ANALISIS KINERJA KONTRAKTOR BERDASARKAN SISTEM MUTU BERBASIS TQM Rifiantoni1, Alizar Hasan2, Yusrizal Bakar3 1
Program Studi Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Bung Hatta, 2Fakultas Teknik Universitas Andalas, 3 Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta
ABSTRACT
One of the opportunities to improve the performance of contractors is to improve understanding of TQM. The concept of TQM is an approach to management in running the business that tries to maximize the competitiveness of the organization through continuous improvement of the products, services, labor. In this case, the contractor being the only party that has the authority under the TQM formation, is customer satisfaction, respect for each person, fact-based management, continuous improvement. This study aims to Determine how the implementation of TQM Carried out by the Public Works Department partners contractor of Kota Sungai Penuh, TQM Determine the factors that need to be Considered by the contractor to improve performance both in terms of time, cost or quality, and Determine TQM the significant factors affecting low achievement for future performance. The results concluded that there are three factors of TQM play the which has a significant influence on the performance of contractors the ability to manage time dating situation, the motivation to perform continuous improvement, communication skills and awareness of quality. Statistically TQM third factor is jointly Affect the performance of contractors amounted to the value of R2 = 88.2% and the remaining 11.8% is influenced by other factors. The results of the factor analysis Also Provides information that the regression equation that describes the relationship between the influence factors on the ability of TQM resolve the Contractor in accordance Work Planning can be used to assess future performance. Keywords: Total Quality Management (TQM), Performance Contractors.
1.
Pendahuluan
Industri konstruksi di Indonesia pada saat ini dan kedepannya akan menghadapi tugas lebih berat lagi untuk melakukan pekerjaan konstruksi infrastruktur. Hal ini tentunya membutuhkan kemampuan pelaksana konstruksi (kontraktor) untuk bisa lebih efesien dalam pengelolaan proyek konstruksinya (Hendrickson 2000, Oberlender 2000). Sebagaimana diketahui data statistik dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) menunjukan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 160.000 perusahaan pelaksana konstruksi, 90% dari jumlah tersebut adalah kontraktor kecil. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kontraktor kecil menunjukan bahwa tingkat perencanaan serta pengendalian proyek konstruksi relatif rendah/lemah dalam berbagai hal seperti manajemen yang tidak efisien, keterbatasan dana, keterbatasan dalam teknologi, peralatan dan metode, dan sumber daya manusia yang kurang berkualitas Tabel 1.1. Jumlah Paket Yang Tergolong Berkinerja Rendah Tahun Anggaran 20122014.
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Sungai Penuh, 2015 Dari tabel 1.1 diatas dapat disimpulkan bahwa untuk tahun anggaran 2012 dan 2014 dari 140 paket pekerjaan yang dikerjakan oleh rekanan Dinas Pekerjaan Umum Kota Sungai Penuh, 92 diantaranya memiliki capaian kinerja yang kurang optimal dikukur dari jumlah pekerjaan yang selesai tidak tepat waktu/terlambat, adanya adendum serta pekerjaan yang sama sekali tidak selesai/putus kontrak.
Gaspers (2005) didalam salah satu bukunya yang berjudul “Total Quality Management” menyebutkan salah satu ukuran keberhasilan bisnis adalah karena kemampuan untuk melakukan perbaikan secara terus menerus pada semua level/tingkatan organisasi dengan melihat mutu sebagai ukuran utamanya. Didalam prakteknya, dikatakan bahwa salah satu penyebab rendanya capaian kinerja mutu adalah karena tidak melaksanakan total quality management secara utuh dan berkelanjutan. Selain dari pendapat diatas, Farid (2005) didalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa salah satu hambatan didalam peningkatan daya saing kontraktor di Indonesia adalah karena kurangnya motivasi para pelaku untuk melaksanakn prinsip-prinsip total quality management yang seyogyanya harus sudah dilaksanakan untuk menyonsong kompetisi global dimasa akan datang. Dari deskripsi fakta seperti diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa rendahnya capaian kinerja proyek yang diselanggarakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Sungai Penuh adalah salahsatunya dikarenakan para pelaksana (kontraktor) belum secara utuh melaksanakan TQM meskipun sejauh ini sudah ada himbauan kepada seluruh kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan yang berorientasi pada kinerja. Oleh karena itu, maka penelitian ini akan menggali sejauh mungkin tingkat pemahaman pihak-pihak terhadap pentingnya TQM sebagai salah satu langkah strategis yang harus dilaksanakan untuk menyonsong kompetisi dimasa akan datang Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui bagaimanakah pelaksanaan TQM saat ini yang dilaksanakan oleh kontraktor mitra
Dinas Pekerjaan Umum Kota Sungai Penuh. 2. Untuk mengetahui faktorfaktor TQM yang perlu diperhatikan oleh kontraktor untuk meningkatkan kinerja baik dari sisi waktu, biaya ataupun mutu. 3. Untuk mengetahui faktorfaktor TQM yang signifikan mempengaruhi rendahnya capaian kinerja untuk masa akan datang. 2.
Tinjauan Literatur
2.1 Pengertian Total Quality Management (TQM) Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya (Nasution, 2010). Penerapan TQM membutuhkan komitmen yang kuat dalam melakukan perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya. TQM juga dapat diartikan sebagai perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian dari suatu perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan kepuasan konsumen (Ishikawa dalam Nasution, 2010). 2.2
Prinsip Total Quality Management Menurut hensler dan Brunell dalam (dalam Nasution 2010) Tjiptono & Diana 1995), ada empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut: a. Kepuasan Konsumen Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan konsumen diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasispesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh konsumen. Konsumen itu sendiri meliputi
konsumen internal dan konsumen eksternal. Kebutuhan konsumen diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para konsumen. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para konsumen. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan konsumen. b. Respek terhadap Setiap Orang Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan. c. Manajemen Berdasarkan Fakta Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya, bahwa setiap keputusan selallu didasarkan pada data, bukan sekedara pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini, pertama yaitu prioritas (prioritization) yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua yaitu variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem
organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. d. Perbaikan Berkesinambungan Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari langkahlangkah perencanaaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. 2.3
Komponen
Total
Quality
Management
Menurut Goetsch dan Davis (dalam Nasution 2010), komponen TQM yang harus diperhatikan dalam menjalankan program pengelolaan kualitas dengan baik adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.
Fokus Pada Konsumen Obsesi terhadap Kualitas Pendekatan Ilmiah Komitmen Jangka Panjang Kerja Sama Tim Perbaikan Sistem Berkesinambungan.
2.4
Pengembangan Kontraktor Kecil
Secara
Kemampuan
Beberapa gejala yang muncul pada perkembangan bidang konstruksi saat ini adalah semakin membesarnya skala dari proyek dan perusahaannya, semakin rumitnya teknologi proyek, semakin kompleksnya saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya serta variasi-variasi dalam hubungan antara perusahaan dan lembaganya, serta semakin berkembangnya peraturan-peraturan dan persyaratan-persyaratan dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perusahaan kontraktor yang makin meningkat.
Kontraktor skala kecil sangat tergantung kepada faktor pendanaan atau modal kerja. Hal ini disebabkan oleh modal kerja merupakan salah satu faktor penting dalam proyek konstruksi maka bila ditengah masa pelaksanaan konstruksi mengalami kekurangan biaya pelaksanaan ataupun sama sekali tidak mencukupi akan berakibat pada penurunan produk atau barang yang dihasilkan 2.5
Konsep Dasar Mutu (Quality)
Keberhasilan suatu proyek konstruksi dapat diukur dengan penilaian atas biaya, mutu dan waktu. Mutu menurut ISO 8402 adalah sifat dan karakteristik produk (barang atau jasa) yang memenuhi kebutuhan dari pengguna jasa. Mutu memiliki banyak pengertian yang berbeda-beda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis
Menurut Gaspersz (2005) terdapat beberapa aktivitas yang perlu untuk ditingkatkan, seperti: 1. Pelanggan (customers). Para pelanggan mungkin tidak mampu mendefinisikan mutu, atau menjelaskan apa (kriteria) yang mereka gunakan untuk mengukur tinggi/rendahnya mutu, tetapi mereka mengetahuinya ketika mereka melihatnya. 2. Persaingan (competition). Kemajuan– kemajuan didalam teknologi transportasi dan komunikasi membuat dunia terasa semakin sempit. 3. Biaya–biaya (costs). Kemajuan teknologi dan persaingan yang makin ketat mendorong efisiensi, sehingga biaya–biaya lebih rendah untuk menyediakan produk–produk dan layanan–layanan bermutu. 2.6
Perbaikan Mutu Terus Menerus (Continuous Quality Improvement) Mutu yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan, perlu direncanakan (quality planning), dikendalikan (quality control), dijamin (quality assurance) dan ditingkatkan (quality improvement). Implementasi dari hal-hal tersebut dapat menjadi alat untuk
mengembangkan manajemen mutu terpadu atau lebih dikenal dengan total quality management (TQM) (Gaspersz, 2005). -
TQM adalah sistem yang sempurna untuk memperbaiki barang dan jasa yang menjadi masukan pada perusahaan, memperbaiki seluruh proses penting dalam perusahaan, dan menperbaiki upaya untuk memenuhi kebutuhan dari para pemakai barang dan jasa yaitu pelanggan pada masa kini dan di waktu yang akan datang.
3.
Metodologi Penelitian Dimensi Pelaksanaan TQM
-
TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat mutu sebagai strategi
usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota perusahaan” TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk meningkatkan daya saing perusahaan melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya”.
Kinerja Proyek
Manajemen dan Sasaran Strategis
Sumber Daya Manusia
Menyelesaian Pekerjaan Tepat Waktu
Komitmen, Kerjasama & Manajemen Proses
Kemampuan Komunikasi
Penggunaan Biaya Sesuai Rencana
Motivasi Untuk Lebih Baik
Kesadaran Terhadap Mutu
Kesesuaian Mutu Pekerjaan
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian Pada gambar 3.1 diatas dapat dijelaskan bahwa kinerja proyek yang diukur dari kemampuan menyelesaiakan pekerjaan tepat waktu, penggunaan biaya yang sesuai perencanaan dan ketepatan mutu pekerjaan bergantung dari 6 dimensi pelaksanaan TQM.
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Responden
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Karakteristik Responden Jumlah kuesioner yang dikembalikan adalah sebanyal 164 buah kuesioner, namun setelah dilakukan penyortiran kelengkapan jawaban masingmasing kuesioner didapatkan 14 kuesioner yang tidak layak untuk dianalisis lebih lanjut. Sebanyak 150 kuesioner layak olah memberikan gambaran karakteristik sebagai berikut:
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 Dari informasi pada tabel 4.1 diatas terlihat distribusi kelompok jabatan responden responden paling dominan adalah Site Engineer yaitu 20% dari 150 orang responden yang dituju, kemudian disusul responden dengan jabatan Site Manager sebanyak 28 orang dan seterusnya adalah responden dengan jabatan PA (Pengguna Anggaran) sebanyak 8 orang
tingkat keyakinan 95% digunakan standar nilai alpha cronbac’s > 0.7
Tabel 4.2 Karakteristik Berdasarkan Pengalaman
Responden
Tabel 4.4 Hasil Variabel TQM
Pengujian
Validitas
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 Pada tabel 4.2 terlihat responden yang dituju memiliki pengalaman terbanyak pada rentang 10 – 15 Tahun sebesar 46.67% dan paling sedikit memiliki pengalaman kecil dari 5 tahun yaitu sebesar 6,67%. Distribusi pengalaman responden ini menjelaskan bahwa keterwakilan karaktertik populasi yang ditetapkan sudah tergambar pada frekuensi jabatan responden. Tabel
4.3
Karakteristik
Responden
Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 Pada tabel 4.3 terlihat pendidikan responden paling dominan adalah Strata Satu (S1) sebesar 53.33% dan paling sedikit adalah pendidikan S3 sebanyak 2 orang (1.33%). Distribusi jenjang pendidikan ini dianggap sudah mewakili karakteristik populasi penelitian 4.2 Uji Validitas dan Realibiltas Parameter yang digunakan untuk masing-masing pengujian adalah korelasi bivariate (r) dimana, sebuah variabel dikatakan valid jika nilai r yang diperoleh > 0.5, sedangkan uji realibilitas dengan
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 Hasil pengujian validitas terhadap 30 dimensi TQM diperoleh 12 (duabelas) dimensi tidak memenuhi kriteria valid karena memiliki nilai r > 0.5, oleh sebab itu variabel tersebut tidak lagi dipakai untuk pengujian realibilitas. Sementara untuk faktor kinerja pengujian validitas 3 dimensi kinerja adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Pengujian Validitas Faktor Kinerja
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 Nilai korelasi yang diperoleh untuk tiga ukuran kinerja menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut layak digunakan karena memberikan nilai korelasi (r) > 0.5. Selanjutnya setelah diperoleh nilai korelasi masing-masing variabel dilakukan pengujian tahap kedua, yaitu pengujian realibilitas (kehandalan) untuk variabel yang memenuhi kriteria valid. Tabel 4.6 Pengujian Realibilitas MasingMasing Faktor TQM dan Faktor Kinerja
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015
4.3 Analisis Pelaksanaan TQM Oleh
Kontraktor di Kota Sungai Penuh Analisis ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pertama penelitian, yaitu “Bagaimanakah pelaksanaan TQM yang dipahami oleh Kontraktor di Kota Sungai Penuh terhadap perbaikan kinerja proyek baik dari segi waktu, biaya ataupun mutu pekerjaan”. Pertanyaan ini akan dijawab melalui analisis statistik yaitu dengan melihat nilia korelasi (r) antar masing-masing faktor TQM terhadap keseluruhan nilai yang terbentuk pada faktor kinerja secara keseluruhan. Asusmsi yang digunakan adalah jika nilai korelasi masing-masing faktor terhadap nilai total skor kinerja (waktu, biaya dan mutu) lebih besar dari 0.5, maka dikatakan bahwa pelaksanaan TQM oleh kontraktor sudah sangat baik didalam mencapai kinerja proyek. Hasil olahan menyimpulkan bahwa pelaksanaan TQM berdasarkan persepsi responden relative belum baik karena dari 18 dimensi TQM hanya 7 diantaranya yang memiliki korelasi terhadap baiknya kinerja saat ini. Tabel 4.7 Dimensi TQM yang Sudah Dilaksanakan Secara Baik
melihat apakah variabel yang tersisa sebanyak 21 variabel dengan jumlah case (responden) 150 layak dilakukan analisis faktor dengan kriteria nilai KMO > 0.5 maka analisis faktor dapat dilanjutkan. Parameter nilai kedua yang diperlukan adalah nilai MSA yang ditujukan untuk melihat apakah variabel-variabel yang digunakan mampu menjelaskan faktor yang terbentuk kriteria MSA > 0.5. Berikut rekapitulasi hasil perhitungan analisis faktor yang disajikan kedalam tabel dibawah ini. Tabel 4.8 Nilai KMO dan MSA Pengujian Pertama
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 2. Penentuan Jumlah Faktor Yang Terbentuk Jumlah faktor yang terbentuk didasari dari nilai Eigenvalues yang diperoleh dari pengelompokan 18 variabel yang tersisa pada tahap sebelumnya. Kriteria yang digunakan nilai Eigenvalues > 1. Rekapitulasi perhitungan disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.9 Nilai Eigenvalue Pembentuk Faktor TQM
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 4.4 Analisis Faktor-Faktor TQM tahapan dan hasil analisis faktor yang digunakan untuk keperluan tujuan kedua ini.
1. Penentuan Nilai KMO (Kaiser Meyer Olkin) dan MSA (Measure of Sampling Adequacy), nilai ini diperlukan untuk
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Tabel 4.10 Pengelompokan Faktor Berdasarkan Nilai Loading Komponen Matrik
selanjutnya dilakukan pengelompokkan variabel kedalam tiga faktor. Oleh karena faktor yang terbentuk menghasilkan dimensi/variabel baru maka pada tahap ini akan diberikan penamaan baru terhadap faktor yang didasari dari variabel pembentuknya. Tabel 4.11 Faktor Pertama dan Variabel Pembentuknya
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 Untuk menguji apakah jumlah faktor yang terbentuk sudah memenuhi kriteria memadai untuk menampung 18 variabel yang tersisa maka perlu ditentukan nilai Component Transformation Matrix dengan kriteria nilai Component Transformation Matrix > 0.5
Tabel 4.14 Component Transformation Matrix
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015
Tabel 4.12 Faktor Kedua dan Variabel Pembentuknya
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015
Tabel 4.15 Nilai KMO dan MSA Kinerja
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015
Tabel 4.13 Faktor Ketiga dan Variabel Pembentuknya
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 Pada tabel diatas terlihat bahwa keseluruhan variabel memenuhi kriteria untuk dikelompokkan karena nilai MSA yang diperoleh > 0.5. Selanjutnya adalah pembentukan jumlah faktor berdasarkan nilai Eigenvalues > 1.
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015 Tabel 4.16 Nilai Eigenvalue Pembentuk Faktor Kinerja
Sumber : Pengumpulan dan Pengolahan Data, 2015
Berdasarkan nilai kriteria eigenvalue pada tabel 4.16 diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja kontraktor di Kota Sungai Penuh akan dijelaskan oleh satu faktor yaitu “Kemampuan Menyelesaian Pekerjaan Sesuai Perencanaan”.
4.5 Faktor-Faktor
Signifikan
Mempengaruhi Kinerja Kontraktor Faktor-faktor TQM yang memiliki pengaruh signifikan menyebabkan rendahnya Kemampuan Kontraktor dalam menyelesaian Pekerjaan Sesuai Perencanaan didapatkan dengan menggunakan hasil analisis regresi melalui kriteria penilaian secara statistik.
Tabel 4.17 Rekapitulasi Perhitungan Parameter Regresi
Hasil rekapitulasi pada tabel 4.17 diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan faktor 1, faktor 2 dan faktor 3 menentukan baik atau tidaknya kinerja kontraktor sebesar 88.2 dan sisanya 11.8% ditentukan oleh faktor lain diluar dari tiga faktor tersebut. Untuk tingkat signifikansi pengaruh yang ditimbulkan oleh tiga faktor secara bersama-sama atau simultan terlihat dari hasil uji F yang diperoleh. Hasil uji F yang diperoleh sebesar 373.193. Sementara untuk standar F pada α = 5% (n-k-1) dimana n adalah jumlah sampel (150), k adalah jumlah variabel (3 variabel) diperoleh nilai 2.68. Dari dua nilai F yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa F1, F2 dan F3 memiliki pengaruh yang signifikan karena F hitung > F tabel. Selanjutnya untuk melihat signifikansi masing-masing faktor terhadap kinerja kontraktor ditentukan berdasarkan nilai t hitung yang diperoleh. Untuk penelitian ini t tabel adalah sebesar 1.65 dengan nilai α=0.05, jika dibandingkan dengan nilai t hasil perhitungan maka disimpulkan seluruh faktor berpengaruh signifikan terhadap kinerja kontraktor Dari 3 faktor tersebut dapat diurutkan berdasarkan level signifikan terbesar hingga terkecil yaitu F3 (Kemampuan Komunikasi dan Kesadaran Terhadap Mutu) memiliki signifikansi pengaruh paling tinggi dengan nilai t = 26.94, kemudian F1 (Kemampuan Mengelola Situasi Masa Datang) sebesar 19.1% dan terakhir adalah F2 (Motivasi Untuk Melakukan Perbaikan Secara Terus Menerus) dengan level signifikansi pengaruh sebesar 26.94. Berdasarkan nilai parameter yang diperoleh maka dapat dituliskan persamaan regresi yang terbentuk untuk menjelaskan pengaruh faktor-faktor TQM terhadap kinerja
konsultan berikut:
dengan
persamaan
sebagai
Y = 0.002 + 0.537TQM1 0.151TQM2 + 0.757TQM3
+
Dimana : Y
: Kemampuan Menyelesaian Pekerjaan Sesuai Perencanaan
F1 : Kemampuan Mengelola Masa Datang
Situasi
F2 : Motivasi Untuk Melakukan Perbaikan Secara Terus Menerus F3 : Kemampuan Komunikasi Kesadaran Terhadap Mutu
dan
Tahap akhir pada analisis regresi ini adalah menguji apakah persamaan regresi yang terbentuk sudah memiliki kemampuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Persamaan regresi yang baik jika tidak terjadi hubungan multikolineritas antara masing-masing variabel bebas. Kondisi ini akan terpenuhi jika nilai VIF yang didapat < 10 dan nilai tolerasi yang diperoleh > 0.1. Berdasarkan hasil olahan maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang menjelaskan hubungan antara pengaruh faktor-faktor TQM terhadap Kemampuan Kontraktor dalam Menyelesaian Pekerjaan Sesuai Perencanaan dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja dimasa akan datang.
5.
Kesimpulan
1. Implementasi TQM oleh kontraktor yang ada di Kota Sungai Penuh belum optimal dilaksanakan untuk memperbaiki kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan perencanaan, hal ini ditandai dengan
jumlah indicator TQM yang memiliki hubungan/korelasi terhadap capaian kinerja kontraktor yang memadai hanya sebanyak 7 indikator dari 18 indikator yang berpengaruh secara statistik. 2. Terdapat tiga (3) faktor baru yang memiliki pengaruh secara signifikan pada kemampuan kontraktor dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai perencanaan, yaitu Faktor 1 dengan nama “Kemampuan Mengelola Situasi Masa Datang”, Faktor 2 dengan nama “Motivasi Untuk Melakukan Perbaikan Secara Terus Menerus” dan Faktor 3 dengan nama “Kemampuan Komunikasi dan Kesadaran Terhadap Mutu”. Sementara untuk dimensi kinerja ditetapkan berdasarkan nama baru yaitu “Kemampuan Kontraktor Menyelesaian Pekerjaan Sesuai Perencanaan”. 3. Dari tiga faktor yang ditemukan, dapat diurutkan tingkat signifikannya berdasarkan nilai uji t yaitu : F3 (Kemampuan Komunikasi dan Kesadaran Terhadap Mutu) dengan nilai t = 26.94, kemudian F1 (Kemampuan Mengelola Situasi Masa Datang) sebesar 19.1 dan terakhir adalah F2 (Motivasi Untuk Melakukan Perbaikan Secara Terus Menerus). Sementara secara keseluruhan ketiga faktor ini menentukan “Kemampuan Kontraktor Menyelesaian Pekerjaan Sesuai Perencanaan” adalah sebesar 88,2% dan sisanya ditentukan oleh faktor lain. 6.
Daftar Pustaka
Christiawan (2001), Ingin Maju Lakukan Diklat Manajemen Kontraktor, Majalah Konstruksi, Jakarta. Daft, Richard L (1992), Organization Theory and Design, West Publishing Company, New York. Donald S.Barrie (1992), Professional Construction Management Ervianto, W.I (2002), Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Farid, M (2005), Identifikasi FaktorFaktor Penyebab Permasalahan Pengembangan Kemampuan Kontraktor Kecil dan Menengah dalam Dinamika Otonomi Daerah (Studi kasus Kabupaten Bandung), Tesis Magister, Institut Teknologi Bandung. Gaspersz, V. (2005), Total Quality Management, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gaspersz, V. (2006), ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gianna & Atmowidjojo. (2006), Pengendalian Kualitas (Quality Control) Proyek Konstruksi Perumahan: Cluster RTCD, The First Indonesian Construction Industry Conference, Jakarta. Hardjosoedarmo, S (2004), Total Quality Management, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Hendricson, (2000), Project Management for contruction. Ilyas. M. (1998), Buletin Pengawasan No. 13 & 14 Th.1998. www.pu.go.id Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi/LPJK, (2004), Klasifikasi dan Kualifikasi, www.lpjk.or.id Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi/LPJK, (2008), Registrasi usaha jasa pelaksana konstruksi, www.lpjk.or.id Melcher, Arlyn J (1990), Struktur dan Proses Organisasi, Diterjemahkan oleh Hasymi Ali, Rineka Cipta, Jakarta. Oberlender, (2000). Project Management for Engineering and Construction. Prawirosentono,S. (2001), Filosofi Baru tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Pribadi K.S, Affandi.F, Firmandi.A. (1998), Jurnal Teknik Sipil Vol.5 No.1 Januari 1998, Institut Teknologi Bandung.
Rothery, B. (2000), ISO 9000 dan ISO 14000 untuk Industri Jasa, PPM, Jakarta. Singarimnbun,M. (1989), Metode Penelitian Survey, LP3S, Jakarta. Soenarno (2003), LPJK Harus Berbenah Diri. www.lpjk.or.id. Download internet 10 Agustus 2008. Suardi, R. (2004), Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000, PPM, Jakarta. Tika, M.P (2005), Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Tjokrowinoto,M. (1981), Tahap-Tahap Penelitian Sosial Dalam Metodologi Penelitian, Lembaga Pendidikan Doktor UGM, Yogyakarta. Toruan, R.L (2005), Panduan Penerapan Manajemen Mutu ISO 9001:2000, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Turin (1975), Aspects of the economics of construction. Wiryodiningrat, P. (1997), ISO 9000 Untuk Kontraktor, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yustiarini, D. (2007), Proses Jaminan Mutu dalam Rantai Pasok pada Industri Konstruksi, Tesis Magister, Institut Teknologi Bandung