Analisis Efektifitas Proses Penanganan Sengketa Pajak Di Pengadilan Pajak Ditinjau Dari Asas Cepat, Murah Dan Sederhana (Studi Kasus PT. XYZ) Cinthya Rotua dan Safri Nurmantu Ilmu Administrasi Fiskal Program Ekstensi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia Email :
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dibuka oleh fenomena kian bertambahnya sengketa yang masuk yang ada di Pengadilan Pajak, dengan penelitian yang dikhususkan lewat studi kasus PT. XYZ akan melihat lebih spesifik efektifitas proses penanganan sengketa pajak di Pengadilan Pajak yang kemudian dikaitkan dengan salah satu bagian dari misi Pengadilan Pajak yaitu Asas Cepat, Murah dan Sederhana. Menggunakan metode penelitian kualitatif yang berdasarkan hasil wawancara mendalam, ukuran efektifitas proses penanganan sengketa pajak di Pengadilan Pajak ini, diukur lewat tujuan dan sasaran yang dicapai. Pada faktor cepat dan sederhana proses penanganan sengketa pajak PT. XYZ belum sepenuhnya dapat dikatakan efektif, hal ini terlihat dari masih banyaknya kekurangan pada proses penanganan sengketa tersebut, namun untuk faktor murah pada penelitian studi kasus PT. XYZ ini telah dapat dikatakan efektif. Efektifitas proses penanganan sengketa pajak ini juga ditentukan lewat entitas-entitas yang saling membentuk secara melingkar dan berhubungan satu dengan yang lain, pada penelitian ini entitas yang didasarkan hanya pada teori nyatanya berbeda dengan entitas-entitas yang ditemukan di lapangan penelitian kespesifikan ini timbul lewat wawancara mendalam yang peneliti lakukan terhadap informan-informan yang ada.
Effectiveness Analysis In Tax Dispute Handling Process Tax Court In Terms Of The Priciple Of Fast, Cheap And Simple (Case Study PT. XYZ) ABSTRACT This research was opened by the increasingly growing phenomenon that makes the existing disputes in the Tax Court, which is devoted to research through case studies of PT. XYZ will look more specifically the effectiveness of the process of handling tax disputes in which the Tax Court then associated with one part of the mission of the Tax Court of the principle of Fast, Cheap and Simple. Using qualitative research methods are based on in-depth interviews, measure the effectiveness of a tax dispute handling process in the Tax Court, as measured by the goals and objectives are achieved. In the process quick and simple factor handling tax disputes PT. XYZ can be said to be not fully effective, it can be seen from the number of deficiencies in the handling of the dispute, but for the cheap factor at PT case study research. XYZ has to be effective. Effectiveness of the tax dispute handling process is also determined by the entities forming a circle each other and relate to one another, in this study is based only on the entity theory in fact different entities found in the field study this specificity arises through in depth interviews the researchers did the informants there. Keywords: Effectiveness, Principle of Fast, Cheap and Simple, ProcessManagement, Tax Court, Tax Disputes.
Pendahuluan Kepastian Hukum merupakan suatu hal yang dikehendaki setiap wajib pajak, agar kewajiban pajak yang telah dibayarkannya dapat dilindungi oleh hukum yang didasarkan oleh Undang-undang yang berlaku. Kepastian hukum juga merupakan suatu kondisi dalam mana tidak terdapat keragu-raguaan pemenuhan kewajiban perpajakan dan menjalankan hak perpajakkan baik bagi Wajib Pajak maupun fiskus. Tercapainya kepastian hukum didapat apabila kata dan kalimat Undang-undang tersusun dengan jelas sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. (Nurmantu, 2005, hal 131). Saat pelaksanaan pemunggutan perpajakan, tidak dapat dihindari adanya perbedaanperbedaan atas penafsiran dan perhitungan yang berakhir pada perbedaan cara pandang peraturan perpajakan yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak wajib pajak dan fiskus. Indonesia yang merupakan negara demokrasi perlu memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak, sehingga jika dalam hal pihak fiskus melakukan penyalahgunaan kekuatan, pihak wajib pajak
dapat mengadu kepada instansi negara. Permasalahan ini
tentunya harus segera diselesaikan berdasarkan keadilan dan kebenaran, oleh sebab itu pemerintah lewat Undang-undang nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk penyelesaian sengeketa yang terjadi di bidang perpajakan tersebut, melalui badan peradilan yang disebut sebagai Pengadilan Pajak. Dari tahun ke tahun, jumlah sengketa pajak yang diajukan ke Pengadilan Pajak semakin bertambah, hal ini diperkuat melalui data yang bersumber dari Pengadilan Pajak periode 2004 sampai dengan 2012 melalui data jumlah permohonan Banding dan Gugatan ke Pengadilan Pajak. Adapun data ini dapat dilihat pada Tabel 1 : Tabel 1 Jumlah Permohonan Banding Dan Gugatan Ke Pengadilan Pajak Penerimaan Berkas Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sisa Tahun Sebelumnya 1.498 2.208 1.845 2.752 4.353 7.011 9.823 9.468 8.716
Berkas Baru Banding 2.612 2.271 2.907 4.316 5.877 6.840 5.756 5.950 6.528
Gugatan 313 342 410 526 551 622 943 1.116 824
Jumlah 2.925 2.613 3.317 4.842 6.428 7.462 6.699 7.066 7.352
Jumlah Berkas 4.423 4.821 5.162 7.594 10.781 14.473 16.522 16.534 16.068
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa Pengadilan Pajak masih menjadi sarana atau alternatif bagi Wajib Pajak untuk memperjuangkan keadilanterhadap sengketa pajaknya. Oleh karena itu, Pengadilan Pajak sebagai suatu badan peradilan yang memutus dan menyelesaikan sengketa pajak haruslah dapat bertindak adil dan berdiri diatas semua kepentingan. Hal itu berangkat dari pendapat bahwa suatu sistem dan mekanisme peradilan yang diinginkan manusia diatur sesuai ajaran agama, budi pekerti, dan etika sehingga tercipta kedamaian, keadilan dan persamaan hak sederajat bagi setiap anggota masyarakat (Purwito, 2006, hal 1). Jika membandingkan sengketa pajak yang sudah diputus dengan jumlah sengketa pajak yang belum diputus, maka dapat dilihat fenomena meningkatnya jumlah sengketa yang belum diputus pengadilan pajak dari tahun 2004-2012. Tabel 2 berikut ini akan memperlihatkan rincian bagaimana tiap tahunnya perbandingan yang siknifikan antara sengketa pajak yang sudah diputus dengan sengketa pajak yang belum diputus : Tabel 2 Perbandingan Sengketa Pajak Yang Sudah Diputus Dengan Sengketa Pajak Yang Belum Diputus Jumlah Sengketa Pajak Yang Sudah Diputus
Jumlah Sengketa Yang Belum Diputus
2004
2.215 (50,08%)
2.208 (49,92%)
2005
2.976 (61,73%)
1.845 (38,27%)
2006
2.410 (46,69%)
2.752 (53,31%)
2007
3.241 (42,68%)
4.353 (57,32%)
2008
3.770 (35,00%)
7.011 (65,00%)
2009
4.650 (32,12%)
9.823 (67,88%)
2010
7.054 (42,69%)
9.468 (57,31%)
2011
7.818(47,28 %)
8.716 (52,72 %)
2012
6.556 (40,81 %)
9.512 (59,19 %)
Tahun
Dari Tabel 2 dapat dilihat, bahwa jumlah sengketa pajak yang sudah diputus dari periode 2004-2012 mengalami inkonsistensi. Fenomena mengenai kian bertambahnya berkas sengketa di Pengadilan Pajak yang belum diputus tentunya mengganggu wacana proses penanganan sengketa yang dilaksanakan pengadilan pajak yang selama ini berjalan dengan baik. Pada penelitian kali ini mengambil permasalahan mengenai kian bertambahnya berkas perkara di Pengadilan Pajak yang belum diputus untuk diteliti dengan menggunakan studi
kasus PT.XYZ sebagai bahan rujukan penelitian, yang kemudian hal ini akan dikaitkan dengan Asas Pengadilan Pajak yaitu asas cepat, murah dan sederhana. Pada studi kasus ini peneliti mengangkat sengketa pajak dari PT. XYZ yang mengajukan permohonan banding kepada
Majelis
Pengadilan
Pajak
atas
Surat
Keputusan
Terbanding
No.
KEP-
1293/WPJ.07/BD.05/2099 tertanggal 26 November 2009 tentang Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April sampai dengan Juni 2008. Pemilihan sengketa ini didasarkan atas objek sengketa yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang mengalami lebih bayar, dimana terdapat perbedaan nilai koreksi dalam perhitungan pihak pemohon banding dan pihak terbanding yang kemudian oleh Majelis Pengadilan Pajak akan diadili pada proses persidangan dengan didukung oleh bukti-bukti dan dasar hukum yang diyakini kedua belah pihak. Pada peristiwa seperti ini, tentunya pihak wajib pajak yang memiliki situasi pajaknya lebih bayar akan berharap sesegera mungkin mendapatkan kepastian hukum dan pengembalian hak mereka. Dalam penelitian kali ini peneliti akan menilai seberapa efektif proses penanganan sengketa pajak di Pengadilan Pajak,walaupun hasil penelitian initidak akan digeneralisir terhadap semua proses penanganan sengketa serta putusan yang ada di Pengadilan Pajak. Dengan didasarkan pada uraian latar belakang diatas, maka pokok permasalahan yang dapat dirumuskan pada peneltian ini adalah : 1.
Bagaimana efektifitas Pengadilan Pajak pada proses penanganan sengketa banding pajak PT. XYZ jika ditunjaudari asas cepat, murah, dan sederhana ?
2.
Entitas-entitas apa saja yang saling membentuk pada proses penanganan sengketa pajak PT. XYZ di Pengadilan Pajak hingga dapat memenuhi asas cepat, murah dan sederhana? Dari uraian latar belakang masalah yang kemudian dibentuk pokok permasalahan
pada penelitian ini, peneliti memberi maksud untuk pencapaian tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis keefektifan pengadilan pajak pada proses penanganan sengketa pajak PT.XYZ saat ini, apakah sudah sesuai asas cepat, murah, dan sederhana ataukaah sebaliknya dan menganalisis entitas-entitas apa saja yang saling membentuk pada proses penanganan sengketa pajak PT. XYZ di Pengadilan Pajak. Dengan tujuan penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian.
Tinjauan Teoritis 1.
Sengketa Pajak Definisi sengketa pajak lainnya dirumuskan oleh Saidi (2007,hal 91), yaitu :
“Sengketa Pajak adalah perselisihan antara Wajib Pajak, pemotong, atau pemungut pajak, serta penanggung pajak dengan pejabat pajak mengenai penerapan Undang-Undang Pajak. ”Purwito dan Komariah (2007, hal 57-58) membagi sengketa pajak kedalam 3 (tiga) kategori, yaitu Sengketa karena kesalahan atau pelanggaran formal, yaitu sengketa karena kesalahan formal, yaitu sengketa ini terjadi jika perundang-undangan atau peraturan-peraturan pelaksanan mengenai perpajakkan tidak dipatuhi. Sengketa yang bersifat yuridis, yaitu mengenai keberatan penerapan undang-undang. Sengketa karena kesalahan atau pelanggaran material, kemungkinan lebih disebabkan kesalahan bersifat kuantitatif misalnya perhitungan, kesalahan pemberitahuan mengenai pajak terutang. 2.
Asas Cepat, Murah, dan Sederhana Menurut Ahmadi (2006, hal 52), sengketa pajak yang muncul sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang tidak memuaskan wajib pajak harus diupayakan penyelesaiannya secara sederhana, murah dan cepat. Marbun (1997, hal 193-194) menyatakan bahwa asas cepat, murah dan sederhana ialah prosedur beracara yang dirumuskan dengan sederhana dan mudah dimengerti serta tidak berbelit-belit. Asas Cepat menurut Mertokusumo (1988, hal 36), kata cepat, menunjukkan kepada jalanya peradilan. Terlalu banyak formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan. Dalam hal ini bukan saja jalannya peradilan dalam muka sidang saja tetapi juga penyelesaian daripada berita acara pemeriksaan dipersidangan sampai pada penandatanganan putusan oleh hakim dan pelaksanaannya. Asas Biaya Ringan (Murah) Darussalam dan Septriadi (2006, hal 22) mengemukakan bahwa murahnya biaya beracara akan membuat orang tidak segan-segan untuk menuntut hak dan kepentingannya ke pengadilan. Semakin minimal atau sedikitnya biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam menyelesaikan sengketanya, maka uang yang dimiliki oleh wajib pajak dapat dipergunakan untuk melakukan produksi dan memperlancar kegiatan usahanya. Asas Sederhana menurut Mertokusumo (1988, hal 36) yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efektif dan efisien. Beliau juga menambahkan bahwa yang dimaksud sederhana adalah acara yang jelas dan mudah dipahami dan tidak berbelit-belit, semakin sedikit formalita-formalitas yang diwajibkan atau diperlukan dalam acara dimuka pengadilan, maka semakin baik.
3.
Efektifitas Organisasi Pengertian efektivitas organisasi adalah tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha
untuk mencapai tujuan atau sasarannya (Himawan, 2001, hal 67). Menurut Quinn dan Rohrbaugh (1981,1983) model yang dapat diusulkan pada kriteria efktifitas organisasi yaitu : Model Tujuan Rasional (rational goal model) adalah efektifitas organisasi dilihat dari pencapaian tujuan organisasi. Sesuai dengan pendapat dari Price (1968,1972), Steers (1975), dan Etzioni (1975) mengatakan bahwa efektifitas suatu organisasi tergantung kepada seberapa jauh organisasi mencapai tujuan dan sasarannya. Efektifitas merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam teori organisasi, karena memberikan gambaran mengenai keberhasilan organisasi dalam mencapai sasarannya (Himawan, 2001, hal 69). Hal ini turut sesuai dengan Lubis dan Huseini (1987, 54-64) yang menganggap dalam efektifitas organisasi terdapat salah satu pendekatan, yaitu Pendekatan Sasaran (goal approach). Pendekatan sasaran adalah pengukuran efektivitas memusatkan perhatian terhadap aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektifitas dengan pendekatan ini adalah sasaran sebenarnya (operative goal), karena hasilnya lebih realistis dibandingkan dengan hasil pengukuran efektifitas berdasarkan sasaran resmi (official goal). 4.
Kepastian Hukum Negara Demokratis Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, mengemukakan
beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang berada di Bidang Politik dan Konstitusional. Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali asas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerjanya dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan.
Indonesia
ialah
negara
demokrasi
yang
berdasarkan
hukum
dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.(Yulianto,2012, hal 3).
Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih untuk memberikan pemahaman yang mendalam dari objek yang yang diteliti (Lincoln dan Guba, 1985, hal 89). Selain itu dengan menggunakan alasan dari Marshall dan Rossman (1989, hal 46) mengenai alasan mengapa memilih pendeketan kualitatif karena dalam hal asas cepat, murah dan sederhana telah menjadi visi yang sudah berjalan lama di Pengadilan Pajak, namun berkas yang belum diputus di Pengadilan Pajak kian bertambah, hal inilah yang mendorong mengapa peneliti mengambil pendekatan kualitatif sebagai pendekatan yang relevan atas fenomena yang terjadi. Pada tehnik pengumpulan data dengan field research (Neuman, 2006, hal 21) peneliti akan melihat kedalam ruang lingkup pengadilan pajak dan melakukan penelitian dalam jangka waktu tertentu, mempelajari masalah yang ada dalam hal bertambahnya berkas di pengadilan pajak yang belum diputus, dan mencoba mendapatkan informasi dari observasi, wawancara dengan pihak Pengadilan Pajak dan kemudian mendeskripsikan secara jelas sesuai fakta yang ada dan dikaitkan pada penyelesaian sengketa pajak di studi kasus banding PT. XYZ. Pada saat melakukan wawancara terdapat triangulasi kedudukan, dimana peneliti menganalisis 3 (tiga kedudukan) yang berbeda. Pada pengadilan pajak, triangulasi analisis bisa didapat dari pihak wajib pajak dan fiskus yang sedang bersengketa, serta pihak pengadilan pajak itu sendiri. Hasil temuan pada penelitian kali ini turut mengandung ideografi penelitian dimana temuan yang didapat peneliti hanya berlaku di tempat penelitian ini saja sehingga tidak dapat digeneralisir pada tempat penelitiaan lainnya (Lincoln dan Guba, 1985).
Hasil Penelitian dan Pembahasan Dijelaskan bahwa dalam sengketa pajak PT.XYZ yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai pemohon banding, terhadap Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April sampai dengan Juni 2008 tersebut pemohon banding mengajukan keberatan dengan Surat Nomor : Reff : 788/MUDUKT/V11/09 tanggal 27 Juli 2009, dan dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai terbanding Nomor : KEP-1293/ WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 26 November 2009 keberatan pemohon banding ditolak, sehingga pemohon banding mengajukan banding ke
Pengadilan Pajak. Dalam sengketa yang menyangkut pajak lebih bayar pajak pertambahan nilai barang dan jasa, bagi pemohon banding kepastian hukum merupakan hal yang amat diperlukan karena menyangkut hak pemohon banding dalam memperoleh pemasukannya akibat lebih bayar, sehingga proses penanganan persidangan yang efektif sesuai asas cepat, murah dan sederhana menjadi bagian yang paling menentukan untuk pemohon banding dalam memperoleh kepastian hukum. Untuk melihat seberapa efektif proses penanganan banding di pengadilan pajak menyangkut studi kasus PT. XYZ digunakanlah beberapa pendekatan serta model pada kriteria yang telah diintisarkan oleh peneliti. Dari berbagai inti-inti teori dan ukuran efektifitas yang ada, maka penelitian ini akan menggunakan kriteria efektifitas organisasi berdasarkan Model Tujuan Rasional (rational goal model) yang dilihat dari pencapaian tujuan pengadilan pajak dengan spesifikasi seberapa jauh pengadilan pajak mencapai tujuan dan sasarannya dalam menangani proses sengketa sesuai asas cepat, murah dan sederhana. Hasil efektifitas proses penanganan sengketa PT. XYZ Asas Cepat dideskripsikan pada
persiapan persidangan yang efektif karena memenuhi peraturan perundang-undangan, tujuan dan sasaran dari peraturan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 dapat dilakukan ketigabelah pihak baik pemohon banding, terbanding, dan pengadilan pajak secara benar. Namun, proses persidangan yang seharusnya berjalan selama 12 bulan menurut peraturan perundang-undang tidak dapat terpenuhi sehingga tujuan dan sasaran pada ukuran efektifitas tidak terpenuhi, hal ini terjadi diantaranya dikarenakan materi sengketa yang berbelit-belit dan proses pengulangan proses uji bukti yang menjadikan jangka waktu proses sidang menjadi lama. Dari sisi pembacaan putusan tidak diaturnya peraturan mengenai hal ini menjadikan proses pembacaan putusan baru dapat dilakukan lebih dari satu tahun kemudian (di putus 21 April 2011- pembacaan putusan 29 November 2012) Asas Murah pada pemenuhan asas cepat, murah dan sederhana telah mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan, sehingga dinyatakan efektif berdasarkan alat ukur efektifitas. Asas murah yang dimaksud ditentukan lewat biaya murah yang dapat dipikul oleh pemohon banding dan biaya persidangan yang tidak dipungut pada saat bersidang. Dalam faktor sengketa kasus Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar membuat pemenuhan atas syarat permohonan banding yaitu bukti pelunasan pembayaran sebesar 50% dari pajak terutang tidak diperlukan. Sehingga, secara garis besar asas murah telah efektif berdasarkan ukurannya, dan telah memenuhi ketentutan perundang-undangan yang mengatur. Asas sederhana pada proses penanganan sengketa pajak ini, jika dilihat berdasarkan pemenuhan formalitas telah sesuai asas sederhana. Sidang formal dijalankan hanya sekali
persidangan membuat pernyataan tidak berbelit-belit pada asas sederhana dapat terpenuhi dan ketentuannya telah berdasarkan undang-undang yang mengatur dan dinyatakan efektif sesuai tujuan dan sasarannya. Namun seharusnya asas sederhana tidak hanya terjadi pada formalitas belaka atau hanya sebatas persiapan persidangan. Pada proses persidangan juga diperlukan asas sederhana yang dapat direalisasikan, karena dengan tercapainya asas sederhana dapat menunjang asas cepat dalam proses persidangan. Segala aspek yang ada didalamnya seperti proses pengulangan uji bukti yang dilakukan hakim, kelengkapan data pendukung yang dimiliki pihak pemohon banding dan terbanding serta kesiapan berbagai pihak nyatanya belum berjalan sesuai asas sederhana penanganan yang berbelit-belit membuat jangka waktu proses persidangan menjadi terulur dari ketentuan yang ditetapkan yaitu selama 12 bulan, sehingga asas sederhana pada proses ini dinyatakan tidak efektif. Selain itu, pembacaan putusan yang tidak diatur pada Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menjadikan efektifitas penanganannya tidak dapat diukur, serta dari sisi kepastian hukum untuk pemohon banding menjadi terabaikan. Hasil pembahasan ini dapat diringkas pada Tabel 3 berikut ini
Tabel 3 Matriks Hasil Efektifitas Proses Penanganan Sengketa PT. XYZ Deskripsi Asas Cepat
Asas Murah
Asas Sederhana
Persiapan Persidangan
Peraturan Per Undangundangan
Efektif
Terpenuhi
V
Proses Persidangan
Tidak Terpenuhi
Pembacaan Putusan
Tidak Diatur
O
Terpenuhi
V
Terpenuhi
V
Pemenuhan Formalitas
Terpenuhi
V
Tidak Terpenuhi
Pembacaan Putusan
Tidak Diatur
Tidak Dapat Terukur
X
Biaya Persidangan Pemenuhan Pelunasan Pada Syarat Permohonan Banding Proses Persidangan
Tidak Efektif
X O
Terhadap Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April sampai dengan Juni 2008 tersebut pemohon banding mengajukan keberatan dengan Surat Nomor : Reff : 788/MUDUKT/V11/09 tanggal 27 Juli 2009, dan dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai terbanding Nomor : KEP-1293/ WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 26 November 2009 penelitian
selanjutnya akan dilakukan dengan menganalisis entitas-entitas apa saja yang saling membentuk pada saat proses penanganan sengketa ini. Pada analisis mengenai entitas-entitas yang saling membentuk pada proses penangan sengketa pajak di Pengadilan Pajak pada kasus PT. XYZ diatas, maka terdapat perbedaan mengenai entitas pada model penelitian sebelum turun lapangan dengan model penelitian sesudah turun lapangan. Pada model penelitian sebelum turun lapangan entitas-entitas yang saling membentuk berdasarkan pada teori diantaranya kejelasan undang-undang, putusan hakim, ketrampilan petugas pengadilan pajak, serta asas cepat, murah dan sederhana yang dimiliki pihak pengadilan pajak sebagaimana digambarkan pada Gambar 1
Ketrampilan
Kejelasan undang-
Penyelesaian
undang
Sengketa PT.
Putusan Hakim
XYZ
Petugas
Azas Cepat, Murah & Sederhana
Gambar 1 Model Penelitian Sebelum Turun Lapangan
Namun setelah peneliti, turun ke lapangan penelitian terdapat entitas-entitas baru yang lebih spesifik terlihat dalam membangun serta membentuk penyelesaian akhir sengketa pajak milik PT. XYZ. Pada pemohon banding entitas yang ditemukan adalah berbedanya tahun sengketa yang diajukan banding di Pengadilan Pajak dengan tahun berjalan, hal ini menjadikan pemohon banding kurang siap dalam hal data yang dibutuhkan, jarak antara proses keberatan dan banding yang terlampau lama juga menjadi entitas penelitian ini serta ditambah lagi dokumentasi perusahaan yang tidak baik membuat jalannya persidangan sengketa yang bersangkutan menjadi tidak taat asas cepat. Pada entitas pemohon banding berikutnya putusan hakim yang mengabulkan sebagian sengketa ini, mengindikasikan entitas baru bahwa pada saat sengketa ini masih berada dikeberatan hasil keputusan adalah salah, proses pengujian bukti pada saat itu juga dinyatakan kurang mendalam yang membuat keputusan pada saat keberatan berbeda dengan putusan yang di sampaikan Pengadilan Pajak. Pengulangan proses pengujian bukti nyatanya harus dilakukan kembali di Pengadilan Pajak demi mendapatkan
hasil putusan yang lebih adil. Hasil putusan juga harus diimbangi dengan pembacaan putusan yang menjadi entitas berikutnya, dimana tidak diaturnya peraturan mengenai pembacaan putusan membuat kepastian hukum pemohon banding tidak didapat dengan segera dan hal ini membentuk entitas berikutnya yaitu pemasukkan perusahaan pemohon banding yang menjadi tertunda.Dari sisi terbanding entitas yang saling membentuk diantaranya kesiapan data yang diperlukan dalam persidangan, keseragaman penafsiran undang-undang diantara sesama instansi pemerintah, agar tidak menimbulkan hasil keputusan pada saat keberatan dan hasil putusan pada saat banding di Pengadilan Pajak yang berbeda. Entitas berikutnya adalah penting untuk pihak terbanding menjalankan peraturan sesuai dengan yang diatur (rule based), sehingga keputusan keberatan yang salah dapat diantisipasi, serta hasil putusan yang berbeda dari keputusan sebelumnya yang menjadikan perbedaan pemasukkan pada kas negara. Dari sisi Pengadilan Pajak entitas yang saling membentuk terjadi atas asas hakim aktif yang berusaha untuk memperoleh tanggapan serta bukti dan kesiapan pemohon banding dan terbanding untuk beragumentasi, pasifnya terbanding dalam hal hanya akan mengometari atas bukti yang diajukan pihak pemohon banding juga menjadi entitas yang baru pada sengketa ini. Berikut Gambar 2 yang merupakan gambaran model penelitian setelah peneliti turun ke lapangan penelitian.
rule based
pemasukkan
keseragaman penafsiran
pengulangan proses uji
UU instansi
ke kas
bukti
pemerintah
pemasukan perusahaan pemohon banding
Kesiapan negara
kepastian hukum pengujian bukti
PB & TB
yang kurang mendalam
pasifnya
keputusan
Penyelesaian
terbanding
keberatan
Sengketa
asas hakim
yang salah
PT. XYZ
aktif
pengabulan penegakkan hukum kesiapan Gambar data
Tahun buku
jangka waktu
keberatan dan DataPenelitian Setelah Turun 5.3Dok. Model Lapangan sengketa Perusahaan
pajak
banding
putusan hakim
sebagian
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil oleh peneliti berdasarkan analisis bab sebelumnya adalah Berdasarkan hasil analisis mengenai Efektifitas Pengadilan Pajak Pada Proses Penanganan Sengketa Banding Pajak PT. XYZ dan Asas Cepat, Murah dan Sederhana menunjukkan bahwa : a.
Asas Cepat
-
Persiapan Persidangan
Berdasarkan pada tujuan dari Pengadilan pajak, yaitu menangani sengketa sesuai dengan asas cepat dengan merujuk pada jangka waktu yang telah diatur di Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002,
menyangkut persiapan persidangan telah efektif karena proses persiapan
persidangan mulai dari penyampaian surat banding, surat uraian banding dan surat bantahan telah sesuai dengan aturan yang berlaku. -
Proses Persidangan
Berdasarkan pada tujuan dari Pengadilan pajak, yaitu menangani sengketa sesuai dengan asas cepat dengan merujuk pada jangka waktu yang telah diatur di Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002, mengenai proses persidangan yang dilakukan pada sengketa ini dapat dinyatakan belum efektif, jangka waktu yang diatur pada Undang-undang Pengadilan Pajak No.14 Tahun 2002 Pasal 81 menyatakan Putusan pemeriksaan dengan acara biasa banding diambil dalam jangka waktu 12 bulan sejak putusan banding diterima. Pada pelaksanaannya proses sidang tidak berlangsung selama 12 bulan melainkan selama 14 bulan 4 hari. -
Pembacaan Putusan
Pada pembacaan putusan dikarenakan Undang-undang Pengadilan Pajak No.14 Tahun 2002 belum mengatur mengenai jangka waktu pembacaan putusan menjadikan bagian ini, tidak dapat diukur efektifitasnya. Hal ini dikarenakan penelitian ini diukur dari bentuk terlaksananya tujuan dan sasaran yang tercapai. b.
Asas Murah
-
Biaya Persidangan
Berdasarkan pada tujuan dari Pengadilan pajak, yaitu menangani sengketa sesuai dengan asas murah dan merujuk pada tanggapan pemohon banding dan terbanding yang melaksanakan sidang di Pengadilan Pajak terkait sengketa pajak akan keputusan terbanding Nomor : KEP1293/ WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 26 November 2009, efektifitas Pengadilan Pajak dengan asas murah telah mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan, sehingga dinyatakan efektif
berdasarkan alat ukur efektifitas. Asas murah yang dimaksud ditentukan lewat biaya murah yang dapat dipikul oleh pemohon banding, biaya persidangan yang tidak dipungut pada saat bersidang. -
Pemenuhan Pelunasan Pada Syarat Permohonan Banding
Pada perihal sengketa atas keputusan terbanding Nomor : KEP-1293/ WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 26 November 2009, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa membuat pemenuhan atas syarat permohonan banding yaitu bukti pelunasan pembayaran sebesar 50% dari pajak terutang tidak diperlukan. Sehingga, secara garis besar asas murah pada sengketa ini telah efektif berdasarkan ukurannya, dan telah memenuhi ketentutan perundang-undangan yang mengatur. c.
Asas Sederhana
-
Pemenuhan Formalitas
Berdasarkan pada tujuan dari Pengadilan pajak, yaitu menangani sengketa sesuai dengan asas sederhana dengan merujuk pada jangka waktu yang telah diatur di Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002,
pemenuhan formalitas telah efektif karena proses pemenuhan formalitas
persidangan mulai dari penyampain surat banding, surat uraian banding dan surat bantahan telah sesuai dengan aturan yang berlaku dan dirasa tidak berbelit-belit oleh pihak yang bersengketa baik pemohon banding dan terbanding. -
Proses Persidangan
Berdasarkan pada tujuan dari Pengadilan pajak, yaitu menangani sengketa sesuai dengan asas sederhana dengan merujuk pada jangka waktu yang telah diatur di Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002, mengenai proses persidangan yang dilakukan pada sengketa ini dapat dinyatakan tidak efektif. Penanganan akan sengketa terutama pada saat proses ulang uji bukti yang pernah dilakukan pada saat keberatan, membuat proses sidang dirasa tidak efektif, sehingga hal ini turut mempengaruhi jangka waktu persidangan yang seharusnya selesai dalam 12 bulan sejak putusan banding diterima, namun nyatanya berlangsung selama 14 bulan 4 hari. -
Pembacaan Putusan
Pada pembacaan putusan dikarenakan Undang-undang Pengadilan Pajak No.14 Tahun 2002 belum mengatur mengenai jangka waktu pembacaan putusan menjadikan bagian ini, tidak dapat diukur efektifitasnya. Hal ini dikarenakan penelitian ini diukur dari bentuk terlaksananya tujuan dan sasaran yang tercapai. Dalam entitas-entitas Pembentuk Proses Penanganan Sengketa Pajak PT. XYZ Dan Pemenuhan Asas Cepat, Murah Dan SederhanaBerdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat entitas-entitas yang saling membentuk proses penanganan sengketa pajak PT XYZ
dan pemenuhan asas cepat, murah dan sederhana. Dari sisi pemohon banding entitas yang ditemukan adalah berbedanya tahun sengketa yang diajukan banding di Pengadilan Pajak dengan tahun berjalan, kurang siap dalam hal data yang dibutuhkan, jarak antara proses keberatan dan banding yang terlampau lama juga menjadi entitas penelitian ini serta ditambah lagi dokumentasi perusahaan yang tidak baik membuat jalannya persidangan sengketa yang bersangkutan menjadi tidak taat asas cepat. Pada entitas pemohon banding berikutnya putusan hakim yang mengabulkan sebagian sengketa ini, mengindikasikan entitas baru bahwa pada saat sengketa ini masih berada dikeberatan hasil keputusan adalah salah, proses pengujian bukti pada saat itu juga dinyatakan kurang mendalam yang membuat keputusan pada saat keberatan berbeda dengan putusan yang di sampaikan Pengadilan Pajak. Pengulangan proses pengujian bukti nyatanya harus dilakukan kembali di Pengadilan Pajak demi mendapatkan hasil putusan yang lebih adil. Hasil putusan juga harus diimbangi dengan pembacaan putusan yang menjadi entitas berikutnya, dimana tidak diaturnya peraturan mengenai pembacaan putusan membuat kepastian hukum pemohon banding tidak didapat dengan segera dan hal ini membentuk entitas berikutnya yaitu pemasukkan perusahaan pemohon banding yang menjadi tertunda. Dari sisi terbanding entitas yang saling membentuk diantaranya kesiapan data yang diperlukan dalam persidangan, keseragaman penafsiran undang-undang diantara sesama instansi pemerintah, agar tidak menimbulkan hasil keputusan pada saat keberatan dan hasil putusan pada saat banding di Pengadilan Pajak yang berbeda. Entitas berikutnya adalah penting untuk pihak terbanding menjalankan peraturan sesuai dengan yang diatur (rule based), sehingga keputusan keberatan yang salah dapat diantisipasi, serta hasil putusan yang berbeda dari keputusan sebelumnya yang menjadikan perbedaan pemasukkan pada kas negara. Dari sisi Pengadilan Pajak entitas yang saling membentuk terjadi atas asas hakim aktif yang berusaha untuk memperoleh tanggapan serta bukti dan kesiapan pemohon banding dan terbanding untuk beragumentasi, pasifnya terbanding dalam hal hanya akan mengometari atas bukti yang diajukan pihak pemohon banding juga menjadi entitas yang baru pada sengketa ini. Demikian entitas-entitas yang terdapat pada proses penanganan sengketa pajak dan asas cepat, murah dan sederhana di Pengadilan Pajak, entitas-entitas tersebut untuk kemudian membentuk lingkaran dan dari hasil model penelitiannya berhubungan satu dengan yang lain. Model penelitian pada penyelesaian sengketa PT. XYZ pun menjadi berbeda dari model penelitian sebelum turun ke lapangan penelitian, dimana sebelumnya hanya ada entitas
kejelasan undang-undang, putusan hakim, ketrampilan petugas pengadilan pajak, serta asas yang dimiliki pihak pengadilan pajak, yaitu asas cepat, murah, dan sederhana
Saran Untuk meningkatkan efektifitas kerja Pengadilan pajak pada proses penanganan banding selanjutnya,agar asas cepat, murah dan sederhana dapat terelasasi,peneliti menyampaikan saran berdasarkan hasil wawancara informan sebagai beikut : 1. Asas Cepat : Pengadilan Pajak perlu melakukan penambahan majelis, bersamaan pula dengan sumber daya manusia di Pengadilan pajak juga perlu diperbanyak, baik dari segi Hakim maupun anggota tim panitera, mengingat sengketa pajak yang kian hari kian bertambah.Dalam hal pembacaan putusan, Pengadilan Pajak harus memiliki peraturan tersendiri mengenai jangka waktu, kapan pemohon banding dapat menerima hasil putusan sehingga implementasi kepastian hukum untuk pemohon banding dapat tercapai. 2. Asas Sederhana : Proses persidangan yang dilaksanakan pihak panitera dengan langsung ke pokok permasalahan, tanpa perlu berlama-lama dalam memeriksa formalitas yang ada,selain itu perihal uji bukti dapat dilaksanakan lebih sederhana, namun lebih akurat. 3. Asas Murah : Pengadilan Pajak perlu menambah lokasi sidang terutama di 5 (lima) pulau terbesar di Indonesia mengingat dari seluruh Indonesia hanya ada satu Pengadilan Pajak. Selain itu pada Pengadilan Pajak, terdapat berbagai pihak yang memiliki kepentingan dibidangnya masing-masing. Untuk itu baik pemohon banding, terbanding, panitera dan hakim harus dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dengan sebaik mungkin. Hal ini diperlukan untuk membentuk sinergi yang kuat yang menjadikan proses sengketa banding sesuai asas cepat, murah, dan sederhana. Disisi lain pihak keberatan harus lebih pandai lagi dalam menyelesaikan kasus di proses keberatan, tidak dengan mudah menolak perkara, pemeriksaan dan keberatan perlu memasang target mengenai hasil temuan terhadap pemeriksaan uji bukti yang dilakukan, karena dengan hasil kerja yang baik pada proses keberatan akan membantu meminimalisir penumpukkan sengketa pajak di Pengadilan Pajak.
Daftar Referensi Ahmadi, Wiratni. (2006). Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. Bandung : PT. Refika Aditama. Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik.
Jakarta: PT. Gramedia Pusataka
Utama. Darussalam dan Septriadi, Danny. (2006). Membatasi Kekuasaan Untuk Mengenakan Pajak (Tinjauan Akademis Terhadap Kebijakan, Hukum, dan Administrasi Pajak di Indonesia). Jakarta : PT.Grasindo. Lubis, S.B. Hari dan Huseini, Matani. (1987). Teori Organisasi (suatu pendekatan makro).Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia. Lincoln dan Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. London: Sage Publication, Inc. Marbun, SF. (1997). Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administratif di Indonesia. Liberty : Yogyakarta. Marshall, Catherine and Rossman, Gretchen.B . (1989). Designing Qualitative Research. California: Sage Publication, Inc. Mertokusumo,Sudikno. (1998).Hukum Acara Perdata Indonesia.Yogyakarta : Liberty. Neuman, W. Lawrence. (2006). Basics of social research: Qualitative and quantitative approach. Boston: Pearson Education. Nurmantu, Safri. (2005). Pengantar Perpajakkan. Jakarta : Granit. Purwito, M. Ali. & K, Rukiah. (2006) Pengadilan Pajak. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. ________________________. (2007) Pengadilan Pajak. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saidi, Muhammad Djafar. (2007). Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam penyelesaian sengketa Pajak. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Wiwoho, Jamal. (2008). Membangun Model Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Berkeadilan. Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS press). Jap Himawan Ali. (2001). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Penagihan Pajak Pada KPP Cengkareng. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Eko Yuliyanto S. (2012). Konsep Demokrasi, Bentuk Demokrasi dalam Sistem Pemerintahan Negara. Jakarta . Republik Indonesia, Undang-undang nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak. http://www.setpp.depkeu.go.id/Ind/Board/StrukOrg.asp
.