PEMBUKTIAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI PENGADILAN PAJAK (STUDI KASUS PT TECTONIA GRANDIS)
PERMASALAHAN : LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN Konstitusi Negara Republik Indonesia pada khususnya pasca amandemen ke
empat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya
disebut UUD), telah mempertegas eksistensi lembaga yudikatif dalam struktur kelembagaan Negara di Indonesia, sebagai suatu lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman secara independen. Sebelumnya independensi kekuasaan kehakiman sangat tidak mandiri, hal ini dikarenakan intervensi kekuasaan ekstra yudisial, khususnya dari eksekutif sangat besar. Kondisi ini terjadi karena instrumen hukum yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman di Indonesia memberikan peluang adanya intervensi pihak eksekutif untuk masuk dalam kekuasaan kehakiman, dari mulai pengangkatan, pembinaan kepegawaian dan penggajian bagi para hakim yang memegang jabatan sebagai pelaksana kekuasaan hakim. Kondisi tersebut terjadi juga tidak terlepas dari sifat kekuasaan eksekutif yang dianut UUD dalam hal pembagian kekuasaan terhadap lembaga-lembaga negara. Dengan sifat tersebut, kekuasaan eksekutif memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan kekuasaan aparat negara lainnya. Hal ini ditambah
lagi
dengan
sistem
ketatanegaraan
kita yang
menempatkan
kedudukan eksekutif sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sifat tersebut pada akhirnya memberi peluang yang besar bagi penyalahgunaan kewenangan oleh eksekutif, termasuk intervensi dalam kekuasaan kehakiman. Urusan pemerintahan di sini tidak lain adalah keseluruhan kegiatan aparat negara pada umumnya atau Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara pada khususnya, yang tidak merupakan kegiatan pembuatan peraturan (legislatif) maupun aktifitas mengadili yang dilakukan oleh badan-badan pengadilan yang bebas. Dengan demikian, urusan pemerintahan dimaksud adalah semua kegiatan aparat yang bersifat eksekutif, termasuk di dalamnya kegiatan administratif dari Kesekretariatan Jenderal lembaga legislatif (DPR) maupun lembaga yudikatif
1
(Mahkamah Agung). Indonesia dalam bidang perpajakan memberlakukan sistem self-assesment, yaitu suatu sistem yang pada intinya wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar pajak sendiri pajak yang terhutang dan menyetorkannya ke kas negara. Aparatur pajak berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan dan menerapkan sanksi administrasi perpajakan. Karena wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkandan membayar sendiri pajak yang terutang, maka wajib pajak harus mampu memahami hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan adanya sistem selfassesment ini, serta semakin meningkatnya jumlah pembayar pajak tentu akan mengakibatkan semakin meningkatnya potensi sengketa pajak. Dalam Pasal 27 ayat (1) K U P disebutkan bahwa, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal ini adalah Pengadilan Pajak karena karakteristik sengketa pajak, merupakan sengketa dalam lingkup Hukum Administrasi Negara. Hukum acara peradilan pajak hanya mengenal banding sebagai upaya hukum biasa,
maka dalam rangka penulisan skripsi ini penulis mencoba menelusuri,
meneliti dan menganalisis lebih mendalam tentang penyelesaian sengketa pajak
oleh
Pengadilan Pajak,dengan mengambil judul
”Pembuktian
Penyelesaian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak (Studi Kasus PT Tectonia Grandis)”. Sehubungan dengan itu maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana pembuktian penyelesaian sengketa pajak, berdasarkan Undangundang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak?
2.
Bagaimana penerapan pembuktian penyelesaian sengketa pajak PT Tectonia Grandis di Pengadilan Pajak Jakarta?
2
METODE PENELITIAN TIPE PENELITIAN Di dalam penyusunan penulisan skripsi yang berjudul “Pembuktian Pada Penyelesaian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak (Studi Kasus PT Tectonia Grandis)” merupakan tipe penelitian yuridis normatif dengan menggunakan dasar analitis terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan atau beberapa dokumen hukum lainnya. Metode pada hakekatnya membentuk pedoman tentang tata cara seseorang mempelajari, menganalisa, dan
memahami lingkungan yang
dihadapinya. Kegiatan penelitian dilakukan apabila seseorang melakukan usaha untuk bergerak dari teori ke pemilihan metode. Metode penelitian merupakan suatu bagian dalam penelitian yang menyajikan bagaimana cara atau langkahlangkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan logis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Seorang peneliti harus
menguasai secara seksama metode penelitian baik penguasaan teori-teori
penelitian, praktek penerapannya maupun tata cara penulisan laporan yang benar.
PENDEKATAN PENELITIAN (APPROACH) Pendekatan penelitian adalah pendekatan kasus (conceptual approach). Pendekatan kasus adalah dalam penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian, dimana data diambil berdasarkan kasus yang terjadi di Pengadilan Pajak dan sudah dikeluarkan Putusan Pengadilan Pajak, sehingga hasil penelitian dapat digunakan sebagai kajian dan acuan dimasa yang akan datang.
3
HASIL PEMBAHASAN
Pengertian Sengketa Pajak Pengertian sengketa pajak hanya diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU PP. Adapun pengertian sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak dan Penanggung Pajak dengan Pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding
atau
gugatan
perundang-undangan
kepada
Pengadilan
perpajakkan,
Pajak
termasuk
berdasarkan peraturan
gugatan atas pelaksanaan
penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat penulis disimpulkan unsur-unsur dari sengketa pajak yaitu: a. Sengketa dalam bidang perpajakan b. Ada dua pihak yaitu Wajib Pajak dengan Pejabat Pajak c. Ada keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Pajak. d. Ada kesempatan/hak mengajukan banding atau gugatan. e. Banding atau gugatan diajukan ke Pengadilan Pajak. f. Didasarkan
oleh
peraturan
memahami
mengapa
perundang-undangan dibidang
perpajakan. Dalam
seseorang
harus
membayar
pajak
untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dari pajak itu sendiri. Untuk mengambil pengertian yang lebih konkrit tentang pajak, dapat kita lihat dari pengertian yang diberikan oleh para ahli, diantaranya:
Di Indonesia dalam menghitung pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak sendiri
berdasarkan
sistem
self
assessment,
namun
tidak
berarti
Fiskus(petugas/pejabatpajak) tidak berwenang melakukan pemeriksaan dengan
4
mengoreksi dan menghitung kembali serta selanjutnya menetapkan sendiri pajak yang terutang. Pembuktian Dan Alat Bukti Pembuktian dapat didefinisikan dengan cara yang tepat (menurut prosedur yang ditetapkan dalam peraturan pembuktian) yaitu menentukan eksistensi faktafakta yang relevan untuk digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam putusan akhir nanti, di samping penerapan hukum (rechtstoepassing) serta kadang kala menemukan hukum (rechtsvinding). Sedangkan membuktikan atau memberikan pembuktian adalah penggunaan alat-alat pembuktian tertentu untuk memberikan suatu tingkatan kepastian yang sesuai dengan penalaran tentang eksistensi faktafakta (hukum) yang disengketakan. Pembuktian itu harus dilalui terhadap sengketa pajak untuk mendapatkan putusan dari Hakim yang memeriksanya. Menurut Muhammad Djafar Saidi Pembuktian adalah suatu instrumen hukum yang diperuntukan bagi para pihak yang bersengketa untuk menguatkan dalildalilnya dihadapan persidangan pengadilan Pajak. Yang dimaksud dengan membuktikan ialah menyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Oleh karena itu, membuktikan dalam arti luas berarti memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Prinsip pembuktian
yang dianut
dalam
Undang-Undang tentang
Pengadilan Pajak adalah sistem pembuktian bebas. Prinsip pembuktian bebas tentu bukan berarti para pihak bebas begitu saja melakukan atau tidak melakukan pembuktian. Dalam hal ini, prinsip pembuktian bebas adalah
yakni hakim
mempunyai kebebasan dalam: a. menentukan apa yang harus dibuktikan atau yang sering disebut juga sebagai luas pembuktian; b. menentukan beban pembuktian atau dalam hal ini menentukan siapa yang seharusnya melakukan pembuktian; c. beserta penilaian pembuktian. Dari pendapat tersebut terlihat bahwa sebenarnya pembuktian hanya diperlukan bila ada sengketa, dan apabila terdapat persengketaan maka dengan sendirinya ada dua pendirian atau lebih. Dalam hal sengketa pajak, adanya
5
banding itu menunjukkan bahwa ada persengketaan antara pemohon banding dan pihak terbanding, demikian halnya dalam gugatan, di situ tentu saja penggugat yang mengajukan gugatan bersengketa dan tidak sependapat dengan tindakan atau keputusan dari tergugat. Pendapat atau pendirian yang mana yang benar, tentu saja hal ini perlu diuji. Pengujian dilakukan dalam tahap pembuktian. Berdasarkan tingkat kebenaran tersebut, lalu hakim melaksanakan tugasnya dalam pemeriksaan itu sehingga berujung pada jatuhnya putusan Mengenai alat bukti tersebut UU PP mengaturnya sebagai berikut: (1)Alat bukti dapat berupa: a. surat atau tulisan; b. keterangan ahli; c. keterangan para saksi; d. pengakuan para pihak; dan/atau e. pengetahuan Hakim (2)Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
Limitatif alat-alat bukti yang dapat digunakan sebagai sarana pembuktian dalam persidangan. Oleh karena itu, tentu alat-alat bukti tersebutlah yang dapat digunakan dan diajukan oleh para pihak untuk membuktikan dalil-dalil dan pendiriannya. Dalam
rangka
memutuskan
sengketa
Majelis
Hakim
melakukan
pemeriksaan Sengketa Banding yang diajukan dalam persidangan tersebut Majelis Hakim telah menghimpun data untuk menganalisis perkembangan nilai sengketa tentang besar obyek pajak, hal ini sesuai asas keaktifan hakim (dominus litis) keaktifan hakim dimasudkan untuk menyeimbangkan kedudukan para pihak, karena kedudukan Pemohon Banding (wajib pajak atau warga Negara) dan Terbanding (Pejabat Negara atau fiskus), Asas keaktifan Hakim juga bertujuan untuk mencari kebenaran materiil. Sesuai dengan hukum acara Pengadilan Pajak bahwa Majelis Hakim diberikan wewenang untuk apa yang harus dibuktikan, menentukan bukti-bukti yang harus diserahkan, luasnya pembuktian, serta penilaian terhadap bukti-bukti tersebut untuk memutus sengketa banding yang tertuang dalam pendapat Majelis Hakim. Dalam mencari bukti Majelis Hakim
6
memprioritaskan untuk mendapatkan bukti-bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti yang lain. Karena setiap bukti tulisan pada umumnya diadakan dengan maksud dipergunakan untuk keperluan pembuktian di pengadilan apabila diperlukan suatu saat. Sedangkan keterangan merujuk pasal 69 huruf d UU PP yaitu pengakuan para pihak, Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal pasal 74 UU PP. Karena keterangan para pihak dalam persidangan sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengambil putusan maka dalam persidangan para pihak menganggap penting kehadiran di persidangan untuk memberikan keterangan. Berdasarkan yang diuraikan sebelumnya penulis menyimpulkan penilaian atas bukti-bukti yang diajukan digunakan agar hakim memperoleh keyakinan untuk memutus sengketa pajak yang diajukan di pengadilan pajak.
Tatacara Pengajuan Banding Pelaksanaan proses banding melalui Pengadilan pajak harus melalui upaya keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai upaya administratif yang harus dilalui sesuai dengan Hukum Administrasi Negara. Apabila Keberatan yang diajukan ditolak atau diterima sebagian Wajib Pajak dapat mengajukan Banding ke Badan Peradilan Pajak sesuai dengan Pasal 27 UU KUP ditentukan sebagai berikut: (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). (2) Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
7
Pengaturan atas tatacara banding tersebut diatur khusus dalam UU PP. Banding ke Pengadilan Pajak diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 39 UU PP. Dalam 35 sampai dengan pasal 39 UU PP ditentukan sebagai berikut: (1) Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. (2) Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peril turan perundang-undangan perpajakan. (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaan Pemohon Banding Dalam Pasal 36 proses banding dengan cara sebagai berikut : (1) Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. (2) Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding. (3) Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding. (4) Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).
Pengajuan banding dapat dilakukan Wajib Pajak atau ahli warisnya, hal ini dinyatakan Pasal 37 UU PP sebagai berikut : (1) Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya. (2) Apabila selama proses Banding, Pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal Pemohon Banding pailit. (3) Apabila selama proses Banding Pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima
8
pertanggungjawaban
karena
penggabungan,
peleburan,
pemecahan/
pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
Banding yang diajukan ke Pengadilan Pajak ini merupakan upaya hukum lanjutan yang diajukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak atas keputusan keberatan. Tahap Persiapan Persidangan Tatacara sebelum masuk ke dalam proses pemeriksaan di persidangan, penanganan sengketa banding di bidang pajak terlebih dahulu melalui serangkaian proses persiapan. Proses persiapan tersebut dimaksudkan untuk mematangkan
perkara
sehingga
ketika
pemeriksaan
di
persidangan
dilangsungkan, pemetaan terhadap perkara relatif sudah lebih jelas dan matang. Oleh karenanya, tahap ini juga dapat disebut sebagai tahap pematangan perkara. Mengenai persiapan persidangan, diatur dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 48 UU PP, dalam pasal tersebut ditentukan bahwa: (1) Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada Terbanding atau Tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan. (2) Dalam hal Pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
Berkas-berkas tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai bahan awal pemeriksaan oleh hakim sebelum memasuki persidangan. Pengadilan meminta khususnya
kepada
pihak
lawan,
yakni
terbanding
tergugat,
untuk
menyampaikan surat uraian banding atau surat tanggapan gugatan. Surat Uraian Banding adalah surat Terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding, sedangkan Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak yang
9
berisi jawaban atas gugatan yang diajukan oleh penggugat. Jangka waktu permintaan tanggapan itu adalah 14 hari di mana hal tersebut dihitung dari saat diterimanya banding oleh pihak Pengadilan. Akan tetapi apabila dari pihak pemohon banding mengajukan dokumen susulan, maka jangka waktu 14 hari tersebut dihitung sejak diterimanya susulan itu.
Pemeriksaan dengan Acara Biasa Mengenai pemeriksaan sengketa pajak menggunakan acara biasa diatur dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 64 UU PP. Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh majelis hakim, jadi bukan dengan menggunakan hakim tunggal. Pemeriksaan dengan menggunakan susunan hakim majelis memiliki beberapa keuntungan/kelebihan, di antaranya: (1) Pertimbangan hukumnya setidak-tidaknya menjadi lebih matang mengingat pemeriksaan dilakukan secara bersama-sama seluruh anggota; (2) Pengetahuan dan kemampuan hakim tentu secara umum menjadi lebih memadai dibandingkan dengan hakim tunggal; (3) Menjadi relatif lebih kuat dalam menghadapi tekanan dari luar; (4) Kemungkinan penyelewengan yang mempengaruhi putusan, secara teoretis akan lebih kecil, mengingat apabila salah satu anggota ada yang menyeleweng masih akan berhadapan dengan anggota yang lain.
Dengan melihat pada ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa untuk adanya saksi dalam pemeriksaan di persidangan itu dapat terjadi karena dua hal: 1. karena diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak; 2. karena diperintahkan oleh hakim yang memeriksa perkara tersebut. Dengan demikian, para pihak, apabila memandang perlu bahwa untuk memberikan kejelasan mengenai hal yang dikemukakan dan merupakan pendirian yang didalilkannya, dapat meminta seseorang untuk menjadi saksi.
10
Pemeriksaan Dengan Acara Cepat Seperti halnya yang berlaku dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, dalam Hukum Acara Pengadilan Pajak pun dikenal adanya pemeriksaan dengan menggunakan acara cepat. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh majelis atau hakim tunggal. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Hakim tunggal atau Majelis Hakim dan dihadiri oleh terbanding dan apabila perlu Pemohon Banding atau Kuasanya. (1) Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap: b.
Sengketa pajak tertentu;
c.
Gugatan yang tidak diputus dalam jangkn waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2);
d.
tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak;
e.
sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak.
(2) Sengketa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah Sengketa Pajak yang Banding atau Gugatannya tidak meme-nuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 37 ayat (1), Pasal 40 ayat (1) dan/atau ayat (6).
Berdasarkan ketentuan tersebut, tampak bahwa yang dapat diperiksa dengan menggunakan acara cepat itu terbatas pada beberapa hal, yaitu meliputi: a. Sengketa pajak tertentu, yakni sengketa pajak yang banding atau gugatannya tidak sepenuhnya memenuhi syarat, Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak surat gugatan diterima; b. Tidak dipenuhinya syarat formal putuaan Pengadilan Pajak, atau terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam Putusan Pengadilan Pajak;
11
c. Sengketa yang menurut pertimbangan hukum sebenarnya di luar kompetensi Pengadilan Pajak. Artinya dalam hal ini mes-tinya menjadi kompetensi
pengadilan
lainnya,
yang
seharusnya
mempunyai
kewenangan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikannya.
Putusan Apabila tahapan-tahapan pembuktian dalam proses pemeriksaan yang dilakukan dalam persidangan dirasa cukup, yang kemudian dilakukan adalah pelaksanaan rapat permusyawaratan untuk menyusun putusan. Mengenai putusan, dalam undang-undang telah ditentukan dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 UU PP, sifat putusan tersebut adalah : (1) Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas gugatan berkenaan dengan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2). (3) Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim. UU PP Pajak juga mengatur macam-macam putusan Pengadilan Pajak. (1) Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa: a.
menolak;
b.
mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
c.
menambah Pajak yang harus dibayar;
d.
tidak dapat diterima;
e.
membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung; dan/ atau
f.
membatalkan.
(2) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat lagi diajukan Gugatan, Banding, atau kasasi.
12
PEMBUKTIAN SENGKETA PAJAK PT TECTONIA GRANDIS DI PENGADILAN PAJAK PT Tectonia Grandis (selanjutnya disebut Pemohon Banding ) didirikan dalam rangka Undang-undang Perseroan Terbatas nomor 40 Tahun 2007 adalah perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor bangunan, jalan dan atau jembatan yang berlokasi di Surabaya, dengan pekerjaan proyek ada diwilayah kota Surabaya atau kota-kota lainya di wilayah Jawa Timur.
Duduk Perkara Sengketa Pajak Sengketa pajak Pemohon Banding dikarenakan pada tanggal 30 Agustus 2011 telah menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai masa pajak Desember 2009 nomor : 00029/407/09/631/10 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak (selanjutnya disebut Terbanding) berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor : LHPPSL-143/WPJ.11/KP.11/2010 tanggal 23 Agustus 2010 dengan jumlah lebih bayar sebesar Rp. 81.628.303. pada pokok terdiri dari : Uraian
menurut Pemohon
Terbanding
Banding Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
0
13
317.716.080
14
Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh
6.548.785.419
6.548.785.419
0
31.771.608
120.208.203
113.399.911
(120.208.203)
(81.628.303)
pemungut Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Jumlah lebih bayar
Sesuai dengan Pasal 26 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan bahwa Pemohon Banding sebelum melakukan Banding dapat mengajukan Keberatan hanya kepada Terbanding. Pemohon Banding kemudian mengajukan keberatan dengan surat nomor 241/SB-TG-IX/2011 tanggal 12 September 2011 dan atas Surat Keberatan tersebut Terbanding telah mengeluarkan Surat Keputusan Keberatan dengan Keputusan Terbanding nomor 113/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 21 Oktober 2009, sehubungan dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut Pemohon Banding mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal pada tanggal 18 Oktober 2010 dan dengan Keputusan Keberatan nomor : KEP-1171/WPJ.11/2011 tanggal 21 Juli 2011 permohonan tersebut diterima sebagaian dengan perhitungan sebagai berikut: Uraian
PPN Kurang (lebih) dibayar sanksi Bunga Sanksi kenaikkan Jumlah PPN yang masih harus dibayar
Semula
ditambah/ Menjadi dikurangi Rp. Rp. Rp. (81,628,303) (7,871,129) (89,499,432) (81,628,303)
(7,871,129)
(89,499,432)
Pemohon Banding masih keberatan, sehingga dengan surat nomor 241/SBTG-IX/2011 tanggal 12 September 2011, Pemohon banding mengajukan Banding ke Pengadilan Pajak. Surat Banding yang dikirim ke Pengadilan Pajak,
Pemohon Banding
mengajukan dengan alasan-alasan karena perbedaan persepsi dalam penilaian obyek pajak. Bahwa berdasarkan yang diuraikan timbulnya sengketa pajak setelah dikeluarkanya Surat Ketetapan Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak, karena wajib
15
pajak merasa tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi di Perusahaan maka mengajukan keberatan, karena keberatan hanya diterima sebagaiam maka Wajib Pajak menggunakan haknya untuk mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak.
Pelaksanaan Persiapan Persidangan Sebelum masuk ke dalam proses pemeriksaan di persidangan, penanganan sengketa di bidang pajak terlebih dahulu melalui serangkaian proses persiapan. Proses persiapan tersebut dimaksudkan untuk mematangkan perkara sehingga ketika pemeriksaan di persidangan dilangsungkan, pemetaan terhadap perkara relatif sudah lebih jelas dan matang. Oleh karenanya, tahap ini juga dapat disebut sebagai tahap pematangan perkara.
Pelaksanaan Pemeriksaan Ketentuan Formal Sebelum masuk kedalam pemeriksaan material terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan secara formal. Pemeriksaan tersebut ditujukan apakah surat banding yang diajukan telah sesuai dengan UU PP. Dalam hal banding yang diperiksa sesuai dengan pasal 35 dan 36 UU PP. Berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.05721/PP/M.XIVA/16/2014 tanggal 26 Pebruari 2014 (selanjutnya disebut Putusan Pengadilan) pada halaman 2 alinea 4 Putusan Pengadilan menyebutkan permohonan Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pasal 35 ayat (1) dan (2) dan Pasal 36 ayat (1), (2) dan (3) serta pasal 37 UU PP, sehingga pemeriksaan dapat dilanjutkan ke pemeriksaan materi. Dalam Pengujian formal yang diuji adalah sebagai berikut: a. Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Banding. b. Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Keberatan. c. Pemenuhan Ketentuan Formal Penerbitan Keputusan Terbanding. d. Pemenuhan Ketentuan Formal Penerbitkan Surat Ketetapan Pajak Pelaksanaan Pemeriksaan Acara Biasa Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh majelis hakim, jadi bukan dengan menggunakan hakim tunggal. Untuk mengawali pemeriksaan di persidangan, hakim ketua membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, sesuai dengan pasal 50 UU PP.
16
Pemeriksaan
terhadap materi sengketa banding dilakukan dengan
mendahulukan pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai obyek pajak dan dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai tarif pajak, kredit pajak dan materi sengketa tentang lainnya, diakhiri dengan pemeriksaan terhadap materi sengketa sanksi administrasi. Pemeriksaan terhadap materi sengketa obyek pajak dimulai dengan menganalisa perkembangan sengketa nengenai obyek pajak, dilanjutkan menyimpulkan pokok-pokok sengketa mengenai obyek pajak. Berdasarkan penelitian Majelis Hakim berpendapat Pokok Sengketa adanya Pendapatan dari Jasa Konstruksi yang belum dilaporkan oleh Pemohon banding terdiri dari: 1. Pelunasan Piutang PT. RBU sebesar 130.000.000,00. 2. Pelunasan Piutang Direksi sebesar Rp. 840.000.000,00. 3. Setoran Tunai dari Kas proyek ke Bank Jatim sebesar Rp.229.343.000,00. Pelaksanaan Penilaian Pembuktian Dalam
rangka
memutuskan
sengketa
Majelis
Hakim
melakukan
pemeriksaan Perkara Banding yang diajukan oleh PT Tectonia Grandis, dengan melakukan beberapa kali persidangan dan mengundang pada pihak untuk hadir dipersidangan, persidangan terakhir dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2012. Dalam persidangan tersebut Majelis Hakim telah menghimpun data untuk menganalisis perkembangan nilai sengketa tentang besar obyek pajak, hal ini sesuai asas keaktifan hakim (dominus litis) keaktifan hakim dimasudkan untuk menyeimbangkan kedudukan para pihak, karena kedudukan Pemohon Banding (wajib pajak atau warga Negara) dan Terbanding (Pejabat Negara atau fiskus), Untuk mencari kebenaran materiil Majelis Hakim Pengadilan Pajak melakuan pemeriksaan atas: e. Data f. Keterangan Mengacu pada pasal 69 UU PP yang dimaksud dengan Data adalah surat atau tulisan (lihat uraian halaman 88 s.d 89), karena sebagaimana diuraikan oleh penulis sebelumnya, bahwa Majelis Hakim memprioritaskan untuk mendapatkan bukti-bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti yang lain.
17
Pengambilan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan berdasarkan pasal 78 UU PP menyatakan Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim serta dilakukan musyawarah Majelis Hakim sesuai dengan pasal 79 UU PP. Bahwa Musyawarah Majelis Hakim tersebut diadakan pada tanggal 1 Oktober 2012 (Putusan Pengadilan halaman 22).
PENUTUP 1. KESIMPULAN 1.1.
Pembuktian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak Pembuktian dimaksudkan agar adanya pemeriksaan sengketa pajak
yang mencerminkan asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya ringan. Asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya ringan diwujudkan dengan ditetapkannya putusan Pengadilan Pajak sebagai putusan akhir dan final yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pembuktian tersebut dapat dilakukan untuk menguatkan dalil-dalil yang ajukan sesuai dengan asas siapa mendalilkan, dia yang harus membuktikan dalil tersebut. Alat bukti yang diutamakan untuk diperoleh dalam mengambil putusan oleh Hakim adalah bukti surat atau tulisan. Karena surat atau tulisan merupakan yang paling harus didapat dan banyak digunakan sebagai alat bukti dalam pembuktian di pengadilan pajak, sebelum menggunakan alat bukti yang lain.
1.2.
Pembuktian Sengketa Pajak di Pengadilan pajak Pembuktian dalam rangka memutuskan sengketa banding di Pengadilan
Pajak, Majelis Hakim melakukan pemeriksaan perkara banding yang diajukan oleh PT Tectonia Grandis, dengan pendekatan apa yang harus dibuktikan, menentukan bukti-bukti yang harus diserahkan, luasnya pembuktian, serta penilaian terhadap bukti-bukti tersebut untuk memutus sengketa banding yang tertuang dalam pendapat Majelis Hakim. Untuk mencari kebenaran materiil Majelis Hakim Pengadilan Pajak melakuan pemeriksaan atas: g. Data h. Keterangan Majelis Hakim memprioritaskan untuk mendapatkan bukti-bukti berupa surat atau tulisan. Karena setiap bukti tertulis diadakan dipergunakan untuk keperluan pembuktian di pengadilan apabila diperlukan suatu saat. Selain bukti surat atau tulisan hakim juga meminta pengakuan para pihak, Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat
dan dapat diterima oleh Majelis. Karena keterangan para pihak dalam persidangan sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengambil putusan maka dalam persidangan para pihak meanggap penting kehadiran di persidangan untuk memberikan keterangan. Putusan diperlukan 2 alat bukti adalah
sah.
Jadi
didalam
pembuktian
dipengadilan
Pajak
penulis
menyimpulkan bahwa alat bukti berupa surat atau tulisan harus diperkuat dengan alat bukti yang lain berupa keterangan/pengakuan para pihak didalam persidangan. 2. SARAN 2.1.
Pembuktian Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak
Kedudukan pengadilan Pajak yang hanya berada di Ibukota Negara, atau Jakarta membuat Pemohon Banding yang berada diluar Ibukota harus mengeluarkan biaya yang tidak ringan, sehingga memerlukan waktu untuk datang sehingga hal ini bertentangan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat
dan
biaya ringan. Sesuai dengan asas tersebut
sebaiknya sidang Pengadilan Pajak tidak hanya dilakukan di Ibukota tetapi dilakukan ditempat lain di Seluruh Wilayah Indonesia atau paling sedikit disetiap Ibukota Propinsi, karena Kantor Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak berada diseluruh Wilayah Republik Indonesia dan peluang adanya sengketa Pajak mungkin terjadi.
2.2.
Penerapan Pembuktian Sengketa Pajak di Pengadilan
pajak Pembuktian sebaiknya dapat dilakukan dengan menggunakan tidak terbatas hanya bukti Surat atau Tulisan (dalam bentuk hardcopy) tetapi dapat dilakukan dengan bukti elektronik, sebagai penerapan Undangundang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik, sehingga lebih efisien, sederhana dan murah karena bukti surat atau tulisan yang ada di Wajib Pajak yang begitu banyak sebagai dasar untuk penghitungan pajak terutang selama Tahun Pajak, penyelesaian sengketa akan lebih cepat selesai.
sehingga
asas