ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN AGROINDUSTRI DI KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
HARRY DHARMA PUTRA 037018043/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN AGROINDUSTRI DI KOTA MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh HARRY DHARMA PUTRA 037018043/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN AGROINDUSTRI DI KOTA MEDAN : Harry Dharma Putra : 037018043 : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui: Komisi Pembimbing
(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) Ketua
Ketua Program Studi
(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si)
Tanggal lulus
(Drs. Iskandar Syarief, MA) Anggota
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
: 17 Februari 2009
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Telah Diuji Pada Tanggal 17 Februari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Dr. Murni Daulay, SE, M.Si
Anggota
: 1. Drs. Iskandar Syarief, MA 2. Dr. Rahmanta, MSi 3. Drs. Rujiman, MA 4. Drs. Rahmad Sumanjaya, MSi
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan agroindustri di Kota Medan. Metode yang digunakan dalam menganalisis perkembangan agroindustri di Kota Medan adalah metode Ordinary Least Square (OLS), dengan menggunakan data time series dari tahun 1986 sampai 2007. Untuk menemukan estimasi yang akurat, maka digunakan dalam penelitian ini digunakan tes asumsi klasik dan tes satistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi sebesar R 2 82,50 persen. Hasil estimasi terhadap variabel bebas menunjukkan bahwa variabel investasi di sektor agroindustri berpengaruh positif serta signifikan pada taraf kepercayaan 1 persen. Variabel tingkat suku kredit berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf kepercayaan 1 persen. Variabel jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor agroindustri berpengaruh positif serta signifikan pada taraf kepercayaan hingga 1 persen. Kemudian, variabel krisis ekonomi berpengaruh signifikan terhadap perkembangan agroindustri di Kota Medan. Kata Kunci: Agroindustri, investasi, tingkat suku bunga bank umum, tenaga kerja, krisis ekonomi
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the factors which influence on the growth of agroindustry in Medan city. The method used to analyze the factors that influence on growth of the agroindustring in Medan city is Ordinary Least Square(OLS) method using time series data begin from 1986 until 2007. To finding accurately estimation, we used classical assumption and test of statistic in this research. The result of this study shows that the coefficien determination R 2 is 82,50 percent. The result of estimation to independent variables shows investment variable, has positive and significant effect at 1 percent degree of confidence. Loan interest rate variable has negative and significant effect at 1 pecent degree of confidence. Amount of labor that work in agroindustry has positive and significant effect at 1 percent degree of confidence. Therefor economic crisis has significant effect on the growth of agroindustry in Medan City. Keyword: Agroindustry, commercial interest rate, labor, economic crisis.
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan. Tesis ini sengaja disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dan mendapat gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Mulai perencanaan sampai penyelesaian tesis ini, Penulis telah mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut : 1. Kedua Orang Tua penulis, H. Harmaini Hasan, SH, MM & Hj Norma yang merawat dan membimbing penulis dari kecil sampai dewasa. 2. Istri penulis, Diana Zuraeda, Skom yang terus mensupport penulis dan kedua anak penulis, Amanda Desfiana Putri dan Anastasya Deli Putri. 3. Prof. dr. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, SpA(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara 4. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU Medan .
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
5. Dr. Murni Daulay, M.Si selaku dosen pembimbing dan juga sebagai Ketua Program Magister Ekonomi Pembangunan. 6. Drs. Iskandar Syarief, MA selaku dosen pembimbing I Penulis, yang telah dengan sabar memberikan petunjuk serta bimbingan, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. 7. Dr. Rahmanta, M.Si, selaku dosen penguji I Penulis yang telah memberikan banyak masukan dalam penyelesaian tesis ini. 8. Drs. Rujiman, MA, selaku dosen penguji II Penulis yang telah memberikan banyak masukan dalam penyelesaian tesis ini. 9. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si, selaku dosen penguji III Penulis yang telah memberikan banyak masukan dalam penyelesaian tesis ini. 10. Kepada seluruh dosen yang mengajar di Program Pascasarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara atas segala kebaikan mereka dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmad dan KaruniaNya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Tesis ini tentu saja masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif senantiasa Penulis harapkan dari segenap pembaca demi kesempurnaan tesis ini dimasa yang akan datang.
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
Kepada Peneliti lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil penelitian ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya Penulis selalu berharap semoga tesis ini ada mamfaatnya.
Medan, 17 Februari 2009 Penulis,
Harry Dharma Putra
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Harry Dharma Putra
Alamat
: Jl.Brigjen Katamso No.482
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Tempat/Tanggal lahir
: Medan, 21 Juni 1978
Jenis Kelamin
: Laki- laki
Nama Orang Tua Laki-laki
: H.Harmaini Hasan ,SH,MM
Nama Irang tua Perempuan
: Hj.Norma
Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar
: SD Swasta Harapan Medan lulus tahun 1990
2. Sekolah Menengah Pertama
: SMPN 1 Tebing Tinggi lulus tahun 1993
3. Sekolah Menengah Atas
: SMUN 1 Medan lulus tahun 1996
4. Universitas
: Fakuitas Ilmu Komputer Universitas Guna Dharma Jakarta lulus tahun 2002
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ........................................................................................................
i
ABSTRACT ......................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................
vi
DAFTAR ISI .....................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ...................................................................
7
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................
8
1.4
Manfaat Penelitian .....................................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
9
2.1 Pengertian dan Peranan Agroindustri .........................................
9
2.2
Agroindustri Hasil Pertanian ......................................................
13
2.3
Karakteristik Agroindustri .........................................................
16
2.4
Teknis Pengolahan Agroindustri Hasil Pertanian ......................
18
2.5
Penerapan Dan Pengembangan Agroindustri Hasil Pertanian ....
21
Harry Dharma Putra : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan, 2008 USU Repository © 2008
2.6
Kebijakan Nasional Pembangunan Agroindustri .......................
24
2.7
Skenario Pertumbuhan Ekonomi.................................................
26
2.8
Pengembangan Agroindustri.......................................................
28
2.9
Permasalahan yang Dihadapi .....................................................
30
2.10 Peluang Pengembangan Agroindustri ........................................
36
2.11 Kendala Pengembangan Agroindustri ........................................
38
2.12 Kerangka Konsep .......................................................................
45
2.13 Hipotesis Penelitian ....................................................................
46
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................
47
3.1
Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................
47
3.2
Jenis dan Sumber Data ...............................................................
47
3.3
Identifikasi Variabel ...................................................................
48
3.4
Model Analisis ...........................................................................
48
3.5
Metode Analisis Data ................................................................
49
3.6
Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ..................................
50
3.6.1 Koefisien Determinasi (R 2 ) .............................................
50
3.6.2 Uji F (Uji Keseluruhan) ....................................................
51
3.6.3 Uji t (Uji Parsial) ...............................................................
51
Pengujian Terhadap Validitas Asumsi Klasik ............................
52
3.7.1 Uji Multikolinearitas .........................................................
52
3.7.2 Uji Autokorelasi ................................................................
53
3.7.3 Uji Normalitas ...................................................................
53
3.7.4 Linearitas ...........................................................................
54
Definisi Operasional ..................................................................
55
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................
56
4.1 Indikator Ekonomi Kota Medan .................................................
56
3.7
3.8
1
4.2
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan ............
57
4.3
Struktur Ekonomi Kota Medan ..................................................
60
4.4
Peluang Investasi Di Kota Medan ..............................................
63
4.5
Pertumbuhan Sektor Agroindustri di Kota Medan......................
65
4.6
Hasil Penelitian Dan Pembahasan ..............................................
68
4.7
Analisis Statistik dan Intepretasi Ekonomi .....................................
70
4.7.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) ..............................
70
4.7.2 Hasil Keseluruhan (Uji-F) .................................................
71
4.7.3 Hasil Uji Parsial (Uji-t) .....................................................
71
Hasil Uji Validitas Asumsi Klasik .............................................
73
4.8.1 Hasil Uji Multikolinearitas ................................................
73
4.8.2 Hasil Uji Autokorelasi .......................................................
74
4.8.3 Hasil Uji Normalitas .........................................................
75
4.8.4 Hasil Uji Linearitas ...........................................................
75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
76
4.8
5.1
Kesimpulan ................................................................................
76
5.2
Saran ...........................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
78
2
DAFTAR TABEL
Nomor 2.1.
Judul
Halaman
Aktivitas Pengolahan, Bentuk Produk, dan Tingkatan Proses Perubahan Bentuk dalam Kegiatan Agroindustri Hasil Pertanian ....................................................
20
Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004 – 2006 (Milyar Rupiah) ................
58
Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 – 2006 (Milyar Rupiah) ......
59
Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004 - 2006 (%) ......................................................................
62
4.4.
Indikator Pertumbuhan PDRB Kota Medan ............................
65
4.5.
Laju Pertumbuhan Sektor Agroindustri di Kota Medan ..........
66
4.6.
Ringkasan Hasil Analisis Model Estimasi ..............................
68
4.1. 4.2. 4.3.
3
DAFTAR GAMBAR
Nomor 2.1.
4.1. 4.2.
Judul
Halaman
Kerangka Konsep Penelitian Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Sektor Agroindustri ........................ .....................................................
45
PDRB Kota Medan ADH Berlaku dan Konstan Tahun 2000 Periode 2004-2006 ....................................................................
60
Struktur PDRB Menurut Penggolongan Sektor Tahun 2004-2006 ……………………………………………… 63
4
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Data Penelitian ..............................................................
80
2.
Hasil Regresi .................................................................
81
3.
Uji Multikolinearitas .....................................................
82
4.
Uji Autokorelasi ...........................................................
84
5.
Uji Normalitas .............................................................
85
6.
Uji Linearitas ................................................................
86
5
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki
abad
ke-21
perekonomian
Indonesia
menghadapi
sejumlah
permasalahan yang sangat berat, khususnya akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Penurunan pendapatan, kemiskinan, pengangguran, laju inflasi yang tinggi merupakan sederet persoalan ekonomi yang yang memerlukan pemecahan sesegera mungkin. Krisis ekonomi tersebut bukan merupakan bencana ekonomi, melainkan suatu koreksi pasar terhadap strategi pembangunan ekonomi yang ditempuh selama ini, yang lebih memfokuskan kepada pembangunan industri yang bersifat hi-tech dengan mengandalkan murahya tenaga kerja dengan mengandalkan komponen bahan baku utama adalah impor (foodloose industry). Pembangunan pertanian kurang menjadi perhatian sedangkan sebagian besar penduduk Indonesia mata pencahariannya adalah bertani. Adanya persepsi yang salah bahwa kemajuan suatu bangsa tidak mungkin dicapai melalui pemberdayaan sektor pertanian juga merupakan salah satu penyebab lain dari kegagalan penentuan fokus pembangunan ekonomi nasional (Lukmana, 1995). Negara yang tidak mengadakan perbaikan disektor pertanian, mengambil resiko yang serius dan akan mengalami kemacetan (bottle neck) dalam pembangunannya (Kotler, dkk, 1998). Menurut Hardiansyah (2000) kita harus mempelajari sejarah bahwa
6
2
negara-negara industri seperti Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Swiss, Inggris, Belanda, Jepang, dan Australia, memulai ekonominya melalui sektor pertanian dan bahkan sampai saat ini masih mengandalkan produk pertanian dan hasil olahannya untuk mencukupi kebutuhan pangan dan kebutuhan devisa. Sebaliknya Negara Uni Sovyet yang pada mulanya merupakan salah satu dari dua negara adi kuasa, sekarang menjadi tertinggal kerena menomorduakan pembangunan sektor pertaniannya sehingga mengalami kekurangan pangan yang cukup serius. Untuk memecahkan persoalan ekonomi yang sangat luas tersebut, Indonesia memerlukan strategi pembangunan ekonomi yang memiliki kemampuan jangkauan pemecahan masalah yang luas dan visioner, yang tidak hanya mampu menghasilkan devisa yang besar untuk pembayaran hutang, menciptakan lapangan pekerjaan, menghapuskan kemiskinan, mewujudkan pemerataan, menjamin pembangunan yang berkelanjutan dan strategi yang ditempuh tersebut tidak harus tergantung pada impor bahan baku, barang modal, tenaga ahli maupun pembiayaan. Pengembangan
agroindustri
merupakan
salah
satu
opsi
yang
perlu
dipertimbangkan. Sebagai industri berbasis sumber daya, agroindustri berpotensi dapat meningkatkan cadangan devisa serta penyediaan lapangan kerja. Hal ini dinilai strategis mengingat Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di daerah tropis yang memiliki keragaman hayati (biodiversity) cukup besar. Untuk sektor perkebunan saja tidak kurang dari 145 komoditi yang tercatat sebagai komoditi binaan, sementara yang memiliki nilai ekonomis dapat diandalkan baru sekitar 10% diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, jambu mete (Saragih, 2000).
9
Selanjutnya, pengembangan agroindustri akan sangat strategis apabila dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pengertian terpadu adalah keterkaitan usaha sektor hulu dan hilir (backward and forward linkages), serta pengintegrasian kedua sektor tersebut secara sinergis dan produktif. Sedangkan dengan konsepsi berkelanjutan, diartikan sebagai pemanfaatan teknologi konservasi sumberdaya dengan melibatkan kelompok/ lembaga masyarakat, serta pemerintah pada semua aspek. Dengan demikian diperlukan jaringan kerja dan peran aktif semua pihak yang terkait. Keterpaduan dan berkelanjutan inilah yang menempatkan UKM yang tergabung dalam sentra-sentra, menjadi variabel penting. Hal ini karena agroindustri, yang memproduksi kebutuhan konsumsi masyarakat memiliki multiplier effects yang tinggi karena keterlibatan berbagai komponen dalam masyarakat (Tambunan, 2003) Sejak reformasi, salah satu diskursus yang mengemuka dalam pembangunan ekonomi nasional adalah perlunya shifting paradigm agar pembangunan lebih berbasis pada pertanian dalam arti luas sehingga industri yang seharusnya dikembangkan adalah industri manufaktur agro (agroindustri). Pengembangan
agroindustri
diyakini
akan
berdampak
pada
penciptaan
kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Diakui atau tidak, ekonomi Indonesia sekarang mempunyai masalah yang krusial dalam bidang pengangguran dan kemiskinan. Titik lemah perekonomian kita adalah tidak bergeraknya sektor riil sehingga kesempatan kerja terbatas. Padahal sebagian besar penduduk miskin berada pada sektor ini, khususnya pertanian dalam arti luas. Oleh karena itu, diperlukan keberanian pemerintah untuk melakukan terobosan 9
strategi menjadikan agroindustri sebagai lokomotif ekonomi untuk menarik sektor lainnya. Seperti diketahui, keunggulan komparatif perekonomian Indonesia adalah besarnya potensi sumber daya alam terbarukan (renewable resources) dan pengalaman agroindustri sebagai penyelamat ekonomi kita selama krisis. Dalam sektor-sektor agroindustri itu ditemui sejumlah keunggulan, indikatornya antara lain: pertama, dari sisi sektor tenaga kerja, kegiatan pertanian merupakan penyerap tenaga kerja yang terbesar dan merupakan sumber pendapatan mayoritas penduduk. Kedua, dari sisi sektor pangan, pertanian merupakan penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan. Ketiga, dari sisi sektor ekonomi makro, komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga, yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat. Harga produk-produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi. Keempat, dari sisi sektor perdagangan, akselerasi pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor. Kelima, dari sisi sektor industri, komoditas pertanian merupakan bahan industri manufaktur pertanian. Keenam, dari sisi sektor pembangunan daerah, pada tataran pelaksanaan pertanian memiliki keterkaitan antara regional dan sektoral yang sangat tinggi. Ketujuh, dari sisi penanggulangan kemiskinan, sektor-sektor agroindustri merupakan kegiatan yang paling banyak mengikutsertakan kelompok masyarakat yang tidak mampu dan berada dalam kawasan yang belum maju atau kawasan tertinggal. Dan kedelapan, dari sisi investasi, sektor-sektor agroindustri 10
merupakan kegiatan yang paling banyak menarik dan menghimpun investasi, terutama investasi asing. Tantangan pembangunan yang dihadapi oleh pemerintah Kota Medan pada masa yang akan datang adalah bagaimana mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai dan meningkatkan serta memperluas landasan ekonomi daerah yang didukung oleh peningkatan ekspor non migas dan perluasan kesempatan kerja sehingga mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pembangunan ekonomi Kota Medan menghadapi pula beberapa kendala. Beberapa kendala tersebut adalah (1) tenaga kerja, (2) modal (3) prasarana dan sarana yang kurang, (4) kerusakan sumber daya alam yang terjadi akibat pembangunan yang dilakukan selama ini, (5) koordinasi antar lembaga yang lemah, (6) penduduk yang masih tinggal dalam kemiskinan dan (7) teknologi yang masih rendah. Usaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan juga berkelanjutan (sustainable) akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan ekonomi, dan ekspor. Peluang yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Medan untuk mencapai tersebut antara lain: (1) potensi sumber daya, yang belum optimal dimanfaatkan dan yang belum dimanfaatkan, (2) adanya industri pengolahan (agroindustri) yang cukup berkembang, (3) lokasi yang strategis, dan (4) jumlah penduduk yang besar.
11
Dengan memperhatikan kendala dan peluang untuk mencapai sasaran pembangunan yang mempunyai dampak terhadap kesejahteraan masyarakat maka perlu ada suatu kebijaksanaan yang tepat yaitu bagaimana mengembangkan sektor yang dapat menjadi unggulan dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan industri di Kota Medan diarahkan terutama untuk mengembangkan industri yang berorientasi ekspor dengan memanfaatkan potensi sumber daya dari daerah hinterland, selain sumber daya alam, sumber daya manusia, letaknya yang sangat strategis sebagai pintu gerbang Indonesia bagian barat, adanya pelabuhan laut Belawan dan Bandar Udara Polonia, memiliki sarana dan prasarana yang sangat mendukung seperti adanya Kawasan Industri Medan yang terlibat langsung dalam segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand dan sekaligus berbatasan dengan Segitiga Singapura-Johor-Riau. Pengembangan sektor agroindustri penting bagi pertumbuhan ekonomi karena peranannya dalam hal: (1) meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto, (2) meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (3) meningkatkan pangsa pasar dan ekspor, (4) meningkatkan pendapatan petani, (5) persiapan menuju Negara industri baru. Upaya pengembangan dan perluasan kegiatan industri pengolahan termasuk agroindustri perlu ditingkatkan dan didorong melalui penciptaan iklim yang lebih meransang bagi penanaman modal. Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia sangat berpotensial untuk berkembangnya investasi khususnya disektor agroindustri. Hal ini karena Kota Medan sebagai pusat aktivitas perekonomian dan 12
perdagangan di Sumatera Utara khususnya dengan daerah hinterland merupakan daerah basis pertanian. Dengan demikian, dipandang perlu untuk mengkaji lebih jauh pengaruh perkembangan sektor agrindustri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Medan dan diharapkan akan mampu menjawab tantangan saat ini dan masa yang akan datang.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh investasi sektor agroindustri terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan? 2. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan? 3. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan? 4. Bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan?
13
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh investasi sektor agroindustri terhadap pertumbuhan sektor agroindustri Kota Medan. 2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. 3. Untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja sektor agroindustri terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. 4. Untuk mengetahui pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari studi ini adalah: 1. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. 2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Medan dalam menentukan kebijakan mengenai masalah pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. 3. Sebagai dasar menyusun kebijaksanaan baru pembangunan ekonomi wilayah secara khusus di sektor agroindustri. 4. Sebagai bahan informasi terdokumentasi bagi peneliti lain yang mempunyai keinginan melakukan studi tentang sektor agroindustri. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Peranan Agroindustri Agroindustri dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan industri yang memanfaatkan produk primer hasil pertanian sebagai bahan bakunya untuk diolah sedemikian rupa sehingga menjadi produk baru baik yang bersifat setengah jadi yang dapat dikonsumsi. Menurut saragih (2000), agribisnis (adapula yang menyebutnya agrobisnis) merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem yang terkait antar satu dengan yang lain. Keempat subsitem tersebut adalah: a. Subsistem agribisnis hulu, mencakup semua kegiatan untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian antara lain: pupuk, bibit unggul, dan pestisida. b. Subsistem agribisnis usaha tani, merupakan kegiatan ditingkat petani antara lain: lahan, tenaga kerja, modal, teknologi, dan lain-lain yang menghasilkan produk pertanian. c. Subsistem agribisnis hilir, sering disebut sebagai kegiatan agroindustri yang merupakan kegiatan industri yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku. Contohnya kegiatan pabrik minyak kelapa sawit, pabrik tepung topioka, pabrik kertas dan lain-lain.
15
d. Subsistem jasa penunjangan (supporting institution), yaitu kegiatan jasa yang melayani pertanian seperti kebijakan pemerintah, perbankan, penyeluhuan, pembiayaan, dan lain-lain. Keempat subsistem tersebut saling terkait dan tergantung satu sama lain. Hambatan dalam satu subsistem akan mengakibatkan hambatan pada subsistem yang lain. Misalnya, kegiatan agroindustri tidak mungkin berkembang tanpa dukungan pengadaan bahan baku dari kegiatan produksi pertanian maupun dukungan sarana perdagangan dan pemesaran. Agroindustri sebagai salah satu subsistem yang penting dalam sistem agribisnis, memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan yang tinggi karena pangsa pasar yang besar dalam produk nasional. Agroindustri juga dapat mempercepat transpormasi struktur perekonomian dari pertanian ke industri. Menurut Hardiansyah (2000), strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis (dan agroindustri) pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu: menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian; menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel; menciptakan nilai tambah; meningkatkan penerimaan devisa; menciptakan lapangan kerja; dan memperbaiki pembagian pendapatan.
47
Menurut Saragih (1998), agroindustri merupakan suatu sektor yang meminpin (leading sector) dimasa yang akan datang karena sektor tersebut: a. Memiliki pangsa pasar yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempenagruhi perekonomian secara keseluruhan. b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi. c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward lingkages) yang cukup besar sehingga mampu untuk menarik pertumbuhan pada sektor lainnya. d. Keragaman kegiatan sektor tersebut tidak memiliki unsur-unsur yang dapat menjadi kendala (bottle neck effect) jika sedang berkembang. Yang dimaksud dengan leading sector adalah suatu sektor yang memimpin dalam konsep pembangunan ekonomi di masa yang akan dating. Jika sektor agroindustri sebagai leading sector maka agroindustri dapat menggerakkan sektor industri, menggerakkan sektor pertanian, menggerakkan tenaga kerja, dan juga menggerakkan layanan yang lain, seperti keuangan, penelitian, pelatihan, transportasi, dan sebagainya. Saragih (1998) menjelaskan bahwa justifikasi yang paling kuat dalam mengangkat agroindustri sebagai sektor pemimpin pada PJP II yang merupakan kelanjutan dari pembangunan yang sudah dilakukan selama PJP I. Pengembangan agroindustri tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan kegiatan industri itu
48
sendiri tetapi sekaligus untuk mengembangkan kegiatan budaya (on-farm agribusiness) dan kegiatan-kegiatan lain dalam sistem agribisnis secara keseluruhan. Hal ini dapat memberikan pengaruh yang sangat besar bagi pencapaian berbagai tujuan pembangunan seperti mengatasi kemiskinan, peningkatan pemerataan, peningkatan ekspor, pengembangan kegiatan dan pelestarian lingkungan dan sebagainya. Pengembangan agroindustri diperlukan agar terciptanya keterkaitan yang erat antara sektor pertanian dan sektor industri, sehingga proses transformasi struktur perekonomian berjalan dengan mulus dan efisien dari dominasi sektor pertanian menjadi dominasi sektor industri. Struktur perekonomian seimbang yang terwujud akan menjadi ciri-ciri sebagai berikut: (1) bagian sektor pertanian dalam menyediakan pendapatan nasional secara relatif menurun, sedangkan sektor-sektor di luar sektor pertanian mengalami kenaikan terutama untuk sektor industri, (2) penyerapan tenaga kerja sektor pertanian secara relatif menurun sedangkan sektorsektor diluar sektor pertanian terutama sektor industri mengalami kenaikan, (3) sektor pertanian mampu menyediakan bahan pangan untuk untuk keperluan nasional, (4) sektor pertanian mampu menyediakan bahan baku untuk keperluan industri dalam negeri, dan (5) produktifitas tenaga kerja di sektor pertanian relatif sama besarnya dengan produktifitas tenaga kerja di sektor pertanian. Dalam mewujudkan ciri-ciri struktur perekonomian seimbang tersebut, pengembangan agroindustri memiliki beberapa saasaran sekaligus yaitu: (1) menarik pengembangan sektor pertanian, (2) menciptakan nilai tambah, (3) menciptakan 49
lapangan pekerjaan, (4) meningkatkan penerimaan devisa, dan (5) memperbaiki pemerataan pendapatan. Agroindustri penting bagi perekonomian Indonesia karena peran agroindustri tersebut dalam hal : (1) meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), (2) meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (3) meningkatkan pangsa pasar dan ekspor, (4) meningkatkan pendapatan petani, dan (5) persiapan menuju Negara industri baru. Pasal 10 dan 11 Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian menyatakan keterkaitan agroindustri diarahkan kepada: (1) keterkaitan antara industri pengolahan dengan sumberdaya alam dan pemasarannya, (2) keterkaitan antara industri pengolahan yaitu hulu/dasar, industri hilir dan industri kecil, (3) keterkaitan antara industri pengolahan dengan industri pendukungnya, antara lain industri mesin, industri agroindustri dan industri pengolahan, (4) keterkaitan antara sektor industri dengan sektor ekonomi dan sektor-sektor lainnya antara lain sektor perhubungan, sektor jasa dan perbankan.
2.2. Agroindustri Hasil Pertanian Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan bagian dari agroindustri, yang mengolah bahan baku yang bersumber dari tanaman, binatang dan ikan. Pengolahan yang dimaksud meliputi pengolahan berupa proses transpormasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengepakan, dan distribusi. Pengolahan dapat berupa pengolahan sederhana seperti pembersihan, pemilihan (grading), pengepakan atau dapat pula berupa pegolahan yang lebih 50
canggih, seperti penggilingan (milling), penepungan (powdering), ekstraksi dan penyulingan
(extraction),
penggorengan
(roasting),
pemintalan
(spinning),
pengalengan (canning) dan proses pabrikasi lainnya. Dengan perkataan lain, pengolahan adalah suatu operasi atau rentetan operasi terhadap terhadap suatu bahan mentah untuk dirubah bentuknya dan atau komposisinya. Dari definisi tersebut terlihat bahwa pelaku agroindustri pengolahan hasil pertanian berada diantara petani yang memproduksi dengan konsumen atau pengguna hasil agroindustri. Dengan demikian dari uraian diatas menunjukan bahwa Agroindustri pengolahan hasil pertanian, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) dapat meningkatkan nilai tambah, (b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c) meningkatkan daya saing, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan produsen. Menurut Austin (1992), agroindustri hasil pertanian mampu memberikan sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan di kebanyakan negara berkembang karena empat alasan, yaitu: Pertama, agroindustri hasil pertanian adalah pintu untuk sektor pertanian. Agroindustri melakukan transformasi bahan mentah dari pertanian termasuk transformasi produk subsisten menjadi produk akhir untuk konsumen. Ini berarti bahwa suatu negara tidak dapat sepenuhnya menggunakan sumber daya agronomis tanpa pengembangan agroindustri. Disatu sisi, permintaan terhadap jasa pengolahan akan meningkat sejalan dengan peningkatan produksi pertanian. Di sisi lain, agroindustri tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga menimbulkan permintaan ke 51
belakang, yaitu peningkatan permintaan jumlah dan ragam produksi pertanian. Akibat dari permintaan ke belakang ini adalah: (a) petani terdorong untuk mengadopsi teknologi baru agar produktivitas meningkat, (b) akibat selanjutnya produksi pertanian dan pendapatan petani meningkat, dan (c) memperluas pengembangan prasarana (jalan, listrik, dan lain-lain). Kedua,
agroindustri
hasil
pertanian
sebagai
dasar
sektor
manufaktur.
Transformasi penting lainnya dalam agroindustri kemudian terjadi karena permintaan terhadap makanan olahan semakin beragam seiring dengan pendapatan masyarakat dan urbanisasi yang meningkat. Indikator penting lainnya tentang pentingnya agroindustri dalam sektor manufaktur adalah kemampuan menciptakan kesempatan kerja. Di Amerika Serikat misalnya, sementara usahatani hanya melibatkan 2 persen dari angkatan kerja, agroindustri melibatkan 27 persen dari angkatan kerja. Ketiga, agroindustri pengolahan hasil pertanian menghasilkan komoditas ekspor penting. Produk agroindustri, termasuk produk dari proses sederhana seperti pengeringan, mendominasi ekspor kebanyakan negara berkembang sehingga menambah perolehan devisa. Nilai tambah produk agroindustri cenderung lebih tinggi dari nilai tambah produk manufaktur lainnya yang diekspor karena produk manufaktur lainnya sering tergantung pada komponen impor. Keempat, agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi. Agroindustri dapat menghemat biaya dengan mengurangi kehingan produksi pasca panen dan menjadikan mata rantai pemasaran bahan makanan juga dapat memberikan
52
keuntungan nutrisi dan kesehatan dari makanan yang dipasok kalau pengolahan tersebut dirancang dengan baik.
2.3. Karakteristik Agroindustri Sebelum mengembangkan agroindustri pemilihan jenis agroindustri merupakan keputusan yang paling menentukan keberhasilan dan keberlanjutan agroindustri yang akan dikembangkan. Pilihan tersebut ditentukan oleh kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada tiga komponen dasar agroindustri, yaitu pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran. Pemasaran biasanya merupakan titik awal dalam analisis proyek agroindustri. Analisis pemasaran mengkaji lingkungan eksternal atau respon terhadap produk agroindustri yang akan ditetapkan dengan melakukan karakteristik konsumen, pengaruh kebijaksanaan pemerintah dan pasar internasional. Kelangsungan agroindustri ditentukan pula oleh kemampuan dalam pengadaan bahan baku. Tetapi pengadaan bahan baku jangan sampai merupakan isu yang dominan sementara pemasaran dipandang sebagai isu kedua, karena baik pemasaran maupun pengadaan bahan baku secara bersama menentukan keberhasilan agroindustri. Tetapi, karena pengkajian agronomi memerlukan waktu dan sumberdaya yang cukup banyak maka identifikasi kebutuhan pasar sering dilakukan terlebih dahulu. Alasan lain adalah karena lahan dapat digunakan untuk berbagai tanaman atau ternak, sementara pengkajian pemasaran dapat memilih berbagai alternatif tanaman atau ternak. 53
Karakteristik
agroindustri
yang
menonjol
sebenarnya
adalah
adanya
ketergantungan antar elemen-elemen agroindustri, yaitu pengadaan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran produk. Agroindustri harus dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari empat keterkaitan sebagai berikut: a) Keterkaitan mata rantai produksi, adalah keterkaitan antara tahapan-tahapan operasional mulai dari arus bahan baku pertanian sampai ke prosesing dan kemudian ke konsumen. b) Keterkaitan kebijaksanaan makro-mikro, adalah keterkaitan berupa pengaruh kebijakan makro pemerintah terhadap kinerja agroindustri. c) Keterkaitan kelembagaan, adalah hubungan antar berbagai jenis organisasi yang beroperasi dan berinteraksi dengan mata rantai produksi agroindustri. d) Keterkaitan internasional, adalah kesaling ketergantungan antara pasar nasional dan pasar internasional dimana agroindustri berfungsi. Pengelolaan agroindustri dapat dikatakan unik, karena bahan bakunya yang berasal dari pertanian (tanaman, hewan, ikan) mempunyai tiga karakteristik, yaitu musiman (seasonality), mudah rusak (perishabelity), dan beragam (variability). Tiga karakteristik lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah: Pertama, karena komponen biaya bahan baku umumnya merupakan komponen terbesar dalam agroindustri maka operasi mendatangkan bahan baku sangat menentukan operasi perusahaan agroindustri. Ketidakpastian produksi pertanian dapat menyebabkan ketidakstabilan harga bahan baku sehingga merumitkan pendanaan dan pengelolaan modal kerja. Kedua, karena banyak produk-produk agroindustri merupakan 54
kebutuhan yang harus dipenuhi atau merupakan komoditas penting bagi perekonomian suatu negara maka perhatian dan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan agroindustri sering terlalu tinggi. Ketiga, karena suatu produk agroindustri mungkin diproduksi oleh beberapa negara maka agroindustrilokal terkait ke pasar internasional sebagai pasar alternatif untuk bahan baku, impor bersaing, dan peluang ekspor. Fluktuasi harga komoditas yang tinggi di pasar internasional memperbesar ketidakpastian finansial disisi input dan output. Salah satu permasalahan yang timbul akibat sifat karakteristik bahan baku agroindustri dari pertanian adalah tidak kontinyunya pasokan bahan baku, sehingga seringkali terjadi kesenjangan antara ketersediaan bahan baku dengan produksi dalam kegiatan agroindustri (idle investment). Sebagai salah satu contoh pada tahun 1986 dari 6 janis kegiatan agroindustri terjadi idle investment sekitar 20–60 persen dengan urutan agroindustri adalah margarin, minyak kelapa, makanan ternak, dan pengolahan ikan (Soekartawi, 1991).
2.4. Teknis Pengolahan Agroindustri Hasil Pertanian Pemahaman tentang komponen-komponen pengolahan memerlukan pemahaman fungsi-fungsinya. Dari segi teknis, tiga tujuan pengolahan agroindustri adalah merubah bahan baku menjadi mudah diangkut, diterima konsumen, dan tahan lama. Fungsi pengolahan harus pula dipahami sebagai kegiatan strategis yang menambah nilai dalam mata rantai produksi dan menciptakan keunggulan kompetitif. Sasaran-sasaran ini dicapai dengan merancang dan mengoperasikan kegiatan 55
pengolahan yang hemat biaya atau dengan meragamkan produk. Fungsi teknis pengolahan seharusnya dipandang dari perspektif strategis tersebut. Dengan demikian manfaat agroindustri adalah merubah bentuk dari satu jenis produk menjadi bentuk yang lain sesuai dengan keinginan konsumen, terjadinya perubahan fungsi waktu, yang tadinya komoditas pertanian yang perishable menjadi tahan disimpan lebih lama, dan meningkatkan kualitas dari produk itu sendiri, sehingga meningkatkan harga dan nilai tambah. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Soekartawi (1991), bahwa agroindustri dapat meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan ketrampilan produsen, dan meningkatkan pendapatan. Yang perlu diperhatikan adalah penyebaran marjin dari meningkatnya nilai tambah tersebut antar mata rantai pemasaran. Untuk itu, diperlukan kebijaksanaan yang dapat menditribusikan manfaat dari terjadinya peningkatan nilai tambah tersebut. Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan aktivitas yang merubah bentuk produk pertanian segar dan asli menjadi bentuk yang berbeda sama sekali. Beberapa contoh aktivitas pengolahan adalah penggilingan (milling), penepungan (powdering), ekstraksi dan penyulingan (extraction), penggorengan (roasting), pemintalan (spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi lainnya. Pada umumnya proses pengolahan ini menggunakan instalasi mesin atau pabrik yang terintegrasi mulai dari penanganan input atau produk pertanian mentah hingga bentuk siap konsumsi berupa barang yang telah dikemas. Klasifikasi tahapan perubahan 56
bentuk pada proses pengolahan dan bentuk produk dalam agroindustri hasil pertanian adalah terlihat pada tabel 2.1. Alternatif teknologi yang tersedia untuk pengolahan hasil-hasil pertanian bervariasi mulai dari teknologi tradisional yang digunakan oleh industri kecil (cottage industry) sampai kepada teknologi canggih yang biasanya digunakan oleh industri besar. Dengan demikian alternatif teknologi tersebut bervariasi dari teknologi yang padat karya sampai ke teknologi yang padat modal. Tabel 2.1 Aktivitas Pengolahan, Bentuk Produk, dan Tingkatan Proses Perubahan Bentuk dalam Kegiatan Agroindustri Hasil Pertanian LEVEL DARI PROSES PERUBAHAN BENTUK I II III IV Aktivitas pengolahan Pemisahan Pembersihan Biji Pemasakan Kimiawi Penilaian Penggilingan Paterisasi perubahan Pemotongan Pengalengam Penyusunan Pencampuan Penggoengan Pemintalan Penyulingan Perakitan Aktivitas pengolahan Makanan Buah segar Tepung Produk sehari-hari instan Makanan Sayuran segar Kaleng Buah dan sayuan Produk Telur Goni Daging Ban Kapas Kuah Kayu Tektil and Karet Pakaian Perabotan Gula Minuman Sumber: Austin, 1981
57
2.5. Penerapan Dan Pengembangan Agroindustri Hasil Pertanian Teknologi maju dan mesin-mesin berkapasitas besar dapat mengurangi biaya peubah (variable cost) seperti biaya tenaga kerja per unit output serta dapat memperkuat kedudukan perusahaan di pasar produk bersangkutan, karena kualitas outputnya yang tinggi, standar kualitasnya yang konsisten, dan volume produksinya yang besar sehingga dapat menarik pembeli dengan jumlah pembelian besar. Tetapi tingkat produksi dan teknologi yang tinggi menuntut pengembangan prasarana, pengelolaan, dan tenaga kerja terampil. Disamping itu, karena biaya tetap (fixed cost) yang tinggi maka perusahaan seperti itu harus memiliki kepastian penyediaan bahan baku serta kepastian pasar untuk produk yang dihasilkan dan beroperasi mendekati kapasitas efektifnya agar perusahaan tersebut berjalan sehat (viable). Perlu diingat bahwa pilihan teknologi pada kebanyakan operasi pengolahan dapat dikelompokan ke dalam 2 kategori. Pertama, pilihan diantara berbagai jenis peralatan dan mesin-mesin untuk menyelesaikan proses yang sama. Kedua, pilihan diantara proses-proses yang menghasilkan produk akhir yang sama. Proses agroindustri tidak hanya terdiri dari operasi tunggal tetapi terdiri dari beberapa tahap dengan sistem-sistem penunjang. Masing-masing sistem mempunyai kendala dan alternatif teknis. Jenis teknologi yang digunakan untuk masing-masing sistem harus ditetapkan secara terpisah, tetapi kemudian dirangkaikan dalam kontek perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh, pertanyaan tentang sumber tenaga yang menjalankan mesin penggilingan; sedangkan tingkat tekanan uap yang
58
dirancang untuk mesin penggilling akan menentukan apakah motor-motor pada bagian pencucian digerakan tenaga listrik atau tenaga uap. Pada tahap-tahap produksi, setiap perusahaan agroindustri terdiri dari komponenkomponen fisik sebagai berikut: (a) penerimaan dan penyimpanan bahan mentah, (b) pengkondisian bahan mentah, (c) pengolahan utama (pemisahan, pemusatan, pencampuran, dan stabilitas), (d) pengemasan, (e) penyimpanan produk-produk yang dihasilkan, dan (f) pengiriman produk-produk yang dihasilkan. Disamping komponen-komponen fisik tersebut diatas, perusahaan agroindustri memerlukan sistem-sistem penunjang seperti sumber energi, air, bahan-bahan, perlakuan dan dan pembuangan limbah, pemeliharaan dan perbaikkan. Kebanyakan agroindustri juga mempunyai sistem penerimaan, penyimpanan, dan penyiapan bahan-bahan yang diperlukan dalam pengolahan secara terpisah, dan paling sedikit mempunyai sistem produk sampingan yang dilengkapi dengan tahap-tahap pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi. Sistem administrasi dan pengolahan serta perumahan staf juga diperlukan untuk menjamin operasi pabrik secara efisien. Untuk menemukan teknologi atau paket barang modal yang tepat untuk suatu perusahaan agroindustri, perusahaan tersebut harus memahami pasar yang dilayani dan memahami ketersediaan bahan baku. Setelah menetapkan produk yang diinginkan serta semua semua parameter dalam sistem penyediaan bahan baku, faktor-faktor yang berkaitan dengan teknologi pengolahan atau faktor-faktor yang berkaitan dengan persyaratan produk dan proses perlu diidentifikasi. 59
Dalam menyelidiki pilihan teknologi, beberapa pertanyaan berikut ini perlu mendapat jawaban: (a) sampai tingkat mana penggunaan kapasitas yang mungkin dan bagaimana pengaruhnya terhadap biaya produksi, (b) secara relatif, bagaimana pentingnya tenaga kerja, modal, dan faktor-faktor produksi lainnya dalam biaya setiap alternatif teknologi di lokasi yang direncanakan, (c) bagaimana setiap alternatif teknologi mempengaruhi produksi dan fleksibilitas pemasaran, (d) infrastruktur apa dan pelayanan pendukung apa yang diperlukan oleh masingmasing alternatif teknologi, dan (e) apa implikasi pengelolaan dari masing-masing teknologi dan faktor-faktor sosial ekonomi apa yang mempengaruhi penyediaan bahan baku, pekerja dan pelanggan. Pemilihan teknologi adalah satu keputusan yang sangat penting dalam pelaksanaan agroindustri. Austin (1981) menunjukkan bahwa kriteria utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan teknologi diantaranya adalah: a) Kebutuhan kualitas (quality requirements). Teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasar terutama yang menyangkut kualitas. Karena preferensi konsumen sangat beragam, maka teknologi yang dipilihpun harus mampu memenuhi kebutuhan tersebut. b) Kebutuhan pengolahan (process requirements). Sudah barang tentu bahwa setiap jenis alat pengolahan memiliki kemampuan tertentu untuk mengolah suatu bahan baku menjadi berbagai bentuk produk. Semakin tinggi kemampuan suatu alat untuk menghasilkan berbagai jenis produk, maka akan semakin kompleks jenis teknologinya dan akan semakin mahal investasinya. Oleh karena itu, pemilihan 60
teknologi harus memadukan pertimbangan antara kompleksitas teknologi dan biaya yang dibutuhkan. c) Penggunaan
kapasitas
(capacity
utilization).
Pemilihan
teknologi
harus
disesuaikan dengan kapasitas yang akan digunakan, sedangkan kapasitas yang akan digunakan sangat tergantung dari ketersediaan dan kontinuitas bahan baku (raw material). d) Kapasitas kemampuan manajemen (management capability). Biasanya suatu pengelolaan akan berjalan baik pada tahap awal karena besarnya kegiatan masih berada dalam cakupan pengelolaan yang optimal (optimum management size). Setelah besar, masalah biasanya mulai muncul dan hal itu menandakan bahwa skala usaha sudah melebihi kapasitas pengelolaan.
2.6. Kebijakan Nasional Pembangunan Agroindustri Kementerian pertanian Indonesia telah menetapkan asas strategi pembangunan pertanian yang dituangkan dalam pembangunan sistem agribisnis sebagai penggerak ekonomi nasional. Pada intinya asas strategi pembangunan pertanian tersebut mencakup empat hal penting, yiaitu (Departement Pertanian, 2007): 1. Pembangunan pertanian harus menjadi inti pembangunan nasional 2. Pembangunan pertanian harus dilakukan melalui pendekatan sistem agribisnis 3. Keberhasilan pembangunan agribisnis sebagian besar tergantung kepada faktor dan polisi yang berada di luar kewenangan Departemen Pertanian, sehingga diperlukan upaya koordinasi yang sangat baik antar instansi terkait 61
4. Pengembangan agribisnis harus dalam upaya meningkatkan daya saing, membangun ekonomi kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi dalam kerangka penguatan ekonomi daerah. Berdasarkan prosesnya, perancangan ini dibahagi menjadi: (1) perancangan dari bawah ke atas (bottom up planning); dan (2) perancangan dari atas ke bawah (topdown planning). Perancangan dari bawah ke atas dianggap sebagai pendekatan perancangan yang seharusnya diikuti kerana dipandang lebih didasarkan kepada keperluan nyata. Pandangan ini timbul kerana perancangan dari bawah ke atas ini dimulakan prosesnya dengan mengenali keperluan di peringkat penduduk yang secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan dan mendapat kesan dari aktiviti pembangunan yang dirancang. Perancangan dari atas ke bawah ialah pendekatan perancangan yang menerapkan teknik pelaksanaan rancangan induk kedalam rancangan lebih terperinci. Polisi desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana ditunjukkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang memberikan kuatkuasa semakin besar kepada kerajaan daerah telah menuntut berbagai perubahan dalam sistem pengelolaan pemerintahan. Salah satu perubahan tersebut adalah dalam sistem dan mekanisme perancangan pembangunan nasional yang lebih bersifat desentralistik. Sesuai dengan perubahan tersebut sekarang diperlukan pengaturan mengenai sistem dan mekanisme perancangan pembangunan nasional yang baru untuk mengakomodasikan berbagai tuntutan reformasi ke dalam suatu sistem
62
perancangan pembangunan nasional yang lebih demokratis, desentralistik, sinergis, komprehensif, dan berterusan.
2.7. Skenario Pertumbuhan Ekonomi Mengawali kerja beratnya, Pemerintah telah menetapkan sasaran-sasaran ekonomi yang diungkapkan dalam indikator-indikator laju pertumbuhan berikut: Mendorong laju pertumbuhan ekonomi dari 4,5% pada tahun 2003 menjadi 7,6% pada tahun 2009, sehingga dalam lima tahun mendatang dapat mencapai rata-rata 6,6% per tahun. Tingkat pertumbuhan ini, secara teoritik, diperlukan untuk menurunkan angka pengangguran dan tingkat kemiskinan. Pengangguran akan dikurangi dari 9,5% pada tahun 2003 menjadi 6,7 % pada tahun 2009. Sedangkan tingkat kemiskinan ditekan dari 16,6 % pada tahun 2004 menjadi 8,2 % pada tahun 2009. Sasaran laju pertumbuhan di atas hanya akan tercapai jika rasio investasi terhadap PDB dapat ditingkatkan dari 20,5% pada tahun 2004 menjadi 28,4% pada tahun 2009. Lebih lanjut, secara konsensual disebutkan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi umumnya mengandalkan pada aspek konsumsi, investasi dan ekspor. Laju pertumbuhan ekonomi yang kita alami selama tahun-tahun terkahir, ternyata lebih banyak didominasi oleh pertumbuhan konsumsi yang sangat berfluktuasi. Sedangkan pertumbuhan dengan meningkatkan investasi mengalami hambatan karena iklim investasi yang belum membaik, sementara negara-negara tetangga terutama di Asia Tenggara lebih menarik dan menjanjikan bagi investor. Keadaan ini diperburuk oleh 63
kondisi infrastruktur yang kurang memadai untuk menopang kebutuhan minimal pertumbuhan ekonomi yang kita butuhkan untuk menekan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Secara sektoral, pemerintah berketetapan hati menempuh kebijaksanaan untuk mempercepat pemulihan pertumbuhan ekonomi. Yang terkait langsung dengan UMKM, dalam berbagai kesempatan, telah dicanangkan tiga butir kebijakan pokok di bidang ekonomi. Pertama, adalah peningkatan layanan jasa -keuangan khususnya untuk pelaku UMKM, yang meliputi perbaikan layanan jasa perbankan, pasar modal, multifinance, asuransi, dan sebagainya. Kebijakan pokok kedua adalah peningkatan infrastruktur layanan jasa-keuangan, berupa akses pasar, layanan penagihan dan pembayaran, kemudahan investasi dan menabung, serta dukungan umum atas pelaksanaan transaksi perdagangan. Data tahun 2003 menunjukkan bahwa UMKM menyerap 99,45% tenaga kerja, tetapi hanya 58,3% dalam penciptaan nilai tambah. Akibatnya terdapat ketimpangan yang mencolok antara produktivitas per tenaga kerja antara UMKM dengan usaha besar yaitu 1:129. Jika seandainya produktivitas tenaga kerja dalam UMKM dapat menyamai 2% saja (dari 0.8% dewasa ini) dari produktivitas usaha besar maka nilai PDB Indonesia akan meningkatlebih dari 50% dari PDB tahun 2003.(Bakri, 2004). Peningkatan layanan jasa dan infrastruktur pendukungnya tidak akan berarti banyak tanpa
upaya
pembenahan
menyeluruh
untuk
meningkatkan
kemampuan
entrepreneurship bagi pelaku UMKM. Maka, kebijakan pokok ketiga adalah meningkatkan kemampuan dan penguasaan aspek-aspek teknis dan manajemen 64
usaha,
pengembangan
produk
dan
penjualan,
administrasi
keuangan,
dan
kewirausahaan secara menyeluruh.
2.8. Pengembangan Agroindustri Paparan skenario di atas tidak secara spesifik menunjukkan pada segmen industri apa
prioritas
pengembangan
akan
difokuskan.
Pengembangan
agroindustri
merupakan salah satu opsi yang perlu dipertimbangkan. Sebagai industri berbasis sumber daya, agroindustri berpotensi dapat meningkatkan cadangan devisa serta penyediaan lapangan kerja. Hal ini dinilai strategis mengingat Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di daerah tropis yang memiliki keragaman hayati (biodiversity) cukup besar. Untuk sektor perkebunan saja tidak kurang dari 145 komoditi yang tercatat sebagai komoditi binaan, sementara yang memiliki nilai ekonomis dapat diandalkan baru sekitar 10% diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, jambu mete (Saragih, 2002). Selanjutnya, pengembangan agroindustri akan sangat strategis apabila dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pengertian terpadu adalah keterkaitan usaha sektor hulu dan hilir (backward and forward linkages), serta pengintegrasian kedua sektor tersebut secara sinergis dan produktif. Sedangkan dengan konsepsi berkelanjutan, diartikan sebagai pemanfaatan teknologi konservasi sumberdaya dengan melibatkan kelompok/ lembaga masyarakat, serta pemerintah pada semua aspek.
65
Dengan demikian diperlukan jaringan kerja dan peran aktif semua pihak yang terkait. Keterpaduan dan berkelanjutan inilah yang menempatkan UKM yang tergabung dalam sentra sentra, menjadi variabel penting. Hal ini karena agroindustri, yang memproduksi kebutuhan konsumsi masyarakat memiliki .multiplier effects. tinggi karena keterlibatan berbagai komponen dalam masyarakat (Tambunan, 2003) Dari sisi perkembangan usaha dan kelembagaan, Departemen Perindustrian mendata 40 jenis komoditi dari air minum, ikan dalam kaleng, kecap, sampai dengan makanan ringan (snack food). Data yang dikumpulkan Depperindag (2003) menunjukkan bahwa perusahaan yang terlibat dalam agroindustri, jumlahnya meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2000 tercatat 2.673 perusahaan, dan berkembang menjadi 2.924 perusahaan pada tahun 2004. Meningkatnya jumlah perusahaan agroindustri ternyata berdampak terhadap meningkatnya jumlah tenaga kerja. Total tenaga kerja pada tahun 1999 adalah 735.388 dan tumbuh menjadi 744.777 pada tahun 2003. Jumlah tenaga kerja ini adalah karyawan yang terlibat langsung dalam perusahaan. Jumlahnya akan jauh lebih besar bila memperhitungkan tenagakerja yang tidak langsung terkait dengan perusahaan agroindustri, misalnya pedagang pengecer, pemasok, dan tenaga permanen. Sementara itu, perkembangan kapasitas produksi menunjukkan gambaran bahwa masih banyak kemampuan produk yang bias dioptimalkan. Data yang ada menunjukkan bahwa pada semua komoditi, total kapasitas terpasang masih lebih besar dibandingkan dengan produksi riil. Rata-rata utilitas pada tahun 2001 adalah
66
56,25% dan menjadi 14,94% pada tahun 2004. Dengan demikian terjadi peningkatan produksi, yang lebih banyak dapat memanfaatkan kapasitas terpasang. Dalam kegiatan ekspor-impor, agroindustri juga menunjukkan perkembangan. Dengan menggunakan ukuran berat/tonase, maka pada tahun 2000 diekspor 5.442 metrikton, meningkat menjadi 5.937 metrikton tahun 2003. Nilainya meningkat dari USD 2.743 juta pada tahun 2000 menjadi USD 3.769 juta pada tahun 2003. Sementara itu, dari sisi impor, ternyata juga mengalami kenaikan yaitu dari 1.835 metrikton pada tahun 2000 bernilai USD 696 juta menjadi 3.217 metrikton senilai USD 1.217 juta pada tahun 2003. Dari sisi investasi dalam agorindustri menunjukkan peningkatan walaupun tidak signifikan, yaitu dari totalinvestasi sebesar Rp. 26.729 milyar pada tahun 1999 menjadi Rp. 27.850 milyar pada tahun 2003. Data sebagaimana dilaporkan di atas secara umum menggambarkan tren peningkatan dalam berbagai aspek pengembangan agroindustri. Sudah barang tentu tren umum di atas kurang menampakkan aspek lain yang lebih rinci, misalnya; proporsi perkembangan komoditas strategis, jenis dan sebaran komoditas di masing-masing wilayah, dan produktivitas masing-masing unit produksi.
2.9. Permasalahan yang Dihadapi Masalah umum yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri adalah potensi agroindustri yang sangat besar belum sepenuhnya mampu diwujudkan secara berdaya-guna dan berhasil-guna hal ini disebabkan karena keterbatasan sumberdaya 67
permodalan, hambatan teknologi dan rendahnya efektivitas kelembagaan yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi strategis di atas. Permasalahan tersebut muncul karena adanya beberapa titik lemah dalam kebijakan dan implementasi program pengembangan agroindustri di Indonesia, terutama adalah sebagai berikut : 1) Rendahnya Produktivitas dan Daya Saing Pada fase awal krisis multidimensi pada tahun 1998, maka kegiatan agroindustri, tetap tegar menghadapi krisis. Akan tetapi situasi ini memunculkan masalah baru yaitu rendahnya produktivitas usaha dan disparitas pendapatan antar sektor, sehingga daya saing produk agroindustri kita khususnya di pasar internasional menurun. Produktivitas sangat terkait dengan aspek penerapan teknologi pengolahan, pengolahan hasil pertanian sebagian besar masih menggunakan teknologi serta peralatan pengolahan yang sampai saat ini sederhana dan masih belum memadai. Pengetahuan dan kesadaran petani sebagai produsen dan juga sebagai salah satu pelaku pasar masih kurang. Rendahnya penggunaan teknologi ini diakibatkan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia pelaku agroindustri masih rendah dan kurang tersedianya teknologi dan peralatan pengolahan secara merata. Lemahnya pembinaan dan penerapan jaminan mutu mempunyai andil terhadap rendahnya mutu produk yang dihasilkan agroindustri. Rendahnya kesadaran akan produk yang bermutu dan aman, sangat berpengaruh terhadap upaya-upaya peningkatan mutu hasil pertanian. Belum mampunya produk-produk agroindustri kita merespon perubahan tuntutan konsumen yang cenderung menyukai produk dengan kualitas tinggi, kontinyuitas pasokan, ketepatan waktu penyampaian, serta harga yang 68
kompetitif. Teknologi pengolahan yang telah ada ternyata tidak dimanfaatkan disebabkan (a) tidak tersedianya alat mesin yang produktif dan terjangkau, (b) kalaupun tersedia manajemen pengelolaannya masih sangat lemah (c) alat mesin panen dan pascapanen masih sangat mahal (d) adanya masalah sosiologis menyangkut penggunaan teknologi dan tenaga kerja manusia (Tambunan, 2003). 2) Keterbatasan kapasitas dan kemampuan pelaku agroindustri untuk menghimpun sumberdaya dalam rangka meningkatkan posisi tawarnya Sebagaimana telah dikemukakan bahwa salah satu ciri agroindustri di Indonesia adalah sebagian besar beroperasi dalam skala yang relatif kecil. Hal ini berarti bahwa agroindustri bersifat menyebar, masif, dengan sumberdaya yang tersebar dan terpisah-pisah. Hal semacam ini menimbulkan masalah tersendiri dalam organisasi dan tatalaksana yang mampu mengorganisir sumberdaya sehingga terhimpun menjadi kekuatan penyalur aspirasi yang dapat disinergikan secara efektif. Dewasa ini terdapat sekitar 34,42 juta unit usaha yang terdiri dari 2.000 unit usaha besar (konglomerasi), 37.000 unit usaha menengah dan selebihnya adalah unit usaha kecil. Usaha kecil tersebut, sebagian besar bergerak di bidang pertanian yakni 21,2 juta unit usaha atau 64% dari seluruh usaha kecil, bidang perdagangan 6,8 juta atau 17% dan bidang industri manufaktur 2,5 juta unit usaha atau 7,5% 6. Dari 33.381.000 unit usaha kecil hanya menguasai 33,9% PDB, sedang dari 2.000 usaha besar ternyata telah menguasai 61,1% PDB, dan sisanya sekitar 5% PDB dikuasai 37.000 unit usaha menengah.
69
Angka-angka di atas memperlihatkan adanya kesenjangan dalam produktivitas dan efisiensi antara industri-industri skala kecil, dan menengah di satu pihak dan industri-industri besar di lain pihak. Dari data agregat di atas, tampak hal yang ironis yaitu tidak terwakilinya aspirasi pelaku usaha agroindustri melalui institusi formal yang aspiratif. Walaupun jumlahnya besar namun posisi tawarnya secara politik tidak mampu terhimpun untuk menjadi kekuatan aspirasi kepentingan secara efektif. Hal ini penting karena dalam wacana pengambilan keputusan politik pada tingkat nasional, maka lobi-lobi politik diperlukan terutama untuk mempengaruhi opini publik, menjadi kelompok penekan dan sebagai institusi penyalur aspirasi dari konstituennya. 3) Lemahnya keterkaitan structural agroindustri, baik secara internal, maupun dalam hubungannya dengan sektor lain Pengembangan agroindustri semestinya menjadi pilihan yang strategis dalam menanggulangi permasalahan ekonomi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan adanya kemampuan yang tinggi dari agroindustri dalam hal perluasan kesempatan kerja, mengingat sifat industri pertanian yang padat karya dan bersifat masal. Potensi yang besar dan tersebar tersebut belum dapat dirangkai menjadi suatu keterkaitan yang integratif, baik antar wilayah, antar sektor, dan bahkan antara satu komoditas dengan komoditas lain. Pembangunan pertanian masa lalu dinilai cenderung bias pada padi dan beras. Sebagian besar upaya inovasi dan pembangunan teknologi program pertanian masa lalu difokuskan pada padi dan beras, sehingga inovasi dan pengembangan teknologi 70
bagi pangan lainnya berjalan sangat lamban bahkan tertinggal (Arifin, 2004). Akibatnya ketika kebijakan diversifikasi konsumsi pangan digalakkan untuk mengurangi ketergantungan pada beras, kemampuan untuk menyediakan produk pangan non-beras Indonesia tidak memadai sehingga kesempatan ini diisi oleh aneka pangan impor (Saragih, 2000). Lokasi usaha tani yang terpencarpencar dengan luasan yang sempit serta jauh dari lokasi agroindustri yang mengolah, menyebabkan kurang terintegrasinya bahan baku dengan industri pengolah. Perusahaan agroindustri pada umumnya tidak mempunyai lahan budidaya sendiri, tetapi sangat tergantung kepada pasokan bahan baku dan petani sekitarnya. Keadaan ini mengandung kesulitan manajemen yang tinggi karena beragamnya masing-masing usaha dan lemahnya kemitraan akibat kurangnya pemahaman pihak petani dan pengusaha agroindustri dalam pengelolaan hasil yang baik. Penyebab belum adanya koordinasi, integrasi tersebut karena belum adanya kebijakan-kebijakan dan program agroindustri terpadu, yang mencakup beberapa bentuk kebijaksanaan di tingkat perusahaan (firm level policy) kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis belum membuahkan hasil dan kebijaksanaan di tingkat system agroindustri yang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor, kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian terhadap agroindustri.
71
4) Kebijaksanaan makro dan mikro ekonomi yang kurang berpihak kepada agroindustri Pengembangan agroindustri pada berbagai skala kegiatan perlu didukung adanya kebijaksanaan makro dan mikro yang dapat menciptakan usaha yang kondusif, dan semakin memudahkan pelaku agroindustri dalam mengakses ke sumberdaya produktif. Selama ini pembangunan pertanian cenderung bias ke masyarakat perkotaan, menguntungkan penduduk kota, dan nilai tambahnya lebih banyak dinikmati penduduk kota (Arifin, 2004). Perhatian pada kepentingan non-pertanian khususnya sektor industri dan manufaktur (ketika pangan dan pertanian menjadi residual) jauh lebih besar daripada pemenuhan kebutuhan pangan penduduk serta kesejahteraan petani. Akibatnya, potensi produksi agroindustri belum dikelola secara optimal, menyebabkan produktivitas agroindustri kurang berkembang. Saragih (2000) mencatat bahwa di masa lalu, dengan orientasi pada peningkatan produksi (production-driven), maka yang menjadi motor penggerak sektor pertanian adalah
usahatani.
Dengan
demikian
usahatani
menentukan
perkembangan
agroindustri hilir dan hulu. Hal ini tidak menjadi masalah karena memang sesuai dengan kondisi pasar pada masa itu. Di samping itu, karena target pembangunan sektor pertanian masih diorientasikan untuk mencapai tingkat memaksimalkan produksi. Atribut-atribut produk yang terurai secara rinci dan lengkap, belum menjadi tuntutan konsumen. Namun dewasa ini, lebih-lebih dengan disosialisasikannya undangundang tentang perlindungan konsumen, orientasi sektor agroindustri telah 72
berubah kepada orientasi pasar yang secara dinamik berusaha memenuhi preferensi konsumen, dan sekaligus berupaya keras untuk menjaga keamanan dan kepuasan konsumen. Perubahan preferensi konsumen yang makin menuntut atribut produk yang lebih rinci dan lengkap serta adanya preferensi konsumen akan produk olahan, maka motor penggerak sektor pertanian berubah, dari usahatani kepada agroindustri. Keadaan ini mengharuskan adanya kebijaksanaan makro dan mikro yang berpihak kepada agroindustri.
2.10. Peluang Pengembangan Agroindustri Kendatipun terdapat hal-hal yang merupakan penghambat terhadap pertumbuhan agroindustri, namun sektor ini masih memiliki peluang untuk berkembang secara meyakinkan, terutama bila dikelola secara arif dan bijaksana. Peluang tersebut adalah a. Jumlah penduduk Indonesia yang kini berjumlah lebih dari 220 juta jiwa merupakan aset nasional dan sekaligus berpotensi menjadi konsumen produk agroindustri. Namun bila potensi ini tidak dikelola dengan baik, maka justru akan menjadi beban bagi kita semua. Tingkat pendapatan masyarakat yang semakin meningkat merupakan kekuatan yang secara efektif akan meningkatkan permintaan produk pangan olahan b. Berlangsungnya era perdangangan bebas berskala internasional, telah semakin membuka kesempatan untuk mengembangkan pemasaran produk agroindustri.
73
c. Penyelenggaran otonomi daerah memberikan harapan baru akan munculnya prakarsa dan swakarsa daerah untuk menyelenggarakan pembangunan sesuai dengan program dan aspirasi wilayah yang spesifik dan berdaya saing. Peningkatan kinerja pemerintah daerah, bila dibarengi dengan stabilitas politik merupakan faktor penting yang akan menarik minat para investor untuk mengembangkan agroindustri. d. Dari sisi suplai sumberdaya, agroindustri masih memiliki bahan baku yang beragam, berlimpah dalam jumlah dan tersebar di seluruh penjuru tanah air. Sementara itu kapasitas produksi usaha agroindustri yang masih dapat ditingkatkan. Modernisasi dan teknologi pengolahan yang semakin banyak diaplikasikan, merupakan jaminan akan meningkatnya kualitas dan kuantitas produksi agroindustri. e. Dalam proses produksinya, bahan baku agroindustri tidak bergantung pada komponen impor. Sementara pada sisi hilir, produk agroindustri umumnya berorientasi ekspor. Dihadapkan pada peluang, sebagaimana diuraikan di atas, sektor agroindustri memiliki potensi dan peluang dan cukup menjanjikan untuk dikembangkan.
74
2.11. Kendala Pengembangan Agroindustri Sebagai sektor yang mempunyai kekuatan untuk menjadi penggerak ekonomi nasional, agroindustri telah memperlihatkan peran yang sangat besar. Namun demikian pengembangan agroindustri dalam rangka mendukung ketahanan pangan juga menghadapi sejumlah kendala, antara lain adalah: a. Belum terfokusnya arah dan orientasi perkembangan agroindustri sehingga sulit untuk menetapkan skala prioritasnya. b. Belum efektifnya peran lembaga yang berperan dalam pengadaan stok produk agroindustri melemahkan sistem cadangan produk pertanian yang secara tradisional telah dikembangkan masyarakat selama ini. c. Sentra-sentra produksi belum dapat diandalkan untuk bekerja secara efektif dan efisien sehingga mampu menyediakan bahan baku dan menghasilkan produk secara berkesinambungan dalam jumlah dan kualitas yang memadahi. d. Penguasaan, pemilikan dan akses terhadap sarana teknologi dan alatalat pengolahan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas barang masih kurang. Faktor inilah yang menyebabkan mutu produk olahan belum dapat memenuhi standar kualitas yang diharapkan lebih-lebih penyesuaian dengan standarisasi produk yang diperlukan untuk mengisi pasar internasional. e. Pemasaran dan distribusi belum berkembang terutama karena keterbatasan infrastruktur berupa sarana transportasi, komunikasi dan informasi. f. Sumberdaya manusia yang memilki ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang profesional masih terbatas baik dalam jumlah, kualifikasi, maupun sebarannya. 75
g. Belum adanya kebijakan yang mengontrol dan mengendalikan ekspor bahan mentah untuk melindungi dan merangsang berkembangnya agroindustri di dalam negeri. Dengan gambaran yang cukup kompleks tersebut di atas, maka konsepsi pengembangan agroindustri, hendaknya diorientasikan untuk mewujudkan kondisi agroindustri yang diharapkan dengan karakter sebagai berikut ; 1) Meningkatnya Produktivitas dan Daya Saing Agroindustri Ketika Indonesia mengalami krisis multidimensional, agroindustri mampu menunjukkan kemampuannya untuk menjadi katup pengaman untuk mencegah terjadinya keterpurukan ekonomi yang lebih parah. Hal ini terjadi karena sesuai dengan ciri-ciri agroindustri. Ciri-ciri agroindustri ini terkait erat dengan karakteristik komoditas pertanian, yaitu: (a) bersifat musiman, (b) mudah rusak, (c) memakan tempat, (d) amat beragam, (e) transmisi harga rendah, dan (f) struktur pasar monopsonis (Arifin, 2003). Peningkatan produktivitas agroindustri diarahkan sehingga matarantai kegiatan agroindustri dalam negeri tidak lagi mengandalkan produk atau bahan baku diimpor. Kemandirian inilah yang perlu diwujudkan, sehingga kegiatan agroindustri diarahkan untuk mendukung substitusi impor, sehingga nilai tambah yang diciptakan dapat dinikmati pelaku agroindustri domestik, misalnya berupa penciptaan lapangan kerja baru. Meningkatnya produktivitas dan daya saing juga dapat dilihat dari sisi tersedianya bahan baku. Aneka sumber daya pertanian tersedia secara alami di seluruh pelosok tanah air. Sehingga pengembangan agroindustri tidak perlu 76
bergantung pada komponen impor. Sebaliknya, agroindustri umumnya di ekspor, sehingga menambah devisa bagi negara. Komoditas hasil usaha tani yang belum diolah pun memiliki peluang menghasilkan devisa. Tidak sedikit pula permintaan impor berbagai komoditas agroindustri kita ke negara-negara yang tidak memiliki sumber daya alam pendukung agroindustri. Dihadapkan pada cepatnya perubahan dan dinamika tuntutan masyarakat maka, meningkatnya daya saing agroindustri hendaknya diarahkan agar sektor ini muncul sebagai sektor andalan yang mampu memberi respons yang cepat dan besar terhadap dinamika pasar dan setiap kebijaksanaan pemerintah. Inilah hakekat dari peningkatan produktivitas dan daya saing. Untuk maksud tersebut peningkatan dan perbaikan teknologi produksi, distribusi, dan pemasaran sangat diperlukan, sebagai cara untuk menyesuaikan dengan tren perubahan tersebut di atas. 2) Menguatnya Kapasitas Dan Kemampuan Pelaku AgroindustriUntuk Menghimpun Sumberdaya Dalam Rangka Meningkatkan Posisi Tawar Agroindustri memiliki dimensi pemerataan karena melibatkan banyak pelaku pada berbagai strata sosial, mulai dari petani berskala usaha mikro hingga pengusaha agroindustri skala besar. Sektor ini melibatkan tenaga kerja cukup banyak yang selama ini tidak memperoleh kesempatan bekerja maupun berusaha di sektor formal. Kesempatan bekerja dan berusaha akan semakin besar dan semakin berkembang, seiring dengan berkembangnya agroindustri. Penguatan kapasitas dan kemampuan pelaku agroindustri sangat dimungkinkan karena agroindustri dapat diusahakan bahkan pada skala kecil relatif sehingga tidak memerlukan banyak modal investasi. 77
Usaha agroindustri skala kecil dapat bergerak luwes menyesuaikan diri dalam situasi yang cepat berubah karena tidak perlu terhambat oleh persoalan persoalan birokrasi sebagaimana yang sering dikeluhkan oleh perusahaan besar; usaha agroindustri kecil memiliki tenaga penjualan dan wirausaha yang tertempa secara alami; dan perubahan selera konsumen yang semakin bergeser dari produk-produk tahan lama yang dihasilkan secara massal ke produk produk yang lebih bersifat customized, yang akan lebih tepat untuk ditangani oleh usaha kecil. Para petani-nelayan merupakan kelompok yang dominan dalam masyarakat agroindustri, yang umumnya dicirikan dengan kecilnya pemilikan atau penguasaan faktor produksi terutama tanah dan modal. Tingkat kemampuan dan profesionalisme sumberdaya manusia yang umumnya masih rendah. Kekurangmampuan dalam memanfaatkan dan memperluas peluang dan akses pasar, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber permodalan, keterbatasan dalam penguasaan teknologi, dan kelemahan di bidang organisasi dan manajemen. Keterbatasan ini dapat mempengaruhi motivasi, perilaku dan kesempatan pengembangan usahanya. Selain itu, vokalitas untuk memperjuangkan pendapat dan kebutuhan dari kelompok ini biasanya relatif rendah. Agar kelompok ini dapat berkembang bersamasama pelaku ekonomi lainnya maka perlu adanya kebijaksanaan yang memberikan kesempatan dan peluang yang lebih besar agar para petani-nelayan, termasuk para pengusaha kecil dan menengah dapat mengembangkan usahanya (Saragih, 2000). Upayanya adalah menggabungkan sumberdaya mereka yang kecil dan tersebar, untuk
78
dipadukan dan disatukan dalam wadah yang efektif, representatif dan memiliki posisi tawar tinggi. Hanya dengan mensinergikan semua kompetensi itulah agroindustri kita akan mampu bersaing di pasar global. Dengan demikian, konsolidasi dan pengorganisasian pelaku agroindustri merupakan langkah efektif untuk meningkatkan posisi tawar. Suatu kebijaksanaan (policy) lahir antara lain karena desakan masyarakat kepada policy makers. Kebijakan akan berjalan dengan baik bila didukung oleh pemerintah yang memahami tentang makna dan tujuan kebijakan tersebut disertai kelompok pendukung kebijakan tersebut baik kelompok formal, maupun non-formal di masyarakat. Lemahnya peran kelompok pendukung kebijakan ketahanan pangan untuk mengingatkan .penguasa. menyebabkan kebijakan diresidualkan bahkan disimpangkan implementasinya. 3) Menguatnya Keterkaitan Struktural Agroindustri, Baik Secara Internal, Maupun Dalam Hubungannya Dengan Sektor Lain Upaya integral untuk memperkuat kaitan struktural agroindustri (secara internal maupun eksternal) merupakan keniscayaan. Sebab keberadaan agroindustri yang terpisah dengan industri hulu dan hilir tidak akan mampu menjadi penggerak ekonomi secara efektif. Sektor ini hanya dapat menjadi kekuatan yang efektif apabila dikombinasi dengan sektor hulu dan hilir serta industri penunjang lain yang terkait misalnya, transportasi, industri, perdagangan, dan jasa.
79
Agroindustri merupakan rangkaian kegiatan agrobisnis berbasis pertanian yang saling berkaitan dalam suatu sistem produksi, pengolahan, distribusi, pemasaran dan berbagai kegiatan atau jasa penunjangnya. Keterkaitan structural antar sub-sistem amat vital dan merupakan kunci sukses dalam membangun agroindustri yang tangguh. Kegiatan agroindustri dapat menghasilkan produk pangan dan/atau produk nonpangan. Bahkan hampir semua jenis pangan yang dipasarkan dan dikonsumsi berasal dari kegiatan produsen agroindustri di dalam negeri maupun di luar negeri. Bagi Indonesia, sejauh pada aspek produksi; tingkat kemandirian kita masih cukup tinggi karena sebagian besar produk agroindustri yang dikonsumsi penduduk utamanya berasal dari agroindustri dalam negeri. Diperlukan koordinasi kebijakan dengan lembaga terkait, agar kapasitas dan sumberdaya yang terkait dengan agroindustri dapat disinergikan secara efektif. Koordinasi antar pelaku dan pembina usaha akan melibatkan banyak Departemen dan Lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Karena itu, untuk keberhasilan pengembangan agroindustri diperlukan langkah yang mengkordinasikan dan mengintegrasikan kebijakan dan program secara lintas sektoral dan antar pusat-daerah secara harmonis, baik secara internal maupun dalam hubungannya dengan sektor lain. 4) Kebijaksanaan Makro dan Mikro Ekonomi Yang Mendukung Agroindustri merupakan sektor yang esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi (PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, 80
pembangunan ekonomi daerah, dan sebagainya. Agroindustri diharapkan mempunyai kemampuan untuk ikut memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional. Untuk melanjutkan misi tersebut, agroindustri membutuhkan payung pelindung berupa kebijaksanaan makro dan mikro. Kebijaksanaan ekonomi makro dan mikro diharapkan agar dapat menciptakan kesempatan dan kepastian usaha, melalui perannya sebagai penyedia pangan, secara beragam dan bermutu, dan peningkatan nilai tambah yang, pada gilirannya, dapat meningkatkan pendapatan atau daya beli penduduk. Upaya
peningkatan
nilai
tambah
melalui
kegiatan
agroindustri
selain
meningkatkan pendapatan juga dapat berperan penting dalam penyediaan pangan bermutu dan beragam yang tersedia sepanjang waktu. Dengan demikian, ketika terjadi kelangkaan pangan pada saat produksi rendah, maka pelaku agroindustri dapat berperan dalam menstabilkan harga. Seperti diketahui, agroindustri dapat berperan dalam peningkatan nilai tambah melalui empat kategori agroindustri (Saefuddin, 1999) dari yang paling sederhana (pembersihan dan pengelompokan hasil atau (grading); pemisahan (ginning) penyosohan, pemotongan dan pencampuran hingga ke pengolahan (pemasakan, pengalengan, pengeringan, dsb) dan upaya merubah kandungan kimia (termasuk pengkayaan kandungan gizi). Masing-masing jenis dan tingkat kegiatan memiliki karakteristik kebijaksanaan pengembangan yang spesifik, dalam hal; tingkat kesulitan, modal kerja, tingkat resiko, teknologi yang dibutuhkan dan tingkat marjin yang diperoleh. 81
Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan makro maupun mikro yang mampu, di satu pihak memberi insentif kepada pelaku agroindustri agar mengembangkan keseluruhan jenis kegiatan di atas secara proporsional. Di pihak lain, pengaturan tersebut diperlukan agar terdapat peningkatan keahlian pada setiap jenis kegiatan agroindustri di atas.
2.12. Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Sektor Agroindustri
Investasi Sektor Agroindustri
Tingkat Suku Bunga
Jumlah Tenaga Kerja
Krisis Ekonomi
Pertumbuhan Sektor Agroindustri
Perekonomian Kota Medan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Sektor Agroindustri
82
2.13. Hipotesis Penelitian Berdasar rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Investasi sektor agroindustri mempunyai efek yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan, ceteris paribus. 2. Tingkat suku bunga kredit mempunyai efek yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan, ceteris paribus. 3. Tenaga kerja sektor agroindustri mempunyai efek yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan, ceteris paribus. 4. Krisis ekonomi mempunyai efek yang signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan, ceteris paribus.
83
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan dengan menggunakan model ekonometrika. Faktor-faktor tersebut
antara lain: investasi
sektor agroindustri, tingkat suku bunga kredit, jumlah tenaga kerja sektor agroindustri dan krisis ekonomi.
3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan adalah data sekunder dengan jenis data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 22 tahun yaitu dari tahun 1986 sampai 2007. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS Kota Medan dan Propinsi Sumatera Utara, Badan Investasi dan Promosi Daerah Sumatera Utara, Bank Indonesia (BI), dan sumber-sumber lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian yang terkait dalam penelitian ini. Adapun data yang diperlukan antara lain PDRB sub sektor agroindustri, total investasi baik PMA dan PMDN di sektor agroindustri di Kota Medan dalam satuan milyar rupiah, tingkat suku bunga kredit dalam satuan persen, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor
84
agroindustri per tahun dalam satuan jumlah orang, krisis ekonomi (Dummy) berdasarkan dummy variabel.
3.3 Identifikasi Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini akan dipisahkan menjadi dua kelompok, yaitu variabel dependent (terikat), yaitu PDRB sub sektor agroindustri dan variabel independent (bebas), yaitu total investasi PMA dan PMDN sektor agroindustri, jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri, tingkat suku bunga kredit, serta dummy variabel krisis ekonomi. Seluruh variabel merupakan data time series tahunan dengan kurun waktu 1986 – 2007.
3.4 Model Analisis Metode analisis data yang digunakan adalah dengan metode regresi berganda OLS (Ordinary Least Square). Adapun urutan pengujian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut. Susunan Model Empirik: AGRO = f (INV, SB, TK, DUMMY)…………………………………………(1) Dari fungsi tersebut diatas, kemudian dispesifikasikan ke dalam model linear dengan model semi log atau dikenal dengan model Log-Lin yaitu, sebagai berikut: LogAGRO = α + β 1 INV(-1) + β 2 SB + β 3 TK + β 4 DUMMY + e...................(2) Dimana:
56
AGRO
= Sektor agroindustri/PDRB sub sektor agroindustri (milyar Rp)
INV
= Total investasi PMA dan PMDN sektor agroindustri (milyar Rp)
SB
= Tingkat suku bunga kredit (persen)
TK
= Jumlah tenaga kerja sektor agroindustri (Jiwa)
DUMMY
= Krisis ekonomi berdasarkan dummy (sebelum krisis tahun 19861996 D = 0 : krisis ekonomi tahun 1997-2007 D = 1)
α
= Konstanta
β1 β 2 β 3
= Koefisien regresi
e
= Variabel Pengganggu (error term)
3.5 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), hal ini dimungkinkan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan selama kurun 1986-2007, dan sebagai alat analisis yang digunakan untuk mengolah data dalam studi ini adalah dengan menggunakan bantuan program eviews 4.1.
57
3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) merupakan perbandingan antara variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh varabel independent secara bersama-sama dibandingkan dengan variasi total variabel dependen. Menurut Kuncoro (2001) bahwa koefisien determinasi (R 2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu (1) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Kuncoro, 2001). Formula R 2 sendiri menurut Gujarati (1995) adalah sebagai berikut.
^
R = 2
_
∑ (Y − Y ) ∑Y −Y
2
_
^
_
Nilai Y adalah nilai Y-estimate atau estimasi garis regresi. Dan Y adalah nilai Y-rata-rata. Tidak ada ukuran yang pasti seberapa besar R 2
untuk mengatakan
bahwa suatu variabel sudah tepat. Jika R 2 semakin besar atau mendekati 1, maka model semakin tepat.
58
3.6.2 Uji-F (Uji Keseluruhan)
Uji-F merupakan perbandingan antara variasi variabel dependen yang dijelaskan di dalam model dengan variasi yang dijelaskan oleh variabel di luar model. Menurut Kuncoro (2001) bahwa uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas (independen) yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Kriteria uji statistik F adalah bila nilai-F > 4, maka semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (Kuncoro, 2001).
3.6.3 Uji t-(Uji Parsial)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat (Kuncoro, 2001). Uji-t adalah uji signifikansi secara parsial yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Ho: β i = 0 (tidak ada pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen); dan 2) Ha: β i ≠ 0 (ada pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen). Kriteria uji adalah jika nilai t-hitung ≥ t-tabel, maka nilai β yang diuji adalah bermakna atau signifikan, jika t-hitung ≤ t-tabel, maka nilai β yang diperoleh kurang bermakna, atau nilainya tidak berbeda dari nol.
59
3.7 Pengujian Terhadap Validitas Asumsi Klasik
Dalam penghitungan regresi pada model persamaan (2) mungkin akan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang dibentuk. Untuk itu maka perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik (Arief, 1993).
3.7.1 Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linear diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tidak saling berkorelasi. Bila variabel-variabel bebas berkorelasi dengan sempurna, maka disebut multikolinieritas sempurna. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu : 1) Variasi besar (dari taksirasn OLS) 2) Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar, maka standar error besar sehingga interval kepercayaan lebar). 3) Uji-t tidak signifikan. Suatu variabel bebas secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana bias tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu besar, maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan. 4) R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari t-test. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi sehingga dapat menyesatkan interpretasi. 60
3.7.2 Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau penggunaan. Dengan menggunakan lambang µ secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini dilakukan uji Lagrance Multiplier (LM Test). Dengan membandingkan nilai X2 hitung dengan X2tabel, dengan kriteria penelitian sebagai berikut : 1
Jika nilai X2hitung > X2
tabel,
maka hipotesis yang dinyatakan bahwa tidak ada
autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak. 2
Jika nilai X2hitung < X2
tabel,
maka hipotesis yang dinyatakan bahwa tidak ada
autokorelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak.
3.7.3 Uji Normalitas
Asumsi yang digunakan adalah variabel pengganggu e dari suatu regresi berdistribusi normal yang memenuhi asumsi bahwa variabel e memiliki rata-rata nol (zero mean of disturbance), artinya bahwa garis regresi pada nilai variabel independen tertentu sehingga rata-rata error yang di atas regresi dan di bawah regresi kalau dijumlahkan hasilnya nol. Jika variabel e berdistribusi normal, maka variabel 61
yang diteliti (produktivitas kerja) juga berdistribusi normal. Menurut Gujarati (1995) untuk menguji normalitas e dapat digunakan formula Jarque-Berra (JB test) berikut: ⎡ S 2 ( K − 3) 2 ⎤ JB = n ⎢ + 24 ⎥⎦ ⎣6
Arti S adalah skewness (kemerengan) dan K kurtosis (keruncingan). Nilai-nilai kemencengan dan keruncingan atau S dan K dapat diperoleh dari program Eviews, pada analisis deskriptif. Hasil hitung JB kemudian dibandingkan dengan tabel Chi Square (χ 2 ) dengan derajat bebas 2, karena asumsi yang digunakan data terdistribusi normal, maka hasil yang diperoleh adalah JB hitung ≤ (χ 2 ) tabel.
3.7.4 Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar. Untuk menguji linearitas dalam penelitian ini digunakan uji Ramsey Reset (Ramsey Test), yaitu dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel, dengan kriteria keputusan sebagai berikut : 1. Jika Fhitung > Ftabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linear adalah benar, tidak ditolak. 2. Jika Fhitung < Ftabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linear adalah benar, ditolak
62
3.8 Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional, adalah sebagai sebagai berikut: 1. Agroindustri (AGRO) merupakan nilai output agroindustri yang diproxi dengan PDRB sub sektor agroindustri Kota Medan dalam satuan milyar rupiah. 2. Total investasi sektor agroindustri (INV) yaitu jumlah investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sektor agroindustri setiap tahunnya berdasarkan data realisasi dalam satuan milyar rupiah. 3. Tingkat suku bunga (SB) adalah rata-rata tingkat suku bunga kredit untuk jangka waktu 1 tahun dalam satuan persen. 4. Tenaga Kerja (TK) adalah jumlah orang yang bekerja di sektor agroindustri per tahun, berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC) atau Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUJ) dalam satuan jumlah orang/jiwa. 5. Krisis ekonomi (DUMMY) berdasarkan variabel dummy sebelum krisis tahun 1986-1996 D=0 : sesudah krisis tahun 1997-2007 D=1.
63
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Indikator Ekonomi Kota Medan
Ekonomi adalah aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi. Oleh karenanya, ekonomi sangat terkait dengan kemampuan setiap orang atau siapapun memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraannya, baik kemampuan untuk berproduksi atau mengkonsumsi berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan. Mengingat keterkaitan yang begitu tinggi antara kemajuan, dan kemakmuran, bahkan kesejahteraan dengan aspek ekonomi, maka aspek ekonomi secara umum dijadikan salah satu ukuran penting untuk menilai tingkat kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan aspek ekonomi sebagai bagian dari ukuran kinerja dalam pembangunan juga menjadi semakin penting sebab secara teknis operasional, konsep ekonomi menyediakan berbagai alat ukur kuantitatif yang relevan, untuk mengevaluasi proses pembangunan secara ekonomi. Oleh karena itu, untuk melihat keluaran, hasil dan manfaat serta dampak pembangunan yang telah dilaksanakan, sekaligus untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya, sangat lazim digunakan indikator makro perekonomian. Berdasarkan hal tersebut, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota Medan, khususnya di bidang ekonomi selama tahun 2006 dan periode 2004 – 2006
64
secara makro akan mengungkapkan hasil-hasil pembangunan kota yang telah dicapai melalui penyajian beberapa variabel ekonomi seperti: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB Perkapita, pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, ekspor dan import serta lain-lain. Sebagai ukuran makro yang sangat luas dimanfaatkan dalam analisis ekonomi pembangunan, adanya evaluasi dengan menggunakan indikator ekonomi ini sekaligus sangat membantu untuk mengamati apakah kebijakan-kebijakan pembangunan kota dalam bidang ekonomi yang selama ini diterapkan telah sesuai atau belum, efektif atau tidak, dengan rencana-rencana ekonomi yang telah ditetapkan, sehingga menggambarkan kemajuan dan peningkatan kemakmuran masyarakat sebagaimana yang diharapkan.
4.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan
Selama periode 2004 – 2006, perkembangan perekonomian Kota Medan ditandai oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari 33,12 trilyun rupiah pada tahun 2004 menjadi 42,79 trilyun rupiah pada tahun 2005 dan 48,92 triliyun rupiah pada tahun 2006, atau mengalami peningkatan rata-rata 23,87 persen/tahun. Berdasarkan data tabel di atas, diketahui bahwa penataan kembali perekonomian kota agar menjadi lebih baik, setelah semenjak pertengahan tahun 1997 sempat mengalami penurunan yang tajam akibat terjadinya resesi ekonomi secara nasional, dapat dikatakan cukup berhasil. Hal tersebut ditandai oleh pertumbuhan positif di berbagai sektor/ subsektor lapangan usaha ekonomi yang berjalan. 76
Tabel 4.1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004 – 2006 (Milyar Rupiah) Sektor / Lapangan Usaha
2004
2005
2006
(1)
(2)
(3)
(4)
1.012,23
1.306,92
1.447,70
2,20
2,60
3,28
5.602,44
7.094,92
7.960,60
899,98
917,53
1.093,03
2.908,82
3.502,80
4.795,79
PERTANIAN PERTAMBANGAN & PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH KONSTRUKSI PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN TRANSPORTASI DAN TELEKOMUNIKASI KEUANGAN DAN JASA PERUSAHAAN JASA-JASA PDRB
8.945,38 11,271,82 12.679,93 5.689,84
7.979,78
9.024,10
4.654,51
6.063,88
6.673,03
3.399,95
4.652,21
5.245,46
33.115,35 42.792,45 48.922,90
Sumber: BPS Kota Medan Lapangan
usaha
yang
memberikan
konstribusi
cukup
besar
terhadap
pembentukan PDRB Kota Medan selama periode 2004–2006 adalah sektor perdagangan/hotel/restoran, disusul transportasi/telekomunikasi, sektor industri pengolahan, dan sektor keuangan/jasa perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa perekonomian Kota Medan digerakkan sektor-sektor tersier dan sekunder secara dominan.
77
Sejalan dengan perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku, maka PDRB atas dasar harga konstan 2000, selama periode 2004-2006 juga menunjukkan peningkatan cukup berarti, yang menggambarkan tumbuhnya sektor dan sub sektor produksi serta perdagangan barang dan jasa secara riil. Tabel 4.2. Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 – 2006 (milyar rupiah) Sektor / Lapangan Usaha
2004
2005
2006
(1)
(2)
(3)
(4)
661,96
670,58
696,01
0,77
0,78
0,73
3.725,21
3.842,15
4.095,39
404,19
413,36
435,64
2.522,96
2.712,63
3.011,37
6.202,57
6.850,44
7.274,04
4.308,89
4.637,20
5.255,18
KEUANGAN & JASA PERUSAHAAN
3.343,87
3.507,54
3.683,04
JASA-JASA
2.452,72
2.637,75
2.784,74
23.623,14 25.272,42
27.236
PERTANIAN PERTAMBANGAN & PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH KONSTRUKSI PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN TRANSPORTASI & TELEKOMUNIKASI
PDRB
Sumber BPS Kota Medan Peningkatan PDRB atas dasar harga konstan ini rata-rata sebesar 7,65 persen/tahun atau dari Rp 23,62 trilyun tahun 2004, menjadi Rp 27,24 trilyun tahun 2006. Berdasarkan data tabel tersebut di atas, juga diketahui bahwa peningkatan PDRB secara riil terjadi hampir di seluruh lapangan usaha sektoral, terutama sektor
78
perdagangan/hotel/restoran
dan
transportasi/telekomunikasi
menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan. Sektor perdagangan/hotel/restoran meningkat dari 6,20 triliyun pada tahun 2004 menjadi 7,27 triliyun pada tahun 2006. Sedangkan sektor transportasi/telekomunikasi, meningkat dari 4,31 triliyun pada tahun 2004 menjadi 5,26 triliyun pada tahun 2006
Sumber: BPS Kota Medan Gambar 4.1. PDRB Kota Medan ADH Berlaku dan Konstan Tahun 2000 Periode 2004-2006 4.3. Struktur Ekonomi Kota Medan
Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang (mengikuti pertumbuhan PDRB), akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer, khususnya industri pengolahan dengan increasing return to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan, bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan
79
pendapatan masyarakat per kapita, dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi. Perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi struktural dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan pengginaan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2004–2006 menunjukkan, lapangan usaha utama seperti industri pengolahan, lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan
usaha
transportasi/telekomunikasi
serta
lapangan
usaha
keuangan/persewaan/ jasa, merupakan lapangan usaha yang dominan dalam perekonomian Kota Medan. Masing-masing lapangan usaha ini memberikan kontribusi yang relatif stabil, bahkan secara total keempat sektor ini pada tahun 2006 memberikan kontribusi sekitar 74,28 persen. Bila diamati lebih rinci, maka pada tahun 2006 masing-masing sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar 16,27 persen untuk sektor industri pengolahan, 25,92 persen dari sektor perdagangan/hotel/ restoran, 18,45 persen dari sektor pengangkutan dan telekomunikasi dan 13,64 persen dari sektor keuangan/persewaan/jasa perusahaan.
80
Tabel 4.3. Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004 - 2006 (%) SEKTOR / LAPANGAN USAHA
2004
(1) 1. PRIMER PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 2. SEKUNDER INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH KONSTRUKSI 3. TERTIER PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN TRANSPORTASI DAN TELEKOMUNIKASI KEUANGAN DAN JASA PERUSAHAAN JASA-JASA JUMLAH Sumber: BPS Kota Medan
2005
2006
(2) 3,06 3,06 0,01 28,42 16,92 2,72 8,78 68,52
(3) 3,06 3,05 0,01 26,91 16,58 2,14 8,19 70,03
(4) 2,97 2,96 0,01 28,31 16,27 2,23 9,80 68,73
27,01
26,34
25,92
17,18 14,06 10,27
18,65 14,17 10,87
18,45 13,64 10,72
100,00
100,00
100,00
Tahun 2004, peranan empat sektor utama ini dalam pembentukan PDRB sebesar 75,17 persen, dengan rincian: sektor industri pengolahan sebesar 16,92 persen, sektor perdagangan,
hotel,
restoran
sebesar
27,01
persen,
sektor
pengangkutan,
telekomunikasi sebesar 17,18 persen serta sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan sebesar 14,06 persen. Bila diamati lebih lanjut, terjadi perubahan share yang menurun pada sektor pertanian, industri pengolahan, hal ini disebabkan sudah semakin terbatasnya lahanlahan untuk kawasan pertanian dan industri di Kota Medan. Sedangkan pada sektor yang perubahan share-nya meningkat adalah transportasi/telekomunikasi dan jasa-
81
jasa, hal ini disebabkan pesatnya penggunaan alat telekomunikasi dan dinamisnya kegiatan sosial ekonomi masyarakat Kota Medan. Sedangkan sektor lainnya cenderung fluktuatif perubahan share-nya.
Gambar 4.2. Struktur PDRB Menurut Penggolongan Sektor Tahun 2004-2006
4.4. Peluang Investasi Di Kota Medan
Kota Medan merupakan kota ke 3 (tiga) terbesar di Indonesia setelah kota Jakarta dan Surabaya, dilihat dari luasnya wilayah, jumlah penduduk, aktivitas industri dan perdagangan barang dan jasa. Saat ini pemerintah Kota Medan sedang berusaha pula untuk memperbesar luas wilayahnya. Melihat kondisi ini peluang bisnis di berbagai bidang seperti bidang industri, pariwisata, perbankan dan lain-lain akan semakin menjanjikan keuntungan bagi para investor lokal maupun asing. Investasi merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pada perekonomian tertutup, sumber dana investasi sematamata berasal dari tabungan
82
domestik. Sedangkan pada perekonomian terbuka sumber dana dapat diperoleh melalui dana dari luar wilayah. Pertumbuhan produksi pada dasarnya dipengaruhi oleh perkembangan faktorfaktor produksinya. Salah satu faktor produksi tersebut adalah modal (investasi). Banyak studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal (investasi). Sejak tahun 2001 penanaman modal (investasi) di Kota Medan secara berangsurangsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh faktor-faktor ekonomi yang dimiliki, tetapi didukung juga oleh faktor faktor non ekonomi, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu. Langkah-langkah strategis yang ditempuh adalah dengan mengembangkan kemitraan stratejik diantara sesama pelaku usaha dengan Pemerintah Kota yang kenyataannya mampu menumbuhkan minat berinvestasi para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Kota Medan, di berbagai bidang lapangan usaha potensial. Hal ini juga tidak terlepas dari persepsi yang sama dari seluruh stakeholders tentang perlunya menarik investasi lebih besar, untuk menggerakkan roda perekonomian dalam volume yang lebih besar, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak, sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Perkembangan positif penanaman modal selama tahun 2005-2007 dapat dilihat dari perkiraan nilai investasi di berbagai sektor lapangan usaha, baik yang berasal dari Penanaman Modal Dalam
83
Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), di samping sektor Pemerintah dan rumah tangga.
4.5. Pertumbuhan Sektor Agroindustri di Kota Medan
Kinerja pembangunan pertanian di Kota Medan dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor pertanian mulai tahun 2003 sekitar 3,1%; lalu pada tahun 2004 menjadi sekitar 0,7%; tahun 2005 sekitar 0,2%; dan tahun 2006 sekitar 0,9%. Konstribusi pertanian terhadap GDP justru mengalami peningkatan seiring dengan daya tahan sektor ini terhadap gejolak krisis moneter. Konstribusinya yang terus meningkat sejak tahun 2003 sampai 2006 masing-masing ditunjukkan oleh angka berikut: 16,53% pada tahun 2003; 16,07% pada tahun 2004; 16,64% pada tahun 2005; dan 19,41% pada tahun 2006. Tabel 4.4. Indikator Pertumbuhan PDRB Kota Medan
Item
Tahun 2003 2004 Pertumbuhan (Persen) 2005 2006 2003 2004 Distribusi (Distribusi) 2005 2006 Sumber: BPS Kota Medan
PDRB 7.8 4.9 -13.7 0.1 100 100 100 100
INDIKATOR Industri Pertanian 10.7 3.1 5.6 0.7 -15.6 0.2 1.3 0.9 43.2 16.53 43.88 16.07 48.04 16.64 42.86 19.41
Jasa -5.6 19.6 -16.6 -3.3 40.27 40.05 35.32 37.73
Di sisi lain kinerja sektor industri dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor industri mulai tahun 2003 sekitar 10,7%; lalu mulai tahun 2004 menurun menjadi
84
sekitar 5,6%; pada tahun 2005 jatuh menjadi sekitar -15,6%; dan mulai tahun 2006 sedikit membaik menjadi sekitar 1,3%. Penurunan kinerja industri secara keseluruhan juga diikuti dengan menurunnya konstribusi industri dalam PDRB Kota Medan. Sejak tahun 2003 hingga tahun 2006 kontribusinya berturut-turut adalah sekitar 43,20% pada tahun 2003; 43,88% pada tahun 2004; 48,04% pada tahun 2005; dan 42,86% pada tahun 2006 seperti terlihat pada tabel 4.4. Tabel 4.5. Laju Pertumbuhan Sektor Agroindustri di Kota Medan Laju Pertumbuhan (atas dasar harga berlaku) Makanan, minunan, & tembakau Tekstil, brg kulit, & alas kaki Brg kayu & hasil-hasilnya Kertas & brg cetakan Pupuk, kimia & brg dari karet Semen & brg galian bukan logam Logam dasar, besi, & baja Alat angkutan, mesin,& peralatannya Barang lainnya Laju Pertumbuhan (atas dasar harga konstan 2000) Makanan, minunan, & tembakau Tekstil, brg kulit, & alas kaki Brg kayu & hasil lainnya Kertas & brg cetakan Pupuk, kimia & brg dari karet Semen & brg galian bukan logam Logam dasar, besi, & baja Alat angkutan, mesin,& peralatannya Barang lainnya Sumber: BPS Kota Medan
2003 (%) 10,72 2,12 1,43 0,84 2,97 0,77 0,92 2,89 0,12
2004 (%) 11,45 2,04 1,29 0,82 2,93 0,79 0,85 2,69 0,12
2005 (%) 13,51 2,12 1,33 0,95 2,45 0,82 0,94 2,23 0,13
2006 (%) 40,65 6,21 2,82 2,99 7,03 1,77 2,69 3,42 0,21
17,16 8,71 3,21 6,85 9,05 10,97 8,04 4,60 9,74
14,78 -1,71 -4,68 6,72 4,77 4,02 -0,57 -1,82 5,31
3,38 -5,00 0,53 -0,97 -18,28 -3,48 0,93 -29,46 1,16
2,46 0,03 -5,37 4,84 7,25 1,32 0,94 -18,34 -9,12
85
Sementara itu khusus untuk industri pengolahan hasil pertanian, komposisi sebarannya berdasarkan harga berlaku dan laju pertumbuhan berdasarkan harga konstan 1993 untuk industri pengolahan hasil pertanian di dalam PDRB mulai tahun 2003 hingga tahun 2006 meliputi yang terutama: (1) industri makanan, minuman, dan tembakau dengan sebaran antara tahun 2003 sampai 2006 masing-masing adalah 10,72%; 11,45%; 13,51%; dan meningkat 40,65%; dan (2) industri barang kayu dan hasil-hasilnya dengan sebaran antara tahun 2003 sampai 2006 relatif konstan masingmasing adalah 1,43%; 1,29%; 1,33%; dan 2,82%. Sementara itu laju pertumbuhan antara tahun 2003 sampai 2006 menunjukkan kinerja yang menurun, yaitu sebagai berikut: untuk (1) industri makanan, minuman, dan tembakau masing-masing adalah: 17,16%; 14,78%; 3,38%; dan 2,46%; dan (2) industri barang kayu dan hasil-hasilnya masing-masing adalah: 3,21%; -4,68%; 0,53%; dan - 5,37% seperti yang terlihat pada tabel 4.5. Beberapa sektor tersebut diatas memperlihatkan bahwa setidaknya terdapat tiga tantangan utama yang satu sama lain berkaitan, yaitu: (1) bagaimana mensinergikan dan mensinkronisasikan ketiga sektor tersebut sehingga dapat mewujudkan daya dorong yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi; sekaligus (2) mengurangi kesenjangan pertumbuhan di antara ketiga sektor itu, karena masing-masing sektor menujukkan keterkaitan yang kuat dengan penyediaan lapangan kerja, penyerapan modal, dan penyerapan teknologi; dan (3) meningkatkan daya saing nasional melalui suatu pendekatan pembangunan lintas sektor, lintas wilayah, dan antar-sektor dan wilayah, sebagai suatu kebijakan pembangunan yang komprehensif. 86
4.6. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Analisis data ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi di sektor agroindustri, tingkat suku bunga kredit, jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri, serta variabel dummy krisis moneter, terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software program E-views 4.1. Dari pengolahan data tersebut diperoleh hasil estimasi untuk faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. Tabel 4.6. Ringkasan Hasil Analisis Model Estimasi LAGRO = 10.705 + 1.923*INV(-1) - 2.614*SB + 0.974*TK + 0.117*DUMMY Variabe Std.Err RDWCoeff. t-stat. Prob. F-stat. l or Square Stat. 10.7051 0.09238 115.8753* 0.000 α 2 5 ** 0 1.92320 0.39570 3.228456* 0.001 INV 5 5 ** 6 0.48306 0.000 0.82503 17.6824 1.87164 SB 2.61422 5.412190* 2 5 6 1 3 0 ** 0.97420 0.28030 3.475520* 0.007 TK 7 7 ** 2 DUMM 0.11662 0.05935 0.123 1.964987* Y 2 0 8 Sumber: Data diolah (Lampiran 2)
Ket. :
***signifikan α 1 % *signifikan α 10 %
87
Tabel 4.6 mengindikasikan bahwa pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu: investasi di sektor agroindustri, tingkat suku bunga kredit, jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri serta variabel dummy krisis moneter, berikut adalah pembahasan selengkapnya: 1. Investasi di sektor agroindustri (INV)
Dari hasil estimasi diketahui bahwa variabel investasi di sektor agroindustri (INV) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. Hal ini berarti bahwa semakin besar tingkat investasi di sektor agroindustri, maka pertumbuhan sektor agroindustri (LAGRO) akan semakin meningkat. Nilai koefisien regresi investasi di sektor agroindustri sebesar 1.923205 berarti bahwa setiap peningkatan investasi di sektor agroindustri 1 %, maka pertumbuhan PDRB sub sektor agroindustri akan meningkat Rp. 1.923205 milyar, ceteris paribus. 2. Tingkat suku bunga kredit (SB)
Dari hasil estimasi diketahui bahwa variabel suku bunga kredit (SB) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi suku bunga kredit, maka pertumbuhan sektor agroindustri (LAGRO) akan semakin menurun. Nilai koefisien regresi tingkat suku bunga kredit (SB) sebesar -2.614220 berarti bahwa setiap peningkatan tingkat suku bunga kredit sebesar 1 %, maka pertumbuhan PDRB sub sektor agroindustri akan turun sebesar Rp. 2.614220 milyar, ceteris paribus.
88
3. Jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri (TK)
Dari hasil estimasi diketahui bahwa variabel jumlah tenaga kerja sektor agroindustri (TK) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. Hal ini berarti bahwa semakin besar jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri, maka pertumbuhan sektor agroindustri (LAGRO) akan semakin meningkat. Nilai koefisien regresi jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri (TK) adalah sebesar 0.974207 berarti bahwa setiap penambahan tenaga kerja di sektor agroindustri 1 %, maka pertumbuhan PDRB sub sektor agroindustri akan meningkat sebesar Rp. 0.974207 milyar, ceteris paribus. 4. Variabel dummy krisis moneter (DUMMY)
Dari hasil estimasi diketahui bahwa variabel dummy krisis moneter (DUMMY) bernilai positif dan berpengaruh siginifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. Hal ini mengindikasikan bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 2006 memberikan berpengaruh cukup besar terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di kota Medan. 4.7. Analisis Statistik dan Intepretasi Ekonomi 4.7.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R 2 )
Koefisien determinasi (R 2 ) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik dari garis regresi. Uji ini untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Kriterianya jika nilai R 2 mendekati satu (1). Ini berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
89
untuk memprediksi variasi variabel dependen. Hasil analisis menunjukkan nilai R 2 adalah 0.8250 berarti variabel yang dipilih pada variabel independen dapat menerangkan variasi variabel dependen (pertumbuhan agroindustri) sebesar 82,50%, sedangkan sisanya 17,50 % diterangkan variabel residual.
4.7.2. Hasil Uji Keseluruhan (Uji-F)
Uji-F bertujuan untuk mengetahui sejauh mana variabel yang dipilih sudah cukup tepat (besar peranannya) dan menunjukkan apakah semua variabel independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Kriteria ujinya adalah jika nilai-F > 4, maka semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen. Hasil analisis menunjukkan nilai-F adalah 17.68245 > 4, maka semua variabel independen yaitu jumlah investasi di sektor agroindustri, tingkat suku bunga kredit, jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri dan variabel dummy (krisis moneter) secara bersama-sama dengan signifikan mempengaruhi pertumbuhan agroindustri di Kota Medan.
4.7.3. Hasil Uji Parsial (Uji-t)
Uji-t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat secara parsial. Uji signifikansi secara parsial dapat dirumuskan sebagai berikut:
90
1. Ho: βi = 0 (tidak ada pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen); dan 2. Ha: βi ≠ 0 (ada pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa t hitung untuk variabel investasi sektor agroindustri adalah sebesar 3.228 dengan tingkat signifikansi sebesar (0.0016) atau pada taraf kepercayaan (99%) dan dengan derajat kebebasan sebesar 17, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 2.898. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa t hitung > t tabelα/2, maka nilai t berada dalam wilayah penolakan (rejection region). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa variabel investasi di sektor agroindustri berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. Untuk variabel suku bunga kredit didapati nilai t hitung adalah sebesar -5.412 dengan tingkat signifikansi (0.0003) atau pada taraf kepercayaan hingga mencapai (99%) dan dengan derajat kebebasan sebesar 17, maka nilai t tabel adalah sebesar 2.898, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hitung > t tabelα/2 maka nilai t berada dalam wilayah penolakan (rejection region), dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel suku bunga kredit berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. Untuk variabel jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor agroindustri nilai t hitung adalah sebesar 3.476 dengan tingkat signifikansi (0.0072) atau hingga pada taraf kepercayaan (99%) dan dengan derajat kebebasan sebesar 17, maka nilai t tabel adalah 2.898 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hitung < t tabelα/2 maka 91
nilai t berada dalam wilayah penerimaan (accepted region), dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri memberi berpengaruh, namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. Sedangkan nilai t hitung untuk variabel dummy (krisis monener) adalah 1.965 dengan tingkat signifikansi (0.1238) atau pada taraf kepercayaan (90%) dan dengan derajat kebebasan sebesar 17, maka nilai t tabel adalah 1.840 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hitung > t tabelα/2 maka nilai t berada dalam wilayah penolakan (rejection region), dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel krisis moneter berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan.
4.8. Hasil Uji Validitas Asumsi Klasik 4.8.1. Hasil Uji Multikolinearitas
Untuk mendeteksi masalah multikolinearitas dilakukan dengan membandingkan nilai R2y.x dengan nilai R2x.x. Kriteria keputusan: 1. Jika nilai R2y.x < R2x.x, maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada masalah multikolinearitas dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak. 2. Jika nilai R2y.x > R2x.x, maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada masalah multikolinearitas dalam model empiris yang digunakan ditolak.
92
Uji korelasi parsial (partial correlation test) dilakukan dengan model : INV
= c0 + c1SB+ c2TK + c3Dummy + µ………........………….... .(1)
SB
= d0 + d1INV + d2TK + d3Dummy + Ði ................................... (2)
TK
= e0 + e1INV + e2SB + e3Dummy. + əi..................................... (3)
Dummy
= f0 + f1INV+ f2SB + f3TK + πi................................................ (4)
Dari hasil estimasi (Lampiran 3) kemudian diperoleh hasil sebagai berikut : Nilai R2 INV, SB, TK,, Dummy
= 0.4325
b. Nilai R2 SB, INV, TK, Dummy
= 0.2817
c. Nilai R2 TK, INV, SB, Dummy
= 0.2142
a.
d. Nilai R2 Dummy, INV,
SB, TK
= 0.7102
Nilai R2 LAGRO, INV, SB, TK, Dummy lebih tinggi dari nilai nilai R2 INV, SB, TK, Dummy, nilai R2 SB, INV, TK, Dummy,
nilai R2
TK, INV, SB, Dummy,
maupun R2
Dummy, INV, SB, TK
maka dalam
model empiris tidak ditemukan adanya multikolinieritas.
4.8.2. Hasil Uji Autokorelasi
Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini dilakukan melalui uji Lagrange Multiplier Test (LM Test), yaitu dengan membandingkan nilai X²
hitung
dengan X²
tabel.
Berdasarkan hasil uji (Lampiran 4), diperoleh nilai X2-hitung
1.337 yang lebih kecil dari X-tabel 9,542 berarti dalam model ini tidak ditemukan adanya autokorelasi.
93
4.8.3. Hasil Uji Normalitas
Hasil analisis Normalitas diperoleh dengan menggunakan Jargue-Bera (J-B test) dengan derajat bebas 2 pada level keyakinan 95% adalah 12,34 dan keyakinan 99% adalah 9,54. Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa JB hitung sebesar 0.70 lebih kecil dari 9.54 berarti data termasuk dalam kelas berdistribusi normal pada keyakinan 99% sehingga terpenuhi asumsi normalitas jika variabel e berdistribusi normal maka variabel yang diteliti juga berdistribusi normal.
4.8.4. Hasil Uji Linieritas
Untuk menguji linearitas dalam penelitian ini digunakan uji Ramsey Reset (Ramsey RESET Test), yaitu dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel, dengan kriteria keputusan sebagai berikut: 3. Jika Fhitung > Ftabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linear adalah benar, ditolak. 4. Jika Fhitung < Ftabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linear adalah benar, diterima. Berdasarkan output regresi/estimasi (lihat Lampiran 6) dapat diketahui bahwa model telah memenuhi kriteria linearitas. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil perhitungan F-hitung kemudian dibandingkan dengan F-tabel. Berdasarkan hasil
94
regresi/estimasi maka ditemukan besarnya nilai F-hitung adalah 2.83 < dari F-tabel (4;17) = 4,67, ini berarti model telah memenuhi kriteria linearitas.
95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab terdahulu maka diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel-variabel bebas dalam model penelitian yaitu investasi sektor agroindustri, tingkat suku bunga kredit, jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri, dan variabel dummy (krisis moneter) mampu menjelaskan pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. 2. Dari hasil estimasi/regresi menunjukkan bahwa variabel investasi di sektor agroindustri berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. 3. Variabel suku bunga kredit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. 4. Variabel jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan. 5. Variabel dummy krisis moneter berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di kota Medan. 6. Berdasarkan pengujian terhadap asumsi klasik, maka didapati bahwa model sudah memenuhi syarat linearitas dan normalitas serta terbebas dari multikolineaitas, dan autokolerasi. 96
5.2. Saran
Mencermati dari hasil penelitian tesis ini, maka penulis memberikan pemilihan strategi yang tepat sasaran sebagai berikut : 1. Mengingat bahwa investasi di sektor agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting bagi pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan, maka pemerintah perlu mengambil kebijakan yang tepat untuk mendorong investasi baik PMA maupun PMDN. 2. Kepada otoritas moneter diharapkan dapat membantu pertumbuhan sektor agroindustri dengan mengatur tingkat suku bunga acuan (BI rate) yang rendah dan stabil, karna tingkat suku bunga BI rate akan di menjadi acuan tingkat suku bunga bank-bank umum yang dapat mempengaruhi perkembangan sektor agroindustri khususnya di Kota Medan. 3. Studi ini hanya mengkaji faktor yang mempengaruhi pertumbuhan agroindustri hanya dengan menggunakan empat varibel yaitu: investasi, tingkat suku bunga kredit, jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri, serta variabel dummy krisis moneter. Variabel-variabel tersebut masih sangat sangat sederhana dan terbatas, serta masih sangat banyak variabel-variabel lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan agroindustri tersebut. Oleh karena itu, kepada peneliti lain diharapkan dapat menggunakan variabel-variabel lain yang lebih kompleks sehingga dapat menemukan hasil yang lebih mendalam dan komprehensif.
78
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Mewa et al (2001). Bagaimana Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Ketahanan Pangan Golongan Miskin ? Bulletin Agro Ekonomi I (2) 2001 : 7-12 Austin, J.E. (1981). Agroindustrial Project Analysis. EDI Series in Economic Development. Washington, D.C.USA. Azis, A. (1992). Siapa dan Bagaimana Menggarap Agroindustri. Makalah pada seminar Nasional Agroindustri III. Desember 1992. Yogyakarta. Badan Agribisnis. (1997). Rencana Strategis Badan Agribisnis Repelita VII. Badan Agribisnis Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Propinsi Sumatera Utara. (2006). Laporan Penanaman Modal (PMA/PMDN) Tahun 1968 sampai dengan Tahun 2005. BKPMD Propinsi Sumatera Utara. Baharsyah, S. (1993). Pendayagunaan Sumberdaya Manusia, IPTEK dan Faktor Penunjang lainnya dalam Pengembangan Agroindustri. Makalah pada Lokakarya dan seminar Pengembangan Agroindustri. Jakarta. Brown, J.G., Deloitte, Touche. (1994). Agroindustri Investment and Operations. The World Bank. Washington, D.C. USA. Budiono. (1999). Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE UGM, Yogyakarta Gitinger, J.P. (1982). Economic Analysis of Agricultural Project. John Hopkin University Press. USA. Gujarati, Damodar N .(1988), Basic Econometrics, Second Edition, MacGraw-Hiil Book Co.; India. Hardinsyah dan Martianto, (2001). Pembangunan Ketahanan Pangan yang Berbasis Agribisnis dan Pemberdayaan Masyarakat. Makalah pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret 2001. Hardinsyah, D. ET (1998). Kajian Kelembagaan untuk Pemantauan Ketahanan Pangan. Kerjasama Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) IPB, UNICEF dan Biro Perencanaan Deptan. Bogor.
79
Hardinsyah dan Martianto, (2001). Pembangunan Ketahanan Pangan yang Berbasis Agribisnis dan Pemberdayaan Masyarakat. Makalah pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret 2001. Hardinsyah (2000). Arah Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Menuju Ketahanan Pangan. Dalam Pertanian dan Pangan. Rudi Wibowo (ed). Sinar Harapan. Jakarta. Hardinsyah, D. Martianto, et al (1999). Membangun Ketahanan Pangan yang Tangguh. Prosiding Seminar Pembanguan Gizi dan Pangan dari Perspektif Kemandirian Lokal. PERGIZI PANGAN Indonesia dan CRESCENT. Bogor. Hardinsyah (2000). Arah Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Menuju Ketahanan Pangan. dalam Pertanian dan Pangan. Rudi Wibowo (ed). Sinar Harapan. Jakarta. Hick, P.A. (1995). An Overview of Issues ang Strategies in The Development of food Processing Industries in Asia and The Pacific. APO Symposium, 28 September – 5 October 1993. Tokyo. Kartasapoetra, G. (1985). Manajemen Pertanian (Agribisnis). PT. Bina Aksara. Jakarta. Kotler, P., Jatusripitak, S., dan Maesincee, S., (1998). Pemasaran Keunggulan Bangsa, (Penerjemah Drs. Aldi Jenie), PT. Prenhallindo, Jakarta. Lukmana, A. (1995). Peluang dan Tantangan Agroindustri dalam Menghadapi Era Globalisasi. Makalah Seminar Sehari tentang Peluang dan Tantangan Agroindustri dalam Menghadapi Era Globalisasi. Fateta IPB. Bogor. Saragih, Bungaran (2000). Kebijakan pertanian untuk merealisasikan agribisnis sebagai penggerak utama perekonomian negara. Paper pada Panel Diskusi Jakarta American Club. Jakarta, November 14, 2000. Centre policy for agro studies
LAMPIRAN 1: DATA PENELITIAN
9,733.63
Suku Bunga (SB) 16.52
Tenaga Kerja (TK) 164,861
13,376.86
5,691.11
16.24
120,589
0
1988
13,845.18
5,527.98
15.09
130,349
0
1989
14,596.62
5,434.96
16.21
259,930
0
1990
15,134.14
5,929.56
16.50
167,450
0
1991
15,741.59
6,265.83
15.42
177,080
0
1992
16,324.43
6,657.09
14.87
182,098
0
1993
16,989.17
6,547.09
14.65
189,521
0
1994
17,328.99
6,884.43
15.05
191,516
0
1995
17,774.71
6,906.57
14.37
186,955
0
1996
17,962.75
7,000.62
14.87
332,647
0
1997
18,380.01
7,224.12
17.24
174,120
1
1998
17,989.74
7,442.03
19.42
169,808
1
1999
18,028.06
6,303.87
18.20
366,563
1
2000
18,391.97
7,338.78
14.03
166,913
1
2001
18,665.95
7,374.64
14.45
158,108
1
2002
18,904.13
7,463.76
12.34
158,598
1
2003
19,298.24
7,708.83
12.42
152,389
1
2004
20,337.03
7,809.93
12.65
152,907
1
2005
21,305.37
8,100.08
12.42
160,634
1
2006
20,976.42
8,432.45
12.13
160,742
1
2007
22,756.52
8,567.34
12.25
162,346
1
Tahun
Agroindustri (AGRO)
Investasi (INV)
1986
12,593.32
1987
DUMMY
0
LAMPIRAN 2: HASIL REGRESI LAGRO = 10.705 + 1.923*INV(-1) - 2.614*SB + 0.974*TK + 0.117*DUMMY Dependent Variable: LAGRO Method: Least Squares Date: 03/05/09 Time: 18:22 Sample(adjusted): 1987 2007 Included observations: 20 Excluded observations: 1 after adjusting endpoints Variable C INV(-1) SB TK DUMMY R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient 10.70512 1.923205 -2.614220 0.974207 0.116622 0.825032 0.778373 0.023600 0.008354 49.42819 1.871646
Std. Error t-Statistic 0.092385 115.8753 0.395705 3.228456 0.483061 -5.412190 0.280307 3.475520 0.059350 1.964987 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.0000 0.0016 0.0003 0.0072 0.1238 10.70822 0.050130 4.442819 4.193886 17.68245 0.000015
LAMPIRAN 3: UJI MULTIKOLINEARITAS INV-1 =f (SB, TK, DUMMY) Dependent Variable: INV(-1) Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 08:45 Sample(adjusted): 1987 2007 Included observations: 21 after adjusting endpoints Variable C SB TK DUMMY R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
7416.717 -126.0172 0.003986 1442.400 0.432491 0.385284 525.0396 4686332. -159.1119 0.880825
986.3453 7.519392 60.78600 -2.073129 0.002667 1.494469 243.2905 5.928716 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0000 0.0537 0.1534 0.0000 7027.493 935.9070 15.53447 15.73342 15.51646 0.000041
SB = f (INV-1, TK, DUMMY) Dependent Variable: SB Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 08:45 Sample(adjusted): 1987 2007 Included observations: 21 after adjusting endpoints Variable C INV(-1) TK DUMMY R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
22.77229 -0.001601 1.33E-05 1.680721 0.281717 0.154961 1.871632 59.55113 -40.74199 0.757031
4.793343 4.750816 0.000772 -2.073129 9.59E-06 1.386326 1.463272 1.148605 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0002 0.0537 0.1836 0.2666 14.80095 2.036020 4.261142 4.460099 2.222514 0.122706
TK =f (INV-1, SB, DUMMY) Dependent Variable: TK Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 08:46 Sample(adjusted): 1987 2007
Included observations: 21 after adjusting endpoints Variable C INV(-1) SB DUMMY R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
-105627.7 29.13135 7642.875 -60112.78 0.214215 0.075547 44884.28 3.42E+10 -252.5277 2.243524
173495.6 -0.608821 19.49278 1.494469 5513.043 1.386326 33382.59 -1.800722 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.5507 0.1534 0.1836 0.0895 180726.8 46682.25 24.43121 24.63016 1.544802 0.239317
DUMMY =f (INV-1, SB, TK) Dependent Variable: DUMMY Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 08:47 Sample(adjusted): 1987 2007 Included observations: 21 after adjusting endpoints Variable C INV(-1) SB TK R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
-2.912652 0.000467 0.042849 -2.66E-06 0.710160 0.659012 0.298842 1.518207 -2.214291 0.746609
0.929739 -3.132764 7.88E-05 5.928716 0.037305 1.148605 1.48E-06 -1.800722 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0061 0.0000 0.2666 0.0895 0.523810 0.511766 0.591837 0.790794 13.88438 0.000079
LAMPIRAN 4: UJI AUTOKORELASI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.111354 1.336857
Probability Probability
0.895466 0.744992
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 03/05/09 Time: 18:24 Presample and interior missing value lagged residuals set to zero. Variable C INV(-1) SB TK DUMMY RESID(-1) RESID(-2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
-0.004099 1.452106 -0.000243 -6.567209 -0.002846 -0.055807 -0.098885 0.056843 -0.436922 0.025136 0.008214 49.59805 1.835025
0.099280 -0.041283 1.241705 0.117135 0.003337 -0.072758 1.380207 -0.047439 0.022261 -0.127830 0.312129 -0.178794 0.316399 -0.312532 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.9677 0.9085 0.9431 0.9629 0.9002 0.8609 0.7596 2.20E-15 0.020969 -4.259805 -3.911299 0.037118 0.999692
LAMPIRAN 5: UJI NORMALITAS 7 Series: Residuals Sample 1986 2007 Observations 22
6 5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4 3 2 1 0 -0.06
Jarque-Bera Probability -0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
-5.92E-16 -0.000304 0.043751 -0.058350 0.026221 -0.418931 2.749534 0.701018 0.704329
LAMPIRAN 6: UJI LINEARITAS Reset Spesification = 1 Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
2.829650 3.151424
Probability Probability
0.777790 0.683251
Test Equation: Dependent Variable: LAGRO Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 10:43 Sample: 1987 2007 Included observations: 20 Excluded observations: 1 Variable C INV(-1) SB TK DUMMY FITTED^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
504.1416 0.300104 -1.530312 4.248605 4.095483 -4.185601 0.801088 0.730048 0.026046 0.009498 48.14562 1.949446
541.5644 0.930899 0.400113 0.919689 1.661552 -0.921013 4.604205 0.921022 4.446692 0.921018 4.595263 -0.910851 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.3677 0.3733 0.3726 0.3726 0.3726 0.3778 10.70822 0.050130 4.214562 3.915843 11.27659 0.000165