ANALISIS EKONOMI PENGGUNAAN GASIFIER UNTUK INDUSTRI KERAMIK RAKYAT M. Dachyar Effendi Pusat Teknologi Material, BPPT Ged.2 lt. 22, Jl. MH Thamrin no. 8 Jakarta Email :
[email protected]
Abstract Energy conversationis an essential step we can all take towards overcoming the mounting problems of the worldwide energy crisis and environmental degradation. In particular, developing countries are interested to increase their awareness on the inefficient power generation and energy usage in their countries. However, usually only limited information sources on the rational use of energy are available. This study learned about consuming energy generated by 2 mW gasifier in Indonesian small-middle scale ceramic Industry with production rate is above 32 million pieces/year. Traditionally, LPG and kerosene were used as a source of thermal energy in kilns and dryers.But supplying those energy have become decrease since increasing prices and decreasing rate of those production. In ceramic Industries, the thermal Energy cost constitutes about 70 % of the total monthly energy bill, while 30% represents the cost of the electrical energy consumed in the plant. Syntetic Gas is one of those energy sources with heating value 5.900 kJ/m for Wood Gas and 5.900 kJ/m for Charcoal Gas and can be considered to replace unrenewable energy as well as ensure supplying energy with alternative energy sources. On the other hand, Economyc analysis on the using of gasifier for small scale ceramic Industry shown that using syngas is not recomended because of small capacities makes the production cost per pieces is higher than using traditional energy such as LPG or kerosene Kata kunci: energi, gas sintesis,Industri keramik Abstrak Konversasi energi merupakan isu penting dalam menghadapi masalah krisis energi dan kerusakan lingkungan akibat kegiatan eksplorasi sumber-sumber energi. Secara khusus di negara berkembang, kesadaran untuk memanfaatkan energi secara lebih efektif perlu lebih diperhatikan mengingat keterbatasan informasi mengenai sumber-sumber energi yang dapat dimanfaatkan yang juga terbata. Studi ini mempelajari analisa ekonomi untuk penggunaan gasifier 2 mW untuk produksi keramik dengan kapasitas 32 juta buah/tahun. Secara tradisional, LPG dan minyak tanah digunakan sebagai sumber energi panas dalam proses pembakran dan pengeringan. Dalam proses pembuatan keramik skala industri,komponen biaya energi adalah 70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan tiap bulannya, dimana 30% diantaranya dihabiskan untuk listrik yang diperlukan untuk aktifitas di dalam pabrik. Syntetic gas adalah salah satu sumber energi yang dapat dipertimbangkan untuk menggantikan sumber-sumber energi tidak terbarukan dan untuk menjamin ketersediaan pasokan, dimana syngas mempunyai karakteristik nilai panas maksimum 5.900 kJ/m untuk syngas yang bersal dari kayu, dan 5.600 kJ/m untuk syngas yang berasal dari charcoal. NAmun hasil analisa ekonomi terhadap penggunaan syngas untuk Industri kecil menunjukkan bahwa penggunaan syngas tidak dianjurkan disebabkan harga satuan produksinya meningkat jika dibandingkan dengan pemakaian sumber energi tradisional semacam LPG atau minyak tanah
Analisis Ekonomi Syngas............... (Dachyar)
65
1. PENDAHULUAN Industri keramik nasional mengalami pasang surut dari wkatu ke waktu, dengan peran global yang diperhitungkan secara kualitas dan kuantitas. Di balik ambisi untuk meningkatkan volume produksi dan devisa melalui ekspor, terdapat ancaman serius bagi industri keramik, yakni pasokan bahan bakar gas elpiji yang selama ini menjadi tulang punggung sebagian besar pabrik keramik, khususnya keramik moderen. Asosiasi Aneka Industri Keramik (Asaki) mulai mengkhawatirkan rencana pemerintah untuk menaikkan harga gas industri Masalah pasokan bahan bakar juga menimpa industri keramik tradisional yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar. Banyak industri keramik tradisional misalnya di Dinoyo Malang gulung tikar karena pasokan minyak tanah yang tersendat dan harga yang mahal karena subsidi minyak tanah telah dicabut. Sedangkan yang menggunakan sisa-sisa kayu gergajian juga berhadapan dengan kelangkaan pasokan dan harga yang semakin meningkat Bahan bakar adalah salah satu komponen biaya produksi dalam Industri keramik yang menyedot porsi sangat besar. Hampir 40 % biaya produksi keramik dialokasikan untuk kebutuhan 1) . Mengingat besarnya bahan bakar ini komponen biaya untuk menutupi kebutuhan bahan bakar tersebut, maka diperlukan usahausaha untuk menggali sumber energi lain yang lebih murah dan pasokannya terjamin. Analisis ekonomi adalah salah satu langkah penting sebagai bentuk kajian untuk menilai kelayakan energi alternatif tersebut, dalam hal ini syngas, untuk digunakan dalam industri keramik tradisional di Indonesia. 2. PROSES UMUM PRODUKSI KERAMIK Proses produksi keramik secara umum terdiri atas proses persiapan bahan baku material, pembentukan, pengeringan dan pembakaran. Komposisi bahan baku keramik berbedabeda sesuai dengan sifat keramik yang diinginkan dan fungsi keramik yang akan digunakan. Selain itu, bakan baku keramik menentukan temperatur pembakaran pada saat 2) proses firing . Sebagai contoh keramik dengan berbahan baku lempung earthenware menghasilkan keramik yang berwarna coklatmerah dan tidak tebus cahaya (opaque),. Keramik jenis ini struktur dan teksturnya sangat rapuh, kasar dan masih berpori. Agar kedap air dan kekuatannya bertambah, keramik earthenware harus dilapisi glasir, semen atau bahan pelapis lainnya. Keramik earthenware termasuk keramik berkualitas rendah apabila dibandingkan dengan keramik batu (stoneware)
Analisis Ekonomi Syngas............... (Dachyar)
atau porselin. Bata, genteng, paso, pot, anglo, kendi, gentong dan sebagainya termasuk keramik earthenware. Keramik earthenware o mempunyai temperatur bakar sekitar 900 Co 1060 C. Keramik dengan bahan baku lempung stoneware bersifat berat dan tidak tembus cahaya (opaque). Keramik jenis ini mempunyai struktur dan tekstur halus dan kokoh, kuat dan berat seperti batu. Contoh keramik stoneware antara lain mug, piring dan mangkuk, dan ubin. Keramik stoneware mempunyai temperatur o o pembakaran 1250 C-1300 C. Porselen biasanya digunakan untuk perlatan makan. Porselen termasuk jenis keramik bakaran suhu tinggi yang dibuat dari bahan lempung murni yang tahan api, seperti kaolin, alumina dan silika. Oleh karena badan porselin jenis ini berwarna putih bahkan bisa tembus cahaya, maka sering disebut keramik putih. Pada umumnya, porselin dipijar sampai suhu 1350°C atau 1400°C, bahkan ada yang lebih tinggi lagi hingga mencapai 1500°C 1,5) . Porselen yang tampaknya tipis dan rapuh sebenarnya mempunyai kekuatan karena struktur dan teksturnya rapat serta keras seperti gelas. Pembakaran keramik biasanya mematuhi trayek bakar tertentu, tergantung jenis pembakaran dan bahan yang dibakar. Pembakaran biskuit mempunyai trayek bakar yang berbeda dengan pembakaran glasir, pembakaran gerabah juga berbeda trayeknya dengan pembakaran stoneware. Dalam pembakaran terdapat beberapa titik/rentang suhu penting dimana pembakaran harus diperlambat, titik-titik itu antara lain pada suhu penguapan air mekanis o (antara 50 – 150 C), penguapan air hidrat (pada o daerah water smoke dengan suhu 500 - 700 C), o 5) serta inversi kuarsa (sekitar 500 C) . Pada rentang-rentang suhu tersebut jika kecepatan kenaikan suhu lebih daripada yang semestinya maka produk akan pecah. Pemakaian bahan bakar sangat berhubungan dengan waktu pembakaran. Jika dapat dilakukan penghematan waktu pembakaran, maka akan didapat dua penghematan yaitu penghematan bahan bakar dan penghematan biaya tenaga kerja (man hour) 2) pembakaran . Industri keramik rakyat (tradisional) yang dikelola secara tradisional memproduksi jenis keramik hias dan keramik struktural seperti genteng dan bata. Kedua jenis keramik tersebut ada yang berglazur dan ada yang tidak berglazur. Keramik yang diproduksi menggunakan tenaga manusia atau 3) menggunakan mesin semi-otomatik . Industri keramik yang dikelola oleh Industri Keramik Kecil dan Menengah (IKM) banyak sekali terdapat di Indonesia diantaranya adalah
13
industri keramik yang tterdapat di Sentra Industri Keramik Pleret, Purwakarta, Sentra Industri Keramik Kasongan, Yogyakarta, Sentra Industri Keramik Dinoyo, Malang, Sentra Industri Keramik 4) Bali, dan lain sebagainya . Sentra industri keramik Plered memproduksi gerabah, cowet, kendi, waja, teko, dan porselen. Tanah liat yang digunakan oleh industri keramik di Plered mengandung mineral elite dan chlorete sehingga mempunyai warna dan kelenturan yang lebih baik setelah dibakar. Sentra industri keramik Kasongan, Yogyakarta identik dengan keramik hias dan gerabah menghasilkan berbagai macam keramik seperti guci, jambangan, vas bunga, patung hewan, tempat lilin. Sentra industri keramik Dinoyo, Malang memproduksi barang-barang gerabah, peralatan dapur, dan lain-lain. Proses produksi keramik di sentra-sentra industri keramik kecil dan menengah (IKM) kebanyakan dikelola secara tradisional, hampir semua tahapan produksi diproses menggunakan tangan, mulai dari pencampuran bahan baku, proses pembentukan jenis keramik, proses pembakaran dan pengglazuran. Meskipun demikian, di sentra-sentra industri keramik IKM tersebut sudah ada yang menggunakan mesin, baik pada saat percetakan keramik, pembakaran maupun pada saat pengglazuran. 3. PROSES PEMBENTUKAN GAS SINTETIK Secara sederhana, gasifikasi bisa dijelaskan sebagai proses pembakaran bertahap. Hal ini dilakukan dengan membakar padatan seperti kayu atau batu bara dengan ketersediaan oksigen yang terbatas, sehingga gas yang terbentuk dari hasil pembakaran masih memiliki potensi untuk terbakar. Bahan bakar gasifikasi dapat berupa material padatan berkarbon – biasanya biomassa (kayu atau limbah berselulosa) atau batubara. Semua senyawa organic mengandung atom karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O), dalam wujud molekul komplek yang bervariasi. Tujuan dari gasifikasi adalah untuk memutuskan ikatan dari molekul komplek ini menjadi gas yang sederhana yaitu 8) Hidrogen dan karbon monoksida (H2 dan CO) . Kedua gas ini merupakan gas yang mudah terbakar serta memiliki kerapatan energi dan densitas. Keduanya merupakan gas yang sangat bersih dan hanya memerlukan satu atom oksigen untuk dibakar menghasilkan karbon dioksida dan air (CO2, H2O). Inilah yang menyebabkan pembakaran yang melalui proses gasifikasi memiliki emisi yang sangat bersih. Dalam prosesnya, gasifikasi merupakan rangkaian proses termal hingga terbentuk gas. Pembakaran
14
tidak sempurna sangat kotor dan buruk. Tujuan dari gasifikasi adalah untuk mengendalikan proses termal secara terpisah yang biasanya tercampur dalam proses pembakaran sederhana dan diatur sehingga menghasilkan produk yang diinginkan. Gasifikasi terdiri dari empat tahapan terpisah: pengeringan, pirolisis, oksidasi/pembakaran dan reduksi. Keempat tahapan ini terjadi secara alamiah dalam proses pembakaran. Dalam gasifikasi keempat tahapan ini dilalui secara terpisah sedemikian hingga dapat menginterupsi “api” dan mempertahankan gas mudah terbakar tersebut dalam bentuk gas serta mengalirkan produk gasnya ke tempat lain. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing proses, yaitu 8) : • Pengeringan: T > 150 °C • Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 700 °C • Oksidasi/pembakaran: 700 < T < 1500 °C • Reduksi: 800 < T < 1000 °C
Gambar 1. Tahapan proses gasifikasi Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). 3.1. Pengeringan: Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. 3.2. Pirolisis: Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi. Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik dan kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai secara lambat pada T 700 °C. Komposisi produk
Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 7, No. 2, Desember 2011 Hlm. 65-70
yang tersusun merupakan fungsi temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti lignin pada biomassa dan volatile matters pada batubara, pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH ((polyaromatic hydrocarbon). Produkk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang. 3.3. Oksidasi (Pembakaran) Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasif gasifikasi mereduksi hasil pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik. Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam gasifier. Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik. Oksi Oksigen yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar. Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang diproduksi pada pirolisis. Reaksi yang 8,10) terjadi pada proses pembakaran adalah : C + O2 CO2 + 393.77 kJ/mol karbon Reaksi pembakaran lain yang berlangsung adalah oksidasi hidrogen yang terkandung dalam bahan bakar membentuk kukus. Reaksi yang terjadi adalah: H2O + 742 kJ/mol H2 H2 + ½ O 2 3.4. Reduksi (Gasifikasi) Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang dihasilkan pada proses ini adalah gas bakar, seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi berikut ini merupakan empat reaksi yang umum 7,8,10) telibat pada gasifikasi :. a) + 164.9 kJ/kmol b) + 122.6 kJ/kmol c) + 42.3 kJ/kmol d)
0
e)
- 205.9 kJ/kmol
Analisis Ekonomi Syngas............... (Dachyar Dachyar)
Persamaan (a) dan (b) merupakan reaksi utama dalam reduksi yang menunjukkan bahwa reduksi memerlukan panas, sehingga suhu gas akan menurun selama reaksi reduksi berlangsung. Reaksi (c) menunjukkan keseimbangan gas-air. air. Untuk masing-masing masing suhu, rasio antara a konsentrasi CO2 dalam produk dan uap air (H2O) dan konsentrasi CO2 dan H2 sama dengan nilai konstanta keseimbangan uap gas (Kwe). Akan tetapi pada kenyataanya, komposisi keseimbangan gas hanya akan dicapai pada kasus dimana kecepatan reaksi dan waktu reaksinya rea mencukupi. Kecepatan reaksi menurun dengan penurunan suhu. Pada keseimbangan gas-cair, gas kecepatan reaksi menjadi sangat rendah dibawah 700 C dimana keseimbangan dikatakan sebagai “frozen” dan komposisi gas tetap tidak berubah. Nilai Kwe untuk suhu yang ya berbeda adalah sebagai berikut :
Tablel 1. Suhu tergantung pada nilai konstanta keseimbangan air-gas. air o Kwe Suhu ( C) 600 0,38 700 0,62 800 0,92 900 1,27 1000 1,60 3.5. Perkiraan Komposisi Gas Konsep keseimbangan gas-cair gas menyediakan kesempatan untuk menghitung komposisi gas secara teori dari gasifier dimana sudah mencapai keseimbangan pada suhu tertentu Tabel menunjukkan tipe komposisi gas yang diperoleh dari kayu dan n arang pada gasifier downdraft raft yang dioperasikan pada kandungan air rendah sampai kandungan air yang moderat (kayu 20% dan arang 7%). Beberapa keunggulan dari teknologi gasifikasi yaitu : • Mampu menghasilkan produk gas yang konsisten yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik. • Mampu memproses beragam input bahan bakar termasuk batu bara, minyak berat, biomassa, berbagai macam sampah kota dan lain sebagainya. • Mampu mengubah sampah yang bernilai rendah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi. p • Mampu mengurangi jumlah sampah padat. • Gas yang dihasilkan tidak mengandung furan dan dioxin yang berbahaya.
15
Ketika batubara atau biomassa dipanaskan untuk pembakaran atau gasifikasi, beberapa hidrokarbon dihasilkan sebagai akibat proses pirolisis dan penguraian bahan. Hidrokarbon ini menjadi tar dan partikel-partikel kecil. Pada pembakaran terbuka, tar dan partikel terbawa keluar melalui stack. Karena beberapa kandungan tar dan partikel tersebut adalah polutan, maka komponen-komponen tersebut harus diserap terlebih dahulu dari emisi proses pembakaran. Ini biasanya dilakukan dengan menggunakan temperatur stack yang tinggi untuk menguraikan dan memusnahkan tar dan kemudian menyerap yang tertinggal dalam scrubber. Pendekatan ini ternyata mengakibatkan penurunan efisiensi dan kenaikan biaya proses. Kendala ini dapat diatasi dengan sistem gasifikasi tertutup. Untuk proses tertutup, polutan akan terurai dalam proses kemudian semua komponen gas yang masih tertinggal dapat difilter. Tidak ada penurunan efisiensi dan pemfilteran gas yang diperlukan pada sistem tertutup. Tidak diperlukan stack dan tidak terdapat emisi signifikan dari proses gasifikasi 4. PEMANFAATAN GAS SINTESA SEBAGAI BAHAN BAKAR Bahan bakar gas merupakan bahan bakar yang sangat menguntungkan karena hanya memerlukan sedikit handling dan sistem burner nya sangat sederhana dan hampir bebas perawatan. Gas dikirimkan melalui jaringan pipa distribusi sehingga cocok untuk wilayah yang berpopulasi tinggi atau padat industri. Walau begitu, banyak pemakai perorangan yang besar memiliki penyimpan gas, bahkan beberapa diantara mereka memproduksi gasnya sendiri. Berikut adalah daftar jenis-jenis bahan bakar gas: • Bahan bakar yang secara alami didapatkan dari alam: - Gas alam - Metan dari penambangan batubara • Bahan bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat - Gas yang terbentuk dari batubara - Gas yang terbentuk dari limbah dan biomasa - Dari proses industri lainnya (gas blast furnace) Bahan bakar bentuk gas yang biasa digunakan adalah gas petroleum cair (LPG), gas alam, gas hasil produksi, gas blast furnace, gas dari pembuatan kokas, dll. Nilai panas bahan bakar gas dinyatakan dalam Kilokalori per normal meter kubik (kKal/Nm3) ditentukan pada suhu o normal (20 C) dan tekanan normal (760 mm Hg). Ada beberapa keuntungan menggunakan
16
bahan bakar gas dibanding dengan bahan bakar lainnya, diantaranya : 1. Lebih ekonomis 2. Mengurangi biaya pemeliharaan mesin 3. Aman di dalam penggunaanya 4. Memberikan pembakaran yang bersih 5. Mengurangi polusi udara BBG memiliki beberapa keunggulan terhadap BBM, antara lain karena cadangan gas bumi relatif masih cukup besar dan biaya pengadaannya lebih murah dari BBM. Cadangan batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 91 miliar ton, dengan tingkat produksi berkisar 200-300 juta ton pertahun, maka umur tambang akan dapat mencapai 100 tahun, hal. ini cukup aman untuk keberlanjutan industri pengguna batubara, selain itu juga lebih ekonomis. Gasifikasi batubara adalah proses konversi batubara menjadi produk gas yang dapat digunakan untuk bahan bakar, maupun bahan baku industri kimia. Unit gasifikasi terdiri dari reaktor,pendingin gas (scrabber), penangkap ter (tar electrostatic precipitator) pembersih gas (washing tower), pemisah uap (fog drop), blower dan kolam penampungan ter (tar pond).Salah satu kisah sukses pembuatan bahan bakar dari proses gasifikasi batubara adalah South African Coal Oil and Gas Corporation atau yang dikenal dengan Sasol di Afrika Selatan, yang saat ini memproduksi gas sintetik sebesar 55 juta Nm3/hari dengan menggunakan penggas Lurgi, dan memproduksi minyak sintetik sebanyak 150 ribu barel per hari 11) melalui sintesis Fischer-Tropsch . Sudah diketahui bahwa syngas (dari sintesis gas) merupakan gas yang terdiri dari campuran gas yang mengandung berbagai jumlah karbon monoksida dan hidrogen. Syngas ini dapat dihasilkan dari steam reforming dari gas alam atau hidrokarbon cair, gasifikasi batubara dan biomassa. Syngas juga berarti sebagai intermediate produk dalam memproduksi minyak sintetik untuk digunakan sebagai bahan bakar atau pelumas melalui proses Fischer-Tropsch dan bensin yang sebelumnya disintesa menjadi methanol (Metanol To Gasoline/MTG). Syngas sebagian besar terdiri dari karbon monoksida, dan hydrogen serta sebagian kecil gas karbon dioksida dan gas metane. Syngas dihasilkan dari proses pyrolysis, pembakaran, dan gasifikasi. Bahan bakar bio dikonversi menjadi karbon monoksida dan energi melalui pyrolysis. Masukan oksigen terbatas diberikan untuk mendukung pembakaran. Gasifikasi mengubah materi organik menjadi hidrogen dan karbon monoksida. Campuran gas yang dihasilkan, syngas, ini merupakan bahan bakar. Untuk bahan bakar biomassa kering dan
Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 7, No. 2, Desember 2011 Hlm. 65-70
basah, syn-gas mempunyai komposisi sebagai berikut:
kisaran
persen
Tabel 2. Komposisi syngas dari biomass Gas CO CO2 N2 H2 CH4 H2O
Komposisi (kering) 19 - 22 10 - 13 50 18 - 20 3
Komposisi (basah) 17 – 22 13 – 15 44 - 42 18 – 19 2 8 - 10
Tabel 3. Nilai kalor syngas Component
Nitrogen Carbon monoxide Carbon dioxide Hydrogen Methane Gas heating value kJ/m³
Wood Gas (vol. %) 50 - 54
Charcoal Gas (vol. %)
17 - 22
28 - 32
9 - 15 12 - 20 2-3 5.000 – 5.900
1-3 4 - 10 0-2 4.500 – 5.600
55 - 65
Berdasarkan oleh sifat-sifat syngas yang memiliki kandungan kalor maka syngas dapat digunakan untuk bahan bakar. Suhu yang dapat dicapai pada pembakaran ini tergantung dari konfigurasi alat pembakaran. Cara lain, dengan mengkonversi syngas menjadi dhymetyl yang merupakan bahan bakar alternative pengganti minyak Diesel. Suratno melaporkan penggunaan katalis pernyangga gamma alumina untuk mengkonversisyn gas menjadi dimethyl eter. Ke depannya, Produksi syngas dapat dipadukan untuk menghasilkan jenis-jenis bahan bakar tertentu sesuai peruntukannya. 5. PEMANFAATAN GAS SINTESA UNTUK INDUSTRI KERAMIK SAAT INI Sekarang ini sektor industri dihadapkan pada kompetisi yang sangat ketat di pasar internasional dan banyak industri yang sulit bersaing dengan produk-produk dari negara maju akibat biaya produksi yang tinggi. Salah satu alasan yang paling utama dari mahalnya biaya produksi adalah akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak yang masih ada kecenderungan untuk menjadi semakin mahal. Penggunaan bahan bakar fosil ini umumnya mengakibatkan berbagai dampak lingkungan seperti polusi udara, pemanasan global dan lain-
Analisis Ekonomi Syngas............... (Dachyar)
lain yang mengancam kehidupan manusia. Dalam dunia kompetisi dan kesadaran biaya produksi ini, perusahaan harus mampu memanfaatkan segala sesuatu yang mampu menjaga kelangsungan industri. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini kita dipaksa untuk memanfaatkan sumber energi yang murah, terbarukan dan ramah lingkungan. Salah satu jenis energi tersebut adalah biomassa yang tersedia banyak dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi di industri. Perkembangan terakhir dari gasifier biomassa telah terbukti mampu menjadi salah satu pilihan yang bisa memberikan kontribusi yang substansial sebagai sumber energi. Dengan memanfaatkan teknologi gasifikasi secara intensif untuk aplikasi pembangkit listrik dan thermal akan mampu menurunkan tingginya biaya produksi ke tingkat yang lebih kompetitif dan menguntungkan. Industri keramik adalah industri yang memerlukan pasokan energi sangat besar. Energi yang paling dominan digunakan adalah gas. Dalam proses produksi keramik, gas memegang peranan penting untuk proses pembakaran dalam tungku pembakar, sedangkan energi listrik hanya digunakan untuk menggerakkan motor atau instrument pengontrol lainnya. Suplai energi untuk industry keramik memegang peranan yang sangat penting karena jika pasokan energy ini terganggu akan mengakibatkan industri keramik mengalami gangguan. Kekurangan pasokan gas kepada industri keramik, baik dari segi kuantitas maupun kualitas (tekanan gas) dapat mengakibatkan berbagai kerugian. Selama ini sumber energi pada industri keramik berasal dari gas alam. Ketersediaan gas ini sangat penting dalam kelangsungan industri keramik. Dalam teknologi gasifikasi, terjadi proses perubahan hidrokarbon dalam batubara atau biomass menjadi syngas pada suhu 700 – o 1900 C. Berbeda dengan pembakaran batubara yang akan menghasilkan flue gas yang tidak memiliki nilai kalor tinggi. Syngas produk gasifikasi mengandung gas CO, CO2, H2, CH4, N2 dan H2O. Gasifikasi yang menggunakan campuran udara dan steam menghasilkan syngas yang memiliki entalpi (CH4, CO dan H2) 1300-1500 kKal/nm3. Sedangkan gasifikasi yang menggunakan campuran oksigen dan steam menghasilkan syngas yang memiliki entalpi sebesar 2500-4500 kKal/Nm3. Untuk menghasilkan produk syngas yang memiliki entalpi tinggi maka produk syngas harus memiliki kandungan gas metana yang dominan. Gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi ini hanya mengandung energi yang berasal dari
17
bahan biomassa asal. Efisiensi konversi energi dari biomassa asal menjadi gas sintetis (syn-gas) untuk tipe sederhana downdraft gasifier umumnya berkisar antara 75% - 85%. Jika biomassa dibakar langsung untuk memanasi boiler maka masih banyak energi hasil pembakaran biomassa (20%-60%) ikut keluar bersama-sama dengan gas buang melalui stack. Dengan demikian uap yang dihasilkan dari boiler ini hanya mengandung 40%-60% dari energi biomassa. Proses gasifikasi umumnya mempunyai efisiensi konversi energi dari biomassa menjadi bentuk yang lebih bermanfaat 50% lebih besar dari pada pembakaran gas secara langsung. Kenaikan efisiensi ini disebabkan oleh rancangan proses bentuk tertutup, dimana hanya sebagian kecil dari panas proses yang akan terbuang. Panas dari gasifikasi dapat dimanfaatkan sebagai pemanas pada alat yang lain, Sedangkan produk gas gasifikasi dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, untuk bahan baku pembuatan bahan kimia seperti methanol ataupu bahan bakar lainnya. Dalam aplikasi penggunaan syngas dari gasifikasi sebagai bahan bakar pembakaran keramik ada dua pilihan, yaitu : • Pemanfaatan panas gasifikasi untuk pembakaran keramik. Dalam pemanfaatan ini berarti hanya proses perpindahan panas saja, sehingga perlu dilihat apakah panas dari gasifikasi ini bisa digunakan atau mencukupi untuk pembakaran keramik. Dengan pemanfaatan panas ini maka produk syngas dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi produk lain seperti methanol atau bahan bakar lainnnya. • Pembakaran syngas untuk bahan bakar pembakaran keramik. Hal ini dilakukan jika alternatif no. 1 tidak dapat dilakukan. 6. TEKNO-EKONOMI INDUSTRI KERAMIK MENGGUNAKAN GASIFIER UNTUK PRODUKSI DI INDUSTRI KERAMIK TRADISIONAL Industri keramik tradisional pada umumnya terdiri dari unit-unit produksi dan pemasaran skala mikro-kecil (rumah tangga), dimana sistem produksinya bersifat batch (periodik) dengan sistem pemasaran gabungan antara eceran dan grosir. Pada sistem eceran di outlet dekat tempat produksi, keuntungan bersih yang diperoleh dapat mencapai 80 % dari biaya pokok produksi, sedangkan pada sistem grosir yang biasanya dikirim ke kota lain atau ekspor hanya 20 % dari biaya produksi.
18
Tabel 4. Tekno-Ekonomi Industri Keramik Rakyat Menggunakan Gasifier Skala Rumah Tangga Deskripsi Kuantitas Harga (Rp) Lempung
1 pickup
Pasir kuarsa Kayu bakar
400.000 100.000
1 truk x 2
2.000.000
Upah pekerja 2 orang
700.000
Biaya Produksi
3.200.000
Pot
@30.000 x40
1.500.000
Guci
@ 25.000 x100
2.000.000
Omzet Keuntungan
4.000.000 800.000
Tabel 4 menunjukkan biaya bahan bakar merupakan 63 % dari total biaya produksi. Penggunaan gasifier tidak terlalu mengubah struktur biaya, sehingga keekonomian sangat bergantung pada efisiensi penggunaan bahan bakar dan waktu. Untuk menghitung keekonomiannya, diasumsikan hal-hal sebagai berikut : • Penggunaan gas sintesis menghemat 30 % panas yang hilang dari pembakaran langsung secara terbuka, khususnya pada tahap persiapan awal. • Proses pembakaran dapat dipersingkat dari 12 jam menjadi 8 jam. Pengurangan yang tidak cukup signifikan karena secara umum diperlukan waktu 3-4 hari per periode produksi. • Dalam satu tahun dilakukan 100 periode produksi. • Laju pengumpanan bahan bakar apabila menggunakan sistem gasifikasi 20 m3/8 jam 3 = 2,5 m /jam, atau sekitar 1.750 3 kg/jam(asumsi densitas 0,7 kg/m ), sehingga diperlukan gasifier yang setara dengan 0,7 MW. Untuk memperkirakan biaya syngas, digunakan table berikut :
investasi
Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 7, No. 2, Desember 2011 Hlm. 65-70
Table 5. 15) Biomasa
Biaya
Sistem
Cogeneration
Dari table biaya tersebut, Dari ketiga asumsi di atas dan table 5, diperoleh data-data sebagai berikut • Biaya investasi untuk gasifier 0,7 MW semurah-murahnya Rp 3,5 milyar. • biaya produksi mengalami penurunan dari 3 hari menjadi Rp Rp 3.200.000/m 2.600.000/m3 hari, sehingga mengalami peningkatan marjin keuntungan Rp 600.000/periode produksi. Analisis secara kasar menunjukkan bahwa dengan investasi tambahan Rp 3,5 milyar untuk gasifier, dihasilkan tambahan pendapatan 100 periode x Rp 600.000/periode atau Rp 60 juta/tahun. Tanpa memperhitungkan bunga bank dan masa pengembalian saja diperlukan waktu 58 tahun. Dengan demikian menjadi jelas bahwa penggunaan gasifier untuk industri keramik tradisional skala mikro-kecil tidak akan layak, kecuali memperbaiki kualitas dan harga jual secara signifikan. Penggunaan batubara juga tidak banyak membantu, karena harga batubara dan biomasa per-satuan kalori juga semakin mendekat. Namun
7. KESIMPULAN DAN SARAN Masalah serius yang dihadapi industri keramik adalah pasokan bahan bakar. Pada industri keramik tradisional skala rumah tangga, semakin langka dan meningkatnya harga limbah biomasa dan dicabutnya subsidi minyak tanah menyebabkan biaya produksi meningkat, dan pada beberapa kasus menyebabkan banyak pengrajin keramik gulung tikar. Pada industri keramik moderen/skala besar, pengurangan pasokan gas sampai 20 % dari PT PGN dan meningkatnya harga gas dari US$5,5 menjadi US$6,5 per mmbtu menyebabkan biaya produksi meningkat hingga 20 % menimbulkan ketidakpastian dan penurunan pendapatan yang serius. Penggunaan teknologi gasifikasi dengan bahan baku batubara merupakan pilihan paling
Analisis Ekonomi Syngas............... (Dachyar)
tepat. Selain karena ketersediaan batubara yang melimpah, terdapat banyak pilihan pensuplai batubara, baik dari Sumatra maupun Kalimantan. Pada industri keramik tradisonal skala rumahtangga, penggunaan gasifier batubabara tidak layak secara ekonomi karena memerlukan biaya investasi yang besar. Disarankan untuk membangun pabrik keramik di dekat tambang batubara. Kualitas tanah di beberapa lokasi dekat tambang batubara di Kalteng memiliki kualitas yang baik. Ini akan lebih menjamin kelangsungan usaha keramik dibandingkan di Jawa.Namun perlu diadakan pembinaan mengenai teknik dan seni sehingga bisa berkualitas sama dengan kualitas dari daerah lain, baik dari aspek seni maupun kualitas material keramikitu sendiri. Untuk menghindari ancaman gulung tikar, industri keramik tradisional skala rumahtangga disarankan untuk bergabung (merger), membangun sebuah industri keramik skala menengah, sehingga dapat menggunakan gasifier berbahan bakar batubara dengan skala yang lebih besar dan dapat dioperasikan secara kontinyu. Usaha yang telah dirintis untuk membuat syngas dalam skala produksi dilaporkan telah diupayakan oleh Priamanaya Group bekerja sama dengan Gulf Petroleum, perusahaan minyak dan gas dari Qatar, akan mengembangkan gas sintetik dari batu bara di 13) Lahat, Sumatera Selatan . Sedangkan PT PLN (Persero) bersama dengan PT Bio Energy Prima bekerjasama dalam uji coba unit gasifikasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Sorek di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau dan Kepulauan Riauv untuk digunakan sebagai 14) bahan bakar PLTD Sorek . Diharapkan dengan adanya industry yang membuat siyngas skala besar tersebut, harga yang ditawarkan lebih murah dibanding dengan syngas yang harus dibuat sendiri-sendiri oleh pengguna, sehingga hasil analisa ekonomi berikut dapat dikoreksi menjadi bahan bakar bernilai ekonomis dan layak pakai untuk industri keramik tradisional.
DAFTAR PUSTAKA 1. GJ. Rimmey. Firing Ceramics. World Scientific books. 1994 2. Kingery, Bowen, Uhlmann. Introduction to Ceramics. John Wiley and Sons.1976 3. Prasidha Adhikriya. Desain kerajinan keramik: Petunjuk pelatihan keterampilan industri kerajinan keramik. Depdikbud. 1992/1993 4. Widjaya, Ahmad. Profil Industri Keramik Indonesia. Teraju. Jakarta.2003
19
5. Reed, James. Principles of Ceramics Processing. John Wiley and Sons. 1995 6. Ryan dan Radford. Whitewares Production, Testing and Quality Control. Pergamon Press.1987 7. Perry, Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, Mc Graw Hill, 1999 8. S. Chopra and A. Jain. “ A Review of Fixed Bed Gasification Systems for Biomass”. Agricultural Engineering International : The CIGR Elournal. Invited Overview No. 5. Vol. IX. April 2007 9. Sacmi. Applied Ceramic Technology. Sacmi Imola. 2002 10. Smith, J.M., Van Ness, H.C., Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics, 6th ed., Mc Graw-Hill, Singapore, 2001. 11. http://www.esdm.go.id/berita/44-
batubara/1616-gasifikasi-batubaraenergi-masa-depan.pdf Suratno., Konversi Gas 12. Lorentius, Sintetis (syngas) menjadi Dimethyl eter dengan Katalis berpenyangga Gamma Alumina, disertasi pasca sarjana, Teknik Kimia ITS, 2006 13. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/re ad/news/2009/07/13/32526/PriamanayaKembangkan-Gas-Sintetik 14. http://riaubisnis.com/index.php/industrynews/4627-bangun-pltd-pln-gandeng-bioenergy-prima-manfaatkan-syngas-dipelalawan 15. J.M. Ogden, R.H. Williams, and M.E. Fulmer). Cogeneration Applications of Biomass Gasifier / Gas Turbine Technology in the Cane Sugar and Alcohol Industries,Energy and Environmental in the 21-st Century Proceeding, The MIT Press. 1991
20
Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 7, No. 2, Desember 2011 Hlm. 65-70