ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) UNIT ADOLINA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV SUMATERA UTARA
SKRIPSI
DAVID KASYOGI PURBA H34096013
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
x
RINGKASAN DAVID KASYOGI PURBA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA). Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi perkebunan merupakan bahan baku industri baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan meliputi perkebunan besar negara (PBN), perkebunan besar swasta (PBS), dan perkebunan rakyat (PR). Salah satu komoditas perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa sawit/tandan buah segar (TBS) yang kemudian diolah menjadi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Semakin meningkatnya peranan CPO, memacu para produsen untuk meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi tidak dapat dilakukan dengan mudah karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tersebut. Unit Adolina yang di bawahi oleh PT Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu perkebunan kelapa sawit milik negara. Unit Adolina terletak di Sumatera Utara yang merupakan salah satu wilayah sentra produksi minyak kelapa sawit di Indonesia. Konsentrasi bisnis Unit Adolina adalah memproduksi CPO. Faktorfaktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi terhadap tingkat produksi CPO, antara lain jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap serta suplai listrik. Oleh karena itu, analisis faktor-faktor produksi CPO perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina, dan (2) menganalisa elastisitas faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data produksi bulanan selama empat tahun mulai dari tahun 2008 hingga 2011 yang berasal dari perusahaan. Analisis dilakukan dengan membangun model, yaitu model produksi CPO. Dalam menganalisis data digunakan model regresi berupa fungsi produksi Cobb-Douglas yang terlebih dahulu diuji dengan asumsi OLS (Ordinary Least Square) yang dianalisis menggunakan program Minitab 14, microsoft excel dan eviews 5.1. Namun karena hasil regresi menunjukkan adanya pelanggaran asumsi klasik, yaitu multikolinearitas maka digunakan Principal Component Analysis untuk menghilangkan multikolineaitas tersebut. Berdasarkan analisis fungsi produksi, faktor produksi jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4), penggunaan uap (X5) serta suplai listrik (X6) secara bersama-sama mempengaruhi produksi CPO. Nilai koefisien determinasi untuk pendugaan didapat sebesar 98,0 persen, yang berarti bahwa 98,0 persen variasi produksi CPO dapat diterangkan oleh variabel-variabel
xi
bebas yang diduga, sedangkan sisanya sebesar 2,0 persen dijelaskan oleh variabelvariabel lain yang tidak terdapat dalam model. Pengaruh variabel bebas secara parsial dilakukan dengan uji-t. Hasil uji t menunjukkan faktor produksi jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4), penggunaan uap (X5) serta suplai listrik (X6) berpengaruh nyata terhadap produksi CPO pada selang kepercayaan 95 persen. Koefisien regresi pada fungsi produksi Cobb-Douglas juga menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel. Nilai koefisien regresi pada masingmasing faktor produksi adalah positif lebih kecil dari satu. Nilai koefisien regresi yang positif dan kurang dari satu menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut berada pada daerah yang rasional yaitu semua faktor produksi tersebut masih dapat ditingkatkan. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebaiknya PT Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina memperhatikan faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Rekomendasi faktor produksi atau input yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, uap dan suplai listrik.
xii
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) UNIT ADOLINA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV SUMATERA UTARA
DAVID KASYOGI PURBA H34096013
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
xiii
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara
Nama
: David Kasyogi Purba
NIM
: H34096013
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP. 19690410 199512 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
xiv
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Januari 2013
David Kasyogi Purba H34096013
xv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 20 September 1987 di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan (Alm) Bapak Jonathan Purba dan Ibu Ryana br. Gultom. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Simbolon Panei, Kabupaten Simalungun dan pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 7 Pematang Siantar. Pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMKN 1 Pematang Raya. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Penulis diterima pada program sarjana penyelenggaraan khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.
xvi
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor produksi pada pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. Namun demikian, penulis menyadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan referensi tentang topik terkait.
Bogor, Januari 2013
David Kasyogi Purba
xvii
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1.
Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, kesabaran, dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Harianto, MS dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3.
Ir. Burhanudin, MM selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4.
Pihak Unit Adolina atas waktu, kesempatan, informasi, dan kerja sama yang diberikan.
5.
Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta, kasih, dan doa yang diberikan. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang terbaik.
6.
Teman-teman seperjuangan (Batakers dan komunitas lowyo wa’yang) dan teman-teman Agribisnis angkatan 7 atas doa, semangat dan masukannya hingga penulisan skripsi ini, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Januari 2013 David Kasyogi Purba
xviii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xiv
I.
PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................
1 1 9 11 12 12
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 2.1. Gambaran Umum CPO (Crude Palm Oil) di Indonesia ......... 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ...................... 2.3. Perbandingan Metode Analisis yang Digunakan ..................
13 13 17 19
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1. Konsep dan Fungsi Produksi ...................................... 3.1.2. Konsep Skala Usaha (Return to Scale) ....................... 3.1.2. Model Fungsi Produksi .............................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .........................................
22 22 22 26 26 29
IV. METODE PENELITIAN ......................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 4.2. Sumber dan Jenis Data ......................................................... 4.3. Metode Analisis Data ........................................................... 4.3.1. Analisis Fungsi Produksi ............................................ 4.3.2. Pengujian Hipotesis .................................................... 4.3.3. Pengukuran Variabel ..................................................
31 31 31 31 31 33 38
V.
40 40 40 41 42 42 42 46 47 47 47 49 50 50
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .................................. 5.1. Profil Perusahaan .................................................................. 5.1.1. Sejarah Perusahaan ..................................................... 5.1.2. Lokasi Perusahaan ...................................................... 5.2. Organisasi dan Manajemen Perusahaan ............................... 5.2.1. Struktur Organisasi Perusahaan .................................. 5.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ........................... 5.2.3. Sistem Pengupahan ..................................................... 5.3. Perkembangan Produksi Pabrik ............................................ 5.3.1. Bahan Baku (Jumlah TBS) ......................................... 5.3.2. Ketenagakerjaan ......................................................... 5.3.3. Jam Olah Mesin .......................................................... 5.3.4. Suplai Listrik .............................................................. 5.3.5. Bahan Pembantu .........................................................
xix
5.4. Proses Produksi .................................................................... 5.4.1. Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) ..................... 5.4.2. Proses Produksi PKO (Palm Kernel Oil) .....................
51 51 53
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi CPO. 6.1.1. Uji Ekonometrika ....................................................... 6.1.2. Uji Statistik ................................................................. 6.2. Analisis Elastisitas Faktor Produksi CPO ............................ 6.3. Analisis Skala Usaha ............................................................
56 56 57 59 60 63
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 7.1. Kesimpulan ........................................................................... 7.2. Saran-saran ...........................................................................
64 64 64
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
65
LAMPIRAN .........................................................................................
67
xx
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perkembangan PDB Sub Sektor Perkebunan Atas Harga Berlaku Tahun 2005-2009 ........................................................
2
2. Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2000-2007 (ton) ....
4
3. Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 2007-2010 ...
5
4. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Menurut Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ha) ........................
5
5. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Menurut Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ton) ........
6
6. Perkembangan Produktivitas Minyak Kelapa Sawit Indonesia Menurut Pengusahaannya Tahun 2003-2009 ............................
7
7. Provinsi Sentra Produksi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2008-2009 ......................................................................
7
8. Luas Areal, Pencapaian Produksi dan Produkstifitas CPO yang Dihasilkan Unit Usaha Adolina Tahun 2006-2010 ...................
9
9. Jumlah TBS yang Diolah dan Produksi CPO yang Dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011 (dalam kg) .....
10
10. Jumlah TBS yang Diolah Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011 (dalam kg) .....................................................
47
11. Jam Kerja Karyawan Kantor Unit Adolina tahun 2011
..........
48
12. Jam Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2011 .............................................................................
48
13. Pembagian Kerja pada Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2011 .............................................................................
49
14. Alokasi Jam Olah dan Penggunaan Listrik pada Proses Produksi CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 20082011 ............................................................................................
49
15. Alokasi Penggunaan Air dan Penggunaan Uap pada Proses Produksi CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 20082011 .........................................................................................
51
16. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi CPO dengan Enam Faktor Produksi .......................................................................
55
xxi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi ..................................
25
2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) .......................
30
xxii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Pabrik Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2009 ...........................
68
2. Struktur Organisasi PTPN IV Unit Adolina Tahun 2010 ...........
69
3. Nilai Ln (logaritma natural) Variabel Dependent dan Independent .................................................................................
70
4. Hasil Regresi Variabel Dependent dengan Variabel Independent ................................................................................
72
5. Uji Normalitas.............................................................................
73
6. Uji Heteroskedastisitas ...............................................................
73
7. Plot Residual Autokorelasi .........................................................
74
8. Korelasi Pearson .........................................................................
74
9. Tahapan Principal Component Analisys.....................................
75
xxiii
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara
ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Adapun karakteristik perkebunan dapat ditinjau dari berbagai aspek antara lain dari jenis komoditas, hasil produksi, dan bentuk pengusahaannya1. Ditinjau dari aspek komoditas, perkebunan terdiri atas 127 jenis tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi perkebunan merupakan bahan baku industri, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Apabila ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan meliputi perkebunan besar negara (PBN), perkebunan besar swasta (PBS), dan perkebunan rakyat (PR). Perkebunan mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkannya. Besarnya kontribusi perkebunan terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 memperlihatkan perkembangan PDB perkebunan selama periode tahun 2005-2009. Berdasarkan atas dasar harga berlaku, nilai PDB perkebunan secara kumulatif mengalami peningkatan, yaitu dari 56,43 trilyun rupiah pada tahun 2005 menjadi 130,50 trilyun rupiah pada tahun 2009. Rata-rata pangsa PDB perkebunan terhadap PDB Pertanian adalah 19,83 persen atau 2,11 persen terhadap PDB nasional. Laju pertumbuhan PDB perkebunan sebesar 23,52 persen per tahun. Angka laju pertumbuhan ini lebih besar dari laju pertumbuhan PDB pertanian yang sebesar 23,30 persen per tahun maupun terhadap laju pertumbuhan PDB nasional yang sebesar 17,94 persen per tahun. Besarnya kontribusi perkebunan terhadap PDB Nasional yang terus meningkat serta laju pertumbuhan yang tinggi mengindikasikan bahwa sub sektor perkebunan yang prospektif dan berperan penting di masa yang akan datang. Prospek yang cerah ini tentunya harus disikapi dengan baik agar dapat bersaing menjadi sub sektor yang dapat diunggulkan dan menjadi andalan perekonomian. 1
http://www.deptan.go.id November 2011]
Rencana Strategis Pembangunan Perkebunan 2010-2014. [20
1
Tabel 1. Perkembangan PDB Sub Sektor Perkebunan Atas Harga Berlaku Tahun 2005-2009 Nilai PDB (Rp. Triliun) Sektor/ Sub Sektor 2005 2006 2007 2008 Perkebunan 56,43 63,40 81,60 106,19 2) Pertanian 281,96 328,83 408,03 536,87 Nasional 2.774,28 3.339,22 3.949,32 4.954,03 Nasional tanpa migas 2.458,23 2.967,04 3.532,81 4.426,39 PDB Perkeb. terhadap 20,01 19,28 20,00 19,78 PDB pertanian(%) PDB Perkeb. terhadap 2,03 1,90 2,07 2,14 PDB Nasional (%) 1) Keterangan: Data proyeksi 2) Di luar kehutanan dan perikanan Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)
20091) 130,50 649,25 5.334,49 3.665,28
Pert. (%/thn) 23,52 23,30 17,94 19,18
20,10 2,45
Salah satu komoditas perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa sawit/ tandan buah segar (TBS) yang kemudian diolah menjadi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Menurut Tim Advokasi Minyak Sawit IndonesiaDewan Minyak Sawit Indonesia (2010)2, tanaman kelapa sawit memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Produktivitas minyak kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak lainnya seperti kedelai, bunga matahari dan rapak/lobak (rapeseed). Produktivitas minyak sawit 3,74 ton/ha/tahun dengan pengelolaan manajemen budidaya terbaik memiliki potensi sekitar 6 ton/ha/tahun. Minyak kedelai hanya 0,38 ton/ha/tahun, minyak bunga matahari 0,48 ton/ha/tahun dan minyak rapak sebesar 0,67 ton/ha/tahun. Data dari Oil World dalam Infosawit3 menyatakan bahwa pada tahun 2009, produksi minyak sawit dunia mencapai 43 juta ton dengan luas lahan 12,8 juta ha. Sementara total produksi minyak kedelai sebesar 35,6 juta ton dengan luas lahan 102,7 juta ha. Produksi minyak rapak hanya 20,4 juta ton dengan luas lahan 31,07 juta ha dan minyak bunga matahari sebesar 11,8 juta ton dengan luas lahan 23,4 juta ha. Efisiensi penggunaan lahan pada kelapa sawit memberi nilai tambah dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. 2 3
http://infosawit.com Fakta Kelapa Sawit Indonesia 2010 Edisi Perdana [21 November 2011] Loc.cit
2
Peran penting kelapa sawit memiliki berbagai macam kegunaan. Hasil dari road map industri pengolahan CPO4 menjelaskan bahwa minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) dapat diproduksi menjadi berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan maupun non pangan. Kelompok industri antara sawit yang termasuk di dalamnya yaitu industri olein, stearin, oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol). Hasil dari produk antara sawit dapat diproduksi berbagai jenis produk yang sebagian besar adalah produk yang memiliki pangsa pasar potensial, baik untuk pangsa pasar dalam negeri maupun pangsa pasar ekspor. Produk kelompok industri antara kemudian dijadikan bahan baku oleh industri hilir sawit yang memberi nilai tambah produk yang tinggi. Jenis industri hilir kelapa sawit spektrumnya sangat luas, hingga lebih dari 100 produk hilir yang telah dapat dihasilkan pada skala industri, namun baru sekitar 23 jenis produk hilir (pangan dan non pangan) yang sudah diproduksi secara komersial di Indonesia5. Beberapa produk hilir turunan CPO dan PKO yang telah diproduksi diantaranya untuk kategori pangan yaitu minyak goreng, minyak salad, shortening, margarin, lemak khusus/ Cocoa Butter Substitute (CBS), vanaspati, vegetable ghee, food emulsifier, fat powder, dan es krim. Produk kategori non pangan diantaranya surfaktan, biodiesel, dan oleokimia turunan lainnya. Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan6, selain hasil utama berupa minyak sawit, produk samping/limbah perkebunan kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan antara lain tandan kosong sawit untuk pulp dan kertas, kompos, karbon, rayon; cangkang untuk bahan bakar dan karbon; serat untuk medium density atau fibre board dan bahan bakar; pelepah dan batang sawit untuk furniture, pulp & kertas, pakan ternak; bungkil inti sawit untuk pakan ternak; sludge untuk pakan ternak. Khusus untuk biodiesel sebagai energi alternatif terbarukan, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan semakin meningkat. Selain untuk kebutuhan diversifikasi sumber energi di dalam 4 5 6
http://www.depperin.go.id. Road Map Industri Pengolahan CPO 2009 [21 November 2011] Loc.cit http://www.deptan.go.id Pedoman Umum Revitalisasi Perkebunan 2007 [21 november 2011]
3
negeri, permintaan bio energy di pasar internasional diperkirakan akan terus meningkat terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan ramah lingkungan di beberapa negara Eropa dan Jepang dengan menggunakan renewable energy. Ditinjau dari sisi ketersediaan kelapa sawit berdasarkan perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM), kelapa sawit di Indonesia umumnya digunakan sebagai bahan untuk diolah menjadi minyak sawit yang dirinci sebagai bahan makanan dan diolah non makanan. Pada tahun 2000-2007 rata-rata ketersediaan minyak sawit/minyak goreng sebagai bahan makanan mencapai 2.317.375 ton per tahun atau 97,39 persen dari total penggunaan, sedangkan diolah untuk non makanan rata-rata sebesar 25.000 ton per tahun atau 1,05 persen dari total penggunaan dan tercecer sebesar 36.875 ton per tahun atau 1,55 persen. Pengurangan persentase minyak yang tercecer perlu dilakukan pengelolaan yang lebih baik pada saat panen, pasca panen hingga proses pengolahan dan distribusi. Tabel 2. Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2000-2007 (ton) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 20071) Rata-rata Share (%)
Diolah untuk Non Makanan 30.000 36.000 32.000 36.000 27.000 13.000 13.000 13.000 25.000 1,05
Tercecer 35.000 42.000 37.000 41.000 31.000 15.000 45.000 49.000 36.875 1,55
Bahan Makanan 2.209.000 2.635.000 2.309.000 2.597.000 1.969.000 920.000 2.819.000 3.081.000 2.317.375 97,39
Total Penggunaan 2.274.000 2.713.000 2.378.000 2.675.000 2.027.000 948.000 2.877.000 3.143.000 2.379.375
Keterangan: 1) Angka sementara Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)
Penggunaan CPO tidak hanya di dalam negeri saja melainkan menjadi produk ekspor unggulan. Secara umum, ekspor CPO Indonesia meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan mencapai 11,63 persen per tahun. Adapun negara tujuan utama ekspor kelapa sawit atau CPO Indonesia adalah India, Cina dan Uni Eropa.
4
Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 2007-2010 Tahun 2007 2008 2009 2010 Pert. (%/tahun)
Volume (ribu ton) 11.875,40 14.290,70 16.829,00 16.291,90 11,63
Nilai (juta US$) 7.868,70 12.375,30 10.367,70 13.469,00
Sumber: BPS (2011)
Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Kondisi geografis Indonesia yang cocok untuk ditanami tanaman kelapa sawit menjadikan Indonesia sebagai wilayah pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pada Tabel 4 dapat dilihat perkembangan luas areal kelapa sawit. Secara umum terjadi peningkatan luas areal penanaman walaupun pertambahan luas areal penanaman tidak sama setiap tahunnya. Laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit di Indonesia adalah 7,71 persen per tahun. Pada tahun 2010, luas areal kelapa sawit di Indonesia mencapai 7.824.623 ha dimana status pengusahaan terluas dimiliki oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) yaitu 3.893.385 ha atau sebesar 49,76 persen, kemudian Perkebunan Rakyar (PR) 3.314.663 ha atau sebesar 42,36 persen, dan sisanya dimiliki oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) 616.575 ha atau sebesar 7,88 persen. Tabel 4. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Menurut Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ha) Tahun 2005 2006 2007 2008 20091) 20102) Pert. (%/tahun) Keterangan:
PR 2.356.895 2.549.572 2.752.172 2.881.898 3.013.973 3.314.663 7,08
PBN 529.854 687.428 606.248 602.963 608.580 616.575 3,93
PBS 2.567.068 3.357.914 3.408.416 3.878.986 3.885.470 3.893.385 9,30
Nasional 5.453.817 6.594.914 6.766.836 7.363.847 7.508.023 7.824.623 7,71
1)
Angka sementara Angka estimasi Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) (Diolah) 2)
5
Seiring peningkatan luas areal kelapa sawit maka produksi kelapa sawit dalam bentuk minyak sawit juga cenderung meningkat. Tabel 5 menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi minyak sawit Indonesia mencapai 12,02 persen per tahun. Tahun 2010, kontribusi produksi minyak sawit Nasional masing-masing yaitu perkebunan rakyat 39,17 persen, perkebunan besar negara 10,53 persen dan perkebunan besar swasta 50,29 persen. Tabel 5. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Menurut Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ton) Tahun 2005 2006 2007 2008 20091) 20102) Pert. (%/tahun) Keterangan:
PR 4.500.769 5.783.088 6.358.389 6.923.042 7.247.979 7.774.036 11,84
PBN 1.449.254 2.313.729 2.117.035 1.938.134 1.961.813 2.089.908 10,09
PBS 5.911.592 9.254.031 9.189.301 8.678.612 9.431.089 9.980.957 12,96
Nasional 11.861.615 17.350.848 17.664.725 17.539.788 18.640.881 19.844.901 12,02
1)
Angka sementara Angka estimasi Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) (Diolah) 2)
Perkembangan produktivitas minyak kelapa sawit di Indonesia selama tahun 2003-2009 menunjukkan pola yang sama untuk ketiga status pengusahaan. Rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit Indonesia selama periode tahun 2003-2009 adalah sebesar 3,27 ton per hektar, dimana rata-rata produktivitas minyak sawit terbesar pada perkebunan besar swasta sebesar 3,59 ton per hektar disusul perkebunan besar negara sebesar 3,48 ton per hektar dan perkebunan rakyat sebesar 2,97 ton per hektar (Tabel 6). Rata-rata pertumbuhan produktivitas kelapa sawit Nasional tahun 20032009 naik sebesar 3,00 persen per tahun, dimana pertumbuhan produktivitas perkebunan rakyat sebesar 2,97 persen per tahun, perkebunan besar negara sebesar 2,91 persen per tahun, sedangkan perkebunan besar swasta terlihat sangat fluktuatif dan cenderung menurun sebesar 0,93 persen per tahun. Meskipun demikian, realisasi produktivitas perkebunan besar swasta tertinggi dibandingkan dengan perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara yakni mencapai 3,59 ton per hektar bahkan pada tahun 2009 mencapai 3,72 ton per hektar.
6
Tabel 6. Perkembangan Produktivitas Minyak Kelapa Sawit Indonesia Menurut Pengusahaannya Tahun 2003-2009 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata 2003-2009
2,75 2,49 2,69 3,13 3,21 3,33 3,16
Pert. (%) -9,33 7,75 16,51 2,39 3,84 -4,99
2,97
2,69
PR
Produktivitas (ton/ ha) Pert. Pert. PBN PBS (%) (%) 3,25 4,29 3,16 -2,83 3,03 -29,26 3,31 4,64 3,05 0,38 3,62 9,32 3,74 22,87 3,37 -6,94 3,86 3,11 3,82 13,49 3,42 -11,25 3,81 -0,24 3,72 8,56 3,48
2,91
3,59
-0,93
3,05 2,83 2,93 3,50 3,63 3,42 3,56
Pert. (%) -6,98 3,27 19,57 3,89 -5,78 4,03
3,27
3,00
Nas.
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)
Sentra produksi minyak sawit di Indonesia terutama berasal dari tujuh provinsi yang memberikan kontribusi 82,21 persen terhadap total produksi minyak sawit Indonesia. Tabel 7 menunjukkan provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan provinsi sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 31,83 dan 16,36 persen, kemudian disusul berturut-turut provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Barat dan Sumatera Barat masing-masing sebesar 9,93, 8,00, 6,74, 4,69, dan 4,66 persen. Tabel 7. Provinsi Sentra Produksi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2008-2009 Provinsi Riau Sumatera Utara Sumatera Selatan Kalimantan Tengah Jambi Kalimantan Barat Sumatera Barat Lainnya Nasional
2008 5.764.203 2.738.279 1.753.212 1.449.294 1.203.430 845.409 794.167 2.991.794 17.539.788
Produksi (ton) 20091) 5.751.461 3.179.507 1.841.242 1.445.992 1.233.538 851.603 893.640 3.443.898 18.640.881
Rata-rata 5.757.832 2.958.893 1.797.227 1.447.643 1.218.484 848.506 843.904 3.217.846 18.090.335
Share (%) 31,83 16,36 9,93 8,00 6,74 4,69 4,66 17,79
Keterangan: 1) Angka sementara Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) (Diolah)
7
Tingginya produksi kelapa sawit Indonesia tentunya ditopang oleh industri pengolahannya. Industri pengolahan kelapa sawit hampir tersebar di seluruh Indonesia. Pada umumnya, industri CPO berada di wilayah perkebunan kelapa sawit milik perusahaan. Pabrik kelapa sawit (PKS) merupakan salah satu rantai pasok produksi di industri kelapa sawit yang berfungsi sebagai pengolahan tandan buah segar (TBS) sawit menjadi CPO. Total jumlah PKS yang ada di Indonesia pada tahun 2009 adalah berjumlah 608 unit dengan total kapasitas terpasang mencapai 34.280 ton TBS/jam yang tersebar di 22 Propinsi. Secara umum, Sebaran PKS paling banyak berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Sebaran PKS yang ada paling banyak terdapat di propinsi Riau 140 unit dengan kapasitas 6.660 ton TBS/jam, kemudian Sumatera Utara 92 unit dengan kapasitas 3.815 ton TBS/jam dan Kalimantan Barat 65 unit dengan kapasitas 5.475 ton TBS/jam (untuk lebih jelasnya disajikan pada Lampiran 1). CPO yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit kemudian diolah menjadi produk turunan. Di Indonesia terdapat industri pengolahan minyak sawit menjadi produk turunan yang bernilai tinggi. Data dari Infosawit menunjukkan bahwa pada tahun 2009, jumlah pabrik minyak goreng berjumlah 94 unit yang tersebar di seluruh Indonesia, kemudian terdapat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine7. Kapasitas produksi fatty acid tersebut mencapai 986.000 ton/tahun, fatty alcohol mencapai 490.000 ton/tahun dan glycerine mencapai 141.700 ton/tahun. Selain itu, CPO juga diolah menjadi bahan bakar atau biodiesel. Jumlah produsen biodiesel mencapai 20 perusahaan dengan total kapasitas terpasang 3,07 juta ton/tahun. Semakin meningkatnya peranan CPO, memacu para produsen untuk meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi tidaklah dapat dilakukan dengan mudah karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tersebut. Unit Adolina yang di bawahi oleh PT. Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu perkebunan kelapa sawit milik negara. Unit Adolina terletak di Sumatera Utara yang merupakan salah satu wilayah sentra produksi minyak kelapa sawit di Indonesia. Konsentrasi bisnis Unit Adolina adalah memproduksi CPO. Luas areal HGU Unit Kebun Adolina seluas 8,965. 69 ha, dibagi menjadi 7
http://infosawit.com Fakta Kelapa Sawit Indonesia 2010 Edisi Perdana [21 November 2011]
8
tiga bagian yaitu kebun kelapa sawit seluas 8500 ha, kebun benih kakao seluas 150 ha dan lain lain 315,69 ha (emplasment, pondok, pembibitan, pabrik kelapa sawit). 1.2.
Perumusan Masalah Unit Adolina merupakan salah satu unit usaha kelapa sawit yang dimiliki
oleh PT. Perkebunan Nusantara IV. Unit Adolina melakukan dua jenis kegiatan operasional utama, yaitu perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Pabrik kelapa sawit Adolina memiliki kapasitas produksi terpasang 30 ton TBS/jam, dengan rata-rata 22 jam kerja per hari dan 30 hari kerja per bulan. Kapasitas tersebut merupakan kemampuan maksimal pabrik dalam menghasilkan minyak sawit. Dengan demikian, pabrik kelapa sawit Adolina mampu mengolah 19.800 ton TBS per bulan atau sekitar 237.600 ton TBS per tahun. Semakin meningkatnya peranan CPO seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mendorong peningkatan jumlah perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama. Peningkatan jumlah perusahaan tersebut membuat tingkat persaingan menjadi lebih tinggi. Unit Adolina harus mampu bersaing dengan perusahan-perusahaan tersebut terutama dalam hal kualitas dan kontinyuitas produksi CPO. Unit Adolina perlu mengalokasikan faktor-faktor produksinya secara seksama, agar dapat menghasilkan manfaat yang optimal, sehingga kelangsungan usaha dapat berjalan dengan baik. Tabel 8. Luas Areal, Pencapaian Produksi dan Produktivitas CPO yang Dihasilkan Unit Adolina Tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Luas Areal TM (Ha) 4.671 5.477 5.620 5.056 5.095 5.980
Produksi TBS (Kg) 107.524.025 109.335.060 114.456.600 126.436.320 133.920.200 141.372.483
Produksi CPO (Kg) 25.678.053 26.171.703 27.418.233 30.369.355 32.364.404 34.124.669
Produktivitas CPO (Ton/ Ha) 5,50 4,78 4,89 6,00 6,35 5,71
Sumber: PTPN IV Unit Adolina (2011) (Diolah)
Pencapaian produksi TBS pada unit Adolina meningkat setiap tahunnya. Hal ini berpengaruh terhadap produksi CPO yang akan dihasilkan. Tabel 8
9
menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya luas areal penanaman kelapa sawit akan meningkatkan produksi TBS. Rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit yang dihasilkan oleh kebun Adolina tahun 2006-2011 mencapai 5,53 ton minyak sawit per hektar per tahun. Jika dibandingkan dengan Tabel 6, rata-rata produktivitas minyak sawit untuk tahun 2003-2009 Perkebunan Besar Negara (PBN) hanya 3,48 ton per hektar per tahun dan produktivitas minyak sawit Nasional 3,27 ton per hektar per tahun, sedangkan Adolina mampu mencapai ratarata produktivitas 5,53 ton per hektar per tahun untuk tahun 2006-2011. Produktivitas yang dicapai oleh Unit Adolina ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan produktivitas Perkebunan Besar Negara (PBN) maupun secara Nasioanal. Dilihat pada Tabel 9, pencapaian produksi pada tahun 2011 sebesar 141.372.483 kg TBS. Hal ini menunjukkan bahwa produksi TBS kebun Adolina memenuhi 74 persen bahan baku TBS dari total TBS yang diolah, sedangkan sisanya 26 persen dipenuhi dengan pembelian dari pihak ketiga. Secara umum produksi CPO pabrik kelapa sawit Adolina meningkat setiap tahunnya. Peningkatan produksi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jumlah masukan TBS yang diolah sebagai faktor produksi utama. Namun total TBS yang diolah belum mencapai kapasitas olah pabrik yaitu 237.600.000 kg TBS per tahun. Hingga tahun 2011, bahan baku TBS yang diolah pada pabrik kelapa sawit Adolina sudah mencapai 79,7 persen dari kapasitas olah maksimal mesin. Tabel 9. Jumlah TBS yang Diolah dan Produksi CPO yang Dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011 (dalam kg) Tahun
TBS Adolina
TBS Pembelian
2008 2009 2010 2011
114.456.600 126.436.320 133.920.200 141.372.483
37.499.625 47.465.410 49.169.860 48.013.038
Total TBS Diolah 151.956.225 173.921.730 183.090.060 189.385.521
Produksi CPO 35.339.944 40.174.683 42.672.109 43.735.859
Sumber: PTPN IV Unit Adolina (2011)
Kurangnya pasokan bahan baku berpengaruh terhadap kinerja faktor produksi lainnya. Lamanya jam kerja atau jam olah rata-rata yang dijadwalkan seharusnya 22 jam per hari, namun kenyataannya hanya 17,5-18 jam olah. Dengan
10
demikian, faktor produksi teknologi/jam mesin dan tenaga kerja juga belum maksimal digunakan akibat kurangnya pasokan TBS. Pabrik kelapa sawit Adolina telah melakukan berbagai upaya yang sangat erat hubungannya dengan pemanfaatan faktor-faktor produksinya untuk meningkatkan produksi CPO. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan pembeliaan TBS dari pihak ketiga. Pabrik kelapa sawit Adolina merupakan salah satu unit bisnis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berorientasi terhadap profit semaksimal mungkin. Dengan demikian, pabrik kelapa sawit Adolina harus mampu mempertahankan produksinya bahkan harus meningkatkan produksinya baik kualitas maupun kuantitas. Untuk dapat berproduksi secara kontinyu, pabrik kelapa sawit Adolina harus mampu memanfaatkan faktor-faktor produksinya secara optimal sehingga diharapkan perusahaan mampu berproduksi secara efisien dan mempunyai daya saing tinggi. Daya saing tersebut meliputi daya saing untuk mendapatkan bahan baku yang berkualitas baik, mendapatkan sumberdaya manusia, penggunaan teknologi, dan persaingan untuk mendapatkan konsumen. Selain faktor produksi jumlah TBS sebagai bahan masukan utama, masih terdapat faktor-faktor produksi lainnya yang dapat mempengaruhi produksi CPO. Oleh karena itu, perlu ditelaah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi CPO agar kapasitas mesin pabrik maksimal. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina serta bagaimana elastisitas faktorfaktor produksi yang digunakan dalam proses produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina. 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor produksi (input) yang berpengaruh terhadap produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina. 2. Menganalisis elastisitas faktor-faktor produksi (input) yang digunakan dalam proses produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina.
11
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
kontribusi bagi pihak-pihak terkait, seperti: 1. Perusahaan, sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam usahanya untuk dapat meningkatkan produksi CPO. 2. Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan industri kelapa sawit serta sebagai perbandingan untuk peneltian selanjutnya. 3. Penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan penulis mengenai industri kelapa sawit di Indonesia serta dapat melatih kemampuan penulis dalam menganalisa setiap masalah sesuai dengan disiplin ilmu yang diperoleh selama di perguruan tinggi. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi hanya dalam pabrik dan produksi Crude Palm Oil (CPO) yang diusahakan oleh PT Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina. 2. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data bulanan berupa data input-input produksi dari tahun 2008-2011.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Gambaran Umum CPO (Crude Palm Oil ) di Indonesia Kelapa sawit merupakan komoditas yang berkembang pesat di Indonesia.
Hal ini karena minyak sawit merupakan salah satu kebutuhan pokok sebagai bahan pembuatan minyak goreng. Produktivitas kelapa sawit pada perusahaan kelapa sawit menentukan besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan. Novembrianto (2010) menganalisis proses pengelolaan perkebunan kelapa sawit mulai dari tahap persiapan lahan, pembukaan lahan, teknik budidaya, pemanenan, dan pengolahan tandan buah segar (TBS), membandingkan tingkat produktivitas dan persentase tanaman terhambat antar kebun, umur tanaman, dan jenis tanah, serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persentase tanaman terhambat di kebun inti PT. Citranusa Intisawit, Indofood Plantation, Provinsi Kalimantan Barat. Hasil penelitiaannya menunjukkan bahwa pengelolaan kebun di PT CNIS dari proses pembibitan sampai pengolahan tandan buah segar (TBS) relatif baik. Namun, masih terdapat beberapa kekurangan antara lain kurangnya koordinasi manajer kebun dengan asisten kebun di lapang, kurangnya pengawasan asisten kebun terhadap pekerja lapang, dan rendahnya etos kerja dari sebagian besar pekerja kebun. Hasil analisis produktivitas menunjukkan bahwa produktivitas antar blok, antar divisi, dan antar umur tanaman pada kebun plasma II dan analisis menurut umur tanaman di kebun inti berbeda nyata. Hasil analisis persentase tanaman terhambat menunjukkan bahwa persentase tanaman terhambat antar divisi dan antar umur tanaman pada kebun inti berbeda nyata. Persentase tanaman terhambat pada tanah mineral (Podsolik Kromik dan Podsolik Haplik) lebih besar dari pada tanah gambut (Gambut Saprik dangkal). Variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap besarnya persentase tanaman terhambat adalah umur tanaman, jenis tanah, divisi, C-organik, N-organik, K-dd. Supiani (2011) menganalisa tentang mutu TBS yang akan diolah menjadi CPO. Salah satu faktor penting dalam pengawasan mutu minyak kelapa sawit adalah kadar asam lemak bebas, kadar air dan juga kadar kotoran. Analisa yang dilakukan di PKS Aek Nabara Selatan, dimana mutu minyak kelapa sawit ini sangat dipengaruhi oleh kualitas buah sawit yang di panen yang akan diolah mulai
13
pemanenan tepat waktu, proses pengumpulan dan pengangkutan, derajat kematangan buah dan proses pengolahan di pabrik. Dalam pengamatannya, TBS yang masuk ke dalam pabrik jika belum mencukupi untuk diolah maka jadwal pengolahan ditunda (stagnasi) untuk satu hari. Standar sortasi sering diabaikan sehingga TBS yang diolah merupakan buah inap untuk memenuhi proses pengolahan, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan mutu TBS yang dipanen sehingga mutu CPO yang diperoleh menjadi rendah. Hal yang sama juga disampaikan pada hasil analisa Panjaitan (2011) dengan melakukan perbandingan Analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari Tandan Buah Segar (TBS) siap olah dengan buah yang diinapkan. Kesimpulan pada hasil analisa yang dilakukan yaitu Peningkatan kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit mentah dapat terjadi karena penimbunan buah yang terlalu lama pada loading ramp. Semakin tinggi kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dalam CPO maka akan semakin buruk kualitas minyak sawit mentah tersebut, sebaliknya semakin rendah kadar asam lemak bebas pada CPO maka akan semakin bagus kualitasnya. Asam Lemak Bebas (ALB) tidak diinginkan dalam CPO karena dapat mempercepat minyak tersebut berbau tengik selama penyimpanan. Selanjutnya penelitian Kusumawardhana (2008), menganalisa pengaruh kebijakan Pajak Ekspor (PE) terhadap perdagangan CPO Indonesia. CPO sebagai bahan baku minyak goreng yang kedudukannya semakin penting dan sebagai perolehan devisa menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan. Pilihan pemerintah antara kepentingan untuk menjaga harga minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan meningkatkan perolehan devisa. Pemerintah merasa perlu berperan dalam mengatur sistem tata niaga kelapa sawit beserta produk-produknya terutama CPO. Wujud campur tangan pemerintah berupa pengaturan alokasi CPO, pengaturan alokasi ini dengan menentukan aturan-aturan alokasi CPO pada tempat tertentu. Kebijakan yang lain adalah pembentukan sistem pengawasan secara langsung terhadap pasokan dan harga domestik dan pembatasan dan pelarangan ekspor CPO. Tujuan utama dari penetapan kebijakan-kebijakan tersebut adalah untuk menjamin agar pasokan CPO dalam negeri tetap stabil, sehingga harga minyak goreng di dalam negeri pun stabil pada tingkat yang rendah.
14
Hasil penelitian menunjukkan produksi CPO Indonesia, harga ekspor CPO dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar memiliki hubungan yang positif dengan penawaran ekspor CPO Indonesia. Jika produksi CPO Indonesia meningkat maka penawaran ekspor CPO Indonesia akan meningkat. Apabila harga ekspor CPO Indonesia
meningkat,
maka
penawaran
ekspor
CPO
akan
meningkat.
Meningkatnya nilai tukar rupiah akan menyebabkan meningkatnya penawaran ekspor CPO Indonesia. Pemberlakuan pajak ekspor seharusnya mengurangi penawaran ekspor CPO Indonesia. Sayangnya secara statistik dampak pemberlakuan pajak ekspor ini tidak signifikan. Berarti tidak ada perubahan yang berarti pada periode sebelum dan sesudah di berlakukan kebijakan pajak ekspor. Produsen tetap memilih mengekspor CPO ke pasar intenasional daripada pasar domestik, karena harga di pasar dunia lebih tinggi dibandingkan dengan harga di pasar domestik. Penawaran ekspor CPO Indonesia akan mempengaruhi penawaran CPO domestik. Penawaran ekspor dan penawaran domestik memiliki arah yang berlawanan. Ketika penawaran ekspor CPO Indonesia berkurang artinya penawaran CPO dalam negeri akan meningkat. Produksi CPO Indonesia memiliki hubungan yang positif terhadap penawaran CPO domestik Indonesia. Dengan produksi Indonesia yang meningkat artinya pasokan CPO di pasar terutama pasar domestik akan meningkat. Impor CPO ke pasar domestik Indonesia memliki hubungan yang positif terhadap penawaran CPO domestik. Artinya, dengan meningkatnya jumlah impor CPO ke pasar domestik maka penawaran CPO di pasar domestik akan semakin banyak. Penawaran domestik CPO Indonesia memiliki hubungan yang negatif dengan harga CPO domestik. Dengan peningkatan penawaran domestik maka harga domestik akan menurun. Harga pasar domestik akan turun akibat terdapat banyak pasokan CPO di pasar. Produksi CPO Indonesia memiliki hubungan yang negatif terhadap harga domestik CPO Indonesia. Apabila produksi CPO Indonesia meningkat, maka penawaran CPO di pasar domestik akan meningkat. Harga CPO Indonesia periode sebelumnya mempunyai hubungan yang positif dengan harga domestik CPO Indonesia. Harga minyak kelapa mempunyai tidak memiliki hubungan dengan harga domestik CPO Indonesia. Hal ini menunjukkan minyak
15
kelapa tidak mempengaruhi harga CPO domestik. Minyak kelapa dan CPO memiliki segmen pasar yang berbeda. Kebijakan Pajak Ekspor mempengaruhi penawaran ekspor CPO Indonesia. Penawaran ekspor CPO Indonesia akan mempengaruhi penawaran domestik CPO Indonesia. Penawaran domestik CPO Indonesia akan mempengaruhi harga domestik CPO Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pajak ekspor tidak efisien dilakukan. Karena kebijakan ini tidak mampu memncapai tujuannya, yaitu untuk menurunkan harga CPO domestik. Dari sisi lain akan merugikan negara dengan menurunkan penawaran ekspor CPO Indonesia, yang merupakan salah satu sumber devisa negara terbesar. Pajak ekspor dengan tujuan mendatangkan devisa bagi pemerintah harus dapat berjalan dengan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dengan kombinasi kebijakan pajak ekspor. Pajak ekspor tidak boleh melanggar ketentuan yang telah disepakati Indonesia dalam perjanjian bilateral, regional maupun internasional. Perlu adanya kebijakan yang terintegrasi antara pemerintah daerah dan pusat serta peran pusat yang mengkoordinasikan seluruh wilayah serta menetapkan kebijakan dasar. Diperlukan diregulasi yang bersifat insentif yang efektif, serta upaya mengurangi intervensi pemerintah, sehingga tercipta iklim investasi yang menarik. Kemudian Martha (2011) melakukan analisa terhadap potensi ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke empat negara mitra dagang utama (India, Belanda, Malaysia dan Singapura) dengan pendekatan gravity model. Martha melakukan analisa terhadap pengaruh kebijakan WTO terhadap aliran perdagangan komoditas CPO dan faktor-faktor lain penarik aliran perdagangan CPO lainnya antara lain GDP negara Indonesia (GDPi), dan GDP ke empat negara mitra dagang utama (GDPj), jarak antara Indonesia dengan ke empat negara mitra dagang utama (Dij), nilai tukar diantara keduanya (ER), dan harga CPO (P) Indonesia ke empat negara pengimpor. Upaya-upaya tersebut dilakukan dalam mempertahankan eksistensi ekspor CPO untuk tetap menjaga kepastian pasar atau kembali mencari pasar potensial jika pasar yang telah ada sudah tidak berpotensi. Terbentuknya WTO dalam mengatur perdagangan internasional termasuk perdagangan CPO dengan pengurangan tarif impor sebagai salah satu instrument kebijakannya mempunyai andil penting terutama dalam memberikan
16
peningkatan kesejahteraan bagi negara Indonesia sebagai negara eksportir yang selama ini mengalami penurunan kesejahteraan akibat adanya penetapan tarif impor oleh ke empat negara importir CPO. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen terhadap aliran volume ekspor CPO Indonesia, adalah GDP negara Indonesia (GDPi), dan GDP ke empat Negara mitra dagang utama (GDPj). Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata satu persen adalah nilai tukar Indonesia dan empat negara mitra dagang utama (ER). Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah jarak antara Indonesia dan keempat negara mitra dagang utama (Dij), dan harga CPO dunia (P). Hasil pengukuran potensi perdagangan berdasarkan rasio perdagangan P/A menyimpulkan bahwa negara India dan Malaysia adalah negara-negara dari ke empat mitra dagang utama mempunyai potensi tinggi terhadap penyerapan CPO Indonesia dibandingkan negara Belanda dan Singapura. 2.2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Penelitian terdahulu menunjukan bahwa produksi dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dijabarkan menjadi beberapa variabel yang diduga mempunyai pengaruh terhadap produksi dengan menggunakan uji tertentu. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bisa menjadi acuan untuk pengembangan usaha melalui peningkatan produksi yang diperoleh perusahaan. Faktor-faktor yang berpengaruh berbeda-beda tergantung jenis dan lokasi usahanya, termasuk variabel-variabel yang digunakan untuk menjabarkan faktorfaktor tersebut. Nurrofiq, Wahyuni, Widarwati sama-sama melakukan penelitian pada pabrik gula mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula. Nurrofiq (2005), menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula di PG Djatiroto. Dalam analisisnya terdapat enam faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi gula di PG Djatiroto, yaitu jumlah tebu, rendemen, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling. Dari keenam peubah tersebut hanya lima faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap model produksi gula di PG Djatiroto, yaitu jumlah tebu, rendemen, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, dan lama giling. Sedangkan satu
17
variabel tidak signifikan mempengaruhi produksi gula pada pabrik gula tersebut yaitu variabel bahan pembantu. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2007), di dalam penelitiannya Wahyuni tidak menggunakan variabel rendemen sebagai faktor produksi melainkan menambahkan faktor jam mesin sebagai faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi gula di PG Madukismo, Yogyakarta. Setelah dianalisis lebih lanjut, ternyata hanya ada lima faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi gula, yaitu tenaga kerja tetap, tenaga kerja tidak tetap, jumlah tebu, lama giling, dan jam mesin. Sedangkan bahan pembantu tidak signifikan mempengaruhi produksi gula. Penelitian Widarwati (2008) di PG Pagottan Madiun menggunakan tujuh faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi gula di PG Pagottan, yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling. Dari hasil lebih lanjut, tenaga kerja tetap dan tenaga kerja musiman digabung menjadi satu faktor produksi sehingga diperoleh faktor-faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap produksi gula di PG Pagottan, yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, dan tenaga kerja. Sedangkan faktor produksi bahan pembantu dan lama giling tidak berpengaruh terhadap produksi gula di pabrik tersebut. Herawati (2008) menganalisa tentang faktor produksi modal, bahan baku, tenaga kerja dan mesin terhadap produksi glycerine pada PT Flora Sawita Chemindo Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama faktor produksi modal, bahan baku, tenaga kerja dan mesin berpengaruh signifikan terhadap produksi. Sedangkan secara parsial faktor produksi modal, bahan baku, tenaga kerja dan mesin juga berpengaruh signifikan terhadap produksi glycerine dengan variabel dominan yang mempengaruhi adalah bahan baku. Penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu dimana komoditas yang akan dikaji adalah CPO. Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu, variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi akan dijadikan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.
18
2.3.
Perbandingan Metode Analisis yang Digunakan Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi
dapat dimodelkan ke dalam suatu fungsi produksi. Fungsi produksi yang banyak digunakan pada penelitian terdahulu adalah fungsi produksi Cobb-Douglas (Nurrofiq, 2005; Wahyuni, 2007; Widarwati, 2008; Herawati, 2008). Selain itu, untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi, peneliti terdahulu menggunakan metode yang sama. Metode analisis yang digunakan untuk menguji signifikansi antara faktor-faktor yang ada hubungannya dengan tingkat produksi adalah Metode Ordinary Least Square (OLS). Metode Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk model regresi dengan bentuk hubungan linier yakni parameter pada persamaan harus linier sedangkan variabel bebas tidak ditentukan. Metode ini merupakan penduga tak bias linier terbaik (BLUE = Best Linier Unbiased Estimation). Mulianti (2008) menganalisa efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi kayu olahan sengon (solid laminating dan finger joint stick laminating) di CV. Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Model yang digunakan adalah model fungsi produksi linear berganda dan Cobb-Douglas. Kedua model akan dipilih satu model terbaik berdasarkan asumsi OLS (Ordinary Least Square) dan pengujian statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model terbaik untuk menduga fungsi produksi kedua produk adalah model CobbDouglas dilihat dari nilai koefisien determinasi R2 (lebih tinggi) dan MSE (mendekati nol). Untuk produksi solid laminating nilai R2 dan MSE pada model linier berganda masing-masing 94,4 persen dan 7,4 sedangkan pada model CobbDouglas nilai R2 dan MSE nya masing-masing 94,9 persen dan 0,00072. Untuk produksi finger joint stick laminating persen nilai R2 dan MSE pada model linier berganda masing-masing 95,3 persen dan 1,73 sedangkan pada model CobbDouglas nilai R2 dan MSE nya masing-masing 95,3 persen dan 0,00141. Untuk mendapatkan model persamaan yang BLUE, model yang didapat harus lolos terhadap uji ekonometrika dan uji statistik. Pada uji ekonometrika asumsi klasik yang biasa digunakan yaitu asumsi kenormalan, asumsi heteroskedastisitas, asumsi autokorelasi serta asumsi multikolinoeritas.
19
Khusus untuk asumsi multikolinieritas, peneliti terdahulu Widarwati (2008) dalam analisa faktor yang diduga mempengaruhi produksi gula awalnya tujuh variabel yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling. Dalam pengolahan datanya, asumsi multikolinieritas tidak dapat dipenuhi dimana variabel lama giling memiliki angka VIF >10 yaitu 10,0. Untuk mengatasinya, Widarwati menghilangkan variabel lama giling dan penggabungan faktor produksi tenaga kerja tetap dan tenaga kerja musiman menjadi faktor produksi tenaga kerja total. Berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh Widarwati, peneliti terdahulu yang
menggunakan
metode
yang
berbeda
dalam
penanganan
asumsi
multikolinieritas seperti Nurfitriani (2011), Putra (2007), Endartrianti (2011) menggunakan analisis komponen utama/ Principal Component Analisys (PCA) untuk mengatasi asumsi multikolinieritas. Nurfitriani (2011) menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam perkembangan jalan tol di Indonesia. Di dalam penelitiannya terdapat enam faktor yang diduga mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia antara lain: PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, jumlah kendaraan, dan dummy kebijakan. Dari hasil analisis diketahui bahwa PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah dan jumlah kendaraan terkena asumsi multikolinieritas. Untuk itu model tersebut tidak dapat dilanjutkan. Untuk mengatasinya, Nurfitriani (2011) menggunakan regresi komponen utama untuk mengatasinya sehingga model akhir yang didapat sudah terbebas dari asumsi multikolinieritas. Putra
(2007)
melakukan
analisis
terhadap
faktor-faktor
yang
mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36. Pada model permintaan pupuk Urea diduga dipengaruhi oleh harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, luas lahan dan jumlah produksi padi. Dari hasil analisis diketahui faktorfaktor yang diduga tersebut, tidak lolos dalam asumsi multikolinieritas dimana nilai VIF >10 nyata. Sedangkan pada model permintaan SP-36 dipengaruhi oleh tingkat harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, luas lahan dan jumlah produksi padi. Pada pengujian asumsi multikolinieritas, semua faktor yang diduga juga memiliki angka VIF >10 yang artinya model tidak lolos uji asumsi tersebut.
20
Untuk mengatasi masalah multikolinieritas pada kedua model, Putra (2007) menggunakan regresi komponen utama sehingga didapat variabel bebas yang tidak berkorelasi satu sama lain tanpa mengeluarkan variabel yang ada dari model. Selanjutnya Endartrianti (2011) menganalisis produktivitas faktor-faktor produksi, menganalisis Total Factor Productivity (TFP), serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri pengolahan dan pengawetan daging di
Indonesia.
Faktor-faktor
yang diduga berpengaruh
terhadap
pertumbuhan TFP (Total Factor Productivity) diantaranya biaya sewa modal, tenaga kerja, bahan baku dan energi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tenaga kerja dan bahan baku memiliki nilai VIF >10. Kemudian pada analisis faktorfaktor yang diduga mempengaruhi output industri pengolahan dan pengawetan daging yaitu biaya sewa modal, tenaga kerja, bahan baku, energi serta TFP. Pada hasil pengujian asumsi klasik, tenaga kerja dan bahan baku tidak lolos asumsi multikolinieritas. Endartrianti (2011) juga menggunakan regresi komponen utama untuk mengatasi asumsi multikolinieritas sehingga didapat model yang terbebas dari asumsi tersebut. Menurut pendapat peneliti sendiri, penggunaan PCA dalam penanganan asumsi multikolonieritas dirasa lebih baik dibandingkan dengan mengeluarkan variabel yang terkena asumsi tersebut. Hal ini dikarenakan dalam pendugaan model, variabel yang digunakan jika menurut teori dan kondisi dilapangan memang penting untuk dimasukkan ke dalam model, maka tidak seharusnya variabel tersebut dikeluarkan dari model akibat pelanggran asumsi. Pemodelan faktor-faktor produksi serta menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi, penelitian ini akan menggunakan metode analisis yang digunakan oleh peneliti terdahulu tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, yaitu model fungsi produksi Cobb-Douglas serta menggunakan regresi komponen utama dalam mengatasi asumsi multikolinieritas.
21
III. 3.1.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian antara lain mengenai konsep dan fungsi produksi dan model fungsi produksi. 3.1.1. Konsep dan Fungsi Produksi Dalam proses produksi pertanian, seorang petani modern menggunakan factor produksi (input) seperti tanah, tenaga kerja, mesin dan pupuk. Faktor produksi tersebut digunakan selama musim tanam, dan pada musim panen petani tersebut mengambil hasil (output) tanamnya. Petani selalu berusaha keras untuk melakukan produksi secara efisien atau dengan biaya yang paling rendah, dengan demikian petani selalu berusaha untuk memproduksi tingkat output maksimum dengan menggunakan suatu dosis input tertentu, dan menghindarkan pemborosan sekecil mungkin, selanjutnya petani tersebut dianggap memaksimumkan laba ekonomis. Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 1985). Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut sebagai faktor-faktor produksi. Umumnya faktor – faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga kerja, dan modal. (Lipsey et al, 1995). Lebih lanjut hubungan antara input (faktorfaktor produksi) dengan output (barang dan jasa), para ekonom menggambarkan dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi produksi (Nicholson, 2002). Selanjutnya Sukirno (1985) menjelaskan bahwa fungsi produksi menunjukkan sifat perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan.
Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi adalah suatu
hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan
22
(X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3, ........., Xm) Dimana : Y = jumlah produksi yang dihasilkan X1, X2, X3, ...... Xm = variabel yang mempengaruhi produksi Keputusan kombinasi penggunaan sumberdaya untuk mencapai target produksi ditentukan oleh kebijaksanaan produsen. Untuk menjelaskan kombinasikombinasi input yang diperlukan untuk menghasilkan output, para ekonom menggunakan sebuah fungsi yang disebut fungsi produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi, 2002), yaitu : 1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. 2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik. Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti hukum kenaikan hasil yang berkurang (the law of diminishing return). Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi. Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat dua tolak ukur yaitu Produk Marjinal dan Produk Rata-rata. Produk Marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor produksi yang dipakai. Sedangkan Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
23
Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah ratio tambahan relatif produk yang dihasilkan dengan perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
dimana : Ep ΔY ΔXi Y Xi
= elastisitas produksi = perubahan hasil produksi = perubahan faktor produksi ke-i = hasil produksi = jumlah faktor produksi ke-i Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga
daerah yaitu daerah dengan elastisitas produksi lebih dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat dilihat pada Gambar 1. Daerah produksi I adalah yang terletak antara titik asal dan X2. Daerah ini produksi marjinal (PM) mencapai tititk maksimum dan kemudian mengalami penurunan, tetapi produk marjinal masih lebih besar dari produk rata-rata (PR). Elastisitas produksi pada daerah I bernilai lebih besar dari satu, artinya penambahan faktor produksi sebanyak satu persen akan menyebabkan penambahan produksi selalu lebih besar dari satu persen. Daerah ini dikatakan daerah increasing returns karena setiap penambahan faktor produksi akan meningkatkan jumlah produksi yang peningkatannya semakin lama semakin bertambah. Pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai, karena produksi masih selalu dapat ditingkatkan dengan penambahan input (factor produksi). Dengan demikian daerah ini merupakan daerah irasional (irrational region).
24
Keterangan: PM PR PT
= Produk Marjinal (Marginal Physical Product) = Produk Rata-Rata (Average Physical Product) = Produk Total (Total Physical Product)
Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber: Soekartawi, 2003
Daerah produksi II adalah daerah yang terletak antara X2 dan X3, dengan elastisitas produksi antara nol dan satu artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi sebesar antara nol dan satu persen. Pada suatu tingkat tertentu dari penggunaan input akan memberikan keuntungan maksimum yaitu pada saat Nilai Produk Marjinal (Value Marginal Product atau VMP) untuk faktor produksi sama dengan biaya korbanan marjinal (Marginal Factor Cost atau MFC), jika harga faktor produksi (P) tetap maka keuntungan maksimum dicapai pada saat VMP = MFC = P. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi di daerah II merupakan daerah rasional (rational region). Daerah III ini adalah daerah dengan elastisitas lebih kecil dari nol. Pada daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh PM yang bernilai negatif. Dengan demikian setiap penambahan faktor produksi akan
25
menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan, sehingga daerah III ini disebut daerah irasional (irrational region). 3.1.2. Konsep Skala usaha (Return to Scale) Konsep skala usaha (return to scale) menjelaskan suatu keadaan dimana output meningkat sebagai respon adanya kenaikan yang proporsional dari seluruh input. Konsep ini memiliki tiga kemungkinan keadaan. Pertama, sebuah fungsi produksi dikatakan menunjukan skala hasil konstan (constant returns to scale) jika peningkatan seluruh input sebanyak dua kali lipat berakibat pada peningkatan output sebanyak dua kali lipat pula. Kedua, jika penggandaan seluruh input menghasilkan output yang kurang dari dua kali lipatnya, maka fungsi produksi tersebut dikatakan menunjukan skala hasil menurun (decreasing returns to scale). Ketiga, jika penggandaan seluruh input menghasilkan output lebih dari dua kali lipatnya, maka fungsi produksi mengalami skala hasil meningkat (increasing returns to scale) (Nicholson, 2002). 3.1.3. Model Fungsi Produksi Bentuk fungsi produksi yang digunakan dalam menduga variabel-variabel yang mempengaruhinya ada beberapa macam, tetapi yang umum dan sering digunakan adalah model fungsi linier, model fungsi kuadaratik dan model fungsi Cobb-Douglas. untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan dalam suatu model. Menurut Soekartawi (2002), pemilihan model fungsi
produksi
hendaknya
memenuhi
syarat
berikut:
(1)
Dapat
dipertanggungjawabkan; (2) Mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomis; (3) Mudah dianalisis dan; (4) Mempunyai implikasi ekonomi. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi CobbDouglas. Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y), dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya ditunjukan dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X.
26
Secara sistematis bentuk umum fungsi produksi Coob-Douglas dengan output sebesar Y dari input terdiri dari X1,X2, X3, .... , Xn dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = b0 X1 b1 X2 b2 X3 b3 … Xi bi eu dimana: Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan b0, b1 = besaran yang akan diduga u = unsur sisa (galat) e = logaritma natural (2,718) Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas harus memenuhi beberapa asumsi yaitu nilai a > 0 dan nilai koefisien regresi harus lebih besar dari nol (b1 > 0, b2 > 0, dan seterusnya). Pemilihan fungsi produksi ini didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, antara lain : 1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain, karena fungsi Cobb-Douglas dapat diubah ke dalam bentuk linier dengan cara melogaritmakan fungsi produksi tersebut menjadi: lnY = ln b + b ln X + b ln X + …+ b ln X + u 0
1
1
2
2
i
i
Dimana : Y X a bi u i
= peubah yang dijelaskan = peubah yang menjelaskan = koefisien intersep = parameter peubah ke-i = kesalahan pengganggu (error) = 1,2,3, ... , n
2. Koefisien pangkat dari masing-masing fungi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output. Hal ini ditunjukkan oleh turunan pertama fungsi Cobb-Douglas, yaitu:
27
3. Jumlah koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas dapat menunjukka return to scale. Return to scale perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. a. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) > 1. Dalam keadaan demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. b. Constant return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) = 1. Dalam keadaan ini dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi. c. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) < 1. Pada kondisi ini dapat dinyatakan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan untuk mengubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka persyaratan yang harus dipenuhi dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah: (1) tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, (2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan, (3) tiap variabel X adalah perfect competition, dan (4) perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan. Asumsi lain dalam penggunaan fungsi produksi ini adalah bahwa petani berusahatani pada saat produk marjinal semakin menurun dan positif dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan.
28
Namun, fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai kelemahan. Menurut Soekartawi (2003) kelemahannya adalah: 1. Terjadi spesifikasi variabel yang keliru yang akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau nilainya terlalu kecil. Spesifikasi yang keliru juga sekaligus mendorong terjadinya multikolinieritas pada variabel bebas yang dipakai. 2. Terjadi kesalahan pengukuran variabel yang akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. 3. Terjadi multikolinieritas yaitu suatu kondisi dimana nilai-nilai pengamatan dari X1……Xn mempunyai hubungan yang kuat sehingga variabel X tertentu tidak begitu mempengaruhi Y tetapi justru dipengaruhi oleh variabel X lainnya. 3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka pemikiran operasional ini akan menganalisis faktor-faktor apa
saja yang berpengaruh terhadap produksi CPO yang mengakibatkan produkivitas PKS Adolina belum optimal. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh yaitu jumlah TBS, tenaga kerja tetap, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap serta suplai listrik. Sebelum dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi CPO tersebut maka akan dilakukan pendugaan model fungsi produksi terlebih dahulu. Setelah dilakukan pendugaan faktor-faktor produksi CPO, maka akan dilakukan pengolahan dan akan diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap produksi CPO pada Unit Adolina. Analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang biasa dilakukan dengan menggunakan model Cobb-Douglas. Kerangka pemikiran operasional dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 2.
29
Unit Adolina merupakan salah satu PKS yang dimiliki oleh PT perkebunan Nusantara IV
Kapasitas olah mesin belum maksimal, kontinyuitas produksi,
Identifikasi faktor-faktor produksi CPO: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jumlah TBS Tenaga kerja tetap Jam kerja mesin Penggunaan air Penggunaan uap Suplai listrik
Analisis elastisitas faktor produksi yang mempengaruhi produksi CPO
Rekomendasi faktor produksi untuk peningkatan produksi CPO
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina
30
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pabrik pengolahan kelapa sawit Adolina.
Unit usaha Adolina merupakan pintu gerbang PT. Nusantara IV yang berada di Kabupaten Deli Serdang Bedagai tepatnya di pinggir jalan raya Medan-Pematang Siantar dengan jarak 38 km dari Medan. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai dengan bulan Juni 2012. 4.2.
Sumber dan Jenis Data Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan data
sekunder. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder diperoleh dari catatan atau dokumen yang terdapat di Pabrik Adolina dan lembaga-lembaga lain yang terkait. Data sekunder yang merupakan data deret waktu (time series) terdiri dari data output dan input sejak tahun 2008 sampai tahun 2011. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap administratur, kepala bagian, karyawan pabrik serta pengamatan langsung untuk mendapatkan informasi tambahan. 4.3.
Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kuantitatif digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi CPO. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi CPO. Analisis data meliputi analisis fungsi produksi yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa kalkulator, Microsoft Exel 2007, program komputer Minitab 14, dan program Eviews 5.1. 4.3.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan yang sebenarnya adalah tidak
31
mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan kedalam bentuk suatu model. Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh peneliti.Pada penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan untuk menjelaskan parameter Y dan X adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Dengan menggunakan fungsi produksi produksi Cobb-Douglas secara langsung dapat diketahui keadaan return to scale produksi tersebut, sehingga fungsi produksi lebih mudah untuk diduga. Sedangkan koefisien faktor-faktor produksi menunjukan elastisitas dari faktor produksi tersebut terhadap tingkat produksi yang dihasilkan. Analisis produksi dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang digunakan dalam produksi CPO. Setelah faktor-faktor produksi tersebut ditetapkan, selanjutnya disusun suatu model fungsi produksi untuk menduga hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menganalisis produksi CPO adalah jumlah tandan buah segar (TBS), tenaga kerja tetap, jam kerja mesin, bahan pembantu, suplai listrik. Model fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan dalam penelitian ini secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Untuk memudahkan dalam menganalisis serta menduga koefisien dari fungsi produksi tersebut, maka model dapat diubah kedalam bentuk linier logaritma.Sehingga model fungsi produksi CPO dapat ditulis sebagai berikut: ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6ln X6 + u Dimana: Y a bi X1 X2 X3 X4
= hasil produksi CPO (ton) = koefisien intersept = parameter peubah ke-i, dimana i=1,2,3,…,6 = jumlah TBS (ton) = tenaga kerja (orang) = jam mesin (jam) = penggunaan air (m3)
32
X5 X6 U
= penggunaan uap (kg) = Suplai listrik (kwh) = unsur galat
Dalam menyelesaikan atau menduga koefisien dari fungsi produksi tersebut maka salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square). Sebelum dilakukan analisis lanjutan, maka harus dilakukan pemilihan fungsi produksi Cobb-Douglas terbaik, yang sesuai untuk data produksi yang tersedia. Selanjutnya persamaan regresi tersebut dianalisis untuk memperoleh nilai t-hitung, P-value, F-hitung dan R2. Pengujianpengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi. 4.3.2 Pengujian Hipotesis 1. Pengujian asumsi OLS (Ordinary Least Square) Pemilihan model tersebut antara lain didasarkan pada asumsi OLS. Asumsi pertama dari model regresi adalah suatu model dikatakan baik jika memenuhi asumsi normalitas. Normalitas menunjukkan bahwa residu atau sisa diasumsikan mengikuti distribusi normal. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah residual dalam model menyebar normal. Untuk mengetahuinya dilakukan uji KolmogorovSmirnov (KS) dengan menggunakan α sebesar 0,05. Jika nilai KS < KS1-α atau jika nilai statistik Kolmogorov-Smirnov dikonversi ke dalam p-value maka daerah penolakannya adalah p-value hitung > p-value1-α. Satu asumsi penting dari model regresi linier adalah bahwa gangguan (disturbunsi) yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homoskedastik, yaitu semua gangguan tersebut mempunyai varian yang tetap (Setiawan, Kusrini DE.2010). Pelanggaran dari asumsi ini adalah heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk
mendeteksi
adanya
heteroskedastisitas
adalah
dengan
White
Heteroskedasticity Test. Selain itu suatu fungsi dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi OLS yang lain, yaitu tidak terdapat gejala autokorelasi. Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau ruang seperti dalam data cross-sectional (Gujarati, 1997). Salah satu metode yang dapat digunakan
33
untuk menguji gejala autokorelasi tersebut adalah dengan menggunakan Uji Durbin-Watson yang dapat diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan program Minitab 14. Nilai statistik hitung Durbin Watson akan dibandingkan dengan batas atas dan batas bawah. Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut: • Jika d < dlow maka terdapat autokorelasi positif • Jika d > (4- dlow) maka terdapat autokorelasi negatif • Jika dlow < d < dup atau (4-dup) < d < (4-dlow) maka tidak dapat disimpulkan • Jika dup < d < (4-dup) berarti tidak terdapat autokorelasi Asumsi OLS lain yang harus terpenuhi adalah bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam fungsi. Multikolinier variabel independent adalah kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara variabel independent. Ada beragam penyebab multikolinier, diantaranya disebabkan adanya kecendrungan variabel-variabel yang bergerak secara bersamaan. Adanya multikolinier menyebabkan ragam variabel menjadi sangat besar, sehingga koefisien regresi dugaan tidak stabil dan berimplikasi pada besar dan arah koefisien variabel menjadi tidak valid untuk diinterpretasi. Adanya multikolinier dapat dilihat pada nilah Variance Inflation Factor (VIF) >10. Jika terjadi masalah multikolinier maka
harus
mengeluarkan
diperbaiki
terlebih
dahulu
variabel
independent
yang
dengan
menambah
berkolerasi
kuat.
observasi, Selain
itu,
multikolinieritas bisa juga diatasi dengan menggunakan analisis komponen utama/ Principal Component Analisys (PCA). Analisis regresi komponen utama merupakan suatu analisis kombinasi antara analisis regresi dengan analisis komponen utama. Analisis regresi komponen utama ditetapkan bila dalam pembentukan model pendugaan peubah bebas yang digunakan banyak dan terdapat hubungan yang erat antar peubah bebasnya. Untuk teknis penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component. Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen-
34
komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis regresi. Tahapan prosedur penyelesaian PCA yang diringkas dari Nurfitriani, 2011; Putra, 2007; Endartrianti, 2011 yaitu: tahap awal yang dilakukan pada regresi komponen utama yaitu jika matriks variabel asal dilambangkan X(nxm), satuan variabel asal tidak sama, maka variabel asal perlu ditransformasikan menjadi vektor baku Z(nxm) yang dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: Zij Xij Xj Sj
= unsur matriks Z baris ke-i dan kolom ke-j = unsur matriks X baris ke- i dan kolom ke-j = rataan parameter Xj = simpangan baku parameter Xj
Selanjutnya matriks baku ini ditransformasikan menjadi matriks skor komponen utama (SK). Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan kombinasi linier dari peubah asal Z (Z adalah hasil pembakuan dari peubah X), yang disebut sebagai komponen utama. Komponen utama ke- j dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:
Wj = a1jZ1 + a2jZ2 + … + apjZp
…………………………..……4.1
dimana W merupakan komponen utama hasil reduksi dan aj merupakan koefisien. Di antara Wj saling orthogonal (bebas satu sama lainnya). Komponen ini menjelaskan bagian terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan. Komponen-komponen W yang lain menjelaskan proposi keragaman yang semakin lama semakin kecil sampai semua keragaman datanya terjelaskan. Biasanya tidak semua W digunakan, sebagian ahli menganjurkan agar memilih komponen utama yang akar cirinya lebih dari satu, keragaman data yang dapat diterangkan oleh komponen utama tersebut kecil sekali. Selanjutnya komponen utama (Wj) yang terpilih diregresikan dengan dengan Y. Persamaan regresi yang di dapat kemudian kemudian di tranformasi balik ke peubah Z, dapat diperoleh:
35
Y = c0 + c1Z1 + c2Z2 + … +cpZp
………………….………………………..4.2
Kemudian ditransformasi lagi ke peubah asli yaitu peubah X.
Sehingga, Y = b0 + b1X1 + b2X2 + …+ bpXp 2.
……………………………….…………..4.3
Pengujian terhadap parameter model (Uji F) Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga
yang diajukan sudah tepat untuk menduga parameter dan fungsi produksi. Hipotesis: H0 : b1 = b2 = ..... = b6 = 0 H1 : Setidaknya ada satu bi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F
Dimana: R2 k n
= Koefisien determinasi = Jumlah parameter = Jumlah pengamatan (contoh)
Kriteria Uji: F-hitung > F-Tabel (k-1,n-k) Tolak H0 F-hitung < F-Tabel (k-1,n-k) Terima H0 Jika H0 ditolak berarti paling sedikit ada satu peubah bebas (X) yang digunakan berpengaruh sighifikan terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 ditolak, maka garis regresi linier berganda yang bersangkutan dapat digunakan untuk memperkirakan/meramalkan peubah tak bebas (Y). Sebaliknya jika H0 diterima berarti tidak ada peubah bebas yang digunakan yang berpengaruh signifikan
36
terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 diterima maka garis linier regresi linier berganda yang bersangkutan tidak dapat digunakan untuk memperkirakan/ meramalkan Y. Untuk melihat sejauh mana variasi peubah tak bebas (Y) dijelaskan oleh peubah bebas (Xi) dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: SST = Jumlah kuadrat total SSE = Jumlah kuadrat galat/eror SSR = Jumlah kuadrat regresi Nilai R2 bergerak antara nol sampai dengan satu atau dalam notasi matematis ditulis sebagai 0 ≤ R2 ≤1. Jika R2 sama dengan satu berarti bahwa sumbangan peubah bebas secara bersama-sama terhadap variasi peubah tak bebas adalah seratus persen. Hal ini berarti bahwa seluruh variasi pada peubah tak bebas dijelaskan oleh model. 3.
Pengujian parameter variabel (Uji t) Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah setiap peubah bebas
berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas. Hipotesa : H0 : bi = 0 H1 : bi > 0
; i = 1,2,3,…..,5
Uji statistik yang digunakan adalah uji-t:
Dimana: bi = Koefisien regresi ke-i yang diduga Sbi = Standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga Kriteria uji: t-hitung < t-tabel (α/2, n-k) Terima H0
37
t-hitung > t-tabel (α/2, n-k) Tolak H0 Jika H0 ditolak, artinya peubah Xi berpengaruh signifikan terhadap peubah tak bebas Y. Sebaliknya, jika H0 diterima maka peubah bebas Xi tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas Y. 4.3.3 Pengukuran Variabel Konsep pengukuran variabel yang dipakai dalam penentuan pendugaan fungsi produksi CPO ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel tidak bebas (dependent variable). Produksi CPO merupakan variabel tak bebas, yaitu peubah yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dalam model. Sedangkan variabel bebas adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh faktor lain dalam model, seperti jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap dan suplai listrik. Dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi CPO, variabel-variabel yang diukur adalah: 1. Produksi CPO (Y) Crude Palm Oil (CPO) yang dimaksud adalah CPO yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit Adolina dinyatakan dalam satuan ton. Jumlah produksi CPO yang dihasilkan dihitung berdasarkan produksi bulanan. 2. Jumlah TBS (X1) Jumlah Tandan Buah Segar (TBS) yang dimaksud adalah TBS total yang diolah pabrik kelapa sawit Adolina dalam satu bulan. TBS total yang diolah tersebut berasal dari TBS yang dihasilkan dari kebun Adolina sendiri maupun TBS yang merupakan pembelian dari pihak ketiga. Satuan yang digunakan adalah ton. 3. Tenaga kerja (X2) Tenaga kerja tetap adalah pekerja yang sifat hubungan kerjanya tidak ditentukan batas waktunya oleh peraturan-peraturan sehingga mereka harus melakukan pekerjaannya baik pada saat proses produksi CPO maupun tidak produksi. Dalam model fungsi produksi yang akan digunakan, tenaga kerja yang dimaksud adalah jumlah orang atau karyawan pelaksana yang bekerja dalam satu hari dikalikan dengan jumlah hari pengolahan dalam sebulan. Satuan yang digunakan adalah orang.
38
4. Jam mesin (X3) Mesin merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi CPO. Jam mesin yang digunakan akan berpengaruh terhadap keluaran yang dihasilkan dari kegiatan produksi tersebut. Berdasarkan sifat proses produksi CPO yang kontinyu, apabila terjadi kerusakan atau kemacetan pada salah satu mesin maka akan mengakibatkan kemacetan pada proses produksi secara keseluruhan sehingga kegiatan produksi CPO dipengaruhi oleh kemampuan mesin untuk beroperasi, salah satunya ditunjukkan oleh nilai jam mesin. Satuan yang digunakan untuk jam mesin adalah jam. 5. Penggunaan Air (X4) Bahan pembantu yang digunakan dalam proses produksi CPO di Unit Adolina adalah air dan dihitung dalam satuan liter. Air digunakan sebagai bahan pembantu dimulai dari loading ramp hingga tahap akhir proses pemurnian minyak. Air yang digunakan terdiri dari air biasa maupun air panas. Air biasa yang digunakan berasal dari sungai ular yang ditampung pada menara air. Air panas yang digunakan merupakan air yang diperoleh dari pemanasan air bersih dalam tanki air panas (hot water tank). 6. Penggunaan Uap (X5) Air yang digunakan dalam proses produksi CPO diubah menjadi steam atau uap, masuk ke dalam turbin uap sebagai penggerak turbin kemudian uap yang dilepas oleh turbin dialirkan melalui pipa-pipa sebagai bahan pembantu dalam proses pengolahan buah.. Uap sama halnya dengan air yaitu berfungsi sebgai bahan pembantu dalam proses produksi. Satuan yang digunakan yaitu (kg). 6. Suplai Listrik (X5) Jumlah pemakaian listrik yang digunakan pada pengolahan kelapa sawit yang diukur dalam satuan kwh per bulan. Pemakaian listrik merupakan variabel produksi karena teknologi PKS Adolina sangat bergantung pada listrik sebagai penggerak mesin maupun sebagai penerangan saat pengolahan berlangsung pada malam hari. Listrik yang digunakan pada proses pengolahan berasal generator. Uap yang berasal dari ketel uap dengan kecepatan yang tinggi akan memutar roda turbin yang selanjutnya dimanfaatkan untuk memutar generator sebagai penghasil listrik.
39
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1.
Profil Perusahaan
5.1.1. Sejarah Perusahaan Unit Usaha Adolina didirikan oleh pemerintah Belanda sejak tahun 1926 dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau dirubah menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama “NV Serdang Cultuur Maatschappy (SCM)”. Sejak tahun 1973, budidaya karet diganti menjadi kakao, sedangkan kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1942, Adolina diambil alih oleh pemerintah Jepang dan diambil kembali oleh pemerintah Belanda pada tahun 1946 dengan nama tetap “NV SCM”. Pada tahun 1958, perusahaan diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Nama PPN diganti menjadi PPN Baru SUMUT V tahun 1960. Pada tahun 1963 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi dua yaitu: 1. PPN Karet III Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Tanjung Morawa 2. PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu. Tahun 1968, PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, lalu pada tahun 1978 PNP VI diubah menjadi bentuk Persero dengan nama PT Perkebunan VI (Persero). Tahun 1974 PTP IV, PTP VII, dan PTP VIII, digabung dan dipimpin oleh Direktur Utama PTP VII. Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII, dan PTP VIII diberi nama Perkebunan Nusantara IV (Persero). Unit usaha Adolina merupakan salah satu Unit Usaha dari PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sesuai Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Nomor : 04.13/Kpts/Org/93/XII/1998 tanggal 17 Desember 1998 memutuskan terhitung mulai tanggal 01 Januari 1999 melebur Kebun Bangun Purba dan merubah statusnya menjadi Afdeling Unit Adolina. Luas areal HGU Unit Adolina seluas 8.965,69 Ha, dibagi menjadi tiga bagian yaitu kelapa sawit sebesar 8500 Ha, kebun benih kakao sebesar 150 Ha dan lain lain 315,69 Ha (emplasment,
40
pondok, pembibitan, pabrik, dan lain-lain). Sesuai Surat Keputusan Direksi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Nomor: 04.12/Kpts/71/XII/2009 tentang rasionalisasi areal, maka Unit Adolina yang selama ini berjumlah 14 Afdeling menjadi sembilan Afdeling. Produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit diolah di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang dimiliki oleh Unit Adolina sendiri. Pabrik kelapa sawit ini didirikan pada tahun 1956 dengan kapasitas 26 ton TBS/jam dan direnovasi pada tahun 2000 hingga kapasitas terpasang pabrik kelapa sawit adalah 30 ton TBS/jam. Pabrik kelapa sawit Adolina dipakai untuk mengolah TBS sendiri dan pembelian TBS dari pihak ketiga. Pemasaran hasil produksi seluruh PT. Perkebunan Nusantara IV dikelola oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Pemasaran CPO yang diproduksi oleh pabrik kelapa sawit Adolina masuk ke dalam Koordinator Wilayah I (Korwil I) Medan yang dikelola oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Jadi, semua hasil yang dikirim ke konsumen harus melalui perintah dari Kantor Pusat (Kanpus) di Medan. Daerah pemasaran CPO dari unit usaha Adolina ini diekspor ke beberapa negara seperti Belanda, Jepang, Belgia, dan sebagian dikirim untuk pasar lokal, sedangkan untuk produk inti diproses lebih lanjut ke pabrik pengolahan inti sawit di Pabatu. 5.1.2. Lokasi Perusahaan Unit Adolina merupakan pintu gerbang PT. Perkebunan Nusantara IV, berada di Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya di pinggir jalan raya MedanPematang Siantar dengan jarak 38 Km dari Medan. Kebun kelapa sawit Unit Adolina berada di enam kecamatan yaitu Kecamatan Perbaungan, Pantai Cermin, Galang, Bangun Purba, STM Hilir dan Gajahan yang dikelilingi oleh 21 desa. Topografi tanah keadaannya datar dengan ketinggian kurang lebih 15 meter di atas permukaan laut. Lokasi Kebun memanjang dari Utara ke Selatan, kiri kanan berbatasan dengan kampung dan terpisah menjadi tiga bagian/lokasi yaitu wilayah Adolina 11 Afdeling, Bangun Purba (dua Afdeling) dan Bandar Kuala (satu Afdeling). Jarak tempuh dari satu wilayah ke wilayah yang lain kurang lebih satu jam perjalanan.
41
5.2.
Organisasi dan Manajemen Perusahaan
5.2.1. Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina adalah struktur yang berbentuk lini dan fungsional. Berdasarkan fungsi. yaitu pembagian atas unit-unit organisasi didasarkan pada spesialisasi tugas yang dilakukan dan juga wewenang dari pimpinan dilimpahkan pada unit unit organisasi di bawahnya pada bidang tertentu secara langsung. Pimpinan tertinggi dipegang oleh seorang Manajer Unit. Adapun Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina dapat dilihat pada Lampiran 2. 5.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Adapun pembagian tugas dan tanggung jawab pada PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina adalah sebagai berikut : 1. Manajer Unit Manajer Unit merupakan pimpinan tertinggi dikebun Adolina. Manajer Unit bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap perencanaan operasional pabrik serta bertanggung jawab dalam mengevaluasi kinerja Unit. Manajer Unit juga bertanggung jawab kepada Direksi yang terletak di kantor pusat Medan. Selain itu manajer unit memiliki tugas sebagai berikut : a. Menciptakan iklim kerja yang sesuai dengan memperlihatkan hubungan ke dalam dan di luar kehidupan sosial bawahan dan masyarakat sekitarnya agar kegairahan kerja tetap terpelihara. b. Melaksanakan penilaian dan mengusulkan pengangkatan, pemindahan, penambahan dan hukuman bagi karyawan staf berdasarkan ketentuan yang telah berlaku demi tegaknya disiplin kerja. c. Mengawasi dan menilai hasil kerja kepala Dinas secara terus menerus dengan membandingkan hasil nyata dan norma-norma kerja serta melakukan tindakan pemulihan untuk menghindari anggaran biaya yang melebihi batas teloransi yang dibenarkan. d. Melaporkan data serta kegiatan yang ada kepada direksi.
42
2. Kepala Dinas Tanaman Kepala Dinas Tanaman bertugas melakukan koordinasi penyusunan taksasi produksi tanaman berdasarkan data dan pengamatan agar diperoleh taksasi yang dapat mendekati kenyataan. Selain itu Kepala Dinas Tanaman juga memiliki tugas sebagai berikut : a. Mengajukan anggaran belanja dengan program pelaksanaan yang sistematis dan mudah dimengerti bersama-sama dengan asisten tanaman/afdeling. b. Mengendalikan semua kegiatan operasi afdeling berdasarkan norma-norma yang berlaku agar semua kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan operasi. c. Membina pengetahuan dan keterampilan para asisten tanaman/afdeling melalui rapat kerja, diskusi, penjelasan langsung dilapangan supaya lebih mampu melaksanakan tugas sebagai instruksi terhadap bawahannya. d. Memelihara kerja di bidang tanaman sesuai dengan lingkungan kerja agar setiap orang merasa senang dan aman dalam menyelesaikan tugas. e. Menyempurnakan metode kerja yang tidak sesuai dengan metode yang lebih baik melalui pengamatan agar efektivitas dan efisiensi kerja tercapai secara optimal. 3. Asisten Tanaman/ Afdeling Asisten Tanaman/ Afdeling bertugas membuat taksasi produksi tanaman yang disusun berdasarkan analisis data dan taksiran potensi tanaman agar diperoleh taksasi yang dapat mendekati kenyataan. Selain itu, Asisten Tanaman/Afdeling mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Mengajukan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan ketentuan penerimaannya agar dapat menyelesaikan semua pekerjaan sesuai dengan program. b. Mengatur pembagian kerja dan melengkapi peralatan/bahan secara teratur dan terpadu supaya hasil kerja diperoleh sesuai dengan yang ditentukan. c. Menempatkan tenaga kerja sedapat mungkin sesuai dengan bakat, fisik dan sikap agar tercapai semangat kerja yang bergairah. d. Melaksanakan pemeiharaan secara efektif dan efisien sesuai dengan standar yang ditentukan.
43
e. Melaksanakan panen sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan menyelesaikan pengangkutan secepatnya pada hari itu juga sehingga kenaikan ALB (Asam Lemak Bebas) di kebun dapat dihindari. 4. Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan merupakan penanggung jawab pabrik dibidang pemeliharaan, bengkel dan bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan dan tindakan dalam bidang produksi. Selain itu Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan juga memiliki tugas sebagai berikut : a. Memberikan petunjuk dan mengawasi pemeliharaan di bidang teknik b. Membuat rencana pelayanan kebutuhan bangunan atau pengangkutan bahan mentah. c. Melayani kebutuhan dan merencanakan kapasitas pabrik. d. Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengarahkan serta mengawasi kegiatan-kegiatan bagian pengolahan dan laboratorium. e. Menandatangani dan mengecek formulir-formulir dan laporan-laporan sesuai dengan asisten dan prosedur yang berlaku. f. Melaporkan data, kegiatan bagian pengolahan dan laboratorim kepada administratur. 5. Assisten Bengkel Umum/Pabrik Assisten Bengkel Umum/Pabrik bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dalam memimpin bagian reparasi alat-alat pabrik. Selain itu, Assisten Bengkel Umum/Pabrik mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Berperan dalam pemeliharaan dan perbaikan alat-alat yang ada di pabrik agar tetap dalam kondisi yang baik. b. Merencanakan dan mengarahakan serta mengkoordinasikan kegiatan bagian reparasi. 6. Assisten Transportasi/Motor Assisten Transportasi/Motor bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dalam memimpin bagian bengkel motor. Selain itu, Assisten Transportasi/Motor mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Mengawasi alat pengangkutan kendaraan bermotor. b. Mengkoordinasikan segala perbaikan kendaraan bermotor yang rusak.
44
7. Asisten PKS Asisten PKS bertugas membantu Kepala Dinas Pengolahan dalam mengawasi kegiatan pabrik. Selain itu, Asisten PKS mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Mengawasi seluruh kegiatan proses produksi di pabrik b. Mengawasi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan dengan berpedoman kepada ketentuan yang diberikan oleh direksi. c. Memberikan data data dan kegiatan proses produksi kepada Kepala Dinas Pengolahan. 8. Mandor Bagian Pengiriman Mandor Bagian Pengiriman bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan dalam mengawasi kegiatan pabrik. Selain itu mandor bagian pengiriman bertanggung jawab melaksanakan penjualan minyak sawit (CPO) dan inti pada pelanggan. 9. Kepala Dinas Tata Usaha Kepala Dinas Tata Usaha bertugas membantu Manajer Unit dalam memimpin seluruh kegiatan administrasi perusahaan. Tugas yang ditangani Kepala Dinas Tata Usaha adalah sebagai berikut : a. Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan bagian administrasi. b. Mengawasi pemakaian dan penggunaan alat-alat kantor. c. Mengkoordinasikan segala pembayaran dan penyediaan barang-barang. d. Mengawasi seluruh kegiatan administrasi perusahaan. 10. Asisten Tata Usaha Asisten Tata Usaha bertugas membantu Kepala Dinas Tata Usaha dalam menjalankan seluruh kegiatan administrasi diperusahaan. 11. Asisten SDM dan Umum Asisten SDM dan Umum bertugas membantu Manajer Unit dalam meneliti penerimaan tenaga kerja. Tugas yang ditangani Asisten SDM dan Umum adalah sebagai berikut : a. Mengawasi dan meneliti penerimaan tenaga kerja dengan berpedoman kepada standard yang telah ditetapkan oleh Direksi. b. Melaksanakan kegiatan yang diprogramkan oleh pemerintah setelah mendapatkan persetujuan Direksi.
45
c. Membina hubungan baik dengan pemerintah dan masyarakat disekitar lokasi perusahaan. d. Mengkoordinasikan kegiatan dalam peningkatan kesejahteraan karyawan. e. Memberikan informasi kepada Manajer Unit dalam bidang produktivitas kerja. 12. Perwira Pengamanan (Pa Pam) Perwira Pengamanan (Pa Pam) bertugas membantu Manajer Unit dalam memimpin bidang keamanan. Tugas yang ditangani Perwira Pengamanan (Pa Pam) adalah melakukan pengawasan pengamanan informasi dan inventaris perusahaan. 5.2.3. Sistem Pengupahan Pembagian upah/gaji karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina dilakukan dua kali setiap bulannya yaitu Remisi II yang disebut sebagai gajian besar dan Remisi I yang biasanya disebut dengan gajian kecil. Jumlah upah/gaji yang diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan golongan (IA s/d IVD). Selain gaji bulanan, karyawan juga mendapat upah lembur dihitung luar jam kerja ditambah dengan setiap karyawan juga mendapat 15 kg beras setiap kali gajian. Untuk
meningkatkan
kesejahteraan
karyawan,
perusahaan
juga
menyediakan fasilitas seperti : a. Perumahan untuk setiap karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana yang berada di lokasi perkebunan sekitar pabrik. b. Air dan listrik untuk keperluan rumah tangga. c. Tunjangan keselamatan kerja, duka cita dan tunjangan lainnya. d. Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan. e. Tempat penitipan bayi. f. Tempat ibadah disekitar perumahan karyawan. g. Sarana olahraga. h. Transportasi.
46
5.3.
Perkembangan Produksi Pabrik Perkembangan produksi di Unit Adolina dapat ditinjau dari beberapa hal,
antara lain penyediaan bahan baku, keberhasilan dalam proses pengolahan, serta ketersediaan tenaga kerja. Pada proses produksi di Unit Adolina terdapat beberapa faktor produksi yang digunakan yaitu bahan baku berupa TBS kelapa sawit, tenaga kerja, suplai listrik serta bahan pembantu berupa air dan uap. 5.3.1. Bahan Baku (Jumlah TBS) Bahan baku sangat berperan penting dalam suatu proses produksi. Pasokan bahan baku yang tidak lancar akan menghambat kelancaran proses produksi. Tandan Buah Segar (TBS) merupakan bahan baku utama dalam kegiatan proses produksi CPO, sehingga ketersediaannya sangat mempengaruhi kegiatan produksi. Dari perkembangan jumlah pasokan TBS yang terlihat pada Tabel 10 dapat diperoleh gambaran bahwa kuantitas pasokan bahan baku TBS meningkat setiap tahunnya. Peningkatan pasokan TBS ini sangat dipengaruhi oleh peningkatan pasokan dari kebun sendiri serta peningkatan pembelian TBS dari pihak ketiga. Tabel 10. Jumlah TBS yang Diolah Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 20082011 (dalam kg) Tahun 2008 2009 2010 2011
TBS Adolina 114.456.600 126.436.320 133.920.200 141.372.483
TBS Pembelian 37.499.625 47.485.410 49.169.860 48.013.038
TBS Diolah 151.956.225 173.921.730 183.090.060 189.385.521
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
5.3.2. Ketenagakerjaan Faktor produksi yang tak kalah pentingnya dalam suatu kegiatan produksi adalah tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran proses. Tenaga kerja merupakan sumberdaya yang dapat mengelola dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi lain sehingga dapat menghasilkan suatu output yang diinginkan. Jam kerja yang berlaku pada PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina dibagi atas dua bagian yaitu:
47
a. Bagian Kantor Untuk bagian kantor hanya ada satu shift dengan 7 jam kerja per hari dan 40 jam kerja per minggu dengan bagian dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jam Kerja Karyawan Kantor Unit Adolina Tahun 2011 No.
Hari
1
Senin − Kamis
2
Jumat
3
Sabtu
Waktu Kerja (WIB) 06.30 – 09.30 10.30 – 15.00 06.30 – 09.30 10.30 – 12.00 06.30 – 09.30 10.30 – 13.00
Istirahat 09.30 – 10.30 09.30 – 10.30 09.30 – 10.30
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
b. Bagian Pabrik Untuk karyawan pabrik dibagi ke dalam dua shift. Jam kerja karyawan pelaksana berdasarkan shift di Pabrik kelapa sawit Adolina dapat dilihat pada Tabel 12. Waktu istirahat untuk karyawan bagian pengolahan diberikan selama 1 jam tetapi tidak ditentukan jadwal yang tetap. Waktu istirahat tersebut tergantung pada pengaturan waktu tenaga kerja di stasiun kerja masing-masing dengan ketentuan di setiap stasiun tidak boleh kosong. Tabel 12. Jam Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2011 No. 1 2
Shift I II
Waktu Kerja (WIB) 06.30 – 17.00 17.0 – 05.00
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
Pada Pabrik kelapa sawit Adolina terdapat dua jenis tenaga kerja, yaitu karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana. Khusus untuk karyawan pelaksana atau biasa disebut sebagai operator pabrik yang dibutuhkan untuk satu kali shift dapat dilihat pada Tabel 13. Tenaga kerja di pabrik kelapa sawit Adolina merupakan tenaga kerja tetap. kebijakan perusahaan menetapkan bahwa karyawan pabrik tetap masuk kerja meskipun bahan baku tandan buah sawit yang akan diolah sedang dalam keadaan kosong. Karyawan pabrik dapat melakukan perawatan mesin pada jika bahan baku kosong.
48
Tabel 13. Pembagian Kerja pada Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2011 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Stasiun Mandor Shift Wacht Tukang Penerimaan TBS Rebusan Thresher Hoisting Crane Pressan Klarifikasi Depericarper & Kernel Boiler Operator Kamar Mesin Water Treatment Laboratorium Limbah Jumlah
Jumlah TK 2 4 8 16 4 4 4 6 6 8 4 2 6 4 78
Jumlah Shift 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
5.3.3. Jam Olah Mesin Jam olah menunjukkan rentang waktu lamanya pabrik mengolah dalam satu kali produksi. Jam olah pabrik adalah jam olah efektif ditambah jam olah stagnasi, dimana jam olah efektif mulai dihitung setelah screw press beroperasi sampai screw press berhenti. Sedangkan jam olah stagnasi adalah jumlah jam kerusakan setiap alat yang menyebabkan terhentinya proses screw press. Dalam pengolahan juga dikenal istilah jam olah yang tersedia yang merupakan jam pabrik bekerja dihitung sejak fire up boiler hingga pabrik berhenti. Dimulainya jam olah untuk satu kali produksi tergantung dari ketersedian bahan baku atau TBS. Alokasi jam olah dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Alokasi Jam Olah dan Penggunaan Listrik pada Proses Produksi CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011 Uraian Jam Olah (Jam/ tahun) Listrik (kwh/ ton TBS)
2008 5.103,00 16,20
2009 5.872,00 14,45
2010 6.466,00 15,54
2011 7.018,50 15,96
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
Mesin yang digunakan dalam proses produksi CPO bersifat flow process, dimana kerusakan pada satu mesin akan memberikan hambatan bagi proses produksi selanjutnya. Oleh karena itu, kemampuan mesin dalam melakukan
49
pengolahan sangat mempengaruhi proses produksi. Kemampuan mesin untuk beroperasi ini ditunjukkan oleh jam mesin atau jam olah. Rentang waktu lamanya pabrik mengolah sebenarnya juga dipengaruhi oleh pasokan tandan buah segar ke pabrik, dimana semakin banyak pasokan TBS maka jam olah akan semakin tinggi pula. 5.3.4. Suplai Listrik Secara keseluruhan pemakaian listrik pada unit Adolina cukup besar, karena dimanfaatkan untuk beberapa kepentingan, namun dalam penelitian hanya dilakukan kajian dalam penggunan listrik untuk proses produksi. Dalam kegiatan produksinya, Unit Adolina mengolah TBS hingga menghasilkan CPO dengan menggunakan bantuan mesin-mesin. Mesin ini digerakkan dengan menggunakan sumber tenaga listrik. Listrik yang dihasilkan berasal dari mesin pembangkit/ genset berbahan bakar solar serta mesin generator bertenaga uap. Genset digunakan sebagai pembangkit tenaga awal turbine hingga berjalan pada keadaan normal. Selanjutnya turbine beroperasi dengan uap air sebagai sumber tenaga. Uap air sendiri akan dihasilkan oleh ketel uap. Ketel uap merupakan alat yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap air dengan jalan pemanasan yang diperoleh dari hasil pembakaran. Ketel uap dipanaskan (Fire up) dengan membakar sampah yang dikirim (boiler) sebagai sumber pembangkit berupa ampas (cake) dan cangkang (shell) ataupun janjangan kosong (empty buch) yang disediakan pada hari sebelumnya. Alokasi suplai listrik pada proses pengolahan TBS menjadi CPO dapat dilihat pada Tabel 14. 5.3.5. Bahan Pembantu Pada proses produksi CPO di Unit Adolina menggunakan air dan uap sebagai bahan pembantu pengolahan. Air merupakan kebutuhan vital bagi sebuah PKS karena sebagian besar proses pengolahan memerlukan air. Air yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti kesadahan dan kadar silika. Umumnya air yang diperoleh dari sumbernya seperti air hujan, air sungai, air sumur bor dan lainnya. Jika kurang memenuhi syarat, air harus diolah sebelum digunakan. Pada PKS Adolina, air yang digunakan berasal dari air sungai ular yang kemudian diproses lebih lanjut agar layak digunakan untuk proses
50
pengolahan. Air dan uap digunakan pada setiap stasiun terutama pada stasiun pengempaan dan klarifikasi. Fungsi air pada stasiun pengempaan adalah menurunkan viskositas hasil pengempaan daging buah. Sementara pada stasiun klarifikasi air digunakan untuk mempermudah proses pemurnian minyak dari sludge. Tabel 15. Alokasi Penggunaan Air dan Penggunaan Uap pada Proses Produksi CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011 Uraian Air (m3/ ton TBS) Uap (kg/ ton TBS)
2008 1,338 0,607
2009 1,335 0,597
2010 1,319 0,625
2011 1,307 0,569
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
5.4.
Proses Produksi Proses produksi adalah cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau
menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan dan dana. Ada dua jenis pengolahan kelapa sawit pada pabrik kelapa sawit Adolina yaitu proses pengolahan sawit Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). 5.4.1. Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) Bahan baku utama proses produksi CPO pada pabrik kelapa sawit Adolina adalah buah kelapa sawit yang masih segar. Bahan baku yang diolah harus merupakan baku yang memenuhi kriteria pengolahan seperti kriteria matang panen. Adapun proses produksi CPO adalah sebagai berikut : 1.
Stasiun Penerimaan Buah (Fruit Reception Station) Stasiun penerimaan bahan buah ini berfungsi untuk menerima bahan baku
TBS yang berasal dari kebun Adolina maupun buah dari pembelian dari pihak ketiga. Pada stasiun ini TBS melalui tahapan proses yaitu tahap penimbangan buah dan tahap penumpukan dan pemindahan buah. 2.
Stasiun Penimbangan Buah (Fruit Weighting) Jembatan timbang menggunakan mekanikal hybrid dengan kapasitas 50
ton dilengkapi dengan sistem komputasi, jembatan timbangan ditera oleh Badan Meterologi satu kali setahun. TBS (tandan buah segar) yang sudah ditimbang
51
dimasukkan ke loading ramp. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui produktivitas kebun sehingga memerlukan data berat, asal kebun, bagian, blok. Selain TBS, pada jembatan timbang dilakukan juga penimbangan terhadap pengiriman CPO dan inti sawit, janjang kosong, fibre, dan pupuk untuk afdeling kebun. 3.
Stasiun Rebusan (Sterilizer) TBS yang berada dalam lory rebusan diangkut dari stasiun penerimaan
buah dengan bantuan transfer carrier yang bergerak pada jaringan rel. Lory rebusan ini selain sebagai alat angkut juga sebagai wadah untuk merebus buah. Badan lory tersebut terbuat dari plat baja berlubang kecil dengan diameter 27.000 mm berjumlah tiga unit dengan system dua pintu dan memakai PLC (Program Local Control) dengan waktu merebus buah ± 90 menit, masing-masing sterilizer berkapasitas 10 lory (± 25 ton TBS). Sistem perebusan yang dipakai adalah sistem tiga puncak (triple peak). Triple peak adalah jumlah puncak dalam proses perebusan ditunjukkan dari jumlah pembukaan atau penutupan dari uap masuk atau keluar selama perebusan berlangsung yang diatur secara manual atau otomatis. Waktu perebusan yang menjadi perhatian setelah puncak pertama dan kedua adalah pada saat puncak ketiga (holding time) yaitu antara 40-60 menit. Holding time sangat dipengaruhi oleh kematangan buah, lamanya buah menginap dan tekanan steam. Semakin matang dan semakin buah lama menginap, semakin pendek waktu yang diperlukan di puncak ketiga. 4.
Stasiun Penebah (Thressing) Stasiun penebah mempunyai fungsi untuk memisahkan brondolan dari
tandannya buah matang dari sterilizer diatur masuk sebagai umpan ke dalam thresher yang kecepatannya diatur oleh variabel speed. Di dalam thresher dipisahkan antara tandan kosong dan brondolan matang dengan cara dibantingkan/dijatuhkan dari atas ke bawah sambil diputar. 5.
Stasiun Pengempaan Stasiun pengempaan adalah stasiun pertama dimulainya pengambilan
minyak dari buah dengan jalan melumat dan mengepal. Pada stasiun ini dilakukan dua tahap pengolahan yaitu :
52
a. Pengadukan (digesting) b. Pengempaan (pressing) 1. Digester terintegrasi dengan screw press. Brondolan yang telah dibawa fruit elevator diremas atau diaduk. Fungsi digester adalah sebagai berikut : a. Mencincang dan melumat brondolan sehingga daging dengan biji (noten) mudah dipisahkan. b. Mengeluarkan sebagian minyak dari brondolan yang timbul akibat proses pengadukan. c. Memudahkan pengeluaran minyak di screw press. 2. Screw Press Massa adukan yang berasal dari alat pengadukan (digester), dialirkan ke dalam alat pengempa (screw press) yang berfungsi untuk mengempa massaadukan sehingga terjadi pemisahan antara massa padat (biji, serat dan kotoran) dengan cairan minyak kasar. Tujuan dari proses pengempaan ini adalah untuk mengambil minyak yang ada dalam massa adukan semaksimal mungkin dengan cara mengempa pada tekanan tertentu. 6.
Stasiun Pemurnian Minyak (Clarification Station) Stasiun ini berfungsi untuk mendapatkan minyak sawit mentah Crude
Plam Oil (CPO) yang sudah dimurnikan dari impurities atau kotoran lainnya. Stasiun pemurnian minyak adalah stasiun terakhir untuk pengolahan minyak sawit mentah (CPO). Minyak mentah yang dihasilkan dari stasiun pengempaan dikirim ke stasiun ini untuk proses selanjutnya sehingga diperoleh minyak produksi. 5.4.2. Proses Produksi PKO (Palm Kernel Oil) 1.
Pemisahan Daging Buah dengan Biji Ampas kempa (press cake) yang keluar dari screw press terdiri dari biji
dan serabut beserta fraksi minyak dan air yang terkandung dalam kadar yang kecil. Ampas kempa tersebut masih berbentuk gumpalan, dimana gumpalangumpalan ampas ini harus dipecahkan terlebih dahulu pada pemecah ampas kempa (cake breaker conveyor/CBC). Proses pemecahan dimulai pada saat ampas kempa (press cake) yang keluar dari screw press masuk kedalam talang pemecah ampas kempa (CBC). Dengan adanya pemanasan sampai temperatur 90°C,
53
gumpalan ampas akan menjadi kering dan mudah terurai pada waktu dipukul oleh padel-padel CBC. 2.
Pemeraman Biji Biji yang berasal dari nut polishing drum diangkut dengan menggunakan
conveyor dan destoner menuju ke silo biji (Nut Silo) untuk proses pemeraman biji. Sebelum masuk ke silo biji, terlebih dahulu biji dimasukkan kedalam tromol fraksi biji (nut grading screen) untuk memisahkan biji-biji menurut fraksinya, yaitu fraksi kecil dan fraksi besar dengan terpisahnya biji fraksi kecil dan fraksi besar maka proses pemecahan biji dalam nut crecker akan lebih sempurna (persentasi inti pecah akan berkurang). Biji yang telah dipisahkan akan masuk ke dalam silo (nut silo) sesuai dengan fraksi-fraksinya untuk proses pemeraman biji. Biji yang diperam dianggap kering bila kadar air biji 12 persen. Proses pemeraman dilakukan selama 24 jam untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. 3.
Pemecahan Biji Alat ini terdiri dari rotor yang berputar dan mempunyai dinding kasing
(Slator) yang berbentuk silinder dan pada bagian bawahnya berbentuk konus (cone). Dinding kasing (wearing plat) ini terbuat dari plat baja keras. Rotor terdiri dari poros yang diberi lempengan siku-siku yang berputar pada poros tersebut. Oleh karena adanya gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh putaran rotor yang sangat tinggi maka biji-biji yang masuk ke lubang rotor akan terbawa oleh lempengan siku-siku tersebut kemudian terlempar ke samping membentur dinding kasing. Akibatnya biji-biji tersebut akan pecah dan intinya akan terpisah dan cangkang. 4.
Pemisahan Inti dengan Cangkang Campuran pecahan (inti, biji utuh dan cangkang) yang dihantarkan oleh
timba kraksel masuk ke dalam LTJS (Light Tanera Just Separator). Alat ini merupakan kolom pemisah vertikal (Vertical Column Separator) yang dilengkapi dengan fan/blower penghisap. Prinsip pemisahan berdasarkan berat jenis dan gaya gravitasi. Melalui kolom pemisah tersebut abu, cangkang halus dan serat halus yang lebih ringan akan terhisap dan masuk ke dalam siklon penampung abu (dust cyclone), kemudian menghantarnya ke stasiun ketel (boiler station) sebagai bahan
54
bakar ketel (boiler), sedangkan inti, cangkang kasar dan biji utuh yang lebih berat akan jatuh menuju ayakan, ayakan ini berfungsi untuk memisahkan biji utuh (noten). Campuran pecahan akan masuk melalui kisi-kisi tersebut dan dengan bantuan getaran akan terjadi pemisahan antara biji utuh (notten) dengan campuran pecahan. Campuran pecahan akan jatuh ke dalam kolom kraksel (cracksel conveyor) yang akan menghantarkannya ke hidrosiklon (hydrocyclone) untuk dipisahkan. 5.
Pengeringan Inti Inti basah hasil pemisahan akan dibawa ke konveyor inti basah menuju
timba inti (karnel elevator) yang menghantarkan inti basah masuk ke dalam konveyor atas silo inti. Konveyor ini berfungsi untuk mendistribusikan inti basah masuk kedalam silo inti (karnel silo). Bentuk ataupun cara kerja silo inti sama seperti pada silo biji (Nut Silo). Hanya saja pada silo inti yang dikeringkan adalah intinya. Ke dalam silo inti ini juga dialirkan uap jenuh dan dihembuskan pula udara panas oleh blower pemanas (heater). Waktu pengeringan yang dibutuhkan adalah 18 jam.
55
VI. 6.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi CPO Pada penelitian ini model fungsi produksi yang digunakan adalah model
fungsi produksi Cobb Douglas, dimana sebelum menetapkan suatu model fungsi yang baik harus dilakukan pengujian terhadap ketepatan model didasari dengan asumsi-asumsi yang telah ditetapkan. Hal ini sangat perlu dilakukan agar model diperoleh yang terbaik mengingat parameter-parameter yang digunakan dalam model adalah parameter dugaan. Perangkat software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel, Minitab 14 dan Eviews 5.1. Model fungsi produksi CPO dibangun berdasarkan laporan produksi bulanan periode Januari 2008 - Desember 2011 yang tersedia di perusahaan. Data yang digunakan dalam pendugaan fungsi produksi CPO meliputi produksi CPO, jumlah Tandan Buah Segar (TBS), tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap dan suplai listrik. Produksi CPO sebagai variabel yang dipengaruhi sedangkan jumlah Tandan Buah Segar (TBS), tenaga kerja, jam mesin, bahan pembantu (air) dan suplai listrik sebagai variabel yang mempengaruhi. Hasil pendugaan model dengan menggunakan faktor produksi jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), air (X4), uap (X5) dan suplai listrik (X6) dapat dilihat pada Tabel 16. Berikut hasil pengolahan model regresi. Tabel 16. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi CPO dengan Enam Faktor Produksi Variabel konstanta Jumlah TBS (X1) Tenaga kerja (X2) Jam mesin (X3) Penggunaan Air (X4) Penggunaan Uap (X5) Suplai Listrik (X6) R-Sq = 98,0% F hitung = 2302,47
Koef. Dugaan -1,356 0,1894 0,3092 0,1766 0,1927 0,0665 0,1899
T hitung 47,518 79,239 44,633 48,509 28,727 48,792 R-Sq (Adj) = 98, 0% P-Value = 0,000
VIF 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Ket: signifikan, t-hitung > t table (α = 5%) = t 0.05/2 (48-6-1) = 2,021
56
Dari hasil pendugaan model fungsi produksi CPO dengan enam faktor produksi didapatkan persamaan berikut: Ln Y = -1,356 + 0,1894 lnX1 + 0,3092 lnX2 + 0,1766 lnX3 + 0,1927 lnX4 + 0,0665 lnX5 + 0,1899 lnX6 Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan enam variabel tersebut, dilakukan beberapa pengujian statistik untuk mengetahui apakah model tersebut dapat dikatakan sebagai model fungsi produksi yang baik. Suatu model dikatakan baik apabila model tersebut lulus dalam uji ekonometrika asumsi klasik (asumsi kenormalan,
asumsi
heterokedastisitas,
asumsi
autokorelasi
dan
asumsi
multikolinieritas) dan uji statistik (uji F dan uji t). 6.1.1. Uji Ekonometrika a.
Uji Normalitas Untuk mengetahui kenormalan data dapat dilihat dari grafik Kolmogorof-
Smirnov (Lampiran 5). Nilai statistik uji Kolmogorov-Smirnov (KShitung) yang didapatkan adalah sebesar 0,101. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan KStabel sebesar 0,196 dengan menggunakan selang kepercayaan 95 persen. Selain itu, nilai P-Value yang didapat yaitu 0,15 lebih besar dari taraf nyata lima persen. Dari kedua hasil tersebut dapat dikatakan residual model produksi CPO terdistribusi normal. b.
Uji Heteroskedastisitas Asumsi homoskedastisitas atau masalah heteroskedastisitas diperiksa
menggunakan White Heteroskedasticity Test. Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah model regresi memenuhi asumsi klasik bahwa model memiliki gangguan yang variansnya sama (homoskedastisitas). Hasil uji heteroskedastisitasdapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai probabilitas Obs*Squared white heteroskedasticity pada persamaan produksi CPO sebesar 0,234 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu lima persen. Artinya, pada persamaan produksi CPO tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. c.
Uji Autokorelasi Suatu asumsi penting dari model linier klasik adalah tidak adanya
autokorelasi atau kondisi yang berurutan di antara gangguan yang masuk ke
57
dalam fungsi regresi populasi. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbunsi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah autokorelasi, maka dilakukan uji Durbin Watson. Uji Durbin Watson (DW) memiliki batas atas dan batas bawah. Berdasarkan tabel DW (n 48, k 6 dan α 0,05) didapatkan nilai batas atas 1,84 dan batas bawah adalah 1,24. Jika statistik DW lebih besar dari batas atas (U), maka tidak terdapat autokorelasi positif, apabila statistik DW lebih kecil dari batas bawah (L) maka terdapat autokorelasi positif. Jika nilai statistik berada di antara batas atas (U) dan bawah (L) (dL ≤ d ≥ dU) maka tidak diketahui apakah terdapat autokorelasi positif atau pengujian tidak meyakinkan. Dari nilai statistik model produksi CPO diperoleh nilai sebesar 1,38509 maka tidak diketahui apakah terdapat masalah autokorelasi dalam model. Untuk meyakinkan hasil pengujian dilakukan pemeriksaan terhadap plot residual autokorelasi (Lampiran 7). Dari hasil plot tersebut memberikan indikasi bahwa semuanya berada dalam dua batas galat baku (garis putus-putus). Sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasi serial telah dieleminasi. d.
Uji Multikolinieritas Masalah yang biasa ditemui ketika menggunakan data time series adalah
masalah multikolinearitas. Multikolinearitas muncul jika dua atau lebih peubah (atau kombinasi peubah) bebas berkorelasi tinggi antara peubah yang satu dengan yang lainnya. Jika terdapat peubah bebas yang saling berkorelasi dengan peubah bebas lainnya, dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS masih mungkin dapat diperoleh, tapi interpretasinya menjadi sulit. Multikolinearitas berimplikasi bahwa sangat sedikit data dalam sampel yang nilai peubah bebasnya sama, kapan saja perubahan terjadi dalam suatu peubah bebas yang berkolinearitas, maka pengamatan peubah bebas lainnya yang berpasangan kemungkinan akan berubah juga sesuai arah kolinearitasnya. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolienaritas adalah dengan melihat nilai VIF nya dan uji korelasi Pearson. Jika angka VIF > 10 maka model yang diperoleh terkena asumsi multikolinieritas pada peubah bebasnya. Hasil dari
58
regresi awal pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa variabel jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), air (X4), dan suplai listrik (X6) memiliki angka VIF> 10, dengan kata lain model persamaan fungsi produksi CPO belum bebas dari asumsi multikolinieritas. Berdasarkan uji korelasi Pearson juga terlihat bahwa kelima variabel tersebut memiliki nilai korelasi yang kuat hingga mendekati satu (Lampiran 8). Masalah multikolinieritas dapat diatasi salah satunya dengan metode regresi komponen utama/Principal Component Analisys (PCA) tanpa mengurangi variabel bebasnya. Dengan kata lain analisis komponen utama ini mampu mempertahankan sebagian besar informasi yang terkandung pada data asal. Regresi komponen utama mentransformasikan peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru tidak berkorelasi sehingga peubahpeubah menjadi sederhana dan multikolinearitas teratasi. Hasil dari regresi komponen utama dapat dilihat pada Tabel 15. 6.1.2. Uji Statistik a.
Uji Secara Serempak (uji-F) Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-statistik dari model tersebut.
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 15 diperoleh nilai F-statistik sebesar 2302,47 yang ternyata lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata lima persen (Ftabel = 2,34). Jadi, dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi CPO pada taraf nyata alpha lima persen. b.
Uji Secara Parsial (Uji-t) Uji ini dapat dilakukan dengan melihat nilai t-statistik dari masing-masing
variabel bebas tersebut. Pada Tabel 16. dapat dilihat bahwa semua faktor produksi jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4), penggunaan uap (X5) dan suplai listrik (X6) berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Hal tersebut disebabkan nilai t-statistik dari semua faktor produksi tersebut lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata alpha lima persen (t-tabel = 2,021) maka tolak H0, artinya semua faktor produksi tersebut signifikan.
59
c.
Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana besar keragaman yang
dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Berdasarkan estimasi pada Tabel 15 diperoleh nilai R-squared sebesar 0,98 yang artinya faktorfaktor produksi jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap dan suplai listrik yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 98,0 persen dan sisanya 2,0 persen dijelaskan oleh faktorfaktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi tersebut. 6.2.
Analisis Elastisitas Faktor Produksi CPO Hasil regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang
kemudian disempurnakan dengan regresi komponen utama menghasilkan persamaan regresi seperti yang terdapat pada persamaan 6.5. Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel memiliki koefisien yang positif dan signifikan terhadap produksi CPO. Untuk melihat besarnya pengaruh faktor-faktor produksi tersebut yang juga merupakan nilai elastisitas untuk masing-masing peubah bebas pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut : a.
Jumlah Tandan Buah Segar (TBS) Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi jumlah tandan
buah segar (TBS) berpengaruh positif terhadap produksi CPO, hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu banyak TBS yang diolah maka produksi CPO yang dihasilkan akan semakin tinggi. Berpengaruhnya faktor produksi jumlah TBS terhadap produksi CPO dikarenakan dalam proses produksi CPO, jumlah TBS merupakan faktor yang utama. Nilai elastisitas jumlah TBS sebesar 0,1894 yang artinya setiap penambahan jumlah TBS pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi CPO sebesar 0,1894 persen dengan faktorfaktor produksi lain tetap (cateris paribus). Ini berarti perusahaan masih dapat menambah pasokan TBS yang akan diolah. Nilai elastisitas faktor produksi jumlah TBS sebesar 0,1894 menunjukkan bahwa jumlah TBS yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu.
60
b.
Tenaga kerja Koefisien regresi dari faktor produksi tenaga kerja sebesar 0,3092 yang
berarti bahwa jika penggunaan tenaga kerja ditingkatkan sebesar satu persen maka jumlah produksi CPO akan meningkat sebesar 0,3092 persen (cateris paribus). Nilai elastisitas produksi untuk variabel tenaga kerja yang sebesar 0,3092 menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu. Dari semua faktor produksi yang mempengaruhi produksi CPO, faktor produksi tenaga kerja yang paling responsif (memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dari semua faktor produksi yang dipakai). Produksi tidak akan dapat berjalan tanpa ada manusia atau tenaga kerja, untuk itu faktor produksi tenaga kerja memang perlu untuk diperhatikan. Saat ini, shift kerja pada bagian pabrik (karyawan pelaksana) dapat dikatakan cukup berat, dimana dengan pembagian waktu kerja ke dalam dua shift maka masing-masing karyawan harus bekerja selama 11 jam per hari dengan waktu istirahat hanya satu jam. Penambahan jumlah tenaga kerja dapat dilakukan dengan pembagian waktu kerja menjadi tiga shift per harinya dimana beban kerja yang dirasakan oleh karyawan akan menjadi lebih ringan dan proses produksi menjadi lebih lancar. Penambahan jumlah tenaga kerja tentunya harus sejalan dengan peningkatan bahan baku TBS yang akan diolah, karena jika bahan baku kurang maka pembagian shift kerja akan menjadi tidak efektif. Tenaga kerja yang digunakan harus sejalan dengan kebutuhan perusahaan, dimana tenaga kerja yang digunakan harus benar-benar mahir dalam mengoperasionalkan mesin produksi sehingga ketika dilakukan proses produksi tidak akan mengambat kinerja proses. c.
Jam Mesin Sesuai dengan analisis regresi menunjukkan bahwa faktor produksi jam
mesin berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas produksi sebesar 0,1766 persen menunjukkan bahwa peningkatan sebesar satu persen jam mesin akan meningkatkan produksi CPO sebesar 0,1766 persen, dengan asumsi semua faktor-faktor lainnya tetap (cateris paribus). Hal ini menunjukkan bahwa jam mesin sangat berpengaruh terhadap produksi CPO dimana tanpa adanya proses kerja pada mesin maka proses produksi tidak akan dapat dilakukan.
61
Berdasarkan catatan angka produksi perusahaan, diketahui bahwa jumlah jam mesin yang digunakan diduga belum optimal karena setiap bulannya jumlah TBS yang dipasok ke dalam pabrik belum maksimal dari kapasitas olah sehingga berpengaruh terhadap jam olah mesin produksi. Nilai elastisitas produksi untuk variabel jam mesin yang sebesar 0,1766 menunjukkan bahwa penggunaan jam mesin berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu. d.
Penggunaan Air Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi penggunaan air
berpengaruh positif terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas faktor produksi penggunaan air sebesar 0,1927 yang artinya setiap penambahan penggunaan air pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi CPO sebesar 0,1927 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Air digunakan untuk memperlancar proses produksi. Penggunaan air sebagai bahan pembantu pada proses produksi CPO dimulai dari loading ramp untuk membersihkan tandan buah segar dari kotoran hingga pada tahap pemurnian minyak. Nilai elastisitas produksi untuk variabel penggunaan air yang sebesar 0,1927 menunjukkan bahwa penggunaan air berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu. e.
Penggunaan Uap Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi penggunaan uap
berpengaruh positif terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas faktor produksi penggunaan uap sebesar 0,0665 yang artinya setiap penambahan penggunaan uap pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi CPO sebesar 0,0665 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Sama halnya dengan air sebagai bahan pembantu, uap digunakan untuk memperlancar proses produksi. Penggunaan uap sebagai bahan pembantu pada proses produksi CPO dimulai dari proses perebusan tandan buah segar hingga mencapai kematangan sesuai standar yang ditetapkan perusahaan hingga pada tahap pemurnian minyak. Nilai elastisitas produksi untuk variabel penggunaan uap yang sebesar 0,0665 menunjukkan bahwa penggunaan uap berada pada
62
daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu. f.
Suplai listrik Suplai listrik berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas
faktor produksi suplai listrik sebesar 0,1899 yang artinya setiap penambahan suplai listrik pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi CPO sebesar 0,1899 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Listrik merupakan salah satu faktor penting dalam proses produksi CPO. Penggunaan mesin yang mendominasi proses produksi CPO tersebut berbanding lurus dengan kebutuhan listrik sebagai sumber energi. Selain itu, pentingnya penggunaan listrik untuk menggerakkan mesin-mesin produksi juga ditegaskan pada poin sebelumnya (X3). Kondisi-kondisi tersebut menjelaskan signifikansi dari pengaruh faktor produksi suplai listrik terhadap output pengolahan kelapa sawit. Bila aliran listrik mati sehingga tidak bisa menggerakkan mesin produksi, maka proses produksi akan terhambat. Selain itu tandan buah segar yang sudah sempat dipasok ke dalam pabrik akan mengalami penurunan mutu akibat tidak langsung diolah. Suplai listrik pada pabrik Adolina didapat dari turbin uap sebagai sumber energi utama. Untuk mengatasi kendala listrik, perusahaan telah menyediakan generator yang siap menyala apabila ada gangguan listrik mati. 6.3
Analisis Skala Usaha Skala usaha menjelaskan bagaimana suatu kenaikan proporsional dari
semua faktor produksi terhadap output. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai skala usaha dapat diketahui dari penjumlahan semua koefisien variabel independen dalam model. Hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglas pengolahan kelapa sawit menjadi CPO menunjukan bahwa penjumlahan semua koefisien bebas memiliki nilai 1,124 atau (b1 + b2 + b3 > 1). Hal ini menunjukkan bahwa usaha produksi CPO Unit Adolina bersifat increasing return to scale yakni kondisi dimana penambahan seluruh faktor produksi dalam persentase yang sama akan meningkatkan output dalam persentase yang lebih besar.
63
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu,
faktor-faktor produksi (variabel bebas) yang mempengaruhi produksi CPO pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) unit Adolina adalah jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap dan suplai listrik. Nilai koefisien determinasi sebesar 98,0 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 98,0 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan oleh model fungsi produksi, sedangkan sisanya 2,0 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Dilihat dari elastisitas produksi, masing-masing faktor produksi memiliki nilai elastisitas yang positif kurang dari satu. Nilai koefisien regresi yang
positif dan kurang dari satu
menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut berada pada daerah yang rasional yaitu semua faktor produksi tersebut masih dapat ditingkatkan.
7.2
Saran-Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
diberikan adalah : 1. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebaiknya PT Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina perlu memperhatikan faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Rekomendasi faktor produksi atau input yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, uap dan suplai listrik. 2. Penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan selain dapat menganalisis faktorfaktor produksi sekaligus menganalisa tingkat efisiensi faktor-faktor produksi CPO pada pabrik kelapa sawit lainnya. Selain itu penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menganalisa faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi komoditi unggulan perkebunan lainnya seperti karet, coklat, kopi, teh dan lainnya.
64
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Outlook Komoditas Perkebunan 2010. http://deptan.go.id [21 November 2011] Endartrianti A. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri pengolahan dan pengawetan daging di Indonesia periode 1983-2008 (pendekatan total factor productivity) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Gujarati D. 1997. Ekonometrika Dasar. Soemarno Zain, penerjemah; Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Terjemahan dari: Basic Econometrics. Herawati E. 2008. Analisis pengaruh faktor produksi modal, bahan baku, tenaga kerja dan mesin terhadap produksi glycerine pada PT Flora Sawita Chemindo Medan [tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Andi Offset. Kusumawardhana R. 2008. Pengaruh kebijakan pajak ekspor terhadapa perdagangan minyak kelapa sawit kasar (crude palm oil) Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Wasana AJ, Kirbrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economics 10th Ed. Martha FL. 2011. Analisis potensi ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke empat Negara mitra dagang utama dengan pendekatan gravity model [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mulianti FM. 2008. Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi kayu olahan sengon di CV. Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Naibaho PM. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Nicholson W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Ed ke-8. Mahendra B, Aziz A, penerjemah; Kristiaji WC, Sumiharti Y, Mahanani N, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Intermediate Microeconomics and Its Application, Eight Edition.
65
Novembrianto. 2010. Analisis pengelolaan kebun dan produktivitas tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di areal kebun PT. Citranusa Intisawit, Indofood Plantation, Provinsi Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurfitriani R. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jalan tol di indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nurrofiq A. 2005. Analisis efisiensi produksi pabrik gula [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pahan I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya. Panjaitan NA. 2011. Perbandingan analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari Tandan Buah Segar (TBS) siap olah dengan buah yang diinapkan [tugasakhir]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Putra RE. 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk urea dan sp-36 di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Setiawan, Kusrini DE. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta: Penerbit Offset. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Edisi keempat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. -------------. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sukirno S. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dengan Bima Grafika. Supiani. 2011. Mutu CPO (Crude Palm Oil) sangat ditentukan oleh kualitas Tandan Buah Segar (TBS) yang diolah [tugas-akhir]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Wahyuni IT. 2007. Analisis efisiensi produksi gula di PG Madukismo, Yogyakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Widarwati T. 2008. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula di PG Pagottan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winarno WW. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1. Pabrik Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2009
Sumber: InfoSAWIT (2010)
68
Lampiran 2. Struktur Organisasi PTPN IV Unit Adolina Tahun 2010
Manager Unit
Ka. Dis Tan Rayon A
Ka. Dis Tan Rayon B
Ka. Dis Tan Rayon C
Ass. Afd I
Ass. Afd IV
Ass. Afd IV
Ass. Afd II
Ass. Afd V
Ass. Afd IV
Ass. Afd III
Ass. Afd VI
Ass. Afd IV
Ka. Dis Teknik Pengolahan
Ass. Tek Pabrik
Ka. Dis Tata Usaha
Ass. PKS Pabrik
Ass. Tata Usaha
Ass. PKS Pabrik
Ass. SDM & Umum
Ass. PKS Pabrik
Pa. Pam
69
Lampiran 3. Nilai ln (Logaritma Natural) Variabel Dependent dan Independent ln Y 7.704477 7.706504 7.640485 7.873946 7.993764 8.033144 8.232677 8.266818 8.218291 8.122651 7.950998 7.853792 7.58052 7.696986 7.87835 8.003697 8.157327 8.213576 8.381405 8.274148 8.122631 8.336492 8.184667 8.239293 7.754798 7.964882 8.128341 8.127909 8.340413 8.336713 8.335502 8.323828 8.118905 8.237208 8.142622 8.147856
ln X1 9.16993 9.160071 9.103436 9.326859 9.455225 9.511545 9.704478 9.719418 9.668242 9.568299 9.396418 9.318825 9.034689 9.129175 9.316204 9.480818 9.64949 9.696062 9.852132 9.735876 9.575513 9.779328 9.643962 9.735603 9.211795 9.412699 9.589482 9.5888 9.816626 9.797994 9.784653 9.767411 9.576505 9.687901 9.59891 9.601146
ln X2 7.352441 7.352441 7.401231 7.492203 7.614805 7.534763 7.688913 7.652546 7.614805 7.534763 7.447751 7.447751 7.189922 7.352441 7.492203 7.534763 7.652546 7.652546 7.757906 7.688913 7.575585 7.724005 7.575585 7.724005 7.401231 7.492203 7.688913 7.492203 7.757906 7.724005 7.724005 7.757906 7.614805 7.652546 7.652546 7.652546
ln X3 5.766757 5.762051 5.725218 5.930918 6.052089 6.123589 6.304449 6.351758 6.280396 6.165418 5.990214 5.916202 5.643679 5.728475 5.940171 6.089045 6.249975 6.285067 6.468475 6.35437 6.235391 6.378426 6.23637 6.356975 5.865051 6.035481 6.212606 6.211604 6.44572 6.428913 6.414278 6.403574 6.288787 6.379275 6.321667 6.309009
ln X4 9.445286 9.479252 9.371935 9.621765 9.738146 9.792203 9.99116 10.00309 9.967606 9.880186 9.681596 9.631444 9.331083 9.424826 9.603636 9.780923 9.943651 9.988732 10.14106 10.01351 9.860692 10.05696 9.930644 10.02678 9.499977 9.694112 9.876163 9.866432 10.08665 10.07183 10.06228 10.0458 9.861684 9.957928 9.865879 9.868115
ln X5 8.607811 8.632438 8.6254 8.816033 8.9444 9.03351 9.318816 9.241382 9.14061 9.057473 8.902121 8.791193 8.507056 8.61835 8.754085 8.936091 9.121857 9.151335 9.290013 9.208243 9.14473 9.268502 9.165927 9.273567 8.79628 8.918403 9.127446 9.077975 9.3058 9.351707 9.306617 9.239778 9.16099 9.177075 9.120875 9.200668
ln X6 11.99368697 12.01250987 11.90193633 12.08369906 12.2228014 12.31004557 12.47581592 12.45183551 12.41165979 12.32386848 12.26885159 12.05449084 11.77810587 11.8285212 12.03552418 12.18083643 12.24100626 12.21858565 12.50113986 12.37707398 12.21385565 12.45897872 12.38609197 12.43158022 11.9584249 12.15418447 12.32384927 12.33028528 12.58483005 12.51533389 12.52161421 12.52298047 12.3102234 12.4144456 12.35955301 12.35480633
70
Lanjutan lampiran data penelitian… 7.598159 7.848287 8.266452 8.299768 8.390323 8.300031 8.317781 8.318882 8.296702 8.258283 8.137501 8.116902 Rataan St.dev
9.094781 7.352441 5.83773 9.319095 7.447751 6.006353 9.730326 7.724005 6.444926 9.782675 7.688913 6.447306 9.853486 7.688913 6.479277 9.748172 7.724005 6.475433 9.761226 7.724005 6.505036 9.761778 7.724005 6.503539 9.768555 7.724005 6.500539 9.736693 7.688913 6.389401 9.606737 7.652546 6.322565 9.593121 7.614805 6.318067 9.560878 7.592082 6.205867 0.230714 0.1389 0.245659
9.367095 9.58146 9.99269 10.0527 10.11585 10.0258 10.03125 10.03181 10.03476 10.00366 9.876001 9.863911 9.8425 0.226282
8.616745 8.872808 9.299543 6.985794 9.359189 9.317389 9.2504 9.315491 9.188736 9.242396 9.044618 9.115085 9.01964 0.382087
11.85098604 12.07910543 12.47759669 12.55651344 12.60075665 12.5442327 12.50142047 12.62397929 12.62961198 12.47430167 12.32803245 12.31638836 12.302 0.224913
71
Lampiran 4. Hasil Regresi Variabel Dependent dengan Variabel Independent Regression Analysis: ln Y versus ln X1; ln X2; ... The regression equation is ln Y = - 1,69 + 0,747 ln X1 - 0,0198 ln X2 + 0,0014 ln X3 + 0,187 ln X4 + 0,0103 ln X5 + 0,0697 ln X6 Predictor Constant ln X1 ln X2 ln X3 ln X4 ln X5 ln X6
Coef -1,6900 0,7467 -0,01976 0,00143 0,1871 0,010252 0,06967
S = 0,0148792
SE Coef 0,3152 0,2582 0,05663 0,05720 0,2181 0,006623 0,03718
R-Sq = 99,6%
T -5,36 2,89 -0,35 0,03 0,86 1,55 1,87
P 0,000 0,006 0,729 0,980 0,396 0,129 0,068
VIF
753,5 13,0 41,9 517,1 1,4
14,8
R-Sq(adj) = 99,6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source ln X1 ln X2 ln X3 ln X4 ln X5 ln X6
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 41 47
SS 2,47193 0,00908 2,48101
MS 0,41199 0,00022
F 1860,90
P 0,000
Seq SS 2,47057 0,00003 0,00000 0,00012 0,00044 0,00078
Unusual Observations Obs 14 24 37 40
ln X1 9,13 9,74 9,09 9,78
ln Y 7,69699 8,23929 7,59816 8,29977
Fit 7,66591 8,27367 7,63112 8,29974
SE Fit 0,00529 0,00426 0,00748 0,01476
Residual 0,03108 -0,03437 -0,03297 0,00003
St Resid 2,23R -2,41R -2,56R 0,02 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1,38509
Hasil di atas menunjukkan bahwa terjadi multikolinieritas atau korelasi yang kuat antar variabel x.
72
Lampiran 5. Uji Normalitas Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-3,68224E-15 0,01390 48 0,101 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,04
-0,03
-0,02
-0,01
0,00 RESI1
0,01
0,02
0,03
0,04
Lampiran 6. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.358835 21.96137
Prob. F(18,29) Prob. Chi-Square(18)
0.225034 0.233705
73
Lampiran 7. Plot Residual Autokorelasi
Autocorrelation Function for RESI1
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1,0 0,8
Autocorrelation
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lag
Lampiran 8. Korelasi Pearson Correlations: ln Y; ln X1; ln X2; ln X3; ln X4; ln X5; ln X6 ln Y 0,998 0,000
ln X1
ln X2
0,953 0,000
0,956 0,000
ln X3
0,977 0,000
0,980 0,000
0,954 0,000
ln X4
0,997 0,000
0,998 0,000
0,950 0,000
0,972 0,000
ln X5
0,502 0,000
0,491 0,000
0,503 0,000
0,483 0,001
0,493 0,000
ln X6
0,963 0,000
0,961 0,000
0,921 0,000
0,958 0,000
0,955 0,000
ln X1
ln X2
ln X3
ln X4
ln X5
0,451 0,001
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
74
Lampiran 9. Tahapan Principal Component Analisys (PCA) Tahap 1. Standarisasi data X menjadi Z Z1 -1,694518 -1,737251 -1,982726 -1,01433 -0,457941 -0,213828 0,6224143 0,6871697 0,4653558 0,0321624 -0,712835 -1,049149 -2,280705 -1,871163 -1,060509 -0,34701 0,3840751 0,5859368 1,2624031 0,7585054 0,063431 0,9468423 0,3601173 0,7573201 -1,513058 -0,642263 0,1239775 0,1210237 1,1085056 1,0277462 0,9699214 0,8951885 0,0677333 0,5505626 0,1648445 0,174533
Z2 -1,73164 -1,73164 -1,37909 -0,72173 0,164196 -0,41419 0,699698 0,436906 0,164196 -0,41419 -1,04293 -1,04293 -2,906 -1,73164 -0,72173 -0,41419 0,436906 0,436906 1,198239 0,699698 -0,11921 0,953267 -0,11921 0,953267 -1,37909 -0,72173 0,699698 -0,72173 1,198239 0,953267 0,953267 1,198239 0,164196 0,436906 0,436906 0,436906
Z3 -1,78748 -1,80663 -1,95657 -1,11923 -0,62598 -0,33493 0,401296 0,593876 0,303384 -0,16466 -0,87786 -1,17914 -2,28849 -1,94331 -1,08156 -0,47555 0,179551 0,322397 1,068994 0,604509 0,120182 0,702434 0,124167 0,615115 -1,38736 -0,69359 0,027433 0,023352 0,976366 0,907949 0,848377 0,804804 0,337543 0,705889 0,471386 0,419858
Z4 -1,75539 -1,60529 -2,07955 -0,97549 -0,46117 -0,22228 0,656964 0,709696 0,552875 0,166541 -0,71108 -0,93271 -2,26009 -1,84581 -1,0556 -0,27213 0,447011 0,646235 1,319428 0,755726 0,080393 0,947752 0,38953 0,814373 -1,5137 -0,65577 0,148766 0,10576 1,078974 1,013469 0,971283 0,898433 0,084779 0,510105 0,103318 0,113196
Z5 -1,07784 -1,01339 -1,03181 -0,53288 -0,19692 0,036298 0,783002 0,580343 0,316601 0,099015 -0,30757 -0,59789 -1,34154 -1,05026 -0,69501 -0,21867 0,267521 0,344671 0,70762 0,493612 0,327384 0,651322 0,38286 0,664577 -0,58458 -0,26496 0,282149 0,152672 0,748938 0,869084 0,751075 0,576144 0,36994 0,412038 0,26495 0,473786
Z6 -1,3708 -1,28711 -1,77874 -0,9706 -0,35213 0,035776 0,772817 0,666196 0,487568 0,097235 -0,14738 -1,10046 -2,32931 -2,10516 -1,18479 -0,53871 -0,27118 -0,37087 0,885411 0,333795 -0,3919 0,697956 0,37389 0,576138 -1,52758 -0,65721 0,097149 0,125765 1,25751 0,94852 0,976443 0,982518 0,036566 0,499955 0,255894 0,234789
75
Lanjutan data standarisasi X menjadi Z Z1 -2,020242 -1,047978 0,7344483 0,9613516 1,2682698 0,8117989 0,8683807 0,8707758 0,9001464 0,7620448 0,1987682 0,1397521
Z2 -1,73164 -1,04293 0,953267 0,699698 0,699698 0,953267 0,953267 0,953267 0,953267 0,699698 0,436906 0,164196
Z3 -1,49857 -0,81216 0,973134 0,982822 1,112968 1,097318 1,217825 1,211731 1,199516 0,747111 0,475042 0,45673
Z4 -2,10094 -1,15361 0,663727 0,928939 1,208003 0,810064 0,834147 0,836589 0,849635 0,712214 0,148046 0,094621
Z5 -1,05446 -0,38429 0,732561 -5,32299 0,888668 0,779267 0,603945 0,774302 0,442557 0,582997 0,065371 0,249798
Z6 -2,00527 -0,99102 0,780734 1,13161 1,328323 1,077008 0,886658 1,431574 1,456618 0,766084 0,115748 0,063977
Tahap 2. Mencari eigen value (akar ciri) dan vector ciri dengan PCA Principal Component Analysis: Z1; Z2; Z3; Z4; Z5; Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative Variable Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
5,1266 0,7182 0,854 0,854 PC1 -0,437 -0,428 -0,434 -0,436 -0,254 -0,427
0,120 0,974 PC2 -0,112 -0,074 -0,118 -0,107 0,966 -0,155
0,0774 0,013 0,987
PC3 0,054 -0,776 0,007 0,060 0,054 0,623
0,0479 0,008 0,995
PC4 -0,434 0,399 0,016 -0,555 0,015 0,587
0,0292 0,005 1,000
PC5 0,128 0,222 -0,886 0,296 -0,004 0,248
0,0008 0,000 1,000
PC6 0,767 -0,013 -0,108 -0,632 0,002 -0,019
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa ke enam variabel bebas hanya bias dikelompokkan menjadi satu kelompok utama. Hal ini dilihat dari nilai eigen value (akar ciri) yang lebih besar dari satu ( >1), hanya ada pada kolom pertama yaitu 5,1206. Sedangkan, sedangkan kolom lainnya menunjukkan angka eigen value yang lebih kecil dari satu ( >1).
76
Skor koefisien PCA W1 3,88298 3,79248 4,23524 2,21363 0,80315 0,48878 -1,56118 -1,48663 -0,9351 0,09561 1,59062 2,44574 5,55604 4,37384 2,38498 0,93979 -0,58004 -0,79422 -2,66229 -1,49114 0,02031 -2,00383 -0,58694 -1,77624 3,31525 1,52489 -0,54373 0,1075 -2,61929 -2,31935 -2,23178 -2,21153 -0,39299 -1,27484 -0,68546 -0,71562
W2 -0,11048 -0,0702 0,05823 0,04013 0,02718 0,14753 0,39677 0,20137 0,07066 0,10927 0,06292 0,02773 0,04964 0,07816 -0,07388 0,0275 0,15606 0,1852 0,048 0,13564 0,35588 0,15938 0,22374 0,23695 0,27052 0,12386 0,17256 0,15363 0,084 0,29028 0,19005 0,02339 0,28274 0,08803 0,09839 0,30729
W3 0,222539 0,284783 -0,33892 -0,19434 -0,41439 0,318525 0,056469 0,191151 0,253844 0,398108 0,61373 -0,02905 0,457714 -0,24921 -0,34356 -0,06419 -0,4446 -0,47857 -0,18546 -0,21788 -0,12446 -0,15705 0,389924 -0,25102 -0,0947 0,057713 -0,4516 0,660041 0,025006 0,020609 0,025482 -0,1792 -0,07337 0,059924 -0,14698 -0,148
W4 0,171353 0,156309 0,375575 0,099123 0,300853 0,067447 0,11553 -0,10918 -0,14786 -0,21551 0,183672 -0,11564 -0,33629 -0,1347 0,03611 -0,1902 -0,39299 -0,64628 -0,25594 -0,25713 -0,34281 -0,12683 -0,19294 -0,0432 0,020585 -0,04527 0,204133 -0,32239 0,16184 -0,04493 0,017255 0,188001 0,021241 -0,03743 0,206693 0,186966
W5 0,127726 0,204106 0,121633 0,174603 0,309519 0,120368 0,262093 0,031477 0,110377 0,131075 0,209354 0,132698 -0,14985 0,034336 0,059212 0,071893 0,051096 -0,01566 0,087439 0,021166 -0,19952 0,161211 0,115999 0,144563 -0,09474 0,016273 0,213777 -0,10354 0,170627 0,07007 0,110379 0,174464 -0,22142 -0,18485 -0,20677 -0,16306
W6 0,048842 -0,07818 0,054396 -0,01379 0,012253 0,017253 -0,00322 -0,00277 -0,036 -0,05916 0,012822 -0,05461 0,005045 0,001623 0,001133 -0,02754 -0,00687 0,008752 -0,01166 0,024718 -0,00543 0,027364 0,01176 -0,02194 -0,00844 0,017978 -0,01194 0,030422 0,025061 0,021192 0,009168 -0,00095 -0,04026 0,009244 0,000145 0,007741
77
Lanjutan skor koefisien PCA 4,31552 2,2812 -1,96066 -0,68415 -2,6569 -2,25055 -2,21237 -2,48771 -2,42744 -1,74289 -0,6109 -0,46175
0,04984 0,19694 0,24703 -5,69087 0,19691 0,20709 0,04417 0,12422 -0,20325 0,14215 -0,08156 0,13922
-0,20742 0,040115 -0,12766 -0,01398 0,481146 0,073223 -0,04947 0,29929 0,299082 0,054721 -0,24056 -0,05752
0,137078 0,079641 0,176998 -0,05485 -0,13201 0,238652 0,088287 0,40808 0,397609 0,022698 0,081967 0,000666
-0,42965 -0,23153 -0,16982 -0,01428 0,014563 -0,15343 -0,29224 -0,15153 -0,12546 -0,0109 -0,22628 -0,30758
-0,0018 0,044297 0,012998 0,003208 0,056464 -0,03922 -0,02074 -0,03002 -0,01553 0,03124 -0,00014 -0,00491
Tahap 3. Regresi ln Y dengan Skor PCA Regression Analysis: ln Y versus W1 The regression equation is ln Y = 8,10 - 0,100 W1 Predictor Constant W1
Coef 8,09947 -0,100474
S = 0,0325028
SE Coef 0,00469 0,002094
R-Sq = 98,0%
T 1726,46 -47,98
P 0,000 0,000
R-Sq(adj) = 98,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 46 47
SS 2,4324 0,0486 2,4810
MS 2,4324 0,0011
F 2302,47
P 0,000
Unusual Observations Obs 13 37 40
W1 5,56 4,32 -0,68
ln Y 7,58052 7,59816 8,29977
Fit 7,54123 7,66587 8,16821
SE Fit 0,01254 0,01018 0,00491
Residual 0,03929 -0,06771 0,13156
St Resid 1,31 X -2,19R 4,09R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1,53568
78
Tahap 4. Transformasi Peubah Asal Transformasi ke Z Ln Y = 8,10 – 0,100 W1 Ln Y = 8,10 – 0,100 ( -0,437 Z1 -0,428 Z2 -0,434 Z3 -0,436 Z4 -0,254 Z5 -0,427 Z6) Ln Y = 8,10 + 0,0437Z1 + 0,0428Z2 + 0,0434Z3 + 0,0436Z4 + 0,0254Z5 + 0,0427Z6
Transformasi dari Z ke X
Ln Y = -1,356 + 0,1894 lnX1 + 0,3092 lnX2 + 0,1766 lnX3 + 0,1927 lnX4 + 0,0665 lnX5 + 0,1899 lnX6 Tahap 5. Uji signifikansi Nilai Eigen Value (W1) = 5,1266 KTG = S2 = 0,03252 = 0,001056 JKT = 2,4810
Ragam masing-masing variabel adalah:
79
Standar error atau galat baku masing-masing variabel adalah:
Nilai galat yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari t-hitung tiap-tiap variabel dengan rumus:
Nilai t-hitung untuk masing-masing variabel adalah: Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6
Koef. 0,1894 0,3092 0,1766 0,1927 0,0665 0,1899
Standar Error 0,003986 0,003903 0,003958 0,003972 0,002313 0,003891
t-hitung 47,518 79,239 44,633 48,509 28,727 48,792
Ket. Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
80