1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT
OLEH ERIKA H14104023
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN ERIKA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke Amerika Serikat (dibimbing oleh SRI MULATSIH). Setiap tahun volume ekspor meubel kayu tumbuh seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan perkapita dunia. Amerika Serikat adalah negara importir terbesar di dunia untuk meubel kayu selain itu juga Amerika Serikat adalah pangsa pasar terbesar Indonesia untuk meubel kayu. Jumlah penduduk dan pendapatan per kapita Amerika Serikat adalah faktor yang sangat mendukung bagi ekspor meubel kayu Indonesia. Tetapi hal tersebut tidak menjadi keuntungan yang berarti bagi Indonesia karena jumlah ekspor meubel kayu Indonesia hanya mengusai pasar Amerika yang relatif kecil. Tahun 2007 pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat sebesar 29,05 persen. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat dan menganalisis potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang merupakan data sekunder, berupa data deret waktu (time series) dari tahun 1993tahun 2007. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia yang diolah menggunakan Microsoft Excel 2003. Sedangkan metode kuantitatif diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menggunakan program Eviews 4.1. Berdasarkan hasil penelitian variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat adalah harga ekspor meubel kayu, harga meubel kayu di Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, pendapatan per kapita Amerika Serikat, dan variabel dummy yang menjelaskan kondisi perekonomian sebelum dan setelah krisis. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata yaitu variabel nilai tukar riil Indonesia terhadap Amerika dan harga meubel kayu di Indonesia. Harga meubel kayu AS tidak sesuai dengan hipoteisis diduga karena meubel kayu Indonesia memiliki daya saing yang rendah dibandingkan produk dari China. Daya saing yang rendah disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: ekonomi biaya tinggi, rendahnya investasi, dan minimnya teknologi yang digunakan para pengusaha terutama teknologi pada tahap finishing. Potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia dilihat dari Gross Domestic Product Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, dan nilai tukar mata uang. GDP Amerika Serikat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pertumbuhan rata-rata GDP Amerika Serikat dari tahun 1993 sampai tahun 2007 sebesar 3,17 persen. Jumlah penduduk Amerika Serikat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penduduk Amerika Serikat terhadap penduduk dunia rata-rata yaitu sebesar 4,23 persen dari tahun 1996 sampai tahun 2007. Nilai tukar dollar Amerika akan mempengaruhi volume ekspor meubel kayu sebab harga meubel kayu yang diperdagangkan di pasar dunia menggunakan satuan dollar Amerika. Hal ini secara tidak langsung telah menciptakan suatu potensi pasar terhadap ekspor meubel kayu Indonesia.
3
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT
OLEH ERIKA H14104023
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
4
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Erika
Nomor Registrasi Pokok
: H14104023
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke Amerika Serikat
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr NIP. 131 849 397
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
5
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 13 Agustus 2008
Erika H14104023
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tiga Binanga pada tanggal 12 Juli 1986 dari ayah Ir. Raden Sukesmi dan ibu Rosmawati. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Penulis pernah mengenyam pendidikan di SD Negeri 02 Padang Sidimpuan, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 05 Padang Sidimpuan dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 03 Padang Sidimpuan dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kampus seperti Sharia Economics Student Club (SES-C) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Disamping organisasi kampus, penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah yaitu Himpunan Mahasiswa Tapanuli Selatan-Bogor (IMATAPSEL-BOGOR).
7
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke Amerika Serikat”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis haturkan kepada: 1. Ayahanda Raden Sukesmi dan Ibunda Rosmawati tercinta, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M Sc, Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Idqan Fahmi M.Ec selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lebih baik. 4. Tony Irawan, M.App.Ec selaku komisi pendidikan yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 5. Semua staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang telah memberikan bantuan sehingga memudahkan penulis menyelesaikan skripsi ini. 6. Para peserta seminar yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini. 7. Adikku tersayang Fitriani, Ainul Arif, dan Doan Lesmana terima kasih atas dukungannya selama penulis melakukan penelitian. Kekasiku Abdul Manan yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 8. Saudari Dwi Endah K, Vebriani Z, Sinta A, Wenda Y, Rian A, Yulia Novika J, dan seluruh teman-teman di Ima Tapsel Bogor terima kasih atas bantuan dan dukungannya kepada penulis.
8
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan masyarakat serta dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam Ilmu Ekonomi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya. Penulis menghaturkan maaf apabila terdapat hal yang kurang berkenan selama penulisan skripsi ini. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, 13 Agustus 2008
Erika H14104023
9
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiii I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 6 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 8 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 9 2.1 Tahap dalam Proses Produksi Meubel Kayu ............................................. 9 2.2 Teori Perdagangan Internasional ............................................................ 11 2.3 Ekspor.................................................................................................... 14 2.3.1 Harga ............................................................................................ 15 2.3.2 Pendapatan.................................................................................... 16 2.3.3 Nilai Tukar.................................................................................... 18 2.3.4 Populasi ........................................................................................ 19 2.4 Regresi Berganda ................................................................................... 20 2.5 Variabel Dummy .................................................................................... 22 2.6 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN........................................................................ 26 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual ............................................................ 26 3.2 Hipotesis ................................................................................................ 30 IV. METODE PENELITIAN............................................................................ 32 4.1 Waktu Penelitian.................................................................................... 32 4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 32
10
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data.................................................... 33 4.4 Perumusan Model .................................................................................. 33 4.5 Definisi Operasional............................................................................... 34 4.6 Pengujian Hipotesis................................................................................ 35 4.6.1 Kriteria Uji Statistik ...................................................................... 35 4.6.2 Kriteria Uji Ekonometrika ............................................................. 38 4.7 Masalah Pengujian Model Regresi ......................................................... 38 V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MEUBEL KAYU ................................. 42 5.1 Industri Meubel Kayu Indonesia............................................................. 42 5.2 Ekspor Meubel Kayu Indonesia.............................................................. 44 5.2.1 Tren Perkembangan Ekspor dan Impor Meubel Kayu Indonesia................................................................. 46 5.2.2 Ekspor Meubel Kayu Indonesia berdasarkan Negara Tujuan ......... 46 5.3 Perkembangan Industri Meubel Kayu Indonesia..................................... 47 5.4 Jumlah Investasi Industri Meubel Kayu Indonesia.................................. 50 5.5 Permasalahan Industri Meubel Kayu Indonesia ...................................... 51 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 56 6.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke Amerika Serikat................................................................ 56 6.2 Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis ............................................. 57 6.3 Uji Ekonometrika.................................................................................. 58 6.4 Interpretasi Variabel Eksogen................................................................ 60 6.5 Potensi Amerika Serikat sebagai Negara Tujuan Ekspor Meubel Kayu Indonesia............................................................. 66 6.5.1 Gross Domestic Product (GDP) ................................................... 67 6.5.2 Jumlah Penduduk ......................................................................... 68 6.5.3 Nilai Tukar................................................................................... 69 VII. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 71 7.1 Kesimpulan .......................................................................................... 71 7.2 Saran.................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73 DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... 75
11
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Ekspor Non Migas Utama Menurut Sektor (Juta US$) .................................. 1 2. Sumbangan Sektor Kehutanan terhadap Perolehan Devisa Indonesia (US$ Juta) ......................................................... 3 3. Negara Eksportir Meubel Kayu Terbesar di Dunia (US$ Juta)...................... 4 4. Negara Tujuan Utama Ekspor Meubel Kayu Indonesia Tahun 2007 .............. 5 5. Jenis dan Sumber Data Penelitian................................................................ 32 6. Klasifikasi Meubel Kayu............................................................................. 43 7. Perkembangan Ekspor Meubel Kayu Indonesia........................................... 45 8. Volume Ekspor Meubel Kayu Indonesia berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2007 ......................................................................... 47 9. Performance Perkembangan Industri Meubel Kayu Indonesia..................... 49 10. Perkembangan Kapasitas dan Produksi Meubel Kayu (Ribu M3) ................ 50 11. Jumlah Investasi Industri Hasil Hutan (Rp miliar) ....................................... 51 12. Hasil Estimasi Persamaan Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke Amerika Serikat...................................................................... 56 13. Negara Utama Tujuan Ekspor NonMigas Indonesia (Juta US$)................... 66 14. Nilai dan Pangsa Pasar Meubel Kayu Indonesia di Amerika Serikat ............ 67 15. Pertumbuhan Gross Domestic Product Amerika Serikat.............................. 68 16. Jumlah Penduduk Terbanyak di Dunia ........................................................ 68 17. Persentase Penduduk Amerika Serikat terhadap Penduduk Dunia................ 69 18. Perubahan Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Dollar AS (Rp/US$) .............. 70
12
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Nilai Perdagangan Meubel Dunia (US$ Miliar) ............................................. 3 2. Kurva Perdagangan Internasional ................................................................ 13 3. Kurva Kemungkinan Produksi .................................................................... 17 4. Hubungan Nilai tukar Riil dengan Ekspor Bersih ....................................... 18 5. Analisis Parsial Pertambahan Populasi ........................................................ 19 6. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................................. 29 7. Ekspor Meubel Indonesia berdasarkan Bahan Baku..................................... 43 8. Proporsi Ekspor Meubel Kayu Indonesia, 2005 ........................................... 44 9. Perkembangan Ekspor dan Impor Meubel Kayu Indonesia .......................... 46
13
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data IHK Amerika Serikat, IHK Indonesia, dan IHPB Tahun Dasar 2000 (2000=100).................................................................... 76 2. Data Hasil Estimasi dalam Persamaan OLS................................................. 77 3. Hasil Estimasi Persamaan OLS ................................................................... 78 4. Uji Normalitas ............................................................................................ 78 5. Uji Autokorelasi.......................................................................................... 79 6. Uji Heteroskedastisitas................................................................................ 80 7. Uji Multikolinearitas ................................................................................... 81
14
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman secara bertahap membuat struktur ekonomi berubah dari yang semula didominasi oleh pertanian tradisional ke arah kegiatan ekonomi yang lebih modern dengan penggerak sektor industri. Pada tahun 80-an, terjadi perubahan struktur ekspor dari yang semula didominasi oleh ekspor migas menjadi ekspor nonmigas. Ekspor merupakan salah satu komponen atau bagian dari pengeluaran agregat. Makin banyak jumlah barang yang diekspor, makin besar pengeluaran agregat, dan makin tinggi pula pendapatan nasional negara yang bersangkutan. Peranan ekspor dalam pertumbuhan ekonomi sebuah negara berkembang seperti Indonesia adalah penting. Pertambahan jumlah ekspor dapat meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri, situasi tersebut akan mempunyai dampak terhadap perluasan kesempatan kerja dan berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan devisa. Ekspor Indonesia tahun 2006 mencapai US$ 100,7 miliar atau naik 17,55 persen dibanding tahun 2005. Pada tahun yang sama ekspor nonmigas mencapai US$ 79,5 miliar atau naik 19,68 persen. Ekspor hasil industri mencapai US$ 64,9 miliar atau naik 16,72 persen (Departemen Perindustrian, 2007). Tabel 1. Ekspor NonMigas Utama Menurut Sektor (Juta US$) No. 1. 2. 3. 4.
Sektor Pertanian Industri Pertambangan Lain-lain
2002 2003 2.589,00 2452,60 38.688,90 40.835,90 3.743,70 3.995,60 4,50 5,20
Sumber: BPS, diolah Departemen Perindustrian (2007)
2004 2005 2006 2.531,40 2.906,80 3.398,50 48.656,80 55.566,90 64.990,20 4.761,40 7.946,80 11.191,50 4,40 7,80 8,90
15
Ekspor hasil industri dari total ekspor nonmigas adalah yang terbesar daripada sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor lainnya. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sektor industri dari tahun 2002 sampai tahun 2006 mengalami pertumbuhan dan memberikan sumbangan terbesar terhadap sektor nonmigas. Sebagai negara yang memiliki wilayah hutan yang luas maka industri hasil hutan mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan terutama jika pengembangannya direncanakan dan dikelola dengan baik. Salah satu industri pengolahan hasil hutan tersebut yaitu industri meubel kayu. Industri meubel kayu merupakan industri agribisnis yang berasal dari industri kerajinan tangan. Industri meubel kayu penting dan bisa menjadi salah satu andalan ekspor karena didukung oleh besarnya potensi sumber daya manusia khususnya dalam hal mengukir dan upah yang murah. Usaha meubel telah lama dikenal di Indonesia dan merupakan budaya turun-temurun. Masih prospektifnya industri meubel kayu karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif daripada negara lain dalam memproduksi kayu. Hutan tanaman di Indonesia umur 7 tahun sudah bisa dipanen sedangkan di Eropa baru bisa dipanen umur 13-14 tahun (Departemen Kehutanan, 2006). Tabel 2 menunjukkan nilai ekspor meubel kayu cenderung meningkat kecuali pada tahun 1997 dan tahun 1998. Tahun 1999 sampai tahun 2004 nilai ekspor meubel kayu semakin besar akibat nilai tukar dollar yang semakin tinggi. Total ekspor kayu olahan cenderung meningkat dengan rata-rata per tahun di atas US$ 1 miliar. Kenaikan ini lebih disebabkan oleh kenaikan nilai, bukan karena kenaikan volume ekspor. Sebaliknya, volume ekspor meubel kayu Indonesia ratarata per tahun cenderung tetap tidak melebihi 600 ton (Asmindo, 2006).
16
Tabel 2. Sumbangan Sektor Kehutanan terhadap Perolehan Devisa Indonesia (US$ Juta) Thn
Kayu Lapis
Pulp& Kertas
Meubel Kayu
Meubal Rotan
Kayu Gergajian
1995 3.886,90 1.258,00 458,60 386,20 1,30 1996 4.029,50 1.309,80 545,60 337,10 0,20 1997 3.887,90 1.427,80 527,20 194,90 0,40 1998 2.468,20 2.115,40 252,10 64,40 62,20 1999 2.704,70 2.440,60 854,00 294,00 78,70 2000 2.419,10 3.001,90 1.091,10 313,30 97,20 2001 2.004,20 2.598,40 1.036,80 290,30 162,70 2002 2.145,00 2.848,00 1.116,50 302,10 * 2003 1.985,90 3.164,00 1.167,70 313,50 * 2004 1.852,80 2.817,60 1.172,20 336,90 * Catatan: * tidak ada data Sumber: Dept. Perdagangan dan Dept. Perindustrian (2006)
Kayu Olahan lainnya 1.086,50 1.067,10 1.002,10 696,80 719,80 597,90 478,80 897,30 1.280,00 1.436,50
Total
% Ttl Devisa
7.059,50 7.289,30 7.040,30 5.677,00 7.091,80 7.520,80 6.571,30 7.308,90 7.911,00 7.616,10
15,70 14,60 13,20 11,60 14,60 12,10 11,70 12,80 12,90 10,60
Perdagangan meubel merupakan salah satu komponen penting didalam perdagangan dunia untuk kategori produk-produk manufaktur. Setiap tahun volume ekspornya tumbuh pesat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan perkapita dunia. Pada tahun 1997 nilai perdagangan meubel dunia tercatat sekitar US$ 41 miliar dan pada tahun 2005 nilainya mencapai US$ 80 miliar (Gambar 1).
90 76
80 64
Miliar US$
70 60 50 40
80
41
43
47
51
50
54
30 20 10 0 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Gambar 1. Nilai Perdagangan Meubel Dunia (US$ Miliar) Sumber: Asmindo (2006)
17
Nilai ekspor selama periode tahun 1996 sampai tahun 2004, dari 12 negara eksportir meubel kayu terbesar di dunia dapat dilihat pada Tabel 3. Indonesia berada pada posisi paling bawah, sedangkan China pada posisi ke dua setelah Italia. Tabel 3. Negara Eksportir Meubel Kayu Terbesar di Dunia (US$ Juta) Negara Italia China Jerman Polandia Kanada AS Denmark Perancis Austria Malaysia Belgia Indonesia
1996 8.521 1.294 3.855 1.542 2.188 1.993 1.831 1.823 854 1.095 1.295 545
1997 8.316 1.818 3.622 1.707 2.703 2.306 1.861 1.753 872 1.180 1.278 527
1998 8.125 2.189 3.197 1.847 3.279 2.426 1.872 2.026 911 1.088 1.278 252
1999 7.967 2.705 4.051 1.883 3.796 2.380 1.797 2.030 1.019 1.361 1.400 854
Periode 2000 8.318 3.560 4.235 2.103 4.465 2.826 1.727 2.055 1.032 1.552 1.395 1.091
2001 8.078 3.953 4.217 2.383 4.068 2.403 1.653 1.865 1.229 1.344 1.361 1.036
2002 8.324 5.350 4.522 2.752 4.027 2.138 1.819 1.882 1.380 1.452 1.361 1.116
2003 9.272 7.278 5.324 3.691 4.091 2.351 2.216 2.127 1.782 1.577 1.579 1.167
2004 10.496 10.133 6.239 4.722 4.268 2.648 2.258 2.362 1.936 1.851 1.716 1.172
Sumber: Asmindo (2006)
Walaupun hingga saat ini Indonesia masih berada pada posisi sangat lemah dibandingkan China dalam ekspor meubel kayu. Indonesia tetap mempunyai prospek jangka panjang yang bagus. Ini disebabkan negara-negara tujuan utama ekspor meubel kayu Indonesia saat ini masih didominasi Amerika Serikat sebesar 29,05 persen, Jepang sebesar 9,63 persen, dan UE hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. Amerika Serikat adalah negara importir terbesar di dunia untuk meubel kayu. Amerika Serikat juga merupakan mitra dagang penting Indonesia bukan hanya untuk meubel tetapi juga untuk produk-produk lainnya. Ini artinya, sebenarnya tidak ada rintangan kultur, budaya atau selera dari negara tersebut terhadap produk-produk dari Indonesia terkecuali hambatan-hambatan teknis untuk produk-produk tertentu (non-tariff barries; NTBs).
18
Tebel 4. Negara Tujuan Utama Ekspor Meubel Kayu Indonesia Tahun 2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Negara Amerika Serikat Jepang Belanda Inggris Perancis Jerman Belgia Spanyol Italia Australia Lainnya Total
Pangsa Pasar (%) 29,05 9,63 6,73 5,87 5,52 5,32 4,47 3,90 3,16 3,16 18,91 100,00
Sumber: Asmindo (2008)
Komoditas meubel kayu telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu dari 10 komoditas andalan ekspor. Meskipun industri meubel kayu di Indonesia dihadapkan pada berbagai kesulitan, baik akibat krisis ekonomi maupun akibat illegal logging dan illegal trading, tetapi nilai ekspor produk meubel kayu Indonesia masih tetap mengalami pertumbuhan dan mampu memberikan sumbangan devisa yang besar terhadap negara. Peningkatan nilai ekspor ini sangat penting artinya bagi perekonomian nasional, mengingat sektor ini melibatkan ribuan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang mampu bertahan sampai sekarang. Sektor ini juga mampu menyerap tenaga kerja 4 sampai 5 juta orang sehingga dapat mengurangi pengangguran dan menghasilkan nilai tambah yang cukup signifikan pada industri kayu olahan.
19
1.2 Perumusan Masalah Saat krisis moneter Juli tahun 1997 yang menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah sehingga terjadi krisis multidimensi dan berdampak pada industri meubel kayu. Akibat krisis moneter pemerintah menurunkan pajak ekspor kayu bulat menjadi maksimum 10 persen sebelum akhir Desember tahun 2000 dan 0 persen pada tahun 2003. Perubahan kebijakan dan krisis moneter tersebut ternyata sangat berpengaruh terhadap komposisi ketersediaan bahan baku terutama bagi industri meubel kayu. Pada tahun 2003, Perhutani hanya mengeluarkan jatah tebang jati 900 ribu m3, padahal kebutuhan industri meubel kayu mencapai 2 juta m3. Total kebutuhan semua jenis kayu industri meubel sebanyak 4 juta sampai 4,5 juta m3. Selain itu pembatasan jatah tebang juga langsung menaikkan harga kayu jati dari Rp 8 juta/m3 menjadi Rp 10 juta/m3 atau naik sekitar 27 persen (Asmindo, 2006). Dengan demikian, kenaikan harga bahan baku kayu menyebabkan kenaikan biaya produksi sebesar 13,5 sampai 16,2 persen. Padahal 60 persen bahan baku meubel adalah kayu yang tentu saja berakibat pada meningkatnya biaya produksi. Dari segi harga, produk Indonesia sulit bersaing akibat biaya produksi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan harga bahan baku kayu yang lebih mahal maupun berbagai pungutan yang dibebani kepada pengusaha. Salah satu pungutan yang dibebankan adalah Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dikutip oleh Bea Cukai. Nilainya sebesar Rp 30.000 - Rp 60.000/dokumen ekspor (Asmindo, 2006).
20
Dari sisi material, produk meubel kayu Indonesia jauh lebih baik dibandingkan produk impor. Namun harga produk impor lebih rendah sekitar 25 sampai 30 persen dan memiliki desain yang lebih modern dan kontemporer. Alasan tersebut menyebabkan meubel kayu impor digemari konsumen kelas menengah ke atas. Sampai saat ini sebagian besar desain produk meubel kayu Indonesia yang diekspor ke berbagai negara masih ditentukan para pembeli dan hal ini merugikan para produsen dalam hal kreatifitas dan harga. Jumlah penduduk dan pendapatan per kapita Amerika Serikat adalah faktor yang sangat mendukung bagi ekspor meubel kayu Indonesia. Data International Financial Statistics dan Census Bureau tahun 2007 menunjukkan jumlah penduduk Amerika Serikat sebesar 301.139.947 jiwa dengan pendapatan domestik bruto sebesar US$ 11.566,8 miliar. Hal tersebut tidak menjadi keuntungan yang berarti bagi Indonesia karena jumlah ekspor meubel kayu Indonesia hanya mengusai pasar Amerika yang relatif kecil yaitu sebesar 29,05 persen pada tahun 2007. Berdasarkan penjelasan di atas maka perumusan masalah yang dapat diambil yaitu sebagai berikut: 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat? 2. Bagaimana potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia?
21
1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. 2. Menganalisis potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Merupakan sarana dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah dipelajari di bangku perkuliahan, khususnya di bidang ilmu ekonomi. 2. Merupakan wahana informasi pemikiran dan sumber tambahan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut dengan tema yang sama. 3. Merupakan bahan masukan dalam hal kebijakan pengembangan industri meubel kayu di Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya meneliti kayu dalam bentuk barang jadi (meubel kayu). Sedangkan produk kayu lainnya seperti kayu mentah (bulat) dan kayu setengah jadi tidak dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan, kebijakan, tarif, dan pembebanan biaya yang diberlakukan dalam perdagangan. Produk meubel kayu yang dianalisis yaitu berdasarkan Harmonized System dengan kode 94.03 (Wooden Furniture). Bahan baku meubel kayu yang dianalisis dalam penelitian ini bukan hanya bahan baku meubel yang terbuat dari kayu Jati, tetapi terdapat beberapa jenis kayu lainnya.
22
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tahap dalam Proses Produksi Meubel Kayu Proses produksi dapat berbeda dari satu produsen meubel kayu dengan produsen lain berdasarkan bahan baku yang dibutuhkan, jenis produk yang dibuat serta alat produksi yang dipakai dalam proses produksi. Meskipun begitu, tahaptahap utama dalam proses produksi adalah sebagai berikut (www.bi.go.id): a. Bahan baku, yaitu kayu gelondongan maupun papan ditentukan kualitasnya (disortir) sesuai dengan kebutuhan produk jadi, yaitu sesuai jenis-jenis kayu serta ukuran panjang, tebal, dan lebar kayu yang dibutuhkan dalam proses produksi. b. Kayu gelondongan dibelah menjadi papan dengan menggunakan mesin band saw/dimension saw ukuran besar. c. Selanjutnya kayu papan dikeringkan. Proses pengeringan kayu dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pengeringan secara alam atau pengeringan melalui klin dryer. d. Sebelum kayu dikeringkan di dalam kiln dryer kedua ujung kayu biasanya ditutup dengan lapisan (coating), yaitu campuran antara lem kayu dan semen putih, supaya kayu tersebut tidak melengkung pada proses pengeringan. e. Kayu yang dilapis selanjutnya masuk dalam ruang pengeringan (kiln dryer) kurang lebih selama 3 sampai 7 hari sampai mencapai kadar basah kayu (moisture content) antara 10 sampai dengan 14 persen.
23
f. Kayu yang sudah keluar dari kiln dryer kemudian disiapkan di gudang dan dibiarkan untuk beberapa waktu agar ada penyesuaian dengan udara di luar kiln dryer. g. Selanjutnya papan kering dipotong-potong sesuai dengan ukuran dan arah yang diinginkan yaitu pemotongan vertikal dengan mesin belah (rip-saw) dan pemotongan horisontal dengan mesin potong (cross cut saw). h. Tahap berikut dalam proses produksi adalah proses pembuatan macammacam komponen untuk meubel kayu yang diproduksi. Pembuatan komponen dilakukan dengan menggunakan beberapa mesin seperti mesin planner, mesin tenonner, mesin morticer, mesin spidle moulder, mesin router, mesin lathe, mesin bubut, mesin auto shaping, mesin circular saw, mesin rip saw, mesin radial arm saw, mesin cut off saw, laminating flat press, frame press, dan rotary frame press. i.
Beberapa usaha kecil produsen meubel membuat ukiran pada jenis-jenis komponen yang ditetapkan pada permukaan atau bagian depan produknya. Biasanya ukiran tersebut dibuat oleh tenaga ahli yang berpengalaman di bidang ini.
j.
Sesudah semua komponen selesai dibuat, tahap berikutnya adalah penghalusan komponen-komponen oleh tenaga yang memakai berbagai jenis mesin planner dan sander.
k. Sebagian dari meubel akan dilapis dengan cat, vernis maupun lacquer. Proses pelapisan dapat dilaksanakan pada komponen maupun pada perabot dan barang jadi sebelum maupun setelah semua komponen dirakit.
24
l.
Proses perakitan komponen-komponen menjadi barang jadi adalah satu tahap yang cukup penting. Pada tahap ini para produsen harus melakukan inspeksi pengendalian mutu atau quality control, yaitu mencek berulangulang komponen maupun barang jadi yang dibuat. Dalam rangka mempertahankan kualitas atas produk yang dibuat pengendalian kualitas harus dilakukan pada setiap tahap dalam proses produksi, mulai dengan pemilihan bahan baku, pemilihan papan maupun melakukan inspeksi atas komponen-komponen di masing-masing tahap atau work station akan tetapi inspeksi terakhir atas barang jadi merupakan inspeksi yang tidak boleh diabaikan.
m. Proses terakhir pada tahap finishing adalah untuk memberikan merk label serta membungkus produk jadi untuk melindungi produknya dari air, kotoran udara maupun kerusakan selama meubel disimpan dalam gudang atau selama diangkut dari produsen kepada para pembeli didalam maupun di luar negeri.
2.2 Teori Perdagangan Internasional Pada abad ke 19 perdagangan luar negeri sudah membuktikan peranannya yang sangat penting dalam pembangunan negara-negara yang kini sudah maju (Kindleberger, 1997). Menurut pandangan kaum klasik dan neo-klasik, alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah terciptanya keuntungan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan. Perdagangan suatu negara dengan negara lain terjadi karena kedua negara tersebut mengharapkan dapat memperoleh keuntungan berupa peningkatan efisiensi produksi. Oleh karena itu dengan melakukan perdagangan, suatu negara dapat membeli dengan harga yang lebih
25
rendah dibandingkan apabila memproduksi sendiri dan mungkin dapat menjual ke luar negeri pada tingkat harga yang relatif tinggi (Salvatore, 1997). Gambar 2 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi ekuilibrium dengan adanya perdagangan, ditinjau dari keseimbangan parsial. Panel A memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1. Negara 2 akan berproduksi dan berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X akan berkisar antara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar kekuatan ekonominya. Apabila harga yang berlaku di atas P1, maka negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor (lihat panel A) ke negara 2. Di lain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi X itu dari negara 1 (lihat panel C). Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (Panel A) karena Px/Py lebih besar dari P1, sehingga kurva penawaran ekspornya atau S mengalami peningkatan (Panel B). Di lain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P3, maka negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk komoditi X (Panel C) dan ini mengakibatkan permintaan impor negara 2 terhadap komoditi X atau D, mengalami kenaikan (Panel B). Panel B juga menunjukkan bahwa hanya pada
26
tingkat harga P2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 akan persis sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1. Dengan demikian P2 merupakan Px/Py atau harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan diantara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari P2 maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau sama dengan P2. Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil daripada P2, maka akan tercipta kelebihan permintaan impor komoditi X yang selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehingga akan sama dengan P2.
Px/Py
Panel A Pasar di Negara 1 untuk komoditi X
Px/Py
Panel B Px/Py Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditi X
Sx
P3
A"
A'
S
Sx
Ekspor
E*
P2 B
Panel C Pasar di Negara 2 untuk Komoditi X
E
E'
B’
B*
Impor D
P1 A Dx 0
Dx
A * X 0
X
0
Gambar 2. Kurva Perdagangan Internasional Sumber: Salvatore (1997)
X
27
2.3 Ekspor Penawaran ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi dikurangi dengan konsumsi atau permintaan domestik ditambah dengan stok tahun sebelumnya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: QXt = QPt – QDt + St-1 Dimana:
QXt
= Jumlah ekspor komoditi pada tahun ke-t
QPt
= Jumlah produksi pada tahun ke-t
QDt
= Jumlah konsumsi / permintaan domestik pada tahun ke-t
St-1
= Stok tahun sebelumnya
Salah satu faktor yang mempengaruhi ekspor adalah stok tahun sebelumnya (St-1). Stok adalah sisa penawaran yang tidak terjual dan masuk menjadi penawaran tahun ini. Namun dikarenakan faktor tersebut nilainya relatif konstan sehingga peubah tersebut dapat dikeluarkan dari model. Maka rumusnya menjadi sebagai berikut: QXt = QPt – QDt Jumlah produksi dapat ditentukan oleh harga, jika harga naik maka kemungkinan produsen akan meningkatkan produksinya. Produksi yang dihasilkan sebagian akan dikonsumsi dalam negeri baru sisanya digunakan untuk ekspor dan jika lebih maka akan menjadi stok. Ekspor
akan
memberikan
efek
yang
positif
terhadap
kegiatan
perekonomian, karena pengeluaran dari negara lain atas barang dan jasa yang dihasilkan didalam negeri. Faktor utama yang menentukan kemampuan mengekspor ke luar negeri antara lain:
28
1. Daya saing dan keadaan ekonomi negara-negara lain, kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang yang bermutu dan dengan harga yang murah akan menentukan tingkat ekspor yang dicapai suatu negara, 2. Proteksi di negara-negara lain, karena kebijakan proteksi di negara maju akan memperlambat perkembangan ekspor di negara-negara sedang berkembang, 3. Nilai tukar valuta asing, seorang pengusaha akan menentukan untuk mengekspor barang setelah melihat pertimbangan nilai tukar valuta asing.
2.3.1 Harga Menurut Lipsey (1995) harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi berhubungan secara negatif. Artinya jika harga semakin rendah maka jumlah yang diminta akan semakin tinggi, dengan faktor lain tetap. Harga barang lainnya dalam fungsi permintaan terbagi menjadi dua yaitu harga barang subtitusi dan harga barang komplementer. Harga barang subtitusi yaitu jika harga barang tersebut naik maka permintaan komoditas subtitusinya akan meningkat. Sedangkan untuk harga barang komplementer terjadi hal sebaliknya yaitu jika harganya naik maka permintaan akan turun. Populasi juga dapat mempengaruhi harga, peningkatan populasi akan meningkatkan kuantitas permintaan. Lipsey (1995) menyatakan satu hipotesis ekonomi yang mendasar sebagian besar untuk kebanyakan komoditi, harga yang ditawarkan berhubungan secara positif dengan jumlah yang ditawarkan. Dengan kata lain semakin besar harga komoditi maka akan semakin banyak kuantitas komoditi tersebut yang ditawarkan.
29
2.3.2 Pendapatan Gross Domestic Product (GDP) adalah indikator ekonomi untuk mengukur total nilai produk barang dan jasa akhir dalam suatu perekonomian (Mankiw, 2003). Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menghitung GDP yaitu; pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran (Deliarnov, 1995). Berdasarkan pendekatan produksi, GDP adalah total nilai tambah dari seluruh sektor kegiatan ekonomi. Dengan pendekatan produksi, GDP diformulasikan sebagai berikut : GDP =
NT
Dimana : NT = nilai tambah dari seluruh kegiatan usaha dalam perekonomian GDP juga dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan pendapatan, yaitu dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh produsen dalam negeri. Dengan pendekatan ini GDP dapat dirumuskan sebagai berikut : GDP = W + OS + TSP Dimana :
W
= komponen tenaga kerja (upah, gaji, dan tenaga kerja lain seperti kontribusi sosial)
OS
= gross operating surplus perusahaan seperti keuntungan, bunga, sewa, dan penyusutan
TSP
= pajak setelah dikurangi subsidi
Sedangkan untuk pendekatan pengeluaran GDP dapat dirumuskan sebagai berikut : GDP = C + I + G + (X-M) Dimana :
C
= konsumsi rumah tangga konsumen
I
= investasi (pembentukan modal bruto)
X
= ekspor
30
Kapasitas perekonomian suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat diproduksi oleh suatu negara dengan menggunakan semua sumberdayanya dengan teknologi terbaik yang dimiliki. KI
Y
KKP2 KKP1 E' E
X1
X2 X3
X
Gambar 3. Kurva Kemungkinan Produksi Sumber: Salvatore (1997)
Pada Gambar 3 terdapat dua kurva kemungkinan produksi, KKP1 dan KKP2. Dengan asumsi negara memproduksi komoditi ekspor X, maka apabila terjadi kenaikan GDP negara akan menambah kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor dan menggeser kurva KKP1 menjadi KKP2. Besar perubahan KKP tergantung pada besar perubahan GDP yang terjadi dan pergeseran ini menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara. Sesudah terjadi pergeseran dengan asumsi konsumsi masyarakat sama dan negara mengekspor komoditi X, ekspor meningkat sebesar X1X2 menjadi X1X3.
31
2.3.3 Nilai Tukar Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang antar
kedua
negara.
Nilai
tukar
riil
menyatakan
dimana
kita
bisa
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang lain. Hubungan yang terjadi antara nilai tukar nominal dan nilai tukar riil adalah bahwa nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi maka barang luar negeri relatif lebih murah dan barang domestik relatif lebih mahal. Apabila hal tersebut terjadi maka penduduk akan berkeinginan untuk membeli barang-barang impor sehingga ekspor netto menjadi lebih rendah. Ekspor netto adalah nilai ekspor dikurangi nilai impor. Jadi hubungan antara nilai tukar dengan ekspor netto adalah hubungan yang terbalik. Gambar 5 menunjukkan hubungan negatif antara perdagangan dengan nilai tukar riil Nilai tukar riil,
NX ( )
0
Ekspor Bersih, NX
2.2.3 Pendapatan Gambar 5. Hubungan Nilai Tukar Riil dengan Ekspor Bersih Sumber: Mankiw (2003)
32
2.3.4 Populasi Pertambahan populasi dapat mempengaruhi ekspor melalui dua sisi yaitu penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran pertambahan populasi yaitu pertambahan tenaga kerja untuk melakukan produksi komoditi ekspor. Kenaikan kepemilikan tenaga kerja di suatu negara dari waktu ke waktu akan mendorong ke atas kurva-kurva batas kemunginan produksi negara yang bersangkutan. Hal ini dapat
dilihat
pada
Gambar
3
yaitu
kurva
kemungkinan
Px/Py
Px/Py
Px/Py
produksi.
Sx S1 P3
A" Sx Ekspor
P2
P4
B1 Impor E"
E*
B*
E
A'
S E'
B’ Dx
D
P1 A Dx
Dx’
A
X 0
0 Pasar di Negara 1 untuk komoditi X
X2 X1
X
Hubungan perdagangan Internasional komoditi X dengan bertambahnya populasi
0
X Pasar di Negara 2 untuk komoditi X
Gambar 5. Analisis Parsial Pertambahan Populasi Sumber: Salvatore (1997)
33
Kondisi awal kemungkinan produksi adalah KKP1. Adanya pertambahan populasi disisi penawaran maka akan terjadi pergeseran dari KKP1 menjadi KKP2. Hal ini menggambarkan peningkatan produksi domestik negara. Pertumbuhan populasi dari sisi permintaan akan menyebabkan bertambah besarnya permintaan domestik. Dapat dilihat pada Gambar 5, pertambahan permintaan domestik pada negara eksportir akan menurunkan jumlah ekspor yang dilakukan oleh negara 1. Keseimbangan yang berlaku pada pasar internasional berada pada tingkat harga P4 dan jumlah komoditi yang diperdagangkan sebesar X2. Negara 2 akan menerima komoditi X2 lebih sedikit dengan tingkat harga yang lebih besar daripada sebelum terjadi pertambahan populasi.
2.4 Regresi Berganda Analisis regresi merupakan studi yang menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara satu peubah endogen dengan beberapa peubah eksogen, dengan tujuan untuk mengestimasi atau meramalkan nilai peubah tak bebas didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (Gujarati, 1997). Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan: Yi = 0 + 1X1i + 2X2i + ... + pXpi + i Dimana: Y 0
i = 1, 2, 3,..., n
= peubah tidak bebas = intersep
1 sampai p = koefisien kemiringan parsial = unsur gangguan (disturbance) stokhastik i
= observasi ke-i
34
Menyatakan kuat tidaknya hubungan linear antara peubah endogen dan peubah eksogen dapat diukur dari koefisien korelasi atau r. Melihat besarnya pengaruh dari variabel eksogen terhadap perubahan endogen dapat dilihat dari koefisien R2. Model dalam penelitian ini diduga dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square = OLS). Dalam menganalisis model persamaan digunakan program Eviews 4.1. Metode OLS yang digunakan juga memiliki kelemahan yaitu seluruh asumsi-asumsi yang terdapat didalamnya harus terpenuhi. Apabila salah satu asumsi tidak terpenuhi, maka akan timbul masalah normalitas, heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi, yang dapat merusak sifat kestabilan penduga OLS. Oleh karena itu diperlukan pengujian terhadap model tersebut. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi jika menduga model dengan metode OLS adalah (Gujarati, 1997): 1. Normalitas, nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0, untuk i = 1, 2, 3,...n 2. Homoskedastisitas, varian (ej) = E (ej) + 2, sama untuk semua kesalahan pengganggu. 3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian (ei, ej) = 0, dimana i
j
4. Variabel bebas X1, X2, ...Xk konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0. 5. Tidak ada kolinearitas ganda antara variabel bebas X.
35
Gujarati (1997) menyatakan bila asumsi-asumsi tersebut dapat dipenuhi maka dengan metode penduga OLS akan menghasilkan koefisien regresi yang memenuhi sifat-sifat BLUE yaitu: • Best
= Efisien yang berarti ragam atau variannya minimum dan konsisten yang bararti walaupun menambah jumlah sampel maka nilai sampel estimasi yang diperoleh tidak akan berbeda jauh di parameternya.
•
Linear
• Unbiased
= Koefisien regresinya linear = Tidak bias, nilai estimasi dari sampel akan mendekati nilai populasi
•
Estimator
= Penduga parameter
2.5 Variabel Dummy Analisis regresi linear berganda dengan variabel terbuka adalah analisis regresi linear berganda dimana salah satu atau beberapa variabel bebasnya atau variabel eksogennya merupakan variabel boneka (Firdaus, 2004). Nama lain dari variabel boneka adalah variabel dummy. Variabel dummy adalah variabel dengan skala nominal. Dalam analisis regresi, variabel dummy ini menggunakan nomor kode 1 untuk pengamatan yang masuk satu kategori dan nomor 0 untuk pengamatan yang masuk kategori lainnya. Penelitian ini menggunakan kode 0 untuk menjelaskan perekonomian pada saat sebelum terjadi krisis, dan kode 1 untuk menjelaskan keadaan perekonomian pada saat setelah terjadi krisis.
36
2.6 Penelitian Terdahulu Turnip (2002) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor menggunakan model regresi linear berganda dan dianalisis dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia adalah produksi, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga kopi domestik, harga ekspor kopi dan volume ekspor tahun sebelumnya. Sedangkan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kopi Indonesia ditemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kopi Indonesia adalah pendapatan per kapita, jarak tempuh dan jumlah penduduk negara tujuan ekspor. Variabel harga impor dan nilai tukar tidak mempengaruhi aliran perdagangan kopi Indonesia. Selo Sambudi (2004) menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor kopi arabika Indonesia. Pada model penawaran ekspor digunakan model fungsi linear dan pada model penawaran produksi digunakan model fungsi Cobb-Douglas. Kedua model tersebut diduga dengan menggunakan metode OLS. Hasil analisis regresi pada model produksi menunjukkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi produksi kopi arabika Indonesia secara nyata adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk Urea, dan peptisida. Variabel trend waktu dan dummy tahun krisis tidak berpnegaruh nyata. Hasil analisis pada model ekspor menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi arabika Indonesia yang berpengaruh nyata adalah harga ekspor, harga domestik, nilai tukar, produksi, dan dummy.
37
Feisal (2004) menganalisis permintaan ekspor CPO Indonesia dengan munggunakan motode analisis Error Corection Model (ECM). Hasil penelitian menujukkan variabel yang berpengaruh terhadap permintaan CPO Indonesia yaitu harga domestik, harga ekspor, nilai tukar, dummy yang menjelaskan pajak ekspor, dan permintaan ekspor pada tahun sebelumnya. Hasil analisis dengan menggunakan Error Corection Model yaitu memperlihatkan pada jangka pendek variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan CPO Indonesia adalah harga domestik, lag 3 harga ekspor, dan lag 2 nilai tukar. Sedangkan untuk jangka panjang yang mempengaruhi permintaan CPO Indonesia yaitu pertumbuhan harga domestik dan harga ekspor. Prihartini (2004) menganalisis potensi Singapura sebagai negara tujuan ekspor tekstil Indonesia dan mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan ekspor tekstil Indonesia ke Singapura dan menganalisis seberapa besar pengaruhnya. Metode analisis yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Secara parsial variabel harga riil di Indonesia dan dummy tidak nyata mempengaruhi ekspor benang tekstil Indonesia ke Singapura. Sedangkan variabel harga riil di Singapura, pendapatan per kapita singapura, dan nilai tukar riil Indonesia Singapura mempengaruhi ekspor benang tekstil Indonesia ke Singapura secara nyata. Namun variabel harga riil di Indonesia, harga riil di Singapura, dan nilai tukar tidak nyata mempengaruhi ekspor kain tenun kapas. Sedangkan variabel pendapatan per kapita Singapura dan dummy mempengaruhi ekspor kain tenun kapas Indonesia ke Singapura secara nyata.
38
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada komoditi yang dianalisis yaitu komoditi meubel kayu. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat yaitu harga riil ekspor meubel kayu, harga meubel kayu di Indonesia, harga riil meubel kayu di Amerika Serikat, nilai tukar riil, pendapatan per kapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat dan variabel dummy (kondisi sebelum krisis dan setelah krisis).
39
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Industri meubel kayu merupakan salah satu industri yang dapat memberikan sumbangan terhadap devisa negara dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Selain itu industri meubel kayu termasuk 10 kategori industri yang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hasil meubel kayu Indonesia sudah sangat terkenal di dunia internasional dan permintaan terhadap produk tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tetapi kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil menyebabkan ekspor meubel kayu mengalami naik turun dalam jumlah nilai maupun volumenya. Meskipun dalam beberapa tahun ekspor Indonesia mengalami peningkatan permintaan karena didukung dengan kualitas yang baik. Peningkatan tersebut masih sangat kurang dari yang diharapkan. Adanya permintaan dari berbagai negara menyebabkan terjadinya perdagangan produk dari Indonesia sebagai negara pengekspor ke negara tujuan. Tujuan ekspor utama meubel kayu Indonesia yaitu Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan negara pengimpor meubel kayu terbesar di dunia dan pasar yang sangat potensial karena didukung oleh jumlah penduduk yang banyak, pertumbuhan ekonomi yang maju, dan merupakan mitra dagang yang penting bagi Indonesia dalam berbagai produk bukan hanya meubel kayu tetapi produk-produk lainnya. Potensi ekonomi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia dapat dilihat dari tiga indikator ekonominya yaitu Gross Domestic
40
Product Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, dan nilai tukar. Sehingga dari ketiga indikator tersebut dapat diketahui seberapa besar potensi Amerika Serikat sebagai negara importir meubel kayu Indonesia. Potensi Amerika Serikat dianalisis menggunakan metode deskriptif yaitu hanya berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1992). Variabel
ekonomi
yang
digunakan
untuk
menggambarkan
dan
menganalisis ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat dalam penelitian ini meliputi tujuh variabel yang semuanya sesuai dengan teori ekonomi. Variabelvariabel tersebut antara lain: harga riil ekspor meubel kayu Indonesia di pasar internasional, harga riil meubel kayu di Indonesia, harga riil meubel kayu di Amerika Serikat, nilai tukar riil, pendapatan per kapita Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, dan variabel dummy yang menjelaskan peristiwa perekonomian sebelum dan setelah krisis. Peningkatan harga riil ekspor meubel kayu Indonesia di pasar internasional akan menyebabkan volume ekspor meubel kayu ke Amerika Serikat mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan perusahaan-perusahaan akan lebih giat untuk berproduksi karena adanya peningkatan harga ekspor meubel kayu dunia sehingga keuntungan yang diperoleh juga akan meningkat. Peningkatan harga meubel kayu di Indonesia akan menyebabkan volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat akan mengalami penurunan. Hal ini diduga karena naiknya harga meubel kayu menyebabkan para importir yang dalam hal ini Amerika Serikat akan membayar lebih mahal untuk produk meubel kayu yang dibeli di Indonesia sehingga ekspor menurun.
41
Peningkatan harga meubel kayu di Amerika Serikat diharapkan dapat meningkatkan ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Hal ini diduga karena tingginya harga meubel kayu di AS menyebabkan permintaan meubel kayu AS akan mengalami penurunan. Sehingga ini bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor meubel kayunya ke Amerika Serikat. Pertambahan penduduk Amerika Serikat akan meningkatkan permintaan terhadap komoditi ekspor, sehingga volume ekspor meubel kayu Indonesia juga mengalami kenaikan. Sedangkan perubahan pada pendapatan masyarakat akan berpengaruh pada permintaan suatu komoditi. Jika pendapatan per kapita meningkat maka permintaan terhadap suatu komoditi akan bertambah (Lipsey, 1995) Nilai tukar mata uang suatu negara lain dijadikan pertimbangan untuk mengukur nilai pembelian barang yang harus dikeluarkan dari luar negeri. Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar Indonesia terhadap dollar Amerika. Apabila nilai tukar Indonesia terdepresiasi maka ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat diharapkan akan mengalami kenaikan. Fluktuatifnya ekspor meubel kayu tersebut menjadi hal yang penting untuk menganalisis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Analisis ekspor meubel kayu menggunakan persamaan regresi berganda. Data diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Persamaan untuk melihat faktor mana yang berpengaruh nyata pada variabel endogennya dan juga untuk mengetahui apakah pengaruh yang diberikan dari tiap variabel eksogen tersebut signifikan pada taraf nyata yang digunakan dan sesuai dengan hipotesis yang telah disusun sebelumnya. Dari hasil
42
analisis tersebut, diharapkan dapat memberikan strategi untuk meningkatkan ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Kerangka pemikiran konseptual dapat digambarkan dalam bentuk skema yang diperlihatkan pada Gambar 6. Industri Meubel Kayu Indonesia
Ekspor Meubel Kayu Fluktuatif
Regresi Berganda
Amerika Serikat
Potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu
1. Harga rill Ekspor 2. Harga riil meubel kayu di AS 3. Harga riil meubel kayu di Indonesia 4. Nilai Tukar Riil 5. Pendapatan per Kapita AS 6. Jumlah Penduduk AS 7. Dummy = sebelum dan setelah krisis Ordinary Least Square (OLS)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Kayu ke AS
Strategi Meningkatkan Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke AS Gambar 6. Kerangka Pemikiran Konseptual
43
3.2 Hipotesis Dalam penelitian ini dirumuskan beberapa hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang dibahas. Hipotesis tersebut antara lain: 1. Harga riil ekspor meubel kayu diduga berpengaruh positif terhadap kenaikan ekspor meubel kayu. Artinya kenaikan harga riil ekspor didunia internasional akan menaikkan volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. 2. Harga riil meubel kayu di Indonesia diduga berpengaruh negatif terhadap kenaikan ekspor meubel kayu. Artinya kenaikan harga riil meubel kayu Indonesia akan menurunkan volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. 3. Harga riil meubel kayu di Amerika Serikat diduga berpengaruh positif terhadap kenaikan ekspor meubel kayu. Artinya kenaikan harga riil meubel kayu di Amerika Serikat akan menaikkan volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. 4. Nilai tukar rupiah terhadap dollar (Rp/US$), diduga memiliki pengaruh positif terhadap ekspor. Artinya apabila nilai tukar rupiah terdepresiasi maka volume ekspor meubel kayu Indonesia akan meningkat. 5. Pendapatan per kapita Amerika Serikat diduga berpengaruh positif terhadap ekspor meubel kayu. Artinya semakin besar pendapatan per kapita Amerika serikat maka ekspor meubel kayu akan mengalami kenaikan. 6. Jumlah penduduk Amerika Serikat diduga berpengaruh positif terhadap kenaikan ekspor meubel kayu. Artinya semakin besar jumlah penduduk
44
maka volume ekspor meubel kayu Indonesia di Amerika Serikat akan mengalami kenaikan. 7. Variabel Dummy yang digunakan adalah berupa kondisi perekonomian Indonesia sebelum dan setelah krisis. Dummy diduga berpengaruh positif terhadap kenaikan tingkat ekspor.
45
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Waktu Penelitian Kegiatan penelitian meliputi perumusan masalah, pengumpulan data, pengolahan data, interpretasi hasil olahan data, dan penarikan kesimpulan. Seluruh rangkaian kegiatan tersebut dilakukan selama empat bulan, mulai dari Maret 2008 sampai Juli 2008. Waktu khusus untuk pengumpulan data dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan April sampai Mei 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang merupakan data sekunder, berupa data deret waktu (time series). Data deret waktu meliputi data tahunan dari tahun 1993 sampai tahun 2007 yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Selain itu data tersebut juga digunakan untuk melihat potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang digunakan Volume dan nilai ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat
Sumber Asosiasi Meubel dan Kerajinan Indonesia dan Departemen Perdagangan
Volume dan nilai impor meubel kayu Amerika Departemen Perdagangan Serikat Pendapatan per kapita Amerika Serikat Bank Indonesia International Financial Statistics (IFS), Jumlah penduduk Amerika Serikat www.bea.gov. [28 Juni 2008] Nilai tukar rupiah terhadap dollar (Rp/US$) Bank Indonesia
46
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2003. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat dengan menggunakan analisis regresi berganda. Data diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menggunakan program Eviews 4.1. Evaluasi model dilakukan untuk melihat terjadinya masalah normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas pada model.
4.4 Perumusan Model Model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat adalah sebagai berukut: EKSi = 0 + 1ERTi + 2PEi + 3P_INDi + 4P_ASi + 5Q_ASi + 6PPK_AS + 7Di + i Dimana: 0
= Konstanta
EKS
= Volume Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke AS (Ton)
ERT
= Nilai Tukar Riil (Rp/US$)
PE
= Harga riil ekspor meubel kayu (ribu US$/Ton)
P_IND
= Harga riil meubel kayu di Indonesia (ribu US$/Ton)
P_AS
= Harga riil meubel kayu di AS (ribu US/Ton)
QAS
= Jumlah penduduk Amerika Serikat ( ribu jiwa)
PPK_AS
= Pendapatan per kapita AS (US$)
Di
= 0: Sebelum krisis 1: setelah krisis
i
= random error
47
4.5 Definisi Operasional Model analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat menggunakan beberapa variabel, antara lain: 1. Volume dan nilai ekspor meubel kayu adalah total meubel kayu yang diekspor dari Indonesia ke Amerika Serikat dan dinyatakan dalam satuan (Ton) sedangkan nilainya dalam satuan (US$). 2. Harga riil ekspor adalah harga ekspor meubel kayu yang merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor dengan total volume ekspor kemudian harga tersebut dideflasikan dengan Indeks Perdagangan Besar tahun dasar (2000=100) sektor ekspor dan dinyatakan dalam (US$/Ton). 3. Harga riil meubel kayu di Indonesia merupakan hasil bagi antara total nilai dan volume ekspor meubel kayu Indonesia ke AS kemudian harga tersebut dideflasikan dengan Indeks Perdagangan Besar tahun dasar (2000=100) sektor ekspor dan dinyatakan dalam satuan (US$/Ton) 4. Harga riil meubel kayu di Amerika Serikat merupakan hasil bagi antara total nilai dan volume impor meubel kayu AS kemudian harga tersebut dideflasikan dengan Indeks Perdagangan Besar tahun dasar (2000=100) sektor impor dan dinyatakan dalam satuan (US$/Ton). 5. Pendapatan per kapita Amerika Serikat merupakan hasil bagi antara pendapatan domestik bruto dengan jumlah penduduk yang telah dideflasikan dengan Indeks Harga Konsumen tahun dasar (2000=100) dan dinyatakan dalam satuan dollar Amerika.
48
6. Nilai tukar riil yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika yang telah dideflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (2000=100) Indonesia dinyatakan dalam satuan rupiah per dollar Amerika (Rp/US$). 7. Jumlah penduduk Amerika Serikat (ribu jiwa). 8. Dummy yang digunakan adalah berupa kondisi perekonomian Indonesia. Nilai 0 untuk masa sebelum krisis dan nilai 1 untuk kondisi setelah krisis.
4.6 Pengujian Hipotesis Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi yang didapat signifikan (berbeda nyata) atau tidak, maksud dari signifikan ini adalah suatu nilai koefisien regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Jika koefisien slope sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel eksogen mempunyai pengaruh terhadap variabel endogen.
4.6.1 Kriteria Uji Statistik 1. Uji untuk Semua Variabel (Uji – F) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel eksogen dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel endogen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji F yaitu perbandingan nilai kritis F dengan nilai hasil F-hitung. Analisis pengujian tersebut adalah sebagai berikut: a. Pengujian Hipotesis H0 : 1 = 2 = 3 = k = 0 H1 : Minimal ada satu nilai
yang tidak sama dengan nol.
49
b. Menghitung nilai Fhitung dan nilai Ftabel F hitung = Dimana:
R2/K (1 – R2)/(n-k-1)
R2
= koefisien determinasi
k
= jumlah variabel eksogen (koefisisen) pada model
n
= jumlah pengamatan = taraf nyata
i
= 1, 2, 3, ..., k
c. Penentuan penerimaan atau penolakan H0 Keputusan: Fhitung
F (k)(n-k-1), maka H0 diterima.
F hitung > F (k)(n-k-1), maka H0 ditolak. d. Apabila keputusan yang diperoleh adalah Fhitung > Ftabel dimana koefisien regresi berada di luar daerah penerimaan H0 maka tolak H0. Artinya variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Jika Fhitung < Ftabel maka terima H0 artinya variabel eksogen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya.
2.
Uji untuk Masing-masing Variabel (Uji-t) Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung koefisien secara individu yaitu pengujian hipotesis dari koefisien regresi masing-masing variabel secara parsial atau terpisah. Pengujian ini dikenal dengan sebutan Uji-t. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel eksogen secara individu berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogennya. Adapun analisis pengujiannya sebagai berikut:
50
a. Perumusan Hipotesis H0 : i = 0 H0 : i
0;
i
= 0, 1, 2, 3, ...,k
k
= adalah koefisien slope
Dari hipotesis tersebut dapat dilihat arti dari pengujian yang dilakukan, yaitu berdasarkan data yang tersedia, akan dilakukan pengujian terhadap i (koefisien regresi populasi), apakah sama dengan nol, yang berarti variabel eksogen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel endogen, atau tidak sama dengan nol, yang berarti variabel eksogen mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel endogen. b. Penentuan nilai kritis Dalam pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi, nilai kritis dapat ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal dan dengan memperhatikan tingkat signifikansi ( ) dan banyaknya sampel (n) yang digunakan. c. Menghitung nilai t-hitung koefisien variabel eksogen. t hitung =
Dimana:
i
i
t
tabel
= t ( /2), (n-k-1)
Se( i) = Nilai koefisien regresi atau parameter variabel
Se ( i) = Simpangan baku untuk i n
= jumlah pengamatan
k
= jumlah variabel eksogen tanpa konstanta
d. Penerimaan atau penolakan H0 Keputusan:
t hitung
t /2(n-k-1), maka H0 diterima
t hitung > t /2(n-k-1), maka H0 ditolak
51
e. Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 maka koefisien i tidak sama dengan nol yang menunjukkan bahwa i nyata atau memiliki nilai yang dapat mempengaruhi nilai dari variabel endogen.
3.
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (Goodness of fit), yang dinotasikan dengan R2,
adalah proporsi variasi dalam Y yang dapat dijelaskan oleh varasi variabelvariabel eksogennya. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variasi variabel eksogen terhadap variasi variabel endogen. R2 memilih range antara 0
R2
1.
Jika R2 bernilai 1 maka garis regresi menjelaskan 100 persen variasi dalam Y. Sedangkan jika R2 bernilai 0 maka garis regresi tidak menjelaskan variasi dalam Y. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut: R2 =
Dimana:
RSS TSS
RSS = Jumlah kuadrat residual (Residual Sum Square) TSS = Jumlah kuadrat total (Total Sum Square)
4.6.2 Kriteria Uji Ekonometrika Dalam perumusan model regresi, model yang diperoleh sebagai hasil akhir terkadang mengalami beberapa masalah yang menyebabkan model tersebut tidak dapat memenuhi persyaratan OLS atau tidak BLUE. Hal ini membuat model tersebut tidak cukup baik untuk berfungsi sebagai model penduga. Sehingga penting untuk memperhatikan permasalahan yang dialami oleh model regresi tersebut. Beberapa permasalahan penting yang terdapat pada model regresi adalah seperti yang diuraikan di bawah ini.
52
1. Normalitas Pemeriksaan kenormalan sisaan bertujuan untuk melihat distribusi sisaan i). Apabila menggunakan program Eviews maka untuk melihat ada atau tidaknya normalitas yaitu dengan melihat nilai koefisien Jarqu-Bera. Bila nilai probabilitas Jarqu-Bera lebih besar pada taraf nyata yang digunakan maka hasil estimasi tersebut memenuhi asumsi normalitas. Sebaliknya apabila nilai probabilitas Jarqu-Bera lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan maka hasil estimasi tersebut tidak lolos dari uji normalitas.
2. Heteroskedastisitas Apabila variasi dari faktor pengganggu selalu sama pada data pengamatan yang satu ke data pengamatan yang lain. Jika ciri ini dipenuhi, berarti variasi faktor pengganggu pada kelompok data tersebut bersifat homoskedastisitas. Jika asumsi ini tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan terjadi penyimpangan. Apabila suatu model terdapat masalah heteroskedastisitas maka penduga OLS yang diperoleh tetap memenuhi persyaratan tidak bias. Varian yang diperoleh menjadi tidak efisien, artinya cenderung membesarnya varian tersebut akan mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan juga tidak memberikan hasil yang baik. Cara untuk menghilangkan adanya heteroskedastisitas yaitu model tersebut harus disempurnakan dulu agar model dapat dipergunakan dengan baik. Salah satu cara untuk menyempurnakan model adalah dengan menstransformasi model asli ke dalam model yang baru, sehingga diharapkan akan mempunyai varian yang konstan.
dengan
53
Apabila menggunakan program Eviews, maka untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas diuji dengan menggunakan White Heteroskedasticity yaitu dengan cara melihat nilai probabilitas obs*R-squared-nya. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar daripada taraf nyata yang digunakan dalam analisis maka hasil estimasi tersebut lolos dari adanya masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan
maka
hasil
estimasi
tersebut
mempunyai
masalah
dengan
heteroskedastisitas.
3. Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabelvariabel eksogen dalam persamaan regresi berganda. Jika nilai R2 yang diperoleh tinggi (antara 0,8 dan 1) tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang nyata pada taraf uji tertentu dan tanda koefisien regresi dugaan tidak sesuai teori maka model yang digunakan berhubungan dengan masalah multikolinearitas (Gujarati, 1997). Menurut uji Klein apabila nilai R2 lebih besar daripada nilai korelasi dari tiap variabel eksogen maka multikolinearitas dapat diabaikan Hal utama yang menyebabkan terjadinya multikolinearitas pada model regresi, yaitu kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang dipergunakan. Terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dinalisis dengan model regresi. Tindakan perbaikan terhadap multikolinearitas dapat dilakukan dengan berbagai alternatif sebagai berikut:
54
• Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya. • Mengkombinasikan data cross section dan data time series. • Membuang variabel yang berkorelasi. • Mentrasformasikan data. • Mendapatkan tambahan atau data baru.
4. Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau ruang (cross-sectional). Autokorelasi sering terjadi pada data time series. Konsekuensi dari adanya autokorelasi yaitu dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya yaitu penduga-penduga koefisien regresi yang diperoleh tetap merupakan penduga yang tidak bias. Penyebab utama terjadinya autokorelasi antara lain: •
Ada variabel penting yang tidak digunakan dalam model
•
Kesalahan menduga bentuk matematika model yang digunakan
•
Pengolahan data yang kurang baik
•
Kesalahan spesifikasi variabel gangguan. Apabila menggunakan program Eviews untuk melihat ada atau tidaknya
autokorelasi yaitu dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Apabila nilai probabilitas obs*R-squared-nya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka hasil estimasi tersebut tidak mempunyai masalah dalam autokorelasi. Sebaliknya, jika nilai probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan maka hasil estimasi tersebut mempunyai masalah dengan autokorelasi.
55
V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MEUBEL KAYU
5.1 Industri Meubel Kayu Indonesia Indonesia salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan yang luas dan merupakan negara penghasil berbagai kayu. Industri pengolahan kayu semula merupakan industri pengolahan kayu hulu seperti industri kayu gergajian dan kayu lapis. Kondisi ini belum memberikan nilai tambah yang optimal bagi perekonomian nasional. Peluang untuk meningkatkan nilai ekonomis produk kayu masih terbuka luas dengan menghasilkan produk-produk industri hilir berbahan baku kayu. Industri meubel merupakan salah satu industri hilir kayu yang dapat menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi pada industri pengolahan kayu. Industri meubel tidak membutuhkan bahan baku kayu bulat yang berdiameter besar sebagaimana diperlukan oleh industri kayu lapis. Industri ini dapat memanfaatkan kayu bulat diameter relatif kecil yang tidak dimanfaatkan oleh industri kayu lapis. Ketersediaan bahan baku industri meubel relatif fleksibel oleh karena itu, pengembangan industri ini relatif lebih memiliki prospektif. Kebutuhan bahan baku kayu industri meubel kayu di Indonesia saat ini mencapai sekitar 4 – 4,5 juta m3 per tahun atau setara dengan 9 juta m3 kayu log setiap tahun. Bahan baku kayu yang digunakan umumnya adalah: jati, mahoni, mindi, waru dari tanaman rakyat, pinus dari perhutani, acasia, gmelina dari hutan tanaman industri, tanaman buah-buahan, seperti durian, mangga, mbacang, kuwen, kayu karet dari perkebunan, dan yang berasal dari hutan alam, seperti meranti, nyatoh, bangkarai, kempas, dan lain-lain.
56
Walaupun Indonesia memproduksi meubel dari berbagai bahan baku seperti kayu, rotan, besi, dan plastik, produksi dan ekspor meubel kayu merupakan komponen terbesar dengan proporsi sebesar 75 persen (Gambar 7). Sentra-sentra industri meubel kayu berkembang pesat terutama di pulau Jawa yaitu: untuk kayu di Semarang, Jepara, Solo, dan Surabaya, sedangkan untuk rotan yang terbesar di Cerebon.
Bambu, logam, plastik dan lainnya, 5% Rotan, 20%
Kayu, 75%
Gambar 7. Ekspor Meubel Indonesia berdasarkan Bahan Baku Sumber: Asmindo (2006)
Berdasarkan klasifikasi harmonized system pengelompokan produk dari kayu dapat dibagi menjadi empat, yaitu office furniture, kitchen furniture, bedroom furniture, dan dining, living, shop & others wooden furniture. Adapun pengklasifikasian tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Klasifikasi Meubel Kayu HS Code 94.03 94.03.30 94.03.40 94.03.50 94.03.60
Keterangan Wooden Furniture office furniture kitchen furniture bedroom furniture dining, living, shop & others wooden furniture
Sumber: Harmonized System.
57
Gambar 8 memperlihatkan dining, living, shop & others wooden furniture merupakan komponen terbesar dalam meubel kayu yaitu dengan proporsi 78 persen, diikuti oleh bedroom 16 persen, office 5 persen, dan kitchen 1 persen.
Office, 5%
Kitchen, 1%
Bedroom, 16% Dining, etc, 78%
Gambar 8. Proporsi Ekspor Meubel Kayu Indonesia, 2005 Sumber: Asmindo (2006)
5.2 Ekspor Meubel Kayu Indonesia Perkembangan nilai ekspor ditentukan oleh kombinasi dari perkembangan harga dan perkembangan volume. Perkembangan harga dan perkembangan volume tersebut ditentukan oleh sejumlah faktor yang berbeda. Indonesia sebagai negara kecil di pasar global untuk hampir semua produk ekspor, artinya Indonesia adalah price taker, maka perkembangan harga adalah faktor eksogen bagi Indonesia. Sedangkan perkembangan volume ditentukan oleh faktor-faktor dari sisi suplai domestik. Besarnya kenaikan nilai ekspor Indonesia lebih sering disebabkan oleh kenaikan harga di pasar dunia dibandingkan kenaikan volume ekspor.
58
Tabel 7 menjelaskan ekspor meubel kayu mengalami peningkatan baik dalam nilai maupun dalam volumenya dari tahun 1993 sampai tahun 1997, kemudian pada tahun 1998 terjadi penurunan. Dari tahun ke tahun ekspor meubel kayu Indonesia mengalami fluktuasi, seperti pada tahun 1999 sampai tahun 2000 ekspor meubel kayu mengalami kenaikan. Sedangkan pada tahun 2005 sampai tahun 2007 jumlah volume mengalami penurunan. Berbeda dengan nilai meubel kayu, pada tahun 2006 tetap mengalami kenaikan meskipun dalam jumlah volume mengalami penurunan. Hal itu disebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami kenaikan atau terdepresiasi sehingga nilai ekspor meningkat. Tabel 7. Perkembangan Ekspor Meubel Kayu Indonesia Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Berat (Kg) 149.787.577 188.604.307 213.691.250 279.216.155 359.768.268 158.482.585 477.943.398 587.451.376 561.169.354 625.872.473 660.024.408 609.334.314 664.921.435 661.233.767 545.289.200 Laju (%)
Nilai (US$) 312.689.395 402.206.787 458.622.271 545.631.477 527.151.465 252.056.643 854.037.063 1.091.137.680 1.036.799.666 1.116.493.035 1.167.692.364 1.172.234.771 1.350.732.648 1.366.445.237 1.100.910.720
Perubahan Nilai (%) 28,63 14,03 18,97 -3,39 -52,16 238,83 27,76 -4,98 7,69 4,59 0,39 15,23 1,16 -19,43 22,51
Sumber:Asmindo (2008)
Laju pertumbuhan ekspor meubal kayu mulai dari tahun 1993 sampai tahun 2007 yaitu sebesar 22,51 persen. Perubahan tertinggi nilai ekspor meubel kayu terjadi pada tahun 1999 sebesar 238,83 persen yang pada tahun sebelumnya sempat mengalami penurunan sebesar 52,16 persen. Sedangkan penurunan ekspor meubal kayu terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 19,43 persen.
59
5.2.1 Tren Perkembangan Ekspor dan Impor Meubel Kayu Indonesia Tahun 2001, nilai ekspor meubel kayu mengalami penurunan sebesar US$ 54.338 ribu dari tahun 2000. Kemudian setelah tahun 2001 sampai tahun 2006 nilai ekspor meubel kayu mengalami peningkatan. Hal itu ditunjukkan pada Gambar 9, tahun 2006 nilai ekspor meubel kayu mencapai US$ 1.366.445 ribu Perkembangan ekspor jauh lebih besar daripada impor pada tahun yang sama. Tahun 2006 impor meubel kayu sebesar US$ 35.779 ribu, Impor meubel dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, ini menandakan meubel impor banyak digemari oleh masyarakat. 1600 1400
juta US$
1200 1000 ekspor
800
impor
600 400 200 0 1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 9. Perkembangan Ekspor dan Impor Meubel Kayu Indonesia Sumber: Asmindo (2008)
5.2.2 Ekspor Meubel Kayu Indonesia berdasarkan Negara Tujuan Pada tahun 2005 China telah menjadi eksportir meubel terbesar di dunia melampaui Italia dengan nilai ekspornya mencapai US$ 14 miliar, atau 18 persen dari total ekspor meubel kayu. Sedangkan nilai ekspor Indonesia pada tahun yang sama hanya US$ 1,3 miliar atau hanya menguasai 2 persen dari pasar dunia meubel (Asmindo, 2005). Melihat China sangat agresif dalam melakukan ekspor,
60
tidak hanya meubel tetapi juga semua produk lainnya yang diekspor, besar sekali kemungkinan bahwa nilai ekspor meubel China akan meningkat terus dalam laju yang semakin pesat dalam tahun-tahun ke depan. Importir terbesar meubel kayu Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2007 dipegang oleh Amerika Serikat yang volume ekspornya pada tahun 2007 mencapai 189.698.498 kg dengan nilai sebesar US$ 555.219.944. Hal ini didukung oleh jumlah penduduk yang besar dan keadaan ekonomi Amerika Serikat yang maju (Tabel 8). Tabel 8. Volume Ekspor Meubel Kayu Indonesia berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2007 Negara Amerika Serikat Jepang Belanda Inggris Perancis Jerman Belgia Spanyol Italia Australia Lainnya
Volume (Kg) 189.698.498 103.194.884 50.725.957 66.336.316 46.093.116 42.418.709 32.073.071 34.633.294 26.896.089 37.530.800 262.315.143
Nilai (US$) 555.219.944 188.766.830 131.920.435 115.200.823 108.182.956 104.409.430 93.039.792 76.462.246 62.063.042 62.035.723 449.419.601
Sumber: Asmindo (2008)
5.3 Perkembangan Industri Meubel Kayu Indonesia Jumlah kapasitas terpasang industri meubel kayu meningkat dari tahun 2004 sampai tahun 2006, tetapi tidak terjadi peningkatan pada tahun berikutnya jumlah kapasitas terpasang tetap berada pada posisi 3.411.554 m3/th. Konsumsi meubel kayu dari tahun 2004 sampai tahun 2006 mengalami penurunan. Tahun 2005 terjadi penurunan konsumsi meubel kayu sebesar 19.507 m3/th, peristiwa ini terjadi sampai pada tahun 2006 dan tahun 2007 terjadi peningkatan tetapi hanya
61
sebesar 1.050 m3/th. Peningkatan dan penurunan jumlah konsumsi dan produksi meubel kayu mengalami hal yang sama pada periode 2004 sampai 2007 (Tabel 9). Perkembangan industri meubel kayu sangat berkaitan antara satu sektor usaha dengan sektor yang lain. Penurunan dalam jumlah produksi dan konsumsi akan mengakibatkan penurunan utilitas kapasitas dan sebaliknya apabila terjadi peningkatan dalam jumlah produksi dan konsumsi maka utilitas kapasitas akan meningkat seperti yang dilihat pada Tabel 9. Usaha yang bergerak pada sektor meubel kayu selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kebanyakan usaha yang bergerak pada bidang ini yaitu usaha kecil menengah (UKM). Banyak UKM yang melakukan kemitraan dengan perusahaan eksportir dalam bidang penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, dan pemasaran hasil produksi. Kerjasama ini kemudian menjadi terpadu dengan keikutsertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha kecil dan menengah, dan adanya saling berkepentingan dari semua pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Perusahaan besar memerlukan volume tinggi dan memiliki dana cukup untuk membiayai hak kelola, perizinan, dan iuran, sementara pabrikan skala kecil (UKM) harus bergantung kepada pasokan dari perkebunan. Pada tahun 2004 usaha yang bergerak pada industri meubel kayu sebesar 865 unit dan terjadi peningkatan pada tahun 2005 menjadi 950 unit. Akan tetapi tidak terjadi peningkatan pada tahun-tahun berikutnya (Tabel 9). Penyerapan tenaga kerja industri meubel kayu mengalami pertumbuhan dari tahun 2004 sampai tahun 2007. Dari 395.979 orang menjadi 435.112 orang. Melihat semakin pesatnya industri yang bergerak pada industri hilir menyebabkan
62
persaingan menjadi semakin kompetitif. Hal ini berdampak kepada kemampuan unit usaha yang bergerak pada sektor industri ini untuk merebut pangsa pasar dan dapat menyerap tenaga kerja. Nilai produksi mengalami hal yang sama dengan konsumsi dan utilitas kapasitas. Nilai produksi menurun dari tahun sebelumnya menjadi 12.866.078 pada tahun 2005 dan tidak mengalami peningkatan pada tahun 2006 yang akhirnya naik menjadi 12.904.676 pada tahun 2007. Tabel 9. Performance Perkembangan Industri Meubel Kayu Indonesia Keterangan Kapasitas Terpasang Konsumsi Utilitas Kapasitas Jumlah Unit Usaha Penyerapan Tenaga kerja Nilai Produksi
Satuan
2004
2005
2006
2007
M3/th
3.301.260
3.401.350
3.411.554
3.411.554
M3/th % Buah Orang Rp Juta
564.823 545.316
519.571
520.621
75.22
68.51
66.21
66.41
865
950
950
950
395.979
415.417
434.244
435.112
12.866.078
12.904.676
13.709.010 12.866.078
Sumber: Departemen Perindustrian (2008)
Kapasitas meubel kayu Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun 1997 sampai tahun 2006. Kondisi ini berbeda dengan produksi yang pada tahun 1998 mengalami penurunan disebabkan adanya krisis, tetapi pada tahun berikutnya produksi meubel mengalami peningkatan sampai tahun 2006 (Tabel 10). Pada saat krisis sebagian produsen ada yang mengalami peningkatan dalam jumlah produksinya karena mata uang Indonesia mengalami depresiasi sehingga barang domestik lebih murah dibanding barang luar.
63
Tabel 10. Perkembangan Kapasitas dan Produksi Meubel Kayu (Ribu M3) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Kapasitas Terpasang 2.748 2.831 2.883 2.953 3.027 3.161 3.295 3.301 3.401 3.411 Rata-rata
Produksi 1.671 1.043 1.645 2.097 2.219 2.410 2.535 2.483 2.568 2.643
Produksi terhadap Kapasitas % 60,81 36,84 57,06 71,01 73,31 76,24 76,93 75,22 75,51 77,48 68,04
Sumber: Departemen Perindustrian (2008), diolah
Persentase produksi terhadap kapasitas terpasang selama 10 tahun dari tahun 1997 sampai tahun 2006 memiliki rata-rata sebesar 68,04 persen. Persentase produksi terhadap kapasitas terpasang pada tahun 2006 adalah yang tertinggi yaitu sebesar 77,48 persen sedangkan yang terendah pada saat krisis tahun 1999 sebesar 36,84 persen.
5.4 Jumlah Investasi Industri Meubel Kayu Indonesia Kemungkinan besar salah satu penyebab belum begitu pentingnya meubel kayu dibandingkan khususnya pulp didalam ekspor industri hasil hutan Indonesia adalah karena investasi yang belum mencukupi atau minim di subsektor tersebut. Data dari Departemen Perindustrian, tahun 2003 menunjukkan bahwa nilai investasi ke industri meubel kayu tercatat sebesar Rp 6.400.522 miliar dibandingkan Rp 12.415.000 di industri pulp (Tabel 11). Padahal, investasi merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan atau pertumbuhan ekspor, karena investasi dibutuhkan untuk perluasan kapasitas produksi, diversifikasi produk, dan pembaharuan teknologi yang berarti perbaikan kualitas produksi.
64
Tabel 11. Jumlah Investasi Industri Hasil Hutan (Rp miliar) Jenis Komoditi Pulp Kertas Meubel kayu Rotan olahan Wood working Crumb rubber
2003
2004
2005
2006
2007
12.415.000 10.630.484
12.415.000 10.828.140
12.415.000 10.864.909
12.415.000 11.025.100
12.477.075 11.080.225
6.400.522
6.427.120
7.180.807
7.186.445
7.208.004
1.002.625
1.004.875
1.004.876
1.005.332
1.008.347
5.274.499
5.274.499
5.274.499
5.290.332
5.306.202
456.000
456.000
478.800
526.680
528.260
Sumber: Departemen Perindustrian (2008), diolah
Permintaan terhadap meubel kayu tidak lagi hanya ditentukan oleh harga tetapi juga faktor-faktor lain, seperti selera, pretise, dan kedudukan sosial pembeli. Artinya, desian, warna, bentuk atau penampilan juga menjadi faktorfaktor determinan yang penting dalam pembelian meubel kayu.
5.5 Permasalahan Industri Meubel Kayu Indonesia 1. Bahan Baku Pasokan bahan baku kayu bulat dari hutan alam sudah semakin berkurang dan dibatasi. Pada tahun 2004, jatah tebang hanya sekitar 5,7 juta m3 turun dari jatah tebang pada 2002 sebesar 6,89 juta m3. Penurunan jatah tebang ini mau tak mau berimbas pada jatah tebang kayu jati milik Perhutani. Menurut Direktur Eksekutif Asmindo, Sae Tanangga Karim, setiap tahun Perhutani mengeluarkan kuota tebang kayu yang didasarkan pada kuota yang dikeluarkan Departemen Kehutanan. Pada 2003, Perhutani hanya mengeluarkan jatah tebang jati 900 ribu m3, padahal kebutuhan industri meubel kayu mencapai 2 juta m3. Total kebutuhan semua jenis kayu industri meubel sebanyak 4 juta sampai 4,5 juta m3.
65
Di satu sisi pasokan bahan baku dibatasi tetapi illegal logging dan illegal trade berjalan terus tanpa ada upaya berarti pemerintah untuk menghentikannya. Banyak bahan baku kayu Indonesia banyak yang diselundupkan ke luar negeri, seperti Cina dan Vietnam, yang menjadi negara pesaing Indonesia. Akibatnya industri dalam negeri kesulitan bahan baku, sementara itu industri luar negeri justru memperoleh kayu murah. 2. Produksi Kualitas finishing produk meubel kayu Indonesia kurang baik dan sebagian besar desain produk berasal dari negara pembeli, karena sifatnya job order. Artinya, sebelum melakukan pembelian dalam jumlah besar, para pembeli tersebut melakukan survei dan kemudian meminta desainer untuk membuatkan gambar. Berbekal gambar desain tersebut, importir mendatangi para eksportir di Indonesia agar dibuatkan contoh produknya. Sampel produk inilah yang lantas menjadi pedoman untuk pemesanan barang dalam jumlah besar sekaligus menjadi pedoman untuk menentukan harga barang. Order desain dari para buyers ini disadari tidak menguntungkan pengembangan pemasaran produk lokal. Masih terbatasnya penggunaan teknologi pengeringan dan pengawetan kayu. Hal ini mengakibatkan para buyer luar negeri mengembalikan pesanannya karena meubel kayu yang dipesan rusak disebabkan banyak binatang rayap yang terdapat pada produk meubel kayu tersebut. 3. Pemasaran Pengusaha bisa mengeluarkan biaya sebesar 10 persen lebih mahal dari harga kayu untuk mendapatkan bahan baku saja. Dengan semakin langkanya kayu, oknum-oknum mulai menarik pungutan. Semakin sulit kayu maka pungutan
66
yang dipatok juga semakin besar. Ini membuat harga meubel Indonesia lebih mahal dari China. Di satu sisi China mengimpor kayu dalam jumlah besar, tetapi yang dicemaskan adalah kayu selundupan dari Indonesia masuk ke China, sehingga negara itu mendapat bahan baku dengan harga murah. Sebagai salah satu negara pemasok produk meubel yang cukup diperhitungkan di pasar internasional sudah selayaknya Indonesia mempunyai pameran produk meubel dan kerajinan bertaraf internasional. Dengan pameran ini Indonesia dapat memperkenalkan produk-produk meubel kayu ke berbagai penjuru dunia, sehingga produk meubel Indonesia diketahui tidak semata-mata sebagai perabot fungsional melainkan juga sebagai komoditas yang memiliki prestise dan dapat mendukung lifestyle. Di samping itu para eksportir hanya terpaku pada pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat dan kurang mencari peluang pasar baru. Sehingga pemasaran terhambat karena negara-negara tersebut menuntut adanya sertifikat ekolabel. Banyak negara yang masih berpotensial bagi ekspor meubel kayu belum dimanfaatkan dengan baik, misalnya Timur Tengah, Jepang, dan Singapura. 4. Ekolabel Tahun 1997 sampai tahun 1998 ketika krisis moneter terjadi di Indonesia, sebagian pengusaha pengekspor meubel mengalami masa kejayaannya. Nilai tukar dollar AS terhadap rupiah saat itu membuat harga meubel produksi Indonesia bisa bersaing di pasar internasional. Namun di sisi lain, kesuksesan itu pun menuai tuntutan pada apa yang disebut sebagai ekolabel untuk semua produk meubel berbahan baku kayu.
67
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan di beberapa negara telah menekan para buyers agar tidak membeli produk meubel yang menggunakan bahan baku kayu asal Pulau Jawa. Pihak luar khususnya Uni Eropa dan Amerika Serikat menuntut produk meubel Indonesia harus dilengkapi dengan sertifikat ekolabel yang terbuat dari kayu hutan tanaman lestari. Bila hal itu tidak dilakukan, mereka akan menolak menerima meubel produksi Indonesia. Tidak mudah mengikuti prosedur untuk mendapatkan sertifikat ekolabel tersebut. Seorang eksportir harus memenuhi syarat yang diatur dalam ISO 9000, serta melakukan sistem audit menyeluruh. Audit bukan hanya dilakukan pada sistem manajemennya saja, melainkan juga proses produksinya. Kayu yang digunakan untuk produk ekspor harus berasal dari KPH (Kawasan Pemangkuan Hutan) yang telah bersertifikat. Setelah proses ini selesai, dilakukan audit fisik. Artinya, perusahaan harus memenuhi standar prosedur operasi, harus memiliki tahapan kerja produksi. Perusahaan pengekspor juga harus mencantumkan sistem distribusi dan perusahaan importir mana yang meminta sertifikat tersebut. Ekolabel tersebut diberi alasan demi menjaga ketersediaan bahan baku meubel itu sendiri untuk masa mendatang. Ini berarti kayu yang diperoleh produsen untuk membuat meubelnya bukan kayu ilegal. Di dalam negeri sertifikat ekolabel ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia. Meski sebetulnya persyaratan sertifikat ekolabel bisa berdampak positif untuk menghindari penebangan hutan secara liar.
68
5. Kebijakan Sejumlah masalah yang muncul dalam regulasi ekspor meubel kayu Indonesia yaitu diantaranya kebijakan pajak untuk pengambilan barang sampel, dan kebijakan yang terkait dengan perbankan. Regulasi pajak untuk pengambilan barang sampel ekspor memberatkan kalangan industri meubel kayu. Pajak untuk kasus ini sangat besar dan termasuk dalam pajak barang mewah. Ketika barang sampel dari luar negeri diambil kembali, maka para produsen dikenai pajak barang mewah yang besarnya antara 50-70 persen. Hal ini mengakibatkan para produsen yang menggelar pameran di luar negeri akan menjual produknya dengan harga yang murah daripada harus membawa kembali ke Indonesia karena dikenakannya pajak barang mewah tersebut. Selain itu, kebijakan dalam perbankan terutama mengenai masalah penyaluran atau peminjaman dana. Misalnya, untuk mencairkan Letter of Credit (L/C) exit diperlukan waktu yang terlalu lama. Padahal, para pelaku industri meubel kayu Indonesia hampir 80 persennya tergolong dalam sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Artinya, para pelaku industri ini membutuhkan dana tunai yang cepat untuk menyediakan biaya produksi dan mengembangkan bisnisnya.
69
VI. HASIL DAN PEMBAHSAN
6.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke Amerika Serikat
Model ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat dibahas menggunakan metode penduga Ordinary Least Square (OLS) pada program Eviews 4.1. Pada uji statistik, data hasil estimasi dianalisis menggunakan uji serempak (uji F), uji parsial (t-statistik), dan uji determinasi (R- square). Pada uji ekonometrika diuji dengan menggunakan uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, uji normalitas, dan uji multikolinearitas. Sedangkan pembahasan ekonomi bertujuan untuk menganalisis hasil estimasi dengan keadaan yang sebenarnya. Hasil estimasi model ditunjukkan melalui Tabel 12. Tabel 12. Hasil Estimasi Persamaan Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke Amerika Serikat Variabel Konstanta ( 0) Nilai Tukar Riil Rp/US$ (ERT) Harga ekspor meubel kayu (PE) Harga meubel kayu di Indonesia (P_IND) Harga meubel kayu di AS (P_AS) Jumlah penduduk Amerika Serikat (Q_AS) Pendapatan per kapita Amerika Serikat (PPK_AS) Dummy R-Squared R-Squared (adj) F-statistik Durbin-Watson stat Sumber Keterangan
: data diolah : nyata pada taraf nyata ( ) = 10 persen
Koefisien Probabilitas -19880973 0,0013 57,34123 0,1171 519055,2 0,0071 -1238,553 0,9897 -52807,08 0,0991 48,82847 0,0003 177278,9 0,0578 430962,8 0,0702 0,982963 0,965925 57,69447 0,000012 2,350138
70
6.2 Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis Uji statistik menunjukkan bahwa semua variabel eksogen berpengaruh pada taraf nyata 10 persen kecuali variabel nilai tukar dan harga meubel kayu di Indonesia. Ini dapat dilihat pada hasil uji estimasi di Tabel 12. Berdasarkan hasil uji tersebut menunjukkan bahwa persamaan ini memiliki daya penjelas (R2) sebesar 98,29 persen. Artinya variasi variabel endogen dari model ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat dapat dijelaskan secara linear oleh variasi variabel eksogen didalam persamaan sebesar 98,29 persen dan sisanya sebesar 1,71 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Mengacu pada nilai probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0,000012, maka persamaan model dalam penelitian ini lulus uji-F. Nilai ini menandakan bahwa variabel-variabel eksogen dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogen yaitu ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat pada taraf nyata 10 persen. Uji parsial melalui nilai statistik uji-t menunjukkan variabel eksogen yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen terhadap ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat adalah harga ekspor meubel kayu, harga meubel kayu di Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, pendapatan per kapita Amerika Serikat, dan variabel dummy yang menjelaskan kondisi perekonomian pada saat sebelum dan setelah krisis. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat pada taraf nyata 10 persen yaitu nilai tukar riil Indonesia terhadap Amerika dan harga meubel kayu di Indonesia.
71
6.3 Uji Ekonometrika 1.
Uji Normalitas Pengujian normalitas pada hasil estimasi dapat diketahui melalui nilai
probabilitas Jarque-Bera. Dimana nilai probabilitasnya harus lebih besar dari taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 persen. Hasil pengujian normalitas pada persamaan menunjukkan nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata 10 persen yaitu 0,12. Berarti model persamaan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah normalitas atau erorr term terdistribusi dengan normal (Lampiran 4).
2.
Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah variabel
pengganggu memiliki varians yang sama (homoskedastisitas). Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai probabilitas obs*R-squared pada model persamaan yaitu sebesar 0,33 artinya nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 10 persen. Oleh karena itu, model pada persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah heteroskedastisitas (Lampiran 6).
3.
Uji Autokorelasi Nilai probabilitas obs*R-squared pada model persamaan adalah 0,29 yang
artinya nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah autokorelasi (Lampiran 5).
72
4.
Uji Multikolinearitas Hasil
estimasi
pada
persamaan
menunjukkan
terdapat
masalah
multikolinearitas diantara variabel-variabel eksogen. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi antara variabel eksogen yang nilainya lebih besar dari |0,8|. Variabel yang saling berkorelasi yaitu variabel dummy dengan ekspor meubel kayu, jumlah penduduk Amerika Serikat dengan volume ekspor, jumlah penduduk Amerika Serikat dengan dummy, harga meubel kayu di AS dengan dummy, harga di AS dengan pendapatan per kapita AS, harga ekspor dengan harga di AS, dan harga ekspor dengan harga di Indonesia. Masalah multikolinearitas dapat diatasi dengan menggunakan uji Klein. Menurut Klien s Rule of Tumb, multikolinearitas dapat menjadi masalah yang serius, apabila nilai korelasi yang dihasilkan dari masing-masing auxiliary regressions (regresi salah satu variabel eksogen terhadap variabel eksogen lainnya) lebih besar dari R2 yang dihasilkan dari regresi variabel endogen terhadap semua variabel eksogen. Ketentuan uji Klein menyebutkan bahwa masalah korelasi sederhana diantara variabel eksogen dapat diabaikan apabila nilai koefisien korelasinya lebih kecil daripada nilai koefisien korelasi dalam keseluruhan model (koefisien keragaman). Nilai R2 yang menunjukkan koefisien keragaman dalam persamaan yaitu
sebesar 0,982963 atau 98,29 persen. Sehingga dapat dikatakan bahwa
model persamaan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah multikolinearitas. Gujarati (1997) menyebutkan bahwa tanda yang paling jelas dari multikolinearitas adalah ketika nilai R-squared sangat tinggi, tetapi tidak satu pun koefisien regresi penting (signifikan) secara statistik. Pada Tabel 12 dapat dilihat
73
bahwa semua variabel eksogen adalah penting (signifikan pada taraf nyata yang digunakan) kecuali variabel nilai tukar dan harga meubel kayu di Indonesia. Dari beberapa uji yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa model persamaan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah multikolinearitas.
6.4 Interpretasi Variabel Eksogen 1.
Nilai Tukar Riil Uji ekonomi menunjukkan bahwa tanda koefisien nilai tukar adalah positif
yang sesuai dengan hipotesis awal penelitian dan teori ekonomi. Teori ekonomi menyebutkan apabila nilai tukar riil terdepresiasi atau terjadi kenaikan nilai tukar riil domestik terhadap negara lain akan menyebabkan barang Indonesia lebih murah dibanding harga luar negeri yang dalam hal ini Amerika Serikat sehingga ekspor meubel kayu meningkat. Berdasarkan hasil estimasi, variabel nilai tukar riil rupiah terhadap dollar memiliki nilai probabilitas sebesar 0,1171. Ini artinya nilai tukar riil rupiah terhadap dollar tidak nyata mempengaruhi volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat.
2. Harga Ekspor Meubel Kayu Variabel harga ekspor meubel kayu di pasar internasional berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya harga ekspor berpengaruh terhadap volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Uji ekonomi menunjukkan bahwa tanda koefisien harga ekspor adalah positif yang sesuai dengan hipotesis awal penelitian dan teori ekonomi.
74
Lipsey (1995) menyatakan harga yang ditawarkan berhubungan secara positif dengan jumlah yang ditawarkan, semakin besar harga komoditi maka akan semakin banyak kuantitas komoditi tersebut yang ditawarkan. Nilai koefisien harga ekspor sebesar 519055,2 yang berarti apabila harga ekspor naik sebesar 1 satuan, maka volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat akan mengalami kenaikan sebesar 519055,2 satuan. Jika harga komoditi di pasar internasional meningkat maka akan merangsang para eksportir meubel kayu untuk meningkatkan produksinya karena harga yang diterima eksportir lebih besar. Sehingga keuntungan yang diperoleh para pengusaha tersebut mengalami kenaikan.
3. Harga Meubel Kayu di Indonesia Harga meubel kayu di Indonesia berpengaruh negatif terhadap volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kenaikan harga di Indonesia akan menurunkan volume ekspor meubel kayu Indonesia karena dengan naiknya harga meubel kayu di Indonesia, para importir yang dalam hal ini Amerika Serikat harus membayar lebih mahal produk meubel kayu yang dibeli di Indonesia. Hasil regresi menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari variabel harga meubel kayu di Indonesia sebesar 0,9897. Ini artinya harga meubel kayu di Indonesia tidak nyata mempengaruhi volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat.
75
4. Harga Meubel Kayu di Amerika Serikat Berdasarkan hasil estimasi variabel harga meubel kayu di Amerika Serikat berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya harga meubel kayu di Amerika Serikat berpengaruh terhadap volume ekspor meubel kayu Indonesia. Uji ekonomi menunjukkan bahwa nilai koefisien harga meubel kayu di AS sebesar -52807,08 artinya apabila harga meubel kayu di AS mengalami kenaikan sebesar 1 satuan maka ekspor meubel kayu Indonesia ke AS akan mengalami penurunan sebesar 52807,08 satuan. Hubungan ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan jika harga luar negeri naik maka akan menyebabkan konsumen meubel kayu di Amerika Serikat harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk mendapatkan produk meubel kayu tersebut. Akibatnya konsumen meubel kayu di Amerika Serikat lebih memilih untuk mengimpor meubel kayu dari Indonesia. Ternyata hasil penelitian ini menunjukkan hubungan diantaranya adalah negatif. Hal ini mencerminkan bahwa ketika harga meubel kayu di Amerika Serikat naik, konsumen AS tidak mengimpor meubel kayu dari Indonesia tapi dari negara lain yang menawarkan harga yang lebih baik, yaitu negara pesaing Indonesia. Negara pesaing ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat adalah China. Ini diduga karena produk meubel kayu Indonesia memiliki daya saing yang rendah dibandingkan produk dari negara China. Daya saing yang rendah tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: ekonomi biaya tinggi, rendahnya investasi di industri meubel kayu, dan minimnya teknologi yang digunakan para pengusaha meubel kayu terutama pada tahap finishing.
76
Ekonomi biaya tinggi disebabkan banyaknya pungutan resmi dan tidak resmi yang dibebankan kepada para pengusaha meubel kayu salah satunya yaitu pungutan yang dipungut oleh Bea Cukai berupa Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBK) sehingga harga produk meubel kayu menjadi mahal. Di lihat dari investasi yang terdapat di industri meubel kayu, nilai investasi ini masih jauh berbeda bila dibandingkan dengan nilai investasi pada industri pulp dan kertas. Tahun 2007 nilai investasi industri meubel kayu sebesar Rp 7.208.004 miliar, sedangkan investasi yang terdapat pada industri pulp mencapai Rp 12.477.075 miliar (Dept. Perindustrian). Padahal, investasi merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan atau pertumbuhan ekspor.
5. Jumlah Penduduk Amerika Serikat Variabel jumlah penduduk Amerika Serikat berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Menurut Lipsey (1995), pertambahan penduduk akan menciptakan permintaan terhadap suatu komoditas meningkat. Nilai koefisien jumlah penduduk Amerika serikat sebesar 48,82847 yang berarti apabila jumlah penduduk Amerika Serikat naik sebesar 1 satuan, maka volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat akan mengalami kenaikan sebesar 48,82847 satuan. Uji ekonomi menunjukkan tanda koefisien jumlah penduduk Amerika Serikat adalah positif yang sesuai dengan hipotesis penelitian dan teori ekonomi. Apabila jumlah penduduk Amerika Serikat mengalami kenaikan maka kebutuhan perabotan rumah tangga masyarakat tersebut akan mengalami kenaikan juga. Kebutuhan perabotan tersebut dapat berupa kebutuhan yang akan digunakan
77
dalam perkantoran untuk mendukung atau melengkapi aktivitas mereka. Disamping itu juga kebutuhan masyarakat pribadi yang biasa digunakan misalnya kitchen furniture, bedroom furniture, dining, dan living funiture.. Dengan asumsi pendapatan masyarakat Amerika Serikat mengalami peningkatan.
6. Pendapatan Per Kapita Amerika Serikat Berdasarkan hasil estimasi variabel pendapatan per kapita Amerika Serikat berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Nilai koefisien pendapatan per kapita Amerika Serikat sebesar 177278,9 yang berarti apabila pendapatan per kapita Amerika Serikat naik sebesar 1 satuan, maka volume ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat akan mengalami peningkatan sebesar 177278,9 satuan. Uji ekonomi menunjukkan tanda koefisien pendapatan per kapita AS adalah positif yang sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Nicholson (1999) yang menyatakan apabila pendapatan bertambah, maka secara tidak langsung bagian dari pendapatan yang akan dibelanjakan juga akan bertambah. Akibatnya jumlah barang yang bisa dibeli meningkat. Menurut Sukirno (1985), perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan ke atas permintaan berbagai jenis barang. Produk meubel kayu termasuk salah satu barang mewah sehingga apabila terjadi kenaikan pendapatan per kapita Amerika Serikat menyebabkan daya beli masyarakat mengalami peningkatan, sehingga kemampuan masyarakat untuk membeli kebutuhan perabotan mereka yang dalam hal ini meubel kayu akan mengalami peningkatan juga dengan asumsi faktor lain tetap.
78
7. Dummy Variabel dummy pada model menyatakan dua kondisi berbeda yang dianalisis yaitu kondisi sebelum dan setelah krisis. Berdasarkan hasil estimasi dummy berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel dummy berpengaruh terhadap ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Nilai koefisien dummy yaitu sebesar 430962,8. Artinya dummy krisis ekonomi akan meningkatkan ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 430962,8 satuan. Hasil regresi memperlihatkan dummy sesuai dengan hipotesis penelitian.
79
6.5 Potensi Amerika Serikat sebagai Negara Tujuan Ekspor Meubel Kayu Indonesia Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor nonmigas terbesar kedua bagi Indonesia setelah Jepang. Total ekspor non migas Indonesia ke Amerika Serikat tahun 2007 sebesar US$ 11.311,34 juta atau meningkat 5,89 persen dibanding tahun 2006 yaitu sebesar US$ 10.682,53 juta (Tabel 13). Sedangkan total impor Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun 2007 sebesar US$ 4,8 miliar atau naik 18 persen dibanding tahun 2006 sebesar US$ 4,1 miliar. Tabel 13. Negara Utama Tujuan Ekspor NonMigas Indonesia (Juta US$) Negara Jepang Amerika Serikat Singapura Republik Rakyat China India
2006 2007 12.198,57 13.092,85 10.682,53 11.311,34 7.824,15 8.990,37 5.466,61 6.664,10 3.326,45 4.884,96
Perubahan (%) 7,33 5,89 14,91 21,91 46,85
Sumber: Bank Indonesia (2008), diolah
Nilai ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat tidak selalu mengalami kenaikan. Pada Tabel 14 dapat dilihat nilai ekspor meubel kayu Indonesia mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2006 yaitu sebesar 585.645.481 kg, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 1998 yang hanya mencapai 113.054.145 kg. Pangsa pasar meubel kayu Indonesia di Amerika Serikat adalah yang terbesar dibandingkan negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia yang lain. Sama halnya dengan nilai ekspornya pangsa pasar meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Pangsa pasar yang tertinggi dicapai pada tahun 2002 sebesar 32,63 persen, sedangkan pangsa pasar terendah dicapai tahun 1997 yaitu sebesar 18,54 persen (Tabel 14)
80
Tabel 14. Nilai dan Pangsa Pasar Meubel Kayu Indonesia di Amerika Serikat Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Nilai US$ (Kg) 181.183.198 135.805.738 113.054.145 320.668.047 432.644.777 444.609.795 489.724.560 440.709.482 482.669.994 547.190.637 585.645.481 555.219.944
Pangsa Pasar (%) 26,55 18,54 22,25 25,85 28,90 31,55 32,63 28,47 28,97 29,33 31,69 29,05
Sumber: Asmindo (2008)
Besarnya permintaan atas suatu barang ditentukan oleh banyak faktor salah satunya kondisi ekonomi negara tujuan. Kondisi negara tujuan dapat dilihat dari Gross Domestic Product, jumlah penduduk, dan nilai tukar mata uang.
6.5.1 Gross Domestic Product (GDP) Perubahan Groos Domestic Product akan berpengaruh pada permintaan suatu jenis barang. Jika GDP naik, sementara tingkat harga barang relatif tetap, maka implikasinya permintaan terhadap barang akan bertambah. Tabel 15 menunjukkan tingkat GDP Amerika Serikat selama kurun waktu 15 tahun. Berdasarkan Tabel 15, GDP Amerika Serikat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Perubahan rata-rata GDP Amerika Serikat selama 15 tahun mulai dari tahun 1993 sampai tahun 2007 yaitu sebesar 3,17 persen. Hal ini secara tidak langsung telah menciptakan suatu potensi pasar terhadap ekspor meubel kayu Indonesia.
81
Tabel 15. Pertumbuhan Gross Domestic Product Amerika Serikat Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Miliar US$ 7.532,70 7.835,50 8.031,70 8.328,90 8.703,50 9.066,90 9.470,30 9.817,00 9.890,70 10.048,80 10.301,00 10.675,80 11.003,40 11.319,40 11.566,80 Rata-rata (%)
Perubahan (%) 4,02 2,50 3,70 4,50 4,18 4,45 3,66 0,75 1,60 2,51 3,64 3,07 2,87 2,19 3,17
Sumber: International Financial Statistics (2008), diolah dengan tahun dasar 2000 = 100
6.5.2 Jumlah Penduduk Menurut Lipsey (1995), pertambahan jumlah penduduk akan menciptakan permintaan terhadap suatu komoditas akan mengalami peningkatan. Amerika serikat adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16. Jumlah Penduduk Terbanyak di Dunia Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
China 1.291.496.022 1.298.847.624 1.306.313.812 1.313.973.713 1.321.851.888
India 1.057.504.419 1.075.473.222 1.093.563.426 1.111.713.910 1.129.866.154
Amerika Serikat 290.342.554 293.027.571 295.734.134 298.444.215 301.139.947
Sumber: U.S. Census Bureau, International Data Base (2008)
Tabel 17 menunjukkan jumlah penduduk Amerika Serikat dan penduduk dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan perubahan sebesar 1 persen dari tahun 1996 sampai tahun 2007. Sedangkan Jumlah penduduk Amerika Serikat rata-rata sebesar 4,23 persen terhadap penduduk dunia.
82
Tabel 17. Persentase Penduduk Amerika Serikat terhadap Penduduk Dunia Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Penduduk AS 269.667.391 272.911.760 276.115.288 279.294.713 282.338.631 285.023.886 287.675.526 290.342.554 293.027.571 295.734.134 298.444.215 301.139.947 Rata-rata
Perubahan AS (%) 1,20 1,17 1,15 1,09 0,95 0,93 0,93 0,93 0,92 0,92 0,90 1,00
Penduduk Dunia 5.764.595.724 5.846.689.257 5.925.518.404 6.003.343.169 6.084.907.596 6.162.280.576 6.238.819.839 6.315.241.427 6.392.405.362 6.470.340.436 6.548.696.975 6.627.548.985
AS trhdp Dunia (%) 4,68 4,67 4,66 4,65 4,64 4,63 4,61 4,59 4,58 4,57 4,56 4,54 4,23
Sumber: U.S. Census Bureau, International Data Base (2008), diolah
Dengan jumlah penduduk yang tinggi tersebut Amerika Serikat adalah negara yang sangat berpotensi untuk menciptakan suatu permintaan yang akan meningkat setiap tahunnya terhadap produk meubel kayu Indonesia dan ini merupakan potensi pasar bagi ekspor meubel kayu Indonesia.
6.5.3 Nilai Tukar Nilai tukar mata uang suatu negara terhadap negara lain dijadikan pertimbangan untuk mengukur nilai pembelian barang yang harus dikeluarkan dari luar negeri (Sukirno, 1981 dalam Turnip, 2002). Nilai tukar dollar Amerika akan mempengaruhi volume ekspor meubel kayu sebab harga meubel kayu yang diperdagangkan di pasar dunia menggunakan satuan dollar Amerika. Nilai tukar Rp/US$ tertinggi dicapai tahun 1998 yaitu sebesar Rp 10031,30 per dollar, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar Rp 4879,66. Rata-rata perubahan nilai tukar Rp/US$ dari tahun 1993 sampai tahun 2007 yaitu sebesar 1,62 persen hal ini dapat dilihat pada Tabel 18.
83
Tabel 18. Perubahan Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Dollar AS (Rp/US$) Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Nilai Tukar Rp/US$ 5.687,33 5.459,06 5.245,45 5.006,30 9.207,92 10.031,30 7.365,15 9.595,00 9.327,35 7.169,21 6.364,66 6.574,66 6.301,28 5.110,48 4.879,66 Rata-rata
Perubahan (%) -4,01 -3,91 -4,56 83,93 8,94 -26,58 30,28 -2,79 -23,14 -11,22 3,30 -4,16 -18,90 -4,52 1,62
Sumber: Bank Indonesia (2008), diolah dengan tahun dasar 2000 = 100
Perubahan nilai tukar riil Rp/US$ yang terbesar terjadi pada tahun 1997 yaitu 83,93 persen sedangkan yang terendah terjadi tahun 1999 sebesar -26,58 persen. Rata-rata perubahan nilai tukar riil Rp/US$ dari tahun 1993 sampai tahun 2007 yaitu sebesar 1,62 persen (Tabel 18). Semakin tinggi nilai tukar dollar Amerika diharapkan jumlah ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat akan semakin besar.
84
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1. Potensi Amerika Serikat sebagai negara tujuan ekspor meubel kayu Indonesia dilihat berdasarkan Gross Domestic Product (GDP) Amerika Serikat, jumlah penduduk, dan nilai tukar dollar. GDP dan jumlah penduduk Amerika Serikat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Selama kurun waktu 15 tahun pertumbuhan GDP Amerika Serikat yaitu rata-rata sebesar 3,17 persen. Jumlah penduduk Amerika Serikat terhadap penduduk dunia memiliki rata-rata 4,23 persen. Hal ini secara tidak langsung telah menciptakan suatu potensi pasar terhadap ekspor meubel kayu Indonesia. Nilai tukar dollar Amerika Serikat dijadikan mata uang untuk perdagangan meubel kayu di pasar internasional, sehingga harga dan volume meubel kayu yang diperdagangkan dipengaruhi atau ditentukan oleh dollar Amerika. 2. Volume Ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat dipengaruhi secara nyata oleh harga ekspor riil meubel kayu di pasar internasional, harga meubel kayu di Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, pendapatan per kapita Amerika Serikat, dan variabel dummy. Sedangkan variabel nilai tukar dan harga meubel kayu di Indonesia tidak berpengaruh nyata. Harga meubel kayu AS tidak sesuai dengan hipotesis karena rendahnya daya saing meubel kayu Indonesia di AS. Hal ini dikarenakan rendahnya investasi yang terdapat pada industri meubel kayu, teknologi finishing yang belum memadai, dan adanya ekonomi biaya tinggi.
85
7.2 Saran 1. Di harapkan kepada pemerintah dan pengusaha meubel kayu bekerjasama untuk lebih meningkatkan daya saing produknya di pasar internasional. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan menekan ekonomi biaya tinggi, meningkatkan investasi pada usaha meubel kayu, dan memberikan bantuan kepada usaha kecil dan menengah dalam penyediaan alat produksi dan teknologi khususnya teknologi finishing kayu. Adanya teknologi yang baik sampai tahap finishing akan memberikan hasil dan kualitas yang bagus pada produk meubel kayu tersebut. Sehingga produk meubel kayu Indonesia dapat bersaing di pasar internasional. Kemudian dengan meningkatnya kualitas meubel kayu Indonesia maka Amerika Serikat akan membeli produk Indonesia apabila terjadi kenaikan harga meubel kayu di negara tersebut. 2. Diharapkan kepada pengusaha meubel kayu untuk selalu mengikuti perkembangan
perekonomian
Amerika
Serikat.
Dengan
mengetahui
perkembangan perekonomian negara tersebut para pengusaha meubel kayu Indonesia mendapat kemudahan untuk meningkatkan strategi ekspor. Strategi ekspor ini dapat dilihat dari perkembangan pendapatan per kapita atau Gross Domestic Product Amerika Serikat yang berpengaruh terhadap peningkatan ekspor meubel kayu Indonesia.
86
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2008. Hutan Jati. http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_jati. [12 Juni 2008]. Asosiasi Meubel dan Kerajinan Indonesia. 2006. Perkembangan Industri Meubel Indonesia. Asmindo. Jakarta. _________________________________. 2008. Ekspor Meubel Indonesia Tahun 1993-2007. Asmindo. Jakarta. _______________________________________.Ekspor Meubel Kayu Indonesia berdasarkan Negera Tujuan Tahun 1996-2007. Asmindo. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1993-2007. Indeks Harga Perdagangan Besar. BPS. Jakarta. ____________________________ . Indeks Harga Konsumen. BPS. Jakarta. Bank Indonesia. 2008. Ekspor Indonesia berdasarkan 50 Negara Tujuan. BI. Jakarta. __________________. Statistika Ekonomi Keuangan Indonesia 1993-2007. BI. Jakarta. _________________. Sistem Informasi Pola Pembiayaan Industri Kayu Olahan. 2006. http://www.bi.go.id/sipuk/ id/?id=4&no=50305&idrb=44501. [26 Juni 2008]. Bintang, C. H. 2004. The Economic Performance of Indonesia s Forest Sector in The Period 1980-2002. [Jurnal]. Edisi Ke-3. Institut Pertanian Bogor. Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2006. Hutan Tanaman Indonesia. Jakarta. Departemen Perindustrian. 2006. Profil Ekonomi Meubel Kayu. Jakarta _____________________. 2007. Perkembangan Ekspor Indonesia. Jakarta _____________________.2008. Perkembangan Industri Hasil Hutan. Jakarta Departement of Commerce United States of America. 2008. World Population. http://www.census.gov/ipc/www/idb/worldpopinfo.html. [28 Juni 2008]. Fatkhurrohim. 2008. Exhibition: Indonesia Furniture and Craft Fair Indonesia. http://media-liputanku.html. [12 April 2008].
87
Feisal. 2004. Analisis Permintaan Ekspor CPO Indonesia. [Skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta. Gujarati, D. 1997. Ekonometrika Dasar. Sumarno, Z [penerjemah]. Erlangga. Jakarta. International Financial Statistics. 2008. Gross America.http://www.ifs.org/html. [10 April 2008].
Domestic
Product
Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press. Bogor. Kindleberger, C. P. 1995. Ekonomi Internasional. Edisi Ke-8. Erlangga. Jakarta. Lipsey, Courant, Purvis, dan Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Edisi Ke-10. Binarupa Aksara. Jakarta. Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Ke-5. Erlangga. Jakarta Nicholson W. 1999. Toeri Ekonomi Mikro. Edisi Ke-2. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Prihatini. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil Indonesia ke Singapura. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid I. Edisi Ke-5. Erlangga. Jakarta. Sambudi, S. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Kopi Arabika Indonesia. [Skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukirno, S. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Turnip, C. E. 2002. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia. [Skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Walpole, E. R. 1992. Pengantar Statistika. Edisi Ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
88
89
Lampiran 1. Data IHK Amerika Serikat, IHK Indonesia, dan IHPB Tahun Dasar 2000 (2000=100) Tahun
IHK AS
IHK Indonesia
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
83,89 86,08 88,49 91,09 93,22 94,66 96,73 100,00 102,83 104,46 106,83 109,69 113,41 117,07 120,41
37,10 40,30 44,00 47,60 50,50 80,00 96,40 100,00 111,50 124,70 133,00 141,30 156,00 176,50 187,80
Sumber: Badan Pusat Statistik (2008)
Keterangan: IHK = Indeks Harga Konsumen IHPB = Indeks Harga Perdagangan Besar
IHPB Ekspor 64,85 64,90 75,91 77,94 89,80 252,88 94,04 100,00 111,81 108,74 106,50 112,44 119,87 129,52 143,06
Impor 66,84 67,94 72,70 76,68 82,31 189,04 91,30 100,00 114,20 111,73 114,33 127,24 145,00 162,00 186,26
90
Lampiran 2. Data Hasil Estimasi dalam Persamaan OLS Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
EKS 525843.7 656105.7 662563.5 675386.3 497962.8 860204.1 1403094. 1818775. 1827000. 2046002. 1881982. 1924102. 1998697. 1985020. 1896985.
Keterangan: EKS ERT PE P_IND P_AS Q_AS PPK_AS DUMMY
ERT 5687.332 5459.057 5245.455 5006.303 9207.921 10031.25 7365.145 9595.000 9327.354 7169.206 6364.662 6574.664 6301.282 5110.482 4879.659
PE 3.219047 3.285891 2.827284 2.507255 1.631685 0.628930 1.900149 1.857409 1.652419 1.640517 1.661188 1.710953 1.694683 1.595513 1.411260
P_IND 3.741824 3.770391 3.139822 3.269768 2.770910 0.979864 2.852680 2.727227 1.175450 2.101743 2.233587 2.164311 1.996803 1.808007 1.753492
P_AS 16.53920 10.74082 10.01756 7.432429 7.564590 1.612663 2.628010 3.490615 2.986938 4.544822 2.664859 1.804786 2.608513 2.985465 4.586775
= Volume Ekspor Meubel Kayu (Ton) = Nilai Tukar Riil (Rp/US$) = Harga Ekspor Meubel Kayu (ribu US$/Ton) = Harga Meubel Kayu di Indonesia (ribu US$/Ton) = Harga Meubel Kayu di Amerika Serikat (ribu US$/Ton) = Jumlah Penduduk Amerika Serikat (ribu jiwa) = Pendapatan per Kapita Amerika Serikat (US$) = 0 : sebelum krisis 1 : setelah krisis
Q_AS 260255.4 263435.7 266557.1 269667.4 272911.8 276115.3 279294.7 282338.6 285023.9 287675.5 290342.5 293027.6 295734.1 298444.2 301140.0
PPK_AS 37.47562 35.41667 35.04797 34.50172 34.55453 34.04970 33.90842 34.21258 34.68907 35.05309 34.77030 33.74760 33.44058 33.21113 33.21489
DUMMY 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000
91
Lampiran 3. Hasil Estimasi Persamaan OLS Dependent Variable: EKS Method: Least Squares Date: 08/11/08 Time: 15:32 Sample: 1993 2007 Included observations: 15 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ERT PE P_IND P_AS Q_AS PPK_AS DUMMY
-19880973 57.34123 519055.2 -1238.553 -52807.08 48.82847 177278.9 430962.8
3832045. 32.08614 138235.5 92387.37 27781.63 7.174170 78220.57 201889.2
-5.188085 1.787103 3.754862 -0.013406 -1.900791 6.806150 2.266397 2.134650
0.0013 0.1171 0.0071 0.9897 0.0991 0.0003 0.0578 0.0702
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.982963 0.965925 117923.7 9.73E+10 -190.7349 2.350138
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1377315. 638829.1 26.49799 26.87562 57.69447 0.000012
Lampiran 4. Uji Normalitas 6 Series: Residuals Sample 1993 2007 Observations 15
5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4 3 2 1 0 -100000
Jarque-Bera Probability 0
100000
200000
-1.69E-10 -23262.03 215074.4 -92747.06 83384.65 1.221394 3.887714 4.222028 0.121115
92
Lampiran 5. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.470249 1.090179
Probability Probability
0.518477 0.296431
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/11/08 Time: 15:35 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ERT PE P_IND P_AS Q_AS PPK_AS DUMMY RESID(-1)
-2067756. -4.361661 -27029.48 4918.632 -12699.17 2.253859 47633.18 -102965.6 -0.369288
4997911. 33.97452 149088.0 96362.39 34321.36 8.153849 106978.2 258150.6 0.538519
-0.413724 -0.128380 -0.181299 0.051043 -0.370008 0.276417 0.445261 -0.398859 -0.685747
0.6935 0.9020 0.8621 0.9609 0.7241 0.7915 0.6717 0.7038 0.5185
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.072679 -1.163750 122656.2 9.03E+10 -190.1690 1.856318
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-6.17E-10 83384.65 26.55587 26.98070 0.058781 0.999629
93
Lampiran 6. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
3.568483 14.68348
Probability Probability
0.394528 0.327527
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 08/11/08 Time: 15:35 Sample: 1993 2007 Included observations: 15 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ERT ERT^2 PE PE^2 P_IND P_IND^2 P_AS P_AS^2 Q_AS Q_AS^2 PPK_AS PPK_AS^2 DUMMY
-7.79E+13 -13948618 -50.84857 -2.33E+11 5.82E+10 -9.58E+10 2.40E+10 1.90E+10 1.37E+09 4.75E+08 -827.4686 6.34E+11 -9.87E+09 -3.25E+08
4.42E+13 22795244 1330.903 6.76E+10 1.76E+10 1.01E+11 2.51E+10 5.40E+09 1.62E+09 1.89E+08 327.9480 1.19E+12 1.75E+10 2.17E+10
-1.763285 -0.611909 -0.038206 -3.445524 3.307727 -0.949159 0.956349 3.514802 0.841731 2.515465 -2.523170 0.534847 -0.562998 -0.014938
0.3284 0.6504 0.9757 0.1798 0.1869 0.5166 0.5142 0.1765 0.5546 0.2409 0.2402 0.6873 0.6736 0.9905
0.978899 0.704581 6.20E+09 3.85E+19 -339.2011 3.552673
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
6.49E+09 1.14E+10 47.09348 47.75433 3.568483 0.394528
94
Lampiran 7. Uji Multikolinearitas EKS ERT PE P_IND P_AS Q_AS PPK_AS DUMMY
EKS 1.000000 0.027658 -0.534345 -0.609475 -0.729608 0.912783 -0.571741 0.886499
ERT 0.027658 1.000000 -0.538694 -0.428093 -0.388073 -0.040001 -0.070690 0.308148
PE -0.534345 -0.538694 1.000000 0.897366 0.846377 -0.685009 0.692321 -0.764593
P_IND -0.609475 -0.428093 0.897366 1.000000 0.785398 -0.708656 0.608140 -0.783355
P_AS -0.729608 -0.388073 0.846377 0.785398 1.000000 -0.772110 0.833656 -0.863033
Q_AS 0.912783 -0.040001 -0.685009 -0.708656 -0.772110 1.000000 -0.763127 0.835250
PPK_AS -0.571741 -0.070690 0.692321 0.608140 0.833656 -0.763127 1.000000 -0.624217
DUMMY 0.886499 0.308148 -0.764593 -0.783355 -0.863033 0.835250 -0.624217 1.000000
95