i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DENGAN TEKNIK BUDIDAYA SALIBU DI NAGARI TABEK
OKTARI HANGGRAINI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Dengan Teknik Budidaya Salibu di Nagari Tabek, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2016
Oktari Hanggraini NIM H34144058
ii
iii
ABSTRAK OKTARI HANGGRAINI. Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Dengan Teknik Budidaya Salibu di Nagari Tabek. Dibimbing oleh BURHANUDDIN. Budidaya padi dengan teknik salibu merupakan cara penanaman padi tanpa benih yang memanfaatkan sisa batang bawah padi hasil panen sebelumnnya sebagai media tumbuh tunas padi baru pada masa tanam berikutnya. Teknik budidaya salibu ini dapat meningkatkan produksi padi di lokasi penelitian. Sehingga dilakukan analisis faktor-faktor produksi padi salibu diantaranya yang berpengaruh yaitu tinggi pemotongan batang sisa panen, pupuk phonska, tinggi genangan air, obat-obatan dan tenaga kerja. Meningkatnya produksi padi di lokasi tersebut akan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat daerah tersebut. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani padi teknik budidaya salibu lebih tinggi dibandingkan usahatani padi tanam pindah yaitu 4.752 sedangkan usahatani tanam pindah yaitu 3.074, kemudian nilai R/C rasio atas biaya total padi salibu 2.418 sedangkan tanam pindah sebesar 1.701. Jadi usahatani padi salibu lebih menguntungkan dibandingkan padi tanam pindah di lokasi penelitian. Kata kunci: Teknik budidaya salibu, sistem tanam pindah, produksi, faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani
ABSTRACT OKTARI HANGGRAINI. Analysis of the factors of production and the income of farming Rice Cultivation Techniques With Salibu in Nagari Tabek. Guided by BURHANUDDIN. Rice cultivation with the cultivation techniques salibu rice planting techniques is without the seeds that make use of the rest of the stem under rice yields was as new media grows shoots of rice during the reign of the next planting. Cultivation techniques of salibu this can increase the production of rice in location research. So do the analysis of the factor of rice production salibu factors include the influential i.e. high cutting stems of residual harvest, fertilizer phonska, high standing water, drugs and labor. The increased production of rice in that location will have an effect on people's income. The value of R/C ratio at the expense of cash earned on rice cultivation techniques of farming salibu higher than for planting rice farming moved i.e. 4,752 while farming planting moved i.e. 3,074, then the value of R/C ratio over the total cost of the padi planting 2,418 salibu while the move amounted to 1,701. So farming is more profitable than rice salibu rice planting moved on site research. Keyword : Cultivation technique of salibu, the planting system moved, production, factors of production and the income of farming
iv
v
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DENGAN TEKNIK BUDIDAYA SALIBU DI NAGARI TABEK
OKTARI HANGGRAINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMENAGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
vi
viii
ix
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 sampai Mei 2016 ini ialah usahatani, dengan judul Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi dengan Teknik Budidaya Salibu di Nagari Tabek. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku pembimbing yang telah banyak memberi kritik dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Erdiman selaku penemu dan pencetus teknik budidaya salibu dari Balai Penyuluhan Teknologi Pertanian Sumatera Barat, Ibu Reflesia dan Ibu Emiwati, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Oktari Hanggraini
xi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Faktor-Faktor Input terhadap Produksi Padi Salibu Analisis Pendapatan Usahatani Padi KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Fungsi Produksi Konsep Usahatani Penerimaan Usahatani Pengeluaran Usahatani Pendapatan Usahatani Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penentuan Sampel Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Fungsi Produksi Cobb-Douglas Uji Asumsi Ordinary Least Square Hipotesis Analisis Pendapatan Usahatani Padi Salibu GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Karakteristik Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Nagari Tabek Kondisi Demografis dan Sosial Ekonomi Kependudukan Nagari Tabek Tingkat Pendidikan Karakteristik Petani Responden Jenis Kelamin Umur Petani Tingkat Pendidikan Status dan Luas Lahan Garapan Pengalaman Berusahatani Padi Jumlah Anggota Keluarga Jenis Pekerjaan Budidaya Padi Dengan Teknik Budidaya Salibu HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Faktor - Faktor Produksi Padi Salibu di Nagari Tabek
xii xiii xiii 1 1 4 6 7 7 8 10 10 10 12 13 14 15 16 16 18 18 19 19 19 19 20 22 23 24 26 26 26 26 26 27 27 28 28 29 30 31 31 32 35 35
xii
Analisis Faktor-faktor Produksi Padi dengan Teknik Budidaya Salibu di Nagari Tabek 42 Analisis Pendapatan Usahatani Padi dengan Teknik Budidaya Salibu di Nagari Tabek 48 Penerimaan Usahatani Padi di Nagari Tabek 48 Biaya Usahatani Padi di Nagari Tabek 50 Pendapatan Usahatani Padi di Nagari Tabek 53 SIMPULAN DAN SARAN 55 Simpulan 55 Saran 56 DAFTAR PUSTAKA 56
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22
Produksi, luas panen, dan produktivitas padi tahun 2011 hingga 2015 Produksi dan produktivitas padi dengan teknik budidaya salibu dan tanam pindah di Nagari Tabek tahun 2010 hingga 2015 Produksi, harga gabah kering, panen, penerimaan, dan pertumbuhan penerimaan petani padi salibu di Nagari Tabek Analisa perbedaan usahatani padi dengan teknik budidaya salibu dan tanam pindah per hektar Metode perhitungan pendapatan usahatani Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut pendidikan yang ditamatkan dan jenis kelamin tahun 2015 Karakteristik petani responden menurut jenis kelamin Karakteristik petani responden berdasarkan umur Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani Karakteristik petani responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Karakteristik petani responden berdasarkan pekerjaan Tinggi batang sisa panen sebelumnya yang disisakan petani padi salibu Tinggi genangan air pada padi dengan teknik budidaya salibu Penggunaan obat-obatan pada padi salibu dan tanam pindah per hektar Rata-rata penggunaan TKDK dan TKLK dalam memproduksi padi secara salibu per hektar Hasil pendugaan fungsi produksi pada petani responden dan besarnya pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi padi salibu di Nagari Tabek selama tahun 2015 Penerimaan petani responden padi dengan teknik budidaya salibu dalam satu hektar Penerimaan petani responden pada padi dengan teknik tanam pindah dalam satu hektar Perbandingan biaya petani responden padi dengan teknik budidaya salibu dengan sistem tanam pindah Pendapatan petani padi teknik budidaya salibu dan tanam pindah
2 5 6 9 25 27 28 28 29 30 30 31 32 36 38 39 40
42 49 49 51 54
xiii
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Daerah produksi dan elastisitas produksi Skema kerangka pemikiran operasional Tunas salibu umur 7 hari setelah panen Pemotongan batang sisa panen Penyulaman padi salibu
11 18 32 33 33
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Hasil output SPSS faktor produksi padi dengan teknik budidaya salibu Perbandingan biaya produksi padi salibu dengan padi tanam pindah Dokumentasi lapangan
59 64 65
xiv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan pertanian dalam perekonomian terutama sebagai penghasil bahan makanan yang makin bervariasi mengikuti permintaan dari sektor lain yang makin besar, selain itu sebagai penghasil bahan baku dan pasar hasil non pertanian, sumber devisa dalam persaingan global, sumber investasi dan sumber pemasok tenaga kerja. Dalam buku Rancangan Rencana Strategis Kementrian Pertanian Republik Indonesia tahun 2010 -2014, menjelaskan bahwa peran sektor pertanian dalam pembangunan indonesia dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian tersebut terhadap perekonomian nasional. Salah satu indikator yang digunakan dalam menggambarkan kinerja dan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional yaitu dengan mengetahui kontribusi sektor pertanian dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia. Dimana dalam lima tahun terakhir, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional semakin nyata. Selama periode 2010-2014 rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB mencapai 10.26 persen dengan pertumbuhan sekitar 3.90 persen (Kementan 2015). Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang paling mendasar. Kebutuhan akan pangan akan terus meningkat seiring peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan pendapatan. Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan industri pangan. Dari sisi ketahanan pangan nasional fungsi pangan menjadi amat penting dan strategis (Kementan 2015). Tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh rumah tangga petani adalah padi (Oryza sativa L.) sebagai penghasil beras, selain itu padi juga sebagai komoditas terpenting di dalam pembangunan pertanian maka berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan produksi padi. Produktivitas padi Indonesia tahun 2013 sebesar 71.29 juta ton per hektar GKG (gabah kering giling) dengan luas panen 13 445 524 hektar. Jumlah penduduk indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan 1.36 persen per tahun sementara konsumsi beras pada tahun 2013 mencapai 130 kilogram per kapita. Hal ini berarti kebutuhan beras nasional pada 2035 akan mencapai 43 juta ton atau setara dengan 76 juta ton GKG (Kementan 2015). Upaya peningkatan produksi dan pembangunan pertanian terasa semakin berat dan kompleks karena selain dihadapkan pada masalah internal yang klasik juga dihadapkan dengan berbagai macam isu global dan perubahan lingkungan yang semakin buruk. Tingginya permintaan pangan, terutama beras dan peningkatan jumlah penduduk juga menjadi masalah dalam pencapaiannya. Oleh karena itu, gerakan peningkatan produksi beras nasional melalui perubahan teknologi dan adanya inovasi harus didukung oleh semua daerah di seluruh Indonesia. Salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam upaya memacu peningkatan produksi dan produktivitas usahatani padi adalah dengan mengintegrasikan dukungan kegiatan antar sektor dan wilayah dalam pengembangan usaha pertanian (Kementan 2015).
2
Tabel 1 Produksi, luas panen, dan produktivitas padi tahun 2011 hingga 2015 Nasional Sumatera Barat Tahun
Produksi (Ton)
Luas panen (Ha)
Produktivitas (Ton/Ha)
2011 2012 2013 2014 2015 Growth (%)
62 527 607 65 188 400 67 102 361 67 391 608 71 364 744
12 168 796 12 281 206 12 666 347 12 672 003 13 089 951
5.138 5.308 5.297 5.318 5.452
2 254 547 2 339 682 2 403 958 2 486 049 2 579 399
6.35
3.34
2.91
3.75
Produksi (Ton)
Luas Produktivitas panen (Ton/Ha) (Ha) 452 384 4.984 467 529 5.004 479 210 5.017 491 504 5.058 504 789 5.110 2.70
1.03
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015
Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa produksi padi nasional pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 71 364 744 ton atau mengalami peningkatan produksi dari tahun 2014 sampai 2015 sebanyak 3 973 136 ton atau sebesar 2.86 persen. Peningkatan produksi tersebut diikuti dengan adanya peningkatan luas panen di Indonesia pada tahun 2015 yaitu 13 089 951 hektar dengan penambahann sebesar 417 948 hektar dari tahun 2014. Namun pada tahun 2012 produktivitas padi sebanyak 5.308 ton per hektar mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 0.11 ton per hektar, hal tersebut disebabkan karena peningkatan produksi padi yang lebih kecil daripada peningkatan luas lahan panen. Produksi padi Sumatera Barat 5 tahun terakhir tahun 2011 sampai 2015 mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 3.75 persen per tahun dari 2 254 547 ton GKG tahun 2011 menjadi 2 579 399 ton GKG tahun 2015. Sebagai salah satu propinsi penyanggah produksi beras nasional, Propinsi Sumatera Barat melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat mendapat target peningkatan produksi padi sebesar 500 ribu ton selama 3 tahun, sehingga tahun 2017 produksi padi Sumbar mencapai 3 juta ton GKG. Target penambahan produksi yang signifikan ini tentu saja diiring dengan alokasi kegiatan pendukung yang memadai (BKP Kabupaten Tanah Datar 2015). Kegiatan pendukung yang telah berjalan yaitu dengan mengembangkan penerapan usahatani padi dengan teknik budidaya salibu yang sudah terbukti mampu meningkatkan produksi padi. Usahatani padi dengan teknik budidaya salibu merupakan teknik budidaya padi yang baru ditemukan dan belum pernah diterapkan didaerah lain di luar Propinsi Sumatera Barat (BKP 2015). Selama ini petani melaksanakan usahatani dengan teknik budidaya biasa atau sering disebut padi dengan budidaya tanam pindah. Apabila padi siap dipanen kemudian dilakukan panen dengan pemotongan biasa setelah itu dilakukan lagi pengolahan tanah, penaburan benih dan penanaman. Berbeda dengan teknik budidaya salibu ada beberapa kegiatan budidaya yang tidak dilakukan seperti pada padi tanam pindah seperti pengolahan tanah, pembenihan dan penanaman. Padi dengan teknik budidaya salibu merupakan salah salahsatu inovasi teknik budidaya yang bertujuan untuk memacu produktivitas atau peningkatan produksi padi. Padi dengan teknik budidaya salibu disebut juga dengan nama padi salibu, merupakan tanaman padi yang tumbuh lagi setelah batang sisa panen ditebas atau dipangkas. Tunas akan muncul dari buku
3
yang ada didalam tanah, tunas ini akan mengeluarkan akar baru sehingga supply hara tidak lagi tergantung pada batang lama. Tunas tersebut bisa membelah atau bertunas lagi seperti padi tanaman pindah biasa, inilah yang membuat pertumbuhan dan produksinya lebih tinggi dibanding tanaman pertama atau tanaman induknya. Pertumbuhan tunas setelah dipotong pada padi salibu sangat dipengaruhi oleh ketersedian air tanah. Selain itu untuk mengimbangi kebutuhan unsur hara pada masa pertumbuhan anakan padi dengan teknik budidaya salibu perlu pemupukan yang cukup, terutama hara nitrogen. Unsur nitrogen merupakan komponen utama dalam sintesis protein, sehingga sangat dibutuhkan pada fase vegetatif tanaman khususnya dalam proses pembelahan sel. Tanaman yang cukup mendapatkan nitrogen memperlihatkan daun yang hijau tua dan lebar, fotosintesis berjalan dengan baik dan unsur nitrogen merupakan faktor penting untuk produktivitas tanaman terutama padi (BKP 2015). Usahatani padi dengan teknik budidaya salibu dapat dilakukan 3 kali dalam setahun dengan umur panen sama dengan padi sistem tanam pindah yaitu rata-rata 100 hari. Hal yang membedakan budidaya padi dengan teknik salibu dengan tanam pindah adalah waktu yang digunakan dalam proses produksi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Padi dengan budidaya salibu dapat menekan waktu produksi menjadi lebih singkat karena tidak adanya proses pengolahan lahan dan penanaman bibit, disamping itu tunas tumbuhan padi juga sudah dapat tumbuh pada saat berumur satu minggu sehingga tidak adanya biaya untuk pengolahan lahan yang dikeluarkan. Sedangkan padi dengan sistem tanam pindah membutuhkan waktu 30 hari untuk kegiatan pengolahn lahan dan penanaman bibit sehingga adanya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini. Budidaya padi dengan teknik budidaya salibu memanfaatkan batang bawah setelah panen sebelumnya sebagai hasil tunas atau anakan yang akan dipelihara, sehingga tunas inilah yang berfungsi sebagai pengganti bibit pada sistim tanam pindah. Menurut Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Tanah Datar 2015, keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan budidaya padi secara salibu antara lain yaitu: a. Meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas dan indeks panen (IP), hal ini sangat mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan b. Menghemat biaya produksi karena petani tidak melakukan pengolahan tanah dan tidak menggunakan benih pada MT-2 c. Menghemat benih karena hanya perlu menanam sekali, namun panen dapat dilakukan sebanyak 3 kali d. Menghemat tenaga kerja karena tidak dibutuhkan lagi tenaga kerja untuk proses pengolahan tanah dan penanaman benih pada masa tanam kedua dan ketiga e. Ramah lingkungan karena peluang pengembalian bahan organik atau jerami kembali kedalam sawah yang dapat dijadikan pupuk lebih besar, terutama dari sisa potongan batang setelah panen f. Menunjang swasembada beras berkelanjutan dan meningkatkan kemandirian pangan masyarakat
4
Berhasil atau suksesnya padi dengan teknik salibu juga dipengaruhi oleh tata cara budidaya padi yang dilakukan oleh petani dan telah ditetapkan oleh BPTP Sumbar. Adapun mulai dari kegiatan pengairan yang dilakukan 1 sampai 3 hari setelah panen. Tinggi genangan air yang ditetapkan adalah setinggi 1 sampai 2 centimeter. Kegiatan pemotongan batang sisa panen juga harus mengikuti standar yang telah ditetapkan yaitu disisakan sebanyak 3 sampai 5 centimeter. Standar yang ditetapkan oleh BPTP Sumbar tentunya sudah dilakukan pengujian terlebih dahulu dengan tujuan untuk menghasilkan produksi padi yang maksimal. Usahatani padi dengan teknik budidaya salibu juga dapat memacu peningkatan produksi padi dengan meningkatkan IP (indek panen) karena waktu produksi menjadi lebih pendek yaitu sekitar 80 sampai 90 persen jika dibandingkan dengan padi tanam pindah (BKP 2015). Beberapa keuntungan budidaya padi salibu diantaranya yaitu umur relatif lebih pendek untuk siap dipanen, kebutuhan air lebih sedikit, biaya produksi lebih rendah karena penghematan dalam pengolahan tanah, penanaman, penggunaan bibit dan kemurnian genetik lebih terpelihara. Tidak adanya kegiatan pengolahan lahan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan petani untuk produksi lebih sedikit jika dibandingkan dengan apabila adanya kegiatan pengolahan lahan. Pada kegiatan usahatani padi salibu petani tentunya berharap memperoleh produksi padi yang tinggi agar pendapatannya juga ikut meningkat. Penerimaan petani merupakan hasil perkalian antara produksi padi salibu dengan harga jual padi pada saat itu, setelah penerimaan usahatani diperoleh maka untuk memperoleh pendapatan bersih maka penerimaan usahatani tersebut dikurangi denga total biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi.
Perumusan Masalah Nagari Tabek adalah salah satu nagari dalam wilayah Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar dengan luas wilayah 733 Hektar dan jumlah penduduk sebanyak 3 690 jiwa yang tersebar pada dua jorong, yaitu jorong Tabek dan Jorong Bulu Kasok. Mata pencaharian penduduk Nagari Tabek pada umumnya adalah bertani dengan memanfaatkan dan mengelola sumber daya pertanian yang terdiri dari lahan sawah seluas 190 hektar dengan kondisi irigasi yang cukup baik dan lahan kering seluas 140 hektar. Nagari Tabek merupakan daerah pertama di Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat yang mengembangkan usahatani padi dengan teknik budidaya salibu, dan sudah berlangsung sejak tahun 2007 (BKP 2015). Hal ini didukung dengan kondisi alam yang subur dan cocok untuk dilakukannya usahatani padi dengan teknik budidaya salibu. Nagari Tabek memiliki luas wilayah sekitar 732 hektar dengan batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan Nagari Simabur, sebelah timur berbatasan dengan Nagari Cubadak, sebelah selatan berbatasan dengan Nagari Rambatan dan Padang Magek, sebelah timur berbatasan dengan Nagari Sawah Tangah. Sebagian besar luas lahan di nagari ini digunakan untuk usahatani padi. Varietas padi yang diusahakan dalam usahatani padi dengan budidaya salibu di Nagari Tabek adalah varietas batang piaman dan varietas cisokan. Di Jorong Bulu Kasok Nagari Tabek petani menggunakan varietas batang piaman dengan luas lahan 20 hektar.
5
Tabel 2 Produksi dan produktivitas padi dengan teknik budidaya salibu dan tanam pindah di Nagari Tabek tahun 2010 hingga 2015 Salibu Tanam Pindah Tahun Produktivitas Produktivitas Produksi (Ton) Produksi (Ton) (Ton/Ha) (Ton/Ha) 2010 2 056.02 7.214 1 772.13 6.218 2011 2 341.43 7.433 2 005.29 6.366 2012 2 577.64 7.471 2 207.31 6.398 2013 3 273.21 7.178 2 855.92 6.263 2014 3 355.65 6.820 2 859.50 5.812 2015 4 171.23 7.318 3 540.27 6.229 Growth 11.90% 0.24% 11.60% 0.03% (%) Sumber: Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Tanah Datar 2015
Berdasarkan Tabel 2, produksi padi dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek terus mengalami peningkatan mulai dari tahun 2010 hingga tahun 2015, peningkatan produksi terbesar terjadi pada tahun 2015. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada tahun 2015 memiliki selisih peningkatan produksi yang cukup tinggi yaitu sebanyak 815.58 ton atau dengan pertumbuhan sebesar 24.31 persen. Produksi yang meningkat disebabkan oleh meningkatnya penggunaan aspek-aspek produksi. Namun pada tahun 2013 terjadi penurunan produktivitas padi salibu yaitu sebesar 0.293 ton per hektar jika dibandingkan dengan produktivitas pada tahun 2012 kemudian terjadi penurunan kembali sebanyak 0.358 ton per hektar pada tahun 2014. Alasan terjadinya penurunan produktivitas padi salibu di Nagari Tabek adalah serangan hama tikus yang merusak padi, dalam waktu dua tahun terakhir hal tersebut dapat berhasil ditanggulangi sehingga pada tahun 2015 padi salibu mampu mencapai produktivitas sebesar 7.318 ton per hektar atau sebanyak 4 171.23 ton untuk luas panen 570 hektar dengan pertumbuhan produktivitas sebesar 7.30 persen. Usahatani padi dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek telah memberikan peningkatan yang nyata terhadap kenaikan produksi beras di daerah tersebut, namun hal ini belum sepenuhnya berhasil karena masih banyak petani yang belum menggunakan teknik budidaya padi salibu di daerah tersebut. Alasan belum seragamnya budidaya padi salibu adalah pengetahuan petani yang kurang akan tata budidaya padi salibu dan pengalaman turun temurun sudah mengusahakan padi tanam pindah. Meskipun sudah dilakukan penyuluhan dan kegiatan sekolah lapang untuk menambah wawasan petani tentang tatacara usahatani padi dengan teknik budidaya salibu namun masih ada petani yang membudidayakan dengan cara lama yaitu tanam pindah. Hasil produksi padi di Nagari Tabek yang terus meningkat setiap tahunnya karena dengan adanya teknik budidaya ini tentu akan berdampak terhadap penerimaan dan pendapatan petani di daerah tersebut, selain mampu menekan biaya produksi yang akan dikeluarkan petani teknik ini juga akan berdampak terhadap meningkatnya pendapatan petani di Nagari Tabek.
6
Tabel 3 Produksi, harga gabah kering, panen, penerimaan, dan pertumbuhan penerimaan petani padi salibu di Nagari Tabek Harga Gabah Pertumbuhan Produksi Kering Panen Penerimaan Petani Penerimaan Tahun (Ton) ditingkat petani (Rp) Petani (%) (Rp/ton) 2010 2 052.02 3 197 000 6 560 307 940 2011 2 341.43 3 888 000 9 103 479 840 38.77 2012 2 577.64 3 888 000 10 021 864 320 10.09 2013 3 273.21 4 111 000 13 456 166 310 34.26 2014 3 355.65 4 793 000 16 083 630 450 19.53 2015 4 171.23 5 357 000 22 345 279 110 38.93 Sumber: Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Tanah Datar 2015 (diolah)
Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan Nagari Tabek memiliki peluang besar dalam rangka meningkatkan penerimaan petani dalam usahatani padi dengan teknik budidaya salibu karena penerimaan petani yang mengalami kenaikan setiap tahunnya, sehingga diperlukan analisis mendalam yang berkaitan dengan pengembangan sistem produksi padi salibu di Nagari Tabek. Pengembangan sistem produksi padi dengan teknik budidaya salibu ini diharapkan dapat meningkatkan produksi beras sebagai pemenuhan kebutuhan konsumen di Nagari Tabek. Jadi, pemenuhan kebutuhan konsumen akan dipengaruhi oleh peningkatan produktivitas dan pengembangan usahatani. Analisis yang dilakukan terhadap aspek-aspek produksi padi salibu di Nagari Tabek merupakan pendekatan yang penting dalam mengambil kebijakan produksi padi didaerah tersebut. Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi produksi padi salibu di Nagari Tabek, selain itu juga untuk mengetahui alternatif produksi yang paling tepat guna nantinya dapat menjadi salah satu informasi yang berguna dalam pembuatan kebijakan produksi padi salibu. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi padi dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan? 2. Bagaimana perbedaan pendapatan petani padi dengan teknik budidaya salibu dibandingkan dengan petani padi tanam pindah di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan?
Tujuan Penelitian
1. 2.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan Menganalisis perbedaan pendapatan petani padi dengan teknik budidaya salibu dengan pendapatan petani padi tanam pindah di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan
7
TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Faktor-Faktor Input terhadap Produksi Padi Salibu Istilah faktor produksi atau input sering disebut pula dengan korbanan produksi, karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan produksi. Dalam menghasilkan suatu produksi perlu diketahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) guna mendapatkan informasi bagaimana faktor produksi yang terbatas tersebut dapat dikelola dengan baik agar diperoleh produksi maksimum. Menurut Damayanti (2013), produksi usahatani padi sawah dipengaruhi oleh luas lahan, penggunaan benih, penggunaan pupuk urea, pupuk phonska, pestisida, total tenaga kerja, usia petani, frekuensi bimbingan petani dan irigasi. Dimana irigasi dapat meningkatkan produksi usahatani padi sawah sebesar 3.98 persen. Analisis faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi peningkatan produksi padi diantaranya seperti luas lahan garapan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, pengalaman petani, jarak lahan garapan dan sistem irigasi (Mahananto et al. 2009). Menurut Diantoro (2009), pada kelompoktani patemon II di Kabupaten Bondowoso faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi didaerah tersebut adalah luas lahan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Setelah dilakukannya penelitian kemudian diperoleh kesimpulan bahwa faktor yang berpengaruh nyata adalah pupuk, obatobatan, dan tenaga keja. Namun ada beberapa faktor yang tidak berpengaruh nyata terhadap usahatani padi didaerah tersebut seperti luas lahan dan benih. Budidaya padi salibu adalah salah satu inovasi teknik budidaya padi untuk memacu produktivitas atau peningkatan produksi padi (Erdiman 2012). Budidaya padi dengan teknik salibu cukup menjanjikan, hal ini dilihat dari hasil yang telah didapatkan oleh petani Kabupaten Agam tahun 2011 yaitu sekitar 20 persen hasil produksinya lebih tinggi jika dibandingkan dari panenan pertama, dengan tinggi tanaman 102 centimeter, jumlah anakan 22 batang, panjang malai 24 centimeter, jumlah bulir per malai 120 buah dan bulir hampa hanya 17 persen (Erdiman 2012). Susilawati (2011), juga menyimpulkan bahwa keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan padi salibu yaitu seperti biaya produksi yang lebih rendah karena tidak perlu pengolahan tanah dan penanaman ulang, pupuk yang dibutuhkan lebih sedikit biasanya setengah dari dosis yang diberikan kepada tanaman utama, umur panen lebih pendek, dan hasil yang diperoleh mampu memberikan tambahan produksi dan meningkatkan produktivitas. Keuntungan penerapan padi salibu lainnya yaitu cepat, mudah dan murah serta dapat meningkatkan produktivitas padi per unit area dan per unit waktu (Yohanes 2012). Budidaya padi salibu juga dapat memacu peningkatan produksi padi dengan meningkatkan IP atau indek panen (Erdiman 2012). Menurut Juhardi (2005), faktor – faktor nyata yang mempengaruhi produktivitas padi adalah luas lahan usahatani, jumlah tenaga kerja, sistem pengelolaan air, jumlah penggunaan pupuk dan jumlah penggunaan pestisida. Budidaya padi dengan teknik budidaya salibu memiliki beberapa faktorfaktor yang mempengaruhi produksinya antara lain tinggi pemotongan batang sisa panen, jenis varietas padi yang ditanam, kondisi air tanah setelah panen, dan pemupukan (Rivaldi 2010, Erdiman 2012). Kemampuan tanaman padi
8
memproduksi padi salibu juga dapat ditentukan oleh sifat genetik dan lingkungan, seperti ketersediaan air, tingkat kesuburan tanah, sinar matahari, suhu, dan keadaan hama dan penyakit tanaman (Susilawati 2011). Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan menghasikan dengan teknik salibu adalah panjang pemotongan, pemupukan dan pengelolaan air. Panjang pemotongan dapat mempengaruhi jumlah anakan, periode pertumbuhan, vigor ratun dan hasil biji. Ditemukan juga salibu tumbuh dari setiap buku yang terdapat pada tunggul. Pemotongan yang lebih tinggi atau jika tanaman utamanya masih tertinggal 3 sampai 5 centimeter, dapat mendorong pertumbuhan tunas salibu lebih baik, dan menekan kehilangan hasil (Susilawati 2011). Menurut Riyanto (2014), tunas setelah dipotong juga sangat dipengaruhi oleh ketersedian air tanah, dan pada saat panen sebaiknya kondisi air tanah dalam keadaan kapasitas lapang atau lembab. Selain itu untuk mengimbangi kebutuhan unsur hara pada masa pertumbuhan anakan padi dengan teknik budidaya salibu perlu pemupukan yang cukup.
Analisis Pendapatan Usahatani Padi Salah satu indikator utama ekonomi untuk mengukur kemampuan ekonomi masyarakat adalah tingkat pendapatan masyarakat. Indikator yang dimaksud hanya bersangkutan dengan pendapatan dan pengeluaran, akan tetapi yang lebih penting adalah mengetahui besarnya perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran. Pendapatan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menentukan laba atau rugi dari suatu usaha, laba atau rugi tersebut diperoleh dengan melakukan perbandingan antara pendapatan dengan beban atau biaya yang dikeluarkan atas pendapatan tersebut. Pendapatan dapat digunakan sebagai ukuran dalam menilai keberhasilan suatu usaha dan juga faktor yang menentukan dalam kelangsungan suatu usaha. Pendapatan dapat diartikan sebagai jumlah uang yang diterima oleh seseorang atau badan usaha selama jangka waktu tertentu. Pahlevi (2013), juga menyimpulkan bahwa biaya usahatani berpengaruh negatif terhadap pendapatan petani. Maka disarankan kepada petani agar melakukan usaha tani dengan biaya yang seefisien mungkin sehingga dengan pengalokasian biaya yang tepat dan efisien maka dapat diperoleh hasil yang maksimal, diantaranya yang dapat dilakukan adalah dengan cara meminimalkan biaya seperti biaya pupuk, bibit dan upah tenaga kerja untuk meningkatkan pendapatan petani. Analisis pendapatan usahatani banyak digunakan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani memberikan manfaat bagi petani. Apriyanto (2005) dan Hakim (2002), menganalisis usahatani dengan melihat dari sisi pendapatan usahatani yang dihitung berdasarkan hasil penerimaan total dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan. Kemudian, dalam mengetahui tingkat kelayakan usahatani menggunakan analisis R/C rasio. Menurut Pahlevi 2013, pendapatan petani padi sawah di Kota Padang Panjang dipengaruhi oleh luas lahan, disarankan kepada petani mengoptimalkan pengolahan lahan yang ada untuk meningkatkan produksinya dan kepada pemerintah disarankan supaya dapat memperhatikan lahan yang kosong dan terbengkalai untuk ditanami padi sawah sehingga menjadi lebih produktif, ini tentu akan meningkatkan pendapatan petani. Harga jual padi sawah juga akan mempengaruhi pendapatan petani, dengan harga jual yang tinggi maka pendapatan akan ikut tinggi. Maka disarankan kepada
9
pemerintah hendaknya menjaga kestabilan harga dengan mengeluarkan kebijakankebijakan (policy) untuk mengawasi kestabilan harga yang berbeda dipasaran sehingga pendapatan petani juga meningkat dan tentunya akan meningkatkan pendapatan nasional (Phahlevi 2013). Menurut Zaini dalam Erdiman (2012), revenue cost ratio atau rasio imbangan penerimaan dan biaya yang diperoleh dengan usahatani padi salibu lebih besar yaitu sebesar 3.31 dibandingkan usahatani padi tanam pindah sebesar 2.13. Artinya apabila petani menanam padi dengan teknik budidaya salibu maka menunjukkan besarnya 3.31 satuan penerimaan yang diperoleh oleh petani untuk setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan. Analisa perbedaan ekonomi usahatani dengan teknik budidaya salibu dan tanam pindah per hektar dapat diuraikan pada Tabel 4. Tabel 4 Analisa perbedaan usahatani padi per musim dengan teknik budidaya salibu dan tanam pindah per hektar No 1
2
3 4
5
Uraian Biaya upah Membajak 2x Menggaru 1x Persemaian Mencabut bibit dan tanaman Memotong batang Menyiang Membenam jerami Memupuk Panen Biaya saprodi Benih Pupuk urea Pupuk phonska Total pengeluaran Penerimaan Hasil tanam pindah (5.5 ton/ha) Hasil tanam salibu (6.4 ton/ha) Keuntungan bersih
Salibu (Rp)
Jumlah Tanam Pindah (Rp)
600 000 300 000 200 000 4 636 000
900 000 300 000 150 000 800 000 800 000 200 000 4 180 000
360 000 900 000 6 996 000
300 000 270 000 900 000 9 800 000 20 900 000
23 180 000 16 184 000
11 100 000
Sumber: Erdiman (2012) Phahlevi (2013) BKP (2015), diolah
Berdasarkan tabel 4 dapat disimpulkan bahwa usahatani padi dengan teknik budidaya salibu jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan usahatani budidaya padi tanam pindah atau konvensional yang biasa dilakukan oleh petani. Hal ini salahsatunya disebabkan karena biaya pada proses produksi dapat dihemat pada budidaya salibu MT-2. Pada musim kedua ini tidak dilakukannya kegiatan produksi seperti membajak, menggaru, persemaian, mencabut bibit, menyiang dan menanam benih, sehingga biaya yang biasanya dikeluarkan petani tanam pindah untuk kegiatan tersebut dapat dihemat oleh petani padi salibu. Selain itu biaya untuk membeli benih juga tidak dikeluarkan, sehingga pendapatan petani juga akan ikut naik seiring dengan banyaknya biaya yang bisa dihilangkan. Selisih perbedaan keuntungan bersih yang diperoleh petani
10
salibu jika dibandingkan dengan petani padi tanam pindah yaitu sebesar Rp 5 084 000,00- dan produktivitas padi yang dihasilkanpun jauh lebih tinggi yaitu 6.4 ton per hektar jika dibandingkan dengan padi tanam pindah yang produktivitasnya hanya mencapai 5.5 ton per hektar.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Fungsi Produksi Keberhasilan suatu kegiatan produksi tidak akan jauh dari faktor ketersediaan bahan baku yang tepat dan kontinu. Ditinjau dari pengertian teknis, produksi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka menciptakan dan menambah kegunaan atau utility sesuatu barang atau jasa dimana dibutuhkan faktor-faktor produksi yang dalam ilmu ekonomi terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen (Assauri 2004). Produksi juga merupakan suatu kegiatan atau faktor input yang dapat menambah nilai guna dan manfaat barang dan jasa atau ouput guna memenuhi kebutuhan manusia. Untuk mencapai produksi atau output yang optimal sangat dipengaruhi oleh inputnya. Hubungan antara input dan output suatu kegiatan produksi dapat dilihat dari bentuk fungsi produksinya. Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi (Soekartawi 1986). Menurut Soekartawi (1986), dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut: Y = f (X1,X2,X3, …, Xm) .........................................(1) Keterangan : Y f
= hasil produksi X1,X2,X3,.., Xn = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktorfaktor produksi dengan hasil produksi X1, X2, X3, ..., Xn = input atau faktor-faktor produksi yang digunakan
Hubungan antara masukan X dan Y produksi berlaku hukum kenaikan yang berkurang (The Law of Deminishing return), artinya bahwa setiap tambahan unit masukan pada saat tertentu akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi semakin kecil dibandingkan masukan tersebut. Hukum ini menjelaskan bahwa jika faktor produksi dengan jumlah tertentu ditambahkan terus menerus dalam proses produksi sedangkan sejumlah faktor produksi lainnya tetap maka akhirnya akan dicapai suatu kondisi dimana setiap penambahan satu satuan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang besarnya semakin berkurang. Model fungsi produksi lain yang sering digunakan dalam analisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, yaitu variabel dependent (Y) dan variabel independent (X) (Soekartawi 2002).
11
Fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk linear logaritma untuk memudahkan pendugaaan terhadap fungsi produksi, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Ln Y = Inβ0 + β1InX1 + β2InX2 + β3InX3 + ......... + βnInXn+ ε ...........(2) Pada persamaan diatas diketahui bahwa β1dan β2 menunjukkan elastisitas pada X terhadap Y. Elastisitas produksi (Ep) adalah presentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input (Rahim & Hastuti, 2008). Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
....................................(3) Dimana: Ep ∆Y ∆X Y X
= elastisitas produksi = perubahan hasil produksi komoditas pertanian = perubahan penggunaan faktor produksi = hasil produksi komoditas pertanian = jumlah penggunaan faktor produksi
Diketahuinya nilai elastisitas produksi sehingga fungsi produksi dapat dibagi atau dikelompokkan dalam 3 daerah, dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Daerah produksi dan elastisitas produksi Sumber: Soekartawi 2002
Keterangan: Y = jumlah output X = jumlah input PM = produk marginal PT = produk total PR = produk rata-rata
12
Daerah I dimana terjadi peningkatan PR dengan elastisitas produksi lebih dari satu (EP > 1). Hal ini menunjukkan penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu satuan. Dimana kondisi ini keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien. Daerah II terjadi penurunan PR saat PM positif dengan elastisitas produksi antara nol dan satu (0 < EP < 1). Hal ini menunjukkan penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada daerah ini terjadi penambahan hasil produksi yang semakin menurun, namun penggunaan faktor-faktor produksi tertentu di daerah ini dapat memberikan keuntungan maksimum. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah rasional atau efisien. Daerah III terjadi penurunan PR saat PM negatif dengan elastisitas produksi kurang dari nol (EP < 0). Hal ini menunjukkan setiap penambahan satu satuan inputakan menyebabkan penurunan produksi. Pada daerah ini penggunaan faktor produksi sudah tidak efisien. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah irrasional. Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi barupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Usahatani menurut Soekartawi (1995) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani juga merupakan tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan keterampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu dilapangan pertanian. Adapun ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia adalah kecilnya luas lahan yang dimiliki oleh para petani, modal yang dimiliki para petani terbatas, rendahnya keterampilan dan pengetahuan manajemen yang dimiliki oleh para petani, produktivitas dan efisiensi rendah, petani dalam kondisi sebagai penerima harga karena bargaining position lemah dan rendahnya tingkat pendapatan petani (Suratiyah 2006). Menurut Hernanto 1989, menjelaskan bahwa terdapat empat unsur pokok faktor-faktor produksi dalam usahatani yaitu: 1) Tanah Tanah merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain dan distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, tanah memiliki beberapa sifat, di antaranya adalah luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindah tangankan atau diperjual belikan. Pada dasarnya berdasarkan luas tanah, petani dapat digolongkan menjadi empat, yaitu golongan petani luas (lebih dari 2 hektar), sedang (0,5 –2 hektar), sempit (0,5 hektar), dan buruh tani tidak bertanah. Tanah milik petani atau yang dapat dikelola diperoleh dari berbagai sumber yaitu seperti membeli, menyewa, menyakap, pemberian negara, warisan, wakar, ataupun membuka lahan sendiri.
13
2) Tenaga kerja Tenaga kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia digolongkan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tanaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Satuan ukuran yang umum dipakai untuk mengatur tenaga kerja adalah sebagai berikut: a) Jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja dari sejak persiapan sampai panen dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total). b) Jumlah setara pria (men equivalen). Ukuran ini menghitung jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi diukur dengan ukuran hari kerja pria. Hal ini berarti menggunakan konversi tenaga kerja yaitu membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku dan jenis tenaga kerja lain dikonversikan atau disetarakan dengan pria, sebagai berikut: 1 pria sama dengan 1 hari kerja pria, 1 ternak sama dengan 2 hari kerja pria, 1 wanita sama dengan 0.7 hari kerja pria dan 1 anak sama dengan 0.5 hari kerja pria. 3) Modal Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serja pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lainnya), hadiah warisan, usaha lain, ataupun kontrak sewa. Berdasarkan sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap yang berarti modal yang tidak habis pada satu periode produksi dan modal bergerak yang berarti modal yang habis atau dianggap habis dalam satu periode produksi. Jenis modal tetap memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu lama. Jenis modal ini pun terkena penyusutan yang berarti nilai modal menyusut berdasarkan jenis dan waktu. Penghitungan penyusutan dengan cara yang dianggap mudah adalah menggunakan metode garis lurus (straight line method). Metode garis lurus menggunakan dasar pemikiran bahwa benda yang dipergunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. 4) Pengelolaan (management) Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Dengan demikian, pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan faktor yang dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani nilai dari produksi yang diperoleh petani dalam jangka waktu tertentu atau biasanya dalam satu siklus produksi. Menurut Hernanto 1986, penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani adalah :
14
(1) Penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda. Sehingga, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan. (2) Penerimaan Tunai luar usahatani, yang berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah yang diperoleh dari luar usahatani. (3) Penerimaan Kotor Usahatani (gross return), yang didefenisikan sebagai penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi. Pengeluaran Usahatani Pengeluaran usahatani adalah nilai dai penggunaan faktor produksi yang dipakai dalam melakukan proses produksi usahatani. Menurut Daniel 2002, menyatakan bahwa dalam usahatani dikenal dua macam biaya yaitu biaya tunai dan biaya yang tidak tunai. Biaya tunai usahatani yaitu pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya tidak tunai merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani. Biaya tidak tunai dapat berupa faktorfaktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti penggunaan tenaga kerja keluarga. Pengeluaran tidak tunai usahatani terdiri dari biaya tetap atau fixed cost dan biaya variabel atau variabel cost. Biaya tetap tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan biaya variabel dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan sehingga semakin besar produksi makan semakin besar pula baiaya variabel yang dikeluarkan. Biaya tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok, dan tidak pula mencakup yang berbentuk benda. Menurut Hernanto (1989), biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah. Biaya tunai untuk biaya variabel dapat berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga luar keluarga. Biaya tidak tunai dari biaya tetap meliputi biaya untuk tenaga keluarga, sedangkan biaya tidak tunai dari biaya variabel adalah biaya panen, pengolahan tanah dari keluarga, dan pupuk kandang yang dipakai. Penjumlahan antara biaya tetap dan biaya vaiabel menghasilkan biaya total atau pengeluaran total (total farm expenses). Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Menurut Soekartawi 2002, biaya dalam usaha tani diklasifikasikan dalam tiga golongan yaitu: a. Biaya uang dan biaya in natura yaitu biaya yang berupa uang tunai, misalnya upah tenaga kerja untuk biaya persiapan atau penggarapan tanah termasuk upah untuk ternak, biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida dan lain-lain. Sedangkan biaya panen, bagi hasil, sumbangan dan pajak dibayarkan dalam bentuk in natura. b. Biaya tetap dan biaya variabel, biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
15
besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi, misalnya bibit, pupuk, pestisida dan lain-lain. c. Biaya rata-rata dan biaya marginal, biaya rata-rata adalah hasil bagi antara biaya total dengan jumlah produk yang dihasilkan. Sedangkan biaya marginal adalah biaya tambahan yang dikeluarkan petani untuk mendapatkan tam bahan satu satuan produk pada satu tingkat produksi tertentu Pendapatan Usahatani Menurut Jhingan 2003, pendapatan adalah penghasilan berupa uang selama periode tertentu, maka dari itu pendapatan dapat diartikan sebagai semua penghasilan atau menyebabkan bertambahnya kemampuan seseorang baik yang digunakan untuk konsumsi maupun untuk tabungan. Pendapatan seringkali digunakan sebagai indikator pembangunan selain untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi antara negara-negara maju dengan negara sedang berkembang (Arsyad 2004). Kegiatan menganalisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan, dengan tujuan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani kemudian dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan usaha tani juga untuk memberikan gambaran dan mengetahui keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Pendapatan yang diharapkan tentu saaja memiliki nilai positif dan semakin besar semakin baik. Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi 1995). Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani menurut Hernanto 1989, yaitu luas usaha, tingkat produksi, pilihan dan kombinasi cabang usaha, intensitas pengusahaan pertanaman, dan efisiensi tenaga kerja. Analisis pendapatan usahatani ini bertujuan mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan (Soekartawi 1995). Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan usahatani, antara lain sebagai berikut: 1. Pendapatan Tunai (farm net cash flow) Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani. Perhitungan pendapatan usahatani menggambarkan jumlah uang tunai yang dihasilkan usahatani dan berguna untuk keperluan rumah tangga (Soekartawi et al. 1986). 2. Pendapatan Kotor (gross farm income) Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan kotor (gross return) merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pendapatan kotor usahatani juga merupakan nilai produksi (value of production) total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan
16
kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda (Soekartawi et al. 1986). 3. Pendapatan bersih (net farm income) Pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan (Soekartawi et al. 1986). Disamping perhitungan pendapatan usahatani, diperlukan juga perhitungan terhadap pendapatan rumah tangga khususnya pendapatan tunai. Pendapatan tunai rumah tangga (household net cash income) adalah kelebihan uang tunai usahatani ditambah dengan penerimaan tunai rumah tangga seperti upah kerja yang diperoleh dari luar usahatani atau sebagai uang tunai yang tersedia bagi keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang tidak ada kaitannya dengan usahatani dan dapat diartikan juga sebagai ukuran kesejahteraan petani. Uang tunai diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Sehingga, kemelaratan dalam suatu rumah tangga dapat digambarkan oleh pendapatan tunai rumah tangga yang rendah. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Layak atau tidaknya kegiatan usahatani dapat dilakukan dengan menggunakan analisis R/C rasio yang diggunakan untuk menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar dari satu nilai R/C rasio maka semakin besar pula penerimaan yang diperoleh petani dan usahatani tersebut menguntungkan, namun apabila nilai R/C rasio kecil dari satu maka usahatani tersebut tidak menguntungkan dan petani akan memperoleh kerugian dari kegiatan usahataninya, dan apabila niali R/C ratio sama dengan satu maka kegiatan usahatani tersebut memperoleh keuntungan normal.
Kerangka Pemikiran Operasional Padi salibu merupakan sebutan oleh masyarakat Minangkabau terhadap tunas padi yang tumbuh setelah batangnya dipotong ketika dipanen. Di Kecamatan Pariangan tepatnya Nagari Tabek sudah melaksanakan inovasi teknik budidaya yang disebut dengan padi salibu. Nagari Tabek juga merupakan daerah sentra dan percontohan padi salibu di Kabupaten Tanah Datar. Adanya program pelatihan dan perhatian yang besar dari pemerintah juga ikut mempengaruhi
17
keberhasilan program padi salibu ini, diantaranya seperti diadakannya sekolah lapang, badan penyuluh yang ikut langsung membantu dan mengarahkan petani dalam budidaya padi salibu dilapangan. Program padi dengan teknik budidaya salibu yang dikembangkan telah berhasil meningkatkan produksi pertanian daerah tersebut. Budidaya dengan teknik salibu mampu meningkatkan indeks panen, karena dalam proses masa tanam kedua dan berikutnya sampai dengan pada masa tanam ke tiga tidak lagi melakukan kegiatan pengolahan tanah, persemaian dan tanam, sehingga rentang waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi bisa lebih pendek (Nainggolan et al. 2014). Budidaya ini secara tidak langsung juga dapat menanggulangi keterbatasan varietas unggul, karena pertumbuhan tunas tanaman padi selanjutnya terjadi secara vegetative sehingga mutu varietas tetap sama dengan tanaman pertama atau induknya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Tanah Datar 2015, produksi padi dengan teknik budidaya salibu terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Oleh karena itu dibutuhkan analisis untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi produksi padi salibu di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Budidaya padi salibu di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan dapat dikatakan berhasil karena mengalami peningkatan setiap tahun, hal tersebut dapat dilihat dari hasil panen dan produktivitas yang meningkat setiap tahunnya. Peningkatan produksi padi salibu akan berdampak kepada pendapatan petani yang membudidayakan padi salibu. Apabila dilihat dari aspek ekonomis budidaya dengan teknologi padi salibu dapat menghemat 30 persen biaya produksi atau sekitar Rp2 000 000 sampai Rp2 500 000 per hektar dalam sekali panen (Akmal 2012). Sehingga hal ini dapat mengurangi pengeluaran atas total biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani sehingga akan meningkat penerimaan petani apabila dibandingkan dengan budidaya tanpa menggunakan teknologi padi salibu. Meningkatnya penerimaan petani akan berdampak terhadap kesejahteraan petani dan perekonomian masyarakat pada daerah tersebut. Analisis usahatani dari penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan menggambarkan berapa banyak penerimaan yang didapatkan oleh petani dalam memproduksi padi salibu di Nagari Tabek dengan menggunakan analisis usahatani yang dapat diketahui dari tingkat pendapatan usaha. Pendapatan usahatani diperoleh dari penerimaan semua hasil produksi seperti penjualan padi salibu dikurangi dengan biaya produksi dan lain-lain. Secara skematis kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
18
1. Hasil Produksipadi terus meningkat di Nagari Tabek semenjak dilakukannya penanaman padi dengan teknik budidaya salibu 2. Pendapatan petani meningkat seiring dengan meningkatnya produksi padi 3. Namun masih banyak petani yang menanam padi dengan teknik tanam pindah, maka perlu dilakukan :
Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi : 1. Tinggi Batang Sisa Panen Sebelumnya Yang Disisakan 2. Pupuk Urea 3. Pupuk Ponskha 4. Varietas (Dummy) 5. Tinggi Genangan Air 6. Obat-obatan 7. Tenaga Kerja Pengeluaran produksi : - Biaya tunai - Biaya diperhitungkan
Produksi Padi Salibu
Harga Gabah
Penerimaan usahatani : - Penerimaan tunai - Penerimaan diperhitungkan
Harga Input Pendapatan usahatani : - Pendapatan atas biaya tunai - Pendapatan atas biaya total R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total
Gambar 2 Skema kerangka pemikiran operasional
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi penelitian adalah purposive method atau sengaja. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah karena Kecamatan Pariangan merupakan salah satu kawasan pengembangan produksi tanaman pangan terutama padi dengan teknologi salibu dan dibandingkan dengan kecamatan lain Kecamatan Pariangan merupakan daerah dengan luas panen padi salibu terbesar. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2016.
19
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui buku, arsip dan laporan yang terkumpul pada kantor-kantor instansi pemerintah baik tingkat desa, kecamatan, atau kabupaten yang sesuai dengan topik penelitian.
Metode Penentuan Sampel Penarikan sampel dari populasi dalam penelitian sangatlah penting karena tidak mungkin peneliti mengambil sampel dalam jumlah yang banyak atau besar. Hal ini mengingat keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka peneliti boleh meneliti sebagian saja dari populasi itu. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode probability yaitu simple random sampling (acak sederhana), pengambilan sampel secara acak sederhana dengan menyusun daftar kerangka sampling (sampling frame) berupa daftar nama petani yang ada di Gapoktan Balairuangsari dan memproduksi padi dengan teknik salibu dan tanam pindah. Petani responden dipilih berdasarkan kriteria petani padi yang menggunakan teknik budidaya salibu dan petani padi tanam pindah. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang petani padi salibu dan 30 orang petani padi tanam pindah. . Petani yang termasuk dalam daftar anggota tersebut merupakan petani yang aktif berbudidaya padi salibu dan tanam pindah.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama di dalam melaksanakan penelitian, alasan tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono 2009). Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari responden penelitian dengan menggunakan teknik observasi langsung. Alat pengumpul data yang digunakan dan pertanyaan dengan melalui wawancara maupun kuisioner untuk memperoleh informasi tentang petani padi salibu dan petani tanam pindah di Nagari Tabek Kecamatan Paringan. Sedangkan data lainnya diperoleh dari catatan dan dokumentasi pada Gapoktan Nagari Tabek, Badan Pusat Statistik, Kantor Ketahanan Pangan Tanah Datar, Badan Penyuluh Kecamatan Pariangan dan Dinas Pertanian Tanah Datar.
Metode Analisis Data Sugiyono (2009), mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi
20
berdasarkan data yang ditemukan di lapangan. Penelitian kuantitatif adalah metode penelitian dimana data penelitian yang dimiliki berupa angka-angka dan dianalisis menggunakan statistik. Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Data kuantitatif akan digunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani dengan menggunakan analisis R/C, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas salibu akan dianalisis menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas yang diselesaikan menggunakan metode ordinary least square (OLS). Pengolahan data primer menggunakan Microsoft Excel dan SPSS, yang bertujuan untuk memperoleh hasil dan kesimpulan berdasarkan data yang telah terkumpul. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Salah satu model pengukuran produktivitas yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi padi salibu adalah pengukuran berdasarkan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang satu disebut variabel dependent (Y) dan yang lain disebut variabel independent (X). CobbDouglass itu sendiri merupakan bentuk fungsional dari fungsi produksi secara luas digunakan untuk mewakili hubungan output untuk input. Sebelum melakukan analisis maka harus ditentukan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi serta digunakan dalam usahatani padi salibu. Berikut faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi padi salibu : 1. Tinggi batang sisa panen sebelumnya yang disisakan Ukuran tinggi batang sisa panen sebelumnya yang disisakan akan mempengaruhi produksi padi yang dihasilkan, karena batang padi tersebut berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tunas baru dan akan menjadi bakal tanaman padi untuk masa tanam berikutnya. Besaran yang digunakan adalah centimeter. Diasumsikan bahwa semakin tinggi batang yang disisakan yaitu berkisar antara standar operasional yang telah ditetapkan BPTP yaitu 3 sampai 5 centimer maka semakin bertambah hasil produksi padi 2. Pupuk urea Pupuk urea digunakan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman padi dengan teknik salibu. Besaran yang digunakan adalah kilogram. Diduga semakin meningkat pemberian pupuk urea maka semakin meningkat hasil produksi padi. 3. Pupuk ponshka Pupuk phonska merupakan unsur yang terpenting pada saat pertumbuhan tunas salibu. Maka diasumsikan semakin meningkat pemberian pupuk phonskha pada padi salibu maka semakin meningkat hasil produksi padi. dengan besaran yang digunakan adalah kilogram. 4. Varietas (Dummy) Jenis benih varietas padi yang digunakan akan mempengaruhi tingkat produksi padi yang dihasilkan dan besaran yang digunakan adalah kilogram. Jenis benih yang digunakan petani salibu adalah benih lokal dengan varietas batang piaman = 1 dan cisokan = 0. Diasumsikan bahwa varietas batang piaman lebih mampu menghasilkan produksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas cisokan.
21
5. Tinggi genangan air Tinggi genangan air pada saat produksi diasumsikan mempengaruhi produksi padi salibu yang dihasilkan, dalam hal ini besaran yang digunakan adalah centimeter. Standar operasional yang ditetapkan oleh BPTP untuk tinggi genangan air adalah 1 sampai 2 centimeter. Semakin tinggi genangan air tanah maka akan meningkatkan hasil produksi padi. 6. Obat-obatan Penggunaan dosis dan takaran obat-obatan yang tepat akan mempengaruhi jumlah produksi padi. Diduga semakin tinggi atau banyak penggunaan obatobatan sebelum atau sesudah terserang penyakit akan terlindungi tanaman tersebut dari serangan hama dan penyakit, yang menyebabkan produksi akan meningkat. Besaran yang digunakan adalah liter. 7. Tenaga kerja Tenaga kerja juga mempengaruhi jumlah hasil produksi padi dengan teknik budidaya salibu. Besaran yang digunakan adalah hari orang kerja (HOK), diduga semakin besar HOK yang digunakan dalam usahatani padi salibu maka semakin bertambah jumlah hasil produksi padi salibu. Analisis fungsi produksi Cobb Douglass dilakukan juga untuk mengetahui faktor-faktor produksi padi dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar. Pada persamaan fungsi produksi padi salibu di Nagari Tabek (Y), peubah penjelas yang dimasukkan adalah tinggi batang sisa panen yang disisakan (X1), penggunaan pupuk urea (X2), penggunaan pupuk ponskha (X3), dummy varietas (X4), tinggi genangan air (X5), penggunaan obat-obatan (X6), tenaga kerja (X7). Pendugaan parameter menggunakan metode ordinal least squaredengan persamaan fungsi produksi padi salibu dirumuskan sebagai berikut : Ln Y(Salibu) = Inβ0 + β1InX1 + β2InX2 + β3InX3 + β5InX5 + β6InX6 + β7InX7 + ε...................................................................................................(4) Dimana : ln Y ln X1 ln X2 ln X3 ln X4
= Produksi padi salibu (Ton) = Tinggi batang sisa panen sebelumnya yang disisakan (cm) = Pupuk urea (kg) = Pupuk ponshka (kg) = Dummy Varietas, dimana 1 = varietas batang piaman 0 = varietas cisokan ln X5 = Tinggi genangan air tanah setelah panen (cm) ln X6 = Obat-obatan (liter) ln X7 = Tenaga kerja (HOK) ln β0 = Konstanta β1, β2, ..., β9 = Koefisien parameter dugaan X1, X2, ...., X7 ε = Error term Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian ini dirujuk dari informasi dan sumber penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Setelah
22
proses pengolahan data dari model fungsi produksi dilakukan maka dilakukan pengujian hipotesis untuk melihat hasil yang diperoleh dari pengolahan data tersebut. Pengujian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah model yang digunakan sudah baik atau belum. Adapun pengujian yang dilakukan adalah dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Uji Asumsi Ordinary Least Square Metode pendugaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi Ordinary Least Square, dan penyelesaiannya dihitung dengan menggunakan software SPSS. Mengacu kepada asumsi Ordinary Least Square maka pengujian awal harus dilakukan dengan pengujian multikolinearitas. Multikolinearitas merupakan situasi yang nilai-nilai pengamatan memiliki hubungan yang kuat, sehingga menyebabkan variabel X tidak begitu mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X dipengaruhi oleh variabel X. Dalam mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Varians Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF>10, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat adanya multikolinear diantara variabel Independent (X), dan dapat diperbaiki dengan cara menambah atau mengeluarkan variabel independen yang memiliki korelasi yang kuat. Metode Ordinary Least Square digunakan untuk mencari pendugaan koefisien regresi,dan untuk menguji hipotesis digunakan Uji-F dan Uji-T serta didukung dengan nilai Koefisien Determinasi (R2).
R2 Koefisien determinasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur berapa besar variasi variabel dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh model (R2), sedangkan besarnya variabel independen yang tidak dapat dijelaskan dalam model (1-R2) akan dijelaskan oleh komponen error. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu, apabila nilai semakin mendekati satu maka semakin besar keragaan mengenai produktivitas yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Uji-F Uji-F digunakan untuk melihat mengenai variabel independen (X) yang digunakan berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen (Y). Uji statistik yang digunakan dalam Uji-F adalah :
.....................................(5) Keterangan: k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel Kriteria uji: F-hitung > F-tabel (k-1,n-k) pada taraf nyata α : tolak H0 F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : terima H0 Jadi apabila F hitung > F tabel (k-1,n-k) pada taraf nyata α maka dapat disimpulkan bahwa variabel secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap
23
produksi, sedangkan jika F hitung < F tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α maka variabel secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Apabila tidak menggunakan tabel, maka nilai P dapat dilihat dengan kriteria sebagai berikut : P-value < α, : variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas P-value > α, : variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas Uji –t Uji-t digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi dugaan dari masing-masing variabel independen (Xi) berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen (Y). Uji statistik yang digunakan di dalam pengujian signifikansi masing-masing koefisien regresi dugaan dengan menggunakan Uji-t adalah sebagai berikut :
..............................................(6) Keterangan: βi = Koefisien regresi ke-i yang diduga Sβi = Standar deviasi dari βi Apabila diperoleh nilai T hitung lebih besar dari nilai T tabel (α / 2; n– k) maka tolak H0, yanng memiliki arti bahwa ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Namun apabila nilai T hitung lebih kecil dari nilai T tabel (α / 2; n – k) maka terima H0, yang memiliki arti bahwa tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Hipotesis Hipotesis yang diajukan terhadap setiap faktor produksi adalah seluruh faktor yang diperkirakan berpengaruh positif terhadap tingkat produksi padi salibu, karena seluruh komponen faktor produksi yang digunakan merupakan kebutuhan dalam kegiatan produksi budidaya padi salibu. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tinggi batang sisa panen yang disisakan (β1) β1> 0, artinya apabila semakin tinggi pemotongan batang sisa panen maka dapat mendorong pertumbuhan tunas yang lebih baik maka produksi padi salibu juga akan lebih baik dan meningkat 2. Pupuk urea (β2) β2> 0, artinya apabila dosis pupuk urea yang diberikan semakin tinggi maka produksi padi salibu akan meningkat 3. Pupuk ponshka (β3) β3> 0, artinya apabila dosis pupuk ponshka yang diberikan semakin tinggi maka produksi padi salibu akan meningkat 4. Dummy Varietas (β4) Menganggap nilai 1 untuk padi varietas batang piaman dan 0 untuk padi varietas cisokan, dimana petani yang menanam varietas batang piaman
24
memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi dari pada petani yang menanam varietas cisokan. 5. Tinggi genangan air (β5) Β5> 0, artinya apabila adanya semakin tinggi genangan air maka produksi padi salibu akan meningkat 6. Obat-obatan (β6) Β6> 0, artinya apabila semakin banyak obat-obatan yang digunakan maka produksi salibu akan meningkat 7. Tenaga kerja (β7) Β7> 0, artinya apabila semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka produksi salibu akan meningkat Analisis Pendapatan Usahatani Padi Hernanto (1989) menjelaskan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan atas biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah pendapatan dimana semua input milik keluarga juga diperhitungkan. Secara matematis perhitungan penerimaan total, biaya dan pendapatan menurut Soekartawi (1995) dirumuskan sebagai berikut : TR TC Pd
= Py . Y = FC + VC = TR – TC .....................................................................................(7)
dimana : TR = Total penerimaan usahatani (Rp) Py = Harga output (Rp) Y = Jumlah output (kg) TC = Total biaya usahatani (Rp) FC = Total biaya tetap (Rp) VC = Total biaya variabel (Rp) Pd = Pendapatan (Rp) Kriteria yang digunakan adalah: TR > TC, maka usaha untung TR = TC, maka usaha impas TR < TC, maka usaha rugi Analisis R/C rasio merupakan alat analisis dalam usahatani yang berfungsi untuk mengukur efisiensi dari kegiatan usahatani yang dilaksanakan dengan membandingkan nilai output terhadap nilai inputnya atau dengan kata lain membandingkan penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahataninya. Adapun rumus R/C rasio atas biaya tunai menurut Soekartawi (1995) adalah sebagai berikut:
...............................................................(8)
25
Sedangkan rumus R/C rasio atas biaya total adalah sebagai berikut:
..............................................................(9) Analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu kegiatan usahatani. Jika rasio R/C bernilai lebih dari satu (R/C > 1), maka usahatani layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika rasio R/C bernilai kurang dari satu (R/C < 1), maka usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Namun, apabila rasio R/C sama dengan satu (R/C = 1), maka usahatani tersebut impas, tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Tabel 5 Metode perhitungan pendapatan usahatani A B C D
Penerimaan tunai Penerimaan yang dihitungkan Total penerimaan Biaya tunai
E
Biaya diperhitungkan
F G H I J K L M
Total biaya Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total Pendapatan bersih Return to total capital Return to Labour R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total
Harga x hasil panen yang dijual (kg) Harga x hasil panen yang dikonsumsi atau dijadikan benih (kg) A+B a. Biaya sarana produksi: - Benih, pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan b. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) c. Pajak d. Sewa lahan a. Benih b. Biaya tenaga kerja dalam keluarga(TKDK) c. Lahan milik sendiri d. Penyusutan peralatan D+E A–D C–F H – Bunga pinjaman I – Eb / Jumlah modal x 100% I – Bunga modal / Total HOK A/D C/F
Sumber : Soekartawi et al. 1986
Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai dan disumsikan tidak laku apabila dijual. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line method). Metode garis lurus menggunakan dasar pemikiran bahwa benda yang dipergunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Secara matematis penyusutan tersebut dirumuskan menurut Suratiyah (2006) sebagai berikut:
.........................................................(10)
26
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Karakteristik Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Nagari Tabek Nagari Tabek merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar. Nagari Tabek terletak pada 00017’ LS-00039’ LS dan 1000 19’ BT-1000 51’ BT mempunyai luas 732 Hektar terdiri dari 2 jorong yaitu Jorong Tabek dan Jorong Buluh Kasok. Berdasarkan ketinggian, Nagari Tabek terletak pada ketinggian antara 500 sampai dengan 600 meter di atas permukaan laut. Nagari Tabek memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Nagari Sawah Tangah 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Rambatan 3. Sebelah barat berbatasan dengan Nagari Simabur 4. Sebelah timur berbatasan dengan Nagari Cubadak Nagari Tabek memiliki luas wilayah 732 Hektar dengan pembagian Jorong Tabek seluas 552 hektar dan jorong Buluh Kasok 180 hektar. Pemanfaatan lahan untuk sawah 295 hektar, untuk tanah kering sebesar 219 hektar, untuk pemukiman sebesar 178 hektar, untuk perkebunan sebesar 25,5 hektar dan untuk kebun sayur dan sejenis sebesar 14 hektar. Kondisi Demografis dan Sosial Ekonomi Kependudukan Nagari Tabek Hingga akhir Desember 2015, Nagari Tabek tercatat memiliki 3 547 jiwa penduduk yang terdiri dari 1 795 laki-laki dan 1 752 perempuan. Semua penduduk Nagari Tabek Beragama Islam. Sementara itu berdasarkan distribusi usianya, sebagian besar penduduk Nagari Tabek berusia sekitar 0 sampai 15 tahun, yaitu sejumlah 685 jiwa dengan persentase 19.31 persen. Selanjutnya diikuti oleh penduduk berusia 15 tahun keatas yaitu sejumlah 2 862 jiwa dengan persentase 80.69 persen. Dari segi mata pencaharian, penduduk Nagari Tabek cukup beragam tetapi sebagian besar penduduk atau sebanyak 1 467 orang (41%) masih bekerja di bidang pertanian baik sebagai petani maupun buruh tani. Penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 700 orang atau 19.73 persen dan laki-laki sebanyak 767 orang atau 21.62 persen. Kelompok penduduk lain yang proporsinya tergolong cukup besar adalah kelompok penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh bangunan yaitu sebanyak 140 orang atau 3.95 persen. Penduduk lainnya bekerja di berbagai bidang diantaranya pengangkutan dan komunikasi, jasa, lembaga keuangan, PNS, TNI/POLRI, Bidan desa, dokter, mantri kesehatan, pedagang, dan kelompok yang tergolong berstatus sebagai pengangguran sebanyak 1 255 orang atau 35.38 persen. Tingkat Pendidikan Dilihat dari segi pendidikan masyarakat Nagari Tabek tergolong masyarakat yang peduli dengan pendidikan hal ini dapat dilihat dari sedikitnya penduduk yang tidak sekolah atau tamatan sekolah dasar yaitu sekitar 21.6 persen. Sisanya sebesar 78.4 persen dari penduduk menyelesaikan pendidikan mulai dari sekolah
27
menengah pertama hingga S-3. Gambaran secara rinci tentang penduduk Nagari Tabek berdasarkan tingkat pendidikan ditunjukkan dalam Tabel 6. Tabel 6 Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut pendidikan yang ditamatkan dan jenis kelamin tahun 2015 Jumlah (Jiwa) No
1.
Pendidikan yang Ditamatkan Tdk/Blm Pernah Sekolah
LakiLaki
Perempuan
Persentase
Jumlah
LakiLaki
Perempuan
Jumlah
23
21
44
0,8
0,7
1,5
2.
Tdk/Blm Tamat SD/MI
203
165
368
7,0
5,8
12,7
3.
Tamat SD/MI
103
113
216
3,5
3,9
7,4
4.
SLTP/MTs
367
442
809
12,9
15,5
28,4
5.
SLTA/MA
332
658
990
11,7
23
34,7
6.
SM Kejuruan
49
69
118
1,8
2,5
4,3
7.
DI/DII
11
28
39
0,3
1
1,3
8.
D.III
15
35
50
0,5
1,3
1,8
9.
D.IV/S-1
79
131
210
2,7
4,6
7,3
10.
S-2/S-3
7
11
18
0,2
0,3
0,5
Jumlah
1.189
1.673
2.862
41,4
58,6
100
Sumber : BPS 2010 dan Profil Nagari Tabek
Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani responden akan diuraikan berdasarkan jenis kelamin, umur petani, tingkat pendidikan, status dan luas lahan garapan, pengalaman berusahatani padi, jumlah anggota keluarga dan jenis pekerjaan. Karakteristik petani responden selengkapnya sebagai berikut : Jenis Kelamin Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian bahwa sebagian besar petani responden yang mengusahakan padi dengan teknik budidaya salibu maupun tanam pindah berjenis kelamin laki-laki masing-masing berjumlah 19 orang atau sekitar 63.33 persen dari jumlah responden keseluruhan. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa pada daerah penelitian, petani padi dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan petani padi berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena pada daerah penelitian banyak kepala keluarga atau suami yang bekerja di sawah sebagai petani padi, sebagian petani padi perempuan juga bertindak sebagai kepala keluarga di keluarganya
28
karena mereka tidak memiliki suami. Karakteristik petani responden berdasarkan umur ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik petani responden menurut jenis kelamin Salibu Tanam Pindah Jumlah Jumlah Jenis Kelamin Persentase Persentase Responden Responden (%) (%) (orang) (orang) Perempuan 11 36.67 11 36.67 Laki-laki 19 63.33 19 63.33 Total 30 100.00 30 100.00 Umur Petani Tenaga kerja produktif umumnya berada pada selang 25 hingga 40 tahun, sedangkan apabila kurang ataupun lebih dari selang umur tersebut akan tergolong sebagai tenaga kerja kurang produktif namun masih termasuk dalam usia kerja. Tabel 8 Karakteristik petani responden berdasarkan umur Salibu Tanam Pindah Kelompok Jumlah Jumlah Persentase Persentase Umur (tahun) Responden Responden (%) (%) (orang) (orang) 30 – 40 7 23.33 5 16.67 41 – 50 12 40 11 36.67 51 – 60 9 30 8 26.67 > 61 2 6.67 6 20 Total 30 100.00 30 100.00 Berdasarkan Tabel karakteristik umur, petani responden padi dengan teknik budidaya salibu maupun tanam pindah di Nagari Tabek berumur berkisar dari 30 tahun sampai lebih dari 60 tahun. Sebagian besar responden terdiri atas petani dari kelompok umur 41 hingga 60 tahun yaitu sebesar 12 orang atau sekitar 40 persen dari 30 orang responden untuk petani padi salibu sedangkan sebesar 11 orang atau sekitar 36.67 persen dari 30 orang responden untuk padi tanam pindah. Sedangkan petani responden yang paling sedikit berasal dari kelompok umur besar dari 60 tahun yaitu hanya 2 orang atau sekitar 6.67 persen untuk padi salibu, namun pada petani responden padi tanam pindah paling sedikit berasal dari kelompok umur 30 sampai 40 tahun yaitu sebesar 16.67 persen. Hal ini disebabkan pada padi tanam pindah petani dengan umur lebih besar dari 60 tahun atau sesepuh masih banyak yang kuat bekerja di sawah dan umumnya mereka adalah kepala keluarga yang berjenis kelamin laki-laki. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi dan inovasi yang sedang berkembang. Pada umumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka proses adopsi teknologi akan semakin cepat. Adapun tujuan teknologi dan inovasi adalah untuk memperbaiki usahatani baik dari segi produksi
29
atau produktivitas. Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan selengkapnya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan Salibu Tanam Pindah Tingkat Jumlah Jumlah Persentase Persentase Pendidikan Responden Responden (%) (%) (orang) (orang) SD 3 10 4 13.33 SMP 9 30 15 50 SMA 14 46.67 11 36.67 D3/S1/S2 4 13.33 0 0 Total 30 100.00 30 100.00 Berdasarkan tingkat pendidikan, petani responden lebih banyak terkonsentrasi pada kelompok tamatan sekolah menengah atas (SMA) yaitu sebanyak 46.67 persen untuk petani padi salibu. Kemudian tamatan sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 30 persen dan tamatan sekolah dasar (SD) hanya sebesar 10 persen, bahkan ada 13.33 persen dari jumlah keseluruhan petani responden padi salibu yang memiliki pendidikan diploma atau sarjana. Namun padi petani padi tanam pindah petani lebih banyak berada pada tingkat pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) yaitu sebesar 50 persen. Kemudian diikuti dengan kelompok petani responden yang menyelesaikan pendidikan hingga sekolah menengah atas (SMA) yaitu sebanyak 36.67 persen dari 30 orang responden. Tamatan SD hanya sebanyak 13.33 persen, namun tidak adanya petani yang memiliki pendidikan diploma atau sarjana. Sedikitnya petani responden yang memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) mengindikasikan pendidikan pada daerah penelitian merupakan sesuatu yang penting bagi masyarakat daerah tersebut karena masih banyak masyarakat yang sadar dan peduli terhadap pendidikan, hal ini juga didukung oleh peraturan pemerintah yang mewajibkan pendidikan sekolah 9 tahun. Status dan Luas Lahan Garapan Status lahan garapan berpengaruh kepada produktivitas usahatani. Lahan yang berstatus milik sendiri pada umumnya relatif kurang produktif daripada lahan yang berstatus sewa karena petani pemilik tidak pernah memperhitungkan biaya sewa lahan yang harus dikeluarkan. Petani responden berdasarkan status pemilikan lahan dikelompokkan atas petani pemilik dan petani penggarap. Semua petani responden merupakan petani pemilik karena petani responden menggarap lahan tanpa mengeluarkan biaya sewa lahan. Sementara luas lahan garapan berpengaruh positif terhadap produktivitas usahatani dimana usahatani dengan luas lahan yang lebih besar akan memiliki produksi yang relatif lebih tinggi daripada usahatani dengan luas lahan yang lebih kecil. Luas lahan garapan petani responden bervariasi mulai dari petani yang memiliki luas lahan garapan kurang dari 0.25 hektar hingga petani yang memiliki luas lahan garapan 0.75 hektar. Sebagian besar petani responden memiliki luas lahan garapan antara 0.25 sampai 0.5 hektar yaitu sekitar 53.33 persen untuk padi salibu dan sebanyak 60 persen untuk petani tanam pindah. Sedangkan petani yang memiliki luas lahan
30
garapan lebih dari 0.5 hektar hanya sebanyak 4 orang atau sekitar 26.67 persen untuk padi salibu dan sekitar 30 persen untuk padi tanam pindah. Petani responden yang memiliki luas lahan garapan kurang dari 0.25 hektar sebanyak 20 persen untuk padi salibu dan sekitar 10 persen untuk petani padi tanam pindah. Berdasarkan penelitian dan kunjungan lapangan tidak ada petani reponden padi salibu maupun tanam pindah yang memiliki luas lahan garapan lebih dari 1 hektar. Data secara rinci mengenai karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan garapan disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan Salibu Tanam Pindah Luas Lahan Jumlah Jumlah Persentase Persentase (ha) Responden Responden (%) (%) (orang) (orang) < 0.25 6 20 3 10 0.25 - 0.49 16 53.33 18 60 0.5 6 20 7 23.33 0.55 - 0.99 2 6.67 2 6.67 >1 0 0 0 0 Total 30 100 30 100.00 Pengalaman Berusahatani Padi Petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama akan lebih baik dan lebih matang dalam hal perencanaan usahatani karena lebih memahami berbagai aspek teknis dalam berusahatani. Demikian juga dengan berbagai masalah non teknis yang biasanya dihadapi dalam berusahatani sehingga pada akhirnya produktivitasnya akan lebih tinggi. Gambaran petani berdasarkan pengalaman berusahatani secara rinci disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani Salibu Tanam Pindah Lama Jumlah Jumlah berbudidaya Persentase Persentase Responden Responden (tahun) (%) (%) (orang) (orang) <5 15 50 1 3.33 5 - 10 15 50 5 16.67 11 - 20 0 0 5 16.67 21 - 30 0 0 14 46.67 > 30 0 0 5 16.67 Total 30 100 30 100.00 Kelompok petani responden padi salibu berdasarkan pengalaman berusahatani adalah kelompok petani yang telah berusahatani padi selama 5 sampai 10 tahun yaitu sebanyak 15 orang atau 50 persen dan petani yang berusahatani kurang dari 5 tahun juga sebanyak 50 persen, tidak ada petani yang berusahatani lebih dari 10 tahun. Hal ini dikarenakan usahatani padi dengan teknik budidaya salibu baru mulai diberlakukan di Nagari Tabek pada tahun
31
2007. Pada kelompok petani tanam pindah hanya sedikit petani responden yang yang memiliki pengalaman berusahatani padi lebih kecil dari 5 tahun yaitu sebanyak 1 orang atau sekitar 3.33 persen. Kelompok petani responden dengan jumlah yang paling banyak berdasarkan pengalaman beusahatani adalah kelompok petani yang telah berusahatani padi tanam pindah selama 21 sampai 30 tahun yaitu sebanyak 46.67 persen. Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dikaitkan dengan jumlah penggunaan (sumbangan) tenaga kerja terhadap kegiatan produksi usahatani. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin banyak pula tenaga kerja yang dapat digunakan dalam kegiatan produksi usahatani sehingga produktivitas akan lebih tinggi, dan demikian juga sebaliknya. Jumlah anggota keluarga juga akan berpengaruh terhadap jumlah tanggungan keluarga atau tingkat konsumsi rumahtangga. Pada petani responden padi dengan teknik budidaya salibu sebagian besar responden atau sebanyak 28 rumah tangga sekitar 93.33 persen tergolong kedalam kelompok dengan jumlah anggota keluarga berjumlah 3 hingga 5 orang, dan hanya sebanyak 1 rumah tangga atau 3.33 persen dari keseluruhan responden yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 orang dan kurang dari 3 orang. Hal tersebut juga terjadi pada petani responden tanam pindah yaitu sebanyak 66.67 persen tergolong kedalam kelompok dengan jumlah anggota keluarga berjumlah 3 sampai 5 orang, 23.33 persen diantaranya berjumlah kurang dari 3 orang anggota keluarga dan 10 persen lainnya keluarga yang beranggotakan lebih dari 5 orang. Gambaran secara rinci mengenai karakteristik petani responden berdasarkan jumlah anggota keluarga disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Karakteristik petani responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Salibu Tanam Pindah Jumlah Anggota Jumlah Jumlah Persentase Persentase Keluarga Responden Responden (%) (%) (orang) (orang) (orang) <3 1 3.33 7 23.33 3-5 28 93.33 20 66.67 >5 1 3.33 3 10 Total 30 100.00 30 100.00 Jenis Pekerjaan Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai pekerjaan, ternyata sebagian besar responden menganggap bahwa usahatani padi merupakan pekerjaan utama. Berdasarkan Tabel 13, pada petani responden padi salibu sebanyak 16 orang responden atau 53.33 persen menganggap bahwa usahatani padi merupakan usaha utama dan 14 orang responden atau 46.67 persen menganggap usahatani padi merupakan usaha sampingan. Pada petani padi tanam pindah sebanyak 21 orang atau 70 persen menganggap bahwa usahatani padi merupakan usaha pekerjaan untama mereka sedangkan 30 persen diantaranya mengganggap usahatani padi merupakan usaha dan pekerjaan sampingan bagi
32
mereka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggantungkan hidupnya pada usahatani padi. Tabel 13 Karakteristik petani responden berdasarkan pekerjaan Salibu Tanam Pindah Uraian Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Utama Sampingan Total
16 14 30
53.33 46.67 100.00
21 9 30
70 30 100
Usahatani Padi Dengan Teknik Budidaya Salibu Usahatani padi dengan teknik budidaya salibu dimulai sejak tahun 2007. Pada awal terbentuknya, petani yang menanam salibu masih melakukan teknik budidaya padi dengan cara konvensional atau tanam pindah. Peralihan ini dilakukan dalam mendukung program pemerintah daerah menjadikan profinsi sumatera barat sebagai daerah penghasil beras, sehingga ditemukan teknik budidaya yang mampu meningkatkan hasil produksi tanpa harus menggunakan benih dan tidak ada kegiatan untuk mengolah lahan. Adapun tata cara penanaman padi secara salibu adalah sebagai berikut : Penggenangan air Pada saat panen, tanaman padi dipotong menggunakan pisau potong khusus untuk panen atau yang biasa disebut arit. Tunggul atau bonggol padi setelah panen dibiarkan begitu saja, kemudian sehari setelah panen lahan sawah tersebut digenangi air setinggi 1 sampai 2 centimer. Hal ini dilakukan agar tanah tempat sisa tunggul padi sisa panen tadi kembali lembab dan basah, sehingga mampu merangsang pertumbuhan tunas baru atau anakan baru tanaman padi untuk tumbuh melalui sisa tunggul padi panen sebelumnya tersebut. Penggenangan air ini dilakukan selama 2 sampai 3 hari setelah panen, kemudian dikeringkan sampai hari ke tujuh. Pada hari ketujuh akan muncul tunas-tunas baru pada batang sisa panen tersebut dan dilakukan pemotongan batang sisa panen.
Gambar 3 Tunas salibu umur 7 hari setelah panen
33
Memotong batang padi sisa panen Setelah lahan sawah digenangi air selama satu minggu, maka akan terlihat tunas baru tanaman padi yang baru tumbuh dan muncul di tunggul padi. Setelah terlihat tunas mulai tumbuh maka dilakukan pemotongan tunggul padi dan disisakan setinggi 3 sampai 5 centimer dengan menggunakan mesin babat. Setelah dilakukan pemotongan pada batang sisa panen tersebut lahan mulai di keringkan dari genangan air, namun tanah tidak terlalu kering tetapi lembab. Lembab dalam artian disini adalah tidak lengket apabila tanah tersebut dikepal dengan tangan. Selama satu minggu setelah pemotongan tanah dalam keadaan lembab, kemudian hari kedelapannya kembali dialiri atau digenangi air lagi.
Gambar 4 Pemotongan batang sisa panen Penjarangan atau penyulaman dan membenamkan gulma dan bekas jerami Pada umur 20 sampai 25 hari setelah pemotongan dilakukan penjarangan, penyulaman dan membenamkan gulma. Penjarangan atau penyulaman dan membenamkan bekas jerami dilakukan agar tunas padi yang awalnya tumbuh tidak merata pada setiap tunggul padi, dibagi rata agar tidak terjadi penumpukan tanaman padi satu rumpun padi.
Gambar 5 Penyulaman padi salibu Pemupukan Kandungan unsur hara yang terdapat dalam tanah tidak cukup untuk kebutuhan tanaman, karena ketersediannya terbatas. Pupuk yang digunakan petani dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek adalah pupuk urea, phonska dan kandang. Kegiatan pemuppukan dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam. Pemupukan pertama dilakukan pada umur padi salibu 20 sampai 25 hari setelah pemotongan dan pemupukan kedua dilakukan pada umur padi 35 sampai 40 hari setelah pemotongan.
34
Pemberian pupuk pada tanaman padi salibu, dilakukan dengan membuat pupuk buatan (pupuk organik, kompos) yang kandungan unsur haranya hampir sama dengan pupuk buatan pabrik, tetapi bahannya berasal dari sekitar lingkungannya. Pupuk yang berasal dari jerami padi dapat memperbaiki kesuburan tanah. Jerami padi yang merupakan sumber bahan organik hendaknya dikembalikan ke sawah. Kebiasaan petani saat ini masih banyak yang membakar jerami yang dapat merusak lingkungan dan bahkan ada yang menjual ke luar daerah. Pemanfaatan pupuk organic yang berasal dari jerami atau kompos, diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah pemanenan. Kebutuhan pupuk organic pertama setelah peralihan dari system konvensional adalah 10 ton per hektar dan diberikan sampai dua musim tanam, sedangkan metode salibu tidak menggunakan pupuk organic yang dibeli tersebut karena sudah digantikan oleh kandungan dari jerami sisa panen sebelumnya yang dibiarkan saja di lahan sawah, sehingga petani tidak dibebani biaya untuk pembelian pupuk. Setelah kondisi lahan tampak membaik maka pupuk organic bias dikurangi, disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organic dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan lahan. Jerami padi tersebut dapat memperbaiki kesuburan tanah. Untuk itu diperlukan penyuluhan agar petani memanfaatkan sumber alam yang ada di lingkungan sekitar petani. Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk membersihkan atau mengurangi tanaman selain tanaman pokok (padi) atau tanaman gulma. Kegiatan penyiangan dilakukan untuk mengurangi populasi gulma yang dapat menjadi pesaing dalam penyerapan hara, selain itu mencegah serangan hama terutama tikus. Gulma dicabut secara manual dengan tangan terutama disekitar rumpun padi, kemudian dibenamkan ke lumpur atau dibuang ke pematang sawah. Disamping itu penyiangan juga berguna untuk penggemburan tanah, menekan persaingan penggunaan hara tanah, dan menjaga tanaman untuk tumbuh sehat yang memiliki anakan produktif. Penyiangan pada umumnya dilakukan dua kali. Penyiangan pertama dilakukan pada umur 20 sampai 22 hari setelah pemotongan sambil melakukan penyulaman, penyiangan dilakukan dengan jalan mengacak lahan secara sempurna sampai dengan akar rumput putus, rumput hasil penyiangan dibenamkan. Penyiangan kedua dilaksanakan pada 15 hari setelah penyiangan pertama, penyiangan bersifat menghilangkan rumput pengganggu dengan cara dibenamkan. Penyemprotan Kegiatan penyemprotan dilakukan dengan menggunakan sprayer, untuk mengaplikasikan pestisida pada tanaman padi agar tanaman padi terlindungi dari hama dan penyakit maupun untuk menghilangkan hama penyakit yang sudah menggrogoti tanaman padi. Pengendalian hama dan penyakit tanaman ini bertujuan untuk memutus siklus hama penyakit tanaman, keadaan hama ada dalam batas tidak membahayakan, meningkatkan daya tahan fisik tanaman, produksi secara ekonomis mengguntungkan dan lingkungan tetap lestari, menekan hama utama padi (penggerek batang), menekan populasi hama secara umum agar produksi secara ekonomi menguntungkan dan lingkungan tetap lestari.
35
Penyemprotan pertama dilakukan pada umur satu hari setelah panen atau pada saat penggenangan pertama. Tujuan dari kegiatan penyemprotan pertama adalah untuk pemberian herbisida agar gulma dapat diatasi. Sisa dari batang dan jerami sisaa panen merupakan wadah yang baik bagi gulma untuk tumbuh dan hidup. Penyemprotan kedua dilakukan pada padi berumur 20 sampai 25 hari setelah pemotongan. Pada penyemprotan kedua ini biasanya adalah pemberian pestisida untuk pengendalian hama. Panen Panen dapat dilakukan setelah bulir padi sebagian besar telah menguning 90 persen. Tanaman dipotong menggunakan pisau potong khusus untuk panen (arit). Setelah dipotong kemudian dikumpulkan pada suatu tempat untuk di rontokkan. Merontokan bulir padi dilakukan secara sederhana dengan cara dibanting pada papan perontok. Setelah gabah diperoleh dari hasil perontokan, gabah dibersihkan dari sisa-sisa daun dan kotoran lain dengan cara diangin-anginkan. Pengangkutan panen Kegiatan pasca panen meliputi kegiatan bagi hasil panen dan pengangkutan. Pengangkutan dari lahan sawah menuju jalan raya dilakukan oleh buruh tani. Alasan menempatkan gabah dijalan raya adalah agar memudahkan mobil pengangkut uuntuk membawa gabah hasil panen tersebut ke penggilingan. Biasanya petani sudah memiliki hubungan atau sudah memiliki perjanjian dengan pihak penggilingan untuk menjual atau menggiling gabah hasil panen untuk dijual dan digiling di penggilingan tersebut. Di Nagari Tabek terdapat tiga tempat penggilingan padi. Pemilihan tempat penggilingan oleh petani biasanya lokasi terdekat dari lahan sawah yang mereka miliki. Pihak penggilingan biasanya juga mampu menyediakan dana bagi petani yang kesulitan dalam menyiapkan modal dalam proses usahatani padi mereka. Namun pihak penggilingan tidak mengambil persen bunga atas pinjaman yang diberikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Faktor - Faktor Produksi Padi Salibu di Nagari Tabek Faktor-faktor yang digunakan dalam memproduksi padi dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek diantaranya yaitu tinggi sisa batang panen sebelumnya yang disisakan, pupuk urea, pupuk phonska, dummy varietas (batang piaman = 1 , cisokan = 0), tinggi genangan air, obat-obatan dan tenaga kerja. Tinggi Batang Sisa Panen Sebelumnya Yang Disisakan Tinggi batang sisa panen sebelumnya yang disisakan merupakan faktor yang digunakan dalam memproduksi padi dengan teknik budidaya salibu. Tinggi pemotongan batang sisa panen yang harus disisakan adalah setinggi 3 sampai 5 centimeter. Hal ini dilakukan agar akar tunas baru tidak terlalu jauh untuk menyentuh permukaan tanah dalam menyerap unsur hara nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan awal tunas. Pertumbuhan awal tunas sangat penting dalam
36
budidaya padi dengan teknik budidaya salibu karena banyak atau sedikit jumlah tunas yang muncul atau tumbuh menentukan jumlah produksi padi nantinya dan akan berpengaruh terhadap penerimaan yang diperoleh petani. Berikut tinggi batang sisa panen sebelummnya yang disisakan petani salibu di Nagari Tabek berdasarkan kuesioner yang disebar pada saat penelitian dilakukan. Tabel 14 Tinggi batang sisa panen sebelumnya yang disisakan petani padi salibu Tinggi pemotongan (cm) Jumlah Petani Persentase (%) 3 20 66.67 4 7 23.33 5 3 10 Total 30 100.00 Di Nagari Tabek petani pada umumnya menyisakan sisa batang panen sebelumnya itu setinggi 3 centimeter, hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 14 bahwa terdapat 66.67 persen petani menyisakan sebanyak 3 centimer tunggul padi lama atau batang sisa panen sebelumnya untuk dijadikan sebagai media tumbuh tunas padi baru atau yang disebut salibu, sedangkan 23.33 persen dari petani responden lainnya menyisakan setinggi 4 centimeter batang sisa panen sebelumnya dari permukaan tanah. Hal ini dilakukan agar jarak antara tumbuhnya tunas baru dengan permukaan tanah tidak terlalu jauh, karena tunas baru tersebut akan tumbuh dan membutuhkan unsur hara yang terkandung dari dalam tanah. Alasan kenapa tinggi pemotongan tidak dibawah 3 centimeter yaitu supaya pada saat dilakukan penggenangan air tunggul padi atau batang sisa panen sebelumnya tersebut tidak terendam air seluruhnya. Apabila tunggul tersebut terbenam atau lebih rendah dari tinggi genangan air maka akan menyebabkan pembusukan dan mati pada tunggul padi atau batang sisa panen sebelumnya tersebut dan tunas baru tidak dapat tumbuh. Apabila tinggi batang yang disisakan tersebut melebihi 5 centimeter maka adanya kemungkinan akar tunas yang tumbuh di ujung tunggul padi lama tidak sampai menyentuh tanah. Sehingga proses penyerapan unsur hara dari tanah melalui akar terhambat karena posisi akar tunas baru tersebut terlalu jauh dan tidak sempurna menyentuh tanah. Pupuk Urea Pupuk urea merupakan salah satu jenis pupuk yang merupakan sumber unsur nitrogen, dimana pupuk ini berfungsi untuk membantu pertumbuhan vegetatif tanaman. Penggunaan pupuk urea setiap petani responden berbeda antar satu dengan yang lainnya. Namun dalam usahatani padi salibu maupun padi tanam pindah dilokasi penelitian penggunaan pupuk urea lebih banyak jika dibandingkan dengan pupuk phonska. Pupuk urea yang digunakan oleh petani responden adalah jenis dan mutu yang terendah, sehingga harga untuk pembeliannya pun paling murah. Penggunanaan pupuk urea pada padi dengan teknik budidaya salibu lebih banyak jika dibanding padi dengan tanam pindah. Padi salibu rata-rata menggunakan pupuk urea sebanyak 185.654 kilogram per hektar sawah. Sedangkan pada padi tanam pindah rata-rata penggunaan pupuk urea per hektar petani adalah sebanyak 129.663 kilogram. Harga pupuk urea pada saat dilakukannya penelitian adalah Rp2 300. Umumnya petani salibu maupun petani tanam pindah membeli sendiri
37
pupuk urea ke toko saprodi pertanian terdekat. Untuk petani yang tergabung dalam kelompoktani adakalanya mendapat bantuan pupuk dari lembaga penyuluh yang ada, walaupun hal tersebut tidak kontiniu namun bantuan tersebut dapat membantu petani padi. Pupuk Phonska Pupuk phonska atau dikenal pula dengan sebutan pupuk majemuk NPK adalah pupuk yang terdiri atas lebih dari satu unsur hara utama. Unsur hara tersebut bisa saja NP, NK, dan NPK. Pupuk ini dibuat dari urea, ammonium, ZA, DAP, MAP, TSP, KCL, ZK, phospat, zeolite, dolomit, kieserite, TE serta tambahan zat lain. Pupuk phonska memiliki kekayaan kandungan zat memungkinkan pemupukan terpadu atas tanaman. Pupuk phonska sangat penting terutama pada saat awal penanaman karena tanaman khususnya tunas salibu yang baru tumbuh membutuhkan unsur phospor untuk meransang pertumbuhannya. Pupuk ini juga mampu untuk memacu pertumbuhan akar dan pembentukan bunga. Apabila penggunaan dan aplikasi dari pupuk ini kurang maka akan mengakibatkan tanaman menjadi kerdil atau kurus, sehingga zat hara dalam tanah tidak dapat diserap secara sempurna oleh tanaman. Rata-rata penggunaan pupuk phonska yang digunakan petani salibu per hektar pada sawah mereka adalah sebanyak 129.800 kilogram sedangkan petani padi tanam pindah rata-rata menggunakan pupuk phonska lebih sedikit yaitu sebanyak 96.726 kilogram perektar. Harga pupuk phonska per kilogram yang dibeli petani ke took saprodi terdekat adalah Rp2 600. Varietas (Dummy) Varietas yang digunakan dalam budidaya salibu adalah varietas batang piaman = 1 dan varetas cisokan = 0. Dummy diasumsikan untuk melihat apakah variabel dummy mempengaruhi produksi dan manakah dari kedua varietas ini yang mempengaruhi produksi tersebut. Di daerah penelitian varietas benih yang digunakan untuk padi salibu hanya varietas batang piaman dan cisokan saja untuk beberapa tahun terakhir. Pemilihan dua varietas ini dalam penanaman padi secara salibu karena sudah lama petani di daerah ini menanam padi menggunakan kedua varietas ini. Sehingga pada saat teknik budidaya salibu diperkenalkan di daerah ini varietas yang digunakan adalah varietas padi yang sudah dikenal dan dibudidayakan petani sebelumnya. Beberapa bulan terakhir dilakukan uji coba dengan varietas baru yang dilakukan oleh BPTP sumbar di Nagari Tabek, namun hal tersebut masih dalam penelitian. Varietas padi batang piaman lebih mampu menghasilkan produksi lebih banyak jka dibandingkan dengan varietas cisokan. Hal ini terjadi karena varietas batang piaman lebih bersifat rentan terhadapa serangan hama penyakit dan penangannya tidak terlalu sulit jika dibandingkan dengan varietas cisokan yang mudah terserang penyakit, seperti yang sering terjadi di daerah penelitian yaitu bulir padi yang kosong. Meskipun demikian petani tetap menanam padi varietas cisokan karena menurut mereka padi dengan varietas cisokan menghasilkan beras yang lebih enak rasanya jika dibandingkan varietas batang piaman selain itu harga jual gabah kering panen dan beras varietas cisokan lebih mahal dibanding batang piaman. Harga untuk gabah kering panen (GKP) padi varietas batang piaman pada saat penelitian dilakukan adalah Rp 3 721 per kilogram sedangkan
38
harga GKP padi varietas cisokan adalah Rp 3 954 per kilogram, selisih harga tersebut dapat mempengaruhi penerimaan yang diterima petani. Meskipun memiliki harga yang lebih tinggi namun varietas cisokan menghasilkan produksi padi yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan batang piaman, namun petani masih banyak yang membudidayakan varietas cisokan. Hal ini juga dipengaruhi oleh pemikiran petani pada daerah tersebut bahwa padi yang menghasilkan beras terbaik adalah varietas cisokan. Tinggi Genangan Air Tinggi genangan air yang di tetapkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumbar adalah sekitar 1 sampai 2 centimeter. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penggenangan yang berlebihan pada lahan sawah sehingga tunggul padi sisa panen sebelumnya tersebut tidak terbenam, membusuk dan mati. Tabel 15 Tinggi genangan air pada padi dengan teknik budidaya salibu Tinggi Genangan Air (cm) Jumlah Petani Persentase (%) 1 5 16.67% 2 25 83.33% Total 30 100.00% Berdasarkan data lapangan dan kondisi lapangan di daerah penelitian, petani padi salibu di Nagari Tabek menggenangi sawah mereka dengan air setinggi 1 sampai 2 centimeter, tidak ada dari petani responden yang menggenangi lahan sawahnya kurang atau lebih satandar operasional yang sudah ditetapkan. Berdasarkan kuesioner yang disebar petani salibu lebih banyak menggenangi sawahnya dengan air setinggi 2 centimeter yaitu sebanyak 83.33 persen dari petani responden melakukan hal tersebut. Tinggi genangan air tidak boleh melebihi 2 centimeter karena batang sisa panen sebelumnya akan terbenam apabila tinggi genangan air melebihi batas tersebut, dan apabila genangan air kurang dari 1 centimeter maka permukaan tanah pada lahan sawah tersebut akan kekurangan asupan untuk pertumbuhan tanaman padi nantinya karena tunas akan tumbuh apabila asupan air pada tunggul padi lama terpenuhi. Penggenangan air dilakukan dua kali dalam budidaya padi salibu. Penggenangan pertama dilakukan satu hari setelah panen sampai tujuh hari setelah panen. Pada hari ketujuh setelah panen tunas salibu mulai tumbuh dan muncul, lahan akan dikeringkan namun masih dalam keadaan lembab. Kemudian dilakukan pemotongan batang sisa panen. Setelah tujuh hari setelah pemotongan batang sisa panen lahan kembali digenangi air. Obat-obatan Penggunaan obat-obatan atau pestisida seperti herbisida untuk pengendalian gulma, insektisida untuk pengendalian hama, moluksida untuk pengendalian keong dan siput dan fungisida untuk pengendalian penyakit tanaman padi diasumsikan memiliki pengaruh terhdap produksi padi. Penggunaan herbisida untuk penyiangan gulma pada tanaman padi akan dapat mengurangi kompetisi antara gulma dengan tanaman padi dalam hal penggunaan ruang, unsur hara dan sinar matahari sehingga pertumbuhan padi dapat optimal. Begitu juga dengan penggunaan insektisida, moluksida dan fungisida untuk mengendalikan hama dan
39
penyakit yang menyerang tanaman padi akan dapat meminimumkan serangan tanaman padi dari hama dan penyakit. Penggunaan obat-obatan pada padi dengan teknik budidaya salibu sedikit lebih banyak jika dibandingkan pada padi tanam pindah. Penggunaan obat-obatan petani padi salibu di Nagari Tabek per hektar yaitu 1 286.268 mililiter obat-obatan dalam bentuk cair sedangkan petani tanam pindah di Nagari Tabek menghabiskan sebanyak 1 009.18 mililiter obat-obatan dalam bentuk cair untuk lahan satu hektar mereka. Tabel 16 Penggunaan obat-obatan pada padi salibu dan tanam pindah per hektar Uraian Insektisida Herbisida Fungisida Moluksida
Penggunaan (ml) Salibu 205.38 1 053.87 20.08 6.49
Tanam Pindah 175.74 810.83 14.69 6.82
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa penggunaan obat-obatan yang banyak diaplikasikan pada padi dengan budidaya salibu adalah herbisida. Padi salibu sangat rentan untuk tumbuuhnya gulma, karena sisa batang jerami yang dibenamkan dapat memicu pertumbuhan gulma dengan cepat. Sehingga pada budidaya padi salibu herbisida lebih banyak digunakan oleh petani. Pada budidaya padi tanam pindah herbisida juga paling banyak digunakan oleh petani, namun pemakaiannya tidak sebanyak pada saat budidaya padi salibu. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor produksi penting lainnya dalam usahatani padi dengan teknik budidaya salibu. petani padi salibu dalam menjalankan usahataninya menggunakan dua sumber tenaga kerja, yaitu Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). TKDK biasanya dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang ada di dalam keluarga responden tersebut meliputi suami, istri dan anak. Biaya untuk TKDK biasanya tidak diperhitungkan oleh petani responden karena berasal dari dalam keluarganya sendiri. Upah harian untuk TKLK laki-laki berdasarkan hasil wawancara untuk Nagari Tabek sebesar Rp70 000 per HOK. Sedangkan TKLK perempuan yang berlaku pada daerah penelitian sebesar Rp50 000 per HOK. Keseluruhan petani responden menggunakan TKLK sebagai sumber tenaga tambahan. Adapun beberapa alasan petani memutuskan menggunakan TKLK, yaitu : bagi petani wanita atau laki-laki dalam melakukan produksi menggunakan TKLK untuk kegiatan-kegiatan usahatani yang tidak bisa dilakukan oleh satu orang dan butuh keahlian khusus seperti pemotongan batang sisa panen, penyiangan, penjarangan, penyemprotan, panen dan pasca panen. Rata-rata proporsi penggunaan TKDK petani salibu sebesar 17.4 HOK, sedangkan penggunaan TKLK manusia sebesar 55.11 HOK dan TKLK mesin sebesar 1.58 HOK per hektar. Jumlah penggunaan TKLK tergantung pada jenis kelamin petani, kemampuan modal petani dan luasan lahan yang dimiliki petani. Rincian
40
mengenai rata-rata penggunaan TKDK dengan TKLK dalam memproduksi padi secara salibu per hektar disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17
Rata-rata penggunaan TKDK dan TKLK dalam memproduksi padi secara salibu per hektar TKLK TKDK Jenis kegiatan Manusia Mesin (HOK) (HOK) (HOK) Penggenangan air 1.88 0.30 Memotong batang padi sisa panen 1.58 Penjarangan atau penyisispan 2.78 11.47 Pemupukan 3.88 0.36 Penyiangan 2.42 12.74 Pengeringan lahan 2.61 4.41 Penyemprotan 1.34 0.90 Panen atau mengarit 0.72 4.96 Merontok 0.84 6.96 Pembersihan gabah 0.93 4.89 Pengangkutan panen 6.54 Jumlah 17.4 55.11 1.58
Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat terdapatnya 11 kegiatan yang dilakukan petani responden dalam usahatani padi dengan teknik salibu. Kegiatan penjarangan atau penyisipan dan penyiangan merupakan kegiatan yang memerlukan HOK yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kegiatan yang lain dan itu juga merupakan penggunaan TKLK yang terbesar pada kegiatan produksi padi salibu. Pada kegiatan penyisipan dilakukan pemisahan rumpun padi yang besar untuk dibagi-bagi menjadi rumpun-rumpun padi baru yang lebih kecil, ini dilakukan bertujuan agar tidak terjadi penumpukan pertumbuhan batang padi pada satu rumpun namun dirumpun yang lain hanya ada sedikit batang tanaman padinya.Apabila dalam satu rumpun padi terdapat lebih banyak batang padinya jika dibanding dengan rumpun yang lain, maka padi yang dihasilkan pada rumpun tersebut lebih sedikit dibandingkan rumpun lain. Karena terjadinya perebutan dan persaingan dalam memperoleh nutrisi dalam rumpun tersebut. Dalam kegiatan penyiangan hal ini dikarenakan kegiatan ini dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya jumlah gulma yang ada pada lahan budidaya. Gulma yang tumbuh harus dibuang dan dibersihkan seluruhnya dari lahan padi, hal ini dimaksudkan agar gulma tidak ikut tumbuh dan mengambil nutrisi yang seharusnya dibutuhkan oleh tanaman padi dimana hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Sehingga pada kegiatan ini membutuhkan banyak tenaga dan waktu dalam pengerjaannya. Penggunaan TKDK yang terbesar terdapat pada kegiatan pemupukan, karena pemupukan merupakan kegiatan yang tidak terlalu berat dan biasanya dapat dilakukan oleh satu atau dua orang. Pemupukan dapat dilakukan oleh suami dan istri yang ada dalam keluarga petani. Kebutuhan HOK dalam kegiatan pemupukan juga dipengaruhi oleh luas lahan sawah padi salibu petani. Petani salibu di Nagari Tabek tidak ada yang memiliki luas lahan lebih dari 7 000 hektar sehingga kegiatan pemupukan dapat dilakukan oleh anggota keluarga petani itu
41
sendiri. Meskipun ada beberapa petani yang menggunakan tenaga kerja luar dalam proses pemupukan. Alasan petani memutuskan untuk menggunakan TKLK, yaitu : bagi petani padi salibu yang memiliki pekerjaan utama bukan sebagai petani seperti PNS, guru dan berdagang memilih menggunakan tenaga kerja luar karena tidak memiliki waktu untuk melakukan kegiatan usahatani pengolahan lahan contohnya pemupukan. Tabel 18
Rata-rata penggunaan TKDK dan TKLK dalam memproduksi padi secara tanam pindah per hektar TKLK TKDK Jenis kegiatan Manusia Mesin (HOK) (HOK) (HOK) Bajak 1 8.499 Bajak 2 6.555 Menggaru 1.838 2.321 Pembersihan Lahan 2.890 3.692 Penyemaian 1.998 0.274 Pencabutan Benih 1.392 2.194 Penanaman 1.203 10.464 Penjarangan / pembenaman gulma 0.316 0.105 Pemupukan 3.810 0.633 Penyiangan 2.363 7.764 Penyemprotan 1.637 0.737 Pengeringan Lahan 1.835 2.068 Mengarit 1.793 6.013 Merontok 0.527 7.489 Pembersihan gabah 0.591 5.232 Pengangkutan padi 7.700 Jumlah 22.194 56.69 15.054
Berdasarkan Tabel 18, dapat disimpulkan bahwa ada 16 kegiatan yang dilakukan pada budidaya padi secara tanam pindah. Kegiatan penanaman merupakan kegiatan yang memerlukan HOK terbanyak jika dibandingkan dengan kegiatan lain. Penanaman yang dilakukan oleh petani responden pada daerah penelitian adalah penanaman padi dengan system legowo. Dimana dalam satu lubang tanam di tanam satu sampai 3 batang bibit padi. Pada kegiatan penjarangan atau pembenaman gulma merupakan kegiatan yang memerlukan sedikit penggunaan HOK. Hal ini dipengaruhi oleh sedikitnya gulma yang tumbuh pada lahan sawah, karena pada saat setelah penanaman lahan disemprot herbisida terlebih dahulu. Selain itu bekas jerami yang sudah dibuang dan masuk kedalam tanah akibat proses pembajakan, membuat gulma tidak banyak yang tumbuh. Petani tanam pindah di Nagari Tabek tidak ada yang memiliki luas lahan lebih dari 6 500 hektar sehingga kegiatan budidaya dapat dilakukan oleh anggota keluarga petani itu sendiri. Meskipun ada beberapa kegiatan budidaya yang menggunakan tenaga kerja luar. Jika dibandingkan antara penggunaan tenaga kerja produksi padi salibu dengan tanam pindah, maka budidaya tanam pindah lebih menggunakan HOK yang banyak per musim tanamnya. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan TKDK
42
padi tanam pindah yaitu 22.194 HOK sedangkan untuk padi salibu hanya sebesar 17.4 HOK. Penggunaan TKLK yang terdiri atas tenaga kerja manusia untuk padi salibu yaitu sebesar 55.11 HOK lebih kecil jika dibandingkan tanam pindah yaitu sebesar 56.69 HOK dan atas tenaga kerja mesin yang digunakan pada budidaya salibu yaitu sebesar 1.58 HOK jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan budidaya tanam pindah yaitu sebesar 15.054 HOK. Analisis Faktor-faktor Produksi Padi dengan Teknik Budidaya Salibu di Nagari Tabek Analisis fungsi produksi didasarkan pada data yang terkumpul dari 30 responden. Data yang dikumpulkan meliputi data produksi sebagai variabel yang dijelaskan atau dependent (Y), sedangkan data mengenai tinggi pemotongan batang sisa panen, pupuk urea, pupuk phonska, varietas, tinggi genangan air, obatobatan dan tenaga kerja yang digunakan oleh petani responden per luas lahan yang diusahakan dijadikan sebagai variabel yang menjelaskan atau independent (Xi) pada penelitian ini. Variabel-variabel dari faktor yang mempengaruhi produksi tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap produksi padi yang ditanam secara salibu. Variabel luas lahan tidak dimasukkan kedalam model karena variabel ini sangat berpengaruh terhadap produksi, sehingga pada saat pengolahan variabel ini memiliki multikolinearitas yang tinggi yaitu yang bernilai lebih besar dari 10. Berikut rincian mengenai hasil pendugaan fungsi produksi pada petani responden dan besarnya pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi padi salibu di Nagari Tabek selama tahun 2015. Tabel 19 Hasil pendugaan fungsi produksi pada petani responden dan besarnya pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi padi salibu di Nagari Tabek selama tahun 2015 Koefisien Standard Nilai Variabel t-hitung VIF Regresi Eror Signifikasi Constanta 3.297 0.235 14.033 0.000 Tinggi Yang Disisakan (0.214) 0.099 (2.162) 0.042* 1.058 Urea 0.195 0.108 1.799 0.086 8.376 Phonska 0.198 0.093 2.128 0.045* 8.263 Dummy 0.340 0.037 0.932 0.362 1.164 Tinggi genangan Air (0.160) 0.073 (2.201) 0.039* 1.211 Obat 0.302 0.073 4.117 0.000* 5.672 Tenaga Kerja 0.466 0.110 4.245 0.000* 5.223 Rsq = 97.5persen Rsq(adj) = 95.3 persen F hitung = 120.563 Signifikansi = 0.000 *) berpengaruh nyata pada taraf 5 persen Berdasarkan Tabel 19, maka diperoleh nilai elastisitas produksi yaitu 4.44 persen, hal ini menunjukkan bahwa daerah produksi masih berada pada daerah 1 atau irrasional. Produksi padi dengan budidaya salibu masih perlu dikembangkan karena dengan input yang digunakan belum menghasilkan output yang
43
maksimum. Rata-rata luas lahan yang digunakan petani budidaya padi salibu yaitu kecil dari 5000 hektar yang sehingga skala usaha tani yang dijalankan masih tergolong kecil, hal ini yang menyebabkan output yang dihasilkan menjadi tidak maksimal. Pendugaan model fungsi produksi padi dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek pada petani responden yaitu sebagai berikut : Y(salibu) = 3.297 – 0.214 InX1 + 0.195 InX2 + 0.198 InX3 + 0.340 InX4– 0.160 InX5 + 0.302 InX6 + 0.466 InX7.....................................................(12) Sebelum dilakukan pengujian model, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang sesuai dengan OLS untuk diuji secara statistik, yaitu uji multikolinearitas dan autokorelasi pada hasil pendugaan model yang diperoleh. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa tidak adanya hubungan linear antara independent variable atau tidak ada multikolinearitas dalam hasil pendugaan model. Hal ini dilihat dari nilai VIF dari masing-masing independent variable, meliputi tinggi batang sisa panen yang disisakan, urea, phinska, dummy varietas, tinggi genangan air, obat-obatan, tenaga kerja, yang kurang dari 10. Selain itu, hasil dari pendugaan model pada produksi padi salibu di Nagari Tabek juga tidak terjadi suatu autokorelasi karena nilai dari durbin watson yang didapatkan sebesar 1.766. Berdasarkan hasil dari uji multikolinearitas dan autokorelasi pada hasil pendugaan model yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil pendugaan model tidak memiliki multikolinearitas dan autokorelasi. Setelah melakukan pengujian pada model, hal yang dilakukan adalah melakukan pengujian koefisien determinasi. Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) yang didapatkan sebesar 97.5 persen. Interpretasi dari nilai R2 tersebut yaitu sebesar 97.5 persen keragaman independent variable dapat menjelaskan dependent variable. Sedangkan sisa dari nilai R2 tersebut atau sebesar 1 persen dependent variable dijelaskan oleh independent variable di luar model. Pengujian selanjutnya adalah pengujian parameter model atau Uji F. Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah independent variable yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap dependent variable. Pada Tabel 18 menunjukkan bahwa nilai Prob dari F hitung sebesar 0.000. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai taraf nyata yang digunakan atau selang kepercayaan yang digunakan, yaitu sebesar 0.05 atau 95 persen. Interpretasi dari nilai tersebut adalah secara bersama-sama independent variable yang digunakan dalam proses produksi padi salibu mempunyai pengaruh yang nyata terhadap dependent variable (produksi padi salibu). Kemudian hasil pendugaan model juga dilakukan pengujian parameter variabelnya atau uji t. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien regresi dari masing-masing independent variable yang digunakan berpengaruh nyata terhadap dependent variable. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa independent variable yang memiliki pengaruh nyata terhadap dependent variable adalah jumlah tinggi pemotongan batang sisa panen, pupuk phonska, dummy varietas, jumlah benih, tinggi genangan air, obat-obatan, tenaga kerja . Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi dari masing-masing independent variable yang lebih kecil dari nilai taraf nyata yang digunakan, yaitu sebesar 0.05.
44
Penyebaran data juga dilihat untuk mengetahui apakah terdapat heterokedastisitas dari data yang digunakan dalam pendugaan model fungsi produksi padi salibu. Apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model fungsi regresi yang didapat memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan apabila data menyebar jauh dari garis sumbu diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonalnya, maka model fungsi regresi yang didapat tidak memenuhi asumsi normalitas. Berdasarkan hasil yang didapat, data yang digunakan dalam pendugaan model menyebar dengan normal dan telah memenuhi asumsi normalitas (dapat dilihat pada Lampiran 1). Hasil analisis pendugaan model fungsi produksi padi dengan teknik budidaya salibu pada petani responden di Nagari Tabek selama tahun 2015 secara statistik telah memenuhi asumsi OLS. Hal ini dapat dilihat bahwa tidak adanya multikolinearitas dan autokorelasi dari hasil pendugaan model yang didapat. Selain itu independent variable mampu menjelaskan dependent variable secara bersama-sama dan independent variable memiliki pengaruh nyata terhadap dependent variable. Terpenuhinya asumsi-asumsi tersebut menunjukkan bahwa model fungsi produksi padi salibu yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga hubungan antara independent variable terhadap dependent variable. Nilai konstanta regresi yang didapat merupakan nilai elastisitas produksi dari independent variable tersebut. Berdasarkan Tabel 18, nilai konstanta dari hasil pendugaan model fungsi produksi sebesar 3.297. Nilai tersebut menunjukkan bahwa dengan pemberian faktor-faktor produksi atau input produksi yang sedikit, adalah jumlah tinggi pemotongan batang sisa panen, pupuk urea, pupuk phonska, dummy varietas, tinggi genangan air, obat-obatan, tenaga kerja, maka produksi padi salibu yang akan didapatkan petani sebesar 3.297 kg. Berikut ini adalah pengaruh dari masing-masing faktor-faktor produksi (independent variable) terhadap produksi ikan hias (dependent variable). Tinggi Batang Sisa Panen Sebelumnya Yang Disisakan (X1) Tinggi bonggol padi yang disisakan petani dari sisa panen sebelumnya ratarata berkisar dari 3 sampai 5 centimeter sesuai dengan standar dan ketentuan yang disampaikan oleh Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumbar. Hal ini dilakukan karena tunas yang tumbuh pendek dan menyentuh tanah agar proses penyerapan unsur hara dapat dilakukan. Namun sisa bonggol rumpun padi juga tidak boleh dibabat habis sampai lebih rendah dari genangan air, karena apabila terendam dalam air bonggol atau rumpun padi setelah panen tersebut akan busuk dan tunas tidak akan muncul. Apabila tunas padi baru tidak muncul maka akan mengakibatkan tidak tumbuhnya salibu sebagai pengganti bibit padi yang akan tumbuh menjadi padi pada musim tanam berikutnnya, sehingga akan dapat mempengaruhi produksi padi. Di Nagari Tabek petani padi salibu umumnya menggunakan jasa tenaga kerja luar keluarga untuk melakukan kegiatan ini, karena pemotongan dilakukan dengan menggunakan mesin babat, dan hanya ada dua orang petani mesin babat salibu yang dapat mengoperasikan teknik pembabatan yang sesuai dengan standar operasional BPTP. Kedua petani ini sudah megikuti pelatihan dan pembelajaran tata cara dan tinggi pemotongan yang baik untuk salibu melalui bantusn BPTP. Beberapa tahun salibu dijalan di Nagari Tabek hanya ada dua orang pekerja tersebut yang selalu dipekerjakan untuk
45
melakukan kegiatan ini, karena menurut petani mereka sudah berpengalaman dan hasil kerja yang bagus. Parameter dugaan tinggi pemotongan batang sisa panen bernilai negative dan nyata terhadap produksi padi dengan sistem budidaya salibu di Nagari Tabek. Koefisien regresi yang bertanda negative mengindikasikan bahwa semakin tinggi pemotongan batang sisa panen dalam lingkup standar operasional yang ditentukan akan menyebabkan penurunan produksi padi. Hal ini disebabkan karena, semakin tinggi batang yang disisakan setelah pemotongan maka akar tunas yang tumbuh akan jauh dari tanah. Sehingga akan terhambat aliran unsur hara yang seharusnya dibutuhkan tunas baru tersebut untuk terus tumbuh dan menyebabkan kematian. Apabila dilihat dari standar operasional yang ditetapkan oleh BPTP yaitu 3 sampai 5 centimeter, maka produksi padi akan meningkat apabila tinggi batang yang disisakan setinggi 3 centimeter. Namun produksi padi akan menurun apabila tinggi batang yang disisakan dinaikkan menjadi 5 centimeter. Sehingga tinggi batang sisa panen yang disisakan agar menghasilkan hasil yang optimal adalah setinggi 3 centimer. Hal ini juga terjadi apabila tinggi pemotongan lebih rendah atau tinggi dari standar yang ditetapkan oleh BPTP yaitu kurang dari 3 centimeter atau lebih dari 5 centimeter. Apabila tinggi batang yang disisakan kurang dari 3 centimeter maka tunas tersebut akan terbenam dalam genangan air sehingga menimbulkan pembusukan dan tidak adanya tunas yang tumbuh. Adapun jika tinggi batang lebih dari 5 centimeter maka akar tunas akan menggantung dan tidak mencapai tanah, sehingga tanaman kesulitan untuk memperoleh unsur hara atau makanan dan menyebabkan kematian pada tunas. Oleh sebab itu, tingginya batang panen yang disisakan untuk budidaya padi salibu sangat penting dan akan berpengaruh terhadap produksi padi yang dihasilkan. Pupuk Urea (X2) Parameter dugaan penggunaan pupuk urea (X2) bernilai positif namun tidak nyata terhadap produksi padi dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek. Koefisien regresi yang bertanda positif yaitu sebesar 0.195 mengindikasikan bahwa ada kecenderungan, apabila pengingkatan pemberian pupuk urea sebesar 1 persen maka akan dapat meningkatkan produksi padi pada system budidaya salibu sebesar 0.195 dengan menganggap independent variable lainnya adalah tetap (ceteris paribus). Hal ini terjadi karena pupuk urea merupakan salah satu jenis pupuk sebagai sumber unsur nitrogen, dimana pupuk ini berfungsi untuk membantu pertumbuhan vegetatif tanaman. Penggunaan pupuk urea tidak berpengaruh nyata apabila dilihat dari nilai signifikansinya sebesar 0.086 yang berarti lebih besar dari taraf nyata, maka penambahan atau pengurangan pupuk urea yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi salibu. Hal ini disebabkan oleh lokasi penelitian yang subur dan mengandung unsur nitrogen yang cukup untuk pertumbuhan tanaman padi, sehingga pada saat penggunaan pupuk urea pada tanaman padi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi salibu di Nagari Tabek. Kandungan dari pupuk pendamping yaitu phonska juga menjadi salahsatu penyebabnya, yaitu kandungan yang sudah lengkap dalam pupuk phonska membuat penambahan atau penurunan penggunaan pupuk urea tidak akan mempengaruhi produksi secara nyata. Tidak berpengaruhnya penggunaan pupuk
46
urea ini juga berasal dari tinjauan lapangan berdasarkan kuesioner yang disebar bahwa rata-rata penggunaan pupuk urea dari petani salibu adalah 185.654 kilogram per hektar yaitu melibihi standar operasional pemberian pupuk yang ditetapkan oleh BPTP Sumbar untuk per hektarnya. Standar operasional pemberian pupuk untuk padi salibu yang ditetapkan oleh BPTP sumbar adalah sebanyak 150 kilogram pupuk urea untuk lahan satu hektar. Pupuk Phonska (X3) Variabel penggunaan pupuk phonska dalam penelitian ini memberikan tanda koefisien positif dengan nilai koefisien sebesar 0.198, artinya setiap penggunaan pupuk phonska per usahatani meningkat sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar 0.198 persen. Hasil pengujian menunjukkan nilai signifikansi yang kecil dari taraf nyata yaitu 0.045 yang artinya bahwa pupuk phonska berpenngaruh nyata terhadap hasil produksi padi dengan budidaya salibu yang akan dihasilkan, buktinya varietas tanaman padi yang ditanam oleh petani di Nagari tabek masih sangat responsive terhadap dosis pemupukan phonska. Kondisi dilapangan juga menunjukkan bahwa penggunaan pupuk ini sangat penting terutama pada saat awal pertumbuhan akar tunas padi salibu, karena akar tunas salibu membutuhkan unsur phospor untuk merangsang pertumbuhan akar pada tunas baru. Apabila penggunaan dari pupuk ini kurang maka akan mengakibatkan akar tunas terhambat tumbuh, sehingga zat hara dalam tanah tidak dapat diserap secara sempurna yang menyebabkan sedikitnya tanaman baru dalam satu rumpun. Selain berfungsi untuk memacu pertumbuhan akar pupuk ini juga menguatkan batang padi sehingga tidak mudah roboh dan memacu pembentukan buah padi. Varietas (Dummy) (X4) Parameter dugaan dummy penggunaan varietas, bernilai positif tetapi tidak nyata terhadap tingkat produksi pada system budidaya salibu di Nagari Tabek. Nilai parameter dugaan tersebut bertanda positif mengindikasikan ada kecenderungan bahwa penggunaan benih varietas batang piaman dalam usahatani akan meningkatkan produksi padi dengan system budidaya salibu dibandingkan dengan benih varietas cisokan. Hal ini terjadi karena benih varietas batang piaman bersifat tahan terhadap hama dan penyakit, sedangkan benih varietas cisokan bersifat rentan terserang hama penyakit. Sehingga pada saat penelitian dilapangan, data hasil produksi padi dengan varietas batang piaman lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas cisokan dengan luas lahan yang sama. Tingginya hasil produksi padi dengan varietas batang piaman tidak langsung membuat petani di daerah penelitian langsung serentak menanam padi varietas batang piaman. Menurut masyarakat setempat pemilihan penanaman varietas padi itu berdasarkan selera petani yang menanam dan konsumen. Padi dengan varietas cisokan meskipun lebih memiliki produksi yang sedikit dibandingkan batang piaman namun beras yang dihasilkan dari varietas cisokan lebih enak dibandingkan batang piaman. Hal ini lah yang menjadi salah satu mengapa harga GKP padi varietas cisokan lebih mahal. Selain itu beras padi varietas cisokan juga lebih banyak dicari konsumen disamping harganya yang lebih tinggi. Selera masyarakat dan konsumen Sumatera Barat yang lebih menyukai varietas cisokan karena rasa nasi yang dihasilkan lebih wangi, empuk dan perah.
47
Tinggi Genangan Air (X5) Parameter dugaan tinggi genangan air (X5) bernilai negatif sebesar 0.160 dan nyata terhadap produksi padi dengan system budidaya salibu di Nagari Tabek. Koefisien regresi yang bertanda negative mengindikasikan bahwa tinggi genangan air pada saat satu minggu setelah panen dan seminggu setelah kegiatan pemotongan dapat menurunkan produksi padi sebesar 0.160 satuan, apabila tinggi genangan air tersebut mengalami peningkatan sebesar 1 satuan dari standar yang sudah ditentukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumbar yaitu dengan tinggi 1 sampai 2 centimeter. Apabila tinggi genangan air lebih tinggi dari standar yang sudah ditentukan tersebut, maka bonggol padi akan terendam air dan membusuk. Bonggol padi yang dijadikan tempat tumbuhnya tunas padi baru harus muncul dipermukaan air, karena apabila seluruhnya masuk dan terbenam dalam air maka akan menyebabkan akar lama maupun tunas baru membusuk. Sehingga tanaman padi baru tidak bisa tumbuh dan akan mempengaruhi produksi padi nantinya. Tinggi genangan air pada awal budidaya salibu menjadi unsur yang penting dalam berhasil atau tidaknya salibu, karena pada masa inilah bonggol padi tanaman lama dapat memperoleh nutrisi untuk menghasikan tunas baru yang akan menjadi bakal tumbuhnya tunas sebagai tanamn padi baru. Obat-obatan (X6) Parameter dugaan penggunaan obat-obatan bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi padi dengan system budidaya salibu di Nagari tabek. Koefisisen regresi yang bertanda positif mengindikasikan ada kecenderungan bahwa peningkatan pemberian obat-obatan akan dapat meningkatkan produksi padi dengan system salibu. Hal ini terjadi karena penggunaan obat-obatan atau pestisida seperti herbisida untuk pengendalian gulma, insektisida untuk pengendalian hama, moluksida untuk pengendalian keong dan siput dan fungisida untuk pengendalian penyakit tanaman padi masih sesuai dengan anjuran dan sasaran dalam satuan pemakaian yaitu milliliter, dan penggunaannya masih dalam skala kecil atau sedikit. Penggunaan yang sedikit ditujukan untuk proses pencegahan bukan untuk proses mengendalikan setelah diserang hama penyakit. Penggunaan herbisida untuk penyiangan gulma pada tanaman padi akan dapat mengurangi kompetisi antara gulma dengan tanaman padi dalam hal penggunaan ruang, unsur hara dan sinar matahari sehingga pertumbuhan padi dapat optimal. Begitu juga dengan penggunaan insektisida, moluksida dan fungisida untuk menngendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi akan dapat meminimumkan serangan tanaman padi dari hama dan penyakit. Penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan dosis penggunaan pada saat terserang hama penyakit, maka akan meningkatkan hasil produksi tanaman padi. Obat-obatan yang banyak dibutuhkan dalam system budidaya salibu adalah herbisida, berguna untuk pembasmian gulma. Sisa jerami yang dibenamkan akan memicu pertumbuhan gulma lebih cepat dan banyak jika dibandingkan tanpa dilakukannya pembenaman jerami. Sehingga penggunaan obat-obatan khususnya herbisida sangat membantu dalam proses pembasmian dan menghambat penumbuhan gulma yang dapat mengganggu tanaman padi. Semakin tepat dosis
48
dan penggunaan obat yang diberikan maka gulma dan pengganggu tanaman padi dapat diminimalkan dan dihilangkan sehingga produksi padi dapat optimal. Tenaga Kerja (X7) Parameter dugaan tenaga kerja dalam usahatani padi salibu bernilai positif dan nyata terhadap produksi padi dengan system budidaya salibu di Nagari Tabek. Nilai parameter dugaan tersebut yang bertanda positif mengindikasikan setiap peningkatan tenaga kerja dalam usahatani maka akan semakin meningkatkan produksi padi pada system budidaya salibu. Hal ini terjadi karena dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja dalam usahatani padi salibu maka akan semakin meningkatkan kegiatan pemeliharaan yang dilakukan terhadap tanaman, sehingga dampak selanjutnya pertumbuhan tanaman dapat optimal dengan hasil yang semakin meningkat. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam pemeliharaan padi salibu makan diindikasikan dapat meningkatkan hasil produksi padi. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja memiliki faktor positif terhadap hasil produksi padi salibu yang dilakukan oleh petani padi di Nagari Tabek, diduga hal ini berdasarkan keterampilan tenaga kerja yang dimiliki dan pengalaman yang dimiliki tenaga kerja tersebut didalam memelihara dan memproduksipadi salibu dengan varietas batang piaman maupun cisokan. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dengan Teknik Budidaya salibu di Nagari Tabek Analisis pendapatan usahatani berguna untuk memberikan gambaran mengenai keuntungan ataupun kerugian dari suatu usahatani yang dihitung berdasarkan jumlah penerimaan yang didapat dikurangi biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Pada komponen biaya, biaya yang dikeluarkan oleh petani terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan membandingkan petani padi responden berdasarkan petani dengan teknik budidaya salibu dengan petani dengan teknik penanaman tanam pindah. Penerimaan Usahatani Padi di Nagari Tabek Penerimaan kotor usahatani (gross farm income) padi salibu terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima oleh petani dalam bentuk tunai sebagai hasil dari penjualan padi salibu. Sedangkan penerimaan tidak tunai adalah penerimaan yang diterima petani dalam bentuk tidak tunai seperti hasil panen yang digunakan untuk konsumsi petani sendiri. Penerimaan tunai usahatani merupakan akumulasi hasil kali antara harga yang berlaku pada saat itu dengan hasil panen padi selama satu musim tanam. Total penerimaan usahatani padi merupakan hasil akumulasi dari seluruh penerimaan hingga ditambah dengan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan) seperti cadangan hasil panen dan yang dikonsumsi sendiri. Petani responden umumnya menyetok dalam bentuk gabah di penggilingan untuk dikonsumsi selama 4 bulan sampai panen berikutnya. Gabah yang di stok di penggilingan akan di giling menjadi beras apabila persediaan beras dirumah sudah
49
menipis atau habis. Biaya penyimpanan sampai penggilingan dibayar dengan beras atau uang, yaitu apabila menggiling satu karung atau sebanyak 43 kilogram gabah maka dikenakan biaya Rp15 000. Tabel 20 Penerimaan petani responden padi dengan teknik budidaya salibu dalam satu hektar Varietas Batang Piaman (per Ha) Uraian Penerimaan Tunai Produksi Yang Dijual Penerimaan Diperhitungkan Produksi Dikonsumsi Total penerimaan
Produksi (kg/Ha)
Harga (Rp/Kg)
Varietas Cisokan (per Ha)
Nilai (Rp)
Produksi (kg/Ha)
Harga (Rp/Kg)
Nilai (Rp)
6 504.1
3 721
24 201 302
6 150.60
3 953
24 316 326
979.48
3 721
3 644 577 27 845 879
893.67
3 953
3 533 114 27 849 440
Penerimaan setiap petani responden berbeda dengan yang lain, hal ini tergantung oleh beberapa hal seperti produktivitas, harga yang berlaku, serta jumlah panen yang dilakukan. Produktivitas antara padi dengan teknik budidaya salibu berbeda dengan padi system tanam pindah. Hasil produksi padi yang dihasilkan dengan teknik budidaya salibu lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi sistem tanam pindah. Sehingga penerimaan yang diperoleh petani pun berbeda antara petani padi salibu dengan petani tanam pindah. Penerimaan petani responden padi dengan system budidaya salibu memperoleh penerimaan terbesar dari produksi padi varietas batang piaman. Meskipun harga jual varietas batang piaman lebih kecil daripada varietas cisokan, namun petani lebih untung karena hasil produksi batang piaman yang jauh lebih tinggi. Penerimaan yang diperoleh petani responden salibu untuk varietas batang piaman adalah Rp27 845 879 per hektar, sedangkan Rp27 849 440 untuk varietas cisokan per hektar. Hal ini dikarenakan produksi padi salibu dengan varietas batang piaman lebih tinggi yaitu sebesar 7 483.58 kilogram jika dibandingkan dengan padi salibu varietas cisokan yaitu sebesar 7 044.67 kilogram per hektar. Tabel 21
Penerimaan petani responden pada padi dengan teknik tanam pindah dalam satu hektar Varietas Batang Piaman (per Ha)
Uraian Penerimaan Tunai Produksi Yang Dijual Penerimaan Diperhitungkan Produksi Dikonsumsi Total penerimaan
Produksi (kg/Ha)
Harga (Rp/Kg)
Varietas Cisokan (per Ha)
Nilai (Rp)
Produksi (kg/Ha)
Harga (Rp/Kg)
Nilai (Rp)
5 016.64
3 721
18 666 567
5 032.45
3 953
19 895 742
863.21
3 721
3 211 944 21 878 512
788.02
3 953
3 115 419 23 011 160
50
Penerimaan yang diperoleh responden pada padi dengan system tanam pindah per hektar terbesar pada penerimaan varietas padi batang piaman yaitu Rp21 878 512 per hektar dengan produksi 5 879.85 kilogram per hektar, sedangkan penerimaan pada padi varietas cisokan adalah sebesar Rp23 011 160 dengan produksi sebesar 5 820.47 kilogram per hektar. Apabila melihat perbandingan dari dua tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa total penerimaan membudidaya padi secara salibu lebih besar jika dibandingkan dengan padi tanam pindah. Jadi apabila seorang petani membudidaya padi dengan teknik budidaya salibu maka dia akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar selisih tersebut jika dibanding apabila dia menanam dengan system tanam pindah pada luas lahan yang sama. Penerimaan non tunai atau penerimaan diperhitungkan didapatkan dengan mengalikan jumlah output padi salibu yang digunakaan untuk konsumsi petani dengan harga yang jual Gabah Kering Panen (GKP) pada saat penelitian. Harga jual padi atau GKP yang digunakan adalah harga padi atau GKP pada saat penelitian di penggilingan. Harga GKP dapat berubah-ubah setiap waktu, pada saat penelitian dilakukan harga padi sedang berada dalam posisi normal yaitu Rp3 721 per kilogram untuk varietas batang piaman dan Rp3 953 per kilogram untuk varietas cisokan. Produksi padi varietas cisokan lebih sedikit dibandingkan varietas batang piaman, namun harga jual cisokan lebih tinggi dibandingkan batang piaman. Total penerimaan merupakan penjumlahan dari penerimaan tunai dan non tunai. Penerimaan petani salibu menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan petani tanam pindah. Perbedaan penerimaan antara kedua kemitraan karena perbedaan produktivitas padi yang dihasilkan, meski harga jual yang diberikan pihak penggilingan sama untuk petani salibu dengan tanam pindah. Biaya Usahatani Padi di Nagari Tabek Pengeluaran usahatani merupakan akumulasi dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan petani selama proses produksi. Ada dua macam biaya usahatani, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang termasuk biaya tunai pada usahatani padi di Nagari Tabek adalah biaya pembelian benih, biaya pembelian pupuk urea, pupuk phonska, biaya pembelian obat-obatan, upah tenaga kerja, dan biaya pajak atau sewa lahan. Sementara itu, biaya yang diperhitungkan pada analisis usahatani padi mencakup biaya penyusutan peralatan, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya imbangan (opportunity cost) menyewakan lahan. Total biaya adalah hasil penjumlahan antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Tabel 21 merupakan rincian perbandingan dari biaya usahatani padi dengan teknik budidaya salibu dengna padi system tanam pindah, dengan luas lahan satu hektar selama satu musim tanam. Adapun uraian biaya usahatani padi salibu dan tanam pindah di nagari tabek dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Tabel 22. Komposisi biaya antara kedua petani memiliki keragaman. Petani padi salibu memiliki komposisi biaya lebih kecil jika dibandingkan dengan petani padi tanam pindah. Komposisi biaya terbesar pada biaya diperhitungkan terdapat pada biaya TKDK laki-laki dan perempuan. Pengeluaran biaya diperhitungkan lebih besar jika dibandingkan dengan biaya tunai, hal ini karena belum diperhitungkannya biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusatan saprodi secara tunai dan biaya sewa lahan.
51
Tabel 22 Perbandingan biaya petani responden padi dengan teknik budidaya salibu dengan sistem tanam pindah Uraian Biaya Tunai Benih (kg) Pupuk Phonska (kg) Pupuk Urea (kg) Pupuk Kandang (kg) Obat (ml) Sewa alat panen Pajak lahan Tenaga Kerja Luar Keluarga Wanita (HOK) Pria (HOK) Mesin (HOK) Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Wanita (HOK) Pria (HOK) Sewa Lahan Penyusutan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya
Salibu Batang Cisokan Piaman (Rp) (Rp)
Tanam Pindah Cisokan Batang (Rp) Piaman (Rp)
0 312 728 397 187 23 734 106 428 120 253 9 986
0 364 780 460 000 23 734 102 527 120 253 9 986
247 200 238 784 312 915 27 750 88 851 120 253 9 986
249 100 260 910 286 281 27 750 76 624 120 253 9 986
1 560 000 1 371 300 439 000 4 340 616
1 471 500 1 500 100 514 000 4 566 880
1 325 500 1 881 600 1 429 000 5 672 689
955 500 1 774 500 1 403 000 5 154 754
250 000 714 700 3 334 505 88 699
303 500 840 000 3 334 505 113 364
391 000 1 067 500 3 334 505 89 982
273 000 1 033 900 3 334 505 85 312
4 387 904 8 728 520
4 591 369 9 158 249
4 882 987 10 564 826
4 726 717 9 890 621
Berdasarkan Tabel 22, pada budidaya padi salibu varietas batang piaman dan cisokan presentase total biaya diperhitungkan terhadap biaya total adalah 50.27 persen dan 50.13 persen dengan nilai Rp4 387 904 dan Rp4 591 369, sedangkan presentase biaya tunai terhadap biaya total hanya 49.72 persen dan 49.87 persen dengan nilai Rp4 340 616 dan Rp4 566 880. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya sewa lahan untuk usahatani padi di Nagari Tabek. Sedangkan pada budidaya padi tanam pindah varietas batang piaman dan cisokan presentase total biaya diperhitungkan terhadap biaya total adalah 47.78 persen dan 46.21 persen dengan nilai Rp4 726 717 dan Rp4 882 987, sedangkan presentase biaya tunai terhadap biaya total hanya 52.21 persen dan 53.78 persen dengan nilai Rp5 163 903 dan Rp5 681 838. Total biaya yang dikeluarkan pada usahatani padi dengan teknik budidaya salibu lebih sedikit jika dibandingkan dengan padi sistem tanam pindah dengan selisih perbedaan total biaya yang dikeluarkan adalah Rp1 162 100 untuk varietas batang piaman dan Rp1 406 576 untuk varietas cisokan. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa mengusahakan padi dengan teknik budidaya salibu lebih mampu menghemat biaya jika dibandingkan dengan tanam pindah. Karena pada teknik budidaya salibu tidak membeli benih sehingga biaya pembelian benih tidak ada. Selain itu tenaga kerja yang digunakan juga lebih sedikit, karena tidak adanya kegiatan pengolahan lahan dan penanaman pada proses produksinya. Sehingga
52
biaya upah tenaga kerja untuk kegiatan dua kali pembajakan lahan, menggaru, pembersihan lahan, penyemaian benih, pencabutan bibit dan penanaman bibit padi tidak perlu dikeluarkan. Benih yang digunakan pada padi system tanam pindah di lokasi penelitian diperoleh dari penangkar benih terdekat yang ada di lokasi tersebut. Varietas benih yang ditanam adalah varietas batang piaman dan varietas cisokan. Harga beli yang diperoleh petani responden dari penangkar beniih adalah sama untuk setiap varietas yakni Rp 10 000 per kilogram. Biaya yang dikeluarkan untuk benih per hektarnya adalah Rp249 100 atau sebesar 2.52 persen untuk varietas cisokan dan Rp247 200 atau sebesar 2.34 persen dari total biaya yang dikeluarkan untuk padi dengan system tanam pindah. Standar oleh penyuluh pada daerah penelitian benih yang dibutuhkan untuk lahan satu hektar adalah sebanyak 25 kilogram dalam bentuk benih kering yang diperoleh dari penangkar benih. Benih tersebut dibenamkan dalam air beberapa hari agar tumbuh dan berakar sebelum benih tersebut siap untuk dituai. Usahatani padi dengan teknik budidaya salibu maupun tanam pindah menggunakan pupuk urea, phonska dan kandang. Biaya yang dikeluarkan untuk pupuk urea lebih besar dibanding biaya yang digunakan untuk pupuk phoska. Pupuk urea yang digunakan petani responden padi salibu berada pada rata-rata sebesar 172.69 kilogram untuk varietas batang piaman dan 200 kilogram untuk varietas cisokan per hektar dan petani tanam pindah berada pada rata-rata sebesar 124.47 kilogram untuk varietas batang piaman dan 136.05 untuk varietas cisokan per hektar, kemudian penggunaan pupuk phonska petani salibu adalah 120.28 kilogram untuk varietas batang piaman dan 140.3 kilogram untuk varietas cisokan per hektar. Sedangkan pupuk kandang dibutuhkan sebanyak 47.468 kilogram perhektar pada padi salibu dan sebanyak 55.5 kilogram pada padi tanam pindah. Kebutuhan pupuk pada system salibu lebih banya dari pada system tanam pindah. Selain itu jenis obat-obatan yang digunakan dalam usahatani padi di Nagari Tabek adalah insektisida, herbisida, fungisida dan moluksida yang digunakan dalam bentuk cair. Biaya yang dikeluarkan untuk obat-obatan pada padi salibu perhektar adalah sebesar Rp106 428 untuk varietas batang piaman dan sebesae Rp102 527 untuk varietas cisokan dengan jumlah pemberian sebanyak 1 309.04 mililiter dan1 261.06 mililiter. Sedangkan biaya yang dikeluarkan petani tanam pindah untuk obat-obatan adalah sebesar Rp76 623 untuk varietas batang piaman dan Rp88 850 untuk varietas cisokan dengan jumlah pemberian per hektarnya 942.45 mililiter dan 1 092.84 mililoiter. Harga obata-obatan per milliliter yang didapatkan berdasarkan hasil rata-rata harga berbagai macam merek obat yaitu Rp80 per milliliter untuk petani salibu dan Rp 80 untuk petani tanam pindah. Obat-obatan yang digunakan pada budidaya padi terdiri dari herbisida untuk pemberantasan gulma, insektisida untuk hama wereng, fungisida untuk fungi atau jamur dan moluksida keong dan siput. Pada budidaya salibu petani lebih banyak menggunakan herbisida untuk membasmi gulma karena gulma lebih banyak tumbuh pada tanaman salibu. Hal ini disebabkan oleh bekas jerami sisa batang sebelumnya yang tidak dibuang dan dibenamkan dalam tanah sehingga gulma lebih mudah untuk tumbuh jika dibandingkan dengan lahan tanah yang bekas jeraminya dibuang. Rata-rata harga herbisida yang digunakan petani adalah sebesar Rp57 per mililiternya.
53
Tenaga kerja mempunyai peran penting dalam menjamin keberlangsungan usahatani. Tenaga kerja diperlukan dalam setiap tahap dalam usahatani,yakni dari tahap persiapan lahan hingga tahap panen. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi dengan teknik salibu dan tanam pindah berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Dalam setiap kelompok tenaga kerja tersebut terdapat pula tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja perempuan dan tenaga kerja mesin. Pada padi salibu TKLK terbesar terdapat pada tenaga kerja wanita, hal ini karena pada budidaya salibu lebih banyak membutuhkan HOK pada kegiatan penyiangan, karena kegiatan penyiangan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Penyiangan membutuhkan banyak HOK karena jerami sisa batang sebelumnya yang tidak dikeluarkan dari lahan sawah dapat memicu pertumbuhan gulma lebih cepat jika dibandingkan jerami sisa panen sebelumnya tersebut dibuang keluar dari lahan sawah. Pada padi tanam pindah biaya TKLK terbesar terdapat pada tenaga kerja laki-laki yaitu Rp1 774 500 untuk varietas batang piaman dan Rp1 881 600 untuk varietas cisokan jika dibandingkan dengan biaya tenaga kerja wanita yaitu Rp995 500 untuk varietas batang piaman dan Rp1 325 500 untuk varietas cisokan per hektarnya. Berdasarkan Tabel 22, jadi dapat disimpulkan bahwa mengusahakan padi dengan teknik budidaya salibu lebih menghemat biaya dibandingkan dengan system tanam pindah. Rincian perbandingan biaya usahatani padi teknik budidaya salibu dengan tanam pindah dapat dilihat pada Lampiran 2. Pendapatan Usahatani Padi di Nagari Tabek Usahatani dapat dikatakan menguntungkan apabila jumlah penerimaan yang diperoleh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Keuntungan usahatani diperoleh dari mengurangkan penerimaan total dengan biaya total usahatani. Pendapatan merupakan salah satu indikator keberhasilan kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani juga dapat memberikan gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani padi salibu dan tanam pindah yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan usahatani tersebut. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai hanya mempertimbangkan biaya tunainya saja tidak memperhitungkan biaya diperhitungkan yang seharusnya dikeluarkan petani, sehingga belum menggambarkan tingkat pendapatan yang sesungguhnya. Pendapatan atas biaya total dapat digunakan untuk menilai kelayakan dari usaha tersebut apakah menguntungkan atau tidak. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ini diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya total. Berdasarkan hasil analisis total penerimaan padi salibu pada Tabel 23 menunjukkan pendapatan usahatani kedua teknik penanaman padi sangat berbeda, karena adanya perbedaan hasil produksi dan komposisi biaya. Pendapatan atas biaya tunai petani salibu sebesar Rp19 860 686 untuk varietas batang piaman dan Rp19 749 445 untuk varietas cisokan per hektar per musim tanam, sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani padi tanam pindah sebesar Rp13 502 664 untuk
54
varietas batang piaman dan Rp14 213 903 untuk varietas cisokan per hektarnya. Kedua petani padi yaitu salibu maupun tanam pindah bernilai lebih dari nol yang artinya usahatani padi di Nagari Tabek memperoleh keuntungan. Pendapatan atas biaya total petani salibu sebesar Rp19 117 359 untuk varietas batang piaman dan Rp18 691 190 untuk varietas cisokan sedangkan petani tanam pindah sebesar Rp11 987 891 untuk varietas batang piaman dan Rp12 446 334 untuk varietas cisokan. Kedua petani padi yaitu salibu maupun tanam pindah bernilai lebih dari nol yang artinya usahatani padi di Nagari Tabek memperoleh keuntungan atas biaya total. Tabel 23 Pendapatan petani responden padi teknik budidaya salibu dan tanam pindah Uraian Penerimaan Tunai Penerimaan Diperhitungkan Total Penerimaan Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total Bunga Modal Pinjaman Penghasilan Bersih Return to total capital Bunga Modal 7,5 % Return to labour R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total
Salibu Tanam Pindah Nilai Batang Nilai Batang Nilai Cisokan Nilai Cisokan Piaman Piaman Rp24 201 302 Rp24 316 326 Rp18 666 567 Rp19 895 742 Rp3 644 577 Rp27 845 879 Rp4 340 616 Rp4 387 904 Rp8 728 520
Rp3 533 114 Rp27 849 440 Rp4 566 880 Rp4 591 369 Rp9 158 249
Rp3 211 944 Rp21 878 512 Rp5 163 904 Rp4 726 717 Rp9 890 621
Rp3 115 419 Rp23 011 160 Rp5 681 839 Rp4 882 987 Rp10 564 826
Rp19 860 686
Rp19 749 445
Rp13 502 664
Rp14 213 903
Rp19 117 359 Rp Rp19 117 359 207.97% Rp654 639 Rp262 292 5.576 3.190
Rp18 691 190 Rp Rp18 691 190 191.60% Rp686 868 Rp243 072 5.324 3.041
Rp11 987 891 Rp Rp11 987 891 115.71% Rp741 796 Rp142 862 3.615 2.212
Rp12 446 334 Rp Rp12 446 334 104.18% Rp792 361 Rp128 418 3.502 2.178
Keberhasilan usahatani petani responden padi di Nagari Tabek juga dapat digambarkan oleh hasil analisis penerimaan atas biaya yang dikeluarkan (R/C rasio) pada usahatani tersebut. Nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total pada penelitian ini dapat dikatakan layak untuk diusahakan karena nilai R/C atas kedua pengelompokan biaya tersebut lebih besar dari satu. Analisis R/C juga digunakan untuk mengetahui ratio perbandingan antara nilai output dan nilai input. Analisis R/C untuk mengetahui efisiensi dari usahatani yang dijalankan, dikatakan efisien jika nilai R/C lebih dari 1. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani padi teknik budidaya salibu adalah 5.576 untuk varietas batang piaman dan 5.324 untuk varietas cisokan, yang artinya dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani responden sebagai biaya tunai untuk usahataninya dapat menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp5.576 dan Rp5.324 rupiah. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh adalah 3.190 untuk varietas batang piaman dan 3.041 untuk varietas cisokan, dengan pengertian setiap
55
pengeluaran biaya sebesar 1 rupiah maka akan diperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp3.190 dan Rp3.041 rupiah. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani padi tanam pindah adalah 3.615 untuk varietas batang piaman dan 3.502 untuk varietas cisokan, yang artinya dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani responden sebagai biaya tunai untuk usahataninya dapat menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp3.615 dan Rp3.502 rupiah. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh adalah 2.212 untuk varietas batang piaman dan 2.178 untuk varietas cisokan, dengan pengertian setiap pengeluaran biaya sebesar 1 rupiah maka akan diperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp2.212 dan Rp2.178 rupiah. Nilai R/C rasio tersebut menunjukkan bahwa nilai R/C rasio atas biaya tunai lebih tinggi dari R/C atas biaya total. Hal ini dikarenakan oleh biaya tunai lebih kecil dibanding biaya total, biaya tunai hanya terdiri dari biaya tunai sedangkan biaya total terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Hasil analisis pendapatan dan R/C rasio pada usahatani padi salibu dan tanam pindah dapat dilihat pada Tabel 23. Maka dapat disimpulkan bahwa membudidayakan padi dengan teknik budidaya salibu lebih menguntungkan dibandingkan dengan membudiayakan padi secara tanam pindah. Hal ini dilihat dari hasil produksi padi yang dihasilkan lebih tinggi namun mampu menghemat biaya karena tidak adanya biaya pada proses pengolahan lahan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian tentang analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi dengan teknik budidaya salibu di Nagari Tabek adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi padi teknik budidaya salibu di Nagari Tabek adalah tinggi pemotongan batang sisa panen, pupuk urea, pupuk phonska, varietas (dummy), tinggi genangan air, obat-obatan dan tenaga kerja dan seluruh variabel independen tersebut memiliki nilai koefisien regresi yang positif, kecuali tinggi pemotongan dan tinggi genangan air. Sedangkan faktor-faktor yang nyata mempengaruhi produksi padi salibu di Nagari Tabek adalah Tinggi pemotongan batang sisa panen, pupuk phonska, obat-obatan, tinggi genangan air dan tenaga kerja. 2. Berdasarkan hasil analisis pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi salibu dan tanam pindah yang dilakukan oleh petani responden di Nagari Tabek secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Hal ini dapat ditunjukkan dari pendapatan atau keuntungan bersih rata-rata yang dicapai petani responden. Selain itu nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total juga menunjukkan hal yang sama., dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan padi salibu
56
dan tanam pindah dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan. Namun pada padi dengan teknik budidaya salibu jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan padi dengan system tanam pindah.
Saran 1. Daerah produksi masih berada pada daerah satu yang berarti input yang dikeluarkan belum menghasilkan output yang maksimal sehingga petani salibu perlu memperhatikan dan mengikuti anjuran faktor-faktor produksi yang digunakan dan pembinaan dan penyuluhan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) juga memberikan pengaruh positif bagi petani untuk mendapatkan produksi padi yang lebih optimal. 2. Petani di Nagari Tabek sebaiknya membudidayakan padi mereka dengan teknik salibu, karena budidaya padi salibu jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan budidaya tanam pindah.
DAFTAR PUSTAKA Akmal Mustafa. 2012. Hasil Panen Salibu di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan Capai 9,3 Ton per Hektar. Dalamhttp://www.kabaluhaknantuo.com/index. php/view/article/hasil-panen-salibu-di-nagari-tabek-kecamatan-pariangancapai-93-ton-ha/berita-nagari/2. Diakses pada tanggal 24 Desember 2015. Apriyanto RHR. 2005. Pengaruh Status dan Luas Lahan Usahatani Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arsyad Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta. Assauri S. 2004.Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Jakarta: Universitas Indonesia Pr. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia 2010-2015.Dalam http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015. [BKP] Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Tanah Datar. 2015. Damayanti Lien. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi, Pendapatan, Dan Kesempatan Kerja Pada Usahatani Padi Sawah Di Daerah Irigasi Parigi Moutong. Jurnal, Vol. 9 No.2 Februari 2013 : 249 – 259 Hal. Daniel Muchtar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : Bumi Aksara. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2015. Pedoman Teknis GP-PTT Padi Tahun 2015. Jakarta: Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Erdiman. 2012. Teknologi Salibu Meningkatkan Produktivitas Lahan (3-6 Ton/Ha/Tahun) dan Pendapatan Petani (Rp.15-25 Juta/Tahun). Jurnal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumtera Barat. Hakim ML. 2002. Analisis Pendapatan dan Resiko dalam Diversifikasi Usaha Agribisnis Kentang. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya
57
Jhingan ML. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Padang: PT. Raja Grafindo. Shinta Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. Malang: UB Press. Juhardi T. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah Pasang Surut Sistem Trio Tata Air Dan Tradisional Di Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019. Jakarta: Kementan. Mahananto, Salyo S, Candra FA. 2009. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Padi Studi Kasus Di Kecamatan Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah. Jurnal UB, vol. 12 no.1 Januari 2009. Nainggolan K, Indra MH, Erdiman. 2014. Teknologi Melipatgandakan Produksi Padi Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Phahlevi Rico. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sawah Di Kota Padang Panjang. [skripsi]. Padang (ID): Universitas Negeri Padang. Rahim A, Hastuti RDR. 2008.Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya. Rivaldi. 2010. Pertumbuhan Hasil Padi (Oryza sativa L.)Salibu Varietas Hibrida Pada Tinggi dan Waktu Penggenangan. [skripsi]. Padang (ID): Universitas Taman Siswa. Riyanto. 2014. Pengenalan Sistem Salibu. Dalam http://dispertan.kaltimprov.go.id/artikel-213-pengenalan-sistem-salibu.html. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2015. Soekartawi, Dillon JL, Hardaker JB, Soeharjo A. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Pr. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan aplikasi. Ed.2, Cet. 4. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Soekartawi. 2005. Agribisnis: Teori dan Aplikasisnya. Ed. 1. Cet 8. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta: Bandung Susilawati. 2011). Agronomi Ratun Genotipe-Genotipe Padi Potensial Untuk Lahan Pasang Surut [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Tatuh J, Peter RH, dan Johannes EXR. 2013. Analisis Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Beras Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2013. Jurnal Sulawesi Utara, vol 18-254 Hal. Taufik Irfan. 2015. Pemerintah Harapkan Padi Salibu Capai Swasembada Pangan. Dalam http://www.antarasumbar.com/view.article/pemerintah-harapkanpadi-salibu-capai-swasembada-pangan/1. Diakses pada tanggal 24 Desember 2015. Yohanes. 2012. Tanam Sekali Panen Berkali-Kali Dengan Teknologi Padi Salibu. UPT Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kab.Tanah Datar Kecamatan Lima Kaum, 22 Hal
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Hasil output SPSS faktor produksi padi dengan teknik budidaya salibu
60
61
62
63
64
64
Lampiran 2 Perbandingan biaya produksi padi salibu dengan padi tanam pindah
Uraian
Biaya Tunai Benih (kg) Pupuk Phonska (kg) Pupuk Urea (kg) Pupuk Kandang (kg) Obat (ml) Sewa alat panen Pajak lahan Tenaga Kerja Luar Keluarga Wanita (HOK) Pria (HOK) Mesin (HOK) Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Wanita (HOK) Pria (HOK) Sewa Lahan Penyusutan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya
Harga (Rp/unit)
10 000 2 600 2 300 500
Salibu Varietas Batang Piaman Varietas Cisokan % % terhadap terhadap Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) total total biaya biaya 0 120.28 172.69
0 312 728 397 187 23 734
0.00% 3.58% 4.55%
140.3 200 47.468
Jumlah
0
0.00%
24.72
364 780 460 000
3.98% 5.02%
91.84 136.05
23 734 102 527 120 253 9 986
0.26% 1.12% 1.31% 0.11%
55.5 1 092
Nilai (Rp)
247 200 238 784 312 915 27 750
Varietas Batang Piaman % terhadap total biaya
Jumlah
2.34%
24.91
2.26% 2.96%
124.47 55.5
249 100
2.52%
260 910 286 281
2.64% 2.89%
27 750 76 623 120 253 9 986
0.28% 0.77% 1.22% 0.10%
81
50 000 70 000 100 000
31.2 19.59 4.39
1 560 000 1 371 300 439 000 4 340 616
17.87% 15.71% 5.03%
29.430 21.430 5.140
1 471 500 1 500 100 514 000 4 566 880
16.07% 16.38% 5.61%
26.51 26.88 14.29
1 325 500 1 881 600 1 429 000 5 681 838
12.55% 17.81% 13.53%
19.110 25.350 14.030
955 500 1 774 500 1 403 000 5 163 903
9.66% 17.94% 14.19%
50 000 70 000
5 10.21
250 000 714 700 3 334 505 88 699
2.86% 8.19% 38.20% 1.02%
6.070 12.000
303 500 840 000 3 334 505 113 364
3.31% 9.17% 36.41% 1.24%
7.82 15.25
391 000 1 067 500 3 334 505 89 982
3.70% 10.10% 31.56% 0.85%
5.460 14.770
273 000 1 033 900 3 334 505 85 312
2.76% 10.45% 33.71% 0.86%
4 726 717 9 890 620
100%
4 387 904 8 728 520
100%
1 261
4 591 369 9 158 249
88 850 120 253 9 986
0.26% 0.84% 1.14% 0.09%
100.35
Nilai (Rp)
% terhadap total biaya
47.468 1 309
106 428 120 253 9 986
0.27% 1.22% 1.38% 0.11%
0
Tanam Pindah Varietas Cisokan
4 882 987 100%
10 564 825
100%
942
65
Lampiran 3 Dokumentasi lapangan
Penyiangan
66
Merontok
Pembersihan gabah
Panen atau mengarit
Pengangkutan
67
RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Oktari Hanggraini, dilahirkan pada tanggal 7 Oktober 1993 di Padang, Sumatera Barat. Penulis anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Harianto dan Ibu Reflesia. Masa pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak di TK Balairuangsari Tabek dan menyelasaikan pada tahun 1999, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 05 Tabek dan menyelesaikannya pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di MTs Negeri Batusangkar dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Batusangkar yang merupakan Sekolah Menengah Atas unggulan Kabupaten Tanah Datar dan lulus pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas, penulis diterima menjadi mahasiswa Program Keahlian Manajemen Agribisnis Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan lulus pada tahun 2014. Pada tahun yang sama, penulis diterima kembali sebagai mahasiswa Sarjana Program Alih Jenis Agribisnis Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Masuk Alih Jenis IPB. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor penuli aktif dalam kegiatan Unit Kreatifitas Mahasiswa seperti akmapesa, FASTER (Forum Of Agribusiness Transfer Program Students), D’voice, LBM (Laboraturium Bisnis Mahasiswa), menjadi panitia pada acaraacara yang diselenggarakan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dan FASTER, dan menjadi anggota seminar.