ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR
DWIPANCA PRABUWISUDAWAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Efisiensi Usahternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor adalah karya saya dan merupakan bagian dari thesis Ir. Ujang Sehabudin sebagai dosen pembimbing. Penelitian ini belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Mei 2013
Dwipanca Prabuwisudawan H44080108
RINGKASAN DWIPANCA PRABUWISUDAWAN. Analisis Efisiensi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Dibimbing Oleh UJANG SEHABUDIN.
Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu sentra populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 populasi ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan adalah sebesar 1.498.000 ekor dan berkontribusi 9,5 persen terhadap total populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Pola usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan dibagi menjadi dua, yaitu pola usahaternak mandiri dan pola usahaternak kemitraan. Masing-masing pola usahaternak tersebut memiliki keterbatasan dalam melaksanakan budidaya ayam ras pedaging sehingga menjadikan hasil produksi kurang efisien dan optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mnganalisis faktor-faktor yang memengaruhi usahaternak ayam ras pedaging, serta menganalisis efisiensi penggunaan sarana produksi ternak baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu sentra populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor. Pengambilan responden peternak dilakukan secara purposive baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma berdasarkan data yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Peternakan di Kecamatan Pamijahan. Berdasarkan hasil dari penelitian, diketahui bahwa variabel pakan, tenaga kerja, serta kepadatan kandang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut adalah sebesar 0,901, 0,140, 0,102, dan 0,119. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,901 persen, penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,140 persen, penambahan kepadatan kandang sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0.102 persen, dan nilai elastisitas 0,119 pada dummy berarti terdapat perbedaan hasil produksi antara peternak mandiri dan plasma sebesar 0,119 persen. Pendugaan fungsi produksi usahaternak pada peternak mandiri, diketahui bahwa variabel pakan, tenaga kerja, mortalitas, dan kepadatan kandang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel peternak mandiri adalah 0,870, 0,363, -0,141, dan 0,137. Sedangkan pada peternak mandiri dengan skala usaha adalah 0,870, 0,334, -0,140, dan 0.140. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala sebesar 0,870 persen dan 0.870 pada peternak mandiri dengan skala, penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,363 persen dan 0,334 pada peternak mandiri dengan skala usaha, penambahan
mortalitas sebesar satu persen akan mengurangi produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,141 persen dan 0,140 pada peternak mandiri dengan skala usaha, dan penambahan kepadatan kandang sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,137 persen dan 0,140 persen pada peternak mandiri dengan skala usaha. Pendugaan fungsi produksi usahaternak pada peternak plasma, diketahui bahwa variabel pakan dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel peternak plasma adalah 0,904 dan 0,127. sedangkan pada peternak plasma dengan skala usaha adalah 0,899 dan 0,129. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak plasma tanpa skala usaha sebesar 0,904 persen dan 0,899 pada peternak plasma dengan skala usaha, dan penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak plasma tanpa skala usaha sebesar 0,127 persen dan 0,129 pada peternak plasma dengan skala usaha. Berdasarkan hasil dari penelitian yang didapatkan, penggunaan faktorfaktor produksi baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma belum mencapai kondisi yang efisien. Hal tersebut ditunjukkan dari rasio yang diperoleh antara NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Ini menunjukkan bahwa peternak mandiri tidak lebih efisien dibandingkan dengan peternak plasma dalam penggunaan input produksi. Kata kunci: ayam ras pedaging, pola usahaternak, Cobb-Douglas, efisiensi.
iv
ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR
DWIPANCA PRABUWISUDAWAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
Nama
: Analisis Efisiensi Usahternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor : Dwipanca Prabuwisudawan
NRP
: H44080108
Menyetujui Dosen Pembimbing
Ir. Ujang Sehabudin NIP: 19680301 199303 1 003
Mengetahui Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. NIP: 19660717 1992031 1 003
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumebrdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Analisis Efisiensi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Inti Plasma (PIR) di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging serta efisiensi penggunaan sarana produksi ternak baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karenan itu, penulis sangat memerlukan kritik dan saran yang membangun dari pembaca skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya pihak yang terkait dalam penelitian ini.
Bogor,
Mei 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan
waktu
untuk
memberikan
bimbingan,
arahan,
dan
perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Adi Hadianto SP. M.Si. selaku dosen penguji utama yang memberikan saran, arahan, dan perhatiannya. 3. Hastuti, SP, MP, M.Si. selaku dosen penguji wakil departemen yang memberikan saran dan perhatiannya. 4. Kedua orang tua, Bapak Sudarsono Jayadi dan Ibu Dwiyani Prasetyanti, serta kakak saya Tunggal Prasetya Widianti atas doa serta dorongan moral yang diberikan kepada penulis dalam penyelesain skripsi ini. 5. Seluruh peternak responden serta staf pengurus UPT Kecamatan pamijahan yang telah memberikan waktu dan informasi selama penelitian. 6. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di departemen ESL. 7. Rekan-rekan satu bimbingan Dewi Shinta, Dita Permatasari, Hayu Windi, Stevi Pebriani, Irpan Ripai, Yoppy, dan Kiky Rahmatia atas kekompakan dan motivasi yang diberikan. 8. Sahabat sepermainan Andri, Erwan, Ade, Uun, Anneke, Pradipta, Dhilla, Evvy, Vicky, Mafia dan Agung atas motivasi yang telah diberikan.
9. Sahabat DR A-14 Yogi, Rizki, Sandi, Ichsan, Ferry, Hairul, Rahmat, Stevan, dan Dika atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini. 10. Keluarga Besar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 45 atas inspirasi dan suka cita penulis selama ini. 11. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor,
Mei 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiv
I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.4 Batasan Penelitian ............................................................................ 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................
1 5 6 6 7
II.TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
8
2.1 Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Broiler) ............................ 2.2 Karakteristik Ayam Ras Pedaging (Broiler) .................................... 2.3 Peternak Ayam Ras Pedaging ................................................... 2.3.1 Peternak Plasma ..................................................................... 2.3.2 Peternak Mandiri .................................................................... 2.4 Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging ................ 2.4.1 Day Old Chick (DOC) ......................................................... 2.4.2 Pakan .................................................................................... 2.4.3 Vaksin dan Obat-Obatan ...................................................... 2.4.4 Tenaga Kerja ........................................................................ 2.4.5 Kandang ............................................................................... 2.5 Penelitian Terdahulu ...............................................................
8 8 9 9 10 11 11 11 12 13 13 14
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..............................................................
18
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 3.1.1 Fungsi Produksi .......................................................................... 3.1.2 Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas ...................................... 3.1.3 Efisiensi Faktor Produksi ............................................................ 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................
18 18 20 22 23
IV. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................
26
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 4.3 Metode Pengambilan Sample ......................................................... 4.4 Metode Analisis Data ..................................................................... 4.4.1 Analisis Deskriptif ............................................................... 4.4.2 Analisis Kuantitatif .............................................................. 4.4.2.1 Analisis Fungsi Produksi ......................................... 4.4.2.2 Analisis Efisiensi Produksi ...................................... 4.4.2.3 Pengujian Model ......................................................
26 26 26 27 27 27 28 29 30
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...............................
34
5.1 Letak dan Keadaan Geografis Lokasi Penelitian ............................. 5.2 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk................................................. 5.3 Sarana dan Prasarana ........................................................................ 5.4 Karakteristik Peternak Responden ................................................... 5.5 Karakteristik Usahaternak Ayam Ras pedaging ...............................
34 34 35 36 39
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
41
6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging ....................................................................... 6.1.1 Total Peternak ...................................................................... 6.1.2 Peternak Mandiri dan Peternak Plasma ............................... 6.1.3 Peternak Mandiri dan Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha .......................................................................... 6.2 Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging ..................................................
41 41 47 56 66
VII. SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
71
7.1 Simpulan ................................................................................. 7.2 Saran ......................................................................................
71 71
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
73
LAMPIRAN ...............................................................................................
75
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................
95
xi
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Halaman Sampling Frame Metode Pengambilan Sample Peternak di Kecamatan Pamijahan.................................................................. Karakteristik Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan....... Karakteristik Usahaternak Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan..................................................................................... Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan......................................... Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan Setelah Respesifikasi di Kecamatan Pamijahan...... Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan................................................ Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan.............................................................. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan...... Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan.................... Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan.................................................................. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan..................................................................................... Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan..................................................................................... Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan......................................... Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan.........................................
27 36 39 42 43 48 52 57 62 66 67 68 69 70
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi ............................................. 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Penelitian .....................................
Halaman 19 25
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Halaman Populasi Ternak Indonesia Tahun 2007-2011.............................. Populasi Ayam ras Pedaging Menurut Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 2010.................................................................. Populasi Ayam Ras Pedaging Provinsi Jawa Barat Tahun 2010.. Populasi Ayam Ras Pedaging Kabupaten Bogor Tahun 2010..... Peta Wilayah Kecamatan Pamijahan............................................ Data Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan..................................................................................... Data Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan..................................................................................... Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Total Peternak di Kecamatan Pamijahan..................................................................................... Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan.................................................................. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan.................................................................. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan.................... Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan......................................... Uji Heteroskedastisitas Model...................................................... Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov......................................... Sarana Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging.............................. Contoh Surat Izin Usahaternak dan Perjanjian Kontrak Pihak Plasma dan Inti............................................................................. Kegiatan Pemanenan....................................................................
76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 90 93 94 94
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita penduduk
Indonesia setiap tahun telah merubah kecenderungan pola kebutuhan konsumsi, khususnya perubahan peningkatan kebutuhan di bidang konsumsi produk peternakan. Hal tersebut dapat dilihat dari pola konsumsi produk peternakan yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2006 - 2009 mengalami peningkatan dengan diikuti peningkatan konsumsi produk peternakan penduduk Indonesia per tahun. Konsumsi produk peternakan mengalami peningkatan sebesar 0,24 persen pada tahun 2006 – 2007, 3,3 persen pada tahun 2007 – 2008, dan 3,1 persen pada tahun 2008 – 2009 seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia.1 Pencapaian kecukupan kebutuhan nutrisi terutama protein hewani pada masyarakat akan lebih efisien apabila dilakukan dengan meningkatkan konsumsi pangan yang bersumber dari komoditas peternakan khususnya ayam ras pedaging (broiler). Daging ayam ras mengandung komposisi nilai gizi yang baik dan sebagai sumber bahan makanan yang mengandung protein hewani. Meningkatnya kebutuhan konsumsi yang bersumber dari komoditas peternakan khususnya komoditas
produk
peternakan
ayam
ras
pedaging,
memengaruhi
laju
perkembangan populasi ayam ras pedaging di Indonesia. Populasi ayam ras pedaging di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada
1
http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. Produksi Statistik Peternakan Nasional. Diakses pada 8 Maret 2012.
tahun 2006 populasi ayam ras pedaging berjumlah 797 juta ekor, dan lebih dari 1 milyar ekor ayam ras pedaging pada tahun 2009.2 Jawa Barat merupakan wilayah dengan populasi ayam ras pedaging yang paling besar di Indonesia. Jumlah populasi ayam ras pedaging yang dihasilkan oleh Jawa Barat berkisar antara 42 hingga 50 persen dari total populasi ayam ras pedaging di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2010.3 Hal tersebut menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan wilayah serta sentra produksi ayam ras pedaging terbesar yang ada di Indonesia. Pendapatan per kapita penduduk di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 – 2007 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita meningkat sebesar 11,04 persen, tahun 2007 – 2008 meningkat sebesar 10,46 persen, tahun 2008 - 2009 meningkat sebesar 9,83 persen, dan tahun 2009 – 2010 meningkat sebesar 8,67 persen (Badan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, 2011). Peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun di Kabupaten Bogor secara empiris berpengaruh pada perubahan pola konsumsi, hal tersebut diperlihatkan oleh peningkatan pengeluaran penduduk di Kabupaten Bogor akan konsumsi daging atau protein hewani. Pada tahun 2009 kebutuhan konsumsi protein penduduk Kabupaten Bogor adalah sebesar 4,61 gr/ hari kemudian meningkat sebesar 4,82 gr/ hari pada tahun 2010, atau meningkat sebesar 4,56 persen. Peningkatan kebutuhan konsumsi protein hewani di Kabupaten Bogor diprediksikan akan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seiring
2
http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. Populasi Statistik Peternakan Nasional Diakses pada 8 Maret 2012. 3 http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. Populasi Statistik Peternakan Provinsi. Diakses pada 8 Maret 2012.
2
dengan peningkatan gizi nasional yaitu sebesar enam gr per kapita per hari (Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, 2000). Kecenderungan konsumsi yang meningkat tersebut menunjukkan bahwa diperlukan pula peningkatan produksi peternakan secara proporsional. Seiring dengan meningkatnya pola kebutuhan konsumsi protein hewani, diantaranya konsumsi komoditas produk peternakan ayam ras pedaging. Konsumsi ayam ras pedaging merupakan salah satu sektor yang berpengaruh pada pola konsumsi protein hewani. Hal tersebut ditunjukkan oleh lebih besarnya presentase konsumsi ayam ras, dibandingkan dengan konsumsi protein hewani yang dihasilkan dari sektor lainnya, yaitu sebesar 82,6 persen dari total konsumsi produk peternakan pada tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah dengan produksi ayam ras pedaging paling besar di Jawa Barat. Sumbangannya terhadap total produksi di Jawa Barat berkisar antara 18 sampai 20 persen dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.4 Jumlah populasi ayam ras yang begitu besar dikarenakan Kabupaten Bogor memiliki potensi dalam bidang peternakan ayam ras pedaging, yang didukung oleh potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada. Jumlah populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor semakin meningkat setiap tahunnya. Tahun 2006 tercatat produksi ayam ras pedaging mencapai 59 juta ekor dan menjadi 78 juta ekor pada tahun 2010. Rata-rata peningkatan produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor adalah sebesar 7,3 persen per
4
http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. Populasi Statistik Peternakan Kabupaten/ Kota. Diakses pada 8 Maret 2012.
3
tahun dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Salah satu kecamatan yang memiliki potensi besar dalam produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Pamijahan. Wilayah ini menghasilkan produksi ayam ras pedaging sebanyak 1.498.000 ekor pada tahun 2010, dimana hasil tersebut adalah hasil produksi terbesar kedua setelah Kecamatan Gunung Sindur yang menghasilkan produksi ayam ras pedaging sebanyak 1.522.700 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Sistem budidaya ayam ras pedaging yang berada di Kecamatan Pamijahan, dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengelolaan mandiri atau yang disebut dengan peternak mandiri, dan pengelolaan dengan pola kemitraan, atau biasa disebut peternak plasma. Masing-masing dari peternak tersebut, memiliki keterbatasan dalam melaksanakan budidaya ayam ras pedaging, sehingga menjadikan hasil produksi menjadi kurang efisien dan optimal. Beberapa keterbatasan yang dialami oleh peternak mandiri antara lain: (1) keterbatasan modal; (2) manajemen pemeliharaan/keterampilan peternak; (3) keterbatasan akses pemasaran/penjualan. Sama halnya dengan peternak mandiri, peternak inti plasma juga memiliki kendala antara lain: (1) rendahnya posisi tawar pihak plasma terhadap pihak inti; (2) kurang transparannya penentuan harga input maupun output oleh pihak inti. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian mengenai efisiensi faktorfaktor produksi perlu dilakukan untuk memperoleh keuntungan usaha yang tinggi termasuk dalam pencapaian tingkat efisiensi produksi yang optimal bagi para peternak baik peternak mandiri maupun peternak plasma.
4
1.2.
Perumusan Masalah Produksi ternak terbesar di Kabupaten Bogor ada pada jenis ternak ayam
ras pedaging. Sumbangannya terhadap total produksi ternak di Kabupaten Bogor berkisar antara 78,94 hingga 82,68 persen dari total produksi ternak dari tahun 2006 hingga tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa ternak ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis usaha peternakan yang mempunyai keunggulan serta peluang usaha yang cukup tinggi. Memerhatikan perkembangan dan kondisi usaha peternakan ayam ras pedaging, khususnya di Kecamatan Pamijahan baik peternak mandiri maupun peternak
plasma
yang
memiliki
perbedaan
perilaku
dalam
mengelola
usahaternaknya masing-masing. Peternak mandiri menjalankan kegiatan usahanya dengan permodalan dan pemasaran yang diusahakan sendiri oleh peternak yang bersangkutan, namun semua resiko ditanggung oleh peternak tersebut termasuk resiko produksi dan kegagalan harga. Sedangkan peternak plasma menyediakan tenaga kerja dan kandang, sarana produksi peternakan lainnya seperti Day Old Chick (DOC), pakan, dan obat-obatan disediakan oleh pihak inti sehingga resiko produksi dan kegagalan harga relatif lebih kecil. Usaha yang efisien sangat bergantung pada kemampuan masing-masing peternak dalam mengelola faktor-faktor produksi yang dimilikinya secara tepat. Alokasi faktor-faktor produksi yang efisien pada usaha peternakan ayam ras pedaging berkaitan erat dengan manajemen budidaya yang dilaksanakan suatu usaha peternakan. Kondisi ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali peternak ayam ras pedaging mengalokasikan faktor-faktor produksi yang
5
dimilikinya selama ini dan bagaimana yang seharusnya sehingga didapat tingkat efisiensi yang optimal pada proses produksi yang dilaksanakan oleh masingmasing peternak, baik peternak mandiri maupun peternak plasma dalam melaksanakan
usaha
peternakannya.
Melalui
uraian
di
atas,
beberapa
permasalahan yang dapat dikaji adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri maupun peternak plasma? 2. Apakah penggunaan sarana produksi ternak (sapronak) pada masingmasing peternak baik mandiri maupun plasma sudah efisien? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging pada peternak mandiri maupun plasma. 2. Menganalisis efisiensi penggunaan sarana produksi ternak pada peternak mandiri dan plasma. 1.4.
Batasan Penelitian Keterbatasan yang terdapat pada penelitian antara lain: 1. Faktor produksi yang dipakai dalam penelitian ini adalah bersifat tunai dan terukur. 2. Penelitian pada pola kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) hanya dilakukan pada peternak plasma, sedangkan pada perusahaan inti tidak dilakukan penelitian.
6
3. Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini hanya memakai satu fungsi produksi, yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas. 1.5.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna
sebagai berikut: 1. Memberikan informasi kepada para peternak baik peternak mandiri maupun peternak plasma dalam memanfaatkan sarana produksi ternak agar lebih efisien dan mendapat hasil yang optimal. 2. Memberikan informasi kepada perusahaan inti agar tepat dalam mensuplai sarana produksi ternak yang diberikan kepada peternak plasma. 3. Memberikan informasi kepada pihak pemerintah yang terkait, Dinas Peternakan, Unit Pelaksana Teknis (UPT), dan penyuluh dalam melaksanakan kegiatan peternakan. 4. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti-peneliti lain dalam melakukan penelitian berikutnya.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Broiler) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
No.362/kpts/TN.120/1990, skala usaha peternakan di Indonesia dapat dibedakan menjadi perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersil yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit atau ternak potong), telur, usus serta usaha untuk menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan, dan memasarkan produk-produk peternakan. Peternakan rakyat adalah usaha peternakan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak 15.000 ekor. 2.2.
Karakteristik Ayam Ras Pedaging (Broiler) Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya
teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan kecil, siap dipotong pada umur yang relatif muda serta menghasilkan kualitas daging berserat. Strain ayam broiler yang beredar di Indonesia antara lain Arbor Acress, Cobb, Hubbard, Hybro, Cobb 100, Kimber, dan Pilch (Suharno, 2002). Rasyaf (2002) menyatakan bahwa satu masa produksi adalah satu kurun waktu dimana dilakukan produksi atau perbesaran anak ayam ras pedaging mulai usia sehari hingga siap jual. Ayam ras pedaging siap jual di Indonesia dilakukan pada usia 5 – 6 minggu dengan bobot jual antara 1,4 – 1,7 kg/ ekor sesuai
permintaan konsumen. Ada dua hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu sesuai kebijakan peternakan dalam menentukan frekuensi produksi per tahun, yaitu masa panen dan masa istirahat. Ayam ras pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tertentu, mempunyai pertumbuhan cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak (Rasyaf, 1998). Ayam ras pedaging disebut juga ayam broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Pemeliharannya pun relatif singkat, sekitar 5 hingga 6 minggu sudah dapat dipanen (Prihatman, 2002). 2.3.
Peternak Ayam Ras Pedaging
2.3.1. Peternak Inti Plasma Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil, pola inti plasma yaitu: “Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan inti melaksanaan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemanfaatan hasil produksi”. Dengan demikian pada pola peternak inti plasma, perusahaan inti menyediakan sarana produksi peternakan (sapronak) berupa: DOC, pakan, obatobatan/vitamin, bimbingan teknis, dan memasarkan hasil produksi, sedangkan plasma menyediakan kandang dan tenaga kerja. Faktor pendorong peternak ikut
9
pola tersebut adalah: (1) tersedianya sarana produksi peternakan; (2) tersedia tenaga ahli; (3) modal kerja inti; dan (4) pemasaran hasil produksi yang terjamin. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.472/1996, mengenai petunjuk pelaksanaan pembinaan usaha peternakan ayam ras, diantaranya mengenai tata cara pelaksanaan program kemitraan oleh perusahaan. Kemitraan tidak terbatas pada bentuk Peternakan Inti Rakyat (PIR) tapi juga dapat dalam bentuk pengelola maupun penghela. Kebijakan ini sebagai upaya pemerintah untuk mendorong usaha peternakan rakyat. Melalui kemitraan diharapkan dapat terjadi suatu simbiosis yang saling menguntungkan antara perusahaan peternakan dengan peternakan rakyat. Pola kemitraan dilakukan yaitu perusahaan peternakan menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi peternakan rakyat. 2.3.2. Peternak Mandiri Peternak mandiri adalah peternak yang memiliki prinsip menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan produknya. Pengambilan keputusan mencakup kapan mulai beternak dan memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan dan resiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak tersebut (Supriyatna dkk, 2006). Beberapa faktor yang menyebabkan usaha peternakan ayam ras pedaging dikelola secara mandiri oleh para peternak, yaitu: (1) pemeliharaannya cukup mudah; (2) waktu pemeliharaan relatif singkat karena sistem pemasarannya dalam bentuk ekoran; dan (3) tingkat pengembalian modal relatif cepat.
10
2.4.
Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging
2.4.1. Day Old Chick (DOC) Bibit merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi karena menjamin kelangsungan usaha peternakan ayam ras pedaging. Menurut Ginting (2003) dalam penelititiannya, rata-rata biaya DOC yang dikeluarkan oleh peternak ayam ras pedaging sebesar 26,98 persen. Biaya DOC tersebut merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya pakan. Selain itu, ketersediaan mutu dan kontinuitas bibit sangat memengaruhi kelangsungan produksi ternak yang akan dilakukan. Peternak ayam ras pedaging harus memiliki pemasok bibit ternak tetap, sehingga kelangsungan produksi ternak tetap terjaga (Rahardi, 2003). Menurut Rasyaf (2003), hal-hal lain yang memengaruhi penentuan bibit antara lain harga bibit, sistem pembayaran, pelayanan purna jual, dan reputasi pembibit yang bersangkutan. Cara pembayaran dan pelayanan purna jual sangat berkaitan dengan reputasi pembibit yang bersangkutan. Pembibit yang berprestasi baik akan bertanggung jawab dan memberikan pelayanan purna jual melalui pelayanan teknis. 2.4.2. Pakan Pengelolaan pakan sangat penting, karena biaya pakan pada peternakan ayam ras pedaging dapat mencapai 60 - 70 persen dari total biaya produksi. Ginting (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa secara statistik pakan merupakan fakor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Biaya produksi yang dikeluarkan peternak setiap periode produksi
11
mencapai 63,97 persen. Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, kualitas pakan, dan konsentrasi pakan yang diberikan pada ayam ras pedaging. Pemberian pakan pada ayam ras pedaging harus memerhatikan kecukupan nutrisi pakan. Secara garis besar nutrisi dalam pakan ayam terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Pemenuhan nutrisi tersebut sangat diperlukan untuk pemeliharaan, pertumbuhan, dan reproduksi (Fadilah et al, 2007). 2.4.3. Vaksin dan Obat-Obatan Banyak program pencegahan penyakit yang dapat diaplikasikan di suatu kawasan peternakan ayam. Program pencegahan penyakit tersebut diantaranya program sanitasi, vaksin, dan pengobatan dini pada umur tertentu ketika gejala ayam sakit mulai tampak. Program sanitasi (biosecurity) merupakan program yang dijalankan di suatu kawasan peternakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya perpindahan penyebab penyakit menular. Program sanitasi ini biasa dilakukan dengan cara menjaga kebersihan dan penggunaan desinfektan. Program vaksinasi merupakan salah satu cara paling sering dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit di kawasan peternakan. Semua program vaksin dilakukan berdasarkan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau wilayah sekitarnya. Vaksin yang diberikan ke ternak ayam dapat berupa vaksin virus hidup, vaksin yang dilemahkan, dan vaksin yang dimatikan. Program pengobatan sebaiknya dilakukan jika ayam sudah terdeteksi secara dini terkena penyakit. Jika infeksi sudah terlalu parah, pengobatan akan sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
12
Selan itu peternak dapat memberikan obat secara terencana jika sebelumnya telah mengetahui sejarah penyakit yang sering terjadi di kawasan tersebut (Fadilah et al, 2007). 2.4.4. Tenaga Kerja Tenaga kerja sangat menentukan kelangsungan usaha pada peternakan ayam ras pedaging. Tenaga kerja merupakan prioritas yang harus dirancang menjadi sistem kerja dalam perencanaan usaha peternakan ayam ras pedaging. Sistem kerja di peternakan dibedakan menjadi sistem kerja rotasi dan sistem kerja per kelompok atau per kandang. Tenaga kerja yang dipilih dapat berupa tenaga kerja tetap, tenaga kerja harian, dan tenaga kerja kontrak (Rasyaf, 2003). Hasil penelitian Rommie (1998) menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja yang dikeluarkan peternak ayam ras pedaging skala rakyat mencapai 1,74 persen dari total biaya produksi. Menurut Imaduddin (2001) biaya tenaga kerja yang dikeluarkan peternak skala besar adalah sebesar 1,53 persen dari total biaya produksi. 2.4.5. Kandang Bagian terpenting dalam suatu peternakan adalah kandang, karena kandang merupakan tempat ayam berdiam dan berproduksi. Selain itu kandang berfungsi untuk mempermudah tata laksana pemeliharaan dan pengontrolan ternak. Menurut Rahardi (2003) kandang dengan tipe postal merupakan kandang yang sesuai dengan ayam ras pedaging. Konstruksi kandang yang dibangun setidaknya kuat dan mudah dirawat. Selain itu untuk efisiensi biaya kandang yang harus dibangun harus disesuaikan dengan skala usaha.
13
2.5.
Penelitian Terdahulu Penelitian Fitriani (2003) berdasarkan uji Chow dengan membandingkan
parameter dari fungsi produksi peternak mitra dan peternak mandiri, diperoleh nilai F-statistik sebesar -0,03632. Hal ini menunjukan bahwa parameter dari kedua persamaan regresi tersebut tidak berbeda. Secara umum, peternak mitra tidak lebih baik dibandingkan peternak mendiri dalam beternak ayam broiler. Namun dari nilai elastisitas produksi menunjukkan bahwa pengunaan bibit, biaya obatobatan, pengalaman beternak, dan umur jual peternak mitra lebih responsif terhadap produksi dibandingkan peternak mandiri. Dari ukuran elastisitas tersebut, maka penggunaan jumlah satuan fisik yang sama dalam input produksi akan memberikan tingkat produksi yang lebih tinggi bagi peternak mitra daripada peternak mandiri. Penggunaan faktor-faktor produksi baik peternak mitra maupun peternak mandiri belum mencapai kondisi efisien, karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukan peternak mitra tidak lebih efisien dibandingkan peternak mandiri dalam penggunaaan input produksi. Dari analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total peternak mitra sebesar 1,79 dan 1,21. Sedangkan peternak mandiri memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,03 dan 1,02. Artinya kegiatan usaha ternak oleh peternak mitra relatif lebih efisien dibandingkan usaha ternak oleh peternak mandiri. Hal ini karena peternak mitra memiliki penerimaan yang relatif stabil dibandingkan peternak mandiri yang bergantung pada harga pasar.
14
Penelitian yang dilakukan oleh Murjoko (2004) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi produksi ayam ras pedaging meliputi bibit DOC, pakan (starter dan finisher), tenaga kerja, OVK (obat, vitamin, vaksin), pemanas gasolec, dan mortalitas. Berdasarkan hasil pendugaan dengan model Cobb Douglass diperoleh koefisien determinasi sebesar 99,4 persen. Uji F menyatakan bahwa faktor produksi secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 99 persen. Berdasarkan hasil uji-t, faktor produksi bibit DOC, pakan, tenaga kerja, dan OVK berpengaruh nyata positif pada taraf 99 persen, sedangkan faktor produksi pemanas gasolec dan mortalitas tidak berpengaruh nyata hingga taraf nyata 85 persen. Penggunaan faktor produksi yang optimal akan memberikan dampak positif bagi peternakan. Biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan kecil sehingga keuntungan yang diterima maksimum. Penelitian Kusuma (2005) menjelaskan kondisi usaha ternak yang digunakan oleh peternak probiotik dan non probiotik dengan model fungsi produksi. Model tersebut menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas karena pada model ini, biasa ditemui adanya masalah multikolinear. Berdasarkan nilai dari elastisitas produksinya menunjukkan bahwa penggunaan bibit, pakan, dan pemanas oleh peternak probiotik lebih responsif terhadap produksi dibanding peternak non probotik. Sedangkan penggunaan tenaga kerja dan obat-obatan oleh peternak non probiotik lebih responsif terhadap produksinya. Penggunaan probiotik terbukti mampu menekan penggunaan jumlah pakan, hal ini dapat dilihat dari nilai feed convertion ratio (FCR) pada peternak probiotik lebih rendah dibandingkan dengan peternak non probiotik. Penggunaan faktor produksi baik peternak probiotik maupun peternak non probiotik belum
15
efisien. Karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini menunjukkan peternak non probiotik dalam penggunaan input produksi. Dari hasil analisis imbangan penerimaan dari biaya (R/C ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total peternak probiotik sebesar 1,18 dan 1,17. Sedangkan peternak non probiotik memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,15 dan 1,14. Artinya kegiatan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik memperoleh penerimaan lebih besar dibandingkan penerimaan peternak non probiotik. Penelitian Yunus (2009) menjelaskan efisiensi dalam usaha sangat menentukan keberhasilan pengelolaan usaha peternakan ayam ras pedaging agar mampu menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar dan sekaligus membuka peluang kesempatan kerja serta memberikan pendapatan bagi peternak pola kemitraan dan mandiri. Analisis efisiensi teknis yang dicapai peternak ayam ras pedaging secara keseluruhan adalah sebesar 0,868. Selain dipengaruhi secara nyata oleh faktor produksi bibit, pakan, vaksin, obat, dan vitamin, tenaga kerja, dan bahan bakar, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi, dan secara nyata pada α=10 persen memengaruhi efisiensi secara teknis adalah tingkat umur peternak, dimana peternak berusia muda memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi, maka menambah efisiensi teknis, sedangkan faktor pengalaman, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan walaupun tidak berpengaruh secara nyata namun menunjukkan hubungan yang sesuai terhadap pencapaian tingkat efisiensi teknis.
16
Pencapaian efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomi pada peternak pola kemitraan sebesar 1,816 dan 1,587, sedangkan efisiensi harga/alokatif peternak mandiri adalah sebesar 1,838 dan efisiensi ekonomis sebesar 1.593. Secara keseluruhan kedua usaha ternak tersebut belum mencapai tingkat efisiensi frontier. Namun bagi peternak pola kemitraan efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomis tidak menjadi suatu hal penting yang harus dicapai karena pada usaha ternak pola kemitraan harga input dan harga output ditentukan oleh pihak inti (perusahaan) dan peternak hanya menerima saja. Lain halnya dengan peternak mandiri yang dengan bebas dapat memilih alternatif harga faktor-faktor produksi yang digunakan.
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Fungsi Produksi Mubyarto (1989) mendefiniskan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi dinyatakan sebagai berikut: Y = f (X1,X2,X3, ... , Xn) ............................................................................. (3.1) Dimana: Y X1,X2,..., Xn
= Hasil produksi fisik = Faktor-faktor produksi
Faktor-faktor yang digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: (1) faktor yang sifatnya tidak habis dalam satu proses produksi yang dinamakan faktor produksi tetap, seperti tanah dan bangunan; (2) faktor produksi yang sifatnya habis dipakai dalam satu proses produksi yang dinamakan faktor produksi variabel, seperti pakan, pupuk, dan obat-obatan. Selain itu faktor produksi yang digunakan dalam usahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: (1) dapat dikuasai petani, seperti luas tanah, pupuk, jumlah pakan, obatobatan, tenaga kerja, dan lainnya; (2) yang tidak dapat dikuasai oleh petani, seperti iklim dan penyakit. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (The Law of Deminishing Return). Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang mempunyai pengertian
bahwa jika faktor produksi variabel terus-menerus ditambah dalam suatu proses produksi sedangkan faktor produksi lainnya tetap, maka tambahan jumlah produksi per satuan input akan menurun. Hukum ini akan menggambarkan adanya kenaikan hasil yang menurun dalam kurva fungsi produksi (Soekartawi, 1986). Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengetahui efisiensi dapat dilihat elastisitas produksinya. Elastisitas produksi merupakan presentase perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat presentase perubahan yang digunakan. Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Daerah-Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi
19
Keterangan: PT = Produk Total PM = Produk Marjinal PR = Produk Rata-Rata Daerah produksi I (daerah irrational) mempunyai nilai elastistas produksi lebih dari satu, yang berarti penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan penggunaan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah II dalam kurva fungsi produksi memiliki nilai elastisitas produksi antara nol dan satu. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada suatu tingkat penggunaan faktor produksi tertentu di dalam daerah ini (tergantung harga faktor produksi dan harga produk) akan tercapai keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional. Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan penggunaan faktorfaktor produksi yang tidak efisien, sehingga daerah ini disebut daerah irrational. 3.1.2. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Untuk mengamati pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksi (output) perlu disederhanakan dalam bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi tersebut: (1) dapat dipertanggungjawabkan; (2) mempunyai
20
dasar yang logis secara fisik maupun ekonomik; (3) mudah dianalisa; dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi, 1986). Model fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu model untuk menjelaskan
hubungan
memengaruhinya.
antara
Penggunaan
produksi fungsi
dengan
Cobb-Douglas
faktor-faktor
yang
didasarkan
pada
pertimbangan-pertimbangan berikut: (1) koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output; (2) jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang diduga sekaligus merupakan pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi yang berlangsung; (3) mengurangi terjadinya heterokedastisitas. Hal ini karena bentuk linier dari fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk log e (ln) sehingga variasi data menjadi lebih kecil; (4) perhitungan sederhana karena dapat dimanipulasi ke dalam bentuk persamaan linier; dan (5) bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya penelitian bidang pertanian. Namun demikian fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) elastisitas produksinya dianggap konstan (sama dengan satu); (2) nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias apabila faktor yang digunakan tidak lengkap; (3) model fungsi Cobb-Douglas tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol; dan (4) sering terjadi multikolinier (Soekartawi, 1986). Persamaan matematik dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dirumuskan sebagai berikut:
21
Y = boX1b1X2b2X3b3...Xnbn eu ........................................................................ (3.2) Dimana: Y = Jumlah produksi fisik X1 , X2 , ... Xn = Faktor-faktor produksi B1 , b2 , ... bn = Parameter variabel penduga dan merupakan elastisitas masing masing fungsi produksi b0 = Intersep e = Bilangan natural u = Unsur sisa Dengan mentransformasikan dari fungsi produksi Cobb-Douglas kedalam bentuk linier logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + ... + bn Ln Xn ............... (3.3) Menurut Soekartawi (1986), agar relevan dengan analisis ekonomi, maka nilai bi harus positif dan lebih kecil dari satu. Artinya berlaku asumsi tambahan yang semakin berkurang (Deminishing Return) untuk semua variabel X. 3.1.3. Efisiensi Faktor Produksi Pengertian efisiensi sangat relatif, dalam Soekartawi (1994), mengartikan efisiensi sebagai penggunaan input tertentu untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi demikian dapat terjadi jika petani mampu membuat suatu upaya kalau Nilai Produk Marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (Px) tersebut. Hal tersebut dapat ditulis sebagai berikut: 𝑁𝑃𝑀 𝑥 𝑃𝑥
= 1 .................................................................................................. (3.4)
Dalam banyak kenyataan NPMX tidak selalu sama dengan PX, kondisi yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
22
a. (NPMX / PX) > 1; artinya penggunaan input X belum efisien, untuk mencapai kondisi yang efisien maka penggunaan input X perlu ditambah. b. (NPMX / PX) < 1; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk mencapai kondisi yang efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi. Efisiensi adalah suatu pengalokasian sejumlah barang dalam jumlah tertentu dalam suatu ekonomi pertukaran disebut efisien jika lewat realokasi barang-barang tidak ada seorang individu pun dapat memperoleh kesejahteraan tanpa mengurangi kesejahteraan individu lain. Jadi suatu pengalokasian disebut efisien jika kondisi-kondisi secara jelas dan pasti (unumbiguosly) tidak dapat dibuat lebih baik lagi (Nicholson, 1999). Menurut Mubyarto (1986), efisiensi produk adalah banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari suatu kesatuan faktor produksi (input). Jika efiseinsi fisik ini dinilai dengan uang maka dinamakan efisiensi ekonomi. Apabila hasil penerimaan bersih usaha tani besar maka hal ini mencerminkan rasio yang baik dari nilai hasil dan biaya. Semakin tinggi rasio, berarti usaha tani semakin efisien. 3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Tingkat efisiensi proses produksi suatu peternak dapat dianalisis dengan
melakukan perbandingan antara peternak mandiri dan peternak plasma. Peternak mandiri adalah peternak yang melakukan kegiatan usaha ternaknya dengan modal, manajemen, dan biaya sendiri, sedangkan peternak plasma adalah peternak yang melakukan kerjasama kemitraan dengan suatu perusahaan atau poultry shop. Kemitraan yang yang umum dilakukan adalah dalam bentuk pemberian sarana
23
produksi peternakan seperti DOC, pakan, dan obat-obatan oleh perusahaan inti, sedangkan peternak plasma menyediakan tempat dan tenaga kerja. Fokus kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada peternak mandiri dan plasma secara umum dibagi menjadi dua bagian utama yaitu, melihat faktor yang memengaruhi produksi usahaternak ayam ras pedaging dan mempelajari sudah efisien atau belum penggunaan faktor produksi peternak. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi usaha ternak ayam ras pedaging yaitu, bibit, pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, obat-obatan, dan pemanas. Melalui faktor-faktor tersebut, secara teknis akan dapat dilihat kecenderungan
peternak
didalam
menggunakan
input
produksi
untuk
menghasilkan produksi yang diharapkan. Tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha pemeliharaan ayam ras pedaging dapat diketahui dengan melakukan analisis produksi (pendugaan, pengujian, dan pemilihan model fungsi produksi) dan analisis efisiensi teknis. Setelah melakukan hal tersebut, maka dapat ditentukan efisiensi faktor produksi dan kombinasi optimal (Gambar 2).
24
Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging
Peternak Mandiri
Analisis Fungsi Produksi
Peternak Plasma
Analisis Efisiensi Ekonomis
Analisis Fungsi Produksi
Analisis Efisiensi Ekonomis
Perbandingan Peternak
Manfaat Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi
Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
25
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada peternak ayam ras pedaging dengan pola
mandiri dan plasma di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu sentra produksi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor setelah Kecamatan Gunung Sindur. Kegiatan penelitian dilaksanakan sekitar empat bulan yaitu, mulai dari bulan Februari sampai dengan Juni 2012. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan pihak peternak yang bersangkutan di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yang terkait dengan dengan penelitian ini seperti Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, Badan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, UPT Kecamatan Pamijahan, perpustakaan, internet, dan penelitian terdahulu yang terkait. 4.3.
Metode Pengambilan Sample
Pemilihan responden (sample) peternak mandiri diambil secara purposive, yaitu dengan melihat data daftar peternak mandiri yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Metode ini dilakukan karena berdasarkan data yang diperoleh, peternak ayam ras pedaging yang berpola mandiri hanya terdapat 27 peternak, oleh karena itu perlu dilakukan metode
pengambilan sample secara snowballing untuk melengkapi jumlah responden yang dibutuhkan untuk penelitian ini yaitu sebsesar 30 peternak. Tabel 1. Sampling Frame Metode Pengambilan Sample Peternak di Kecamatan Pamijahan Jumlah Jumlah Peternak Sample (n) Plasma (N) 1 < 5000 35 14 2 ≥5000 43 26 78 40 Sumber: Unit Pelaksana Teknis Kecamatan Pamijahan, 2011. Stratifikasi
Jumlah Populasi (ekor)
Jumlah Peternak Mandiri (N) 17 7 24
Jumlah Sample (n) 17 7 24
Teknik pengambilan responden (sample) pada peternak plasma diambil secara purposive berdasarkan sampling frame yang diperoleh dari UPT Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Metode ini dilakukan karena populasi ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan yang dikelola oleh peternak plasma relatif homogen, yaitu dibawah 10.000 ekor per peternak. Berdasarkan hal tersebut, maka dipilih 40 peternak secara sengaja yang berada di tiga desa yang merupakan sentra peternak plasma di kecamatan Pamijahan, yaitu Desa Gunung Sari, Cibitung Wetan, dan Pasarean. 4.4.
Metode Analisis Data
4.4.1. Analisis Deskriptif Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung, dianalisis secara deskriptif sesuai dengan landasan teori yang terkait, ditunjang dengan data kuantitatif dalam bentuk daftar atau tabel-tabel. 4.4.2. Analisis Kuantitatif Analisis
efisiensi
faktor-faktor
produksi
dilakukan
dengan
cara
membandingkan faktor produksi yang digunakan oleh peternak mandiri dan
27
peternak plasma. Untuk analisis usaha ternak dilakukan dengan cara membandingkan usahaternak mandiri dan plasma. 4.4.2.1. Analisis Fungsi Produksi Setelah menguraikan faktor-faktor produksi, kemudian disusun suatu model fungsi produksi untuk menduga hubungan fisik atau teknis antara faktorfaktor produksi yang digunakan dengan produksi yang dihasilkan. Fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: Y = b0X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 eb7D1 + b8D2+u ........................................ (4.1) Dengan mentransformasikan dari fungsi Cobb-Douglas kedalam bentuk logaritmik, model fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + ... + b6 Ln X6 + b7 D1 + b8 D2 + u ................... (4.2) Dimana: Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 D1 D2 Ln b0 u b1,b2,...,b6
= Hasil produksi daging per periode (kg broiler hidup) = Pakan per periode (kg) = Tenaga kerja per periode (HKP) = Mortalitas (%) = Kepadatan kandang (ekor/m2) = Vaksin per periode (ml) = Pemanas per periode (kg) = Dummy pola usaha; 0 = Peternak mandiri; 1 = Peternak plasma = Dummy skala usahaternak; 1 ≥ 5.000 ekor; 0 = < 5000 ekor = Intersep, merupakan besaran parameter = Unsur sisa = Koefisien regresi, merupakan nilai dugaan parameter
Metode statistik yang digunakan untuk menerangkan hubungan sebab akibat dari faktor produksi dalam fungsi produksi di atas adalah regresi. Berdasarkan analisis regresi linier sederhana logaritmik akan didapat besarnya
28
nilai F-hitung, t-hitung, dan R2. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan X1,X2,...,X6 secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Bila F-hitung lebih besar dari F-tabel maka parameter bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai, secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel berati parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, sebaliknya bila t-hitung lebih kecil dari t-tabel berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. R2 digunakan untuk melihat sejauh mana keragaman yang diterapkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y). 4.4.2.2. Analisis Efisiensi Produksi Efisiensi teknis faktor-faktor produksi dalam fungsi produksi CobbDouglas dapat langsung diketahui dari nilai koefisien regresi yang merupakan nilai elastisitas produksinya. Jika nilai (bi) > 1 maka berada dalam daerah tidak rasional (daerah I), jika nilai 0 < (bi) < 1 maka telah berada dalam daerah rasional (daerah II), dan (bi) < 0 maka berada dalam daerah tidak rasional (daerah III). Kondisi efisiensi ekonomis (keuntungan maksimum) dengan kombinasi faktor-faktor produksi yang efisien harus memenuhi kondisi kecukupan sebagai berikut: 𝑁𝑃𝑀 𝑋 1 𝐵𝐾𝑀 𝑋 1
=
𝑁𝑃𝑀 𝑋 2 𝐵𝐾𝑀 𝑋 2
=…=
𝑁𝑃𝑀 𝑋 6 𝐵𝐾𝑀 𝑋 6
= 1 .................................................... (4.3)
29
Untuk menghitung NPMXi diperlukan besaran produk marjinal (PMXi) dan harga produk (PY), karena NPM merupakan hasil kali harga produk dengan produk marjinal. Biaya korbanan marjinal (BKMXi) adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi satu satuan. Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu sendiri. 4.4.2.3. Pengujian Model Pengujian hipotesa secara statistik hanya dilakukan untuk hasil regresi dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari perolehan data. Pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pengujian Terhadap Model Penduga Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel secara bersama-sama terhadapa variabel tak bebasnya. Uji yang dilakukan adalah uji-F. Prosedur pengujian: H0
: b1 = b2 = … = b6 = 0
H1
: b1 ≠ b2 ≠ … ≠ b6 ≠ 0 atau minimal ada satu bi ≠ 0
F hit =
𝐾𝑇𝑅 𝐾𝑇𝐺
................................................................................................. (4.4)
Dimana: KTR = Kuadrat tengah regresi KTG = Kuadrat tengah galat Kriteria pengujian: Jika F < Fhit tabel, maka H0 diterima, artinya variabel secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Jika F > Fhit tabel, maka H0 ditolak, artinya variabel secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya.
30
2. Pengujian Koefisien Regresi Uji statistik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing variabel bebas memengaruhi variabel tak bebasnya. Uji yang digunakan adalah uji-t. Prosedur pengujian: thit =
𝑏−𝐵 𝑆𝑏
................................................................................................... (4.5)
Nilai t-hitung yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan t tabel. Jika t < - tα/2 atau t > - tα/2, tolak H0, jika – tα/2, terima H0, dengan asumsi: H0
: b1 = 0 (tidak berpengaruh nyata)
H1
: b1 ≠ 0 (ada pengaruh nyata)
3. Pengujian Koefisien Determinasi Firdaus (2004) menyatakan bahwa dalam hal hubungan dua atau lebih variabel, koefisien determinasi (r2) mengukur tingkat ketepatan/ kecocokan dari regresi linier sederhana, yaitu merupakan presentase sumbangan X terhadap variasi Y. Pengertian tersebut dapat diperluas untuk regresi linier berganda. Pada regresi linier berganda, besarnya presentase sumbangan X terhadap variasi Y disebut koefisien determinasi berganda (multiple coeffisient of correlation) dengan simbol R2. Prosedur pengujian: R2 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝐾𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖 (𝐽𝐾𝑅 ) 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝐾𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝐽𝐾𝑇 )
........................................................ (4.6)
Seperti halnya r2 maka R2 nilainya antara nol dan satu: 0 ≤ R2 ≤1.
31
4. Uji Kenormalan Sisaan/Galat Uji kenormalan bertujuan untuk mengetahui apakah galat dari data yang digunakan menyebar dengan normal atau tidak. Prosedur pengujian: H0
: galat mnyebar normal
H1
: galat tidak menyebar normal
Kriterian pengujian: Jika p-value < α maka tolak H0, artinya galat tidak menyebar normal. Jika p-value > α maka terima H1, artinya galat menyebar normal. 5. Uji Kehomogenan Ragam Salah satu asumsi yang penting dalam model regresi linier adalah bahwa kesalahan pengganggu εi mempunyai varian yang sama, artinya Var (εi) = E (εi2) = Ϭ2 untuk semua i, i = 1, 2, ..., n. Asumsi ini disebut sebagai homoskedastisitas (Supranto, 2004). Model yang tidak memenuhi asusmsi tersebut dapat dikatakan memiliki penyimpangan. Penyimpangan terhadap faktor pengganggu sedemikian itu disebut dengan heteroskedastisitas (Firdaus, 2004). Prosedur pengujian: Fhit =
𝐽𝐾𝑅 1 𝐽𝐾𝑅 2
.................................................................................................. (4.7)
Keterangan: - Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh pertama dikonotasikan (JKR1). - Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh kedua dikonotasikan (JKR2). Jika tidak ada masalah heteroskedastisitas maka nilai F-hitung akan menuju 1. Masalah heteroskedastisitas masih dapat ditolerir jika F-hitung < F
32
tabel dengan derajat bebas v1 = v2 = (n-c-2k)/2 dimana n adalah jumlah contoh, c adalah jumlah contoh pemisah, dan k adalah jumlah parameter yang diduga. 6. Uji Multikolinier Uji multikolinier dapat diduga dengan menggunakan metode VIF (Variance Inflation Factor). Bila nilai VIF besar yaitu lebih dari 10 maka terdapat kolinier antar parameter bebas. Multikolinier yang serius tidak dapat diabaikan karena akan mengakibatkan bias dalam model. Nilai VIF dari masing-masing parameter bebas dapat dihitung sebagai berikut:
VIF =
1 1−𝑅 2𝑖
.............................................................................................. (4.8)
Dimana: VIF = Variance Inflation Factor R2 i = Koefisien determinasi pada parameter I terhadap parameter lain.
33
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1.
Letak dan Keadaan Geografis Lokasi Penelitian Kecamatan Pamijahan merupakan merupakan salah satu kecamatan yang
terletak di Kabupaten Bogor dan memiliki luas wilayah sebesar 8.088 Ha dan terletak di ketinggian antara 550 sampai 550 meter diatas permukaan laut. Curah hujan rata-rata di wilayah ini berkisar antara 250 sampai 300 mm per tahun dengan suhu udara berkisar antara 26 sampai 27 derajat celcius. Kecamatan Pamijahan terdiri dari 15 Desa, 45 Dusun, 139 Rukun Warga (Rw), dan 472 Rukun Tetangga (Rt). Desa-desa yang terdapat di Kecamatan Pamijahan antara lain, yaitu Cibunian, Purwabakti, Ciasmara, Ciasihan, Cibitung Kulon, Cibitung Wetan, Pamijahan, Gunung Sari, Gunung Picung, Cibening, Gunung Bunder 1, Gunung Bunder 2, Cimayang, Gunung Menyan, dan Pasarean. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Pamijahan ini sendiri adalah:
Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang.
Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kecamatan Ciampea/Tenjolaya.
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kecamatan Leuwiliang.
5.2.
Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Jumlah penduduk yang berada di Kecamatan Pamijahan adalah sebanyak
141.301 orang yang terdiri dari 71.962 laki-laki dan 69.339 perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga (kk) sebanyak 39.322 kk. Mayoritas penduduk yang menempati Kecamatan Pamijahan adalah penduduk asli, dan warga keturunan daerah sekitar wilayah tersebut. Bahasa yang digunakan di daerah tersebut adalah
bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan dialek Sunda. Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk Kecamatan Pamijahan adalah agama Islam. Kondisi perekonomian masyarakat di Kecamatan Pamijahan bertumpu pada sektor pertanian dan peternakan. Hal tersebut dapat dilihat dari mata pencaharian penduduk Kecamatan Pamijahan mayoritas bekerja di bidang pertanian dan peternakan. Pada bidang pertanian terdiri dari komoditi beras, sayuran, dan buah. Pada bidang peternakan terdiri dari peternakan ayam ras, sapi perah, domba, serta budidaya ikan. Sektor lain yang turut mendukung perkeonomian di Kecamatan Pamijahan adalah sektor industri, sektor pariwisata, dan sektor jasa angkutan. Permasalahan yang menjadi kendala dalam program pelaksanaan perkonomian di wilayah ini, antara lain kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang, masih rendahnya pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan potensi wilayah, dan sarana dan prasarana pemerintah yang kurang memadai. 5.3.
Sarana dan Prasarana Sarana transportasi di Kecamatan Pamijahan, yaitu jalanan baik berupa
aspal, kerikil, maupun tanah. Sarana transportasi di daerah ini terdiri dari berbagai macam kendaraan, dimulai dari truk, kendaraan pribadi, angkutan umum, dan sepeda motor. Sarana dan prasarana lain di Kecamatan Pamijahan adalah sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan sarana perekenomian. Sarana dan prasarana pendidikan yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari PAUD, TK, SD, SLTP, dan SLTA baik negeri maupun swasta. Sarana dan prasaran kesehatan yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari puskesmas,
35
posyandu, dan klinik pengobatan tradisional. Sarana dan prasarana peribadatan di Kecamatan Pamijahan terdiri dari mesjid dan mushola. Saran dan prasarana perekonomian yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari mini market, pasar baik pasar tradisional maupun pasar mingguan, dan koperasi. 5.4.
Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data dan
informasi untuk menggambarkan karakteristik peternak. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh peternak responden, antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan utama dan sampingan, serta pengalaman beternak. Karakteristik peternak responden dari peternak mandiri dan plasma dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan No.
Karakteristik Peternak Responden 1. Usia (Tahun) 2. Jenis Kelamin (%) Laki-laki Perempuan 3. Pendidikan (%) a. SD b. SMP c. SMA d. PT 4. Status Pernikahan (%) a. Menikah b. Belum menikah 5. Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) 6. Pekerjaan Utama a. Peternak b. Wiraswasta c. Lain-lain 7. Pengalaman Usahaternak (Tahun) Sumber: Data Primer, 2012.
Peternak Mandiri < 5000 ≥ 5000 33 35
Peternak Plasma < 5000 ≥ 5000 42 46
100 0
100 0
100 0
89 11
35 35 20 10
0 40 40 20
13 22 60 5
29 35 13 23
55 45
70 30
13 87
88 12
3
3
4
4
80 20 0
90 10 0
60 22 18
35 60 5
7
6
7
9
Berdasarkan hasil survei pada peternak responden yang ditunjukkan oleh Tabel 2 usia rata-rata pada peternak mandiri dengan skala usaha < 5.000 ekor adalah 33 tahun, sedangkan usia rata-rata peternak mandiri dengan skala usaha ≥
36
5.000 ekor adalah 35 tahun. Sementara usia rata-rata pada peternak plasma dengan skala usaha < 5.000 ekor adalah 42 tahun, sedangkan usia rata-rata peternak plasma dengan skala usaha ≥ 5.000 ekor adalah 46 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, pada peternak responden baik peternak mandiri maupun peternak plasma didominasi oleh laki-laki. Hal tersebut ditunjukkan oleh presentase jenis kelamin pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor yaitu sebesar 100 persen pada jenis kelamin laki-laki. Begitu pula dengan peternak plasma < 5.000 ekor memiliki presentase 100 persen pada jenis kelamin laki-laki, sedangkan pada peternak plasma ≥ 5.000 ekor ditemukan peternak perempuan yaitu sebesar 11 persen, dan laki-laki sebesar 89 persen. Peternak responden memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda, tingkat pendidikan formal dimulai dari SD, SMP, SMA, sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Tingkat pendidikan peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor didominasi oleh tingkat SD dan SMP yaitu masing-masing sebesar 35 persen, sedangkan pada peternak mandiri ≥ 5.000 ekor didominasi oleh tingkat SMP dan SMA yaitu masing-masing sebesar 40 persen. Tingkat pendidikan peternak plasma dengan skala < 5000 ekor didominasi oleh tingkat SMA yaitu sebesar 60 persen, sedangkan pada peternak plasma ≥ 5.000 ekor didominasi oleh tingkat SMP yaitu sebesar 35 persen. Berdasarkan status pernikahan pada Tabel 2 pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor yaitu 55 persen sudah menikah sedangkan 45 persen belum menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 3 orang. Status pernikahan pada peternak mandiri ≥ 5.000 ekor yaitu 70 persen sudah menikah sedangkan 30
37
persen belum menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 3 orang. Pada peternak plasma < 5.000 ekor yaitu 13 sudah menikah sedangkan 87 persen belum menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 4 orang. Status pernikahan peternak plasma ≥ 5.000 ekor yaitu 88 persen sudah menikah sedangkan 12 persen belum meikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 4 orang. Berdasarkan Tabel 2. Diketahui bahwa pekerjaan utama peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor sebesar adalah 80 persen sebagai peternak, dan sebesar 20 persen lainnya sebagai wiraswasta. Sedangkan pekerjaan utama peternak mandiri dengan skala ≥ 5.000 ekor ekor adalah 90 persen sebagai peternak, dan 10 persen lainnya sebagai wiraswasta. Pekerjaan utama pada peternak plasma dengan skala < 5.000 ekor sebesar 60 persen adalah sebagai peternak, 22 persen sebagai wiraswasta, dan 18 persen mempunyai pekerjaan utama selain peternak dan wiraswasta. Sedangkan pekerjaan utama peternak plasma dengan skala ≥ 5.000 ekor sebesar 35 persen adalah sebagai peternak, 60 persen sebagai wiraswasta, dan 5 persen mempunyai pekerjaan utama selain peternak dan wiraswasta. Lama pengalaman dalam melakukan usahaternak adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam menjalankan usahaternak itu sendiri. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari peternak responden, rata-rata lama pengalaman dalam menjalankan usahaternak dari masing peternak mandiri dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor adalah 7 dan 6 tahun. Sedangkan rata-rata lama pengalaman dalam menjalankan usahaternak dari masing-masing peternak plasma dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor adalah 7 dan 9 tahun. Semakin lama pengalaman dalam melakukan usahaternak, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh peternak tersebut.
38
5.5.
Karakteristik Usahaternak Ayam Ras Pedaging Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data dan
informasi untuk menggambarkan karakteristik usahaternak ayam ras pedaging. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh peternak responden , antara lain jumlah populasi, rata-rata kapasitas kandang, rata-rata luas kandang, bentuk kandang, dan rata-rata arah kandang. Karakteristik peternak responden dari peternak mandiri dan plasma dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Usahaternak Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan No.
Karakteristik
Jumlah Populasi (ekor) - Minimal - Maksimal - Rata-rata 2. Rata-Rata Kapasitas Kandang (ekor) 3. Rata-Rata Luas Kandang (m2) 4. Bentuk Kandang (%) - Panggung - Litter 5. Arah Kandang (%) -U–S -B-T Sumber: Data Primer, 2012.
Peternak Mandiri < 5000 ≥ 5000
Peternak Plasma < 5000 ≥ 5000
1.
1000 4000 2475 2700
5000 16500 7650 7850
2000 4500 3317 3500
5500 28000 13147 13471
252
619
314
1425
100 0
100 0
100 0
100 0
25 75
20 80
9 91
41 59
Berdasarkan data pada tabel diatas menunjukkan, bahwa pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor memiliki jumlah polulasi rata-rata sebesar 2.475 dengan rata-rata kapasitas kandang sebesar 2.700 ekor. Sedangkan pada peternak mandiri dengan skala ≥ 5.000 ekor memiliki populasi rata-rata sebesar 7.650 dengan rata rata kapasitas kandang sebesar 7.850 ekor. Luas kandang berpengaruh dengan daya tampung ayam yang dapat berada di dalam kandang, oleh karena itu luas kandang harus sesuai dengan jumlah ayam yang akan dipelihara oleh masing-masing peternak. Pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 252 m2 , sedangkan 39
pada peternak mandiri dengan skala ≥ 5.000 ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 619 m2. Pada peternak plasma dengan skala < 5.000 ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 314 m2, sedangkan pada peternak plasma dengan skala ≥ 5.000 ekor, memiliki luas kandang rata-rata sebesar 1.425 m2. Bentuk kandang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu litter dan panggung. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa seluruh peternak responden di Kecamatan Pamijahan cenderung untuk menggunakan kandang panggung. Hal tersebut ditunjukkan oleh tabel diatas, yaitu sebesar 100 persen kandang dengan tipe panggung digunakan oleh seluruh peternak, baik peternak mandiri maupun peternak plasma. Arah kandang merupakan salah satu hal penting dalam usahaternak ayam ras pedaging. Hal ini dikarenakan kandang harus mendapatkan cukup sinar matahari agar kesehatan ayam tetap terjaga. Persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke utara selatan pada peternak mandiri skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor secara berturut-turut adalah sebesar 20 dan 25 persen. Sedangkan persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke barat timur pada peternak mandiri dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor secara berturut turut adalah sebesar 75 dan 80 persen. Persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke utara selatan pada peternak plasma skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor secara berturut-turut adalah sebesar 9 dan 41 persen. Sedangkan persentase besarnya arah kandang yang menghadap ke barat timur pada peternak plasma dengan skala < 5.000 dan ≥ 5.000 ekor secara berturut turut adalah sebesar 91 dan 59 persen.
40
V1. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Model fungsi produksi yang diajukan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas yang diaplikasikan pada peternak mandiri dan peternak mitra. Faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi ayam ras pedaging yaitu pakan (X1), tenaga kerja (X2), mortalitas (X3), kerapatan kandang (X4), obat-obatan (X5), dan pemanas (X6). Pengujian parameter dilakukan pada α 20 persen. 6.1.1. Total Peternak Fungsi produksi berikut diperoleh berdasarkan hasil regresi dari total peternak usahaternak yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan. Dalam fungsi produksi ini terdapat dummy pola usaha yang membedakan antara masingmasing peternak, yaitu 0 peternak mandiri, dan 1 untuk peternak plasma. Berdasarkan Tabel 4 terlihat nilai R-Sq (Koefisien determinasi) sebesar 99,1 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 99,1 persen variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen pada taraf nyata 20 persen. Sedangkan sebesar 0,9 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Nilai probabilitas pada uji Fhitung sebesar 0,000 dimana nilai tersebut kurang dari α 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, vaksin, pemanas, serta dummy pola usaha berpengaruh nyata secara bersama-sama terhadap produksi usahaternak pada α 20 persen. Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan software Minitab, diperoleh pendugaan fungsi produksi ayam ras pedaging sebagai berikut:
Ln Y = 1,60 + 0,465 Ln X1 + 0,0196 Ln X2 + 0,0271 Ln X3 – 0,0488 Ln X4 + 0,539 Ln X5 – 0,0321 Ln X6 + 0,0717 D ................................................ (6.1) Tabel 4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan Variabel Koefisien Standar Error T-hitung Konstanta 1,60 0,3854 4,16 Pakan (X1) 0,465 0,0823 5,64 Tenaga Kerja (X2) 0,0196 0,0513 0,38 Mortalitas (X3) 0,0271 0,0037 0,73 Kepadatan -0,0488 0,0676 -0,72 Kandang (X4) Vaksin (X5) 0,539 0,1061 5,08 Pemanas (X6) -0,0321 0,0731 -0,44 Dummy 0,0717 0,0228 3,14 R-Sq = 99,1% R-Sq (adj) = 99,0% Sumber: Data Primer Diolah, 2012. Keterangan: * Nyata pada α 5 persen
Peluang 0,000 0,000 * 0,703 0,466 0,473 0,000 * 0,662 0,003 * DW = 1,59169
VIF 50,9 4,7 1,1 1,2 79,9 43,8 1,5
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa pakan, vaksin, dan dummy tipe peternak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Namun nilai VIF untuk pakan, obat-obatan, dan pemanas sangat tinggi (lebih dari 10) yaitu sebesar 50,9 untuk pakan, 79,9 untuk vaksin, dan 43,8 untuk pemanas. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi terjadi multikolinearitas antar peubah bebas. Sehubungan dengan terjadinya multikolinearitas tersebut, maka dilakukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan melakukan respesifikasi data yaitu dengan cara membagi variabel X5 (vaksin) dengan X6 (pemanas) yang mempunyai nilai VIF lebih dari 10 menjadi variabel baru X5r. Berdasarkan hasil respesifikasi yang telah dilakukan, maka persamaan fungsi produksi yang diperoleh adalah sebagai berikut: Ln Y = - 0,207 + 0,901 Ln X1 + 0,140 Ln X2 – 0,0023 Ln X3 + 0,102 Ln X4 + 0,108 Ln X5r + 0,119 D .......................................................................... (6.2)
42
Tabel 5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Keseluruhan Setelah Respesifikasi di Kecamatan Pamijahan Variabel
Koefisien
Standar Error 0,2411 0,0279 0,0561 0,0442 0,0749
T-hitung
Konstanta -0,2065 Pakan (X1) 0,901 Tenaga Kerja (X2) 0,140 Mortalitas (X3) -0,0023 Kepadatan 0,102 Kandang (X4) Vaksin/ Pemanas 0,108 0,0870 (X5r) Dummy 0,0717 0,0256 R-Sq = 98,7% R-Sq (adj) = 98,6% Sumber: Data Primer Diolah, 2012. Keterangan: * Nyata pada α 5 persen **** Nyata pada α 20 persen
Peluang
VIF
-0,85 32,28 2,50 -0,05 1,36
0,401 0,000 * 0,015 * 0,958 0,177 ****
3,9 3,8 11 1,0
1,24
0,220
1,5
4,65
0,000 * DW = 1,69800
1,3
Nilai T-hitung dari Tabel 5 menunjukkan bahwa variabel pakan, tenaga kerja, dan dummy pola usaha berpengaruh nyata pada α 5 persen, sedangkan kepadatan kandang berpengaruh nyata pada α 20 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel mortalitas dan respesifikasi antara vaksin dan pemanas memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas produksi (Σbi) yang didapat dari model adalah sebesar 1,249. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,249 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan berpengaruh nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi 43
usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,901 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,901 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,140 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,140 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Mortalitas berpengarh negatif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar -0,0023. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang negatif dan berada pada nilai lebih kecil dari nol
44
(Ep < 0), yang menggambarkan mortalitas berada pada daerah irasional. Hal ini menunjukkan mortalitas sebaiknya dikurangi untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena mortalitas yang terjadi tidak begitu besar sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap total produksi ayam ras pedaging. Kepadatan kandang berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,102 yang artinya setiap peningkatan kepadatan kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,102 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa kepadatan kandang berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,108. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah
45
rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi antara vaksin dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Dummy tipe peternak berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan berpengaruh nyata pada α 5 persen. Nilai elastisitas dummy tipe peternak dalam fungsi produksi adalah sebesar 0,119,
artinya
terdapat perbedaan hasil produksi antara peternak mandiri dan peternak plasma sebesar 0.119 persen dalam masa satu periode produksi. Uji multikolinieritas dilakukan untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 5 untuk analisis faktor-faktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,0 sampai 3,9 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas.
46
Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan KolmogorvSmirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,064, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,126. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal. 6.1.2. Peternak Mandiri dan Peternak Plasma Fungsi produksi berikut diperoleh berdasarkan hasil regresi dari masingmasing peternak, yaitu peternak mandiri dan peternak plasma yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan. Dalam fungsi produksi ini tidak terdapat dummy yang membedakan antara masing peternak dan skala usaha peternak tersebut, baik yang memiliki skala usahaternak lebih kecil dari 5.000 atau lebih besar dari 5.000 ekor. Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 terlihat nilai R-Sq (Koefisien determinasi) pada paternak mandiri sebesar 99,3 persen dan 98,2 persen pada peternak plasma. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 99,3 persen variabel independen pada paternak mandiri dapat menjelaskan variabel dependen pada taraf nyata 20 persen dan 98,2 persen variabel independen pada peternak plasma dapet menjelaskan variabel dependen pada taraf nyata sebesar 20 persen. Sedangkan sebesar 0,7 persen pada peternak mandiri dan 1,8 persen pada peternak plasma dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Nilai probabilitas pada uji F-hitung sebesar 0,000 pada peternak mandiri dan 0,000 pada peternak plasma dimana nilai tersebut kurang dari α 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, dan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh nyata secara bersama-sama terhadap produksi usahaternak pada α 20
47
persen. Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan software Minitab, diperoleh pendugaan fungsi produksi ayam ras pedaging sebagai berikut: a. Fungsi Produksi Peternak Mandiri: Ln Y = - 0,532 + 0.870 Ln X1 + 0.363 Ln X2 - 0.141 Ln X3 + 0.137 Ln X4 - 0.0877 Ln X5r ............................................................................. (6.3) Tabel 6. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Variabel
Koefisien
Standar Error 0,2576 0,0323 0,1083 0,0580 0,0816
Konstanta -0,532 Pakan (X1) 0,870 Tenaga Kerja (X2) 0,363 Mortalitas (X3) -0,141 Kepadatan 0,137 Kandang (X4) Vaksin/ Pemanas 0,0877 0,0894 (X5r) R-Sq = 99,3% R-Sq (adj) = 99,1% Sumber: Data Primer Diolah, 2012. Keterangan: * Nyata pada α 5 persen *** Nyata pada α 15 persen
T-hitung
Peluang
VIF
-2,06 26,96 3,35 -2,44 1,67
0,050 0,000 * 0,003 * 0,023 * 0,107 ***
3,9 2,8 1,1 1,0
0,98
0,337
1,7
DW = 2,32144
Nilai T-hitung dari Tabel 6 menunjukkan bahwa variabel pakan, tenaga kerja, dan mortalitas berpengaruh nyata pada α 5 persen, sedangkan kepadatan kandang berpengaruh nyata pada α 20 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel respesifikasi antara vaksin dan pemanas ini memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas produksi (Σbi) yang didapat dari model adalah sebesar 1,317. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,317 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi
48
optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,870 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,870 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Tenaga kerja berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,363 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,363 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum.
49
Mortalitas berpengaruh negatif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan berpengaruh nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi akan mengurangi produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar -0,141 yang artinya setiap peningkatan mortalitas sebesar 1 persen akan mengurangi jumlah produksi usahaternak sebesar 0,141 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang negatif dan berada pada nilai lebih kecil dari nol (Ep < 0), yang menggambarkan mortalitas berada pada daerah irasional. Hal ini menunjukkan mortalitas sebaiknya dikurangi untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Kepadatan kandang berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 15 persen, artinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,137 yang artinya setiap peningkatan kepadatan kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,137 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa kepadatan kandang berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20
50
persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,0877. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi antara vaksin dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Uji multikolinieritas dilakukan untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 6 untuk analisis faktor-faktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,0 sampai 3,9 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y.
51
Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan KolmogorvSmirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,124, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,190. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal. b. Fungsi Produksi Peternak Plasma Ln Y = - 0.103+ 0.904 Ln X1 + 0.127 Ln X2 + 0.0489 Ln X3 + 0.090 Ln X4 + 0.119 Ln X5r .............................................................................. (6.4) Tabel 7. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan Variabel
Koefisien
Standar Error 0,5495 0,0485 0,0804 0,0668 0,1283
Konstanta -0,103 Pakan (X1) 0,904 Tenaga Kerja (X2) 0,127 Mortalitas (X3) 0,0489 Kepadatan 0,090 Kandang (X4) Vaksin/ Pemanas 0,119 0,1640 (X5r) R-Sq = 98,2% R-Sq (adj) = 98,0% Sumber: Data Primer Diolah, 2012. Keterangan: * Nyata pada α 5 persen *** Nyata pada α 15 persen
T-hitung
Peluang
VIF
-0,19 18,63 1,58 0,73 0,70
0,853 0,000 * 0,124 *** 0,469 0,490
4,8 4,9 1,2 1,2
0,73
0,473
1,1
DW = 1,49755
Nilai T-hitung dari Tabel 7 menunjukkan bahwa variabel pakan berpengaruh nyata pada α 5 persen, sedangkan tenaga kerja berpengaruh nyata pada α 15 persen . Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel mortalitas, kepadatan kandang, dan respesifikasi antara vaksin dan pemanas ini memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai
52
elastisitas produksi (Σbi) yang didapat dari model adalah sebesar 1,289. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,289 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,904 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,904 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Tenaga kerja berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 15 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,127 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi
53
usahaternak sebesar 0,127 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Mortalitas tidak berpengaruh nyata terhadap produksi usahaternak ayam ras pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,0489. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan mortalitas berada pada daerah rasional. Diduga tidak nyatanya variabel karena mortalitas yang terjadi tidak begitu besar sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap total produksi ayam ras pedaging. Kepadatan
kandang
tidak
berpengaruh
nyata
terhadap
produksi
usahaternak ayam ras pada α 20 persen, atinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,124. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan kepadatan kandang berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum.
54
Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,119. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara obat-obatan dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi antara obat-obatan dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Uji multikolinieritas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 7 untuk analisis faktorfaktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,1 sampai 4,9 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroshedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk
55
pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan KolmogorvSmirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,082, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,165. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal. 6.1.3. Peternak Mandiri dan Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha Fungsi produksi berikut diperoleh berdasarkan hasil regresi dari masingmasing peternak, yaitu peternak mandiri dan peternak plasma yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan. Dalam fungsi produksi ini terdapat dummy yang membedakan antara masing peternak dan skala usaha peternak tersebut, yaitu 0 untuk peternak dengan skala usaha di bawah 5.000 ekor dan 1 untuk skala usaha di atas 5.000 ekor. Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 terlihat nilai R-Sq (Koefisien determinasi) pada paternak mandiri sebesar 99,3 persen dan 98,2 persen pada peternak plasma. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 99,3 persen variabel independen pada paternak mandiri dapat menjelaskan variable dependen pada taraf nyata 20 persen dan 98,2 persen variabel independen pada peternak plasma dapet menjelaskan variabel dependen pada taraf nyata sebesar 20 persen. Sedangkan sebesar 0,7 persen pada peternak mandiri dan 1,8 persen pada peternak plasma dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Nilai probabilitas pada uji Fhitung sebesar 0,000 pada peternak mandiri dan 0,000 pada peternak plasma
56
dimana nilai tersebut kurang dari α 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel indepanden pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, respesifikasi antara vaksin dan pemanas serta dummy skala usaha berpengaruh nyata secara bersama-sama terhadap produksi usahaternak pada α 20 persen. Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan software Minitab, diperoleh pendugaan fungsi produksi ayam ras pedaging sebagai berikut: a. Fungsi Produksi Peternak Mandiri: Ln Y = - 0.457 + 0.870 Ln X1 + 0.334 Ln X2 - 0.140 Ln X3 + 0.140 Ln X4 + 0.0909 Ln X5 + 0.0128 D ........................................................... (6.5) Tabel 8. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Variabel
Koefisien
Standar Error 0,4806 0,0330 0,1912 0,0597 0,0854
Konstanta -0,457 Pakan (X1) 0,870 Tenaga Kerja (X2) 0,334 Mortalitas (X3) -0,140 Kepadatan 0,140 Kandang (X4) Vaksin/ Pemanas 0,0909 0,0930 (X5r) Dummy 0,0128 0,0692 R-Sq = 99,3% R-Sq (adj) = 99,1% Sumber: Data Primer Diolah, 2012. Keterangan: * Nyata pada taraf 5 persen ** Nyata pada taraf 10 persen *** Nyata pada taraf 15 persen
T-hitung
Peluang
VIF
-0,95 26,31 1,75 -2,35 1,64
0,351 0,000 * 0,094 ** 0,028 * 0,114 ***
4,0 8,4 1,1 1,1
0,98
0,338
1,8
0,19
0,855 DW = 2,32011
6,1
Nilai T-hitung dari Tabel 8 menunjukkan bahwa variabel pakan dan mortalitas berpengaruh nyata pada α 5 persen, tenaga kerja pada α 10 persen, sedangkan kepadatan kandang pada α 15 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel respesifikasi antara obat-obatan dan pemanas serta dummy skala usaha pada peternak mandiri ini memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas produksi (Σbi) yang
57
didapat dari model adalah sebesar 1,295. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,295 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,870 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,870 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 10 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,334 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi
58
usahaternak sebesar 0,334 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Mortalitas berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi akan mengurangi produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar -0,140 yang artinya setiap peningkatan mortalitas sebesar 1 persen akan mengurangi jumlah produksi usahaternak sebesar 0,140 persen, cateris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang negatif dan berada pada nilai lebih kecil dari nol (Ep < 0), yang menggambarkan mortalitas berada pada daerah irasional.
Hal
ini
menunjukkan
mortalitas
sebaiknya
dikurangi
untuk
meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Kepadatan kandang berpengaruh positif pada produksi usahaternak ayam ras pedaging dan nyata pada α 15 persen, artinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,140 yang artinya setiap peningkatan kepadatan kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,140 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa kepadatan kandang berada dalam daerah rasional.
59
Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,0909. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi antara vaksin dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Dummy skala usaha peternak berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen. Nilai elastisitas dummy tipe peternak dalam fungsi produksi adalah sebesar 0,0128. Hal ni menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan produksi usahaternak ayam ras pedaging antara peternak dengan skala kurang dari 5.000 ekor dan diatas 5.000 ekor pada peternak mandiri. Uji multikolinieritas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 8 untuk analisis faktorfaktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,1 sampai 8,4
60
yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroshedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan KolmogorvSmirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,125, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,190. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal. b. Fungsi Produksi Peternak Plasma Ln Y = - 0.062 + 0.899 Ln X1 + 0.129 Ln X2 + 0.0500 Ln X3 + 0.087 Ln X4 + 0.118 Ln X5 + 0.0066 D ............................................................. (6.6)
61
Tabel 9. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Variabel
Koefisien
Standar Error 0,6989 0,0691 0,0831 0,0687 0,1338
Konstanta -0,062 Pakan (X1) 0,899 Tenaga Kerja (X2) 0,129 Mortalitas (X3) 0,0500 Kepadatan 0,087 Kandang (X4) Vaksin/ Pemanas 0,118 0,1668 (X5r) Dummy 0,0066 0,0683 R-Sq = 98,2% R-Sq (adj) = 98,1% Sumber: Data Primer Diolah, 2012. Keterangan: * Nyata pada taraf 5 persen *** Nyata pada taraf 15 persen
T-hitung
Peluang
VIF
-0,09 13,00 1,54 0,73 0,65
0,930 0,000 * 0,133 *** 0,472 0,522
9,4 5,2 1,2 1,3
0,71
0,484
1,2
0,10
0,923 DW = 1,48898
4,1
Nilai T-hitung dari Tabel 9 menunjukkan bahwa variabel pakan berpengaruh nyata pada α 5 persen, sedangkan tenaga kerja berpengaruh nyata pada α 15 persen. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap model adalah variabel mortalitas, kepadatan kandang, respesifikasi antara vaksin dan pemanas serta dummy skala usaha peternak plasma ini memiliki arti bahwa pengaruh variabel tersebut memiliki pengaruh kecil terhadap turun naiknya produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas produksi (Σbi) yang didapat dari model adalah sebesar 1,283. Artinya bahwa fungsi produksi berada pada daerah increasing return dimana, setiap proporsi penambahan input akan menghasilkan output dengan proporsi lebih besar. Peningkatan input sebesar satu persen akan menghasilkan output sebesar 1,283 persen. Daerah increasing ini menggambarkan bahwa belum tercapai produksi optimum dan keuntungan maksimum, sehingga peningkatan penggunaan input produksi masih dapat dilakukan. Penggunaan pakan berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 5 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan pakan dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas pakan dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras 62
pedaging adalah sebesar 0,899 yang artinya setiap peningkatan pakan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,899 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan pakan berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan pakan masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh nyata pada produksi usahaternak ayam ras pedaging pada α 15 persen, artinya setiap peningkatan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas tenaga kerja dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,129 yang artinya setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi usahaternak sebesar 0,129 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada dalam daerah rasional. Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Mortalitas tidak berpengaruh nyata terhadap produksi usahaternak ayam ras pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan mortalitas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas mortalitas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,0500. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan mortalitas berada pada
63
daerah rasional. Diduga tidak nyatanya variabel karena mortalitas yang terjadi tidak begitu besar sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap total produksi ayam ras pedaging. Kepadatan
kandang
tidak
berpengaruh
nyata
terhadap
produksi
usahaternak ayam ras pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan kepadatan kandang dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas kepadatan kandang dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,087. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan kepadatan kandang berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan kepadatan kandang masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Respesifikasi antara vaksin dan pemanas berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen, artinya setiap peningkatan respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam proses produksi tidak akan meningkatkan produksi pada usahaternak ayam ras pedaging. Nilai elastisitas respesifikasi antara vaksin dan pemanas dalam fungsi produksi usahaternak ayam ras pedaging adalah sebesar 0,118. Nilai koefisien menunjukkan besaran yang positif dan berada pada nilai nol dan satu (0 ≤ Ep ≤ 1), yang menggambarkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas berada pada daerah rasional. Hal ini menunjukkan respesifikasi antara vaksin dan pemanas masih dapat dilakukan penambahan untuk meningkatkan produksi dan mencapai keuntungan maksimum. Diduga tidak nyatanya variabel karena respesifikasi
64
antara vaksin dan pemanas tidak berpengaruh terlalu besar terhadap total produksi ayam ras pedaging. Dummy skala usaha peternak berpengaruh positif terhadap produksi usahaternak ayam ras pedaging dan tidak berpengaruh nyata pada α 20 persen. Nilai elastisitas dummy tipe peternak dalam fungsi produksi adalah sebesar 0,0066. Hal ni menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan produksi usahaternak ayam ras pedaging antara peternak dengan skala kurang dari 5.000 ekor dan diatas 5.000 ekor pada peternak plasma. Uji multikolinieritas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antar variabel independen. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 9 untuk analisis faktorfaktor produksi usahaternak ayam ras pedaging berkisar antara 1,2 sampai 9,4 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan adanya multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk memastikan varian unsur ganggauan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai dalam varian yang menjelaskan. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homokedastisitas, jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Gambar pada lampiran 13 memperlihatkan bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa model pada persamaan regresi tersebut memenuhi asumsi homokedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji kenormalan pada model dilakukan dengan menggunakan KolmogorvSmirnov. Model regresi dikatakan menyebar secara normal apabila nilai dari KS
65
hitung lebih kecil dari KS tabel. Berdasarkan lampiran 14 diperoleh KS hitung sebesar 0,075, nilai tersebut lebih kecil dari nilai KS tabel yaitu sebesar 0,165. Hal tersebut menunjukkan bahwa model tersebut telah memenuhi asumsi kenormalan dan data menyebar normal. 6.2. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Tingkat efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Faktor-faktor produksi yang dapat dianalisis adalah faktor-faktor produksi yang bersifat fisik dan dapat dinilai dengan rupiah. Penggunaan faktor produksi yang optimal dan telah mencapai keuntungan yang maksimum yaitu ketika rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Pada kondisi tersebut usahaternak ayam ras pedaging dapat dikatakan efisien secara ekonomi. Pada Tabel 10 dapat dilihat kondisi efisiensi produksi usahaternak ayam ras pedaging dari total peternak yang ada di Kecamatan Pamijahan, dimana produksi rata-rata sebesar 10.125,71 kg/ periode produksi dan harga produk yang berlaku untuk kedua peternak adalah Rp 14.115/ kg. Rasio NPM dan BKM dari total peternak yang berada di wilayah Pamijahan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan Variabel
Input Rata-Rata 16.765,36 27,71
Koef.
Pakan (Kg) 0,882 Tenaga Kerja 0,202 (HKP) Sumber: Data Primer Diolah, 2012.
NPM 7618,07 923477
BKM 5.863 1.364.052
NPM/ BKM 1,30 0,89
Input Optimal 21318,21 21,48
Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 7.618,07. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 7.618,07dengan biaya tambahan
66
yang dikeluarkan sebesar Rp 5.863. Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,30, artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja keseluruhan peternak adalah sebesar 923.477 yang berarti setiap penambahan satu orang tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 923.477 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp 1.364.052. Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,89 artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Pada tabel 11 dan 12 dapat dilihat kondisi efisiensi produksi usahaternak ayam ras pedaging dari peternak mandiri dan peternak plasma di Kecamatan Pamijahan, dimana untuk peternak mandiri memiliki produksi rata-rata sebesar 6.938,33 kg/ periode produksi dan peternak plasma sebesar 12.516,25 kg/ periode. Harga produk yang berlaku untuk peternak mandiri adalah Rp 13.783/ kg dan Rp 14.365/ kg untuk peternak plasma. Rasio NPM dan BKM dari total peternak yang berada di wilayah Pamijahan dapat dilihat pada tabel 11 dan 12. Tabel 11. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan Variabel
Input Rata-Rata 12.345 22,57
Koef.
Pakan (Kg) 0,874 Tenaga Kerja 0,179 (HKP) Sumber: Data Primer Diolah, 2012.
NPM
BKM
6.976,47 689.321
5.480 950.905
NPM/ BKM 1,28 0,87
Input Optimal 15.162,08 18,83
Berdasarkan Tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 6.976,47. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 6.876,47 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp 5.480. Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,28,
67
artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja peternak mandiri adalah sebesar 689.321 yang berarti setiap penambahan satu HKP tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 689.321 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp 959.905 . Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,87, artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Tabel 12. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan Variabel
Input RataRata 20.080,62 31,56
Koef.
Pakan (Kg) 0,898 Tenaga Kerja 0,125 (HKP) Sumber: Data Primer Diolah, 2012.
NPM 8.195,74 641.299
BKM 6.151 1.673.913
NPM/ BKM 1,33 0,51
Input Optimal 26.293,51 13,45
Berdasarkan Tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 8.195,74. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 8.195,74 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp 6.151. Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,33, artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja peternak plasma adalah sebesar 641.299 yang berarti setiap penambahan satu orang tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 641.299 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp 1.673.913. Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,51 artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging.
68
Pada tabel 13 dan 14 dapat dilihat kondisi efisiensi produksi usahaternak ayam ras pedaging dari peternak mandiri dan peternak plasma dengan perbedaan skala usaha di Kecamatan Pamijahan, dimana untuk peternak mandiri memiliki produksi rata-rata rata-rata sebesar 6938,33 kg/ periode produksi dan peternak plasma sebesar 12.516,25 kg/ periode. Harga produk yang berlaku untuk peternak mandiri adalah Rp 13.783/ kg dan Rp 14.365/ kg untuk peternak plasma. Rasio NPM dan BKM dari total peternak yang berada di wilayah Pamijahan dapat dilihat pada tabel 13 dan 14. Tabel 13. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Variabel
Input Rata-Rata 12.345 22,57
Koef.
Pakan (Kg) 0,881 Tenaga Kerja 0,058 (HKP) Sumber: Data Primer Diolah, 2012
NPM
BKM
7.029,84 224.882
5.480 950.905
NPM/ BKM 1,28 0,28
Input Optimal 15.278,08 6,14
Berdasarkan Tabel 13 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 7.029,84. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 7.029,84 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp 5.480. Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,28, artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja peternak mandiri adalah sebesar 224.882 yang berarti setiap penambahan satu HKP tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 224.882 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp 950.905. Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,28 artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging.
69
Tabel 14. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan Variabel
Input Rata-Rata 20.080,62 31,56
Koef.
Pakan (Kg) 0,883 Tenaga Kerja 0,129 (HKP) Sumber: Data Primer Diolah, 2012
NPM 8.059,49 665.045
BKM 6.151 1.673.913
NPM/ BKM 1,31 0,53
Input Optimal 25.856,37 13,95
Berdasarkan Tabel 14 diatas dapat dilihat bahwa pakan memiliki nilai NPM sebesar 8.059,49. Ini berarti setiap penambahan 1 kg pakan akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 8.059,49 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp 6.151. Rasio NPM dan BKM pakan sebesar 1,31, artinya penggunaan pakan masih dapat ditingkatkan agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging. Nilai NPM tenaga kerja peternak mandiri adalah sebesar 665.045 yang berarti setiap penambahan satu HKP tenaga kerja akan meningkatkan penerimaan peternak sebesar Rp 665.045 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp 1.673.913. Rasio NPM dan BKM tenaga kerja sebesar 0,53 artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi agar tercapai efisiensi pada produksi usahaternak ayam ras pedaging.
70
VII. 7.1.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan pembahasan yang dilakukan terhadap hasil penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor produksi pakan dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada semua model fungsi produksi di Kecamatan Pamijahan baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Berdasarkan pola dan skala usaha, faktor produksi yang berpengaruh nyata pada peternak mandiri adalah pakan, tenaga kerja, mortalitas, dan kepadatan kandan, pada peternak plasma, faktor produksi yang berpengaruh nyata adalah pakan dan tenaga kerja. 2. Penggunaan input produksi pada usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan belum efisien, baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai rasio NPM-BKM yang tidak sama dengan satu. 7.2.
Saran Berdasarkan hasil peneltitan yang diperoleh, maka saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mencapai kondisi yang efisien perlu adanya penambahan pakan baik pada peternak mandiri maupun plasma sehingga tercapai kondisi yang optimal. Selain itu perlunya pengurangan tenaga kerja (HKP) baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma agar mencapai kondisi yang efisien dan optimal.
2. Sebaiknya terdapat kesepakatan yang jelas antara pihak inti dan plasma dalam melaksanakan kerjasama usahaternak ayam ras pedaging sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan khususnya para peternak plasma.
72
DAFTAR PUSTAKA
Fadilah, R., P. Agustin, A. Sjamsirul dan P. Eko. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta. Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. PT Bumi Aksara. Jakarta. Fitrifani, Eva. 2003. Analisis Kemitraan dan Efisiensi Ekonomi Usahaternak Ayam Broiler di Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Ginting, M. 2003. Analisis Tingkat Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan FaktorFaktor Produksi Perusahaan Peternakan Ayam Broiler PT. Prima Karsa (Studi Kasus di Empat Lokasi Kandang). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Imaduddin, R. 2001. Analisis Kemitraan Pola Perusahaan Inti Rakyat Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Kasus PT. Ciomas Adisatwa Sukabumi). Karya Ilmiah Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Kusuma, Arif Karya. 2005. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternak Probiotik dan Non Probiotik pada Usahaternak Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3S. Jakarta. Murjoko. 2004. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Departemen IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Nur, Lenora Azizah. 2004. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktro Produksi dan Pendapatan Usahaternak Ayam Broiler. Skripsi. Departemen IlumIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Nicholson, W. 1999. Teori Ekonomi Mikro. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Prihatman, Kemal. 2002. Budidaya Ayam Broiler. Jurnal. http://www.ristek.go.id. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan Pengembangan Masyarakat di Pedesaan. BAPPNENAS. Rahardi, F. dan R. Hartono. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 1998. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M. 2002. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta Rasyaf, M. 2003. Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. Ritonga, Endri Zunaidi. 2008. Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Peternakan Ayam Ras Pedaging Kelompok Bina Usahatani Muslim (KBTM). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Rizaldi, Dimas. 2010. Analisis Usaha Pemasaran Ayam Ras Pedaging di Pasar Baru Bogor Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanaian Institut Pertanaian Bogor. Rommie. 1998. Agribisnis Peternakan Ayam Ras Pedagingdan Analisis Keuntungan Serta Efisiensi di Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 1986. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. UI Press. Jakarta. Suharno, B. 2002. Agribisnis Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta. Susanti. 2003. Analisis Efisiensi Pemasaran Ayam Ras Pedaging di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Yunus, Rita. 2009. Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
74
LAMPIRAN
Lampiran 1. Populasi Ternak Indonesia Tahun 2007-2011 (000 ekor) Ternak Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi Kuda Kelinci Ayam Buras Ayam Ras Petelur Ayam Ras Pedaging Itik Puyuh Merpati Total
2007 11.515 374 2.086 14.470 9.514 6.711 401 708 272.251 111.489 891.659 35.867 6.640 162 1.363.847
(%) 0.84 0.03 0.15 1.06 0.70 0.49 0.03 0.05 19.96 8.17 65.38 2.63 0.49 0.01 100
2008 12.257 458 1.931 15.147 9.605 6.838 393 748 243.423 107.955 902.052 39.840 6.683 1.499 1.348.829
(%) 0.91 0.03 0.14 1.12 0.71 0.51 0.03 0.06 10.05 8.00 66.88 2.95 0.50 0.11 100
2009 12.760 457 1.933 15.815 10.199 6.575 399 887 249.963 111.418 1.026.379 40.676 7.542 1.814 1.486.817
(%) 0.86 0.03 0.13 1.06 0.69 0.44 0.03 0.06 16.81 7.49 69.03 2.74 0.51 0.12 100
2010 13.582 488 2.000 16.620 10.725 7.477 419 834 257.544 105.210 986.872 44.302 7.053 490 1.453.616
(%) 0.93 0.03 0.14 1.14 0.74 0.51 0.03 0.06 17.72 7.24 67.89 3.05 0.49 0.03 100
2011 *) 14.824 597 1.305 17.483 11.372 7.758 416 915 274.893 110.300 1.041.968 49.392 7.055 419 1.538.697
(%) 0.96 0.04 0.08 1.14 0.74 0.50 0.03 0.06 17.87 7.17 67.72 3.21 0.46 0.03 100
*) Angka Sementara Sumber: http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. diakses pada 8 Maret 2012.
76 76
Lampiran 2. Populasi Ayam Ras Pedaging Menurut Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 2010 No. Provinsi Populasi (%) 1 Aceh 2.028.221 0.21 2 Sumatera Utara 45.154.980 4.58 3 Sumatera Barat 14.946.984 1.51 4 Riau 41.501.411 4.21 5 Jambi 11.226.605 1.14 6 Sumatera Selatan 20.397.910 2.07 7 Bengkulu 6.449.002 0.65 8 Lampung 24.203.461 2.45 9 Bangka Belitung 7.145.828 0.72 10 Kepulauan Riau 6.600.275 0.67 11 DKI Jakarta 132.200 0.01 12 Jawa Barat 497.814.154 50.44 13 Jawa Tengah 64.332.799 6.52 14 DI Yogyakarta 5.435.521 0.55 15 Jawa Timur 56.993.631 5.78 16 Banten 41.146.851 4.17 17 Bali 5.404.657 0.55 18 Nusa Tenggara Barat 3.044.243 0.31 19 Nusa Tenggara Timur 105.913 0.01 20 Kalimantan Barat 17.634.089 1.79 21 Kalimantan Tengah 4.669.198 0.47 22 Kalimantan Selatan 39.947.496 4.05 23 Kalimantan Timur 38.993.063 3.95 24 Sulawesi Utara 1.218.390 0.12 25 Sulawesi Tengah 5.172.902 0.52 26 Sulawesi Selatan 17.928.549 1.82 27 Sulawesi Tenggara 1.185.021 0.12 28 Gorontalo 1.226.142 0.12 29 Sulawesi barat 423.743 0.04 30 Maluku 136.208 0.01 31 Maluku Utara 952.878 0.10 32 Papua 2.761.502 0.28 33 Papua Barat 557.884 0.06 986.871.711 100 Total Sumber: http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistik&action=populasi. Peternakan. diakses pada 8 Maret 2012.
Statistik
77
Lampiran 3. Populasi Ayam Ras Pedaging Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 No. Kabupaten/ Kota Populasi Ayam Ras Pedaging (ekor) (%) 1 Kab. Bogor 15.771.780 19.01 2 Kab. Sukabumi 6.164.511 7.43 3 Kab. Cianjur 5.565.825 6.71 4 Kab. Bandung 4.089.900 4.93 5 Kab. Garut 531.005 0.64 6 Kab. Tasikmalaya 5.221.400 6.29 7 Kab. Ciamis 13.855.287 16.70 8 Kab. Kuningan 2.185.515 2.63 9 Kab. Cirebon 795.641 0.96 10 Kab. Majalengka 1.331.378 1.60 11 Kab. Sumedang 1.713.874 2.07 12 Kab. Indramayu 2.146.740 2.59 13 Kab. Subang 6.589.270 7.94 14 Kab. Perwakarta 1.914.532 2.31 15 Kab. Karawang 6.118.393 7.37 16 Kab. Bekasi 2.142.744 2.58 17 Kab. Bandung Barat 3.422.142 4.12 18 Kota Bogor 165.000 0.20 19 Kota Sukabumi 559.244 0.67 20 Kota Bandung 96.913 0.12 21 Kota Cirebon 11.958 0.01 22 Kota Bekasi 889.530 1.07 23 Kota Depok 634.000 0.76 24 Kota Cimahi 85.437 0.10 25 Kota Tasikmalaya 764.400 0.92 26 Kota Banjar 202.607 0.24 82.969.026 100 Total Sumber: http://www.disnak.jabarprov.go.id/index.php. diakses pada 8 Maret 2012.
78
Lampiran 4. Populasi Ayam Ras Pedaging Kabupaten Bogor Tahun 2010 No. Kecamatan Populasi Ayam Ras Pedaging (ekor) (%) 1 Dramaga 449.000 2.85 2 Ciomas 0 0 3 Tamansari 342.000 2.17 4 Rancabungur 86.600 0.55 5 Ciampea 370.000 2.35 6 Tenjolaya 56.000 0.36 7 Pamijahan 1.498.000 9.50 8 Cibungbulang 581.000 3.68 9 Lw. Liang 577.000 3.66 10 Lw. Sadeng 390.359 2.48 11 Nanggung 753.000 4.77 12 Sukajaya 310.853 1.97 13 Parung 704.900 4.47 14 Gunung sindur 1.522.700 9.65 15 Ciseeng 702.400 4.45 16 Kemang 319.000 2.02 17 Rumpin 618.500 3.92 18 Cisarua 65.000 0.41 19 Megamendung 340.000 2.16 20 Ciawi 161.500 1.02 21 Caringin 622.000 3.94 22 Cigombong 420.000 2.66 23 Cijeruk 405.000 2.57 24 Cibinong 371.350 2.35 25 Bj. Gede 128.000 0.81 26 Tajur Halang 0 0 27 Bbk Madang 53.424 0.34 28 Sukaraja 127.500 0.81 29 Jonggol 229.000 1.45 30 Sukamakmur 88.000 0.56 31 Cariu 515.000 3.27 32 Tanjungsari 686.000 4.35 33 Jasinga 364.000 2.31 34 Tenjo 341.694 2.17 35 Pr. Panjang 863.000 5.47 36 Cigudeg 548.000 3.47 37 Gn. Putri 0 0 38 Cileungsi 30.000 0.19 39 Citereup 0 0 40 Klapa Nunggal 132.000 0.84 15.771.780 100 Total Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2012.
79
Lampiran 5. Peta Wilayah Kecamatan Pamijahan
Sumber: http://www.streetdirectory.co.id/indonesia/jakarta/zone/pamijahan/ (diakses tanggal 31 januari 2013, pukul 13.00)
80
Lampiran 6. Data Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan No.
Bobot Pakan Tenaga Panen (kg) Kerja (kg) (HKP) 1 1000 1100 19 2 1600 2750 20 3 1800 2900 20.5 4 1800 3000 19 5 1800 3000 19 6 400 7250 19 7 4500 7500 19.5 8 4250 7250 20 9 4000 7500 19 10 4250 7350 20 11 4000 7500 19 12 4500 7350 19 13 4250 7500 19 14 5100 900 19 15 4500 8750 19 16 4800 8900 20 17 5950 10500 19 18 7200 12000 20 19 6400 12500 20.5 20 6400 12000 19.5 21 800 15000 26 22 8500 14750 25 23 8800 16500 27.5 24 8250 16250 27.5 25 9900 16250 27.5 26 9600 18000 27.5 27 10200 16000 26 28 11050 20000 26 29 27000 45000 38 30 24750 47000 37 Sumber: Data Primer, 2012.
Mortalitas (%) 3 4 4 4 4 4 2 4 3 3 4 3 4 3 3 4 3 5 4 4 3 4 5 7 3 3 3 4 4 5
Kepadatan Kandang (ekor/m2) 15 8 7 9 10 9 10 11 10 11 10 9 11 10 11 13 12 10 11 12 9 8 13 12 10 11 10 9 13 11
OVK (ml)
Pemanas (kg)
75 75 75 75 75 185 185 185 185 185 185 185 185 225 225 225 260 300 300 300 375 375 375 415 415 450 450 490 1125 1240
125 200 125 175 175 575 600 575 575 525 600 600 625 625 700 550 600 700 925 825 1175 1125 1275 1400 1400 1000 1425 1525 3625 3725
Dummy Skala Usaha 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
81
Lampiran 7. Data Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan No.
Bobot Pakan Tenaga Panen (kg) Kerja (kg) (HKP) 1 3000 5000 19 2 3400 5500 20 3 4500 5750 20.5 4 3750 6250 19 5 4250 6875 19 6 4000 7500 19 7 4800 7800 19 8 5100 7500 19 9 4800 8250 19 10 5400 9000 19 11 5940 9000 19 12 6300 9625 19 13 6300 9000 19 14 3290 8500 31.5 15 7400 10000 27 16 6660 10175 19 17 6460 9500 19 18 7200 9500 27 19 6400 10000 19 20 7200 12000 19 21 6150 10000 37 22 7650 12000 19 23 7200 13500 27 24 9350 14000 30.5 25 10800 15000 27 26 12000 16000 27 27 11250 20000 35 28 12800 24000 28 29 12000 20000 28 30 12000 25000 35 31 13600 24000 27 32 16000 26000 35 33 19200 30000 27 34 19200 30000 35 35 24000 37000 43 36 27200 45000 59 37 34000 60000 51 38 40000 60000 91 39 49500 85000 83 40 47600 70000 107 Sumber: Data Primer, 2012.
Mortalitas (%) 3 4 4 5 4 5 4 4 5 4 6 4 3 5 7 5 4 5 5 4 2 4 5 4 3 4 4 5 5 2 5 3 2 4 4 4 4 4 5 3
Kepadatan Kandang (ekor/m2) 12 8 12 10 10 10 10 11 11 12 12 10 9 15 9 9 10 10 10 10 12 11 11 10 15 10 10 10 10 12 10 12 11 11 12 10 8 8 8 10
OVK (ml)
Pemanas (kg)
150 150 180 180 180 180 225 225 225 225 225 260 260 260 260 260 260 300 300 300 300 340 340 400 450 450 560 600 600 600 600 750 900 900 1125 1275 1500 1875 2000 2100
500 500 525 625 625 550 500 750 750 675 575 850 875 850 725 925 950 975 1000 1000 975 1075 1121 1075 1400 1375 1800 2225 1900 1875 1850 2200 2800 3000 3500 3750 5550 4675 5125 6225
Dummy Skala Usaha 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
82
Lampiran 8. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Total Peternak di Kecamatan Pamijahan
Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5; D The regression equation is Ln Y = - 0,207 + 0,901 Ln X1 + 0,140 Ln X2 - 0,0023 Ln X3 + 0,102 Ln X4 + 0,108 Ln X5 + 0,119 D Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 D
Coef -0,2065 0,90060 0,14042 -0,00232 0,10212 0,10780 0,11914
S = 0,0928031
SE Coef 0,2441 0,02790 0,05614 0,04424 0,07487 0,08696 0,02559
T -0,85 32,28 2,50 -0,05 1,36 1,24 4,65
R-Sq = 98,7%
P 0,401 0,000 0,015 0,958 0,177 0,220 0,000
VIF 3,983 3,832 1,067 1,037 1,530 1,304
R-Sq(adj) = 98,6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 D
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 63 69
SS 41,7518 0,5426 42,2944
MS 6,9586 0,0086
F 807,98
P 0,000
Seq SS 41,4039 0,1311 0,0036 0,0250 0,0015 0,1866
Unusual Observations Obs 1 3 56 60
Ln X1 7,0 8,0 9,7 10,1
Ln Y 6,9078 7,4955 9,3927 9,3927
Fit 6,7329 7,5381 9,2051 9,6613
SE Fit 0,0596 0,0518 0,0160 0,0353
Residual 0,1749 -0,0425 0,1876 -0,2686
St Resid 2,46RX -0,55 X 2,05R -3,13R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 1,69800
83
Lampiran 9. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan
Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5 The regression equation is Ln Y = - 0,532 + 0,870 Ln X1 + 0,363 Ln X2 - 0,141 Ln X3 + 0,137 Ln X4 + 0,0877 Ln X5 Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5
Coef -0,5316 0,86953 0,3628 -0,14146 0,13660 0,08769
S = 0,0704202
SE Coef 0,2576 0,03230 0,1083 0,05804 0,08159 0,08944
T -2,06 26,92 3,35 -2,44 1,67 0,98
R-Sq = 99,3%
P 0,050 0,000 0,003 0,023 0,107 0,337
VIF 3,879 2,814 1,103 1,044 1,739
R-Sq(adj) = 99,1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5
DF 1 1 1 1 1
DF 5 24 29
SS 15,8314 0,1190 15,9504
MS 3,1663 0,0050
F 638,49
P 0,000
Seq SS 15,7242 0,0589 0,0277 0,0157 0,0048
Unusual Observations Obs 1 18 26
Ln X1 7,0 9,4 9,8
Ln Y 6,9078 8,8818 9,1695
Fit 6,7958 8,7351 9,2927
SE Fit 0,0592 0,0383 0,0366
Residual 0,1120 0,1468 -0,1232
St Resid 2,93RX 2,48R -2,05R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 2,32144
84
Lampiran 10. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan
Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5 The regression equation is Ln Y = - 0,103 + 0,904 Ln X1 + 0,127 Ln X2 + 0,0489 Ln X3 + 0,090 Ln X4 + 0,119 Ln X5 Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5
Coef -0,1026 0,90384 0,12690 0,04894 0,0896 0,1191
S = 0,104391
SE Coef 0,5495 0,04852 0,08043 0,06682 0,1283 0,1640
R-Sq = 98,2%
T -0,19 18,63 1,58 0,73 0,70 0,73
P 0,853 0,000 0,124 0,469 0,490 0,473
VIF 4,774 4,979 1,201 1,231 1,156
R-Sq(adj) = 98,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5
DF 1 1 1 1 1
DF 5 34 39
SS 20,7938 0,3705 21,1643
MS 4,1588 0,0109
F 381,62
P 0,000
Seq SS 20,7415 0,0363 0,0042 0,0061 0,0057
Unusual Observations Obs 30
Ln X1 10,1
Ln Y 9,3927
Fit 9,6224
SE Fit 0,0470
Residual -0,2298
St Resid -2,46R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,49755
85
Lampiran 11. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan
Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5; D The regression equation is Ln Y = - 0,457 + 0,870 Ln X1 + 0,334 Ln X2 - 0,140 Ln X3 + 0,140 Ln X4 + 0,0909 Ln X5 + 0,0128 D Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 D
Coef -0,4571 0,86998 0,3339 -0,14014 0,14007 0,09089 0,01283
S = 0,0718813
SE Coef 0,4806 0,03306 0,1912 0,05968 0,08536 0,09291 0,06928
T -0,95 26,31 1,75 -2,35 1,64 0,98 0,19
R-Sq = 99,3%
P 0,351 0,000 0,094 0,028 0,114 0,338 0,855
VIF 3,900 8,412 1,119 1,097 1,801 6,193
R-Sq(adj) = 99,1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 D
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 23 29
SS 15,8316 0,1188 15,9504
MS 2,6386 0,0052
F 510,67
P 0,000
Seq SS 15,7242 0,0589 0,0277 0,0157 0,0048 0,0002
Unusual Observations Obs 1 18 26
Ln X1 7,0 9,4 9,8
Ln Y 6,9078 8,8818 9,1695
Fit 6,7976 8,7346 9,2959
SE Fit 0,0612 0,0391 0,0412
Residual 0,1102 0,1472 -0,1264
St Resid 2,92RX 2,44R -2,15R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 2,32011
86
Lampiran 12. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan
Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5; D The regression equation is Ln Y = - 0,062 + 0,899 Ln X1 + 0,129 Ln X2 + 0,0500 Ln X3 + 0,087 Ln X4 + 0,118 Ln X5 + 0,0066 D Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 D
Coef -0,0618 0,89914 0,12861 0,05003 0,0867 0,1180 0,00662
SE Coef 0,6989 0,06915 0,08352 0,06874 0,1338 0,1668 0,06833
R-Sq = 98,2%
S = 0,105946
T -0,09 13,00 1,54 0,73 0,65 0,71 0,10
P 0,930 0,000 0,133 0,472 0,522 0,484 0,923
VIF 9,411 5,212 1,233 1,299 1,161 4,066
R-Sq(adj) = 97,9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 D
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 33 39
SS 20,7939 0,3704 21,1643
MS 3,4657 0,0112
F 308,76
P 0,000
Seq SS 20,7415 0,0363 0,0042 0,0061 0,0057 0,0001
Unusual Observations Obs 30
Ln X1 10,1
Ln Y 9,3927
Fit 9,6229
SE Fit 0,0480
Residual -0,2303
St Resid -2,44R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,48898
87
Lampiran 13. Uji Heteroskedastisitas Model Total Peternak
Peternak Mandiri Tanpa Skala Usaha
Peternak Plasma Tanpa Skala Usaha
88
Peternak Mandiri Dengan Skala Usaha
Peternak Plasma Dengan Skala Usaha
89
Lampiran 14. Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov Total Peternak Probability Plot of RESI1 Normal
99,9
Mean StDev N KS P-Value
99
Percent
95 90
-1,02775E-15 0,08868 70 0,064 >0,150
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 RESI1
0,1
0,2
0,3
Peternak Mandiri Tanpa Skala Usaha Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-1,12503E-15 0,06406 30 0,124 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,15
-0,10
-0,05
0,00 RESI1
0,05
0,10
0,15
90
Peternak Plasma Tanpa Skala Usaha Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-1,95399E-15 0,09747 40 0,082 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,2
-0,1
0,0 RESI1
0,1
0,2
Peternak Mandiri Dengan Skala Usaha Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
9,473903E-16 0,06401 30 0,125 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,15
-0,10
-0,05
0,00 RESI1
0,05
0,10
0,15
91
Peternak Plasma Dengan Skala Usaha Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-9,76996E-16 0,09746 40 0,075 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,2
-0,1
0,0 RESI1
0,1
0,2
92
Lampiran 15. Sarana Produksi Ternak
93
Lampiran 16. Contoh Surat Izin Usahaternak dan Perjanjian Kontrak Pihak Plasma dan Inti
Lampiran 17. Kegiatan Pemanenan
94
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Pati, Jawa Tengah pada tanggal 1 Juni 1990. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Sudarsono Jayadi dan Dwiyani Prasetyanti. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di TK Kusuma Jaya Bogor. Pada tahun 1996-2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Panaragan 1 Bogor. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bogor, kemudian pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bogor, dan lulus tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Melalui jalur SNMPTN. Selama di bangku kuliah, penulis mengikuti unit kegiatan mahasiswa Music Agriculture Xpression (MAX!!).
95