ANALISIS PERKIRAAN KINERJA SISTEM KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN Kelembagaan (institution) sebagai aturan main (rule of game) dan organisasi, berperan penting dalam mengatur penggunaan/alokasi sumberdaya secara efisien, merata dan berkelanjutan. Sebagai hasil dari pembagian pekerjaan dan spesialisasi pada sistem ekonomi maju sering mengarah kepada keadaan dimana orang-orang menjadi hampir tidak mampu lagi berdiri sendiri dalam arti mereka tidak dapat menghasilkan barang barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kehidupan (konsumsinya) sehingga pemenuhan kebutuhannya diperoleh dari orang/pihak lainnya yang bespesialisasi melalui suatu pertukaran yang dalam ekonomi disebut transaksi ekonomi. Agar transaksi ekonomi dapat berlangsung perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi yang sekaligus juga mencakup aturan representasi dari pihak-pihak yang berkoordinasi tersebut. Pada dasarnya ada dua bentuk koordinasi utama yaitu koordinasi untuk keperluan; (1) transaksi melalui sistem pasar, dimana harga-harga menjadi panduan dalam mengkoordinasikan alokasi sumberdaya-sumberdaya tersebut jadi harga-harga berperan sebagai pemberi isyarat dan sebagai pembawa informasi yang mengatur koordinasi alokasi sumberdaya kepada pembeli dan penjual, (2) transaksi tersebut dilakukan dalam sistem organisasi-organisasi yang berhirarki di luar sistem pasar dimana wewenang kekuasaan berperan sebagai koordinator dalam mengatur alokasi sumberdaya tersebut.
Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Untuk mendapatkan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu adanya analisis tingkat efisiensi kinerja dari setiap alternatif model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, baik dari sudut pandang organisasi maupun dari sudut pandang aturan kerjasama. Dalam kajian ini analisis efisiensi kinerja masing-masing model sistem kelembagaan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan beberapa pakar. Metode analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mendapatkan sistem
141
142
kelembagaan yang paling efisien dengan variabel input dan output diperoleh dari penilaian dan pendapat pakar. Variabel input yang digunakan dalam analisis ini adalah a) Tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, b) Biaya pengurusan sertifikasi mutu, c) Lamanya proses pengurusan mutu, d) Kemudahan pengurusan sertifikasi mutu, e) Efisiensi proses pengadaan bahan baku, f) Nilai tambah produk, g) Harga produk, dan h) Daya saing produk. Variabel outputnya adalah Tingkat kepercayaan konsumen terhadap mutu produk gelatin. Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dilakukan dengan membandingkan tingkat efisiensi sistem berdasarkan variabel input dan output ditinjau dari sisi organisasi dan dari sisi aturan kerjasama.
Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem
kelembagaaan dengan menggunakan DEA ditinjau dari sisi aturan kerjasama dalam sistem diperoleh bahwa kinerja model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini mempunyai nilai efisiensi kinerja 97,26%, sedangkan model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya dan Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, masing masing mempunyai tingkat efisiensi 100%. Rincian dari hasil analisis efisiensi kinerja sistem kelembagaan ditinjau dari sisi aturan kerjasama disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi aturan. Alternatif Model Sistem Kelembagaan 1. Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya 2. Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu 3. Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal)
Nilai Efisiensi Kinerja (%) 100,00 100,00 97,26
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa ditinjau dari sisi aturan kerjasama, kinerja sistem kelembagaan yang berlaku saat ini masih belum efisien jika dibandingkan dengan model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan mutu dan model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian
143
keuntungan dan manajemen mutu.
Oleh karena itu perlu dilakukan kajian
mendalam terhadap variabel input dan output sistem untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel terhadap efisiensi kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu agar mendapatkan solusi yang tepat dalam meningkatkan efisiensi kinerja sistem dengan pendekatan perubahan input dan output. Kajian terhadap variabel input dan output sistem dilakukan dengan membandingkan model yang berkinerja paling efisien (nilai 100%) dengan model yang berkinerja kurang efisien (kurang dari 100%). Oleh karena itu dibandingkan model sistem kelembagaan jaminan mutu berdasarkan aturan yaitu model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan harga sesuai mutunya dengan model jual-beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal). Hasil perbandingan kedua model tersebut dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37 Perbandingan input dan output kinerja model aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.
144
Berdasarkan Gambar 37 di atas terlihat bahwa Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu, sebagai model yang berlaku saat ini. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kinerjanya adalah harga produk, nilai tambah produk, dan efisiensi pengurusan sertifikasi mutu produk. Selain itu dengan model tersebut juga dapat menurunkan lamanya proses pengadaan bahan baku, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu produk, sehingga diperoleh model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang efisien. Hasil tersebut di atas sesuai dengan hasil analisis menggunakan DEA untuk menguji
tingkat
diimplementasikan.
efisiensi
model
sistem
kelembagaan
yang
akan
Beberapa variabel input yang dapat digunakan untuk
meningkatkan efisiensi kinerja model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dapat diperlihatkan dalam Gambar 38.
Gambar 38 Nilai penurunan variabel input pada model kontrak pengadaan bahan baku dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin
145
Dari Gambar 38 di atas terlihat bahwa semua variabel input dapat diturunkan jika menggunakan kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan harga sesuai mutunya jika digunakan sebagai aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dibandingkan dengan sistem yang berlaku saat ini. Beberapa variabel input yang cukup menonjol penurunannya adalah variabel biaya pengurusan sertifikasi mutu, lama pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, dengan nilai masing-masing sebesar 23%, 21% dan 20%. Walaupun dengan model kontrak pengadaan bahan baku masih terdapat kelemahan yaitu turunnya daya saing produk sebesat 17% dibandingkan dengan model dasar (model jual beli sesuai mutu) karena tidak terjadinya tingkat persaingan pasar. Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem kelembagaaan dengan menggunakan DEA ditinjau dari sisi organisasi, diperoleh bahwa penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi kinerja 100%, sedangkan Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total mempunyai tingkat efisiensi kinerja 91,29%. Di samping itu nilai efisiensi kinerja Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini jika dibandingkan dengan model-model dalam organisasi sistem yang mempunyai nilai 88,27%. Rincian dari nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi organisasi. Alternatif Model Sistem Kelembagaan
Nilai Efisiensi Kinerja (%)
3. Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal) 4. Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total 5. Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu 6. Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu
88,27 91,29
100,00 100,00
146
Hasil analisis model lebih lanjut terhadap variabel input dan output dengan menggunakan DEA terhadap model berkinerja efisien dan model yang berkinerja kurang efisien ditinjau dari sisi organisasi disajikan pada Gambar 39.
Gambar 39 Perbandingan input dan output kinerja model organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 39 di atas terlihat bahwa perbandingan variabel input dan output antara model jual beli bahan baku sesuai mutu sebagai model berkinerja kurang efisien dan model Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk yang berkinerja efisien, menunjukkan bahwa adanya lembaga internal sistem jaminan mutu produk memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini.
Beberapa
variabel input tersebut adalah harga produk, daya saing produk, nilai tambah prosuk, efisiensi proses pengurusan mutu, lamanya proses pengurusan sertifikasi mutu, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu. Disamping itu berdasarkan analisis variabel input dan output terhadap kedua model ini juga diperoleh bahwa model adanya lembaga internal
147
agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi yang paling tinggi dibandingkan dengan model yang lain, sebagaimana terlihat pada Gambar 40.
Gambar 40 Perbandingan input dan output kinerja model penggunaan lembaga independen dengan kinerja model jual beli sesuai mutu Peningkatan kinerja dapat dilihat dari penurunan nilai varibel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu jika dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini sebagaimana terlihat dalam Gambar 41.
Dengan adanya penurunan variabel input tersebut, maka akan
meningkatkan nilai efisiensi kinerja sistem secara keseluruhan. Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroinsustri gelatin ditinjau dari sisi organisasi yang paling efisien adalah menggunakan model lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu, untuk mendukung adanya lembaga independen jaminan mutu yang sudah ada saat ini misalnya LPPOMMUI sebagai lembaga sertifikasi mutu halal, sedangkan dari sisi aturan kerjasama,
148
model yang paling tepat adalah kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan harga sesuai mutunnya.
Gambar 41 Nilai penurunan variabel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin Berdasarkan analisis efisiensi dengan menggunakan DEA terhadap ketiga model ini diperoleh bahwa model yang kurang efisien adalah model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam menajemen mutu total dengan nilai efisiensi 91,29%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan model adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dapat digunakan sebagai model untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ditinjau dari sisi organisasi.
Gambaran Analisis Finansial dalam Pengembangan Agroindustri Gelatin Beberapa hal yang diperhitungkan dalam analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin adalah sumber dana dan struktur pembiayaan, jumlah biaya
149
investasi, harga dan prakiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisa titik impas, Kriteria kelayakan investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP, ROI) dan analisa sensitivitas. Dalam menentukan perkiraan biaya, beberapa asumsi sangat dibutuhkan. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: a.
Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun.
b.
Harga bahan baku kulit split ditetapkan Rp 4.000-Rp 5.000/kg, dan harga penjualan gelatin dalam bentuk bubuk ditetapkan bervariasi berdasarkan mutu dengan proyeksi penjualan dan harga disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25 Harga penjualan gelatin berdasarkan mutu tahun 2009 No Jenis Gelatin 1 Gelatin Bloom 125 2 Gelatin Bloom 150 3 Gelatin Bloom 200 4 Gelatin Bloom 250 Jumlah c.
Proyeksi penjualan Kg % 13,500 10 20,250 15 33,750 25 67,500 50 135,000 100
Harga (Rpx 1000) 45 55 70 85 255
Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan salvage value diasumsikan sama dengan nol
d.
Kapasitas Produksi ditentukan sebagai berikut:
d.
a. Kebutuhan bahan baku kulit sapi
: 1.500 kg/hari atau 450 ton/tahun
b. Lama Operasi
: 300 hari/tahun
c. Produksi gelatin
: 450 kg/hari atau 135 ton/tahun
Suku bunga yang digunakan adalah 15 % per tahun dan Debt Equity Ratio (DER) sebesar 60:40. Angsuran dibayar pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10.
e.
Biaya investasi adalah biaya investasi tetap ditambah biaya modal kerja selama tiga bulan pertama dan dikeluarkan seluruhnya pada tahun ke-0.
f. Semua produk gelatin yang diproduksi terjual habis setiap tahun g.
Semua komponen harga tetap selama umur proyek.
h.
Pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak nomor 17 tahun 2000 adalah sebagai berikut : -
Jika pendapatan < Rp.50.000.000,00, pajak sebesar 10 % pendapatan
150
-
Jika Rp.50.000.000,00
-
Jika pendapatan > Rp.100.000.000,00, maka pajak sebesar (10% x Rp.50.000.000,00) + (15% x Rp.50.000.000,00) + (30% x (pendapatan – Rp. 100.000.000,00))
i.
Kapasitas produksi pada tahun pertama sebesar 80% dari total kapasitas, tahun kedua sebesar 90 % dari total kapasitas dan tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, pabrik berproduksi penuh Sumber dana pembiayaan investasi perusahaan gelatin ini terdiri dari dua
bagian yaitu dana pinjaman bank dan dari modal sendiri. Jenis pinjaman yang diberikan oleh bank adalah kredit investasi yang diberikan untuk mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga untuk kredit investasi tersebut adalah 15% dengan porsi pendanaan atau Debt Equity Ratio (DER) adalah 60% dari pihak bank dan 40% dari pihak peminjam. Jumlah kredit investasi yang diberikan oleh bank sebesar 60% dari total biaya investasi adalah sebesar Rp. 3.405.740.400,- sedangkan biaya investasi dari modal sendiri sebesar Rp. 2.270.494.000,-. Total biaya investasi agroindustri gelatin adalah Rp. 5.676.234.000,-. Pembayaran pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran dan pembayaran bunga pinjaman. Pembayaran angsuran maupun bunga pinjaman dimulai dari tahun ketiga sampai dengan tahun ke 10.
Rincian komponen investasi
agroindustri gelatin disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Gambaran komponen investasi agroindustri gelatin. No
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8
Pengadaan tanah Pengadaan bangunan pabrik Pengadaan bangunan kantor Pengadaan bangunan infrastuktur Pengadaan alat dan mesin Pengadaan perlengkapan Biaya pra operasi Kontingensi (10%) Total investasi
volume 1.000 297 45 1 1 1 1 1
satuan M2 M2 M2 paket paket paket paket paket
Nilai Persentase (Rpx1000) (%) 200.000 6 297.000 8 67.500 2 99.825 3 2.020.000 57 425.000 12 100.000 3 320.933 9 3.530.258 100
151
Biaya investasi adalah penggunaan dana untuk menanam modal dalam proyek baru (Ichsan et al. 2003). Biaya investasi total terdiri dari biaya investasi tetap dan biaya modal kerja pada tahun pertama. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), biaya investasi tetap adalah biaya untuk aktiva tetap yang terdiri dari aktiva tetap berwujud (tanah, bangunan, mesin dll.) dan aktiva tetap tidak berwujud (biaya pendahuluan, biaya sebelum dll).
Komposisi investasi tetap
disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Struktur modal investasi agroindustri gelatin. No Keterangan Nilai (Rpx1000) 1 Struktur dana investasi - Modal Tetap 3.530.258 - Modal Operasional 2.145.977 Total Investasi 5.676.234 2 Proporsi modal investasi - Dana Sendiri (40%) 2.270.494 - Dana pinjaman (60%) 3.405.740 3 Jangka waktu pinjaman 10 tahun 4 Bunga pinjaman 15% 5 Waktu mulai cicilan tahun ke tiga Modal operasional adalah modal yang dibutuhkan agar perusahaan dapat beroperasi untuk pertama kali.
Asumsi yang digunakan untuk pendirian
agroindustri gelatin adalah selama tiga bulan biaya variabel masuk ke dalam biaya investasi. Modal kerja adalah gabungan dari biaya pabrik tidak langsung yang meliputi biaya untuk tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan, dan biaya asuransi. Selain itu, modal kerja juga memperhitungkan biaya untuk bahan baku, biaya tenaga kerja langsung serta persediaan kas. Pada tahun pertama proyek dimana pabrik masih
berproduksi dengan tingkat 80% dari kapasitas
maksimalnya, biaya operasionalnya Rp. 6,58 milyar. Pada tahun kedua, seiring dengan peningkatan produksinya (90% dari kapasitas maksimal), biaya operasionalnya pun meningkat menjadi Rp. 6,9 milyar. Pada kapasitas produksi 100%, rata-rata biaya operasional pabrik adalah Rp.7,1 milyar. Besarnya biaya operasional pabrik secara lebih terperinci diperlihatkan pada Tabel 28. Harga jual gelatin per kilogram bervariasi antara Rp 45.000,- sampai dengan Rp 85.000,- dengan variasi proyeksi penjualan yang bergantung mutu gelatin, makin bermutu gelatin hanganya makin tinggi.
Gelatin bloom 250
152
menempati porsi terbesar dalam proyeksi penjualan yaitu sebesar 50%. Gelatin bloom 200, 150, dan 125 berturut turut proyeksi penjualannya adalah sebesar 25%, 15% dan 10%. Proyeksi penjualan sesuai dengan teknologi proses produksi yang menghasilkan perbedaan jumlah gelatin. Tabel 28 Biaya operasional, jumlah produksi dan keuntungan (Rp) No Komponen biaya 1 Biaya Operasional - Biaya tetap - Biaya variabel Total biaya Operasional
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3 - 10
satuan
3.865.308 2.972.939 6.838.248
3.865.308 3.242.681 7.107.989
3.865.308 3.512.422 7.377.730
Rp x 1000 Rp x 1000 Rp x 1000
2 Volume produksi gelatin Total pendapatan
108.000 7.857.000
121.500 8.839.125
135.000 9.821.250
Kg Rp x 1000
4 Keuntungan sebelum pajak
1.018.752
1.731.136
2.443.520
Rp x 1000
Pada tahun pertama, perusahaan memproduksi sebanyak 80 % dari kapasitas total. Pada tahun kedua, perusahaan memproduksi 90%, sedangkan pada tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 % dari kapasitas total. Setiap tahun, perusahaan diasumsikan dapat menjual 100% dari gelatin yang diproduksi pada tahun itu. Proyeksi laba rugi berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Proyeksi laba rugi dihitung dengan cara mengurangi penerimaan dengan pengeluaran (biaya tetap dan biaya variabel) kemudian dikurangi dengan pembayaran bunga sehingga dihasilkan laba sebelum pajak. Laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak yang dihitung dengan mengalikan ketentuan pajak sesuai Undang Undang Nomor 17 tahun 2000 dengan laba sebelum pajak tersebut. Perhitungan proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 8 (k). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aliran kas dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas operasional (operational cash flow) dan alirar. kas terminal (terminal cash flow). Aliran kas permulaan adalah aliran kas yang berhubungan dengan pengeluaran investasi. Aliran kas operasional dapat dihitung dengan mengurangi laba setelah pajak dan penyusutan dengan angsuran pinjaman. Aliran kas terminal terdiri dari nilai sisa investasi ditambah dengan pengembalian modal kerja.
153
Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri dari modal sendiri dan pinjaman (initial cash flow), laba bersih, depresiasi, nilai barang tidak terjual (operational cash flow), nilai sisa dan pengembalian modal kerja (terminal cash flow). Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow) dan angsuran pinjaman (operational cash flow). Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 8 (j).
Analisis Kelayakan Pengembangan Agroindustri Gelatin Dalam analisis kelayakan pengembangan agroindustri gelatin, beberapa hal yang dilakukan adalah analisis aspek pasar dan pemasaran, analisis aspek teknis dan teknologis, analisis aspek finansial dan ekonomi.
Analisis aspek pasar dan pemasaran Kajian aspek pasar dan pemasaran meliputi pengukuran potensi pasar, pendefinisian struktur pasar, pengukuran pangsa pasar dan perumusan strategi bauran pemasaran. Dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran gelatin, perusahaan perlu membedakan antara produk bisnis/industri dengan produk konsumsi. Gelatin termasuk produk bisnis/industri yang diperjualbelikan pada pasar bisnis. Produksi gelatin di Indonesia masih relatif kecil karena hanya diproduksi oleh industri kecil yang jumlahnya sangat terbatas.
Selama ini pemenuhan
kebutuhan gelatin di Indonesia diimpor dari berbagai negara diantaranya Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Brazil, Korea, Cina dan Jepang dengan total impor gelatin sebanyak 3.764.856 kg dengan nilai US$ 15.292.243.-pada tahun 2008. Disisi lain produksi gelatin di Indonesia masih sangat terbatas. sehingga pemenuhan kebutuhan gelatin dalam negeri merupakan pasar potensial dari agroindustri gelatin. Derajat persaingan struktur pasar gelatin perlu dikaji untuk menentukan pangsa pasar gelatin yang dapat diraih oleh perusahaan baru dan untuk melihat sejauh mana perusahaan baru berpeluang untuk bertahan dan berkembang diantara
154
perusahaan pesaing yang telah lebih dahulu stabil. Namun struktur pasar gelatin dalam negeri mempunyai keunggulan dari sisi georafis, harga dan status kehalalan produk dibandingkan perusahaan-perusahaan penghasil gelatin dari luar negeri. Menurut Kotler (2002), persaingan murni terjadi dimana banyak pesaing menawarkan produk dan jasa yang sama.
Berdasarkan data GME (Gelatin
Manufacturers Association of Europe) Organization, produksi gelatin dunia pada tahun 2001 sebesar 269.400 ton, tahun 2005 sebesar 306.800 ton dan tahun 2006 sebesar 315.000 ton. Produksi gelatin dunia pada tahun 2001 menyebar diantara sekitar 12 perusahaan besar dan ratusan perusahaan kecil. Daftar nama-nama perusahaan beserta kapasitas produksinya dapat dilihat pada Tabel 5. Perusahaan gelatin yang dikaji ini memposisikan diri sebagai perusahaan pengikut pasar. Perusahaan akan bersaing dengan perusahaan yang berada pada urutan bawah atau dapat menjadi pemimpin pasar diantara perusahaan-perusahaan kecil selain 12 perusahaan besar tersebut. Menurut Kotler (2002), perusahaan kecil umumnya menghindari persaingan melawan pasar besar dengan mengincar pasar kecil yang kurang atau tidak menarik bagi perusahaan besar. Berdasarkan data diatas, perusahaan yang menempati urutan paling bawah berdasar kapasitas produksinya adalah Norland dengan kapasitas produksi sebesar 500 ton per tahun atau sebesar 0,18 % dari seluruh konsumsi gelatin dunia tahun 2001. Produksi gelatin di Eropa disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Produksi gelatin di Eropa tahun 2006 Nama Negara Produksi Ton/tahun Persentase(%) Belgium 20,500 16.89 France 26,700 21.99 Germany 30,000 24.71 Italy 7,900 6.51 Spain 9,600 7.91 Sweden 11,500 9.47 The Netherlands 5,400 4.45 United Kingdom 5,500 4.53 Poland 300 0.25 Slovakia 2,400 1.98 Total 121,400 100.00 Sumber : GME Organization (2006)
155
Data di atas memperlihatkan negara dengan kapasitas produksi terkecil adalah polandia dengan produksi 300 ton pertahun atau sekitar 0,10% dari produksi gelatin dunia tahun 2006 sebesar 315.000 ton per tahun. Oleh karena itu kapasitas produksi agroindustri gelatin yang akan dikaji adalah 300 ton per tahun atau 11% kebutuhan inport gelatin Indonesia tahun 2006. Pangsa pasar atau sales potensial adalah proporsi sebagian dari keseluruhan pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut Fellows et.al. (1996), untuk kondisi persaingan dengan jumlah pesaing banyak dan ukuran pesaing yang cukup besar dan jenis produk yang dibuat sama maka kisaran persentase pangsa pasar yang dapat diraih antara 0-2,5 % dan untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai sebesar 100 %. Oleh karena itu, pangsa pasar dunia yang dapat diraih perusahaan sebesar 2,5 % dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 7.875 ton per tahun. Pasar potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar 2.375.276 kilogram setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut jika dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia (315.000 ton) hanya sebesar 0,75%, sedangkan berdasar kajian struktur pasar di atas, perusahaan dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,10% dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 0,095% dari pangsa pasar gelatin dunia atau 11,05% dari pasar potensial gelatin di Indonesia. Posisi perusahaan gelatin yang dikaji ini dalam struktur persaingan agroindustri gelatin cukup aman sebagai pendatang baru dan mempunyai kemampuan untuk bertahan dan berkembang. Hal ini karena perusahaan hanya bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang menempati urutan bawah dan berproduksi dengan kapasitas sekitar 11,05% dari pasar potensial di Indonesia. Selain itu, perusahaan gelatin yang dikaji ini mempunyai keunggulan dari sisi geografis, harga dan status kehalalan produk dibanding dengan perusahaanperusahaan penghasil gelatin dari luar negeri. Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Bauran produk adalah daftar lengkap dari seluruh produk yang ditawarkan untuk dijual oleh perusahaan (Stanton 1991). Produk gelatin merupakan produk industri. Menurut Kotler (2002), industri adalah
156
sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lain. Menurut Ichsan et al. (2003), salah satu karakteristik produksi modern dari suatu industri adalah adanya standardisasi. Oleh karena pasar gelatin termasuk pasar industri maka konsep pemasaran yang diterapkan adalah strategi produk. Menurut Ichsan et al. (2003), strategi produk mengasumsikan bahwa calon konsumen dalam menetapkan produk yang dibeli menitikberatkan pada mutu dan karakteristik produk tersebut. Menurut Kotler (2002), perusahaan-perusahaan yang menjual barang-barang dan jasa-jasa bisnis (industri) menghadapi para pembeli professional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai penawaran bersaing. Gelatin dijual dalam pasar dengan berbagai nama dan nama dagang. Namanama tersebut berdasar jenis bahan baku dan proses gelatin yang dibuat (bovine gelatin, dried fish gelatin, type A gelatin), jenis penggunaan gelatin (food-grade gelatin, edible gelatin, pharmacheutical gelatin) atau perusahaan pembuat gelatin (Gelita-tech, Nitta 750, Norland Fish Gelatin 2007) Karena perusahaan akan menghadapi pembeli professional maka produk yang dibuat harus memiliki keunggulan dibanding produk yang dibuat oleh perusahaan lain atau keunggulan dibanding dengan produk lain yang mempunyai fungsi sama. Keunggulan produk yang dapat dimunculkan adalah status kehalalan dan keamanan gelatin selain pemenuhan kriteria lain seperti sesuai standar SNI dan standar penggunaan gelatin dalam berbagai industri. Keunggulan lainnya adalah variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam aplikasi industri. Salah satu keunggulan gelatin yang dibuat oleh perusahaan yang dikaji ini adalah kejelasan status kehalalan gelatin. Gelatin tersebut halal karena menggunakan bahan baku kulit split sapi. Kehalalan ini dengan asumsi penyembelihan sapi tersebut sesuai dengan syariat Islam. Mayoritas penduduk Indonesia yang muslim membuat status kehalalan produk gelatin yang dihasilkan menjadi mutlak. Menurut GME Organization (2006), gelatin yang menggunakan bahan baku dari kulit babi menempati persentase terbesar dari konsumsi gelatin dunia yaitu sebesar 45,80%. Hal tersebut menjadikan produk gelatin ini mampu bersaing dibandingkan dengan produk gelatin yang dibuat oleh perusahaanperusahaan gelatin di luar negeri. Keunggulan lain dari gelatin yang diproduksi
157
oleh perusahaan yang dikaji ini adalah keamanan gelatin dari infeksi Bovine Spongiform
Encephalophaty
(BSE)
atau
Transmissible
Spongiform
Encephalophaty (TSE) dan bahan lain yang berbahaya. Keamanan gelatin tersebut karena bahan baku yang digunakan berasal dari kulit split dalam negeri. Menurut Dirjen Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian (2003), Indonesia masih tergolong negara yang terbebas dari penyakit mulut dan kuku. Menurut Goossens (2002), keamanan gelatin tergantung dari tiga faktor yaitu asal bahan baku, regulasi terhadap bahan baku dan proses produksi dan pengurangan serta inaktivasi TSE pada proses produksi. Keunggulan gelatin dibanding dengan produk yang mempunyai fungsi sama adalah variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam aplikasi indutri. Hal ini membuat pasar gelatin menjadi luas. Menurut Rubin (2002), gelatin dapat bersaing dengan beberapa zat aditif
bahan pangan dan gelatin mempunyai
beberapa keunggulan spesifik. Dua keunggulan yang utama adalah elastisitas formulasi karena bersifat thermoreversible dan mampu meleleh pada suhu tubuh. Keunggulan lain dari gelatin adalah mudah digunakan dalam berbagai variasi standar terutama kombinasi kekuatan gel (bloom) dan viskositasnya, transparan, tidak berbau, tidak ada efek terhadap rasa dari produk akhir, memungkinkan untuk tersedia dalam jumlah yang memadai untuk industri, relatif tidak mahal dan cocok dengan karakteristik dari banyak jenis obat-obatan dan suplemen nutrisi. Selain itu, gelatin mempunyai beberapa karakteristik seperti penyatuan antara udara dan busa, stabilisasi busa, stabilisasi emulsi/pencegahan pemisahan zat/stabilisasi pemisahan lemak, meningkatkan flow properties, pengontrolan pembentukan kristal, pembuatan film atau pelapisan, pelembut tekstur, pengganti lemak, pengikat air, meningkatkan cita rasa pada mulut, thickening dan meningkatkan adesi (Jones 1977). Bentuk akhir dari gelatin yang diproduksi adalah flake berbentuk lembar tipis dengan ukuran kecil dan transparan. Kemasan terbuat dari plastik polypropilen tebal dengan beberapa variasi kapasitas untuk pembeli yang berbeda. Harga adalah jumlah uang yang diminta untuk barang atau jasa tertentu. Harga dapat pula dikatakan sebagai jumlah nilai yang dipertukarkan pada konsumen untuk mencapai manfaat pengguna barang-barang atau jasa-jasa. Harga
158
sangat berhubungan dengan produk dan mutu (Winardi 1991). Harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Suatu perusahaan harus menetapkan harga untuk pertama kali ketika perusahaan tersebut mengembangkan produk baru. Perusahaan harus memutuskan dimana akan memposisikan produknya berdasarkan mutu dan harga (Kotler 2002). Alasan yang mempengaruhi penetapan harga gelatin adalah karakteristik gelatin sebagai produk industri, struktur pasar persaingan murni yang berlaku, keunggulan kompetitif kehalalan dan keselamatan produk gelatin dibanding dengan produk dari luar negeri, serta karakteristik biaya dan harga dari agroindustri gelatin. Sebagai produk industri, gelatin telah terstandardisasi (Ichsan et al. 2003), pembeli gelatin adalah pembeli professional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai penawaran bersaing, permintaan total tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan harga (Kotler 2002), harga merupakan harga tetap, jarang terjadi tawar menawar, penjual tidak akan meminta harga lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang berlaku dan harga tidak mudah berubah (Winardi 1991). Karakteristik biaya dan harga gelatin dikaji dari analisis Sensivitas adalah NPV masih positif, IRR masih diatas suku bunga yang berlaku dan Net B/C masih diatas satu walaupun harga bahan baku dan bahan pembantu naik sampai 493%. Selain itu ukuran-ukuran tersebut masih layak jika harga diturunkan sampai 10,76%. Hal tersebut menunjukkan bahwa agroindustri gelatin ini lebih peka terhadap perubahan harga jual dan kapasitas penjualan dibandingkan dengan perubahan harga bahan baku. Menurut Winardi (1991), makin besar persamaan produk suatu perusahaan dan produk pihak saingannya, makin tergantung perusahaan itu pada harga. Oleh karena itu strategi penetapan harga yang digunakan adalah penetapan harga sesuai dengan harga yang berlaku. Menurut Kotler (2002), harga yang berlaku dianggap mencerminkan kebijakan bersama industri sebagai harga yang akan menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang layak dan tidak membahayakan keselarasan industri. Harga gelatin pada pasar dunia pada tahun 2002 berkisar Rp. 43.000,00 sampai 153.000,00 per kilogram (Rubin 2002) atau sekitar Rp. 49.800,00 sampai
159
162.000,00 pada tahun 2004. Di Indonesia harga gelatin berkisar Rp. 45.000,00 sampai Rp. 85.000,00 per kilogram (PT. Megasetia Agung Kimia, 2008). Harga gelatin bervariasi sesuai standar karakteristik dan jenis gelatin berdasarkan aplikasinya.
Karakteristik gelatin yang sering dipakai sebagai standar harga
adalah bloom (kekuatan gel). Makin tinggi kekuatan gel gelatin maka makin mahal harga gelatin tersebut. Kisaran harga gelatin terendah berdasar aplikasinya adalah gelatin pangan, kemudian kosmetik, farmasi dan paling tinggi adalah gelatin fotografi.
Selain itu harga gelatin menjadi sangat tinggi untuk
penggunaan-penggunaan tertentu yang membutuhkan kemurnian gelatin yang tinggi atau spesifikasi khusus seperti untuk keperluan penelitian. Harga gelatin untuk keperluan tersebut berkisar Rp. 230.000,00 sampai Rp. 1.087.000,00 per kilogram. Harga gelatin ditetapkan berdasarkan harga jual yang berlaku di pasar dan ditetapkan berdasarkan kekuatan gel. Harga gelatin yang ditetapkan berkisar Rp 45.000,- sampai Rp. 85.000,-. Harga dan proyeksi penjualan gelatin bubuk (powder gelatin) dapat dilihat pada Tabel 25.
Analisis aspek teknis dan teknologis Kajian aspek teknis teknologis meliputi penentuan bahan baku, lokasi perusahaan, penentuan kapasitas produksi, penentuan teknologi proses dan tata letak pabrik. Kulit split sering disebut sebagai kulit sapi bahan kerupuk. Selain itu kulit split juga sering disebut sebagai kulit limbah hasil proses pemotongan pada penyamakan kulit. Kapasitas produksi pabrik kulit sebesar 140 juta kaki persegi atau setara dengan lima juta lembar kulit sapi yang berarti lima juta ekor per tahun Berdasarkan hal tersebut maka ketersediaan kulit sapi split sebasar 11.500 ton per tahun. Sebagian besar (lebih 80%) pabrik penyamakan kulit penghasil kulit split ini berada di Pulau Jawa. Jumlah kulit split yang tersedia tersebut mencukupi kebutuhan agroindustri gelatin di Indonesia. Kebutuhan agroindustri gelatin setiap tahunnya di PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery hanya 450 ton atau sebesar 3.91 % dari ketersediaan bahan baku kulit sapi split. Selain itu, populasi ternak sapi potong di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 12.603.160 ekor, kemudian yang dipotong sebanyak 2.043.947
160
ekor/tahun (Statistik Peternakan, 2009). Kulit sapi beratnya sekitar 20 kilogram (BPS, 2001). Persentase kulit split sebesar 11,5% dari kulit sapi utuh (Winter 1984), sehingga, kulit split sapi di Indonesia tersedia dari hasil pemotongan sebanyak 4.701 ton per tahun. Jumlah sebesar itu mampu mencukupi pemenuhan bahan baku kulit sapi split sebesar 41%. Pertimbangan ketersediaan bahan baku berdasarkan kapasitas produksi penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery yang menjadi tempat agroindustri gelatin berada agar pasokannya terjamin. Industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery mempunyai kapasitas produksi 10 ton per hari dengan limbah kulit yang dihasilkan adalah 22% atau sebesar 2,2 ton perhari. Karena kapasitas produksi agroindustri gelatin yang dikaji hanya 1,5 ton perhari, maka jaminan kepastian bahan baku akan diperoleh dari dalam sendiri. Harga bahan baku kulit split sisa industri penyamakan berkisar antar Rp.4.000 – Rp. 5.000,- per kilograms (PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery, 2008). Menurut Cristianto (2001), rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24-59%, sedangkan rendemen gelatin dari kulit kering (dried hides) sebesar 50-55% (Keenan 1994). Rendemen gelatin dari kulit sapi split lebih rendah dibandingkan dengan gelatin dari kulit kering karena kadar air dari kulit split sekitar 61%, sedangkan kadar air kulit kering sebesar 10-15 % (Keenan 1994). Dalam indutri gelatin yang dikaji ini asumsi rendemen yang digunakan adalah 20 % dengan proses basa. Kapasitas produksi adalah jumlah atau volume produk yang seharusnya dibuat oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu (Sumarni & Soeprihanto 1993). Kapasitas produksi gelatin ditetapkan berdasar informasi pasar potensial dan pangsa pasar yang masih dapat diraih perusahaan. Pasar potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar 2.375.276 kilogram setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut jika dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia (315.000 ton) hanya sebesar 0,75%, sedangkan berdasar kajian struktur pasar, perusahaan dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,10% dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 0,095% dari pangsa pasar gelatin dunia atau 11,05% dari pasar potensial gelatin di Indonesia.
161
Penentuan kapasitas produksi selain mengacu pada hasil prakiraan potensi pasar, pangsa pasar dan derajat persaingan pasar ditentukan oleh teknologi proses dan mesin yang dipilih. Agroindustri gelatin yang dikaji ini menggunakan teknologi proses pembuatan gelatin dengan perendaman basa. Mesin-mesin yang digunakan, khususnya sistem evaporasi dan sistem pengeringan, menggunakan mesin-mesin hasil rekayasa sendiri yang bekerjasama dengan BPPT, dengan menggunakan sistem falling film evaporator dan sistem pengering chamber dehudified. Setelah melalui perhitungan neraca massa dengan mempertimbangkan kapasitas mesin-mesin tersebut maka kapasitas produksi pabrik gelatin ditetapkan sebesar 450 ton bahan baku per tahun atau sebesar 1.500 kilogram kulit split per hari, yang akan menghasilkan gelatin sebesar 135 ton gelatin per tahun. Karena perusahaan gelatin ini termasuk pemain baru dalam agroindustri gelatin, maka untuk tahun pertama dan kedua belum dapat berproduksi secara penuh. Pada tahun pertama, perusahaan hanya berproduksi sebesar 80% dari kapasitas produksi penuh, sedangkan pada tahun kedua, perusahaan meningkatkan produksinya menjadi 90% dari kapasitas penuh. Untuk tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan sudah dapat berproduksi secara penuh. Proses produksi gelatin dilakukan secara batch dengan menggunakan mesin dan peralatan yang dipasang secara berurutan dari pengolahan bahan baku sampai menjadi produk. Menurut Sumarni dan Soeprihanto (1993), ada dua jenis proses produksi yaitu proses produksi terus-menerus (continuous) dan proses produksi yang terputus-putus (intermitten). Proses produksi kontinu ditandai dengan aliran bahan baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai produk selesai dikerjakan. Kulit split dapat dibuat menjadi gelatin tipe A dengan proses asam dan tipe B dengan proses basa (Yulianto 2002). Gelatin berbahan baku kulit split (dari pabrik yang dikaji ini) diproduksi dengan proses basa. Alasan dipilihnya proses basa karena menurut Cristianto (2001), rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24-59%, yang lebih besar dari pada dengan porses asam. Disamping itu, proses perlakukan penyamakan kulit sebelumnya dari kulit split adalah liming yaitu proses perendaman basa, maka dengan proses basa penggunaan bahan kimia
162
dalam proses perendaman untuk membuat gelatin menjadi lebih sedikit dan prosesnya menjadi lebih pendek. Proses produksi gelatin dengan proses basa terdiri dari pencucian kulit split, pemotongan kulit split, perendaman basa, netralisasi, ekstraksi bertahap, filtrasi, pemekatan dengan evaporator, sterilisasi, pengeringan dan penghancuran. Pertama kali diterima, dilakukan analisis proksimat terhadap bahan Baku terutama kadar air, kadar lemak, kadar abu dan kadar Nitrogen. Bahan Baku kulit split dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran menggunakan air. Selanjutnya, kulit split basah hasil pencucian dipotong dengan ukuran 1-2 cm dan dimasukkan ke dalam tangki perendaman. Perendaman kulit dalam larutan Kapur tohor (liming) dilakukan selarna 15-24 jam. Kulit setelah perendaman kemudian dinetralisasi dengan ammonium sulfat dan dicuci menggunakan air sampai pH kulit split mendekati netral. Setelah itu kulit split diekstraksi empat tahap yaitu tahap I dengan suhu 55-65 °C, tahap II dengan suhu 65-75 °C, tahap III dengan suhu 75-85 °C dan tahap IV dengan suhu 85-95 °C dengan waktu masing-masing antara. 4-9 jam. Gelatin hasil ekstraksi tersebut kemudian difiltrasi untuk menghilangkan partikel yang lebih besar, koloid, bakteri dan kotorankotoran lain. Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan evaporator. Gelatin yang dihasilkan mempunyai kadar air berkisar 30-40%. Gelatin tersehut kemudian disterilisasi dengan suhu 140-142 °C selama 4 detik. Sterilisasi ini dilakukan untuk mengurangi kandungan mikrobial dari gelatin. Hasil setrilisasi tersebut didinginkan dan diekstrusi sehingga dihasilkan gelatin yang berbentuk noodle. Gelatin dengan kadar air berkisar 30-40% ini kemudian dikeringkan sampai kadar airnya sekitar 12% dan kemudian dihancurkan sampai didapatkan bentuk yang diinginkan. Gelatin kemudian dikemas dalam wadah plastik yang berukuran 10 Kg atau 25 Kg. Untuk menghitung kebutuhan energi berupa bahan bakar, steam atau listrik kita perlu menghitung kebutuhan energi atau neraca energi dari proses produksi yang berlangsung. Menurut Himmelblau (1996), neraca energi berkisar dari menjawab pertanyaan seperti "Bahan bakar apa yang paling ekonomis?", "Apa yang dapat diperbuat terhadap kelebihan panas yang dihasilkan?", "Berapa banyak steam dan pada temperatur dan tekanan berapa yang dibutuhkan untuk
163
menghasilkan panas pada proses'?" dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berhubungan. Pada pembuatan neraca energi diperlukan data mengenai mesin yang digunakan, proses yang terjadi, kondisi proses seperti suhu dan tekanan dan energi yang dikonsumsi berdasarkan larnanya mesin tersebut beroperasi. Hasil perhitungan neraca massa dan neraca energi digunakan untuk menghitung analisis finansial, sedangkan spesifikasi peralatan dan mesin (khususnya ukuran dimensi) digunakan untuk menentukan luasan ruang proses produksi. Kebutuhan bahan baku dan energi dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30 Kebutuhan bahan baku dan energi agroindustri gelatin No Komponen bahan Jumlah Satuan Jumlah Satuan 1 Kulit split 1,500 Kg/hari 37,500 Kg/Bulan 2 CaO (kapur tohor) 225 Kg/hari 5,625 Kg/Bulan 3 Amonium sulfat 30 Kg/hari 750 Kg/Bulan 4 NaOH 38 Kg/hari 938 Kg/Bulan 5 Uap air panas (Steam) 375 Kg/hari 9,375 Kg/Bulan 6 Listrik 3,000 KWh/hari 75,000 KWh/Bulan 7 Air 12,000 Kg/hari 300,000 Kg/Bulan Dengan mengacu pada alur proses pembuatan gelatin, tata letak dapat dibuat pertama kali dengan menentukan bahan keterkaitan aktivitas atau peta keterkaitan kegiatan untuk menempatkan lokasi ruang-ruang yang berkaitan dengan operasi produksi.
Selanjutnya informasi yang ada pada bagan keterkaitan aktivitas
dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan. Menurut Apple (1990), tujuan dari diagram keterkaitan kegiatan adalah menjadi dasar perencanaan keterkaitan antar pola aliran barang dan lokasi kegiatan pelayanan dihubungkan dengan kegiatan produksi. Langkah selanjutnya adalah menentukan analisis kebutuhan luasan ruang yang diperlukan. Penentuan kebutuhan luasan ruang mernerlukan data mengenai mesin dan alat produksi serta jumlah ruangan yang dibutuhkan. Salah satu cara menentukan luasan ruangan adalah dengan menghitung perkiraan ruangan yang dibutuhkan bagi tiap-tiap mesin dan peralatan pabrik. Setelah diagram keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan kegiatan dan analisis kebutuhan luasan ruang dibuat, wilayah pabrik dialokasikan dengan cara
164
menyusun templet luasan ruangan. Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah jalur produksi, koordinasi tempat kerja, kemungkinan perluasan, keluwesan letak ruangan, kebutuhan gang, jarak antar alat dan mesin dan jarak aman antar bangunan. Menurut Apple (1990), prosedur ini mungkin membutuhkan kompromi dan perubahan dalam bangun wilayah atau ukurannya dan mungkin tidak memenuhi sepenuhnya prioritas diagram keterkaitan kegiatan. Bagan Keterkaitan kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 8 (n). Alokasi wilayah ruang produksi jauh melebihi kebutuhan luasan mesin dan alat sebenarnya. Hal ini karena bangunan proses produksi yang akan dibuat diharapkan mempunyai luasan optimum untuk perkembangan. Luas tanah yang tersedia untuk bangunan proses produksi memiliki panjang 50 m dan lebar 20 m Alokasi area tidak dianalisis karena pabrik yang telah ada telah mempunyai fasilitas seperti lapangan parkir, kantor, sarana ibadah, kantin dan lainnya. Adapun tata letak agroindustri gelatin yang diusulkan dapat diperlihatkan pada Lampiran 8 (o):
Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi Beberapa kriteria kelayakan investasi yang dipakai adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of return (1RR), Net Benefit Cost (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). Perhitungan detail dari analisis kelayakan investasi dapat dilihat pada Lampiran 8 (h). Nilai kriteria kelayakan investasi agroindustri gelatin yang diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31 Kriteria kelayakan investasi agroindustri gelatin No 1 2 3 4 5 6
Kriteria NPV(15%) (Rp x 1000) IRR (%) Net B/C PBP (tahun) BEP (Tahun ke -10) (Rp x 1000) BEP Tahun ke – 10) (Kg/tahun)
Nilai 4.809.633 31,98 1,11 3,69 6.017.308 102.441
Metode NPV membandingkan nilai tunai dari arus kas masuk yang akan terjadi yang diharapkan dari suatu proyek investasi terhadap arus kas keluar yang berkaitan dengan investasi di awal proyek tersebut (Soekardono 2009). Apabila
165
nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang, investasi maka proyek tersebut menguntungkan sebingga dikatakan layak, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai NPV dengan tingkat suku bunga 15% adalah sebesar Rp. 4.809.633.000 Karena nilai NPV lebih besar dari nol maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan NPV. IRR adalah tingkat suku bunga dimana nilai tunai dan arus kas yang diharapkan dari suatu proyek investasi adalah sama dengan biaya dari investasi proyek tersebut. IRR ditentukan dengan menetapkan NPV sama dengan nol (Soekardono 2009). Berdasarkan basil perhitungan, nilai IRR adalah sebesar 31,98% sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan adalah 15%. Karena IRR lebih besar dan tingkat suku bunga yang digunakan maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan IRR. Net B/C dihitung dengan membandingkan jumlah semua NPV Bt-Ct yang bernilai positif dengan semua NPV Bt-Ct yang bernilai negatif. Jika B/C lebih besar sama dengan satu maka proyek layak untuk dilaksanakan (Pramudya dan Nesia, 1992). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Net B/C adalah sebesar 1,11. Karena nilai Net B/C lebih besar dari satu maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan Net B/C. PBP didefinisikan sebagai jumlah waktu yang diharapkan suatu perusahaan untuk dapat mengembalikan investasi awalnya (Soekardono 2009). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP adalah sebesar 3,69 tahun. Karena nilai PBP lebih cepat daripada umur proyek maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan PBB Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengulang kembali perhitungan yang telah dilakukan dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi (Pramudya dan Nesia, 1992). Penghitungan dilakukan untuk melihat pengaruh kenaikan harga bahan baku, penurunan harga jual dan peningkatan biaya investasi terhadap kriteria investasi. Ringkasan analisis sensitivitas dapat diperlihatkan pada Tabel 32.
166
Tabel 32 Analisis sensitivitas pengembangan agroindustri gelatin Skenario Perubahan Parameter
NPV (15%) (Rp x 1000)
IRR (%)
Net B/C
PBP (tahun)
Layak / tidak
Harga bahan baku naik 20% Harga bahan baku naik 30% Harga bahan baku naik 40% Harga penjualan produk turun 10% Harga penjualan produk turun 15% Nilai investasi naik 30% Nilai investasi naik 40% Harga bahan baku naik 10%, harga produk turun 5% Harga bahan baku naik 20%, harga produk turun 5% Harga bahan baku naik 10%, harga produk turun 10%
2.236.710 950.246 -336.214 125.642
23,24% 18,60 13,68 15,49
1,05 1,02 0,99 1,00
5,09 6,29 8,26 7,42
Layak Layak Tidak Layak
-2.216.353
5,68
0,95
15,4
Tidak
491.863 -947,394
16,58 12,02
1,01 0.98
6,84 8,87
Layak Tidak
1.181.176
19,45
1,03
6,03
Layak
-105.286
14,59
0,997
7,82
Tidak
-1.160.820
10,32
0,97
10,36
Tidak
Kenaikan harga bahan baku mempunyai titik kritis antara 30-40%. Pada saat kenaikan harga bahan baku 30%, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi kenaikan bahan baku sebesar 40%, proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak, adalah nilai NPV negatif. Penurunan harga jual produk memiliki kisaran nilai kritis yang lebih kecil. Titik kritis akibat penurunan harga jual sekitar 10%. Pada saat penurunan harga jual sebesar 10%, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi penurunan harga jual produk mencapai 15%, maka proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak adalah nilai NPV negatif seperti pada Tabel 32. Kenaikan biaya investasi mempunyai titik kritis berkisar 32%. Pada saat biaya investasi naik 30%, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi kenaikan investasi sebesar 40%, proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak, adalah nilai NPV negatif.
167
Analisis sensitifitas terhadap kriteria gabungan antara kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga penjualan produk menunjukkan bahwa dengan kenaikan harga bahan baku 10% dan penurunan nilai penjualan produk 5%, proyek masih layak untuk dijalankan. Akan tetapi pada kenaikan harga bahan baku sebesar 20% dan penurunan nilai penjualan produk sebesar 5% akan menjadikan proyek tidak lagi layak untuk dijalankan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 32. Untuk mempertahankan agar supaya harga gelatin tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan harga pasar gelatin, maka perlu segmentasi pasar khususnya produk gelatin yang mempunyai mutu yang baik dan halal. Segmentasi pasar dapat dilakukan dengan membuat kerjasama antara produsen dengan konsumen dalam melakukan pembelian produk gelatin halal dalam bentuk kontrak kerjasama pengadaan gelatin dengan menggunakan harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dengan konsep kerjasama ini pihak produsen gelatin akan mempunyai kepastian pasar dalam penentuan harga sedangkan pihak konsumen akan mempunyai kepastian pasokan gelatin dan kepastian mutu gelatin halal yang dibelinya. Disamping itu untuk memperoleh kepastian harga produk gelatin dapat juga dilakukan dengan membuat produk gelatin dengan berbagai bentuk dan ukuran gelatin sesuai dengan keinginan konsumen tertentu sesuai dengan aplikasinya. Contoh bentuk gelatin dengan aplikasi khusus adalah gelatin lembaran, gelatin curah dan gelatin bubuk dengan ukuran granular tertentu. Dengan produk gelatin ini sangat tergantung pada kemauan konsumen dalam membuat bentuk gelatin, tetapi dengan konsep ini akan memastikan konsumen gelatin dalam harga dan kuantitas tertentu. Kemudian dari sisi konsumen juga akan memudahkan penggunaan gelatin sebagai bahan baku produknya. Berdasarkan analisis sensitifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan agroindustri gelatin dengan bahan baku kulit sapi split sangat sensitif terhadap perubahan/penurunan harga produk gelatin, sedangkan ditinjau dari perubahan harga bahan baku dan kenaikan nilai investasi masih kurang sensitif. Oleh karena itu untuk dapat mengembangkan agroindustri gelatin halal dengan bahan baku kulit sapi split harus mempunyai segmen pasar yang khusus
168
agar dapat memperoleh kepastian harga yang dapat bersaing di pasar yaitu dengan penetapan mutu halal yang membedakan dengan gelatin yang tidak halal. Kenaikan harga bahan baku meliputi kenaikan bahan mentah, bahan kemasan dan bahan bakar. Kenaikan biaya investasi tetap meliputi lahan, bangunan, persiapan (perizinan, AMDAL, paten), pekerjaan sipil dan struktur lain dan mesin serta peralatan. Kenaikan biaya investasi tetap juga akan mengubah nilai sisa dan nilai depresiasi setiap tahunnya. Beberapa manfaat sosial ekonomi dari pendirian agroindustri gelatin berbahan baku kulit split adalah pemasukan dari pajak. retribusi dan biaya ijin kepada pemerintah dan penghematan devisa negara karena berkurangnya impor gelatin dari luar negeri. Selain itu pendirian agroindustri gelatin bermanfaat dari sisi menyerap tenaga kerja, pemasukan kepada bank dengan pembayaran bunga dan pemberian nilai tambah bahan baku kulit split. Salah satu pertimbangan utama dari produksi semua jenis gelatin adalah jumlah limbah cair yang besar dihasilkan selama proses produksi yang dapat mengandung komponen mineral dan lemak (Hinterwaldner, 1977). Limbah tersebut dapat menghasilkan Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi. Limbah cair dapat berupa asam atau basa tergantung dari proses perendamannya. Oleh karena itu perlu dikaji dalam aspek lingkungan yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan potensi limbah dari industri gelatin. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, industri gelatin termasuk industri yang wajib dilengkapi AMDAL.