EKONOMI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT UNTUK MENUNJANG PASOKAN BAHAN BAKU INDUSTRI SLAT PENSIL
ANDESTIAN WIJAYA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2015 Andestian Wijaya NIM E151130071
RINGKASAN ANDESTIAN WIJAYA. Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk Menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil. Dibimbing oleh HARDJANTO dan YULIUS HERO. Hutan rakyat mampu menutupi kekurangan pasokan bahan baku kayu dari hutan alam. Kualitas kayu rakyat memang masih sangat rendah, walaupun hutan rakyat mempunyai potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan. Penggunaan kayu bulat yang bersumber dari hutan rakyat menunjukkan tren positif selama satu dasawarsa terakhir. Salah satu jenis hutan rakyat yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah hutan rakyat Pulai (Alstonia sp.) di Kabupaten Musi Rawas. Hutan rakyat Pulai mengalami perkembangan pesat karena daerah ini merupakan sebaran alami dan pangsa pasar Pulai yang tersedia. Kayu Pulai merupakan bahan baku utama untuk produksi pensil. Suplai kayu bulat Pulai saat ini dirasakan belum optimal bagi industri pensil selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha hutan rakyat Pulai (Alstonia sp.), menganalisis kontibusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan total petani, menganalisis kelembagaan hutan rakyat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan hutan rakyat. Penelitian dilakukan di Kabupaten Musi Rawas pada dua desa yaitu Desa yaitu SP 5 Suka Makmur (hutan rakyat monokultur Skema Kredit Usaha Hutan Rakyat/KUHR) dan Desa Sumber Harta (hutan rakyat pola agroforestry Pulai dan karet). Penelitian ini menggunakan metode survei dan pengambilan contoh menggunakan pengambilan contoh bertahap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat dengan sistem monokutur maupun sistem agroforestry layak diusahakan. Namun, sistem agroforestry lebih menguntungkan. Berdasarkan analisis sensitivitas kedua sistem pengusahaan hutan rakyat bersifat sensitif terhadap penurunan pendapatan dibandingkan jika terjadi peningkatan biaya. Peningkatan luas lahan hutan rakyat berkorelasi dengan peningkatan pendapatan petani dan kontribusi hutan rakyat rata-rata sebesar 10.3% terhadap total pendapatan petani. Pengeluaran rumah tangga petani terbesar pada kebutuhan bahan makanan berupa beras dan non beras. Terdapat kecenderungan semakin luas lahan hutan rakyat maka semakin besar pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan kriteria garis kemiskinan Sayogyo, sebagian besar petani di lokasi penelitian termasuk kategori hidup berkecukupan. Kayu Pulai mudah dikerjakan, dikeringkan, diawetkan dan mempunyai daya kembang susut sedang. Kayu Pulai termasuk jenis kayu ringan sehingga dapat meminimalkan biaya dan tenaga saat pengangkutan. Hutan rakyat monokultur di Desa SP 5 Suka Makmur menggunakan sistem penanaman „cemplongan‟, sedangkan hutan rakyat agroforestry di Desa Sumber Harta menggunakan sistem penanaman tumpangsari. Petani membentuk kelompok tani bertujuan meningkatkan kesejahteraan, memecahkan permasalahan dan menambah informasi. Kelompok Tani agroforestry akan lebih bertahan walaupun dengan luasan hutan rakyat yang sempit dan sistem budidaya Pulai yang tradisonal, sedangkan Kelompok Tani monokultur KUHR yang dibentuk berdasarkan kepentingan proyek akan kehilangan perannya. Kemitraan antara PT. XIP dengan petani monokultur digolongkan sebagai kemitraan inti-plasma. Petani
menyediakan lahan penanaman dan industri menyediakan biaya, sarana produksi, bimbingan teknis dan peningkatan teknologi. Masyarakat Musi Rawas sudah mengusahakan karet sejak lama, masyarakat lebih menyukai usaha karet sebagai mata pencaharian utama sedangkan usaha HR Pulai sebagai usaha sampingan yang digunakan sebagai tabungan. Jika memiliki lahan kosong, petani lebih menyukai mengusahakan karet dibandingkan Pulai. Petani ingin bergabung dalam program KUHR apabila memiliki lahan marjinal yang cukup luas. Masing-masing pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengusahaan HR memiliki pengaruh dan kepentingan yang berbeda-beda. Pemangku kepentingan cenderung membangun kerjasama, baik sebagai alat tawar maupun sebagai sarana untuk membangun kelembagaan baru dan mempunyai sejumlah agenda untuk membantu memperkuat kelompoknya. Kinerja usahatani agroforestry Pulai-karet lebih baik dibandingkan usahatani monokultur. Kinerja industri untuk mencapai pemenuhan bahan baku termasuk rendah, sedangkan kinerja industri dalam menghasilkan produk kayu olahan cukup tinggi. Kelembagaan HR Pulai mempunyai tiga ciri pokok yaitu batas yurisdiksi, hak kepemilikan dan aturan representasi. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa terdapat dua variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan petani mengusahakan hutan rakyat yaitu luas lahan hutan rakyat dan kemudahan budidaya Pulai. Kata kunci: agroforestry, hutan rakyat, kelayakan, monokultur, pulai.
SUMMARY ANDESTIAN WIJAYA. Economic and Institutional Private Forests for Support Industrial Raw Material Supply of Pencil Slat.Supervised by HARDJANTO and YULIUS HERO. Private forests can cover the shortage of raw materials supply from natural forests. Timber from private forest has a lowed quality, although private forests have a great potensial to use. Usage logs from private forest has showed a positive trend during the last decade. One kind of private forest were potential to be developed is a Pulai (Alstonia sp.) private forest in Musi Rawas. It is evolved considerably because this species are endemic and the market are available. Pulai wood is the main raw material for the production of pencils. Nowdays, supply of logs Pulai had not been optimal for pencil industry during the last 5 years. The purpose of the study were to analyze the feasibility private forest of Pulai (Alstonia sp.), analyzes contributing of private forest income in total income of farmers, analyze institutional private forests and analyzes the factors that affect farmers decisions to commercialize private forest. Study was conducted in Musi Rawas District at two villages namely SP 5 Suka Makmur (monoculture private forest Scheme of Private Forest Business Credit /or KUHR) and Sumber Harta (private forest agroforestry pattern of Pulai and Rubber). This study used survey method and multistage sampling. The results showed that private forest cultivation both monoculture system and agroforestry are feasible. However, agroforestry system are more profitable. Based on the sensitivity analysis, both private forest cultivation systems are sensitive to discharge in revenue compared to if there is increase in costs. Increasing private forest land area correlates with increasing of farmer‟s income and contribution of private forest average 10.3% to total farmer‟s income. The biggest farmers household expenditure are on food needs such as from rice and non-rice. There is growing tendency of private forest land area then the bigger the household expenses. Based on the Sayogyo‟s poverty line criteria, most of farmers in the study site are include on live well category. Pulai wood are tractable, dried, preserved and has a moderate swelling and shrinkage of wood. Pulai wood has known as light wood types, so it could be minimize in cost and effort when transporting. Private forest monoculture in SP 5 Suka Makmur village use cropping systems “cemplongan”, while the private forest in Sumber Harta village using intercropping planting. Farmers made farmers' groups aims to improve the welfare, solve problems and add information. Agroforestry Farmers Group will be exist even with narrow area of the private forest and traditional cultivation system of Pulai, while monoculture Farmers Group of KUHR because it is formed by interesting project will lose its role. The partnership between PT. XIP and monoculture farmer can classified as coreplasma partnership. The farmers provide the land and industry responsibility about cost, inputs, technical guidance and improved technology. Musi Rawas community has been cultivated rubber for a long time, people prefer the rubber business as main livelihood while private forest of Pulai as a sideline which is used as a savings. If farmers have bare land, they prefer to cultivate rubber than pulai. Farmers want to join KUHR program if they have
fairly extensive marginal land. Each of the stakeholders involved in the operation private forest have different interests and influence. Stakeholders tend to build cooperation, as a bargaining tool, to build institutional and has a number of agenda to help strengthen the group. Perfomance of pulai-rubber agroforestry business are higher than monoculture. Industry performance in raw material input are low mean while the performance of industry in producing wood processing is quite high. Institutional of private forest has three characteristics: jurisdictional boundary, property right and rule of representation. The results of logistic regression analysis showed that there are two independent variables that significantly influence farmer decision to attempt private forest are land area of private forest and ease of pulai cultivation. Key words: agroforestry, private forest, feasibility, monoculture, pulai.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EKONOMI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT UNTUK MENUNJANG PASOKAN BAHAN BAKU INDUSTRI SLAT PENSIL
ANDESTIAN WIJAYA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Leti Sundawati, MSc FTrop
Judul Tesis : Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk Menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil Nama : Andestian Wijaya NIM : E151130071
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Hardjanto, MS Ketua
Dr Ir Yulius Hero, MSc FTrop Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Tatang Tiryana, SHut MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 08 Juli 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan Januari–Februari 2015 ini ialah hutan rakyat, dengan judul Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk Menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS dan Bapak Dr Ir Yulius Hero, MSc FTrop, MSc selaku pembimbing, dosen penguji luar Ibu Dr Ir Leti Sundawati, MSc FTrop, Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Dr Tatang Tiryana, S Hut, M Sc. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir Muklis Syarief, Bapak Ir Agus Cik, Bapak Ir Harry Sartono, Bapak Ir M. Ali Wijaya, Ricky Wijaya S Hut, Mas Yosep, Mas Epeng, Kuyung Akmal dari PT. Xylo Indah Pratama, Bapak Ir Risman beserta Staf Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Istri dan Anak serta seluruh Keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga Tesis ini bermanfaat. Bogor,
Juli 2015
Andestian Wijaya
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN ISTILAH 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 5 5 5
2 METODE Kerangka Pikir Penelitian Waktu dan Lokasi Penelitian Alat Jenis Data Metode Pengambilan Contoh Metode Pengumpulan Data Analisis Data
5 5 7 8 8 8 8 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Sejarah Pembangunan HR Pulai Karakteristik Petani HR Sistem Pengusahaan HR Kelayakan Usaha HR Pendapatan Petani HR Kelembagaan HR Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Mengusahakan HR
14 14 19 20 22 25 32 38
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
58 58 58
DAFTAR PUSTAKA
59
LAMPIRAN
66
RIWAYAT HIDUP
79
55
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Jenis, sumber dan tehnik mendapatkan data Luas wilayah Musi Rawas menurut penggunaan lahan Luas hutan Musi Rawas Realisasi pembangunan HR Pulai program KUHR Industri pengolahan kayu di Musi Rawas Jenis flora dan fauna Musi Rawas Karakteristik responden Harga satu pohon di tingkat petani Perbedaan analisis finansial dan ekonomi Produksi fisik, nilai finansial kayu bulat Pulai Biaya pengusahaan HR per ha selama daur Nilai keuntungan (nominal) usaha hutan rakyat selama daur 30 tahun Rekapitulasi nilai NPV, BCR dan IRR pengusahaan hutan rakyat dengan daur 30 tahun Rekapitulasi analisis sensitivitas finansial pengusahaan HR Pulai Pendapatan petani dari usaha perkebunan karet Pendapatan petani dari usaha pertanian Pendapatan usaha peternakan Pendapatan petani dari sektor lain Kontribusi berbagai sumber pendapatan terhadap pendapatan total rumah tangga petani Pengeluaran rumah tangga petani rata-rata setiap desa Proporsi pendapatan terhadap pengeluaran petani Tingkat kesejahteraan petani HR Karakteristik dan produk Pulai Perbedaan situasi desa penelitian Alasan petani menjadi anggota KT Hak dan kewajiban industri (PT. XIP) Hak dan kewajiban petani mitra Aturan main petani/kelompok tani agroforestry Pulai dan karet Hak dan kewajiban kelompok tani agroforestry Pulai dan karet Perbandingan struktur kelembagaan kelompok tani Klasifikasi, tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh stakeholders terhadap pengusahaan HR Perilaku stakeholders dan kinerja dalam pengusahaan HR Kinerja usahatani Kinerja industri slat pensil Tipe hak kememilikan serta hak dan kewajiban Variabel-variabel dalam dalam analisis regresi logistik Uji signifikansi secara keseluruhan Nilai statistik uji wald Hasil Uji Hosmer–Lemeshow Nilai kontingensi Uji Hosmer–Lemeshow
9 14 16 17 18 18 20 24 26 28 29 30 31 32 33 34 34 35 35 36 37 37 40 42 43 44 44 45 45 46 49 51 52 53 54 55 56 56 57 57
DAFTAR GAMBAR 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tren pemanfaatan kayu bulat oleh IPHHK kapasitas di atas 6.000 m3/tahun. ( ) kayu rakyat, ( ) kayu HTI, ( ) kayu HPH, ( ) kayu IPK/ILS Kerangka pikir penelitian Jarak dari ibukota kabupaten ke ibukota Kecamatan HR Pulai (a) Monokultur dan (b) Agroforestry di Musi Rawas Proses pembuatan slat pensil Jalur pemasaran kayu Pulai Harga jual hasil pertanian di pasar lokal Pendapatan rata-rata petani berdasarkan luas lahan HR Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani HR Pulai Produk utama kayu Pulai (a) Proses pembuatan slat pensil (b) Slat pensil dan (c) Pensil Pola kemitraan intiplasma PT. XIP dengan petani Matrik nilai kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam pengusahaan HR Kinerja industri PT. XIP
2 7 15 17 24 25 33 36 38 41 47 50 53
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Identitas responden Arus kas pengusahaan HR Monokultur program KUHR Arus kas pengusahaan HR agroforestry Pendapatan total petani Pengeluaran rumah tangga petani Analisis regresi logistik Dokumentasi lapangan
67 68 70 72 73 74 77
DAFTAR SINGKATAN ISTILAH BRIK BCR Bappeda BTS Ulu Ditjen BPDAS-PS
: : : : :
Ditjen BUHT Ditjen BUK FSC HOK HPH HT HTI HR HTR ILS IPHHK IRR KT KUHR LSM NPV Permenhut PHH PP PT. XIP SDM SFM SHM SK SKAU SPH SSBP SVLK Tupoksi UU
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Badan Revitalisasi Industri Kehutanan Benefit of Cost Ratio Badan Perencanaan Daerah Bulang Tengah Suku Ulu Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial Direktorat Jenderal Bina Usaha Hutan Tanaman Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Forest Stewardship Council Hari Orang Kerja Hak Pengusahaan Hutan Hutan Tanaman Hutan Tanaman Industri Hutan Rakyat Hutan Tanaman Rakyat Izin Lain Sah Industri Primer Hasil Hutan Kayu Internal Rate of Return Kelompok Tani Kredit Usaha Hutan Rakyat Lembaga Swadaya Masyarakat Net Present Value Peraturan Menteri Kehutanan Penatausahaan Hasil Hutan Peraturan Pemerintah PT. Xylo Indah Pratama Sumber Daya Manusia Sustainable Forest Management Sertifikat Hak Milik Surat Keputusan Surat Keterangan Asal Usul Kayu Surat Pengakuan Hak Situation-Structure-Behaviour-Perfomance Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Tugas Pokok dan Fungsi Undang-Undang
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini terjadi kesenjangan antara kapasitas industri terpasang dengan kemampuan sumber daya alam dalam menyediakan bahan baku industri pengolahan kayu. Defisit produksi kayu bulat terhadap kebutuhan pasokan bahan baku industri semakin besar. Direktorat Jenderal BUK (2014) mencatat kebutuhan bahan baku kayu bulat untuk Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) nasional kapasitas di atas 6 000 m3/tahun sebesar 98.19 juta m3/tahun yang terdiri atas 401 unit industri. Realisasi pemenuhan kayu bulat nasional tahun 2014 hanya sebesar 48.25 juta m3 yang berasal dari berbagai sumber yaitu kayu bulat hutan alam dari Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)/Izin Lain Sah (ILS), kayu dari perkebunan, kayu dari Hutan Tanaman (HTI & Perhutani), kayu dari Hutan Rakyat dan kayu impor. Berdasarkan data di atas IPHHK mengalami kekurangan bahan baku sebesar 50%. Guna memenuhi kapasitas industri tersebut diperlukan upaya untuk memanfaatkan dan mengefektifkan potensi sumber bahan baku kayu semaksimal mungkin melalui ekstensifikasi Hutan Tanaman (HT) antara lain pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Rakyat (HR). Pembangunan HT yang dilakukan yaitu melalui pengembangan HTI di dalam kawasan hutan dan pengembangan HR di luar kawasan hutan (Supriadi 2002). UU No 41/1999 mendefinisikan HR “hutan yang terdapat di atas tanah yang dibebani hak atas tanah seperti hak milik, hak guna usaha dan hak pakai”. Kepmenhut No 49/1997 mendefinisikan HR “hutan yang dimiliki rakyat dengan luas minimal 0.25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan atau jenis lainnya lebih dari 50% dan atau tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman tiap hektar”. Hardjanto (2000) secara singkat menjelaskan bahwa HR adalah hutan yang dalam penggunaan lahannya menghasilkan kayu rakyat dan diusahakan dalam lahan milik. Luas HTI nasional sebesar 10.54 juta ha dan realisasi penanaman kumulatif sampai tahun 2014 telah mencapai 58% atau sebesar 6.11 juta ha (Ditjen BUHT 2014), dengan potensi kayu untuk jenis akasia (Acacia mangium) umur 4–5 tahun sebesar ± 123.55 m3/ha (Rochmayanto & Limbong 2013). Menurut Maryudi (2005) bahwa HR juga mempunyai potensi cukup besar untuk menutupi kekurangan pasokan bahan baku industri. Awang et al. (2007) menyatakan bahwa kayu rakyat memberikan kotribusi sebesar 30% dari ketersediaan kayu nasional. Ditjen BPDAS–PS (2011) mencatat luas HR nasional sebesar 3.6 juta ha dengan perkiraan potensi standing stock sebesar 125.6 juta m3 serta potensi kayu siap panen sebesar 20.9 juta m3. Data Ditjen BUK (2014) menunjukkan bahwa penggunaan kayu bulat yang bersumber dari hutan tanaman baik yang berasal dari HTI dan HR menunjukkan tren positif selama satu dasawarsa terakhir (Gambar 1). Selama tahun 2003–2014 penggunaan kayu bulat yang bersumber dari HTI maupun HR telah direalisasikan total sebesar 68.53%, sedangkan kayu bulat hutan alam telah direalisasikan sebesar 31.47% (Ditjen BUK 2014). Berdasarkan gambaran di atas, maka bahan baku kayu dari hutan tanaman (HTI dan HR) sangat potensial untuk mencukupi kekurangan produksi kayu dari hutan alam.
2
Kualitas kayu rakyat memang masih sangat rendah. Namun hutan rakyat mempunyai potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan. BRIK (2014) menyebutkan bahwa beberapa jenis kayu dari HR seperti Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni), Sengon (Paraserianthes falcataria), Durian (Durio zibethinus), Jabon (Anthocephalus cadamba), Bayur (Pterospermum javanicum), Pulai (Alstonia scholaris), Sonokeling (Delbergia latifolia) dan Karet (Hevea brasiliensis) banyak digunakan untuk industri pengolahan kayu untuk produksi veneer, plywood, laminating board, bare core, engineering doors, packaging boxes, flooring, furniture, housing component dan pencil slate. 40,000,000
Volume (m3)
35,000,000 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0
Gambar 1 Tren pemanfaatan kayu bulat oleh IPHHK kapasitas di atas 6.000 m3/tahun. ( ) kayu rakyat, ( ) kayu HTI, ( ) kayu HPH, ( ) kayu IPK/ILS (Sumber: Ditjen BUK 2014). Salah satu jenis HR yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah HR Pulai (Alstonia sp.) di Kabupaten Musi Rawas. HR Pulai mengalami perkembangan pesat karena daerah ini merupakan sebaran alami dan pangsa pasarnya yang tersedia (Lukman et al. 2012). Jenis Pulai (A. scholaris) Musi Rawas memiliki tingkat keragaman genetik terbesar di Indonesia (Hartati et al. 2007). Dahulu Pulai merupakan tanaman liar dan diangap gulma di perkebunan dan pekarangan masyarakat di Musi Rawas. Usahatani Pulai mulai mengalami perkembangan pesat pada tahun 1997 sejak program Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) oleh industri slat pensil1 PT. Xylo Indah Pratama yang melakukan kerjasama penanaman Pulai dengan petani pemilik lahan (Mayers & Varmeulen 2002). Jenis Pulai yang dikembangkan merupakan jenis endemik cepat tumbuh yaitu Pulai Gading (A. scholaris (L.) R.Br.) dan Pulai Darat (A. angustiloba Miq.) (Balitbanghut 2004; Sumadi et al. 2006). HR Pulai memiliki potensi sebagai penyedia bahan baku industri slat pensil yang pemanfaatannya cukup besar di Musi Rawas (Mashudi 2013). Sebagian besar suplai kayu Pulai untuk industri dipenuhi dari HR dan sebagian dari hutan alam. Kayu Pulai merupakan kayu kualitas terbaik untuk produksi pensil (Maimunah 2014), karena sifatnya yang mudah dikerjakan, dikeringkan, diawetkan dan mempunyai daya kembang susut sedang (Arinana & Diba 2009). 1
Slat pensil (pencil slate) adalah lembaran tipis kayu yang diperoleh dengan mengolah kayu gergajian (sawn timber) dengan ukuran panjang maksimal 300 mm, lebar maksimal 70 mm dan tebal maksimal 6 mm, slat pensil kemudian diolah lebih lanjut menjadi barang jadi berupa pensil. Slat pensil merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan pensil (Hanik 2014).
3
Kayu Pulai memiliki nilai ekonomi tinggi, harga kayu Pulai (log) diameter 20 cm di tingkat pabrik rata-rata Rp500 000/m3 (Yuwono 2006), hasil penelusuran pada PT. XIP harga saat ini rata-rata Rp725 000/m3. Di Yogyakarta kayu Pulai dimanfaatkan untuk industri kerajinan topeng dan di Bali dimanfaatkan untuk industri kerajinan ukiran (Mashudi & Adinugraha 2014). Kegunaan kayu Pulai lainnya sebagai barang kerajinan berupa papan tulis, lemari, korek api, hak sepatu, cetakan beton, peti mati dan pulp (Indartik 2009). Untuk mengetahui apakah pengusahaan HR Pulai berjalan baik atau tidak diperlukan analisis finansial. Ying (2014) menyatakan bahwa analisis finansial usaha HR sangat penting untuk mengetahui kelayakan usaha melalui perhitungan kriteria investasi HR. Analisis ini memberikan gambaran positif atau negatif terhadap pilihan-pilihan tertentu serta menjadi alat pendekatan rasional dalam pengambilan keputusan secara ekonomi. Perhitungan pendapatan HR sangat diperlukan untuk mendapatan gambaran usaha HR, karena adakalanya biaya dan pendapatan yang dihasilkan akan berbeda pada setiap pola pengembangan HR. Sedangkan untuk mengetahui kelembagaan HR digunakan analisa SSBP (Situation, Structure, Behaviour & Perfomance) (Schmid 1987). Schmid menyatakan kelembagaan sebagai inovasi untuk mengatur atau mengontrol interdependensi antar manusia terhadap sesuatu situasi, situasi akan mempengaruhi perilaku, selanjutnya perilaku akan mempengaruhi kinerja. Hardjanto et al. (2012) menyatakan bahwa kinerja usaha HR akan menjadi lebih baik jika kelembagaan yang mendukung pada setiap sub-sistem terus disempurnakan. Kelembagaan adalah bagian penting yang memungkinkan tercapainya kelestarian usaha dan kelestarian hasil HR. Studi tentang ekonomi dan kelembagaan HR Pulai masih jarang dilakukan, oleh karena itu layak untuk dilakukan penelitian. Hasil studi literatur menunjukkan bahwa kajian HR di Musi Rawas yang telah dilakukan yaitu persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan hutan HR pola kemitraan (Yuwono 2006). Fokus penelitian ini adalah tentang analisis kelayakan finansial dan kelembagaan HR Pulai. Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan HR Pulai di tingkat petani, menganalisis kontribusi pendapatan usahatani HR terhadap total pendapatan petani, menganalisis kelembagaan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan HR. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai acuan bagi pengambil kebijakan dan menjadi pedoman khususnya dalam rangka pemenuhan bahan baku untuk industri pensil yang berkelanjutan. Perumusan Masalah HR dapat dikembangkan untuk mengatasi kesulitan bahan baku kayu. HR Pulai di Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu HR yang cukup potensial untuk dikembangkan. HR Pulai terus mengalami perkembangan seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan baku kayu. Pulai sangat cocok dengan kondisi iklim di Musi Rawas dan didukung keberadaan industri kayu yang menggunakan Pulai sebagai bahan baku slat pensil. Pemilihan jenis Pulai untuk slat pensil didasarkan pada nilai ekonomi dan harga yang cukup tinggi di kalangan petani sebagai produsen, namun suplai kayu bulat Pulai saat ini dirasakan belum optimal memenuhi kebutuhan industri. Pasokan bahan baku hanya mampu dipenuhi
4
sebesar 50% dari kebutuhan total industri selama kurun waktu 5 tahun terakhir, total kebutuhan bahan baku slat pensil sebesar 57 000 m3/tahun, hanya mampu dipenuhi rata-rata sebesar 30 340 m3/tahun (Ditjen BUK 2014). Lingkup kajian dalam penelitian ini hanya pada dua subsitem yaitu subsistem produksi (struktur tegakan, hasil produksi dan budidaya) dan sub-sistem kelembagaan (aturan main dan organisasi). Sesungguhnya masih terdapat dua subsistem lagi yang mempengaruhi, namun tidak dilakukan penelitian yaitu subsistem pemasaran (sistem distribusi, struktur pasar, penentuan harga, perilaku pasar dan keragaan pasar) dan sub-sistem pengolahan (perlakuan yang merubah bahan baku kayu bulat menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi). Permasalahan pada sub-sistem produksi yaitu rendahnya nilai tukar (term of trade) yang diterima petani. Nilai tukar yang merupakan perbandingan manfaat dan biaya belum dapat memberikan kesempatan petani untuk memperoleh keuntungan maksimal. Awang et al. (2002) menyatakan bahwa permasalahan modal merupakan penyebab utama belum maksimalnya usaha HR. Darusman dan Hardjanto (2006) berpendapat bahwa kontribusi pendapatan HR berkisar tidak lebih dari 10% dari pendapatan total petani dan dianggap sebagai pendapatan sampingan serta bersifat insidentil. Rendahnya nilai tukar yang diterima petani juga disebabkan oleh kurang berfungsinya kelembagaan, terutama kelembagaan yang dapat berperan dalam menaikkan kekuatan tawar-menawar. Secara umum permasalahan pada sub-sitem kelembagaan adalah lemahnya kelembagaan di tingkat organisasi, SDM dan sistem manajemen (Hakim 2010), belum dipahaminya nilai-nilai sosial, norma, aturan main dan organisasi (Rahmawati 2004). Kelembagaan petani dianggap sebagai faktor kunci dalam meningkatkan akses petani, terutama akses terhadap pasar (Hellin et al. 2009). Hal senada dikemukakan oleh Diniyati et. al (2008) bahwa kelembagaan marupakan aspek yang paling berpengaruh, HR akan sulit berkembang tanpa kelembagaan. Secara khusus studi ini bertujuan menganalisis kelayakan usaha petani HR dilihat dari aspek finansial, menganalisis kontribusi pendapatan usahatani HR terhadap total pendapatan petani, menganalisis kelembagaaan HR dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan HR. Diharapkan dari hasil analisa ini akan diperoleh manfaat yang sesuai dengan kondisi setempat (local specific) dan mampu diimplementasikan di lapangan. Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana kelayakan usaha usahatani HR Pulai? 2. Berapa kontribusi pendapatan usahatani HR terhadap total pendapatan petani? 3. Bagaimana kelembagaan HR berdasarkan kriteria Situasi, Struktur, Perilaku dan Kinerja? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan HR? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini secara garis besar menganalisis aspek ekonomi dan kelembagaan, secara khusus tujuan penelitian yang ingin dicapai sebagai berikut: 1. Menganalisis kelayakan usahatani HR Pulai.
5
2. Menganalisis kontribusi pendapatan usahatani HR Pulai terhadap total pendapatan petani 3. Menganalisis kelembagaan HR Pulai berdasarkan kriteria Situasi (Situation), Struktur (Structure), Perilaku (Behaviour) dan Kinerja (Perfomance). 4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan HR. Manfaat Penelitian 1. 2. 3. 4.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: Memberikan informasi kelayakan usahatani Pulai. Memberikan informasi kontribusi pendapatan HR terhadap total pendapatan petani dan perekonomian desa. Sebagai referensi bagi peneliti, akademisi dan pemerintah dalam mengkaji kelembagaan HR. Memberikan informasi tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk mengusahakan HR. Ruang Lingkup Penelitian
Analisis diarahkan pada penilaian tentang ekonomi dan kelembagaan yang mendukung pembangunan HR sehingga menghasilkan keluaran yang berdampak dan memberikan manfaat bagi para pelaku HR. Ruang lingkup penelitian HR Pulai sebagai berikut: 1. Rumah tangga petani, kelompok tani dan stakeholders yang terkait HR. 2. Industri slat pensil PT. Xylo Indah Pratama.
2 METODE Kerangka Pikir Penelitian Pasokan bahan baku untuk kebutuhan industri slat pensil di Kabupaten Musi Rawas belum cukup mampu memenuhi kebutuhan industri kayu. Bahan baku industri PT. XIP adalah jenis tanaman Pulai yang berasal dari HR monokultur program KUHR tahun 1997–2004 seluas 5 000 ha. Perkiraan potensi kayu Pulai sebesar 114.19 m3/ha yang terdapat di enam kecamatan yaitu, Kecamatan Muara Kelingi, Kecamatan Muara Beliti, Kecamatan Jayaloka, Kecamatan BKL Ulu Terawas, Kecamatan Megang Sakti dan Kecamatan BTS Ulu. Selain sumber bahan baku dari HR monokultur, bahan baku berasal dari kebun agroforestry Pulai dan karet masyarakat yang terdapat di 20 kecamatan dari total 21 kecamatan di Musi Rawas. Namun, satu kecamatan yakni Ulurawas tidak diperkenankan memasok bahan baku industri karena berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat dan dikhawatirkan akan merambah kawasan tersebut. Kebutuhan bahan baku industri slat pensil PT. XIP sebesar 57 000 m3/tahun, hanya mampu dipenuhi rata-rata hanya 34 340 m3/tahun selama kurun waktu 5 tahun terakhir (2010–2014). Tingginya permintaan kayu tidak dapat dipenuhi petani/kelompok tani sebagai produsen, dalam situasi ini petani sedikit memiliki
6
pilihan sehingga meningkatkan intensitas penebangan yang dapat menyebabkan penurunan kelas diameter. Usaha HR merupakan usaha yang membutuhan waktu yang cukup lama, mulai dari persiapan lahan hingga panen. Oleh karena itu, pendapatan dan pengeluaran tidak diperoleh petani pada saat yang bersamaaan. HR banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai usaha sampingan. HR cukup potensial untuk dikembangkan dengan budidaya jenis tanaman cepat tumbuh. HR dapat menjadi alternatif untuk mencukupi kekurangan bahan baku kayu yang berasal dari hutan alam. Berdasarkan kondisi tersebut terdapat peluang pengelolaan HR dalam rangka meningkatkan kelancaran pasokan bahan baku yaitu pada sub-sistem produksi dan sub-sistem kelembagaan. Pada sub-sitem produksi obyek penelitiannya adalah petani HR dan pada sub-sistem kelembagaan obyek penelitiannya adalah organisasi petani dan para pemangku kepentingan yang terkait HR. Sesungguhnya masih terdapat dua subsitem lagi yang mempengaruhi yaitu sub-sistem pemasaran dan sub-sistem pengolahan, namun kedua subsitem ini tidak dilakukan penelitian kareana alasan keterbatasan waktu. Pada rumah tangga petani dilakukan analisis finansial untuk mengetahui kelayakan usahatani Pulai dan analisis pendapatan HR terhadap pendapatan total petani untuk mengetahui tingkat kontibusi HR dan tingkat kesejahteraan petani. Usahatani adalah suatu usaha dimana petani (pemilik, penggarap, penyakap) baik secara individual atau berkelompok melaksanakan proses produksi dengan mensinergikan penggunaan faktor input yang terdiri atas modal, tenaga kerja, sumberdaya alam dan keterampilan sesuai dengan tingkat teknologi yang dimiliki (Awang et al. 2002). Analisis kelayakan berfungsi untuk menentukan apakah suatu usaha layak dijalankan, hal ini penting dilakukan agar usaha yang sedang dirintis atau dikembangkan terhindar dari kerugian. Parameter penilai kelayakan usaha HR yang digunakan adalah nilai keuntungan bersih pengusahaan saat ini (NPV), rasio keuntungan kotor (BCR) dan tingkat kemampuan pemanfaatan modal usahatani (IRR). Analisis kelembagaan dilakukan secara deskriptif kualitatif menggunakan analisis SSBP (Schmid 1987). Situasi akan mendeskripsikan karakteristik komoditas Pulai dan produknya, biofisik dan kondisi sosial ekonomi petani, Struktur berhubungan dengan aturan main dan organisasi baik formal maupun informal, Perilaku akan menjelaskan perilaku petani dan stakeholders pengusahaan HR dan Kinerja akan menjelaskan kinerja usahatani serta kinerja industri slat pensil. Terdapat tiga ciri kelembagaan yang akan diuraikan yaitu batas yurisdiksi, hak kepemilikan dan aturan representasi. Tahap selanjutnya adalah analisis regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan HR. Terdapat Sembilan faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan HR yaitu luas lahan HR, pendapatan petani, umur, tingkat pendidikan, keanggotaan kelompok tani, harga kayu Pulai yang diterima petani, kemudahan produksi Pulai, kemudahan pemasaran Pulai dan jumlah tanggungan keluarga. Hasil analisis diharapkan menjadi bahan pertimbangan dan strategi untuk mencapai kondisi pemenuhan bahan baku yang optimum serta berkelanjutan. Kerangka pikir yang dibangun dalam rangka penelitian ekonomi dan kelembagaan HR untuk menunjang pasokan bahan baku slat pensil (Gambar 2). Hutan Rakyat (HR)
7
Sumber Bahan Baku
Kondisi(Demand >Supply)
Peluang Pengelolaan HR
Subsitem Pemasaran
Situasi Struktur Perilaku Kinerja
Subsitem Kelembagaan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Mengusahakan HR Organisasi Petani, Stakeholders Pengusahaan HR 1 2 3 4
Subsistem pengolahan (Industri)
Subsitem Produksi
Kelayakan Usaha HR
Petani HR
Analisis Finansial HR Analisis Pendapatan usaha HR Analisis Kelembagaan HR Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Mengusahakan HR
Luas Lahan HR Pendapatan Total Umur Tingkat Pendidikan Keanggotaan KT Harga Kayu Kemudahan Produksi Kemudahan Pemasaran Jumlah Tanggungan kel.
Kontribusi Pendapatan HR dan Non HR
Pemenuhan Bahan Baku Industri yang Optimal Keterangan: Tidak dilakukan penelitian Dilakukan dalam penelitian
Gambar 2 Kerangka pikir penelitian Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan (Januari–Februari 2015) di Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi ditentukan secara purposive atas dasar bahwa lokasi HR Pulai cukup representatif sesuai dengan topik penelitian. Beberapa alasan penetapan Kabupaten Musi Rawas sebagai lokasi penelitian yaitu: (1) Terdapat petani dan kelompok tani yang mengusahakan HR jenis Pulai, (2) Terdapat industri slat pensil dan (c) Informasi potensi HR dari Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas.
8
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner, kamera digital, pita ukur, tape recorder, handcounter. Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan yaitu (1) Data primer meliputi karakteristik petani, teknis usahatani mulai investasi awal, sampai dengan panen, pengolahan dan penjualannya (distribusi) baik dalam satuan teknis maupun nilai (value), pengeluaran rumah tangga, pendapatan dari non HR dan data organisasi kelompok tani, (2) Data sekunder meliputi keadaan biofisik, sosial ekonomi masyarakat, karakteristik HR dan data-data lain yang berhubungan dengan obyek penelitian. Data sekunder dikumpulkan dengan teknik pencatatan dokumen pada instansiinstansi terkait seperti Dinas Kehutanan, Badan Pusat Statistik (BPS), swasta serta data lain yang berhubungan dengan penelitian. Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh untuk lingkup satu kabupaten Musi Rawas dengan menggunakan menggunakan pengambilan contoh bertahap (multistage sampling) dengan tiga tahap (Soekartawi et al. 1984) yaitu kecamatan, desa dan rumah tangga petani, sebagai berikut: 1. Wilayah Kecamatan, dipilih dua Kecamatan yaitu Kecamatan BTS Ulu dan Kecamatan Sumber Harta. Pertimbangan pemilihan lokasi Kecamatan adalah : a. Kecamatan BTS Ulu merupakan Kecamatan yang terdapat pengusahaaan HR Pulai program KUHR terluas dan terdapat kelompok tani Pulai. b. Kecamatan Sumber Harta, merupakan Kecamatan yang terdapat usahatani Pulai dengan pola agroforestry terluas dan terdapat kelompok tani Pulai. 2. Wilayah Desa, dipilih masing-masing satu desa yaitu SP 5 Suka Makmur (mewakili Kecamatan BTS Ulu) dan Desa Sumber Harta (Mewakili Kecamatan Sumber Harta) dengan kriteria sekurang-kurangnya 65% dari jumlah rumah tangganya mengusahakan HR dan setiap desa terdapat kelompok tani. 3. Rumah tangga petani, dari setiap Desa dipilih responden rumah tangga petani secara acak (random) sebanyak 40 orang (Desa SP 5 Suka Makmur) dan sebanyak 40 orang (Desa Sumber Harta). Menurut Mantra dan Kasto (1989) dalam penelitian survei standar minimal responden yang diambil adalah minimal 30 responden. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara : (1) Observasi atau mengadakan pengamatan langsung di lapangan, (2) Wawancara; mengadakan komunikasi langsung dengan responden dan informan dengan menggunakan bantuan kuisioner, (3) Pencatatan; mencatat semua data sekunder dari dinas atau instansi
9
yang berkaitan dengan penelitian. (4) Studi literatur, yaitu pengumpulan data dari jurnal, buku, hasil penelitian, karya ilmiah, prosiding/hasil seminar dan laporan. Tabel 1 Jenis, sumber dan tehnik mendapatkan data A.
B.
C.
D. E.
F.
G.
2
Jenis data Kondisi umum lokasi 1. Geografis wilayah, iklim, monografi dan sebagainya 2. Potensi HR, Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) Identitas responden 1. Nama responden 2. Umur 3. Jenis kelamin 4. Pendidikan 5. Jumlah anggota keluarga 6. Pekerjaan utama 7. Pekerjaan sampingan Data ekonomi rumah tangga petani HR 1. Biaya tetap (bangunan/pemondokan, peralatan, kendaraan, jalan, pemasangan papan nama, patok batas, sewa lahan dan lain-lain). 2. Biaya variabel (persemaian, pengangkutan, pemasangan ajir dan lubang tanam, penanaman, pemupukan, pemeliharaan dan lain-lain) 3. Biaya administrasi (perizinan, PBB/restribusi). 4. Volume dan harga kayu 5. Pendapatan dari Non HR (pertanian/perkebunan/peternakan/ perdagangan dan lain-lain) Suku bunga kredit/pinjaman (discount rate) di lokasi penelitian Data pengeluaran rumah tangga 1. Biaya kebutuhan sehari-hari (sandang, pangan, kesehatan, transportasi, hiburan dan lain-lain) 2. Biaya insidental (khitanan, pernikahan, pajak/iuran dan lain-lain) 3. Biaya pendidikan 4. Biaya sarana rumah tangga (listrik dan air). Kharakteristik HR 1. Luas HR dan Non HR 2. Kegiatan pengelolaan HR Kelembagaan 1. Situasi (Komoditas Pulai dan produk kayu Pulai, biofisik, sosial dan ekonomi) 2. Struktur (aturan main dan organisasi) 3. Perilaku (perilaku petani dan stakeholders dalam pengusahaan HR) 4. Kinerja (kinerja usahatani dan kinerja industri)
Sumber data BPS, Kantor Desa, Kantor Kecamatan, Dishut Kabupaten Petani HR
Tehnik Studi literatur dan pencatatan
Petani HR
Wawancara dan observasi
Staf Bank BRI2 Musi Rawas Petani HR
Wawancara
Petani HR
Wawancara , observasi, pencatatan Wawancara, observasi
Petani, kelompok tani, Dishut Kabupaten dan Provinsi, Kementerian LHK, Industri, Bappeda, Dinas Pertanian, LSM dan lain-lain.
Wawancara dan observasi
Wawancara dan observasi
BRI (Bank Rakyat Indonesia) merupakan lembaga keuangan yang telah teruji dan berpengalaman dalam pembangunan pedesaan selama puluhan tahun sejak 1975, menyediakan fasilitas kredit mulai level kecamatan sampai ke desa-desa (Yustika 2012).
10
Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung kelayakan finansial dan menghitung kontribusi pendapatan dari usaha HR terhadap total pendapatan rumah tangga serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan HR dan (2) Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis kelembagaan. Analisis Finansial Untuk mengetahui kelayakan usaha HR digunakan analisis finansial dengan tiga kriteria kelayakan (Gittinger 1972): a. NPV (Net Present Value) Merupakan nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan HR. 𝑛
NPV = 𝑡=0
(𝐵𝑡 – 𝐶𝑡) ……………………………………….……(1) (1 + 𝑖)𝑛
b. BCR (Benefit Cost Ratio) Merupakan perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran selama jangka waktu pengusahaan HR. 𝑛
BCR = 𝑡=0
𝐵𝑡 1+𝑖
𝑛 𝑛 𝑡=0
𝐶𝑡 1+𝑖
𝑛
………………………………(2)
c. IRR (Internal Rate of Return) Merupakan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh usaha HR atau kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan.IRR adalah suatu nilai tingkat diskonto yang menghasilkan NPV=0. 𝑛
IRR = 𝑡=0
Keterangan : Bt : Ct : i : t : n :
(𝐵𝑡 – 𝐶𝑡) = 0 …………………………………….….…(3) (1 + 𝑖)𝑛
Manfaat tahun t (Rp) Biayapada tahun t (Rp) Discount rate (dalam desimal) Tahun ke-t Lama waktu dalam tahun
Kriteria kelayakan pengusahaan HR dalam penelitian ini dianggap layak jika; (1) BCR > 1, (2) NPV positif (> 0) dan (3) IRR lebih besar dari discount rate. Analisis Pendapatan Petani Analisis pendapatan petani meliputi pendapatan petani yang berasal dari HR maupun non HR. Analisa ini juga menghitung kontribusi pendapatan dari HR terhadap total pendapatan rumah tangga petani untuk memperoleh gambaran
11
bagaimana peranan pengusahaan HR terhadap kehidupan ekonomi rumah tangga petani. Untuk menghitung pendapatan total petani dari seluruh bidang usaha dengan rumus (Soekartawi et al.1984): Ptot = Pa +Pb +Pc +Pd +Pe …………………………………….(4) Keterangan : Ptot = Total pendapatan rumah tangga per tahun Pa…n = Pendapatan petani yang berasal dari; (a) Perkebunan karet, (b) Pertanian (c) Peternakan, (d) Hutan rakyat dan (e) Usaha lain non pertanian. Untuk mengetahui prosentase pendapatan usaha ke-i terhadap total pendapatan petani: Pi % =
Pi x 100% ………………………………………..……(5) Ptot
Keterangan : Pi% = Prosentase pendapatan dari bidang usaha ke-i, Pi = Pendapatan yang diperoleh dari usaha ke-i (Rp/tahun), Ptot = Pendapatan total petani yakni total pendapatan yang berasal HR maupun non-HR (Rp/tahun). Setelah diperoleh data pendapatan maka akan diukur tingkat kesejahteraan petani berdasarkan perhitungan pendapatan/kapita dari masing-masing petani yang dibandingkan dengan nilai beras yang dikonsumsi petani menurut klasifikasi Sayogyo (1977). Analisis Kelembagaan Analisis kelembagaan digunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif tidak berfokus pada pengujian hipotesis, akan tetapi bertujuan menggambarkan realitas sosial yang kompleks dengan cara-cara mengkonstruksi realitas yang terjadi (Bungin 2009). Analisis kelembagaan menggunakan analisis SSBP (Schmid 1987). Pendekatan SSBP banyak digunakan dalam analisis kelembagaan dengan pendekatan ekonomi kelembagaan (institutional economic analysis). Schmid (1987) lebih lanjut menjelaskan bahwa keterkaitan antar empat komponen tersebut saling mempengaruhi, dimana situasi akan mempengaruhi struktur, struktur dianggap akan menentukan perilaku, dan perilaku selanjutnya mempengaruhi kinerja. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Pengambilan Keputusan Pengusahaan HR Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan HR digunakan regresi logistik (logit). Regresi logit dipilih karena variabel dependen yang digunakan dalam bentuk kategorik dengan dua nilai (Regresi logistik biner) atau lebih (Regresi logistik polytomous), sedangkan variabel independen dapat berupa variabel kontinyu atau diskrit dan/atau gabungan keduanya (Sujarweni 2014). Regresi logit digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel bebasnya (Haloho et al. 2013). Dalam kasus penelitian ini variabel kategorikal
12
berbentuk dummy (0 = Tidak mengusahakan HR dan 1 = Mengusahakan HR). Persamaan regresi logit sebagai berikut : π x =
exp β0 + β1 X1 +β2 X2 +…+ β9 X9 1+ exp β0 + β1 X1 +β2 X2 +…+ β9 X9
………………………………(6)
Persamaan (6) tersebut kemudian ditransformasi yang dikenal dengan tranformasi logit π(x) untuk memperoleh fungsi g(x) yang linear dalam parameternya, sehingga mempermudah pendugaan parameter regresi yang dirumuskan sebagai berikut : g(x) =ln
𝜋(𝑥) 1−𝜋(𝑥)
=β0 + β1 X1 +β2 X2 + … + β9 X9 +ε ……………..(7)
Keterangan : π (x) = Probabilitas petani mengambil keputusan mengusahakan` HR g (x) = Keputusan petani untuk mengusahaan HR (0=Tidak mengusahakan HR, 1= Mengusahakan HR) β0 = Konstanta β1-n = Koofisien regresi ε = Galat X1 = Luas lahan (ha) X2 = Pendapatan total Petani (Rp/tahun) X3 = Umur (tahun) X4 = Tingkat pendidikan X5 = Keanggotaan kelompok tani X6 = Harga Pulai yang diterima petani (Rp/pohon) X7 = Kemudahan dalam produksi Pulai X8 = Kemudahan dalam pemasaran Pulai X9 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) Pengujian signifikansi model dan parameter dalam analisis regresi logistik diuraikan sebagai berikut : 1. Uji Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test, digunakan untuk mengevaluasi cocok tidaknya model dengan data: g
Oi − Ni πi 2 …………………………………………(8) Ni πi 1- πi
χ2 HL= f x = i=1
Keterangan : Ni = Total frekwensi pengamatan kelompok ke-i O1 = Frekwensi pengamatan kelompok ke-i 𝜋𝑖 = Rata-rata taksiran peluang kelompok ke-i Hipotesis : H0
= π x =
H1
≠ π x =
eg(x) 1+ eg(x) eg(x) 1+ eg(x)
(Model cocok dengan data pengamatan) (Model tidak cocok dengan data pengamatan)
13
Untuk menguji kecocokan model, nilai Chi-square yang diperoleh dibandingkan dengan nilai Chi-square tabel dengan df = g-2, dimana g adalah banyaknya kelompok. Kriteria uji tolak H0 Jika χ2HL ≥ χ2( α, g−2) atau p-value ≤α dan terima H1 jika Jika χ2HL ≤ χ2( α, g−2) atau p-value ≥α. Selang kepercayaan yang digunakan 95% atau α = 0.05. 2. Uji signifikansi parameter a. Uji G atau uji signifikansi parameter secara bersama (rasio likelihood), digunakan untuk menguji peranan variabel penjelas di dalam model secara bersama-sama, dengan rumus : G= -2log
l0 =-2 log l0 − log l1 =-2 L0 − L1 …………………(9) l1
Keterangan : l0 = Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model di bawah hipotesis nol l1 = Nilai maksimum fungsi kemungkinan untuk model di bawah hipotesis alternatif L0 = Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model di bawah hipotesis nol L1 = Nilai maksimum fungsi log kemungkinan untuk model di bawah hipotesis alternatif Hipotesis : H0 : β1 = β2= … = βk= 0 (model tidak berarti) dimana k= 1,2...p. H1 : Minimal ada satu βk ≠ 0 (model berarti) Nilai −2(L0 − L1) tersebut mengikuti distribusi Chi-square dengan df = p dengan α=0,05, maka kriteria ujinya adalah tolak H0 jika −2(L0 − L1) ≥ χ2 (p) atau p-value ≤ α dan terima H1 jika −2(L0 − L1) ≤ χ2 (p) atau p-value ≥ α. Selang kepercayaan yang digunakan 95% atau α = 0,05 b. Uji signifikansi tiap parameter (uji Wald) digunakan untuk menguji signifikansi parameter model secara terpisah. Uji Wald didefinisikan dengan : W2 =
𝛽𝑘 𝑆𝐸 𝛽 𝑘
…….…….…….……………….…….………….(10)
Keterangan : βk = Nilai dari estimasi parameter regresi dan SE
βk
= Standard error
Hipotesis : H0 : βk = 0 (Koofisien logit tidak signifikan terhadap model) k= 1,2…p. H1 : βk ≠ 0 (Koofisien logit signifikan terhadap model) Statistik uji W2 mendekati distribusi Chi-square dengan df = 1. Kriteria keputusan yang diambil tolak H0 jika W2>χ2(1, α) dan terima H1 jika W2<χ2(1, α) . Selang kepercayaan yang digunakan 95% atau α = 0.05.
14
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Biofisik Kabupaten Musi Rawas Secara astronomis Kabupaten Musi Rawas terletak pada posisi 102 º07‟00” –103 º40‟00” BT dan 2 º20‟00” – 3 º38‟00” LS. Secara geografis merupakan salah satu kabupaten paling barat di Provinsi Sumatera Selatan yang berbatasan dengan Provinsi Jambi di bagian Utara, Kabupaten Empat Lawang di bagian Selatan, Provinsi Bengkulu dan Kota Lubuk Linggau di bagian Barat serta Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Muara Enim di bagian Timur. Secara keseluruhan Kabupaten Musi Rawas memiliki luas wilayah 1.2 juta ha yang terdiri atas 21 Kecamatan. Topografi yang beragam, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, ketinggian wilayah 25–1000 mdpl. Jenis tanahnya terdiri atas jenis alluvial, litosol, asosiasi latisol, regosol, podsolik, asosiasi podsolik dan komplek podsolik. Kabupaten Musi Rawas beriklim tropis dan basah dengan curah hujan rata-rata per bulan pada tahun 2014 sebesar 283 mm dengan rata-rata hari hujan 14 hari per bulannya. Curah hujan rata-rata tertinggi terjadi di bulan Februari yakni 407 mm sedangkan hari hujan terbanyak terjadi di bulan April dengan 19 hari hujan. Temperatur rata-rata 26 ºC dengan kelembapan 87.3%. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Musi Rawas termasuk tipeiklim A. Tidak terdapat gunung berapi, di bagian Barat terdapat dataran rendah yang sempit dan berbatasan dengan Bukit Barisan. Keadaan alam terbagi menjadi lahan potensial, sawah, ladang, kebun karet dan lahan lainnya. Lahan paling banyak dimanfaatkan untuk perkebunan yakni 26.59% dari total luas lahan kabupaten dan sebanyak 4.08% adalah lahan pertanian berupa sawah (Tabel 2). Tabel 2 Luas wilayah Musi Rawas menurut penggunaan lahana Jenis penggunaan Lahan Sawah a. Irigasi b. Tadah hujan c. Rawa pasang surut d. Rawa lebak Lahan pertanian bukan sawah a. Tegal/kebun b. Ladang/huma c. Perkebunan d. Ditanami pohon/HR e. Padang Penggembalaan/rumput f. Sementara tidak diusahakan g. Lainnya (tambak, kolam, empang, hutan negara dan lain-lain) Lahan bukan pertanian Total a Sumber: BPS Musi Rawas 2014
Luas lahan (ha) 50 410 15 017 16 867 8 080 10 446 899 243 51 342 29 571 328 825 174 953 2 356 108 329 208 867 286 930 1 236 583.66
Prosentase terhadap total (%) 4.08 1.21 1.36 0.65 0.84 72.72 4.15 2.39 26.59 14.15 0.19 8.67 16.49 23.20 100.00
15
Sosial Ekonomi Masyarakat Penduduk Musi Rawas berjumlah 551 500 jiwa, dengan kepadatan 45 jiwa/km2. Hal ini menunjukkan jumlah penduduk yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar 547 096 jiwa. Penduduk terdiri atas multi etnis, disamping penduduk asli. Hal ini merupakan konsekuensi dari keberadaan Kabupaten Musi Rawas sebagai salah satu daerah tujuan transmigrasi di Indonesia. Beberapa suku yang mendominasi diantaranya adalah suku Jawa, Sunda dan Melayu. Agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk (98.49% Islam dan 1.15% agama lain). Mata pencaharian penduduk sangat beragam, umumnya di sektor pertanian tanaman pangan dan palawija. Kegiatan sektor pertanian yang banyak dilakukan adalah usahatani kebun agroforestry dan tanaman utama yang dibudidayakan adalah karet. Jenis komoditas lainnya seperti durian, pisang, rambutan, sayuran, padi ladang dan lainlain. Disamping pekerjaan utama, terdapat beberapa lahan usaha sebagai alternatif mata pencaharian antara lain pencari hasil hutan dan buruh perkebunan. Sarana pendidikan tersedia sekolah dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi. Fasilitas kesehatan relatif memadai di setiap kecamatan, telah tersedia puskemas dan puskemas pembantu di beberapa desa (BPS 2014). Aksesibilitas
Jarak dari ibukota kabupaten (Km)
Aksesibilitas merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi daerah dan berperan dalam menunjang kelancaran arus barang dan jasa antar wilayah. Kabupaten Musi Rawas memiliki posisi strategis kerena merupakan daerah transit dan terletak di persimpangan segitiga antar ibukota Provinsi Sumetera Selatan, Bengkulu dan Sumatera Barat serta Jambi. Jarak dari ibukota kabupaten ke 21 ibukota Kecamatan (Gambar 3). Sarana transportasi yang biasa digunakan masyarakat adalah transportasi darat melalui jalan yang sebagian besar telah beraspal dan sebagian jalan masih berupa jalan tanah. 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
174
123
119 99 86
77 54
73
61 42
42
36
34
26
21
56 57
35 36 21
3
Kecamatan
Gambar 3
Jarak dari ibukota kabupaten ke ibukota Kecamatan (Sumber: BPS Musi Rawas 2015, diolah)
16
Keadaan Hutan Kabupaten Musi Rawas Total luas kawasan hutan di Kabupaten Musi Rawas sebesar 277 ribu ha, Hutan Produksi (HP) menjadi kawasan hutan yang terluas yaitu 63.33% dari total luas hutan ha (Tabel 3). Tabel 3 Luas hutan Musi Rawasa
70 726.71
Persen Terhadap Total 25.51
870.23 285.56 21.09 563.58 175 702,64 7 750.20 1 356.92 21 156.75 138 838.21
0.31 0.10 0.01 0.20 63.33 2.08 0.49 7.63 50.70
e. HP Kungku Hutan Produksi Tetap (HPT) : a. HPT Terawas/Bkt Hulu Tumpah b. HPT Lakitan Utara Hutan Produksi Konversi (HPK) : a. HPK Kelingi
6 500.56 4 487.46 4 029.59 457.87 25 487.93 9 785.03
2.34 1.62 1.45 0.17 9.19 3.53
b.
HPK Semangus
13 789.14
4.97
c.
HPK Air Balui
1 913.76 277 274.98
0.69 100.00
No.
Jenis Hutan
1.
Hutan Suaka Alam (HAS) : Taman Nasional Kerinci (TNKS) Hutan lindung (HL) a. HL Bukit Cogong I b. HL Bukit Cogong II c. HL Bukit Cogong III Hutan Produksi Tetap (HP) : a. HP Lakitan Utara I b. HP Lakitan Utara II c. HP Lakitan Selatan d. HP Benakat – Semangus
2.
3.
4.
5.
Luas (ha)
Seblat
Total a
Lokasi/Wilayah Kec. STL Ulu Terawas, Selangit
Kec. STL Ulu Terawas Kec. STL Ulu Terawas Kec. STL Ulu Terawas Kec. Megang Sakti Kec. Megang Sakti Kec. Megang Sakti Kec. BTS Ulu, Muara Lakitan Kec. Jayaloka, Sukakarya Kec. Selangit Kec. Megang Sakti Kec. Ma. Ma. Lakitan Kec. Ma. Ma. Lakitan Kec. Ma Lakitan
Kelingi, Kelingi,
Sumber : Dinas Kehutanan Musi Rawas (2014)
Potensi HR Kabupaten Musi Rawas Selama ini data yang terbaru mengenai luas, potensi, kerapatan, penyebaran dan kondisi sebenarnya HR belum terdata secara akurat karena areal HR terbagi atas lokasi-lokasi kecil yang tersebar pada berbagai tempat. Khusus tegakan Pulai hampir tersebar di seluruh areal perkebunan dan pekarangan masyarakat. Dishut Musi Rawas (2014) mencatat realisasi penanaman HR berdasarkan sumber anggaran yaitu berdasarkan program pendanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) seluas 2 050 ha di 36 Kecamatan, program pendanaan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) seluas 1 765 ha di 7 Kecamatan. BPDAS Musi (2012) mencatat luas HR Musi Rawas berdasarkan pola pendanaan yaitu HR pola subsidi seluas 12.194 Ha dan HR pola kemitraan dengan instansi pemerintah seluas 1 678 ha. Hasil inventarisasi (PT. XIP 2012) bahwa potensi HR Pulai di kebun karet masyarakat sebesar 224.15 ha dan Pulai budidaya oleh petani sebesar 3 006.89 ha. Sedangkan luas pembangunan HR melalui program KUHR yang dikelola industri dan bekerjasama dengan petani pemilik lahan tersebar di 6 Kecamatan (Tabel 4).
17
Tabel 4 Realisasi pembangunan HR Pulai program KUHRa Jumlah petani (KK) 1. 1996 – 1997 208 2. 1997 – 1998 303 3. 1998 – 1999 954 4. 1999 – 2004 264 Jumlah 1 729 a Sumber: PT. XIP 2012. No.
Periode
Jumlah kelompok tani 11 12 20 4 47
Luas (ha) 904.51 1 095.49 2 000.00 1 014.30 5 014.30
Jumlah tegakan (pohon) 668 018 1 214 027 2 180 171 1 104 570 5 166 786
Gambar 4 menunjukkan dua skema pengelolaan HR Pulai di Rawas.
Jenis Tanaman Pulai Pulai Pulai Pulai
Kabupaten Musi
a. HR Pulai monokultur di Desa SP 5 Suka Makmur
b. HR pola agroforestry Pulai-karet di Desa Sumber Harta
Gambar 4 HR Pulai (a) Monokultur dan (b) Agroforestry di Musi Rawas Profil Industri PT. XIP berlokasi di Jl. Raya Palembang Km 25, Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan. PT. XIP berdiri sejak tahun 1992 dengan kapasitas 28 500 m3/th kayu gergajian yang kemudian diolah menjadi slat pensil. Slat pensil hanya diproduksi di Musi Rawas, sedangkan proses finishing dan pemasaran dilakukan oleh grup perusahaan PT. XIP di Bekasi (PT. Faber Castel Indonesia, PT. Indopratama Pensil dan PT. Mahaputra Buana). PT. XIP merupakan industri kehutanan yang produksi utamanya adalah slat pensil berbahan baku kayu rakyat jenis Pulai. Bahan baku Pulai berasal dari HR monokultur KUHR dan kebun/pekarangan masyarakat. PT. XIP merupakan satusatunya industri di Musi Rawas yang menggunakan jenis Pulai. Pulai sangat cocok untuk produk slat pensil yang selanjutnya diolah menjadi produk akhir
18
berupa pensil yang berkualitas. Jenis kayu kayu lain yang kadang digunakan sebagai bahan baku slat pensil yaitu labu (Endospermum sp.) dan jabon „kelempayan‟ (Anthocephalus chinensis), namun kedua jenis tanaman ini masih mengandalkan tegakan alami. Dalam rangka pengelolaan HR yang lestari dan pengolahan bahan baku yang berkelanjutan, PT. XIP telah memperoleh sertifikasi FSC untuk kategori manajemen pengelolaan penanaman Pulai dan kategori proses produksi slat pensil serta memperoleh sertifikat SVLK. Selain industri PT. XIP terdapat 10 industri pengolahan kayu lain di Musi Rawas (Tabel 5). Tabel 5 Industri pengolahan kayu di Musi Rawasa
a
No.
Nama IPHHK
Jenis Industri
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
CV. Musi Karya PT. Xylo Indah Pratama PT. Musi Rawas LM PD. Pribumi Umum Sawmill CV. Tugu Monas CV. Takazah Karya Mandiri Sungai Pinang PD. Berkad Jaya CV. Sinar Naga Mas Mitra Jaya
Sawn Timber Sawn Timber Veneer Sawn Timber Sawn Timber Sawn Timber Sawn Timer Sawn Timber Sawn Timber Sawn Timber Sawn Timber
Kapasitas ijin Produksi (m3/thn) 6 000 28 500 45 000 1 500 6 000 5 900 2 000 2 000 4 000 4 500 4 000
Keterangan Diolah menjadi slat pensil
Sumber : Dishut Musi Rawas (2014)
Flora dan Fauna Secara umum flora dan fauna dalam wilayah agroekosistem Musi Rawas bervariasi mulai dari alang-alang sampai hutan (Tabel 6). Tabel 6 Jenis flora dan fauna Musi Rawasa No. Jenis Flora 1. Krembi (Pellacalyx lobbi) 2. Kungkung (Meliosma nitida) 3. Anggrung (Trema orientalis) 4. Walik angin (Mallotus mollucanus) 5. Rumput krisan (Scleria laevis) 6. Terong hutan (Solanum torvum) 7. Pakis panjang (Nephrolepsis bisserata) 8. Balam (Palaquium sumatranum) 9. Kulim (Ochanostachhys amentaceae) 10. Jelutung (Dyera costulata) 11. Labu (Deplanchea bancana) 12. Petanang (Strombosia ceylanica) 13. Pulai (Alstonia sp.) 14. Terap (Artocarpus elasticus) a Sumber: PT. XIP 2012
Jenis Fauna Babi hutan (Sus barbatus) Kera hutan (Tarsius bancanus) Berang-berang (Castor sp.) Kancil (Tragalus javanicus) Kijang (Muntiacus muntjak) Rusa (Cervus timorensis) Tringgiling (Manis javanica) Ayam hutan (Gallus sp.) Kukang (Nycticebus coucang) Ular sawah (Phyton veticulatus) Gagak hutan (Corvus enca) Murai batu (Copsychus malabariccus) Elang hitam (Ictinaetus malayensis) Lutung hitam (Presbytes cristata)
19
Sejarah Pembangunan HR Pulai Pada awalnya bahan baku slat pensil berasal dari jenis Jelutung (Dyera costulata) yang tumbuh di di lahan masyarakat dan hutan alam. Tingginya intensitas tebangan menyebabkan pasokan bahan baku jelutung semakin sulit diperoleh (Nawir & Santoso 2005). Permasalahan muncul ketika PT. XIP mengembangkan tanaman jelutung tanpa melibatkan masyarakat setempat. Semakin meningkatnya kebutuhan hidup membuat masyarakat ingin memanfaatkan getah jelutung di tegakan PT. XIP secara ilegal dan cenderung destruktif. Pengalaman tersebut mendorong PT. XIP untuk melakukan kerjasama penanaman Pulai yang merupakan bahan baku utama slat pensil sebagai pengganti jelutung. Pulai semula merupakan tanaman liar, banyak tumbuh di pekarangan dan dianggap gulma di perkebunan karet masyarakat. Pasokan kayu Pulai sebagian besar berasal dari perkebunan karet rakyat atau pekarangan masyarakat. Kebutuhan bahan baku yang terus meningkat membuat PT. XIP mulai memikirkan kegiatan penanaman dan mengurangi ketergantungan Pulai dari kebun karet masyarakat. Pada tahun 1997 PT. XIP memperoleh dan mengelola pinjaman modal Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) yang bersumber dari Dana Reboisasi (DR) Depertemen Kehutanan (Kepmenhut Nomor 49/Kpts-II/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat). Kredit diberikan selama daur tanaman Pulai (11 tahun). Pada awalnya seluruh kegiatan pembangunan HR dibiayai oleh industri, namun agar dapat mengoptimalkan pemanfaatan dana KUHR, industri bekerjasama dengan petani/kelompok tani pemilik lahan dengan sistem bagi hasil. Total sebanyak 1 729 petani yang tergabung dalam 47 kelompok tani yang telah berpartisipasi. Fokus penanaman Pulai program KUHR (Nawir dan Santoso 2005) yaitu lahan marjinal milik masyarakat (lahan umumnya terdiri atas 65% alangalang dan 35% semak belukar). Realisasi penanaman Pulai program KUHR di lahan masyarakat ±5 000 ha dari target penanaman 10 000 ha. Petani pemilik lahan yang tergabung dalam program KUHR umumnya tidak mempunyai modal usaha untuk mengelola lahan marjinal yang tediri alang-alang dan rumput yang sangat sulit untuk direhabilitasi (Mayers & Varmeulen 2002). Sebagian besar petani program KUHR adalah petani pemilik kebun karet dan lahan marjinal dengan rata-rata luas lahan untuk program KUHR 2–4 ha. Motivasi utama petani untuk berpartisipasi dalam program KUHR agar memperoleh pendapatan dari kayu dan hasil pertanian melalui sistem tumpangsari. Namun, menurut Hindra (2006) sejak tahun 2001 bantuan kredit tersebut tidak dapat dilanjutkan karena Departemen Kehutanan selaku intansi berwenang masih melakukan evaluasi terhadap penyaluran dana dan dengan adanya mandat PP No 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi yang mengatur penyelenggaraan skim kredit melalui rekening pembangunan hutan yang diatur melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan. Dalam rangka pemanfaatan Pulai secara maksimal maka PT. XIP berkomitmen memelihara dan menjaga kelestarian sumber bahan baku, menjaga keseimbangan lingkungan, sosial dan ekonomi sesuai persyaratan Sustainable Forest Management (SFM). PT. XIP melakukan pendekatan dengan masyarakat pemilik Pulai di lahan perkebunan karet. Sejak tahun 2007 perusahaan telah melakukan kerjasama kemitraan dengan sebanyak 8 000 petani dan 3 kelompok
20
tani. Seluruh petani yang tergabung dalam kemitraaan wajib mengikuti kriteria Forest Stewardship Council (FSC) yang telah disepakati. PT. XIP memberikan bantuan bibit gratis kepada pemilik lahan untuk ditanam di kebun karet/pekarangan dan ditanam pada kawasan perlindungan setempat. Selama periode 2006–2014 jumlah bibit yang telah dibagikan kepada petani sebanyak 107 900 bibit. Petani agroforestry terus mengalami perkembangan pesat karena didukung pangsa pasar yang jelas dan pengaruh faktor harga karet yang terus menurun. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, petani bersedia menanam Pulai walaupun petani belum tergabung dalam program KUHR. Karakteristik Petani HR Total responden penelitian sebanyak 80 responden (Lampiran 1), terdiri atas petani HR program KUHR monokultur dan petani pola agroforestry Pulai dan karet. Data yang dikumpulkan meliputi data identitas, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, pendapatan dan pengeluaran (Tabel 7). Tabel 7 Karakteristik responden No. a.
b.
c.
d.
e.
Karakteristik Umur (tahun) <43 43–54 >54 Jumlah Tingkat Pendidikan SD/Tidak Tamat SD SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Diploma/Sarjana Jumlah Pekerjaan Pokok Petani Karyawan Swasta Buruh Pabrik PNS Peternak/Pedagang/Jasa Jumlah Pekerjaan Sampingan Petani PNS/Honorer/Perangkat Desa Pencari/Penggosok Batu Pegawai Swasta Pedagang /Jasa/Pengerajin Tidak Ada Pekerjaan sampingan Jumlah Luas Perkebunan Karet (ha) <3 3 –5 >5 Tidak Ada Lahan Perkebunan Karet Jumlah
Desa Sumber Hartaa N (%)
Desa SP 5 Suka Makmurb N (%)
15 16 9 40
37.50 40.00 27.50 100.00
11 18 11 40
37.50 40.00 27.50 100.00
20 11 8 1 40
50.00 27.50 20.00 2.50 100.00
20 14 4 2 40
50.00 35.00 10.00 05.00 100.00
35 2 2 1 0 40
87.50 05.00 05.00 02.50 00.00 100.00
32 2 1 1 4 40
80.00 05.00 02.50 02.50 10.00 100.00
8 3 3 1 0 25 40
20.00 07.50 07.50 02.50 00.00 62.50 100.00
6 0 2 0 9 23 40
15.00 00.00 05.00 00.00 22.50 57.50 100.00
29 11 0 0 40
72.50 27.50 00.00 00.00 100.00
2 29 6 3 40
05.00 72.50 15.00 07.50 100.00
Keterangan
Sumber mata pencaharian utama
f. Luas …
21
Lanjutan tabel 7 … f. Luas Lahan HR (ha) <0.5 0.5 –1.99 2 –3.49 >3.49 Tidak mengusahakan HR Jumlah g. Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) <3 3 –6 >6 Jumlah a
12 22 0 0 6 40
30.00 55.00 00.00 00.00 15.00 100.00
2 10 19 6 3 40
05.00 25.00 47.50 15.00 07.50 100.00
13 25 2 40
32.50 62.50 05.00 100.00
8 29 3 40
20.00 72.50 07.50 100.00
Petani pola agroforestry Pulai dan karet. bPetani program KUHR monokultur
Umur Hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur petani di kedua lokasi tergolong dalam umut produktif (75%) dengan umur 32–54 tahun, sedangkan 25% tergolong dalam usia di atas 54 tahun. Jumlah petani dengan umur produktif pada Desa Sumber Harta lebih tinggi dibandingkan Desa SP 5 Suka Makmur. Informasi tingkat umur dapat digunakan sebagai informasi awal untuk menyatakan bahwa di lokasi penelitian usaha tani HR cenderung diusahakan oleh petani-petani berusia produktif. Menurut pendapat Mantra (2004) bahwa petani pada usia produktif akan memiliki tingkat kemauan, semangat, kemampuan, dan tanggung jawab yang besar dalam mengembangkan usahanya (Tabel 7). Pendidikan Tingkat pendidikan petani berpengaruh dalam pola pikir petani dalam pengelolaan HR sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup petani. Data tingkat pendidikan di kedua lokasi penelitian menunjukkan petani berpendidikan SD (50%), SLTP (31.25%), SLTA (15%) dan hanya 3.75% berpendidikan sarjana (Tabel 7). Data menunjukkan bahwa pendidikan formal responden termasuk kategori rendah, kondisi ini menggambarkan tingkat kemajuan dan kemampuan SDM rendah. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan beberapa faktor antara lain minimnya biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan yang masih rendah menjadi penyebab keterbatasan penduduk dalam mencari lapangan pekerjaan selain menjadi petani. Soekartawi (2002) berpendapat bahwa petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam mengadopsi inovasi, dibandingkan dengan petani yang berpendidikan lebih rendah. Pekerjaan Pokok dan Sampingan Petani HR di kedua lokasi penelitian sebagian besar bekerja sebagai petani dan beberapa petani mempunyai lebih dari satu jenis pekerjaan. Pekerjaan tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan. Pekerjaan pokok sebagai petani di kedua desa sebenyak 83.75%, sedangkan sisanya memiliki pekerjaan pokok sebagai PNS, karyawan swasta,
22
buruh pabrik, peternak, pedagang dan jasa. Lebih dari 50% petani di kedua desa tidak mempunyai pekerjaan sampingan selain bertani. Pekerjaan sampingan antara lain berkerja sebagai petani, PNS, perangkat desa, pegawai swasta, pencari/penggosok batu, pedagang, pengrajin dan jasa (Tabel 7). Jumlah Tanggungan Keluarga Hasil penelitian di kedua desa menunjukkan sebanyak 67.5% jumlah tanggungan keluarga petani 3–6 orang. Tingginya rata-rata jumlah tanggungan keluarga disebabkan sebagian besar keluarga petani telah pulang ke kampung halaman untuk bekerja menjadi petani karet (Tabel 7). Luas Lahan Perkebunan Karet dan HR Petani di kedua lokasi penelitian hampir seluruhnya mengusahakan karet sebagai sumber mata pencaharian utama. Petani yang tergabung dalam program KUHR memiliki lahan perkebunan karet dengan luasan rata-rata 2 ha. Terdapat petani yang memiliki lahan karet dengan luasan lebih dari 5 ha dan beberapa petani memiliki lahan marjinal yang cukup luas untuk dijadikan lahan program KUHR berikutnya. Sistem pengusahaan HR sebagian besar diusahakan secara monokultur. Petani HR agroforestry memiliki rata-rata luas lahan perkebunan karet dan lahan HR yang sempit rata-rata 0.5 ha.Seluruh HR dikelola dengan sistem agroforestry Pulai dan karet. Sistem Pengusahaan HR Sistem pengusahaa HR Pulai terdiri atas empat sub-sistem yaitu; (1) Subsistem produksi, (2) Sub-sistem pengolahan, (3) Sub-sistem pemasaran dan (d) Sub-sistem kelembagaan (Darusman & Hardjanto 2006). Keempat sub-sistem tersebut saling berhubungan, jika terjadi perubahan di salah satu sub-sistem akan mempengaruhi ketiga sub-sistem yang lainnya (Hardjanto et al. 2012). Ke-empat sub-sistem dalam pengelolaan HR Pulai di Musi Rawas diuraikan sebagai berikut : 1. Sub-sistem produksi Budidaya HR pada prinsipnya telah dikuasai oleh petani secara sederhana mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan sampai panen (Hardjanto 2000). Sub-sistem produksi pada pengusahaan HR Pulai sebagai berikut : a. Penyiapan lahan Persiapan lahan biasanya dimulai dengan penebasan semak belukar gulma, perdu dan penyemprotan alang-alang dengan herbisida. Jika kondisi tanah padat di lakukan pencangkulan sedalam 20–25 cm kemudian digemburkan. Pada lahan dengan kelerengan miring, tanah diolah pada jarak 1 meter dari lubang tanam agar tidak mudah terkena erosi. b. Pembibitan Pembibitan dilakukan oleh PT. XIP dengan membuat persemaian (Lampiran 7). Lokasi persemaian terletak tersebar di beberapa wilayah yang mendekati lokasi penanaman untuk menekan biaya pengangkutan dan mengurangi kerusakan bibit. Persemaian yang masih beroperasi di Kecamatan Selangit (kapasitas 3 juta bibit) dan Kelurahan Rahma (500 ribu bibit). Sebelumnya
23
pernah dibangun persemaian di Kelurahan Pagar Ayu, Kecamatan Jayaloka, SP 5 dan SP 7 (kapasitas masing-masing 500 ribu bibit), namun tidak beroperasi karena program KUHR menemui kendala. Petani dengan lokasi jauh dari industri dan persemaian mengandalkan bibit dari anakan Pulai yang tersebar di kebun milik petani. Kegiatan pembibitan yaitu; (1) Perlakuan pendahuluan sebelum benih disemaikan, penjemuran buah selama 2 hari dan pemisahan antara biji dan kulit buah, (2) Penyemaian biji dalam bak tabur selama 9–11 hari sampai biji berkecambah, (3) Penyapihan benih, dilakukan setelah bibit berdaun 3–5 helai (umur 1.5 bulan), pemindahan ke polybag dengan menggunakan bambu, (4) Pemeliharaan bibit berupa penyiraman dan penyulaman dan (5) Pengangkutan dilakukan setelah bibit berumur 6 bulan (tinggi tanaman 40–80 cm). c. Penanaman Diawali dengan pemasangan ajir dan pembuatan lubang tanam dengan ukuran lubang (30 cm x 30 cm x 30 cm) dan dibiarkan selama 2 minggu sebelum penanaman. Setelah 2 minggu lubang tanam dicampur pupuk kandang dan tanah galian, dibiarkan selama 2 minggu lagi. Jarak tanam 3 m x 4.5 m dengan pola tanam baris umumnya digunakan untuk penanaman Pulai monokultur program KUHR. Sedangkan Jarak tanam yang lebih lebar yaitu 4 m x 4 m dan 6 m x 6 m dengan pola tanam jalur digunakan untuk memberikan ruang bagi tanaman tumpangsari. Bibit yang telah dipersiapkan dimasukan lubang tanam dengan terlebih dahulu melepas polybag. d. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan tahun kesatu sampai tahun ketiga. Tahap-tahap pemeliharaan yaitu; (1) Penyulaman yaitu dengan mengganti anakan Pulai yang mati dan dilakukan segera pada awal musim hujan, (2) Penyiangan merupakan kegiatan pembersihan di sekitar tanaman pokok dengan tujuan untuk melindungi bibit dari persaingan mendapatkan unsur hara, air dan sinar matahari, (3) Pendangiran, penggemburan tanah di sekitar tanaman pokok, (4) Pemupukan, penentuan jenis dan dosis pupuk bergantung pada kondisi lapangan. Jenis pupuk yang digunakan umumnya urea (100 kg/ha) dan ponska (50 kg/ha), (5) Pemangkasan (wiwilan) dilakukan pada tahun ke-2 dengan tujuan memperoleh tanaman pokok yang silindris, (6) Penjarangan, pengendalian hama dan penyakit, dengan penyemprotan herbisida. e. Pemanenan hasil Pemanenan pulai pada pola monokultur dilakukan setelah tanaman berumur 10–11 tahun dengan sistem pemanenan tebang habis saat pulai mencapai diameter standar industri (≤20 cm). Petani agroforestry Pulai-karet melakukan sistem tebang butuh (daur butuh) yaitu ketika petani membutuhkan uang maka pohon ditebang. Kegiatan pemanenan pohon dilakukan oleh pembeli (industri atau supplier) sehingga petani tidak mengeluarkan biaya pemanenan. Petani berpendapat bahwa tebang butuh dapat menghemat waktu dan dianggap lebih praktis (Lampiran 7). 2. Sub-sistem pengolahan Pengolahan hasil yang dimaksud adalah proses sampai menghasilkan bentuk, produk akhir yang dijual oleh petani HR atau dipakai sendiri. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan responden bentuk pengolahan hasil yang
24
dilakukan oleh masyarakat di kedua desa dengan tujuan untuk dipakai sendiri adalah untuk bahan bangunan, dijual dalam bentuk pohon berdiri dan dijual dalam bentuk kayu bakar. Pemanenan pohon dalam bentuk pohon berdiri dilakukan oleh pembeli (industri/supplier) sehingga petani tidak mengeluarkan biaya pemanenan. Sampai saat ini pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah belum dilakukan oleh petani, hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam proses pengolahan hasil. Umumnya petani ingin menghemat waktu dan memudahkan pemasaran. Kayu bulat (log) Pulai di industri diolah menjadi slat pensil yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi produk jadi berupa pensil dengan kualitas terbaik (Gambar 5).
a. Kayu bulat Pulai (log)
b. Pembelahan (break down)
c.Pembentukan kayu gergajian
d. Pengampelasan (sanding)
e. Pemotongan (cross cutting)
f. Packing
Gambar 5 Proses pembuatan slat pensil 3. Sub-sistem pemasaran Menurut Hardjanto (2003) permintaan kayu rakyat berasal dari: (1) Pasar lokal, (2) Industri menengah dan (3) Industri besar. Berdasarkan kriteria tersebut permintaan kayu Pulai di Kabupaten Musi Rawas dilakukan oleh industri besar yaitu (1) PT. XIP dan merupakan satu-satunya industri kayu yang menggunakan Pulai di Musi Rawas. Kayu yang dijual ke PT. XIP dalam log dengan ukuran panjang sortimen 1.10 m, dan (2) Pembeli dari luar kabupaten yang membeli kayu Pulai bentuk balok (square). Umumnya petani tidak memasarkan secara langsung kayu hasil hutan dengan menebang, membagi batang dan menjual kepada pembeli, tetapi sebaliknya pembeli datang dan melakukan seluruh kegiatan pemanenan. Petani menjual dalam tegakan berdiri dengan harga yang telah disepakati karena dianggap lebih praktis dan tidak menyulitkan petani (Tabel 8). Tabel 8 Harga satu pohon di tingkat petani No.
Jenis kayu
1. 2.
Pulai Jabon
Harga Berdasarkan Kelas Diameter (Rp/pohon) 15 – 20 cm 20 – 25 cm 25 – 30 cm 100 000 – 150 000 150 000 – 200 000 200 000 – 250 000 125 000 - 175 000 175 000 – 225 000 225 000 – 300 000
25
Petani program monokultur KUHR wajib menjual hasil panen ke industri, sedangkan petani HR Pulai pola agroforestry boleh menjual kayu ke industri lain (Gambar 6). Sistem pembayaran dilakukan secara tunai karena petani tidak mau mengambil resiko jika pohon cacat atau gerowong. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden beberapa faktor yang mempengaruhi harga kayu antara lain faktor lokasi pohon. Semakin dekat lokasinya dengan jalan dan mudah dijangkau maka harganya akan tinggi, dan sebaliknya apabila lokasi pohon tersebut jauh akan semakin rendah harganya. Faktor lain yang mempengaruhi harga kayu adalah ukuran pohon dan keadaan fisik pohon. 1 Petani/kelompok tani 2
Industri PT. XIP Industri luar Kabupaten
Supplier
Keterangan Jalur pasar 1 Jalur pasar 2
: :
Petani/kelompok tani – Supplier – Konsumen akhir Petani/kelompok tani – Konsumen akhir
Gambar 6 Jalur pemasaran kayu Pulai 4. Subsistem kelembagaan Kelembagaan berhubungan dengan aturan main dan organisasi. Usaha HR adalah usaha yang banyak melibatkan pihak yang saling mulai dari petani, kelompok tani, pengepul/supplier, industri, pemerintah desa, pemerintah daerah dan pusat. Sub-sistem kelembagaan akan di bahas secara khusus pada subbab berikutnya dalam tulisan ini. Hardjanto et al. (2012) menyebutkan bahwa permasalahan pada ketiga sub-sistem yaitu sub-sistem produksi, pengolahan dan pemasaran berkaitan erat dengan sub-sistem kelembagaan. Kelayakan Usaha HR Dalam perkembangan HR sampai saat ini, usahatani HR adalah usaha yang tidak pernah besar, namun juga tidak pernah mati (Hardjanto 2000). Kendala yang dihadapi oleh petani bervariasi, sehingga kinerja usahatani antara suatu lokasi dengan lokasi lain berbeda. Menurut Soekartawi et al. (1984) biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) Biaya tetap yaitu biaya yang tidak berhubungan dengan volume barang yang diproduksi (sewa tanah, pajak, peralatan, perijinan, perencanaan, pajak bumi dan bangunan dan pemondokan) dan (2) Biaya variabel yaitu biaya yang nilainya bergantung pada jumlah barang yang dihasilkan (biaya penyiapan lahan, pengadaan bibit, pengangkutan bibit, penanaman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pemeliharaan, pemanenan, perlindungan, pupuk dan operasional produksi). Tujuan dilakukan analisis kelayakan agar menghindari keterlanjuran investasi besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Giatman 2006). Analisis usahatani HR
26
diperlukan tidak hanya untuk kepentingan petani tetapi untuk kepentingan para penyuluh, akademisi dan pihak lain yang terkait usahatani HR. Umumnya petani kurang memperhatikan aspek finansial, sehingga usaha HR belum benar-benar menjadi usaha agribisnis yang mampu memberikan keuntungan yang layak dan dapat menjadi bentuk investasi yang handal (Diniyati et al. 2013). Untuk menghitung nilai sekarang akan digunakan konsep nilai sekarang (present) yang didiskontokan dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Alasan penggunaan nilai sekarang karena adanya ketidakpastian dari hasil yang akan datang, baik harga maupun biaya yang ditetapkan sepanjang pengusahaan HR. Untuk menganalisis usahatani HR dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Menurut Soekartawi (1995) pada analisis finansial data biaya yang digunakan data rill yang sesungguhnya, sedangkan pada analisis ekonomi data upah yang digunakan berdasarkan harga bayangan. Kadariah et al. (1978) membedakan lebih rinci antara analisis finansial dan ekonomi (Tabel 9). Tabel 9 Perbedaan analisis finansial dan ekonomia No.
Uraian
Analisis Finansial
Analisis Ekonomi
1. 2. 3.
Obyek Harga Manfaat
4.
Biaya
Private/badan (petani) Digunakan harga pasar Private return, manfaat riil yang diterima oleh petani Biaya riil yang dikeluarkan petani
5. 6. 7.
Pajak Subsidi Bunga atas modal
Publik/perekonomian keseluruhan Harga bayangan (shadow price)3 The social/economic return termasuk manfaat tidak langsung (intangible) seperti perbaikan lingkungan Manfaat yang hilang, opportunity cost, termasuk biaya pencegahan kerusakan lingkungan Tidak diperhitungkan Tidak diperhitungkan Tidak dianggap sebagai biaya sebab merupakan transfer payment Shadow price tenaga kerja Harga yang tidak terdistorsi
Diperhitungkan Diperhitungkan Dibayarkan karena dianggap sebagai biaya 8. Tenaga kerja Harga pasar 9. Alat dan bahan Harga pasar a Sumber: Kadariah et al. (1978)
Soemitro (2004) menjelaskan bahwa indikator kelayakan secara matematis pada prinsipnya sama. NPV menunjukkan hasil pembagian (pecahan) dan IRR menunjukkan angka persen (%). Setiap indikator diimplementasikan bahwa NPV cocok untuk menilai proyek (investasi) besar karena yang dicari adalah angka surplus yang besar, sedangkan BCR meskipun menghasilkan rasio yang tinggi tetapi jumlah absolutnya bisa saja kecil. Asumsi yang Digunakan Dalam penelitian ini tanaman Pulai yang dianalisis kelayakan finansialnya difokuskan pada tanaman Pulai yang dikelola dengan dua skema yaitu petani monokultur KUHR dan petani pola agroforestry Pulai dan karet. Hal ini sesuai dengan perkembangan yang dapat ditemui di lapangan bahwa masyarakat yang
3
Harga bayangan: (a) Mencerminkan nilai komoditi atau jasa "sebenarnya", dapat didefinisikan sebagai harga yang akan berlaku dalam perekonomian (Gittinger 1972), (b) Harga yang menggambarkan nilai sosial/ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil (Kadariah et .al. 1978) (c) besarnya upah tenaga kerja yang diperhitungkan pada harga keseimbangan (Soekartawi 2002).
27
mengembangkan tanaman Pulai di lahan miliknya. Untuk kepentingan analisis finansial terdapat beberapa asumsi yang digunakan sebagai berikut: 1. Analisis kelayakan menggunakan satuan Rp/ha/tahun. Analisis usahatani dilakukan pada program KUHR (monokultur) dan agroforestry Pulai dan karet). 2. Sewa lahan tidak dimasukkan dalam perhitungan, karena semua lahan merupakan lahan milik petani. Daur panen yang digunakan pada kedua skema masing-masing 30 tahun. 3. Keuntungan hasil kayu petani skema KUHR diperoleh pada akhir daur dengan sistem bagi hasil (50% untuk industri dan 50% untuk petani). Jarak tanam yang digunakan 3m x 4.5m. Petani agroforestry Pulai-karet menggunakan jarak tanam 3 m x 3 m. 4. Estimasi produksi (fisik) ditentukan menurut daur, kelas diameter dan volume. Dari hasil analisis diketahui produksi fisik Pulai per ha rata-rata adalah; (1) Usahatani Pulai monokultur sebesar 114.19 m3/ha dan (2) Usahatani agroforestry Pulai dan karet sebesar 60.64 m3/ha. 5. Harga input dan output menggunakan harga konstan dengan tahun dasar adalah tahun ketika studi ini dilakukan. 6. Biaya penyusutan barang untuk kegiatan HR dihitung dengan membagi harga barang dengan umur ekonomis barang. Peralatan seperti arit, cangkul, parang (umur pakai 5 tahun), bangunan pemondokan (umur pakai 10 tahun), kendaraan sepeda motor (umur pakai 10 tahun), harga sepeda motor diperhitungkan 30% dari harga awal karena tidak selalu digunakan untuk kegiatan usaha HR. 7. Biaya tenaga kerja tetap diperhitungkan dengan asumsi biaya tersebut dibayarkan. Satu Hari Orang Kerja (HOK) dinilai dengan upah minimum Provinsi Sumatera Selatan Rp78 974 per HOK yang berlaku di Kabupaten Musi Rawas (Keputusan Gubernur Sumatera Selatan No 675/Kpts /Disnakertrans/2014 tanggal 31 Oktober 2014 tentang Upah Minimum Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015). 8. Suku bunga yang digunakan saat ini adalah 15% per tahun, yaitu rata-rata suku bunga kredit/pinjaman dari Bank BRI antara tahun 2014 dan 2015 (Februari). Sedangkan suku bunga kredit KUHR digunakan 6% per tahun sesuai ketentuan yang berlaku. 9. Harga kayu bulat Pulai yang diterima di pabrik sebesar Rp725 000/m3 dan harga kayu berdiri (stumpage value) yang dijual petani sebesar Rp150 000– 200 000/pohon dengan diameter >20 cm. Harga getah karet di tingkat petani Rp5 000/kg. Potensi Tegakan dan Nilai Finansial Kayu Pulai Berdasarkan hasil inventarisasi tegakan Pulai menurut daur, potensi tegakan Pulai yang diusahakan per/ha secara monokultur dan agroforestry memiliki perbedaan pola tanam dan perlakuan silvikultur. Potensi Pulai/ha lebih tinggi pada Desa Sp 5 Suka Makmur, kondisi lahan usahatani HR sebelumnya relatif marjinal dengan luas areal antara 2–4 ha, sehingga kecil kemungkinan untuk dapat diusahakan jenis tanaman kayu selain Pulai dan karet. Hal ini sependapat dengan Hardjanto (2000) bahwa hamparan HR monokultur dengan luasan cukup biasanya
28
ditemui pada petani yang memiliki lahan yang cukup luas, lahan marjinal serta lahan terlantar. Pada Desa Sumber Harta pengelolaan HR seluruhnya dilakukan dengan sistem agroforestry Pulai dan karet (± 30% Pulai dan ± 70% karet dalam 1 ha). Untuk menghitung nilai finansial tegakan Pulai terlebih dahulu dihitung volume kayu sesuai kelas diameter di setiap desa, sehingga dapat diperoleh harga (nilai) per pohon menurut kelas diameter. Rekapitulasi informasi volume pohon dan nilai finansial per pohon (Tabel 10). Tabel 10 Produksi fisik, nilai finansial kayu bulat Pulai Kelas diameter Prosentase Tinggi Volume/ (cm) (%) (cm) pohon (m3) Desa SP 5 Suka Makmur (Program KUHR) - Monokultur > 29 0.81 12 0.55 25 – 29 19.19 10 0.34 20 – 24 25.68 9 0.20 15 – 19 28.38 5 0.09 10 – 14 25.95 4 0.03 < 9 cm Jumlah 100 𝑥 = 0.20 Desa Sumber Harta Pola Agroforestry Pulai-karet > 29 2.33 14 0.65 25 – 29 25.29 12 0.45 20 – 24 29.57 10 0.27 15 – 19 23.35 7 0.11 10 – 14 10.12 6 0.05 < 9 cm 9.34 5 0.02 Jumlah 100 𝑥 = 0.26 a Rata-rata
Harga (Rp/pohon)
Volume (m3/ha)
404 825 250 709 144 409 63 179 24 068
3.33 48.77 37.59 18.17 6.33
𝑥 =147 865
114.19
425 713 293 306 175 000 73 146 31 240 14 644 𝑥 =168 841a
3.88 28.97 20.74 5.11 1.33 0.60
60.64
Tabel 10 menunjukkan menunjukkan volume dan harga per pohon menurut kelas diameter masing-masing skema. Sebaran diameter pohon bervariasi antar kedua skema pengelolaan HR. Hardjanto (2003) menyatakan bahwa bentuk sebaran diameter pohon yang bervariasi menyebabkan kesulitan dalam pengaturan kelestarian hasil HR. Secara umum perbedaan diameter dan tinggi pohon karena faktor pola tanam dan perlakuan silvikultur yang berbeda. Hasil observasi menunjukkan bahwa skema monokultur belum menghasilkan tegakan yang lebih baik dibandingkan agroforestry (Gambar 4). Intensitas petani agroforestry mengelola lahan lebih tinggi sehingga tanah menjadi lebih subur (Hardjanto 2001). Petani agroforestry mengelola tanaman Pulai dengan daur yang cukup lama yang digunakan sebagai tabungan, sedangkan tanaman musiman dan karet yang berdaur pendek digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Siregar et al. (2006) menjelaskan bahwa HR yang dibangun melalui program pinjaman (KUHR) memiliki pertumbuhan rendah dibandingkan sistem tradisional. Dana pinjaman dikelola oleh industri dan tidak langsung diterima petani sehingga berdampak pada perilaku petani yang kurang aktif merawat tegakan. Biaya dan Pendapatan Usahatani HR Pulai Dalam analisis ini konsep identifikasi biaya usahatani Pulai dihitung pada sistem monokultur maupun agroforestry Pulai dan karet. Untuk menghitung pendapatan dari kayu dengan cara nilai produksi fisik dikalikan dengan harga tegakan berdiri (stumpage) yang diperhitungkan dari harga jual di tingkat petani
29
menurut ukuran sortimen kayu bulat yang diperdagangkan. Usaha HR Pulai dibangun secara bertahap mulai dari pengadaan peralatan produksi dan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Rincian biaya dari tahapan kegiatan masing-masing skema usaha HR Pulai (Tabel 11). Tabel 11 Biaya pengusahaan HR per ha selama daur No
Kegiatan
Petani Program KUHR Monokutura Biaya (Rp) Jumlah Volume /Volume (x 1000)
Petani Pola Agroforestry Pulai dan karetb Biaya (Rp) Jumlah Volume /Volume (x 1000)
Biaya tetap 1. Perizinan/perencanaan 1 Paket 100 1 Paket 150 2. Pemondokan 1 unit 2 500 1 unit 2 500 3. Pembutan jalan 2 HOK 78.97 2 HOK 78.97 4. Pajak Bumi Bangunan 10 Tahun 25 25 Tahun 25 (PBB) 5. Peralatan tani 1 Paket 950 1 Paket 950 6. Papan nama 1 Buah 100 1 Buah 100 7. Obat-obatan 1 Paket 150 1 Paket 150 8. Sepeda Motor (30 % utk 1 Unit 3 600 1 unit 3 600 HR) Biaya Variabel 1. Persiapan lahan 78.97 78.97 -Penebasan 2 HOK 2 HOK 78.97 78.97 -Penebangan 2 HOK 2 HOK 78.97 78.97 -Pembakaran 1 HOK 2 HOK 78.97 -Pemandukan 1 HOK 0 0 0 -Pemagarn kebun 1 Paket 1 500 2 Penanaman -Bibit Pulai/karet* 740 bibit 1 800* bibitc 1 78.97 -Pengajiran 2 HOK 2 HOK 78.97 78.97 -Pembuatan lubang tanam 1 HOK 2 HOK 78.97 78.97 -Pengangkutan bibit 1 HOK 1 HOK 78.97 78.97 -Penanaman 2 HOK 4 HOK 78.97 78.97 -Penyulaman 1 HOK 2 HOK 78.97 3 Pemeliharaan tahun 1 -Pengadaan Herbisida 4 liter 60 5 liter 60 -Penyemprotan herbisida 2 HOK 78.97 3 HOK 78.97 -Pemupukan 2 HOK 78.97 2 HOK 78.97 -Pengadaan Pupuk : • Urea / NPK * 150 Kg 2 150* Kg 2.67 • Ponska 50 Kg 1.2 0 0 0 • Kandang 300 Kg 0.5 300 Kg 0.5 4 Pemeliharaan tahun 2 -Pengadaan Herbisida 3 Liter 60 5 Liter 60 -Penyemprotan 2 HOK 78.97 3 HOK 78.97 -Pemupukan 2 HOK 78.97 2 HOK 78.97 -Pengadaan Pupuk • Urea / NPK* 50 Kg 2 150* Kg 2.67 • Ponska 25 Kg 1.2 0 0 0 • Kandang 100 Kg 0.5 300 Kg 0.5 5 Pemeliharaan tahun 3: 0 0 0 -Pemangkasan (pruning) 2 HOK 78.97 2 HOK 78.97 6 Pemeliharaan tahun 4: -Penjarangan 2 HOK 78.97 2 HOK 78.97 7 Pemanenan : 78.97 -Tebang 2 HOK 0 0 0 78.97 -Pembagian batang 1 HOK 0 0 0 78.97 -Pengumpulan ke tepi jalan 2 HOK 0 0 0 78.97 -Muat (loading) 1 HOK 0 0 0 -Pengangkutan 20 Trip 800 0 0 0 8 Penyadapan getah 0 0 0 228 HOK 78.97 a Hasil panen pada akhir daur menggunakan bagi hasil 50:50 dengan petani pemilik lahan. bBibit Pulai diperoleh dari bantuan industri mitra
30
Komponen biaya terbesar usaha HR program KUHR monokultur terkonsentrasi pada biaya pemanenan kayu, sedangkan HR agroforestry Pulai dan karet komponen biaya terbesar pada pemanenan getah karet. Penerimaan hasil panen kayu pada petani KUHR diperoleh melalui bagi hasil dengan industri (50:50). Petani agroforestry menjual kayu dalam keadaan berdiri, biaya pemanenan menjadi tanggung jawab pembeli dan petani memperoleh bantuan bibit dari industri mitra. Setiap bibit yang berhasil tumbuh akan diberikan kompensasi Rp1 000/bibit oleh industri. Berdasarkan hasil wawancara bahwa prosentase bibit Pulai tumbuh 90–95%. Donie et al. (2001) berpendapat bahwa dengan pola kemitraan antara industri dan petani maka pasar akan terjamin dan meningkatkan minat dan kemampuan petani. Tabel 12 Nilai keuntungan (nominal) usaha hutan rakyat selama daur 30 tahun Petani Program KUHR (Monokultur) x Rp 1000 No
Kegiatan
Manfaat (Rp)
Biaya (Rp)
249 762.50
91 934.58
183 092.72
41 000.00
541 293.90
595 441.10
25 265.80 -
-
-
2 970.00 765.00
-
-
-
-
-
1 092 000.00
-
-
1 136 735.00 91 934.58 183 092.72a Keuntungan program monokultur KUHR sebelum bagi hasil (50:50)
541 293.90
595 441.10
1.
Penjualan Kayu 2. Penjarangan 3. Kompensasi bibit 4. Penjualan getah karet Jumlah penerimaan
a
Petani Pola Agroforestry Pulai-Karet x Rp 1000 Manfaat (Rp) Biaya Keuntungan (Rp) (Rp/m3/ha)
Keuntungan (Rp/m3/ha)
275 027.30
Tabel 12 menunjukkan menunjukkan bahwa pola usahatani agroforestry lebih banyak memberikan keuntungan dibanding petani monokultur. Hal ini dapat menjelaskan bahwa masyarakat di Musi Rawas lebih menyukai pola agroforestry. Petani pola agroforestry dapat memperoleh pendapatan dari getah karet setiap bulanan selain penjualan kayu dan memperoleh dana kompensasi bibit dari industri. Petani monokultur hanya memperoleh keuntungan dari kayu dengan waktu yang cukup lama yaitu pada akhir daur. Penelitian Siregar et al. (2006) menunjukkan bahwa pola agroforestry lebih menguntungkan karena petani membutuhkan arus kas langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berdasarkan perhitungan manfaat dan biaya dapat ditaksir keuntungan masing-masing skema yaitu Pulai monokultur sebesar Rp6.1 juta/tahun/ha dan keutungan yang diterima petani 50% atau sebesar Rp3 juta/tahun/ha. Pola agroforestry Pulai dan karet menghasilkan keuntungan lebih tinggi yaitu sebesar Rp19.8 juta/tahun/ha. Pengusahaan Pulai pada kedua skema menguntungkan dilihat dari aspek finansial (nominal). Analisis Kelayakan Usaha HR Pulai Untuk menghitung kelayakan finansial maka aliran kas dilakukan diskonto4 (faktor penyesuaian) yang menurut penjelasan Soemitro (2004) dapat berupa; (1) faktor diskon (ke tahun belakang) dan (2) Faktor kompon (ke tahun depan). Hasil
4
Nilai uang sekarang adalah tidak sama dengan nilai uang yang akan datang sehingga jumlah estimasi penerimaan harus didiskonto. Faktor diskonto digunakan untuk mengkonversi nilai masa depan ke nilai sekarang yang disebut discounted rate dan prosesnya disebut discounting.
31
perhitungan kelayakan finansial pengusahaan HR Pulai program KUHR (monokultur) dan agroforestry Pulai-karet (Tabel 13). Tabel 13 Rekapitulasi nilai NPV, BCR dan IRR pengusahaan hutan rakyat dengan daur 30 tahun Nilai finansial Usahatani Program KUHR (Pulai Monokultur) NPV BCR IRR (%) (Rp/ha/daur) a
Nilai Finansial Usahatani Agroforestry Pulai-karet NPV (Rp/ha/daur)
BCR
IRR (%)
b
1.8 22.87 14 557 990 1.62 7.18 a Digunakan suku bunga pinjaman KUHR sebesar 6%. bDigunakan suku bunga saat penelitian sebesar 15% 67 130 372
2.50
16.28
70 978 988
b
Perhitungan lengkap NPV, BCR dan IRR (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usahatani Pulai monokultur maupun agroforestry layak secara finansial atau memenuhi kriteria kelayakan (NPV>0, BCR>1, IRR>suku bunga). Nilai kelayakan usahatani agroforestry Pulai-karet lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kelayakan usahatani monikultur. Hal ini dapat menjelaskan bahwa petani agroforestry mengelola lahan dengan luasan terbatas, sehingga petani ingin memaksimalkan penggunaan lahan melalui memanfaatkan lantai hutan dengan tanaman musiman di tahun pertama sampai tahun ketiga, mengoptimalkan jarak tanam dan menanam kayu-kayuan pada batas kepemilikan lahan yang sekaligus digunakan sebagai tanaman pagar. Nilai NPV pola agroforestry yang besar disumbang oleh hasil penjualan getah karet. Menurut penelitian Hardjanto (2001); Achmad dan Purwanto (2014) bahwa pola agroforestry menyebabkan petani lebih intensif mengelola lahan karena petani dapat mengelola beragam jenis tanaman seperti Pulai, karet dan tanaman musiman. Siregar et al. (2006) dan Diniyati et al. (2013) menjelaskan bahwa petani berlahan sempit cenderung menanam kayu dengan pola agroforestry, sistem ini lebih menguntungkan dibandingkan monokultur. Nilai BCR monokultur dihasilkan lebih tinggi hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dibanding biaya pola agroforestry. Nilai IRR sistem agroforestry yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan monokultur. Hal ini dapat menjelaskan bahwa pola agroforestry memiliki kemampuan menghasilkan pendapatan dari uang yang diinvestasikan lebih tinggi. Mangkusubroto (1993) menyatakan bahwa nilai IRR yang lebih tinggi menunjukkan tingkat pengembalian (rate of return) lebih tinggi dari biaya oportunitas penggunaan dana. Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat suku bunga mempengaruhi nilai NPV, semakin tinggi suku bunga yang dipergunakan maka semakin kecil nilai NPV. Untuk mengatasi ketidakstabilan yang disebabkan adanya perubahan biaya dan pendapatan maka dilakukan analisis sensitivitas dengan beberapa simulasi yaitu penurunan pendapatan dan peningkatan biaya 10–20%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua skema pengusahaan HR layak diusahakan meskipun terjadi kenaikan biaya dan penurunan pendapatan hingga 20%. Nilai kelayakan yang diperoleh lebih sensitif pada pendapatan. Apabila dilakukan penurunan pendapatan hingga 20% maka penurunan nilai NVP rata-rata 38%, sedangkan apabila dilakukan kenaikan biaya hingga 20% penurunan nilai NPV rata-rata
32
sebesar 19%. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka industri dan pemerintah harus menjamin kelancaran pemasaran kayu pulai. Tabel 14 Rekapitulasi analisis sensitivitas finansial pengusahaan HR Pulai Kriteria Kelayakan
Biaya Tetap Pendapatan Tetap Pendapatan Pendapatan Pendapatan Biaya Naik Biaya Naik Biaya Naik 20 Turun 10% Turun 15% Turun 20% 10% 15 % % Usahatani Pulai Monokultur pada tingkat suku bunga 6% NPV 55 950 804 50 361 020 44 771 236 62 663 841 60 430 575 58 197 310 BCR 2.25 2.13 2.00 2.28 2.18 2.09 IRR 14.63 13.73 12.77 14.79 14.09 13.42 Usahatani Pulai agroforestry Pulai-karet pada tingkat suku bunga 15% NPV 55 604 589 47 917 390 30 748 798 61 859 694 57 304 252 52 748 810 BCR 1.8 1.5 1.4 2.6 1.5 1.5 IRR 19.39 17.47 15.39 19.66 18.12 16.62
Kedua sistem pengusahaan HR merupakan usaha sampingan yang sewaktuwaktu digunakan atau bersifat sebagai tabungan. Dengan memperhatikan indikator kelayakan finansial tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa petani akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan Pulai melalui program intensifikasi tanpa bantuan skim kredit berbunga rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, salah satu kendala yang dihadapi petani untuk mengembangkan HR Pulai secara monokultur adalah keterbatasan modal. Analisis finansial dapat menggambarkan mengenai kelayakan usaha HR Pulai, namun tidak dapat digeneralisir pada semua lokasi atau bersifat local spesific. Hal ini sependapat dengan Soekartawi et al. (1984) bahwa walaupun petani memiliki ciri yang sama yaitu pendapatan rendah dan sumberdaya terbatas, namun cara bekerja petani berbeda. Analisis finansial HR Pulai dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan daerah lainnya. Pendapatan Petani HR Menurut Dewi et al. (2004) bahwa pendapatan total rumah tangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh petani dari hasil usaha HR ditambah hasil dari usaha lain dikurangi pengeluaran total petani. Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Karakteristik umum petani di Indonesia adalah petani kecil dengan lahan <0.5 ha, tingkat pedapatan yang rendah sekitar kurang dari 240 kilogram beras/kapita/tahun, keterbatasan modal serta kurang dinamisnya perkembangan pola bercocok tanam (Soekartawi et al. 1984). Sayogyo (1982) membedakan pendapatan rumah tangga di pedesaan menjadi tiga kelompok yaitu: (1) Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi, (2) Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi, palawija, dan kegiatan pertanian lainnya dan, (3) Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan, termasuk sumber-sumber mata pencaharian di luar bidang pertanian. Sumarta (1963) menyatakan besarnya pendapatan dari pengusahaan HR belum merupakan indikator bagi besarnya keuntungan yang diperoleh petani pemilik karena masih bergantung pada besar kecilnya angkos produksi yang dikeluarkan. Besarnya keuntungan pengusahaan HR bergantung pada faktorfaktor lokasi dan kesuburan tanah, jenis tanaman dan harga hasil produksi.
33
Sumber pendapatan petani HR di Kecamatan BTS Ulu (Desa SP. 5 Suka Makmur) dan Kecamatan Sumber Harta (Desa Sumber Harta) berasal dari dua sumber yaitu HR dan non HR (Lampiran 4). Pendapatan petani pada setiap keluarga petani berbeda karena sumber pendapatan masing-masing keluarga bergantung pada produktivitas masing-masing keluarga. Pendapatan HR Pulai berasal dari penjualan kayu. Pendapatan non HR diperoleh dari hasil perkebunan karet, pertanian, peternakan, perikanan dan usaha lain. Pendapatan Petani dari Usaha Perkebunan Karet Hampir seluruh petani mengusahakan budidaya karet, usaha perkebunan karet merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk desa (Tabel 15). Areal kebun karet rakyat merupakan areal perkebunan lahan milik yang dusahakan oleh petani sendiri. Bentuk penananaman yang dilakukan adalah monokultur karet atau agroforestry. Lebih dari 90% petani responden di kedua desa mengusahakan karet. Tabel 15 Pendapatan petani dari usaha perkebunan karet Jumlah Luas (ha) Pendapatan (Rp/th)a Responden Sumber Harta 40 92.70 711 000 000 Sp. 5 Suka Makmur 40 158.20 882 675 000 Jumlah 80 250.90 1 593 675 000 a Harga getah karet di tingkat petani tahun 2015 sebesar Rp5 000/kg Desa
Pendapatan Rata-rata (Rp/th) 17 775 000 22 066 875 39 841 875
Pendapatan Petani dari Usaha Pertanian Pendapatan petani berasal dari usaha pertanian berupa lahan sawah, tegalan dan pekarangan. Hasil pertanian berupa padi sebanyak 2–3 kali panen dalam satu tahun. Sawah petani hampir seluruhnya merupakan sawah tadah hujan. Jenis tanaman yang ditanam di tegalan selain tanaman keras adalah singkong, jagung, ketela pohon, kedelai, kacang tanah. Di pinggir tegalan ditanami berbagai jenis buah-buahan dan pakan ternak. Di lahan pekarangan ditanami palawija, buahbuahan dan tanaman kayu seperti Pulai, Jabon, Jati dan Sengon. Harga jual hasil pertanian di pasar lokal di setiap kecamatan (Gambar 7). 10,000
10,000 9,000
9,000
Harga (Rp/kg)
8,000
8,000
Sumber Harta
6,000 4,000
3,000
3,500
4,000
BTS Ulu
4,500
2,000
1,000
1,500 500 750
Padi
Kedelai Singkong
Jagung
Kelapa
Ketela
Gambar 7 Harga jual hasil pertanian di pasar lokal Tabel 16 menunjukkan kontribusi pendapatan terbesar dari usaha pertanian di setiap desa berasal dari sawah, kemudian diikuti oleh tegalan dan pekarangan. Pendapatan rata-rata usaha pertanian terbesar terdapat di Desa Sumber Harta. Hal
34
tersebut disebabkan karena sebagian besar petani memiliki lahan produktif, umumnya dengan luasan yang terbatas sehingga petani ingin memaksimalkan penggunaan lahan mereka. Sedangkan di Desa SP 5 Suka Makmur hampir semua petani memiliki sumber penghasilan dari lahan perkebunan karet dan beberapa petani memiliki lahan marjinal yang cukup luas. Pola pengelolaan pertanian dan palawija oleh masyarakat setempat masih bersifat subsisten. Tabel 16 Pendapatan petani dari usaha pertanian Desa Sumber Harta
Jumlah Responden 40
SP. 5 Suka Makmur
40
Jenis Lahan
Luas (ha)
Tegalan Pekarangan Sawah Lahan marjinal Jumlah Tegalan Pekarangan Sawah Lahan marjinal Jumlah
3.37 0.71 29.50 9.50 43.07 2.45 0.78 22.50 39.50 65.24
Pendapatan (Rp/tahun) 5 898 000 2 725 000 141 500 000 0.00 150 123 000 3 842 000 4 274 000 102 000 000 110 116 000
Pendapatan Petani dari Usaha Peternakan Pendapatan dari usaha ternak memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar terhadap pendapatan total responden (Tabel 17). Pendapatan rata-rata dari ternak Desa Sumber Harta satu kali lebih tinggi dibandingkan Desa SP. 5 Suka Makmur. Penduduk Desa Sumber Harta selain usahatani juga mengandalkan hasil penjualan ternak, sedangkan di Desa SP. 5 Suka Makmur lebih mengandalkan usaha perkebunan. Terdapat usaha ternak telur ayam di Desa Sumber Harta, sementara di Desa SP. Suka Makmur ternak ayam dijual jika kebutuhan mendesak dalam jumlah yang tidak besar. Tabel 17 Pendapatan usaha peternakan Desa Sumber Harta SP. 5 Suka Makmur Total
Jumlah Responden 40 40 80
Jumlah Ternak (ekor) Ayam
Itik
Kambing
Sapi
Pendapatan (Rp/th)
354 445 799
119 130 249
30 11 41
22 15 37
135 150 000 91 845 000 226 995 000
Pendapatan Rata-rata (Rp/th) 3 378 750 2 296 125 5 674 875
Pendapatan Petani dari Usaha Lain Sebagian petani mempunyai pekerjaan lain yang tidak berhubungan dengan usaha pertanian seperti buruh pabrik, pegawai negeri, karyawan swasta, pedagang, jasa, penggosok batu akik, peternak ayam, perangkat desa dan lain-lain. Pendapatan responden dari sektor lain termasuk juga bantuan dari anggota keluarga yang telah bekerja di luar Musi Rawas. Tabel 18 menunjukkan bahwa jumlah pendapatan rata-rata dari usaha lain yang terbesar terdapat di Desa SP 5 Suka Makmur dengan kontribusi terbesar dari usaha dagang sebesar 41.08% dari pendapatan total sektor lain. Sedangkan jumlah pendapatan rata-rata dari sektor lain yang terbesar terdapat di Desa Sumber Harta dengan sumbangan terbesar dari pegawai swasta sebesar 38.19% dari pendapatan total sektor lain. Pendapatan petani dari usaha lain bervariasi dengan periode penerimaan bersifat harian,
35
bulanan maupun musiman. Pendapatan harian diterima oleh petani yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang, jasa, pancari batu dan penggosok batu. Pendapatan bulanan diperoleh petani yang bekerja sebagai pegawai negeri, guru dan pegawai swasta/buruh pabrik. Pendapatan musiman diperoleh petani yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai jasa dan tukang. Pekerjaan sebagai penggosok batu akik merupakan jenis pekerjaan baru terdapat di setiap desa penelitian. Tabel 18 Pendapatan petani dari sektor lain Desa Sumber Harta SP 5 Suka Makmur Jumlah
Jumlah Responden 40 40 80
Jenis Pekerjaan Sampingan 10 11 21
Pendapatan (Rp/th) 101 600 000 169 920 000 271 520 000
Prosentase (%) 37.42 62.58 100.00
Kontribusi Pendapatan Kayu Rakyat Terhadap Pendapatan Total Petani Pendapatan dari pengusahaan HR diperoleh dari penjualan kayu rakyat berupa kayu pertukangan dan kayu bakar. Pendapatan petani dari hasil penjualan kayu bervariasi bergantung pada kebutuhan. Pada umumnya petani menggunakan sistem tebang butuh, jika terdapat kebutuhan mendesak petani baru akan menjual kayu. Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani HR di Desa SP 5 Suka Makmur lebih tinggi dibandingkan Desa Sumber Harta. Hal ini dikarenakan Desa SP 5 Suka Makmur terdapat HR monokultur yang dikelola pada lahan yang lebih luas. Tabel 19 Kontribusi berbagai sumber pendapatan terhadap pendapatan total rumah tangga petani Jenis Pendapatan Desa Sumber Harta a. Perkebunan karet b. Pertanian c. Peternakan d. HR Pulai e. Usaha non pertanian/perkebunan Jumlah Desa SP 5 Suka Makmur a. Perkebunan karet b. Pertanian c. Peternakan d. HR Pulai e. Usaha non pertanian/perkebunan Jumlah
Pendapatan (Rp/tahun)
Pendapatan Ratarata (Rp/tahun)
Prosentase (%)
711 000 000 147 398 000 135 150 000 71 825 000 102 000 000 1 167 373 000
17 775 000 3 684 950 3 378 750 1 795 625 2 550 000 29 184 325
60.91 12.63 11.56 6.15 8.74 100
882 675 000 105 842 000 91 845 000 208 884 800 156 810 000 1 446 056 800
22 066 875 2 646 050 2 296 125 5 222 120 3 920 250 36 151 420
61.04 7.32 6.35 14.45 10.84 100
Usaha perkebunan karet memberikan kontribusi terbesar karena hampir seluruh responden memiliki mata pencaharian dari hasil karet. Pengusahaan HR merupakan usaha yang hasilnya digunakan sebagai tabungan dan bukan sebagai sumber pendapatan utama. Hal ini sependapat dengan pernyataan Darusman & Hardjanto (2006) bahwa usaha HR merupakan usaha sampingan dan bersifat insidentil. Secara keseluruhan rata-rata pendapatan dari pengusahaan HR dikedua desa hanya sebesar 10.3% dari total pendapatan. Rata-rata kontribusi pendapatan HR Desa Sumber Harta hanya sebesar 6%, hal ini menunjukkan bahwa petani
36
Pendapatan Ratarata/tahun ( x Rp 1 juta)
tidak menebang kayu rakyat dalam skala besar dan rutin. Pilihan menebang kayu merupakan pilihan terakhir jika sumber pendapatan dari perkebunan atau ternak belum menghasilkan. Subaktini et al. (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemanenan dengan sistem tebang habis akan membuat petani tidak memiliki tabungan dan tidak menguntungkan karena berbagai variasi ukuran diameter pohon. Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin luas lahan HR maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh. 50 40 30 20 10 0
46.73 40.24 26.53
29.66
<0.5
0.5-1.99
2-3.49
>3.49
Luas HR(ha)
Gambar 8 Pendapatan rata-rata petani berdasarkan luas lahan HR Petani dengan lahan HR yang cukup luas mampu memaksimalkan seluruh usahataninya. Semakin luas lahan maka akan semakin banyak jenis tanaman yang akan ditanam. Kecenderungan tersebut hanya terlihat karena pengelompokkan berdasarkan lahan HR dan tidak membagi berdasarkan lahan perkebunan karet atau pertanian. Pengeluaran Petani HR Pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelola usahatani (Hernanto 2015). Pengeluaran rumah tangga dibedakan atas pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran non pangan. Dalam penelitian ini pengeluaran pangan terdiri atas pengeluaran untuk padi-padian, ubi-ubian, minyak dan lemak, pangan hewani, pangan nabati, kacang-kacangan, gula, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, buah-buahan, dan pengeluaran untuk minuman. Sedangkan pengeluaran non pangan terdiri atas pendidikan, komunikasi, perabotan rumah, perbaikan rumah, pakaian, barang dan jasa, bahan bakar, transportasi, kegiatan sosial, dan iuran/pajak. Pengeluaran terbesar petani pada setiap desa adalah untuk bahan makanan beras dan non beras (Tabel 20 dan Lampiran 5). Tabel 20 Pengeluaran rumah tangga petani rata-rata setiap desa No.
Jenis Pengeluaran
1. Konsumsi beras 2. Konsumsi Non beras 3. Pendidikan 4. Rokok/tembakau 5. Telekomunikasi 6. Lain-laina Jumlah a
Desa Sumber Harta Jumlah PersenTerhadap Pengeluaran Total (%) (Rp/th) 329 145 940 33.12 330 436 000 33.30 91 858 700 9.23 38 250 000 4.83 47 892 750 3.85 154 940 360 15.61 992 273 750 100.00
Desa SP 5 Suka Makmur Jumlah PersenTerhadap Pengeluaran Total (%) (Rp/th) 335 457 300 29.43 402 680 000 35.32 113 356 150 9.94 49 559 100 4.35 63 571 048 5.58 175 349 272 15.38 1 139 972 870 100.00
Pengeluaran untuk obat-obatan, transportasi, papan, sarana rumah tangga, pajak/iuran, , BBM, hajatan/zakat dan perbaikan rumah
37
Pengeluaran untuk kebutuhan pangan terutama padi atau beras diperoleh dari hasil sawah. Untuk menghitung pengeluaran kebutuhan pangan dengan mengalikan jumlah beras yang dikonsumsi dengan harga beras yang berlaku. Proporsi pendapatan rata-rata terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk setiap desa lebih dari 100%, hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani lebih besar daripada pengeluaran (Tabel 21). Terdapat kecenderungan semakin luas lahan HR maka semakin besar pengeluaran rumah tangga. Hal ini berkorelasi dengan semakin luas lahan maka pendapatan rumah tangga cenderung besar. Tabel 21 Proporsi pendapatan terhadap pengeluaran petani No.
Pendapatan total rata-rata (Rp/th) 29 252 450 36 258 270 32 755 360
Desa
1. Sumber Harta 2. SP 5 Suka Makmur Rata-rata
Pengeluaran total rata-rata (Rp/th) 24 806 844 28 499 322 26 653 083
Proporsi pendapatan tehadap pengeluaran (%) 117.92 127.23 122.57
Tingkat Kesejahteraan Petani Tingkat kesejahteraan rumah tangga sangat berhubungan dengan tingkat kemiskinan.Tingkat kemiskinan merupakan indikator yang dapat menggambarkan taraf kesejahteraan kehidupan petani secara umum. Beberapa alternatif dapat digunakan untuk menentukan tingkat garis kemiskinan antara lain: (1) Konsumsi beras (kg/orang), (2) Konsumsi sembilan bahan pokok, (3) pengeluaran rumah tangga (Rp/orang) dan(3) Konsumsi kalori dan protein (orang/hari). Tabel 22 Tingkat kesejahteraan petani HRa No.
Tingkat kesejahteraan
1. Paling miskin 2. Miskin sekali 3. Miskin 4. Nyaris miskin 5. Cukup 6. Hidup layak Jumlah a Sumber: Sayogyo (1977)
Kriteria berdasarkan pendapatan per kapita setara nilai tukar beras (Kg)/th ≤ 180 181– 240 241–320 321–480 481–960 >960
Desa Sumber Harta 0 1 1 5 23 10 40
Jumlah responden Desa SP 5 Suka Total Makmur 0 0 0 1 2 3 9 14 21 44 8 18 40 80
% 0.00 1.25 3.75 17.50 55.00 22.50 100
Sayogyo (1977) mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga dengan menghitung pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan pengeluaran beras/kapita/tahunnya yaitu total pengeluaran rumah tangga yang terdiri atas pengeluaran pangan dan non pangan dalam setahun dibagi dengan jumlah tanggungan rumah tangga. Dengan memperhatikan harga beras yang berlaku yaitu Rp9 500/kg, maka pendapatan rata-rata per kapita petani HR dapat diklasifikasikan seperti kriteria Sayogyo, maka pendapatan per kapita petani adalah (1) Paling miskin, bila pendapatan per kapitanya kurang dari Rp1 710.000, (2) Miskin sekali, bila pendapatan per kapitanya antara Rp1 718 500 sampai Rp2280 000,(3) Miskin, bila pendapatan per kapitanya antara Rp2 289 500 sampai
38
Rp3 040 000, (4) Nyaris miskin, bila pendapatan per kapitanyaantara Rp3 049 500 sampai Rp4 560 000, (5) Berkecukupan, bila pendapatan per kapitanya antara Rp4 569 500 500 sampai Rp9 120 000 dan (6) Hidup layak, bila pendapatan per kapitanya lebih dari Rp9 129 500. Tabel 22 menujukkan bahwa petani HR di kedua desa sebagian besar berkecukupan yang berarti petani sebagian besar mampu mencapai kebutuhan minimum pangan. Mosher (1987) menyatakan bahwa variabel yang paling penting dari tingkat kesejahteraan adalah pendapatan, kerena beberapa aspek dari kesejahteraan rumah tangga bergantung pada tingkat pendapatan. Gambar 9 menunjukkan hasil klasifikasi garis kemiskinan rumah tangga petani di kedua desa penelitian. Miskin sekali Miskin 1.3% 3.8% Nyaris miskin 17.5 %
Hidup layak 22.5%
Cukup 55 %
Gambar 9 Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani HR Pulai
Kelembagaan HR Kelembagaan mempunyai peran penting dalam masyarakat untuk mengurangi ketidakpastian dengan menyusun struktur yang stabil bagi hubungan manusia. Kelembagaan merupakan gugus kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya. Kelembagaan juga dimaknai sebagai apapun yang berhubungan dengan “perilaku ekonomi”. Uphoff (1986) mendefinisikan kelembagaan sebagai tatanan norma-norma dan tingkah laku yang biasa berlaku dan menjadi nilai bersama untuk melayani tujuan kolektif. Menurut North (1990) kelembagaan mengandung dua pengertian penting yaitu: (1) sebagai aturan main, berupa aturan baik formal maupun informal, yang tertulis dan tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan, (2) sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki, terdapat stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya termasuk hutan. Menurut Schmid (1987) perwujudan kelembagaan masyarakat dapat diidentifikasi melalui ciri-ciri sebagai berikut: (1) Batas yurisdiksi (jurisdictional boundary) Batas yurisdiksi akan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu masyarakat. Konsep batas yurisdiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan dan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung
39
makna kedua-duanya sehingga terkandung makna bagaimana batas yurisdiksi berperan dalam mengatur alokasi sumberdaya. (2) Hak kepemilikan (property rights) Konsep pemilikan muncul dari konsep hak (rights) dan kewajiban (obligations) yang didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Hak mempengaruhi siapa yang berpartisipasi dalam keputusan penggunaan sumber daya dan siapa yang memiliki kekuatan. (3) Aturan representasi (rule of representation) Aturan representasi mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu alokasi sumberdaya. Keputusan yang diambil dan akibatnya terhadap kinerja suatu kelembagaan akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Aturan representasi menentukan jenis keputusan yang dibuat, oleh karena itu aturan representasi menentukan alokasi dan distribusi sumberdaya.
Situasi Menurut Schmid (1987) situasi merupakan karakteristik yang melekat pada hutan rakyat. Situasi didefinisikan sebagai karakteristik yang merupakan sumber interdependensi. Perubahan kelembagaan hanya akan menghasilkan kinerja yang berbeda apabila perubahan tersebut dapat mengontrol karakteristik atau situasi yang menjadi sumber interdependensi antar individu atau kelompok masyarakat. Situasi yang akan diuraikan meliputi situasi komoditas pulai dan produknya (Tabel 23), situasi biofisik, sosial dan ekonomi. Pulai (Alstonia sp.) merupakan tanaman yang memiliki kharakteristik yang cepat tumbuh mudah diproduksi, bernilai ekonomis, multifungsi karena hampir seluruh bagian pohon dapat dimanfaatkan dan mempunyai prospek besar untuk dikembangkan (Tabel 23). Menurut Whitmore (1972) Pulai tersebar di beberapa wilayah Indonesia, sangat toleran di berbagai macam tanah dan habitat dan umumnya tumbuh pada ketinggian 0–1000 mdpl dengan intensitas curah hujan 1000–3800 mm/th. Juheti dan Hidayat (2009) menyebutkan bahwa Pulai berbatang lurus dapat dipanen pada umur 8–12 tahun, tinggi dapat mencapai 20– 45 meter, tinggi batang bebas cabang 10–14 meter, diameter pohon mencapai 30–40 cm. Pulai mudah diperbanyak dengan biji atau stek. Pangkal batang memiliki lekukan yang menyerupai akar papan. Kulit batang berwarna hijau terang atau hijau kekuningan, rasanya pahit dan bergetah putih susu.Warna kayu gubal hampir sama dengan warna kayu teras dan sukar dibedakan. Tekstur kayu Pulai agak halus sampai hampir kasar. Kayu Pulai mudah dikerjakan antara lain mudah digergaji, diserut dan dibor setelah ditebang maupun kondisi kering, mudah diawetkan dan dikeringkan. Menurut Rainforest Alliance (2000) kayu Pulai memiliki kelebihan karena jenis kayu ringan sehingga dapat meminimalkan biaya dan tenaga saat pengangkutan, mudah dilakukan pewarnaan dan sifat kayunya relatif stabil.
40
Tabel 23 Karakteristik dan produk Pulai Karakteristik
Uraian
Nama Lokal
:
Pule (Jawa): Lame (Sunda);polay (Madura); Gabus, Goti, Pelawai, Pulai (Sumatera); Hanjalutung, Ampalai, Kubita, Pelantan (Kalimantan); Lingaru, Tongkoya (Sulawesi); Rite (Ambon); Hange (Ternate); Aliag, Setak, Susuh (Papua)a
Taksonomi
:
Divisio: Magnoliophyta; Class: Magnoliopsida; Ordo: Gentianales, Family : Apocynaceae (Kamboja-kambojaan); Genus: Alstoniaa
Jumlah Spesies
:
± 40–60 spesiesa
Penyebaran
:
Di dunia : India sampai China Selatan; Malaysia; daerah Timur Jauh Quenssland, Kepulauan Salomon; Jepang dan Afrikaa Di Indonesia : Hampir semua wilayah Indonesia yaitu Riau, Sumbar, Bengkulu,Sumsel (Lubuk Linggau, Sekayu, Empat Lawang), Jambi, Bangka Belitung, Banten, Jabar, Jateng (Semarang, Purworejo, Cilacap, Banjarnegara) Yogyakarta (Bantul, Gunung Kidul), Kalimantan (Sambas), Sulawesi (Makassar, Gowa Selatan, Kendari), Bali, NTB (Mataram, Sumbawa), Ambona
Kelas Awet
:
IV–Va
Warna
Kayu teras dan kayu gubal berwarna putih krem, dibedakanaa
hampir sulit
Riap Diameter
:
2.86 cm/thb
Riap Tinggi
:
1.04 m/thb
Berat Jenis (BJ)
:
0.27–0.49b
Keragaman Genetik(KG)
:
Daerah Musi Rawas memiliki KG terbesar di Indonesia yaitu 0.2254 (skala 0.1370–0.2254)c
Kegunaan
:
Kayu untuk : Slat pensil/pensil, topeng, wayang, pulp, korek api, peti, cetakan beton, furniture, papan tulis, hak sepatud Kulit kayu dan getah untuk mengobati : Demam, malaria, limpa membesar, batuk berdahak, diare, disentri, kurang nafsu makan, perut kembung, sakit perut, kencing manis, tekanan darah tinggi, wasir, anemia, gangguan haid, rematikd. Daun dan bunga untuk pengobatan : Borok, bisul, beri-beri, menghilangkan nyerid a Sumber: Whitmore (1972); bSumber: Muslimin dan Lukman (2006); cSumber: Hartati et al. (2007); dSumber: Indartik (2009).
Kayu Pulai kurang diminati oleh industri pertukangan karena tingkat kekuatan dan keawetannya yang rendah (Arinana & Diba 2009). PT. XIP merupakan Industri pengolahan kayu yang menggunakan kayu Pulai sebagai bahan baku utama untuk memproduksi slat pensil (Gambar 10). PT. XIP merupakan industri yang terintegrasi mulai dari industri primer sampai industri tersier. Berdasarkan jenis industri, slat pensil merupakan produk sekunder (wood working industry) yaitu industri mengolah lebih lanjut hasil produk industri primer.
41
(a) Kayu bulat (log) Pulai
produk primer
produk sekunder
Produk tersier
Kayu gergajian (Sawn timber)
Slat pensil (Pencil slate)
Pensil (Pencil)
(b) Ukuran slat pensil Panjang max : 300 mm Lebar max : 70 mm Tebal max : 6 mm
(c)
Slat pensil
Gambar 10 Produk utama kayu Pulai (a) Proses pembuatan slat pensil (b) Slat pensil (Sumber: Dokumentasi penulis 2015) dan (c) Pensil (Sumber: Anonim pada https://c1.staticflickr.com 2014). Secara geografis Desa SP 5 Suka Makmur berbatasan dengan Desa Kota Baru sebelah Utara, sebelah Timur dengan areal HTI PT. Musi Hutan Persada, sebelah selatan dengan Desa Mulyo Harjo dan sebelah Barat dengan Desa Reksa Budi. Masyarakat Desa SP 5 Suka Makmur sebagian besar memiliki lahan marjinal yang kemudian menjadi lahan kerjasama penanaman Pulai monokultur. Menurut Cahyono et al. (2005) kondisi biofisik akan menentukan pola tanam HR, daerah dengan kondisi biofosik relatif marjinal cenderung didominasi tanaman kayu-kayuan. Adapun fasilitas umum yang dimiliki Desa SP 5 Suka Makmur antara lain sekolahan tingkat SD dan SLTP, pasar, masjid dan rumah sakit. Desa Sumber Harta secara geografis berbatasan dengan Kecamatan Megang Sakti sebelah Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan STL ULU Terawas, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan STL ULU Terawas dan Kecamatan Karang Jaya, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Megang Sakti dan Purwodadi. HR pada Desa Sumber Harta secara keseluruhan dikelola dengan sistem agroforestri. Fasilitas umum yang dimiliki Desa SP 5 Suka Makmur antara lain sekolahan tingkat SD, SLTP, SMU, pasar, masjid dan rumah sakit. Perbedaan situasi antara kedua desa penelitian (Tabel 24).
42
Mata pencaharian masyarakat sebagian besar di sektor pertanian dan perkebunan, baik sebagai pemilik/penggarap maupun tenaga buruh. Mata pencaharian lain pada sektor swasta dan pemerintahan. Bentuk kegiatan umum yang dilakukan di desa meliputi kegiatan gotong royong untuk memelihara kebersihan, usahatani dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya seperti membangun rumah, khitanan, melahirkan dan kematian. Bentuk kegiatan umum yang dilakukan di desa meliputi kegiatan gotong royong untuk memelihara kebersihan, usahatani dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya seperti membangun rumah, khitanan, melahirkan dan kematian. Tabel 24 Perbedaan situasi desa penelitian Situasi Lokasi Jarak dari pusat kota Luas wilayah/penduduk Jenis tanah Ketinggian tempat Kelerengan Status lahan Jenis tanaman HR Jumlah Pulai (1 Ha) Jumlah petani HR Luas rata-rata HR/petani Pembiayaan HR Jarak tanam a
HR Monokultur Desa SP 5 Suka Makmur 82 Km 2 181 Ha / 2 228 orang Podsolik Merah Kuning 624 mdpl 2 – 5% Lahan milik (Marjinal)a Alstonia angustiloba 740 pohon 70% dari total penduduk desa 2 Ha Pemerintah (KUHR) dikelola industri 3 m x 4.5 m
HR Agroforestri Desa Sumber Harta 49 Km 1 153 Ha/ 1 297 orang Podsolik Merah Kuning 624 mdpl 2 – 5% Lahan milik Alstonia angustiloba 30% Pulai dan 70% Karet 85% dari jumlah penduduk 0.5 ha Petani , bibit dari industri 3mx3m
Lahan yang terdiri atas 65% Alang-alang dan 35% Gulma (Sumber: Nawir & Santoso 2005)
Sistem penanaman Pulai dilakukan dengan dua cara yaitu (1) sistem cemplongan, suatu teknik penanaman dengan pembersihan lahan tidak secara total (pembersihan lapangan hanya dilakukan disekitar tempat yang akan ditanam) dan (2) sistem tumpangsari, suatu teknik penanaman yang dilakukan dengan menanam tanaman sumusim dan tanaman sela diantara larikan tanaman pokok, biasanya dilakukan oleh petani dengan kepemilikan lahan yang sempit. Pada sistem cemplongan umumnya dilakukan pada Pulai secara monokultur, sedangkan pada sistem tumpangsari dilakukan oleh petani agroforestry. Pada sistem agroforestri pola tanam yang digunakan umumnya pola sekuensial, dimana tanaman karet ditanam terlebih dahulu kemudian baru diikuti Pulai. Struktur Struktur merupakan norma/aturan dan organisasi dalam pengusahaan HR. Keduanya sulit dipisahkan karena organisasi dapat berjalan apabila aturan main memungkinkan, sebaliknya aturan main disusun, dijalankan dan ditegakkan oleh organisasi. Menurut Schmid (1987) aturan main merupakan bentuk institusi yang menentukan saling ketergantungan antar individu atau kelompok masyarakat yang terlibat. Sedangkan organisasi menurut Syahyuti (2011) adalah kelompok sosial yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu yang memiliki aturan tegas. Organisasi dapat disebut lembaga jika telah mengembangkan kemampuan untuk bertindak sebagai perwakilan masyarakat dengan menyediakan fungsi dan pelayanan bernilai (Duncan & Pooler 1967 diacu pada Eaton 1986). Alasan petani membentuk kelompok tani secara ekonomi dapat dipandang sebagai upaya
43
menghindari biaya transaksi5 yang harus dikeluarkan oleh anggotanya karena terdapat „free rider‟ (Zakaria 2003). Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa anggota kelompok tani, diperoleh informasi tentang alasan petani bersedia menjadi anggota dan manfaat apa yang dapat mereka peroleh setelah menjadi anggota. Secara umum bahwa menjadi anggota kelompok tani hutan didasarkan pada keinginan petani untuk meningkatkan kesejahteraan dan menambah pengetahuan mengenai pengelolaan Pulai (Tabel 25). Tabel 25 Alasan petani menjadi anggota KT Alasan Menjadi Anggota Kelompok
Waru III
Meningkatkan pendapatan Memecahkan permasalahan Menambah informasi dan pengetahuan
Agar lahan produktif Sebagai tabungan Pulai mudah dipasarkan
Menambah informasi dan pengalaman Masalah lebih mudah dipecahkan
Sumber Harta
Pulai tidak membutuhkan pemeliharaan intensif Sebagai tabungan
Mempererat hubungan silahturahmi Berbagi pengalaman Menambah pengetahuan keorganisasian dan kerjasama
Meningkatkan pendapatan Menambah pengetahuan Media silaturahmi
Alasan Bersedia Menanam Pulai
Manfaat Menjadi Anggota Kelompok
Kelompok Tani
Kelompok Tani (KT) Waru III (monokultur) berada di Desa SP 5 Suka Makmur, Kecamatan BTS Ulu yang dibentuk pada tahun 2004 atas inisiatif industri pada saat program KUHR bergulir. Struktur organisasi sederhana yang terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara dan anggota dengan jumlah anggota sebanyak 60 petani. Luas lahan kerjasama HR cukup luas rata-rata 2–4 ha per petani. Program penanaman Pulai didasarkan atas surat perjanjian kerjasama No 045/P2HR-XIP/VII/2004 tanggal 16 Nopember 2004 antara PT. XIP dan kelompok tani. Luas cakupan lahan program kerjasama penanaman sebesar 260 ha dengan jangka waktu kontrak 11 tahun. Aktivitas kelompok tani hanya terbatas pada pengelolaan HR Pulai. Selain memperoleh hasil dari kayu pada akhir daur, petani memperoleh hasil komoditas pertanian (beras, padi dan jagung) dan menjadi tenaga kerja di lahan sendiri dengan sistem upah harian. Berdasarkan hasil wawancara, manfaat adanya program KUHR bagi petani antara lain dalam jangka panjang memperoleh tambahan pendapatan dan dalam jangka pendek memperoleh hasil tanaman pertanian (tumpangsari) untuk pemenuhan kebutuhan. Sedangkan manfaat bagi industri PT. XIP adalah memperoleh jaminan pasokan bahan baku industri yang berkelanjutan. Kerjasama antara industri PT. XIP dan KT diatur dalam perjanjian kerjasama yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak sebagai berikut :
5
Biaya transaksi menurut Schmid (1987) dibedakan menjadi : (a) Biaya membuat kontrak, (b) Biaya informasi dan (c) Biaya membuat kebijakan
44
1. Hak dan kewajiban PT. XIP selaku pengelola dana KUHR Dalam melaksanakan program PT. XIP bekerjasama dengan petani/kelompok tani pemilik lahan dan ketentuan hak dan kewajiban diatur dalam perjanjian kerjasama (Tabel 26). Tabel 26 Hak dan kewajiban industri (PT. XIP)a Hak PT. XIP 1. Membeli seluruh hasil panen kayu Pulai dari petani pemilik lahan sesuai harga pasar 2. Menerima 50% hasil panen kayu 3. Mendapatkan bimbingan teknis dari instansi terkait 4. Mengelola dana KUHR
a
Kewajiban PT. XIP 1. Mengeluarkan biaya operasional (Biaya bibit, penanaman dan pemeliharaan serta panen) 2. Memudahkan akses pasar kayu rakyat 3. Pembinaan/pelatihan kepada petani 4. Sanggup menutupi kekurangan biaya pengelolaan HR 5. Mengembalikan dana pinjaman KUHR dengan bunga pinjaman 6% kepada pemerintah. 6. Menyampaikan laporan keuangan kepada petani/kelompok tani
Sumber: Dokumen PT. XIP 2012
2. Hak dan kewajiban Kelompok tani Waru III Sebelum bergabung menjadi petani program KUHR, Petani/kelompok tani pemilik lahan wajib menunjukkan bukti kepemilikan lahan berupa SHM atau SPH. Pembentukan kelompok tani dilakukan agar bagi hasil lebih efisien. Hak dan kewajiban kelompok tani diatur dalam perjanjian kerjasama (Tabel 27). Tabel 27 Hak dan kewajiban petani mitraa Hak Petani 1. Mendapat bimbingan teknis pengelolaan HR dari mitra usaha 2. Menerima 50 % hasil panen kayu 3. Memperoleh laporan keuangan 4. Menyampaikan saran teknis dalam pengelolaan HR 5. Berhak atas tanaman kayu Pulai apabila setelah berakhirnya jangka waktu kontrak, industri tidak melakukan pemanenan. a Sumber : PT. XIP 2012
Kewajiban Petani 1. Menyerahkan jaminan kerjasama berupa bukti kepemilikan lahan 2. Bertanggung jawab terhadap pemberian tata batas lahan milik 3. Mengelola HR, monitoring dan menjaga keamanan tanaman 4. Menjual hasil panen kayu ke industri mitra 5. Membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas tanah.
Dalam menjalankan organisasi Kelompok Tani Waru III belum terdapat aturan formal (seperti AD/ART). Aturan yang ada berupa awig-awig dan aturan tidak tertulis yang dibuat untuk kegiatan tertentu, misalnya pada saat mengikuti program penghijauan. Menebang satu pohon Pulai diharuskan menanam kembali satu pohon. Aturan tersebut dibuat melalui kesepakatan yang dipandu oleh Divisi Hutan Rakyat PT. XIP. Aturan organisasi belum memuat sanksi-sanksi terhadap pelanggaran. Namun, kegiatan menanam kembali merupakan bagian pola hidup atau melembaga dalam kehidupan petani. Hak yang dimiliki setiap anggota dalam kelompok tani yaitu hak untuk menyampaikan pendapat, memperoleh bantuan dana jika terdapat anggota keluarga yang meninggal, memperoleh bantuan kayu bakar jika mempunyai hajatan, serta memilih dan dipilih menjadi pengurus. Kewajiban anggota setiap anggota kelompok adalah membayar iuran wajib, menghadiri pertemuan kelompok dan mentaati aturan kelompok.
45
KT Sumber Harta (agroforestry) berada di Desa Sumber Harta, Kecamatan Sumber Harta dibentuk pada tahun 2007 atas inisiatif petani. KT dibentuk bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola dan menjual hasil kayu Pulai. Struktur organisasi dibentuk secara sederhana yang terdiri atas ketua, sekretaris dan anggota. Jumlah anggota sebanyak 18 orang dengan lahan HR yang sempit rata-rata 0.5–1 ha per petani, total cakupan HR kelompok seluas 72 ha yang keseluruhannya diusahakan dengan pola agroforestry dengan tanaman karet. Sekretariat organisasi berada di salah satu rumah anggota kelompok tani. Kegiatan kelompok tani ini sebagian besar dalam hal pengelolaan Pulai dan pertanian. Dalam pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah dan pengambilan suara (voting). Kerjasama kemitraan dilakukan dengan industri pengolahan kayu PT. XIP. Petani/kelompok tani mitra adalah petani yang memiliki tanaman Pulai di kebun karet atau pekarangan baik tanaman budidaya maupun yang tumbuh alami. Jangka waktu kerjasama selama 5 tahun, hasil panen kayu dapat dijual langsung ke pabrik mitra atau pabrik lain yang berani membayar harga tinggi. Seluruh kayu yang berasal dari petani mitra wajib diketahui asal-usulnya sebagaimana aturan sertifikasi FSC yang dimiliki industri (Tabel 28). Kerjasama kemitraan dituangkan dalam bentuk surat perjanjian kerjasama yang mengatur hak dan kewajiban (Tabel 29). Seluruh petani yang tergabung dalam kerjasama kemitraan wajib menunjukkan bukti kepemilikan lahan berupa bukti SHM atau SPH. Persyaratan menjadi anggota dan keluar sebagai anggota petani mitra diatur dalam surat perjanjian: Tabel 28 Aturan main petani/kelompok tani agroforestry Pulai dan karet Persyaratan Menjadi Anggota
Diberhentikan Menjadi Anggota
1. Menandatangani surat pendaftaran anggota petani mitra bersertifikat FSC binaan PT. XIP tahun 2012–2017. 2. Mendaftarkan kepemilikan Pulai yang terdapat di kebun Karet atau pekarangan 3. Mematuhi aturan keanggotaaan dan bertanggung jawab
1. Mengajukan permohonan keluar dari keanggotaan petani mitra 2. Tidak mematuhi peraturan dan tanggung jawab serta kewajiban sebagai anggota petani mitra 3. Menyewa jasa seorang rimbawan lainnya untuk mengelola Pulai. 4. Menebang kayu tidak pada jadwal yang telah ditentukan, sebagian atau seluruh tanaman Pulai. 5. Pemilik tanaman meninggal dunia.
Tabel 29 Hak dan kewajiban kelompok tani agroforestry Pulai dan karet Hak Petani 1. Mendapat bantuan bibit dan pembinaan/bimbingan teknis dari PT. XIP 2. Menyampaikan saran teknis dalam pengelolaan Pulai. 3. Memperoleh dana kompensasi sebesar Rp1 000 untuk setiap bibit yang tumbuh 4. Menjual kayu kepada PT. XIP atau industri kayu lain.
Kewajiban Petani 1. Mengelola tanaman Pulai dengan prinsip kriteria FSC. 2. Menerapkan rencana pengelolaan PT. XIP 3. Mengijinkan PT. XIP dan auditor lembaga sertifikasi untuk memonitoring dan menilai praktek-praktek kehutanan, membahas seluruh dokumen yang berkaitan dengan kegiatan petani mitra. 4. Melaporkan kepada PT. XIP jika terjadi pemindahtanganan kepemilikan lahan atau perubahan sistem pengelolaan selama periode sertifikasi.
46
Dalam menjalankan organisasi Kelompok Sumber Harta belum terdapat aturan formal (AD/ART). Aturan yang ada berupa aturan tidak tertulis relatif sama dengan Kelompok Tani Waru III. Terdapat aturan jika hewan ternak merusak pohon yang berada di lahan milik petani, maka pemilik hewan ternak harus mengganti sebesar harga kayu yang dirusaknya atau sesuai kesepakatan antara pemilik lahan dengan pemilik hewan ternak. Aturan ini dibuat berdasarkan kesepakatan bersama dan dijalankan oleh seluruh anggota karena sifatnya mengikat. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seluruh kelompok tani adalah melalui Rapat Anggota atau musyawarah yang melibatkan seluruh anggota kelompok tani. Aturan organisasi belum memuat sanksi-sanksi terhadap pelanggaran. Secara ringkas perbandingan struktur kelembagaan antara kelompok tani monokultur KUHR dengan kelompok tani agroforestry Pulai (Tabel 30). Tabel 30 Perbandingan struktur kelembagaan kelompok tani Struktur kelembagaan Kharakteristik organisasi Jenis lembaga Proses terbentuk Jumlah anggota/kelompok Keputusan manajemen pengelolaan Luas cakupan wilayah Pola tanam Struktur organisasi AD/ART Kontrak Prosedur (waktu) Penandatanganan kontrak Jangka waktu kontrak Kontrol berakhirnya kontrak Skema keuangan Kharakteristik kelembagaan Batas yurisdiksi Hak kepemilikan Aturan representasi
KT Waru III Monokultur
KT Sumber Harta Agroforestry
Kelompok tani Inisiatif industri 60 petani industri 260 Ha (luas) Monokultur ada Tidak ada
Kelompok tani Inisiatif petani dan industri 18 petani petani 72 Ha (sempit) AgroforestryKaret ada Tidak Ada
Panjang Ketua 11 tahun Industri Bagi hasil (50 : 50)
Pendek Ketua 5 tahun Industri/petani Mandiri
Rendaha Private property Top down
Tinggi Private property Bottom up
a
Posisi petani dalam pengelolaan HR program KUHR lemah karena semua keputusan ditentukan oleh industri mitra
Pengelolaan HR monokultur KUHR antara petani pemilik lahan yang bekerjasama dengan PT. XIP merupakan skema kemitraan. Menurut Mayers dan Vermeulen (2002) kemitraan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih untuk menggabungkan faktor produksi berupalahan, modal,manajemen dan peluang pasaruntuk menghasilkan tujuan bersama. Kemitraan PT. XIP dengan petani dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis. Pembaharuan kontrak dilakukan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Menurut Andersson et al. (2011) kontrak yang jelas dan dapat diimplementasikan merupakan alat yang efektif untuk menempatkan semua mitra pada landasan yang sama. Bentuk pola kemitraan sangat beragam, kemitraan dapat melalui kerjasama langsung, pembiayaan atau hanya untuk saling bertukar informasi. Berdasarkan bentuknya kemitraan6 antara PT. XIP dengan petani digolongkan sebagai pola kemitraan inti6
Berdasarkan bentuk pola kemitraan terdiri dari (Deptan 2002): (1) Inti-Plasma, (2) Sub-kontrak, (3) Dagang umum, (4) Keagenan, (5) Kerjasama operasional dan (5) Lainnya seperti Pola Kemitraan (Penyertaan) Saham.
47
plasma yaitu hubungan kemitraan antara usaha kecil yaitu petani HR dengan usaha menengah/usaha besar, industri bertindak sebagai inti dan petani selaku plasma (Gambar 11).
Petani/ Kelompok tani
Modal, Bimtek, Teknologi, Manajemen
Petani/ Kelompok tani
Industri PT. XIP
Lahan dan Tenaga kerja
Petani/ Kelompok tani
Petani/ Kelompok tani
Gambar 11 Pola kemitraan intiplasma PT. XIP dengan petani Petani menyediakan lahan penanaman dan industri melaksanakan pembinaan mulai dari pembiayaan, penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha, menampung dan membeli hasil produksi. Berdasarkan tingkatan partisipasi masyarakat, kemitraan antara PT. XIP dan petani termasuk kemitraan7 kontribusi (contributory partnership), Mitchell et al. (2010) menjelaskan bahwa kemitraan melalui kontribusi adalah kesepakatan antara dua pihak antara organisasi swasta yang setuju memberikan sponsor untuk suatu program berupa dana kepada petani. Sedangkan manfaat dengan adanya kemitraaan menurut Pudjiatmoko (1999) yaitu: (1) Manfaat teknis, petani memperoleh bimbingan teknis, bantuan penyediaan sarana produksi, pengetahuan dan ketrampilan petani meningkat, (2) Manfaat ekonomi, pemasaran hasil produksi terjamin, pasokan bahan baku terjamin dan meningkatkan pendapatan petani mitra dan perusahaan mitra, (3) Manfaat sosial, kerjasama saling menguntungkan yang berkesinambungan akan mewujudkan kesejahteraan sosial petani dan ketenangan berusaha bagi pengusaha mitra. Pengelolaan HR terdiri atas peraturan formal seperti undang-undang, peraturan pemerintah dan lain-lain serta peraturan informal seperti adat, kebiasaan, agama dan lain-lain (North 1990). Kedua jenis aturan tersebut mempengaruhi perilaku manusia terhadap sumberdaya alam, aturan menyediakan struktur kehidupan yang memandu interaksi manusia atau untuk mengarahkan perilaku manusia kearah yang diharapkan anggota masyarakat dan untuk membatasi dan menyelesaikan konflik. Pejovich (1999) menyatakan bahwa salah satu komponen kelembagaan adalah aturan formal yang meliputi konstitusi, statuta, hukum dan seluruh regulasi pemerintah lainnya. Aturan formal membentuk sistem politik (struktur pemerintahan, hak-hak individu), sistem 7
Berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam kemitraan, Mitchell et al. (2010) membagi kemitraan menjadi empat yaitu (1) Contributory partnership, (2) Operational partnership, (3) Consultative partnership dan (4) Collaborative partnership
48
ekonomi (hak kepemilikan dalam kondisi kelangkaan sumberdaya, kontrak) dan sistem keamanan (peradilan, polisi). Aturan formal yang berhubungan dengan HR merupakan salah satu aturan yang paling banyak mengalami perubahan. Pemerintah mengeluarkan regulasi terbaru tentang Penatausahaan Hasil Hutan (PHH) yang berasal dari hutan hak melalui Permenhut No P. 30/2012. Aturan ini bertujuan menyederhanakan persyaratan administrasi peredaran kayu rakyat dan memberikan kewenangan kepada pemilik hutan hak untuk mengeluarkan dokumen angkutan kayu rakyat sendiri (self assessment), aturan ini dalam pelaksanaannya menjadi lebih fleksibel dan berdampak baik bagi pelaksana dilapangan. Hasil kajian Syahadat dan Subarudi (2014) bahwa salah satu implementasi P. 30/2012 adalah penggunaan dokumen kayu rakyat oleh petani menjadi lebih mudah. Selain kelembagaan formal, terdapat juga kelembagaan informal (lokal). Beberapa bentuk kelembagaan lokal antara lain: (1) tata nilai, kebiasaan, adat dan budaya masyarakat setempat yang berkaitan dengan masalah pengelolaan HR. Salah satu adat dan kebiasaan masyarakat yang tinggal disekitar perkebunan karet adalah sifat gotong royong yang menonjol dan toleran terhadap warga pendatang baru dan, (2) Pengetahuan dan teknologi lokal mengenai pengelolaan sumberdaya hutan termasuk pengetahuan dan teknologi usahatani yang berkaitan dengan sumberdaya hutan. Perilaku Pemangku kepentingan (stakeholders) adalah adalah orang-orang (perorangan, komunitas atau organisasi) yang memiliki kepentingandan hak dalam suatu sistem (Meyers 2005). Stakeholders memiliki tujuan, rencana dan tindakan yang berbeda-beda. Berdasarkan fungsinya Stakeholders dikelompokkan menjaditiga kelompok (Crosby 1992) yaitu: (1) Stakeholders kunci yaitu stakeholders yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan, yakni yang berpengaruh kuat terkait dengan masalah, kebutuhan, dan perhatian terhadap kelancaran kegiatan, (2) Stakeholders primer merupakan stakeholders yang memiliki kaitan kepentingan dan dampak secara langsung dari suatu kebijakan, program dan proyek, (3) Stakeholders sekunder merupakan stakeholders yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan atau program. Crosby (1992) mengemukakan dua kata kunci dalam analisis stakeholders yaitu kepentingan dan pengaruh. Pengaruh berkaitan dengan kekuasaan terhadap kegiatan, termasuk di dalamnya pengawasan terhadap keputusan yang dibuat dan fasilitasi pelaksanaan kegiatan sekaligus penanganan dampak negatifnya. Sedangkan kekuasaan merupakan kapasitas untuk mencapai hasil (Ramirez 2005). Thoha (2011) menyatakan bahwa melalui kekuasaan pemimpin dapat mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Kepentingan memiliki cakupan definisi yang cukup luas yang terdiri atas beragam tipe kepentingan, misalnya kepentingan ekonomi. Menurut Sumarti (2007) kepentingan adalah sesuatu yang mendorong tindakan individu, kelompok dan pemerintah. Senada dengan pendapat sumarti, Hardjanto et al. (2012) menyebutkan bahwa kepentingan stakeholders HR adalah kepentingan untuk mendapatkan manfaat dari usaha HR yaitu melalui kerjasama langsung berdasarkan hak dan kewajiban para stakeholders. Analisis dilakukan berdasarkan variabel kepentingan dan pengaruh setiap stakeholders yang
49
dianalisis. Model analisis yang digunakan adalah model yang di perkenalkan oleh Reed et al. (2009). Sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu dilakukan pengklasifikasian stakeholders berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam pengusahaan HR Pulai (Tabel 31), kemudian dipetakan dalam matrix dengan bantuan Microsoft Visio 2007. Tahapan-tahapan dalam analisis stakeholders sebagai berikut: 1. Membuat klasifikasi stakehoders yang terdiri atas stakeholders kunci, primer dan sekunder. 2. Kepentingan stakeholders, yaitu motif dan perhatiannya pada kebijakan pengusahaan HR. Untuk melihat tingkat kepentingan aktor digunakan skoring menggunakan skala likert (5 = sangat tinggi, 4 = tinggi, 3 = cukup tinggi, 2 kurang tinggi, 1 = rendah). Indikator tinggi dilihat dari seberapa penting peranan masing-masing stakeholders pada pengusahaan HR. Pengaruh stakeholders mengacu pada tingkat pengaruhnya dalam proses penyusunan kebijakan pengusahaan HR. Untuk penilaian tingkat pengaruh juga akan menggunakan skoring dengan menggunakan skala likert (5 = sangat kuat, 4 = kuat, 3 = cukup kuat, 2 = lemah, 1 = sangat lemah). 3. Menentukan nilai tingkatan dan menentukan positif/negatif pengaruh dan kepentingan stakeholders terhadap pengusahaan HR. 4. Nilai rata-rata skor pengaruh dan kepentingan dipetakan dalam matrik yang terdiri atas Subyek (subject), Pemain Kunci (keyplayer), Pendukung(Context setters) dan Pengikut Lain (Crowd). Posisi stakeholders pada matrik menggambarkan kategori stakeholders dalam pengusahaan HR. Tabel 31 Klasifikasi, tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh stakeholders terhadap pengusahaan HR Klasifikasi stakeholdersker Stakeholders Kunci
Stakeholders Primer
Stakeholders Sekunder
Stakeholders Industri pengolahan kayu PT. XIP Kementerian Kehutanan dan LH Dinas Kehutanan Kabupaten Dinas Kehutanan Provinsi Petani/Kelompok tani Supplier/tengkulak monokultur Supplier/tengkulak agroforestry Jasa penebang pohon Pengusaha jasa angkutan kayu Dinas Pertanian Bappeda Pemerintahan Desa Pemerintah Kecamatan Lembaga Sertifikasi Perguruan tinggi Koperasi Perbankan
Tingkat kepentingan 4.97 (+) 3.00 (+) 2.72 (+) 2.81 (+) 4.14 (+) 3.42 (-) 4.03 (+) 3.50 (+) 3.72 (+) 2.56 (+) 2.67 (+) 2.28 (+) 2.36 (+) 3.08 (+) 2.19 (+) 1.47 (+) 1.17 (+)
Tingkat pengaruh 4.94 (+) 1.47 (+) 1.28 (+) 1.36 (+) 4.17 (+) 1.25 (+) 4.00 (+) 3.69 (+) 3.80 (+) 1.17 (+) 1.22 (+) 3.03 (+) 4.00 (+) 1.19 (+) 1.75 (+) 1.75 (+) 1.39 (+)
Pemetaan dilakukan untuk mengetahui peran masing-masing stakeholders dalam keterlibatan pengusahaan HR (Gambar 12). Pemain kunci (key player) merupakan stakeholders dengan kepentingan dan pengaruh tinggi terhadap usaha HR yang terdiri atas industri kayu, petani/kelompok tani, tengkulak agroforestry, jasa penebang pohon dan jasa angkutan kayu. Industri kayu mempunyai kepentingan tinggi terhadap keberlanjutan industri, menentukan harga,
50
memberikan kompensasi dan memberikan peluang kemitraan pengelolaan HR serta menstimulasi masyarakat untuk mengusahakan HR. Peran petani/kelompok tani, tengkulak, jasa penebang, jasa angkutan sebagai pelaku utama dan sekaligus penerima manfaat dalam pengusahaan HR. Pihak yang tergabung dalam pemain kunci umumnya cenderung mengambil tindakan yang dianggap paling menguntungkan dan akan berupaya bernegosiasi bila merupakan pilihan terbaik. Hal ini sependapat dengan pernyataan Ramirez (2005) bahwa tidak ada individu atau kelompok yang akan ambil bagian dalam negosiasi bila tujuan yang dicapai dapat lebih baik tanpa perundingan. Strategi pemberdayaan yang dapat dilakukan pada pemain kunci antara lain penguatan kompetensi teknis dan kapasitas kelembagaan.
Keterangan : 1 = Petani/Kelompok tani HR 2 = Supplier/tengkulak agroforestry Pulai-Karet 3 = Supplier/tengkulak Pulai Monokultur 4 = Jasa penebang pohon 5 = Jasa angkutan kayu 6 = Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas 7 = Dinas Kehutanan Provinsi 8 = Kementerian LH dan Kehutanan 9 = Industri pengolahan kayu PT. XIP
10 = 11 = 12 = 13 = 14 = 15 = 16 = 17 =
Pemerintah Desa Pemerintah Kecamatan Bappeda Dinas pertanian Perguruan tinggi/lembaga peneliti Lembaga sertifikasi Koperasi Perbankan
Gambar 12 Matrik nilai kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam pengusahaan HR Subyek (subject) merupakan Stakeholders yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi namun tingkat pengaruh mereka rendah yaitu tengkulak
51
monokultur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Pertanian, Bappeda dan lembaga sertifikasi. Pada pangusahaan HR yang dikelola secara monokultur, hasil panen dijual langsung ke industri tanpa perantara sehingga tengkulak tidak memperoleh manfaat. Instansi pemerintah berdasarkan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) memiliki pengaruh dan kepentingan yang cukup rendah karena terbatas pada kewenangan kebijakan. Namun, dengan kekuasaan yang dimiliki maka pemerintah dapat mengubah hak, menentukan besaran distribusi biaya dan manfaat serta mewakili kepentingan publik. Pemerintah sebagai perencana dan pelaksana, membuat berbagai macam program seperti KUHR, Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), Bantuan Sosial dan Kebun Bibit Rakyat. Lembaga sertifikasi yang mempunyai kepentingan terhadap menjalankan mandat regulasi sertifikasi di HR. Dinas Pertanian mempunyai kepentingan yang cukup tinggi dalam kegiatan penyuluhan pertanian dan kehutanan. Stakeholders yang tergabung dalam Subyek dapat memberikan dampak buruk terhadap kemampuan stakeholders lain, jika mereka melakukan aliansi untuk memperoleh keuntungan. Dalam kondisi seperti itu, diperlukan pendekatan dan koordinasi yang kuat antar stakeholders. Pengikut lain (Crowd) merupakan stakeholders dengan tingkat kepentingan dan pengaruh yang rendah. Perguruan tinggi/lembaga peneliti mempunyai kepentingan terhadap penelitian dan memberikan masukan atas hasil penelitian. Lembaga keuangan yaitu koperasi dan bank memiliki sedikit kepentingan terkait simpan pinjam, kedua lembaga ini dapat mengembangkan aktivitas usahanya dengan tidak bergantung pada usaha HR. Stakeholders pendukung (Context setters) yaitu stakeholders memiliki pengaruh yang tinggi tetapi sedikit kepentingan. Pemerintah Desa/Kecamatan dapat mempengaruhi masyarakat dalam partisipasi dalam program penanaman KUHR dan berperan dalam pengawasan dan pengamanan desa. Mutaqin (2013) menyebutkan terdapat dua perilaku stakeholders yaitu (1) Perilaku yang seharusnya, yang mencerminkan kelembagaan yang seharusnya dan, (2) Perilaku yang terjadi, yang mencerminkan kelembagaan yang berlaku dan akhirnya mempengaruhi kinerja. Berdasarkan kriteria tersebut secara ringkas dapat diklasifikasikan beberapa perilaku dan kinerja stakeholders dalam pengusahaan HR (Tabel 32). Tabel 32 Perilaku stakeholders dan kinerja dalam pengusahaan HR Stakeholders Petani Kelompok tani Kementerian Kehutanan dan LH
Peraturan pemerintah yang berlaku (Seharusnya) Pemilik tenaga kerja dan lahan Pemilik tenaga kerja dan lahan Pengatur kebijakan HR
Perilaku yang terjadi Free acces terhadap lahan milik Free acces terhadap lahan milik Mengeluarkan izin
Dinas Kehutanan Kabupaten
Pelaksana mandat regulasi
Menerbitkankan dokumen SKAU
Lembaga sertifikasi
Pelaksana mandat regulasi
Mengeluarkan sertifikat HR
Industri kayu
Pemilik izin pengolahan kayu
Memberikan kompensasi dan mengadakan kemitraan
Kinerja Memproduksi kayu Memproduksi kayu Membina masyarakat dan mengembangkan HR Membina masyarakat dan mengeluarkan dokumen angkutan Mengaudit dan melakukan surveillance terhadapHR Memanfaatkan kayu HR sebagai bahan baku
52
Masyarakat Musi Rawas sudah mengusahakan karet sejak lama, masyarakat lebih menyukai usaha karet sebagai mata pencaharian utama sedangkan usaha HR Pulai sebagai usaha sampingan yang digunakan sebagai tabungan. Jika memiliki lahan kosong, petani lebih menyukai mengusahakan karet dibandingkan Pulai. Petani ingin bergabung dalam program KUHR apabila memiliki lahan marjinal yang cukup luas. Hasil analisis stakeholders menunjukkan bahwa masing-masing aktor yang terlibat dalm pengusahaan HR memiliki pengaruh dan kepentingan yang berbeda-beda. Namun, hubungan antar aktor tesebut harus tetap terjaga karena menentukan dalam keberhasilan pengelolaan HR. Ramirez (2005) berpendapat bahwa stakeholders cenderung membangun aliansi, baik sebagai alat tawar maupun sebagai sarana untuk membangun kelembagaan baru dan mempunyai sejumlah agenda untuk membantu memperkuat kelompoknya. Kinerja dan Karakteristik Kelembagaan Kinerja adalah bukti/hasil berupa jasa/material dan faktor manajemen (Lewis 1978). Kinerja dicirikan dari level hidupnya, keamanan, kualitas lingkungan, dan kualitas hidupnya. Kinerja adalah keberhasilan suatu pasar atau pelaku ekonomi dalam mengembangkan usaha atau memberikan manfaat kepada masyarakat sekitarnya. Tabel 33 menunjukkan kinerja KT Sumber Harta (agroforestry) dapat dibandingkan dengan kinerja KT Waru III (monokultur). Tabel 33 Kinerja usahatani Kinerja Monokultur Agroforestry Petani Pendapatan usahatani Rp 6.1 juta/tahun Rp19.8 juta/tahun Pembiayaan HR Pulai Industri Petani, bibit dari industri Kebersihan lahan Semak belukar/gulma Bersih dari semak belukar Jumlah pohon/ha 740 pohon Pulai 300 Pulai dan 800 karet Suplai sarana produksi Tinggi Rendah Tinggi pohon (umur 5 tahun) 4m 4.5 m Diameter pohon (umur 5 tahun) 14 cm 15 cm Warna daun Hijau muda Hijau tua Percabangan Banyak cabang Sedikit cabang Bentuk batang Tidak silindris & ada penyakit Mendekati silindris Warna batang Abu-abu Abu-abu kehitaman Kelompok tani Waru III Sumber Harta Kegiatan pelatihan/penyuluhan 1 kali/tahun 2 kali/tahun Pertemuan/rapat kelompok 2 kali/tahun 4 kali/tahun Dinamisasi anggota saat ini 60 menjadi 40 anggota 18 menjadi 16 anggota Informasi pasar Simetrik Simetrik Piagam penghargaan Tidak ada Ada (Prima Wana Mitra) Keberlanjutan lembaga Rendaha Tinggi a KT berencana akan dinonaktifkan setelah kontrak kegiatan program KUHR dengan PT. XIP. berakhir pada bulan April 2015, akan dibentuk kembali bila terdapat program kerjasama berikutnya.
Secara keseluruhan kinerja usahatani agroforestry lebih baik dibandingkan monokultur.KT Waru III dibentuk atas inisiatif industri yang berkepentingan terhadap proyek sehingga tidak terdapat jaminan keberlangsungan kelompok. KT Waru III dibentuk untuk memudahkan kepentingan teknis, memudahkan koordinasi dan lebih berorientasi program serta kurang menjamin keberlanjutan kelompok. Sedangkan KT Sumber Harta akan lebih eksis walaupun dengan luasan HR yang sempit dan sistem budidaya Pulai yang sederhana karena ingin memperoleh pendapatan sampingan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
53
Realiasi (m3/th)
Menurut Suradisastra (2008) kelembagaan yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan akan kehilangan perannya dan akhirnya mati dan digantikan dengan kelembagaan baru. Gambar 13 menunjukkan kinerja industri PT. XIP dilihat dari efektivitas pemenuhan bahan baku dan tingkat efisiensi produksi kayu olahan. Data Realisasi pemenuhan bahan baku dan dan realisasi produksi kayu gergajian (sawn timber) dan slat pensil selama kurun waktu 5 tahun terakhir. 50,500 40,500 30,500 20,500 10,500 500 2010
2011
2012
2013
2014
Pemenuhan BB
27,389.28
33,775.52
32,990.98
28,202.55
29,340.69
Sawn Timber
9,563.38
15,728.05
15,483.91
11,577.04
21,064.49
Pencil slate
5,170.42
6,740.00
6,141.57
4,942.76
7,041.10
Gambar 13 Kinerja industri PT. XIP (Sumber: Ditjen BUK 2014) Tabel 34 menunjukkan bahwa kinerja industri untuk mencapai pemenuhan bahan baku termasuk rendah yaitu hanya 50% dari total pemenuhan bahan baku, namun kinerja menghasilkan output (efisiensi) produk kayu olahan baik berupa sawn timber maupun slat pensil tergolong tinggi. Syahyuti (2003) menyatakan bahwa kelembagaan yang baik dapat terlihat dari kinerja organisasinya. Kinerja organisasi dapat dinilai dari aspek antara lain yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas merupakan kemampuan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan efisiensi merupakan kemampuan untuk menghasilkan output. Tabel 34 Kinerja industri slat pensil Uraian
Kinerja Rata-rata 5 tahun terakhir 30 340 m3/th
Kinerja seharusnya 57 000 m3/th
Keterangan
Efektivitas pemenuhan bahan baku Rendah kayu bulat Pulai Efisiensi produksi Sawn Timber 48.25 % 40 – 65 %a Tinggi dari kayu bulat (Rendemen) Efisiensi produksi Slat pensil dari 42.54 % 40 – 65 %a Tinggi kayu bulat (Rendemen) a Standar rendemen kayu olahan industri kayu (Sumber: Perdirjen BUK No P.12/VI-BPPHH/2014).
Kelembagaan HR Pulai mempunyai tiga kharakteristik pokok berupa batasbatas hukum, hak-hak kepemilikan dan aturan-aturan perwakilan yang berlaku untuk semua anggotanya, sebagai berikut: 1. Batas yurisdiksi, berarti batas suatu individu/organisasi dapat melakukan perluasan aktivitas ekonomi seperti batas wilayah kerja, batas skala usaha dan lain-lain. Jika tambahan manfaat melebihi tambahan biaya maka petani dapat memperluas batas yurisdiksi. Batas wilayah kekuasaan pengelolaan HR berupa batas-batas lahan yang dicirikan secara horizontal tanda-tanda alam seperti pohon jenis tertentu dan patok batas. Secara vertikal ditandai dengan ukuran luas dalam satuan (m2/ha). Batas yurisdiksi dalam HR sangat jelas, khususnya untuk mengetahui siapa yang berhak terlibat dalam pengelolaan HR yaitu; (1)
54
Fungsi pelaksana yaitu petani HR dan industri pengolahan kayu (2) Fungsi pengaturan, pembinaan, fasilitasi dan mediasi yaitu intansi pemerintah dan lembaga yang terkait HR dan,(3) Fungsi pelayanan yaitu koperasi/perbankan dan unsur penyedia sarana produksi. Menurut Rachman et al. (2002) bahwa batas yurisdiksi yang jelas akan membuat kelembagaan berjalan efektif dan dapat menghilangkan potensi konflik. 2. Hak kepemilikan HR, menurut Hanna (1995) terdapat empat tipe hak kepemilikan yaitu; (1) Private property, klaim kepemilikan berada pada individu atau kelompok usaha, (2) Common property atau communal property, individu atau kelompok memiliki klaim atas sumber daya yang dikelola bersama; (3) State property, klaim kepemilikan berada di tangan pemerintah dan, (4) Open acces, tidak memiliki klaim yang sah atas sumber daya (Tabel 35). Kepemilikan lahan HR dibuktikan dengan SHM atau Surat SPH. Hak kepemilikan HR dapat merefleksikan hak yang diterima petani yaitu mengelola HR secara penuh dan terbatas bagi pihak lain untuk masuk (limited acces). Pada lahan HR tidak terjadi fenomena open access seperti yang terjadi pada barang publik (public goods) yaitu orang tidak bersedia untuk menghasilkannya. Tabel 35 Tipe hak kememilikan serta hak dan kewajibana Tipe
Pemilik
Hutan rakyat
Petani/kelompok tani
Danau/sungai (Kepemilikan bersama) Hutan lindung (Kepemilikan negara)
Kolektif
Lahan tanpa kepemilikan
Tidak ada
Negara
Pemilik/Pemegang Akses Hak Kewajiban Pemanfaatan, akses, Mencegah kontrol pemanfaatan yang merugikan Pemanfaatan, akses, Merawat, mengatur kontrol tingkat pemanfaatan Pemanfaatan, akses, Menjaga control (menentukan tujuan/manfaat sosial regulasi) Pemanfaatan, akses Menjaga manfaat
a
Sumber: Hanna (1995), di modifikasi
Schmid (1987) menyebutkan sumberdaya seperti HR bersifat inkompatibel yaitu jika barang tersebut dimiliki oleh A maka B tidak mempunyai hak atas barang tersebut. Namun kelompok tertentu dapat menguasai HR, sedangkan pemerintah dapat menguasai kepemilikan HR dalam bentuk regulasi. Menurut Rachman (1999) bahwa kepemilikan HR yang jelas dapat memudahkan individu/masyarakat untuk melakukan akses dan kontrol. Hak kepemilikan pada HR cukup jelas sehingga pemanfaatan yang berlebihan bisa dihindari. Tietenberg (1992)8 menyebutkan bahwa salah satu kharakteristik dari hak kepemilikan HR adalah transferability artinya hak kepemilikan dapat dipindah-tangankan melalui pembelian, pemberian, hadiah atau melalui pengaturan administrasi. 3. Aturan representasi HR, lahan HR bersifat akses terbatas yang berarti bagi masyarakat lain tidak dapat bebas melakukan kegiatan pengusahaan HR. 8
Karakateristik hak kepemilikan (Tietenberg 1992) yaitu (1) Ekslusivitas yaitu seluruh manfaat dan biaya dari pemanfaatan sumber daya, secara ekslusif jatuh ke tangan pemilik termasuk keuntungan yang diperoleh dari transfer hak kepemilikan tersebut, (2) Transferability dan (3) Enforceability yaitu hak kepemilikan bisa ditegakan, dihormati dan dijamin dari praktek perampasan/penjarahan pihak lain
55
Terdapatnya akses terbatas dan peraturan yang mengatur tataniaga kayu rakyat seperti jenis kayu dan dokumen angkutan. Bagi petani/kelompok tani tidak terdapat aturan meminta izin mengusahakan HR. Aturan representasi berkaitan dengan siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan terutama penyelesaian konflik dilakukan secara musyawarah dengan melibatkan perangkat desa, tokoh agama dan instansi pemerintah. Menurut Rachman (1999) keputusan yang dibuat dan dampaknya terhadap kinerja HR akan ditentukan oleh aturan representasi. Pelanggaran terhadap aturan reprentasi mengakibatkan kinerja petani/kelompok tani tidak optimal.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Mengusahakan HR Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik dengan bantuan program SPPS 20 (Lampiran 6). Variabel yang digunakan terdiri atas variabel terikat dan variabel bebas yang dikategorikan (Tabel 36). Tabel 36 Variabel-variabel dalam dalam analisis regresi logistik No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nama variabel g(x)
X1
X2
X3
X4
X5
X6
Kategori Keputusan petani untuk mengusahakan HR 0 = Tidak mengusahakan HR 1 = Mengusahakan HR Jumlah Luas lahan 1 = < 0.5 Ha 2 = 0.5 – 1.99 Ha 3 = 2 – 3.49 Ha 4= > 3.49 Ha Jumlah Pendapatan total petani 1 = < Rp 31.60 juta/tahun 2 = Rp 31.60 juta/tahun – Rp 51.95 juta/tahun 3 = >51.95 juta/tahun Jumlah Umur 1 = < 43 tahun 2 = 43 – 54 tahun 3 = > 54 tahun Jumlah Tingkat pendididkan 1= SD/tidak tamat 2= SMP/sederajat 3= SMA 4= Perguruan tinggi Jumlah Keangotaan kelompok tani 1= Bukan anggota kelompok tani 2= Anggota kelompok tani Jumlah Harga Pulai yang diterima petani (diameter 20 cm) 1= ≤ Rp 175 000/pohon 2= > Rp 175 000/pohon Jumlah
Proporsi (%) 11.25 88.75 100.00 7.50 53.75 31.25 7.50 100.00 71.25 26.25 2.50 100.00 30.00 40.00 30.00 100.00 66.25 15.00 15.00 3.75 100.00 57.50 42.50 100.00 25.00 75.00 100.00 8. X7 …
56
Lanjutan tabel 36 … 8.
9.
10
X7
X8
X9
Kemudahan dalam produksi Pulai 1= Sulit diproduksi 2= Mudah diproduksi Jumlah Kemudahan dalam pemasaran Pulai 1= Sulit dipasarkan 2= Mudah dipasarkan Jumlah Jumlah tanggungan keluarga 1 = < 3 orang tanggungan 2 = 3 – 6 orang tanggungan 3 = > 6 orang tanggungan Jumlah
8.75 91.25 100.00 10.00 90.00 100.00 22.50 71.25 6.25 100.00
Hasil Uji Signifikansi Parameter Model Awal Sebelum membentuk model regresi logistik dilakukan uji signifikansi parameter. Uji yang pertama kali dilakukan adalah pengujian peranan parameter didalam model secara keseluruhan. Nilai uji rasio kemungkina (-2 Log likelihood) diperoleh sebesar 31.65 (Tabel 37). Tabel 37 Uji signifikansi secara keseluruhan -2 Log likelihood 31.65
Cox & Snell R Square 0.265
Nagelkerke R Square 0.525
Nilai Chi-square tabel pada α=0.05 dan p=17 yaitu 28.9. Dengan demikian dapat dilihat bahwa G≥ χ2α,p, yaitu 31.65 ≥28.9 sehingga H0 ditolak, yang berarti bahwa paling sedikit ada satu koefisien regresi yang berpengaruh pada tingkat α=0.05. Tabel 37 menunjukkan koefisien determinan regresi logistik (Nagelkerke R Square) yakni 0.52 sehingga dapat dikatakan kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 52%, sedangkan sisanya 48% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian. Hasil Uji Signifikansi Parameter Secara Individual Untuk mengetahui koefisien dari parameter mana yang berpengaruh maka dilakukan uji signifikansi secara individual menggunakan uji Wald. Pada α=0.05 dan df=1 diperoleh nilai Chi-square tabel sebesar 3.84. Data hasil uji signifikansi parameter secara individual (Tabel 38). Tabel 38 Nilai statistik uji wald Variabel Umur Umur (1) Umur (2) Umur (3) Pendidikan (1) Pendidikan (2) Pendidikan (3) Tanggungan keluarga Tanggungan keluarga (1) Tanggungan keluarga (2) Luas HR Luas HR (1) Luas HR(2) Luas HR(3)
B
S.E.
-1.091 .191 -.647 -2.614 1.002 -3.445
1.319 1.695 5.176E4 1.340 2.096 4.256E4
-1.093 20.408
1.144 1.560E4
3.189 22.655 23.620
1.317 7.952E3 1.400E4
Wald 1.211 .615 .013 .000 3.806 .228 .000 0.912 .912 .000 5.861 5.861a 0.000 .000
df 1 1 1 1 1 1 2 1 1 3 1 1 1
Sig. .546 .433 .910 1.000 .051 .633 1.000 .634 .340 .999 .119 .015 .998 .999
Exp (B) .336 1.211 .524 .073 2.723 .014 .335 7.296E8 24.256 6.899E9 1.811E10 Produksi …
57
Lanjutan tabel 38 … Produksi(1) Pemasaran(1) Keanggotaan kelompok tani (1) Harga (1) Pendapatan Pendapatan (1) Constant a
3.284 2.026 -.197 .588
1.606 1.938 1.183 1.436
-.417 -2.714
1.389 3.608
4.183a 1.093 .028 .168 .090 .090 .566
1 1 1 1 1 1 1
.041 .296 .867 .682 .764 .764 .452
26.694 7.585 .821 1.801 .659 .066
Signifikan pada taraf α=0.05
Tabel 38 menunjukkan bahwa variabel-variabel (umur, pendidikan, tanggungan keluarga, kemudahan pemasaran Pulai, harga yang diterima petani dan pendapatan total petani) lebih kecil dari nilai chi-square tabel sehingga H0 diterima artinya variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan. Sedangkan variabel luas HR dan kemudahan produksi Pulai lebih besar dari nilai chi-square tabel, sehingga H0 ditolak. Ini berarti berpengaruh signifikan terhadap keputusan petani mengusahakan HR. Hasil Uji Kecocokan Model Uji kecocokan model menggunakan uji Hosmer-Lemeshow (2000). Kriteria ujiyaitu tolak H0 jika χ2HL ≥χ2(α,g-2)atau p-value ≤α dan terima H0 jika terjadi sebaliknya. Dari tabel Chi-square diperoleh χ2(α,g-2)=15.51(α=0.05 dan g=8 kelompok), nilai tersebut lebih besar dari nilai χ2HL=13.42 yang diperoleh dari hasil uji Hosmer–Lemeshow. Jadi dapat disimpulkan bahwa H0 diterima sehingga model cocok dengan data pengamatan. Nilai probabilitas signifikansi diperoleh 0.098>0.05 maka H0 diterima (Tabel 39). Hal ini berarti model regresi layak digunakan dalam analisis selanjutnya karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Tabel 39 Hasil Uji Hosmer–Lemeshow Chi-square
df
Sig
13.418
8
.098
Tabel 40 menunjukkan bahwa dari sepuluh langkah pengamatan untuk tidak mengusahakan HR (0) dan mengusahakan HR (1). Secara keseluruhan nilai yang diamati maupun nilai yang diprediksi, tidak mempunyai perbedaan yang terlalu ekstrim. Ini menunjukkan bahwa model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini mampu memprediksi nilai observasinya. Tabel 40 Nilai kontingensi Uji Hosmer–Lemeshow
Step1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mengusahakan HR = Tidak mengusahakan Observasi Prediksi 5 4.986 0 2.065 4 1.041 0 .586 0 .244 0 .076 0 .002 0 .000 0 .000 0 .000
Mengusahakan HR = Mengusahakan Observasi Prediksi 3 3.014 8 5.935 4 6.959 8 7.414 8 7.756 8 7.924 8 7.998 8 8.000 9 9.000 7 7.000
Total 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
58
Setelah dilakukan uji signifikansi parameter di atas, maka model regresi logistik dapat dibentuk dengan menggunakan nilai taksiran parameter pada Tabel 36. Model regresi yang terbentuk adalah : ln
π(x) = -2.714 + 3.189 luas HR (1) + 22.655 luas HR (2) + 23.620 π x − 1 luas HR (3)- 0.417 pendapatan (1) - 1.091 Umur petani (1) + 0.191 Umur petani (2) - 0.647 umur petani (3) - 2.614 pendidikan (1) + 1.002 pendidikan (2) - 3.445 pendidikan (3) - 0.197 keanggotaan kelompok tani + 0.588 harga yang diterima petani (1) + 3.284 kemudahan produksi + 2.026 kemudahan pemasaran - 1.093 jumlah tanggungan keluarga (1) + 20.408 tanggungan keluarga (2)
Berdasarkan model di atas, persamaan regresi menunjukkan bahwa nilai π(x) intersep/konstanta = -2.714. Artinya ln π(x) = -2.714, pada saat semua variabel -1 π(x) -2.714 bernilai nol. Dengan demikian ln π(x) =e atau besarnya probablitas petani -1 mengusahakan HR Pulai yang dapat diprediksi dengan variabel bebasnya adalah −2.714 :𝜋 𝑥 = 1 +𝑒 𝑒 −2.714 = 0.062.
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan HR Pulai layak untuk diusahakan baik dengan sistem monokultur maupun dengan sistem agroforestry. Namun, HR dengan sistem agroforestry lebih menguntungkan. Peningkatan luas kepemilikan HR berkorelasi dengan peningkatan pendapatan petani. Kontribusi pendapatan dari HR dikedua desa penelitian rata-rata sebesar 10.3% dari total pendapatan rumah tangga. Kelompok tani agroforestry akan lebih bertahan walaupun dengan luasan lahan yang sempit dan sistem budidaya Pulai tradisional, sedangkan kelompok tani monokultur yang dibentuk berdasarkan kepentingan proyek akan kehilangan perannya. Terdapat dua faktor yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan petani untuk mengusahakan HR yaitu luas lahan dan kemudahan produksi pulai. Masyarakat di Musi Rawas lebih menyukai usaha HR yang dikelola pada luas lahan yang relatif sempit dengan pola agroforestry. Pulai mudah diproduksi karena jenis tanaman yang cepat tumbuh, tidak memerlukan pemeliharaan khusus dan sangat cocok dengan kondisi tanah serta iklim di Musi Rawas.
Saran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui unit kerja Badan Layanan Umum (BLU) yaitu Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (Pusat P2H) lebih intensif mensosialisasikan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-II/2012 tentang Tata Cara Penyaluran dan Pengembalian Dana Bergulir untuk Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Petani HR dapat
59
meningkatkan nilai tambah dengan mendirikan industri skala kecil sebagaimana kebijakan Permenhut P.13/2015 yaitu memberikan kesempatan kepada petani HR untuk mengolah sendiri kayu rakyat. Diperlukam penelitian lanjutan pada subsistem pemasaran kayu Pulai.
DAFTAR PUSTAKA Achmad B, Purwanto RH. 2014. Peluang adopsi sistem agroforestry dan kontribusi ekonomi pada berbagai pola tanam hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Jurnal Bumi Lestari. 14 (1): 15–26. Andersson K, Ravikumar A, Mwangi E, Guariguata M, Nasi R. 2011. Menuju Bentuk Kerjasama yang Lebih Bekesetaraan. Bogor (ID): CIFOR Anonim. 2014. Block Pencil Progression Picture. [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].[diunduh 2014 May 21]. Tersedia pada:https://c1.staticflickr.com/9/8541/8942327215_0291f52192_z.jpg Arinana dan Diba F. 2009. Kualitas kayu Pulai (Alstonia scholaris) terdensifikasi (sifat fisis, mekanis dan keawetan). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan. 2 (2): 78–88. Awang SA, Andayani W, Himmah B, Widayanti W, Affianto A. 2002. Hutan Rakyat Sosial Ekonomi dan Pemasaran. Edisi ke-1. Yogyakarta (ID): BPFEYogyakarta. Awang SA, Wiyono EB, Suryanto S. 2007. Unit Manajemen Hutan Rakyat Proses Kontruksi Pengetahuan Lokal. Yogyakarta (ID): Banyumili Art Work. [Balitbanghut] Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2004. Pulai (Alstonia scholaris R. Br.). Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Kehutanan. [BRIK] Badan Revitalisasi Industri Kehutanan. 2014. Hutan Rakyat: Peran yang Makin Nyata.[Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Jakarta (ID): BRIK.[diunduh 2014 Jul 10]. Tersedia pada: ww.brikonline.com/index.php?option=com_content&task=view&id=66&Ite mid=90 [BPDAS-MUSI] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Musi. 2012. Pengembangan hutan rakyat. Di dalam: Effendi R, Kosasih AS, editor. Hutan Rakyat sebagai Solusi Penyedia Kayu Pertukangan.Prosiding Forum Komunikasi Multipihak Kayu Pertukangan; 2012 Jun 20; Palembang, Indonesia. Palembang (ID): Balitbang Kehutanan, Kemenhut. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Musi Rawas dalam Angka 2014. Musi Rawas (ID): BPS Musi Rawas. Bungin B. 2009. Penelitian Kualitatif. Edisi ke-1. Jakarta (ID): Prenada Media Group. Cahyono SA, Nugroho NP, Jariyah NA. 2005. Tinjauan faktor kelayakan, keuntungan dan kesinambungan pada pengembangan hutan rakyat. Info Sosial Ekonomi. 5 (2): 99–107. Crosby BL. 1992. Stakeholder Analysis: A vital tool for strategic managers. Washington DC (US): Technical Notes No. 2 Agency for International Development.
60
Darusman D, Hardjanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat; 2006; Bogor, Indonesia.Prosiding Seminar Hasil Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. hlm 4–13. [Deptan] Departemen Pertanian, Direktorat Pengembangan Usaha. 2002. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Jakarta (ID) : Departemen Pertanian. Dewi BS, Slamet BY, Nurbaya L. 2004. Peranan hutan rakyat dan sistem pengelolaannya terhadap pendapatan petani Desa Wates dan Tambah Rejo, Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Tenggamus. Jurnal Hutan Rakyat. 6 (2): 65 – 84. Diniyati D, Sulistyati T, Achmad B, Fauziah E. 2008. Sikap petani Priangan Timur terhadap kelembagaan hutan rakyat. Jurnal Sosial Ekonomi 8 (3): 169–188. Diniyati D, Achmad B, Santoso HB. 2013. Analisis finansial agroforestry sengon di Kabupaten Ciamis (Studi kasus di Desa Ciomas Kecamatan Panjalu). Jurnal Penelitian Agroforestry. 1 (1): 13–30. [Dishut] Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas. 2014. Data Strategis Kehutanan Tahun 2014. Musi Rawas (ID): Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas. [Ditjen BPDAS-PS] Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan. 2011. Pengembangan Industri Kehutanan Berbasis Hutan Rakyat; 2011 Oct 13; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Kemenhut. [Ditjen BUK] Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2014. Laporan Realisasi Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI). Jakarta (ID): Kemenhut. [Dir. BUHT] Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman, Kementerian Kehutanan. 2014. Statistik Kehutanan Kehutanan Indonesia. Jakarta (ID: Kemenhut. Donie, S, Mashudi, Irawan E. 2001. Kemitraan dalam rangka pengembangan hutan rakyat.Kasus di Kabupaten Klaten, Karanganyar dan Blitar. Buletin Teknologi Pengelolaan DAS. 1 (7): 42–62. Eaton JW. 1986. Pembangunan Lembaga sebagai Perubahan yang Direncanakan. Guritno P dan Jeni A, penerjemah; Eaton JW, editor. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Institution Building and Development: from concept to application. Giatman M. 2006. Ekonomi Teknik. Jakarta (ID): Raja Gravindo Persada. Gittinger JP. 1972. Economic Analysis of Agricultural Projects. Paperback Edition.The Economic Development Institute of the World Bank. Baltimore and London (UK): The Johns Hopkins University Press. Haloho O, Sembiring P, Manurung A. 2013. Penerapan Analisis Regresi Logistik pada Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita (Studi Kasus di Desa Dolok Maria Kabupaten Simalungun). Jurnal Saintia Matematika. 1 (1): 51–56. Hakim I. 2010. Analisis kelembagaan hutan rakyat pada tingkat mikro di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan. 7(1): 23–40. Hanik R. 2014. Ekspor Produk Industri Kehutanan. Tinjauan Pembatasan Ekspor dan Pengenaan Bea Keluar. [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak
61
diketahui]. Jakarta (ID): Pusdiklat Bea dan Cukai. hlm 1–10; [diunduh 2014 Mar 13]. Tersedia pada:http://www.bppk.depkeu.go.id/….pdf. Hanna S. 1995. An Introduction to Property Rights and the Environment. In: Hanna S and Munasinghe M (eds.). Property Rights and the Environment: Social and Ecological Issues. US (ID): The Beijer International Institute of Ecological Economics, World Bank. Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Suharjito, Editor. Hutan Rakyat di Jawa Peranannya dalam Perekonomian Desa. Bogor (ID): P3KM Hardjanto. 2001. Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga di Sub DAS Cimanuk Hulu. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 7 (2): 47–61 Hardjanto. 2003. Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau Jawa [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hardjanto, Hero Y, Trison S. 2012. Desain kelembagaan usaha hutan rakyat untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kelestarian usaha dalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat peDesaan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 17 (2): 103 – 107. Hartati D, Rimbawanto A, Taryono, Sulistyaningsih E, Widyatmoko. 2007. Pendugaan keragaman genetik di dalam dan antar provenan Pulai (Alstonia scholaris (L.) R. Br.) menggunakan penanda RAPD. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 1 (2): 1–9. Hellin J, Lundy M, Meijer M. 2009. Farmer organization, collective action and market access in meso-america. Food Policy 34: 16–22. doi:10.1016 /j.foodpol.2008.10.003. Hernanto F. 2015. Ilmu Usahatani. [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Ciamis (ID): Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. [diunduh 2015 Jan 5]. Tersedia pada:http://www.freewebs.com/nanasudiana/teori_ konsumsi_investasi.doc Hindra. 2006. Potensi dan Kelembagaan Hutan Rakyat; 2006; Bogor, Indonesia. Prosiding Seminar Hasil Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. hlm14– 20. Hosmer DW, Lemeshow S.2000. Applied Logistic Regression. New York(US): John Wiley and Sons Inc. Indartik. 2009. Potensi pasar Pulai (Alstonia Scholaris) sebagai sumber bahan baku industri obat herbal : Studi kasus Jawa Barat dan Jawa Tengah.Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan 6 (2): 159–175. Juhaeti T dan Hidayat S. 2009.Potensi Pulai(Alstonia scholaris R. Br.) dan Upaya Budi Dayanya; 2009; Bogor, Indonesia.Seminar Nasional Etnobotani IV. Bogor (ID): LIPI. hlm. 346–355. Kadariah, Karlina L, Gray C. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. [Kemenkunham] Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 1999. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta (ID): Kemenkunham. [Kemenkunham] Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2002. PP No 35 Tahun2002 tentang Dana Reboisasi. Jakarta (ID): Kemenkunham [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 1997. Kepmenhut Nomor 49/Kpts-II/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat. Jakarta (ID): Kemenhut
62
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Permenhut No P. 30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak. Jakarta (ID): Kemenhut. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Permenhut Nomor P.36/MenhutII/2012 tentang Tata Cara Penyaluran dan Pengembalian Dana Bergulir untuk Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Jakarta (ID): Kemenhut. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2014. Perdirjen No P.12/VI-BPPHH/2014 tentang Rendemen Kayu Olahan IPHHK. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan. [Kemenlinghut] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Permenhut No P. 13/Menhut-II/2015 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan. Jakarta (ID): Kemenlinghut. Lewis N. 1978. The New Roget’s Thesaurus in Dictionary Form. New York (US): The Rotget Dictionary G.P. Putnam‟s Sons. Lukman AH, Sofyan A, Muslimin I. 2012.Pengaruh penyiangan dan pemupukan terhadap pertumbuhan awal tanaman Pulai (Alstonia scholaris R. Br.).Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 9 (1): 1 – 8. Maimunah S. 2014. Uji viabilitas dan skarifikasi benih beberapa pohon endemik hutan rawa gambut Kalimantan Tengah. Jurnal Hutan Tropis. 2 (1): 71–76. Mangkusubroto G. 1993. Ekonomi Publik. Edisi ke-3. Yogyakarta (ID): BPFE – Yogyakarta. Maryudi A. 2005. Beberapa kendala bagi sertifikasi hutan rakyat. Jurnal Hutan Rakyat. 7 (3):25–39. Mantra IB. 2004. Demografi Umum. Jakarta (ID): Pustaka Pelajar Mantra IB, Kasto. 1989. Penentuan Sampel. Editor Singarimbun M dan Efendi. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3S. Mayers J, Vermeulen S. 2002. Company-community Forestry Partnerships: from Raw Deals to Mutual Gains? Instruments for Sustainable Private Sector Forestry Series. London (UK): International Institute for Environment and Development (IIED). Meyers J. 2005. Analisis Kekuatan Stakeholders.Manejemen Kolaborasi. Assagaf M, Trajudi D, penerjemah; Suporahardjo, editor. Bogor (ID): Pustaka LATIN. Terjemahan dari: Power Tools Series: Stakeholders Power Analysis. IIED. Mosher AT. 1987. Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif. Rochim W, editor. Jakarta (ID): Yasaguna. Mutaqin Z. 2013. Analisis kelembagaan kelompok HKm di hulu DAS Sekampung (Studi kasus pada Gapoktan Hijau Makmur). Jurnal Ilmiah ESAI. 7 (2): 1 – 8. Mashudi. 2013. Pengaruh provenan dan komposisi media terhadap keberhasilan teknik penunasan pada stek pucuk Pulai darat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 10 (1): 25–32. Mashudi, Adinugraha HA. 2014. Pertumbuhan tanaman Pulai darat (alstonia angustiloba) dari empat populasi pada umur satu tahun di Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. 3(1): 75–84. Mitchell B, Setiawan B, Rahmi DH. 2010. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press Muslimin I, Lukman AH. 2006. Pertumbuhan Pulai Darat (Alstonia angustiloba Miq.) di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.Prosiding Ekspose Hasil-
63
Hasil Penelitian di Padang, 20 September 2006. Palembang: Litbang Hutan Tanaman Palembang. Pratiwi. (2000). Potensi dan Prospek Nawir AA, Santoso L. 2005. Mutually beneficial company-community partnerships in plantation development: emerging lessons from Indonesia. International Forestry Review. 7 (3): 177–192. North CD. 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. New York (US) : Cambridge University Press. Pejovich S. 1999. The Transition Process in an Arbitrary State: The Case for the Mafia. Italy (IT): International Centre for Economic Research. [Pemrov Sumsel] Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Keputusan Gubernur No 675/Kpts/Disnakertrans/2014 tanggal 31 Oktober 2014 tentang Upah Minimum Provinsi Sumsel tahun 2015. [PT. XIP] PT. Xylo Indah Pratama. 2012. Management Plan PT. XIP 2012–2017. Musi Rawas (ID): PT. XIP Pudjiatmoko R.1999. Pengalaman Kemitraan Perkebunan Teh di Jawa Tengah.Prosiding Kemitraan Usaha Perkebunan. Yogyakarta (ID): FapertaUGM Rahmawati. 2004. Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Rachman B. 1999. Analisis Kelembagaan Jaringan Tata Air dalam Meningkatkan Efisiensi dan Optimasi Alokasi Penyaluran Air Irigasi di Wilayah Pengembangan IP Padi 300, Jawa Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rachman B, Pasandaran E, Kariyasa K. 2002. Kelembagaan irigasi dalam perspektif otonomi daerah. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (3): 109–114. Ramirez G. 2005. Analisis Stakeholders dan Manajemen Konflik.Manejemen Kolaborasi. Djatmiko WA, penerjemah; Suporahardjo, editor. Bogor (ID): Pustaka LATIN. Terjemahan dari: Stakeholders Analysis and Conflict Management. Reed MS,Graves A, Dandy N, Posthumus H, Hubacek K, Morris J, Prell C, Quinn CH, Stringer LC. 2009. Who‟s in and why? A typology of stakeholder analysis methods for natural resource management. Journal of Environmental Management.90 : 1933–1949. doi:10.1016/j.jenvman.2009.01.001. [RA] Rainforest Alliance.2000. Forest Manegement Public Summary for: PT Xylo Indah Pratama. New York (US): Rainforest Alliance. Tersedia pada:http://www.smartwood.org.pdf. Rochmayanto L, Limbong A. 2013. Penentuan harga pokok produksi hutan rakyat kayu pulp di kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 10 (2): 73–83. Sayogyo.1977. Dua Puluh Dua Tahun Studi Pembangunan Pengurangan Kemiskinan Pembangunan Agribisnis dan Revitalisasi Pertanian. Indaryanti Y, editor. Bogor (ID): Pusat Studi Pengembangan Pertanian dan PeDesaanLPPM IPB. Sayogyo. 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Jakarta(ID): Yayasan Obor Indonesia. Schmid AA. 1987. Property, Power and Public Choice. An Inquiry into Law and Economics. 2nd Edition. New York (US): Praeger.
64
Siregar UJ, Rachmi A, Massijaya MY, Ishibashi N, Ando K. 2006. Economic analysis of sengon (Paraserianthes falcataria) community forest plantation, a fast growing species in East Java, Indonesia. Forest Policy and Economics. 9: 822–829. Soekartawi, Dillon JL, Hardaker JB, Soeharjo A. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. Edisi ke-1. Jakarta (ID): UIPress Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Edisi ke-1. Jakarta (ID): UI–Press. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian; Teori dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Soemitro A. 2004. Prospek Ekonomi dan Analisis Finansial Ekonomi Hutan Tanaman. Editor, Hardiyanto EB dan Arisman H. Pembangunan Hutan Tanaman Acacia Mangium. Jakarta (ID): PT. Musi Hutan Persada Subaktini D, Cahyono SA, Haryanti N, Setyaji T. 2002. Kajian aspek sosial, budaya dan ekonomi pengelolaan HR di Kabupaten Wonogiri.Ekspose Hasil Penelitian Balitbang Teknologi Pengelolaan DAS Wilayah Indonesia Bagian Barat; 2002 oct 1;Wonogiri, Indonesia. Wonogiri (ID): Balitbang Kehutanan, Kemenhut. Sujarweni VW. 2014. SPSS untuk Penelitian. Yogyakarta (ID): Pustaka Baru Press. Sumadi A, Azwar F, Muara J. 2006. Pemodelan penduga volume pohon Pulai darat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 3 (2): 73–81. Sumarta II. 1963. Analisa Ongkos-ongkos dan Penghasilan Hutan Rakyat di Cicurug. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor. Sumarti T. 2007. Sosiologi kepentingan (interest) dalam tindakan ekonomi. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. 1 (2): 283–293. Supriadi D. 2002. Pengembangan hutan rakyat di Indonesia. Jurnal Hutan Rakyat. 4(1): 23–33. Suradisastra K. 2008. Strategi pemberdayaan kelembagaan petani. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 26 (2): 82–91. Syahadat E, Subarudi. 2014. Kebijakan penatausahaan kayu yang berasal dari hutan hak. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 11 (2): 129–144. Syahyuti.2003. Bedah Konsep Kelembagaan Strategi Pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Balitbang Pertanian. Syahyuti.2011. Gampang-gampang Susah Mengorganisasikan Petani. Bogor (ID): IPB Press. Tietenberg T. 1992. Enviromental and natural resource economic. Third edition. US (ID): Harper Collins publishers Inc. Thoha M. 2011. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Cetakan ke21. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada Uphoff NT. 1986. Local Institutional Development. West Hartford: CT Kumarian Press Whitmore TC. 1972. Tree flora of Malaya. Malaya Forest Record. 2 (26): 20–35. Ying Z. 2014. Responses to the comments on “plantation development: economic analysis of forest management in Fujian Province, China”. Forest Policy and Economics Journal. 43: 53–54. http://dx.doi.org/10.1016/j. forpol. 2014.02.004.
65
Yustika AE. 2012. Ekonomi dan Kelembagaan. Paradigma, Teori dan Kebijakan. Jakarta (ID): Erlangga. Yuwono S. 2006. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zakaria WA. 2003. Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Kunci Kesejahteraan Petani. Lampung (ID): Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1 Identitas responden Resp
Nama
Jeni kel. (L/P)
A. Desa Sumber Harta 1 Hariadi L 2 Sabar L 3 Noto L 4 Sudarno L 5 Ponidi L 6 Wiakanto L 7 Ngadimin L 8 Edi Wiyanto L 9 Supriyanto L 10 Budiyono L 11 Suparman L 12 Mukalam L 13 Danu L 14 Darwadi L 15 Supriyanto L 16 Kliwon L 17 Sugio L 18 Sutomo L 19 Riswan L 20 Mujiyanto L 21 Marsudigno L 22 Darwoto L 23 Patimin L 24 Dharmawan L 25 Suparlan L 26 Riyanto L 27 Aris L 28 Arifin L 29 Kanik L 30 Jono L 31 Guntur L 32 Muchlasin L 33 Wiyono L 34 Sumadi L 35 Ucep L 36 Sulistyo L 37 Walidi L 38 Chandra L 39 Siron L 40 Rasid L B. Desa SP 5 Suka Makmur 1 Darmidi L 2 Ali Adi L 3 Darman L 4 Supri L 5 Buhimin L 6 Sakarudin L 7 Pendi L 8 Edi Effendi L 9 M.Segar L 10 Ropidin L 11 Suwito L 12 Supri L 13 Rohim L 14 Mejantab L 15 Sarno L 16 Jumadi L 17 Iwanyah L 18 Ali L 19 Siakong L 20 Rubaidi L 21 Goni L 22 Dedi L 23 Al Rasyid L 24 Matnuri L 25 Aminudin Y. L 26 H. Mahidin L 27 Humaidi L 28 Sugio L 29 Ondia L 30 Hohadi L 31 Budiman L 32 Abendri L 33 Kodar L 34 Sakarudin L 35 Paridin L 36 Habibula L 37 H. Majid L 38 Dadang L 39 Sarwono L 40 Toginan L
Umur (Thn)
Pend.
Ʃ Tgg Kel. (Orang)
Pek. Utama
Pek. Sampingan
43 53 50 61 49 40 65 75 49 52 42 40 38 40 52 50 46 56 55 42 37 73 47 62 42 46 55 47 35 39 46 40 38 48 35 45 61 39 35 55
SMU SD SLTP SD SLTP SD SD SLTP SMU SD SLTP SMU SMU SD SD SD SLTP SD SD SLTP SMU SD SD SD SD SLTP SD SD SLTP SLTP SMU SD SLTP SD SLTP SD SD SMU SMU SLTP
4 5 4 2 3 6 2 4 5 2 5 2 4 5 5 7 4 2 4 2 4 2 4 6 4 4 2 4 6 4 2 5 4 2 7 2 5 2 5 4
Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Kary. swasta Petani Kary. swasta Petani Petani Petani Petani Petani Buruh pabrik Buruh pabrik PNS Petani
Guru Pegawai Swasta Petani Petani Pegawai honorer tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Pencari batu Perangkat desa Pedagang tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Penggosok batu tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Penggosok batu tidak ada tidak ada Petani tidak ada Petani petani Tukang tidak ada tidak ada tidak ada Petani petani Petani tidak ada
42 52 34 55 52 56 70 40 30 55 41 43 52 40 53 37 53 32 70 65 43 55 50 46 40 45 42 48 50 61 49 57 45 46 47 48 41 53 47 53
S1 SD SD SLTP SD SLTP SD SLTP SMU SD S1 SMU SD SD SLTP SD SLTP SLTP SD SLTP SD SLTP SD SMU SD SD SD SLTP SLTP SD SLTP SD SD SMU SD SLTP SD SLTP S1 SD
6 4 2 5 2 5 6 6 5 2 6 6 2 5 5 2 2 6 6 6 5 5 5 6 4 2 5 7 4 8 4 2 4 7 6 5 6 5 6 6
PNS Petani Petani Pencari batu Petani tidak ada Petani tidak ada Petani tidak ada Petani Pencari batu Petani tidak ada Petani tidak ada Buruh pabrik tidak ada Petani tidak ada PNS petani Karyawan Swasta Petani Petani tidak ada Petani tidak ada Petani tidak ada Petani tidak ada Petani tidak ada Petani Dagang Petani tidak ada Petani tidak ada Petani tidak ada Petani tidak ada Petani tidak ada Karyawan swasta Petani Petani Penggosok batu Petani tidak ada Petani Pengrajin Petani tidak ada Petani tidak ada Petani tidak ada Petani tidak ada Petani Dagang Peternak Dagang Petani Sewa tenda Petani Tukang Dagang Petani Petani Dagang Rental kom Penggosok batu Dagang Petani Petani tidak ada
Kbn.Karet 92.70 2.00 1.50 3.50 2.00 2.00 1.25 4.00 2.00 3.00 2.00 2.00 3.00 3.00 1.75 2.50 2.40 3.30 3.00 2.00 1.25 2.00 3.00 2.50 4.00 3.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.50 2.00 1.25 2.00 2.00 2.00 2.00 3.00 2.00 2.00 2.00 158.20 4.00 2.00 4.00 3.00 2.00 3.00 6.00 3.00 3.50 6.00 5.50 5.00 5.00 5.50 4.00 4.70 5.00 5.00 3.00 3.50 4.00 3.00 4.50 5.00 4.00 4.00 5.00 4.00 4.00 4.00 3.00 6.00 5.00 4.00 5.00 5.00 6.00
Kepemilikan lahan (ha) Sawah Pekrngn Tegalan 0.71 3.37 29.50 0.50 0.038 1.00 0.030 0.05 1.00 0.023 0.04 0.50 0.023 0.05 1.00 0.018 0.08 0.014 1.00 0.021 0.05 3.00 0.007 0.014 2.00 0.012 0.05 0.50 0.011 0.04 0.063 0.009 0.50 0.015 0.02 2.00 0.023 0.02 2.00 0.007 0.08 0.030 0.10 1.00 0.005 0.06 0.50 0.018 0.06 0.011 0.04 1.00 0.023 0.06 0.50 0.018 0.11 2.00 0.014 0.13 1.00 0.014 0.12 0.50 0.006 0.14 1.00 0.023 0.09 2.00 0.014 0.09 1.00 0.004 0.04 0.50 0.005 0.04 0.007 0.14 0.023 0.14 0.50 0.014 0.05 0.50 0.006 0.14 0.50 0.023 0.09 0.011 0.50 0.023 0.16 0.030 0.016 0.05 1.00 0.023 0.02 0.50 0.023 1.00 22.50 0.782 2.45 0.023 0.02 1.00 0.038 0.04 0.023 1.00 0.014 0.14 0.014 0.16 0.015 0.14 0.016 0.08 0.038 0.025 0.15 0.50 0.014 0.01 2.00 0.038 0.16 2.00 0.018 0.06 0.016 2.00 0.014 0.07 0.025 0.15 0.014 0.04 3.00 0.038 0.04 1.00 0.018 0.05 0.016 1.00 0.014 0.11 0.014 1.00 0.025 0.13 2.00 0.014 0.14 0.50 0.011 0.07 2.00 0.018 0.02 0.016 0.04 1.00 0.014 0.14 0.014 0.025 1.00 0.014 0.07 1.00 0.017 0.04 0.018 0.016 0.014 0.50 0.014 0.15 0.023 0.16 0.030 0.09 0.006 0.030 0.018 -
kosong 9.50 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 1.00 1.00 0.50 39.50 2.50 2.00 2.00 1.50 2.00 3.00 1.50 1.00 4.50 1.50 3.50 2.00 2.00 2.50 4.00 2.00 2.00 -
68
68 Lampiran 2 Arus kas pengusahaan HR Monokultur program KUHR 79
Uraian 0 A. PENDAPATAN 1 Produksi Pulai 2 Penjarangan TOTAL PENDAPATAN B. BIAYA BIAYA TETAP 7,400,000 a. Bangunan/pondok 2,500,000 b. Perencanaan 100,000 c. Peralatan 950,000 d. Kendaraan 3,600,000 e. Papan nama 100,000 f. Obat-obatan 150,000 g. PBB BIAYA VARIABEL 631,792 a. Persiapan lahan -Penebasan 157,948 -Penebangan 157,948 -Pembakaran 78,974 -pembuatan jalan 157,948 78,974 -Pemandukan b. Penanaman -Bibit -Pengajiran -Pembuatan lubang tanam -Pengeceran bibit ke lubang -Penanaman -Penyulaman c. Pemeliharaan tahun 1 -Penyemprotan herbisida -Herbisida -Pemupukan -Pupuk d. Pemeliharaan tahun 2 -Penyemprotan herbisida -Herbisida -Pemupukan -Pupuk e. Pemeliharaan tahun 3 -Pemangkasan f. Pemeliharaan tahun 4 -Penjarangan g. Pemanenan -Tebang -Pembagian batang -Pengumpulan ke jalan -Muat (Loading) -Pengangkutan TOTAL BIAYA 8,031,792 Nilai diskon df = 6 % 1.0000 Discount Benefit (DB) Discount Cost (DC) 8,031,792 Nilai diskon df = 15 % 1.000 Discount Benefit (DB) Discount Cost (DC) 8,031,792 Nilai kelayakan seluruh program KUHR NPV 67,130,372 BCR 2.50 IRR 16.28
1 -
2 -
Present Value pendapatan tahun ke 4 5 6
3 -
-
8,421,600 8,421,600
-
7 -
8 -
9 -
10 -
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
1,585,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
950,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
25,000 2,238,714
25,000 615,896
25,000 157,948
25,000 157,948
25,000 -
25,000 -
25,000 -
25,000 -
25,000 -
25,000 -
-
11 124,881,250.00 124,881,250 7,400,000 2,500,000 100,000 950,000 3,600,000 100,000 150,000 17,105,636
13 825,000 250,000
190,000 360,000
190,000 360,000
825,000 250,000 190,000 360,000
25,000 2,238,714
25,000 615,896
25,000 157,948
-
-
-
-
-
-
-
-
740,000 157,948 78,974 78,974 157,948 78,974
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
740,000 157,948 78,974 78,974 157,948 78,974
157,948 120,000 157,948 510,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
157,948 120,000 157,948 510,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
157,948 120,000 157,948 180,000
-
-
-
-
3,063,714 0.4854 2,890,296 0.870 2,664,099 (df = 6%) (layak) (layak) (layak)
1,440,896 0.2356 1,282,392 0.756 1,089,524
157,948 157,948
982,948 982,948 825,000 0.1144 0.0555 0.0270 6,293,109 825,302 778,587 616,488 0.658 0.572 0.497 4,187,023.594 646,304 562,004 410,171 Nilai kelayakan seluruh program KUHR NPV 14,557,990 BCR 1.62 IRR 7.18
1,585,000 0.0131 1,117,362 0.432 685,239 (df = 15%) (layak) (layak) Layak
825,000 0.0064 548,672 0.376 310,148
825,000 0.0031 517,615 0.327 269,694
825,000 0.0015 488,316 0.284 234,516
825,000 0.0007 460,676 0.247 203,927
157,948 78,974 157,948 78,974 16,000,000 24,505,636 0.0004 65,785,885 12,909,263 0.215 26,842,378.332 5,267,320
14 -
825,000 250,000
-
-
157,948 157,948 78,974 157,948 78,974
12 -
-
3,063,714 0.0002 1,522,572 0.187 572,630
15 825,000 250,000 190,000 360,000 25,000 157,948
-
-
-
-
-
-
-
-
157,948 120,000 157,948 180,000
1,440,896 0.0001 675,548 0.163 234,186
157,948 982,948 0.00004035 434,759 0.141 138,919
157,948 982,948 0.00001959 410,150 0.123 120,799
69
Lanjutan lampiran 2 … Uraian 16 A. PENDAPATAN 1 Produksi Pulai 2 Penjarangan TOTAL PENDAPATAN B. BIAYA BIAYA TETAP a. Bangunan/pondok b. Perencanaan c. Peralatan d. Kendaraan e. Papan nama f. Obat-obatan g. PBB BIAYA VARIABEL a. Persiapan lahan -Penebasan -Penebangan -Pembakaran -pembuatan jalan -Pemandukan b. Penanaman -Bibit -Pengajiran -Pembuatan lubang tanam -Pengeceran bibit ke lubang -Penanaman -Penyulaman c. Pemeliharaan tahun 1 -Penyemprotan herbisida -Herbisida -Pemupukan -Pupuk d. Pemeliharaan tahun 2 -Penyemprotan herbisida -Herbisida -Pemupukan -Pupuk e. Pemeliharaan tahun 3 -Pemangkasan f. Pemeliharaan tahun 4 -Penjarangan g. Pemanenan -Tebang -Pembagian batang -Pengumpulan ke jalan -Muat (Loading) -Pengangkutan TOTAL BIAYA Nilai diskon df = 6 % Discount Benefit (DB) Discount Cost (DC) Nilai diskon df = 15 % Discount Benefit (DB) Discount Cost (DC)
8,421,600 8,421,600
17 -
18 -
19 -
20 -
21 -
22 124,881,250.00 124,881,250 7,400,000 2,500,000 100,000 950,000 3,600,000 100,000 150,000
Present Value pendapatan tahun ke 23 24 -
825,000 250,000
1,585,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
190,000 360,000 25,000 -
950,000 360,000
190,000 360,000
190,000 360,000
190,000 360,000
190,000 360,000
25,000 -
25,000 -
25,000 -
25,000 -
25,000 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
17,105,636 157,948 157,948 78,974 157,948 78,974
825,000 250,000 190,000 360,000 25,000 2,238,714 -
-
Jumlah 25 -
26 -
27
28
8,421,600 8,421,600
-
29 -
30 -
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
1,585,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
190,000 360,000 25,000 615,896
190,000 360,000 25,000 157,948
190,000 360,000 25,000 157,948
190,000 360,000 25,000 -
950,000 360,000 25,000 -
190,000 360,000 25,000 -
190,000 360,000 25,000 -
-
-
-
-
-
-
-
740,000 157,948 78,974 78,974 157,948 78,974
-
-
-
-
-
-
-
157,948 120,000 157,948 510,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
`
825,000 0.00000951 3,315,132 324,758 0.107 899,972.345 88,163
1,585,000 0.00000462 588,613 0.093 147,288
825,000 0.00000224 289,034 0.081 66,664
825,000 0.00000109 272,673 0.070 57,969
825,000 0.00000053 257,239 0.061 50,408
825,000 0.00000026 242,678 0.053 43,833
157,948 78,974 157,948 78,974 16,000,000 24,505,636 0.00000012 34,655,183 6,800,439 0.046 5,769,587.304 1,132,175
3,063,714 0.00000006 802,072 0.040 123,083
157,948 120,000 157,948 180,000 1,440,896 0.00000003 355,870 0.035 50,337
157,948 -
157,948
982,948 0.00000001 229,026 0.030 29,860
982,948 0.00000001 216,062 0.026 25,965
825,000 0.00000000335 1,746,370 171,079 0.023 193,442.956 18,950
1,585,000 0.00000000163 310,074 0.020 31,658
825,000 0.00000000079 152,259 0.017 14,329
825,000 0.00000000038 143,641 0.015 12,460
249,762,500 25,264,800 275,027,300 47,580,000 14,500,000 300,000 10,450,000 20,880,000 300,000 450,000 44,354,582 473,844 473,844 236,922 473,844 236,922 2,220,000 473,844 236,922 236,922 473,844 236,922 473,844 360,000 473,844 1,530,000 473,844 360,000 473,844 540,000 473,844 473,844 315,896 157,948 315,896 157,948 32,000,000 91,934,582 111,795,679 44,665,307 37,892,405 23,334,415
69
70
70
Lampiran 3 Arus kas pengusahaan HR agroforestry Lampiran 3 Arus kas pengusahaan HR pola agroforestri Pulai-Karet pada tingkat suku bunga yang berlaku (15%) Uraian
0
1
A. PENDAPATAN 1 Panen getah karet 2 Panen kayu Pulai 3 Penjarangan kayu pulai 4 Kompensasi bibit pulai tumbuh TOTAL PENDAPATAN B. BIAYA BIAYA TETAP 7,450,000 825,000 a. Bangunan/pondok 2,500,000 250,000 b. Perencanaan 150,000 c. Peralatan 950,000 190,000 d. Kendaraan 3,600,000 360,000 e. Papan nama 100,000 f. Obat-obatan 150,000 g. PBB 25,000 BIAYA VARIABEL 2,131,792 3,063,584 a. Persiapan lahan -Penebasan 157,948 -Penebangan 157,948 -Pembakaran 157,948 -Pembuatan jalan 157,948 1,500,000 -Pemagaran kebun b. Penanaman - Bibit 800,000 -Pengajiran 157,948 -Pembuatan lubang tanam 157,948 -Pengeceran bibit ke lubang 78,974 -Penanaman 315,896 -Penyulaman 157,948 c. Pemeliharaan tahun 1 -Penyemprotan herbisida 236,922 -Herbisida 300,000 -Pemupukan 157,948 -Pupuk 700,000 d. Pemeliharaan tahun 2 -Penyemprotan herbisida -Herbisida -Pemupukan -Pupuk e. Pemeliharaan tahun 3 -Pemangkasan f. Pemeliharaan tahun 4 -Penjarangan g. Pemanenan Penyadapan getah TOTAL BIAYA 9,581,792 3,888,584 Nilai diskon df = 15 % 1.00000 0.86957 Discount Benefit (DB) Discount Cost (DC) 9,581,792 3,381,377 Nilai kelayakan pola kemitraan (df = 15 %) NPV 70,978,988 BCR 1.8 IRR 22.87
2 255,000 255,000
Present Value pendapatan tahun ke 4 5 6
3 -
-
7
8
9
10
11
12
13
14
15
42,000,000 990,000 42,990,000
42,000,000 42,000,000
42,000,000 42,000,000
42,000,000 42,000,000
42,000,000 42,000,000
42,000,000 42,000,000
42,000,000 20,500,000 62,500,000
42,000,000 42,000,000
42,000,000 255,000 42,255,000
42,000,000 42,000,000
42,000,000 42,000,000
1,585,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
950,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
1,585,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
6,440,000 2,500,000
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
950,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
25,000 1,394,870
25,000 157,948
25,000 157,948
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
190,000 3600000 150,000 18,953,760
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
236,922 300,000 157,948 700,000 2,219,870 0.75614 192,817 1,678,541
157,948 982,948 0.65752 646,304
157,948
982,948 0.57175 562,004
18,953,760 19,778,760 0.49718 21,373,628 9,833,539
18,953,760 20,538,760 0.43233 18,157,759 8,879,473
18,953,760 19,778,760 0.37594 15,789,356 7,435,568
18,953,760 19,778,760 0.32690 13,729,875 6,465,712
18,953,760 19,778,760 0.28426 11,939,021 5,622,358
18,953,760 19,778,760 0.24718 10,381,758 4,889,007
18,953,760 25,393,760 0.21494 13,433,951 5,458,217
18,953,760 20,538,760 0.18691 7,850,100 3,838,841
18,953,760 19,778,760 0.16253 6,867,619 3,214,601
18,953,760 19,778,760 0.14133 5,935,804 2,795,306
18,953,760 19,778,760 0.12289 5,161,568 2,430,701
71
Lanjutan lampiran 3… Uraian 16 A. PENDAPATAN 1 Panen getah karet 2 Panen kayu Pulai 3 Penjarangan kayu pulai 4 Kompensasi bibit pulai tumbuh TOTAL PENDAPATAN B. BIAYA BIAYA TETAP a. Bangunan/pondok b. Perencanaan c. Peralatan d. Kendaraan e. Papan nama f. Obat-obatan g. PBB BIAYA VARIABEL a. Persiapan lahan -Penebasan -Penebangan -Pembakaran -Pembuatan jalan -Pemagaran kebun b. Penanaman - Bibit -Pengajiran -Pembuatan lubang tanam -Pengeceran bibit ke lubang -Penanaman -Penyulaman c. Pemeliharaan tahun 1 -Penyemprotan herbisida -Herbisida -Pemupukan -Pupuk d. Pemeliharaan tahun 2 -Penyemprotan herbisida -Herbisida -Pemupukan -Pupuk e. Pemeliharaan tahun 3 -Pemangkasan f. Pemeliharaan tahun 4 -Penjarangan g. Pemanenan Penyadapan getah TOTAL BIAYA Nilai diskon df = 15 % Discount Benefit (DB) Discount Cost (DC)
17
18
19
20
21
Present Value pendapatan tahun ke 22 23
Jumlah 24
25
26
27
28
29
30
42,000,000 990,000 -
42,000,000 -
42,000,000 -
42,000,000 -
42,000,000 -
42,000,000 -
42,000,000 20,500,000 -
42,000,000 -
42,000,000 255,000
42,000,000 -
42,000,000 -
42,000,000 990,000 -
42,000,000 -
42,000,000 -
42,000,000 -
1,092,000,000 41,000,000 2,970,000 765,000
42,990,000
42,000,000
42,000,000
42,000,000
42,000,000
42,000,000
62,500,000
42,000,000
42,255,000
42,000,000
42,000,000
42,990,000
42,000,000
42,000,000
42,000,000
1,136,735,000
825,000 250,000
825,000 250,000
1,585,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
825,000 250,000
3,940,000
575,000
1,335,000
575,000
575,000
575,000
575,000
385,000
385,000
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
950,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000 -
950,000 360,000 -
190,000 360,000 -
190,000 360,000
190,000 360,000
190,000 360,000
360,000
360,000
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
190,000 3,600,000 150,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
25,000 18,953,760
41,590,000 10,000,000 150,000 9,310,000 20,880,000 100,000 450,000 700,000 499,703,902
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
157,948 157,948 157,948 157,948 1,500,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
800,000 157,948 157,948 78,974 315,896 157,948
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
236,922 300,000 157,948 700,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
236,922 300,000 157,948 700,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
157,948 157,948 492,797,760 541,293,902
18,953,760 19,778,760 0.10686 4,594,116 2,113,653
18,953,760 19,778,760 0.09293 3,902,887 1,837,959
18,953,760 20,538,760 0.08081 3,393,815 1,659,637
18,953,760 19,778,760 0.07027 2,951,143 1,389,761
18,953,760 19,778,760 0.06110 2,566,212 1,208,488
18,953,760 19,778,760 0.05313 2,231,488 1,050,859
18,953,760 22,893,760 0.04620 2,887,537 1,057,705
18,953,760 19,528,760 0.04017 1,687,326 784,557
18,953,760 20,288,760 0.03493 1,476,148 708,773
18,953,760 19,528,760 0.03038 1,275,861 593,238
18,953,760 19,528,760 0.02642 1,109,444 515,859
18,953,760 19,528,760 0.02297 987,474 448,573
18,953,760 19,528,760 0.01997 838,899 390,063
18,953,760 19,338,760 0.01737 729,478 335,885
18,953,760 19,338,760 0.01510 634,328 292,074
162,079,412 91,100,424
71
72
72
Lampiran 4 Pendapatan total petani Resp
Nama
A. Desa Sumber Harta 1 Hariadi 2 Sabar 3 Noto 4 Sudarno 5 Ponidi 6 Wiakanto 7 Ngadimin 8 Edi Wiyanto 9 Supriyanto 10 Budiyono 11 Suparman 12 Mukalam 13 Danu 14 Darwadi 15 Supriyanto 16 Kliwon 17 Sugio 18 Sutomo 19 Riswan 20 Mujiyanto 21 Marsudigno 22 Darwoto 23 Patimin 24 Dharmawan 25 Suparlan 26 Riyanto 27 Aris 28 Arifin 29 Kanik 30 Jono 31 Guntur 32 Muchlasin 33 Wiyono 34 Sumadi 35 Ucep 36 Sulistyo 37 Walidi 38 Chandra 39 Siron 40 Rasid B. Desa SP 5 Suka Makmur 1 Darmidi 2 Ali Adi 3 Darman 4 Supri 5 Buhimin 6 Sakarudin 7 Pendi 8 Edi Effendi 9 M.Segar 10 Ropidin 11 Suwito 12 Supri 13 Rohim 14 Mejantab 15 Sarno 16 Jumadi 17 Iwanyah 18 Ali 19 Siakong 20 Rubaidi 21 Goni 22 Dedi 23 Al Rasyid 24 Matnuri 25 Aminudin Y. 26 H. Mahidin 27 Humaidi 28 Sugio 29 Ondia 30 Hohadi 31 Budiman 32 Abendri 33 Kodar 34 Sakarudin 35 Paridin 36 Habibula 37 H. Majid 38 Dadang 39 Sarwono 40 Toginan
Pertanian 141,500,000 2,400,000 4,800,000 4,800,000 2,400,000 4,800,000 2,800,000 4,800,000 14,400,000 9,600,000 2,400,000 2,400,000 9,600,000 9,600,000 4,800,000 2,400,000 4,800,000 2,400,000 9,600,000 3,800,000 2,400,000 4,800,000 9,600,000 4,800,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 1,800,000 2,400,000 3,500,000 2,400,000 102,000,000 4,800,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 1,800,000 2,400,000 2,400,000 2,100,000 2,400,000 2,400,000 14,400,000 4,800,000 4,800,000 2,400,000 3,000,000 2,400,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 2,400,000 4,800,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,100,000 2,300,000 2,400,000 2,200,000 2,100,000
Pekarangan 2,725,000 100,000 80,000 200,000 135,000 75,000 158,000 250,000 130,000 175,000 225,000 137,000 120,000 225,000 230,000 160,000 125,000 200,000 4,274,000 210,000 200,000 225,000 275,000 125,000 150,000 225,000 235,000 300,000 275,000 132,000 255,000 125,000 130,000 132,000 275,000 295,000 140,000 110,000 260,000 200,000
Pendapatan (Rp/thn) Tegalan Kebun Karet Ternak 5,898,000 711,000,000 135,150,000 15,000,000 11,720,000 420,000 11,250,000 4,000,000 26,250,000 300,000 15,000,000 525,000 15,000,000 4,000,000 31,250,000 20,000,000 15,000,000 2,000,000 22,500,000 528,000 15,000,000 480,000 15,000,000 8,875,000 564,000 15,000,000 4,000,000 22,500,000 1,825,000 600,000 30,625,000 18,750,000 18,000,000 41,250,000 4,875,000 15,000,000 10,000,000 2,200,000 750,000 31,250,000 10,000,000 10,400,000 15,000,000 720,000 12,500,000 3,000,000 25,000,000 1,950,000 10,000,000 15,000,000 15,000,000 8,000,000 10,000,000 10,000,000 8,000,000 10,000,000 528,000 12,500,000 1,575,000 10,000,000 11,000,000 9,375,000 24,000,000 672,000 15,000,000 10,450,000 45,000,000 10,000,000 9,225,000 20,000,000 1,050,000 816,000 9,000,000 8,000,000 15,000,000 8,000,000 15,000,000 3,842,000 882,675,000 91,845,000 624,000 30,000,000 10,000,000 15,000,000 30,000,000 8,860,000 480,000 22,500,000 15,000,000 528,000 22,500,000 160,000 36,400,000 4,400,000 550,000 22,500,000 1,750,000 432,000 26,250,000 45,000,000 12,840,000 26,125,000 22,500,000 20,000,000 19,900,000 800,000 26,000,000 23,500,000 70,000 25,000,000 700,000 25,000,000 288,000 27,000,000 17,500,000 16,240,000 20,000,000 15,000,000 22,500,000 22,500,000 20,000,000 14,000,000 20,000,000 144,000 27,500,000 28,000,000 20,000,000 1,115,000 20,000,000 336,000 15,000,000 12,750,000 36,000,000 160,000 200,000 20,000,000 18,000,000 37,500,000 20,000,000 8,000,000 260,000 23,000,000 -
HR 71,825,000 2,000,000 1,400,000 4,000,000 1,000,000 1,450,000 1,000,000 2,000,000 1,000,000 2,000,000 1,400,000 4,000,000 2,600,000 1,000,000 3,000,000 1,400,000 4,000,000 1,600,000 2,000,000 1,000,000 3,000,000 3,000,000 1,800,000 2,000,000 1,875,000 2,000,000 1,400,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 3,000,000 4,500,000 2,000,000 1,400,000 2,000,000 208,884,800 6,800,000 4,007,500 10,900,000 3,435,000 3,435,000 6,650,000 4,680,000 6,870,000 9,200,000 9,900,000 9,000,000 9,200,000 8,400,000 1,200,000 10,900,000 3,870,000 5,152,500 4,580,000 4,580,000 3,435,000 3,435,000 4,580,000 2,257,500 5,000,000 4,580,000 6,800,000 5,950,000 2,580,000 4,007,500 8,200,000 6,900,000 3,257,300 7,442,500 11,500,000 6,200,000
Lain 102,000,000 3,600,000 16,800,000 4,800,000 3,600,000 3,600,000 600,000 2,500,000 2,500,000 11,000,000 11,400,000 3,300,000 4,700,000 10,800,000 22,800,000 156,810,000 31,200,000 2,500,000 2,700,000 16,800,000 13,200,000 12,600,000 15,600,000 360,000 2,400,000 600,000 1,200,000 1,200,000 2,250,000 8,000,000 10,800,000 27,000,000 8,400,000 -
Tot.Pendp (Rp/th) 1,170,098,000 35,240,000 38,330,000 35,050,000 19,225,000 28,600,000 35,700,000 25,800,000 33,400,000 22,500,000 26,608,000 31,875,000 24,699,000 28,925,000 33,625,000 30,950,000 28,675,000 44,408,000 26,075,000 18,600,000 33,850,000 29,700,000 18,400,000 28,820,000 30,750,000 30,530,000 30,300,000 21,400,000 16,975,000 31,625,000 16,615,000 34,520,000 13,400,000 31,930,000 30,082,000 47,000,000 24,625,000 30,250,000 30,741,000 50,700,000 19,600,000 1,450,330,800 78,624,000 26,517,500 49,760,000 28,815,000 17,400,000 31,723,000 50,050,000 32,105,000 16,800,000 35,627,000 69,440,000 51,750,000 31,500,000 31,450,000 31,500,000 29,825,000 49,105,000 46,970,000 30,152,500 32,388,000 40,995,000 27,712,000 20,835,000 44,790,000 30,565,000 39,257,500 30,530,000 32,224,000 37,332,000 32,140,000 24,980,000 22,638,500 16,350,000 48,100,000 31,560,000 31,557,300 58,402,500 27,000,000 50,100,000 31,760,000
73
Lampiran 5 Pengeluaran rumah tangga petani No.
Responden
A. Desa Sumber Harta 1 Hariadi 2 Sabar 3 Noto 4 Sudarno 5 Ponidi 6 Wiakanto 7 Ngadimin 8 Edi Wiyanto 9 Supriyanto 10 Budiyono 11 Suparman 12 Mukalam 13 Danu 14 Darwadi 15 Supriyanto 16 Kliwon 17 Sugio 18 Sutomo 19 Riswan 20 Mujiyanto 21 Marsudigno 22 Darwoto 23 Patimin 24 Dharmawan 25 Suparlan 26 Riyanto 27 Aris 28 Arifin 29 Kanik 30 Jono 31 Guntur 32 Muchlasin 33 Wiyono 34 Sumadi 35 Ucep 36 Sulistyo 37 Walidi 38 Chandra 39 Siron 40 Rasid B. Desa SP 5 Suka Makmur 1 Darmidi 2 Ali Adi 3 Darman 4 Supri 5 Buhimin 6 Sakarudin 7 Pendi 8 Edi Effendi 9 M.Segar 10 Ropidin 11 Suwito 12 Supri 13 Rohim 14 Mejantab 15 Sarno 16 Jumadi 17 Iwanyah 18 Ali 19 Siakong 20 Rubaidi 21 Goni 22 Dedi 23 Al Rasyid 24 Matnuri 25 Aminudin Y. 26 H. Mahidin 27 Humaidi 28 Sugio 29 Ondia 30 Hohadi 31 Budiman 32 Abendri 33 Kodar 34 Sakarudin 35 Paridin 36 Habibula 37 H. Majid 38 Dadang 39 Sarwono 40 Toginan
Beras 329,145,940 6,840,000 10,260,000 8,640,000 3,420,000 8,550,000 10,010,940 8,640,000 6,840,000 10,800,000 6,840,000 6,480,000 8,100,000 6,840,000 6,840,000 8,550,000 8,820,000 7,920,000 8,100,000 8,640,000 6,840,000 7,200,000 6,480,000 12,075,000 9,180,000 8,100,000 8,550,000 8,550,000 8,100,000 11,520,000 5,400,000 6,480,000 6,100,000 8,100,000 6,840,000 11,340,000 5,760,000 12,600,000 7,200,000 16,200,000 5,400,000 335,457,300.0 18,000,000 8,100,000 9,000,000 8,550,000 5,760,000 8,100,000 9,000,000 8,100,000 5,040,000 6,840,000 17,100,000 7,920,000 8,100,000 6,480,000 6,840,000 5,760,000 5,940,000 10,260,000 8,550,000 7,200,000 7,351,400 6,991,400 6,750,000 10,800,000 7,223,100 7,200,000 5,400,000 8,820,000 8,550,000 7,711,400 5,760,000 5,760,000 6,480,000 11,340,000 7,200,000 8,640,000 10,080,000 9,720,000 14,400,000 8,640,000
Non beras 330,436,000 10,080,000 12,600,000 11,520,000 4,320,000 7,560,000 15,120,000 7,200,000 10,080,000 9,000,000 11,520,000 10,800,000 7,560,000 11,520,000 9,000,000 9,000,000 6,480,000 7,200,000 5,400,000 4,320,000 8,640,000 14,400,000 4,320,000 5,760,000 10,080,000 8,640,000 8,640,000 5,400,000 3,600,000 8,640,000 4,320,000 7,200,000 1,800,000 7,200,000 11,520,000 9,000,000 4,320,000 5,760,000 10,036,000 15,120,000 5,760,000 402,680,000.0 21,600,000 7,200,000 10,800,000 10,800,000 3,240,000 9,000,000 11,520,000 8,640,000 3,600,000 10,080,000 30,240,000 20,160,000 5,400,000 5,760,000 5,760,000 7,200,000 10,800,000 17,280,000 10,800,000 13,080,000 12,960,000 10,800,000 5,760,000 16,200,000 7,200,000 10,800,000 7,200,000 7,560,000 8,640,000 4,320,000 7,200,000 5,400,000 3,240,000 14,120,000 12,960,000 7,200,000 15,120,000 7,200,000 7,200,000 8,640,000
Pengeluaran (Rp/tahun) rokok/tembakau pendidikan 38,250,000 91,608,700 900,000 2,500,000 1,200,000.0 2,600,000.0 1,440,000.0 3,000,000.0 1,440,000 1,740,000.0 600,000.0 1,200,000.0 3,950,000.0 1,600,000.0 1,640,000.0 1,250,000.0 2,400,000.0 1,600,000.0 3,390,000.0 1,300,000.0 1,250,000.0 1,440,000.0 3,300,000.0 1,080,000.0 1,540,000.0 2,400,000.0 4,300,000.0 1,200,000.0 2,300,000.0 300,000.0 550,000.0 1,200,000.0 2,850,000.0 1,300,000.0 2,300,000.0 1,250,000.0 300,000.0 4,800,000.0 600,000.0 1,340,000.0 1,080,000.0 1,350,000.0 1,500,000.0 2,400,000.0 1,300,000.0 1,850,000.0 900,000.0 2,920,000.0 2,520,000.0 2,900,000.0 1,200,000.0 1,300,000.0 500,000.0 2,300,000.0 2,300,000.0 950,000.0 1,700,000.0 2,400,000.0 500,000.0 4,100,000.0 600,000.0 1,200,000.0 4,560,000.0 900,000.0 500,000.0 300,000.0 2,568,700.0 1,500,000.0 2,100,000.0 2,300,000.0 5,610,000.0 800,000.0 1,600,000.0 49,559,100.0 113,356,150.0 2,300,000.0 4,400,000.0 1,200,000.0 2,300,000.0 1,800,000 4,200,000 2,700,000 3,100,000 1,080,000.0 1,200,000.0 1,200,000.0 2,100,000.0 1,615,600.0 4,800,000.0 600,000.0 2,200,000.0 500,000.0 1,200,000.0 1,200,000.0 2,800,000.0 1,800,000.0 2,800,000 2,700,000 5,200,000 1,168,000.0 4,647,950.0 868,400.0 4,300,000.0 365,200.0 4,400,000.0 600,000.0 3,600,000.0 1,500,000.0 5,148,200.0 1,100,000.0 2,800,000.0 415,900.0 1,100,000.0 700,000.0 1,200,000.0 1,800,000 2,400,000 1,200,000.0 3,500,000.0 600,000.0 1,200,000.0 1,200,000 1,400,000 1,200,000.0 2,800,000.0 816,000.0 2,500,000.0 1,200,000.0 3,200,000.0 2,400,000.0 1,200,000.0 3,100,000.0 1,300,000 4,300,000 600,000.0 1,800,000.0 780,000 220,000.0 500,000.0 900,000.0 2,200,000 4,100,000 2,400,000 4,500,000 800,000.0 2,100,000.0 1,800,000.0 440,000.0 1,200,000.0 3,600,000 5,200,000 950,000.0 2,600,000.0
telekom. 47,892,750 1,200,000 2,100,000 1,400,000 1,100,000 2,160,000 2,100,000 960,000.0 1,400,000 450,000.0 960,000 1,500,000 1,100,000 1,200,000.0 1,400,000.0 1,200,000.0 1,200,000 950,000.0 1,000,000.0 750,000.0 2,100,000.0 960,000.0 600,000 1,200,000 1,200,000 1,100,000.0 1,200,000.0 926,750.0 750,000.0 1,200,000.0 750,000.0 1,200,000.0 750,000.0 1,226,000.0 500,000.0 2,100,000.0 750,000.0 950,000 1,200,000.0 2,100,000.0 1,000,000.0 63,571,048.0 3,600,000.0 1,200,000.0 1,800,000.0 3,000,000.0 460,000 1,000,000.0 2,160,000 1,699,600.0 780,000 1,200,000 1,400,000 2,400,000.0 1,400,000.0 2,400,000 1,400,000 1,500,000.0 2,400,000.0 1,400,000 750,000 700,000.0 1,300,000.0 2,100,000 750,000 950,000.0 1,200,000 1,400,000 1,750,000.0 1,940,000.0 1,500,000.0 2,200,000.0 1,283,600 1,400,000 600,000.0 1,400,000.0 2,900,000.0 1,455,848 1,400,000 1,200,000 3,092,000.0 1,100,000
lain-lain 154,940,360 4,647,500 5,737,000.0 5,545,000.0 5,282,500.0 5,670,000.0 3,805,060.0 3,180,000.0 1,250,000.0 4,820,000.0 2,077,200.0 5,167,500.0 2,849,100.0 4,072,500.0 5,360,000 5,605,000.0 1,288,750.0 5,000,000 5,367,500.0 1,780,000.0 7,785,000 2,230,000.0 2,730,000.0 3,003,000.0 4,065,000.0 5,817,000 3,460,000.0 1,883,250.0 2,327,500 2,502,500.0 1,207,400 7,255,200.0 1,034,000 3,640,800 3,402,300.0 7,520,000 5,007,500.0 2,021,300.0 2,164,000.0 4,300,000.0 3,080,000 175,349,272.0 9,068,000.0 3,865,750.0 10,217,600 4,316,000 1,484,000 2,709,500 8,942,400 3,160,200 1,648,000 4,956,500.0 5,684,000 5,607,500 3,224,050.0 4,093,600 5,174,800 4,007,000 11,531,600 2,857,200 1,300,000 1,735,000 5,344,800 6,564,800 774,600 3,490,500 3,606,400 7,119,700 4,452,800 3,770,300 5,382,320 4,595,000 2,341,200 3,645,300 706,000 3,396,000 6,596,000 3,787,752 6,201,500 1,200,000 4,584,000 2,207,600
73
74
74
Lampiran 6 Analisis regresi logistik Case Processing Summary Unweighted Casesa Selected Cases
N
Percent
Included in Analysis
80
Missing Cases
16
16.7
Total
96
100.0
Unselected Cases Total
83.3
0
.0
96
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Tidak mengusahakan HR
0
Mengusahakan HR
1
Categorical Variables Codings Parameter coding Frequency Umur
Pendidikan
Tanggungan keluarga
.000
.000
.000
43 -54 tahun
34
1.000
.000
.000
> 54 tahun
19
.000
1.000
.000
32
1
.000
.000
1.000
SD
40
.000
.000
.000
SMP
25
1.000
.000
.000
SMU
12
.000
1.000
.000
3
.000
.000
1.000
< 0.5 Ha
20
.000
.000
.000
0.5 - 1.99 Ha
34
1.000
.000
.000
2 - 3.49 Ha
20
.000
1.000
.000
> 3.49 Ha
6
.000
.000
1.000
< 3 orang
21
.000
.000
3 - 6 orang
54
1.000
.000
5
.000
1.000
< Rp 31,60 juta/tahun
50
.000
.000
Rp 31,60 juta - 51,95 juta/tahun
28
1.000
.000 1.000
> 51,95 juta/tahun Kemudahan pemasaran pulai Harga yang diterima petani keanggotaan kelompok Kemudahan produksi pulai
2
.000
Sulit dipasarkan
11
.000
Mudah dipasarkan
69
1.000
<= Rp 175 ribu/pohon
12
.000
> Rp 175 ribu/pohon
68
1.000
bukan anggota
49
.000
anggota
31
1.000
Sulit diproduksi
11
.000
Mudah diproduksi
69
1.000
Block 0: Beginning Bloc Iteration Historya,b,c -2 Log likelihood
Iteration Step 0
(3)
26
> 6 orang pendapatan total petani
(2)
< 43 tahun
Perguruan tinggi Luas HR
(1)
Coefficients Constant
1
58.696
1.550
2
56.329
1.983
3
56.274
2.063
4
56.274
2.065
5
56.274
2.065
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 56.274
75
75
Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E.
2.065
Wald
.354
df
34.076
Sig. 1
Exp(B) .000
7.889
Classification Tablea,b Predicted Keputusan mengusahakan HR Tidak mengusahakan HR
Observed Step 0
Keputusan mengusahakan HR
Mengusahakan HR
Percentage Correct
Tidak mengusahakan HR
0
9
.0
Mengusahakan HR
0
71
100.0
Overall Percentage
88.8
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
24.624
16
.077
Block
24.624
16
.077
Model
24.624
16
.077
Model Summary Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
31.650a
1
Nagelkerke R Square
.265
.525
a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
1
df
Sig.
13.418
8
.098
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test Keputusan mengusahakan HR = Tidak mengusahakan HR Observed
Expected
Keputusan mengusahakan HR = Mengusahakan HR Observed
Expected
Total
Step 1 1
5
4.986
3
3.014
8
2
0
2.065
8
5.935
8
3
4
1.041
4
6.959
8
4
0
.586
8
7.414
8
5
0
.244
8
7.756
8
6
0
.076
8
7.924
8
7
0
.002
8
7.998
8
8
0
.000
8
8.000
8
9
0
.000
9
9.000
9
10
0
.000
7
7.000
7
Classification Table
a
Predicted Keputusan mengusahakan HR Tidak mengusahakan HR
Observed Step Keputusan 1 mengusahakan HR Overall Percentage a. The cut value is .500
Percent age Correct
Mengusahakan HR
Tidak mengusahakan HR
4
5
44.4
Mengusahakan HR
0
71
100.0 93.8
76
76
Lanjutan lampiran 6 … Variables in the Equation B Step 1a
S.E.
Umur
Wald
df
Sig.
1.211
3
.750
Exp(B)
Umur(1)
-1.091
1.391
.615
1
.433
.336
Umur(2)
.191
1.695
.013
1
.910
1.211
Umur(3)
-.647
5.176E4
.000
1
1.000
.524
4.330
3
.228
Pendidikan(1)
-2.614
1.340
3.806
1
.051
.073
Pendidikan(2)
1.002
2.096
.228
1
.633
2.723
Pendidikan(3)
-3.445
2.946E4
.000
1
1.000
.032
.912
2
.634
Pendidikan
Tanggungankeluarga Tanggungankeluarga(1)
-1.093
1.144
.912
1
.340
.335
Tanggungankeluarga(2)
20.408
1.560E4
.000
1
.999
7.296E8
5.861
3
.119
LuasHR(1)
3.189
1.317
5.861
1
.015
LuasHR(2)
22.655
7.952E3
.000
1
.998
6.899E9
LuasHR(3)
23.620
1.400E4
.000
1
.999
1.811E10
Produksi(1)
3.284
1.606
4.183
1
.041
26.694
Pemasaran(1)
2.026
1.938
1.093
1
.296
7.585
KeanggotaanKelompok(1)
-.197
1.173
.028
1
.867
.821
.588
1.436
.168
1
.682
1.801
.090
1
.764
-.417
1.389
.090
1
.764
.659
-2.714
3.608
.566
1
.452
.066
LuasHR
Harga(1) Pendapatan Pendapatan(1) Constant
24.256
a. Variable(s) entered on step 1: Umur, Pendidikan, Tanggungankeluarga, LuasHR, Produksi, Pemasaran, KeanggotaanKelompok, Harga, Pendapatan.
77
77
Lampiran 7 Dokumentasi lapangan
a. Bantuan bibit pulai dari industri kepada petani
d. Penanaman
b. Pengangkutan bibit ke lokasi penanaman
c. Pembuatan c. Pembuatan lubanglubang tanam tanam
e. Pulai umur 1 tahun
f. Pulai di pekarangan warga
g. Agroforestri Pulai-Karet
h. HR Pulai monokultur
i. Penomeran pohon sebelum penebangan
j. Pembuatan takik rebah
k. Pembagian batang menjadi sortimen ukuran 1.10 m
l. Pengangkutan dari lokasi tebang ke TPN
78
78 Lanjutan lampiran 7 …
m. Tempat pengumpulan kayu sementara (TPN)
n. TPN di pemukiman warga
o. Lokasi Persemaian PT. XIP di Kecamatan Selangit
p. Persemaian pulai PT. XIP kapasitas 3 juta bibit
q. TPK industri PT. XIP
r. Industri slat pensil PT. XIP
s. Slat pensil
t. Wawancara dengan ketua KT Sumber Harta
u. Wawancara dengan anggota KT Waru III
v. Situasi Desa Sumber Harta
w. Situasi Desa SP 5 Suka Mamur
79 79
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sekayu (Musi Banyuasin) Provinsi Sumatera Selatan, 5 Desember 1979, sebagai anak pertama dari 4 bersaudara dari Bapak M. Hatta Samaullah dan Ibu Rukiah Wawie. Pada tahun 1998 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI, pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 2002. Riwayat pekerjaan penulis dimulai pada tahun 2002–2004 menjadi karyawan swasta pada salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Selanjutnya tahun 2004 Penulis diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun 2005 di Kementerian Kehutanan. Sampai sekarang penulis bekerja sebagai Penelaah Data Pemolaan Industri Primer Hasil Hutan di Direktorat Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan. Pada tahun 2010 penulis menikah dengan Rahma Ningsih dan telah dikarunia seorang puteri Andera Syidney Asysyams. Selanjutnya pada tahun 2013 penulis mendapatkan beasiswa program magister (S2) dari Pusat Pendidikan dan Latihan Kehutanan, Kementerian Kehutanan pada program studi Ilmu Pengelolaan Hutan (IPH). Selama menjadi mahasiswa pascasarjana Penulis aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa pascasarjana penerima beasiswa Kementerian Kehutanan. Di tahun 2015, penulis melakukan penelitian dengan judul “Ekonomi dan Kelembagaan Hutan Rakyat untuk Menunjang Pasokan Bahan Baku Industri Slat Pensil” yang juga menjadi salah satu syarat dalam meraih gelar Magister Sains (M.Si).
80