Forum Diskusi Transparansi Indonesia (FDTI): Potensi Pendirian Kantor Perwakilan KPK di Daerah, GEMATI-UGM, 28 Maret 2014, FEB UGM, Yogyakarta
Analisis Ekonomi dan kelembagaan Pendirian Kantor Perwakilan KPK (Kanwil KPK) di Daerah
Pendahuluan Monitoring dan Evaluasi
Korupsi di Daerah
Struktur Kelembagaan
Potensi Manfaat Kanwil KPK Potensi Biaya Kanwil KPK 2
Pendahuluan • Korupsi sebagai extra ordinary • KPK memiliki fungsi: crime merupakan salah satu – Penindakan korupsi masalah utama di Indonesia – Pencegahan korupsi • Teknik korupsi di Indonesia • Meski KPK terbukti termasuk yang tercanggih di menjadi lembaga anti dunia dan belum tentu korupsi tersukses di dunia, ditemukan di negara lain keberadaan KPK masih – Makelar kasus – Joki napi, dll
• KPK sejak berdiri tahun 2005 berhasil mengukir kinerja terbaik di dunia: – 100% conviction rate
terbatas di Jakarta. Sementara wilayah Indonesia terbentang dari Sabang hingga Merauke, yang setara dengan dari London hingga Moskwa 3
Kompleksitas 1975: 135 juta penduduk Indonesia 27 Provinsi 300(?) Kab/ Kota Tak ada KPK
2013: 245 juta penduduk Indonesia. 33 Provinsi 500+ Kab/Kota KPK di Jakarta
4
Posisi Indonesia Dibanding Negara Lain
Indonesia
Negara Maju Kapitalis
Negara Maju Sosialis
Peran negara dalam pengelolaan sumberdaya umum cenderung minim
Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah
Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah
Perencanaan pembangunan berjangka ultra pendek Sistem yang ada mendorong orang melakukan korupsi (korupsi struktural) Sistem disusun tanpa mengindahkan aspek rasionalitas dan tidak manusiawi Tidak memiliki SIN
Perencanaan pembangunan Perencanaan pembangunan jangka panjang jangka panjang Sistem yang ada meminimalisasi potensi korupsi
Sistem yang ada meminimalisasi potensi korupsi
Sistem dibangun dengan menjunjung aspek rasionalitas dan manusiawi
Sistem dibangun dengan menjunjung aspek rasionalitas dan manusiawi
Memiliki Single Identity Number
Memiliki Single identity Number 5 5
Perubahan Struktural pasca reformasi • Perubahan struktur organisasi Cdak diikuC perubahan Birokrat perilaku dan pola berfikir • Reformasi di Indonesia mirip JudikaCf dengan English Civil War (1642–1651)
PoliCsi
• Reformasi dan otonomi daerah dimulai pada saat yang hampir bersamaan
PoliCsi
JudikaCf
Birokrat
6
Gambaran sistem pemerintahan di Indonesia Mesin + Chasis Colt T-‐120
Body = Alphard
7
Dampak Otonomi Daerah
Otonomi Daerah
Orba
• Pemerintah pusat bak seorang jenderal tanpa pasukan (jalur informasi dan kebijakan terputus), sehingga asymmetric information semakin memburuk – Moral hazard merebak – Adverse selection tumbuh
• Terjadi ‘displacement effect’ atau bahkan ‘pemerataan korupsi’ di setiap penjuru wilayah Nusantara pasca otonomi daerah. 8
Tantangan Institusional
Korupsi
KPK
• Otonomi daerah menyebabkan korupsi menyebar ke tingkat daerah, namun DPR membatasi ruang gerak KPK agar hanya berada di Jakarta saja. • Terdapat ketidakseimbangan institutional dalam memerangi dan mencegah korupsi di Indonesia 9
Pendahuluan Monitoring dan Evaluasi
Korupsi di Daerah
Struktur Kelembagaan
Potensi Manfaat Kanwil KPK Potensi Biaya Kanwil KPK 10
Korupsi di Daerah • Database Korupsi P2EB • Didasarkan database korupsi dari P2EB FEB (2001-2012): – Korupsi pusat UGM, sebagian besar • Jumlah terpidana: 143 orang • Nilai Rp64,76 triliun (harga kasus korupsi yang 2012) ditangani MA 2001-2012 • Rata-rata: Rp452,88 miliar, median: Rp7,84 miliar terjadi di daerah. (harga konstan 2012) – Korupsi daerah • Skala korupsi di daerah • Jumlah terpidana: 1673 orang tidak kalah dengan skala • Nilai Rp102,18 triliun (harga konstan 2012) korupsi di tingkat pusat • Rata-rata korupsi = Rp79,70 miliar, median = Rp428,34 juta
11 11
Permasalahan • Teknik korupsi yang • Akses masyarakat ke KPK tidak homogen akibat: terjadi di daerah tidak – Kendala geografis lebih sederhana daripada – Budaya tatap muka yang terjadi di pusat – Reliabilitas sistem pos – Kendala teknologi • Fungsi pencegahan komunikasi KPK masih terbatas • Dari sisi pelaporan, untuk kementerian dan keterbatasan akses menimbulkan biaya transaksi lembaga di pusat dan yang tidak sedikit. belum menjangkau • Delik korupsi seringkali lembaga pemerintah terkait dengan spesifikasi tingkat daerah. geografis. 12 12
Permasalahan (lanjutan) • Dari sisi penanggulangan dan pencegahan korupsi, • Mandat KPK sesuai UU KPK (2002) adalah heterogenitas akses menangani korupsi skala meningkatkan biaya transaksi. besar (Rp 1 miliar ke atas) • Biaya koordinasi antara • Nilai rupiah saat ini KPK dan lembaga terkait merosot tajam di daerah cenderung tinggi dibandingkan nilai rupiah akibat heterogenitas akses tahun 2002 akibat • Inspeksi LHKPN terpaksa tingginya inflasi dilakukan dengan metoda – Total inflasi lebih dari purposive random 100% selama kurun waktu sampling tersebut 13 13
Tantangan • Bagaimana meningkatkan akses masyarakat terhadap KPK di Cngkat daerah? • Bagaimana meningkatkan detecCon rate terhadap Cndak pidana korupsi di Cngkat daerah? • Bagaimana meningkatkan convicCon rate terhadap Cndak pidana korupsi di Cngkat daerah? • Bagaimana meningkatkan aspek pencegahan korupsi di Cngkat daerah?
14 14
Pendahuluan Monitoring dan Evaluasi
Korupsi di Daerah
Struktur Kelembagaan
Potensi Manfaat Kanwil KPK Potensi Biaya Kanwil KPK 15
Kondisi Pelaporan Kasus ExisCng • Mekanisme pelaporan saat • Semakin sulit wilayah asal pelapor, semakin tinggi ini masih sensitif terhadap biaya transaksi yang harus kemudahan akses pelapor ditanggung oleh KPK ke KPK untuk menindaklanjuti • Semakin sulit akses laporan tersebut pelapor ke KPK (akibat faktor geografis, teknologi • Jika KPK terkendala anggaran, maka KPK akan dan budaya), inersia cenderung menindaklanjuti masyarakat untuk tidak laporan di daerah yang melaporkan kasus korupsi dekat dengan kantor KPK ke KPK meningkat 16 16
Mekanisme Pelaporan ExisCng
17 17
Keterangan Payoffs • RB(E, L(AC)) = manfaat reputasi • B(R,T) = manfaat dari penindakan yang merupakan fungsi pelaporan dan potensi dari biaya penindakan (E) dan biaya penindakan akibat pelaporan pelaporan yang berbanding lurus • B(T) = manfaat adanya dengan akses (AC). penindakan korupsi • MCE(AC) = marginal cost of enforcement yang merupakan • MCR(AC) = marginal cost fungsi dari AC atau akses. Semakin pelaporan (bagi si pelapor) yang sulit mengakses daerah, semakin merupakan fungsi dari akses tinggi nilai MCE. (AC) dan bersifat berbanding • AC dan AC’ bernilai positive dan lurus AC’>AC, yang berarti akses ke • BSC(AC) = manfaat pelaporan daerah sulit membutuhkan biaya masyarakat terhadap KPK yang lebih besar daripada akses ke daerah yang mudah dijangkau. merupakan fungsi dari searching cost yang berbanding lurus dengan akses (AC). 18
Solusi • Di kawasan dengan akses mudah: – qm* = MCR(AC)-‐B(R,TT)/[B(R,T)-‐B(R,TT)] – pm* = MCE(AC)-‐ RB(E,TL(AC))/[RB(E,TL(AC))-‐RB(E, L(AC))] – Syarat: MCE(AC) < 2RB(E, TL(AC))-‐RB(E,L(AC)) – Non degenerate: RB(E,TL(AC))>RB(E, L(AC)) – Mixed strategy: MCE(AC)≥RB(E, TL(AC))
• Di kawasan dengan akses sulit: – qs* = MCR(AC’)-‐B(R,TT)/[B(R,T)-‐B(R,TT)] – ps* = MCE(AC’)-‐ RB(E,TL(AC’))/[RB(E,TL(AC’))-‐RB(E, L(AC’))]
19
Pelaporan Pasca KPK-‐R
20 20
Kondisi Pelaporan Pasca KPK-R • KPK-R menurunkan biaya • Mekanisme pelaporan transaksi yang harus dengan adanya KPK-R ditanggung oleh KPK untuk semakin mudah bagi menindaklanjuti laporan dari masyarakat di daerah daerah (menurunkan biaya transaksi untuk pelaporan) • Jika KPK terkendala anggaran, maka keberadaan • Semakin mudah pelaporan KPK-R menurunkan tendensi ke KPK melalui KPK-R penanganan laporan di wilayah pusat saja. Dengan meningkatkan potensi demikian tidak ada perbedaan masyarakat untuk likelihood pelaporan antara di melaporkan adanya kasus pusat dan di wilayah KPK-R korupsi di daerah berada.
21 21
Sistem Penindakan Korupsi (InspecCon Game) Pengawas Enforce
Not Enforce
Offend
a1 , a2
b1 , b2
Not Offend
c1 , c2
d1 , d2
Pihak Terawasi
Where: c1 > a1, b1 > d1 & a2 > b2, d2 > c2 22
InspecCon Game • Inspection game dapat digunakan • untuk mewakili berbagai sistem pengawasan (termasuk pengawasan LK) – Economic sanction di tingkat internasional (Tsebelis, 1991, Sidiqi &Pradiptyo, 2010, 2011) – Penanggulangan kriminalitas (Tsebelis, 1989, Pradiptyo, 2007, 2009) – Pengawasan lembaga keuangan, hingga BPJS – Penindakan dan pencegahan korupsi
Inspection game tidak memiliki Pure Strategy Nash Equilibrium – Masalah korupsi tidak bisa dimusnahkan di muka bumi (hanya bisa diminimasi) – Level optimum pengawasan tidak mudah ditentukan (mixed strategy Nash equilibrium) karena pengawasan selalu costly
23
Kondisi Penindakan Existing • • Semakin jauh suatu daerah dari pusat, semakin Cnggi potensi untuk melakukan Cndak korupsi • • Semakin jauh suatu daerah, semakin besar biaya KPK untuk menindak korupsi di daerah tersebut
Biaya marginal enforcement (MCE(AC)) bagi KPK meningkat keCka harus menangani kasus di daerah dengan akses yang sulit Jika KPK terkendala anggaran, maka KPK akan cenderung menindak kasus korupsi di daerah yang dekat dengan kantor KPK 24 24
Mekanisme Penindakan ExisCng
25 25
Keterangan Payoffs • B(C) = manfaat yang diterima dari • aktivitas korupsi, berbanding lurus dengan intensitas korupsi C • CPE(AC) = biaya individu selama • proses penyidikan dan pengadilan, yang berbanding lurus dengan akses • DC(S) = direct disutility of • sentencing, yang besarnya berbanding terbalik dengan intensitas hukuman S • IC(S) = indirect disutility of sentencing, yang besarnya • berbanding terbalik dengan intensitas hukuman S • R(S) = efek reputasi yang muncul akibat hukuman S
B(E) = manfaat yang muncul akibat enforcement, yang besarnya berbanding lurus dengan probabilitas maupun intensitas enforcement RI(E) = institutional reputation benefits yang muncul akibat enforcement dan berbanding lurus dengan probabilitas maupun intensitas enforcement MCE(AC) = marginal cost of enforcement yang besarnya berbanding terbalik dengan akses (AC). Jika akses ke suatu daerah semakin sulit, maka semakin besar pula marginal cost of enforcement yang harus ditanggung oleh KPK Akses ke suatu daerah diasumsikan heterogen dan biaya untuk enforcement merupakan fungsi dari aksen ini. Jika AC*
MCE(AC) 26
Solusi • Di kawasan dengan akses mudah: – qm* = B(C)/[CPE(AC)+DC(S)+IC(S)+R(S)] – pm* = MCE(AC)/[B(E)+R(E)]
• Di kawasan dengan akses sulit:
– qs* = B(C)/[CPE(AC’)+DC(S)+IC(S)+R(S)] – ps* = MCE(AC’)/[B(E)+R(E)]
• Dimana: AC’>AC, sehingga MCE(AC)<MCE(AC’), dan CPE(AC)
• Sehingga: q*m > q*s, namun p*m
27
Probabilitas Penindakan Pasca KPK-‐R
28 28
Kondisi Penindakan Pasca KPK-‐R • Biaya marginal enforcement kasus korupsi di daerah menurun pasca KPK-‐R • Masalah region specific corrupCon method dengan mudah diatasi oleh keberadaan KPK-‐R • Terdapat potensi spesialisasi penanganan kasus korupsi yang spesifik di daerah tertentu • Akibatnya probabilitas enforcement di pusat dan di daerah akan relaCf sama
29 29
Kondisi Pencegahan ExisCng • Kegiatan pencegahan oleh KPK cenderung terbatas kepada K/L di Cngkat pusat • KPK masih terbatas dalam menjangkau intansi pemerintah di Cngkat daerah untuk melaksanakan fungsi pencegahan • Fungsi pencegahan berbanding terbalik dengan kesulitan akses ke daerah
30 30
Pencegahan Korupsi Existing
31
Keterangan Payoffs • BL(IT) = manfaat koordinasi bagi • K/L yang berbanding lurus dengan intensitas koordinasi yang Cnggi (IT) • • MCL(IT) = marginal cost koordinasi bagi K/L yang berbanding lurus dengan intensitas koordinasi yang Cnggi • (IT) • MCLI(AC) = marginal cost • koordinasi yang berbanding terbalik dengan (AC) • BK(IT) = manfaat koordinasi bagi KPK yang berbanding lurus dengan intensitas koordinasi yang Cnggi (IT)
MCK(IT) = marginal cost koordinasi bagi KPK yang berbanding lurus dengan intensitas koordinasi yang Cnggi (IT) MCKI(IT) = marginal cost koordinasi yang berbanding terbalik dengan akses (AC) IT dan IR bernilai posiCve dan IT>IR dimana IR adalah intensitas koordinasi yang rendah. AC dan AC’ bernilai posiCve dan AC’>AC, yang berarC akses ke daerah sulit membutuhkan biaya lebih besar daripada akses ke daerah yang mudah dijangkau.
32
Solusi • K/L yang berada di daerah dengan akses mudah (AC) cenderung lebih mudah berkoordinasi dengan KPK. – Akibatnya probabilitas KPK dalam mengemban amanah pencegahan korupsi lebih besar dilakukan di Cngkat pusat
• K/L yang berada di daerah dengan akses lebih sulit (AC’) cenderung lebih sulit berkoordinasi dengan KPK – Akibatnya probabilitas KPK dalam mengemban amanah pencegahan korupsi lebih kecil dilakukan di Cngkat daerah
• Padahal pencegahan kriminalitas, termasuk korupsi, selalu lebih efekCf dibandingkan dengan penindakan (YJB, 2005, Pradiptyo, 2007, Karoly et al, 2001, Cohen, 2005, inter alia) 33
Pencegahan Korupsi Pasca KPK-‐R
34
Potensi Pencegahan Pasca KPK-‐R • KPK pusat akan fokus pada pencegahan di Cngkat pusat, KPK-‐R fokus pada pencegahan di Cngkat daerah • Sistem LHKPN dapat diCngkatkan efekCvitasnya dengan menggunakan metoda straCfied random sampling untuk inspeksi pelaporan • Biaya transaksi untuk melakukan koordinasi dengan SKPD di Cngkat daerah dalam rangka program pencegahan dapat ditekan. 35 35
Pendahuluan Monitoring dan Evaluasi
Korupsi di Daerah
Struktur Kelembagaan
Potensi Manfaat Kanwil KPK Potensi Biaya Kanwil KPK 36
Anggaran dan Realisasi Pendapatan KPK (PNBP) Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total
Anggaran Pendapatan (PNBP) Realisasi Pendapatan Proporsi B/ (PNBP) [B] A [A]
Rp170 juta Rp5,21 miliar Rp45,04 miliar Rp31,22 miliar Rp38,38 miliar
Rp152,98 miliar Rp49,91 miliar Rp53,52 miliar Rp376,42 miliar
Rp48,55 juta0 28.56% Rp13,07 juta 250.63% Rp50,75 miliar 112.67% Rp400,12 miliar 1281.73% Rp75,59 miliar 196.97% Rp192,47 miliar 125.81% Rp73,91 miliar 148.09% Rp40,44 miliar 75.57% Rp846,40 miliar 224.85% 37
Realisasi Pengeluaran KPK Anggaran Realisasi Proporsi Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran (PNBP) [B] Tahun (PNBP) [A] B/A % dari PNBP 2005 Rp198,49 M Rp68,49 M 34.50% 76.3% 2006 Rp248,52 M Rp172,78 M 69.52% 92.0% 2007 Rp346,25 M Rp170,86 M 49.35% 92.1% 2008 Rp346,87 M Rp204,71 M 59.02% 93.3% 2009 Rp608,23 M Rp236,17 M 38.83% 96.8% 2010 Rp585,95 M Rp271,24 M 46.29% 98.8% 2011 Rp612,33 M Rp301,13 M 49.18% 99.7% 2012 Rp609,67 M Rp336,04 M 55.12% 99.9% Total Rp 3,56 triliun Rp1,76 triliun 49.53% 96.0% 38
Optimalisasi Penganggaran x2
z2
Fungsi Tujuan
l
x*
q
l
z*
Kendala Biaya
x1
Contours of objecCve funcCon
z1
39 39
Inefisiensi Sistem Penggajian di K/L • Sistem penggajian di K/L:
Aktivitas x2 KPI (outputs/kegiatan/ penyerapan)
– Tidak rasional dan Cdak manusiawi – Gaji Cdak sama dengan income – Besaran income berbanding lurus dengan akCvitas – KPI = output = kegiatan = penyerapan
Compensated AcQviQes
l
SILPA adalah inefisiensi
E l E*
IC 1
Aktivitas x1
• Konsekuensi
– Potensi pembengkakan biaya akibat manipulasi akCvitas = minimum – Sisa anggaran justru merupakan indikasi efisiensi 40 40
Efisiensi Sistem Penggajian di KPK • Sistem penggajian di KPK:
Aktivitas x2
– Manusiawi – Besaran gaji Cdak dikaitkan dengan akCvitas – Gaji = income (single salary system) – Promosi/degradasi posisi terkait dengan capaian KPI – KPI mencerminkan outcome measures (bukan output)
KPI KPK (outcomes) SILPA adalah efisiensi SILPA l
E*
IC 1
Aktivitas x1
• Konsekuensi
– Potensi pembengkakan biaya akibat manipulasi akCvitas = minimum – Sisa anggaran justru merupakan indikasi efisiensi 41 41
Mengapa kita enggan hijrah ke sistem insenCf yang manusiawi?
42 42
Pendahuluan Monitoring dan Evaluasi
Korupsi di Daerah
Struktur Kelembagaan
Potensi Manfaat Kanwil KPK Potensi Biaya Kanwil KPK
Struktur Kelembagaan KPK Saat Ini
Pimpinan
Penasihat
DepuQ Bidang Pencegahan
DepuQ Bidang Penindakan
DepuQ Bidang Informasi & Data
DepuQ Bidang Pengawasan Internal & Pengaduan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
44
Tipe Struktur Berdasarkan Tanggung Jawab • Ada dua Cpe hierarchy (Calvo and Wellisz, 1978): 1. Divisional hierarchy (M–Form): all acCviCes pertaining to a product or region are organized into divisions. 2. FuncQonal hierarchy (U–Form): all acCviCes pertaining to a parCcular funcCon are organized into departments. Apabila KPK ingin lebih menjangkau pemberantasan Korupsi di daerah maka diperlukan penambahan Unit Divisional 45
KPK with Divisional Hierarchy PIMPINAN Penasihat
Kepala Perwakilan X
Kepala Bidang A di X
Kepala Bidang B di X
Kepala Perwakilan Y
Kepala Bidang A di Y
Kepala Bidang B di Y
Dengan penambahan unit kantor perwakilan, maka KPK dapat lebih menjangkau pemberantasan korupsi di daerah. Namun terdapat problem koordinasi dan supervisi, dimana Cap bidang menjadi lebih sulit berkoordinasi antar wilayah dan disupervisi oleh pimpinan KPK
46
Tipe Struktur Berdasarkan Informasi • Ada dua Cpe hierarchy (Calvo and Wellisz, 1978): 1. Centralized Structure: All acCvity is reported to the CEO, all pairwise synergies and global synergies can be idenCfied. 2. Decentralized Structure: No acCvity is reported to the CEO, some pairwise synergies are idenCfied by middle managers but global synergies cannot be idenCfied.
Centralized Structure diperlukan agar kehadiran kantor Perwakilan Cdak mengurangi kewenangan KPK yang ada di Jakarta namun justru memperkuat 47
Refinement: Matrix Structure (MS) PIMPINAN Kepala Bidang A
Kepala Bidang B
Kepala Perwakilan X
Kepala Bidang A di X
Kepala Bidang B di X
Kepala Perwakilan Y
Kepala Bidang A di Y
Kepala Bidang B di Y
Penasihat
Dengan MS, KPK dapat memiliki perwakilan tanpa kehilangan centralisQc, supervisi, dan koordinasi antar bidang
Refinement: Matrix Structure (MS) • Dengan matrix structure, • Cdak ada pendelegasian kewenangan. Kantor Perwakilan KPK hanyalah kepanjangan tangan dari • KPK. • Pembagian tugas dan fungsi Cap bidang yang ada di perwakilan tetap berada dibawah pengawasan dan • tanggung jawab dari exisCng depuC bidang yang ada di Jakarta.
Kepala Perwakilan hanya bertugas sebagai koordinator dari unit bidang dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan KPK. Kepala Bidang di perwakilan hanyalah kepanjangan tangan dari DepuC Bidang KPK yang sudah ada. Koordinasi antara kantor perwakilan dengan yang di Jakarta dapat dilakukan melalui via internet 49
Pendahuluan Monitoring dan Evaluasi
Korupsi di Daerah
Struktur Kelembagaan
Potensi Manfaat Kanwil KPK Potensi Biaya Kanwil KPK 50
Usulan Strategi • Kanwil KPK atau KPK-‐Regional • (KPK-‐R) perlu dibentuk di daerah • KPK-‐R adalah kepanjangan tangan dari KPK dan fokus pada penanggulangan dan pencegahan korupsi di daerah. • • Diperlukan pilot project pembentukan KPK-‐R di lima pulau utama di Indonesia: 1) Jawa; 2) Sumatera; 3) Kalimantan; 4) Sulawesi dan 5) Papua • Monitoring dan evaluaCon dilakukan untuk mengetahui efekCvitas pembentukan KPK-‐R
Keberlangsungan KPK-‐R ditentukan oleh keberhasilan pilot project KPK-‐R yang dihitung dengan menggunakan impact evalua-on Evidence-‐based policy digunakan untuk menentukan apakah KPK-‐R memiliki value for money dan hasil analisis menjadi dasar apakah pilot project akan di mainstream ke wilayah lain di Indonesia atau Cdak 51 51
Impact EvaluaCon KPK-‐R • KPK-‐R
– Input:
• Biaya pendirian KPK-‐R • Biaya operasional KPK-‐R
– Output
• Wilayah program:
– Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Papua
• Counterfactual:
• Jumlah kasus yang ditangani – Jawa Tengah, Sumatera • Jumlah pelaporan Barat, Kalimantan Selatan, • Kerjasama pencegahan
– Outcome
Sulawesi Utara dan Papua Barat
• ConvicCon rate di daerah • Baseline: • Kualitas tuntutan jaksa KPK-‐R – Kasus korupsi di PN dan PT di daerah untuk 3 tahun terakhir • Nilai korupsi yang berhasil dicegah di daerah sebelum KPK-‐R dibentuk 52 52
Periodisasi Pilot Project Persiapan KPK-‐ R dan baseline • 1 tahun survey
Pelaksanaan Pilot Proyek & • 3 tahun monitoring • DiikuC monitoring
Evaluasi Pilot Project
• 1 tahun 53 53
Kesimpulan • Pembentukan KPK-‐R di daerah sangat layak untuk dilakukan karena akan:
– Meningkatkan potensi pelaporan kasus korupsi di daerah – Meningkatkan kemampuan KPK dalam melakukan penindakan korupsi terutama di daerah – Meningkatkan kemampuan KPK dalam melaksanakan pencegahan korupsi terutama di daerah
• Pilot project pembentukan 5 KPK-‐R dapat segera dilakukan dan diikuC oleh monitoring dan evaluasi untuk membangun evidence-‐based policy • KPK-‐R menjamin peningkatan pelaporan dari daerah, penanggulangan korupsi di daerah dan juga koordinasi di daerah antara KPK-‐R dan instansi daerah terkait. 54
RP: Criminal JusCce Economics, Autumn 2013
55