ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG (Studi Kasus: Gapoktan Tani Bersama, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
SALIN NAQIAS H34087027
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN SALIN NAQIAS. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus: Gapoktan Tani Bersama, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan YANTI NURAENI MUFLIKH).
Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian meliputi: pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan yang banyak berperan dalam peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional. Sektor pertanian menyumbangkan pertumbuhan PDB sebesar 18,1 persen. Salah satu hasil pertanian yang strategis adalah padi. Produk turunan padi berupa beras merupakan bahan pangan sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun meningkat. Dengan demikian ketersediaan beras harus dijaga. Ketersediaan beras di masyarakat tergantung produksi padi nasional. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang sangat strategis karena berdekatan dengan ibukota negara. Sektor pertanian di Kabupaten Bogor memegang peranan yang sangat penting. Komoditas yang banyak dibudidayakan adalah tanaman padi. Kabupaten Bogor memiliki lahan sawah seluas 48.766 ha, dengan jumlah produksi 513.292 ton yang terdiri dari padi sawah sebanyak 505.979 ton dan padi gogo sebanyak 7.313 ton. Produktivitas padi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan harga jual hasil produksinya. Pendapatan dipengaruhi oleh produksi, harga output dan input serta faktor-faktor produksi. Dalam usahataninya, petani tidak hanya berkepentingan dalam peningkatan produksi saja, tetapi juga peningkatan pendapatannya. Benih mempunyai peranan yang penting dalam usahatani. Benih yang tidak bermutu dan berlabel akan menghasilkan produksi yang tidak maksimal. Beberapa varietas unggul benih padi antara lain adalah : conde, mekongga, inpari, bondoyudo, dan ciherang. Padi varietas ciherang adalah padi yang paling banyak dibudidayakan di Bogor. Produksi padi di bogor rata-rata masih rendah berkisar antara 5-6 ton/ha. Sedangkan varietas ciherang potensial produksinya 8,5 ton/ha. Rendahnya produksi menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Pendapatan yang tinggi dapat mensejahterakan petani. Untuk mencapai tujuan tersebut maka penggunaan faktor produksi hendaklah dilakukan secara efisien, karena efisiensi tersebut sekaligus dapat memperkecil biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian tujuan penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang, menganalisis pendapatan usahatani padi dan menganalisis tingkat efisiensi produksi padi varietas ciherang. Lokasi penelitian di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Produktivitas yang masih rendah, keserempakan waktu tanam dan jenis atau varietas yang sama menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu yang dipilih secara acak sederhana (simple random samping). Jumlah responden yang diambil ii
sebanyak 35 responden. Pengumpulan data diperoleh dari wawancara langsung dan pengisian kuesioner. Data yang telah diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan kondisi yang terjadi di lokasi penelitian, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglass, rasio NPM dan BKM serta analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio. Data diolah dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14,0. Analisis fungsi produksi yang digunakan adalah analisis Cobb-Douglass dengan menggunakan tujuh variabel yang diduga berpengaruh terhadap faktor produksi. Variabel-variabel tersebut yaitu : benih pupuk urea , pupuk KCl , pupuk NPK dan tenaga kerja. Hasil analisis menunjukkan variabel yang memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah produksi yaitu benih pupuk urea , pupuk KCl , pupuk NPK dan tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani di Gapoktan Tani Bersama menguntungkan dilihat dari pendapatan dan nilai R/C rasio yang lebih dari satu. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata sebesar Rp. 8.327.247 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp. 6.755.529. Nilai R/C rasio atas biaya tunai 3,83 dan R/C rasio atas biaya total 1,89. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata yaitu benih, pupuk urea , pupuk KCl , pupuk NPK dan tenaga kerja belum efisien dalam penggunaannya. Hal ini karena nilai rasio NPM/BKM lebih besar dari satu (NPM/BKM >1) sehingga penggunaan aktual dari input tersebut harus ditambah mencapai penggunaan input optimal. Untuk meningkatkan pendapatan usahatani padi dapat dilakukan dengan cara memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi padi sawah. Sebaiknya jerami dari hasil panen tidak dibakar, tetapi dikembalikan lagi kedalam tanah, karena jerami mengandung unsur Nitrogen, Pospor dan Kalium sebagai pengganti pupuk kimia. Dan dalam jangka panjang pemberian jerami ke dalam tanah akan memperbaiki struktur tanah, dan juga akan memperkecil biaya pembelian pupuk kimia.
iii
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG (Studi Kasus: Gapoktan Tani Bersama, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)
SALIN NAQIAS H34087027
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
iv
Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus: Gapoktan
Tani
Bersama,
Desa
Situ
Udik,
Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor) Nama
: Salin Naqias
NIM
: H34087027
Menyetujui Pembimbing
Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M. Agribuss NIP. 19800626 200501 2 004
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus: Gapoktan Tani Bersama, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Salin Naqias
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 21 April 1984.
Penulis
adalah anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Moh. Syahil dan Ibu Sumarmi.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Gontor
Kabupaten Ponorogo pada tahun 1997. Pendidikan menengah pertama diselesaikan di SLTP Negeri 1 Jetis Kabupaten Ponorogo tahun 2000, kemudian penulis melanjutkan sekolah menengah atas di SMU Negeri 3 Ponorogo dan selesai pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di Diploma III Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Benih melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk) dan lulus pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB). Aktivitas lain selain menjadi mahasiswa adalah bekerja. Sejak tahun 2007 penulis diterima bekerja sebagai Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) kabupaten Bogor hingga sekarang.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kanuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus: Gapoktan Tani Bersama, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi di Gapoktan Tani Bersama, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Hasil dari analisis tersebut dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan.
Bogor, Juli 2012
viii
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karuniaNya skripsi ini dapat terselesaikan.
Sebagai bentuk rasa
syukur, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada : 1. Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M. Agribuss selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dengan baik dan sabar dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ir.Netty Tinaprilia, MSi, selaku dosen evaluator kolokium dengan segala saran yang telah diberikan. 3. Dr.Ir.Anna Fariyanti, MSi, selaku dosen penguji utama, terimakasih atas saran-saran yang diberikan. 4. Tintin Sarianti, SP.MM dari komisi pendidikan, terimakasih atas saransaran yang telah diberikan. 5. Ir.Popong Nurhayati, MM yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf sekretariat Program Penyelenggaraan Khusus Sarjana Agribisnis yang telah memberiakn bantuan dan kerjasamanya selama mengikuti proses belajar. 6. Ade Permana selaku pembahas seminar atas sarannya yang disampaikan dalam pembahasan seminar. 7. Kedua orang tuaku dan kakak-kakak serta adik-adikku atas semangat dan dukungan kepada penulis dengan segala perhatian , kasih sayang dan doa yang tulus. 8. Suami dan anak tercinta Yulianto, SP dan Lalita Kayla Hafidzah yang telah memberikan motivasi semangat serta kasih sayang dengan penuh ketulusan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Prof. Dr. Eko Sri Wiyono, SPi, MSi, serta seluruh keluarga yang dengan sabar telah memberikan dorongan dan bantuan baik moril maupun materiil.
ix
10. Semua sahabat-sahabatku, Mahdalena, Edi, Yeni, Hairia, Sally Wulandari dan teman-teman
angkatan VI Program Penyelenggaraan Khusus
Agribisnis, atas semangat dan bantuannya. 11. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sesuai atas semua wujud amal baik yang telah disumbangkan.
Bogor, Juli 2012
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xv
I.
PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 1.3. Tujuan .................................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................
1 1 4 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
7
2.1. Kondisi Usaha Tani Padi di Indonesia .................................... 2.2. Karakteristik Tanaman Padi .................................................... 2.3. Tinjauan Penelitian–Penelitian Terdahulu ..............................
7 9 11
III.KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................... 3.1.1. Konsep Usahatani ............................................................ 3.1.2. Teori Produksi ................................................................ 3.1.3. Model Fungsi Produksi ................................................... 3.1.4. Teori Biaya ....................................................................... 3.1.5. Teori Pendapatan Usahatani ............................................. 3.1.6. Konsep Efisiensi .............................................................. 3.1.7. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ............................ 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
15 15 15 17 20 23 24 25 27 29
IV.METODE PENELITIAN .............................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 4.2. Metode Pengembilan Sampel ................................................... 4.3. Jenis dan Sumber Data ............................................................. 4.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 4.5. Metode Pengolahan Data ......................................................... 4.5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi ................................................................................ 4.5.2. Analisis Efisiensi Ekonomi Produksi .............................. 4.5.3. Analisis Pendapatan Usahatani Padi ................................ 4.6. Definisi Operasional ...................................................................
32 32 32 32 33 33
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................... 5.1. Gambaran Umum Desa Situ Udik............................................... 5.2. Gambaran Umum Gapoktan Tani Bersama ................................ 5.3. Karakteristik Responden ............................................................. 5.3.1. Umur..............................................................................
45 45 45 46 47
34 39 40 42
xi
5.3.2. Tingkat Pendidikan ....................................................... 5.3.3. Pengalaman Usahatani Padi .......................................... 5.3.4. Luas Lahan Usahatani Padi ........................................... 5.3.5. Status Kepemilikan Lahan ............................................ 5.3.6. Alasan Bertani padi .......................................................
47 48 49 49 50
VI . ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1. Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang ........ 6.2. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha .......................................
52 52 54
VII. ANALISIS USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG .... 7.1. Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang .......................... 7.1.1. Pengolahan Lahan ......................................................... 7.1.2. Persemaian .................................................................... 7.1.3. Penanaman .................................................................... 7.1.4. Pemupukan .................................................................... 7.1.5. Pemeliharaan ................................................................. 7.1.6. Pemanenan .................................................................... 7.2. Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Padi ......................... 7.2.1. Penggunaan Lahan ........................................................ 7.2.2. Penggunaan Benih ......................................................... 7.2.3. Penggunaan Pupuk Kimia ............................................. 7.2.4. Penggunaan Tenaga Kerja ............................................. 7.2.5. Penggunaan Peralatan Usahatani .................................. 7.3. Penerimaan Usahatani Padi Sawah ......................................... 7.4. Pengeluaran Usahatani Padi Sawah ........................................ 7.5. Pendapatan dan Nilai R/C Rasio Usahatani Padi Ciherang .... 7.6. Analisis Efisiensi Ekonomi .....................................................
57 57 57 57 58 59 59 60 61 61 61 62 62 64 65 66 67 68
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 8.1. Kesimpulan ........................................................................... 8.2. Saran ......................................................................................
71 71 71
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
73
LAMPIRAN .........................................................................................
76
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Indonesia ......
1
2. Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Jawa Barat Tahun 2010 ..................................................................................
2
3. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 2006-2010 di Kabupaten Bogor ................................................
3
4. Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/C rasio Usahatani Padi
42
5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur .................
47
6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...................................................................................
48
7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Padi ...........................................................................
49
8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan .......
49
9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan ...................................................................
50
10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Alasan Bertani Padi ............................................................................................
50
11. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahatani Padi Sawah Varietas Ciherang di Gapoktan Tani Bersama ........
52
12. Hasil Output dan Input yang Digunakan dalam Usahatani Padi Varietas Ciherang per Musim Tanam per Rata-rata Luas Satu Hektar Lahan .......................................................................
61
13. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Pada Usahatani Padi per Musim Tanam per Hektar Lahan .......
63
14. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Pada Usahatani Padi per Musim Tanam per Hektar Lahan .......
64
15. Rata-rata Biaya Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Padi per Musim Tanam per Hektar Lahan .............................................
65
16. Rata-rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Pada Usahatani Padi per Musim per Hektar Lahan .............................
67
17. Pendapatan dan Nilai R/C rasio Usahatani Padi per Musim Tanam per Hektar Lahan .............................................................
68
18. Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya korbanan Marjinal (BKM) Faktor-faktor Produksi Usahatani Padi Sawah Varietas Ciherang ............................................................
69
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Pola Tanam Usahatani Padi Sawah di Gapoktan Tani Bersama . 5 2. Kurva Produksi Total, Marjinal dan Rata-Rata ...........................
19
3. Kurva Biaya Total .......................................................................
27
4. Efisiensi Produksi ........................................................................
29
5. Kerangka Operasional Penelitian ................................................
33
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Nomor 1. Struktur Organisasi Gapoktan Tani Bersama Tahun 2011 .......... 77 2. Analisis Usahatani Padi Sawah Varietas Ciherang Di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Permusim Tanam .......
78
3. Hasil Analisis Regresi Linear Fungsi Cobb-Douglass ................
79
4. Grafik Hasil Analisis Regresi dalam Model Fungsi Produksi ....
80
xv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan yang banyak berperan dalam peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional. Berita resmi Statistik No 31/05/Th. XIII, 10 Mei 20101 menjelaskan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia triwulan I/2010 meningkat 1,9 persen dan sektor pertanian menyumbangkan pertumbuhan sebesar 18,1 persen. Sub sektor tanaman pangan memberikan pertumbuhan sebesar 55 persen akibat dari puncak musim panen tanaman padi pada triwulan I/2010. Salah satu hasil pertanian yang strategis adalah padi. Produk turunan padi berupa beras merupakan bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat indonesia dibandingkan dengan bahan pangan lain. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun meningkat dari 135 kg/orang/tahun pada tahun 2005 menjadi 139 kg/orang/tahun pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik, 2011). Dengan demikian pemerintah harus menjaga ketersediaan beras di masyarakat. Ketersediaan beras di masyarakat tergantung produksi padi nasional. Produksi padi dalam negeri yang belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi beras tiap tahunnya menjadi masalah utama. Tabel 1 memperlihatkan perkembangan produktivitas padi di Indonesia pada tahun 2006-2010. Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi di Indonesia Tahun
Luas Panen Ha
Produktivitas %
Ku/Ha
%
Produksi Ton
%
2007
12.147.637
3,06
47,05
1,84
57.157.435
4,96
2008
12.327.425
1,48
48,94
4,00
60.325.925
5,54
2009
12.883.576
4,51
49,49
1,13
64.398.890
6,75
2010
13.118.120
1,82
50,30
1,64
65.980.670
2,46
Rata-rata
2,72
2,15
4,93
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2011(diolah) 1
Badan Pusat Statistik, Laporan Tahunan. Berita Resmi Statistik. Data Stategis Badan Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]
Fluktuasi produksi padi nasional disebabkan berbagai hal pertama, terjadinya penurunan luas lahan pertanian. Lahan pertanian yang dimaksud identik dengan lahan persawahan untuk tanaman padi. Lidia (2008) dalam penelitiannya menyebutkan konversi lahan Indonesia sekitar 1,5 persen dari total tujuh ribu hektar sawah menjadi pabrik, perumahan serta infrastruktur akan sangat memungkinkan produksi beras berkurang. Penurunan luas lahan pertanian juga terjadi akibat hukum warisan di Indonesia sehingga luasan lahan petanian yang ada semakin sempit. Kedua, kondisi lahan pertanian yang mengalami penurunan kualitas tanah yang menyebabkan ketidakmampuan lahan pertanian untuk menghasilkan produksi optimal. Beberapa propinsi di pulau Jawa merupakan daerah penghasil beras terbesar di Indonesia. Pada tahun 2010 hasil produksi padi propinsi Jawa Timur sebanyak 11.259.085 ton , propinsi Jawa Tengah sebanyak 9.600.415 ton, dan propinsi Jawa Barat sebanyak 11.322.681. Jawa Barat memberikan kontribusi terbesar dalam penyediaan beras untuk Indonesia di bandingkan dengan propinsi yang lainnya. Pada tahun 2010 hasil produksi padi propinsi Jawa Barat adalah sebesar 11.322.681 ton (Badan Pusat Statistik, 2011). Kabupaten-kabupaten yang merupakan sentra produksi beras yaitu Indramayu, Subang dan Karawang. Yang menyebabkan ke tiga kabupaten tersebut menjadi sentra produksi padi yaitu produktivitas yang tinggi dan jumlah luas panennya. Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Jawa Barat Tahun 2010 Kabupaten Bogor Sukabumi Cianjur Tasikmalaya Ciamis Kuningan Cirebon Sumedang Indramayu Subang Purwakarta Karawang Bekasi Bandung Barat
Luas Panen (Ha) 85 147 144 499 144 026 120 254 107 575 61 068 86 187 78 143 226 568 184 585 41 662 182 425 105 825 43 847
Produktivitas (Kw/Ha) 58,8 55,12 53,19 60,26 62,81 57 59,14 55,95 58,31 59,89 55,51 58,53 58,67 55,55
Produksi (Ton) 500 686 796 502 766 039 724 703 675 637 348 093 509 729 437 192 1 321 016 1 105 550 231 285 1 067 691 620 868 243 570
Sumber : BPS (2011)
2
Sektor pertanian di Kabupaten Bogor memegang peranan yang sangat penting, karena lahan pertaniannya yang luas dan merupakan mata pencaharian penduduknya. Komoditas yang banyak dibudidayakan adalah tanaman padi. Kabupaten Bogor memiliki luas sawah seluas 48.766 Ha, dengan jumlah produksi 513.292 ton yang terdiri dari padi sawah sebanyak 505.979 ton dan padi gogo sebanyak 7.313 ton dengan produktivitas 58,80 kw/Ha (Distanhut Kab. Bogor, 2010). Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 2006-2010 di Kabupaten Bogor Tahun
Luas panen Produktivitas Ha % Ku/Ha % 2006 79.636 52,66 2007 77.357 -2,86 53,11 0,85 2008 86.888 12,32 56,25 5,91 2009 83.784 -3,57 58,15 3,38 2010 84.891 1,32 60,47 3,99 Rata-rata 1,80 3,53 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor (2011)
Produksi Ton % 419.339 410.810 -2,03 488.745 18,97 487.197 -0,32 513.292 5,36 5,49
Dari Tabel 3, terlihat bahwa berdasarkan data dari Distanhut Kab.Bogor, terdapat peningkatan produktivitas padi dari tahun 2006 - 2010. Peningkatan produktivitas disebabkan beberapa hal antara lain : sistem tanam padi
yang
sesuai anjuran yang telah ditetapkan, yaitu melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang menerapkan teknologi dan inovasi dalam berusahatani. Dalam PTT teknologi dan inovasi yang dianjurkan untuk diaplikasikan antara lain pemupukan berimbang sesuai kondisi lokasi, pengairan berselang dan juga penggunaan benih bermutu yang bersertifikat. Penggunaan benih yang berlabel dan bersertifikat sangat penting karena akan berpengaruh pada jumlah produksi yang akan dihasilkan. Benih padi mempunyai peranan yang penting dalam usahatani. Benih yang tidak bermutu dan berlabel akan menghasilkan produksi yang tidak maksimal. Beberapa varietas unggul benih padi antara lain adalah conde, mekongga, inpari, bondoyudo, dan ciherang. Padi varietas conde dan mekongga adalah padi dengan produksi rata-rata per hektar adalah 6,5 ton/Ha. Jenis varietas tersebut jarang dibudidayakan oleh petani karena hasil produksinya dibawah produksi padi varietas ciherang. Padi varietas ciherang adalah padi yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia, lebih dari 65 % varietas padi yang ditanam adalah 3
varietas ciherang (Balai Penelitian Tanaman Pangan, 2007). Varietas ciherang adalah varietas yang sering dibudidayakan oleh petani di Bogor, karena mempunyai rasa yang enak dan potensi hasil 7 – 8,5 ton/ha (Balai Penelitian Tanaman Pangan, 2007). Produktivitas padi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan harga jual hasil produksinya. Pendapatan dipengaruhi oleh produksi, harga output dan input serta faktor-faktor produksi. Dalam usahataninya, petani tidak hanya berkepentingan dalam peningkatan produksi saja, tetapi juga peningkatan pendapatannya. Untuk mencapai tujuan ter-sebut maka penggunaan faktor produksi hendaklah diberikan secara efisien, karena efisiensi tersebut sekaligus dapat memperkecil biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian penelitian mengenai analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi menjadi bahan kajian yang penting untuk diteliti.
1.2 Perumusan Masalah Padi varietas ciherang merupakan varietas unggul baru yang dilepas tahun tahun 2000 (Balai Penelitian Tanaman Pangan, 2007). Padi varietas ini disukai oleh petani karena rasanya yang sama dengan padi varietas IR 64, tetapi hasil produksinya lebih tinggi. Produktivitas yang tinggi menghasilkan pendapatan yang tinggi pula. Kesejahteraan petani dapat diukur dari pendapatan yang diterimanya. Pada umumnya masyarakat tani tersebut kurang berkembang kesejahteraannya, karena terkendala oleh kondisi sosial ekonomi yang relatif rendah. Sebagian besar petani mempunyai lahan yang relatif sempit (kepemilikan lahan < 0,5 Ha) dengan status kepemilikan tanah penggarap, modal terbatas, harga input tinggi dan harga output yang rendah. Penguasaan teknologi usahatani padi oleh petani perlu ditingkatkan, sehingga antara faktor iklim dengan teknologi budidaya tanaman dapat sinergis dalam meningkatkan produktivitas padi. Gapoktan Tani Bersama yang berlokasi di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah salah satu gapoktan yang mayoritas anggotanya membudidayakan padi varietas ciherang secara serempak pada setiap musim tanamnya.
Akan tetapi hasil produksi padi di gapoktan ini belum
maksimal, rata-rata produksi padi yang dihasilkan petani di bawah 6 Ton/Ha.
4
Sebagai contoh dari hasil pelaksanaan kegiatan budidaya padi program PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu ) di kecamatan Cibubulang produksi padi varietas ciherang mampu berproduksi hingga mencapai 7,5 ton/ha. Hal ini berbeda dengan kondisi di Gapoktan Tani Bersama. Hal ini disebabkan beberapa kendala yang dihadapi petani dalam berusahatani. Kendala tersebut antara lain petani belum sepenuhnya menerapkan sistem usahatani padi sesuai anjuran yang menerapkan adopsi teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu). Bila di usahakan dengan maksimal, maka produksi yang tinggi dapat dicapai. Petani di luar anggota Gapoktan banyak yang belum menggunakan varietas ciherang karena belum mengetahui analisis pendapatannya. Pola tanam pertanian lahan basah/sawah yang dilakukan oleh petani anggota Gapoktan Tani Bersama adalah sebagai berikut. Apr, Mei, Jun Palawija
Jul
Ags, Sep, Okt
Nov
Des, Jan, Feb
Padi
Mar
Padi
Gambar 1. Pola Tanam Usahatani Padi Sawah di Gapoktan Tani Bersama Gambar 1. Adalah pola tanam Tanaman sejenis (Mono Culture). Pola tanam ini diusahakan oleh petani pada lahan basah yang berkecukupan air sepanjang musim.
Padi ditanam dua kali dalam setahun dengan pergiliran
varietas. Dasar pertimbangan pergiliran varietas yang dilakukan oleh petani untuk menentukan varietas yang akan ditanam adalah varietas padi berumur relatif pendek serta lebih tahan terhadap gangguan hama penyakit. Kesenjangan (gap) hasil produksi yang dicapai oleh petani pembudidaya padi varietas ciherang dengan potensi hasil yang harusnya didapat dari berusaha tani berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh petani. Harga padi basah yang diterima petani berkisar antara Rp 2.400,00 – Rp 2.700,00 per kilogramnya. Rendahnya hasil produksi, turunnya harga jual saat panen raya, serta harga output yang mahal merupakan beberapa kendala yang dihadapi oleh petani. Penerimaan tinggi yang diharapkan oleh petani, berakibat harga yang diterima petani juga harus tinggi. Harga yang dikalikan dengan hasil produksi menghasilkan penerimaan, dimana produksi yang tinggi akan meningkatkan penerimaan. Pendapatan petani merupakan hasil dari penerimaan setelah dikurangi biaya yang
5
digunakan selama proses usahatani berlangsung. Dengan demikian petani perlu menghitung kembali usahatani padi yang sedang dijalankan. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dijelaskan diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain : (1) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik? (2) apakah usahatani padi yang dilakukan oleh petani yang tergabung dalam Gapoktan Tani Bersama menguntungkan? (3) apakah tingkat produksi padi varietas ciherang yang dilakukan oleh Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik sudah efisien ?
1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor 2. Menganalisis pendapatan usahatani padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor 3. Menganalisis tingkat efisiensi produksi padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi : 1. Petani, untuk memberikan informasi
dan evaluasi bagi petani untuk
meningkatkan pendapatan dari berusahataninya. 2. Pemerintah daerah dan dinas terkait, sebagai bahan dalam penentuan strategi kebijakan 3. Bagi kalangan akademisi, sebagai bahan literatur untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan pangan utama adalah pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain (Hessie, 2009). Usahatani padi merupakan tanaman pangan utama negara Indonesia yang mempunyai berbagai kendala antara lain : usahatani masih bersifat subsisten, mutu produksi yang rendah, modal kecil dan akses terhadap perbankan sulit, posisi tawar yang masih rendah, penggunaan teknologi yang masih sederhana serta akses terhadap sarana produksi yang sulit. Selain itu berbagai kebijakan pemerintah mengenai perberasan nasional kurang menguntungkan bagi petani yang menyebabkan jumlah petani semakin kecil karena usahatani padi dianggap kurang menjanjikan (Lidia, 2008). Lahan yang digunakan dalam usahatani juga menjadi permasalahan. Tanaman padi dapat dibudidayakan dilahan kering atau lahan basah (sawah). Namun di Indonesia budidaya padi lebih dominan dilakukan di lahan sawah. Data Departemen Pertanian (2007) menunjukkan bahwa di Indonesia penggunaan ladang sebagai tempat budidaya padi sekitar 9 persen dari total luas penanaman padi di seluruh Indonesia. Dari segi penggunaan benih, petani biasanya menggunakan benih dari hasil pertanaman sebelumnya, sehingga kualitas benih yang digunakan relatif tidak bagus. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya. Akibat dari penggunaan benih dari hasil pertanaman sebelumnya ini menyebabkan hasil produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penggunaan benih unggul dan bersertifikat dapat meningkatkan produktivitas lahan sehingga hasil panen akan memberikan pendapatan yang lebih tinggi. Keunggulan penggunaan benih unggul dan bersertifikat antara lain : keturunan benih diketahui, mutu benih terjamin dan kemurnian
genetiknya
dapat
diketahui,
pertumbuhan
benih
seragam,
menghasilkan benih sehat dengan akar yang banyak ketika ditanam pindah dapat
7
tumbuh lebih cepat dan tegar, panen serempak, serta produktivitas tinggi. Namun akses petani untuk mendapatkan benih unggul dan bersertifikat yang dapat menunjang produktivitas dapat dikatakan sulit. Selain itu harga sarana produksi pertanian relatif mahal. Kelangkaan pupuk serta harga pupuk yang tinggi sering terjadi saat musim tanam tiba yang menyebabkan petani tidak dapat menerapkan dosis pemupukan sesuai anjuran yang diberikan. Hal ini yang pada akhirnya mempengaruhi produksi usahatani padi dan produktivitas padi. Sejak tahun 1990-an, Indonesia mengalami kekurangan pasokan beras yang menyebabkan Indonesia harus mengimport beras. Kekurangan pasokan beras ini terjadi karena kebutuhan beras yang meningkat yang tidak disertai oleh peningkatan produksi. Kebutuhan beras yang meningkat diakibatkan wilayah konsumsi beras yang semakin luas dan jumlah penduduk yang bertambah setiap tahun. Sedangkan produksi padi yang fluktuatif disebabkan berbagai masalah antara lain konversi lahan, penurunan kualitas lahan dan lain-lain. Dalam upaya peningkatan produksi beras, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melakukan uji coba Program Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada tahun 2002-2003 di 28 kabupaten2. Hasil penelitian memberikan hasil yang tidak mengecewakan dengan peningkatan pendapatan petani rata-rata sekitar 15 persen dan hasil panen rata-rata 19 persen bila dibandingkan dengan cara tradisional. Selain masalah produksi dan produktivitas, usahatani padi juga mengalami masalah dari sisi petani. Pada umumnya usahatani padi di Indonesia masih bersifat subsisten artinya produksi yang dihasilkan dikonsumsi terlebih dahulu baru kemudian sisanya akan dijual. Petani yang subsisten disebabkan oleh kepemilikan lahan yang sempit yaitu kurang dari 0,5 Ha. Selain itu usahatani yang dilakukan dianggap sebagai kegiatan yang dilakukan secara turun temurun sehingga usahatani dilakukan atas dasar faktor kebiasaan. Kedua hal tersebut membuat petani tidak memperhatikan dengan teliti mengenai jumlah penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani agar usahatani yang dilakukan menguntungkan. 2
Departemen Pertaniana Dirjen Tanaman Pangan Badan Penelitian dan http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE23-2d.pdf [Diakses Pengembangan Tanggal 3 Maret 2011]
8
Alih fungsi lahan juga menjadi masalah dalam upaya memenuhi kebutuhan beras. Petani yang lahannya sempit merasa bahwa lahannya sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga petani menganggap bahwa nilai ekonomis dari lahan mereka akan lebih tinggi dijual menjadi areal perumahan, industri atau perkantoran (Lastary, 2006).
2.2 Karakteristik Tanaman Padi Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras yang menjadi makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Padi yang mempunyai nama latin Oryza sativa, dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 -2000 mm sedangkan suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C (Distanhut Bantul, 2007). Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus sejak dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah dan harus dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering kali menurunkan produksi. Teknik bercocok tanam padi dimulai dari membuat persemaian, pengolahan tanah, penanaman, pengairan dan penanganan pasca panen (Distanhut Kab. Bantul 2007). Penggunaan benih yang dianjurkan adalah benih unggul dan bersertifikat, jumlah kebutuhan benih 25-30 kg/ha. Benih yang akan disemai direndam selama 24 jam, kemudian diperam selama 48 jam. Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan alat tertentu hingga memperoleh susunan tanah (struktur tanah) yang dikehendaki oleh tanaman. Pengolahan tanah sawah terdiri dari beberapa antara lain : pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan. Penanaman dilakukan dengan menggunakan jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan bervariasi antara lain 20 cm x 20 cm, atau 25 cm x 25 cm, tergantung dari varietas yang ditanam. Benih yang ditanam berumur antara 17-25 hari, tergantung jenis padinya berumur genjah atau berumur dalam (Budi, 2007).
9
Pemupukan dilakukan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan makanan yang berperan sangat penting bagi tanaman baik dalam proses pertumbuhan / produksi. Pupuk yang sering digunakan oleh petani berupa pupuk alam (organik) dan pupuk buatan (an organik). Dosis pupuk yang digunakan : pupuk Urea 250 -300 kg / ha, pupuk SP36 75 -100 kg / ha, pupuk KCI 50 -100 kg / ha atau disesuaikan dengan analisa tanah (Distanhut Kab.Bantul, 2007). Beberapa varietas unggul padi yang dapat dibudidayakan di Indonesia antara lain : angke, ciherang, batanghari, batutugi, batang gadis, cigeulis, cisadane, cisokan, code, dodokan, fatmawati, gilirang, IR 64, rojolele, rokan, poso, kalimas dll (Balai Penelitian Pengembangan Pertanian, 2008). Dari sekian banyak jenis varietas unggul padi, tidak semuanya dapat dibudidayakan di tempat atau lokasi yang sama, tiap-tiap varietas mempunyai ciri dan kecocokan penanaman di daerah tertentu. Saat ini varietas yang banyak dibudidayakan adalah varietas ciherang. Varietas unggul ini mempunyai deskripsi tanaman sebagai berikut : Tahun lepas
: 2000
Potensi hasil
: 8 ton/ha
Umur tanaman
: 115-125 hari
Bentuk gabah
: Panjang ramping
Warna gabah
: kuning bersih
Tekstur nasi
: pulen dan rasa enak
Tahan terhadap hama
: wereng coklat biotipe 2 dan 3
Tahan terhadap penyakit
: bakteri hawar daun strain III dan IV
Anjuran tanam
: pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl.
Hampir di seluruh pulau Jawa varietas Ciherang ini dibudidayakan. Tetapi hasil di tiap-tiap lokasi bervariasi. Hal ini dikarenakan sistem bercocok tanam yang dipakai atau diterapkannya berbeda-beda. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang petaninya membudidayakan varietas ciherang, akan tetapi hasil yang diperoleh perhektarnya belum maksimal.
10
2.3 Tinjauan Penelitian-penelitian Terdahulu Peningkatan produksi yang belum maksimal tersebut disebabkan oleh produktivitas lahan yang masih rendah, berkurangnya luas panen, gagalnya panen karena pengaruh perubahan iklim dan belum dikuasainya teknologi produksi maju oleh petani. Dalam rangka peningkatan produksi beras, lahan sawah sebagai sumber utama produksi beras menempati kedudukan yang penting baik dalam hal peningkatan luas panen maupun dalam hal peningkatan produktivitas. Tersedianya lahan berkualitas baik dengan irigasi yang terjamin airnya akan menunjang peningkatan produksi (Machmud, 1990). Program
intensifikasi
produksi
bertujuan
untuk
meningkatkan
produktivitas dengan memanfaatkan potensi lahan, daya dan dana secara optimal, serta kelestarian sumber daya alam. Dalam program intensifikasi produksi ini diterapkan teknologi Panca Usaha Tani yang meliputi : (1) Penyediaan air dalam jumlah yang cukup dan waktu yang tepat; (2) Penggunaan benih unggul dengan potensi hasil yang tinggi, mempunyai ketahanan hidup yang tinggi dan masa tumbuh yang relatif pendek; (3) Penyediaan pupuk yang cukup; (4) Pengendalian hama terpadu; (5) Cara bercocok tanam yang baik (Badan Litbang, 2004) Pratiwi dalam Yenny 2006, memperoleh hasil bahwa prioritas pertama peningkatan
produksi
padi
adalah
dengan
membangun
sarana
irigasi
berkoordinasi dengan Pemda terkait. Hal ini karena masih tingginya potensi peningkatan produksi di masa mendatang tetapi ketersediaan sarana irigasi sangat terbatas. Prioritas kedua adalah mengadopsi teknologi sesuai dengan kondisi wilayah dan sumber daya lokal dan terakhir adalah memperketat aturan alih fungsi lahan dan pemberian insentif bagi pemilik lahan sehingga tingkat konversi lahan pertanian dapat dikurangi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rohela (2008), pelaksanaan program P2BN berdampak positif pada peningkatan pendapatan petani, dan memberikan dampak yang signifikan dibandingkan sebelum adanya program. Hasil produksi padi rata-rata sebelum program P2BN 4.683 Kg perhektar menjadi 5.757 Kg perhektar setelah melaksanakan program. Kuantitas dan kualitas padi meningkat karena penggunaan benih bersertifikat, pemeliharaan tanaman yang berkelanjutan, serta pengaturan jarak tanam.
11
Damayanti (2007) dalam Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Sawah (Kasus di Desa Purwodadi, Kecamatan Trimujo, Kabupaten Lampung Tengah), menjelaskan bahwa pendapatan hasil usahatani padi sawah di desa tersebut menguntungkan dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,89 yang artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan 2,89 satuan penerimaan. Sedangkan R/C rasio atas biaya total adalah 1,74 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan 1,74 satuan penerimaan. Berdasarkan nilai tersebut, usahatani padi sawah dapat dikatakan menguntungkan. Faktor produksi yang berpengaruh dengan menggunakan analisis regresi linear berganda fungsi produksi Cobb Douglas adalah luas lahan, benih, pupuk, urea dan tenaga kerja. Dari analisis efisiensi ekonomi, usahatani tersebut tidak efisien karena nilai rasio NPM/BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi yang perlu ditambah penggunaannya adalah luas lahan, pupuk urea, pupuk SP36, ZA, Pestisida dan tenaga kerja. Faktor benih dan KCl perlu dikurangi penggunaannya. Menurut Hessie, (2009) dalam penelitianya ada tiga peubah yang signifikan berpengaruh pada produktivitas padi yaitu harga padi (0,127), penggunaan varietas unggul (0,463) dan harga pupuk urea (-0,738). Kurniasih (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa agar pendapatan usahatani mencapai maksimum sebaiknya petani yang mempunyai lahan 0,55 hektar tidak menyewa tenaga kerja karena kebutuhan tenaga kerjanya dapat dipenuhi dari tenaga kerja anggota keluarga. Disti (2006) menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani di dua desa yaitu Cijengkol dan Mulyasari Kabupaten Lampung. Hasil R/C tunai di Desa Mulyasari lebih besar dibandingkan Desa Cijengkol karena harga gabah yang lebih mahal. Sedangkan dari rasio R/C total Desa Cijengkol lebih besar karena sewa lahan yang lebih murah. Produktivitas Desa Cijengkol lebih besar karena di desa tersebut sebagian besar petaninya menerapkan teknologi PTT. Hasil analisis regresi linear berganda fungsi produksi Cobb Douglas petani PTT di Desa Mulyasari menunjukkan bahwa faktor pupuk urea, SP36, NPK Phonska, Organik Padat, pupuk cair, tenaga kerja dan benih berpengaruh nyata pada produksi padi. Sedangkan obat padat dan cair tidak berpengaruh nyata terhadap
12
produksi. Untuk Desa Cijengkol, faktor yang berpengaruh nyata adalah luas lahan, obat cair, urea, pupuk cair, organik padat dan tenaga kerja. Yang tidak berpengaruh yaitu benih, SP36, dan KCl. Penggunaan faktor produksi di kedua desa tersebut desa tersebut belum efisien karena nilai rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hasil analisis menunjukkan bahwa produksi yang dapat ditingkatkan di Desa Mulyasari adalah benih, urea, pupuk cair, pupuk organik padat dan tenaga kerja. Sedangkan di Desa Cijengkol yang perlu ditingkatkan adalah luas lahan, urea, pupuk cair, pupuk organik padat dan obat cair. Lidia (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Production Frontier. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi adalah luas lahan, benih, Urea, NPK, KCl, pupuk organik, Furadan, pestisida, dan tenaga kerja. Faktor-faktor tersebut dapat dipakai dalam penelitian yang akan dilaksanakan penulis. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam musim tanam dengan menggunakan benih sendiri adalah lahan, benih/lahan, pupuk KCl/lahan, Pupuk NPK/lahan, Tenaga Kerja Luar Keluarga/lahan dan Tenaga kerja dalam keluarga/lahan. Sedangkan untuk musim tanam dengan menggunakan benih bersubsidi faktor yang berpengaruh yaitu lahan, pupuk KCl/lahan, Tenaga Kerja Luar Keluarga/lahan. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadi penurunan efisiensi teknis setelah menggunakan benih bersubsidi, hal ini karena pengaruh inefisiensi teknis penggunaan umur benih muda. Dari nilai NPM/BKM juga menunjukkan penggunaan input yang belum optimal. Berdasarkan pendapatan tunai maupun total terjadi penurunan tetapi nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,26 dan 1,05 menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan di daerah tersebut masih menguntungkan. Dilihat dari struktur biaya, bantuan benih bersubsidi kurang berperan dalam membantu petani karena biaya benih hanya menyumbang sebesar 1,21 persen. Metode analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang digunakan peneliti memiliki kesamaan dengan penelitian Lidia (2009), yang menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglass dan analisis efisiensi. Analisis pendapatan yang dilakukan penulis di lokasi penelitian juga memiliki kesaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Disti (2006) di Kabupaten
13
Lampung. Dalam penelitian ini penulis menganalisis pendapatan dengan pendekatan R/C rasio, untuk melihat sejauh mana kegiatan usahatani yang dilakukan di lokasi penelitian, apakah usahatani yang telah dilakukan oleh petani menguntungkan atau merugikan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dijadikan sebagai referensi terhadap perbandingan hasil penelitian ini.
14
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan
penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang. Teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori produksi, teori biaya, dan teori pendapatan.
3.1.1 Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaikbaiknya. Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktorfaktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009). Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah kepemilikan lahan sempit, pendapatan rendah, modal yang dimiliki rendah, pengetahuan rendah sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani (Soekartawi, 1986). Menurut Rahim (2007) menyatakan bahwa usahatani (wholefarm) merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan peptisida) dengan efektif, efisien, dan berkelanjutan untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga, pendapatan usahataninya meningkat. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan pengeluaran (output). Suratiyah (2009) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor bekerja dalam usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1) Alam Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Faktor alam
15
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam sekitar yaitu iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. 2) Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas produk. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar, antara lain: komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap
kegiatan
masing-masing
komoditas
yang
diusahakan,
kemudian
dijumlahkan untuk seluruh usahatani. Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah HOK (hari orang kerja) dan JKO (jam orang kerja). Pemakaian HOK ada kelemahan karena HOK masing-masing daerah berlainan (satu HOK di daerah belum tentu sama dengan satu HOK di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu jenis komoditas persatuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahatannya, topografi, tanah serta jenis komoditas yang diusahakan. 3) Modal Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya sebuah usaha, demikian pula dengan usatani. Penggolongan modal dalam usahatani keluarga cenderung memisahkan faktor tanah dari alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi. Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan.
16
4) Pengelolaan dan Manajemen Pengelolaan
usahatani
adalah
kemampuan
petani
menentukan,
mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.
3.1.2 Teori Produksi Secara umum produksi merupakan upaya untuk menghasilkan sejumlah produk maksimum dari sejumlah sumberdaya yang tersedia. Sukirno (2002) menyatakan bahwa produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan barang atau jasa (output). Produksi terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian berusaha. Soekartawi (1990) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Secara sistematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3,……………….Xn) ............................................. Keterangan: Y F X1, X2, X3.....Xn
(3.1)
= Output (hasil produksi) = Bentuk hubungan yang mentranspormasikan faktor faktor produksi dengan hasil produksi = Input-input yang digunakan dalam proses produksi
Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing return). Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil disbanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi, 1986).
Sedangkan
Sukirno (2002) menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah
17
jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi apabila sudah mencapai satu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai yang negatif. Sifat pertambahan produksi yang seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan pada akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun. Soekartawi (1990) mengukur tingkat produktivitas dari suatu produksi yang dilaksanakan memiliki dua tolak ukur yaitu produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM adalah tambahan satu-satuan input di dalam produksi (X) yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan Output dihasilkan (Y). Apabila PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit input (X) dapat menyebabkan tambahan setiap unit output satu satuan (Y) secara proporsional. Apabila terjadi penambahan suatu penambahan satu-satuan unit input produksi (X), akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun (Y), maka peristiwa tersebut disebut law of diminishing return yang menyebabkan PM menurun. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai dari persentase perubahan input (Rahim, 2008). Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
..........................................................................................
(3.2)
.................................................................................................
(3.3)
..............................................................................................
(3.4)
.........................................................................................
(3.5)
....................................................................................................
(3.6)
Dimana: Ep = Elastisitas produksi ∆Y = Perubahan hasil produksi komoditas pertanian ∆X = Perubahan penggunaan faktor produksi Y = Hasil Produksi X = Jumlah produksi 18
Hubungan antar faktor produksi (X) dengan jumlah produksi (Y) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Produksi Total, Marginal dan Rata-rata, (Sumber: Lipsey et al, 1995)
Keterangan: TP = Total product / Produksi Total MP = Marginal Product / Produk Marginal AP = Avarage Product / Produksi Rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah yaitu: a. Daerah produksi I dengan Ep lebih dari satu (Ep > 1), merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum, karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan.
19
b. Daerah produksi II dengan Ep antara I dan 0 (0 < EP < 1), artinya penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu akan mencapai keuntungan maksimum. Daerah produksi ini disebut daerah rasional. c. Daerah III dengan Ep kurang dari nol (Ep < 0), artinya setiap penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional (irrasional). Soekartawi (2002) menyatakan hubungan antara PM dan PT, PM dan PR dengan besar kecilnya nilai Ep adalah sebagai berikut : a) Elastisitas produksi (Ep) = 1, dimana PR akan mencapai kondisi maksimum apabila AP = MP, dan sebaiknya apabila MP = 0 dalam situasi PR keadaan menurun, maka Ep=0 b) Elastisitas produksi (Ep) > 1, dimana PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing rate dan PR akan meningkat pada daerah I. Pada kondisi ini petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala menambah sejumlah input. c) 0<Ep<1, dimana dalam kondisi tersebut, maka setiap penambahan sejumlah input yang digunakan tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang dihasilkan. Hal tersebut terjadi pada daerah II (rasional), dimana PT akan menaik pada tahap decreasing rate. d) Ep<0, dimana terletak pada daerah III, dalam kondisi tersebut, PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif, dan PR akan menurun. Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan tetap merugikan bagi petani yang berproduksi.
3.1.3 Model Fungsi Produksi Pemilihan fungsi produksi sebenarnya merupakan pendugaan subyektif. ada beberapa pedoman yang perlu diperhatikan dalam memperoleh fungsi produksi yang baik dan benar. Soekartawi (1986) menyatakan bahwa pedoman tersebut adalah : 1) Bentuk aljabar fungsi produksi tersebut dapat dipertanggungjawabkan
20
2) Bentuk aljabar fungsi produksi tersebut mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi 3) Mudah dianalisis 4) Mempunyai implikasi ekonomi Fungsi produksi Cobb Douglass merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut independen (X) variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input (dalam Soekartawi 2002). Menurut soekartawi (1990) menyatakan ada tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglass antara lain: 1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb Douglass relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb Douglass dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier 2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglass akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas 3. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant, atau increasing return to scale. a) Decreasing return to scale, bila jumlah besaran yang diduga (b1+b2) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi
penambahan
input
produksi
melebihi
proporsi
penambahan produksi. b) Constant return to scale, bila bila jumlah besaran yang diduga (b1+b2) = 1. Dalam keadaan demikian, penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. c) Increasing return to scale, bila bila jumlah besaran yang diduga (b1+b2) > 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
21
Kesulitan yang sering dijumpai dalam penggunaan fungsi produksi Cobb Douglass adalah sebagai berikut : a) Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan Ep bernilai negatif atau memiliki nilai terlalu besar atau nilai terlalu kecil. b) Kesalahan pengukuran variabel dapat menyebabkan nilai besaran Ep terlalu tinggi atau terlalu rendah c) Bias terhadap variabel manajemen d) Masalah multikolinieritas yang sulit dihindarkan, dimana variabel X tidak mempunyai hubungan kuat didalam mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X tersebut dipengaruhi oleh variabel X lainnya yang termasuk kedalam faktor produksi. Persamaan matematis dari fungsi produksi secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = b0 X1b1 X2b2 Xb3. . . .Xibi eu ...................................................................
(3.7)
Dimana: Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan b1,b2 = Besaran yang akan diduga u = Unsur sisa (galat) e = Logaritma natural (e = 2,718) Fungsi produksi Cobb-Douglass akan lebih mudah dalam pendugaan terhadap persamaan diatas dengan mengubah ke dalam bentuk linier berganda yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 . . . + b1 ln X1 + u .........
(3.8)
Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 + b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi produksi Cobb-Douglass sekaligus menunjukan elastisitas X dan Y.
22
3.1.4 Teori Biaya Mengklasifikasikan biaya usahatani ke dalam biaya tunai (eksplisit) dan diperhitungkan ke dalam (implisit) (Wesley, 1994). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, pestisida,. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang tidak berubah terhadap perubahan output. Biaya ini termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang termasuk dalam biaya tunai adalah pajak, gaji upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk kedalam biaya yang diperhitungkan, seperti penerimaan yang di investasikan pemilik dalam perusahaan, penyusutan lahan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. TVC (Total Variabel Cost) adalah biaya input yang mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka TVC adalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. TVC yang termasuk ke dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan hama dan penyakit tanaman, pengeringan dan bahan bakar. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan seperti sewa lahan. Lipsey, (1995) menyatakan hal yang sama dengan Wesley. Menurut Lipsey (1995) menyatakan bahwa biaya total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Costs = TFC) dan biaya variabel total (Total Variabel Costs = TVC). Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun output. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi, disebut biaya variabel cost (TVC) secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = TFC + TVC ........................................................................................
(3.9)
Keterangan: TFC = Biaya tetap TVC = Biaya variabel
23
Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.
TC, TVC, TFC
TC TVC TFC
0
Y Gambar 3. Kurva Biaya Total, (Sumber: Lipsey 1995) Pada Gambar 3, dapat dijelaskan bahwa kurva TFC bentuk adalah
horizontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksikan. Sedangkan TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menunjukan bahwa ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya berubah total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. oleh karena itu kurva TC bermula dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak di antara TVC dan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar.
3.1.5 Teori Pendapatan Usahatani Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Sedangkan menurut Soekartawi (1986) Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai adalah uang diterima dari
24
penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen padi yang dikonsumsi dan digunakan untuk benih (input). Biaya usahatani (pengeluaran) usahatani) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen Menurut Soekartawi (1986) menyatakan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan total usahatani dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan total usahatani (pendapatan bersih) adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input miliki kelurga diperhitungkan sebagai biaya produksi. Sukirno (2002) Total Revenue (TR) adalah jumlah produksi yang dihasilkan, dikalikan dengan harga produksi dan pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan total biaya. Secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut: = TR – TC .................................................................................... Keterangan:
π TR TC
(3.10)
= Pendapatan (Rp/musim tanam) = Total penerimaan (Rp/musim tanam) = Total biaya (Rp/musim tanam)
Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur nilai efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C ratio). Menurut Rahim (2008) menyatakan analisis return cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C ratio dapat dibagi menjadi menjadi tiga bagian besar, antara lain: R/C > 1: Usahatani meguntungkan R/C = 1: Usahatani impas R/C < 1: Usahatani rugi Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu cabang usaha dengan cabang usaha yang lainnya berdasarkan finansial.
3.1.6 Konsep Efisiensi Produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan tetapi juga efisiensi produksi penggunaan input. Suatu metode dikatakan lebih efisien 25
apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih (output) yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output sama pada kedua metode yang digunakan. Menurut Lipsey et.al, (1995) efisiensi adalah suatu ukuran relatif dari beberapa input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Konsep usahatani mengandung tiga pengertian yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis ditunjukkan dengan pengalokasian faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya. Efisiensi ekonomis dapat tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah menghasilkan keuntungan maksimum. Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa apabila petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitas akan semakin tinggi. Menurut Coelli et al (1998) menjelaskan bahwa efisiensi terdiri dari tiga komponen yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (harga) dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis atau fisik memperlihatkan kemampuan petani untuk menghindari penghamburan dengan memproduksi output semaksimal mungkin dengan menggunakan sejumlah input tertentu dengan kata lain menggunakan input seminimal mungkin untuk memperoleh output yang maksimum. Dengan demikian analisis efisiensi teknis bisa berorientasi pada peningkatan jumlah output atau penghematan input. Petani dikatakan efisien jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang sudah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu. Sedangkan efisiensi alokatif memperlihatkan kemampuan dari usahatani untuk menggunakan proporsi input yang optimal sesuai dengan harganya dan teknologi produksi yang dimilikinya, gabungan dari kedua efisiensi tersebut akan menjadi efisiensi ekonomi (Kebede, 2001). Efisiensi teknis bisa dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan kombinasi input yang paling kecil (dalam satuan fisik), jadi tergantung dengan teknologi yang ada. Efisiensi alokatif dan efisiensi harga berhubungan dengan kemampuan petani untuk mengkombinasikan input dan output dalam proporsi optimal pada tingkat harga tertentu. Efisiensi harga atau alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada
26
saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Pendekatan output untuk melihat seberapa besar peningkatan jumlah output tanpa peningkatan jumlah penggunaan input. Ilustrasinya adalah kombinasi dua output dengan satu input. Kurva yang dilihat adalah kurva kemungkinan produksi dan
isorevenue.
Inefisiensi yang dihasilkan melalui pendekatan output
menunjukkan jumlah output yang dapat ditingkatkan tanpa penambahan input. Untuk pendekatan input dan output akan memberikan perhitungan yang setara akan efisiensi teknis dalam constan return to scale.
3.1.7 Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Konsep efisiensi ekonomis dengan melihat penggunaan input di setiap faktor produksi (Doll dan Orazem, 1978). Kurva efisiensi produksi dapat dilihat pada Gambar 4. Y
TP2
YB
B TP1
YC
C
YA YD
A
Garis Rasio Harga
D
XD
Xc
XA
XB
X
Gambar 4. Efisiensi Produksi (Sumber: Doll dan Orazem 1978)
Pada Gambar 4, garis produksi TP1 dan TP2 dengan garis rasio harga. Titik A menunjukkan kondisi efisiensi alokatif karena garis harga menyinggung garis produksi total. Efisiensi teknis tidak terjadi pada titik A, karena jumlah output yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah output yang berada pada
27
TP2 atau dengan kata lain, ada cara lain yang lebih baik menghasilkan output tinggi. Titik C hanya menunjukkan terjadinya efisiensi teknis dan titik D tidak menunjukkan adanya efisiensi alokatif dan teknis. Sedangkan titik B menunjukkan kedua kondisi, baik efisiensi alokatif dan teknis. Doll dan Orazem (1978) menyatakan terdapat dua syarat untuk mencapai efisiensi ekonomi, yaitu syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi, syarat keharusan dipenuhi jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (1>Ep>0). Tidak halnya seperti syarat keharusan yang bersifat objektif, syarat kecukupan ditunjukkan untuk nilai dan tujuan individu atau kelompok. Syarat kecukupan dapat secara alami berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Dalam teori abstrak, kondisi ini lebih sering disebut indikator pilihan (choice indicator). Efisiensi secara ekonomi tercapai apabila usahatani tersebut telah mencapai keuntungan maksimal. Syarat mencapai keuntungan maksimal adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol (Doll dan Orazem, 1978). Fungsi keuntungan yang dapat diperoleh dapat dinyatakan sebagai berikut : π = Py. Y- {∑Pxi . Xi + TFC} ....................................................................
(3.11)
Keterangan : π = Pendapatan usahatani Py = Harga perunit produksi Y = Hasil produksi i = 1,2,3......n Pxi = Harga pembelian faktor produksi ke-i TFC = Total Fix Cost (Total biaya tetap) Dengan demikian, untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan maksimum maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah : – Pxi = 0 .................................................................................
(3.12)
= Pxi ................................................................................................
(3.13)
= Py Py
28
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa level penggunaan faktor produksi ke – i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor produksi ke – i dan jumlah output yang dihasilkan, atau secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut : Xi = f (Py, Px, Y) ....................................................................................... Dengan mengetahui
(3.14)
sebagai marginal product (MPxi) faktor produksi
ke-i, maka persamaan diatas menjadi : Py. MPxi = Pxi ............................................................................................
(3.15)
Sesuai dengan prinsip keseimbangan marginal, bahwa untuk mencapai keuntungan maksimal, tambahan nilai produksi akibat tambahan penggunaan faktor produksi ke-i (Py. MPxi) harus lebih besar dari tambahan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian faktor produksi berhenti ketika Py.MPxi = Pxi pada saat ini keuntungan maksimal tercapai. Secara matematis keuntungan maksimal dari penggunaan faktor produksi ke-i dapat dinyatakan sebagai berikut :
= 1..................................................................................................
(3.16)
Keterangan : Py.MPxi : Nilai Produk Marginal (NPM) faktor ke-i Pxi : Biaya Korban Marginal (BKM) faktor ke-i Artinya keuntungan maksimum tercapai pada saat tambahan nilai produksi akibat penambahan penggunaan faktor produksi ke-i tersebut atau resiko keduanya sama dengan satu. Dengan asumsi Py dan Px merupakan nilai konstan, maka hanya
yang mengalami perubahan. Ketika Py.MPxi > Pxi, maka
penggunaan faktor produksi harus ditambah agar tercapai keuntungan maksimum. Sebaliknya jika Py. MPxi < Pxi, maka penggunaan faktor produksi harus dikurangi.
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu Kecamatan yang sebagian
besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Desa Situ Udik adalah 29
salah satu desa yang berada di Kecamatan Cibungbulang yang petaninya melakukan usahatani padi. Gapoktan Tani Bersama adalah gapoktan yang ada di desa Situ Udik, yang anggotanya membudidayakan padi secara serentak dalam setiap musim tanam. Hal ini karena di gapoktan tersebut setiap musim tanam tiba setiap kelompok akan membuat rencana kebutuhan kelompok yang berisi jenis padi yang akan ditanam dan tanggal tanam. Padi varietas ciherang mempunyai potensi hasil 7 - 8,5 ton/ha. Produktivitas padi varietas ciherang di gapoktan Tani Bersama masih dibawah potensi tersebut yaitu antara 3 – 6 ton/ha. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan produktivitas melalui penggunaan input yang sesuai untuk menghasilkan pendapatan yang lebih menguntungkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran usahatani di gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik, menganalisis faktor-faktor produksi padi yang berpengaruh dan menganalisis tingkat efisiensi produksi padi varietas ciherang. Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui kegiatan atau prospek usahatani padi dalam kondisi riil sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh petani, menguntungkan atau tidak. Faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi antara lain lahan, jumlah benih, pupuk urea, KCl, pupuk NPK, tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Untuk melihat pengaruh input terhadap produksi padi analisis yang digunakan adalah analisis produksi dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglass. Analisis ini berguna untuk melihat tingkat signifikansi input tersebut, berpengaruh nyata atau tidak terhadap produksi. Selain itu analisis ini juga dapt digunakan untuk mengetahui tingkat elastisitas dari masing-masing input yang digunakan. Sedangkan Nilai Produk Marginal (NPM) dan Biaya Korban Marginal (BKM) digunakan untuk melihat tingkat efisiensi ekonomis dari masing-masing input. Selain itu dilihat juga pengaruh pendapatan usahatani terhadap efisiensi usahatani yang dilakukan. Faktor-faktor produksi tersebut memerlukan biaya biaya yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan dari hasil produksi padi akan menghasilkan penerimaan. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya. Analisis pendapatan akan menghasilkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani padi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bagaimana kondisi
30
usahatani padi yang diusahakan oleh petani pada gapoktan Tani Bersama desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner terhadap petani padi pada gapoktan Tani Bersama. Adapun kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.
Padi varietas ciherang adalah jenis padi yang banyak dibudidayakan oleh petani Produktivitas padi var.ciherang di Gapoktan Tani Bersama masih rendah
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik 2. Menganalisis pendapatan usahatani padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik
3. Menganalisis tingkat efisiensi produksi padi Var.Ciherang
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi : Lahan, Benih, Urea, KCl,NPK dan Tenaga Kerja.
Analisis fungsi produksi : Cobb-Douglass, NPM dan BKM
Faktor-Faktor yang berpengaruh
Efisiensi Produksi
Analisis pendapatan R/C
Rekomendasi untuk meningkatkan pendapatan usahatani padi varietas ciherang Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
31
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan, antara lain : 1. Kecamatan Cibungbulang khususnya Desa Situ Udik merupakan daerah penghasil beras dan sebagai sentra pengembangan usahatani padi di Kabupaten Bogor. 2. Penduduk Desa Situ Udik mayoritas berpencaharian sebagai petani padi sawah dan menjadi anggota gabungan kelompok tani . 3.
Gapoktan Tani Bersama merupakan salah satu gapoktan yang anggotanya berusahatani padi secara serentak jenis dan jadwal tanamnya. Penilitian ini berlangsung mulai dari bulan Juni sampai Juli 2011.
Penelitian ini dilakukan pada bulan tersebut dengan pertimbangan bahwa pada bulan-bulan tersebut sedang musim panen padi.
4.2 Metode Pengambilan Sampel Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu yang dipilih secara acak sederhana (simple random samping). Dalam teknik acak sederhana ini setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Responden yang dimaksud yaitu anggota Gapoktan Tani Bersama yaitu yang terdiri dari 5 kelompok. Kelompok tersebut adalah keltan Sulanjana, Mitra tani, Tani barokah, Bina Sejahtera, Sugih Mukti. Jumlah responden sebanyak 35 orang anggota gapoktan. Sampel diambil dengan cara diundi satu persatu dari jumlah keseluruhan anggota 288. Pengundian dilakukan sebanyak 35 kali. Masing-masing nama yang keluar dijadikan sebagai responden.
4.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari sumber atau objek yang sedang diteliti melalui observasi, pengisian kuesioner dan wawancara
32
dengan petani responden, pengurus gapoktan dan pihak lain yang terkait. Pengamatan dilakukan terhadap karakteristik petani dan penggunaan sarana produksi usahatani tani. Karakteristik petani meliputi : data umur petani, pendidikan, dan pengalaman berusahatani, sedangkan sarana produksi usahatani meliputi : penggunaan benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja, biaya usahatani, produktivitas tanaman serta harga produksi dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Sedangkan Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, Balai Penyuluhan Pertanian Peternakan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Cibungbulang, Kantor Desa Situ Udik, Artikel, Internet serta sumbersumber lain yang menunjang penelitian.
4.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung terhadap petani responden dengan bantuan kuesioner. Informasi yang diperoleh dari observasi juga diperlukan untuk memperoleh data dan informasi secara langsung yang berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh petani. Data dari artikel, buku, literatur, dan penelitian terdahulu diperlukan sebagai kelengkapan penunjang penelitian ini.
4.5 Metode Pengolahan Data Nazir (1983) kegiatan menganalisis data atau analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode alamiah, karena dengan menganalisis, data tersebut dapat diberi makna dan arti yang bermanfaat dalam memberikan informasi maupun dukungan lainnya dalam mencari dan memberiakn alternatif penyelesaian masalah dalam penelitian dan bermanfaat untuk menguji hipotesis. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fenomena yang ada di lapangan. Sedangkan analisis kuantitatif menggunakan analisis fungsi produksi CobbDouglass. Untuk analisis pendapatan usahatani, analisis yang di gunakan yaitu analisis penerimaan usahatani dan analisis R/C rasio. Sedangkan untuk mengetahui tingkat efisiensi ekonomi menggunakan rasio NPM dan BKM.
33
Pengolahan data mengguanakan alat bantu, Software Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0, disajikan secara tabulasi dan diinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif.
4.5.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Penelitian ini menganalisis fungsi produksi dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Menurut Soekarwati (2002) fungsi produksi merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, yaitu variabel dependen (Y) atau variabel yang dijelaskan dan independen (X) variabel yang menjelaskan. Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Untuk penjelasan lebih lengkap yaitu melalui pendekatan statistik dalam hubungan antara X dan Y. Dengan demikian, metode penduga yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode ini digunakan untuk menguji nilai F-hitung, t-hitung dan R2. Oleh karena itu, kelayakan model tersebut akan diuji berdasarkan asumsi OLS meliputi: multikolinieritas, homoskedastisitas dan normalitas error. Gujarati (1978), menyatakan apabila asumsi tersebut dapat dipenuhi maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias. Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terikat Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses produksi padi. Faktor-faktor tersebut adalah antara benih, pupuk urea, KCl, NPK dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu hasil produksi padi. Pada faktor-faktor produksi variabel yang dipengaruhi (variabel dependent) adalah produksi. Sedangkan variabel yang menjadi variabel (independent) mempengaruhi adalah antara benih, pupuk urea, KCl, NPK dan tenaga kerja. Variabel tersebut ditentukan berdasarkan penggunaan yang sering digunakan petani dalam usahatani, khususnya usahatani padi. Penentuan variabel dapat dilihat pada hasil penelitian terdahulu. Ada beberapa penyebab multikolinier diantaranya disebabkan adanya kecenderungan variabel-variabel ekonomi atau bisnis yang bergerak secara
34
bersamaan. Apabila dijumpai masalah multikolinier, maka perlu dilakukan perbaikan pada model dugaan. Ada banyak cara untuk memperbaiki model dugaan, diantaranya adalah: a) Menambah observasi. Penambahan ukuran sampel akan menyebabkan ragam bj mengecil. b) Mengelurkan variabel independent yang berkolerasi kuat dengan variabel independent lainnya. c) Menggunakan teknik pendugaan regresi komponen utama PCA (Principal Component Regression). Variabel yang saling berkolerasi, ditransportasi menjadi variabel saling bebas, kemudian diregresikan terhadap variabel dependent.
2. Analisis Regresi Secara matematis model fungsi produksi
dapat dirumuskan sebagai
berikut: Y = b0 X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 Xb5 eu ...............................................................
(4.1)
Fungsi produksi diatas kemudian ditransformasikan kedalam bentuk linier logaritma untuk memudahkan pendugaan terhadap fungsi produksi, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 .............
(4.2)
Keterangan: Y X1 X2 X3 X4 X5 b0 b e u b1, b2, .....b5
= Produksi padi sawah (Kg) = Jumlah benih (Kg) = Pupuk Urea (Kg) = Pupuk KCl (Kg) = Pupuk NPK (Kg) = Tenaga kerja (HOK) = Intersept = Parameter variabel = Bilangan natural (e = 2,7182) = Unsur sisa (galat) = Nilai dugaan besaran parameter
35
Unsur error (u) di dalam model mewakili : a. Variabel yang tidak dimasukkan kedalam model b. Variabel nonlinieritas hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent c. Adanya salah ukur saat observasi dan kejadian yang sifatnya random
3. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis merupakan pengujian-pengujian yang dilakukan dalam pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi, antara lain:
a) Pengujian terhadap model penduga Pengujian ini untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Hipotesis: H0: b1 = b2 = . . . . . . = bi = 0 H1: Salah satu dari b ada ≠ 0
Uji statistik yang digunakan adalah uji F: ...........................................................
(4.3)
Keterangan: k = Jumlah variabel termasuk intercept n = Jumlah pengamatan atau responden Kriteria uji: F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : tolak H0 F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : terima H0 Uji F adalah untuk melihat apakah model dugaan yang digunakan signifikan untuk menduga variabel X dalam mempengaruhi variabel Y . Apabila tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi, namun apabila terima H0 maka variabel yang digunakan secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.
36
R2 (Koefisien Determinasi) Setelah itu dihitung besarnya koefisien determinasi (R2) untuk mengukur tingkat kesesuaian model pendugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien regresi mengukur besarnya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model dan sisanya (1R2) yang dijelaskan oleh komponen error. Semakin tinggi nilai R2 berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent atau dengan kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya semakin tinggi. Menurut Gujarati (1978) bahwa koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut: R2 R2 =1
............................................
(4.4)
...............................................................................
(4.5)
Keterangan: = Jumlah kuadr unsur sisa (galat) = Jumlah kuadrat total b) Pengujian untuk masing-masing parameter Pengujian untuk masing-masing parameter yaitu dengan uji-t yang menguji secara statistik bagaimana pengaruh nyata dari setiap parameter bebas (X) yang digunakan secara terpisah terhadap parameter tidak bebas (Y). menurut Gujarati (1978) Hipotesis pengujian secara statistik adalah sebagai berikut: Hipotesis: H0 : bi = 0 H1 : bi ≠ 0 Tolak H0, jika thit > t (α/2,n-k-1) atau terima H0, bila thit < t (α/2,n-k-1) Uji statistik yang digunakan adalah uji t: ........................................................................
(4.6)
....................................................................
(4.7)
Dimana: bi Se (bi) n k
= Koefisien regresi = Parameter penduga dari unsur sisa = Jumlah pengamatan (sampel) = Jumlah koefisien regresi dugaan termasuk konstanta
37
Kriteria uji: t-hitung > t-tabel, maka tolak H0 pada taraf nyata α (berpengaruh nyata) t-hitung < t-tabel, maka terima H0 pada taraf nyata α ( tidak berpengaruh nyata) Jika tolak H0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dari nilai (produksi) dalam model dan sebalikmya bila terima H0 maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi). Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria sebagai berikut: 1. P-value/2 < α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi) 2. P-value/2 > α, maka variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
c)
Pengujian multikolinieritas Pengujian ini dilakukan untuk melihat terjadinya multikolinieritas pada
model yang dianalisis. Gujarati, (1978) menyatakan adanya banyak cara untuk mendeteksi terjadinya multikolinieritas salah satu adalah dengan koefisien determinasi (R2) yang tinggi namun dari uji-t banyak variabel bebas yang tidak signifikan atau dapat diukur dengan Variance Inflasi Factor (VIF). Jika VIF (Xj) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinierietas antar peubah bebas. Sementara asumsi OLS tentang heteroskedastisitas dan normalitas akan diuji dengan pendekatan grafik. Variabel penduga yang mempunyai nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikoliniearitas. VIF dapat dirumuskan sebagai berikut: .......................................................................................
(4.8)
Dimana, Rj = Koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel dependent Xj dan variabel independent adalah variabel X lainnya. d) Homoskedastisitas Homoskedastisitas dalam fungsi model penduga dikatakan baik jika memenuhi asumsi homoskedastisitas (ragam error yang sama). Asumsi tersebut
38
dapat dibuktikan secara visual yaitu dengan melihat penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi. Jika penyebarannya tidak membentuk suatu pola yang sistematis seperti linier atau kuadratik, maka dapat dikatakan bahwa keadaan asumsi tersebut telah terpenuhi.
e) Uji Normalitas Menurut Gujarati (1978) menyatakan bahwa untuk menguji normalitas data yang berbentuk rasio dapat menggunakan statistik parametik. Hal ini ditunjukkan oleh residual di dalam model regresi yang telah menyebar mengikuti distribusi normal. Pengujian hipotesis di dalam penelitian ini menggunakan statistik parametik karena data yang diuji berbentuk rasio.
f) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi linear ada korelasi antar error satu dengan yang lainnya. Masalah mengenai adanya autokorelasi pada umumnya terdapat pada data time series. Di dalam penelitian ini tidak menggunakan uji autokorelasi, karena data yang digunakan bukan data time series melainkan data cross section.
4.5.2 Analisis Efisiensi Ekonomi Produksi Analisis efisiensi ekonomi dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Hal ini dapat dilihat dari kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi yang ditunjukkan oleh perbandingan NPM dan BKM. Jika nilai perbandingan NPM dan BKM < 1 , maka penggunaan faktor produksi padi harus dikurangi. Jika nilai perbandingan NPM dan BKM > 1, maka penggunaan faktor produksi padi harus ditingkatkan sedangkan jika nilai perbandingan NPM dan BKM = 1 maka usahatani padi sudah berada pada kondisi yang optimal.
39
4.5.3 Analisis Pendapatan Usahatani Padi 1) Penerimaan Usahatani Padi Analisis penerimaan usahatani merupakan analisis penerimaan yang diperoleh petani sebelum dikurangi biaya-biaya. Analisis penerimaan terdiri dari analisis penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani diperoleh dari nilai uang yang diterima dari hasil penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk dari hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, namun digunakan untuk konsumsi sendiri, benih atau keperluan lainnya.
2) Biaya Usahatani Padi Biaya merupakan komponen penting dalam usahatani. Biaya usahatani terbagi menjadi dua biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayarkan dengan uang, sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya diperhitungkan adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh petani tetapi tidak dalam bentuk uang.
Komponen biaya
diperhitungkan antara lain : tenaga kerja dalam keluarga, benih hasil pembenihan sendiri, lahan milik pribadi serta penyusutan peralatan. Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani padi menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan peralatan pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan dengan lamanya modal dipakai. Biaya penyusutan dirumuskan sebagai berikut:
.......................................................................
(4.9)
Keterangan: Nb Ns n
= Nilai Pembelian (Rp) = Perkiraan nilai sisa (Rp) = Umur ekonomi peralatan (tahun)
3) Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Padi Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan diperoleh dari hasil penjualan yaitu output
40
dikalikan dengan harga, sedangkan total biaya diperoleh dari penjumlahan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Analisis pendapatan dihitung dengan rumus : JI = TR – TC .................................................................................... JI Tunai = (Ytunai x Py) – (Biaya Tunai) ...................................................... JI Total = (Ytotal x Py) – (Biaya Tunai + Biaya diperhitungkan) ...............
(4.10) (4.11) (4.12)
Keterangan: JI TR TC Y Py
= Pendapatan (Rp/musim tanam) = Total penerimaan (Rp/musim tanam) = Total biaya (Rp/musim tanam) = Produksi total yang diperoleh dalam usahatani (kg) = Harga Y (Rp/kg)
Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan antara nilai output dengan input atau perbandinagn antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Analisis ini dibedakan menjadi R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Setelah diketahui keuntungan dari usahatani padi, kemudian keuntungan dibandingkan dengan menggunakan R/C rasio dengan rumus sebagai berikut :
...........................................................
(4.13)
.............................................................
(4.14)
Keterangan: TR = Total Revenue (penerimaan total/Rp) TC = Total Cost (biaya total/Rp) Kriteria penilaian dari hasil perhitungan R/C rasio adalah sebagai berikut : a) R/C rasio > 1, Artinya menunjukan bahwa dalam suatu setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Dengan kata lain usaha yang dijalani dapat dikatakan lebih efisien (menguntungkan). b) R/C rasio < 1, Artinya menunjukan bahwa dalam suatu setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu rupiah.
41
Dengan kata lain usaha yang dijalankan dapat dikatakan tidak efisien (rugi). c) R/C rasio = 1, Artinya menunjukan bahwa dalam suatu setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang sama dengan satu rupiah. Dengan kata lain usaha yang dijalani dapat dikatakan efisien (tidak untung dan tidak rugi atau impas). R/C rasio menunjukan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C nya. Semakin tinggi nilai R/C maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Analisis pendapatan usahatani padi dilakukan pada petani yang menjadi responden, untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi dan mengetahui keutungan dari usahatani yang dijalankan. perhitungan analisis pendapatan dan R/C dapat disajikan seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/C rasio Usahatani Padi A B C D
Penerimaan tunai Penerimaan yang diperhitungkan Total Penerimaan Biaya Tunai
E
Biaya yang diperhitungkan
F G H I J K
Total Biaya Pendapatan atas biaya tunai Pendapatan atas biaya total Pendapatan bersih R/C rasio atas biaya R/C rasio atas total
Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg) A+B a. Biaya Sarana Produksi b. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) c. Pajak a. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) b. Penyusutan Peralatan c. Benih hasil pembenihan sendiri d. Lahan milik sendiri D+E A–D C–F H – bunga pinjaman (jika ada pinjaman) A/D C/F
Sumber: Soekartawi (1990) 4.6 Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam menganalisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang di lokasi penelitian, antara lain :
42
1. Produksi padi (Y) adalah padi yang dihasilkan dalam satu musim tanam. . 2. Benih padi (X2) adalah jumlah benih padi yang digunakan petani untuk satu kali musim tanam. 3. Pupuk Urea (X3) adalah jumlah pupuk urea yang digunakan petani untuk menanam tanaman padinya satu kali musim tanam. 4. Pupuk KCl (X4) adalah jumlah pupuk KCl yang digunakan petani untuk menanam tanaman padinya satu kali musim tanam. 5. Pupuk NPK (X5) adalah jumlah pupuk NPK yang digunakan petani untuk menanam tanaman padinya satu kali musim tanam. 6. Tenaga kerja (X6) adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi untuk berbagai kegiatan mulai dari persiapan lahan sampai pasca panen selama satu kali musim tanam padi. 7. Biaya total adalah jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, yang meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp). 8. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 9. Biaya diperhitungkan adalah biaya produksi atas milik sendiri yang digunakan dalam usahatani. Pada dasarnya biaya ini tidak dibayarkan secara tunai, namun diperhitungkan untuk melihat pendapatan petani bila faktor produksi milik sendiri dibayar dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan, nilai tenaga kerja dalam keluarga dan sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri. 10. Biaya penyusutan adalah
biaya yang dikeluarkan dari penyusutan
peralatan pertanian yang dihitung dari nilai pembelian dibagi periode produksi serta umur teknis alat-alat pertanian. Biaya ini dihitung dengan menggunakan satuan rupiah (Rp). 11. Harga produk adalah harga jual rata-rata padi yang diterima oleh petani dalam setiap kali panen dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 12. Harga input merupakan harga rata-rata dari setiap faktor input yang diperoleh petani.
43
13. Penerimaan tunai merupakan nilai produksi padi yang dijual petani dalam satu kali panen yang dikalikan dengan harga jual padi yang diterima petani dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 14. Penerimaan diperhitungkan merupakan nilai produksi padi
yang
digunakan petani, namun tidak dijual dalam satu kali panen yang dikalikan dengan harga jual padi yang diterima petani dan diukur dalam satuan rupiah (Rp). 15. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan biaya tunai usahatani padi dalam satuan rupiah (Rp). 16. Pendapatan atas biaya total merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan biaya total usahatani padi dalam satuan rupiah (Rp).
44
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak pada ketinggian sekitar 250 sampai 300 meter diatas permukaan laut dengan jenis tanah latosol dengan PH berkisar 5 sampai 7 (Monografi desa Situ Udik, 2010). Batas-batas desa Situ Udik adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Desa Cemplang
Sebelah Selatan
: Kecamatan Pamijahan
Sebelah Barat
: Kecamatan Leuwiliang
Sebelah Timur
: Desa Cibatok
Berdasarkan monografi Desa Situ Udik Tahun 2010, luas wilayah Desa Situ Udik adalah 363 Ha, yang terdiri dari pertanian 205 Ha, Peternakan 85 Ha, Perikanan 9 Ha, Perkebunan 44 Ha, Kehutanan 14 Ha, Lain-lain 6 Ha. Lahan pertaniannya merupakan lahan basah, dengan sistem pengairan semi teknis dan pengairan sistem sederhana. Jumlah penduduk Desa Situ Udik sebanyak 13.618 orang, dengan jumlah KK Tani sebanyak 1633 KK (Kartu Keluarga) dan jumlah KK Non Tani sebanyak 1090 KK. Menurut status petani, jumlah petani Desa Situ Udik terdiri dari Pemilik sebanyak 780 orang, Pemilik dan Penggarap sebanyak 1420 orang, Penggarap sebanyak 586 orang, serta buruh tani sebanyak 191 orang.
5.2 Gambaran Umum Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik memiliki enam kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Tani Bersama. Enam kelompok yang bergabung tersebut adalah kelompok tani (keltan) Mitra Tani, Sulanjana, Rukun Setia, Sugih Mukti, Tani Barokah, dan Bina Sejahtera. Gapoktan Tani Bersama berdiri pada tahun 2000, yang diketuai oleh H.Lamsuni bertempat di Kp. Situ Udik Al-Barokah RT 02 RW 09 Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Jumlah anggota gapoktan Tani bersama sebanyak 288 orang. Gapoktan tani bersama mempunyai visi, misi dan tujuan. Visi gapoktan yaitu menciptakan gapoktan yang mandiri yang dapat meningkatkan pendapatan
45
dan kesejahteraan anggotanya. Sedangkan misi gapoktan tani bersama yaitu: meningkatkan kemampuan sumberdaya anggota; memanfaatkan lahan pertanian seoptimal mungkin; meningkatkan produktivitas komoditi pertanian di wilayah tersebut serta mengakses para anggota ke lembaga permodalan, pasar dan informasi teknologi.
Visi dan misi gapoktan tani bersama dijadikan sebagai
tujuan bersama dalam menjalankan usahatani. Susunan pengurus gapoktan tani bersama yang telah disepakati terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris, serta di bantu oleh beberapa seksi atau unit. Unit-unit tersebut antara lain unit usaha: produksi, saprodi, permodalan, pemasaran dan alsintan (alat mesin) pertanian. Struktur organisasi Gapoktan Tani Bersama dapat dilihat di Lampiran 1. Sebelum musim tanam tiba, semua pengurus dan anggota melakukan rapat untuk membuat rencana usaha kelompok, yang di dalamnya berisi mengenai penentuan waktu tanam, jumlah kebutuhan anggota dan untuk membahas informasi-informasi dari dinas instansi terkait mengenai programprogram atau membaca kondisi cuaca musim tanam yang akan dihadapi. Pembuatan rencana usaha kelompok ini dimaksudkan agar jadwal tanam semua anggota dapat dilaksanakan secara serempak. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani anggota gapoktan yaitu usahatani padi. Selain budidaya padi, anggota juga menanam palawija seperti: ubi jalar, bengkoang dan singkong. Menanam padi dilakukan dua kali dalam setahun yaitu musim tanam Asep (April-September) dan Musim Okmar (Oktober–Maret). Penelitian dilakukan dengan mengambil data musim Oktober-Maret.
5.3 Karakteristik Petani Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani yang telah mengusahakan padi varietas ciherang pada musim tanam sebelumnya dan tergabung dalam anggota gapoktan tani bersama. Karakteristik petani yang dianggap penting mencakup umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, status kepemilikan lahan dan alasan bertani padi. Hal ini dipilih karena dianggap berpengaruh dalam pelaksanaan usahatani padi utamanya dalam teknik budidaya, yang akan berpengaruh pada produksi yang dihasilkan.
46
5.3.1 Umur Petani responden di daerah penelitian berumur antara 30-77 tahun dengan rata-rata umur 53,2 tahun. Persentase umur tertinggi yaitu sebesar 52 persen berada pada kelompok umur 46-61 tahun yang berjumlah 18 orang. Persentase umur terendah sebesar 17 persen berada pada kelompok umur 62-77 tahun yang berjumlah 6 orang. Rincian sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
30-45
11
31
46-61
18
52
62-77
6
17
Total
35
100
Dari Tabel 5 tersebut terlihat bahwa, tidak ada petani responden yang berusia muda, usia petani responden diatas 30 tahun. Hal ini karena tidak ada regenerasi petani dari para kaum pemuda, kaum pemuda lebih banyak yang bekerja diluar bidang pertanian, karena mereka menganggap bahwa pekerjaan petani adalah pekerjaan yang tidak menghasilkan banyak uang, mempunyai resiko yang tidak dapat diukur, dan juga kurang populer.
5.3.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani responden di duga akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Para petani responden yang melakukan usahatani padi sebagian besar berpendidikan SD yaitu sebanyak 26 orang, dengan persentase 74,29 persen dari total responden. Responden lainnya dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA yang masing-masing berjumlah enam orang dan tiga orang, dengan persentase 17,14 persen untuk yang berpindidikan SMP dan 8,57 persen untuk yang mempunyai tingkat pendidikan SMA. Sedangkan responden yang lulusan perguruan tinggi tidak ada. Secara rinci tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.
47
Tabel 6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
SD/ Sedarajat
26
74,29
SMP/Sederajat
6
17,14
SMA/Sederajat
3
8,57
Perguruan tinggi
0
0
Total
35
100
Pendidikan formal petani responden secara umum masih rendah, tetapi petani dapat membaca dan menulis. Pendidikan nonformal diperoleh dari pengalaman bertani, dan pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh dinas terkait. Sebaran tingkat pendidikan yang beragam dapat membantu petani responden dalam berbagi ilmu pengetahuan antar petani. Masyarakat yang perpendidikan tinggi juga lebih banyak yang bekerja diluar bidang pertanian, karena anggapan mereka bahwa gaji yang didapat diluar pekerjaan sebagai petani lebih banyak dan pasti, dan tidak beresiko akan kehilangan modal jika mengalami gagal panen.
5.3.3 Pengalaman Usahatani Padi Pengalaman usahatani dapat menentukan keberhasilan usahatani yang sedang dijalankan. Petani yang lebih berpengalaman dalam usahatani padi secara umum akan lebih mampu untuk meningkatkan produktivitas dibandingkan petani yang kurang berpengalaman. Pengalaman petani responden di gapoktan Tani Bersama antara 8 - 35 tahun dengan rata-rata selama 20,77 tahun. Pada umumnya petani responden melakukan usahatani padi secara turun temurun, sehingga mempunyai pengalaman yang cukup lama. Pengalaman petani responden dalam berusahatani padi yang paling banyak yaitu lebih dari 10 tahun. walaupun pengalaman para petani responden sudah lama, tetapai kebanyakan dari mereka berusahatani secara tradisional. Jarang dari petani responden ini yang melakukan analisa usahatani. Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani disajikan pada Tabel 7.
48
Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Padi Pengalaman Usahatani (Tahun)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
1 - 10 tahun
5
14,29
11 - 22 tahun
19
54,29
> 23 tahun
11
31,43
Total
35
100
5.3.4 Luas Lahan Usahatani Padi Petani responden di gapoktan Tani Bersama memiliki luas lahan yang beragam yaitu antara 0,13 – 2 hektar dengan luas rata-rata 0,95 hektar. Persentase luas lahan yang paling tinggi yang digunakan dalam usahatani padi berada pada kategori luas lahan 0,5 – 1 hektar yaitu sebesar 45,71 persen sebanyak 16 orang dari total jumlah petani responden. Rata-rata kepemilikan lahan di lokasi penelitian masih besar karena wilayah tersebut merupakan wilayah pertanian produktif dan mata pencaharian penduduknya adalah bertani. Jumlah penguasaan lahan secara rinci tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Luas Lahan (Hektar)
Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
< 0,5
10
28,57
0,5 – 1
16
45,71
>1
9
25,71
Total
35
100
5.3.5 Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan petani responden terdiri dari milik sendiri (pemilik) dan bukan milik sendiri. Bukan milik sendiri terbagi menjadi dua yaitu sewa dan penggarap. Status kepemilikan antara sewa dan penggarap berbeda, jika sewa maka penyewa akan membayarkan sejumlah uang kepada pemilik tanah sebagai biaya sewa, untuk digunakan berusahatani dalam jangka waktu tertentu misalkan satu musim tanam atau satu tahun dan hasil panen sepenuhnya menjadi milik penyewa tanah . Sedangkan penggarap, tidak mengeluarkan uang tunai kepada pemilik lahan sebagai bayaran atas tanah yang dimiliki, hanya penggarap
49
melakukan usahatani pada tanah tersebut, kemudian hasil panennya akan dibagi dengan pemilik tanah. Di lokasi penelitian sistem ini disebut Maro/Maparo. Pembagiaan hasilnya yaitu 20 persen untuk pemilik tanah dan 80 persen bagi penggarap. Jumlah petani responden yang memiliki status lahan sebagai pemilik sebanyak 25 orang (71,43 %) dari total jumlah responden. Status lahan penggarap sebanyak 10 orang dengan persentase 28,57 persen dari total jumlah responden. Secara rinci status kepemilikan lahan petani responden disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Status Kepemilikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Penggarap 10 28,57 Pemilik 25 71,43 Sewa 0 0 Total 35 100 5.3.6 Alasan Bertani Padi Bertani padi merupakan usahatani yang dilakukan secara turun temurun oleh petani responden. Kriteria alasan bertani padi di lokasi penelitian yang dilakukan oleh responden antara lain karena musim, pemasaran terjamin, dan tradisi. Adapun alasan bertani padi petani responden dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Alasan Bertani Padi Alasan Usahatani
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Musim
9
25,71
Pemasaran terjamin
8
22,86
Tradisi
15
43
Lain-Lain
3
3
Total
35
100
Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa alasan petani responden memilih usahatani padi sebagian besar karena tradisi atau adat kebiasaan, dengan persentase 43 persen atau sebanyak 15 orang responden. Alasan lainnya yaitu karena pemasaran sebanyak 22,86 persen atau 8 orang dari total jumlah responden. Petani responden beranggapan bahwa selama semua orang masih mengkonsumsi beras, maka padi masih akan laku dijual. Musim adalah alasan
50
yang juga dipilih oleh petani responden, hal ini karena di lokasi penelitian dekat dengan sumber air, sehingga saat kemarau tetap bisa membudidayakan padi. Dan alasan lain-lain adalah alasan dengan prosentase paling kecil yaitu tiga persen. Responden yang alasannya diluar alasan yang disebutkan digolongkan ke dalam alasan lain-lain. Alasan lain-lain ini contohnya karena tidak ada pilihan pekerjaan lain selain menjadi seorang petani.
51
VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA
6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama dilakukan dengan menghitungkan tingkat input yang digunakan terhadap tingkat produksi yang diperoleh. Analisis yang digunakan analisis fungsi produksi Cobb-Duoglass. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam usahatani padi sawah varietas diherang adalah benih (X1), pupuk urea (X2), pupuk KCl (X3), pupuk NPK (X4) dan tenaga kerja (X5). Faktor-faktor tersebut merupakan input-input utama yang digunakan dalam usahatani padi sawah. Hasil pendugaan fungsi produksi padi sawah varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11.Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglass Usahatani Padi Sawah Varietas Ciherang di Gapoktan Tani Bersama Koefisien Regresi 2,336
T-Hitung 2,26
P-Value 0,032
VIF
Benih (X1)
0,3804
1,39
0,176
1,6
Pupuk Urea (X2)
0,22502
2,57
0,016
2,7
Pupuk KCl (X3)
0,2183
1,65
0,110
5,0
Pupuk NPK (X4)
0,15144
2,27
0,031
2,4
Tenaga Kerja (X5)
0,4821
3,09
0,004
4,8
Variabel Konstanta
R-Sq = 89.0 % R-Sq(adj) = 87.1% P = 0.000 F-Hitung = 46.73 Dari Tabel 11, dapat diperoleh persamaan analisis fungsi produksi Cobb Douglass komoditi padi sawah varietas ciherang adalah sebagai berikut : Ln Y
= 2.34 + 0.380 Ln X1 + 0.225 Ln X2 + 0.218 Ln X3 + 0.151 Ln X4 + 0.482 Ln X5
Dimana : Y : Produksi padi sawah (ton/Ha) X1 : Benih (Kg/Ha) X2 : Pupuk Urea (Kg/Ha)
52
X3 X4 X5
: Pupuk KCl (Kg/Ha) : Pupuk NPK (Kg/Ha) : Tenaga kerja (HOK) Dari hasil pendugaan model menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 89.0 persen dengan nilai determinasi terkorelasi (R2 adjusted) sebesar 87.1 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) mempunyai arti bahwa sebesar 89,3 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersamasama oleh faktor benih , pupuk urea , pupuk KCl , pupuk NPK dan tenaga kerja. Sedangkan 11 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktorfaktor lain diluar model yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi adalah tingkat kesuburan tanah, jarak antara lahan dengan sumber air. Untuk menguji variabel bebas yang digunakan dalam input produksi dapat dilakukan dengan cara uji-F (uji signifikan korelasi ganda) dengan menggunakan model analisis fungsi produksi yang diperoleh. Nilai F-Hitung dibandingkan dengan nilai F-Tabel. Nilai F-Hitung tersebut masih lebih besar daripada nilai FTabel hal ini menunjukkan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani padi sawah yang meliputi benih (X1), pupuk Urea (X2), Pupuk KCl (X3), Pupuk NPK (X4) dan Tenaga kerja (X5) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi padi sawah varietas ciherang. Untuk melihat tingkat kelayakan asumsi OLS, dilakukan analisis terhadap model penduga fungsi produksi. Asumsi OLS meliputi multikolinearitas, homoskedastisitas dan normalitas error. Analisis mengenai multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada Lampiran 5. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya multikolinearitas pada model yang disusun. Nilai VIF pada model penduga fungsi produksi padi sawah varietas ciherang tidak menunjukkan adanya nilai yang lebih dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidal ada multikol. Analisis asumsi homoskedastisitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan grafik yang tersaji dalam Lampiran 5. Pada grafik menunjukkan plot antara residual dengan fitted value yang tersebar dan tidak menunjukkan pola yang sistematis. Hal ini juga menunjukkan bahwa model yang disusun tidak menunjukkan homoskedastisitas.
53
Hasil analisis model penduga fungsi produksi padi sawah varietas ciherang secara sistematis telah memenuhi asumsi OLS, hal ini juga dapat dianalisis dengan melihat nilai p-value. Nilai p-value nol menunjukkan bahwa asumsi OLS terpenuhi, dan menunjukkan bahwa model fungsi produksi tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel dependent (output/hasil produsksi) dan variabel independent (input produksi).
6.2 Elastisitas Produksi dan Skala Usaha Nilai koefisien regresi dalam model fungsi produksi Cobb Douglass merupakan nilai elastisitas produksi dari variabel-variabel produksi tersebut. Bersasarkan Tabel 18, penjumlahan nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Model produksi yang diduga menunjukkan bahwa jumlah nilai-nilai parameter penjelas adalah 1,45726 Angka tersebut merupakan hasil dari penjumlahan koefisien regresi faktor produksi yang dalam hal ini dianggap sebagai elastisitas dari faktor-faktor tersebut. Jumlah nilai elastisitas lebih dari satu menunjukkan bahwa usahatani padi sawah varietas ciherang berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Nilai ini mengandung arti bahwa penambahan satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi sebesar 1,45726 persen.
a. Benih (X1) Penggunaan benih merupakan salah satu komponen yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi. Benih padi memiliki pengaruh yang positif dalam produksi padi sawah varietas ciherang dengan nilai koefisien sebesar 0.380. Nilai koefisien tersebut mengandung arti bahwa jika terjadi peningkatan penggunaan benih sebesar satu kilogram perhektar maka dapat meningkatkan produksi padi seebesar 0.380 ton perhektar dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Hal ini berkaitan dengan jumlah penambahan populasi tanaman ataupun umur bibit saat penanaman. Nilai elastisitas tersebut, menunjukkan bahwa benih yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena memiliki nilai yang berada diantara nilai nol dan satu (0<Ep<1).
54
b. Pupuk Urea (X2) Nilai koefisien regresi penggunaan pupuk urea sebesar 0.225 dan mempunyai nilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sarana input pupuk urea mempunyai pengaruh terhadap peningkatan produksi padi. Nilai tersebut mengandung arti bahwa setiap penambahan satu kilogram perhektar pupuk urea akan meningkatkan hasil produksi sebesar 0.225 kilogram perhektar dengan asumsi variabel lain tetap (Cateris Paribus). Nilai elastisitas tersebut, menunjukkan bahwa pupuk urea yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena memiliki nilai yang berada diantara nilai nol dan satu (0<Ep<1).
c. Pupuk KCl (X3) Nilai koefisien pupuk KCl adalah 0.218. Nilai koefisien tersebut positif dan hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk KCL terhadap produksi padi juga positif. Nilai koefisien pupuk KCl mengandung arti setiap penambahan pupuk KCl satu kilogram perhektar akan meningkatkan hasil produksi padi sebesar 0.218 ton perhektar dengan asumsi variabel lain tetap (Cateris Paribus). Nilai elastisitas tersebut, menunjukkan bahwa pupuk urea yang digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena memiliki nilai yang berada diantara nilai nol dan satu (0<Ep<1). Berdasarkan kondisi dilapangan petani responden belum banyak yang memanfaatkan jerami padi untuk digunakan sebagai pupuk. Hal ini berarti bahwa penggunaan pupuk KCl oleh petani masih kurang, dan untuk memperkecil biaya penambahan pupuk KCl dapat didapatkan dari kompos dari jerami padi.
d. Pupuk NPK (X4) Variabel pupuk NPK dalam model mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0.151 dan bernilai positif, yang berarti memberikan pengaruh yang positif juga terhadap penambahan produksi padi. Setiap penambahan satu kilogram pupuk NPK akan meningkatkan produksi padi sebesar 0.151 ton/hektar cateris paribus. Penggunaan pupuk NPK di lokasi penelitian masih kurang dari dosis yang dianjurkan. Anjuran penggunaan pupuk NPK 300 kg/ha, sedangkan dilokasi
55
penelitian rata-rata penggunaan pupuk NPK hanya 119 kilogram perhektar. Sehingga penggunaan pupuk NPK perlu ditambahkan.
e.
Tenaga Kerja (X5) Koefisien regresi variabel tenaga kerja adalah 0.482 dan bernilai positif.
Setiap penambahan satu HOK tenaga kerja dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0.482 ton/hektar cateris paribus. Hasil kondisi di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja saat panen masih kurang. Pada saat panen, jika jumlah pemanen hanya sedikit maka akan mempengaruhi kemasakan atau kematangan bulir padi, sehingga banyak padi yang rontok karena terlalu tua dan menyebabkan berkurangnya hasil padi. Untuk itu penggunaan jumlah tenaga kerja yang cukup saat panen, sangat diperlukan agar jumlah padi yang hilang bisa diminimalisir.
56
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG
7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil wawancara dan kondisi di lokasi penelitian dimulai dari pengolahan lahan, persemaian, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman (pengairan dan penyiangan), dan pemanenan.
7.1.1 Pengolahan lahan Pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan bajak kerbau atau traktor. Pengolahan lahan dimaksudkan untuk membuat struktur tanah menjadi lunak, dengan cara membalikkan tanah, sehingga dapat digunakan untuk menanam padi. Pengolahan tanah dilakukan sebanyak dua kali. Pemilihan cara pengolahan lahan dengan traktor atau bajak dipengaruhi oleh besarnya biaya dan waktu. Membajak dengan menggunakan bajak lebih murah dibandingkan dengan menggunakan traktor, tetapi membutuhkan waktu yang relatif lama. Biaya pengolahan tanah dengan menggunakan bajak kerbau sebesar Rp.1.000.000,00 perhektar dan membutuhkan waktu selama 6-8 hari. Sedangkan dengan menggunakan mesin traktor biaya yang dibutuhkan lebih mahal yaitu sebesar Rp.1.500.000,00 per hektar dengan waktu pengerjaan pengolahan tanah selama 34 hari.
7.1.2 Persemaian Luas persemaian atau pembenihan adalah 0,04 dari luas lahan yang akan digunakan untuk penanaman padi. Jumlah benih yang digunakan perhektar ratarata sebanyak 26,25 kg. Jika ditinjau dari jumlah benih yang seharusnya digunakan yaitu sekitar 25 kg perhektar, penggunaan benih oleh petani dapat dikatakan
berlebih
dari
standar
seharusnya.
Hal
ini
dilakukan
untuk
mengantisipasi jika ada keong mas, sehingga sisa benih digunakan untuk menyulam tanaman. Benih yang digunakan oleh petani adalah benih varietas ciherang. Alasan penggunaan benih varietas ciherang karena rasa yang enak, dan
57
tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit seperti wereng coklat dan hawar daun.
7.1.3 Penanaman Penanaman dilakukan dengan menggunakan bibit muda, yang berumur kurang dari 21 Hari Setelah Tanam (HST). Maksud dari penanaman bibit muda yaitu agar tanaman menghasilkan jumlah anakan yang banyak sehingga akan menghasilkan produksi yang banyak. Jumlah bibit yang ditanam perumpun yaitu 3-4 bibit. Jumlah bibit yang digunakan juga melebihi standar yang ditetapkan oleh instansi terkait, seharusnya jumlah bibit yang digunakan 1-2 bibit perumpun. Petani tidak menanam bibit dengan jumlah 1-2 bibit karena dianggap bibit muda rentan terhadap hama keong mas. Penanaman dapat dilakukan dengan menggunakan sistem tegel atau sistem legowo. Sistem tegel adalah menanam padi dengan menggunakan jarak yang sama antara jarak tanaman dalam barisan dan jarak tanam antar barisan, misalnya 25 cm x 25 cm. Sedangkan sistem tanam legowo adalah sistem tanam yang menggunakan jarak tanam yang tidak sama antara jarak dalam barisan dan jarak antar barisan. Misalnya sistem legowo 2:1 dengan jarak 25 cm x 25 cm, ini berarti jarak tanam dalam barisan 12,5 cm sedangkan jarak antar barisan adalah 50 cm, hal ini karena ada barisan yang ditarik kedalam barisan sebelahnya. Jumlah populasi dengan menggunakan sistem legowo lebih banyak daripada jumlah populasi dengan menggunakan jarak tanam sistem tegel. Penanaman yang dilakukan oleh petani dilokasi penelitian menggunakan sistem tegel, dengan jarak tanam 22 cm x 22 cm. Dengan menggunakan jarak tanam sistem tegel ini jumlah populasi tanaman dalam satu hektar dapat dihitung. Jumlah populasi tanaman dalam satu hektar sebanyak 206.612 tanaman. Sistem tanam legowo jarang dilakukan oleh petani di daerah penelitian, hal ini dikarenakan penanaman dengan menggunakan sistem legowo membutuhkan ketelitian dari para penanam karena mereka belum terbiasa, sehingga biaya tenaga kerja untuk penanaman akan meningkat. Untuk itu petani lebih suka menggunakan sistem tegel.
58
7.1.4 Pemupukan Dari hasil penelitian, seluruh petani melakukan pemupukan padi sawah dengan menggunakan pupuk kimia dan pupuk kandang. Jumlah dosis pupuk kimia dan pupuk kandang yang digunakan belum sesuai anjuran. Pupuk kandang yang dipakai tidak menggunakan ukuran jumlah, hal ini disesuaikan dengan jumlah pupuk kandang yang ada. Dosis pupuk urea 250 kg/ha, KCl 75 kg/ha, dan NPK 300 kg/ha. Sedangkan penggunaan pupuk di lokasi penelitian rata-rata setiap masing-masing jenis adalah : Urea 227 Kg/Ha, KCl 69 Kg/Ha dan NPK 119 Kg/Ha. Rata -harga pupuk di lokasi penelitian yaitu : Urea Rp.1.800,00 dan KCl Rp.2500,00 NPK Rp.2500,00. Anjuran pemupukan Urea (N) dengan menggunakan BWD (Bagan warna Daun) dan pemupukan P dan K dengan penggunaan peta status hara tidak dilakukan oleh petani di daerah penelitian, hal ini dikarenakan petani tidak memiliki alat BWD dan juga belum mampu menggunakan alat tersebut secara terampil. Sehingga pemupukan padi di lokasi penelitian dilakukan sebanyak dua kali yaitu saat tanaman berumur kurang dari 7 Hari Setelah Tanam (HST) atau biasa disebut pemupukan dasar, dan pemupukan susulan dilakukan antara umur 25-35 HST. Penggunaan pupuk pada saat pemupukan dasar yaitu setengah dosis pupuk urea dan setengah dosisnya lagi digunakan saat pemupukan susulan. Sedangkan SP36, KCl pemberian pemupukannya dilakukan sekaligus di awal penanaman atau saat pemupukan dasar.
7.1.5 Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman yang meliputi pengairan, penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan oleh petani di daerah penelitian berdasarkan kondisi yang ada. Pengendalian hama dan penyakit hanya dilakukan jika dalam tanaman padi tersebut terlihat ada serangan hama atau penyakit. Jika tidak ada tanda-tanda tanaman tersebut diserang maka pengendalian hama tidak dilakukan. Untuk penyiangan biasanya dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum pemupukan dilakukan. Penyiangan dilakukan dengan tujuan membersihkan area pertanaman dari gulma atau tanaman penggangu agar tanaman padi dapat hidup dengan subur dan tidak bersaing dalam memperoleh hara tanaman.
59
Penyemprotan untuk tujuan pengendalain hama dan penyakit hanya dilakukan jika di area pertanaman terdapat gejala tanaman terserang, jika petani merasa tanaman padi sudah cukup terganggu dengan adanya gejala penyakit maka mereka melakukan penyemprotan. Berdasarkan pengalaman petani dapat membaca situasi atau kondisi bahwa akan muncul hama atau penyakit. Hal ini biasanya diketahui dari jumlah curah hujan yang turun. Jika curah hujan terlalu tinggi dan panas disiang hari kurang maka akan menyebabkan kelembaban yang tinggi di area pertanaman yang akan menyebabkan munculnya hama wereng. Musim tanam bulan oktober-maret (MT Ok-Mar) adalah musim tanam yang sering disertai dengan adanya Organisme Penggangu Tanamna (OPT), sedangkan musim tanam April-September (MT A-Sep) adalah musim tanam yang jarang di sertai munculnya OPT. Untuk mengatasi serangan OPT selain dengan melakukan penyemprotan pestisida petani juga melakukan pergiliran tanaman, yaitu menanam varietas padi yang berbeda-beda setiap musim tanam. Meskipun pengambilan data penelitian dilakukan pada waktu musim tanam Oktober-Maret tetapi pada saat itu, tidak terjadi serangan hama dan penyakit.
7.1.6 Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur antara 115-125 HST. Pemanenan dilakukan dengan memotong batang padi dengan menggunakan arit bergerigi. Di daerah penelitian pemanenan masih dilakukan dengan cara sederhana hanya dengan menggunakan batu atau papan sebagai alat untuk merontokkan padi, belum menggunakan alat seperti pedal tresher. Dari hasil wawancara pemanenan tidak menggunakan alat karena lokasi panen yang sulit untuk dijangkau alat tersebut (tidak praktis jika membawa alat pedal tresher). Pemanenan yang hanya menggunakan alat sederhana memungkinkan kehilangan hasil atau loses yang tinggi kurang lebih 10%.
Hasil output dan input dan
digunakan dalam usahatani padi varietas ciherang per periode musim tanam per rata-rata luas satu hektar dapat dilihat pada Tabel 12.
60
Tabel 12. Hasil Output dan Input yang Digunakan dalam Usahatani Padi Varietas Ciherang per Musim Tanam per Rata-rata Luas Satu Hektar . No Komponen Jumlah fisik Satuan Harga/Satuan (Rp) A Output Padi yang dijual 4508 Kg 2.500 Padi Yang dikonsumsi 575 Kg 2.500 Output yang hilang 662 Kg 2.500 Total Output 5745 Kg 2.500 B Input 1 Lahan 1 Hektar 4.000.000 2 Benih 26,26 Kg 7.000 3 Pupuk Kimia Urea 227 Kg 1.800 KCl 69 Kg 2.500 NPK 119 Kg 2.500 4 Tenaga Kerja 121 HOK 20.000
7.2 Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Padi Sarana produksi merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan suatu kegiatan usahatani. Sarana produksi yang digunakan petani di gapoktan Tani Bersama terdiri dari lahan, benih, pupuk kimia (Urea, KCl dan NPK), tenaga kerja dan peralatan usahatani.
7.2.1 Penggunaan Lahan Lahan merupakan input yang sangat penting dalam kegiatan usahatani padi. Lahan digunakan untuk budidaya dalam usahatani. Pada umumnya kepemilikan lahan petani di daerah penelitian adalah berlahan sempit yaitu dibawah satu hektar dengan status kepemilikan pemilik dan penggarap. kepemilikan lahan yang sempit dipengaruhi beberapa faktor antara lain adanya sistem pembagian warisan, sehingga kepemilikan lahan menjadi sempit.
7.2.2 Penggunaan Benih Benih yang digunakan adalah benih padi varietas ciherang. Petani di daerah penelitian menggunakan benih ini karena padi varietas ini mempunyai rasa yang enak dan banyak disukai oleh konsumen. Petani menanam varietas ciherang dengan alasan cuaca saat itu bagus, curah hujan yang turun tidak terlalu tinggi, sehingga jika menanam padi varietas ini kemungkinan adanya serangan hama 61
penyakit sangat kecil. Petani juga melakukan pergiliran varieras, yaitu menanam padi dengan varietas yang berbeda-beda setiap musim tanamnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko munculnya hama penyakit. Sebagian besar petani menggunakan benih baru, yang di dapat atau di beli dari toko pertanian dengan harga Rp.7.000,00 per kilogram. Rata-rata penggunaan benih per hektar yaitu 26,26 kg.
7.2.3 Penggunaan Pupuk Kimia Penggunaan pupuk kimia yang digunakan oleh petani di daerah penelitian dalam usahatani padi antara lain urea, KCl dan NPK. Rata-rata penggunaan pupuk setiap musim tanam per hektar untuk pupuk urea, KCl dan NPK masing-masing adalah Urea 227 Kg/Ha, KCl 69 Kg/Ha dan NPK 119 Kg/Ha. Petani mendapatkan pupuk kimia dari kios saprotan terdekat. Gapoktan belum menyediakan saprotan untuk para anggotanya.
7.2.4 Penggunaan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu input yang penting dalam manajemen usahatani padi. Tenaga kerja yang digunakan oleh petani di daerah penelitian dalam usahatani padi adalah tenaga kerja orang mulai dari pengolahan tanah sampai dengan pemanenan. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja pria dan wanita. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani padi ini menggunakan satuan Hari Orang Kerja (HOK) dengan rata-rata melakukan aktivitas selama enam jam perhari yaitu mulai pukul 06.00-12.00 WIB. Pembayaran upah tenaga kerja dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena ada perbedaan kapasitas pekerjaan yang dibebankan. Upah yang diberikan setiap satu hari kerja yaitu Rp. 25.000,00 untuk pria dan Rp. 12.500,00 untuk tenaga kerja wanita. Tenaga kerja wanita dihitung dalam HKW (Hari kerja wanita) dan dikonversikan ke dalam HKP (Hari kerja pria) sebesar 0,5. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi dibedakan menjadi dua yaitu Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Penggunaan rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan oleh petani di daerah
62
penelitian untuk sekali musim tanam per hektar adalah 121 HOK yang terdiri dari 31,15 HOK TKDK dan 89,85 HOK TKLK. Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani padi meliputi pengolahan
tanah,
pembibitan,
penanaman,
pemupukan,
penyiangan,
pengendalian HPT dan pemanenan. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk masing-masing kegiatan dalam usahatani padi per musim tanam perhektar disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Pada Usahatani Padi per Musim Tanam per Hektar Jumlah No Kegiatan (HOK) Persentase Nilai (Rp) 1 pengolahan tanah 4,97 15,96 99.400 2 Pembibitan 5,78 18,56 115.600 3 Penanaman 3,13 10,05 62.600 4 Pemupukan 3,73 11,97 74.600 5 Penyiangan 5 16,05 100.000 6 pengendalian HPT 5,85 18,78 117.000 7 Pemanenan 2,69 8,64 53.800 Jumlah 31,15 100,00 623.000 Pada Tabel 13 diperoleh data dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan petani pada usahatani padi dengan menggunakan TKDK. Masing-masing kegiatan mempunyai persentase yang hampir sama. Kegiatan pembibitan dan kegiatan pengendalian HPT merupakan kegiatan yang banyak memerlukan tenaga kerja dalam keluarga, yaitu sebesar 5,78 dan 5,85 HOK atau 18,56 % dan 18,78% per periode tanam. Pada kegiatan pembibitan ini, biasanya hanya dilakukan oleh anggota keluarga. Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang memiliki persentase terkecil yaitu 2,69 HOK atau 8,64 % hal ini karena dalam pemanenan biasanya menggunakan tenaga kerja dari luar, atau biasanya menggunakan jasa pengepak. Biaya rata-rata TKDK yang dikeluarkan petani responden sebesar Rp.623.000,00. Rata-rata penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) oleh petani padi untuk masing-masing kegiatan per periode tanan per hektar disajikan dalam Tabel 14.
63
Tabel 14. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Pada Usahatani Padi per Musim Tanam per Hektar Jumlah No Kegiatan (HOK) Persentase Nilai (Rp) 17,20 1 pengolahan tanah 15,45 309.000 3,39 2 pembibitan 3,05 61.000 25,43 3 penanaman 22,85 457.000 4,95 4 pemupukan 89.000 4,45 21,70 5 penyiangan 390.000 19,5 2,23 6 pengendalian HPT 40.000 2 25,10 7 Pemanenan 451.000 22,55 100,00 1.797.000 89,85 Tabel 14 menunjukkan bahwa persentase penggunaan TKLK terbesar yaitu pada pemanenan dan penanaman yaitu sebesar 25,10 persen dan 25,43 persen yang membutuhkan biaya sebesar Rp. 451.000,00 dan 457.000,00. Kegiatan usahatani yang juga membutuhkan biaya yang banyak yaitu penyiangan tanaman yaitu sebesar Rp 390.000,00 dengan persentase 21,70 persen. Pada kegiatan ini pengolahan tanah umumnya petani responden menggunakan traktor atau kerbau sehingga pengoperasiannya menggunakan tenaga kerja luar keluarga persentase penggunaan tenaga kerja yaitu sebesar 17,20 persen dengan biaya 309.000,00. Pengendalian hama penyakit memiliki persentase paling kecil sebesar 2 persen yang biasanya dilakukan oleh petani itu sendiri, dan hanya dilakukan sekali selama musim tanam untuk mencegah adanya serangan hama.
7.2.5 Penggunaan Peralatan Usahatani Peralatan merupakan sarana penunjang kegiatan usahatani yang perlu dimiliki oleh petani. Peralatan yang dimiliki oleh petani padi antara lain : cangkul, golok, sabit, dan sabit gerigi. Peralatan pertanian tersebut diperoleh dari kios saprotan (sarana produksi pertanian). Peralatan yang digunakan oleh petani sangat berpengaruh terhadap biaya tetap yang akan dikeluarkan oleh petani yaitu pada biaya penyusutan. Biaya penyusutan ini dilakukan untuk menghitung nilai investasi alat-alat pertanian yang menyusut setiap tahunnya. Biaya penyusutan ini termasuk ke dalam biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai. Besarnya biaya penyusutan peralatan pada usahatani padi per musim tanam per hektar sebesar
64
Rp.41.218,00 dengan lama tanam selama empat bulan. Penghitungan nilai penyusutan yaitu dengan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis peralatan tersebut. Nilai penyusutan untuk peralatan usahatani padi dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Padi per Musim Tanam per Hektar. N o
1 2 3 4
Jenis
Jumlah
Peralatan
Cangkul Golok/Sabit Sabit Gerigi Hand Spayer Jumlah
Umur
Jumlah
Alat
Harga Beli/Uni t
Teknis
(Rp)
(Buah)
(Rp)
(Th)
Biaya Penyu sutan (Rp/Thn )
Biaya Penyu sutan (Rp/Musi m Tanam)
Perse n tase (%)
2 1
48667 17583
2 2
97333 17583
48667 8792
16222 2931
39 7
2
20500
2
41000
20500
6833
17
1 6
274167
6
274167
45694 123653
15231 41218
37 100
Pada tabel 15 menunjukkan bahwa persentase tingkat penyusutan terbesar berada pada alat cangkul sebesar 39 persen dengan biaya penyusutan per musim tanam Rp. 16.222,00. Kondisi ini dipengaruhi oleh harga dan umur teknis alat tersebut, dimana cangkul merupakan sarana produksi yang sering digunakan dalam kegiatan usahatani terutama pada persiapan lahan. Selain cangkul alat hand spayer juga memiliki biaya penyusutan yang besar yaitu 37 persen dengan biaya Rp. 15.231,00 permusim tanam.
7.3 Penerimaan Usahatani Padi Sawah Penerimaan usahatani adalah jumlah total produk yang dijual berdasarkan pada harga yang berlaku di pasar. Penerimaan usahatani padi sawah terdiri dari penerimaan tunai dan total. Total
produksi
rata-rata padi
sawah varietas
ciherang petani responden mencapai 5745 kilogram per musim tanam per hektar. Sebanyak 79 persen dari seluruh hasil dijual, 10 persen untuk konsumsi dan sebanyak 11,53 persen merupakan kehilangan hasil (loses). Harga jual padi pada saat panen Rp.2.500 per kilogram. Rata-rata penerimaan tunai dan penerimaan
65
total usahatani padi yang diperoleh petani responden per musim tanam per hektar sebesar Rp. 11.270.000,00 dan Rp. 14.362.500,00
7.4 Pengeluaran Usahatani Padi Sawah Pengeluaran usahatani padi sawah dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai yaitu biaya yang dikeluarkan petani responden selama kegiatan usahatani per musim tanam, mulai dari penanaman sampai dengan pemanenan. Sedangkan biaya diperhitungkan yaitu biaya yang dikeluarkan oleh petani responden tidak dalam bentuk nilai tunai. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden meliputi benih, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk NPK, Tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan pajak lahan. Rata-rata biaya tunai per musim tanam per hektar seluruh petani responden adalah Rp 2.942.753,33 (38,68 %) dari biaya total. Pajak lahan (PBB) termasuk ke dalam biaya tunai dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan Rp.83.333,33 permusim tanam perhektar untuk petani yang menggarapnya sendiri (lahan milik sendiri) sedangkan petani penggarap tidak membayar pajak. Biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani padi meliputi sewa lahan, penyusutan peralatan dan tenaga kerja dalam keluarga. Sewa lahan merupakan komponen biaya diperhitungkan bagi petani yang menggarap lahan sendiri (pemilik lahan) atau pun bagi petani penggarap, hal ini karena petani penggarap tidak mengeluarkan uang tunai untuk menyewa lahan tetapi dengan cara bagi hasil. Sewa lahan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena lahan mempunyai nilai ekonomi yang terus meningkat dibandingkan sarana lainnya. Rata-rata
biaya
diperhitungkan
permusim
tanam
perhektar
adalah
Rp
4.664.218,00 (61,32%).Sedangkan rata-rata biaya total yang dikeluarkan petani responden permusim tanam perhektar adalah Rp 7.606.971,33 Komponen biaya pada usahatani padi sawah varietas ciherang dapat dilihat pada Tabel 16.
66
Tabel 16. Rata-Rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Pada Usahatani Padi per Musim Tanam per Hektar Persentase No Keterangan Total Nilai (Rp) (%) A Biaya Tunai 1. Sarana Produksi - Benih Rp 183.820,00 2,42 - Urea Rp 408.600,00 5,37 - KCl Rp 172.500,00 2,27 - NPK Rp 297.500,00 3,91 2. Tenaga Kerja Luar Keluarga Rp 1.797.000,00 23,62 3. Pajak (PBB) Rp 83.333,33 1,10 Total Biaya Tunai Rp 2.942.753,33 38,68 B Biaya Diperhitungkan 1. lahan (sewa lahan) Rp 4.000.000,00 52,58 2. Penyusutan Peralatan Rp 41.218,00 0,54 3. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Rp 623.000,00 8,19 Total Biaya Diperhitungkan Rp 4.664.218,00 61,32 C Jumlah Total Biaya Rp 7.606.971,33 100,00
7.5 Pendapatan dan Nilai R/C Rasio Usahatani Padi Ciherang Nilai pendapatan usahatani padi ciherang diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani pada penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan biaya total dengan biaya total usahatani padi. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani responden per periode tanam sebesar Rp. 8.327.247 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp. 6.755.529. Hasil perhitungan usahatani padi sawah varietas ciherang untuk analisa R/C rasio atas biaya tunai diperoleh 3,83. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,- akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 3,83. Nilai R/C rasio lebih dari satu menunjukkan bahwa usahatani tersebut mampu memberikan keuntungan 3,83 kali dari biaya yang dikeluarkan. R/C rasio atas biaya total sebesar 1,89. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap Rp 1,- biaya total yang dikeluarkan petani akan
67
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,89,-. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi sawah ini menguntungkan. Secara rinci pendapatan dan nilai R/C rasio usahatani padi sawah varietas ciherang dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Pendapatan dan Nilai R/C Rasio Usahatani Padi per Musim Tanam per Hektar No
Komponen
Nilai (Rp)
A
Penerimaan tunai
11.270.000
B
Penerimaan diperhitungkan
3.092.500
C
Total penerimaan (A+B)
14.362.500
D
Biaya tunai
2.942.753
E
Biaya diperhitungkan
4.664.218
F
Biaya total (D+E)
7.606.971
G
Pendapatan atas biaya tunai (A-D)
8.327.247
H
Pendapatan atas biaya total (C-F)
6.755.529
I
R/C rasio atas biaya tunai (A/D)
3,83
J
R/C rasio atas biaya total (C/F)
1,89
7.6 Analisis Efisiensi Ekonomi Efisiensi produksi dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input atau faktor produksi yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesarbesarnya. Syarat keharusan dan syarat kecukupan harus terpenuhi dalam mencapai keuntungan maksimal suatu usahatani. Terpenuhinya kedua syarat tersebut dapat dipenuhi dengan menggunakan persamaan Value Marginal Product (Py.MPxi) atau Nilai Produk Marginal (NPM) dan Marginal Factor Cost (MPC) atau Biaya Korbanan Marginal (BKM) atau disebut juga harga masing-masing faktor produksi itu sendiri. Tingkat efisiensi ekonomis dari faktor-faktor produksi dapat dilihat dari besarnya rasio nilai marginal produk (NPM) dengan biaya korbanan marginal (BKM) per periode produksi. Faktor produksi yang dapat dianalisis adalah faktorfaktor produksi yang bersifat fisik dan yang dapat dinilai dengan rupiah. Jika nilai rasio NPM/BKM >1 maka penggunaan faktor produksi belum efisien, sehingga masih dapat ditingkatkan. Jika nilai NPM/BKM < 1 maka penggunaan faktor produksi melebihi batas optimal, sehingga untuk mencapai kondisi optimal
68
penggunaannya harus dikurangi.
Penggunaan faktor produksi yang telah
mencapai optimal dan berada pada kondisi yang menguntungkan adalah pada saat nilai NKM/BKM=1, pada kondisi tersebut penggunaan faktor produksi telah efisien secara ekonomi. Rasio NKM dan BKM untuk masing-masing faktor produksi dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rasio Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) Faktor-Faktor Produksi Usahatani Padi Sawah Varietas Ciherang Variabel Benih
Penggunaan Koefisien Rata-Rata Regresi Aktual 26,26 0,3804
163256,2
7000 23,3223153
Penggunaan Input Optimal 29,16
NPM
BKM
NPM/BKM
Pupuk Urea
227
0,22502
11171,7
1800 6,20649878
256,16
Pupuk KCl
69
0,2183
35655,67
2500 14,2622667
75,70
Pupuk NPK
119 121
0,15144 0,4821
14342,26 44903,03
2500 5,73690353 20000 2,24515165
227,56
Tenaga Kerja Produksi Rata-rata (Kg/Ha) Harga Output (Kg)
271,66 4508,00 2500,00
Tabel 18 menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi aktual dan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) pada produksi padi. Rasio-rasio NPM dengan BKM dari setiap faktor produksi menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani padi di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik tidak efisien cesara ekonomi, karena nilai-nilai rasio NPM/BKM tidak ada yang sama dengan satu. Rasio ini juga berarti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi sawah belum optimal pada jumlah produksi yang sama. Variabel benih mempunyai nilai produk marjinal (NPM) sebesar Rp. 163.256,2 dengan biaya korbanan marjinal (BKM) sebesar Rp. 7.000. Nilai NPM ini berarti bahwa setiap penambahan penggunaan benih sebanyak satu kilogram akan meningkatkan penerimaan sebanyak Rp. 163.256,2. Rasio antara NPM dan BKM dari benih 23,32 yang artinya bahwa variabel benih efisien dalam penggunaannya. Untuk mencapai kondisi yang efisien benih harus ditambah hingga mencapai 29,16 kg. Jumlah ini lebih besar dari jumlah benih anjuran dari
69
pemerintah karena di lokasi penelitian biasanya ada hama keong mas, yang memakan bibit yang baru ditanam. Nilai Produk Marjinal untuk pupuk urea adalah Rp. 11.171,7 dan biaya korbanan sebesar Rp.1.800,00. Nilai NPM berarti bahwa setiap penambahan satu kilogram pupuk urea akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp. 11.171,7. Nilai rasio NPM/BKM variabel pupuk urea adalah 6,21 yang berarti bahwa penggunaan pupuk urea belum efisien. Untuk menjadi efisien penggunaan pupuk urea harus ditambah penggunaan aktualnya hingga mencapai 256,16 kg. Nilai Produk Marjinal untuk pupuk KCl adalah Rp. 35.655,67 dan biaya korbanan sebesar Rp.2.500,00. Nilai NPM berarti bahwa setiap penambahan satu kilogram pupuk urea akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp. 35.655,67. Nilai rasio NPM/BKM variabel pupuk KCl adalah 14,26 yang berarti bahwa penggunaan pupuk urea belum efisien. Untuk menjadi efisien penggunaan pupuk urea harus ditambah penggunaan aktualnya hingga mencapai 75,70 kg. Nilai Produk Marjinal untuk pupuk NPK adalah Rp. 14.342,26 dan biaya korbanan sebesar Rp.2.500,00. Nilai NPM berarti bahwa setiap penambahan satu kilogram pupuk NPK akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp. 14.342,26. Nilai rasio NPM/BKM variabel pupuk NPK adalah 5,74 yang berarti bahwa penggunaan pupuk urea belum efisien. Untuk menjadi efisien penggunaan pupuk NPK harus ditambah penggunaan aktualnya hingga mencapai 227,56 kg. Jumlah penggunaan input optimal lebih sedikit dari jumlah pupuk rekomendasi, hal ini disesuaikan dengan kondisi di daerah penelitian. Karena petani responden menggunakan pupuk kimia tunggal seperti urea dan KCl sehingga jumlah penggunaan pupuk majemuk NPK harus dikurangi agar tidak memperbesar biaya produksi atau dengan menambahkan penggunaan kompos jerami. Tenaga kerja mempunyai NPM Rp. 44903,03 dan biaya korbanan sebesar Rp.20.000. nilai NPM memiliki arti bahwa penambahan satu HOK tenaga kerja, akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp. 44903,03. Rasio NPM terhadap BKM sebesar 2,25 yang artinya penggunaan tenaga kerja belum efisien. Untuk menjadi efisien penggunaan tenaga kerja aktualnya harus ditambah hingga mencapai 271,66 HOK. Penambahan penggunaan tenaga kerja dapat mengurangi kehilangan hasil yang diakibatkan keterlambatan waktu saat panen.
70
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang di gapoktan Tani Bersama desa Situ Udik adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi padi sawah varietas ciherang yaitu benih, pupuk urea, pupuk KCl , pupuk NPK dan tenaga kerja. 2. Pada
usahatani
padi
sawah
varietas
ciherang
yang
diusahakan
menghasilkan pendapatan atas biaya tunai per musim tanam per hektar sebesar Rp. 8.327.247,00 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp. 6.755.529,00. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani padi sawah dari sejumlah responden di gapoktan Tani Bersama dikatakan menguntungkan. Hal ini dapat dilihat pada nilai R/C rasio lebih dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C atas biaya total masing- masing sebesar 3,83 dan 1,89. 3. Variabel-variabel atau faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam peningkatan produksi padi tersebut belum efisien dalam penggunaannya. Hal ini karena nilai rasio NPM/BKM lebih besar dari satu (NPM/BKM >1) sehingga penggunaan aktual dari input tersebut harus ditambah mencapai penggunaan input optimal.
8.2 Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan maka disarankan : 1. Untuk meningkatkan pendapatan usahatani padi dapat dilakukan dengan cara memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi agar lebih efisien. Faktor
produksi
yang
belum
optimal
penggunaannya
sebaiknya
ditambahkan kembali sampai dengan batas optimal faktor tersebut.
71
2. Sebaiknya jerami dari hasil panen tidak dibakar, tetapi dikembalikan lagi kedalam tanah, karena jerami mengandung unsur Nitrogen, Pospor dan Kalium sebagai pengganti pupuk kimia. Dan dalam jangka panjang pemberian jerami ke dalam tanah akan memperbaiki struktur tanah, dan juga akan memperkecil biaya pembelian pupuk kimia. 3. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menyediakan saprodi untuk para anggotanya, sehingga ketersediaan pupuk saat musim tanam tersedia bagi anggota. Selain itu harga pupuk juga lebih murah dibandingkan dengan membeli di toko pertanian, hal ini akan dapat mengurangi biaya produksi.
72
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2011. Data Statistik Produksi Tanaman Padi dan Palawija. Bogor :BPS Kab.Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat. 2011. Jawa Barat dalam Angka. Produksi Padi Dan Palawija. Bandung : BPS Propinsi Jawa Barat. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. 2004. Pedoman Umum Kegiatan Percontohan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu 2004. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. 2007. Deskripsi Varietas Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Deskripsi Varietas Padi Sawah. Bogor: BPPP Press. Budi, Kurniawan. 2007. Teknik Bercocok Tanam Padi. Jakarta:Penebar Swadaya. Buffa, Elwood S., dan RK. Sarin. 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Edisi Kedelapan, Jilid I. Jakarta: Banarupa aksara. Coelli, Tom, Prasada Rao dan George B. 1998. An Introduction to Efficiency and Production Analysis. Boston:Kluwer Academic Publishers. Damayanti, F. 2007. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi sawah (Studi Kasus di Desa Purwodadi Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah) [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Dajan, Anto. 1985. Pengantar Metode Statistik Jilid I. Jakarta: Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2011. Monografi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor:Distanhut. Dinas pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. 2007. Budidaya Padi Sawah. Bantul:Distanhut. Disti, Citra. 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Program PengelolaanTanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Subang [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
73
Hasibuan, Askuri. 2003. Analisis Peramalan Produksi CPO di PT.Soefindo [Skripsi]. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hessie, R. 2009. Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri Serta Implikasinya Terhadap Swaswmbada Beras Di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Kebede, Tewodros, A. 2001. Farm Household Technical Efficiency : A Stochastic Frontier Analysis, a Study of Rice Producers in Mardi Watershed in the Western Development Regional of Nepal. Master Thesis Submitted to Departement of Ecomomics and Social Sciences Agricultural University of Norway. Kurniasih, Ai. 2006. Optimalisasi Pendapatan Usahatani Kasus: di Desa Tegallega Kecamatan Warung Kondang Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lastary, Yenny. 2006. Analisis Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga di Kota Bogor. [Skripsi]. Program studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lidia, Theresia P. 2008. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat:Pendekatan Stochastic Production Frontier [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lipsey, RG, Steiner PO, Purvis DD. 1995. Pengantar Ekonomi Jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara. Machmud, Mas’ud. 1990. Analisis Pengembangan Supra Insus di Sulawesi Selatan Dalam Rangka Pemantapan Swasembada Beras Nasional. Tesis. Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Rahim A. Diah R. 2007. Ekonomi Pertanian (Pengantar, Teori dan Kasus). Jakarta: Penebar Swadaya. Rohela. 2008. Dampak Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Terhadap Pendapatan Petani. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sarwono, J. 2010. PASW Statistic 18 Belajar Statistik Menjadi Mudah dan Cepat. Yogyakarta: Andi.
74
Soekartawi, Soeharjo A. Dilon J.L. dan J.B.Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : Universitas Indonesia. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Jakarta: CV Rajawali. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sukirno S. 2002. Pengantar Teori Mikroekonomi Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani Edisi ke 3. Jakarta: Penebar Swadaya. Wesley D Seitz, Gerald C Nelson, Harold G Halcrow. 1994. Economics of Resourse, Agriculture, and Food Singapore
75
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Struktur Organisasi Gapoktan Tani Bersama Tahun 2011 Pelindung 1. Kades Ds. Situ Udik 2. Penyuluh Pendamping
Ketua H.Lamsuni
Sekretaris
Bendahara
Dadang
M.Khoir
Unit Saprodi
Unit Permodalan
Unit Produksi
Unit Pemasaran
Unit Alsintan
Asep
Ruslan
Inda
Jajat
M.Fanani
Anggota
77
Lampiran 2. Analisis Usahatani Padi sawah Varietas Ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Per Musim tanam (MT Oktober-Maret) Tahun 2011 No A B C D
E
Komponen Penerimaan tunai Penerimaan diperhitungkan Total penerimaan Biaya tunai 1. Sarana Produksi - Benih -Urea -KCl -NPK 2. Tenaga Kerja Luar Keluarga 3. Pajak (PBB) Biaya diperhitungkan 1. lahan 2. Penyusutan Peralatan 3. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
F G H I J
Biaya total Pendapatan atas biaya tunai (A-D) Pendapatan atas biaya total (C-F) R/C rasio atas biaya tunai (A/D) R/C rasio atas biaya total (C/F)
Jumlah fisik 4508 1237 5745
Satuan kg kg kg
Rp Rp Rp
Harga/Satuan 2.500,00 2.500,00 2.500,00
Nilai Rp 11.270.000,00 Rp 3.092.500,00 Rp 14.362.500,00
26,26 227 69 119 89,85
kg kg kg kg HOK
Rp Rp Rp Rp Rp
7.000,00 1.800,00 2.500,00 2.500,00 20.000,00
Rp 183.820,00 Rp 408.600,00 Rp 172.500,00 Rp 297.500,00 Rp 1.797.000,00 Rp 83.333,00 Rp 2.942.753,00
1
Hektar
Rp
4.000.000,00
31,15
HOK
Rp
20.000,00
Rp 4.000.000,00 Rp 41.218,00 Rp 623.000,00 Rp 4.664.218,00 Rp Rp Rp
7.606.971,00 8.327.247,00 6.755.529,00 3,83 1,89
78 78
Lampiran 3. Hasil Analisis Regrasi Linear fungsi Produksi Cobb-Douglass Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah Varietas Ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5 The regression equation is Y = 2.34 + 0.380 X1 Ln Benih+ 0.225 X2 Ln Pupuk Urea+ 0.218 X3 Ln Pupuk KCl + 0.151 X4 Ln Pupuk NPK + 0.482 X5 Ln Tenaga Kerja Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5
Coef 2.336 0.3804 0.22502 0.2183 0.15144 0.4821
S = 0.289896
SE Coef 1.034 0.2742 0.08772 0.1323 0.06681 0.1561
R-Sq = 89.0%
PRESS = 3.77554
T 2.26 1.39 2.57 1.65 2.27 3.09
P 0.032 0.176 0.016 0.110 0.031 0.004
VIF 1.6 2.7 5.0 2.4 4.8
R-Sq(adj) = 87.1%
R-Sq(pred) = 82.90%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source X1 X2 X3 X4 X5
DF 1 1 1 1 1
DF 5 29 34
SS 19.6368 2.4371 22.0739
MS 3.9274 0.0840
F 46.73
P 0.000
Seq SS 2.3102 10.4683 5.4945 0.5625 0.8012
Unusual Observations Obs 10 33
X1 3.00 3.00
Y 7.9194 8.6125
Fit 8.1338 9.5411
SE Fit 0.2325 0.0935
Durbin-Watson statistic = 1.42375
Residual -0.2144 -0.9286
St Resid -1.24 X -3.38R
Lampiran 4. Grafik Hasil Analisis Regresi dalam Model Fungsi Produksi Padi Sawah di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Grafik Residuals Versus the Order of the Data Residuals Versus the Order of the Data (response is Y)
0.50 0.25
Residual
0.00 -0.25 -0.50 -0.75 -1.00 1
5
10
15 20 Observation Order
25
30
35
Grafik Histogram of the Residuals Histogram of the Residuals (response is Y)
14 12
Frequency
10 8 6 4 2 0
-1.0
-0.8
-0.6
-0.4 -0.2 Residual
0.0
0.2
0.4
Grafik Plot Residual dengan Fitted Values 80
Residuals Versus the Fitted Values (response is Y)
0.50 0.25
Residual
0.00 -0.25 -0.50 -0.75 -1.00 7.0
7.5
8.0
8.5 Fitted Value
9.0
9.5
10.0
Grafik Normal Probability Plot of the Residuals Normal Probability Plot of the Residuals (response is Y)
99
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1.00
-0.75
-0.50
-0.25 0.00 Residual
0.25
0.50
81