0
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK (Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang)
Oleh : DEDE MAYA A.14103520
PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
1
RINGKASAN DEDE MAYA. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok (Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang). Dibawah Bimbingan SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA. Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam pemuliaan perekonomian nasional. Mengingat sektor pertanian terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun badai krisis menerpa. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan, selain itu dilihat bahwa peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tahun 2003 sekitar 15,8 persen dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurut hasil Sakernas sekitar 46,26 persen (BPS, 2004). Total produksi buah-buahan di Indonesia tahun 2004 sebesar 14,35 juta ton, beberapa tanaman yang memberikan kontribusi produksi tersebut (lebih dari 10 %) dari total produksi buah-buahan adalah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, sedangkan tanaman salak memberikan kontribusi sebesar 5,58 persen. Salak merupakan buah yang memberikan sumbangan terbesar keempat terhadap buah nasional setelah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, yaitu sebesar 5,58 persen (800.975 ton). Sumbangan produksi daerah Jawa sebesar 526.298 ton dan luar Jawa sebesar 274.677 ton. Propinsi Jawa Tengah merupakan Propinsi penghasil buah salak terbesar yaitu sebesar 235.642 ton. Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah sentra produksi propinsi Jawa Barat yang merupakan daerah yang giat mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Usaha salak di Kabupaten Sumedang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Jumlah tanaman salak mengalami peningkatan pada tahun 2002, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan, kemudian pada tahun 2004 mengalami peningkatan kembali walaupun hanya sedikit. Tanaman salak yang ada di Kabupaten Sumedang belum semuanya tanaman yang bisa menghasilkan atau belum semuanya berproduksi. Dari jumlah tanaman salak yang ada pada tahun 2004 sebanyak 1.272.689 pohon ternyata hanya 907.366 tanaman yang sudah menghasilkan, berarti terdapat 365.320 tanaman yang belum produktif. Hal ini terjadi karena adanya tanaman baru (peremajaan) yang mengganti tanaman salak yang mati. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani salak bongkok, (2) Mengetahui sejauh mana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani salak bongkok, (3) Menganalisis pendapatan usahatani salak bongkok di daearah penelitian. Penelitian ini dilakukan di Dasa Jambu, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung kepada petani responden salak bongkok dengan menggunakan bantuan kuisioner. Data sekunder yang merupakan data penunjang diperoleh dari catatan yang terdapat dari berbagai instansi-instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian. Analisis yang dilakukan beruapa analisis fungsi produksi, analisis elastisistas produksi, analisis efisiensi, analisis pendapatan dan analisis imbangan penerimaan dan biaya.
2
Dalam penelitian ini faktor-faktor produksi yang diduga adalah luas lahan (X1), umur tanaman (X2), jumlah tanaman (X3), pengalaman (X4), tenaga kerja (X5), pupuk kandang (X6), dan pupuk urea (dammy), sedangkan respon yang digunakan adalah produksi (Y). Model yang digunakan untuk menganalisis usahatani salak bongkok adalah model fungsi produksi Cobb- Douglas. Hasil dugaan diperoleh bahwa nilai F-hitung sebesar 226,15 signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama signifikan terhadap produksi. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,2 persen dan nilai koefisien dererminasi terkorelasi (R-Sq) sebesar 95,8 persen. Nilai determinasi ini menunjukkan bahwa 95,8 persen dari variasi produksi dijelaskan oleh model (luas lahan, umur tanaman, pengalaman, tenaga kerja, pupuk kandang dan pupuk urea), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai uji-t menunjukkan bahwa tidak semua variabel penduga signifikan. Nilai thitung untuk variabel umur tanaman, tenaga kerja dan variabel dummy pupuk urea signifikan pada tingkat kepercaayan 99 persen dan luas lahan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan variabel pengalaman dan pupuk kandang tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Skala ekonomi usaha dari penjumlah elastisitas produksi yaitu sebesar 0,594 ini menunjukan bahwa usahatani salak bangkok di Desa Jambu berada di daerah II (daerah rasional) atau pada skala kenaikan hasil semakin lama semakin berkurang (deacreasing return to scale) artinya satu persen dari masingmasing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi salak bangkok sebesar 0,594 persen. Penggunaan faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok di Desa Jambu masih belum mencapai kondisi efisien dan optimal. Rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu, sedangkan pegunaan faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai rasio NPM dan BKM kurang dari satu. Kombinasi optimal penggunaan faktor produksi usahatani salak bongkok diperoleh nilai kombinasi luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK. Hasil analisis Rugi/Laba, diketahui usahatani salak bongkok sudah menguntungkan untuk masing-masing golongan umur kecuali untuk golongan umur < 4 tahun karena pada umur ini tanaman salak bongkok belum berproduksi. Golongan umur tanaman 10-15 tahun lebih menguntungkan dibandingkan dengan golongan umur tanaman yang lainnya, hal ini disebabkan produktivitas salak bongkok yang dihasilkan pada umur tanamana 10-15 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi. Pendapatan atas biaya total diperoleh pendapatan sebesar Rp12.032.800,-. Biaya total terbesar terjadi pada golongan umur tanaman < 4 tahun yaitu sebesar Rp 4.044.750,- per tahun. Pada kondisi optimal penggunaan tenaga kerja menjadi berkurang untuk masingmasing golongan umur. Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah perlunya petani merencanakan dan mengorganisasikan kembali faktor-faktor produksi dalam usahatani salak bongkok dengan menambah luas lahan bila memungkinkan dan mengurangi penggunaan tenaga kerja khususnya tenaga kerja luar keluarga sesuai dengan jumlah input secara tepat dan optimal untuk mencapai keuntungan maksimal. Sebaiknya dilakukan peremajaan tanaman untuk umur tanaman yang lebih dari 15 tahun, bagi petani yang tidak menggunakan pupuk urea sebaiknya menggunakan pupuk urea tersebut karena akan meningkatkan produksi, sedangkan bagi petani yang menggunakan pupuk urea sebaiknya lebih diinstensifkan kembali penggunaannya. Selain itu perlu adanya kegiatan pembinaan dan penyuluhan kepada petani dari instansi-instansi terkait tentang manajemen dan peningkatan usahatani.
3
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI SALAK BONGKOK (Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang)
Oleh : DEDE MAYA A.14103520
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKSTENSI M ANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
4
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menayatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama
:
Dede Maya
NRP
:
A. 14103520
Program studi
:
Ekstensi Manajemen Agribisnis
Judul
:
Analisis
Penggunaan
Faktor-Faktor
Produksi
dan
Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ( Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang ) Dapat diterima sebagai satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mengetahui, Dosen Pembimbinhg
Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc NIP. 130 367 086
Mengetahui Dekan Fakutas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698
Tanggal Kelulusan : 1 Juni 2006
5
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA DENGAN JUDUL
ANALISIS
PENGGUNAAN
FAKTOR-FAKTOR
PRODUKSI
DAN
PENDAPAAN USAHATANI SALAK BONGKOK (KASUS DI DESA JAMBU, KECAMATAN CONGGEANG, SUMEDANG) BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2006
Dede Maya A.14103520
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 1981 di Sumedang, Jawa Barat. Penulis mrupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Inta dan Ibu Een. Pendidikan formal yang dilalui penulis antara lain : Sekolah Dasar Negeri Narimbang I lulus tahun 1994, SMP Negeri I Conggeang lulus tahun 1997, SMU Negeri I Conggeang lulus tahun 2000. Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III pada program studi Manajemen Bisnis Perikanan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program studi ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ( Kasus di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Sumedang )”.
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya serta atas karunia-Nya yang telah dicurahkan dari waktu ke waktu. Sesuai dengan judulnya, penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan tentang penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani salak bongkok dalam meningkatkan pendapatan dan mengetahui kondisi optimalnya. Dengan demikian, penulis mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi salak bongkok, menginformasikan tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan analisis pendapatan usahatani salak bongkok di daerah penelitian dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb- Douglas dan analisis rugi laba. Dari analisis tersebut diperoleh bahwa yang berpengaruh nyata terhadap produksi yaitu umur tanaman, tenaga kerja, variabel dummy pupuk urea dan luas lahan, sedangkan kondisi optimal yang dihasilkan untuk luas lahan yaitu seluas 0,35 hektar dan untuk tenaga kerja 84,01 HOK. Pada kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis untuk memberikan informasi dan data-data yang relevan dengan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, MSc selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Juni 2006
Penulis
8
DAFTAR ISI RINGKASAN.................................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... PERNYATAAN ................................................................................................ RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR TABEL.............................................................................................. DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... I.
PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
II.
Latar Belakang ............................................................................... 1 Perumusan Masalah ...................................................................... 8 Tujuan............................................................................................. 11 Kegunaan ....................................................................................... 11
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Standar Salak ................................................................................. 2.2. Deskripsi Tanaman Salak .............................................................. 2.3. Budidaya Salak .............................................................................. 2.3.1. Iklim .................................................................................... 2.3.2. Tanah ................................................................................. 2.3.3. Penanaman ........................................................................ 2.3.4. Pemeliharaan ..................................................................... 2.3.5. Hama dan Penyakit ............................................................ 2.3.6. Panen ................................................................................. 2.3.7. Pasca Panen ...................................................................... 2.4. Manfaat Salak ................................................................................ 2.5. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 2.5.1. Pendapatan Usahatani Salak ............................................ 2.5.2. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi..............................
III.
12 12 13 13 14 14 14 15 16 17 17 17 17 19
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Penikiran Teoritis .......................................................... 3.1.1. Konsep Fungsi Produksi .................................................... 3.1.2. Analisis Elastisitas Produksi .............................................. 3.1.3. Model Fungsi Produksi Yang Digunakan .......................... 3.1.4. Analisis Efisiensi................................................................. 3.1.5. Konsep Usahatani .............................................................. 3.1.6. Pendapatan Usahatani....................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................
IV.
i iv v vi vii viii ix xi xiii xiv
22 22 25 27 30 32 35 37
METODE PENELITIAN 4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
Lokasi dan Waktu........................................................................... Jenis dan Sumber data .................................................................. Metode Penarikan Sampel............................................................. Metode Analisis Data .....................................................................
40 40 40 41
9
4.4.1. 4.4.2. 4.4.3. 4.4.4. 4.4.5. V.
Analisis Fungsi Produksi.................................................... Analisis Elastisitas Produksi .............................................. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ................ Analisis Pendapatan Usahatani ......................................... Konsep Pengukuran Variabel ............................................
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian .......................................................... 5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian.................................. 5.3. Karakteristik Petani Responden .................................................... 5.3.1. Umur Petani Responden.................................................... 5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden. 5.3.3. Pola Pengusaan Salak Bongkok ....................................... 5.4. Gambaran Umum Usahatani Salak Bongkok................................
VI.
41 45 45 46 47
50 52 54 54 55 57 57
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI SALAK BONGKOK 6.1. Analisis Fungsi Produksi................................................................ 61 6.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ............................. 64 6.3. Analisis Efisiensi Ekonomi ............................................................. 67
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 7.1. Kegiatan Usahatani Salak Bongkok .............................................. 7.1.1. Modal Usahatani ................................................................ 7.1.2. Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja............. 7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok ........................... 7.2.1. Pengeluaran Usahatani Salak Bongkok ............................ 7.2.2. Penerimaan Usahatani Salak Bongkok ............................. 7.2.3. Pendapatan Usahatani Salak Bongkok .............................
70 70 71 73 73 74 75
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan..................................................................................... 80 8.2. Saran ............................................................................................ 82 DAFTAR PUSTAKA Lampiran
10
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Perkembangan Produksi Banyak Pohon dan Produktivitas Salak Indonesia Tahun 1999-2001 ...................................................
3
Perkembangan produksi Salak di Daerah Sentra Produksi Tahun 2000-2001 (Ton) ....................................................................
4
Realisasi Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Sumedang Tahun 2003-2004 ..............................................................................
6
Perkembangan Jumlah Tanaman dan Luas Panen Salak Bongkok di Kabupaten Sumedang Tahun 2000-2004 .....................
7
Perkembangan produksi dan Produktivitas Buah Salak Kabupaten Sumedang Tahun 2001-2004. ......................................
8
Perkembangan Tambah Tanam dan Pembongkaran Tanaman Salak Bongkok Tahun 2002-2004 ....................................................
9
7
Data Pohon dan Jumlah Produksi Salak Bongkok di Kecamatan Paseh dan Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang Tahun 2002-2004 ........................................................... 10
8.
Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah Desa Jambu Tahun 2005 ....................................................................................... 51
9.
Jenis Tanaman Perkebunan, Luas Lahan dan Hasil di Desa Jambu ................................................................................................ 52
10.
Jumlah Penduduk Desa Jambu Menurut Kelompok Umur Tahun 2005 ....................................................................................... 53
11.
Jumlah Penduduk Desa Jambu Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2005.................................................................. 53
12.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Jambu Tahun 2005.................................................................. 54
13.
Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Umur pada Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu 2005 .............................. 55
14.
Sebaran Petani Responden menurut Tingkat Pendidikan pada Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Tahun 2006.......... 56
15.
Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman dalam Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Tahun 2006 ................... 56
16.
Sebaran Pengusahaan Usahatani Salak Bongkok dari Petani Responden di Desa Jambu Tahun 2006............................... 57
11
17.
Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu ................................................................... 62
18.
Hasil Parameter Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Setelah Faktor Jumlah Tanaman Dihilangkan........................................................................................ 63
19.
Rasio Marjinal (NPM) Nilai Produksi dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) Usahatani salak Bongkok di Desa jambu................ 68
20.
Rasio Nilai Marjinal Produk (NPM) dengan Biaya korbanan Marjinal (BKM) Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu pada Kondisi Optimal ................................................................................. 66
21.
Rata-rata Penggunaan Peralatan Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Kecamatan Conggeang Tahun 2005 ...................... 71
22.
Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang Tahun 2005 ...... 72
23.
Rata-Rata Pengeluaran Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Kecamatan Conggeang Tahun 2005.................................... 74
24.
Rata-rata Total Penerimaan Petani Salak Bongkok Berdasarkan Golongan Umur Tanaman Tahun 2005 ...................... 75
25.
Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok Berdasarkan Golongan Umur Tanaman di Desa Jambu Tahun 2005 .................. 76
26.
Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok Pada Tingkat Optimal Per Tahun di Desa Jambu Kecamatan Conggeang ........................................................................................ 78
27.
Rata-rata Produktivitas Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu ................................................................................................ 79
12
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman Persentase Produksi Buah-buahan Tahun 2004 ............................. 2
2.
Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi........................................ 26
3.
Bagan Alur Operasional Penelitian ................................................... 39
13
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman Jenis-jenis Varietas Salak dan daerah Asalnya ............................... 85
2.
Tabel Perbandingan Nilai Gizi antara Salak, Nanas dan Pepaya tiap 100 gram) ................................................................................... 86
3.
Faktor-faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok ............................ 87
4.
Analisis Regresi Faktor-faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu .................................................................................. 89
5.
Analisis Korelasi................................................................................ 90
6.
Analisis Regresi Faktor-faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu setelah Variabel Jumlah Tanaman dihilangkan ...... 91
7.
Peta Wilayah Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat..................................................................... 92
1
I. PENDAHULUAN
Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam pemuliaan perekonomian nasional. Mengingat sektor pertanian terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun badai krisis menerpa. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan, selain itu dilihat bahwa peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia tahun 2003 sekitar 15,8 persen dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurut hasil Sakernas sekitar 46,26 persen (BPS, 2004). Salah satu target pembangunan ekonomi dari pemerintahan kabinet Indonesia bersatu adalah mencapai tingkat pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3,52 persen per tahun dalam periode 2004-2005.
Untuk dapat
mencapai target tersebut, pembangunan di semua subsektor pertanian perlu terus digalakan bukan hanya untuk memacu produksi tetapi juga untuk meningkatkan mutu, daya saing produk dan nilai tambah guna mengangkat pendapatan dan kesejahteraan petani. Pembangunan
disektor
pertanian
selain
bertujuan
produksi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
meningkatkan
Subsektor usaha
tanaman hortikultura termasuk salah satu subsektor yang memegang peranan penting dalam sektor pertanian. Hortikultura merupakan salah satu komoditas yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan diantara berbagai komoditas pertanian yang ada di Indonesia. Ketersedian beragam jenis tanaman hortikultura yang meliputi tanaman buah, sayur, tanaman hias dan tanaman obat yang dimiliki Indonesia dapat menjadi kegiatan usaha ekonomi yang sangat menguntungkan apabila dapat dikelola secara optimal.
2
Masih besarnya peluang pasar komoditas hortikultura ini, baik pasar domestik maupun pasar internasional harus segera di respon dengan pengelolaan produksi yang tepat baik dari jenis, produk, kualitas, kuantitas, kontinuitas maupun distribusi. Salah satu sasaran pembangunan hortikultura tahun 2005-2009 seperti yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Hortikultura adalah meningkatkan produksi hortikultura rata-rata 5,24 persen pertahun. Komoditas salak (Salacca edulis) merupakan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan di Indonesia, menurut Widji (1999), petani salak umumnya dapat hidup layak dari usahataninya. Hal ini disebabkan oleh : (1) Menanam salak sangat mudah dan tidak perlu perawatan khusus yang rumit, (2) Hama penyakit relatif tidak ada dan (3) Buah salak mempunyai umur yang relatif panjang, sehingga dapat memberikan hasil dalam jangka waktu yang lama, itulah yang mendasari pemerintah untuk menetapkan salak sebagai buah unggulan nasional. Total produksi buah-buahan di Indonesia tahun 2004 sebesar 14,35 juta ton, beberapa tanaman yang memberikan kontribusi produksi tersebut (lebih dari 10 %) dari total produksi buah-buahan adalah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, sedangkan tanaman salak memberikan kontribusi sebesar 5,58 persen. Persentase produksi buah-buahan menurut jenis tanaman tahun 2004 dapat dilhat pada Gambar 1.
Lainnya, 11.86% Durian, 4.71% rambutan, 4.95% Nanas, 4.95%
Nangka/Cempedak, 4.95% Pepaya, 5.11% Salak, 5.58%
Mangga, 10.02%
Pisang, 33.97%
Jeruk Siam/Keprok, 13.90%
Gambar 1. Persentase Produksi Buah-buahan Tahun 2004
3
Keterangan
:
Lainnya
merupakan
gabungan
dari
Alpukat,
belimbing,
Duku/langsat, Jambu Biji, Jambu Air, Jeruk Besar, Sawo, Sirsak, Sukun, Manggis, Markisa, Melon, Semangka, dan Blewah,
Salak merupakan buah yang memberikan sumbangan terbesar keempat terhadap buah nasional setelah pisang, jeruk siam/keprok dan mangga, yaitu sebesar 5,58 persen (800.975 ton). Sumbangan produksi daerah Jawa sebesar 526.298 ton dan luar Jawa sebesar 274.677 ton.
Propinsi Jawa Tengah
merupakan Propinsi penghasil buah salak terbesar yaitu sebesar 235.642 ton. Tabel 1. Perkembangan Produksi, Banyak Pohon dan Produktivitas Salak Indonesia Tahun 2000-2004 Jumlah Tanaman Yang
Produksi
Produktivitas
Menghasilkan (Rumpun)
(Ton)
(Ton/Rumpun/Tahun)
2000
36.012.255
423.548
0,012
2001
48.409.035
681.255
0,014
2002
45.408.123
768.015
0,012
2003
42.686.979
928.613
0,022
2004
31.200.998
800.975
0,026
Tahun
Sumber : Badan Pusat Statistik Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa selama tahun 2000-2003 mengalami peningkatan produksi, tetapi pada tahun 2004 mengalami penurunan produksi. Jumlah tanaman yang menghasilkan pada tahun 200-2002 mengalami peningkatan sedangkan pada tahun 2002-2004 mulai mengalami penurunan. Produktivitas terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 0,026 per rumpun.
4
Daerah-daerah di Indonesia banyak yang tercatat sebagai sentra produksi salak akan tetapi, umumnya daerah-daerah itu memproduksi buah salak yang khas. Daerah-daerah yang merupakan sentra produksi salak di Indonesia diantaranya
Padangsidempuan
(Sumatera
Barat),
Serang,
Sumedang,
Tasikmalaya, Batujajar (Jawa Barat), Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, banjarnegara (Jawa Tengah), Sleman (Jogyakarta), Bangkalan, Pasuruan (Jawa Timur), Karang Asem (Bali), Enrekang (Sulawesi Selatan). Propinsi Jawa Barat memempati posisi ketiga dalam hal produksi salak setelah Jawa Tengah dan Sumatera Utara.
Perkembangan produksi salak
dibeberapa sentra produksi salak Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Produksi Salak di Daerah Sentra Produksi Tahun 20002004 (Ton) No
Propinsi
2000
2001
2002
2003
2004
1
Sumatera Utara
124.586
255.080
209.816
214.707
191.713
2
DKI
56
345
75
274
180
3
Jawa Barat
66.651
89.403
113.228
176.958
135.360
4
Jawa Tengah
90.790
176.608
239.332
387.789
235.642
5
DI Jogyakarta
44.710
37.035
72.901
31.031
70.271
6
Jawa Timur
19.693
44.755
43.056
41.586
81.322
7
Bali
59.172
54.522
48.011
34546
36.787
Sumber : Badan Pusat Statistik
Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah produksi propinsi Jawa Barat yang merupakan daerah yang giat mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Usaha salak di Kabupaten Sumedang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Salak lokal
yang dikembangkan di Kabupaten Sumedang adalah salak bongkok. Dinamakan salak bongkok karena pertama kali ditemukan di Desa Bongkok yang terletak dilereng Gunung Tampomas. Kabupaten Sumedang memiliki kondisi tanah yang
5
subur sehingga kualitas salak yang dihasilkan akan bermutu baik. Salak bongkok mulai dibudidayakan sebelum tahun 1960. Pemerintah
Kabupaten
Sumedang
dalam
rangka
meningkatkan
pendapatan asli daerah sendiri pada tahun 2001 mulai mengembangkan komoditas-komoditas unggulan daerah.
Komoditas unggulannya mencakup
sektor pertanian, sektor perikanan, sektor kehutanan, sektor peternakan dan sektor industri. Sektor pertanian peranannya masih dominan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) yaitu sebesar 29,72 persen, serta sumbangan terbesar dari subsektor pertaniaan tanaman bahan makanan termasuk didalamnya tanaman hortikultura sebesar 22,64 persen terhadap subsektor pertanian (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2002). Dari hasil pelaksanaan pembangunan pertanian selama tahun 2004 diberbagai subsektor menunjukkan realisasi pencapaian sasaran terhadap sasaran yang beragam seperti pada sektor tanaman pangan yaitu untuk realisasi produksi padi 105,66 persen, palawija 111,14 persen, sayuran 108,17 persen, dan untuk buah-buahan 110,14 persen (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2004). Salah satu komoditas unggulan di bidang pertanian adalah komoditi tanaman hortikultura khususnya buah-buahan. Populasi Tanaman buah-buahan tahun 2004 dibandingkan tahun sebelumnya mengalami penurunan sebesar 2,57 persen (23.679 kuintal), dimana terdapat pencapaian realisasi produksi untuk beberapa komoditas utama buahbuahan yang mencapai target pada tahun 2004 yang telah ditetapkan. Kontribusi pencapaiaan target produksi 2004 berasal dari komoditas utama walaupun komoditas ini mengalami penurunan produksi dari tahun 2003. Produksi buah-buahan sebesar 897.698 kuintal yang dihasilkan dari 18 komoditas dengan populasi tanaman sebanyak 6.996.822 pohon, tetapi yang berproduksi hanya 6.503.967 pohon. Realisasi luas lahan mengalami penurunan
6
sebesar 1,03 persen (67.984 pohon) dibandingkan realisasi tahun 2003. Terjadinya penurunan pencapaian produksi buah-buahan tahun 2003 disebabkan ada beberapa komoditas tanaman yang produksinya mengalami penurunan. Tabel 3. Realisasi Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Sumedang Tahun 2003-2004 Jumlah Tanaman No
Komoditi
1
Alpukat
2
Belimbing
3
Duku
4
Durian
5
Panen
Produksi
2003
2004
2003
2004
2003
2004
Pohon
Pohon
Pohon
Pohon
Kw
Kw
158.420
72.625
68.443
9.722
9.717
9.643
6.375
751
803
12.471
12.399
4.153
3.257
1.700
1.144
85.940
253.679
38.059
20.687
23.923
12.251
Jambu Biji
72.140
71.155
77.027
77.216
8.344
9.783
6
Jambu Air
12.459
17.634
7.291
9.245
1.399
14.32
7
Jeruk
121.046
127.833
24.395
41.927
4.112
9.317
8
Mangga
371.891
482.621
247.939
262.883
77.966
77.550
9
Manggis
4.822
4.862
1.356
1.401
476
337
10
Nangka
101.315
227.074
99.569
107.673
34.681
46.024
11
Nenas
128.993
133.255
92.346
101.375
1.048
1.128
12
Pepaya
90.969
91.262
145.052
145.379
11.477
14.862
13
Pisang
3.343.412
3.367.460
4.805.150
4.470.634
588.758
563.410
14
Rambutan
151.322
208.220
101.168
65.823
31.882
563.410
15
Salak
1.272.151
1.272.686
673.363
907.366
37.311
19.378
16
Sawo
59.277
60.363
37.733
43.154
12.580
49.137
17
Sirsak
18.742
18.048
8.945
10.507
934
1.144
18
Sukun
11.458
14.478
2.900
3.096
655
890
6.289.224
6.996.822
6.631.951
6.503.967
921.377
897.698
Jumlah
131.991
31.903
26.033
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2003-2004
Dari 18 tanaman buah-buahan yang dibudidayakan tersebut, yang paling banyak diusahakan adalah pisang, salak, mangga, nenas, jeruk, rambutan, alpukat dan nangka. Salak bongkok merupakan buah-buahan yang paling banyak diusahakan, dimana salak bongkok ini merupakan salah satu buah unggulan Kabupaten Sumedang. Daerah sentra produksi salak Kabupaten Sumedang yang paling banyak terdapat di Kecamatan Paseh yang menghasilkan salak sebesar 22.650 kuintal dan Kecamatan Conggeang yang menghasilkan
7
salak sebesar 23.732 kuintal dari produksi seluruh kecamatan di Kabupaten Sumedang. Tabel 4. Perkembangan Jumlah Tanaman dan Luas Panen Salak Bongkok di Kabupaten Sumedang Tahun 2000-2004 Tahun
Jumlah Tanaman (Pohon)
Luas Panen (Pohon)
2000
1.266.486
-
2001
1.234.713
-
2002
1.274.574
577.020
2003
1.272.151
673.363
2004
1.272.689
907.366
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2000-2004
Jumlah tanaman salak mengalami peningkatan pada tahun 2002, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan, kemudian pada tahun 2004 mengalami peningkatan kembali walaupun hanya sedikit. Tanaman salak yang ada di Kabupaten Sumedang belum semuanya tanaman yang bisa menghasilkan atau belum semuanya berproduksi. Dari jumlah tanaman salak yang ada pada tahun 2004 sebanyak 1.272.689 pohon ternyata hanya 907.366 tanaman yang sudah menghasilkan, berarti terdapat 365.320 tanaman yang belum produktif. Hal ini terjadi karena adanya tanaman baru (peremajaan) yang mengganti tanaman salak yang mati. Kabupaten Sumedang mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan usahatani buah-buahan khususnya salak bongkok. Hal ini didukung dengan kondisi alamnya yang cocok untuk mengembangkan usahatani buah-buahan, selain itu luas lahan pertanian yang sesuai untuk pembudidayaan buah-buahan ini merupakan faktor pendukung yang sangat menunjang. Kabupaten Sumedang merupakan daerah yang strategis karena dekat dengan ibukota Provinsi Jawa Barat yaitu Bandung, sehingga mudah untuk memasok dan memasarkan buah-buahan khususnya salak.
8
Perumusan Masalah Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di propinsi Jawa Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan. Kabupaten Sumedang menyimpan cukup banyak jenis atau ragam komoditi buah-buahan yang memiliki prospek cukup bagus yang salah satunya salak bongkok. Beberapa permasalahan terkait dengan kegiatan produksi yang teridentifikasi melalui data sekunder adalah tingkat produktivitas yang masih rendah. Perkembangan produksi dan produktivitas buah salak bongkok Kabupaten Sumedang dapat dilihat dalam Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Buah Salak Kabupaten Sumedang Tahun 2001-2004 Tahun
Produksi(Kwintal)
Luas Panen (Pohon)
Produktivitas (kg/Pohon)
2001
49.883
925.950
3,94
2002
31.699
577.020
2,49
2003
37.311
673.363
5,54
2004
49.137
907.366
5,42
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2001-2004
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa selama tahun 2001-2004 mengalami fluktuasi pada produksi, luas panen dan produktivitas. Buah salak di Kabupaten Sumedang ini mengalami peningkatan yang sangat tajam, kecuali di tahun-tahun tertentu mengalami penurunan seperti
pada tahun 2002 dan tahun 2004.
Penurunan ini diduga disebabkan oleh kurang efisiennya pengelolaan usahatani. Tingkat produktivitas yang dicapai berdampak pada tingkat pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahatani. Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh tersebut dapat ditentukan oleh tingkat produksi dan tingkat harga yang
diterima
mempengaruhi
petani, produksi
begitu dan
pula
ditentukan
pendapatan
oleh
petani.
faktor-faktor Dalam
yang
peningkatan
produktivitas di Desa Jambu ini banyak kendala yang dihadapi petani seperti
9
modal, pengetahuan petani yang masih rendah dan sumber daya input yang belum optimal. Terbatasnya kepemilikan lahan yang dikuasai yang masih relatif sempit dimana luas lahan rata-rata yang dikerjakan petani adalah 0,42 hektar. Tanaman yang dimiliki merupakan tanaman warisan yang turun-temurun, sehingga dalam pemeliharaannya belum dipelihara secara optimal. Hal ini mengakibatkan produksinya tidak optimal sehingga penerimaannya tidak optimal. Petani hanya mementingkan hasilnya saja tanpa memperhatikan pemeliharaannya. (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2002). Hal ini diduga menyebabkan belum optimalnya tingkat produksi yang dihasilkan selama ini. Modal juga merupakan kendala dalam usahatani salak, banyak pohon yang dibongkar (peremajaan) dan tidak bisa ditanami kembali karena kurangnya modal. Tabel. 6. Perkembangan Tambah Tanam dan Pembongkaran Tanaman Salak Bongkok Tahun 2002-2004 Tambah Tanam
Tanaman yang
(Rumpun)
dibongkar (Rumpun)
2002
11.786
1.608
2003
1.827
4.190
2004
2.193
1.658
Tahun
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2002-2004
Harga merupakan salah satu permasalahan juga, dengan banyaknya pesaing salak lain salak bongkok mengalami fluktuasi harga, yang menyebabkan harga di petani rendah yang berakibat kepada keuntungan para petani belum stabil. Pada awal tahun 2005 harga salak yang terjadi di tingkat petani sekitar Rp 900,- sampai 1500,- per kilogram, sedangkan biaya produksi seperti upah tenaga kerja semakin meningkat.
10
Kabupaten Sumedang memiliki dua daerah sentra produksi salak yaitu kecamatan Paseh dan kecamatan Conggeang. Produksi salak bongkok di kabupaten Sumedang khususnya di kecamatan Paseh dan Conggeang pada tahun 2000 mulai menampakkan penurunan selain itu tidak ada peningkatan jumlah pohonnya. Data pohon dan jumlah
produksi salak bongkok di dua
kecamatan penghasil terbesar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Data Pohon dan Jumlah Produksi Salak Bongkok Kecamatan Paseh dan Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang Tahun 2000-2004
Tahun
Kecamatan Paseh
Kecamatan conggeang
Pohon
Produksi (KW)
Pohon
Produksi (KW)
2000
180.608
19.724
1.028.045
31.295
2001
474.406
26.115
273.046
14.511
2002
383.865
19.829
165.990
10.739
2003
193.795
22.303
1.007.685
12.884
2004
196.950
22.650
1.006.892
23.732
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2000-2004
Dilihat dari jumlah pohon dan produksi pada tahun 2004 Kecamatan Conggeang merupakan daerah sentra produksi pertama
yang sebelumnya
diduduki Kecamatan Paseh, maka dipilih sebagai daerah penelitian. Melihat permasalahan diatas yaitu diduganya kurang efisiennya penggunaan faktorfaktor produksi oleh petani dalam budidaya salak bongkok, sehingga menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Padahal biaya hidup semakin meningkat oleh sebab itu perlu dianalisis tingkat pendapatan yang dihasilkan dari usahatani salak bongkok tersebut dan analisis faktor-faktor produksi perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok. Berdasarkan uraian diatas, maka didapat perumusan masalah adalah sebagai berikut :
11
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahatani salak bongkok? 2. Bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani salak bongkok? 3. Berapa tingkat pendapatan usahatani salak bongkok di daearah penelitian? Tujuan 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani salak bongkok 2. Menghitung sejauh mana tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani salak bongkok. 3. Menganalisis pendapatan usahatani salak bongkok di daearah penelitian Kegunaan 1. Sebagai informasi mengenai kondisi usahatani salak bongkok sehingga diharapkan memberikan motivasi kepada petani untuk meningkatkan usahatani salak bongkok 2. Sebagai informasi bagi petani dan instansi-instansi yang terkait dalam rangka pengembangan salak bongkok.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Standar Salak Indonesia telah memiliki standar salak (SNI 01-3167-1992) yang disusun
berdasarkan pada karakteristik buah meliputi keseragaman varietas, tingkat ketuaan, kekerasan buah, kerusakan kulit buah, ukuran jumlah buah yang busuk dan kebersihannya. Menurut standar ini, buah salak dikelompokkan dalam dua kelas mutu yaitu mutu I dan mutu II. Masing-masing kelas mutu terbagi kedalam tiga ukuran berat per buah yaitu besar (= 61 gram), ukuran sedang (33-60 gram) dan ukuran kecil (< 32 gram). Kelompok mutu I apabila seragam (varietas) tua tetapi tidak terlalu matang, teksturnya keras, kulit buah utuh, ukuran seragam dan bebas dari kotoran. Mutu II ukuran boleh kurang seragam, kulit buah kurang utuh dan tekstur cukup keras. Sejauh ini, standar salak dan umumnya standar komoditas hortikultura belum banyak diterapkan.
Pemasaran buah salak di
Indonesia saat ini belum mengikuti standar yang ada, meskipun pelaku pemasaran sudah mengetahui bahwa keuntungan akan diperoleh dengan menerapkan grading karena dapat memperoleh harga jual yang tinggi dan keseragaman ukuran memudahkan penyusunan dalam peti pengepakan. Pelaku penanganan pascapanen yang didominasi oleh pedagang menerapkan cara penggolongan sendiri, dan cara ini berbeda pada setiap sentra produksi. 2.2.
Deskripsi Tanaman Salak Tanaman salak memiliki akar serabut, menjalar mendatar tidak jauh dari
permukaan tanah. Saat akar yang pertama sudah berkurang fungsinya maka akar baru akan tumbuh dan muncul dipermukaan tanah. Batang tanaman salak pendek dan hampir tidak terlihat karena ruas-ruasnya padat dan tertutup oleh pelepah daun yang tertutup rapat. Tanaman yang sudah tua batangnya akan
13
merata ke samping dan dapat bertunas. Tunas baru ini dapat digunakan sebagai bahan tanaman. Buah salak umumnya berbentuk bulat telur atau bulat telur terbalik dengan bagian ujung runcing dan bertangkai rapat dalam tandan buah yang muncul dari ketiak-ketiak pelepah daun.
Tandan buah dapat bercabang 1-2
cabang. Tiap pohon dapat menghasilkan 1-5 tandan dan tiap tandan terdiri dari 10-25 buah. Kulit buah tersusun seperti sisik berwarna kehitaman. Daging buah berwarna kekuningan, kuning kecoklatan atau merah tergantung varietas. Kulit buah sangat tipis sekitar 0,3 mm, rasanya manis, manis agak asam, manis agak sepet atau manis bercampur asam dan sepet. 2.3.
Budidaya Salak Tanaman salak (salacca edulis) adalah tanaman asli indonesia yang
merupakan salah satu buah tropis. Tanaman salak (salacca edulis) termasuk dalam suku (Palmae Arecaceae) yang tumbuh berumpun. Tanaman salak ini dapat hidup bertahun-tahun sehingga ketinggiannya bisa mencapai 7 meter, tetapi pada umumnya tingginya tidak lebih dari 4,5 meter. Tanaman salak termasuk golongan tanaman berumah dua, artinya pada satu tanaman hanya ada satu jenis bunga yaitu bunga jantan atau bunga betina. Jenis-jenis varietas salak dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.3.1. Iklim Tanaman salak ini tumbuh baik di daerah basah sampai pada ketinggian 900 m dari permukaan laut. Salak akan tumbuh dengan baik di daerah curah hujan rata-rata 200-400 mm/bulan. Salak ini cocok ditanam di daerah dengan basah tinggi (Type A) tetapi juga cocok di daerah dengan bulan basah 8-10 bulan /tahun (Type B) dan masih mungkin ditanam di daerah dengan bulan basah 5-7 bulan/tahun (Type C). Kebutuhan sinar matahari 50-70 % atau lebih kurang
14
setengah dari jumlah penyinaran penuh, sedangkan temperatur optimal untuk pertumbuhan salak berkisar 20-300 C. 2.3.2. Tanah Tanaman salak menghendaki tanah yang gembur dan beraerasi baik, oleh karena tanaman salak dapat tumbuh dengan baik pada tanah berpasir. Tanah yang baik untuk pertumbuhan salak adalah yang memiliki kandungan pasir berkisar 45% - 85%, yaitu tanah dengan tekstur berlempung sampai dengan tanah liat berpasir. Tanah netral (pH 6-7) baik untuk tanaman salak, tetapi masih toleran pada tanah yang keasaman sedang yaitu pH 4,5-5,5 atau pada tanah agak basa yaitu pH 7,5-8,5. 2.3.3. Penanaman Sebelum penanaman terlebih dahulu dibuat lubang dengan ukuran 60 cm X 60 cm X 60 cm dengan jarak lubang 2 m X 2,5 m atau 2,5 m X 2,5 m. Pada lahan di lereng pegunungan atau bukit menggunakan jarak tanam rapat yaitu 2 m X 2 m kalau masih mungkin dengan jarak 1,5 m X 1,5 m. 2.3.4. Pemeliharaan Pemeliharan ini terdiri dari pemupukan, penyiangan, pembumbunan, pemangkasan dan pengairain. a.
Pemupukan Pemupukan untuk tanaman salak dilakukan sebanyak dua kali dalam
setahun. Pemupukan pertama dilaksanakan setelah tanaman salak berumur 6-7 bulan. Pemupukan kedua dilaksanakan setelah tanaman salak berumur 1 tahun atau 6 bulan setelah pemupukan pertama dan selanjutnya dilakukan 6 bulan sekali.
Pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk organik anorganik. Pupuk
organik sebanyak 15-20kg/pohon/6 bulan, sedangkan pupuk anorganik terdiri dari urea sebanyak 10g/pohon/6 bulan, TSP sebanyak 100g/pohon/6 bulan dan
15
KCl sebanyak 10g/pohon/6 bulan.
Cara pemupukan dapat berbentuk larikan
atau lingkaran dan kemudian pupuk dibenamkan ke dalam tanah. b.
Penyiangan Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 6 bulan bersama
dengan pemupukan pertama, selanjutnya penyiangan ini dilakukan berdasarkan pertumbuhan gulma. c.
Pembumbunan Pembumbunan dilakukan apabila tanaman salak tingginya sudah lebih
dari 50 cm agar tanaman berdirinya kuat, sehingga tidak mudah roboh bila terkena hujan atau angin. d.
Pemangkasan Pemangkasan dilakukan pada saat tanaman berumur satu tahun dengan
meninggalkan 6-8 pelepah daun. Pemangkasan berikutnya dilakukan setiap 6 bulan atau lebih cepat bila perlu.
Pada tanaman yang telah menghasilkan,
pemangkasan dilakukan setelah panen dilaksanakan. Tujuan dari pemangkasan ini adalah untuk menghilangkan pelepah daun yang kering, merangsang tumbuhnya pelepah daun baru yang baik, membersihkan kebun agar diperoleh aliran udara yang baik dan merangsang pembungaan. e.
Pengairan Cara pemberian air tanaman salak kalau memungkinkan dilakukan di leb
(penggenangan) yaitu memberikan air dengan menggenangi sementara ke kebun pertanaman sampai merata. 2.3.5. Hama dan Penyakit Hama yang menyerang tanaman salak adalah hama silphidol. Hama ini menyerang tandan dan buah salak, umumnya buah yang terserang buah yang letaknya menghadap ke pohon (terlindung sinar). Serangan pada buah berasal
16
pada bagian atas buah sehingga bagian yang rusak dan busuk dimulai dari bagian tersebut dan meluas kebagian bawah buah. Cara pengendalian hama ini yaitu dengan pemberian insektisida sistemik butiran pada buah sekitar akar. Penyakit yang menyerang tanaman salak adalah penyakit bercak daun. Penyakit ini menyerang daun dengan gejala awal bintik warna coklat muda, penyebabnya ialah jamur Pestaliopsis palmarum. Serangan yang berat dicirikan oleh daun menjadi kering seperti terbakar, di dalam bercak tampak bintik-bintik hitam.
Penyakit ini ditularkan melalui luka atau tanpa luka.
Pengendalian
penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kelembaban dan sanitasi kebun serta memperbaiki drainase kebun. 2.3.6. Panen Buah yang telah tua dan siap panen dicirikan oleh warna kulit yang cenderung tua, buku-buku tinggal sedikit, duri pelindung telah membuka, bila buah ditekan terasa empuk dan mengeluarkan aroma harum yang khas. Pemetikan sebaiknya dilakukan dengan selektif dan hanya buah yang tua saja. Pemetikan ini dilakukan karena matangnya buah dalam satu pohon tidak bersamaan. Buah salak yang dikelola secara intensif pada umumnya dapat dipanen tiga kali dalam setahun. Musim panen salak dapat dipilih menjadi tiga periode yaitu panen raya pada bulan November sampai Januari, panen sedang pada bulan Mei sampai Juli dan panen kecil pada bulan Februari sampai April. Dalam satu tandan, masaknya buah tidak seragam.
Umumnya
buah yang
masak lebih dahulu adalah buah bagian ujung. Oleh karena itu pemetikan buah dilakukan secara berkala, dipilih buah salak yang sudah masak, dan buah mudah dipetik dari tandannya.
17
2.3.7. Pasca Panen Kegiatan pasca panen buah salak harus dapat menjamin agar setibanya buah salak ditangan konsumen tetap memiliki mutu yang tinggi, baik tingkat kesegaran maupun kandungan vitamin dan mineralnya. Kegiatan penangan pasca panen meliputi buah salak sewaktu panen, kegiatan di gudang pengumpulan dan pengangkutan. Bila buah salak akan dikirim jauh sebaiknya pemetikan dilakukan sebelum buah matang benar.
Kegiatan di gudang
pengumpulan meliputi sortasi, grading dan pengemasan. 2.4. Manfaat Salak Salak merupakan buah yang banyak mengandung berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Apabila dibandingkan dengan buah apel dan nanas,
salak mempunyai kandungan energi, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor dan besi yang lebih besar. Selain itu, salak tidak mengandung lemak (Lampiran 2). Salak juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan sebagai bahan campuran asinan, manisan basah dan manisan kering. Buah salak dapat dimakan segar maupun sebagai produk olahan atau awetan. Buah salak produk awetan selain manisan bisa juga dibuat wajik dan dodol, hal ini dilakukan untuk menghindari pembusukan buah. 2.5.
Penelitian Terdahulu
2.5.1. Pendapatan Usahatani Salak Produksi rata-rata salak per tahun adalah sebanyak 10.800 kg dengan harga Rp 800 /kg. Jadi penerimaan petani setiap tahunnya adalah sebesar Rp 8.640.000. Biaya total yang harus dikeluarkan pertahunnya adalah sebesar Rp 6.518.938, sedangkan biaya tunai yang harus dikeluarkan adalah Rp.5.408.465. Jadi rasio R/C diatas biaya totalnya adalah sebesar 1,1 untuk R/C diatas biaya tunai adalah sebesar 2,5 (Herawati, 2004).
18
Kuncara (2001) dalam penelitiannya menganalisis usahatani yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing salak bongkok dan meningkatkan pendapatan usahatani para petani. Hasil kajian terhadap petani didapatkan bahwa usahatani salak bongkok tidak begitu menguntungkan dimana nilai R/C rasio hanya sebesar 1,61. Hadaka (2002) dalam penelitiannya menganalisis pendapatan usahatani salak manonjaya dibedakan berdasarkan beberapa golongan umur tanaman, mengingat salak manonjaya merupakan tanaman tahunan, produksi yang dihasilkan tiap tahunnya relatif berbeda. Pembagian golongan umur tersebut adalah < 2 tahun, 2-5 tahun, 6-10 tahun dan >10 tahun.
Hasil analisis
menunjukan bahwa pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total relatif lebih besar dibandingkan golongan umur tanam yang lain, hal ini disebabkan produktivitas salak manonjaya yang dihasilkan pada golongan umur tanam 6-10 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi. Biaya total terbesar terjadi pada golongan umur <2 tahun yaitu sebesar
Rp
4.683.750 per hektar per tahun, sedangkan untuk golongan umur tanam >10 tahun petani mengeluarkan biaya paling sedikit yaitu sebesar Rp 2.092.500 per hektar per tahun. Umur tanam 6-10 tahun tanaman menghasilkan produksi yang maksimum yaitu sebesar 4 ton, kemudian mulai menurun pada umur >10 tahun dengan produksi sebesar 13,75 ton. Hasil penelitian Nasution (2004), bahwa hasil analisis menunjukan penerimaan rata-rata usahatani salak sidempuan adalah Rp. 19.508.888,67 per tahun, sedangkan biaya tetap rata-rata sebesar Rp. 26.140,00, biaya variabel rata-rata sebesar Rp. 920.973,30 dan biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.344.666,67 yang harus dikeluarkan pertahun.
Total pendapatan rata-rata
petani tiap tahunnya adalah Rp. 17.181.386,67 dengan luas lahan 2,28 hektar artinya usahatani tidak memerlukan biaya input yang tinggi dengan pendapatan
19
total yang cukup tinggi. R/C ratio rata-rata setiap petani sebesar 6,4 yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan akan mendapat imbalan penerimaan sebesar Rp. 6,4. 2.5.2. Efisiensi Penggunaan Faktor produksi Pendugaan model fungsi produksi menggunakan model Cobb- Douglas, faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi produksi usahatani jambu mete adalah jumlah tanaman (X1), luas lahan (X2), tenaga kerja (X3), umur tanaman (X4) dan pengalaman (X5). Hasil dugaannya diperoleh bahwa nilai F-hitung sebesar 329,72 signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hal ini menunjukan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama signifikan terhadap produksi. Nilai deteminasi (R2 ) sebesar 96 persen dan nilai koefisien determinan terkorelasi (R-Sq) sebesar 95,7 persen. Nilai determinan tersebut menunjukan bahwa 96 persen dari variasi produksi dijelaskan oleh luas lahan, tenaga kerja, umur tanaman dan pengalaman sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Nilai uji- t yang terlihat bahwa tidak semua variabel penduga signifikan.
Nilai T-hitung
untuk variabel luas lahan signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen dan pengalaman signifikan pada tingkat kepercayan 90 persen. Sedangkan variabel tenaga kerja dan umur tanaman tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen. Berdasarkan analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi menunjukkan bahwa penggunaannya belum optimal, karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal penggunaan faktor produksi usahatani jambu mete diperoleh nilai kombinasi luas lahan 7,84 hektar dan tenaga kerja 16,30 HOK. Pada kondisi ini diperoleh perbandingan analisis pendapatan yang diterima petani. Kondisi aktual pendapatan atas biaya total
20
sebesar Rp 1.506.800 per hektar, sedangkan pada kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 1.592.300 per hektar. ( La Mani, 2005). Berdasarkan penelitian Harsoyo (1999), tentang analisis
efisiensi
produksi dan pemasaran salak pondok di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, menggunakan model biaya translog dan model keuntungan translog. Selain itu, juga melakukan perbandingan antara skala pengusahaan usaha dan antar desa untuk memperoleh efisiensi ekonomi relelatif. Analisis fungsi biaya translog menghasilkan kesimpulan yang konsisten dengan kesimpulan dari analisis fungsi keuntungan translog yaitu bahwa kondisi skala usaha dari produksi salak pondoh adalah increasing return to scale.
Pengusahaan dalam skala lebih dari 1.000
rumpun lebih efisien dibanding dengan yang kurang dari 1.000 rumpun. Berdasarkan hasil penelitian Hartono (2000), ditunjukkan bahwa usahatani markisa di daerah penelitian masih bersifat tradisional dan diusahakan tidak intensif, tapi usaha tersebut masih menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C rasio yang dihasilkan masingmasing golongan petani lebih dari satu.
Hasil analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi diperoleh model regresi dengan peubah bebas yang terdiri dari luas lahan, tenaga kerja, pupuk, dan umur tanaman. Hasil dugaan regresi persamaan produksi memiliki R-sq sebesar 98,1 persen yang berarti keragaman produksi markisa dapat dijelaskan oleh peubah luas lahan, tenaga kerja, pupuk dan umur tanaman. Persamaan tersebut secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi petani responden pada tarafnya 95 persen (a = 5 persen). Penelitian fungsi produksi Cobb- Douglas yang lain dilakukan oleh Kristina (2004), di Desa Lemahputih menunjukkan bahwa hasil regresi untuk sistem monokultur faktor produksi benih, pupuk nitrogen, dan luas lahan berpengaruh
nyata
terhadap
produksi
tomat,
sedangkan
untuk
sistem
21
tumpangsari benih, insektisida, dan luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi tomat. Jumlah elastisitas poduksi dalam model fungsi produksi yang terbentuk untuk petani monokultur adalah 1,2754 menunjukan kenaikan hasil yang meningkat (Incresing return to scale), nilai ini mempunyai arti bahwa setiap penambahan dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi sebesar 1,2754. Pada petani sistem tumpangsari jumlah elastisistas produksi yang terbentuk adalah 0,1942 yang menunjukan bahwa usahatani tomat sistem tumpangsari berada pada kenaikan yang menurun (Decresing return to scale), nilai ini mempunyai arti bahwa setiap penawaran dari setiap masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan menurunkan produksi sebesar 0,9142. Rencana penelitian ini menggunakan alat analisis model fungsi produksi Cobb- Douglas dengan model kuadrat terkecil (Ordinary Last square) atau OLS. Parameter dugaan yang digunakan yaitu jumlah tanaman, luas lahan, tenaga kerja, umur tanaman, pupuk kandang, pengalaman petani dan variabel peubah dummy pupuk urea. Rencana untuk analisis pendapatan dibedakan berdasarkan beberapa golongan umur tanaman, mengingat salak bongkok merupakan tanaman tahunan, produksi yang dihasilkan tiap tahunnya relatif berbeda. Pembagian golongan umur tersebut adalah < 4 tahun, 4-9 tahun, 10-15 tahun dan >15 tahun. Dasar pengelompokan ini adalah karena pada umur 4 tahun tanaman salak mulai berbuah dan sampai umur 9 tahun tumbuh sendiri belum membentuk rumpun. Umur 10 tahun tanaman salak mulai membentuk rumpun yang menghasilkan 6-7 Kg per rumpun. Umur 15 tahun keatas tanaman salak ini mulai menampakan penurunan produksinya.
22
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukkan dan produksi. Masukkan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Karena petani mengetahui berapa jumlah masukkan yang dipakai, maka ia dapat menduga berapa produksi yang akan dihasilkan. (Soekartawi,1986). Jika bentuk fungsi produksi diketahui, maka informasi harga dan biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi faktor produksi yang terbaik. Namun, biasanya petani sukar melakukan kombinasi ini, karena : (1) adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman ; (2) data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar ; (3) pendugaan fungsi produksi tidak hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan; (4) data harga dan biaya dikorbankan mungkin tidak dapat dilakukan secara pasti ; (5) setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus, oleh karena itu keputusan penggunaan faktor produksi, baik dalam kuantitas maupun kombinasi yang dibutuhkan dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh petani (Soekartawi dkk, 1986). Dalam suatu penelitian biasanya faktor-faktor yang relatif dapat dikontrol biasanya diperhitungkan sebagai galat. Secara matematis,
fungsi
produksi neoklasik dapat ditulis sebagai
berikut : Y = f (X1, X2, X3,…… Xm ,; Z1, Z2, Z3,…… Zn) atau Y = f (Xi, Zj)
23
Dimana : Y =
Jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi
Xi =
Faktor-faktor produksi tidak tetap (variabel) yang digunakan dalam proses produksi
Zj =
Faktor-faktor produksi tetap yang digunakan dalam proses produksi
f
Bentuk hubungan yang mentranformasikan faktor-faktor produksi dalam
=
hasil produksi. Menurut Soekartawi (1986), fungsi produksi di atas hanya menyebutkan bahwa produk yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi. Sehingga fungsi tersebut belum dapat memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi, untuk dapat memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi haruslah dinyatakan dalam bentuk yang khas, seperti misalnya : 1.
Y = a + bX………………………... .... (Persamaan Linier)
2.
Y = a + bX – cX2…………….....…..… (Persamaan Kuadrat)
3.
Y = aX1b1 X2b 2 X3b3………………….… (Persamaan Cobb-Douglas)
4.
Y = a + b………………………………. (Persamaan Akar). Menurut Soekartawi (2003), dalam suatu proses produksi terdapat
banyak faktor-faktor produksi yang dapat digunakan tetapi tidak semua faktor produksi digunakan dalam analisis fungsi produksi karena analisis ini hanya merupakan fungsi pendugaan sehingga tergantung dari penting tidaknya pengaruh faktor-faktor produksi tehadap produksi yang dihasilkan. Selanjutnya dalam proses produksi pertanian terdapat variabel produksi yaitu variabel peubah tak bebas (Y) dan variabel peubah bebas (Xi). Keputusan kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi sesuai dengan jumlahnya dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh kebijakan petani. Berikut ini beberapa variabel peubah bebas yang digunakan dalam pendugaan model fungsi produksi dan diduga berpengaruh nyata (signifikan) terhadap besar kecilnya produksi yang dihasilkan dalam usahatani salak bongkok yaitu sebagai
24
berikut : luas lahan, jumlah tanaman, tenaga kerja, umur tanaman, pengalaman, dan pupuk kandang. 1. Luas Lahan : Penggunaan luas lahan di ukur dalam satuan hektar (ha). Luas lahan ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila jumlah penggunaan lahan makin luas atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus). 2. Jumlah Tanaman : Jumlah tanaman di ukur dalam satuan rumpun. Jumlah tanaman ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila jumlah tanaman ditambah atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus). 3. Umur Tanaman : Umur tanaman di ukur dalam satuan tahun.
Umur
tanaman ini diduga berpengaruh negatif terhadap produksi, secara teori bila umur tanaman makin bertambah atau meningkat sebesar 1 persen maka akan menurunkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus). 4. Tenaga Kerja : Penggunaan tenaga kerja di ukur dalam satuan hari orang kerja (HOK). Tenaga kerja ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila jumlah penggunaan tenaga kerja makin banyak atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus). 5. Pupuk : Penggunaan pupuk di ukur dalam satuan kilogram (Kg). Pupuk ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila jumlah penggunaan pupuk makin banyak atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus). 6. Pengalaman : Pengalaman petani di ukur dalam satuan tahun. Pengalaman ini diduga berpengaruh positif terhadap produksi, secara teori bila pengalaman makin lama atau ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar elastisitasnya (Ceteris Paribus).
25
3.1.2. Analisis Elastisitas Produksi Tingkat produktivitas diukur dari suatu proses produksi, terdapat dua parameter yaitu : (1) produk marjinal dan (2) produk rata-rata. Yang dimaksud produk marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu-satuan foktor produksi yang dipakai. Sedangkan produk ratarata (PR) adalah tingkat produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
PM =
Tambahan Output ∆Υ = = f , Χi Tambahan Input Tertentu ∆Χ
PR =
Output Total Υ = Input Total Tertentu Χ i
Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi adalah rasio tambahan relatif produk yang dihasilkan dengan perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
E Prod =
∂Υ Υ PM ⋅ = ∂Χ Χ PR
Untuk menunjukkan jumlah produksi yang dihasilkan dari penggunaan faktor produksi dapat dibedakan menjadi tiga daerah produksi yang memberikan gambaran nilai elastisitas produksi yang diperoleh dari suatu proses produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
26
Gambar 2. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber : Lipsey, 1995
Keterangan : a. Daerah produksi I Daerah produksi I mempunyai elastisitas produksi lebih dari satu yang terletak antara titik asal O dan X2, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar 1 persen akan menyebabkan penambahan output yang selalu lebih besar dari satu persen. Di daerah ini belum tercapai produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan yang maksimum, karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Oleh karena itu, daerah produksi I disebut sebagai daerah irrasional (Irrational region atau Irrational Stage of Production). b. Daerah produksi II
27
Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara nol dan satu, terletak antara titik X2 dan X3 artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar 1 persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi 1 persen dan paling rendah nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang peningkatannya makin berkurang (dimnishing/deacreasing returns). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimal.
Oleh karena itu, daerah produksi II disebut sebagai daerah
rasional (Rational Region atau Rational Stage of Production). c. Daerah produksi III Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor-faktor akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut juga daerah irrasional. 3.1.3. Model Fungsi Produksi yang digunakan Untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan dalam suatu bentuk yang disebut model. Untuk mendapatkan model atau bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi produksi tersebut : (1) dapat dipertanggungjawabkan, (2) mempunyai dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah dianalisis dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi,dkk, 1986). Model fungsi produksi yang khas, digunakan untuk menduga parameter-parameter yang mempengaruhi produksi diantaranya adalah persamaan linier, persamaan kuadrtaik, persamaan eksponensial, persamaan transedental dan persamaan translog. Bentuk model fungsi produksi
28
yang dapat digunakan untuk membuat fungsi produksi ada beberapa macam antara lain adalah model akar pangkat dua, model fungsi kuadratik, model fungsi Cobb-Douglas. Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah fungsi produksi CobbDouglas.
Secara matematik bentuk umum persamaan fungsi produksi Cobb
Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = a X1b1 X2b 2 X3b3 ……. Xnbn eu Untuk memudahkan, model diatas dapat disajikan bentuk linier dan menjadi :
LN Y = ln a +
n
∑ bi . ln X
i
+U
i =1
Dimana : Y = jumlah produksi yang diduga a
= intersep
bi = parameter penduga variable ke-I dan merupakan elastisitas masing-masing faktor produksi Xi = faktor produksi yang digunakan U = kesalahan penganggu. i
= 1,2,3,…..,n
e
= bilangan natural (2,718) Pemilihan model ini didasakan pada pertimbangan adanya kelebihan
fungsi produksi, antara lain : a.
Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb- Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisistas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output. Hal ini ditunjukan oleh turunan pertama fungsi cobb douglas yaitu :
dY = bi
Y Xi
29
bi =
b.
dΥ Χ i • = ΕΡ dΧ i Υ
Jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang diduga sekaligus merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi yang berlangsung.
c.
Mengurangi terjadinya heterokedastisitas, hal ini karena bentuk linier dari fungsi cobb douglas ditransformasikan dalam bentuk log e (ln) dalam bentuk tersebut variasi data menjadi lebih kecil.
d.
Perhitungannya sederhana karena dapat dimanipulasi ke dalam bentuk persamaan linier.
e.
Bentuk fungsi cobb douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya penelitian bidang pertanian. Penyelesaian fungsi produksi cobb- Douglas selalu dilogaritmakan untuk
mengubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka syarat yang harus dipenuhi dalam fungsi produksi cobb- Douglas adalah (1) tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, (2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan, (3) tiap variable X adalah Perfect competition, dan (4) pebedaan lokasi (pada fungsi produksi) yakni iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan. Asumsi lain dalam penggunaan produksi ini adalah bahwa petani berusahtani pada saat produk marjinal semakin menurun dan positif dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan. Namun demikian fungsi produksi Cobb- Douglas juga memiliki beberapa kelemahan seperti elastisitas produksi yang dianggap konstan, nilai dugaan elastisitas produksi akan bias jika faktor produksi yang digunakan tidak lengkap, tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol dan sering terjadi kolinier ganda.
30
3.1.4. Analisis Efisiensi Fungsi produksi menggambarkan transpormasi sejumlah faktor produksi dalam jumlah yang dihasilkan sedangkan untuk mengukur efisiensi dapat dilakukan dengan cara melihat elastisitas produksinya.
Elastisitas produksi
merupakan produk yang dihasilkan akibat perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan. Efisiensi
adalah
suatu
upaya
untuk
mencapai
tujuan
dengan
menggunakan sumberdaya yang dimiliki seminimal mungkin dan dalam prakteknya dikaitkan dengan perbandingan biasa (korbanan) dengan output atau hasil produksi (Hernanto, 1991). Efisiensi merupakan ukuran jumlah relatif dari beberapa input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Dalam terminologi ilmu ekonomi pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu : efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknik apabila produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisensi harga apabila nilai marjinal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi apabila produksi tercapai pada saat penggunaan faktor-faktor produksi dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Efisiensi ekonomi dapat tercapai apabila terpenuhi dua syarat, yaitu syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan mengacu pada hubungan fisik antara faktor-faktor produksi dengan produksi yang dihasilkan, sedangkan syarat kecukupan mengacu pada tingkat efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomis dengan keuntungan maksimum tercapai apabila Nilai Produksi Marjinal sama dengan Biaya Korbanan
31
Marjinal (NPM = BKM), artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor-faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan dengan jumlah yang sama dengan tambahan biayanya. Menurut Soekartawi (2003), model pengukuran efisiensi tergantung dari model yang dipakai. Umumnya model yang dipakai adalah model fungsi produksi. Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisien harga yang dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marjinal suatu input X sama dengan harga nilai produk (input) tersebut. Atau dengan kata lain efisiensi dengan keuntungan marjinal tercapai pada saat NPM sama dengan BKM. Keuntungan merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan total biaya. Secara matematik keuntungan dapat ditulis sebagai berikut :
π = Y .Py −
(∑
n
i =1
X j . PX j + BTT
)
Dimana : π
= Keuntungan
Y
= Hasil produksi (output)
Py
= Harga output per unit
Xj
= Faktor produksi ke- j yang dipakai dalam proses produksi
P Xj = Harga foktor produksi ke-j BTT = Biaya tetap total i
= 1,2,1,....n
Keuntungan maksimal tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing foktor produksi sama dengan nol. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut :
dπ dy = ⋅ P − Px j = 0 dx j dx j y
32
=
Dimana :
dy ⋅ Py = Px j dx j dy dx j
= Produk marjinal faktor produksi ke-j = PMxj . Py = PXj = NPMxj
= BKMxj
Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, maka persamaanya dapat ditulis sebagai berikut : NPMxj
= BKMx j
NPMx j BKMx j
=1
Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi, maka efisiensi tercapai apabila :
NPMx j NPMx1 NPMx2 = = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅⋅ ⋅ =1 BKMx 1 BKMx 2 BKMx j Bila nilai marjinal produk faktor produksi ke- j (NPMx j) lebih besar dari biaya korbanan marjinal faktor produksi ke-j (BKMx j) maka penggunaan faktor produksi ke-j belum efisien, sehingga penggunaanya perlu ditambah, dan sebaliknya bila nilai marjinal produk faktor produksi ke–j (NPMxj) lebih kecil dari biaya korbanan marjinal faktor produksi ke-j (BKMx j) maka penggunaan faktor produksi ke-j belum efisien, sehingga penggunaanya perlu dikurangi. 3.1.5. Konsep Usahatani Hernanto (1991), mengemukakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam, kerja, modal yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian. Berdasarkan definisi tersebut, maka terdapat empat unsur pokok dalam usahatani yang saling terkait dalam pengelolaannya, yakni lahan, tenaga kerja,
33
modal dan manajemen.
Analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui
kekuatan pengelolaan secara menyeluruh. Ini berarti meliputi kekayaan keluarga yang dapat dinilai dan sebagai jaminan atau agunan bank serta usahanya. Informasi ini penting bagi pengelola dalam kedudukannya yang berkaitan dengan kredit, pajak-pajak usaha dan pajak kekayaan (Hernanto,1991). Lahan merupakan faktor produksi yang relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya dimasyarakat tidak merata. Perbedaan golongan petani berdasarkan luas tanah akan berpengaruh terhadap sumber dan distribusi pendapatannya. Lahan pada usahatani bisa berupa lahan pekarangan, tegalan sawah dan sebagainya. Lahan tersebut dapat diperoleh dengan membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap. Penggunaan lahan dapat diusahakan monokultur atau polikultur. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang kedua selain tanah, modal dan pengelolaan. Menurut jenisnya, tenaga kerja usahatani terdiri dari tenaga kerja manusia dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja dapat bersal dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja dari luar keluarga biasanya diperoleh dengan sistem upahan. Tjakrawiralaksana (1983) mengemukakan bahwa konversi tenaga kerja untuk pria : wanita : anak-anak = 1 : 0,8 : 0,5. Untuk menyeragamkan di lapangan, maka konversi tenaga kerja yang digunakan adalah penyetaraan dengan tenaga kerja pria (HKP). Unsur ketiga dalam proses produksi pertanian adalah modal. Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu produk pertanian. Berdasarkan sifat modal dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah modal yang habis pada suatu periode produksi.
Modal tetap meliputi : tanah, bangunan dan alat-alat pertanian,
sedangkan modal bergerak adalah modal yang habis dalam satu periode proses
34
produksi. Modal bergerak meliputi : benih, pupuk, obat-obatan dan piutang di bank. Pengelolaan merupakan unsur terakhir dalam usahatani. Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisasi dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi
yang dikuasai sebaik-baiknya dan
mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahatani. Soekartawi (1986) mengemukakan bahwa tujuan berusahatani dapat dikategorikan
menjadi
dua
yaitu
memaksimumkan
keuntungan
atau
meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan meminimumkan biaya berarti bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Analisis usahatani yang dilakukan harus mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dan nilai produksi yang akan dicapai selama umur proyek, yang keduanya dapat dihitung keuntungan dari usahatani tersebut. Meskipun berada pada kondisi usahatani yang belum efisien, namun kenyataannya petani merasakan bahwa usahatani itu tetap menguntungkan, sehingga masih banyak diusahakan oleh mereka. Biaya usahatani
dapat
berbentuk
biaya
tunai
dan
biaya
yang
diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja.
Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk
menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga (Soekartawi, et al. 1986). Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan
35
upah yang berlaku. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri termasuk biaya diperhitungkan. Biaya atau pengeluaran mencakup juga penurunan inventaris usahatani. Nilai inventaris berkurang karena hilang, rusak atau karena penyusutan. 3.1.6. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dapat digambarkan sebagai bekas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan jasa pengelolaan (manajemen). Besarnya pendapatan usahatani tergantung pada besarnya penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah produksi total dan harga satuan.
Sedangkan pengeluaran atau biaya usahatani adalah nilai
penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibedakan pada proses produksi yang bersangkutan. Menurut Hernanto (1991) biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan berdasarkan : A. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari : 1. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya : pajak, tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian dan bunga pinjaman. 2. Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya : pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pupuk, obatobatan dan biaya tenaga kerja. B. Berdasarkan yang langsung dikeluarkan dan diperhitungkan terdiri dari : 1. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan
36
tenaga kerja luar keluarga.
Biaya tunai ini berguna untuk melihat
pengakolasian modal yang dimiliki oleh petani. 2. Biaya yang tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai ini untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani. Analisis pendapatan usahatani pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun, dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Aspek digunakan adalah harga yang berlaku, kemudian penyusutan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk memperoleh keuntungan maksimum, seorang pengelola usahatani harus menyeleksi, memilih dari semua tingkat penggunaan input yang satu, diantaranya akan memberikan keuntungan yang maksimum (Hernanto, 1991). Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebih-lebihan. Oleh karena itu analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi.
Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk
rupiah yang dikeluarkan (revenue-cost ratio atau R/C ratio). Analisis rasio R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Rasio R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya.
Apabila nilai rasio
R/C > 1 berarti penerimaan diperoleh lebih besar dari pada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan apabila nilai R/C < 1 maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh. Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan
37
keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan tindakan. Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu kegiatan. 3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Pengelolaan salak bongkok masih bersifat tradisional dan kurang intensif.
Hal ini berpengaruh terhadap produksi dan kualitas produksi salak bongkok. Penurunan produksi dan kualitas produk akan mempengaruhi pendapatan petani salak bongkok. Biaya dalam usahatani terdiri dari biaya yang diperhitungkan dan biaya tunai. Komposisi biaya usahatani yang besar menunjukan sebagian besar input yang digunakan dalam usahatani salak bongkok berasal dari sumber luar keluarga petani.
Nilai rasio R/C dapat dilihat dengan membandingkan total
penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat diketahui gambaran ekonomi yang diusahakan serta dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani dan kemungkinan pengembangan komoditas tersebut. Dalam produksi usahatani salak bongkok dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan hal yang berada dalam jangkaun petani untuk diusahakan peningkatan penggunaannya seperti penggunaan pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan manajemen usahatani. Sedangkan faktor eksternal merupakan kelompok faktor yang mempengaruhi produksi tetapi berada diluar jangkauan petani seperti faktor iklim, perubahan harga, serangan hama penyakit dan lain-lain. Pada saat usahatani salak bongkok menghasilkan keuntungan maksimal jika input usahatani digunakan secara optimal, pada kondisi demikian tercapai efisiensi ekonomi. Terdapat dua syarat agar usahatani mencapai tingkat efisiensi tertinggi yaitu syarat keharusan dan syarat kecukupan. Syarat keharusan menunjukkan hubungan fisik antar input usahatani dan produksi salak bongkok.
38
Sedangkan syarat kecukupan menunjukkan rasio nilai produk marjinal (NPM) dengan biaya korbanan marjinal (BKM). Efisiensi ekonomi tercapai saat rasio antara nilai produk marjinal dan biaya korbanan marjinal sama dengan satu.(Doll dan Orazem dalam La Mani, 2005 ). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi tanaman salak bongkok. Produksi tanaman salak bongkok dipengaruhi sejumlah input usahatani. Pemakaian input yang tidak optimal akan mengakibatkan pendapatan dan keuntungan usahatani tidak maksimal. Reorganisasi terhadap input usahatani dilakukan untuk menentukan kombinasi input usahatani salak bongkok yang optimal. Pemakaian kombinasi optimal akan meningkatkan pendapatan dan keuntungan petani salak bongkok secara maksimal. Adapun bagan alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
39
Petani Salak Bongkok
Usaha utama, sebagai tanah warisan yang turun temurun, rata-rata lahan 0,42 ha, skala usaha kecil, kontinuitas produksi belum stabil Terjadi fuktuasi harga sehingga keuntungan petani belum stabil, harga ditingkat petani rendah
Faktor Produksi
Produk
Ø Luas Lahan (Hektar) Ø Jumlah Tanaman (Rumpun) Ø Umur Tanaman (Tahun) Ø Tenaga Kerja (HOK) Ø Pupuk kandang (Kg) Ø Pupuk Urea (Kg) Ø Pengalaman (Tahun)
Harga Input dan Ouput
Analisis
Analisis
Pendapatan
Rugi/Laba
Usahatani Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas (Nilai Elastisitas Produksi)
Elastisitas Faktor-faktor Produksi
Efisiensi Input Usahatani
Kombinasi Optimal
Gambar 3. Bagan Alur Operasional Penelitian
40
IV. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Dasa Jambu, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi buah salak bongkok di Kabupaten Sumedang. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 – Februari 2006. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancara kepada petani responden di lokasi penelitian. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah status kepemilikan lahan, luas lahan, pemakaian faktor- faktor produksi, biaya, output, harga jual, pengalaman, umur tanaman dan karakteristik responden. Data tentang karakteristik daerah penelitain di peroleh dari hasil wawancara dengan pemerintah Desa Jambu. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain tentang realisasi produksi buah-buahan, perkembangan jumlah tanaman, produksi dan produktivitas, data pohon dan jenis variaetas, yang diperoleh dari dinas pertanian Kabupaten Sumedang, Badan Pusat Statistik dan literatur- literatur. 4.3.
Metode Penarikan Sampel Populasi yang dipilih adalah seluruh petani salah bongkok di lokasi
penelitian. Pemilihan responden dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dari populasi yang ada sehingga dapat mewakili semua petani.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di Desa Jambu terdapat dua
41
kelompok tani, dari dua kelompok ini jumlah petani secara keseluruhan adalah 120 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60 petani responden. 4.4.
Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat keragaan usahatani salak di daerah penelitian.
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis
faktor-faktor produksi yang mempengruhi usahatani salak, tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan menganalisis pendapatan usahatani salak. Tahap analisis data yang dilakukan dengan tahap transfer data, editing serta pengolahan data komputer dengan menggunakan program Minitab 13 dan alat hitung kalkulator kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data. 4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Model analisis yang digunakan untuk menduga fungsi produksi di lokasi penelitian adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb- Douglas. Agar model Cobb- Douglas dapat digunakan sebagai model maka ada 7 asumsi yang harus dipenuhi, yaitu : (1) tidak ada pengaruh waktu; (2) elastisitas produksi konstan; (3) teknologi yang digunakan dalam proses relatif tetap dan relatif sama; (4) adanya interaksi antar faktor produksi; (5) cara pengolahan yang relatif sama untuk semua usahatani; (6) berlaku untuk kelompok-kelompok usahatani dan tidak berlaku untuk perorangan; (7) kondisi pasar adalah pasar persaingan sempurna. (Soekartawi, 1986). Model fungsi produksi Cobb- Douglas untuk usahatani salak yang dipertimbangkan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Y = aX1b1 X2b 2X3b3 X4b4 X5 b5 X6b6 e u
42
Dengan mentransformasikan dari fungsi produksi Cobb- Douglas ke dalam bentuk linier logaritmik,
model
fungsi produksi salak ditulis sebagai
berikut : Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3…… + b6 Ln X6 + D + u X1
= Luas Lahan (Ha)
X2
= Umur Tanaman (Tahun)
X3
= Jumlah Tanaman (Pohon)
X4
= Pengalaman (Tahun)
X5
= Tenaga Kerja (HOK)
X6
= Pupuk Kandang (Kg)
D
= Dummy Pupuk Urea (Kg)
Y
= Jumlah Hasil Produksi Salak (Kg)
a
= Konstanta, intersep
b
= Besaran parameter, merupakan koefisien elastisitas masingmasing faktor produksi, dimana i = 1,2,.....,6
Xi
= Faktor produksi yang digunakan dimana i = 1,2,.....,6
u
= Simpangan (error)
Variabel dummy yang digunakan untuk membedakan dua kategori pupuk urea adalah : D = 1 : untuk petani yang menggunakan pupuk urea D = 0 : untuk petani yang tidak menggunakan pupuk urea Metode statistik yang digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat dari faktor produksi dalam fungsi produksi tersebut adalah regresi. Pendugaan terhadap nilai-nilai koefisien regresi digunakan metode kuadrat terkecil biasa (OLS).
Menurut Gujarati (1991), asumsi-asumsi yang harus
dipenuhi dalam pendugaan fungsi produksi dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) adalah : 1) variasi unsur sisaan menyebar normal, 2) tidak ada heteroskedastisitas, 3) tidak ada autokorelasi dan 4) tidak ada korelasi ganda diantara variabel-variabel peubah bebas (multikolinieritas).
43
Dari analisa regresi linier sederhana logaritmik akan di dapat besarnya nilai t-hitung, F-hitung dan R2. Pengujian hipotesa secara statistik hanya dilakukan untuk hasil regresi dari hasil fungsi produksi yang dihasilkan dari pengolahan data. Pengujian statistik t digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas (Xi) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas (Y). Atau mengetahui apakah faktor-faktor produksi (Xi) secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap produksi (Y). Pengujian secara statistik sebagai berikut : Hipotesa : H0 : βi > 0 H1 : βi < 0
; i = 1,2,3,4,......6.
Uji hipotesa yang digunakan adalah :
t − hitung =
b i - (β i ) Se (b i )
Kriteria Uji : |t-hitung| < t-tabel (α/2, n-k) → Terima H0 |t-hitung| > t-tabel (α/2, n-k) → Tolak H0 Dimana : K
= jumlah variabel termasuk intersep
N
= jumlah pengamatan
Bi
= koefisien ke-i yang ditaksirkan
βi
= patameter ke-i yang dihipotesakan
se (bi) = kesalahan standar bi Jika H0 ditolak artinya peubah bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas (Y) dalam model dan sebaliknya, bila H0 diterima maka peubah bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas (Y). Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan yakni X1, X2,........., X6 secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Bila F-hitung lebih besar dari F-tabel, maka parameter
44
bebas yang dipakai dalam analisis tersebut secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Prosedur pengujian uji F secara statistik sebagai berikut :
Hipotesis : H0 : b1 = b2 .............= b6 = 0 H1 : b1 ≠ b2............. ≠ b6 ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F
F - Hitung =
R 2 (k − 1) 1 − R 2 (n − k )
(
)
Keterangan : R2 = Koefisien determinasi K = Jumlah peubah N = Jumlah data Kriteria uji : F – hitung > F-tabel (k-1, n-k)
tolak H0
F – hitung < F-tabel (k-1, n-k)
terima H0
Jika H0 ditolak berarti secara bersama-sama variabel dalam proses produksi mempunyai hubungan terhadap produksi, dan sebaliknya H0 diterima berarti secara bersama-sama dalam proses produksi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat kebaikan suatu model dengan mengetahui seberapa besar persentase variasi produksi (Y) dapat diterangkan oleh faktor-faktor produksi (Xi) yang digunakan. Jika Persentase R2 tinggi berarti model yang digunakan cukup baik, demikian juga sebaliknya. Koefisien determinasi (R2) dapat dirumuskan sebagai berikut :
R2 =
Jumlah Kuadrat Regresi (JKR) jumlah Kuadrat Total (JKT)
45
= 1-
∑ ei ∑ yi
2 2
Keterangan : ?ei 2= Jumlah kuadrat unsur sisa (galat) ?yi 2 = Jumlah kuadrat total Pendugaan fungsi produksi dengan kuadrat terkecil biasa (OLS) terkadang ditemui adanya masalah multikolinieritas (kolinieritas ganda). Multikolinieritas adalah terjadi hubungan yang sangat kuat antara peubah bebas. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas dapat dideteksi dengan nilai faktor inflasi ragam atau Varian Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF lebih besar dari 10 maka menunjukan terjadinya multikolinieritas. Multikolinier yang serius tidak dapat diabaikan karena akan mengakibatkan bias dalam model. 4.4.2. Analisis Elastisitas Produksi Model fungsi produksi akan menghasilkan elastisitas produksi (Ep), apabila lebih besar dari nol (Ep > 0) secara teknis peningkatan sebesar satu persen dari faktor produksi tersebut akan meningkatkan produksi sebesar elastisitas produksinya. Sebaliknya jika elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0), peningkatan sebesar satu persen dari penggunaan faktor-faktor produksi akan menyebabkan turunnya produksi sebesar elastisitas produksinya. Penjumlahan besarnya elastisistas produksi menunjukkan tingkat besaran skala ekonomi usaha (return to scale). Apabila penjumlahan elastisitas produksi ke-i lebih besar dari satu (?Ep i > 1) maka usahatani salak berada pada taraf kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale), penjumlahannya sama dengan satu (?Ep i = 1) berada pada kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale), dan penjumlahan lebih kecil dari satu (?Ep i < 1) berada pada kenaikan hasil yang semakin menurun (decreasing return to scale). 4.4.3. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi
46
Pengujian terhadap efisiensi ekonomi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian ekonomis usahatani salak yaitu apakah sumberdaya (input) telah dikombinasikan secara optimal sehingga dapat diketahui apakah usahatani tersebut telah mencapai keuntungan maksimum. Kondisi optimal dicapai pada saat rasio Nilai Produksi Marjinal (NPM Xi) terhadap Biaya Korbanan Marjinal (BKM Xi) dari faktor produksi sama dengan satu. Kombinasi optimum penggunaan faktor-faktor produksi dapat diperoleh dari rasio Nilai Produksi Marjinal (NPM Xi) Biaya Korbanan Marjinal (BKM Xi) sama dengan satu yang dirumuskan sebagai berikut :
NPM Xi = BKM Xi
Y . Py Xi = 1 , PXi
bi .
Xi =
bi . Y. Py PXi
Dimana : bi = Elastisitas faktor produksi dimana i = 1,2,3,.....6,7 Xi = Jumlah faktor produksi i = 1,2,3,...,6,7 Pxi = Harga faktor produksi (BKM) dimana i = 1,2,3,....,6,7 Py = Harga hasil produksi Y Y
= Jumlah hasil produksi yang diperoleh Apabila rasio Nilai Produk Marjinal (NPM Xi) terhadap Biaya Korbanan
Marjinal (BKM Xi) lebih kecil dari satu berarti penggunaan faktor-faktor produksi sudah berlebih, untuk mencapai keuntungan maksimum maka penggunaan harus dikurangi. Sebaliknya, jika rasio Nilai Produk Marjinal (NPM Xi) terhadap Biaya Korbanan Marjinal (BKM Xi) lebih besar dari satu berarti penggunaan faktor-faktor produksi harus ditambah agar mencapai keuntungan maksimum. 4.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani Pengujian pendapatan usahatani ini adalah untuk melihat apakah usahatani salak ini masih menguntungkan atau tidak. Ukuran pendapatan dalam penelitian ini menggunakan konsep pendapatan bersih usahatani. Menurut Soekartawi, dkk (1986), bahwa pendapatan bersih usahatani adalah selisih
47
pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Selain itu pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.
Oleh
karena itu pendapatan bersih dapat dipergunakan untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani. Sedangkan pengeluaran total usahatani adalah semua faktor produksi yang habis terpakai didalam produksi.
Secara matematik pendapatan bersih
dapat digambarkan sebagai berikut : π = Py.Y – (TVC + TFC) dimana : π
= keuntungan
Py
= harga output
Y
= output
TVC = biaya variabel TFC = biaya tetap Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah Return cost ratio atau imbangan penerimaan. Nilai R/C yang menunjukkan berapa besar penerimaan yang diperoleh untuk setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut : R/C = Py. Y/ (TVC + TFC) Jika nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh akan lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sebaliknya, jika nilai R/C < 1 maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. 4.4.5. Konsep Pe ngukuran Variabel
48
Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usahatani dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern
adalah faktor yang perbaikannya dapat dijangkau oleh petani sepeti penggunaan lahan, pupuk, bibit, obat-obatan, tenaga kerja dan manajemen, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang sulit dikontrol dan berada di luar jangkauan petani seperti iklim, curah hujan, perubahan harga, dan lain-lain. Dalam penelitian biasanya faktor-faktor yang relatif dapat dikontrol dan dimasukkan ke dalam peubah penjelas atau peubah bebas, sedangkan faktor yang relatif kurang dikontrol biasanya diperhitungkan sebagai galat. Peubah atau variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani salak yang diusahakan petani. Dalam menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani salak, variabel-variabel yang dianalisis adalah : 2. Luas Lahan (X1) : luas lahan petani pada musim tanam diukur dalam satuan hektar. Biaya korbanan marjinalnya adalah sewa tanah selama satu tahun. 3. Jumlah Tanaman (X2) : Jumlah tanaman yang ada yang diukur dalam satuan pohon. 4. Tenaga Kerja (X3) : Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu musim produksi yaitu dari persiapan sampai panen, baik yang berasal dari keluarga maupun dari luar keluarga. Biaya korbanan marjinal adalah tingkat upah yang dikeluarkan dalam hari kerja pria. 5. Umur Tanaman (X4) : Lamanya umur tanaman yang ada dikebun diukur dalam satuan tahun. 6. Pengalaman (X5) : Lamanya pengalaman petani dalam usahatani salak bongkok diukur dalam satuan tahun.
49
7. Pupuk Kandang (X5) : Jumlah pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi dalam tahun yang diukur dalam satuan karung. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pupuk kandang dalam satu karung. Dalam menganalisis pendapatan usahatani salak bongkok, variabelvariabel yang diukur atau dianalisis adalah : 1. Petani penanam salak adalah petani yang menanam salak di daerah penelitian, dimana tanaman salak telah menghasilkan dalam suatu luasan tertentu. 2. Luas lahan garapan adalah luas areal usahatani salak dalam satuan hektar (merupakan lahan yang dipakai untuk menanam salak). 3. Tenaga kerja diartikan tenaga manusia untuk melakukan usaha.
Tenaga
kerja digunakan dalam proses produksi untuk pengolahan, pemeliharaan, pemanenan dan pengangkutan. Tenaga kerja ini dibedakan menjadi tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan hari kerja pria (HKP) dengan lama kerja 6-8 jam kerja per hari. Tingkat upah berdasarkan tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian. Tenaga kerja wanita dikonversi kedalam HKP dengan angka konversi 0,8 HKP. 4. Pupuk merupakan sarana produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani salak 5. Produksi total adalah hasil salak yang didapat dari luas lahan tertentu, diukur dalam kilogram. 6. Biaya tunai adalah besarnya uang tunai yang dikeluarkan petani, untuk pengadaan sarana-sarana produksi, upah tenaga kerja luar keluarga, pajak lahan, biaya pengangkutan, biaya sewa lahan, biaya pengolahan lahan. 7. Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang diperhitungkan untuk pemakaian
input
milik
sendiri,
penyusutan
alat-alat
pertanian
dan
50
pembayaran upah tenaga kerja keluarga, berdasar tingkat upah yang berlaku. 8. Biaya total merupakan penjualan dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. 9. Periode produksi dalam usahatani salak bongkok satu periode produksi satu tahun. 10. Harga produk adalah harga salak ditingkat petani dalam satu musim panen. Satuan yang dipergunakan adalah rupiah per kilogram. 11. Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga jual ditingkat petani.
Satuan yang dipakai
adalah rupiah. 12. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan biaya dan biaya usahatani.
Oleh karena itu ada dua macam biaya, maka perhitungan
pendapatan dilakukan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih penerimaan usahatani dengan biaya tunai, sedangkan
pendapatan
atas
biaya
total
merupakan
selisih
antara
penerimaan usahatani dengan biaya total. 13. Modal adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat dan mesin, tanaman di lapang, sarana produksi, dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan salak. 14. Produktivitas adalah hasil yang diperoleh per luas lahan, diukur dalam kilogram per luas lahan.
51
V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1.
Keadaan Wilayah Penelitian Desa Jambu terletak di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang,
Propinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Narimbang di sebelah utara, Desa Paseh Kaler sebelah selatan, Desa Cipamekar dan Desa Bongkok sebelah timur dan Gunung Tampomas sebelah barat. Luas wilayah Desa Jambu adalah 204 Hektar. Lahan tersebut digunakan untuk wilayah pekarangan atau bangunan, tegalan (kebun), ladang dan perkebunan. Perincian luas wilayah Desa Jambu menurut penggunaanya dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah Desa Jambu Tahun 2005 Jenis Penggunaan Tanah
Luas (Ha)
Tanah Pekarangan/Bangunan
Persentase (%) 116,00
56,86
Tegalan/Ladang
17,00
8,33
Tanah Perkebunan rakyat
68,95
33,79
2,05
1,0049
204,00
100,00
Tanah fasilitas umum JUMLAH Sumber : Desa Jambu
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan di Desa Jambu untuk pekarangan/bangunan adalah yang paling besar, yaiti sebesar 56,86 persen. Kedua yaitu penggunaan lahan untuk perkebunan sebesar 33,79 persen.
Perkebunan yang terdapat didaerah ini adalah perkebunan salak,
pisang, kelapa dan kopi. Jenis tanaman perkebunan, luas lahan dan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 9.
52
Tabel 9. Jenis Tanaman Perkebunan, Luas Lahan dan Hasil di Desa Jambu Jenis Tanaman
Luas Lahan (Ha)
Hasil (Ton/Ha)
Salak
68,95
3,00
Pisang
1,00
0,50
Kelapa
2,00
1,00
Kopi
1,00
0,50
Sumber : Desa Jambu
Desa Jambu terletak ± 3 KM dari ibukota kecamatan dengan waktu tempuh 0,15 jam (15 menit) dan jarak dari ibukota Kabupaten ± 15 KM dengan waktu tempuh 1 jam. Kondisi geografis Desa Jambu berada pada ketinggian 600 meter dari permukaan laut (mdl), rata-rata curah hujan pertahun sekitar 300 milimeter. Iklim di desa Jambu terbagi dua yaitu musim hujan dan kemarau. Jumlah bulan hujan enam bulan dan suhu udara rata-rata 370C. Jika dilihat dari topografinya Desa Jambu ini termasuk dataran tinggi (datar berbukit) dengan warna tanah sebagian besar hitam dengan kedalaman 2 meter. 5.2.
Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk Desa Jambu mencapai 2.148 jiwa dengan jumlah
kepala keluarga sebanyak 655 keluarga. Komposisi penduduk antara laki-laki dan perempuan dengan pembagian laki-laki sebanyak 1.099 jiwa dan perempuan sebanyak 1.049 jiwa. Berdasarkan kelompok umur, jumlah penduduk terbanyak terdapat pada golongan umur 1 – 10 tahun yaitu sebesar 18,06 persen. Golongan umur 21 – 30 tahun sebanyak 17,23 persen, sedangkan kelompok umur 31 – 40 tahun sebanyak 16,81 persen. Rincian jumlah penduduk Desa Jambu berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 10.
53
Tabel 10. Jumlah Penduduk Desa Jambu Menurut Kelompok Umur Tahun 2005 Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah Penduduk (Orang)
0-12 bulan
19
0,88
1-10
388
18,06
11-20
331
15,41
21-30
370
17,23
31-40
361
16,81
41-50
302
14,06
51-60
217
10,10
>60
160
7,45
2.148
100,00
JUMLAH
Persentase (%)
Sumber : Desa Jambu
Jumlah penduduk di Desa Jambu mayoritas penduduk bekerja dibidang pertanian yaitu sebesar 49,407 persen, PNS/TNI sebesar 4,150 persen, pengrajin dan penjahit sebesar 0,988 persen dan 0,198 persen. Tukang kayu sebesar 9,881 persen, tukang batu sebesar 3,953 persen dan sopir sebesar 1,779 persen.
Sisanya adalah bermata pencaharian sebagai buruh atau
karyawan swasta sebesar 29,644 persen. Tabel 11. Jumlah Penduduk Desa Jambu Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2005 No
Jenis Mata Pencaharian
1
Petani/Pedagang
2
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
250
49,407
PNS/TNI
21
4,150
3
Pengrajin
5
0,988
4
Penjahit
1
0,198
5
Buruh/Karyawan Swasta
150
29,644
6
Tukang Kayu
50
9,881
7
Tukang Batu
20
3,953
8
Sopir
9
1,779
506
100,00
JUMLAH Sumber : Desa Jambu
54
Berdasarkan Tabel 11 tersebut terlihat bahwa mata pencaharian penduduk Desa Jambu terbesar adalah sebagai petani yang didalamnya termasuk petani salak, selain itu sebagian penduduk juga ada yang berternak. Jenis ternak yang diusahakan penduduk antara lain Domba, Kambing, Ayam dan Sapi. Tabel 12. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Jambu Tahun 2005 Tingkat Pendidikan
Jumlah Penduduk
Persentase (%)
(Orang) Belum Sekolah
171
10,44
1.125
68,68
Tamat SLTP/Sederajat
225
13,74
Tamat SLTA/Sederajat
98
5,98
D-1
7
0,43
D-2
3
0,18
D-3
0
0,00
Sarjana
9
0,55
1.638
100,00
Tamat SD/Sederajat
JUMLAH Sumber : Desa Jambu
Berdasarkan Tabel 12 tingkat pendidikan masyarakat Desa Jambu terbesar adalah tamatan Sekolah Dasar yaitu sebesar 68,68 persen dan tidak tamat Sekolah Dasar sebesar 10,44 persen. Sisa tingkat pendidikan penduduk lainnya adalah tamatan SLTP sebesar 13,74 persen, tamat SMU sebesar 5,98 persen, tamatan Diploma-1 sebesar 0,43 persen, tamat Diploma-2 sebesar 0,18 persen dan yang berhasil tamat menjadi Sarjana sebesar 0,55 persen. 5.3.
Karakteristik Petani Responden
5.3.1. Umur Petani Responden Petani responden di Desa Jambu yang mengusahakan salak bongkok berumur antara 25-75 tahun. Petani responden tersebut dikelompokan menjadi
55
petani responden berumur 20-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun dan 60 tahun keatas. Pembagian dan persentase dari masing-masing kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Umur pada Usahatani Salak
Bongkok di Desa Jambu 2005
No Kelompok
Umur Jumlah
(Tahun)
Responden Persentase (%)
(Orang)
1
20-30
4
6,67
2
31-40
5
8,33
3
41-50
19
31,67
4
51-60
24
40,00
5
61 =
8
13,33
Jumlah
60
100,00
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa jumlah responden terbesar berada pada kelompok umur 51-60 tahun yaitu sebanyak 24 orang (40,00 persen), terbanyak kedua adalah responden dalam kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 19 orang (31,67 persen). Kelompok umur lebih dari 61 tahun dan 31-40 tahun yaitu sebanyak 8 orang (13,33 persen) dan 5 orang (8,33 persen), sedangkan sisanya responden dengan kelompok umur 20-30 tahun sebanyak 4 orang (6,67 persen). 5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden Petani responden sebagian besar tamat Sekolah Dasar yaitu sebanyak 32 orang (53,33 persen), yang melanjutkan sampai SLTP sebanyak 7 orang (11,67 persen).
Responden yang menamatkan pendidikan sampai SMU
sebanyak 4 orang (6,67 persen) dan 2 orang (3,33 persen) yang berhasil menyelesaikan pendidikan kejenjang akademi.
Sisanya adalah tidak tamat
56
Sekolah Dasar sebanyak 15 oarang (25,00 persen). Sebaran petani responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Petani Responden menurut Tingkat Pendidikan pada Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Tahun 2006 No
Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden
Persentase (%)
(Orang) 1
Tidak Tamat SD
15
25
2
Tamat SD/Sederajat
32
53,33
3
Tamat SMP/Sederajat
7
11,67
4
Tamat SMU/Sederajat
4
6,67
5
Akademi/Sederajat
2
3,33
60
100,00
Jumlah
Pendidikan
petani
respoden
yang
rendah
disebabkan
oleh
ketidakmampuan untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi, dan adanya tuntutan keluarga untuk ikut membantu dalam berusahatani, sehingga kemampuan para petani dalam menerap kemajuan teknologi sangat rendah, sehingga pengembangan usahanya dapat terhambat. Apabila dilihat dari segi pengalaman petani responden dalam usahatani salak bongkok, maka hampir semua petani responden mempunyai pengalaman bertahun-tahun.
Petani responden dibagi atas empat kelompok yaitu petani
dengan pengalaman antara 1-10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun, dan 31 tahun keatas.
Sebaran petani responden menurut pengalaman dapat dilihat pada
Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman dalam Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Tahun 2006 Pengalaman (Tahun) 1-10 11-20
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
11
10,00
40
70,00
57
= 21
9
18,33
Jumlah 60 100,00 Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden telah berpengalaman dalam usahatani salak bongkok. Sebanyak 41 petani responden (70,00 persen) mempunyai pengalaman 11 tahun keatas. Hal ini menyatakan bahwa petani salak bongkok di daerah penelitian sudah berpengalaman dalam berusahatani.
Sisanya petani responden mempunyai
pengalaman 1-10 tahun sebanyak 6 orang (10,00 persen). 5.3.3. Pola Pengusahaan Salak Bongkok Tanaman salak yang diusahakan oleh petani di Desa Jambu tidak dikelola dengan baik seperti tanaman buah-buahan pada umumnya. Pengeloaan tanaman salak di daerah ini tidak dikelola secara intensif tetapi dibiarkan tumbuh alami.
Gambaran mengenai pengusahaan tanaman salak setiap responden
berdasarkan kelompok umur tanaman dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16.
Sebaran Pengusahaan Usahatani Salak Bongkok dari Petani Responden di Desa Jambu Tahun 2006 Umur Jumlah Responden Persentase Jumlah Pohon Tanaman (Orang) responden (%) (Rumpun) (Tahun) 1-5 4 3,33 110 6-10 10 31,67 1.950 11-15 16 33,33 1.850 16-20 15 25,00 1.355 21 = 4 6,67 154 Jumlah 60 100 5.414 Berdasarkan Tabel 15 diatas menunjukkan bahwa 33,33 persen
pengusahaan tanaman salak bongkok oleh responden berada pada umur 11-15 tahun dengan jumlah tanaman 1.850 rumpun. 5.4.
Gambaran Umum Usahatani Salak Bongkok Petani salak bongkok di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang,
Kabupaten Sumedang Bercocok tanan pada lahan sendiri. Keadaan geografis
58
yang mendukung membuat usahatani salak ini dijalankan secara turun-tenurun oleh keluarga petani. Tanaman salak bongkok ada yang menggunakan bibit yang dibuat sendiri atau hasil cangkokan dari pohon yang sudah tua dan ada juga yang berasal dari bibit langsung. Penanaman salak ini baik yang berasal dari biji atau bibit ditanam dalam lubang dangkal berjarak 25 cm X 30 cm. Tanah sebelumnya diolah terlebih dahulu untuk menggemburkan.
Jarak tanam yang digunakan
adalah rata-rata 2 m X 3 m. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiangan karena sanitasi sangat penting bagi pertumbuhan terutama untuk tanaman yang masih muda. Selama ini salak bongkok di daerah penelitian tidak pernah diberikan obat-obatan dan pupuk anorganik juga diberikan pada waktu tanaman masih kecil saja, seterusnya tidak pernah lagi diberikan pupuk. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk urea dengan dosis 350 kg/ha. Pupuk organik yang digunakan petani yaitu pupuk kandang yaitu kotoran kambing atau domba dengan dosis 1.750 kg/ha. Pemberian pupuk kandang juga diberilkan pada waktu penanaman saja. Alasan tidak diberikan pupuk berikutnya karena tanah kebun yang ada dianggap masyarakat sudah berhumus dan cocok untuk tanaman salak. Tanaman salak mulai berbunga setelah berusia 3-4 tahun, tapi pada tanah yang kurang subur, bunga itu baru muncul di tahun ke-5 sampai ke-7. Setelah tanaman berbunga, dilakukan pengamatan terhadap kelamin bunga, bila bunga jantan tanaman langsung ditebang kecuali yang tumbuh dipinggir kebun untuk dimanfaatkan sebagai pagar. berbunga betina.
Tanaman yang tersisa praktis yang
Tanamannya kemudian dibumbung agar pertumbuhan
batangnya kuat dan kokoh. Daun-daun tua, pelepah yang rusak dan tumbuh tidak beraturan dipangkas, sehingga penampilannya rapi dan cahaya matahari bisa lebih merata di kebun. Tanaman ini sampai usia 9 tahun tumbuh sendiri,
59
tetapi setelah mencapai 10 tahun dia membentuk rumpun itulah dihasilkan 6-7 kg salak permusim. Pemanenan dilakukan apabila buah salak sudah tua dan siap untuk dipanen. Ciri buah yang siap panen adalah warna kulit cenderung tua, kulit luarnya merah terlihat mengkilat, duri-durinya yang lembut mulai rontok. Apabila buah dalam satu tandan sudah matang semua maka buah diambil semua dari rumpun dengan memotong pangkal tandan, tetapi apabila buah belum begitu matang (tidak matang semua) maka diambil sebagian saja dan sisanya dipanen pada minggu berikutnya.
Pemanenan ini menggunakan golok panjang yang
ujungnya melengkung tajam. Salak ini pertandan memiliki dua macam bentuk buah, satu berbentuk lonjong panjang dan yang lainnya bulat buntek tetapi keduanya sama-sama berdaging tebal dan manis. Ukuran buah salak tergolong lumayan sehingga perkilogramnya rata-rata berisi 8-17 butir.
Setelah salak
dipanen dan diangkut, kemudian dilakukan sortor atau pemisahan antara buah yang berukuran besar dan berukuran kecil, setelah itu baru di kemas. Pengemasan salak menggunakan keranjang yang berkapasitas 50-60 kg. Pengemasan salak ini bisa dalam bentuk tandan dan satuan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani salak adalah tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja ini digunakan untuk kegiatan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan pembersihan, pemanenan dan pengangkutan. Upah bagi tenaga kerja sebesar Rp 15.000 – Rp. 17.000 per orang per hari, kecuali untuk tenaga kerja pengangkuatan sebesar Rp 5000 per 50 kg atau disesuaikan dengan jauh dekatnya kebun. Salak bongkok ini dijual ada yang langsung oleh petani sendiri, adapula yang dijual melalui pedagang pengumpul yang ada di daerah penelitian dan adapula yang dijual ke para tengkulak yang datang dari beberapa daerah seperti Indramayu, Cirebon, Bandung, Majalengka dan daerah lainnya.
60
Selain
berusaha
salak
para
petani
di
daerah
penelitian
mengusahakan tanaman lain seperti tanaman pisang, melinjo, vaneli, picung dan buah kementeng, serta bidang peternakan seperti ayam, kambing, domba dan sapi. Usaha pisang dan vaneli ini dikembangkan pada tanah yang tidak ditanami salak, sedangkan melinjo, kementeng dan picung ditanam dikebun salak sebagai tanaman pelindung. Ternak dipelihara di tanah pekarangan.
61
VI. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI SALAK BONGKOK
6.1.
Analisis Fungsi Produksi Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani salak bongkok ini
adalah tenaga kerja, pupuk kandang dan pupuk urea. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan variabel (Dependent Variable) yang mempengaruhinya, produksi salak bongkok sebagai variabel tidak bebasnya (Independent Variabel). Setelah pengumpulan informasi dan pendataan jumlah produksi salak bongkok serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya, maka disusunlah suatu model fungsi produksi untuk hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Dalam penelitian ini faktor-faktor produksi yang diduga adalah luas lahan (X1), umur tanaman (X2), jumlah tanaman (X3), pengalaman (X4), tenaga kerja (X5), pupuk kandang (X6), dan pupuk urea (dammy), sedangkan respon yang digunakan adalah produksi (Y). Model yang digunakan untuk menganalisis usahatani salak bongkok adalah model fungsi produksi Cobb- Douglas. Sebelum menerima model fungsi produksi yang diajukan dengan semua pertimbangan dan asumsi–asumsi yang mendasarinya, terlebih dahulu harus melakukan pengujian terhadap ketepatan model. Hal ini harus dilakukan sebab parameterparameter dalam model merupakan penduga.
Pengujian model regresi
digunakan koefisien determinasi, nilai F-hitung, t-hitung dan uji multikolinearitas antar variabel sehingga diperoleh model regresi terbaik.
Analisis efisiensi
produksi didasarkan pada data yang terkumpul dari 60 orang petani contoh. Hasil parameter dugaan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.
62
Tabel 17. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Variabel
Koefisien regresi
Nilai t-hitung
Konstanta
0,9461
1,22
Luas Lahan (X1)
0,02499
0,42
41,2
Umur Tanaman (X2)
-0,0554
-0,29
1,8
Jumlah Tanaman (X3)
-0,88819
-12,61
29,7
Pengalaman (X4)
0,00295
0,04
3,8
Tenaga Kerja (X5)
0,16478
1,69
3,3
Pupuk Kandang (X6)
0,08321
1,88
1,4
Dammy Pupuk Urea
-0,04551
-1,25
2,1
R2 = 97,1 %
R-sq (adj) = 96,9 %
VIF
F-Hitung = 794,38
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa nilai VIF pada variabel jumlah tanaman dan variabel luas lahan memiliki nilai VIF lebih dari 10 (VIF >10). Hal ini mengidentifikasikan terjadinya multikolinearitas pada variabel jumlah tanaman dan luas lahan.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas
adalah dengan mengeluarkan satu variabel yang berkolinear (Gujarati, 1991). Nilai VIF jumlah tanaman (X3) lebih besar dari 10 (VIF 29,7) yang artinya terdapat hubungan linear sempurna antara beberapa atau semua peubah bebas (variabel penjelas), dalam suatu model fungsi produksi terutama karena adanya hubungan yang kuat pada faktor produksi luas lahan (X1) dengan faktor produksi lainnya. Menurut Gujarati, (1991) untuk menghilangkan adanya multikolinearitas pada fungsi produksi, maka faktor produksi yang mempunyai korelasi paling besar dapat dihilangkan.
Berdasarkan uji korelasai person bahwa jumlah tanaman
mempunyai nilai korelasi paling besar dibandingkan dengan luas lahan yaitu sebesar 0,29, sedangkan untuk luas lahan sebesar 0,019 (lampiran 6). Oleh karena itu, variabel jumlah tanaman dihilangkan dari fungsi produksi.
63
Setelah variabel jumlah tanaman dihilangkan dari fungsi produksi, multikolinearitas sudah tidak terjadi. Hubungan antara fa ktor - faktor produksi sebagai variabel bebas dengan produksi salak bongkok sebagai variabel tak bebas setelah menghilangkan jumlah tanaman dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Parameter Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Setelah Faktor Jumlah Tanaman Dihilangkan
Konstanta
1,110
Nilai thitung 0,95
Luas Lahan (X1)
0,2767
2,47
0,017b
1,1
-4,91
a
2,3
*
Variabel
Umur Tanaman (X2)
Koefisien regresi
-0,4388
P
VIF
0,347* 0,000
Pengalaman (X4)
0,0863
0,59
0,555
3,7
Tenaga Kerja (X5)
0,5683
3,09
0,003a
2,8
Pupuk Kandang (X6)
-0,10746
-1,30
0,201*
1,2
3,45
a
1,4
Dammy Pupuk Urea 2
R = 96,2 %
0,20900 R-sq (adj) = 95,8 %
0,001
F- Hitung = 226,15
Keterangan = a : Signifikan pada tingkat kepercaayan 99 % b : Signifikan pada tingkat kepercaayan 95 % * : Tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95 % Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa nilai F-hitung sebesar 226,15 signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa
faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama variabel luas lahan, umur tanaman, jumlah tanaman, pengalaman, tenaga kerja, pupuk kandang dan peubah dummy pupuk urea signifikan terhadap produksi. Dari uji skala usaha yang dilakukan F-hitung sebesar 8,926 yang lebih besar T0,05 (1,32). Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara faktor produksi dengan variabel jumlah tanaman dan tanpa variabel jumlah tanaman. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,2 persen dan nilai koefisien determenasi terkorelasi (R-Sq) sebesar 95,8 persen. Nilai determinasi ini menunjukkan bahwa 95,8 persen dari
64
variasi produksi dijelaskan oleh model (luas lahan, umur tanaman, pengalaman, tenaga kerja, pupuk kandang dan peubah dummy pupuk urea), sedangkan sisanya 4,2 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model. Secara matematis model fungsi produksi Cobb- Douglas dari hasil pendugaan tersebut adalah sebagai berikut : Ln Y = 1,11 + 0,277 Ln Luas Lahan – 0,44 Umur Tanaman + 0,086 Pengalaman + 0,568 Tenaga Kerja – 0,107 Pupuk Kandang + 0,209 Dummy Pupuk Urea Nilai uji-t yang terlihat pada Tabel 18 menunjukkan bahwa tidak semua variabel penduga signifikan. Nilai t-hitung untuk variabel umur tanaman, tenaga kerja dan variabel dummy pupuk urea signifikan pada tingkat kepercaayan 99 persen dan luas lahan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Variabel pengalaman dan pupuk kandang tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Hal ini diduga karena tanaman salak bongkok di tempat penelitian
merupakan tanaman turun temurun dan dalam pengusahaannya berdasarkan kebiasaan, selain itu diduga karena kurangnya variasi data. 6.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha Model fungsi Cobb- Douglas besar koefisien regresi merupakan elastisistas produksi dari variabel-variabel tersebut. Berdasarkan Tabel 18 maka pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap produksi salak bongkok dapat diuraikan sebagai berikut : a.
Luas Lahan (X1) Luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi dan signifikan pada
tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai elastisitas luas lahan dalam fungsi produksi salak bongkok sebesar
0,2767 yang artinya setiap penambahan luas lahan
sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi sebesar 0,2767 persen
65
dengan asumsi faktor-faktor lain tetap.
Variabel luas lahan ini berada pada
daerah rasional. b.
Umur Tanaman (X2) Umur tanaman berpengaruh negatif terhadap produksi dan signifikan pada
tingkat kepercayaan 99 persen. Nilai elastisitas umur tanaman dalam fungsi produksi salak bongkok sebesar -0,4388 berarti setiap bertambahnya umur tanaman sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah produksi sebesar 0,4388 persen dengan asumsi faktor-faktor lain tetap. Tanaman salak yang dikelola oleh petani di daerah penelitian rata-rata berumur 16 tahun. Hal ini bahwa salak bongkok yang diusahakan rata-rata sudah diatas umur produktifnya yaitu 15 tahun, sehingga tanaman mulai menunjukkan penurunan terhadap produksinya. c.
Pengalaman (X4) Pengalaman berpengaruh positif terhadap produksi dan tidak signifikan
pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal ini disebabkan diduga karena petani salak bongkok dalam pengelolaan berdasarkan kebiasaan yang turun temurun dan diduga karena tidak adanya variasi data. Pengalaman dalam berusahatani sangat diperlukan. Para petani di Desa Jambu untuk mengelola usahatani salak bongkok mempunyai pengalaman bertahun-tahun yaitu sekitar 10-20 tahun. d.
Tenaga Kerja (X5) Penggunaan tenaga kerja tidak dapat diabaikan, sebab tidak mungkin ada
usahatani tanpa bantuan manusia.
Penggunaan tenaga kerja berada pada
daerah rasional pada fungsi produksi dengan elastisitas 0,5683 yang artinya setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi salak bongkok sebesar 0,5683 persen. Tenaga kerja berpengaruh nyata pada usahatani salak bongkok pada tingkat kepercayaan 99 persen. e.
Pupuk Kandang (X6)
66
Pupuk kandang berpengaruh negatif terhadap produksi dan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sumber pupuk
kandang yang digunakan oleh petani di daerah penelitian adalah bersumber dari kotoran domba. usahatani.
Semua kotoran yang dihasilkan mereka gunakan untuk
Namun, pemberian pupuk kandang tersebut memberikan respon
negatif terhadap produksi, hal ini disebabkan karena pemberian pupuk kandang yang langsung diberikan kepada tanaman sebelum mengalami proses pembususkan lebih lanjut sehingga mikroba yang terdapat pada kotoran hewan tersebut dapat membahayakan tanaman. Selain itu diduga kurangnya variasi data sehingga pupuk kandang tidak nyata terhadap produksi. f.
Peubah Dummy Pupuk Urea Pupuk urea merupakan pupuk penyedia unsur nitrogen bagi tanaman.
Tanaman yang kekurangan unsur ini akan tumbuh kerdil dan terhambat pertumbuhan akarnya. Berdasarkan hasil uji-t untuk peubah variabel dummy kategori pupuk urea menunjukkan bahwa petani yang menggunakan pupuk urea dan petani yang tidak menggunakan pupuk urea berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang artinya produksi yang dihasilkan antara petani yang menggunakan pupuk urea dengan yang tidak berbeda secara nyata Hasil pembahasan diatas menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor produksi yang telah mencapai efisisensi teknis dan berpengaruh nyata secara individu terhadap variasi produksi. Koefisien regresi model fungsi Cobb- Douglas sekaligus menunjukkan elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi dan penjumlahannya merupakan besaran skala ekonomi usaha. Hasil model fungsi produksi Cobb- Douglas didapat bahwa jumlah elastisitas produksi yaitu sebesar 0,594 ini menunjukan bahwa usahatani salak bangkok di Desa Jambu berada di daerah II yang disebut daerah rasional
(0 < Ep <1) atau pada
skala kenaikan hasil semakin lama semakin berkurang (deacreasing return to
67
scale). Nilai elastisitas produksi sebesar 0,594 artinya 1 persen dari masingmasing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi salak bangkok sebesar 0,594 persen. 6.3. Analisis Efisiensi Ekonomi Kegiatan usahatani erat hubungannya dengan proses produksi dimana digunakan faktor-faktor produksi tertentu.
Petani yang rasional akan selalu
berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya, salah satu caranya adalah dengan
mengalokasikan penggunaan foktor-faktor produksinya seefisien
mungkin.
Menurut Doll dan Orazem dalam La Mani (2005), keuntungan
maksimal akan dicapai dengan memenuhi dua syarat yaitu syarat keharusan dan syarat kecukupan. Pemenuhan syarat keharusan ditandai dengan tercapainya suatu persamaan, dimana rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) terhadap Biaya Korbanan Marjinal (BKM) sama dengan satu. Untuk menghitung Nilai Produksi Marjinal (NPM) diperlukan Besaran Produk Marjinal (PM), karena Nilai Produk Marjinal (NPM) merupakan hasil kali harga produk (Py) dengan Produk Marjinal (PM), sedangkan yang dimaksud dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu sendiri. Tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) per periode produksi. Tingkat efisiensi dalam produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) per periode produksi.
Dalam kasus ini, pengalaman dan umur tanaman tidak
dianalisis efisiensi ekonominya, hanya faktor-faktor produksi yang bersifat fisik saja yang dianalisis. Tingkat efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok dapat dilihat pada Tabel 19, dengan rata–rata produksi per luas lahan yang diusahakan petani responden usahatani salak bongkok di
68
Desa Jambu adalah 2.800 kg per tahun dengan harga jual pada tingkat petani adalah Rp 900,- per kilogram. Tabel 19. Rasio Marjinal (NPM) Nilai Produksi dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) Usahatani salak Bongkok di Desa jambu
Faktor Produksi
Penggunaan
Koefisien
Input
Regresi
Luas Lahan (X1) Tenaga Kerja (X5)
NPM
BKM
Rasio NMP/BKM
0,3 Ha
0,2767
2.324.280
2.000.000
1,16
94,4 HOK
0,5683
15.170,72
17.000
0,89
Keterangan : Y = 2.800 Kg Py = Rp. 900 Tabel 19 diatas terlihat bahwa penggunaan faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok di Desa Jambu masih belum mencapai kondisi efisien dan optimal. Hal ini ditunjukkan dengan Rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi luas lahan rasio NPM dan BKM-nya lebih besar dari satu yang artinya penggunaan faktor-faktor produksi tersebut masih perlu ditambah untuk mencapai hasil yang maksimum. Secara umum penggunaan luas lahan masih relatif rendah disebabkan oleh tingginya biaya dari faktor-faktor produksi tersebut, disamping keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani responden. Hasil analisis Nilai Produk Marjinal untuk luas lahan adalah sebesar 2.324.280 hal ini berarti bahwa setiap penambahan luas lahan seluas 0,3 hektar akan menambah penerimaan petani sebesar Rp 2.324.280,-, dibandingkan Biaya Korbanan Marjinal untuk luas lahan sebesar Rp 2.000.000,-, sehingga diperoleh rasio NPM terhadap BKM sebesar 1,16, sehingga petani salak bongkok sebaiknya menambah luas lahan usahataninya karena akan memberikan tambahan penerimaan. Pegunaan faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai rasio NPM dan BKM kurang dari satu, hal ini berarti bahwa penambahan penggunan faktor produksi
69
tenaga kerja tidak akan meningkatkan produksi ataupun sudah berlebih. Meskipun dari hasil analisis fungsi produksi masih bisa ditingkatkan namun secara ekonomis penambahan jumlah tenaga kerja dan pupuk urea tersebut sudah tidak efisien lagi. Nilai produksi marjinal tenaga kerja sebesar 15.170,72 artinya bahwa setiap penambahan 1 HOK akan memberikan tambahan penerimaan petani sebesar Rp 15.170,72,-, sedangkan biaya korbanan marjinal untuk tenaga kerja adalah Rp 17.000,- dan diperoleh rasio NPM terhadap BKM sebesar 0,89 untuk itu petani disarankan untuk mengurangi pengunaan tenaga kerja terutama tenaga kerja luar keluarga. Kondisi optimal dari faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok di Desa Jambu dapat dilihat pada Tabel 20 Hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa keadaan telah mencapai kondisi optimal yaitu untuk luas lahan dan tenaga kerja telah memiliki nilai NPM dan BKM sama dengan satu.
Penggunaan luas lahan
pada kondisi optimal meningkat menjadi 0,35 hektar, sedangkan penggunaan tenaga kerja dikurangi menjadi 84,01 HOK. Penggunaan kondisi optimal untuk pupuk kandang dan pupuk urea disesuaikan dengan rekomendasi di Desa Jambu. Tabel 20. Rasio Nilai Marjinal Produk (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu pada Kondisi Optimal Faktor Produksi
Koefisien Regresi
NPM
BKM
Rasio NMP/BKM
Kombinasi Optimum
Luas Lahan (X1)
0,2767
2.324.280
2.000. 000
1,00
0,35 Ha
Tenaga Kerja (X5)
0,5683
15.170,72
17.000
1,00
84,01 HOK
70
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
7.1.
Kegiatan Usahatani Salak Bongkok Usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga kerja, modal yang
ditunjukkan pada produksi dilapangan pertanian, maka terdapat empat unsur pokok dalam usahatani yang saling terkait dalam pengelolaannya. Unsur pokok tersebut yaitu lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Usahatani ini terdiri dari beberapa faktor seperti faktor alam, tenaga kerja, modal usaha produksi, sarana produksi, teknik budidaya atau proses produksi, input, dan output usahatani, pemasaran dan pendapatan usahatani. diperhatikan
untuk
menjamin
kelangsungan
Faktor-faktor tersebut
usahatani
beserta
prospek
pengembangan usahataninya. Dalam analisis ini digolongkan kedalam empat golongan berdasarkan umur tanaman yang terdiri dari golongan umur tanaman < 4 tahun, umur tanaman 4-9 tahun, umur tanaman 10-15 tahun dan umur tanaman >15 tahun. Alasan dari penggolongan ini adalah karena tanaman salak bongkok mulai berbuah pada umur 4 tahun dan pada umur ini tanaman belum membentuk rumpun. Umur 10 tahun tanaman salak bongkok sudah membentuk rumpun, sedangkan pada umur 15 keatas tanaman ini mulai mengalami penurunan kembali. 7.1.1.
Modal Usahatani Modal usahatani salak bongkok yang dimiliki petani salak terdiri dari
modal sendiri yaitu lahan pertanian milik petani yang merupakan modal utama dalam usahatani salak dan modal bergerak yaitu sarana produksi, uang tunai, ternak dan alat-alat pertanian. Modal yang digunakan untuk usahatani salak bongkok di Desa Jambu adalah modal milik sendiri. Modal ini berupa uang tunai yang didapat dari simpanan petani yang berasal dari pendapatan usahatani
71
salak, pendapatan usahatani lain yaitu penjualan ternak dan penjualan komoditas pertanian selain salak. 7.1.2. Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja Penggunaan sarana produksi dalam usahatani salak bongkok meliputi bibit, pupuk kandang, pupuk urea dan alat-alat pertanian. Penggunaan sarana produksi ini disesuaikan dengan keadaan luas lahan, jumlah populasi tanaman, serta umur tanaman.
Rata-rata kebutuhan sarana produksi berdasarkan
golongan umur tanaman dalam luas lahan hektar adalah pupuk kandang sebanyak 50 Karung (1.750 Kg) dan pupuk urea sebanyak 350 Kg. Penggunaan pupuk kandang ini hanya pada waktu tahun pertama yaitu saat penanaman yang digunakan sebagai pupuk dasar. Pupuk urea diberikan apabila tanaman tumbuh kerdil dan layu. Alat-alat pertanian yang digunakan dalam usahatani ini meliputi cangkul, bengkong, golok, timbangan, tolok dan sarana lain yang sekali pakai seperti kerinjang dan karung. Rata penggunaan peralatan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-Rata Penggunaan Peralatan Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Kecamatan Conggeang Tahun 2005 Peralatan
Cangkul
2
25.000
50.000
Umur Teknik (Tahun) 3
Parang
1
15.000
15.000
2
7.500
Golok
2
15.000
30.000
2
15.000
timbangan
1
250.000
250.000
30
8.333,33
Bengkok
1
15.000
15.000
2
7.500
Tolok
2
20.000
40.000
2
20000
Jumlah
Jumlah (Unit)
Harga (Rp)
Total (Rp)
400.000
Penyusutan (Rp/Tahun) 16.666,66
75.000
72
Harga peralatan lain yang habis sekali pakai seperti keranjang yang digunakan untuk pengemasan salak yang akan dipasarkan yaitu seharga Rp. 2.000 per satuan yang kapasitasnya 50-60 kg. Faktor produksi lain yang tak kalah pentingnya adalah tenaga kerja sebagai pengelola dan penggerak faktor produksi untuk menghasilkan produk yang diharapkan yaitu tenaga kerja.
Tenaga kerja yang digunakan dalam
usahatani salak bongkok dibagi menjadi tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK).
Waktu kerja pada usahatani salak
bongkok ini dimulai dari jam 07.00 - 13.00 dengan upah rata-rata sebesar Rp. 15.000,- sampai Rp.17.000 per orang per hari.
Tenaga kerja pengangkutan
upahnya diberikan per sekali angkut yaitu rata-rata sekitar Rp 5.000 per 50 Kg. Tenaga kerja yang paling banyak dibutuhkan adalah pada umur tanaman 8-15 tahun yaitu rata-rata pekerjaan yang dibutuhkan untuk tenaga kerja dalam keluarga yairu sebanyak 38,00HOK dan untuk tenaga kerja luar keluarga sebanyak 51,3 HOK. Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani salak bongkok pertahun dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu, Kecamatan Conggeang Tahun 2005 Umur
TK Kondisi Aktual
TK Kondisi Optimal
Tanaman
TKDK (HOK)
TKLK (HOK)
TKDK (HOK)
TKLK (KOK)
< 4 Tahun
38,4
48,2
34,2
42,9
4-9
24,6
38,8
21,9
34,5
10-15 Tahun
42,8
68,8
38,1
61,2
> 15 Tahun
12,8
24,4
10,2
19,5
Tahun
Keterangan : TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga TKLK : Tenaga Kerja Luar Keluarga HOK : Hari Orang Kerja
73
Tabel 22 menunjukkan penggunaan tenaga kerja pada kondisi optimal menjadi berkurang untuk masing-masing umur tamanan. Umur tanaman < 4 tahun dari 38,4 HOK menjadi 34,2 HOK untuk tenaga kerja dalam keluarga, sedangkan untuk tenaga kerja luar keluarga menjadi 48,2 HOK yang tadinya 42,9 HOK. Umur tanaman 4-9 tahun masing-masing untuk tenaga kerja dalam dan luar keluarga menjadi
HOK 34,5 dan 21,9 HOK untuk tenaga kerja dalam
keluarga. Begitu juga dengan umur tamanan 10-15 tahun dan > 15 tahun mengalami penurunan. 7.2.
Analisis Pendapatan Usahatani Salak Bongkok Usahatani salak bongkok ini akhirnya akan dinilai dari pendapatannya
yang merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan menilai pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. 7.2.1. Pengeluaran Usahatani Salak Bongkok Pengeluaran usahatani merupakan jumlah antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Komponen-komponen biaya dalam usahatani salak bongkok di Desa Jambu meliputi biaya sarana produksi seperti bibit, pupuk kandang, pupuk urea, serta upah tenaga kerja.
Komponen biaya usahatani terbesar pada
golongan umur tanaman < 4 tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk biaya tunai terdiri dari biaya peralatan produksi (cangkul, golok, parang, bengkong, tolok dan lain-lain), pupuk kandang, pupuk urea, dan pajak lahan, sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah sewa lahan, tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan. Pengeluaran terbesar untuk masing-masing umur yaitu pada penggunaan tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja terbesar pada golongan umur tanaman 10-15 tahun yaitu untuk tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp. 1.169.600,- sedangkan biaya tenaga kerja dalam
74
keluarga sebesar Rp. 727.600,-. Biaya Total paling bersar pada umur tanaman 10-15 tahun kemudian umur < 4 tahun yang masing - masing sebesar Rp 4.032.200,- dan Rp 3.734.750 (Tabel 23). Tabel 23. Rata-Rata Pengeluaran Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Kecamatan Conggeang Tahun 2005
Uraian B. BIAYA 1. Biaya Tunai a. Pupuk Kandang b. Pupuk Urea c. TKLK d. Peralatan Karung Kerinjang e. Pajak Total 1 2. Biaya diperhitungkan a. Bibit b. TKDK c. Sewa lahan d. Penyusutan Alat Total 2 TOTAL B
Umur Tanaman <4 Tahun (Jumlah)
Umur Tanaman 4-9 Tahun (Jumlah)
Umur Tanaman 10-15 Tahun (Jumlah)
Umur Tanaman >15 Tahun (Jumlah)
36.000 131.550 819.400
0 0 659.600
0 0 1.169.600
0 0 414.800
0 0 15.000 1.001.950
10.000 80.000 15.000 764.600
20.000 100.000 15.000 1.304.600
5.000 40.000 15.000 474.800
5.000 652.800 2.000.000 75.000 2.732.800 3.734.750
418.200 2.000.000 75.000 2.418.200 3.182.800
727.600 2.000.000 75.000 2.727.600 4.032.200
217.600 2.000.000 75.000 2.217.600 2.692.400
7.2.2. Penerimaan Usahatani Salak Bongkok Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara jumlah produksi total dengan harga output per satuan, sehingga besar kecilnya nilai penerimaan usahatani sangat ditentukan oleh jumlah hasil (output) yang diperoleh dari kegiatan usahatani dan harga output persatuan. Berdasarkan Tabel 24 terlihat bahwa pada golongan umur tanaman salak < 4 tahun tidak terjadi penjualan buah, sebab pada golongan tersebut pohon salak bongkok belum berproduksi.
Pohon salak bongkok mulai berproduksi
setelah umur 4 tahun. Umur tanam 4-9 tahun rata-rata penghasilan dalam luas lahan 0,3 hektar adalah sebesar 1.590 Kg buah salak pertahun. Umur tanaman
75
10-15 tahun rata-rata produksi pertahun 3.570 Kg per tahun dan umur tanaman lebih dari 15 tahun sebesar 3.120 Kg pertahun. Harga yang terjadi adalah Rp. 900,- per Kg. Tabel 24. Rata-rata Total Penerimaan Petani Salak Bongkok Berdasarkan Golongan Umur Tanaman Tahun 2005 Jenis
Penerimaan
Umur
Umur
Umur
Umur
Tanaman
Tanaman
Tanaman
Tanaman
<4 Tahun
4-7 Tahun
8-15 Tahun
>15 Tahun
(Kg)
(RP)
(Kg)
(000) Penjualan
0
0
(RP)
(Kg)
(000) 7.950
7.155
(RP)
(Kg)
(000) 17.850
16.065
(RP) (000)
3.120
2.808
7.2.3. Pendapatan Usahatani Salak Bongkok Analisis pendapatan usahatani salak bongkok dapat dilihat pada Tabel 25, bahwa pendapatan yang dihasilkan oleh golongan umur 10-15 tahun baik itu pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total relatif lebih besar dibandingkan golongan umur tanam yang lain. Hal ini disebabkan produktivitas salak bongkok yang dihasilkan pada golongan umur 10-15 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya juga lebih tinggi. Hasil analisis rugi laba menunjukkan bahwa usahatani salak bongkok menguntungkan untuk berbagai golongan umur baik pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total kecuali pada golongan umur tanaman < 4 tahun. Hal ini disebabkan pada golongan umur tersebut tanaman salak belum berproduksi. Berdasarkan analisis golongan umur tanaman 10-15 tahun lebih menguntungkan dibandingkan dengan golongan umur tanaman yang lainnya, hal ini disebabkan produktivitas salak bongkok yang dihasilkan pada umur tanamana 10-15 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi. Pendapatan atas biaya tunai untuk golongan umur tanaman 10-15 tahun sebesar Rp 14.760.400,-,
76
sedangkan untuk pedapatan atas biaya total diperoleh pendapatan sebesar Rp12.032.800,-. Tabel 25. Analisis Rugi Laba Usahatani Salak Bongkok Berdasarkan Golongan Umur Tanaman di Desa Jambu Tahun 2005 Uraian
A. PENERIMAAN 1. Nilai Penjualan TOTAL A B. BIAYA 1. Biaya Tunai a. Pupuk Kandang b. Pupuk Urea c. TKLK d. Peralatan Karung Kerinjang e. Pajak Total 1 2. Biaya diperhitungkan a. Bibit b. TKDK c. Sewa lahan d. Penyusutan Alat Total 2 TOTAL B Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan Atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai (A/1) R/C Atas Biaya Total (A/B)
Umur Tanaman <4 Tahun (Jumlah)
Umur Tanaman 4-9 Tahun (Jumlah)
Umur Tanaman 10-15 Tahun (Jumlah)
Umur Tanaman >15 Tahun (Jumlah)
0
7.155.000 7.155.000
16.065.000 16.065.000
2.808.000 2.808.000
36.000 131.550 819.400
0 0 659.600
0 0 1.169.600
0 0 414.800
0 0 15.000 1.001.950
10.000 80.000 15.000 764.600
20.000 100.000 15.000 1.304.600
5.000 40.000 15.000 474.800
418.200 2.000.000 75.000 2.418.200 3.182.800 6.390.400 3.972.200 9,36 2,25
727.600 2.000.000 75.000 2.727.600 4.032.200 14.760.400 12.032.800 12,31 3,98
217.600 2.000.000 75.000 2.217.600 2.692.400 2.333.200 115.600 5,91 1,04
5.000 652.800 2.000.000 75.000 2.732.800 3.734.750 -1.001.950 -3.734.750
Biaya total terbesar terjadi pada golongan umur tanaman 10-15 tahun yaitu sebesar Rp 4.032.200,- per tahun, sedangkan untuk golongan umur tanaman > 15 tahun petani mengeluarkan biaya paling kecil dibandingkan dengan golongan umur tanaman yang lainnya yaitu sebesar Rp 2.692.400,- per tahun.
Golongan umur tanaman 4-9 tahun dan golongan umur tanaman < 4
tahun masing-masing biaya totalnya sebagai berikut Rp 3.182.800,- dan Rp 3.734.750,-.
77
Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) usahatani salak bongkok tiap golongan umur tanam menunjukkan bahwa usaha ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Hal ini ditunjukan oleh nilai rasio R/C masingmasing golongan lebih dari 1, yang berarti usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan, kecuali pada golongan umur < 4 tahun karena pada golongan ini belum berproduksi. Usahatani salak bongkok untuk golongan umur tanam 10-15 tahun memiliki Rasio R/C atas biaya tunai sebesar 12,31 dan rasio R/C atas biaya total sebesar 3,93. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp.1,00.- biaya tunai yang dikeluarkan dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 12,31.- dan dengan memasukan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total maka setiap Rp. 1,00.- biaya total yang dikeluarkan dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp.3,98,-.
Golongan umur tanam 4-9 tahun dan diatas 15 tahun
masing-masing untuk rasio R/C atas biaya tunai sebesar 9,36 dan 5,91, sedangkan rasio atas biaya total sebesar 2,25 dan 1,04. Perhitungan analisis usahatani untuk melihat berapa besar keuntungan pada kondisi optimal. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 26 dengan biaya yang diperlukan untuk tenaga kerja dalam keluarga pada umur tanam kurang dari 4 tahun berkurang menjadi Rp 581.400, - sekitar 15 persen dan tenaga kerja luar keluarga sekitar 19 persen. Umur tanaman 4-9 tahun dan umur tanaman 10-15 tahun masing-masing mengalami penurunan untuk tenaga kerja dalam keluarga 12 persen dan 16 persen, sedangkan untuk tenaga kerja luar keluarga masingmasing sekitar 19 persen dan 27 persen. Penggunaan tenaga kerja untuk umur tanaman > 15 tahun turun menjadi sekitar 7 persen untuk tenaga kerja dalam keluarga dan 13 persen untuk tenaga kerja luar keluarga.
78
Tabel 26. Analisis Rugi Laba Usahatani Salak Bongkok Pada Tingkat Optimal Per Tahun di Desa Jambu Kecamatan Conggeang
Uraian A. PENERIMAAN 1. Nilai Penjualan Total Penerimaan B. BIAYA 1. Biaya Tunai a. Pupuk Kandang b. Pupuk Urea c. TKLK d. Peralatan Karung Kerinjang e. Pajak Total 1 2. Biaya diperhitungkan a. Bibit b. TKDK c. Sewa lahan d. Penyusutan Alat Total 2 TOTAL B Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan Atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai (A/1) R/C Atas Biaya Total (A/B)
Umur Tanaman <4 Tahun (Jumlah)
Umur Tanaman 4-9 Tahun (Jumlah)
Umur Tanaman 10-15 Tahun (Jumlah)
Umur Tanaman >15 Tahun (Jumlah)
0
7.155.000 7.155.000
16.065.000 16.065.000
2.808.000 2.808.000
30.000 157.500 729.300
0 0 586500
0 0 1.040.400
0 0 331.500
0 0 15.000 931.800
10.000 80.000 15.000 691.500
20.000 100.000 15.000 1.175.400
5.000 40.000 15.000 391.500
372.300 2.000.000 75.000 2.372.300 3.063.800 6.463.500 4.091.200 10,35 2,34
647.700 2.000.000 75.000 2.647.700 3.823.100 14.889.600 12.241.900 13,67 4,20
173.400 2.000.000 75.000 2.173.400 2.564.900 2.416.500 243.100 7,17 1,09
5.000 581.400 2.000.000 75.000 2.661.400 3.593.200 -931.800 -3.593.200
Besarnya biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani salak bongkok pada kondisi optimal input per 0,35 hektar per tahun di Desa Jambu untuk umur tanaman 10-15 tahun adalah sebesar Rp 3.823.100,- , untuk umur tanaman 4-9 tahun Rp 3.063.800,-, untuk umur tanaman < 4 tahun Rp 3.593.200 dan untuk umur tanaman > 15 tahun Rp 2.564.900,-. Pendapatan atas biaya tunai untuk masing-masing umur tanaman adalah umur tanaman 4-9 tahun sebesar Rp 6.463.500,-, umur tanaman 10-15 tahun Rp 14.889.600,- dan umur tamanan >15 tahun Rp 2.416.500,-. Pendapatan atas biaya total untuk umur tanaman 4-9 tahun sebesar Rp 4.091.200,-, umur
79
tanaman 10-15 tahun sebesar Rp 12.241.900,- dan untuk umur tanaman > 15 tahun sebesar Rp 243.100,-, sedangkan untuk umur tanaman < 4 tahun belum meperoleh pendapatan karena pada umur tersebut melum berproduksi. Rasio R/C dari pendapatan atas biaya tunai terbesar pada golongan umur 10-15 tahun, sedangkan yang terkecil pada golongan umur 4-9 tahun. Rasio R/C pendapatan atas biaya total untuk umur tanaman 4-9 tahun sebesar 2,34 untuk umur tanaman 10-15 tahun sebesar 4,20 dan untuk umur tanaman > 15 tahun sebesar 1,09. Tabel 27 menunjukkan produktivitas lahan usahatani salak bongkok umur tanaman 10-15 tahun lebih besar dibandingkan dengan produktivitas umur tanaman 4-9 tahun dan >15 tahun.
Hal ini disebabkan pada umur tersebut
produksinya e l bih besar dan pada umur ini juga tanaman sudah membentuk rumpun. Produktivitas suatu lahan ini berkaitan dengan besarnya pendapatan dalam usahatani sehingga menyebabkan pendapat salak bongkok yang berumur 10-15 tahun lebih besar dibandingkan umur yang lainnya. Tabel 27.
Rata-Rata Produksi dan Produktivitas Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu
Umur Tanaman
Produksi Rata-rata
Produktivitas
Petani (Kg/0,3 Ha)
(Kg/Ha/Tahun)
4-9 tahun
1.590
5.300
10-15 tahun
3.570
11.900
> 15 tahun
3.120
10.400
80
VIII.
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1.
Kesimpulan
1.
Hasil analisis fungsi produksi Cobb- Douglas usahatani salak bongkok diperoleh nilai koefisien dererminasi terkorelasi (R-Sq) sebesar 95,8 persen. Nilai determinasi ini menunjukkan bahwa 95,8 persen dari variasi produksi salak bongkok dapat diterangkan oleh peubah-peubah bebas yaitu luas lahan (X1), umur tanaman (X2), pengalaman (X4), tenaga kerja (X5), pupuk kandang (X6) dan variabel dummy pupuk urea,sedangkan sisanya 4,2 persen produksi salak bongkok diterangkan oleh faktor lain di luar model.
Pengujian statistik uji diperoleh hasil bahwa faktor-faktor
produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi salak bongkok di daerah penelitian adalah umur tanaman, tenaga kerja dan variabel dummy pupuk urea sebesar 99 persen dan luas lahan berpengaruh nyata sebesar 95 persen. Pengalaman dan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi salak bongkok. Hal ini diduga karena tanaman salak bongkok di tempat penelitian merupakan tanaman turun temurun sehingga pengusahaannya berdasarkan kebiasaan, selain itu diduga karena kurangnya variasi data.
Hasil analisis skala usaha, diketahui
usahatani salak bongkok di Desa Jambu mempunyai skala usaha kenaikan hasil yang menurun (deacreasing return to scale) atau berada di daerah II yang disebut daerah rasional (0 < Ep < 1).
Nilai elastisitas
produksi sebesar 0,594 artinya 1 persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi salak bongkok sebesar 0,594 persen. 2.
Penggunaan faktor-faktor produksi usahatani salak bongkok belum mencapai kondisi optimal.
Hal ini ditunjukkan oleh rasio antara Nilai
81
Produk Marjinal (NPM) terhadap Biaya Korbanan Marjinal (BKM) tidak sama dengan satu. Faktor produksi luas lahan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Nilai Produk Marjinal (BKM) lebih besar dari satu yang artinya penggunaan faktor-faktor produksi tersebut masih perlu ditambah untuk mencapai hasil yang maksimum. Penggunaan faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai rasio Nilai Produk marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) kurang dari satu, hal ini berarti bahwa penambahan penggunan faktor produksi tenaga kerja tidak akan meningkatkan produksi atau sudah berlebih. 3.
Hasil analisis Rugi/Laba, diketahui usahatani salak bongkok sudah menguntungkan untuk masing-masing golongan umur kecuali untuk golongan umur < 4 tahun karena pada umur ini tanaman salak bongkok belum berproduksi. Golongan umur tanaman 10-15 tahun lebih menguntungkan dibandingkan dengan golongan umur tanaman yang lainnya, hal ini disebabkan produktivitas salak bongkok yang dihasilkan pada umur tanamana 10-15 tahun relatif lebih tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi.
Pendapatan atas biaya total diperoleh
pendapatan sebesar Rp 12.032.800,-. Biaya total terbesar terjadi pada golongan umur tanaman < 4 tahun yaitu sebesar Rp 4.044.750,- per tahun. Dilihat dari R/C rasio biaya total golongan umur tanaman 10-15 tahun lebih menguntungkan dibanding golongan yang lainyaitu sebesar 3,98 yang artinya setiap Rp 1,00,- biaya total yang dikeluarkan dapat menghailkan penerimaan sebesar Rp 3,98,-. Pada kondisi optimal penggunaan tenaga kerja menjadi berkurang untuk masing-masing golongan umur. Pada kondisi optimal nilai rasio R/C meningkat menjadi sebesar 4,40.
82
Saran Agar kondisi optimal produksi usahatani salak bongkok dan keuntungan maksimal dapat tercapai menganjurkan petani untuk : 1.
Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah perlunya petani merencanakan dan mengorganisasikan kembali faktor-faktor produksi dalam usahatani salak bongkok dengan menambah luas lahan bila memungkinkan dan mengurangi penggunaan tenaga kerja khususnya tenaga kerja luar keluarga sesuai dengan jumlah input secara tepat dan optimal untuk mencapai keuntungan maksimal, karena penggunaan tenaga kerja ini sudah berlebih.
Bila memungkinkan diikuti dengan
penambahan luas lahan, dengan menggunakan tanah Desa yang masih tersedia. 2.
Sebaiknya dilakukan peremajaan tanaman untuk umur tanaman yang lebih dari 15 tahun untuk tetap mempertahankan pendapatan, karena pada golongan umur tersebut produksi sudah mengalami penurunan.
3.
Bagi
petani
yang
tidak
menggunakan
pupuk
urea
sebaiknya
menggunakan pupuk urea karena akan meningkatkan produksi, sedangkan bagi petani yang menggunakan pupuk urea sebaiknya lebih diinstensifkan kembali penggunaannya. 4.
Bila dilihat dari kondisi optimal usahatani salak bongkok ini belum mencapai kondisi optimal dari segi aspek teknis, untuk itu perlu dilakukannya suatu sistem kemitraan baik antara petani maupun antara petani dengan pemerintah. Hal ini seperti dalam pengadaan modal untuk sarana-sarana produksi. Diintensifkan kembali kelompok tani agar kondisi optimal terpenuhi.
83
5.
Perlu adanya kegiatan pembinaan dan penyuluhan kepada petani dari instansi-instansi terkait tentang manajemen dan peningkatan usahatani.
84
DAFTAR PUSTAKA
Anarsis, Widji. 1999. Agribisnis Komoditas Salak. Bumi Aksara. Jakarta. Badan Pusat Satatistik. 2004. Sumedang dalam Angka 2004 . Jakarta. __________. 2004. Survey Petani Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Indonesia. Jakarta. __________. 2003. Survey Petani Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Indonesia. Jakarta. __________. 2002. Survey Petani Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Indonesia. Jakarta. __________. 2001. Survey Petani Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Indonesia. Jakarta. __________. 2000. Survey Petani Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Indonesia. Jakarta. Desa Jambu. 2005. Laporan Perkembangan dan Potensi Desa Jambu, Kabupaten Sumedang. Sumedang. Dinas pertanian kabupaten Sumedang. 2004. Laporan Tahunan Kabupaten Sumedang. Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang Jawa Barat. __________. 2002. Laporan Tahunan Kabupaten Sumedang. Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Direktorat Gizi. 1994. Komposisi Kimia Daging Buah Salak dalam 100 gram. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Gujarati, D. 1991. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta. Hadaka, B. 2002. Analisis Usahatani Prospek Pengembangan Salak Manonjaya (Studi Kasus di Desa Pasir Batang, Kecamatan ManonJaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat). Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harsoyo, Y. 1999. Analisis Efisiensi dan Pemasaran Komoditas Salak Pondoh di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. Hartono, R. 2000. Analisis Pendapatan Usahatani Markisa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus di Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Goa, Sulawesi Selatan). Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Herawati, R. 2004. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Buah-Buahan (Salak, Mangga, Sawo dan Pisang) di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hernanto, F. 1991. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
85
Kristina,I. 2004. Analisis Pendapatan dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Tomat pada Sistem Monokultur dan Tumpangsari di Desa Lemahputih Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kuncara, A. 2001. Prilaku Konsumen Salak Bongkok dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Usahatani dan Daya Saing Salak Bongkok Asal Desa Bongkok Kecamatan Paseh kabupaten Sumedang. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lipsey, GR.,dkk. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Binarupa Aksara. Jakarta. Mani, L. 2005. Analisis Pendapatan dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Jambu Mete di kecamatan kusambi kabupaten Muna provinsi Sulawesi Tenggara. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasir, M. 1988. Metode penelitian Grafindo Indonesia. Jakarta. Nasution, YH. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Salak Sidempuan di Desa Parsalakan, Kecamatan Padang Sidempuan Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nazaruddin, dkk. 1992. 18 Varietas Salak Budidaya Prospek Bisnis Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekartawi et.al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direktorat jenderal pendidikan Tinggi dan Australian Universities Internasional Development Program. Universitas Indonesia. Jakarta. Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi produksi dengan Pokok Bahasan Khusus Fungsi produksi Cobb-Douglas. Gafindo Persada. Jakarta.
86
Lampiran 1. Jenis-Jenis Varietas Salak dan Daerah Asalnya No Nama 1 Salak Ambarawa 2 Salak Bali 3 Salak Banjarnegara 4 Salak Bongkok 5 Salak Condet 6 Salak Gula Pasir 7 Salak Hutan 8 Salak Si Nase 9 Salak Kerbau 10 Salak Manonjaya 11 Salak Padang sidempuan 12 Salak Penjalin 13 Salak Pondoh 14 Salak Gading 15 Salak Si Manggis 16 Salak Super 17 Salak Suwaru 18 Salak Bangkok Sumber : Nazaruddin. dkk ,1991
Daerah Asal Desa Bejalen, Ambarawa Bali Desa Blitar, Banjarnegara Desa Bongkok, Sumedang Codet, Ciliitan, Jakarta Desa Sibetan, Karangasem, Bali Bangkalan, Madura Bangkalan, Madura Cilangkap, Tasikmalaya Desa Sibakau, Hutalambung, Tapanuli Selatan Bangkalan, Madura Sleman, jogyakarta Bangkalan, Madura Blitar, Banjarnegara Desa Suwaru, Malang Thailand
87
Lampiran 2. Tabel Perbandingan nilai Gizi Antara Salak, Nanas, dan Pepaya (Tiap 100 gr) Macam Kandungan Salak Nanas Kalori 77 kal 52 kal Lemak 0,4 gr Protein 0,4 gr 0,2 gr Karbohidrat 20,9 gr 13,7 gr Kalsium 28 mgr 16 mg Fosfor 18 mg 11 mg Besi 4,2 mg 0,3 mg Vitamin A 130 SI Vitamin B-1 0,04 mg 0,08 mg Vitamin C 2 mg 24 mg Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1972
Pepaya 46 kal 0,5 gr 12,2 gr 23 mg 12 mg 1,7 mg 365 SI 0,04 mg 3 mg
88
Lampiran 3. Faktor-Faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu No
produksi
Luas Lahan
(Kg)
(Ha)
1
1,150
0.2
2
1,560
3 4
Umur
Pengalaman
Tanaman
Jumlah Tanaman
Tenaga Kerja
(th)
(Rumpun)
(Tahun)
4
112
10
0.3
4
150
15
1,420
0.21
5
175
10
1,820
0.3
5
105
15
5
1,620
0.28
6
160
6
6
2,320
0.4
6
140
10
7
1,340
0.2
5
98
15
8
1,200
0.2
6
147
17
9
1,860
0.28
7
195
10
10
1,600
0.25
7
100
18
11
2,500
0.25
8
140
11
12
3,660
0.3
9
98
16
13
3,550
0.3
10
155
20
14
2,850
0.25
10
120
10
15
5,200
0.4
11
195
15
16
4,250
0.3
12
147
9
17
4,000
0.3
14
148
10
18
4,400
0.3
12
146
12
19
4,600
0.35
14
170
15
20
3,200
0.25
14
110
12
21
6,200
0.43
15
100
18
22
3,920
0.25
15
123
20
23
5,000
0.4
15
196
19
24
3,400
0.25
15
120
17
25
3,330
0.25
15
122
17
26
3,200
0.26
15
125
21
27
4,800
0.4
14
196
14
28
4,250
0.3
13
147
15
29
2,800
0.3
19
147
18
30
2,500
0.3
19
98
16
31
3,500
0.32
18
158
19
32
2,650
0.3
18
147
14
33
3,750
0.4
17
196
15
34
1,900
0.21
19
105
12
35
1,500
0.2
20
98
15
36
2,150
0.26
16
128
14
37
3,250
0.44
19
217
16
38
3,150
0.4
18
196
19
39
3,150
0.32
17
157
17
40
3,000
0.4
20
196
20
41
2,380
0.21
20
105
21
42
2,330
0.3
20
147
20
43
2,200
0.2
21
100
21
44
2,640
0.3
22
147
22
45
2,300
0.26
21
128
22
46
2,420
0.26
20
16
17
47
2,330
0.3
21
147
17
Pupuk Kandang
Urea
(HOK)
(Kg)
(Kg)
96 92 94.4 88 93 96.6 88.4 98 80.6 86.4 110 91.95 104.4 85 94.4 90 98.2 94 98.8 102 102 108.8 84.4 106 90 88.8 98 96.2 96.0 86 88.4 98.4 104 102.2 92 96 90.8 98 90 96.2 98 94 98 90 90.2 102 98
1,000
60
1,200
100
900
115
850
80
875
0
900
100
750
0
950
110
1,000
0
1,100
55
900
90
900
105
950
112
800
65
875
0
900
80
700
70
900
112
850
115
850
60
860
0
750
30
960
0
1,000
75
870
110
950
75
800
130
950
0
500
118
800
85
850
0
600
0
700
115
750
60
900
80
850
40
800
0
775
0
900
122
950
0
800
100
700
0
700
0
875
0
1,000
0
1,200
70
1,300
80
89
No
produksi
Luas Lahan
Umur
Jumlah Tanaman
Pengalaman
Tenaga Kerja
Pupuk Kandang
Urea
(HOK)
(Kg)
(Kg)
800
0
1,000
0
900
0
875
0
800
0
900
0
900
0
875
0
800
0
884.2
45.3
Tanaman (Kg)
(Ha)
(th)
(Rumpun)
(Tahun)
52
2,330
0.3
20
145
21
53
1,400
0.2
20
98
20
54
4,420
0.4
18
196
18
55
2,850
0.25
19
122
19
56
3,250
0.4
20
196
22
57
1,300
0.2
23
98
23
58
1,860
0.3
23
147
23
59
2,320
0.25
20
125
21
60
1,830
0.35
22
170
22
Rata2
2,499.69
104 98.6 92 98 94.4 96.2 92 88 89.3
0.29
15.5
139.4
16.8
16.8
90
Lampiran 4. Analisis Regresi Faktor-Faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu The regression equation is Ln Prod = 0.9 + 0.0250 Ln Luas Lahan - 0.055 Ln Umur Tan - 0.888 Ln Jumlah Tan + 0.0030 Ln Pengalaman + 0.165 Ln Tenaga Kerja + 0.0832 Ln Pupuk Kandang - 0.0455 Dammy Predictor
Coef
SE Coef
T
P
VIF
Constant
0.9461
0.9759
1.22
0.000
Ln Luas
0.02499
0.05952
0.42
0.676
41.2
Ln Umur
-0.0554
0.1886
-0.29
0.770
1.8
Ln Jumla
-0.88819
0.07044
-12.61
0.000
29.7
Ln Penga
0.00295
0.07312
0.04
0.968
3.8
Ln Tenag
0.16478
0.09757
1.69
0.097
3.3
Ln Pupuk
0.08321
0.04424
1.88
0.066
1.4
Dammy
-0.04551
0.03648
-1.25
0.218
2.1
S = 0.3154
R-Sq = 97.1%
R-Sq(adj) = 96.9%
Analysis of Variance Source
DF
SS
Regression
7
Residual Error
52
Total
59
MS
F
79.018
794.38
553.124 5.172
P 0.000
0.099
558.296
Source
DF
Seq SS
Ln Luas
1
8.045
Ln Umur
1
516.229
Ln Jumla
1
28.141
Ln Penga
1
0.008
Ln Tenag
1
0.290
Ln Pupuk
1
0.255
Dammy
1
0.155
Unusual Observations Obs
Ln Luas
Ln Prod
Fit
SE Fit
Residual
St Resid
39
8.07
11.0650
11.3782
0.0333
-0.3132
-3.53R
48
7.86
11.1280
11.3558
0.0492
-0.2278
-2.82R
R denotes an observation with a large standardized residual Durbin-Watson statistic = 1.87
91
Lampiran 5. Analisis Korelasi Antara Produksi, Luas Lahan dan Jumlah Tanaman Correlations : Ln Produksi, Ln Luas Lahan, Ln Jumlah Tanaman Ln Produksi Ln Luas lahan
Ln Luas Lahan
0.019 0.290
Ln Jumlah Tanaman 0.029 0.825 Cell Contents : Pearson Correlation P-Value
0.911 0.000
92
Lampiran 6. Analisis Regresi Faktor-Faktor Produksi Usahatani Salak Bongkok di Desa Jambu Dengan Peubah Jumlah Tanaman Dihilangkan The regression equation is Ln Prod =
1.11 + 0.277 Ln Luas Lahan - 0.44 Ln Umur Tan + 0.086 Ln Pengalaman + 0.568 Ln Tenaga Kerja - 0.107 Ln Pupuk Kandang + 0.209 Dammy
Predictor
Coef
SE Coef
Constant
1.110
1.170
0.95
0.347
Ln Luas
0.2767
0.1119
2.47
0.017
1.1
Ln Umur
-0.4388
0.2928
-4.91
0.000
2.3
Ln Penga
0.0863
0.1452
0.59
0.555
3.7
Ln Tenag
0.5683
0.1839
3.09
0.003
2.8
Ln Pupuk
-0.10746
0.08294
-1.30
0.201
1.2
3.45
0.001
1.4
Dammy
0.20900
S = 0.6293
R-Sq = 96.2%
T
0.06062
P
VIF
R-Sq(adj) = 95.8%
Analysis of Variance Source
DF
SS
Regression
6
Residual Error
53
Total
59
MS
F
P
537.310
89.552
226.15
20.987
0.396
0.000
558.296
Source
DF
Seq SS
Ln Luas
1
8.045
Ln Umur
1
516.229
Ln Penga
1
0.168
Ln Tenag
1
7.811
Ln Pupuk
1
0.349
Dammy
1
4.707
Unusual Observations Obs 6 10
Ln Luas 8.29 7.82
Ln Prod
Fit
SE Fit
Residual
St Resid
8.2560
8.8479
0.0889
-0.5919
-2.96R
8.8540
9.2319
0.1018
-0.3779
-2.04R
R denotes an observation with a large standardized residual Durbin-Watson statistic = 1.87