ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PADA TRANSAKSI MUDHARABAH (Studi Kasus Pada PT. Asuransi Takaful Umum)
Oleh: Febriyanti NIM: 204082002310
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
ANALISIS PENGARUH KINERJA DAN INDEPENDENSI TERHADAP KEPUASAN KERJA INTERNAL AUDITOR (Studi Kasus Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Jakarta)
Oleh: Eka Nurwahyuni NIM: 204082002306
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PADA TRANSAKSI MUDHARABAH (Studi Kasus Pada PT. Asuransi Takaful Umum)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Febriyanti NIM: 204082002310
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja, MM NIP. 130 676 334
Rahmawati, SE., MM NIP. 150 377 441
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
Hari ini Rabu Tanggal 10 Bulan September Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Febriyanti NIM: 204082002310 dengan judul Skripsi “ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PADA TRANSAKSI MUDHARABAH” (Studi Kasus Pada PT. Asuransi Takaful Umum). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 September 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA Ketua
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
Amilin, SE., Ak., M.Si Sekretaris
Hari ini Jumat 12 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Febriyanti NIM: 204082002310 dengan judul Skripsi “ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PADA TRANSAKSI MUDHARABAH” (Studi Kasus Pada
PT. Asuransi
Takaful Umum). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Desember 2008
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamja, MM
Pembimbing I
Rahmawati, SE., MM
Pembimbing II
Amilin, SE., Ak., M.Si Penguji Ahli
DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Status Agama Alamat Telepon Motto
: Febriyanti : 22 Februari 1986 : Perempuan : Belum Menikah : Islam : Jalan Cipinang Muara Raya Rt 001/03, No.3. Jakarta Timur 13420 : 021- 99022656 : Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wan ni’man nashiir.
PENDIDIKAN Tahun 1991 – 1992 1992 – 1998 1998 – 2001 2001 – 2004 2004 – 2008
Universitas / Sekolah TK Ketilang, Bekasi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Pagi Jakarta Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTP) 52 Jakarta Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 54 Jakarta Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Non Reguler Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
PENGALAMAN ORGANISASI Tahun 1999 – 2001 2002 – 2003 2005 2006 – 2007
Organisasi Anggota Palang Merah Remaja (PMR) SLTPN 52 Ketua Palang Merah Remaja (PMR) SMAN 54 Divisi Kerohanian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Non Reguler Divisi Keputrian Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Komda Ekstensi
Analyse The Effectiveness Of The Application Of Income Tax (PPh) The Article 23 In The Transaction Mudharabah (The Case of Study to PT. Asuransi Takaful Umum) By: Febriyanti
ABSTRACT
The aim of this research was to analyse the effectiveness of the application of income tax (PPh) the Article 23 in the transaction mudharabah to PT. Asuransi Takaful Umum Jakarta. This research used the descriptive method qualitative with ”Importance and Performance Analisys” that is the analysis of the level of the interests and the implementation, that will produce the data in the form of the diagram kartesius about the factor that influenced the Application PPh the Article 23 in PT. the Insurance Takaful the Public. The data that was received by spreading the questionnaire against 25 employees of the financial part and the tax to PT. Asuransi Takaful Umum Jakarta, that the determination sample used the Convenience method sampling. Results of the questionnaire showed the answer with the level of compatibility between the implementation/the application and the interests of 93,19% towards the tax regulation. This meant the application of PPh Pasal 23 to PT. Asuransi Takaful Umum were effective because as hoped the company. The application PPh the Article 23 went well that is of 77.35 % the respondent said effective.
Keyword: The Application PPh the Article 23, The Interests of The Tax Regulation, Mudharabah.
ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PADA TRANSAKSI MUDHARABAH (Studi Kasus Pada PT. Asuransi Takaful Umum) Oleh: Febriyanti
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penerapan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 dalam transaksi mudharabah pada PT. Asuransi Takaful Umum Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan ”Importance and Performance Analisys” yaitu analisis tingkat kepentingan dan pelaksanaan, yang akan menghasilkan data dalam bentuk diagram kartesius tentang faktor yang mempengaruhi Penerapan PPh Pasal 23 pada PT. Asuransi Takaful Umum. Data yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner terhadap 25 karyawan bagian keuangan dan pajak pada PT. Asuransi Takaful Umum Jakarta, yang penentuan sample menggunakan metode Convenience Sampling. Hasil kuesioner menunjukkan jawaban dengan tingkat kesesuaian antara pelaksanaan/penerapan dengan kepentingan sebesar 93.19% terhadap peraturan pajak. Hal ini berarti penerapan PPh Pasal 23 pada PT. Asuransi Takaful Umum telah efektif karena sesuai dengan harapan perusahaan. Penerapan PPh Pasal 23 telah berjalan dengan baik yaitu sebesar 77,35 % responden telah menyatakan efektif.
Kata Kunci: Penerapan PPh Pasal 23, Kepentingan Peraturan Pajak,
Mudharabah.
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah, Zat Pemangku langit dan bumi. Yang mengatur seluruh makhluk-Nya, yang mengutus Rasul sebagai pembawa petunjuk dan menjelaskan syari’at agama dengan keterangan yang jelas dan bukti-bukti yang nyata. Segala puji bagi Allah atas segala karunia dan kemudahan dariNya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun Dosa. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada beliau, keluarga, sahabat dan para shalihin sesudahnya. Selama proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan telah penulis hadapi. Namun, hanya atas limpahan nikmat, taufiq dan hidayah-Nya, serta dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak maka penulis mengucapkan Jazaakumullah Kairan Katsir kepada berbagai pihak yang telah membantu diantaranya: 1.
Papa dan Mama tersayang yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang, semangat dan doa yang ditiada putusnya untuk dwi. Bushe dan Umi Lena tercinta terima kasih untuk kasih sayangnya yang diberikan seperti layaknya anak sendiri. Alm. Pakde Hartoto dan Mbah Kakung (Smoga Allah mempertemukan kami dalam keadaan yang lebih baik lagi, Amin. Dwi selalu merindukan pertemuan dengan pakde dan mbah). Kakak-kakakku tersayang, Mba Lia (Uhibbuki Fillah), Kak Mai, Mas Bari (Jazaakullah mas buat motivasi, taujih, waktu, pikiran dan bantuannya selama ini, mohon doanya selalu), Mba Neli, Mba Yuli dan Mas Hadi (sungguh menyenangkan bisa menjadi adik kalian, maafkan dwi sering membuat kesel, marah
dan
sedih
kalian).
Adikku
Encha
dan
Diandra
(terima
kasih
untuk
kemurahhatiaannya). 2.
Dekan Fakultas Ekonomi Bapak Faisal Badroen MBA, Pudek Akademik Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS.
3.
Kepala Jurusan Akuntansi, Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Bapak Amilin, SE., Ak., Msi.
4.
Bapak Dr. Yahya Hamja, MM, selaku dosen pembimbing I yang sangat sabar dalam memberikan pengarahan dalam penulisan.
5.
Ibu Rahmawati SE., MM, selaku dosen pembimbing II terima kasih atas motivasi dan perbaikannya demi kelancaran skripsi ini semoga ilmu yang Ibu berikan menjadi ilmu yang bermanfaat.
6.
Seluruh dosen di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (FEIS) yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
7.
Semua Staf Akademik FEIS: Ibu Ani, Ibu Yuli, Ibu Siska, Kak Heri dan Pak Seandy.
8.
Bagian Keuangan PT. Asuransi Takaful Umum, Pak Dodo, Pak Budi, Pak Amru (Jazaakullah Khairan Katsir Pak Amru untuk waktu, bimbingan dan taujihnya), Bu Rini
(mohon doanya, Bu), Mba Maryana, Bu Melda, Pak Bayu, Kak Adi (syukron Kak untuk masukannya), Pak Zikril, Pak Maulana. Jazaakumullah Kairan Jazaa. 9.
Sahabat dan teman-temanku: Ukhti Fitri (Uhibbuki Fillah, perjalanan tarbiyah kita masih panjang, semangat!), Mba Khusnul (syukron Mba taujihnya), Akh Dadi dan ZF syukron Akh, untuk waktu, bantuan, taujih dan transfer semangatnya), Puti....syukron buat waktu dan bantuannya (maafkan selalu merepotkan), Neng, Eka, dan Yuli. Semoga Allah menyatukan hati-hati kita dalam ketaatan kepada-Nya. Namun, disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi
dan metodologi penulisan. Untuk itu saran dan kritik sangat penulis harapkan guna penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya untuk menambah wawasan, pengetahuan dan informasi.
Jakarta, Desember 2008
Febriyanti
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .....................................................
i
LEMBAR PNGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ......................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ...................................................................
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................
iv
ABSTRACT .......................................................................................................................
v
ABSTRAK..........................................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL...................................................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................
xiv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A. Latar Belakang Penelitian ..................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..........................................................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
8
A. Asuransi ............................................................................................
8
1.
Definisi Asuransi (konvensional).................................................
8
2.
Definisi Asuransi Syariah ............................................................
10
3.
Implementasi al-Mudharabah pada Asuransi Umum....................
15
4.
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak ...........................................
18
5.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 Tentang
Pajak
Penghasilan.................................................................................
19
B. Perpajakan .........................................................................................
19
1.
Definisi Pajak .............................................................................
19
2.
Sistem Pemungutan.....................................................................
20
3.
PPh Pasal 23 ...............................................................................
21
C. Efektivitas .........................................................................................
23
1.
Pengertian Efektivitas .................................................................
23
2.
Tingkat Efektivitas......................................................................
25
BAB III
BAB IV
D. Kerangka Pemikiran...........................................................................
26
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................
27
A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................
27
B. Metode Penentuan Sampel .................................................................
27
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................
28
1.
Penelitian Pustaka (Library Research) .........................................
28
2.
Penelitian Lapangan (Field Research) ........................................
28
D. Metode Analisis dan Pengolahan Data................................................
29
1.
Metode Analisis ..........................................................................
29
2.
Teknik Pengolahan Data Penelitian .............................................
29
3.
Analisis Data Hasil Penelitian .....................................................
31
E. Penilaian Efektifitas Penerapan Pajak PPh 23 .....................................
36
F. Variabel dan Pengukurannya..............................................................
37
ANALISIS DAN PEMBAHASAN..........................................................
42
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................................
42
1.
Sejarah Singkat PT. Asuransi Takaful Umum ..............................
42
2.
Struktur Organisasi .....................................................................
45
3.
Visi, Misi, Sasaran, dan Strategi pada PT. Asuransi Takaful Umum
4.
Kegiatan Sosial ...........................................................................
B. Sistem dan Prosedur Penerapan Pajak Penghasilan (PPh)
50
Pasal 23
pada Transaksi Mudharabah ..............................................................
51
1.
Sistem.........................................................................................
51
2.
Prosedur/flowchart .....................................................................
53
C. Hasil Uji Instrumen Penelitian............................................................
56
1.
Uji Validitas................................................................................
56
2.
Uji Reabilitas ..............................................................................
59
3.
Deskripsi Data ............................................................................
60
4.
Analisis Importance and Performance Scale................................
62
5.
Diagram Kartesius ......................................................................
71
6.
Penilaian Efektivitas Pelaksanaan/Penerapan PPh
Pasal 23 pada
Transaksi Mudharabah ................................................................
81
Penelitian Sebelumnya ................................................................
82
PENUTUP...............................................................................................
85
7.
BAB V
48
A..................................................................................................... Kes impulan .............................................................................................
85
B. .................................................................................................... Imp likasi..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
87
DAFTAR GAMBAR Gambar
Keterangan
Hal
2.1
Kerangka Pemikiran ........................................................................................
26
3.1
Diagram The Performance-Ranting Analysis ...................................................
35
4.1
Mekanisme Pengelolaan Dana Premi Sampai Pengenaan
PPh Pasal 23
Pada Transaksi Mudharabah ............................................................................
52
4.2
Flowchart prosedur Penerapan PPh Pasal 23 ....................................................
54
4.3
Diagram Kartesius ..............................................................................................
75
4.4
Tingkat Efektivitas Pelaksanaan/Penerapan PPh Pasal 23 ....................................
81
DAFTAR TABEL
Tabel
Keterangan
3.1
Kriteria Korelasi.....................................................................................................
31
3.2
Pengukuran Tingkat Pelaksanaan/penerapan PPh Pasal 23.........................................
32
3.3
Pengukuran Tingkat Kepentingan Atas Pengenaan PPh Pasal 23 ...............................
32
3.4
Pengukuran Tingkat kesesuaian ................................................................................
33
3.5
Tingkat Efektivitas Pelaksanaan/Penerapan Pajak PPh 23 (%) ...................................
37
3.6
Operasional Variabel Penelitian ................................................................................
40
4.1
Uji validitas Instrumen Pelaksanaan/Penerapan PPh Pasal 23 ....................................
57
4.2
Uji Validitas Instrumen Tingkat Kepentingan Peraturan Perpajakan...........................
58
4.3
Hasil Reabilitas Instrumen Tingkat Pelaksanaan/Penerapan PPh 23 ...........................
59
4.4
Hasil Reabilitas Instrumen Tingkat kepentingan Peraturan Pajak ...............................
59
4.5
Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................................
60
4.6
Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ....................................................................
60
4.7
Deskripsi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...............................................................
61
4.8
Deskripsi Berdasarkan Lama Bekerja........................................................................
62
4.9
Penilaian Tingkat Kepentingan Peraturan PPh Pasal 23 Pada
Hal
PT. Asuransi
Takaul Umum ........................................................................................................ 4.10
Penilaian Tingkat Pelaksanaan/Penerapan PPh Pasal 23 Pada
PT. Asuransi Takaul
Umum.................................................................................................................... 4.11
66
Penilaian Tingkat Kesesuaian Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan PPh Pasal 23 ..........................................................................................................
4.12
63
Perhitungan Rata-Rata dari Penilaian Tingkat Pelaksanaan/
68
Penerapan PPh
Pasal 23 dan Penilaian Tingkat Kepentingan Peraturan PPh Pasal 23 pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan PPh Pasal 23 .........................................................
72
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Keterangan
1
: Surat Keterangan Riset
2
: Kuesioner Penelitian Ilmiah
3
: Rekapitulasi Penilaian Pelaksanaan/Penerapan PPh Pasal 23
4
: Rekapitulasi Penilaian Kepentingan Peraturan PPh Pasal 23
5
: Uji Validitas dan Reabilitas Pelaksanaan/Penerapan PPh Pasal 23
6
: Uji Validitas dan Reabilitas Kepentingan Peraturan PPh Pasal 23
7
: Tabel Nilai Product Moment
8
: S – 720/PJ.42/2001 tentang “Penegasan Mengenai Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Mudharabah”
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Melihat berbagai kondisi yang tidak menentu baik dari segi politik, ekonomi, budaya, lingkungan dan sosial di Indonesia yang kerap menimbulkan fenomena-fenomena tidak terduga seperti bencana alam, kerusuhan, kecelakaan, dan kebakaran. Sonni Dwiharsono (tanpa tahun:2) mengutarakan bahwa kebutuhan akan hadirnya usaha perasuransian dirasakan perlu dalam dunia usaha mengingat terdapat berbagai resiko yang secara sadar dan rasional dirasakan dapat mengganggu kesinambungan kegiatan usahanya. Perkembangan perusahaan asuransi sedemikian pesat terlebih dengan diundangkannya Undang-Undang Asuransi Nomor 2 Tahun 1992 beserta peraturan pelaksanaannya baik dari tingkat Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Keuangan, yang bertujuan untuk mengembangkan peranan perasuransian di Indonesia. Perkembangan baik dalam jumlah perusahaan maupun perolehan premi asuransinya pada perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi jiwa serta perusahaan penunjang kegiatan perasuransian cukup signifikan dari tahun ketahun, sedangkan dalam bidang reasuransi jumlah perusahaannya relatif tetap akan tetapi perolehan premi asuransinya meningkat dari tahun ke tahun (Sonni Dwiharsono, tanpa tahun:2).
Allah SWT telah berfirman dalam Al Quran: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu” (QS. Al-Maidah:3). Sebagai agama yang sempurna, Islam dilengkapi dengan sistem dan konsep ekonomi. Indonesia dengan mayoritas penduduknya muslim merupakan potensi yang luar biasa sebagai tempat tumbuh kembangnya kegiatan ekonomi yang berbasis syariah, tidak terkecuali dengan asuransi syariah (Agus Edi Sumanto, 2005:1-2). Dimana sistem asuransi yang dipahami oleh para ulama hukum (syariah) adalah sebuah sistem ta’awun dan tadhamun yang bertujuan menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah dimana investasinya harus ke tempat yang halal. Ekonomi syariah telah terbukti mampu bertahan di tengah berbagai goncangan ekonomi global. Oleh karena itu belakangan makin banyak negara yang mengembangkan sistem ekonomi syariah sebagai upaya mempertahankan perekonomian negaranya dari berbagai gejolak ekonomi kapitalis/liberal, termasuk di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah Takaful Indonesia. Saat ini Takaful Indonesia memiliki 1 kantor pusat dan 39 kantor cabang di seluruh Indonesia. Perbedaan-perbedaan pada asuransi syariah dan asuransi konvensional secara mendasar dapat dilihat pada: (a) Akad; (b) Kepemilikan dana; (c) Investasi dana; (d) Pembayaran klaim; (e) Keuntungan; (f) Ada Dewan Pengawas Syariah bagi asuransi syariah (www.takaful.com/2007). Akad pada asuransi konvensional adalah akad jual beli (akad mu’awadhah, akad idz’aan, akad gharar, dan akad
mulzim) sedangkan pada asuransi syariah digunakan akad tijarah dan akad tabarru’. Dalam kepemilikan dana asuransi konvensional dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemana saja, sedangkan dalam asuransi syariah dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi, merupakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut (Muhammad Syakir Sula, 2004:327). Investasi dana untuk asuransi konvensional bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan, dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya obyek atau sistem investasi yang digunakan. Sedangkan pada asuransi syariah dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas dari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang (Muhammad Syakir Sula, 2004:327). Dilihat dari sumber pembayaran klaim pada asuransi konvesional dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual. Sedangkan pada asuransi syariah sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, dimana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut (Muhammad Syakir Sula, 2004:327).
Perolehan keuntungan asuransi konvensional didapatkan dari surplus underwriting dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan. Sedangkan dalam asuransi syariah, profit yang diperoleh dari surplus underwriting dan hasil investasi bukan seluruhnya milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah) dengan peserta (Muhammad Syakir Sula, 2004:328). Asuransi konvensional tidak terdapat DPS (Dewan Pengawas Syariah) sehingga dalam prakteknya banyak yang bertentangan dengan kaidah-kaidah syar’i. Sedangkan asuransi syariah ada DPS, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktek-praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah (Muhammad Syakir Sula, 2004:326). Perkembangan dunia asuransi yang sangat pesat ini, sebagai warga negara yang baik pebisnis asuransi diwajibkan untuk turut berkontribusi dalam pembayaran pajak. Masalah pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dunia bisnis termasuk asuransi syariah. Pajak bisa berperan dalam tubuh suatu usaha namun jika ketentuan pajak memberatkan suatu usaha, maka usaha itu tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pertumbuhan asuransi syariah yang cukup signifikan belum didukung peraturan perpajakan dari pemerintah (Anonim, Indonesia Tax Review, 2007:1). Dirjen Lembaga Keuangan sudah memberikan ruang kepada asuransi syariah berupa format laporan keuangan yang memungkinkan munculnya transaksi
khas
seperti
bagi
hasil
ataupun
pencadangan
(www.
halalguide.info/2006). Namun industri asuransi syariah perlu mendapatkan
kejelasan dalam perlakuan akuntansi atas usaha mereka. Hal ini penting, sebab asuransi syariah sangat berbeda dari asuransi konvensional. Dalam praktiknya, pelaporan akuntansi asuransi syariah mengikuti asuransi konvensional, maka penerapan pajaknya juga akan selalu sama. Padahal secara konsep, asuransi syariah berbeda jauh dari asuransi konvensional (Anonim, Indonesia Tax Review, 2007:1). Transaksi paling utama dalam asuransi syariah adalah penerimaan premi yang harus dicatat sebagai pendapatan sehingga menurut UU No.17/2000 Pasal 4 ayat (1) huruf n atas pendapatan premi asuransi tersebut merupakan objek pajak. Objek pajak bukan berasal dari premi atau dana yang diamanahkan peserta melainkan hasil investasi dari kedua dana tersebut. Berdasarkan transaksi bagi hasil (mudharabah) dalam UU No.17/2000 Pasal 4 ayat (1) huruf g menegaskan bahwa pembayaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15% dari jumlah bruto yang bersifat tidak final (PPh 23) (Ade Dodo, 2006). Polis asuransi syariah jika tidak terdapat klaim dan kemudian dibagikan bagi hasil tidak disamakan dengan no claim bonus seperti asuransi konvensional yang dikenakan PPh pasal 21 terjadi pencatatan
atas seluruh pendapatan.
Sedangkan dalam asuransi syariah diperlakukan sebagai dividen polis yang dikenai PPh 23 sebesar 15% dan 30% untuk PPh badan karena pembagian dividen tidak boleh dibiayakan (non-deductible expense) (Anonim, Indonesia Tax Review, 2007:20).
Dampak bagi hasil sebagai non-deductible expense berpengaruh pada kenaikan laba sebelum pajak yang berpengaruh langsung pada besaran penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif lapisan tertinggi sebesar 30%. Penerapan inilah yang dinilai menghambat bisnis asuransi syariah (Ade Dodo, 2006). Peraturan perpajakan telah dijelaskan dalam Surat
S-
720/PJ.42/2001 tetap dikeluarkan pemerintah yang mau tidak mau harus diterima oleh bisnis asuransi syariah di Indonesia. Melihat kondisi tersebut penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui seberapa besar efektivitas penerapan peraturan perpajakan dalam perusahaan asuransi syariah. Efektivitas organisasi dimana para anggotanya melaksanakan tugas sesuai kedudukan dan peran mereka dalam penerapan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada transaksi Mudharabah. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dibuat dalam bentuk skripsi dengan judul: “Analisis Efektivitas Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah” (Studi Kasus Pada PT. Asuransi Takaful Umum).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana efektivitas penerapan dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dalam transaksi mudharabah pada PT. Asuransi Takaful Umum”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar efektivitas dari penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dalam transaksi mudharabah pada asuransi syariah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran seberapa besarkah tingkat efektivitas penerapan dari PPh 23 pada
PT.
Asuransi Takaful Umum. 2. Bagi akademisi adalah untuk dijadikan referensi kajian lebih lanjut, menambah pengetahuan berdasarkan aplikasi langsung atas objek penelitian pada perusahaan dengan harapan menambah luas wawasan berpikir khususnya masalah pajak. 3. Bagi masyarakat umum, harapan menambah luas wawasan masalah asuransi syariah dan pengenaan pajaknya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA E. Asuransi 1.
Definisi Asuransi (konvensional) Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, yaitu assurantie. Dalam hukum Belanda disebut Verzekering artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung, dan ada istilah geassureerde bagi tertanggung (Muhammad Syakir Sula, 2004:26). Menurut Abbas Salim (2005:15) memberikan definisi tentang asuransi sebagai suatu alat untuk mengurangi risiko keuangan dengan cara pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Sedangkan menurut Green (tanpa tahun): “Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu”. Pengertian asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia, dikatakan bahwa “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”. (www.asuransi-mobil.com/2007). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1, menyebutkan bahwa “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan” (Muhammad Syakir Sula, 2004:27). Menurut Undang-undang tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, terdapat tiga jenis usaha asuransi, yaitu:
a.
Usaha asuransi kerugian, yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggungjawab hokum kepada pihak ke-3 yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
b.
Usaha asuransi jiwa, yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
c.
Usaha reasuransi, yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa. Menurut Herman Darmawi (2001:101) definisi perusahaan asuransi kerugian adalah:
“Perusahaan asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Produk asuransi kerugian yang pada umumnya ditawarkan industri asuransi dapat digolongkan atas asuransi kebakaran, asuransi transportasi, dan asuransi aneka”. 2.
Definisi Asuransi Syariah Dalam bahasa Arab Asuransi disebut At-ta’min, At-ta’min yang memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Menta’minkan sesuatu, artinya seseorang membayar/ menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang (Muhammad Syakir Sula, 2004:28). Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dalam Fatwa DSN No. 21/ DSNMUI/IX/2001 Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah “Usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat”. a.
Al-‘Aqila (Asal Mula Asuransi Syariah) Konsep asuransi Islam sudah ada sejak zaman Rasulullah yang disebut aqilah. Al-Aqilah yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Sementara dalam hadist Nabi, Abu Hurairah pernah mengatakan: “Bahwa pernah ada dua wanita suku Huzail bertikai. Salah seorang dari mereka memukul yang lain dengan batu hingga mengakibatkan kematian wanita itu dan jabang bayi dalam
rahimnya. Pewaris korban membawa kejadian itu ke pengadilan. Nabi Muhammad memberikan keputusan bahwa kompensasi bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan seorang budak laki-laki atau wanita, sedangkan kompensasi atas membunuh wanita adalah uang darah (diyat) yang harus dibayar oleh aqilah (saudara pihak ayah) dari yang tertuduh”. Kesiapan membayar kontribusi keuangan sama dengan praktik premi asuransi. Sementara itu, kompensasi yang dibayar berdasarkan al-aqilah mungkin sama dengan nilai pertanggungan dalam praktik asuransi sekarang. Karena merupakan bentuk perlindungan untuk pewaris terhadap kematian yang tidak diharapkan dari sang sorban (Muhammad Syakir Sula, 2004:31). b.
At- Takaful (Tolong Menolong) Menurut Muhammad Syakir Sula (2004:33) istilah lain yang sering digunakan untuk asuransi syariah adalah takaful. Secara bahasa, takaful berasal dari akar kata yang artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Arti takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul risiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Takaful dengan pengertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT. “Dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. al-Maidah:2).
c.
Aqad (Akad) Menurut Muhammad Syakir Sula (2004:38-39) lafal akad berasal dari lafal arab al-aqd yang berarti perikatan, perjanjian, dan pemufakatan al-ittifaq. Pernyataan pihak-pihak yang berakad itu disebut ijab dan qabul. Ijab adalah pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak, yang mengandung keinginannya secara pasti untuk mengikatkan diri. Sedangkan qabul adalah pernyataan pihak lain setelah ijab yang menunjukkan persetujuannya untuk mengikatkan diri.
d.
Al-Mudharabah (Bagi Hasil)
Menurut Slamet Wiyono (2005:122) definisi mudharabah adalah: “Akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka, jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana”. Menurut Antonio Syafi’i dalam Muhammad Syakir Sula (2004:333) rukun mudharabah adalah (1) pemodal (sahibul mal), (2) pengelola (mudharib), (3) modal (maal), (4) nisbah keuntungan, (5) sighat (aqd). 1) Menurut Muhammad Syakir Sula (2004:337) keunggulan sistem mudharabah, antara lain: a)
Bank atau asuransi akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b) Bank maupun asuransi akan lebih selektif dan prudent ‘hati-hati’ mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan c)
Menguntungkan, karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
d) Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga, bank menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah sekalipun merugi dan krisis ekonomi. 2) Pendapatan Mudharabah Esensi kontrak mudharabah adalah kerjasama untuk mencapai profit berdasarkan akumulasi komponen dasar dari pekerjaan dan modal, dimana keuntungan ditentukan melalui kedua komponen ini. Profit (laba) pada asuransi syariah untuk asuransi kerugian, diperoleh dari surplus underwriting dan hasil investasi. Dari laba tersebut dilakukan bagi hasil (al-mudharabah) antara perusahaan dengan peserta sebagaimana perjanjian atau akad di awal masuk asuransi syariah (Muhammad Syakir Sula, 2004:343) Menurut Muhammad Syakir Sula (2004:341-343) unsur-unsur dari bagi hasil adalah:
a)
Modal Untuk menghindari perselisihan, dalam kontrak mudharabah secara khusus ditentukan jumlah modal yang disertakan. Modal dalam kontrak mudharabah tidak dapat dijadikan sebagai utang bagi pihak mudharib pada waktu terjadinya kontrak.
b) Manajemen Mazhab Hanafi membagi kontrak mudharabah ke dalam dua bentuk. Yaitu, kontrak mudharabah yang tidak terlarang dan kontrak mudharabah yang terlarang. Kontrak yang tidak terlarang adalah kontrak di mana pihak mudharib diberi kebebasan yang luas dalam mengelola usahanya serta menentukan keputusan
yang
menurutnya
dianggap
paling
tepat.
Mudharib
juga
diperbolehkan mencampur modal kontrak mudharabah dengan barang miliknya sendiri. Dan diperbolehkan membelanjakan modal tersebut ke dalam kepentingan lapangan usaha yang dianggap tepat. Kontrak mudharabah yang terlarang adalah bahwa mudharib bebas menjalankan usahanya sebatas sesuai dengan praktek yang umumnya berlaku dalam perdagangan. Adanya pembatasan terhadap kebebasan dalam menentukan usahanya akan merusak keabsahan kontrak. c)
Masa Berlakunya Kontrak Kontrak mudharabah dapat diakhiri oleh salah satu pihak dengan jalan memberitahu pihak lain atas keputusan tersebut. Mayoritas ulama menyatakan mudharabah bukanlah bentuk kontrak yang mengikat. Menurut Imam Malik, kalau mengakhiri kontrak dilakukan, maka mudharib akan mendapatkan keuntungan dari hasil kerjanya sendiri, tidak dari yang lain.
d) Jaminan Investor tidak dapat menjamin dari pihak mudharib untuk memastikan kembalinya modal yang diberikan atau modal beserta keuntungan (profit).
Karena dalam kontrak mudharabah, hubungan antara investor dan mudharib terikat dalam satu gadaian yang saling mempercayakan.
3.
Implementasi al-Mudharabah pada Asuransi Umum Menurut Lumansyah Lubis dalam Muhammad Syakir Sula (2004:347-349) dengan prinsip-prinsip syariah, implementasi sistem mudharabah dapat kita lihat pada operasional PT. Asuransi Takaful Umum sebagai berikut: a.
Akad Mudharabah 1) Akad mudharabah berarti surplus underwriting dari hasil operasi perusahaan dibagi di antara operator dengan peserta atau partisipan. 2) Dasar perhitungan mudharabah dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang surplus underwriting yang diperoleh.
b.
Ketentuan Mudharabah, antara lain: 1) Perhitungan mudharabah harus didasarkan kepada kinerja dari Takaful Fund (perusahaan asuransi tersebut). 2) Pembayaran mudharabah tidak di-offset langsung dengan premi renewal kecuali atas permintaan peserta. 3) Mudharabah tidak dapat dibayarkan di muka.
c.
Persyaratan Pembayaran Mudharabah, yaitu: 1) Polis telah jatuh tempo 2) Premi (takaful kontribusi) telah dibayar penuh. 3) Tidak ada pembayaran klaim selama periode covered.
d.
Formula Perhitungan Mudharabah, yaitu: 1) Periode takaful 2) Takaful kontribusi 3) Tanggal Pembayaran
4) Rate Mudharabah e.
Tata Cara Perhitungan Mudharabah Besarnya mudharabah yang dihitung diperoleh dengan cara rata-rata tertimbang dari surplus underwriting. Rasio mudharabah diperoleh dengan membagi rata-rata tertimbang mudharabah yang akan dibagikan dengan premi bruto rata-rata dan dibulatkan ke atas.
f.
Tata Cara Pembayaran Mudharabah, antara lain: 1) Cadangan mudharabah dibagikan kepada peserta yang selesai pertanggungannya dengan menggunakan rate atas premi yang disetor peserta. 2) Peserta yang menerima mudharabah adalah peserta yang tidak mendapatkan manfaat klaim. 3) Peserta yang melakukan keterlambatan pelunasan diberikan mudharabah secara profesional. 4) Peserta yang telah jatuh tempo polisnya dikirimi surat konfirmasi untuk menentukan pembayaran mudharabahnya. 5) Pengiriman surat konfirmasi mudharabah bersamaan dengan pengiriman surat konfirmasi perpanjangan yang dilakukan customer care. 6) Konfirmasi mudharabah dari nasabah segera diserahkan ke divisi keuangan untuk segera dibayarkan.
g.
Sistem Pembayaran Mudharabah, yaitu: 1) Transfer melalui bank. 2) Cek atas nama tertanggung. 3) Cash (tunai). 4) Transfer ke rekening koperasi peserta. 5) Disumbangkan ke lembaga zakat.
4.
KMK No: 424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Dan Reasuransi Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan: 5.
Prinsip Syariah adalah prinsip perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan pihak lain, dalam menerima amanah dengan mengelola dana peserta melalui kegiatan investasi atau kegiatan lain yang diselenggarakan sesuai syariah.
6.
Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi adalah produk asuransi yang memberikan hasil investasi yang sepenuhnya mengacu kepada hasil Investasi pasar.
7.
Premi Neto adalah premi neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999.
Pasal 10 Kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi, dalam bentuk:
5.
a.
investasi;
b.
bukan investasi.
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Berdasarkan Surat S-720/PJ.42/2001 pada tanggal 28 Nopember 2001 ditujukan kepada Direktur Utama PT. Asuransi Takaful Umum tentang Penegasan Mengenai Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Mudharabah, menghasilkan penegasan:
a.
Mudharabah dapat dikategorikan sebagai pengembalian premi kepada pemegang polis apabila hal tersebut mengakibatkan pengurangan nilai pertanggungan yang dinyatakan dalam polis dan terjadi sebelum berakhirnya periode pertanggungan.
b.
Mudharabah dapat dikategorikan sebagai dividen atau pembagian laba dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, apabila hal tersebut tidak mengakibatkan pengurangan nilai pertanggungan yang dinyatakan dalam polis dan terjadi setelah berakhirnya periode pertanggungan.
c.
Melihat pada substansi daripada pembentukan cadangan mudharabah yang dilakukan oleh PT. Asuransi Takaful Umum, maka mudharabah tersebut lebih merupakan pembagian laba atau bonus karena tidak terjadi klaim atau hanya terjadi klaim sampai batas tertentu saja setelah berakhirnya periode pertanggungan. Oleh karena itu, pembentukan cadangan mudharabah tersebut tidak boleh mengurangi penghasilan kena pajak dan atas pembayaran mudharabah kepada peserta Takaful dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 15% dari jumlah bruto yang tidak bersifat final (dapat dikreditkan dalam perhitungan Pajak Penghasilan yang bersangkutan pada SPT Tahunan).
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 a.
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: 1) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 2) Premi asuransi;
F. Perpajakan 1.
Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam A. Tjahjono dan M. Fakhri Husein (2005:2) definisi pajak adalah: “Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang berlangsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Definisi tersebut kemudian disempurnakan, sehingga berbunyi pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untu membiayai public investment. Menurut S.I.Djajadiningrat dalam A. Tjahjono dan M. Fakhri Husein (2005:2) definisi pajak sebagai: “Suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa yang timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum”. Menurut A. Tjahjono dan M. Fakhri Husein (2005:2) dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: (a) Pajak dipungut oleh Negara berdasarkan kekuatan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. (b) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontaraprestasi individu oleh pemerintah. (c) Pajak dipungut oleh Negara baik pusat maupun daerah. (d) Diperuntukkan bagi pengeluaran rutin pemerintah jika masih surplus digunakan untuk “public investment”. (e) Pajak dapat dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu kepada seseorang.
2.
Sistem Pemungutan Pajak
Menurut A. Tjahjono dan M. Fakhri Husein (2005:21) pemungutan pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu:
a. Official Assessment System Suatu sistem pumngutan pajak dimana besarnya pajak yang harus dilunasi atau pajak yang terutang oleh Wajib Pajak ditentukan oleh fiskus (dalam hal ini Wajib Pajak bersifat pasif). Masyarakat (Wajib Pajak) baru akan mengetahui besarnya pajak yang harus dibayar setelah menerima surat ketetapan pajak (SKP). b. Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang sepenuhnya untuk menghitung besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak diserahkan oleh fiskus kepada Wajib Pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sistem ini Wajib Pajak harus aktif menghitung, menyetor dan melaporkan kepada kantor pelayanan pajak (KPP). Sedangkan fiskus hanya bertugas memberikan penerangan dan pengawasan. c. With Holding System Suatu cara pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memungut/memotong besarnya pajak yang terutang. Dalam hal ini Wajib Pajak dan Fiskus hanya bersikap tidak aktif.
3.
PPh Pasal 23 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. (www. kanwilpajakkhusus.depkeu.go.id/2007)
a. Pemotong PPh Pasal 23 adalah: 1) Badan pemerintah; 2) Wajib pajak badan dalam negeri; 3) Penyelenggaraan kegiatan; 4) Bentuk Usaha Tetap (BUT);
5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 6) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak.
b. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: 1) WP dalam negeri; 2) BUT c.
Tarif Pajak
Tarif PPh Pasal 23 adalah 15 % dari jumlah bruto atas: 1) dividen, bunga, dan royalti; 2) hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21. 3) 15 % dari jumlah bruto dan final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, yang jumlahnya melebihi Rp. 240.000,00 setiap bulan. 4) 15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 5) Tarif, perkiraan penghasilan neto, dan objeknya adalah: 6) 15 % x 20 % dari jumlah bruto atas sewa penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat. 7) 15 % x 40 % dari jumlah bruto atas sewa lainnya (tidak termasuk sewa tanah dan bangunan). 8) 15 % dari perkiraan penghasilan netto atas Imbalan jasa Lainnya Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah Bruto tidak termasuk PPN. Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23:
a) PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. b) PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak. c) SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
C. Efektivitas 1.
Pengertian Efektivitas Menurut Sudarmayanti (1999:12) definisi efektivitas adalah untuk menyatakan bahwa kegiatan yang telah dilaksanakan dengan tepat dalam arti target tercapai sesuai dengan waktu yang ditetapkan dengan menggunakan sumber daya dan sarana yang ada. Menurut Anthtony (2004:14) definisikan efektivitas adalah
2.
”Efektivitas adalah hubungan antar output yang dihasilkan oleh pusat pertanggungjawaban dengan tujuan jangka pendek (objektivitas), semakin besar output yang dikontribusikan terhadap jangka pendek perusahaan, maka semakin efektiflah unit tersebut”. Tingkat efektivitas Menurut Sony Yuwono (2002:23) definisi pengukuran efektivitas adalah: ”Tindakan pengukuran yang dilakukan berbagai aktivitas dalam rantai yang ada pada perusahaan/organisasi, yang hasil pengukurannya akan digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prastasi pelaksanaan suatu rencana dan tingkat organisasi memerlukan penyesuaian atau aktivitas perencanaan dan pengendalian”. Efektivitas yang umum menunjukkan ada taraf tercapainya hasil atau menekankan pada hasil yang dicapai. Efektivitas dari usaha kerjasama (antar individu) berhubungan dengan pelaksanaan yang dapat mencapai suatu tujuan dalam suatu sistem, dan hal itu dibentuk. a.
Sistem
Menurut Mulyadi (2001:5) definisi sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan. Dalam skripsi ini sistem yang dimaksud adalah aturan dalam sistem yang berlaku dalam bagi hasil mudharabah dan pengenaan PPh Pasal 23 dalam asuransi kerugian syariah. b.
Prosedur/flowchart Menurut Mulyadi (2001:5) definisi prosedur adalah: “Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang”. Prosedur yang dimaksud dalam skripsi ini adalah prosedur pelaksanaan dalam bagi hasil Mudharabah. 1) Pencatatan Saat premi dibayarkan Jurnal:
Cadangan Mudharabah
xxx
Utang Pajak PPh 23
xxx
Bank
xxx
Beban Mudharabah setelah diakui secara akrual Jurnal: Beban Mudharabah
xxx
Cadangan Mudharabah
xxx
2) Pelaporan Laporan Keuangan disusun sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 tentang “Akuntansi Asuransi Kerugian” yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Laporan keuangan disajikan berdasarkan konsep harga perolehan kecuali investasi tertentu berupa saham yang dimaksudkan untuk dijual dicatat berdasarkan harga pasar. Sedangkan kas dan setara kas adalah saldo kas dan bank. Cadangan mudharabah merupakan cadangan yang dibentuk oleh perusahaan dari suatu surplus operasional dan dibagikan berdasarkan nisbah yang telah
ditetapkan sebelumnya. Mudharabah dibagikan kepada para peserta Takaful pada akhir periode asuransi selama tidak ada klaim. Pembagian mudharabah ini mengurangi cadangan mudharabah. Sedangkan hutang pajak, akun ini terdiri dari Utang Pajak Pasal 21, Utang Pajak Pasal 23, Utang Pajak Pasal, Utang Pajak Pasal 4 ayat 2, dan Utang Pajak Mudharabah. 3) Penyetoran Saat Utang Pajak Dibayarkan kepada KPP setiap bulannya Jurnal:
Utang Pajak PPh 23
xxx
Bank
xxx
D. Kerangka Pemikiran Berdasarkan pemaparan landasan teori diatas maka kerangka pemikiran yang akan diteliti dalam penelitian ini, sebagai berikut: PT. Asuransi Takaful Umum
Penerapan PPh Pasal 23 pada transaksi Mudharabah
__
Tingkat Penerapan PPh 23 ( X)
__
Tingkat Kepentingan ( Y )
Analisis Kuadran
Efektivitas Penerapan PPh 23 (Sangat Efektif, Efektif, Cukup efektif, Kurang Efektif, Tidak Efektif) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
G. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di lingkungan di Perusahaan Asuransi Takaful Umum yang beralamat di Jalan Mampang Prapatan No.100 Jakarta, untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efektivitas penerapan PPh Pasal 23 pada
PT.
Asuransi Takaful Umum. Hal ini didasarkan pada UU No. 17 Tahun 2000 pasal 4 ayat (1) huruf g tentang penegasan bahwa pembayaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15% dari jumlah bruto yang bersifat tidak final.
H. Metode Penentuan Sampel Dalam skripsi ini peneliti memilih sampel berdasarkan kemudahan (Convenience Sampling) dimana metode ini memilih sampel dari elemen populasi (orang atau kejadian) yang datanya mudah diperoleh peneliti. Elemen populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan murah (Nur Indriantoro dan Bambang S, 1999:130). Convenience sampling adalah istilah umum yang mencakup variasi luasnya prosedur pemilihan responden. Convenience sampling berarti unit sampel
yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif (Abdul Hamid, 2007:30).
I. Metode Pengumpulan Data 3. Penelitian Pustaka (Library Research) Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder. Penelusuran data sekunder memerlukan cara agar penelitian data sekunder dapat dilakukan lebih cepat dan efisien. Penelusuran data sekunder dilakukan dengan dua cara yaitu penelusuran secara manual dan penelusuran dengan komputer (Nur Indriantoro dan Bambang S, 1999:150). Penulis memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti yang berasal dari buku, jurnal, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan judul penelitian. 4. Penelitian Lapangan (Field Research) a. Observasi Penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke PT. Asuransi Takaful Umum untuk mengadakan pengambilan data objek penelitan. b. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survey yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian (Nur Indriantoro dan Bambang S, 1999:152). Penulis mewawancarai dengan karyawan yang terkait secara langsung. Penulis mewawancarai dengan
tujuan untuk menyaring dan menggali informasi yang diperlukan dalam penelitian. c. Kuesioner Peneliti menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data yang diperlukan yang berasal dari karyawan bagian keuangan pada
PT. Asuransi
Takaful Umum.
J. Metode Analisis dan Pengolahan Data 1. Metode Analisis Analisis Kualitatif yaitu dengan cara mempelajari dan menguji apakah teori yang berhubungan dengan masalah penelitian telah diterapkan oleh PT. Asuransi Takaful Umum dalam hal ini menggunakan deskriptif yang menjelaskan konsep alur pengenaan pajak, pencatatan, dan penerapannya dalam operasional perusahaan. 2. Teknik Pengolahan Data Penelitian Dalam melakukan pengujian dalam penelitian ini. Ada beberapa tahapan yang dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Untuk tahap awal terlebih dahulu dilakukan pengujian instrumen penelitian yaitu kuesioner yang akan disebarkan kepada responden. Tujuannya agar kuesioner tersebut dapat dijadikan instrumen yang tepat atau layak untuk pengukuran penelitian ini. Penelitian ini menggunakan: a. Uji Validitas Validitas data penelitian ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat. Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur
apa yang seharusnya diukur. Dengan kata lain instrumen tersebut dapat mengukur construct sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah construct validity yaitu untuk mengukur construct tertentu, yang artinya apakah suatu instrument mengukur construct sesuai dengan yang diharapkan (Nur Indriantoro dan Bambang S, 1999:181-184). Pendekatan ini bertujuan menghindari adanya judgment subyektif dari seseorang dan pertanyaan-pertanyaan yang ada didalam instrumen penelitian diketahui benar konsistensi internalnya. Suatu instrumen (setiap butir pertanyaan) dikatakan valid bila arah korelasi harus positif. Ini berarti r bt (korelasi yang akan digunakan untuk mengukur validitas) harus lebih besar dari r tabel (Teguh, 2004:18). Untuk menentukan r hitumg didapatkan dari perhitungan dengan rumus teknik korelasi Product Moment dengan menggunakan SPPS 12, dan menentukan r tabel dengan menggunakan tabel angka kritis nilai r. b. Uji Reliabilitas Pengujian reabilitas dalam penelitian ini untuk menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur dalam penelitian ini adalah Alpha Cronbach karena menggunakan jenis data likert/essay. Teknik ini dapat menafsirkan korelasi antara skala diukur dengan semua variabel yang ada. Peneliti menggunakan bantuan program bantuan program SPPS 12 dalam menghitung Alpha Cronbach, untuk menginterpretasikan nilai alpha yang diperoleh dengan kriteria korelasi (Sugiyono, 2007:183):
Tabel 3.1 Kriteria Korelasi < 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80
– – – – –
0,199 0,399 0,599 0,799 1,000
= sangat rendah = rendah = sedang = kuat = sangat kuat
Sumber: Sugiyono (2007:183)
5. Analisis Data Hasil Penelitian Teknis pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif, karena penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian penerapan PPh Pasal 23 terhadap
pelaksanaan,
digunakan
metode
“Importance
Performance
Analysis” berdasarkan rumus John Martilla dan John C. james dari Philip Kotler (J. Supranto, 2006:239-240). Adapun pengukuran variabel yang digunakan peneliti adalah skala likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sifat, pendapat, kondisi, dan perpepsi tentang fenomena sosial. Dalam skala likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pernyataan. Jawaban instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif (Sugiyono, 2007:87). Skala 5 tingkat (Likert) untuk penilaian pelaksanaan terdiri dari sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik (J.Supranto, 2006:240). Kelima penilaian pelaksanaan/penerapan PPh
Pasal 23 yang diharapkan oleh PT. Asuransi Takaful Umum diberikan bobot sebagai berikut: Tabel 3.2 Pengukuran Tingkat Pelaksanaan/penerapan PPh Pasal 23 Bobot Kriteria 5 Sangat Baik (SB) 4 Baik (B) 3 Cukup Baik (CB) 2 Kurang Baik(KB) 1 Tidak Baik (TB) Sumber: J. Supranto (2006:240) Sedangkan penilaian kepentingan terdiri sangat penting, penting, cukup penting, kurang penting, tidak penting (J.Supranto, 2006:240) untuk tingkat kepentingan dari peraturan pajak adalah dengan bobot sebagai berikut: Tabel 3.3 Pengukuran Tingkat Kepentingan Atas Pengenaan PPh Pasal 23 Bobot Kriteria 5 Sangat Penting (SP) 4 Penting (P) 3 Cukup Penting (CP) 2 Kurang Penting (KP) 1 Tidak Penting (TP) Sumber: J. Supranto (2006:240) Berdasarkan hasil penilaian tingkat penerapan dan hasil penilaian kepentingan, maka akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat Penerapan PPh Pasal 23 dengan tingkat kepentingan peraturan pajak oleh PT. Asuransi Takaful Umum. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor penerapan dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas
peningkatan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pelaksanaan/penerapan PPh pasal 23. Variabel X merupakan tingkat pelaksanaan/penerapan PPh Pasal 23, sedangkan variabel Y merupakan tingkat kepentingan peraturan perpajakan. Menurut J. Supranto (2006:241) rumus yang digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian:
Xi Tki =
x 100% Yi
Keterangan: Tki
= Tingkat Efektivitas Penerapan PPh pasal 23
Xi
= Skor Penilaian Penerapan PPh Pasal 23
Yi
= Skor Penilaian Kepentingan Peraturan Pajak Menurut Maryanto dalam Nurliana Aisyah Dewi (2007:58) untuk
mengukur tingkat kesesuaian dinilai menurut persentase yang dibagi menjadi lima tingkat sebagai berikut: Tabel 3.4 Pengukuran Tingkat kesesuaian Kriteria Bobot Tidak Sesuai 55,00% - < 69,00% Kurang Sesuai 70,00% - < 84,00% Cukup Sesuai 85,00% - < 89,00% Sesuai 90,00% - < 94,00% Sangat Sesuai 95,00 - < 100% Jika digambarkan dalam suatu grafik, maka sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor tingkat pelaksanaan/penerapan PPh pasal 23, sedangkan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh skor tingkat kepentingan.
J. Supranto
(2006:241-242) menyederhanakan rumus, maka untuk setiap faktor yang mempengaruhi penerapan PPh pasal 23 dirumuskan sebagai berikut: __
X
ΣXi
__ Y =
= n
ΣYi
n
Keterangan: X = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan/penerapan Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan n = Jumlah responden Dengan diagram kartesius yang merupakan suatu bangun yang dibagi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X,Y) dimana X merupakan rata-rata dari skor tingkat pelaksanaan/penerapan seluruh faktor. Y merupakan rata-rata dari skor tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi peraturan perpajakan. Seluruh faktor atau atribut terdiri dari 29 item. Seluruhnya ada 29.
═ Σ i= N X = 1 Xi K
═ Y
Σi= =
N
1 Yi K
Keterangan: K = Banyaknya atribut atau fakta yang dapat mempengaruhi penerapan PPh Pasal 23 (dalam penelitian ini K= 29) i = 1,2,3 …..N
Menurut J. Supranto (2006:242-243) selanjutnya tingkat unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian kedalam diagram kartesius seperti pada gambar dibawah ini:
Diagram Kartesius __ Y (Tingkat Kepentingan) Prioritas Utama A Prioritas Rendah C
Pertahankan Prestasi B Berlebihan D
__ X ( Tingkat Pelaksanaan/ Penerapan)
Gambar 3.1 Diagram Diagram Kartesius Sumber: J. Supranto (2006:242)
Keterangan: 1. Kuadran A, menunjukkan faktor yang dianggap mempengaruhi penerapan PPh Pasal 23, termasuk unsur penerapan yang dianggap sangat penting, namun dalam perusahaan belum melaksanakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan, sehingga mengecewakan aparat pajak. 2. Kuadran B, menunjukkan unsur peraturan perpajakan telah dilaksanakan dan wajib untuk dipertahankan. Dianggap sangat penting dan diperlukan. 3. Kuadran C, menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelaksanaan penerapan PPh pasal 23 di perusahaan, sehingga pelaksanaannya dianggap biasa saja.
4. Kuadran D, menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penerapan PPh pasal 23 kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat diperlukan.
K. Penilaian Efektifitas Penerapan Pajak PPh 23 Perhitungan rata-rata digunakan untuk memperoleh tingkat efektifitas secara keseluruhan digunakan analisis statistik rata-rata adalah nilai yang mewakili himpunan atau sekelompok data (Supranto, 2006:49). Untuk mengetahui seberapa besar efektivitas penerapan PPh pasal 23 dalam transaksi Mudharabah dapat dilihat dari rumus di bawah ini: Jumlah Skor Kriterium = Skor tertinggi x jumlah pertanyaan x jumlah responden.
Tingkat persentase efektivitas = ai
x 100%
bi
Keterangan: ai = Total skor ke-i bi = Jumlah skor ke-i Menurut Nurliana Aisyah Dewi (2007:58) untuk mengukur tingkat efektivitas dinilai menurut persentase sebagai berikut: Tabel 3.5 Tingkat Efektivitas Pelaksanaan/Penerapan Pajak PPh 23 (%)
Kategori
Persentase
Sangat Efektif
80% - 100%
Efektif
60 % - 79 %
Cukup Efektif
40 % - 59 %
Kurang Efektif s.d Tidak Efektif
< 40 %
Sumber: Nurliana Aisyah Dewi (2007:58)
L. Variabel dan Pengukurannya Variabel penelitian adalah atribut dari sekelompok orang atau objek penelitian yang mempunyai kriteria yang sama. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan penelitian deskriptif, variabel pada penelitian ini adalah kinerja efektifitas penerapan PPh pasal 23 yang dijabarkan dengan indikator pada Tabel 3.2. Instrumen ini diadopsi dari Operasional Variabel Penelitian yang dilakukan Philip Kotler, Marketing Management, 1994:467 dalam
(J. Supranto,
2006:244) disusun berdasarkan variable, sub variable, dan indikator. Adapun perbedaannya dengan penelitian ini, variabelnya adalah Efektivitas Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, sedangkan sub variabel terdiri dari: 1. Asuransi Syariah Indikator disusun berdasarkan Bab II menggunakan referensi dari KMK No: 424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Dan Reasuransi. 2. Mudharabah
Indikator disusun berdasarkan Bab II menggunakan referensi dari Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan S-720/PJ.42/2001 pada tanggal 28 Nopember 2001 ditujukan kepada Direktur Utama PT. Asuransi Takaful Umum dan Wawancara Pribadi dengan Rini Iswanti, Maryana, dan Amru Rus Atmaja tertanggal 28 Mei 2008. 3. Tarif Pajak Indikator disusun berdasarkan Bab II menggunakan referensi dari UndangUndang Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1), Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan S-720/PJ.42/2001 pada tanggal 28 Nopember 2001 ditujukan kepada Direktur Utama PT. Asuransi Takaful Umum, Indonesia Tax Review volume IV/Nomor 02/ 2007, dan Ade Dodo, Media Indonesia - Artikel Pajak Lembaga Keuangan Syariah, 11 Juli 2006.
4. Pencatatan Indikator disusun berdasarkan referensi dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. 5. Pelaporan Indikator disusun berdasarkan Bab II menggunakan referensi dari Direktorat Jenderal Pajak, S-720/PJ.42/2001 pada tanggal 28 Nopember 2001 ditujukan kepada Direktur Utama PT. Asuransi Takaful Umum, Wawancara
Pribadi dengan Rini Iswanti, Maryana, dan Amru Rus Atmaja tertanggal 28 Mei 2008 dan A. Tjahjono dan M. Fakhri Husein. “Perpajakan-Edisi Ketiga”. Jakarta:UPP AMP YKPN, 2005. 6. Penyetoran. Indikator disusun berdasarkan Bab II menggunakan referensi dari A. Tjahjono dan M. Fakhri Husein.“Perpajakan-Edisi Ketiga”. Jakarta:UPP AMP YKPN, 2005, Wawancara Pribadi dengan Rini Iswanti, Maryana, dan Amru Rus Atmaja tertanggal 28 Mei 2008 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
Tabel 3.6 Operasional Variabel Penelitian Variabel
Sub Variabel
Indikator
Skala
Asuransi
a. Prinsip Syariah adalah prinsip perjanjian berdasarkan hukum Islam. b. Investasi adalah produk asuransi mengacu kepada hasil Investasi pasar. c. Perusahaan asuransi sebagai pemegang amanah. d. Investasi sesuai prinsip syariah.
Ordinal
Syariah
Efektifitas
Mudharabah
a. Titipan premi dan cadangan (hutang) mudharabah. b. Cadangan mudharabah. c. Perhitungan mudharabah. d. Pembentukan cadangan premi. e. Premi asuransi yang diterima atau diperoleh. f. Pembagian mudharabah pada akhir periode. g. Tingkat nisbah bagi hasil perusahaan. h. Perhitungan tarif memakai metode ratarata tertimbang.
Ordinal
Tarif pajak
a. Pendapatan premi asuransi sebagai objek pajak. b. Pembayaran bagi hasil kepada peserta merupakan objek pajak bersifat tidak final. c. Tarif PPh 23 atas Laba bagi hasil. d. Bagi hasil yang dibayarkan kepada peserta tidak diakui sebagai biaya (nondeductible expense) e. Dampak bagi hasil sebagai nondeductible expense.
Ordinal
Pencatatan
a. Ketepatan perhitungan dan waktu dalam menyelesaikan laporan. b. Komitmen terhadap kaidah akuntansi, pajak, peraturan secara syar'i. c. Pemotongan pph 23. a. Bersifat amanah laporan pajak b. Menyajikan informasi sesuai realitas. c. Cadangan mudharabah dilaporkan pada kredit neraca. d. Pemotongan Pajak PPh Pasal 23. e. Pembentukan cadangan mudharabah dibebankan ke perhitungan laba usaha sebelum Pajak Penghasilan. f. Tanda bukti pemotongan pajak. a. Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang dibayar akhir bulan terutangnya. b. Penyetoran Pajak PPh Pasal 23. c. Pemotongan pajak penghasilan 15% pada SPT Tahunan.
Ordinal
Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Pelaporan
Penyetoran
Ordinal
Ordinal
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1.
Sejarah Singkat PT. Asuransi Takaful Umum
Secara umum, partisipasi masyarakat di bidang ekonomi dari waktu ke waktu semakin meningkat. Namun di bidang usaha perasuransian, tingkat partisipasi masyarakat tersebut relatif masih rendah. Kecilnya tingkat partisipasi tersebut disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat, sehingga belum meluasnya kesadaran mereka dalam berasuransi. Di samping itu, umat islam di Indonesia masih meragukan keabsahan asuransi dipandang dari sudut syariah islam. Beroperasinya bank-bank syariah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya, telah muncul kebutuhan terhadap kehadiran jasa asuransi yang berdasarkan syariah. Untuk itulah, tepat pada 27 Juli 1993, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri, telah sepakat untuk memprakarsai pendirian Asuransi Takaful, dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI). Langkah awal, lima orang anggota TEPATI melakukan studi banding ke Malaysia pada tanggal 7 sampai 10 September 1993. Malaysia merupakan negara ASEAN pertama yang mempraktekkan asuransi berdasarkan prinsip syariah, yakni sejak Agustus 1985. Selama di Malaysia, seluruh anggota TEPATI berusaha melihat secara utuh dan langsung prinsip-prinsip Takaful serta penerapannya. Jadi tim ini bukan hanya melihat cara asuransi syariah Malaysia beroperasi tapi mereka juga mempelajari berbagai dokumen penunjang sistem kerja Takaful. Setelah melakukan berbagai persiapan, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) sebagai Holding Company pada tanggal 24 Februari 1994. Kemudian STI mendirikan dua anak perusahaan yakni PT. Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa) dan PT. Asuransi Takaful Umum (Asuransi Kerugian). Hal itu merupakan sebuah awal dan bukan akhir dari segalanya karena dalam waktu satu tahun harus berdiri pula Asuransi Takaful Umum. Kalau tidak, izin prinsip Asuransi Takaful Umum yang telah diperoleh pada tanggal 19 Juli 1994 bisa dicabut kembali oleh pemerintah. Keduanya memang tidak dapat dibentuk secara bersamaan karena kendala permodalan maupun sumber daya manusia yang harus dihadapi TEPATI. PT. Asuransi Takaful Umum didirikan berdasarkan Akta No. 46 Tanggal 5 Mei 1994. Dibuat di hadapan Notaris Yudo Paripurno, SH dan telah memperoleh persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Nomor C2.18.286.HT.01.01.TH.94 Tanggal 14 Desember 1994 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 21 Februari 1995 No.15 Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 1660 Tahun 1995, yang telah diubah dengan Akta No. 93 Tanggal 21 Juni 1996 dan telah memperoleh persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Nomor:C212.327.HT.01.04.TH.97 tanggal 27 Nopember 1997 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 3 Juli 2001 Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 4289 Tahun 2001. PT. Asuransi Takaful Umum beroperasi berdasarkan :
a. Surat Departemen Keuangan Republik Indonesia Nomor:
S- 1081/KMK.17/1994 Tanggal 19 Juli 204 Perihal:Persetujuan Prinsip PT. Asuransi Takaful Umum b. Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor:
247/KMK/07/1995 Tentang Pemberian Izin Usaha di Bidang Asuransi Kerugian kepada PT. Asuransi Takaful Umum Tanggal 1 Juni 1995. Di tahun 2004, Perusahaan melakukan restrukturisasi yang berhasil menyatukan fungsi pemasaran Asuransi Takaful Keluarga dan Asuransi Takaful Umum sehingga lebih efisien serta lebih efektif dalam penetrasi pasar, juga diikuti dengan peresmian kantor pusat, Graha Takaful Indonesia di Mampang Prapatan, Jakarta pada Desember 2004. Selain itu, dilakukan pula revitalisasi identitas korporasi termasuk penataan ruang kantor cabang di seluruh Indonesia, untuk memperkuat citra perusahaan. Perusahaan memperoleh Sertifikasi ISO 9001:2000 dari SGS JAS-ANZ, Selandia Baru bagi Asuransi Takaful Umum, serta Asuransi Takaful Keluarga memperoleh Sertifikasi ISO 9001:2000 dari Det Norske Veritas (DNV), Belanda pada April 2004 untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan perusahaan dan menjaga konsistensinya. Selain itu, atas upaya keras seluruh jajaran perusahaan, Asuransi Takaful Keluarga meraih MUI Award 2004 sebagai Asuransi Syariah Terbaik di Indonesia, dan Asuransi Takaful Umum memperoleh penghargaan sebagai asuransi dengan predikat Sangat Bagus dari Majalah InfoBank secara berturut-turut pada tahun 2004 dan 2005.
2.
Struktur Organisasi
Dewan Pengawas Syariah Grup Takaful Ketua
: Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, MSc.
Anggota
: Dr. H.M. Syafi’i Antonio, MEc. Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA Prof. Madya. Dr. Shobri Salomon Y.A.A. Dato’ Sheikh Ghazali Abdul Rahman
Tim Manajemen PT. Asuransi Takaful Umum Pemegang Saham PT Syarikat Takaful Indonesia = 55.28% PT. Asuransi Takaful Keluarga = 44.52% Koperasi Karyawan Takaful = 0.20%
Dewan Komisaris Komisaris Utama
: Mohamed Hassan MD Kamil
Komisaris Independen
: Sanubari Satuju
Komisaris
: Bachrum M. Nasution
Komisaris
: Saiful Yazan Ahmad
Dewan Direksi Direktur Utama
: Dadang Sukresna
Direktur Operasional
a.
: Maad Santani, ACII, AAIK
Direktorat Pemasaran Direktorat ini bertanggungjawab atas pemasaran produk yang dipimpin oleh Direktur Pemasaran yang membawahi lima fungsi, yaitu : 4.
Bancassurance
bertanggung
jawab
memasarkan
produk
asuransi
dengan
menggunakan distribution channel bank. 5.
Broker & Direct yang bertanggung jawab atas pemasaran produk asuransi baik melalui broker, agen atau langsung.
6.
Customer Care bertanggung jawab atas pelayanan terhadap nasabah seperti pemberian informasi produk, pendaftaran nasabah menjadi peserta Takaful, dll.
b.
7.
Public Relation bertanggung jawab atas promosi perusahaan.
8.
Kantor cabang dan Perwakilan.
Direktorat Keuangan Direktorat ini bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan perusahaan, pencatatan dan pengadministrasiannya. Departemen ini oleh seorang Direktur Keuangan yang membawahi tiga fungsi.
1) Fungsi Finance dan Accounting Fungsi ini membawahi lima bagian yaitu: −
Bagian Finance yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan perusahaan termasuk pelaksanaan mudharabah.
−
Bagian Accounting yang bertanggung jawab atas pencatatan keuangan dan pelaporannya.
−
Bagian Credit Control yang bertanggung jawab atas penagihan premi kepada nasabah.
−
Bagian Investasi yang bertanggung jawab atas pengelolaan investasi perusahaan.
−
Bagian General Affair yang bertanggung jawab atas penyediaan kebutuhankebutuhan yang diperlukan untuk kelancaran kerja seperti alat tulis kantor dan kebutuhan logistik lainnya. Melaksanakan segala jenis tugas luar rutin, baik yang berkaitan langsung dengan bidang pengadaan maupun bidang lain, seperti mengkoordinir penggunaan kendaraan dinas, penjadwalan Office Boy, driver, dll.
2) Fungsi HRD (Human Resource Development) yang bertanggung jawab atas pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) untuk profesionalisme kerja. 3) Fungsi Information Tecnology bertanggung jawab atas kebutuhan teknologi dan inforamasi seperti sistem komputerisasi untuk seluruh bagian, termasuk maintanance serta pengadaan hardware dan software lainnya.
c.
Direktorat Teknik Direktorat ini bertanggung jawab secara teknis atas operasi PT. Asuransi Takaful Umum yang mencakup penilaian kelayakan peserta, klaim dari peserta serta reasurasi. Direktorat ini dipimpin oleh seorang General Manajer Teknik yang membawahi dua fungsi : 1) Fungsi Teknik membawahi 2 bagian : −
Bagian Underwriting yang melakukan akseptasi atas resiko yang diajukan peserta takaful.
−
Bagian Reasuransi yang bertanggung jawab untuk mengasuransikan kembali semua polis yang masuk apabila polis tersebut memiliki harga pertanggungan atau TSI (Total Sum Insured) diatas limit OR (Own Retention). Bagian Reasuransi terdiri atas Reasuransi Treaty dan Reasuransi Fakultatif.
2) Fungsi Klaim bertanggung jawab atas pelayanan klaim nasabah termasuk melakukan survey klaim hingga klaim tersebut siap dibayar.
3. Visi, Misi, Sasaran, dan Strategi pada PT. Asuransi Takaful Umum Pengukuran kinerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi perusahaan. Dengan adanya suatu penilaian atau pengukuran kinerja (performance measurement) maka seorang pemimpin dapat melihat peranan dan sumbangan dati tiap-tiap unit kerja terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan dapat dijadikan patokan dalam memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi. Visi dan misi merupakan bentuk penyatuan persepsi yang sangat penting bagi setiap perusahaan, seringkali perusahaan tidak mempunyai visi dan misi yang jelas sehingga manajemen akan menemui kesulitan bagi manajemen dalam mengarahkan aktivitas usahanya. Oleh karena itu, visi, misi, serta strategi harus dirumuskan secara jelas dan transparan, sebagai langkah awal dalam mewujudkan perencanaan strategik, terutama dalam kerangka Balance Scorecard. Untuk mengarahkan dan memusatkan visi tersebut kepada misi perusahaan, terdapat beberapa sasaran yang dapat dijadikan pemicunya. Sasaran-sasaran tersebut adalah: a.
Memaksimalkan keinginan-keinginan dari seluruh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap PT. Asuransi Takaful Umum.
b.
Inovatif, pengembangan perusahaan dalam teknologi yang juga sudah menjadi kebutuhan nasabah.
c.
Meningkatkan sumber daya manusia profesional dan kesejahteraan karyawan, menyadari persaingan yang semakin global dan kompetitif menuntut sumber daya manusia yang bermutu yang terbaik.
d.
Seluruh staf dan karyawan merupakan satu kesatuan keluarga besar dalam perusahaan dan perlu rasa memiliki.
e.
Diperlukan adanya partisipasi dari seluruh staf dan karyawan agar dapat menunjang tercapainya visi dan sasaran perusahaan yang didukung melalui kerjasama yang baik dan positif.
Visi dan misi PT. Asuransi Takaful Umum diimplementasikan dalam bentuk strategi perusahaan, dimana strategi utama PT. Asuransi Takaful Umum adalah: −
Memperluas jaringan pangsa pasar.
−
Menjadi perusahaan asuransi yang dipercaya ummat.
−
Peningkatan pemanfaatan teknologi dan pengembangan sumber daya manusia.
4. Kegiatan Sosial Kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh PT. Asuransi Takaful Umum banyak sekali, itu semua dilakukan karena memiliki rasa TAKAFUL (Tolong Menolong) kepada sesama ummat manusia, ini dapat kita lihat pada kegiataan YAT (Yayasan Amanah Takaful) : Pemberian Bantuan BEASISWA Kepada anak yang berprestasi, Pelayanan Sosial & Kemanusian; Bantuan Hidup, Bantuan Muallaf, Bantuan Ibnu Sabil, Bantuan Fisabilillah, Bantuan Ghorimin, Bantuan Pendidikan, Bantuan Pengobatan, Bantuan Musibah Bencana Alam, Bantuan Pembangunan Masjid, dll.
B. Sistem dan Prosedur Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 pada
Transaksi
Mudharabah 1.
Sistem Sistem yang berlaku pada PT. Asuransi Takaful Umum dalam bagi hasil mudharabah dan pengenaan PPh Pasal 23 dalam asuransi kerugian syariah, sebagai berikut: SISTEM TAKAFUL a.
Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah terdiri dari ulama yang faqih dalam fiqh muamalah, bertugas mengawasi operasional perusahaan agar selalu sesuai dengan ketentuan syariah. b.
Akad Akad kepersertaan Takaful didasari prinsip untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara peserta (Takafuli).
c.
Tabarru’ Setiap peserta dalam akadnya mengikhlaskan sebagian dana sebagai iuran kebajikan (tabarru’) untuk saling membantu jika terjadi musibah diantara mereka.
d.
Klaim Dana klaim dibayarkan dari rekening tabarru’.
e.
Kepemilikan Dana Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk premi atau kontribusi merupakan milik peserta, Takaful hanya sebagai pemegah amanah untuk mengelolanya.
f.
Investasi Dana Dana yang terkumpul dari peserta di investasikan sesuai dengan ketentuan syariah.
g.
Bagi Hasil Mudharabah Hubungan antara Perusahaan dengan Peserta dalam mengelola dana berdasarkan sistem bagihasil (Mudharabah).
INVESTASI
PREMI TAKAFUL
HASIL INVESTASI
TOTAL DANA
TOTAL DANA
BEBAN ASURANSI
BAGIAN PERUSAHAAN
SURPLUS OPERASIONAL
BAGIAN PESERTA
POLIS JATUH TEMPO
YES DIBAYARKAN KEPESERTA/ TIDAK DAPAT BAGI HASIL
KLAIM
NO DAPAT BAGI HASIL
SEBAGAI HUTANG PAJAK PPh PASAL 23 & DIBAYARKAN KE KPP TIAP BULANNYA
PEMOTONGAN PPh PASAL 23
Gambar 4.1 Mekanisme Pengelolaan Dana Premi Sampai Pengenaan PPh Pasal 23 Pada Transaksi Mudharabah Sumber: Data Diolah
2.
Prosedur/flowchart Prosedur yang dimaksud dalam skripsi ini adalah prosedur pelaksanaan dalam bagi hasil Mudharabah. Dimulai saat polis jatuh tempo maka akan dihitung pembagian mudharabah untuk polis yang tidak terdapat klaim kemudian dilakukan penghitungan PPh 23 dan pencatatan pada laporan keuangan. Setelah itu dilakukan pembayaran pada Bank dan penyerahan SPT pada PPh Pasal 23 pada KPP Tebet.
Mulai
1
T Dokumen bagi hasil Online sistem polis Jurnal utang PPh pasal 23
Polis
Jurnal bagi hasil
Buku Besar
Kegiatan memeriksa Polis yang mendapat klaim
klaim
Laporan Keuangan
Tidak dapat bagi hasil
Polis
Perhitungan bagi hasil oleh bagian Mudharabah
2 Polis Dokumen bagi hasil
Perhitungan bagi hasil oleh bagian Pajak
Rekapitulasi PPh Pasal 23 untuk Bulan jatuh tempo
Polis
2
Copian SPT PPh Pasal 23
SPT PPh Pasal 23
1
Gambar 4.2 Flowchart Prosedur Penerapan PPh Pasal 23 Sumber: Hasil Wawancara
Keterangan Gambar: 1.
: Mulai
2.
: Kronologis menurut tanggal T
3.
: Online storage
4.
: Dokumen
5.
: Kegiatan manual
6.
: Keputusan dalam proses pengolahan data
7.
: Penghubung pada halaman yang sama
8.
: Catatan akuntansi berupa jurnal, buku besar, dll.
9.
: Berbagai dokumen
10.
: Akhir arus dokumen dan mengarahkan pada simbol terhubung halaman yang sama yang bernomor pada simbol tersebut.
11.
1
: Awal arus dokumen yang berasal dari simbol penghubung halaman yang sama.
C. Hasil Uji Instrumen Penelitian Untuk mendapatkan data primer, penulis melakukan penyebaran kuesioner kepada karyawan PT. Asuransi Takaful Umum sebanyak 25 Responden. Sebelumnya penulis melakukan try out terhadap 10 Responden, dimana 10 Responden tersebut termasuk dari 25 Responden yang
penulis teliti. Hal ini berdasarkan metode convenience sampling, yang datanya mudah diperoleh oleh peneliti. Responden mengisi kuesioner yang terdapat 29 pertanyaan yang berasal dari 6 dimensi penerapan PPh Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah. 1.
Uji Validitas Pengujian validitas dari instrument penelitian dilakukan dengan menghitung angka korelasional atau r hitung dari nilai jawaban tiap responden untuk tiap butir pertanyaan, kemudian dibandingkan dengan r tabel. Nilai r tabel 0,381 didapat dari jumlah kasus – 2, atau 29 – 2 = 27, dengan taraf signifikan 5%, maka r tabel 0,381. suatu instrument (setiap butir pertanyaan) dikatakan valid bila angka korelasionel yang diperoleh dari perhitungan lebih besar dengan r tabel. Berdasarkan hasil uji dimensi pelaksanaan/penerapan PPh pasal 23 yang dilihat pada tabel tingkat pelaksanaan/penerapan diperoleh data bahwa, sebanyak 2 pertanyaan tidak valid karena r hitung < r tabel yaitu pada pernyataan 4 dengan r hitung .251 dan pernyataan 13 dengan r hitung .153. Sedangkan berdasarkan tabel tingkat kepentingan peraturan pajak diperoleh data bahwa, terdapat 5 pernyataan yang tidak valid karena r hitung < r tabel, yaitu pada nomor 4 dengan r hitung .292, nomor 5 dengan r hitung .273, nomor 7 dengan r hitung .358, nomor 13 dengan r hitung .354, dan nomor 17 dengan r hitung .306. Tabel 4.1 Uji Validitas Instrumen Pelaksanaan/Penerapan PPh pasal 23 Pernyataan
Nilai r hitung
Nilai r tabel
Kriteria
1
0,632
0,381
Valid
2
0,777
0,381
Valid
3
0,624
0,381
Valid
4
0,251
0,381
Tidak Valid
5
0,439
0,381
Valid
6
0,534
0,381
Valid
7
0,381
0,381
Valid
8
0,717
0,381
Valid
9
0,572
0,381
Valid
10
0,668
0,381
Valid
11
0,506
0,381
Valid
12
0,601
0,381
Valid
13
0,153
0,381
Tidak Valid
14
0,392
0,381
Valid
15
0,747
0,381
Valid
16
0,526
0,381
Valid
17
0,394
0,381
Valid
18
0,752
0,381
Valid
19
0,661
0,381
Valid
20
0,768
0,381
Valid
21
0,717
0,381
Valid
22
0,758
0,381
Valid
23
0,651
0,381
Valid
24
0,621
0,381
Valid
25
0,777
0,381
Valid
26
0,713
0,381
Valid
27
0,777
0,381
Valid
28
0,652
0,381
Valid
29
0,652
0,381
Valid
Sumber: Data diolah Tabel 4.2 Uji Validitas Instrumen Tingkat Kepentingan Peraturan Perpajakan Pernyataan
Nilai r hitung
Nilai r tabel
Kriteria
1
0,635
0,381
Valid
2
0,811
0,381
Valid
3
0,614
0,381
Valid
4
0,292
0,381
Tidak Valid
5
0,273
0,381
Tidak Valid
6
0,525
0,381
Valid
7
0,358
0,381
Tidak Valid
8
0,749
0,381
Valid
9
0,563
0,381
Valid
10
0,615
0,381
Valid
11
0,579
0,381
Valid
12
0,562
0,381
Valid
13
0,354
0,381
Tidak Valid
14
0,504
0,381
Valid
15
0,737
0,381
Valid
16
0,556
0,381
Valid
17
0,306
0,381
Tidak Valid
18
0,770
0,381
Valid
19
0,518
0,381
Valid
20
0,700
0,381
Valid
21
0,646
0,381
Valid
22
0,673
0,381
Valid
23
0,695
0,381
Valid
24
0,619
0,381
Valid
25
0,810
0,381
Valid
26
0,706
0,381
Valid
27
0,714
0,381
Valid
28
0,602
0,381
Valid
29
0,694
0,381
Valid
Sumber: Data diolah 2.
Uji Reabilitas Uji Reabilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrumen telah dipastikan validitasnya. Pengujian reabilitas dalam penelitian ini untuk menunjukkan tingkat reabilitas konsistensi internal teknik yang digunakan adalah dengan mengukur koefisiensi Cronbach’s Alpha dengan bantuan program SPSS versi 12. Tabel 4.3
Hasil Reabilitas Instrumen Tingkat Pelaksanaan/Penerapan PPh 23 Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items ,945
29
Sumber: Data diolah Tabel 4.4 Hasil Reabilitas Instrumen Tingkat kepentingan Peraturan Pajak Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items ,940
29
Sumber: Data diolah
Terlihat dari uji validitas dan reabilitas, meskipun ada pernyataan yang hasilnya tidak valid, tetapi memiliki reabilitas yang cukup tinggi yaitu > 0,6, sehingga peneliti masih tetap menggunakan pernyataan yang hasilnya menunjukkan tidak valid dengan memperbaiki kalimat kuesioner tersebut. 3.
Deskripsi Data Penelitian dilakukan pada PT. Asuransi Takaful dengan populasi karyawan bagian keuangan 25 orang yang terdapat pada kantor pusat, cabang Dewi Sartika dan cabang Pondok Indah. a.
Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis kelamin adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Sumber: Hasil Kuesioner.
Jumlah 16 Responden 9 Responden 25 Responden
Persentase 64% 36% 100%
Berdasarkan data diatas, dapat diidentifikasikan bahwa jumlah laki-laki lebih dominan dari jumlah perempuan yaitu laki-laki dengan 16 Responden atau 64% sedangkan perempuan hanya 9 Responden atau 36%. b.
Deskripsi Responden Berdasarkan Usia Karakteristrik responden berdasarkan usia dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 4.6 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia
Usia 20-25 th 25-30 th 30-35 th 35-40 th 40-45 th
Jumlah 3 Responden 9 Responden 8 Responden 3 Responden 2 Responden 25 Responden
Persentase 12% 36% 32% 12% 8% 100%
Sumber: Hasil Kuesioner. Dilihat dari usia dapat diidentifitasikan bahwa karyawan bagian keuangan yang dominan adalah usia 25 – 30 tahun yaitu 9 Responden atau 36%. c.
Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat pendidikan. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.7 Deskripsi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan SMA/SMU/SMK D3 S1 S2 S3
Jumlah 0 Responden 1 Responden 24 Responden 0 Responden 0 Responden 25 Responden
Persentase 0% 4% 96% 0% 0% 100%
Sumber: Hasil Kuesioner. Berdasarkan data diatas tingkat pendidikan yang berasal dari sarjana S1 lebih dominan yaitu sebanyak 24 Responden atau 96% sedangkan tingkat pendidikan paling sedikit adalah D3 yang hanya 1 Responden atau 4%. d.
Deskripsi Responden Berdasarkan Lamanya Bekerja
Karakteristik responden berdasarkan Lamanya bekerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.8 Deskripsi Berdasarkan Lama Bekerja Lama Bekerja 1-5 th 5-10 th 10-15 th
Jumlah 13 Responden 7 Responden 5 Responden 25 Responden
Persentase 52% 20% 28% 100%
Sumber: Hasil Kuesioner. Berdasarkan data diatas lama bekerja karyawan pada PT. Asuransi Takaful Umum lebih dominan selama 1 – 5 tahun yaitu sebanyak 13 Responden atau 52% sedangkan lama bekerja paling sedikit adalah 10 – 15 tahun sebanyak 5 Responden atau 20%. 4.
Analisis Importance and Performance Scale Dalam penelitian ini, karyawan bagian keuangan PT. Asuransi Takaful Umum diberikan 29 pertanyaan yang terdiri dari 1 dimensi yaitu:pelaksanaan/penerapan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 pada transaksi mudharabah. Pernyataan tersebut diisi dengan 2 kolom, yang pertama kolom yang berkaitan dengan dengan tingkat efektifitas dan kedua berkaitan dengan tingkat kepentingan. Setiap unsur penerapan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 dinilai berdasarkan tingkat pelaksanaan/penerapan dan tingkat kepentingan yang diberikan bobot nilai sehingga diperoleh angka yang menggambarkan tingkat efektifitas penerapan peraturan PPh 23, yaitu dengan menggunakan tingkat kesesuaian antara kedua variabel yang menjadi penentu urutan prioritas faktor yang mempengaruhi penerapan PPh 23. Hasil pernyataan tersebut akan digambarkan dalam diagram kartesius. Penulis akan menganalisis tanggapan dari 25 karyawan bagian keuangan PT. Asuransi Takaful Umum yang menjadi responden untuk masih-masing dimensi dari penerapan PPh pasal 23.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 25 responden, dihasilkan jawaban yang terangkum yang menunjukkan perbandingan antara Tingkat Kepentingan peraturan pajak menurut perusahaan PT. Asuransi Takaful Umum dengan Tingkat Pelaksanaan/penerapan PPh pasal 23. Variabel, dimensi dan indikator yang akan digunakan untuk analisis ini, nampak dalam Tabel 4.9. Secara keseluruhan hasil kuesioner dari karyawan PT. Asuransi Takaful Umum terhadap Pelaksanaan/penerapan PPh pasal 23 nampak sebagai berikut:
Tabel 4.9 Penilaian Tingkat Kepentingan Peraturan PPh Pasal 23 Pada PT. Asuransi Takaful Umum Faktor-faktor yang mempengaruhi No. 1
2
Penerapan PPh pasal 23 Dalam KMK No:424/KMK.06/2003, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi diselenggarakan sesuai syariah. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi adalah produk asuransi yang memberikan hasil investasi yang sepenuhnya mengacu kepada hasil Investasi pasar.
Responden = 25 (dua puluh lima) Sangat Penting
Penting
Cukup Penting
Kurang Penting
Tidak Penting
Nilai
6
13
5
0
0
107
3
11
9
2
0
90
3
Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
16
7
2
0
0
114
4
Investasi wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.
19
4
2
0
0
117
5
Mudharabah adalah titipan premi, cadangan (hutang) mudharabah dibagikan pada saat jatuh tempo.
8
12
5
0
0
103
11
10
4
0
0
107
8
13
3
1
0
103
9
9
5
2
0
100
6
7
8
Cadangan mudharabah dibagikan berdasarkan tarif yang telah ditetapkan. Mudharabah dihitung dari surplus underwriting dengan nisbah yang telah disepakati diawal perjanjian dengan nasabah. Menurut KMK No.80/KMK.04/2000 tanggal 6 juni 2000, diperkenankan membentuk cadangan premi tanggungan sendiri sebesar 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan.
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18 19 20 21 22
Premi asuransi yang diterima tergantung pada cakupan resiko yang dipertanggungkan. Pembagian Mudharabah pada akhir periode selama tidak ada klaim dari peserta. Tingkat nisbah bagi hasil perusahaan adalah 70:30, yaitu 70% untuk perusahaan dan 30% untuk peserta takaful.
16
9
0
0
0
116
16
9
0
0
0
116
4
10
7
4
0
89
5
8
8
2
0
93
4
7
9
5
0
85
9
11
3
0
0
104
8
11
6
0
0
102
9
13
3
0
0
106
5
14
6
0
0
99
Ketepatan dalam; perhitungan, hasil dan penyelesaian laporan. Komitmen terhadap kaidah-kaidah resmi pajak, peraturan atau petunjuk secara syar'i.
7
16
2
0
0
105
6
10
9
0
0
97
Pemotongan PPh Pasal 23 dicatat sebagai hutang Pajak. Bersifat amanah dalam semua informasi dan keterangan yang dibuat dalam laporan pajak
9
11
5
0
0
104
9
14
2
0
0
107
Menyajikan informasi dan keterangan sesuai dengan realitas
9
14
0
2
0
105
Perhitungan tarif dilakukan setiap tanggal 11 setiap bulannya memakai metode ratarata tertimbang. Menurut UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf n, premi asuransi adalah objek pajak. UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g menegaskan bahwa pembayaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15% dari jumlah bruto yang bersifat tidak final. Tarif PPh 23 atas Laba bagi hasil dipersamakan dengan UU no. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g. Bagi hasil yang dibayarkan kepada peserta yang diperlakukan sebagai dividen dianggap diberikan setelah laba kena pajak, sehingga pengeluaran bagi hasil kepada peserta tidak diakui sebagai biaya (non-deductible expense) Dampak bagi hasil sebagai non-deductible expense berpengaruh pada kenaikan laba sebelum pajak yang berpengaruh langsung pada besaran penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif lapisan tertinggi sebesar 30%.
23
24
25
26
27
28
Cadangan mudharabah dilaporkan pada kredit neraca sebesar saldo pemupukan cadangan (setelah dikurangi dengan mudharabah) yang dibayar kepada peserta Takaful. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa Pajak berakhir. Pembentukan cadangan mudharabah tiap tahun dibebankan dalam perhitungan laba usaha sebelum Pajak Penghasilan. Pemotong Pajak PPh Pasal 23 harus memberi tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong. Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Pajak PPh Pasal 23 yang harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
Pemotongan pajak penghasilan 15% dari jumlah bruto yang tidak bersifat final 29 (dapat dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersangkutan pada SPT Tahunan). Sumber: Hasil Kuesioner.
6
16
3
0
0
103
15
5
3
2
0
100
6
13
6
0
0
100
12
8
3
2
0
105
10
5
8
2
0
98
17
8
0
0
0
117
12
8
5
0
0
107
Tabel 4.10 Penilaian Tingkat Pelaksanaan/Penerapan PPh Pasal 23 Pada PT. Asuransi Takaful Umum Faktor-faktor yang mempengaruhi No. 1
2
3
Penerapan PPh pasal 23 Dalam KMK No:424/KMK.06/2003, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi diselenggarakan sesuai syariah. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi adalah produk asuransi yang memberikan hasil investasi yang sepenuhnya mengacu kepada hasil Investasi pasar. Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
Sangat Baik
Responden = 25 (dua puluh lima) Baik Cukup Kurang Tidak Baik Baik Baik
Nilai
6
15
4
0
0
102
3
6
14
2
0
85
14
7
4
0
0
110
4 5 6
Investasi wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Mudharabah adalah titipan premi, cadangan (hutang) mudharabah dibagikan pada saat jatuh tempo. Cadangan mudharabah dibagikan berdasarkan tarif yang telah ditetapkan.
18
4
3
0
0
115
7
12
5
1
0
100
10
6
8
1
0
100
7
Mudharabah dihitung dari surplus underwriting dengan nisbah yang telah disepakati diawal perjanjian dengan nasabah.
5
13
6
1
0
97
8
Menurut KMK No.80/KMK.04/2000 tanggal 6 juni 2000, diperkenankan membentuk cadangan premi tanggungan sendiri sebesar 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan.
5
8
10
4
0
87
13
11
1
0
0
112
14
9
2
0
0
112
2
10
6
7
0
82
2
11
10
2
0
88
2
8
5
10
0
77
14
UU no. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g menegaskan bahwa pembayaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15% dari jumlah bruto yang bersifat tidak final.
6
9
8
2
0
94
15
Tarif PPh 23 atas Laba bagi hasil dipersamakan dengan UU no. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g.
4
11
9
1
0
93
16
Bagi hasil yang dibayarkan kepada peserta yang diperlakukan sebagai dividen dianggap diberikan setelah laba kena pajak, sehingga pengeluaran bagi hasil kepada peserta tidak diakui sebagai biaya (non-deductible expense)
6
10
9
0
0
97
9
10
11
12 13
Premi asuransi yang diterima tergantung pada cakupan resiko yang dipertanggungkan. Pembagian Mudharabah pada akhir periode selama tidak ada klaim dari peserta. Tingkat nisbah bagi hasil perusahaan adalah 70:30, yaitu 70% untuk perusahaan dan 30% untuk peserta takaful. Perhitungan tarif dilakukan setiap tanggal 11 setiap bulannya memakai metode ratarata tertimbang. Menurut UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf n, premi asuransi adalah objek pajak.
17
Dampak bagi hasil sebagai non-deductible expense berpengaruh pada kenaikan laba sebelum pajak yang berpengaruh langsung pada besaran penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif lapisan tertinggi sebesar 30%. Ketepatan dalam; perhitungan, hasil dan penyelesaian laporan. Komitmen terhadap kaidah-kaidah resmi pajak, peraturan atau petunjuk secara syar'i. Pemotongan PPh Pasal 23 dicatat sebagai hutang Pajak. Bersifat amanah dalam semua informasi dan keterangan yang dibuat dalam laporan pajak Menyajikan informasi dan keterangan sesuai dengan realitas
4
9
12
0
0
92
4
13
8
0
0
96
5
9
11
0
0
94
7
9
7
2
0
96
9
11
4
1
0
103
8
13
2
2
0
102
23
Cadangan mudharabah dilaporkan pada kredit neraca sebesar saldo pemupukan cadangan (setelah dikurangi dengan mudharabah) yang dibayar kepada peserta Takaful.
4
14
7
0
0
97
24
Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa Pajak berakhir.
9
8
5
3
0
98
4
11
9
1
0
93
5
13
4
3
0
95
27
Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
5
7
8
5
0
87
28
Pajak PPh Pasal 23 yang harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
10
11
3
1
0
105
5
10
10
0
0
95
18 19 20 21 22
25
26
Pembentukan cadangan mudharabah tiap tahun dibebankan dalam perhitungan laba usaha sebelum Pajak Penghasilan. Pemotong Pajak PPh Pasal 23 harus memberi tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.
Pemotongan pajak penghasilan 15% dari jumlah bruto yang tidak bersifat final 29 (dapat dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersangkutan pada SPT Tahunan). Sumber: Hasil Kuesioner.
Tabel 4.11 Penilaian Tingkat Kesesuaian Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan PPh Pasal 23
No. 1
2
3 4 5 6
7
8
9 10 11
12 13
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Nilai Tingkat
Nilai Tingkat
Tingkat
Penerapan PPh pasal 23
Pelaksanaan
Kepentingan
Kesesuaian (%)
Dalam KMK No:424/KMK.06/2003, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi diselenggarakan sesuai syariah.
102
107
95.33
85
90
94.44
110
114
96.49
115
117
98.29
100
103
97.09
Cadangan mudharabah dibagikan berdasarkan tarif yang telah ditetapkan. Mudharabah dihitung dari surplus underwriting dengan nisbah yang telah disepakati diawal perjanjian dengan nasabah. Menurut KMK No.80/KMK.04/2000 tanggal 6 juni 2000, diperkenankan membentuk cadangan premi tanggungan sendiri sebesar 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan. Premi asuransi yang diterima tergantung pada cakupan resiko yang dipertanggungkan.
100
107
93.46
97
103
94.17
87
100
87.00
112
116
96.55
Pembagian Mudharabah pada akhir periode selama tidak ada klaim dari peserta. Tingkat nisbah bagi hasil perusahaan adalah 70:30, yaitu 70% untuk perusahaan dan 30% untuk peserta takaful.
112
116
96.55
82
89
92.13
88
93
94.62
77
85
90.59
Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi adalah produk asuransi yang memberikan hasil investasi yang sepenuhnya mengacu kepada hasil Investasi pasar. Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Mudharabah adalah titipan premi, cadangan (hutang) mudharabah dibagikan pada saat jatuh tempo.
Perhitungan tarif dilakukan setiap tanggal 11 setiap bulannya memakai metode rata-rata tertimbang. Menurut UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf n, premi asuransi adalah objek pajak.
14
15
16
17
UU no. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g menegaskan bahwa pembayaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15% dari jumlah bruto yang bersifat tidak final. Tarif PPh 23 atas Laba bagi hasil dipersamakan dengan UU no. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g. Bagi hasil yang dibayarkan kepada peserta yang diperlakukan sebagai dividen dianggap diberikan setelah laba kena pajak, sehingga pengeluaran bagi hasil kepada peserta tidak diakui sebagai biaya (non-deductible expense) Dampak bagi hasil sebagai non-deductible expense berpengaruh pada kenaikan laba sebelum pajak yang berpengaruh langsung pada besaran penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif lapisan tertinggi sebesar 30%.
94
104
90.38
93
102
91.18
97
106
91.51
92
99
92.93
18
Ketepatan dalam; perhitungan, hasil dan penyelesaian laporan.
96
105
91.43
19
Komitmen terhadap kaidah-kaidah resmi pajak, peraturan atau petunjuk secara syar'i.
94
97
96.91
20
Pemotongan PPh Pasal 23 dicatat sebagai hutang Pajak.
96
104
92.31
21
Bersifat amanah dalam semua informasi dan keterangan yang dibuat dalam laporan pajak Menyajikan informasi dan keterangan sesuai dengan realitas Cadangan mudharabah dilaporkan pada kredit neraca sebesar saldo pemupukan cadangan (setelah dikurangi dengan mudharabah) yang dibayar kepada peserta Takaful. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa Pajak berakhir. Pembentukan cadangan mudharabah tiap tahun dibebankan dalam perhitungan laba usaha sebelum Pajak Penghasilan. Pemotong Pajak PPh Pasal 23 harus memberi tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.
103
107
96.26
102
105
97.14
97
103
94.17
98
108
90.74
93
100
93.00
95
105
90.48
22
23
24
25
26
27
Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
87
98
88.78
28
Pajak PPh Pasal 23 yang harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
105
117
89.74
29
Pemotongan pajak penghasilan 15% dari jumlah bruto yang tidak bersifat final (dapat dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersangkutan pada SPT Tahunan).
95
107
88.79
RATA-RATA
93.19
Sumber: Hasil Kuesioner.
Secara keseluruhan dengan menggunakan faktor-faktor tersebut diatas, maka ratarata tingkat kesesuaian antara harapan terhadap pelaksanaan/penerapan karyawan atas PPh 23 mencapai 93,19%, atau dengan kata lain tingkat pelaksanaan karyawan terhadap peraturan PPh 23 adalah sebesar 93,19%, sebagaimana yang nampak pada Tabel 4.10. 5.
Diagram Kartesius Untuk dapat melihat posisi penempatan data yang telah dianalisi tersebut, maka dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu: a.
Kuadran A, menunjukkan faktor yang dianggap mempengaruhi penerapan PPh Pasal 23, termasuk unsur penerapan yang dianggap sangat penting, namun dalam perusahaan belum melaksanakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan, sehingga bisa menimbulkan kekecewaan dan rasa tidak puas.
b.
Kuadran B, menunjukkan unsur penerapan PPh Pasal 23 telah dilaksanakan dengan baik dan wajib untuk dipertahankan. Dianggap sangat penting dan diperlukan.
c.
Kuadran C, menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelaksanaan/penerapan PPh pasal 23 di perusahaan, sehingga pelaksanaannya dianggap biasa saja.
d.
Kuadran D, menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penerapan PPh pasal 23 kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya secara sangat baik oleh PT. Asuransi Takaful Umum. Hal ini dianggap sangat berlebihan.
Tabel 4.12 Perhitungan Rata-Rata dari Penilaian Tingkat Pelaksanaan/penerapan PPh Pasal 23 dan Penilaian Tingkat kepentingan Peraturan PPh Pasal 23 pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan PPh Pasal 23
No. 1
2
3 4 5 6 7
8
9
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Nilai Tingkat
Nilai Tingkat
‗
‗
Penerapan PPh pasal 23
Pelaksanaan
Kepentingan
X
Y
Dalam KMK No:424/KMK.06/2003, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi diselenggarakan sesuai syariah.
102
107
4,08
4,28
85
90
3,40
3,60
110
114
4,40
4,56
Investasi wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Mudharabah adalah titipan premi, cadangan (hutang) mudharabah dibagikan pada saat jatuh tempo.
115
117
4,60
4,68
100
103
4,00
4,12
Cadangan mudharabah dibagikan berdasarkan tarif yang telah ditetapkan. Mudharabah dihitung dari surplus underwriting dengan nisbah yang telah disepakati diawal perjanjian dengan nasabah. Menurut KMK No.80/KMK.04/2000 tanggal 6 juni 2000, diperkenankan membentuk cadangan premi tanggungan sendiri sebesar 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan. Premi asuransi yang diterima tergantung pada cakupan resiko yang dipertanggungkan.
100
107
4,00
4,28
97
103
3,88
4,12
87
100
3,48
4,00
112
116
4,56
4,64
Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi adalah produk asuransi yang memberikan hasil investasi yang sepenuhnya mengacu kepada hasil Investasi pasar. Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
Pembagian Mudharabah pada akhir periode selama tidak ada klaim dari peserta. Tingkat nisbah bagi hasil perusahaan adalah 70:30, yaitu 70% untuk perusahaan dan 30% untuk peserta takaful. Perhitungan tarif dilakukan setiap tanggal 11 setiap bulannya memakai metode rata-rata tertimbang. Menurut UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf n, premi asuransi adalah objek pajak. UU no. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g menegaskan bahwa pemba-yaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15% dari jumlah bruto yang bersifat tidak final. Tarif PPh 23 atas Laba bagi hasil dipersamakan dengan UU no. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g. Bagi hasil yang dibayarkan kepada peserta yang diperlakukan sebagai dividen dianggap diberikan setelah laba kena pajak, sehingga pengeluaran bagi hasil kepada peserta tidak diakui sebagai biaya (non-deductible expense) Dampak bagi hasil sebagai non-deductible expense berpengaruh pada kenaikan laba sebelum pajak yang berpengaruh langsung pada besaran penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif lapisan tertinggi sebesar 30%. Ketepatan dalam; perhitungan, hasil dan penyelesaian laporan.
112
116
4,48
4,64
82
89
3,28
3,56
88
93
3,52
3,72
77
85
3,08
3,40
94
104
3,76
4,16
93
102
3,72
4,08
97
106
3,88
4,24
92
99
3,68
3,96
96
105
4,08
4,16
Komitmen terhadap kaidah-kaidah resmi pajak, peraturan atau petunjuk secara syar'i. Pemotongan PPh Pasal 23 dicatat sebagai hutang Pajak.
94
97
3,76
3,88
96
104
3,84
4,16
21
Bersifat amanah dalam semua informasi dan keterangan yang dibuat dalam laporan pajak
103
107
4,12
4,28
22
Menyajikan informasi dan keterangan sesuai dengan realitas Cadangan mudharabah dilaporkan pada kredit neraca sebesar saldo pemupukan cadangan (setelah dikurangi dengan mudharabah) yang dibayar kepada peserta Takaful. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa Pajak berakhir. Pembentukan cadangan mudharabah tiap tahun dibebankan dalam perhitungan laba usaha sebelum Pajak Penghasilan.
102
105
4,08
4,20
97
103
3,88
4,12
98
108
3,92
4,32
93
100
3,72
4,00
10 11
12 13
14
15
16
17
18 19 20
23
24
25
26
Pemotong Pajak PPh Pasal 23 harus memberi tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.
95
105
3,80
4,20
27
Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
87
98
3,48
3,92
28
Pajak PPh Pasal 23 yang harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
105
117
4,20
4,68
95
107
3,80
4,28
3,87
4,15
29
Pemotongan pajak penghasilan 15% dari jumlah bruto yang tidak bersifat final (dapat dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersangkutan pada SPT Tahunan). ‗ ‗ RATA-RATA (X) (Y)
_ _ X dan Y = adalah nilai rata-rata dari 25 karyawan/ responden Sumber: hasil perhitungan kuesioner.
Gambar 4.3 Diagram Kartesius Sumber:Tabel 4.11
Berdasarkan hasil pengukuran yang terlihat pada Gambar 4.3 di atas, dapat terlihat jenis-jenis penerapan PPh 23 dalam Transaksi Mudharabah mana yang seharusnya lebih ditingkatkan, dipertahankan, serta usaha-usaha perbaikan pada atribut-atribut yang benarbenar dianggap penting oleh karyawan bagian keuangan dalam asuransi syariah. Pada Gambar 4.3 diagram kartesius di atas, terlihat bahwa letak unsur-unsur pelaksanaan
faktor-faktor
atau
atribut-atribut
yang
mempengaruhi
tingkat
pelaksanaan/penerapan peraturan PPh pasal 23 pada transaksi mudharabah di PT. Asuransi Takaful Umum, terbagi menjadi 4 bagian. Adapun interprestasi dari diagram kartesius tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kuadran A, menunjukkan faktor peraturan PPh 23 yang dianggap mempengaruhi penerapan PPh Pasal 23, termasuk unsur penerapan yang dianggap sangat penting, namun dalam perusahaan belum melaksanakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan, sehingga mengecewakan. PT. Asuransi Takaful Umum harus lebih memprioritaskan untuk menangani faktor/indikator yang ada pada kuadran ini. Adapun 6 indikator yang masuk pada Kuadran A ini adalah: 1) UU No.17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g menegaskan bahwa pembayaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15% dari jumlah bruto yang bersifat tidak final. 2) Pemotongan PPh Pasal 23 dicatat sebagai hutang Pajak. 3)
Pemotong Pajak PPh Pasal 23 harus memberi tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.
4) Pemotongan pajak penghasilan 15% dari jumlah bruto yang tidak bersifat final (dapat dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersangkutan pada SPT Tahunan).
b. Kuadran B, menunjukkan unsur peraturan perpajakan telah dilaksanakan dan perlu untuk dipertahankan. Dianggap sangat penting dan diperlukan oleh PT. Asuransi Takaful Umum. Adapun 12 indikator yang masuk pada Kuadran B ini adalah: 1) Dalam KMK No:424/KMK.06/2003, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi diselenggarakan sesuai syariah. 2) Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. 3) Investasi wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. 4) Cadangan mudharabah dibagikan berdasarkan tarif yang telah ditetapkan. 5) Premi
asuransi
yang
diterima
tergantung
pada
cakupan
resiko
yang
dipertanggungkan. 6) Pembagian Mudharabah pada akhir periode selama tidak ada klaim dari peserta. 7) Bagi hasil yang dibayarkan kepada peserta yang diperlakukan sebagai dividen dianggap diberikan setelah laba kena pajak, sehingga pengeluaran bagi hasil kepada peserta tidak diakui sebagai biaya (non-deductible expense). 8) Ketepatan dalam; perhitungan, hasil dan penyelesaian laporan. 9) Bersifat amanah dalam semua informasi dan keterangan yang dibuat dalam laporan pajak 10) Menyajikan informasi dan keterangan sesuai dengan realitas. 11) Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa Pajak berakhir. 12) Pajak PPh Pasal 23 yang harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. Berdasarkan hasil penelitian literatur dan wawancara dengan karyawan bagian keuangan PT. Asuransi Takaful Umum, ternyata bagi hasil yang dibayarkan kepada peserta yang diperlakukan sebagai dividen dianggap merugikan dan diperlukan kajian
khusus mengenai perlakuan pajak atas asuransi syariah. Hingga saat ini peraturan perpajakan elum secara mendetail aspek perpajakan terhadap bidang usaha berbasis syariah sehingga perlu diusulkan dalam Rancangan Perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan, agar ketentuan perpajakan bagi bidang usaha berbasis syariah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Selain itu pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 masih dilakukan oleh kantor pusat, hanya ada satu dari 39 kantor cabang yang sudah menerapkan pemotongan dan penyetoran langsung PPh 23 ke KPP terdekat. Kegiatan ini dirasakan kurang efisien dan efektif dari segi waktu, hal ini perlu mendapat perhatian dari pihak manajemen untuk perlu ditingkatkan kinerja kantor cabang.
c. Kuadran C, menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelaksanaan penerapan PPh pasal 23 di perusahaan, sehingga pelaksanaannya dianggap biasa saja. Adapun 10 indikator yang masuk pada Kuadran C ini adalah: 1) Perusahaan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi adalah produk asuransi yang memberikan hasil investasi yang sepenuhnya mengacu kepada hasil Investasi pasar. 2) Menurut KMK No.80/KMK.04/2000 tanggal 6 juni 2000, diperkenankan membentuk cadangan premi tanggungan sendiri sebesar 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan. 3) Tingkat nisbah bagi hasil perusahaan adalah 70:30, yaitu 70% untuk perusahaan dan 30% untuk peserta takaful. 4) Perhitungan tarif dilakukan setiap tanggal 11 setiap bulannya memakai metode ratarata tertimbang. 5) Menurut UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf n, premi asuransi adalah objek pajak.
6) Tarif PPh 23 atas Laba bagi hasil dipersamakan dengan UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g. 7) Dampak bagi hasil sebagai non-deductible expense berpengaruh pada kenaikan laba sebelum pajak yang berpengaruh langsung pada besaran penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif lapisan tertinggi sebesar 30%. 8) Komitmen terhadap kaidah-kaidah resmi pajak, peraturan atau petunjuk secara syar'i. 9) Pembentukan cadangan mudharabah tiap tahun dibebankan dalam perhitungan laba usaha sebelum Pajak Penghasilan. 10) Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
d. Kuadran D, menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penerapan PPh pasal 23 kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat diperlukan. Adapun 1 indikator yang masuk pada Kuadran C ini adalah: 1) Mudharabah adalah titipan premi, cadangan (hutang) mudharabah dibagikan pada saat jatuh tempo. 2) Mudharabah dihitung dari surplus underwriting dengan nisbah yang telah disepakati diawal perjanjian dengan nasabah. 3) Cadangan mudharabah dilaporkan pada kredit neraca sebesar saldo pemupukan cadangan (setelah dikurangi dengan mudharabah) yang dibayar kepada peserta Takaful.
6.
Penilaian Efektivitas Pelaksanaan/Penerapan PPh Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah Adapun hasil perhitungan efektivitas Penerapan PPh Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah adalah: Jumlah skor kriterium
= 5 x 29 x 25 = 3625
Tingkat persentase efektivitas
= 2804 x 100% 3625
= 77,35 % Hal ini berarti, tingkat efektivitas pelaksanaan/penerapan PPh Pasal 23 adalah sebesar 77,35 %. Jika disesuaikan dengan kriteria efektivitas pelaksanaan/penerapan berada pada kuadran II (lihat Gambar 4.3).
Sangat Efektif 80% - 100%
Cukup Efektif
7.
Efektif 60 – 79%
•
Kurang Efektif
40% - 59% <40% Gambar 4.4 Hasil Tingkat Efektivitas Pelaksanaan/ Penerapan PPh Pasal 23 Sumber: Data diolah Penelitian Sebelumnya a.
Analisis efektivitas Kinerja Pelayanan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap kepuasan Wajib Pajak pada KPP Madya Jakarta Pusat Nurliana Aisyah Dewi dalam skripsinya melakukan penelitian pada tahun 2007 mengenai kinerja pelayanan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap kepuasan Wajib Pajak. Penelitian dilakukan dengan metode survey, yaitu mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Dari 67 responden yang menggunakan pelayanan yang diberikan Kantor Pelayanan pajak Madya jakarta pusat, berkesimpulan bahwa kinerja untuk pelayanan sesuai dengan tingkat kepentingan Wajib Pajak sehingga menimbulkan kepuasan Wajib Pajak sehingga menimbulkan kepuasan Wajib Pajak. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek, tempat meneliti, dan tahun penelitian, penelitian sebelumnya meneliti efektivitas kinerja pelayanan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepuasan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat pada tahun 2007 sedangkan penelitian ini meneliti efektivitas Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah studi kasus PT. Asuransi Takaful Umum di tahun 2008.
b.
Analisis Pengukuran Tingkat Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Kinerja Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang Ahmad Rudi Hartono dalam jurnalnya melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang dengan meneliti tentang kepuasan wajib pajak terhadap kinerja pelayanan kantor pajak. Kesimpulan dari tingkat kepuasan Wajib Pajak terhadap kinerja pelayanan kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tanah Abang tahun anggaran 1997/1998 adalah sebesar 68,84%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek dan tempat meneliti, penelitan sebelumnya meneliti kepuasan wajib pajak terhadap kinerja pelayanan kantor pajak pada KPP Jakarta Tanah Abang sedangkan peneltian ini meneliti Efektivitas Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah studi kasus PT. Asuransi Takaful Umum di tahun 2008.
c.
Analisis Efektivitas Modernisasi Perpajakan Dalam Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara Eka Putri Rahmawati dalam skripsinya melakukan penelitian pada tahun 2008 mengenai efektivitas modernisasi perpajakan dalam penerimaan pajak. Penelitian dilakukan dengan metode survey, yaitu mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Dari 39 responden yang menggunakan pelayanan yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak Bekasi Utara, berkesimpulan bahwa efektivitas modernisasi perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara efektif sebesar 79%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek dan tempat meneliti, penelitian sebelumnya meneliti efektivitas modernisasi perpajakan dalam penerimaan pajak.pada Kantor Pelayanan Pajak Bekasi Utara pada tahun 2008 sedangkan penelitian ini meneliti Efektivitas Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah studi kasus PT. Asuransi Takaful Umum di tahun 2008.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisa yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Hasil perhitungan tingkat efektivitas menunjukkan penerapan PPh Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah pada PT. Asuransi Takaful Umum efektif sebesar yaitu sebesar 77,35 %. Namun dalam pelaksanaannya pengenaan PPh pasal 23 dinilai sangat memberatkan.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PPh Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah pada PT. Asuransi Takaful Umum adalah: a.
Faktor asuransi syariah: Investasi wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah adalah faktor yang sangat penting bagi karyawan, 98.29% dari responden merasa sangat sesuai, sedangkan dengan peraturan KMK No:424/KMK.06/2003, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi diselenggarakan sesuai syariah, 95.33% responden merasa sangat sesuai dengan pelaksanaan dan kepentingan perusahaan dari segi peraturan.
b.
Faktor mudharabah: Mudharabah adalah titipan premi, cadangan (hutang) mudharabah dibagikan pada saat jatuh tempo 97.09% dari responden merasa sangat sesuai dengan penerapan dan kepentingan PT. Asuransi Takaful Umum saat ini. Sedangkan faktor Pembagian Mudharabah pada akhir periode selama tidak ada klaim dari peserta dan Premi asuransi yang diterima tergantung pada cakupan resiko yang dipertanggungkan, 96.55% karyawan merasa sangat sesuai dengan penerapan dan kepentingan PT. Asuransi Takaful Umum saat ini.
c.
Faktor tarif pajak: Tarif PPh 23 atas Laba bagi hasil dipersamakan dengan UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g untuk karyawan mematuhi peraturan perpajakan ini sebesar 91.18% karyawan merasa sesuai. Sedangkan faktor UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g menegaskan bahwa pembayaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah
asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15% dari jumlah bruto yang bersifat tidak final, 90.38% karyawan merasa sesuai. d.
Faktor pencatatan: Komitmen terhadap kaidah-kaidah resmi pajak, peraturan atau petunjuk secara syar'i, 96.91% karyawan merasa sangat sesuai dengan penerapan dan kepentingan PT. Asuransi Takaful Umum saat ini. Sedangkan Pemotongan PPh Pasal 23 dicatat sebagai hutang Pajak sebesar 92.31% karyawan merasa sangat sesuai dengan penerapan dan kepentingan PT. Asuransi Takaful Umum.
e.
Faktor pelaporan: Menyajikan informasi dan keterangan sesuai dengan realitas, 97.14% responden merasa sangat sesuai. Sedangkan bersifat amanah dalam semua informasi dan keterangan yang dibuat dalam laporan pajak, 96.26% responden merasa sangat sesuai dengan penerapan dan kepentingan PT. Asuransi Takaful Umum.
f.
Faktor penyetoran: Pemotongan pajak penghasilan 15% dari jumlah bruto yang tidak bersifat final (dapat dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersangkutan pada SPT Tahunan), 88.79% karyawan merasa cukup sesuai. Sedangkan Pajak PPh Pasal 23 yang harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak, 89.74% karyawan merasa cukup sesuai dengan penerapan dan kepentingan PT. Asuransi Takaful Umum.
B. Implikasi 1.
Efektivitas penerapan PPh Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah pada PT. Asuransi Takaful Umum efektif sebesar yaitu sebesar 77,35 %. Hal ini dikarenakan PT. Asuransi Takaful Umum telah melaksanakan/ menerapkan peraturan perpajakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, khususnya PPh pasal 23 dengan baik.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PPh Pasal 23 pada Transaksi Mudharabah pada PT. Asuransi Takaful Umum telah sesuai dengan harapan karyawan keuangan: a.
Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul telah sesuai dengan konsep perusahaan sebagai perusahaan asuransi syariah.
b.
Transaksi mudharabah dihitung dari surplus underwriting dengan nisbah yang telah disepakati diawal perjanjian dengan nasabah. Dan Perhitungan tarif dilakukan setiap tanggal 11 setiap bulannya memakai metode rata-rata tertimbang telah sesuai syarat pelaksanaan untuk beroperasinya sistem asuransi syariah.
c.
Peraturan pengenaan PPh pasal 23 pada asuransi syariah, berdasarkan UU No. 17/2000 pasal 4 ayat (1) huruf g menegaskan bahwa pembayaran bagi hasil kepada peserta atau nasabah asuransi syariah merupakan objek pajak yang disetarakan dengan dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan dikenai pajak 15% dari jumlah bruto yang bersifat tidak final telah dilaksanakan oleh PT. Asuransi Takaful Umum dengan baik.
d.
Komitmen terhadap kaidah-kaidah resmi pajak, peraturan atau petunjuk secara syar'i merupakan harapan PT. Asuransi Takaful Umum sebagai perusahaan asuransi besar pertama yang berbasis syariah.
e.
Pemotongan, pencatatan dan penyetoran PPh Pasal 23 sesuai dengan peraturan pemerintah yang ditetapkan namun perlu ditingkatkan lagi oleh PT. Asuransi Takaful Umum dari segi sistem penyetoran di kantor cabang.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Salim. “Asuransi dan Manajemen Resiko”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Abdul Hamid. “Pedoman Penulisan Skripsi”, FEIS, Jakarta, 2007. Ade Dodo. 2006. “Pajak Lembaga Keuangan Syariah”, artikel diakses tanggal 27 Agustus 2007, dari http://www.halalguide.info/index2. Agus Edi Sumanto. ”Analisis Investasi dalam Asuransi Syariah”, Eksis Vol1 No. 3 Juli-September 2005.
A. Tjahjono dan M. Fakhri Husein.“Perpajakan-Edisi Ketiga”, UPP AMP YKPN, Jakarta, 2005. Anonim. 2007. ”Definisi Dan Fungsi Asuransi”, artikel diakses tanggal 27 Agustus 2007, dari http://www.asuransi-mobil.com/asuransi-definisi.htm . “Lika-liku Asuransi Indonesia” dan ”Asuransi PPh-Mu Kini”, Majalah Indonesian Tax Review Digest Volume IV/Nomor 02/2007. . 2007. ”Mengapa harus ada PSAK Asuransi Syariah”, artikel diakses tanggal 20 November 2007, dari http://www.takaful.com/index.php /psak.htm Anthony, Robert dan Govindarajan, Vijay. “Sistem Pengendalian Manajemen”, Salemba Empat, Jakarta, 2002.
Departemen Keuangan. 2007. “Pajak Penghasilan Pasal 23”, artikel diakses tanggal 20 November 2007, dari http://www.kanwilpajakkhusus.depkeu. go.id /penyuluhan/pph/pph23.htm Direktorat Jenderal Pajak. ”Penegasan Mengenai Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Mudharabah”, Surat S-720/PJ.42/2001, Dirjen Pajak, 2001. Eka Putri Rahmawati. ”Analisis Efektivitas Modernisasi Perpajakan Dalam Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara”, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 21/DSN-MUI/X/2000. “Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah”, DSN, 2000. Green, Mark R. Tanpa tahun. “Definisi Dan Fungsi Asuransi”, artikel diakses tanggal 27 Agustus 2007, dari http://www.asuransi-mobil.com/asuransi-definisi.htm Herman Darmawi. “Manajemen Resiko”, Bumi Aksara, Jakarta, 2001.
J.Supranto. “Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar”, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2006.
Muhammad Syakir Sula. “Asuransi Syariah (Life and General): konsep dan system operasional”, Gema Insani Press, Jakarta, 2004. Mulyadi. ”Sistem Akuntansi”, Salemba Empat, Jakarta, 2001. Nur Indriantoro dan Bambang S. ”Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen”, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, 1999. Nurliana Aisyah Dewi. ”Analisis efektivitas Kinerja Pelayanan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap kepuasan Wajib Pajak pada KPP Madya Jakarta Pusat”, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007.
Rudi Ahmad Hartono. ”Analisis Pengukuran Tingkat Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Kinerja Pelayanan KPP Jakarta Tanah Abang”. Jurnal Kipas, Vol.1, Nomor 13, Oktoer, 1999. Sonni Dwiharsono. Tanpa tahun. ”Industri Asuransi Indonesi Dalam Prospektif”. Kuliah umum di AKASTRI. Slamet Wiyono. “Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah”, PT. Grasindo, Jakarta, 2005. Sony Yuwono. ”Petunjuk Praktis Pelaksanaan Balanced Scorecarad Menuju Organisasi Yang Berfokus Pada Strategi”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002. Sudarmayanti. ”Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi”, Jakarta, 1999.
Sugiyono. ”Metodologi Penelitian Bisnis”, CV Alfabeta, Bandung, 2007. Teguh. ”Cara Mudah Melakukan Analisa Statistik Dengan SPSS (Studi Kasus, Pembahasan Dan Teknik Membaca Output)”,Gava Media, Yogyakarta, 2004. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.