0 0 9.0 0 0 0 1.5 3.0 38.8
Total (%) SS 14.9 22.4 6.0 13.4 0 56.7
22.3 44,8 10.5 22.4 0 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Keterkaitan antara masa kerja dengan indikator kedisiplinan dapat dilihat pada Tabel 7 dan didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kedisiplinan tampak tidak ada pola yang jelas terkait masa kerja dengan indikator kedisiplinan. Karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 44.8% sangat setuju dengan kedisiplinan sebesar 22.4% serta kurang setuju sebesar 3% dan tidak setuju sebesar 1.5% sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan yang setuju sebesar 9% yaitu karyawan dengan masa kerja 1620 tahun serta sebesar 7.4% karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun dan selebihnya sebesar 4.5% karyawan dengan masa kerja 11-15 tahun indikator kedisiplinan sebagai indiaktor penilaian kinerja. Hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan indikator kedisiplinan memiliki nilai Sig. 0.884 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kedisiplinan pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator kedisiplinan. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja karyawan. Dengan demikian adanya indikator kedisiplinan dalam penilaian kinerja bisa menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap obyektif. Hubungan masa kerja dengan indikator keterampilan Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator keterampilan, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menganggap indikator kedisiplinan sebagai indikator yang penting. Hubungan antara masa kerja dengan indikator keterampilan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hubungan masa kerja dengan indikator keterampilan Masa Kerja 1-5 6-10 11-15 16-20 ≥21 Total (%)
Indikator Keterampilan (%)
STS 0 0 0 0 0 0
TS 0 0 0 0 0 0
KS 0 0 0 0 0 0
S 19.4 34.3 10.4 20.9 0 85.0
SS 3.0 10.5 0 1.5 0 15.0
Total (%) 22.40 44.80 10.40 22.40 0 100
13 Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator keterampilan. Berdasarkan Tabel 8 tampak tidak ada pola yang jelas terkait masa kerja dengan indikator keterampilan. Hal ini menjelaskan bahwa karyawan tersebar dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 34.3% setuju dengan indikator keterampilan sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun yaitu 3% sangat setuju dengan keterampilan sebagai indikator penilaian kinerja. Hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan keterampilan memiliki nilai Sig. 0.292 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator keterampilan pada taraf 5%. Hal ini dikarenakan semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda setuju terhadap indikator keterampilan. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati dengan indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator keterampilan dalam penilaian kinerja maka dapat menjadikan hasil penilaian kinerja yang obyektif. Hubungan masa kerja dengan indikator kerja sama Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kerja sama, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menganggap indikator kerja sama sebagai indikator yang penting dalam penilaian kinerja karyawan. Hubungan antara masa kerja dengan indikator kerja sama dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hubungan masa kerja dengan indikator kerja sama Masa Kerja 1-5 6-10 11-15 16-20 ≥21 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Kerja Sama (%) TS KS S 0 1.5 9 0 1.5 25.4 0 0 9 0 1.5 14.9 0 0 0 0 4.5 58.3
SS 11.9 17.8 1.5 6.0 0 37.2
Total (%) 22.4 44.7 10.5 22.4 0 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 9 menjelaskan tidak terdapat pola yang jelas terkait masa kerja dengan indikator kerja sama. Karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 25.4% setuju dengan kerja sama sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun sangat setuju dengan kerja sama sebesar 11.9% sebagai indikator penilain kinerja dan selebihnya karyawan dengan masa kerja 16-20 tahun yaitu 1.5% kurang setuju dengan kerja sama sebagai indikator penilaian kinerja. Didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kerja sama. Hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan indikator kerja sama memiliki nilai Sig. 0.516 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kerja sama pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa kerja yng berbeda memiliki pandangan yang sama mengenai keberadaan indikator kerja sama. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai bagian
14 dari kriteri penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator tersebut bisa menjadikan hasil penilaian kinerja yang obyektif. Hubungan masa kerja dengan indikator inisiatif Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator inisiatif, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menganggap indikator inisiatif sebagai indikator yang penting dalam penilaian kinerja karyawan. Hubungan antara masa kerja dengan indikator inisiatif dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hubungan masa kerja dengan indikator inisiatif Masa Kerja 1-5 6-10 11-15 16-20 ≥21 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
TS 0 0 0 0 0 0
Indikator Inisiatif (%) KS S 1.5 20.9 1.5 32.8 0 10.4 0 20.9 0 0 3.0 85.0
SS 0 10.5 0 1.5 0 12.0
Total (%) 22.4 44.8 10.4 22.4 0 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel l0 terlihat bahwa tidak terdapat pola yang jelas terkait masa kerja dengan indikator inisiatif. Hal ini menjelaskan bahwa karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 32.8% setuju dengan inisiatif sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan karyawan 1-5 tahun yaitu 1.5% kurang setuju dengan indikator inisiatif sebagai indikator penilaian kinerja serta tidak ada yang sangat setuju dengan hal tersebut. Karyawan dengan masa kerja 16-20 tahun yaitu 1.5% sangat setuju dengan indikator inisiatif sebagai indikator penilaian kinerja. Berdasarkan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator inisiatif. Hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan indikator inisiatif memiliki nilai Sig. 0.204 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator inisiatif pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator inisiatif. Hal ini juga berarti karyawan sepakat indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator inisiatif dalam penilaian kinerja tersebut bisa menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap obyektif. Tabulasi Silang Masa Kerja dengan Faktor Pendorong Motivasi Kerja Hubungan masa kerja dengan hygiene factor Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan hygiene factor, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama menganggap hygiene factor sebagai faktor pendorong motivasi kerja yang penting. Hubungan masa kerja dengan hygiene factor dapat dilihat pada Tabel 11.
15 Tabel 11 Hubungan masa kerja dengan hygiene factor Masa Kerja 1-5 6-10 11-15 16-20 ≥21 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
TS 0 0 0 0 0 0
hygiene factor (%) KS 0 0 0 0 0 0
S 20.9 32.8 10.5 22.4 0 86.6
SS 1.5 11.9 0 0 0 13.4
Total (%) 22.4 44.7 10.5 22.4 0 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 11 menjelaskan bahwa mayoritas karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 44.7% setuju dengan hygiene factor sebesar 32.8% sebagai faktor pendorong motivasi kerja karyawan. Sedangkan karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun yaitu 1.5% sangat setuju hygiene factor sebagai faktor pendorong motivasi kerja karyawan. Didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan hygiene factor. Hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan hygiene factor memiliki nilai Sig. 0.036 < 0.05 maka tolak Ho artinya terdapat hubungan antara masa kerja dengan hygiene factor pada taraf 5%. Hal ini berarti bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda memiliki hygiene factor yang berbeda. Dengan demikian kriteria penilaian yang dilakukan lebih spesifik antara masa kerja yang berbeda dalam memotivasi kerja karyawan. Hubungan masa kerja dengan motivator Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan motivator, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama menganggap motivator sebagai faktor pendorong motivasi kerja yang penting. Hubungan masa kerja dengan motivator dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hubungan masa kerja dengan motivator Masa Kerja 1-5 6-10 11-15 16-20 ≥21 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
TS 0 0 0 0 0 0
Motivator (%) KS 0 0 0 0 0 0
S 16.4 14.9 10.4 19.4 0 61.1
SS 6.0 29.9 0 3 0 38.9
Total (%) 22.4 44.8 10.4 22.4 0 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 12 tampak tidak ada pola yang jelas terkait masa kerja dengan motivator. Tabel 12 menjelaskan bahwa karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 29.9% sangat setuju dan masa kerja 16-20 tahun yaitu 19.4% setuju dengan motivator sebagai faktor pendorong motivasi kerja. Dan didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan motivator. Hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan motivator memiliki nilai Sig. 0.000 < 0.05 maka tolak Ho artinya terdapat hubungan antara masa kerja dengan motivator
16 sebagai faktor pendorong motivasi kerja pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda memiliki faktor motivator yang berbeda. Dengan demikian kriteria penilaian yang dilakukan lebih spesifik antara masa kerja yang berbeda dalam memotivasi kerja karyawan. Tabulasi Silang Pendidikan dengan Indikator Penilaian Kinerja Hubungan pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi menganggap indikator penyelesaian pekerjaan sebagai indikator penilaian kinerja yang penting. Hubungan pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hubungan pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Penyelesaian Pekerjaan (%) TS KS S 0 0 6 0 0 43.3 0 0 13.4 0 0 4.5 0 0 0 0 0 67.2
SS 0 14.9 14.9 1.5 1.5 32.8
Total (%) 6 58.2 28.3 6 1.5 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 13 tampak tidak ada pola yang jelas terkait pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan. Tabel 13 menjelaskan bahwa karyawan dengan pendidikan SMA yaitu 58.2% setuju dengan indikator penyelesaian pekerjaan sebesar 43.3% sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan karyawan yang sangat setuju yaitu 28.3% adalah karyawan dengan pendidikan SMK. Selain itu juga karyawan yang setuju yaitu 6% terhadap indikator penyelesaian pekerjaan sebesar 1.5% sebagai indikator penilaian kinerja. Didasarkan hipotesis awal menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan penyelesaian pekerjaan memiliki nilai Sig. 0.078 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan pendidikan yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator penyelesaian pekerjaan. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator penyelesaian pekerjaan dalam penilaian kinerja tersebut dapat menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap obyektif. Hubungan pendidikan dengan indikator kualitas kerja Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator kualitas kerja, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung menganggap kualitas kerja sebagai indikator yang penting. Hubungan pendidikan dengan indikator kualitas kerja dapat dilihat pada Tabel 14.
17 Tabel 14 Hubungan pendidikan dengan indikator kualitas kerja Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Kualitas Kerja (%) TS KS S 0 0 6 0 1.5 41.8 0 0 26.9 0 0 6 0 0 1.5 0 1.5 82.2
SS 0 14.8 1.5 0 0 16.3
Total (%) 6 58.1 28.4 6 1.5 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 14 tampak tidak ada pola yang jelas terkait pendidikan dengan indikator kualitas kerja. Tabel 14 menjelaskan bahwa karyawan dengan pendidikan SMA yaitu 58.1% setuju dengan indikator kualitas kerja sebesar 82.2% sebagai indikator penilaian kinerja sedangkan karyawan dengan pendidikan SMK yaitu 16.3% sangat setuju indikator kualitas kerja indikator penilain kinerja. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan indikator kualitas kerja memiliki nilai Sig. 0.549 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator kualitas kerja pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan semua karyawan dengan pendidikan yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator kualitas kerja. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator kualitas kerja dalam penilaian kinerja tersebut dapat menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap obyektif. Hubungan pendidikan dengan indikator produktivitas Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator produktivitas, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung menganggap indikator produktivitas sebagai indikator yang penting. Hubungan pendidikan dengan indikator produktivitas dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hubungan pendidikan dengan indikator produktivitas Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Produktivitas (%) TS KS S 0 0 6 0 0 44.8 0 0 17.9 0 0 4.5 0 0 1.5 0 0 74.7
SS 0 13.4 10.4 1.5 0 25.3
Total (%) 6 58.2 28.3 6 1.5 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan hipotesis awal terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator produktivitas pada Tabel 15, karyawan dengan pendidikan SMA yaitu 58.2% setuju dengan indikator produktivitas sebesar 44.8% dan karyawan dengan pendidikan SMK yaitu 28,3% sangat setuju sebesar 10.4% serta karyawan dengan pendidikan D3 sebesar 1,5% terhadap indikator produktivitas sebagai indikator penilaian kinerja. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan indikator produktivitas
18 memiliki nilai Sig. 0.537 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator produktivitas pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan pendidikan yang berbeda setuju dengan indikator produktivitas sebagai indikator penilaian kinerja. Hal ini juga berarti bahwa karyawan setuju dengan indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator produktivitas dalam penilaian kinerja tersebut bisa menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap tepat. Hubungan pendidikan dengan indikator kedisiplinan Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator kedisiplinan, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung menganggap indikator kedisiplinan sebagai indikator yang penting. Hubungan masa kerja dengan indikator kedisiplinan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Hubungan pendidikan dengan indikator kedisiplinan Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Kedisiplinan (%) TS KS S 0 0 3 0 1.5 26.9 1.5 1.5 9 0 0 0 0 0 0 1.5 3 38.9
SS 3 29.9 16.2 6 1.5 56.6
Total (%) 6 58.3 28.2 6 1.5 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Keterkaitan antara pendidikan dengan indikator kedisiplinan dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 16 dan didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator kedisiplinan tampak tidak ada pola yang jelas terkait pendidikan dengan indikator kedisiplinan. Berdasarkan Tabel 16 menjelaskan bahwa karyawan dengan pendidikan SMA sebesar 58.3% setuju dengan kedisiplinan sebesar 26.9% dan karyawan dengan pendidikan SMK yaitu 28.2 sangat setuju dengan kedisiplinan sebesar 16.2% sebagai indikator penilaian kinerja. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan kedisiplinan memiliki nilai Sig. 0.792 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan kedisiplinan pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan pendidikan yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator kedisiplinan. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja karyawan. Dengan demikian adanya indikator kedisiplinan dalam penilaian kinerja bisa menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap obyektif. Hubungan pendidikan dengan indikator keterampilan Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator keterampilan, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih lama cenderung menganggap indikator kedisiplinan sebagai indikator yang penting. Hubungan antara pendidikan dengan indikator keterampilan dapat dilihat pada Tabel 17.
19 Tabel 17 Hubungan pendidikan dengan indikator keterampilan Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Keterampilan (%) TS KS S 0 0 6 0 0 50.7 0 0 20.8 0 0 6 0 0 1.5 0 0 85
SS 0 7.5 7.5 0 0 15
Total (%) 6 58.2 28.3 6 1.5 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator keterampilan. Didasarkan Tabel 17 tampak tidak ada pola yang jelas terkait pendidikan dengan indikator keterampilan. Hal ini menjelaskan bahwa karyawan dengan pendidikan SMA sebesar 58.2% setuju dengan indikator keterampilan sebesar 50.7% dan karyawan dengan pendidikan SMK yaitu 28.3 sangat setuju dengan indikator keterampilan sebesar 7.5% sebagai indikator penilaian kinerja. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan indikator keterampilan memiliki nilai Sig. 0.455 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator keterampilan pada taraf 5%. Hal ini dikarenakan semua karyawan dengan pendidikan yang berbeda setuju terhadap indikator keterampilan. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati dengan indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator keterampilan dalam penilaian kinerja maka dapat menjadikan hasil penilaian kinerja yang obyektif. Hubungan pendidikan dengan indikator kerja sama Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator kerja sama, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung menganggap indikator kerja sama sebagai indikator yang penting dalam penilaian kinerja karyawan. Hubungan antara pendidikan dengan indikator kerja sama dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Hubungan pendidikan dengan indikator kerja sama Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
Indikator Kerja Sama (%) TS KS S 0 0 4.5 0 3 37.2 0 1.5 9 0 0 6 0 0 1.5 0 4.5 58.3
SS 1.5 17.9 17.9 0 0 37.2
Total (%) 6 58.2 28.3 6 1.5 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 18 menjelaskan tidak terdapat pola yang jelas terkait pendidikan dengan indikator kerja sama. Karyawan dengan pendidikan SMA sebesar 58.2% setuju dengan kerja sama sebesar 37.2% dan karyawan dengan pendidikan SMK yaitu 28.3 sangat setuju dengan kerja sama sebesar 17.9%
20 sebagai indikator penilaian kinerja. Didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator kerja sama. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan kerja sama memiliki nilai Sig. 0.226 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator kerja sama pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan pendidikan yang berbeda memiliki pandangan yang sama mengenai keberadaan indikator kerja sama. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator tersebut bisa menjadikan hasil penilaian kinerja yang obyektif. Hubungan pendidikan dengan indikator inisiatif Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator inisiatif, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung menganggap indikator inisiatif sebagai indikator yang penting dalam penilaian kinerja karyawan. Hubungan antara pendidikan dengan indikator inisiatif dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Hubungan pendidikan dengan indikator inisiatif Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
TS 0 0 0 0 0 0
Indikator Inisiatif (%) KS S 0 6 0 49.1 3 22.4 0 6 0 1.5 3 85
SS 0 9 3 0 0 12
Total (%) 6 58.1 28.4 6 1.5 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa tidak terdapat pola yang jelas terkait pendidikan dengan indikator inisiatif. Karyawan dengan pendidikan SMA sebesar 58.1% setuju dengan indikator inisiatif sebesar 49.1% dan karyawan dengan pendidikan SMK yaitu 28.4 sangat setuju dengan indikator inisiatif sebesar 9% sebagai indikator penilaian kinerja. Berdasarkan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator inisiatif. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan indikator inisiatif memiliki nilai Sig. 0.551 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator inisiatif pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan pendidikan yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator inisiatif. Hal ini juga berarti karyawan sepakat indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator inisiatif dalam penilaian kinerja tersebut bisa menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap obyektif. Tabulasi Silang Pendidikan dengan Faktor Pendorong Motivasi Kerja Hubungan pendidikan dengan hygiene factor Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan hygiene factor, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi menganggap hygiene factor
21 sebagai faktor pendorong motivasi kerja yang penting. Hubungan pendidikan dengan hygiene factor dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Hubungan pendidikan dengan hygiene factor Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
TS 0 0 0 0 0 0
hygiene factor (%) KS 0 0 0 0 0 0
S 6 46.3 26.9 6 1.5 86.7
SS 0 11.8 1.5 0 0 13.3
Total (%) 6 58.1 28.4 6 1.5 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 20 menjelaskan bahwa karyawan dengan pendidikan SMA sebesar 58.1% setuju dengan hygiene factor sebesar 46.3% dan karyawan dengan pendidikan SMK yaitu 28.4 sangat setuju dengan hygiene factor sebesar 1.5% sebagai faktor pendorong motivasi kerja. Didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan hygiene factor. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan hygiene factor memiliki nilai Sig. 0.384 < 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan hygiene factor pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan pendidikan yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan hygiene factor. Hal ini juga berarti karyawan sepakat faktor tersebut sebagai bagian dari kriteria faktor pendorong motivasi kerja. Dengan demikian dengan adanya hygiene factor dalam faktor pendorong motivasi kerja tersebut bisa memotivasi kerja karyawan. Hubungan pendidikan dengan motivator Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan motivator, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi menganggap motivator sebagai faktor pendorong motivasi kerja yang penting. Hubungan pendidikan dengan motivator dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Hubungan pendidikan dengan motivator Pendidikan SMP SMA SMK D3 S1 Total (%)
STS 0 0 0 0 0 0
TS 0 0 0 0 0 0
motivator (%) KS 0 0 0 0 0 0
S 4.5 37.3 13.4 6 0 61.2
SS 1.5 20.9 14.9 0 1.5 38.8
Total (%) 6 58.2 28.3 6 1.5 100
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S = setuju, SS = sangat setuju Berdasarkan Tabel 21 tampak tidak ada pola yang jelas terkait pendidikan dengan motivator. Karyawan dengan pendidikan SMA sebesar 58.2% setuju dengan motivator sebesar 37.3% dan karyawan dengan pendidikan SMK yaitu 28.3 sangat setuju dengan motivator sebesar 14.9% sebagai faktor pendorong
22 motivasi kerja. Dan didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan motivator. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan motivator memiliki nilai Sig. 0.192 < 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan motivator pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan pendidikan yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan motivator. Hal ini juga berarti karyawan sepakat faktor tersebut sebagai bagian dari kriteria faktor pendorong motivasi kerja. Dengan demikian adanya motivator dalam faktor pendorong motivasi kerja tersebut bisa memotivasi kerja karyawan. Hubungan Kepentingan Indikator Output Dalam Penilaian Kinerja Dengan Faktor Pendorong Motivasi Kerja Karyawan Diduga bahwa terdapat hubungan antara indikator output dalam penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja karyawan, dimana untuk meningkatkan kinerja maka faktor pendorong motivasi apa yang perlu diintensifkan. Hubungan indikator output dalam penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Hubungan indikator output dalam penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja Indikator output dalam penilaian kinerja Indikator Kualitas Kerja Indikator Produktivitas
chi-square Df Sig chi-square Df Sig
Faktor pedorong motivasi kerja
Hygiene factor 15.000 12 0.241 12.000 9 0.213
Motivator 15.000 12 0.241 20.000 12 0.220
Berdasarkan Tabel 22 menunjukkan bahwa hasil uji Asymp Sig indikator output (indikator kualitas kerja) dengan hygiene factor memiliki nilai Sig 0.241 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak ada hubungan antara indikator output (indikator kualitas kerja) dengan hygiene factor. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semua indikator output (indikator kualitas kerja) dalam penilaian kinerja tidak memberikan motivasi dalam bekerja sehingga perusahaan perlu mengintensifkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Berdasarkan hasil uji Asymp Sig antara indikator kualitas kerja dengan motivator memiliki nilai Sig 0.241 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara indikator kualitas kerja dengan motivator. Hal ini mengindikasikan bahwa indikator output (indikator kualitas kerja) tidak memberikan motivasi kepada karyawan dalam bekerja sehingga faktor pendorong motivasi perlu diintensifkan lagi agar dapat meningkatkan kinerja karyawan. Berdasarkan hasil uji Asymp Sig antara indikator output (indikator produktivitas) dengan hygiene factor memiliki nilai Sig 0.213 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara indikator output (indikator produktivitas) dengan hygiene factor. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semua indikator output (indikator produktivitas) dalam penilaian kinerja tidak
23 memberikan motivasi dalam bekerja sehingga perusahaan perlu mengintensifkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Berdasarkan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara indikator output (indikator produktivitas) dengan motivator. Hasil uji Asymp Sig antara indikator output (indikator produktivitas) dengan motivator memiliki nilai Sig 0.220 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara indikator output (indikator produktivitas) dengan motivator. Hal ini mengindentifikasikan bahwa indikator output (indikator produktivitas) tidak memberikan motivasi kerja sehingga perlu diintensifkan lagi motivator agar meningkatkan kinerja karyawan. Implikasi Manajerial PT Sariwangi AEA perlu memperbaiki metode penilaian kinerja karyawan agar dapat mendorong motivasi kerja. Karyawan tidak hanya menginginkan proses penilaian yang obyektif namun dapat meningkatkan kinerja mereka. 1. Berdasarkan analisis tabulasi silang terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menganggap penyelesaian pekerjaan sebagai indikator yang penting. Hal ini berarti bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan. Dengan demikian kriteria penilaian yang dilakukan lebih spesifik antara masa kerja yang berbeda dalam penilaian kinerja. 2. PT Sariwangi AEA perlu menggunakan kriteria penilaian yang spesifik. Hal ini dikarenakan semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda memiliki faktor pendorong motivasi yang berbeda. Dengan demikian kriteria penilaian yang dilakukan lebih spesifik antara masa kerja yang berbeda dalam memotivasi kerja karyawan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Indikator penilaian kinerja yang diterapkan pada PT Sariwangi AEA adalah indikator (penyelesaian pekerjaan, kualitas kerja, produktivitas, kedisiplinan, keterampilan, kerja sama dan inisiatif). 2. Terdapat hubungan antara indikator penilaian kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja dengan karakteristik karyawan: a. Masa kerja berhubungan dengan indikator penyelesaian pekerjaan sedangkan indikator (kualitas kerja, produktivitas, kedisiplinan, keterampilan, kerja sama dan inisiatif) tidak berhubungan dengan masa kerja. b. Semua indikator penilaian kinerja tidak memiliki hubungan dengan pendidikan karyawan. c. Faktor pendorong motivasi kerja memiliki hubungan dengan masa kerja karyawan sedangkan pendidikan tidak memiliki hubungan dengan semua faktor pendorong motivasi kerja.
24 3. Kedua indikator output dalam penilaian kinerja tidak berhubungan dengan faktor pendorong motivasi kerja karyawan. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang direkomendasikan terkait dengan indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja serta faktor yang mendorong motivasi kerja karyawan adalah: 1. PT Sariwangi perlu mengembangkan metode penilaian kinerja yang adil sehingga proses penilaian yang dilakukan lebih obyektif. 2. Perusahaan perlu mengintensifkan lagi faktor-faktor pendorong motivasi kerja sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja dan kinerja karyawan.
25
DAFTAR PUSTAKA Handoko TH. 2001. Motivasi: Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta (ID): Kanisius. Hasibuan MSP. 2007. Organisasi dan Motivasi. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara Hariandja MTE. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID): PT Grasindo. Kustikasari ID. 2011. Analisis pengaruh penilaian kinerja terhadap produktivitas karyawan (studi kasus divisi PT Unggul Mekar Sari, Jonggol Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mangkuprawira TBS. 2011. Strategi Efektif Mengelola Karyawan. Bogor (ID): PT IPB Press. Mangkuprawira TBS. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Bogor (ID): Ghalis Indonesia. Marwansyah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung(ID): Alfabeta Naulina YI. 2009. Analisis hubungan sistem penilaian kinerja dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan pada Divisi Human Resources & General (HR & GA) PT Indocement Tunggal Prakarsa (ITP), Tbk Citereup [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurjanah L. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan di PT Sariwangi AEA [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [PT Sariwangi AEA]. 2013. Data SDM PT Sariwangi AEA. Bogor (ID): PT Sariwangi AEA Sastrajendra HD. 2010. Hubungan penilaian kinerja dengan motivasi kerja Widyaiswara pada Pusat Diklat Kehutanan Kementerian Kehutanan Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Buli, Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara pada tanggal 29 September 1989 dari ayah Abdulrahman Kaya dan ibu Saifa H. Abdul Djalil. Tahun 2008, penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Halmahera Timur dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mengikuti Program Prauniversitas melalui kerja sama IPB dan PT. Aneka Tambang Tbk. Tahun 2009 penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai mayor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Persatuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA) sebagai pengurus pada periode 2009-2010 dan Ikatan Pelajar Mahasiswa Halmahera Timur (IPMHT) sebagai pengurus pada periode 2012-2013. Penulis juga aktif dalam kepanitian halal bi halal Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Persatuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA) sebagai bendahara, kepanitiaan gebyar nusantara tahun 2012 mewakili Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Persatuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA) sebagai bendahara, seminar Ikatan Pelajar Mahasiswa Halmahera Timur (IPMHT) sebagai koordinator konsumsi. Tercatat sebagai penerima beasiswa utusan daerah (BUD) PT Aneka Tambang Tbk.