PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Disusun oleh Nama Peneliti/Pengkaji I NIP Pangkat/Golongan Jabatan
: Listiyarko Wijito : 196904161995031001 : Pembina / IV/a : Widyaiswara Muda
Nama Peneliti/Pengkaji II NIP Pangkat/Golongan Jabatan
: Taufik Cahyo Sudrajad : 198301312004121001 : Penata Muda / III/a : Widyaiswara Pertama
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN JAKARTA 2013
i
Pengaruh Administrasi Perpajakan Terhadap Efektifitas Pemungutan Pajak Serta Hubungannya Dengan Tax Ratio (Studi Kasus Pajak Hotel dan Pajak Restoran) Abstrak Penelitian tentang “Pengaruh Administrrasi Perpajakan Terhadap Efektiftas Pemungutan Pajak Serta Hubungannya dengan Tax Ratio (Studi Kasus Pajak Hotel dan Pajak Restoran)”, bertujuan untuk menguji adanya pengaruh antar variabel administrasi pajak yang diukur dari struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi dan budaya organisasi, serta pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap efektifitas pemungutan pajak hotel dan restoran. Penelitian ini juga untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara efektifitas pemungutan pajak degan tax ratio. Metodologi penelitian yang dilakukan adalah melakukan studi kepustakaan, penyebaran kuestioner, study kepustakaan, observasi dan wawancara dengan pejabat pajak daerah yang menangani pajak daerah serta pengamat perpajakan. Adapun Statistik kuantitatif dengan model analisis jalur (path analysis) dipergunakan untuk menguji hubungan antar variabel administrasi pajak berupa struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi dan budaya organisasi, serta pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap efektifitas pemungutan pajak hotel dan restoran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Struktur Organisasi, Prosedur Organisasi, Strategi Organisasi serta Budaya Organisasi secara bersama-sama secara signifikan mempengaruhi efektifitas pemungutan pajak. Berdasarkan perhitungan analisis jalur, secara total variabelvariabel tersebut mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung sebesar 92,8% terhadap efektifitas pemungutan pajak. Variabel Struktur Organisasi secara langsung mempengaruhi efektifitas pemungutan pajak. Pengaruh secara langsung sebesar 31,4%, sedangkan pengaruh tidak langsung melalui variabel Budaya Organisasi sebesar 16,7%. Variabel Budaya Organisasi secara langsung mempengaruhi efektifitas pemungutan pajak sebesar 27,7%, sedangkan pengaruhnya secara tidak langsung melalui variabel Struktur Organisasi sebesar 17%. Variabel Prosedur Organisiasi serta variabel Strategi Organisasi tidak mempengaruhi secara langsung efektifitas pemungutan pajak. Kedua variabel tersebut mempengaruhi efektifitas pemungutan pajak secara tidak langsung. Penelitian ini juga menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara efektifitas pemungutan pajak yang diukur dari indikator intensifikasi dan kepatuhan Wajib Pajak terhadap tax ratio dengan tingkat hubungan sedang (50,2%).
ii
Influence of Tax Administration to the Efectiveness of Tax Collection and It’s Relationship to The Tax Ratio (Case Study of Hotel Tax and Restaurant Tax) Abstract This research titled “ Influence of Tax Administration to the Efectiveness of Tax Collection and It’s Relationship to The Tax Ratio (Case Study of Hotel Tax and Restaurant Tax), is to test the influence of tax administration variable such organization structure, organization procedure, organization strategy an organization culture to the effectifeness of hotel and restaurant tax collection. This research is also to test if there is a significant relationship bethween effectifeness of hotel and restaurant tax collection and tax ratio. Research metodology that operating in this research is literacy study, distribute a quesionaire, observation, interviewing the local goverment staff who handle local tax, and also local tax expert. Path analysis is used to test the influence of tax administration variable such organization structure, organization procedure, organization strategy an organization culture to the effectifeness of hotel and restaurant tax collection This research is proved that organization structure, organization procedure, organization strategy an organization culture, together, are significantly influence efficiency of tax collection. Based on calculation of path anallysis, that variable are influence the effectifeness of tax collection as about 92,8%, directly or undirecetly. Organization structure variable influence the effectifeness of hotel and restaurant tax collection, directly. Direct influence is as about 31,4%, undirect influence through culture organization variable is as about 16,7%. Organization culture variable influence the effectifeness of tax collection, directly. Direct influence is as about 27,7%, undirect influence through culture organization variable is as abut 17%. Organization procedure and organization strategy do not influence effectifeness of hotel and restaurant tax collection directly. Both variable influence effectifeness of tax collection, undirectly. This research is also proved that there is a significant relationship bethween effectifeness of tax collection that measured by indicator such intensification dan taxpayer obeyness, and the tax ratio, at a medium relationship stage (50,2%).
iii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFATAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Identifikasi Masalah C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian BAB II LANDASAN TEORI . A. Pajak Daerah B. Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah . B.1. Dasar Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009) B.2. Ketentuan Formal Sistem Pemungutan Pajak Sebagaimana Diatur Dalam UU Pajak Daerah dan . Retribusi Daerah . C. Administrasi Perpajakan . C.1. Administrasi Perpajakan (Tax Administration) sebagai Pelaksanaan dari Ketentuan Perpajakan (Tax Law) C.2. Kedudukan Administrasi Perpajakan dalam Mekanisme Hukum Pajak C.3. Sasaran Administrasi Perpajakan C.4. Administrasi Perpajakan yang Efektif D. Pembenahan Administrasi Perpajakan Melalui Perubahan Unsur-Unsur Administrasi Perpajakan D.1. Perubahan Organisasi Administrasi Pajak (Reorganisasi) D.2. Pengukuran Variable Stuktur Organisasi E. Dimensi Prosedur Administrasi Pajak F. Dimensi Strategi Organisasi Pajak G. Dimensi Budaya Organisasi Pajak H. Kerangka Konsep I. Hipotesis
iv
1 14 14 15 15 16 16 16
19 30
30 31 32 32 54 57 66 67 69 74 76 77
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS A. Jenis Penelitian B. Lokasi dan Waktu Penelitian . C. Populasi dan Sampel C.1. Populasi C.2. Sampel . D. Teknik Pengumpulan Data E. Variabel Penelitian F. Definisi Operasional F.1. Variabel Struktur Organisasi F.2. Variabel Prosedur Organisasi F.3. Variabel Strategi Organisasi F.4. Variabel Budaya Organisasi F.5. Variabel Efektifitas Pemungutan Pajak F.6. Varibel Tax Ratio . G. Analisis Data G.1. Uji Validitas G.2. Uji Reliabilitas G.3. Teknik Analisis Data BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian A.1. Data A.2. Karateristik Responden A.3. Uji Instrumen Penelitian A.4. Pengukuran Variabel Laten A.5. Hasil Path Analysis B. Pembahasan Penelitian Berdasarkan Path Analysis dan Hasil Obserasi/Wawancara B.1. Variabel Struktur Organisasi B.2. Variabel Prosedur Organisasi B.3. Variabel Strategi Organisasi B.4. Variabel Budaya Organisasi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
v
78 78 78 78 79 79 80 81 81 83 84 86 86 89 89 89 90 91 97 97 100 101 104 105 118 118 120 122 123 125 127
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3 Tabel 2.1
Tabel 4.1 Tabel 4.2. Tabel 4.3 Tabel 4.4. Tabel 4.5
Perkembangan Penerimaan Pajak Hotel, Pajak Restoran serta Total Penerimaan Pajak Daerah secara Nasional (Sumber: webb Direktorat Jenseral Perimbangan Keuangan, diolah) Proporsi Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran terhadap Total Penerimaan Pajak Daerah pada Beberapa Kota (Sumber: webb Direktorat Jenseral Perimbangan Keuangan, diolah) Penerimaan PPN (Sumber : Direktorat Jenderal Pajak) Ketentuan Formal pada UU PDRD yang Mengatur Tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah (Sumber UU No 28 Tahun 2009, diolah) Ikhtisar Tabulasi Data Kabupaten/Kota yang Mengembalikan Kuesioner dan Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran Tahun 2010 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian Hasil Pengujian Korelasi Pearson Hasil Analisis Struktural Pengaruh Variavel Struktur Organisasi, Prosedur, Strataegi dan Bidaya Organisasi terhadap Efektifitas Pemungitan Pajak
vi
8
9
12 27
98 98 102 106
109
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 1.2. Gambar 1.3 Gambar 1.4
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 3.1. Gambar 4.1. Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4..8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11
Tax ratio Pajak Daerah yang Dipumgut Pemerintah Provinsi (Tahun 2011) Tax ratio Pajak Daerah yang Dipumgut Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Satu Provinsi (Tahun 2011) Proporsi Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Total Penerimaan Pajak Daerah Perkembangangan Penerimaan Pajak Hotel, Pajak Restoran serta Total Penerimaan Pajak Daerah secara Nasional Skema Pemungutan atas Pajak Daerah yang Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Mekanisme Pengawasan atas Pembayaran dan Pelaporan SPTD) Intensifikasi Pajak melalui Penelitian SPTPD Mekanisme Penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah Mekanisme Penerbitan SKPDKB/SKPDKBT serta Upaya Hukum Oleh Wajib Pajak Profil Penerimaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Daerah Yang Mencerminkan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Kategorisasi Kepatuhan Wajib Pajak per Besaran Klasifikasi Usaha dan Kawasan. Struktur Dokumentasi Prosedur pada Direktorat Jenderal Pajak Jenis Pelayanan yang Disediakan Oleh Administrasi Pajak Daerah Serta Unsur Pendukungnya Dalam Administrasi Penerimaan Pajak Berdasar Basis Pajak vs Potensi Pajak Berdasarkan PDRB Kerangka Konsep Penelitian Analisis Jalur Penelitian Proporsi Kabupaten/Kota Sample Berdasarkan Penerimaan Pajak Data Diri Responden Pegawai Pajak Daerah Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Data diri Responden Pegawai Pajak Daearah Berdasarkan Pendidikan dan Eselon Data diri Responden Wajib Pajak berdasarkan Jenis Usaha dan Bentuk Usaha Keterkaitan Antar Variabel Bebas Path Analysis Hasil Penelitian Tax Ratio Pajak Hotel, Pajak Restora, serta Total Pajak Hotel dan Restoran Tax Ratio Pajak Hotel (sumber : Lampiran 5) Tax Ratio Pajak Hotel (sumber : 5) Tax Ratio Pajak Hotel dan Restoran (sumber : Lampiran 5) Printout SPSS uji korelasi (sumber Lampiran 4)
vii
5 5 9
10 23 41 42 44 47 49 50 60 62 71 76 92 100 100 101 101 106 113 115 116 116 117 117
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Pola pengaturan hubungan antara pusat dan daerah yang semula bersifat
sentralistik di masa orde baru, telah diubah dalam suatu pola hubungan yang lebih bersifat desentralisasi, hal ini dimanifestasikan melalui dasar hukum Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 serta Undang – Undang Nomor 25
Tahun 1999. Konsekuensi dari perubahan yang dikehendaki dalam reformasi tersebut yaitu terjadinya perubahan model dan pemerintahan daerah dari structural efficiency model menjadi local democracy model dengan penekanan pada nilai-nilai demokrasi dan keberagaman di dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal. Apabila structural efficiency model menekankan efisiensi dan keseragaman pemerintahan lokal, maka local democracy model menekankan nilai demokrasi dan keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Arah desentralisasi fiskal adalah untuk mencapai peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas Pemda, keselarasan hubungan antara pusat dan daerah serta antar daerah itu sendiri dalam kewenangan dan keuangan untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan serta penciptaan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah1. Sebagai konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas, maka sumber-sumber keuangan harus bergeser ke daerah, baik melalui perluasan basis pajak (taxing
1
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/2000
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
power) maupun dana perimbangan. Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, kepada daerah diberikan: (1)
kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri yang dilakukan dari pendapatan asli daerah (PAD) dengan sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan tetap mendasarkan pada batas kewajaran.
(2)
dana perimbangan. Komposisi PAD pada APBD Tahun Anggaran 2011 masih sangat kecil,
yaitu sebesar 19%. Secara Total APBD Tahun 2011 sebesar Rp479,022 triliun. Komposisi pendanaan atas APBD tersebut terdiri dari Dana Perimbangan sebesar Rp327,361 triliun (68%), PAD sebesar Rp90,416 triliun (19%), dan lainlain pendapatan yang sah sebesar Rp61,242 triliun (13%)2. Kunci keberhasilan desentralisasi fiskal adalah kemandirian fiskal yang direprentasikan oleh kapasitas fiskal suatu daerah. Makin besar kapasitas fiskal suatu daerah, maka makin kecil ketergantungan fiskalnya terhadap pemerintah pusat, sebaliknya makin rendah kapasitas fiskal suatu daerah, maka makin besar ketergantungan fiskalnya terhadap pemerintah pusat. Terdapat beberapa pendapat terkait rendahnya peranan PAD terhadap APBD. Widayat dalam Syahrudin dkk (2009) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD Kabupaten/Kota, antara lain adalah: 1.
Banyak sumber pendapatan di Kabupaten/Kota yang besar, tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. “ Deskripsi dan analisis APBD Tahun 2011”. (Jakarta, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan). 2012 2
2
BAB I PENDAHULUAN
2.
Badan
Usaha
Milik
Daerah
(BUMD)
belum
banyak
memberikan
keuntungan kepada Pemerintah Daerah; kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya; 3.
Adanya kebocoran-kebocoran;
4.
Biaya pungut yang masih tinggi;
5.
Banyak Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan;
6.
Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Faktor-faktor tersebut di atas, menyebabkan sistem perpajakan (tax system) daerah saat ini belum mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, sehingga belum dapat menciptakan kepatuhan masyarakat membayar pajak. Pendapat lain dikemukakan oleh Jaya dalam Syahrudin dkk (2009), beberapa hal yang dianggap menjadi penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah sebagai berikut : 1. Kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai sumber pendapatan daerah; 2. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena semua jenis pajak utama yang paling produktif baik pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat; 3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan; 4. Alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme;
3
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
5. Kelemahan
dalam
pemberian
subsidi
Pemerintah
Pusat
kepada
Pemerintah Daerah yang hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di daerahnya.
Dalam rangka penguatan kapasitas fiskal, daerah sebaiknya lebih fokus melakukan pembenahan serta peningkatan kinerja perpajakannya. Ukuran kinerja perpajakan pada umumnya menggunakan rasio pajak (tax ratio). Terkait dengan rasio pajak, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan jumlah
pendapatan
potensial
yang
dapat
dikenai
pajak.
PDRB
juga
menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang baik bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut. Oleh karena itu, mengetahui angka-angka rasio pajak di berbagai wilayah di Indonesia akan membantu kita dalam menganalisis secara sederhana hubungan antara pajak daerah wilayah tersebut dengan PDRB-nya, mengetahui jenis-jenis pajak apa saja yang potensial serta sektor ekonomi yang terkait dan menilai kondisi suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah lain. Rendahnya
kontribusi
PAD
terhadap
APBD
disebabkan
karena
penggalian potensi yang masih rendah, baik di dalam menggali potensi pajak daerah maupun potensi retribusi daerah. Parameter yang digunakan untuk mengukur penggalian potensi pajak daerah pada umumnya menggunaan tax ratio, yaitu perbandingan antara penerimaan pajak dengan PDRB suatu daerah. Tax ratio atas pajak daerah yang dipungut oleh Provinsi dapat dilihat sebagaimana pada Gambar 1.1, sedangkan tax ratio atas pajak daerah yang
4
BAB I PENDAHULUAN
dipungut oleh Kabupaten/Kota dalam suatu provinsi dapat dilihat sebagaimana pada Gambar 1.2. Gambar 1.1.
Tax Ratio Pajak Daerah yang Dipungut Pemerintah Provinsi (Tahun 2011)
Sumber : www.djpk.depkeu.go.id
Gambar 1.2. Tax Ratio Pajak Daerah yang Dipungut Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Satu Provinsi (Tahun 2011)
Sumber : www.djpk.depkeu.go.id Kinerja pemungutan pajak yang diukur dengan tax ratio tersebut pada prinsipnya dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, adanya kepatuhan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak. Kepatuhan pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: adanya kesadaran dalam membayar pajak yang tumbuh sebagai suatu budaya dalam suatu kominitas, adanya manfaat yang dapat
5
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
dirasakan (baik secara langsung maupun tidak langsung) dari pembayaran pajak, pelayanan oleh Kantor Pajak Daerah serta law enforcement. Kedua, penggalian potensi pajak. Penggalian potensi pajak dilakukan melalui kegiatan intensifikasi pajak dan ekstensifikasi pajak. Tugas
kantor
pemungutan
pajak
daerah
yang
dilakuan
oleh
Dispenda/BPKAD adalah melaksanakan hukum pajak yang diundangkan dalam Peraturan Daerah melalui suatu administrasi pajak.
Administrasi pajak (tax
administration) dan hukum pajak (tax law) merupakan satu kesatuan sebagai suatu sistem pajak (tax system). Oleh karena itu, administrasi pajak yang baik harus
mampu
menegakkan
ketentuan-ketentuan
hukum
perpajakan
sebagaimana diatur peraturan terkini pajak. Secara teoritis adminstrasi pajak merupakan operasionalisasi hukum pajak. Dalam pelaksanaan administrasi pajak dibutuhkan rambu-rambu berupa petunjuk pelaksanaan serta peraturan teknis lainnya sebagai pedoman, baik oleh aparat pajak (fiskus) maupun Wajib Pajak. Petunjuk pelaksanaan serta peraturan teknis tersebut antara lain mengatur tentang tata cara pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak; tata cara Wajib Pajak mengajukan hak perpajakannya; tata cara Kantor Pajak Daerah melakukan penetapan pajak; tata cara pemberian sanksi kepada WP; formulir-formulir yang digunakan; serta penjabaran ketentuan hukum yang telah diatur dalam undang-undang pajak (peraturan daerah) sehingga dapat berlaku operasional. Sistem perpajakan merupakan suatu resultan dari kebijakan pajak (tax policy) yang dijabarkan dalam peraturan perpajakan (tax law) serta dilaksanakan melalui administrasi perpajakan (tax administration). Kebijakan perpajakan adalah kebijakan perpajakan yang dituangkan dalam regulasi atau peraturan
6
BAB I PENDAHULUAN
perpajakan yang berupa undang-undang perpajakan (tax law). Administrasi perpajakan (tax administration) memiliki tujuan utama untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, mengadministrasikan penerimaan pajak, serta memberikan suatu pengawasan terhadap pelaksanan pemungutan pajak baik kepada aparat pengumpul pajak, kepada Wajib Pajak, ataupun kepada masyarakat pembayar pajak. Untuk dapat melakukan penggalian pajak yang optimal, maka administrasi perpajakan harus mampu mengadministrsikan penerimaan pajak, memberikan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak (baik kepada petugas pajak maupun Wajib Pajak), memberikan pelayanan pajak yang baik, serta adanya persamaan perlakukan kepada semua Wajib Pajak (adil) dalam law enforcement. Nasucha (2004) mengemukakan bahwa dimensi dari administrasi ketika harus dilakukan reformasi adalah: a.
Perubahan Struktur Organisasi (kelembagaan);
b.
Perubahan Sistem dan Prosedur (standar operasional dan prosedur);
c.
Perubahan Strategi Organisasi;
d.
Perubahan Budaya Organisasi. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai
hubungan
antara
administrasi
perpajakan
dengan
efektifitas
pemungutan pajak sebagai pencapaian sasaran administrasi pajak di daerah. Penulis juga tertarik untuk membuktikan hipotesa mengenai adanya hubungan antara kinerja administrasi perpajakan dengan pencapaian tax ratio. Selama ini daerah sering berdalih bahwa rendahnya penerimaan pajak daerah karena tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, rendahnya
7
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
potensi serta kemampuan masyarakat di daerah dalam membayar pajak daerah yang masih rendah. Pendapat ini tentu saja perlu dibuktikan secara empiris, apakah terdapat korelasi
antara
penerimaan
pajak
daerah
dengan
kinerja
administrasi
perpajakan. Pembuktian mengenai ada atau tidak adanya hubungan antara kinerja administrasi perpajakan dengan pencapaian tax ratio dapat dijadikan pedoman
pemerintah
pusat
dalam
mengambil
suatu
kebijakan
terkait
pelaksanaan desentralisasi fiskal. Objek dalam penelitian ini dibatasi hanya terhadap jenis Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Pajak Hotel dan Pajak Restoran merupakan jenis pajak daerah yang dipungut hampir oleh seluruh Kabupate/kota. Perkembangan penerimaan Pajak Hotel, Pajak Restoran serta total penerimaan pajak daerah secara nasional adalah sebagaimana tabel dan gambar berikut. Tabel 1.1
Perkembangangan Penerimaan Pajak Hotel, Pajak Restoran serta Total Penerimaan Pajak Daerah secara Nasional (dalam rupiah) 2008
2.009
2010
2011
2012
HOTEL
1.334.224.096.289
1.710.236.752.678
2.103.733.488.733
1.844.509.226.292
3.199.665.008.037
RESTORAN
2.377.527.308.038
1.260.077.286.031
1.675.468.548.857
2.133.803.559.437
2.896.952.314.061
36.942.284.699.892
42.887.660.583.450
47.579.476.291.874
62.097.669.798.127
77.562.907.450.684
TOTAL
Sumber : www.djpk.depkeu.go.id
Proporsi penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap total penerimaan pajak daerah secara nasional dari tahun ke tahun relatif konstan sebesar 6%, dengan rincian 3% untuk Pajak Hotel serta 3% untuk Pajak Restoran.
8
BAB I PENDAHULUAN
Gambar 1.3. Proporsi Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Total Penerimaan Pajak Daerah (Tahun 2011)
Sumber : www.djpk.depkeu.go.id, diolah
Meskipun secara nasional proporsi Pajak Hotel serta Pajak Restoran tersebut rata-rata 6% dari total penerimaan pajak daerah,
pada
beberapa
daerah tujuan wisata serta daerah perkotaan, proporsi penerimaan Pajak Hotel dan Restoran tersebut cukup dominan. Tabel 1.2 di bawah ini menggambarkan proporsi Pajak Hotel dan Restoran yang cukup besar terhadap total penerimaan pajak daerah pada beberapa kota. Tabel 1.2. Proporsi Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran terhadap Total Penerimaan Pajak Daerah pada Beberapa Kabupaten/Kota (dalam jutaan rupiah) Jenis Pajak PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TOTAL PAJAK DAERAH
JAKARTA
Kota Denpasar
Kab Tabanan
Kota Bogor
Kota Bandung
Kota Manado
Kota Surabaya
1.715.000
105.000
12.603
31.300
158.000
33.000
241.500
9.709.000
216.500
25.107
122.900
490.773
94.754
1.691.550
% dari TOTAL
18 %
48 %
50 %
25 %
32 %
35 %
14 %
Sumber : www.djpk.depkeu.go.id, Dalam skala nasional, perkembangan penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran tidak setinggi total penerimaan pajak daerah. Gambar 3 berikut ini
9
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
menunjukkan trend perkembangan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran berfluktuasi atau tidak stabil (naik turun) dibanding total penerimaan pajak daerah yang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun serta garis peningkatannya cukup tajam. Gambar 1.4. Perkembangangan Penerimaan Pajak Hotel, Pajak Restoran serta Total Penerimaan Pajak Daerah secara Nasional
Sumber : www.djpk.depkeu.go.id, diolah
Apabila diperhitungkan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011, pertumbuhan Pajak Hotel hanya mengalami kenaikan sebesar 38%, bahkan Pajak Restoran mengalami penurunan sebesar 10%. Pada jangka waktu yang sama, total penerimaan pajak daerah mengalami pertumbuhan sebesar 68%.
10
BAB I PENDAHULUAN
2008
2011
Trend (2008 s/d 2011)
HOTEL
Rp1.334.224 juta
Rp1.844.509 juta
38%
RESTORAN
Rp2.377.527 juta
Rp2.133.804 juta
(10 %)
Rp36.942.285 juta
Rp62.097.670 juta
68%
TOTAL
Pertumbuhan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran pada tahun 2012 cukup bagus. Pajak Hotel mengalami pertumbuhan sebesar 73%, sedangkan Pajak Restoran mengalami pertumbuhan sebesar 36%. Pada jangka waktu yang sama total penerimaan sebesar
pajak
daerah
hanya
mengalami
kenaikan
25%. 2011
2012
HOTEL
Rp1.844.509 juta
Rp3.199.665 juta
73%
RESTORAN
Rp2.133.804 juta
Rp2.896.952 juta
36%
Rp62.097.670 juta
Rp77.562.907 juta
25%
TOTAL
Trend (2011 s/d 2012)
Apabila diperhitungkan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, maka pertumbuhannya adalah sebagai berikut: 2008
2012
Trend (2008 s/d 2012)
HOTEL
Rp1.334.224 juta
Rp3.199.665 juta
140%
RESTORAN
Rp2.377.527 juta
Rp2.896.952 juta
22%
Rp36.942.285 juta
Rp77.562.907 juta
110%
TOTAL
Disamping pertimbangan bahwa peran Pajak Hotel dan Restoran cukup besar (bahkan pada beberapa Kabupaten/Kota cukup dominan), kinerja collection rate yang masih berfluktuasi (tidak stabil), menjadikan penulis tertarik untuk meneliti Pajak Hotel dan Restoran karena atas jasa hotel dan restoran yang telah dikenakan pajak daerah tidak dikenakan lagi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
ditegaskan bahwa semua konsumsi makanan minuman yang disediakan oleh
11
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
restoran dan dikonsumsi oleh pembeli dikenakan Pajak Restoran, tidak ada lagi dikotomi apakah makanan dan minuman tersebut dikonsumsi di tempat dan dibawa serta dikonsumsi di luar tempat. Menurut ketentuan sebelumnya makanan dan minuman yang dibawa serta dikonsumsi di luar tempat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan diberlakukanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, maka akan mengurangi basis potensi penerimaan PPN, yang selanjutnya berdampak pada penurunan penerimaannya. Pada Tabel 1.3 di bawah, penerimaan PPN atas Kelompok Lapangan Usaha (KLU) penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan minuman mengalami penurunan penerimaan sejak tahun pajak 2010. Pada tahun 2009 penerimaan PPN atas KLU penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan minuman sebesar Rp475.392.711.583, mengalami
penurunan
sampai
dengan
tahun
pajak
2012
menjadi
Rp361.551.708.168, atau mengalami pertumbuhan negatif. Padahal dalam jangka waktu yang sama total penerimaan PPN Dalam Negeri mengalami kenaikan dari Rp98.637.924.494.811 menjadi Rp191.946.569.504.037, atau mengalami pertumbuhan positif. Tabel 1.3. Penerimaan PPN (dalam rupiah) Tahun Penerimaan 2012 TOTAL PPN dan PPnBM 411211. PPN Dalam Negeri 411212. PPN Impor 411219. PPN Lainnya 411221. PPnBM dalam Negeri 411222. PPnBM Impor 411229. PPnBM Lainnya
337.588.022.686.815 191.946.569.504.037 126.539.707.532.605 162.695.863.986 10.434.458.053.872 8.480.649.974.495 23.941.757.820
2011
2010
2009
2008
279.404.952.376.547
221.019.834.142.804
188.912.811.405.012
192.427.379.402.953
158.884.337.988.338
125.667.843.593.063
116.144.690.528.788
98.637.924.494.811
106.927.121.046.554
82.724.498.064.155
63.552.324.899.945
82.009.024.129.474
200.657.817.150
155.513.297.699
268.420.069.695
276.516.451.950
7.999.528.446.756
7.664.802.664.317
6.108.938.533.568
7.536.557.729.308
5.385.658.949.533
4.802.830.220.124
2.822.442.420.336
3.953.260.784.328
7.648.128.216
4.346.303.446
15.994.952.680
14.095.813.082
KLU Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum:
12
BAB I PENDAHULUAN
Tahun Penerimaan 2012
2011
2010
2009
2008
PPN dan PPnBM
393.401.310.868
329.601.285.489
423.329.728.754
496.074.138.780
411211. PPN Dalam Negeri
361.551.708.168
304.928.243.150
404.697.673.175
475.392.711.583
411212. PPN Impor
27.849.289.319
21.327.981.480
16.041.746.885
16.605.168.828
2.355.497.851
2.232.656.979
2.186.046.847
1.945.386.461
215.305.261
292.769.494
246.330.240
1.222.340.390
1.429.510.269
819.634.386
157.838.426
908.166.995
93.181
364.523
411219. PPN Lainnya 411221. PPnBM dalam Negeri 411222. PPnBM Impor 411229. PPnBM Lainnya
420.149.655.500 397.039.729.726 18.525.152.850 1.930.999.033 1.988.470.670 476.414.992 188.888.229
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak Data menunjukkan
penerimaan Pajak fluktuasi
Restoran yang
penerimaan
Pajak
diuraikan di
Restoran
yang
bawah ini
kemungkinan
dipengaruhi oleh pemberlakukan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pada periode 2008 - 2009 penerimaan Pajak Restoran mengalami penurunan sebesar 47%, namun karena basis penerimaan Pajak Restoran mengalami perluasan (yaitu semua konsumsi makanan minuman yang disediakan oleh restoran dan dikonsumsi oleh pembeli dikenakan Pajak Restoran, maka sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 berturut-turut mengalami pertumbuhan sebesar 33%, 27% serta 36%. Periode 2008 s/d 2009
Periode 2009 s/d 2010
Periode 2010 s/d 2011
Periode 2011 s/d 2012
2.008 Rp2.377.527.308.038
2009 Rp1.260.077.286.031
2010 Rp1.675.468.548.857
2011 Rp2.133.803.559.437
2.009 Rp 1.260.077.286.031
2010 Rp1.675.468.548.857
2011 Rp2.133.803.559.437
2012 Rp 2.896.952.314.061
Pertumbuhan (Rp1.117.450.022.007)
% (47)
Pertumbuhan Rp 415.391.262.826
% 33
Pertumbuhan Rp458.335.010.580
% 27
Pertumbuhan Rp 763.148.754.624
% 36
13
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Berdasarkan uraian di atas, maka Penggalian potensi Pajak Hotel dan Restoran perlu ditingkatkan.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Seberapa
besar
pengaruh
struktur
organisasi
terhadap
efektifitas
pemungutan pajak? 2.
Seberapa besar pengaruh prosedur organisasi terhadap efektifitas pemungutan pajak?
3.
Seberapa
besar
pengaruh
strategi
organisasi
terhadap
efektifitas
pengaruh
budaya
organisasi
terhadap
efektifitas
pemungutan pajak? 4.
Seberapa
besar
pemungutan pajak? 5.
Apakah terdapat hubungan antara efektifitas pemungutan pajak dengan tax ratio?
C.
RUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Terdapat hubungan antara administrasi pajak yang diukur melalui variabel struktur organisasi. prosedur organisasi, strategi organisasi serta budaya organisasi dengan ekstensifikasi pemungutan pajak.
2.
14
Terdapat hubungan antara efektifitas pemungutan pajak dengan tax ratio.
BAB I PENDAHULUAN
D.
TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, menjadi penting untuk
mengetahui hubungan antara upaya penggalian potensi pajak dengan tinggi rendahnya tax ratio. Lebih spesifik ingin diketahui: 1. Pengaruh antara administrasi perpajakan pada suatu daerah dengan efektifitas pemungutan pajak. 2. Hubungan antara efektifitas pemungutan pajak pada suatu daerah dengan tax ratio.
E.
MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai bahan
evaluasi untuk meningkatkan penggalian potensi pajak daerah.
15
BAB II LANDASAN TEORI
A.
PAJAK DAERAH Sesuai dengan ketentuan umum dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau Badan yang
bersifat
memaksa
berdasarkan
Undang-Undang,
dengan
tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi pajak daerah dirujuk dari pendapat ahli, Mardiasmo dalam Safri (2002) yang mengatakan bahwa pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh daerah melalui Peraturan Daerah, untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga Pemerintah Daerah3. Selanjutnya Mardiasmo menyebutkan bahwa pada hakekatnya tidak ada perbedaan pengertian yang pokok antara Pajak Negara dan Pajak Daerah mengenai prinsip-prinsip umum hukumnya, misalnya pengertian subjek pajak, objek pajak, dan sebagainya. Perbedaan yang ada hanya pada aparat pemungut, dasar pemungutan, dan penggunaan pajak4.
B.
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH
B.1.
Dasar Pemungutan Pajak Daerah (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
3 4
Nurrohman Harimuyono. “Pengaruh Efektifitas Aministrasi Perpajakan dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Daerah”. Ibid., hal. 4
BAB II LANDASAN TEORI
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, maka beberapa pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah Kabupaten/Kota adalah: 1.
Pajak Hotel, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel;
2.
Pajak Restoran, yaitu
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran; 3.
Pajak Reklame, yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame;
4.
Pajak Penerangan Jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain;
5.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, yaitu
pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan; 6.
Pajak Parkir, yaitu pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor;
7.
Pajak Sarang Burung Walet, yaitu
pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung wallet; 8.
Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yaitu pajak atas bumi dan/ atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan; dan
9.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yaitu pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Daerah
harus
membuat
Peraturan
Daerah
sebagai
dasar
diberlakukannya pemungutan pajak di suatu daerah. Ketentuan minimal yang
17
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
harus diatur dalam suatu Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pemungutan suatu jenis pajak daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (3) UU No 28 Tahun 2009, adalah: a.
nama (jenis pajak), objek dan Subjek Pajak;
b.
dasar pengenaan, tarif dan cara penghitungan pajak;
c.
wilayah pemungutan;
d.
masa pajak;
e.
penetapan;
f.
tata cara pembayaran dan penagihan;
g.
kedaluwarsa;
h.
sanksi administrasi;
i.
tanggal mulai berlaku. Setelah Perda tentang pemungutan jenis pajak tertentu sudah diterbitkan,
maka harus ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya berupa Peraturan Walikota/ Bupati dan petunjuk teknis pelaksanaan dibawahnya. Ketentuan yang mengatur tentang perpajakan pada prinsipnya dibagi menjadi ketentuan yang mengatur mengenai legal formal dalam pemungutan pajak (ketentuan formal) serta ketentuan yang mengatur tentang materi objek yang dipungut pajak (ketentuan material). Ketentuan formal mengatur tentang:
Masa pajak;
Tahun pajak;
Cara memenuhi kewajiban pembayaran pajak, seperti cara membayar, cara melaporkan, terpenuhinya kewajiban sebagai Wajib Pajak, serta cara mendaftar;
18
Pemeriksaan pajak;
BAB II LANDASAN TEORI
Sanksi apabila tidak memenuhi kewajiban pajak, seperti tidak mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, tidak membayar pajak, tidak melaporkan SPT, melaporkan SPT tetapi isinya tidak benar, serta sanksi pidana dalam perpajakan;
Hak-hak Wajib Pajak seperti mengajukan keberatan, banding, pembetulan, pengurangan/pembatalan
ketetapan
yang
tidak
benar,
pengurangan/penghapusan denda administrasi, pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta imbalan bunga;
Penagihan pajak. Ketentuan material, antara lain, mengatur tentang:
Objek pajak serta subjek yang dikenakan pajak;
Saat terhutang pajak;
Dasar pengenaan Pajak;
Tarip dan cara menghitung pajak.
B.2.
Ketentuan Formal Sistem Pemungutan Pajak Sebagaimana Diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
B.2.1. Self Assessment dan Official Assessment dalam Pemungutan Pajak Daerah. Terdapat dua sistem dalam pemungutan pajak, yaitu self assessment (termasuk dalam hal ini witholding tax) dan official assessment. Self assessment adalah sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak mempunyai kewajiban mendaftar,
menghitung,
membayar
dan
melaporkan
sendiri
kewajiban
perpajakannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010, yang termasuk jenis pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak adalah jenis Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral
19
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Sarang Burung Walet dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Wajib Pajak membayar pajak setelah menghitung sendiri jumlah pajak yang harus dibayar. Berdasarkan
sistem
self
assessment,
Wajib
Pajak
melakukan
penghitungan pajak yang harus dibayar berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang ketentuan dasar pengenaan pajak, tarif pajak, serta cara menghitung pajak. Wajib Pajak membayar sejumlah kewajiban pajaknya sebesar jumlah pajak yang terhutang. Keseluruhan perhitungan dan pembayaran pajak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Dalam Pasal 96 ayat (5) UU Nomor 28 Tahun 2009 diatur bahwa tata cara pembayaran pajak yang menganut sistem self assessment berbunyi “Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT)”. Apabila laporan pajak dalam SPTPD dihitung menurut Wajib Pajak, Surat SKPDKB dan/atau SKPDKBT merupakan produk hukum Kantor Pajak Daerah. Produk tersebut dikeluarkan apabila jumlah pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam SPTPD setelah dilakukan pemeriksaan pajak ternyata isinya tidak benar. Melalui instrumen pemeriksaan pajak ini akan diterbitkan ketetapan berupa SKPDKB. Apabila setelah dikeluarkan SKPDKB ditemukan data baru yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pajak, dan ternyata ditemukan kekurangan bayar, maka diterbitkan ketetapan berupa SKPDKBT. Sementara itu, dalam Pasal 96 ayat (3) UU PDRD disebutkan bahwa “Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasar penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang
20
BAB II LANDASAN TEORI
dipersamakan,”
Ketentuan tersebut mengatur tentang pemungutan pajak
daerah yang dipungut berdasarkan official assessment. Wajib Pajak dalam sistem pemungutan pajak yang menggunakan sistem official assessment melakukan pembayaran pajak sebesar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan seperti karcis dan nota perhitungan.
B.2.2. Ketentuan Formal Mengenai Pemungutan atas Jenis Pajak yang Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Self Assessment). Ketentuan formal pajak daerah diatur dalam Bab V Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Bab tersebut mengatur tentang pemungutan pajak, terdiri dari Bagian Kesatu (Tata Cara Pemungutan Pajak) terdiri dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 99, Bagian Kedua (Surat Tagihan Pajak), yaitu Pasal 100, Bagian Ketiga (Tata Cara Pembayaran dan Penagihan) terdiri dari Pasal 101 dan Pasal 102. Bagian Keempat (Keberatan dan Banding) terdiri dari Pasal 103 sampai dengan Pasal 106; Bagian Kelima (Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi) yaitu Pasal 107. Ketentuan formal yang menjadi hukum pajak formal mengatur tentang tata cara mewujudkan hukum pajak material. Ketentuan formal mengatur tentang: 1.
Tata cara pembayaran pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD);
2.
Tata cara pelaporan pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD);
21
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
3.
Ketentuan pemeriksaan/penelitian pajak untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan pemeriksaan pajak tersebut, diterbtikan ketetapan berupa Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, (SKPN) atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB);
4.
Ketentuan menagih pajak yang kurang/tidak dibayar setelah tanggal jatuh tempo dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD);
5.
Hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan pembetulan atas ketetapan pajak yang tidak benar dalam hal terdapat salah tulis/salah hitung (5.a).
Namun, apabila terdapat persengkataan atas ketetapan
pajak tersebut maka Wajib Pajak mengajukan permohonan keberatan (5.b); 6.
Hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan sehubungan adanya persengkataan formal/material terkait dengan diterbitkannya ketetapan berupa SKPDKB, SKPDN, SKPDLB dan STPD, namun jangka waktu pengajuan keberatan telah terlampaui, yaitu Wajib Pajak mengajukan permohonan berupa: a. Mengajukan pengurangan/pembatalan atas ketetapan yang tidak benar; b. Mengajukan pembatalan atas ketetapan yang tidak prosedural; c.
7.
Hak
Mengajukan pengurangan/pembatalan STPD yang tidak benar. Wajib
Pajak
untuk
mengajukan
permohonan
pengurangan/
penghapusan sanksi dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak dan bukan karena kesalahannya, berupa:
22
BAB II LANDASAN TEORI
a. Pengurangan/penghapusan sanksi sebagaimana yang tertera dalam SKPDKB; b. Pengurangan/penghapusan sanksi sebagaimana yang tertera dalam STPD; 8.
Hak Wajib Pajak untuk mengurangkan ketetepan pajak dengan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau karena kondisi tertentu;
9.
Hak
Wajib
Pajak
untuk
memperoleh
pengembalian
kelebihan
pembayaran pajak; 10.
Hak Wajib Pajak untuk memberoleh imbalan bunga;
11.
Ketentuan mengenai penagihan aktif. Ketentuan pemungutan atas pajak daerah yang dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak (self assessment) adalah sebagaimana pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Skema Pemungutan atas Pajak Daerah yang Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak
Sumber : UU Nomor 28 Tahun 2009, diolah.
23
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Ketentuan formal yang harus dijadikan pedoman dalam pemungutan pajak daerah selanjutnya dituangkan dalam suatu Perda, yang menjadi dasar diberlakukannya pemungutan suatu pajak daerah pada suatu daerah. Perda tersebut sebagai suatu hukum pajak (tax law) yang harus ditaati baik oleh Wajib Pajak maupun lembaga pemungutan pajak. Oleh karena dalam suatu Perda pajak hanya mengatur tentang ketentuan umum perpajakannya saja, maka lebih lanjut perlu diatur ketentuan pelaksanaan serta petunjuk teknis sebagai pedoman operasional pemungutan pajak. Petunjuk pelaksanaan suatu Perda pada umumnya berupa Peraturan Bupati/Peraturan Walikota. Petunjuk teknis atas suatu peraturan pelaksanaan yang diatur lebih lanjut melalui
Perwali/Perbup,
dapat pula diatur
surat edaran kepala dinas yang mengurusi pemungutan
pajak. Pajak Hotel serta Pajak Restoran merupakan pajak yang dipungut berdasarkan tabel berikut ini menjelaskan hubungan antara ketentuan formal yang harus diatur dalam suatu kegiatan pemungutan pajak, ketentuan sebagaimana diatur dalam UU PDRD, serta ketentuan yang harus diatur lebih lanjut dalam suatu peraturan pelaksanaan serta petunjuk teknis. Tabel 2.1.
Ketentuan Formal pada UU PDRD yang Mengatur Tentang Tata
Cara Pemungutan Pajak Daerah 1. 2.
Pembayaran pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) Pelaporan Pajak dengan menggunakan surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
Ketentuan Formal dalam UU PDRD yang harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah: Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT (Pasal 96 ayat (5)); Pasal 101 (1) Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. (2) SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
24
BAB II LANDASAN TEORI
(3)
Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan pelaksanaan serta petunjuk teknis yang harus dibuat, antara lain: Tata cara pembayaran pajak, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak; Standard Operating and Procedure pemberian keputusan angsuran, dan penundaan pembayaran pajak; Bentuk formulir SSPD, SPTPD, surat pengajuan permohonan angsuran/penundaan pembayaran pajak, surat persetujuan angsuran/penundaan pembayaran pajak. 3.
Ketentuan pemeriksaan/penelitian pajak untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak.
Ketentuan Formal: dalam UU PDRD yang harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah: Pasal 97 (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan: a. SKPDKB dalam hal: 1) jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; 2) jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; 3) jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. (3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. (5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Peraturan pelaksanaan serta petunjuk teknis yang harus dibuat: Tata cara pemeriksaan pajak daerah; Standard Operating and Procedure/instruksi kerja pemeriksaan pajak daerah; Bentuk-bentuk formulir terkait pemeriksaan pajak; Standard Operating and Procedure penerbitan SKPDKB, SKPDKBT; Bentuk formulir surat ketetapan pajak : SKPDKB, SKPDKBT, SKBN, SKPDLB. 4.
Ketentuan menagih pajak yang kurang/tidak dibayar setelah tanggal jatuh tempo dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
Ketentuan Formal: dalam UU PDRD yang harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah: Pasal 100 ayat (1) Penerbitan STPD dilakukan jika:
25
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Huruf a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar Catatan : Jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi 2% per bulan maksimal 15 bulan (Pasal 100 ayat (2)) Huruf b. Berdasarkan hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Catatan: Jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi 2% per bulan maksimal 15 bulan (Pasal 100 ayat (2)) Huruf c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Pasal 100 ayat (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
Pasal 100 ayat (3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD. Catatan: Berdasarkan ketentuan tersebut, maka STPD hanya dapat diterbitkan atas keterlabatan pembayaran “ketetapan pajak” yang dipungut berdasarkan sistem :official assessment (SKPD). Atas ketetapan pajak yang dipungut berdasarkan self assessment berupa SKPDKB/SKPDKBT yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran tidak dapat dikenakan sanksi berupa bunga. Sebagai perbandingan, dalam konteks Ketentuan Umum Perpajakan (pajak pusat) atas keterlambatan pembayaran SKPDKB/SKPDKBT dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari tanggal diterbitkanya ketetapan tersebut sampai dengan dilakukan pembayaran, dan ditagih melalui STPD (dikenal sebagai “STP Bunga Penagihan”)
Peraturan pelaksanaan serta petunjuk teknis yang harus dibuat Tata cara penerbitan STPD atas Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung, serta Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda Standard Operating and Precedure/ penerbitan STPD Bentuk Formulir STPD 5.
Hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan pembetulan atas ketetapan pajak yang tidak benar dalam hal terdapat salah tulis/salah hitung (5.a). Namun apabila terdapat persengkataan atas ketetapan pajak tersebut maka Wajib Pajak mengajukan permohonan keberatan (5.b).
Ketentuan Formal: dalam UU PDRD yang harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah: Pasal 103 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas suatu: a. SPPT; b. SKPD; c. SKPDKB; d. SKPDKBT; e. SKPDLB; f. SKPDN; dan g. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasanalasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah
26
BAB II LANDASAN TEORI
yang telah disetujui Wajib Pajak. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan. (5)
Pasal 104 (1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 105 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. (2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut. (3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 107 (1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Kepala Daerah dapat membetulkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
Peraturan pelaksanaan serta petunjuk teknis yang harus dibuat Tata cara penyelesaian permohonan Keberatan; Tata Cara penyelesaian permohonan Pembetulan; SOP penyelesaian permohonan Keberatan; SOP penyelesaian permohonan Pembetulan; Bentuk-bentuk Formulir Penyelesaian Keberatan; Bentuk-bentuk Formulir Penyelesaian Pembetulan. 6.
7.
8.
Hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan sehubungan adanya persengkataan formal/material terkait dengan diterbitkannya ketetapan berupa SKPDKB, SKPDN, SKPDLB dan STPD , namun jangka waktu pengajuan keberatan telah terlampaui, yaitu Wajib Pajak mengajukan permohonan berupa: a. Mengajukan pengurangan/pembatalan atas ketetapan yang tidak benar b. Mengajukan pembatalan atas ketetapan yang tidak prosedural c. Mengajukan pengurangan/pembatalan STPD yang tidak benar Hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak dan bukan karena kesalahannya, berupa: a. Pengurangan/penghapusan sanksi sebagaiman yang tertera dalam SKPDKB b. Pengurangan/penghapusan sanksi sebagaiman yang tertera dalam STPD Hak Wajib Pajak untuk mengurangkan ketetepan pajak dengan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau karena kondisi tertentu
Ketentuan Formal: dalam UU PDRD yang harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah Pasal 107 (2) Kepala Daerah dapat: a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundangundangan perpajakan
27
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
(3)
daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; b. mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar; c. mengurangkan atau membatalkan STPD; d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan e. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Peraturan pelaksanaan serta petunjuk teknis yang harus dibuat Tata cara penyelesaian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang dikarenakan kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; Tata cara penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan atas ketetapan yang tidak benar; Tata cara penyelesaian permohonan pengurangan/pembatalan atas STPD; Tata cara pembatalan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; Tata cara pengurangan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak; SOP penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang dikarenakan kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; SOP pengurangan atau pembatalan atas ketetapan pajak yang tidak benar; SOP pengurangan atau pembatalan atas ketetapan pajak yang tidak benar; SOP pengurangan/pembatalan atas STPD; SOP pengurangan/pembatalan atas STPD; SOP pengurangan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak. 9. 10.
Hak Wajib Pajak untuk memperoleh pengembalian kelebihan pembayaran pajak Hak Wajib Pajak untuk memperoleh Imbalan Bunga
Ketentuan Formal: dalam UU PDRD yang harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah Pasal 106 (1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB. (3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. (4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan. (5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Pasal 165 UU PDRD (1) Atas kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi, Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah. (2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya
28
BAB II LANDASAN TEORI
(3) (4)
(5)
(6) (7) (8)
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Pajak atau Retribusi dianggap dikabulkan dan SKPDLB atau SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. Apabila Wajib Pajak atau Wajib Retribusi mempunyai utang Pajak atau utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak atau utang Retribusi tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB atau SKPDLB. Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi. Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Pajak atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Catatan : Berdasarkan ketentuan diatas, imbalan bunga diterbitkan dalam hal : a. Dikabulkannya permohonan keberatan atau permohonan banding, sehingga kelebihan pembayaran pajak tersebut dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan (Pasal 106); b. Apabila dalam jangka waktu 2 bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, belum dibayarkan kelebihan pembayaran pajak. Imbalan bunga dihitung 2% sebulan yang dihitung berdasarkan keterlambatannya. Peraturan pelaksanaan serta petunjuk teknis yang harus dibuat Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak; Tata cara pemberian imbalan bunga; SOP pengembalian kelebihan pembayaran pajak; SOP pemberian imbalan bunga. 11. Ketentuan Mengenai Penagihan Aktif Ketentuan Formal: dalam UU PDRD yang harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah Pasal 102 (1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. (2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundangan. Peraturan pelaksanaan serta petunjuk teknis yang harus dibuat Seperangkat peraturan yang mengatur tindakan penagihan aktif Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
sebagai pelaksanaan
Sumber : UU Nomor 28 Tahun 2009, diolah.
Peraturan yang mengatur tentang ketentuan formal pemungutan pajak daerah, baik tercantum dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, petunjuk teknis, Standard Operating and Procedure, maupun berupa instruksi
29
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
kerja yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas, merupakan ketentuan yang mengikat baik kepada Wajib Pajak dan/atau Kantor Pajak Daerah. Apabila terjadi persengketaan antara Wajib Pajak dengan Kantor Pajak Daerah, maka segala hal yang telah diatur dalam Perda serta petunjuk pelaksanaan serta petunjuk teknis menjadi landasan hukumnya.
C.
ADMINISTRASI PERPAJAKAN
C.1.
Administrasi Perpajakan (Tax Administration) sebagai Pelaksanaan dari Ketentuan Perpajakan (Tax Law). Sistem pemungutan pajak terdiri dari unsur ketentuan pajak (tax law) serta
administrasi pajak (tax administration) untuk melaksanakan ketentuan tersebut. Untuk dapat mengimplementasikan pemungutan pajak daerah yang diatur dalam Peraturan Derah, maka harus dilakukan melalui administrasi pajak.
Gunadi
(2005) memaparkan pengertian tentang administrasi perpajakan sebagai berikut. Semua kegiatan administrasi terlihat dalam kegiatan catat-mencatat, namun demikian administrasi pajak adalah bukan kegiatan catat-mencatat biasa akan tetapi catat-mencatat sebagaimana yang dipandu dan yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan. Jadi pengertian administrasi pajak adalah bagian dari pelaksanaan hukum formal di bidang perpajakan dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan, pengawasan dan pembinaan, karena administrasi perpajakan melalui pelaksanaan tata usaha perpajakan dan sarananya timbul bukan karena hasil imaginasi ataupun rekaan dari para penyelenggara, akan tetapi disusun sebagai kehendak ketentuan formal perpajakan untuk melaksanakan misi menjadikan ketentuan material perpajakan suatu kenyataan yang baik dan benar. Sebagai salah satu instrumen pelaksanaan di bidang perpajakan dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan masyarakat, pengawasan masyarakat dalam rangka pelaksanaan kewajiban perpajakan, dan pembinaan dari pelaksanaan pengawasan dimaksud. Jadi disini tata usaha perpajakan pada dasarnya merupakan rangkaian tugas-tugas yang dimulai dari bagaimana penciptaan atau pembuatan formulir, penentuan buku-buku register yang diperlukan,
30
BAB II LANDASAN TEORI
pencatatan yang harus dilaksanakan sampai dengan penanganan arus dokumen serta pelaksanaan kearsipan sedemikian rupa dalam suatu sistem yang baik dan terkendali sebagai tindak lanjut dari amanah ketentuan hukum yang menghendaki.
Selanjutnya Gunadi bukan
(2005) menambahkan bahwa administrasi pajak
hanya merupakan kepentingan dari negara sebagai pemungut pajak,
akan tetapi juga merupakan kepentingan dan hak dari para pembayar pajak (Wajib Pajak) agar segala pelaksanaan kewajiban dan hak-hak perpajakannya ditatausahakan dengan baik dan benar. Oleh karena itu penyimpangan tata usaha
perpajakan
dari
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
akan
menimbulkan persengketaan dengan masyarakat dan khususnya masyarakat Wajib Pajak. C.2.
Kedudukan Administrasi Perpajakan dalam Mekanisme Hukum Pajak. Dalam sistem perpajakan yang menganut self assessmen, ketentuan
formal sebagai hukum acara perpajakan menduduki posisi yang sangat penting karena sistem hukum meletakkan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai pelaksanaan kewajiban kenegaraan kepada Wajib Pajak. Oleh karena
itu,
pelaksanaan ketentuan formal oleh aparatur pajak dapat pula dikatakan bahwa aparatur tersebut sedang beracara dengan Wajib Pajak. Fungsi Wajib Pajak adalah sebagai pelaksana kegiatan kewajiban perpajakan
atau
rowing. Sedangkan Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) sebagai
ketentuan formal perpajakan dalam pelaksanaan
hukum dengan sendirinya tidak dapat dilakukan begitu saja, namun memerlukan suatu alat atau instrumen pelaksanaan berupa Tata Usaha Perpajakan (sebagai pelaksanaan hukum acara
dibidang administrasi perpajakan), pemeriksaan
pajak (sebagai pelaksanaan hukum
acara dibidang pemeriksaan pajak),
31
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
penagihan pajak (yaitu hukum acara penagihan pajak) dan Peradilan Pajak (yaitu hukum acara peradilan pajak)5.
C.3.
Sasaran Administrasi Perpajakan. Sasaran administrasi perpajakan adalah administrasi perpajakan harus
mampu merealisisasikan potensi pajak menjadi penerimaan pajak secara maksimal. Parameter efektifitas administrasi perpajakan selanjutnya diukur dari seberapa optimal sasaran tersebut dapat dicapai. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, Kantor Pajak Daerah melakukan kegiatan berupa penjaringan Wajib Pajak yang belum terdaftar melalui kegiatan ekstensifikasi, menggali potensi pajak secara maksimal melalui kegiatan intensifikasi pajak, menerapkan law enforcement kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran, serta mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak. Oleh karena itu, indikator utama efektifitas administrasi perpajakan tidak hanya dilihat dari kinerja Kantor Pajak Daerah dalam merealisasikan target penerimaan pajak, namun juga dilihat dari kinerja dalam menjaring Wajib Pajak baru melalui kegiatan ekstensifikasi pajak, kinerja dalam melakukan intensifikasi pemungutan pajak, serta kinerja dalam menciptakan kepatuhan Wajib Pajak.
C.4.
Administrasi Perpajakan yang Efektif. Sophar Lumbantoruan (1997)
menyebutkan bahwa administrasi
perpajakan ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Selanjutnya, Rapina dkk (2011) menyebutkan bahwa administrasi perpajakan dalam arti sempit merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan 5
Djoned Gunadi. Administrasi Perpajakan. Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintah. (Jakarta, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2005).
32
BAB II LANDASAN TEORI
kewajiban-kewajiban pembayar pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di Kantor Pajak Daerah maupun di tempat wajib pajak. Dalam arti luas, administrasi perpajakan dipandang sebagai: (1) fungsi, (2) sistem, dan (3) lembaga. Sebagai fungsi, administrasi perpajakan meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian perpajakan. Sebagai suatu sistem, administrasi perpajakan merupakan seperangkat unsur (subsistem) yaitu peraturan perundangan, sarana dan prasarana, dan Wajib Pajak yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai lembaga, administrasi perpajakan merupakan institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan proses pemajakan6. Devas
(1989)
dalam
Nasucha
(2005)
mengemukakan
bahwa
administrasi perpajakan adalah tahapan-tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya memungut potensi pajak yang ada menjadi penerimaan riil, terdiri dari tahapan aktivitas menentukan wajib pajak, menetapkan nilai kena pajak dan membukukan penerimaan. Safri Nurmantu (2003) menyatakan bahwa administrasi perpajakan sebagai prosedur meliputi tahap-tahap pendaftaran Wajib Pajak (tax payer), penetapan dan penagihan. Adanya tahap-tahap yang tidak solid dalam upaya memungut potensi pajak dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan seperti penyelundupan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance).
Dalam Laporan Bank Dunia, Summers
(1991) menyatakan bahwa administrasi perpajakan yang lemah mengurangi efektivitas struktur pengenaan pajak dan meningkatkan penyimpangan.
6
Rapina, Jerry, Carolina. “Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak : Survey Terhadap Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying (Jurnal Riset Akuntansi Vol.III No.2 Oktober 2011).
33
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Administrasi memegang peranan penting bagi keberlangsungan suatu sistem perpajakan. De Jantscher (1997) dalam Nasucha (2004) menekankan peran penting administrasi perpajakan. Pada kondisi terkini, dan pengalaman di berbagai Negara berkembang, kebijakan perpajakan (tax policy) yang dianggap baik (adil dan efisien) dapat saja kurang sukses menghasilkan penerimaan atau mencapai sasaran lainnya karena administrasi perpajakan tidak mampu melaksanakannya7.
Pendapat
ini
diperkuat
oleh
Nasucha
(2004)
yang
menyebutkan bahwa isu sentral atas keberhasilan reformasi administrasi perpajakan
adalah
kapasitas
administrasi
perpajakan
dalam
mengimplementasikan struktur perpajakan (yang sudah ada) secara efisien dan efektif. Carlos A. Silvani (1992) dalam Nasucha (2004) menyebutkan bahwa perpajakan dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah terkait: 1. Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered tax payers). Artinya sejauh mana administrasi perpajakan mampu mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak walau seharusnya yang bersangkutan sudah memenuhi ketentuan untuk menjadi Wajib Pajak; 2. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (stopfiling tax payers). Wajib Pajak yang sudah terdaftar di administrasi Kantor Pajak Daerah tetapi tidak menyampaikan surat pemberitahuan. Administrasi perpajakan
dituntut
untuk
dapat
mengumpulkan
data
sekaligus
menindaklanjutinya dengan meminimalkan kasus seperti ini; 7
34
Markus Taufan Sofyan. “Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. “ (Jakarta, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Skripsi, 2005).
BAB II LANDASAN TEORI
3. Penyelundup pajak (tax evaders). Yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentuan peraturan perundangundangan; 4. Penunggak pajak (delinquent tax payers)8. Administrasi perpajakan dapat dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu administrasi perpajakan memperoleh kepercayaan masyarakat, dimengerti oleh masyarakat serta memperoleh dukungan dari rakyat banyak. Toshiyuki
dalam Gunadi (2004) menyebutkan beberapa kondisi administrasi
yang baik adalah sebagai berikut: 1.
Administrasi perpajakan harus dapat mengamankan penerimaan Negara;
2.
Administrasi perpajakan harus berdasarkan aturan perpajakan yang sah sesuai dengan ketentuan/perundang-undangan dan transparan. Pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan (rule-based) dan transparan;
3.
Administrasi perpajakan harus dapat merealisasikan perpajakan yang sah;
4.
Administrasi perpajakan harus dapat mencegah dan memberikan sanksi dan hukuman yang adil atas ketidakjujuran dan pelanggaran serta penyimpangan para pelaksana. Agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kebocoran, kedisiplinan para pegawai perlu mendapat perhatian yang sungguh- sungguh. Untuk itu, tampaknya sistem reward and punishment perlu ditegakkan secara tegas dengan pembenahan lingkungan kepegawaiannya;
5.
Administrasi
perpajakan
harus
mampu
menyelenggarakan
sistem
perpajakan
8
Ibid., hal 21
35
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
yang efisien dan efektif. Administrasi perpajakan umumnya disebut efektif apabila
dapat
pengemplangan
meminimalkan
penghindaran,
penyelundupan,
dan penyalahgunaan instrumen perpajakan untuk
membobol uang negara. Selanjutnya, administrasi dapat dikatakan efisien apabila pencapaian penerimaan dilakukan dengan pengorbanan yang optimal. 6.
Administrasi perpajakan harus dapat meningkatkan kepatuhan pembayar pajak. Sesuai dengan sistem self assesment, kepatuhan ini meliputi kemauan dan kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) dengan perhitungan yang lengkap dan benar, dan membayar pajak berdasar jumlah yang sebenamya dan tepat waktu;
7.
Administrasi perpajakan harus dapat memberikan dukungan terhadap pertumbuhan dan pembangunan usaha yang sehat masyarakat pembayar pajak.
Hal ini dapat dilaksanakan misalnya dengan
unnecessary
burden
mengeliminasi
kepatuhan dan administrasi perpajakan atas dunia
bisnis dan investasi. Nasucha (2004) menyebutkan bahwa
ukuran
yang dipakai untuk
mengukur efektifitas administrasi perpajakan adalah bahwa suatu administrasi perpajakan mampu untuk meningkatkan kepatuhan pajak sukarela, menerapkan prinsip-prinsip self assessment, menyediakan informasi kepada Wajib Pajak, mempunyai kecepatan dalam menemukan masalah-masalah yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran, meningkatkan kontrol dan supervisi, memberikan sanksi perpajakan yang tepat. Instrumen operasional yang dapat digunakan untuk mengukur efektivias administrasi sebagaimana dikemukakan oleh Nasucha (2004) tersebut, antara
36
BAB II LANDASAN TEORI
lain, berupa intensitas ekstensifikasi pajak, intensitas intensifikasi pajak dan terwujudnya kepatuhan Wajib Pajak. Demikian juga penelitian Noch dalam Rapina (2011) pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying, menyimpulkan bahwa penerapan ekstensifikasi, penerapan intensifikasi serta kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian tersebut, efektifitas administrasi pajak juga dapat diukur dari penerapan ekstensifikasi, penerapan intensifikasi, penegakan hukum pajak (law enforcement), kepatuhan Wajib Pajak serta aspek perpajakan lainnya. Pendapat di atas menunjukkan bahwa ukuran efektifitas administrasi perpajakan tidak hanya diukur dari optimalisasi penerimaan pajak. Demikian juga pengukuran penerimaan pajak yang optimal sulit untuk dilakukan pengukuran, sehingga pada umumnya dilakukan dengan mengukur apakah realisasi penerimaan
sesuai dengan target yang direncanakan. Oleh karena itu,
terealisasinya target penerimaan pajak yang merupakan sasaran utama, bukan satu-satunya sasaran administrasi perpajakan. C.4.1. Ekstensifikasi Pajak. Definisi ekstensifikasi pajak secara umum adalah menjaring Wajib Pajak yang belum terdaftar. Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang memungut pajak atas pembayaran jasa hotel (objek pajak) yang dinikmati Subjek Pajak. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan. Atas objek Pajak Hotel yang dinikmati termasuk, dikenakan Pajak Hotel
37
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
terhadap Subjek Pajak. Jumlah pajak yang dibayar oleh Subjek Pajak tersebut dipungut oleh Wajib Pajak. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran. Pelayanan yang disediakan restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Tidak termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Perda. Subjek Pajak Restoran adalah Orang Pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran. Wajib Pajak Restoran
adalah orang pribadi atau Badan yang
mengusahakan restoran. Administrasi perpajakan harus mampu menjaring orang pribadi atau yang telah memenuhi persyaratan sesuai Perda yang berlaku untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak. Beberapa parameter yang umum digunakan untuk mengukur intensitas kegiatan ekstensifikasi pajak adalah: 1. Coverage ratio. Merupakan rasio antara jumlah Wajib Pajak yang terdaftar dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang seharusnya terdaftar; 2. Perkembangan jumlah Wajib Pajak terdaftar dalam periode 1 s/d 5 tahun terakhir; 3.
Extra effort dalam menjaring Wajib Pajak, atau kegiatan pendataan Wajib Pajak secara menyeluruh pada suatu wilayah melalui kegiatan sensus pajak.
38
BAB II LANDASAN TEORI
C.4.2. Intensifikasi Pajak Definisi intensifikasi pajak secara umum adalah menggali penerimaan pajak dari Wajib Pajak yang sudah terdaftar sesuai peraturan pajak yang berlaku. Efektifitas dalam pelaksanaan intensifikasi pajak dapat diukur dari parameter antara lain seperti apakah administrasi perpajakan telah dapat menerapkan prinsip-prinsip self assessment, mempunyai kecepatan dalam menemukan masalah-masalah yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran, meningkatkan
kontrol dan supervisi serta sanksi yang tepat
(Nasucha, 2004). Berdasarkan konsep tersebut, maka untuk mengukur intensitas pelaksanaan
intensifikasi
paremeter sebagaimana
pajak
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
diatur dalam Perda dan petunjuk pelaksanaanya.
Intensitas pelaksanaan intensifikasi pajak daerah dapat diukur dengan menggunakan instrument (1) Pengawasan Pembayaran dan Pelaporan SPTPD sesuai Prinsip Self Assessment; (2) Penemuan Secara Cepat atas MasalahMasalah yang Berhubungan dengan SPTPD; dan (3) Peningkatan Kontrol dan Supervisi. C.4.2.1. Pengawasan Pembayaran dan Pelaporan SPTPD sesuai Prinsip Self Assessment Dalam ketentuan formal pemungutan pajak daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 serta ilustrasinya pada gambar 2.1, Kantor Pajak Daerah harus dapat melakukan pengawasan apakah Wajib Pajak melakukan kewajibannya melakukan pembayaran serta pelaporan pajak. Apabila Wajib Pajak tidak membayar dengan menggunakan SSPD setelah tanggal jatuh tempo, maka atas keterlambatan pembayaran tersebut dikenakan denda administrasi sebesar 2% dari pajak yang tidak/kurang dibayar yang ditagih
39
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
melalui STPD. Ketentuan penerbitan STPD mengacu kepada Pasal 100 ayat (1) Huruf a yang berbunyi Penerbitan STPD dilakukan jika “Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar”. Pasal 100 ayat (1), serta Pasal 100 ayat (2) yang berbunyi “Jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi 2% per bulan maksimal 15 bulan“. Ketentuan dalam Pajak Daerah tidak mengatur tentang denda atas keterlambatan penyampaian
SPTPD,
hanya mengatur tentang sanksi
administrasi atas keterlambatan pembayaran pajak. Dalam
kasus
Pajak daerah,
SPTPD
terlambat
dianggap tidak
menyampaikan SPTPD, dan jumlah pajak yang terhutang dapat ditetapkan secara jabatan dengan diterbitkan ketetapan berupa SKPDKB (Pasal 91 ayat (1) huruf a). Dalam hal diterbitkan ketetapan berupa SKPDKB, jumlah kekurangan pajak yang tidak dibayar
ditambah dengan sanksi administrasi
sebesar 2%
sebulan dihitung dari pajak yang kurang dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan SKPDKB (Pasal 91 ayat 2). Apabila Wajib Pajak sebelum dilakukan penetapan pajak secara jabatan telah melakukan pembayaran pajak, maka atas keterlambatan pembayaran pajak tersebut diterbitkan SPTPD sebagaimana diatur dalam Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2). Gambar dibawah menunjukkan mekanisme pengawasan pembayaran dan pelaporan SPTPD serta penerbitan STPD.
40
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.2. Mekanisme Pengawasan atas Pembayaran dan Pelaporan SPTPD Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD. Pasal 96 ayat (5)
PEMBUKUAN atau PENCATATAN omset PENDAFTARAN
1. Pembayaran menggunakan SSPD 2. Pelaporan menggunakan SPTPD
Apabila pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
Diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah
Beberapa indikator untuk mengukur variabel intensifikasi pajak melalui pengawasan pembayaran dan pelaporan SPTPD dapat diukur dengan indikator antara lain: 1.
Dapat diketahui secara cepat adanya Wajib Pajak yang tidak melakukan pembayaran dan/atau pelaporan SPTPD setelah tanggal jatuh tempo.
2.
Segera diterbitkan Surat Himbauan bagi Wajib Pajak yang terlambat melakukan pembayaran pajak dan/atau pelaporan SPTPD.
Indikator tersebut dapat dikembangkan untuk melakukan pengukuran variabel intensifikasi pajak melalui pengawasan pembayaran dan pelaporan SPTPD pada pajak daerah. Apabila kegiatan pengawasan pembayaran dan pelaporan SPTPD dilakukan dengan secara intensif dan berkelanjutan, maka Wajib Pajak yang tidak melakukan pembayaran akan dapat diidentifikasi secara cepat, kemudian dapat dihimbau agar Wajib Pajak segera melaporkan SPTPD.
41
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Format
surat
himbauan
tersebut
hendaknya
juga
mencakup
pemberitahun sanksi administrasi yang akan dikenakan sebesar 2% sebulan yang dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan dilakukan pembayaran.
Dalam surat himbauan tersebut hendaknya juga mencakup
pemberitahuan rencana tindak lanjut berupa pemeriksaan pajak apabila Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan SPTPD setelah diterbitkan surat himbauan. C.4.2.2.
Penemuan Secara Cepat atas Masalah- Masalah yang Berhubungan dengan SPTPD SPTPD yang dilaporkan oleh Wajib Pajak harus dilakukan penelitian
oleh Kantor Pajak Daerah Daerah.
Penelitian tersebut dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat kesalahan dalam perhitungan pada SPTPD. Instrumen penelitian SPTPD juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan kesalahan dalam perhitungan pajak terhutangnya. Indikasi tersebut dapat diidentifikasi misalkan berdasarkan jumlah omset yang menurun drastis, fluktuatif (naik turun) tidak stabil, jumlah pembayarannya konstan, dan sebagainya. Gambar di bawah menggambarkan mekansime penelitian SPTPD dalam administrasi pajak.
Gambar 2.3. Intensifikasi Pajak melalui Penelitian SPTPD
omset
Pelaporan (SPTPD)
Pembukuan Pencatatan Terdapat kesalahan penghitungan? Indikasi omset sesuai pelaporan atau tidak?
PENELITIAN SPTPD
42
BAB II LANDASAN TEORI
Berdasarkan uraian tersebut, indikator yang digunakan untuk mengukur intensitas pelaksanaan intensifikasi pajak daerah melalui penelitian SPTPD untuk menemukan secara cepat atas masalah-masalah yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) adalah: 1.
Dapat diketahui secara cepat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam SPTPD;
2.
Dapat diketahui indikasi omset Wajib Pajak yang sebenarnya dalam satu masa pajak secara cepat (misalnya dengan menggunakan sistem informasi manajemen, data dari instansi terkait, atau instrument lainnya) sebagai bahan untuk cross check isian Wajib Pajak dalam SPTPD.
Indikator tersebut dapat dikembangkan untuk melakukan pengukuran variabel intensifikasi pajak melalui pengawasan pembayaran dan pelaporan SPTPD pada pajak daerah. C.4.2.3. Peningkatan Kontrol dan Supervisi Output dari penelitian SPTPD sebagaimana dibahas pada sub bab C.4.2.2. adalah berupa STPD atas kekurangan bayar akibat kesalah tulis/kesalahan hitung.
Demikian juga dapat diketahai indikasi bahwa isian
SPTPD oleh wajib pajak isinya tidak benar. Instrumen selanjutnya yang harus dikembangkan oleh Kantor Pajak Daerah adalah bagaimana meningkatkan kontrol dan supervisi untuk menguji isian SPTPD. Indikator yang digunakan untuk mengukur intensitas pelaksanaan intensifikasi pajak daerah dalam meningkatkan kontrol dan supervisi adalah: 1.
Dilakukan peninjauan ke lapangan atas Wajib Pajak yang dalam waktu tertentu tidak melaporkan SPTPD;
43
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
2.
Dilakukanya peninjauan ke lapangan (pemantauan) untuk mengetahui rata-rata omset Wajib Pajak dalam satu masa pajak;
3.
Apabila terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak yang melaporkan SPTPD tetapi isinya tidak benar, dikirim surat himbauan untuk membetulkan SPTPD atau diterbitkan usulan untuk pemeriksaan pajak. Kinerja kontrol dan supervisi Wajib Pajak dalam menegakkan hukum
pajak dapat juga diketahui berdasarkan indikator sebagai berikut: 1.
Rata-rata tingkat rasio pencairan tunggakan selama 5 tahun terakhir;
2.
Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPTPD (baik karena dihimbau atau karena pembetulan sendiri oleh Wajib Pajak) diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD);
3.
Diterbitkannya Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) yang berisi pokok pajak dan sanksi pajak atas keterlambatan pembayaran pajak atas Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak dan/atau pelaporan SPTPD setelah tanggal jatuh tempo. Ilustrasi penerbitan STPD atas keterlambatan pembayaran pajak adalah
sebagaimana pada gambar berikut. Gambar 2.4. Mekanisme Penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah
Sumber: UU Nomor 28 Tahun 2009, diolah.
44
BAB II LANDASAN TEORI
Pajak terhutang yang tidak/ kurang dibayar, dapat diketahui dari beberapa hal, sebagaimana diilustrasikan di bawah ini.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Wajib Pajak melakukan pembayaran dan melaporkan SPT setelah tanggal jatuh tempo. Misalkan tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak Restoran nuntuk masa Januari 2012 adalah tanggal 30 Februari, namun Wajib Pajak terlambat melakukan pembayaran tersebut dan baru dibayar tanggal 29 Mei 2012 sebesar Rp5.000.000. Atas keterlambatan pembayaran tersebut diterbitkan STPD yang menagih sanksi atas keterlambatan pembayaran tersebut
sebesar
Rp5.000.000 x 2% x 3 bulan = Rp300.000,
Wajib Pajak membetulkan sendiri SPTPD Pajak Restoran. Wajib Pajak telah melakukan pembayaran Pajak Restoran untuk masa Januari 2012 pada tanggal 10 Februari sebesar Rp5.000.000.
Wajib Pajak melakukan
pembetulan SPTPD masa Januari tersebut pada Bulan Mei dan melakukan pembayaran atas kekurangan pajak sebesar Rp 2.000.000. Atas pembetulan SPTPD tersebut diterbitkan STPD yang menagih sanksi selisih pokok pajak, yaitu sebesar Rp2.000.000 x 2% x 3 bulan = Rp120.000,
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat kesalahan dalam penghitungan SPTPD Pajak Restoran masa Juni 2012. Pajak terhutang seharusnya dihitung sebesar Rp5.000.000, karena salah menghitung, dihitung sebesar Rp3.000.000,-. Atas kekurangan pembayaran tersebut diterbitkan STPD sebesar Rp2.000.000 ditambah sanksi sebesar 2% sebulan.
Misalkan STPD diterbitkan pada bulan Desember 2012, maka
STPD tersebut dihitung sebesar Rp2.000.000 + (2% x Rp2.000.000 x 6 bulan) = Rp2.000.000 + Rp240.000 = Rp2.240.000,-.
45
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
C.4.3. Penegakan (Law Enforcement) Sistem perpajakan akan dapat berjalan secara berkelanjutan apabila dilaksanakan
secara
tegas.
Efektivitas
administrasi
perpajakan
dalam
menegakkan hukum pajak (law enforcement) dapat menggunakan ukuran seperti apakah administrasi perpajakan mampu memberikan sanksi perpajakan yang tepat (Nasucha, 2004). Penegakan hukum pajak secara umum berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2009 dapat dijabarkan sebagai berikut:
Pemberian
sanksi
administrasi
berupa
bunga
atas
keterlambatan
pembayaran pajak yang ditagih dengan STPD (sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya);
Pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakannya sesuai yang diisi dalam SPTPD, dengan tujuan menimbulkan deterren effect;
Penerbitan produk hukum berupa SPDKB atau SKPDKBT;
Tindakan Penagihan Pajak sesuai dengan definisi hukum pajak bahwa pemungutan pajak bersifat “memaksa”. Oleh karena itu, dalam rangkaian tindakan penagihan aktif dapat diterbitkan Surat Paksa. Apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran setelah diberitahukan Surat Paksa, maka Kantor Pajak Daerah dapat melakukan tindakan penagihan aktif berupa sita, lelang, pencegahan bepergian ke luar negeri, pemblokiran rekening Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang ada di Bank, sampai dengan Paksa Badan (gezeling);
Diterbitkan bukti permulaan yang ditindaklanjuti dengan penyidikan pajak apabila ditemukan indikasi adanya tindak pidana pajak.
46
BAB II LANDASAN TEORI
Ilustrasi
pemeriksaan
pajak
beserta
ketetapan
berupa
SKPDKB/SKPDKBT adalah sebagaimana pada gambar 2.4. di bawah. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan pajak, keberatan banding
pada
serta
Pengadilan Pajak. Atas pengajuan permohonan Wajib Pajak
tersebut, dapat dikabulkan sebagian,
seluruhnya, ditolak, atau dapat juga
menambah jumlah pajak yang terhutang. Gambar 2.5. Mekanisme Penerbitan SKPDKB/SKPDKBT serta Upaya Hukum oleh Wajib Pajak
Pemeriksaan Pajak Daerah
SPTPD
SKPDKKB SKPDKBT
Upaya Hukum: Keberatan Banding, apabila keberatan ditolak Pembetulan, apabila terdapat kesalahan tulis/hitung
Produk Hukum: SK Keberatan Putusan Banding SK Pembetulan
Menolak Permohonan dikabulkan sebagian/ seluruhnya
Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
indikator
yang
dapat
digunakan/ dikembangkan untuk mengukur intensitas law enforcement dapat berupa: 1.
Dilakukannya pemeriksaan secara rutin atas pembukuan/pencatatan Wajib Pajak (Pasal 170) untuk mencoco kannya dengan isian SPTPD;
2.
Dilakukannya Penerbitan SKPDKB atas hasil pemeriksaan (Pasal 97 ayat(1) huruf a);
47
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
3.
Diterbitkannya Surat Teguran, Surat Paksa serta Surat Perintah Melakukan Penyitaan;
4.
Dilakukannya tindakan penyitaan, pemblokiran rekening Wajib Pajak serta pencegahan bepergian ke luar negeri;
C.4.4. Terciptanya Kepatuhan Wajib Pajak. Profil penerimaan pajak pada setiap Kantor
Pajak mempunyai pola
tertentu, dimana profil penerimaan pajak tersebut merupakan cerminan kepatuhan Wajib Pajak9, sebagaimana gambar 2.6. Konsep “pareto” atau aturan 80% - 20% adalah konsep yang menyebutkan bahwa 80% dari efek diakibatkan oleh 20% dari penyebabnya. Dalam penerapannya pada perpajakan, 80% dari penerimaan pajak disumbang hanya oleh 20% Wajib Pajak yang patuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menggali penerimaan pajak dari 80% Wajib Pajak yang tidak patuh.
9
48
Bahan Ajar DTSS Penyegaran Perpajakan Untuk Widyaiswara Tenaga Pengajar, Pusdiklat Pajak, 2013
BAB II LANDASAN TEORI
Gambar 2.6. Profil Penerimaan Pada Kantor Pelayanan Pajak Daearh yang Mencerminkan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak.
Data Monitoring Pembayaran
Nominal pembayaran besar
...%
Nominal pembayaran sedang
...%
Nominal pembayaran kecil
...%
WP yang tidak melakukan pembayaran. Selanjutnya diidentifikasi per kelompok usaha, per kawasan, atau per wilayah sebagai dasar untuk penyisiran insentifikasi.
...%
Sumber :
Bahan Ajar
WP yang Melakukan pembayaran. Selanjutnya diidentifikasi WP yang melakukan pembayaran yang nominalnya besar, sedang dan kecil
DTSS Penyegaran Perpajakan untuk Widyaiswara
Tenaga Pengajar, Pusdiklat Pajak, 2013, diolah.
Kantor Pelayanan Pajak Daerah dapat mengadopsi konsep “pareto” kepatuhan Wajib Pajak tersebut untuk mengidentifikasi kepatuhan Wajib Pajak. Apabila telah didapatkan gambaran umum kepatuhan pembayaran oleh Wajib Pajak
berdasarkan
profil
penerimaan
secara
total,
selanjutnya
dapat
dikategorisasikan misalnya berdasarkan kategorisasi per besaran usaha (omset besar, omset sedang, serta omset rendah), ataupun per kawasan. Pola sebaran
49
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
kepatuhan Wajib Pajak tetap mempunyai pola yang sama berdasarkan “pareto” kepatuhan Wajib Pajak tersebut, sebagaimana pada Gambar 2.7.
Gambar
2.7.
Kategorisasi Kepatuhan Wajib Pajak per Besaran Klasifikasi Usaha dan Kawasan.
I. Kategorisasi per Klasifikasi Usaha (KLU) Restoran Waralaba
Rumah makan
II. Kategorisasi per Kawasan (Jalan/ Bangunan) Mall/pertokoan
Sumber :
Jalan Utama
Bahan Ajar
Jalan lainya Pusat bisnis
Perkantoran
DTSS Penyegaran Perpajakan untuk Widyaiswara
Tenaga Pengajar, Pusdiklat Pajak, 2013, diolah.
Tugas Kantor Pajak Daerah adalah mengupayakan: 1.
Wajib Pajak yang masuk dalam klasifikasi yang tidak melakukan pembayaran segera melakukan pembayaran;
2.
Wajib Pajak yang masih sedikit melakukan pembayaran meningkatkan pembayarannya melalui langkah himbauan. Apabila himbauan tersebut tidak diindahkan oleh Wajib Pajak, maka dilakukan pemeriksaan pajak.
3.
Atas Wajib Pajak yang telah melakukan pembayaran yang besar (Wajib Pajak besar), tetap dilakukan pengawasan dan pembinaan untuk memastikan bahwa pembayaran yang besar tersebut telah sesuai dengan omsetnya.
50
BAB II LANDASAN TEORI
Masih banyak terjadi perdebatan/perbedaan pendapat mengenai apakah yang menjadi penyebab Wajib Pajak patuh dalam melakukan pembayaran pajak. Pendapat yang cukup dominan menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak tidak dapat dibebankan kepada Kantor Pajak saja. Terdapat faktor yuridis, psikologis serta sosiologis yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Baley
dalam
Ismail
(2005)
menyebutkan bahwa
melalui
sistem
perpajakan dan kaitannya dengan pelayanan publik, model pemerintahan daerah diklasifikasikan ke dalam empat model, yaitu: a)
Pemerintah pusat melakukan tindakan terbaik berdasarkan pengalamannya guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi;
b)
Pemerintah menyediakan pelayanan hanya
jika masyarakat bersedia
membayar pajak; c)
Penyediaan layanan sektor publik digunakan demi kepentingan kebijakan sosial;
d)
Para birokrat dan politisi sibuk memperkaya diri sendiri dan bukan menyejahterakan masyarakat. Selanjutnya Ismail (2005) berpendapat bahwa dalam konteks pelimpahan
wewenang
pemungutan
pajak
kepada
daerah
harus
berdampak
pada
peningkatan pelayanan sektor publik sebagai wujud kontraprestasi. Apabila Wajib Pajak dapat merasakan secara langsung manfaat berupa peningkatan pelayanan sektor publik atas pembayaran pajaknya, maka hal tersebut
akan mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak. Konsep ini sudah
diakomodasi dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan mengimplementasikan
51
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
pemungutan pajak yang bersifat earmarking.
Atas penerimaan dari Pajak
Kendaraan Bermotor, minimal 10% dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. Minimal 50% dari penerimaan atas Pajak Rokok digunakan untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan aturan. Sebagian penerimaan pajak dari Pajak Penerangan Jalan harus dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan. Menurut Safri Nurmantu (2003) terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) Masa pada tanggal 30 masa pajak berikutnya. Apabila wajib pajak telah melaporkan SPTPD masa Januari tersebut sebelum tanggal 28/29 Februari, maka Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan. Bramasto (2009) melakukan penelitian mengenai kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Kota Cimahi, dengan kesimpulan bahwa karakteristik kepatuhan Wajib Pajak
yang terdiri dari mengisi formulir pajak
dengan tepat, menghitung pajak dengan jumlah yang tepat, membayar pajak tepat pada waktunya berpengaruh signifikan terhadap Efektivitas Sistem Self Assessment. Demikian juga halnya dengan karakteristik kualitas Informasi Akuntansi Keuangan yang terdiri dari: benar, lengkap dan jelas secara parsial (individu) berpengaruh signifikan terhadap Efektivitas Sistem Self Assesment.
52
BAB II LANDASAN TEORI
Hasil penelitian Nurrohman (2007) mengenai pajak daerah di Kabupaten Mojokerto menyimpulkan bahwa secara simultan efektivitas administrasi perpajakan dan kepatuhan Wajib Pajak memberikan kontribusi yang positif terhadap penerimaan pajak daerah sebesar 60,3%; secara parsial efektifitas administrasi perpajakan memberikan kontribusi sebesar 80,1%, sedangkan kepatuhan wajib pajak memberikan kontribusi sebesar 61,4% secara positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak daerah pemerintah Kabupaten Mojokerto. Dimemsi kepatuhan Wajib Pajak dalam penelitian tersebut terdiri dari mengisi formulir pajak dengan tepat, menghitung pajak dengan jumlah yang benar serta membayar pajak tepat pada waktunya. Nasucha (2004) menyebutkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan
dan
pembayaran
pajak
terutang,
dan
kepatuhan
dalam
pembayaran tunggakan. Disamping menggunakan pendekatan yuridis tersebut, Nasucha (2004) juga menggunakan pendekatan psikologis sebagaimana mengutip pendapat dari Gerard dan Freinstin (1994).
Kepatuhan dari teori
psikologi ditinjau dari rasa bersalah dan rasa malu, persepsi Wajib Pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah10. Selanjutnya,
Nasucha (2004) dalam melakukan penelitian mengenai
reformasi administrasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan pengukuran dimensi kepatuhan Wajib Pajak dengan menggunakan indikator dan butir pertanyaan sebagai berikut:
10
Markus Taufan Sofyan, op.cit, hal 45
53
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
a)
Aspek Yuridis (Y1), yaitu pemenuhan kepatuhan Wajib Pajak dilihat dari ketaatan terhadap prosedur administrasi perpajakan yang ada. Aspek ini meliputi laporan perkembangan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), laporan perkembangan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara presentase yang diisi secara benar.
b)
Aspek Psikologis (Y2), yaitu kepatuhan Wajib Pajak dilihat dari persepsi Wajib Pajak terhadap penyuluhan pelayanan dan pemeriksaan pajak.
c)
Aspek Sosiologis (Y3), yaitu kepatuhan Wajib Pajak dilihat dari aspek sosial sistem perpajakan, antara lain, kebijakan publik, kebijakan fiskal, kebijakan perpajakan, dan administrasi perpajakan.
D.
PEMBENAHAN
ADMINISTRASI
PERPAJAKAN
MELALUI
PERUBAHAN UNSUR-UNSUR ADMINISTRASI PERPAJAKAN Apabila kinerja administrasi perpajakan kurang efektif, kinerjanya mengalami stagnasi, atau karena perubahan peraturan perpajakan (tax law), maka perlu dilakukan pembenahan administrasi. Pembenahan tersebut dapat berupa perubahan struktur organisasi (reorganisasi) dan penyederhanaan prosedur,
pembenahan
sumber
daya
manusia
dengan
menggunakan
pendekatan human resources management, penggunaan sistem informasi manajemen
dan
pengembangannya
secara
berkelanjutan,
peningkatan
pembinaan dan pengawasan internal, serta perubahan-perubahan lainnya yang dilakukan secara parsial. Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 melakukan perubahan secara serempak terhadap keseluruhan unsur-unsur organisasi
tersebut
dengan
mengimplementasikan reformasi
administrasi
perpajakan atau juga dikenal sebagai modernisasi administrasi pajak. Nasucha
54
BAB II LANDASAN TEORI
(2004)
menyebutkan
bahwa
reformasi
administrasi
perpajakan
adalah
penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat. Tugas utama reformasi administrasi perpajakan adalah untuk mencapai efektivitas yang tinggi yaitu kemampuan untuk mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi dan efisiensi berupa kemampuan untuk membuat biaya administrasi per unit penerimaan pajak sekecil-kecilnya. Pada acara peresmian penerapan sistem administrasi perpajakan modern di KPP Badan Usaha Milik Negara pada tanggal 30 Agustus 2004, Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo mengemukakan beberapa ciri khusus sistem administrasi
perpajakan
modern
yakni
perbaikan
pelayanan
melalui
pembentukan account representative dan complaint center untuk menampung keberatan Wajib Pajak. Selain itu juga merangkul kemajuan teknologi terbaru diantaranya e-filing, e-payment, e-registration, dan e-counceling yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif. Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan sistem bagi Wajib Pajak adalah simplicity, dimana alur pekerjaan lebih sederhana dengan bantuan Account Representative. Certainly, yaitu terdapat kepastian dalam melaksanakan peraturan perpajakan didukung bidang pelayanan dan penyuluhan di Kanwil serta seksi pelayanan di KPP11 . Pandiangan dalam Rapina dkk (2011) menyatakan bahwa modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan pada dasarnya meliputi restrukturisasi organisasi, penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, serta penyempurnaan manajemen sumber daya manusia.
11
Markus Taufan Sofyan, op.cit, hal 33
55
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Restrukturisasi organisasi dilakukan dengan pembagian organisasi yang berbasis pada fungsi terkait dengan perpajakan. Yaitu dengan
melakukan
pemisahan antara fungsi pemeriksaan dengan fungsi keberatan, adanya segmentasi Wajib Pajak (level operasional) yang dikelola KPP, adanya internal audit dan change program unit serta lebih efisien dan customer oriented. Penyempurnaan proses bisnis
dilakukan dengan proses bisnis yang berbasis
teknologi komunikasi dan informasi, efisien, customer oriented, sederhana, mudah dimengerti. Serta adanya built in control. Penyempurnaan atas sistem manajemen sumber daya manusia dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi, optimalisasi teknologi komunikasi dan informasi, serta customer driven. Pendapat lain dikemukakan oleh Nasucha (2004) yang menyebutkan bahwa terdapat empat dimensi reformasi administrasi perpajakan yaitu12: 1.
Struktur organisasi. Bahwa struktur organisasi adalah unsur yang berkaitan dengan pola-pola peran yang sudah ditentukan dan hubungan antar peran, alokasi kegiatan kepada sub unit-sub unit terpisah, pendistribusian wewenang di antara posisi administratif, dan jaringan komunikasi formal;
2.
Prosedur organisasi. Prosedur organisasi berkaitan dengan proses komunikasi, pengambilan keputusan, pemilihan prestasi, sosialisasi dan karier. Pembahasan dan pemahaman prosedur organisasi berpijak pada aktivitas organisasi yang dilakukan secara teratur;
3.
Strategi organisasi. Strategi organisasi dipandang sebagai siasat, sikap pandangan dan tindakan yang bertujuan memanfaatkan segala
12
56
Markus Taufan Sofyan, op.cit, hal 27
BAB II LANDASAN TEORI
keadaan, faktor, peluang, dan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berhasil dan selamat. Strategi berkembang dari waktu ke waktu sebagai pola arus keputusan yang bermakna; 4.
Budaya organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dan nilai nilai yang berkembang dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi.
D.1.
Perubahan Organisasi Administrasi Pajak (Reorganisasi) Pengorganisasian dapat dipandang sebagai proses penyesuaian struktur
organisasi dengan tujuan, sumber daya dan lingkungan. Fungsi pengorganisasi meliputi pembagian seluruh tugas ke dalam berbagai kerja individual dengan wewenang dan tanggungjawab tertentu untuk menjalankan kerja tersebut dan selanjutnya kerja individual tersebut dikumpulkan ke dalam berbagai departemen menurut dasar dan ukuran tertentu. Tujuannya adalah untuk mencapai usaha terkoordinasi melalui pendesaian strukur hubungan tugas dan wewenang. Terdapat
dua
konsep
pokok
pengorganisasian,
yaitu
desain
(mengimplementasikan bahwa seorang manager menetapkan cara karyawan melakukan pekerjaan) dan struktur (menunjukkan kepada pertalian yang relatif stabil dan aspek organisasi). Pembagian pekerjaan merupakan penjabaran tugas pekerjaan sehingga setiap orang dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan seperangkat aktivitas tertentu dan bukan keseluruhan tugas. Pendekatan
57
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
pembagian kerja terdiri atas spesialiasi tugas dan desain pekerjaan13. Instumen untuk melakukan pembagian kerja tersebut adalah departementalisasi. Melalui departementalisasi,
maka dapat dilakukan upaya mengelompokkan aktivitas
pekerjaan, sehingga aktivitas-aktivitas dan hubungan yang serupa dan logis dapat diselenggarakan secara serempak. Terdapat dua metode yang digunakan untuk
menyusun
departementalisasi,
yaitu
departementalisasi
fungsional
(mengelompokkan fungsi yang sama atau kegiatan yang sejenis untuk membentuk satuan organisasi) dan departementalisasi divisional (dengan membagi divisi-divisi atas dasar produk, proses dan lain-lain)14. Setelah dilakukan pembagian kerja, pembagian kerja dalam organisasi memperhatikan 3 (tiga) unsur dalam dimensi organisasi, yaitu formalisasi, sentralisasi
dan
kompleksitas15.
Formalisasi
menunjuk
kepada
luasnya
pengharapan berkpenaan dengan maksud dan tujuan pekerjaan ditetapkan, ditulis dan diselenggarakan. Sentralisasi menunjuk kepada tempat wewenang pengambilan keputusan di dalam hirarki organisasi. Kompleksitas adalah akibat perkembangan langsung
pembagian kerja dan penciptaan departemen-
departemen. Ketiga unsur tersebut dijabarkan ke dalam lima indikator, yaitu: 1.
Spesialisasi
aktivitas,
mengacu
kepada
spesifikasi
tugas-tugas
perorangan dan kelompok kerja di seluruh organisasi dan penyatuan tugas-tugas tersebut ke dalam unit kerja;
13
Ratna Mutu Manikam., Manajemen Umum Pengorganisasian. Jakarta. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana, 2007.
14
15
Ibid., Halaman 8 Ratna Mutu Manikam., Manajemen Umum Pengorganisasian. Jakarta. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana, 2007.
58
BAB II LANDASAN TEORI
2.
Standarisasi aktivitas, merupakan prosedur yang digunakan organisasi untuk menjamin kelayak-dugaan aktivitas-aktivitasnya, yang dituangkan dalam Standard Operating and Procedure;
3.
Koordinasi aktivitas, adalah prosedur untuk mengintegrasikan fungsifungsi sub unit organisasi;
4.
Sentralisasi dan desentralisasi pengambilan keputusan, mengacu kepada lokasi kekuasaan pengambilan keputusan;
5.
Ukuran unit kerja, mengacu pada jumlah pegawai dalam suatu kelompok
kerja.
Perubahan struktur organisasi terkait dengan perubahan prosedur. Prosedur yang dijabarkan pada Standard Operating and Procedure (SOP) atau instruksi kerja harus didokumentasikan dengan menggunakan instrumen berupa struktur dokumentasi prosedur16.
Gambar di bawah menunjukkan struktur
dokumentasi dan prosedur yang diadopsi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam menyusun suatu SOP dan pedoman instruksi kerja sebagai penjabaran dari peraturan, visi misi, strategi, serta organisasi (struktur, tugas pokok dan fungsi, serta uraian jabatan).
16
Bahan Ajar DTSS Penyegaran Perpajakan Untuk Widyaiswara Tenaga Pengajar, Pusdiklat Pajak, 2013
59
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Gambar 2.8. Struktur Dokumentasi Prosedur pada Direktorat Jenderal Pajak
Peraturan, Visi-Misi-Strategi, Organisasi (Struktur, Tusi dan Urjab) Peta Proses Bisnis Standard Operating & Procedure Insruksi Kerja Formulir
Berdasarkan pengamatan Penulis mengenai struktur organisasi
pada
beberapa Dinas Pendapatan Daerah, organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama, serta literatur lainnya, dalam penyusunan kerangka/struktur organisasi pajak daerah
setidaknya terdapat beberapa fungsi yang harus dimunculkan
dalam kerangka/ struktur organisasi pajak daerah dalam melakukan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran (self assessment). Beberapa fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
fungsi tata usaha perpajakan dan pelayanan pajak;
fungsi pengawasan kepatuhan dan konsultasi Wajib Pajak;
fungsi pengolahan data dan informasi (mencakup fungsi pembukuan, penerimaan dan pelaporan penerimaan pajak;
fungsi pendataan dan perhitungan potensi (monografi fiskal);
fungsi pemeriksaan pajak dan penetapan;
fungsi penagihan pajak.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibentuk sebagai bagian/departemen sendiri (departementalisasi
fungsi)
atau
fungsi
tersebut
melekat
pada
bagian/departemen yang dibentuk berdasarkan departementalisasi divisional
60
BAB II LANDASAN TEORI
atau bagian/departemen yang dibentuk dengan kebijakan tertentu oleh masingmasing Pemerintah Daerah. Fungsi tata usaha perpajakan, pelayanan dan penetapan pajak setidaknya memiliki tugas pemungutan pajak sebagai berikut: 1.
Melakukan pelayanan kepada Wajib Pajak, dengan tahapan menerima berkas permohonan dari Wajib Pajak, meneruskan berkas permohonan ke bagian terkait serta menyerahkan ketetapan kepada Wajib Pajak;
2.
Memproses dan mendistribusikan ketetapan berupa STPD, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pembetulan,
serta surat keputusan lainnya rangkap 5 dengan rincian: i.
diserahkan kepada Wajib Pajak;
ii.
dikirim ke bagian penagihan;
iii.
pertinggal (rangkap dua);
iv.
diarsipkan di rumah berkas Wajib Pajak .
3. Mengarsipkan berkas Wajib Pajak pada suatu “rumah berkas Wajib Pajak”. Dalam rumah berkas Wajib Pajak tersebut disimpan semua berkas yang terkait atas satu Wajib Pajak tertentu atau sebagai “tax payer account”. Data yang disimpan dalam rumah berkas Wajib Pajak berupa Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD), Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), STPD, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, serta surat keputusan lainnya. D.1.1. Fungsi Pelayanan dalam Administrasi Pajak Fungsi pelayanan dalam administrasi pajak harus dapat memproses jenis pelayanan yang harus disediakan dalam administrasi pembayaran daerah, yaitu sebagaimana pada gambar berikut.
61
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Gambar 2.9. Jenis Pelayanan yang Disediakan oleh Administrasi Pajak Daerah serta Unsur Pendukungnya dalam Administrasi
D.1.2. Fungsi Pengawasan dan Konsultasi Fungsi pengawasan dan konsultasi setidaknya melaksanakan tugas pemungutan pajak sebagai berikut: 1.
Melakukan pengawasan pembayaran masa dengan cara: a. Melakukan
himbauan
kepada
Wajib
Pajak
untuk
melakukan
pembayaran pajak apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo Wajib Pajak tersebut tidak melakukan pembayaran.
62
BAB II LANDASAN TEORI
b.
Apabila Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan SPTPD setelah dilakukan himbauan, maka mengusulkan kepada bagian pemeriksaan (penelitian lapangan) untuk dilakukan penetapan secara jabatan.
c. Menagih sanksi atas keterlambatan pembayaran pajak dengan mengusulkan penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). 2.
Melakukan peninjauan ke lapangan (visit) secara berkala ke lokasi objek pajak untuk melakukan monitoring perkembangan omset Wajib Pajak.
3.
Melakukan penelitian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dengan tujuan: a.
Mengetahui
adanya
kesalahan
tulis/kesalahan
menghitung
SPTPD; b.
Mengetahui adanya indikasi kebenaran/ketidakbenaran
atas
kewajiban pajaknya sesuai yang dilaporkan dalam SPTPD dengan data hasil monitoring perkembangan omset Wajib Pajak yang diadakan secara berkala; c.
Menindaklanjuti hasil penelitian SPTPD yang dapat berupa:
Melakukan
himbauan
kepada
Wajib
Pajak
untuk
meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak;
Melakukan himbauan kepada Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan SPTPD;
Mengusulkan kepada bagian pemeriksaan untuk dilakukan penelitian (verivikasi lapangan) atau pemeriksaan pajak dan dilakukan penetapan secara jabatan.
4.
Memberikan konseling kepada Wajib Pajak atas pelaksanaan kewajiban dan hak Wajib Pajak.
63
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
D.1.3. Fungsi Pengolahan Data dan Informasi Fungsi pengolahan data dan informasi setidaknya melaksanakan tugas pemungutan pajak sebagai berikut: 1. Melakukan pemeliharaan perangkat keras dan jaringan sistem informasi 2. Mendesain arsitektur data perpajakan meliputi :
Data yang bisa dilakukan input (entry data) serta data yang dapat diakses oleh masing-masing bagian, seksi serta petugas terkait.
Perbaikan
metode, sistem, dan prosedur kerja yang diarahkan pada
penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya klerikal,
pengembangan dan penyempurnaan fitur case management dan workflow system yang digunakan untuk administrasi persuratan, proses pelayanan,
Pengadministrasian account Wajib Pajak (tax payer account)
3. Melakukan
input data atas SSPD, SPTPD, SPTPD, STPD, SKPDKB,
SKPDKBT, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, serta surat keputusan lainnya; 4. Mencetak Produk keluaran berupa STPD, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, serta surat keputusan lainnya; 5. Menghimpun dan membukukan seluruh Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dan Surat Keputusan lainnya; 6. Menyiapkan data realisasi penerimaan dan tunggakan pajak/retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya;
64
BAB II LANDASAN TEORI
7. Menghimpun data dan menyusun periodic
tentang
realisasi
laporan pendapatan daerah secara
penerimaan/tunggakan
pajak/retribusi
dan
pendapatan asli daerah lainnya; 8. Menjaga dan memelihara data perpajakan yang ada pada Sistem Informasi.
D.1.4. Fungsi Pendataan dan Monografi Fiskal Fungsi pendataan dan monografi fiskal setidaknya melaksanakan tugas pemungutan pajak sebagai berikut: 1.
Membuat
monografi
fiskal
untuk
menghitung
potensi
pajak
yang
sesungguhnya, sehingga dapat dihitung besarnya tax gap (selisih antara realisasi penerimaan dengan potensi pajak); 2.
Melakukan ekstensifikasi pajak untuk menjaring Wajib Pajak baru serta meningkatkan coverage ratio; Dalam
rangka
optimalisasi
kinerja
fungsi
pendataan
dapat
juga
dikembangkan kegiatan sebagai berikut: 1.
Melakukan sensus pajak daerah untuk pajak daerah yang dipungut dengan sistem self assessment, seperti Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
2.
Mengembangkan data spasial dari Sistem Informasi Geografis (SIG Pajak Bumi dan Bangunan) untuk keperluan pembentukan data spasial objek pajak daerah lainya.
D.1.5. Fungsi Pemeriksaan Pajak Fungsi pemeriksaan pajak setidaknya melaksanakan tugas pemungutan pajak sebagai berikut:
65
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
1.
Melakukan pemeriksaan sederhana lapangan (PSL), atau disebut juga dengan verivikasi lapangan. yaitu pemeriksaan pajak untuk mencocokkan atau memverivikasi data tertentu;
2.
Melakukan pemeriksaan pajak, yaitu pemeriksaan dilakukan dengan melihat pembukuan atau pencatatan wajib pajak secara lengkap.
D.1.6. Fungsi Penagihan Pajak Fungsi penagihan pajak setidaknya melaksanakan tugas pemungutan pajak sebagai berikut: 1.
Memproses Surat Teguran dan mengirim kepada Wajib Pajak;
2.
Memproses penerbitan Surat Paksa dan menyampaikan Surat Paksa kepada Wajib Pajak;
3.
Memproses Surat Keputusan angsuran pembayaran pajak;
4.
Menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) bunga penagihan atas SKPDKB/SKPDKBT/SK Keberatan/SK Pembetulan/Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus bertambah pada saat tanggal jatuh tempo belum dibayar;
5.
Melakukan penyitaan;
6.
Melakukan pemblokiran rekening Wajib Pajak di tersempan di bank, serta tindakan penagihan aktif lainya.
D.2.
Pengukuran Variabel Stuktur Organisasi Nasucha (2004) menyebutkan bahwa modernisasi struktur organisasi
adalah pendekatan modernisasi administrasi yang berusaha untuk mengatasi masalah-masalah organisasi yang berskala besar guna mengatasi biropatologi dan disfungsi organisasi. Dalam melakukan penelitian mengenai reformasi administrasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak. Nasucha (2004) melakukan
66
BAB II LANDASAN TEORI
pengukuran dimensi struktur organisasi menggunakan indikator dan butir pertanyaan. Instrumen tersebut juga digunakan oleh Sofyan (2005). Beberapa indikator dan butir pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan pengukuran dimensi struktur organisasi (disesuaikan dengan tujuan penelitian), yaitu sebagai berikut: 1. Pembenahan fungsi pelayanan, penelitian SPTPD, pemeriksaan pajak, serta pengawasan internal; 2.
Pendelegasian otoritas kegiatan pelayanan dan pemeriksaan;
3.
Sistem pelaporan secara rutin;
4.
Jalur pengawasan tugas pelayanan, penelitian SPTPD dan pemeriksaan. Dimensi struktur organisasi dalam sistem administrasi perpajakan modern
juga mencakup mengenai spesifikasi tugas dan tanggung jawab yang mempunyai tugas khusus, antara lain: 1.
Penunjukan
Account
Representative
yang
khusus
melayani
dan
mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak secara langsung. 2.
Pemeriksaan pajak hanya dilakukan oleh tenaga fungsional pemeriksa dengan alokasi tenaga fungsional pemeriksa disesuaikan dengan tingkat resiko pemeriksaan.
3.
Spesialisasi pegawai lainnya seperti jurusita pajak dan programmer teknologi informasi.
E.
DIMENSI PROSEDUR ADMINISTRASI PAJAK Dimensi prosedur organisasi terkait erat dengan dimensi struktur
organisasi. Karena dalam pembentukan tipe organisisasi, bagan organisasi,
67
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
pembagian struktur serta departementalisasi terkait pula pembagian kerja, pembagian tugas dan tanggung jawab (kewenangan) serta prosedur antar bagian/divisi. Tinjauan mengenai prosedur organisasi tidak melihat dimensi organisasi secara statis namun melihat dimensi organisasi secara dinamis dengan memperhatikan pembagian tugas dan wewenang serta komunikasi dalam menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Titik berat tinjauan dimensi prosedur organisasi lebih kepada perubahan
metode,
proses
dan
prosedur
kerja
agar
operasionalisasi
pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan cepat mudah dan akurat. Nasucha (2004) menyebutkan bahwa peubahan/modernisasi prosedur organisasi adalah penyempurnaan administrasi dalam model pemberian pelayanan dan pemeriksaan yang disesuaikan dengan tuntutan undang-undang, masyarakat, serta biaya yang tersedia. Selanjutnya, Nasucha dalam melakukan penelitian mengenai reformasi administrasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan pengukuran dimensi prosedur organisasi menggunakan indikator dan butir pertanyaan. Instrumen tersebut juga digunakan oleh Sofyan (2005). Beberapa indikator dan butir pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan pengukuran dimensi prosedur organisasi (disesuaikan dengan tujuan penelitian), yaitu: 1.
Perubahan metode pelayanan dan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak. Melalui perubahan metode pelayanan dan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, maka fungsi-fungsi pelayanan dan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak yang telah ada pada struktur organisasi dapat dilaksanakan secara lebih cepat, efisien dan efektif. Perubahan metode yang diterapkan dapat
68
BAB II LANDASAN TEORI
berupa penyederhanaan prosedur pelayanan serta terdapat petugas khusus sebagai costumer service atau petugas konseling; 2.
Inovasi Proses. Inovasi proses
ditujukan untuk mempercepat saluran
informasi dengan menggunakan sistem informasi atau alat lainnya. Melalui penggunaan sistem informasi, ditujukan agar SOP yang telah ditetapkan dan diatur serta instruksi kerja dapat dilaksanakan
lebih cepat, dapat
terpantau (akurat), efisien dan efektif. Penggunaan sistem informasi dapat meningkatkan
produktivitas
serta
ketepatan
waktu
penyelesaian
pekerjaan. Demikian juga melalui penggunaan cash register, maka data cash register tersebut dapat diakses secara online, atau dengan cara upload oleh Kantor Pajak kapan saja. Inovasi proses dapat juga dilakukan agar komunikasi dengan Wajib Pajak dapat dilakukan secara lebih intensif dan terbuka dengan didukung oleh seringnya dilakukan pertemuan rutin dan kunjungan pembinaan; 3.
Perubahan metode operasional merupakan perubahan metode yang sebelumnya dilakukan secara manual beralih kepada otomasi. Dengan dipergunakannya otomasi dalam pemungutan pajak, maka pembayaran dan pelaporan wajib pajak dapat dimonitor secara lebih cepat dan akurat dengan menggunakan sistem informasi. Penggunaan otomasi dalam pemungutan pajak dapat dilihat dari apakah semua petugas dilengkapi dengan personal computer yang terkoneksi dalam Sistem Informasi Perpajakan.
F.
DIMENSI STRATEGI ORGANISASI PAJAK Perubahan strategi organisasi adalah penyempurnaan dengan melakukan
perencanaan
untuk
mencapai
tujuan
organisasi.
Strategi
organisasi
69
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
menggambarkan secara umum arah organisasi serta keperluan yang nyata, baik di tingkat unit kegiatan maupun organisasi secara keseluruhan. Dalam mencapai tujuan meningkatkan penerimaan pajak, strategi yang ditempuh oleh Kantor Pajak dapat berupa (Sofyan, 2005): 1.
Melakukan kampanye sadar dan peduli pajak. Kampanye dan sosialisasi perpajakan sebagai bagian dari good governance
framework melalui
berbagai pihak, seperti perguruan tinggi, tokoh agama, dan juga melalui media massa, portal website, serta pemasangan billboard di tempattempat strategi dan meningkatkan kinerja penyuluhan sebagai information service dan public relation; 2.
Simplifikasi administrasi perpajakan. Dukungan teknologi informasi mempercepat proses pelayanan dan pemeriksaan dimana basis data dikembangkan dalam jaringan online memungkinkan kecepatan akses informasi dan juga pelayanan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran pajak secara online mengurangi administrative cost dan compliance cost;
3.
Intensifikasi penerimaan pajak, diantaranya dapat dilakukan dengan:
melaksanakan pengawasan (monitoring) terhadap klasifikasi kategori Wajib Pajak menurut besaran omset tertentu atau kawasan tertentu yang tingkat kepatuhannya masih rendah dan/atau potensi perpajakannya masih dapat digali;
meningkatkan kegiatan pemeriksaan pajak untuk memberikan deterrent effect yang positif;
melaksanakan
kegiatan
penagihan
pajak
aktif
melalui
pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan, lelang, pemblokiran
70
BAB II LANDASAN TEORI
kekayaan (rekening)
Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang
tersimpan di bank, pencegahan dan penyanderaan; 4.
Mengembangkan mekanisme internal quality control atas pelaksanaan pelayanan dan pemeriksaan. Strategi untuk mengintensifkan penggalian potensi pajak menjadi
program kerja yang harus direncanakan dan kemudian dilaksanakan pada periode
waktu
tertentu
sesuai
program
kerja.
Untuk
dapat
mengukur
keberhasilan suatu program kerja, harus dibuat parameter apa saja yang menjadi tujuan program kerja. Beberapa parameter dikembangkan untuk untuk mengukur kinerja/program Kantor Pajak Daerah sebagaimana pada gambar 2.10. Gambar 2.10. Penerimaan Pajak Berdasar Basis Pajak vs Potensi Pajak Berdasarkan PDRB WP/Objek – Existing
Tambah – Muncul Pembayaran Tidak Ada Pembayaran
Nilai tetap Nilai tambah Nilai kurang
Pindah/Tutup Tidak ada pembayaran dapat segera diidentifikasi
1
BASIS PAJAK EXTENSIFIKASI
Rutin
Extra Effort
Produk Domesrik Regional Bruto Lapangan Usaha Restoran Lapangan Usaha Hotel Berdasarkan
WP Bayar
WP/Objek Tarif Penerimaan yang masuk dilakukan identifikasi
gambar,
2
WP Tidak bayar Deterrent Effect Tax Gap
Total Penerimaan 10% dari Total terdapat
beberapa
3
4
parameter
yang
dapat
dikembangakan untuk mengukur kinerja penggalian pajak. Kinerja pertama yang perlu diukur adalah seberapa besar jumlah Wajib Pajak yang dapat dijaring dan
71
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
didaftar sebagai Wajib Pajak Baru (ekstensifikasi pajak). Selanjutnya perlu dipantau apakah Wajib Pajak yang baru terjaring tersebut
melakukan
pembayaran atau tidak. Atas Wajib Pajak yang sudah terdaftar, dapat dikembangkan instrumen untuk mengukur kinerja/program penggalian potensi pajak (intensifikasi), yaitu sebagai berikut: 1.
Klasifikasi berdasarkan kriteria Wajib Pajak yang melakukan pembayaran tetap, trend pembayarannya naik, ataupun trend pembayarannya malah turun;
2.
Proporsi Wajib Pajak yang melakukan pembayaran besar, pembayaran sedang, pembayaran kecil, serta tidak melakukan pembayaran (pareto kepatuhan);
3.
Identifikasi penerimaan yang berasal dari penerimaan rutin (tanpa upaya penggalian potensi/extra effort), penerimaan yang berasal dari penggalian potensi/extra
effort
(himbauan/konseling/peninjauan
ke
lapangan,
pembayaran atas piutang pajak, dll), serta penerimaan dari deterrent efect berupa penerimaan yang berasal dari pemeriksaan dan penagihan aktif (penerimaan atas Lelang, pencairan
kekayaan Wajib Pajak/Penanggung
Pajak yang tersimpan di bank); 4.
Pengukuran tax ratio, yaitu celah antara potensi pajak terhadap realisasi penerimaan pajak. Potensi pajak dapat dilihat dari laporan Produk Domesrik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan lapangan usaha yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik. Secara kasar potensi penerimaan pajak daerah dari sektor hotel serta restoran sebesar 10% dari PDRB. Potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan akan terdapat selisih
72
BAB II LANDASAN TEORI
(gap).
Tax gap dihitung dari selisih antara realisasi penerimaan dengan
potensi penerimaan dibagi dengan potensi penerimaan. Penting untuk dibuat laporan bulanan berdasarkan parameter tersebut untuk mengukur kinerja/program penggalian potensi pajak. Untuk dapat melakukan penggalian potensi pajak, perlu dikenali modus operandi penghindaran kewajiban pajak yang umum dilakukan oleh Wajib Pajak. Terdapat dua motif yang menyebabkan Wajib Pajak hotel dan restoran enggan untuk membayar pajak, yaitu: 1.
Pungutan yang dikenakan akan membuat harga jual naik sehingga berpengaruh kepada omset;
2.
Wajib Pajak memungut dari konsumen tetapi tidak
menyetorkannya
kepada Kantor Pajak Daerah dalam rangka memperbesar laba usaha. Metodologi umum penggalian potensi pajak adalah berupa mapping, profiling, analisis data serta tindak lanjut17. Mapping Pajak Hotel dan Restoran adalah membuat pemetaan awal mengenai Wajib Pajak yang dikelompokkan berdasar klasifikasi usaha ataupun kawasan, ataupun kombinasi. Berdasarkan pengelompookan tersebut selanjutnya diidentifikasi secara awal besarnya rasio pembayaran dengan jumlah kamar (untuk hotel) atau jumlah tempat duduk (untuk restoran). Berdasarkan data yang disajikan tersebut dapat dilihat perbanding rasio pembayaran pajaknya secara peer to peer. Langkah selanjutnya setelah dilakukan mapping adalah profiling. Profiling merupakan langkah untuk dapat memotret/mengidentifikasi Wajib Pajak secara lebih rinci. Apabila pada langkah mapping hanya didapatkan parameter jumlah kamar/jumlah tempat duduk, dengan melakukan profiling akan didapatkan data 17
Bahan Ajar DTSS Penyegaran Perpajakan Untuk Widyaiswara Tenaga Pengajar, Pusdiklat Pajak, 2013
73
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
secara lebih rinci melalui visit ke tempat Wajib Pajak. Pelaksanaan profiling tidak bisa terlepas dari kegiatan benchmarking, yaitu membuat suatu benchmark pembayaran pajak atas Wajib Pajak yang mempunyai profil yang sama, misalnya persamaan dalam jumlah tempat duduk/kamar, jenis hotel (penginapan, hotel melati, hotel bintang satu/dua/tiga/empat/lima), jenis restoran (rumah makan padang, restoran waralaba, warung/kantin, dll), serta kawasan (mall, pusat perkantoran, pusat bisnis, kawasan industri, jalan utama, dll). Kantor Pajak Daerah harus mampu membuat benchmark
atas suatu profil Wajib Pajak
hotel/restoran tertentu. Data
yang
didapatkan
berdasarkan
langkah
profiling
kemudian
ditindaklanjuti pada tahap analisis data dengan melakukan perbandingan antara: 1.
Hasil analisis data internal Kantor Pajak Daerah dengan pelaporan Wajib Pajak;
2.
Hasil analisis data eksternal dengan pelaporan Wajib Pajak;
3.
Analisis hasil visit dengan pelaporan Wajib Pajak. Apabila berdasarkan analis data ditemukan adanya kekurangan dalam
pembayaran pajak, berdasarkan suatu benchmark yang telah dibuat, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan tindak lanjut. Beberapa langkah tindak lanjut dari hasil analisis ini dapat berupa: himbauan, verivikasi atau usulan untuk dilakukan pemeriksaan pajak. G.
DIMENSI BUDAYA ORGANISASI PAJAK Penyempurnaan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM),
antara lain, dengan menerapkan sistem pengukuran kinerja administrasi perpajakan,
74
pembentukan
unit
pengukuran
kinerja,
dan
pembentukan
BAB II LANDASAN TEORI
gambaran/sifat pokok skema kompensasi baru berupa Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) bagi pegawai pajak18. Perubahan/modernisasi budaya organisasi adalah penyempurnaan yang berkaitan dengan kebiasaan dan cara hidup dalam lingkungan kerja organisasi. Dimensi budaya organisasi dalam sistem administrasi perpajakan modern mencakup dimensi pengembangan sumber daya manusia dan internalisasi nilainilai organisasi (Sofyan, 2005). Dimensi pengembangan sumber daya manusia, antara lain: 1.
Rekruitmen pegawai dilakukan melalui perencanaan serta pelaksanaan seleksi pegawai diperuntukkan untuk mendapatkan pegawai yang memenuhi spesifikasi yang telah direncanakan;
2.
Sering mengikutsertakan pegawai dalam Diklat Pajak Daerah;
3.
Pola
karir
dan
mutasi
(penempatan)
pegawai
sesuai
dengan
kapabilitas/kemampuan; Dimensi internalisasi nilai-nilai organisasi dapat diukur dari: 1.
Nilai-nilai good governance telah dipedomani dan dijadikan acuan nilai bersama oleh semua anggota organisasi;
2.
Norma perilaku sebagaimana tercantum dalam kode etik pegawai menjadi standar perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas;
3.
Iklim organisasi melalui pemberian insentif pemungutan pajak sebagai tambahan penghasilan sangat kondusif untuk terwujudknya good corporate governance;
4.
Tingginya komitmen pegawai dalam bekerja seperti rendahnya tingkat absensi, mangkir pada jam kerja dan indikator lainya19.
18
Markus Taufan Sofyan., op. cit., hal 41
75
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
H.
KERANGKA KONSEP Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.
Kerangka konsep dalam penelitian adalah
sebagaimana gambar 2.11. di bawah ini.
Gambar 2.11. Kerangka Konsep Penelitian UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PENYUSUNAN PERDA TENTANG PAJAK DAERAH DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA (TAX LAW)
ADMINISTRASIPERPAJAKAN DAERAH (TAX ADMINISTRATION)
STRUKTUR ORGANISASI
PROSEDUR ORGANISASI
STRATEGI ORGANISASI
BUDAYA ORGANISASI
EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK
INTENSITAS KEGIATAN EXTENSIFIKASI PERPAJAKAN
INTENSITAS KEGIATAN INTENSIFIKASI PERPAJAKAN
LAW ENFORCMENT
KEPATUHAN WAJIB PAJAK
TAX RATIO = REALISASI PENERIMAAN PAJAK : PDRB
19
76
Markus Taufan Sofyan., op. cit., hal 43
BAB II LANDASAN TEORI
I.
HIPOTESIS Mengacu dari referensi yang dijelaskan terdahulu dan kerangka
pemikiran dalam penelitian ini, maka hipotesis penelitian ini adalah : 1.
Terdapat pengaruh antara struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi dengan efektifitas pemungutan pajak
2.
Terdapat hubungan antara
efektifitas pemungutan
pajak
dengan
penerimaan pajak yang diukur dengan tax ratio.
77
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
A.
JENIS PENELITIAN Untuk mendapatkan hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian maka jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian statistik kuantitatif. Kajian ini dilakukan dengan cara melakukan penyusunan dan penyebaran kuesioner. Selanjutnya, hasil dari kuesioner ditabulasi dan diolah dengan metode statistik kuantitatif.
Untuk
mendukung kesimpulan penelitian, juga dilakukan observasi pada suatu Kantor Pajak Daerah, wawancara dengan beberapa pejabat yang mengampu pemungutan pajak daerah serta pengamat pajak.
B. B.1.
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada beberapa Kabupaten/Kota di Indonesia.
B.2.
Waktu Penelitian Waktu penelitain dilakukan dari bulan Juni s/d September 2013.
C.
POPULASI DAN SAMPEL
C.1. Populasi Populasi penelitian adalah seluruh Kabupaten/Kota di jumlah kuesioner yang dikirim hanya 150 Kabupate/kota.
Indonesia, dan
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
C.2.
Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi dan ditentukan berdasarkan
karakteristik populasi dengan pengambilan yang representatif. Dalam penelitian ini desain sampel yang digunakan untuk memperoleh data primer adalah dengan purpossive random sampling, dimana sampel yang diambil harus mewakili daerah yang penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Metode ini dipilih agar mendapatkan responden yang benar-benar representatif. Slovin dalam Sugiyono (2004) menentukan jumlah sampel terhadap populasi dengan formula n =
N . N d 2+ 1
dimana n= jumlah sampel N= jumlah populasi yang diketahui (Kabupate/kota se Indonesia) d= presisi yang ditetapkan Dengan N = 505 dan presisi = 10% maka jumlah sampel adalah 83. Pendapat lain dikemukakan oleh Gay dalam Consuelo (1993) yang menyebutkan bahwa ukuran sampel minimum yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian, antara lain,
bahwa untuk
penelitian deskriptif – 10% dari populasi.
Beberapa ahli juga percaya bahwa 30 subyek per kelompok dapat dipertimbangkan untuk ukuran minimum.20 D.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA Data yang digunakan adalah data sekunder, yang didapatkan dari Biro Pusat
Statistik atau instansi lainnya serta data isian dari pegawai Kabupaten/Kota yang 20
Consuelo G. Sevilla, et al., Pengantar Metode Penelitian, penerjemah Alumuddin Tuwu (Jakarta: UI Press, 1993)
79
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
menangani masalah administrasi perpajakan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Dokumentasi. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data yang didapatkan dari data statistik atau instansi terkait;
2.
Kuesioner. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang dilakukan
dengan
cara
memberi
seperangkat
pertanyaan
atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner dapat berupa daftar pertanyaan yang bersifat terbuka atau pertanyaan tertutup dan pertanyaan semi terbuka,
yaitu pertanyaan yang dibuat dengan
memodifikasi jenis pertanyaan terbuka dan tertutup. Daftar pertanyaan ini ditujukan kepada pegawai
Kabupaten/Kota yang menangani masalah
administrasi perpajakan;
3.
Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan sistem administrasi pajak daerah di Kabupaten/Kota;
4.
Wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihakpihak yang berkompeten dari pegawai pajak di daerah maupun pengamat perpajakan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penulisan penelitian ini.
E.
VARIABEL PENELITIAN Variabel penelitian adalah : X1 = Struktur Organisasi
80
X2
= Prosedur Organisasi
X3
= Strategi Organisasi
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
X4
= Budaya Organisasi
Y = Efektifitas Pemungutan Pajak Z = Tax Ratio
F.
DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan
atas suatu bentuk yang dapat diukur. Definisi ini memberikan informasi yang diperlukan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. F.1.
Variabel Struktur Organisasi Variabel
struktur
organisasi
pelayanan, penelitian SPTPD,
merupakan
pembenahan
fungsi
pemeriksaan pajak, pengawasan internal,
pendelegasian otoritas kegiatan pelayanan dan pemeriksaan, sistem pelaporan secara rutin, jalur pengawasan tugas pelayanan, serta penelitian SPTPD dan pemeriksaan. Variabel tersebut diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut. 1. Pembenahan fungsi pelayanan, penelitian SPTPD, pemeriksaan pajak, serta pengawasan internal.
Prosedur kerja pelayanan pajak diakomodir dan terintegrasi dalam suatu workflow dan dapat dimonitor;
Permasalahan Wajib Pajak dapat segera ditangani melalui satu pintu tanpa membutuhkan banyak meja;
Penyusunan organisasi memberikan kemudahan jalur penyelesaian pelayanan;
81
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Penyusunan
organisasi
memberikan
kemudahan
dalam
menindaklanjuti adanya kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam SPTPD. 2.
Pendelegasian otoritas kegiatan pelayanan dan pemeriksaan
Dalam
organisasi
terdapat
bagian/otoritas
yang
menangani
kewenangan melakukan penelitian SPTPD, baik penelitian kantor maupun penelitian lapangan;
Penyusunan organisasi memberikan kemudahan jalur pemeriksaan pajak, sehingga jalur pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan dengan cepat, namun tetap berorientasi pada hasil.
3.
Sistem pelaporan secara rutin
Informasi menyangkut Wajib Pajak, baik mengenai kewajiban yang telah dipenuhi, maupun hak-hak Wajib Pajak yang belum diproses dapat dengan mudah dikumpulkan dan dikelola dalam suatu akun khusus Wajib Pajak (tax payer account), baik dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan sistem informasi;
Terdapat instrument untuk menjamin bahwa case management serta workflow sebagaimana diatur dalam SOP dan penyelesaiannya dapat dimonitor secara transparan.
4.
Jalur pengawasan tugas pelayanan, penelitian SPTPD dan pemeriksaan
Terdapat system workflow yang dapat memudahkan pengawasan kegiatan administrasi yang dilakukan pegawai dalam memberikan pelayanan, dalam melakukan penelitian SPTPD maupun dalam melakukan pemeriksaan;
82
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
Terdapat acuan pemberian sanksi atas kesalahan yang dilakukan pegawai;
Terdapat divisi khusus yang
secara aktif mengawasi pelaksanaan
kinerja pegawai. F.2.
Variabel Prosedur Organisasi Aktivitas organisasi yang dilakukan secara teratur perlu dilakukan suatu
pembaharuan berkaitan dengan prosesnya untuk meningkatkan kinerja serta dapat mencapai tujuan efisiensi dan efektifitas. Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui perubahan metode pelayanan dan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak,
inovasi
proses, serta perubahan metode organisasi. Variabel
prosudur organisasi dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: 1. Perubahan metode pelayanan dan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak.
Penyederhanaan prosedur dalam melakukan pendaftaran sebagai Wajib Pajak, permohonan keberatan pajak serta mempercepat pelayanan pajak lainnya;
Terdapat petugas costumer service yang bertugas melayani Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak tidak perlu mendatangi masing-masing bagian ketika mengajukan suatu permohonan tertentu;
Terdapat petugas yang ditunjuk untuk mengawasi kepatuhan Wajib Pajak (dengan melakukan pengawasan pembayaran, penelitian kantor ataupun penelitian lapangan) serta menangani konseling atas beberapa Wajib Pajak yang berada dalam pengawasannya.
83
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
2.
Inovasi Proses
Tersedia
sistem
informasi
(atau
instrumen lain)
yang
dapat
meningkatkan produktivitas serta ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan;
Dalam hal Wajib Pajak sudah menggunakan cash register, terdapat mekanisme untuk membaca data cash register tersebut, baik secara online maupun upload data;
Komunikasi dengan Wajib Pajak lebih intensif dan terbuka didukung oleh pertemuan rutin dan kunjungan pembinaan.
3.
Perubahan Metode Operasional
Penggunaan sistem informasi dalam menatausahakan SSPD dan SPTPD, sehingga pembayaran dan pelaporan wajib pajak dapat dimonitor secara lebih cepat dan akurat;
Semua
petugas
dilengkapi
dengan
Personal
Computer
yang
terkoneksi dalam sistem informasi perpajakan. 3.
Saluran Informasi
Dilakukan konsolidasi internal yang meliputi current issue, ketentuan/ peraturan terbaru dan pembinaan mental (attitude).
F.3.
Variabel Strategi Organisasi Siasat, sikap pandangan dan tindakan yang bertujuan memanfaatkan
segala keadaan, faktor, peluang, dan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berhasil dan selamat. Variabel strategi dapat diukur dari indikator: 1.
Kampanye sadar dan peduli pajak. Kampanye dan sosialisasi perpajakan sebagai bagian dari good governance framework melalui berbagai pihak,
84
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
seperti perguruan tinggi, tokoh agama, dan juga melalui media massa, portal website, serta pemasangan billboard di tempat-tempat strategis dan meningkatkan kinerja penyuluhan sebagai information service dan public relation; 2.
Simplifikasi administrasi perpajakan. Dukungan teknologi informasi mempercepat proses pelayanan dan pemeriksaan dimana basis data dikembangkan dalam jaringan online memungkinkan kecepatan akses informasi dan juga pelayanan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran pajak secara online mengurangi administrative cost dan compliance cost.
3.
Intensifikasi penerimaan pajak, diantaranya dengan:
melaksanakan pemeriksaan terhadap sektor industri tertentu yang tingkat
kepatuhannya
masih
rendah
dan/atau
potensi
perpajakannya masih dapat digali;
meningkatkan kegiatan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan untuk memberikan deterrent effect yang positif;
melaksanakan kegiatan penagihan pajak melalui pemblokiran rekening Wajib Pajak/Penanggung Pajak, pencegahan dan penyanderaan;
4.
Mengembangkan mekanisme internal quality control atas pelaksanaan pelayanan dan penelitian lapangan serta pemeriksaan;
5.
Melaksanakan pelatihan tentang metode dan teknik pelayanan prima;
6.
Membangun sistem komunikasi yang efektif dalam internal organisasi;
7.
Penyempurnaan Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM).
85
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
F.4.
Variabel Budaya Organisasi Sistem penyebaran kepercayaan dan nilai nilai yang berkembang dalam
organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Dimensi budaya organisasi
dalam
sistem
administrasi
perpajakan
modern
mencakup
mengenai: 1.
Internalisasi nilai-nilai organisasi
2.
Norma perilaku sebagaimana tercantum dalam kode etik pegawai menjadi standar perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas
3.
Iklim organisasi melalui pemberian insentif pemungutan pajak sebagai tambahan penghasilan sangat kondusif untuk terwujudknya good corporate governance.
4.
Tingginya komitmen pegawai dalam bekerja, seperti rendahnya tingkat absensi, mangkir pada jam kerja dan indikator lainya.
F.5.
Variabel Efektifitas Pemungutan Pajak Intensitas kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, penegakan
law enforcement melalui penerapan sanksi
sebagaimana diatur dalam
Perda, serta terpenuhinya pelayanan terhadap hak-hak Wajib Pajak. F.5.1. Aspek Ekstensifikasi Pajak Variabel Ekstensifikasi diamati dari indikator: 1. Dilakukannya kegiatan pendataan objek pajak secara berkala; 2. Coverage Ratio yaitu rasio antara jumlah Wajib Pajak yang terdaftar dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang seharusnya terdaftar; 3. Perkembangan jumlah Wajib Pajak terdaftar 5 tahun terakhir. F.5.2. Aspek Intensifikasi Pajak Variabel Intensifikasi diamati dari indikator:
86
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
1.
Dapat diketahui secara cepat adanya Wajib Pajak yang tidak melakukan pembayaran dan/atau pelaporan SPTPD setelah tanggal jatuh tempo;
2.
Segera diterbitkan Surat Himbauan bagi Wajib Pajak yang terlambat melakukan pembayaran pajak dan/atau pelaporan SPTPD;
3.
Dapat diketahui secara cepat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam SPTPD;
4.
Dapat diketahui indikasi omset Wajib Pajak yang sebenarnya dalam satu masa pajak secara cepat (misalnya dengan menggunakan sistem informasi manajemen, data dari instansi terkait, atau instrument lainnya) sebagai bahan untuk cross check isian Wajib Pajak dalam SPTPD;
5.
Dilakukan peninjauan ke lapangan atas Wajib Pajak yang dalam waktu tertentu tidak melaporkan SPTPD;
6.
Dilakukanya
peninjauan ke lapangan (pemantauan) untuk mengetahui
rata-rata omset Wajib Pajak dalam satu masa pajak; 7.
Apabila terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak yang melaporkan SPTPD tetapi isinya tidak benar, dikirim surat himbauan untuk membetulkan SPTPD atau diterbitkan usulan untuk pemeriksaan pajak.
8.
Dilakukannya pemeriksaan secara rutin atas pembukuan/pencatatan Wajib Pajak (Pasal 169) untuk mencocokkannya dengan isian SPTPD;
9.
Rata-rata tingkat rasio pencairan tunggakan selama 5 tahun terakhir;
10.
Semua petugas melakukan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak melakukan penyimpangan karena terdapat pengawasan dari atasan langsung dan pengawas internal organisasi;
87
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
11.
Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPTPD (baik karena dihimbau atau karena pembetulan sendiri oleh Wajib Pajak) diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD);
12.
Diterbitkannya Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) yang berisi pokok pajak dan sanksi pajak atas keterlambatan pembayaran pajak, yaitu berupa:
Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak dan/atau pelaporan SPTPD setelah tanggal jatuh tempo diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
Dilakukannya Penerbitan STPD atas
SKPKBD/ SKPKBDT yang
tidak/kurang dibayar (Pasal 100 ayat (3)). F.5.3. Aspek Law Enforcement Variabel kepatuhan atas pajak yang menggunakan sistem self assessment dalam pemungutannya diukur dari faktor: 1.
Dilakukannya pemeriksaan atas pembukuan/pencatatan WP (Pasal 170);
2.
Dilakukannya penerbitan SKPDKB atas hasil pemeriksaan (Pasal 97 ayat(1)
3.
huruf a;
Dilakukannya penerbitan STPD atas
SKPKBD/ SKPKBDT yang
tidak/kurang dibayar (Pasal 100 ayat (3)); 4.
Diterbitkannya Surat Teguran, Surat Paksa serta Surat Perintah Melakukan Penyitaan.
5.
Dilakukannya tindakan penyitaan, pemblokiran rekening Wajib Pajak serta pencegahan bepergian ke luar negeri.
88
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
F.5.4. Aspek Kepatuhan Pajak Variabel law enforcement atas pajak yang menggunakan sistem self assessment dalam pemungutannya diukur dari faktor: 1.
Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT);
2.
Membayar sesuai jumlah pajak yang harus dibayar;
3.
Persepsi Wajib Pajak terhadap penyuluhan pelayanan dan pemeriksaan pajak.
4.
Aspek Sosiologis, yaitu kepatuhan Wajib Pajak dilihat dari aspek sosial sistem perpajakan, antara lain, kebijakan publik, kebijakan fiskal, kebijakan perpajakan, dan administrasi perpajakan21.
F.6. Variabel Tax Ratio Merupakan rasio
jumlah realisasi penerimaan pajak dengan PDRB
Kabupaten/Kota.
G. G.1.
ANALISIS DATA Uji Validitas Sekaran dalam Sugiyono (2004) mengemukakan bahwa uji validitas
menggambarkan bagaimana kuesioner (pertanyaan atau item) sungguh-sungguh mampu mengukur apa yang ingin diukur, berdasarkan teori-teori dan ahli. Dengan kata lain,
semakin tinggi validitas suatu tes, maka alat tes tersebut
semakin tepat mengenai sasarannya. Selanjutnya, Sugiyono (2004) menyatakan bahwa instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas digunakan untuk mengetahui
21
89
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
kelayakan
butir-butir
dalam
suatu
daftar
(konstruk)
pertanyaan
dalam
mendefinisikan suatu variabel. Menurut Cooper (1997), untuk menguji validitas,
suatu alat tes bisa
menggunakan metode korelasi, yaitu korelasi alat tes yang diajukan dengan yang membangunnya. Pada penerapannya uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS dengan menggunakan korelasi pearson antara tiap variabel pertanyaan terhadap rata-rata dari tiap konstruk pertanyaan tersebut. Untuk menguji content validity, digunakan alat uji K bantuan SPSS 15 for Windows yang mengindikasikan bahwa item-item yang digunakan untuk mengukur konstruk atau variabel terlihat benar-benar mengukur konstruk atau variabel tersebut. Kriteria yang digunakan untuk menentukan valid tidaknya alat tes adalah 0,30 (Barker et al, 2002) dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Apabila nilai indeks validitas suatu alat tes
0,30 maka alat tes
tersebut
dinyatakan valid; 2. Apabila nilai indeks validitas suatu alat tes < 0,30 maka alat test tersebut dinyatakan tidak valid (gugur).
G.2.
Uji Reliabilitas Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan
konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstrukkonstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Sekaran dalam Sugiyono (2004) mengemukakan bahwa uji reliabilitas ditujukan untuk mengetahui stabilitas dan konsistensi di dalam pengukuran.
90
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
Uji reliabilitas dapat dilakukan sacara bersama-sama terhadap seluruh butir pertanyaan untuk lebih dari satu variabel, namun sebaiknya uji reliabilitas dilakukan pada masing-masing variabel pada lembar kerja yang berbeda sehingga dapat diketahui konstruk variabel mana yang tidak reliabel. Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan Cronbach Alpha. Menurut Nunnally (1969) dalam Iman Ghozali (2004) suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0,6. G.3.
Teknik Analisis Data
G.3.1 Analisis Jalur (Path Analysis) Selanjutnya
hipotesis
yang
dirumuskan
sebelumnya
akan
diuji
menggunakan analisis jalur (path analysis). Analisis jalur dapat digunakan untuk melihat bagaimana sifat serta besaran pengaruh variabel administrasi pajak yang terdiri dari Struktur Organisasi (X1) , Prosedur Organisasi (X2),
Strategi
Organisasi (X3), serta Budaya Organisasi (X4) terhadap kepatuhan Wajib Pajak (Y). Alat analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis yang sesuai dengan tujuan kedua penelitian ini (melihat sifat serta besaran pengaruh antar variabel) adalah analisis korelasi dengan analisis regresi.
Analisis korelasi
digunakan untuk melihat secara langsung hubungan antara dua variabel penelitian, sedangkan analisis regresi linier berganda digunakan untuk melihat pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Ilustrasi analisis jalur (path analisis) sebagaimana pada gambar 3.1. berikut.
91
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Gambar 3.1. Analisis Jalur Penelitian
Keterangan: rXiXj : Hubungan antara variabel Xi dengan variabel Xj PYXi : Koefisien jalur variabel Xi terhadap variabel Y X1 : Struktur organisasi X2 : Prosedur organisasi X3 : Strategi organisasi X4 : Budaya organisasi Y : Efektifitas Pemungutan Pajak
G.3.1.1.Analisis Korelasi Pengujian keeratan hubungan antar varaibel bebas (X1 , X2, X3, serta X4) menggunakan rumus korelasi product moment dari Pearson.
Hasil analisis
tersebut kemudian dikonsultasikan dengan nilai r tabel untuk taraf signifikansi 5% dengan ketentuan terdapat hubungan antara variabel yang diujikan apabila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel. Jika nilai probabilitas (p) < 0.05, maka dapat disimpulkan terdapat korelasi yang bermakna (signifikan) antara dua variabel yang diuji, sebaliknya jika nilai probabilitas (p) > 0.05, maka dapat disimpulkan
92
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
tidak terdapat korelasi yang bermakna (non signifikan) antara dua variabel yang diuji. G.4.1.2.Analisis Regresi Pengujian rumusan hipotesis penelitian akan dilakkan melalui persamaan analisis regresi linier berganda, yaitu sebagai berikut: Y = α0 X1 + α1 X1 + α2 X2 + α3 X3 + α4 X4 Selanjutnya dilakukan analisis untuk menguji apakah persamaan regresi tersebut signifikan atau tidak, serta beberapa uji lainnya, sebagai berikut. a) Uji F Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui apakah variabelvariabel pada administrasi pajak secara bersama-sama akan berpengaruh secara nyata terhadap efektifitas pemungutan pajak. Berdasarkan uji F tersebut, maka dapat diuji hipotesis sebagai berikut: 1) Ho : R XiY = 0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem administrasi perpajakan dari dimensi struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi terhadap efektifitas pemungutan pajak; 2) Ho : R XiY ≠0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem administrasi perpajakan dari dimensi struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi terhadap efektifitas pemungutan pajak; b) Uji t
93
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Koefisien Regresi Parsial menunjukkan apakah variabel-variabel bebas punya pengaruh secara parsial (terpisah atau sendiri-sendiri) terhadap variabel terikat. Uji –t dilakukan untuk mengetahui bermakna atau tidaknya dari tiap-tiap variabel dari model terbaik yang telah diperoleh. Berdasarkan uji t tersebut, maka dapat diuji hipotesis sebagai berikut: 1) Ho: R X1Y= 0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara struktur organisasi administrasi perpajakan terhadap efektifitas pemungutan pajak; 2) Ho : R X1Y ≠ 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara struktur organisasi administrasi perpajakan terhadap efektifitas pemungutan pajak; 3) Ho:RX2Y= 0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara
prosedur
organisasi administrasi perpajakan terhadap efektifitas pemungutan pajak; 4) Ho:R X2Y ≠0:
Terdapat pengaruh yang signifikan antara
prosedur
organisasi administrasi perpajakan terhadap efektifitas pemungutan pajak; 5) Ho : R X3Y = 0 :Tidak ada pengaruh yang signifikan antara strategi organisasi administrasi perpajakan terhadap efektifitas pemungutan pajak; 6) Ha : R X3Y
≠ 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara strategi organisasi administrasi perpajakan terhadap efektifitas pemungutan pajak;
94
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
7) Ha : R X4Y = 0 :Tidak ada pengaruh yang signifikan antara budaya budaya organisasi administrasi perpajakan terhadap efektifitas pemungutan pajak; 8) Ha : R X4Y ≠ 0 :Terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya budaya organisasi administrasi perpajakan terhadap efektifitas pemungutan pajak.
G.4.1.3. Menghitung Besarnya Pengaruh Administrasi Pajak terhadap Efektifitas Pemungutan Pajak Besarnya pengaruh variabel struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi dan budaya organiasi terhadap efektifitas pemungutan pajak: a.
Efektifitas pemungutan pajak (Y) dipengaruhi oleh Struktur Organisasi (X1) Pengaruh langsung dari (X1) ke Y
= Pa = PY X1.rY X1
Pengaruh tidak langsung melalui variabel X2 = Pb = PY X1.r X1 X2.PY X2. Pengaruh tidak langsung melalui variabel X3) = Pc = PY X1.r X1 X3..PY X3 Pengaruh tidak langsung melalui variabel X4) = Pd = PY X1.r X1 X4.PY X4 Total Pengaruh variabel (X1) terhadap Y b.
= P1 = Pa + Pb + Pc + Pd
Efektifitas pemungutan pajak (Y) dipengaruhi oleh Prosedur Organisasi
(X2) Pengaruh langsung dari (X2) ke Y
= Pe = PYX2.rYX2
Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X1) = Pf = PY X2..r X1 X2.PY X1 Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X3) = Pg = PY X2.r X2 X3.PY X3 Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X4) = Ph = PY X2.r X2 X4.PY X4 Total Pengaruh variabel (X2) terhadap Y c.
= P2 = Pe + Pf + Pg + Ph
Efektifitas pemungutan pajak (Y) dipengaruhi oleh Strategi Organisasi (X3)
95
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Pengaruh langsung dari (X3) ke Y
= Pi = PY X3.rY X3
Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X1) = Pj = PY X3.r X1 X3.PY X1 Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X2) = Pk = PY X3.r X2X3.PY X2 Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X4) = Pl = PY X3.r X3 X4.PY X4 Total Pengaruh variabel (X1) terhadap Y d.
= P3 = Pi + Pj + Pk + Pl
Efektifitas pemungutan pajak (Y) dipengaruhi oleh Budaya Organisasi (X4) Pengaruh langsung dari (X4) ke Y
= Pm = PY X4.rY X4
Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X1) = Pn = PY X4.r X1 X4.PY X1 Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X2) = Po = PY X4.r X2 X4.PY X2 Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X3) = Pp = PY X4.r X3 X4.PY X3 Total Pengaruh variabel (X2) terhadap Y Total
pengaruh
struktur
organisasi,
= P4 = Pm + Pn + Po + Pp prosedur
organisasi,
strategi
organisasi dan budaya organiasi terhadap efektifitas pemungutan pajak adalah R2 Y X1 X2 X3 X4 = P1 + P2 + P3 + P4 Dimana: P1 = Total pengaruh X1 terhadap Y P2 = Total pengaruh X2 terhadap Y P3 = Total pengaruh X3 terhadap Y P4 = Total pengaruh X4 terhadap Y Total pengaruh variabel lain di luar variabel yang diteliti adalah = 1 – R2 Y X1 X2 X3 X4
96
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.
DESKRIPSI DATA HASIL PENELITIAN
A.1
Data Dari 150 kuesioner yang dikirim kepada Kabupate/kota, dikembalikan
sebanyak 54 kuesioner. Jumlah kuesioner tersebut telah mencukupi dari minimal jumlah sampel sebesar 30 buah, jumlah sampel 10% dari populasi (asumsi sebanyak 505 Kabupate/kota), serta apabila menggunakan ukuran menurut Slovin, maka asumsi tingkat kepercayaan yang ditentukan adalah sebesar 12.7%. n =
505 . 505 d 2 + 1
505 d 2 + 1= 505/n = 505/54 = 9.35 540 d 2
= 8,35
d2
= 8,35/505
d
= 12,6%
Data penelitian ditabulasikan sebagaimana pada lampiran. Jumlah Variabel sebanyak 5 (X1, X2, X3, X4, Y), 16 sub variabel dan 66 indikator. Tabulasi data penelitian dapat diringkas sebagaimana pada tabel 5.1. Pada bagian kanan tabel tersebut adalah nilai berdasarkan skala linkert atas atas ratarata nilai berdasarkan isian indikator. Berdasarkan rata-rata nilai sesuai isian indikator,
pada
umumnya nilainya adalah baik. Beberapa sub variabel yang
nilai rata-ratanya relatif rendah (dibawah 3,8) adalah: pengembangan/penyusunan Program Intensifikasi Pajak, Mengembangkan Mekanisme Internal Quality Control, kinerja ekstensifikasi, kinerja intensifikasi, serta Aspek Psikologis Law Enforecment.
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Tabel 4.1. VARIABEL X Struktur Organisasi
Ikhtisar Tabulasi Data
SUB VARIABEL
INDIKATOR
Pembenahan Fungsi Pelayanan dan Penelitian SPTPD Pendelegasioan Otoritas Kegiatan Penelitian dan Pemeriksaan SPTPD Sistem Pelaporan Secara Rutin Jalur Pengawasan Tugas Pelayanan, Penelitian SPT dan Pemeriksaan Perubahan Metode Pelayanan dan Pengawasan Kepatuhan WP Inovasi Proses Perubahan Metode Operasioal Kampanye Sadar dan Peduli Pajak Program Intensifikasi Pajak Mengembangkan Mekanisme Internal Quality Control Pengembangan SDM Internalisasi Nilai-nilai Organisasi
Prosedur Organisasi
Strategi Organisasi
Budaya Organisasi
VARIABEL Y
X1.1; X1.2 ; X1.3 ; X1.4
4,19
X1.5 ; X1.6
4,18
X1.7 ; X1.8 ;
4,11
X1.9 ; X1.10 ; X1.11
3,93
X2.1 ; X2.2 ; X2.3
4,08
X2.4 ; X2.5 ; X2.6 X.2.7 ; X2.8
3,99 4,11
X.3.1
4,22
X.3.2 ; X3.3 ; X3.4 X.3.5 ; X3.6 ; X3.7
3.78 3,87
X4.1 ; X4.2 ; X4.3 X4.4. ;X4.5 ; X4.6 ; X4.7
4,11 4,42
SUB VARIABEL
INDIKATOR
Ekstensifikasi Intensifikasi Kepatuhan
Rata-rata
Aspek Yuridis Aspek Psikologis Law Enforcement Aspek Psikologis Kepuasan Pelayanan Aspke Sosiologis
Y1.1 ; Y1.2 Y2.1 s/d Y 2.16
3,57 3,57
Y3.1 ; Y3.2 Y.3.3 ; Y3.4 ; Y3.5; Y3.6
4,18 3,85
Y.3.7 ; Y3.8 ; Y3.9 ; Y3.10 ; Y.3.11 Y3.12 ; Y3.13 ; Y3.14
4,09 3,96
Data yang masuk tersebut mewakili Kabupaten/Kota yang mempunyai penerimaan pajak hotel dan restoran yang sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi, sebagai berikut. Tabel 4.2. Kabupaten/Kota yang Mengembalikan Kuesioner dan Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran tahun 2010 No
Kabupaten/Kota
1
Kabupaten Serang
2
Kabupaten Lampung Selatan
3
98
Kabupaten lampung Barat
pajak Hotel dan Restoran
No
Kabupaten/Kota
7.000.000.000
31
Kabupaten Sukabumi
800.000.000
32
kabupaten Bengkulu Selatan
33
Kota Palembang
324.813.224-
pajak Hotel dan Restoran 1.075.000.000 413.172.000 25.000.000.000
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
No
Kabupaten/Kota
pajak Hotel dan Restoran
No
Kabupaten/Kota
pajak Hotel dan Restoran
4
Kota Pekanbaru
36.000.000.000
34
Kota Mataram
5
Kota Malang
16.851.998.850
35
Kota Tangerang***)
50.844.689.668,
6
Kota Sukabumi *)
2.465.863.000
36
Kabupaen Badung
736.000.000.000
7
Kabupaten Tapanuli Selatan*)
1.060.000.000
37
Kota Metro
8
Kabupaten Klungkung**)
587.491.940
38
Kabupaten Demak
9
Kabupaten Klaten
385.000.000
39
Kota Serang
2.657.000.000
10
Kota Kediri
1.677.000.000
40
Kabupaten Ciamis
1.491.683.212
11
Kabupaten Karangasem
10.665.000.000
41
Kabupaten Padang Panjang
12
Kabupaten Karanganyar
926.306.000
42
Koa Magelang
1.335.011.000
13
Kabupaten Manggarai
320.490.500
43
Kota Denpasar
93.500.000.000,
14
Kabupaten Bitung
1.215.000.000
44
Kabupaten Karangasem
15
Kabupaten Kudus
1.292.173.000
45
Kota Bandar Lampung
12.700.000.000,
16
Kota Gorontalo
4.200.000.000
46
Kabupaten Tabanan
11.374.963.895
17
Kabupaten Gianyar
49.820.207.888
47
Kotawaringin Barat
1.024.000.000
18
Kota Pangkalpinang
2.555.800.000
48
Kabupaten Banyumas
2.720.000.000
19
Kota Bengkulu
5.500.000.000
49
Kota Cilegon
6.364.000.000
20
Kota Pekalongan
1.200.000.000
50
Kota Blitar
21
Kota Salatiga
1.249.545.000
51
Kota Tasikmalaya
22
Kabupaten Tangerang
21.300.783.360
52
Kabupaten Boyolali
23
Kota Surakarta
16.625.000.000
53
kabupaten Garut
24
Kota Banjarbaru
2.281.045.000
54
Kota Tangerang Selatan
25
kabupaten Tapanuli Utara
420.713.190
26
kabupaten Malang
975.000.000
27
Kabupaten Blora
353.700.000
28
Kota Jambi
29
Kabupaten Pontianak
30
Kabupaten Banyuwangi
6.204.524.029
7.515.000.000
368.000.000 97.415.000
730.000.000
-
59.421.230 1.993.103.000 131.596.000 1.535.000.000 38.021.000.000
Keterangan : *) data tahun 2009 **) data tahun 2008 ***) data tahun 2011
18.530.000.000 730.000.000
Klasifikasi Kabupaten/Kota berdasarkan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran dalam penelitian ini diklasifikasikan penerimaan sangat rendah (kurang dari Rp1 milyar), penerimaan rendah (Rp1 milyar s/d Rp2 milyar), penerimaan sedang (Rp2 milar s/d Rp10 milyar), penerimaan tinggi (Rp10 milyar s/d Rp50 milyar) serta penerimaan sangat tinggi (lebih dari Rp50 milyar). Gambar 5.1. berikut memperlihatkan sebaran sampel Kabupaten/Kota berdasarkan klasifikasi jumlah penerimaan pajak.
99
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Gambar 4.1 Proporsi Kabupaten/Kota Sampel Berdasarkan Klasifikasi Jumlah Penerimaan Pajak
A.2.
Karateristik Responden Gambaran responden yang mengisi kuesioner adalah sebagaimana pada
gambar berikut.
Gambar 4.2. Data Diri Responden Pegawai Pajak Daearah Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Jenis Kelamin
100
Umur
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.3.
Data diri Responden Pegawai Pajak Daearah Berdasarkan Pendidikan dan Eselon
Pendidikan
Eselon
Gambar 4.4. Data diri Responden Wajib Pajak Berdasarkan Jenis Usaha dan Bentuk Usaha Jenis Usaha
A.3.
Bentuk Usaha
Uji Instrumen Penelitian Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Untuk
itu, perlu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen.
Instrumen
dinyatakan valid jika Jika nilai korelasi di atas 0.3 atau juga nilai signifikansi (sig) dari hasil korelasi Pearson lebih kecil dari 0.05 (level of confidence 5%), dan instrumen dinyatakan reliabel jika nilai alpha cronbach lebih besar dari 0.6. Hasil pengujian validitas dan reliabilitas secara lengkap disajikan pada Tabel 5.3. Hasil
tabulasi
pengisian
atas
kuesioner
yang
kembali
adalah
sebagaimana pada Lampiran 1. Hasil pengujian validitas dan reliabilitas
101
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
instrumen Variabel Struktur Organisasi (X1), Prosedur Organisasi (X2), Strategi Organisasi (X3), Budaya Organisasi (X4) dan Efektifitas Pemungutan Pajak (Y) disajikan sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian Variabel
Indikator
Korelasi
X1
X1.1
0.396
Keterangan Valid
X1.2
0.707
Valid
X1.3
0.427
Valid
X1.4
0.826
Valid
X1.5
0.540
Valid
X1.6
0.733
Valid
X1.7
0.805
Valid
X1.8
0.832
Valid
X1.9
0.651
Valid
X1.10
0.815
Valid
X1.11
0.815
Valid
Alpha Cronbach : 0.894 X2
X2.1
0.724
Valid
X2.2
0.852
Valid
X2.3
0.847
Valid
X2.4
0.770
Valid
X2.5
0.708
Valid
X2.6
0.704
Valid
X2.7
0.846
Valid
X2.8
0.883
Valid
Alpha Cronbach : 0.908 X3
102
Reliabel
X3.1
0.612
Valid
X3.2
0.814
Valid
X3.3
0.822
Valid
X3.4
0.755
Valid
X3.5
0.898
Valid
X3.6
0.880
Valid
X3.7
0.911
Valid
Alpha Cronbach : 0.910 X4
Reliabel
Reliabel
X4.1
0.807
Valid
X4.2
0.816
Valid
X4.3
0.849
Valid
X4.4
0.738
Valid
X4.5
0.780
Valid
X4.6
0.707
Valid
X4.7
0.235
Tidak Valid
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Variabel
Indikator
Korelasi
Alpha Cronbach : 0.800 Y1
Y2
0.665
Valid
Y1.2 0.723 Alpha Cronbach : -0.071
Valid
Y1.1
Tidak Reliabel
Y2.1
0.572
Valid
Y2.2
0.587
Valid
Y2.3
0.333
Valid
Y2.4
0.417
Valid
Y2.5
0.318
Valid
Y2.6
0.758
Valid
Y2.7
0.687
Valid
Y2.8
0.496
Valid
Y2.9
0.670
Valid
Y2.10
0.721
Valid
Y2.11
0.775
Valid
Y2.12
0.675
Valid
Y2.13
0.562
Valid
Y2.14
0.320
Valid
Y2.15
0.224
Tidak Valid
Y2.16
0.312
Alpha Cronbach : 0.788 Y3
Keterangan Reliabel
Valid Reliabel
Y3.1
0.454
Valid
Y3.2
0.418
Valid
Y3.3
0.612
Valid
Y3.4
0.641
Valid
Y3.5
0.754
Valid
Y3.6
0.352
Valid
Y3.7
0.693
Valid
Y3.8
0.609
Valid
Y3.9
0.418
Valid
Y3.10
0.351
Valid
Y3.11
0.587
Valid
Y3.12
0.403
Valid
Y3.13
0.455
Valid
Y3.14
0.496
Alpha Cronbach : 0.772
Valid Reliabel
Dari tabel di atas terlihat bahwa seluruh indikator dari kelima variabel, yaitu Variabel Struktur Organisasi (X1), Prosedur Organisasi (X2), Strategi Organisasi (X3), Budaya Organisasi (X4) dan Efektifitas Pemungutan Pajak (Y), tidak semua indikator memiliki nilai korelasi lebih besar dari 0.3 seperti indikator
103
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Y2.15 dan X4.7, sehingga indikator tersebut dinyatakan tidak valid. Dari hasil uji reliabilitas memperlihatkan terdapat variabel dengan nilai alpha cronbach -0.071. Karena nilai alpha cronbach lebih kecil dari 0.6 sehingga instrumen untuk variabel Y1 dinyatakan tidak reliabel. Oleh karena indikator X2.15, X4.7 tidak valid dan variabel Y1 tidak reliable, maka instrument-instrumen tersebut (X2.15, X4.7, Y1.1 dan Y1.2) tidak dapat diikutsertakan pada analisis selanjutnya.
A.4.
Pengukuran Variabel Laten Variabel laten adalah variabel yang nilai kuantitatifnya tidak dapat
diketahui secara tampak. Salah satu cara untuk mengetahui nilai kuantitatif dari variabel laten, misalnya melalui analisis faktor. Analisis faktor mendeteksi penggerombolan indikator-indikator manifest. Yaitu sejumlah indikator manifest yang berkerumun menjadi satu. Setelah dianalisis faktor, indikator-indikator ini membentuk kerumunan. Kerumunan ini dinamakan dengan agresi yang yang sifatnya
laten.
Sifatnya
laten
karena
tidak
ada
nilai
kuantiatif
yang
menunjukkannya secara langsung. Yang ada hanyalah nilai kuantitatif yang sifatnya hipotetik. Indikator/butir yang membentuk kerumunan ada yang masuk penuh ke dalam konstrak yang menunjukkan 100% mampu mengukur konstrak laten, akan tetapi ada juga indikator yang hanya masuk sebagian saja. Jika diasumsikan bahwa semua indikator/butir 100% mampu merepresentasikan konstrak ukur dengan baik tanpa ada kesalahan pengukuran, maka dapat langsung menjumlahkan skor masing indikator/butir. Jika diasumsikan bahwa semua butir belum tentu mampu merepresentasikan konstrak ukur 100% karena error pengukuran selalu hadir dalam setiap pengukuran, maka tidak langsung
104
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
menjumlahkan skor masing-masing butir. Salah satu metode agar variabel laten ini dapat diukur adalah dengan menngunakan analisis faktor. Hasil perhitungan analisis faktor untuk pengukuran variabel laten dalam penelitian ini sebagaimana pada Lampiran 2.
A.5.
Hasil Path Analysis
A.5.1. Analisis Korelasi untuk Mengetahui Hubungan Antar Variabel Bebas Alat analisis yang digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel yang memiliki skala pengukuran numerik (interval/rasio) adalah Korelasi Pearson. Jika nilai probabilitas (p) < 0.05, maka dapat disimpulkan terdapat korelasi yang bermakna (signifikan) antara dua variabel yang diuji, sebaliknya jika nilai probabilitas (p) > 0.05, maka dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi yang bermakna (non signifikan) antara dua variabel yang diuji. Untuk menguji kekuatan korelasi dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) sebagai berikut: (a) jika nilai r terletak antara 0-0.199 maka dapat dikategorikan keduanya memiliki hubungan yang sangat lemah, (b) jika nilai r terletak antara 0.2-0.399 maka dapat dikategorikan keduanya memiliki hubungan yang lemah, (c) jika nilai r terletak antara 0.4-0.599 maka dapat dikategorikan keduanya memiliki hubungan sedang, (d) jika nilai r terletak antara 0.6-0.799 maka dapat dikategorikan keduanya memiliki hubungan yang kuat, dan (e) jika nilai r terletak antara 0.8-1.0 maka dapat dikategorikan keduanya memiliki hubungan yang sangat kuat. Hasil pengujian korelasi dengan alat bantu SPSS versi 18 disajikan pada Lampiran 3, dan teringkas pada tabel berikut ini:
105
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Korelasi Pearson Hubungan Antar Variabel Struktur Organisasi (X1) dengan Prosedur Organisasi (X2) Struktur Organisasi (X1) dengan Strategi Organisasi X3) Struktur Organisasi X1) dengan Budaya Orgaisasi X4) Prosedur Organisasi (X2) dengan Strategi Organisasi (X3) Prosedur Organisasi (X2) dengan Budaya Organisasi (X4) Strategi Organisasi (X3) dengan Budaya Orgaisasi (X4)
Koefisien Korelasi (r)
Nilai Probabilitas (p)
Keterangan
0.879
0.000
Berpengaruh secara nyata pada α =5%
0.865
0.000
Berpengaruh secara nyata pada α =5%
0.822
0.000
Berpengaruh secara nyata pada α =5%
0.881
0.000
Berpengaruh secara nyata pada α =5%
0.813
0.000
Berpengaruh secara nyata pada α =5%
0.831
0.000
Berpengaruh secara nyata pada α =5%
Sumber: Data Primer Diolah (Lampiran) Secara grafik disajikan sebagai berikut: Gambar 4.5. Keterkaitan Antar Variabel Bebas
Struktur Organisasi X1
0,879
Prosedur Organisasi X2
0,813
0,865 0,881
0,822
Strategi Organisasi X3 0,831
Budaya Organisasi X4
Keterangan = Hubungan Nyata Dari hasil analisis korelasi di atas dalam Pengujian hubungan antara Struktur Organisasi dengan Prosedur Organisasi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.879, dan nilai probabilitas (p) sebesar 0.000. Koefisien korelasi tersebut terletak antara 0.8-1 dalam kategori hubungan yang sangat kuat antara struktur organisasi dengan prosedur organisasi. Dari nilai p > 0.05 menyatakan
106
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Struktur Organisasi dengan Prosedur Organisasi. Koefisien bertanda positif mengartikan bahwa hubungan keduanya berbanding lurus. Artinya, semakin baik Struktur organisasi maka semakin baik pula Prosedur Organisasi. Selanjutnya pengujian hubungan antara Struktur Organisasi dengan Strategi Organisasi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.865, dan nilai probabilitas (p) sebesar 0.000. Koefisien korelasi tersebut terletak antara 0.8-1 dalam kategori hubungan yang sangat kuat antara struktur organisasi dengan Strategi organisasi. Dari nilai p < 0.05 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Struktur Organisasi dengan Strategi Organisasi. Koefisien bertanda positif mengartikan bahwa hubungan keduanya berbanding lurus. Artinya, semakin baik Struktur Organisasi maka semakin baik pula Strategi Organisasi. Pengujian
hubungan antara
Struktur
Organisasi
dengan
Budaya
Organisasi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.822, dan nilai probabilitas (p) sebesar 0.000. Koefisien korelasi tersebut terletak antara 0.8-1 dalam kategori hubungan yang sangat kuat antara Struktur Organisasi dengan Budaya organisasi. Dari nilai p < 0.05 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Struktur Organisasi dengan Budaya Organisasi. Koefisien bertanda positif mengartikan bahwa hubungan keduanya berbanding lurus. Artinya, semakin baik Struktur Organisasi maka semakin baik pula Budaya Organisasi. Selanjutnya pengujian hubungan antara Prosedur Organisasi dengan Strategi Organisasi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.881, dan nilai probabilitas (p) sebesar 0.000. Koefisien korelasi tersebut terletak antara 0.8-1
107
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
dalam kategori hubungan yang sangat kuat antara Prosedur Organisasi dengan Strategi Organisasi. Dari nilai p < 0.05 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Prosedur Organisasi dengan Strategi Organisasi. Koefisien bertanda positif mengartikan bahwa hubungan keduanya berbanding lurus. Artinya, semakin baik Prosedur Organisasi maka semakin baik pula Strategi Organisasi. Pengujian hubungan antara Prosedur Organisasi dengan Budaya Organisasi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.813, dan nilai probabilitas (p) sebesar 0.000. Koefisien korelasi tersebut terletak antara 0.8-1 dalam kategori hubungan yang sangat kuat antara Prosedur Organisasi dengan Budaya Organisasi. Dari nilai p < 0.05 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Prosedur Organisasi dengan Budaya Organisasi. Koefisien bertanda positif mengartikan bahwa hubungan keduanya berbanding lurus. Artinya, semakin baik Prosedur Organisasi maka semakin baik pula Budaya Organisasi. Pengujian
hubungan antara
Struktur
Organisasi
dengan
Budaya
Organisasi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.823, dan nilai probabilitas (p) sebesar 0.000. Koefisien korelasi tersebut terletak antara 0.8-1 dalam kategori hubungan yang sangat kuat antara Struktur Organisasi dengan Budaya Organisasi. Dari nilai p > 0.05 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Struktur Organisasi dengan Budaya Organisasi. Koefisien bertanda positif mengartikan bahwa hubungan keduanya berbanding lurus. Artinya, semakin baik Struktur Organisasi maka semakin baik pula Budaya Organisasi.
108
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji korelasi diatas, diketahui bahwa antar varibael bebas mempunyai hubungan korelasi yang sangat kuat. Untuk itu digunakan path analysis untuk mengetahui hubungan secara struktural antara Struktur Organisasi, Prosedur Organisasi, Strategi Organisasi, Budaya Organisasi dan Efektifitas Pemungutan Pajak. A.5.2. Analisis Struktural Tabel 4.5 adalah hasil perhitungan dari analisis struktural atas pengaruh Variabel Struktur Organisasi (X1), Prosedur Organisasi (X2), Strategi Organisasi (X3), Budaya Organisasi (X4) terhadap Efektifitas Pemungutan Pajak (Y), dengan bantuan SPSS versi 15. Berdasarkan Tabel 4.5, diperoleh nilai koefisien determinasi R Square menunjukkan nilai sebesar 0.469 atau 47%. Artinya bahwa variabel Efektifitas Pemungutan Pajak dipengaruhi sebesar 47% oleh Variabel Struktur Organisasi (X1), Prosedur Organisasi (X2), Strategi Organisasi (X3), Budaya Organisasi (X4), sedangkan sisanya 53% dipengaruhi oleh variabel lain di luar empat variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini. Tabel 4.5 Hasil Analisis Struktural Pengaruh Variavel Struktur Organisasi, Prosedur, Strataegi dan Budaya Organisasi terhadap Efektifitas Pemungitan Pajak Variabel
B (standardized coefficient)
Konstanta
t
Sig t
Keterangan
-8,2E-018 0.485
1.939
0.058
Hubungan nyata pada α = 10%
-0.145
-0.559
0.579
Hubungan tidak nyata
Inovasi Strategi
-0,72
-0.281
0.78
Hubungan tidak nyata
Budaya
0.428
2.080
0.043
Hubungan nyata pada α = 10%
Struktur Inovasi Prosedur
R Square
=
0.469
Fhitung
=
10.588
Sig F
=
0.000
Ftabel
=
2.561
Sumber: Lampiran 4
109
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Untuk menguji hipotesis pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel bebas, yaitu Struktur Organisasi (X1), Prosedur Organisasi (X2), Strategi Organisasi (X3), Budaya Organisasi (X4) terhadap Efektifitas Pemungutan Pajak (Y) digunakan uji F. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Fhitung sebesar 10.588 (signifikansi F = 0.000). Jadi Fhitung>Ftabel (10.588 > 2.561) atau Sig F < 5% (0.000<0.05). Artinya bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel bebas yang terdiri dari Struktur Organisasi (X1), Prosedur Organisasi (X2), Strategi Organisasi (X3), Budaya Organisasi (X4) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat yaitu Efektifitas Pemungutan Pajak. Hal ini berarti bila Struktur Organisasi, Prosedur Organisasi, Strategi Organisasi, Budaya Organisasi apabila ditingkatkan secara bersama-sama, maka akan berdampak pada peningkatan Efektifitas Pemungutan Pajak. Sebaliknya jika Struktur Organisasi, Prosedur Organisasi, Strategi Organisasi, dan Budaya Organisasi menurun secara bersama-sama maka mengakibatkan penurunan Efektifitas Pemungutan Pajak. Dengan demikian, hipotesis yang menduga secara bersama-sama variabel Struktur Organisasi (X1), Prosedur Organisasi (X2), Strategi Organisasi (X3), dan Budaya Organisasi (X4) berpengaruh signifikan terhadap variabel Efektifitas Pemungutan Pajak terbukti kebenarannya. Jadi untuk hipotesis ini diterima. Untuk menguji hipotesis secara parsial digunakan uji t yaitu untuk menguji secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil print out analisa regresi berganda antara variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian adalah sebagai berikut.
110
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Coeffi ci entsa
Model 1
(Constant) Skor Faktor X1 Skor Faktor X2 Skor Faktor X3 Skor Faktor X4
Unstandardized Coef f icients B St d. Error -8,2E-018 ,104 ,485 ,250 -,145 ,259 -,072 ,255 ,428 ,206
St andardized Coef f icients Beta ,485 -,145 -,072 ,428
t ,000 1,939 -,559 -,281 2,080
Sig. 1,000 ,058 ,579 ,780 ,043
a. Dependent Variable: Skor Faktor Y
Berikut disajikan uji hipotesis yang melibatkan empat variabel dalam penelitian ini : 1. Uji t pengaruh
variabel Struktur Organisasi (X1) terhadap Efektifitas
Pemungutan Pajak (Y). Pada variabel Struktur Organisasi diperoleh nilai thitung sebesar 1.939 dengan signifikansi t sebesar 0.058. Signifikansi t sebesar 5,8% lebih kecil dari 10% (0.058<0.1), maka secara parsial variabel Struktur Organisasi (X1) berpengaruh signifikan terhadap variabel Efektifitas Pemungutan Pajak (Y). Berdasarkan atas nilai koefisien standardize (0.485) bertanda positif, mengindikasikan pengaruhnya secara signifikan secara langsung. Artinya semakin tinggi Struktur Organisasi (X1), akan semakin tinggi pula Efektifitas Pemungutan Pajak (Y). Sebaliknya, semakin rendah Struktur Organisasi (X1) , akan semakin rendah pula Efektifitas Pemungutan Pajak (Y). 2. Uji t pengaruh variabel Prosedur Organisasi
(X2) terhadap Efektifitas
Pemungutan Pajak (Y). Pada variabel Prosedur Organisasi diperoleh nilai thitung sebesar -0.559 dengan signifikansi t sebesar 0.579.
Signifikansi t lebih besar dari 5%
(0.579>0.1), maka secara parsial variabel Prosedur Organisasi (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Efektifitas Pemungutan Pajak (Y).
111
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Artinya,
tinggi
rendahnya
inovasi
pada
Prosedur
Organisasi
tidak
mempengaruhi secara langsung Efektifitas Pemungutan Pajak (Y). 3. Uji t pengaruh variabel Strategi Organisasi (X3) terhadap Efektifitas Pemungutan Pajak (Y). Pada variabel Strategi Organisasi diperoleh nilai thitung sebesar -0.281 dengan signifikansi t sebesar 0.78. Karena signifikansi t lebih besar dari 10% (0.78>0.1), maka secara parsial variabel Strategi Organisasi (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Efektifitas Pemungutan Pajak (Y). Artinya, tinggi rendahnya Strategi Organisasi tidak mempengaruhi Efektifitas Pemungutan Pajak (Y). 4. Uji t pengaruh
variabel Budaya Organisasi (X4) terhadap Efektifitas
Pemungutan Pajak (Y). Pada variabel Budaya Organisasi diperoleh nilai thitung sebesar 2.080 dengan signifikansi t sebesar 0.043. Karena signifikansi t lebih kecil
dari 10%
(0.043 <0.1), maka secara parsial variabel Budaya Organisasi (X4) berpengaruh signifikan secara langsung terhadap variabel Efektifitas Pemungutan Pajak (Y). Artinya, tinggi rendahnya Budaya Organisasi mempengaruhi Efektifitas Pemungutan Pajak (Y). Untuk menentukan variabel bebas yang paling dominan mempengaruhi variabel terikat dapat dilihat dari koefisien terstandarisasi (atau beta). Nilai yang paling tinggi mengindikasikan variabel yang paling dominan. Berdasarkan Tabel 4.5 disimpulkan bahwa variabel Struktur Organisasi (X1) adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi Efektifitas Pemungutan Pajak, dengan koefisien beta sebesar 0.485 dan hubungan tersebut signifikan dengan tingkat kesalahan
112
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
sebesar 5,8%. Hasil path analysis secara lengkap adalah sebagaimana pada gambar 4.6. Gambar 4.6. Path Analysis hasil Penelitian
0,879
0.485
0,865
0,822
0,881 0,813 1
0.428 0,831
Besarnya pengaruh variabel Struktur Organisasi, Prosedur Organisasi, Strategi Organisasi dan Budaya Organiasi terhadap variabel Efektifitas Pemungutan Pajak : a.
Efektifitas Pemungutan Pajak (Y) dipengaruhi oleh Struktur Organisasi (X1)
. Nilai Pearson Correlatioan Variabel X1 dan Y sebesar 0.647. Pengaruh langsung dari (X1) ke Y
=
0.485 x 0.647 = 0,314
Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X4) = 0.485 x 0.82 x 0.428 = 0.167 Total Pengaruh variabel (X1) terhadap Y b.
= 0, 481 x 100% = 48,1%
Efektifitas pemungutan pajak (Y) dipengaruhi oleh Budaya Organisasi (X4)
. Nilai Pearson Correlation Variabel X1 dan Y sebesar 0.649. Pengaruh langsung dari (X4) ke Y =
0.428 x 0.649 = 0,277
113
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Pengaruh tidak langsung melalui variabel (X1) = 0.428 x 0.82 x 0.485 = 0.17 Total Pengaruh variabel (X4) terhadap Y =
0,447 x 100% = 44,7%
Berdasarkan perhitungan sebagaimana tersebut diatas, maka sistem administrasi pajak daerah Organisasi , Strategi
yang terdiri dari Struktur Organisasi, Prosedur
Organisasi dan Budaya Organisasi memiliki pengaruh
secara langsung maupun tidak langsung sebesar 92,8% (48,1% ditambah 44,7%) terhadap efektifitas pemungutan. Variabel Prosedur Organisasi serta Strategi Organisasi hanya mempunyai pengaruh secara tidak langsung yang tidak dapat diukur besaran pengaruh tersebut. A.5.3. Hubungan antara Efektifitas Pemungutan Pajak dengan Tax Ratio. Penelitian ini juga ingin mengetahui hubungan antara efektifitas pemungutan pajak dengan tax ratio. Apakah apabila semakin efektif pemungutan pajak akan semakin meningkatkan tax ratio?
Apabila jumlah data yang
digunakan untuk analisis regresi berjumlah 54 buah, data yang digunakan dalam analisis hubungan antara efektifitas pemungutan pajak dengan tax ratio adalah sebanyak 33 buah (lihat lampiran 5). Peneliti mengalami kendala dalam mencari data PDRD hingga sampai per kelompok usaha restoran dan usaha perhotelan. Pada umumnya data PDRB tersebut menyatu antar sektor perdagangan besar, usaha restoran dan usaha perhotelan. Demikian pula tidak setiap Kabupate/kota didapatkan data Pajak Hotel dan Pajak Restoran yang terpisah. Gambaran tax ratio pajak hotel, pajak restoran dan total pajak hotel dan restoran sebagaimana pada Gambar di bawah.
114
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Ratio Pajak Hotel
Pajak Restoran
Total Pajak Hotel dan Pajak Restoran
Gambar 4.7. Tax Ratio Pajak Hotel, Pajak Restoran serta Total Pajak Hotel dan Restoran (tahun 2010)
*) data tahun 2008 **) data tahun 2009
115
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Apabila tarif Pajak Hotel dan Restoran adalah sebesar 10%, maka tax ratio yang ideal adalah sebesar 10% dari Produk Domestik Regional Bruto. Tax Ratio Pajak Hotel, Pajak Restoran, serta total Pajak Hotel dan Restoran dapat dilihat Gambar 4.8 serta Gambar 4.9 serta 4.10 sebagaimana gambar di bawah. Berdasarkan gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggalian potensi Pajak Hotel relatip lebih baik dibandingkan dengan penggalian Pajak Restoran. Gambar 4.8. Tax Ratio Pajak Hotel
Gambar 4.9. Tax Ratio Pajak Restoran
116
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambar 4.10. Tax Ratio Pajak Hotel dan Restoran
Hasil Uji korelasi antara Variabel efektifitas pemungutan pajak dan tax ratio dapat dilihat pada printout SPSS sebagai berikut. Gambar 4.11. Printout SPSS uji korelasi (sumber data Lampiran)
Correlations VAR00011
VAR00012
Pearson
,502**
1 Correlation VAR00011 Sig. (2-tailed) N Pearson
,003 33
33
,502**
1
Correlation VAR00012 Sig. (2-tailed) N
,003 33
33
**. Correlation is signifikant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber data : lampiran
Berdasaran hasil uji korelasi tersebut, dengan nilai signifikansi besarnya sebesar 0.003 (p < 0.05),
maka dapat disimpulkan terdapat korelasi yang
117
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
bermakna (signifikan) antara dua variabel efektifitas pemungutan pajak dengan tax ratio. Besarnya nilai koefisien korelasi sebesar 50,2 yang berarti tingkat hubungannya sedang. B.
PEMBAHASAN PENELITIAN
BERDASARKAN PATH ANALYSIS
DAN HASIL OBSERVASI/ WAWANCARA Dalam melakukan penelitian ini, disamping melakukan penelitian secara kuantitatip berdasarkan isian kuesioner, peneliti juga melakukan observasi pada dua Kabupate/Kota serta melakukan wawancara dengan pegawai/pejabat yang melaksanakan administrasi pajak daerah, serta pengamatan perpajakan untuk mendukung kesimpulan penelitian.
Observasi dilakukan pada Dinas
Pendapatan Daerah Kota Bogor. Sebagai narasumber adalah Kepala Seksi pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor, Kepala Seksi pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, serta widyaiswara pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang intens mengamati pajak daerah. Beberapa hal yang dapat dijadikan resume berdasarkan hasil observasi/wawancara tersebut diuraikan sebagai berikut. B.1.
Variabel Struktur Organisasi Berdasarkan path analysis, variabel Struktur Organisasi secara langsung
mempengaruhi efektifitas pemungutan pajak.
Kesimpulan ini sesuai dengan
hasil observasi serta wawancara bahwa fungsi-fugsi dalam administrasi serta prosedurnya telah dilaksanakan oleh bagian/seksi pada Kantor Pajak Daerah dengan baik, sebagaimana telah diuraikan diatas. Kantor
Pelayanan
Pajak
Daerah
pada
umumnya
melaksanakan fungsi-fungsi administrasi pajak dengan baik.
telah
dapat
Fungsi-fungsi
administrasi pajak telah dijabarkan dalam bentuk struktur organisasi, tugas dan
118
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
fungsi setiap bagian/seksi, serta uraian jabatan pada masing-masing jabatan fungsional maupun jabatan struktural.
Terdapat bagian atau seksi, serta
pelaksana/pejabat fungsional yang menangani fungsi-fungsi administrasi pajak, seperti, fungsi pelayanan, fungsi penelitian SPTPD, serta law enforcement berupa pemeriksaan pajak dan penagihan pajak.
Standard Operating and
Procedure (SOP) pelayanan, penelitian SPTPD, sistem pelaporan secara rutin, workflow, serta tindak lanjut atas indikasi ketidakbenaran pelaporan omset. Demikian juga terdapat bagian yang
secara aktif mengawasi pelaksanaan
kinerja pegawai, terutama yang melakukan pelayanan atau pemeriksaan pajak. Fungsi-fungsi dalam administrasi pajak tersebut dapat dilaksanakan karena daerah pada umumnya telah mempunyai Perda yang mengatur tentang ketentuan umum perpajakan daerah berupa Ketentuan Umum Pajak Daerah (KUPD), disamping Perda
yang mengatur ketentuan pemungutan masing-
masing jenis pajak daerah. Namun demikian, peraturan yang menyangkut tentang penegakan hukum pajak (law enforcement) berupa pemeriksaan dan penagihan masih harus disempurnakan agar variabel-variabel administrasi pajak dapat lebih optimal dalam meningkatkan jumlah Wajib Pajak (ekstensifikasi), mengintensifkan potensi penerimaan pajak serta meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Fungsi pemeriksaan dan penagihan yang merupakan ruh dari penegakan hukum pajak, payung hukum serta petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya belum diatur secara rinci. Disamping itu, peraturan pelaksanaan mengenai hak-hak Wajib Pajak sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah perlu disempurnakan. Dalam Undang-undang
119
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah antara lain mengatur tentang hak Wajib Pajak untuk memperoleh pengembalian atas
tentang kelebihan pembayaran
pajak. Namun demikian, dalam pembahasan mengenai ketentuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut terdapat pandangan bahwa apabila mengembalikan kelebihan pembayaran pajak tersebut berpotensi merugikan keuangan negara.
Kelebihan pembayaran pajak seharusnya memang
dikembalikan kepada
Wajib Pajak apabila mereka memang membayar lebih
daripada yang seharusnya dibayar. Melalui harmonisasi antara Perda, petunjuk pelaksanaan, serta petunjuk teknisnya, maka petugas pada tingkatan pelaksana akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Petugas pada tingkatan pelaksana dalam melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi sebagaimana diuraikan dalam uraian jabatan dapat melaksanakan tugasnya secara mantap, tidak ada multitafsir atas suatu pelaksanaan ketentuan perpajakan, serta tidak khawatir akan melakukan kesalahan karena sudah ada rambu-rambu berupa ketentuan hukum (Perda), petunjuk pelaksanaan (Peraturan Bupati/Walijkota), serta petunjuk teknis berupa Standard Operating and Procedure yang jelas, sampai dengan bentuk-bentuk formulir yang digunakan. B.2.
Variabel Prosedur Organisasi Variabel prosedur organisasi adalah penyempurnaan Standard Operating
and Procedure (SOP) yang sudah ada melalui penyederhanaan prosedur, peningkatan pengawasan (monitoring) kepatuhan Wajib Pajak, tersedianya pelayanan satu tempat, serta inovasi proses dan perubahan metode operasional dengan bantuan sistem informasi. Pada umumnya daerah sudah membangun suatu sistem informasi dalam menatausahakan pajak daerah. Sistem informasi
120
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
tersebut berguna untuk entry data pembayaran sebagaimana pada SSPD, SPTPD, serta laporan rutin. Komputersisasi dalam pelaksanaan administrasi pajak daerah sangat membantu dalam operasional pelayanan serta pengawasan (monitoring) kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan path analysis, penyempurnaan prosedur organisasi melalui penyederhanaan prosedur, peningkatan pengawasan (monitoring) kepatuhan Wajib Pajak, tersedianya pelayanan satu tempat, serta inovasi proses dan perubahan metode operasional dengan bantuan sistem informasi tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap efektifitas pemungutan pajak. Penyempurnaan prosedur mempunyai hubungan korelasi yang sangat kuat (87,9%) prosedur
dengan Struktur Organisasi. Oleh karena itu, penyempurnaan
berupa
penyederhanaan
prosedur,
peningkatan
pengawasan
(monitoring) kepatuhan Wajib Pajak, tersedianya pelayanan satu tempat, serta inovasi proses dan perubahan metode operasional dengan bantuan sistem informasi akan dapat memperkuat tugas pokok dan fungsi, uraian jabatan serta sistem dan prosedur yang telah dibangun pada Struktur Organisasi. Dalam
rangka
penyempurnaan
prosedur
untuk
meningkatan
pengawasan (monitoring) kepatuhan Wajib Pajak, Kabupaten/Kota saat ini banyak yang tertarik akan mengembangkan sistim pembacaan secara langsung data cash register pada hotel dan restoran. Melalui pengembangan sistem ini, maka pengawasan (monitoring) kepatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan secara real time, efisien dan efektif. Namun
demikian,
perhitungan
cost
mengimplementasikan sistem ini perlu dilakukan,
and
benefit
dalam
mengingat faktor biaya
pengembangan sistem yang cukup besar. Kendala lainnya dalam penerapan
121
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
sistem ini, adalah beragamnya aplikasi yang digunakan dalam cash register. Secara teknis,
sistem yang dibangun harus dapat membaca semua aplikasi
yang digunakan dalam cash register. Kendala-kendala tersebut membuat hanya beberapa Kabupaten/Kota yang mengimplementasikan sistim pembacaan secara langsung data cash register, terutama pada daerah perkotaan/kota besar. B.3.
Variabel Strategi Organisasi Strategi organisasi merupakan penjabaran dari visi dan misi organisasi,
dalam hal pemungutan pajak. Strategi pada umumnya dilakukan antara lain dengan menerapkan strategi intensifikasi penerimaan pajak, simplifikasi administrasi perpajakan, kampanye sadar dan peduli pajak (penyuluhan pajak), serta pengembangan quality control dalam pelaksanan tugas pelayanan dan pemeriksaan pajak. Berdasarkan path analysis, strategi
organisasi
melalui
strategi
intensifikasi penerimaan pajak, simplifikasi administrasi perpajakan serta kampanye sadar dan peduli pajak (penyuluhan pajak), serta pengembangan quality control dalam pelaksanan tugas pelayanan dan pemeriksaan pajak tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap efektifitas pemungutan pajak. Strategi organisasi mempunyai hubungan korelasi dengan
Struktur Organisasi (87,9%). Oleh karena itu,
yang sangat kuat strategi intensifikasi
penerimaan pajak, simplifikasi administrasi perpajakan serta kampanye sadar dan peduli pajak (penyuluhan pajak), serta pengembangan quality control dalam pelaksanan tugas pelayanan dan pemeriksaan pajak, dapat memperkuat tugas pokok dan fungsi,
uraian jabatan
dibangun pada Struktur Organisasi.
122
serta sistem dan prosedur yang telah
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan observasi dan wawancara, pada umumnya daerah belum mempunyai strategi dalam melakukan intensifikasi pemungutan pajak. Dalam penyusunan strategi pemungutan pajak, seharusnya diawali dengan strategi suatu ukuran dalam penilaian kinerjanya (Gambar 2.10). Ukuran kinerja penting untuk ditetapkan dalam suatu pencapaian program kerja. Kantor Pajak Daerah seharusnya mempunyai strategi jangka pendek, jangka menengah serta jangka panjang dalam meningkatkan efektifitas pemunugtan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak.
Konsep intensifikasi pajak dapat diterapkan dengan menerapkan
mapping, profiling and benchmarking
(per klasifikasi usaha atau kewasan)
sebagaimana pada gambar 2.7, analisis data serta tindak lanjut berupa himbauan pembetulan atau usulan pemeriksaan. B.4.
Variabel Budaya Organisasi Sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam setiap
organisasi. Pengembangan sumber daya manusia serta internalisasi nilai-nilai organisasi, norma perilaku, serta komitmen pegawai telah dilaksanakan dengan baik oleh Kabupaten/Kota. Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor bahkan telah menerapkan
analisa
beban
direncanakan dengan baik.
kerja,
sehingga
kebutuhan
pegawai
dapat
Rekrutmen pegawai yang ditempatkan di Dinas
Pendapatan Daerah juga telah terseleksi, karena pegawai pada Dinas Pendapatan
Daerah
memperoleh
insentif
pemungutan
pajak
daerah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010. Selaras dengan pelaksanaan otonomi daerah yang mendekatkan antara pemerintah dengan masyarakat yang dilayani, maka kinerja pemerintahan daerah secara umum langsung diawasi oleh masyarakat dan media. Kondisi
123
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
tersebut menjadikan nilai-nilai good governance dapat dengan mudah diadopsi oleh pejabat/petugas pada Kantor Pajak Daerah. Berdasarkan path analysis, variabel Budaya langsung
mempengaruhi efektifitas pemungutan pajak.
Organisasi secara Perubahan budaya
organisasi pada Kantor Pajak Daerah telah dapat dilakukan dengan adanya program rekrutmen pegawai yang terseleksi, penyusunan analisis beban kerja, serta adanya pemberian insentif mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010. Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang pada prinsipnya mendekatkan antara pemerintah dengan masyarakat, serta pemberian insentif kepada petugas pemungut pajak daerah menjadi katalisator pembentukan budaya organisasi yang menganut nilai-nilai good governance.
124
BAB V. PENUTUP
A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian pustaka, analisisa data primer dari isian
kuesiner, serta data sekunder dari Biro Pusat Statistik serta hasil observasi dan wawancana dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Variabel Struktur Organisasi, Prosedur Organisasi, Strategi Organisasi serta Budaya Organisasi secara bersama-sama secara signifikan mempengaruhi
efektifitas
pemungutan
pajak.
Berdasarkan
path
analysis, variabel-variabel tersebut pengaruh secara langsung maupun tidak langsung sebesar 92,8% terhadap efektifitas pemungutan pajak. Dengan
demikian,
penyempurnaan
penyempurnaan
Prosedur
Organisasi
Struktur ,
Organisasi,
pengembangan
Strategi
Organisasi dan pembentukan Budaya Organisasi akan meningkatkan efektifitas pemungutan pajak. 2.
Variabel Struktur Organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap efektifitas pemungutan pajak. Variabel ini merupakan variabel yang paling berperan secara langsung mempengaruhi efektifitas pemungutan pajak, sebesar (31,4%), sedangkan pengaruh tidak langsung melalui variabel Budaya Organisasi sebesar 16,7%. Dengan demikian, untuk meningkatkan
efektifitas
pemungutan
pajak
difokuskan
pada
reorganisasi (perubahan struktur organisasi) secara berkelanjutan agar fungsi-fungsi
pelayanan,
pengawasan
kepatuhan
Wajib
Pajak,
pemeriksaan, serta penagihan pajak dapat dijalankan dengan baik.
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
3.
Penyempurnaan prosedur organisasi yang dilakukan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap efektifitas pemungutan pajak. Pengaruhnya secara tidak langsung melalui struktur organisasi, yang ditunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi yang sangat kuat (87,9%)
antara
Prosedur Organisasi dan Struktur Organisasi. Oleh karena itu, dalam meningkatkan efektifitas pemungutan pajak, penyempurnaan prosedur organisasi perlu dilakukan untuk memperkuat fungsi-fungsi pelayanan, pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, pemeriksaan, serta penagihan pajak yang telah disusun dalam struktur organisasi. 4.
Pengembangan strategi organisasi yang dilakukan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pemungutan pajak. Pengaruhnya secara
tidak langsung melalui struktur organisasi, yang ditunjukkan
bahwa
terdapat hubungan korelasi yang sangat kuat (86,5%) antara Strategi Organisasi dan Struktur Organisasi.
Oleh karena itu, dalam
meningkatkan efektifitas pemungutan pajak, pengembangan strategi organisasi perlu dilakukan untuk memperkuat fungsi-fungsi pelayanan, pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, pemeriksaan, serta penagihan pajak yang telah disusun dalam struktur organisasi. 5.
Variabel Budaya Organisasi secara langsung mempengaruhi efektifitas pemungutan pajak. Pengaruh secara langsung sebesar 27,7 %, sedangkan pengaruh secara tidak langsung sebesar 17%. Oleh karena itu, kondisi budaya organisasi saat ini, antara lain berupa terwujudnya good corporate governance, pemungutan pajak,
melalui dukungan pemberian insentif
perlu dijaga
pemungutan pajak dapat meningkat.
126
dan ditingkatkan agar efektifitas
BAB V PENUTUP
6.
Terdapat hubungan yang nyata antara efektifitas pemungutan pajak yang diukur dari indikator intensifikasi dan kepatuhan pajak terhadap tax ratio dengan tingkat hubungan sedang (50,2%). Oleh karena itu, untuk meningkatkan tax ratio, harus ada upaya yang berkelanjutan untuk meningkatkan
efektifitas
ekstensifikasi,
intensifikiasi,
pemungutan
pajak
peningkatan
law
melalui
kegiatan
enforcment,
dan
mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak. B.
Saran Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pemerintah daerah untuk
lebih mengoptimalkan penerimaan pajak daerah, antara lain: 1.
Melakukan penyempurnaan administrasi pajak secara berkelanjutan melalui perubahan stuktur (reorganisasi), penyempurnaan prosedur, serta penyusunan strategi organisasi untuk meningkatkan efektifitas pemungutan pajak.
2.
Menyempurnakan peraturan daerah yang mengatur tentang penegakan hukum pajak (law enforcement) berupa pemeriksaan dan penagihan pajak. Peraturan tersebut merupakan payung dalam
melakukan
perubahan
bentuk
hukum bagi organisasi
administrasi pajak (reorganisasi),
penyempurnaan prosedur, serta penyusunan strategi organisasi untuk meningkatkan law enforcment. 3.
Menyempurnakan petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, serta Standard Operating and Procedure yang harus diatur secara rinci, jelas, dan akurat, meliputi pula bentuk-bentuk formulir yang digunakan serta petunjuk pengisiannya, sebagai implementasi dari penyempurnaan administrasi secara berkelanjutan.
Penyempurnaan petunjuk pelaksanaan, petunjuk
127
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
teknis, serta Standard Operating and Procedure secara berkelanjutan akan mengakibatkan fungsi-fungsi pelayanan, pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, pemeriksaan, serta penagihan pajak dapat dijalankan dengan baik. 4.
Memaksimalkan
penyempurnaan
penyederhanaan
prosedur,
kepatuhan Wajib Pajak,
prosedur
peningkatan
organisasi
pengawasan
melalui
(monitoring)
serta inovasi proses dan perubahan metode
operasional. Misalnya dengan mengembangkan penggunaan sistem cash register dalam rangka penggalian (intensifikasi) penerimaan pajak sebagai inovasi prosedur dengan bantuan teknologi informasi dalam mengawasi kepatuhan Wajib Pajak, terutama untuk Wajib Pajak yang omsetnya cukup besar, atau restoran waralaba. 5.
Mengoptimalkan pengembangan strategi organisasi melalui intensifikasi penerimaan pajak, simplifikasi administrasi perpajakan, kampanye sadar dan peduli pajak (penyuluhan pajak), serta pengembangan quality control dalam pelaksanan tugas pelayanan dan pemeriksaan pajak. Strategi tersebut berupa strategi jangka pendek, jangka menengah serta jangka panjang yang dapat diukur.
6.
Menyusun
instrumen
pengukuran
pengukuran
kinerja
penggalian
(intensifikasi) penerimaan pajak yang dilaporakan dan dipantau setiap semesteran, berupa:
Penambahan jumlah Wajib Pajak melalui kegiatan ekstensifikasi pajak, sehingga memperbesar basis pemunguan pajak.
Identifikasi Wajib Pajak exsiting yang melakukan pembayaran pajak secara stagnan (tetap), mengalami kenaikan, atau penurunan berdasarkan basis pajak saat ini
128
BAB V PENUTUP
Mengidentifikasi jumlah Wajib Pajak yang membayar pajak tinggi, sedang, kurang serta sama sekali tidak melakukan pembayaran
Mengidentifikasi penerimaan pajak dari jenis penerimaan rutin, karena upaya ekstra effort (berupa hasil himbauan dan visit) atau karena upaya deterrent effect
melalui law enforcment
berupa
pemeriksaan dan penagihan pajak. 6. Setelah disusun instrumen pengukuran kinerja penggalian (intensifikasi), berdasarkan
asas pareto kepatuhan,
Kantor
Pajak Daerah daerah
menetapkan suatu program intensifikasi pajak dengan tahapan mapping, profiling dan benchmarking, analisa data serta tindak lanjut hasil analisis yang dapat berupa himbauan pembetulan SPTPD atau diusulkan pemeriksaan pajak. 7. Menjaga budaya organisasi yang sudah cukup bagus, dengan didukung oleh pemberian insentif pada lingkungan Kantor Pajak Daerah dengan mengedapankan semangat good governance. 8. Pemerintah Daerah perlu meningkatkan efektifitas pemungutan pajak dengan melakukan intensifikasi dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk meningkatkan tax ratio.
129
PENGARUH ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TAX RATIO (STUDI KASUS PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN)
DAFTAR PUSTAKA
Gunadi, D. Administrasi Perpajakan. Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintah. (Jakarta, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2005). Atmosudirdjo, P. Administrasi dan Manajemen Umum. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, 1982. Sofyan, M. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. (Jakarta, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Skripsi, 2005). Chaizi, N. Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004. Safri, N. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan Obor, 2003. Atmosudirdjo, P. Administrasi dan Manajemen Umum. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, 1982. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2004) Rapina. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak : Survey Terhadap Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying (Jurnal Riset Akuntansi Vol.III No.2 Oktober 2011). Syahrudin. “Analisis Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Mamuju Provinsi SulawesBarat. URL http://pasca.unhas.ac.id/jurnal. 2009. ------------------Ketetapan IV/MPR/2000
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
Nomor
-------------------- Deskripsi dan analisis APBD Tahun 2011. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2012 ------------------- Pengantar Administrasi. multiplycontent. com. --------------------
130
URL
images.irracdewi.multiply.
Pengertian Administrasi. URL http://data.bmkg.go.id/ share/dokumen/ modul 1-4.pd
Lampiran I
DATA RESPONDEN pegawai pemda
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Jenis Kelamin laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan perempuan perempuan laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki laki-laki perempuan laki-laki perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki
Umur Pendidikan 2 sma 4 diploma 3 diploma 3 pasca sarjana 4 sarjana 3 pasca sarjana 4 sarjana 3 sarjana 3 pasca sarjana 3 pasca sarjana 2 pasca sarjana 2 pasca sarjana 3 diploma 4 sarjana 4 sarjana 3 sarjana 4 sarjana 4 sarjana 3 pasca sarjana 4 sarjana 3 pasca sarjana 1 sarjana 4 pasca sarjana 5 pasca sarjana 3 sarjana 4 sarjana 4 sarjana 3 sarjana 4 pasca sarjana 4 sarjana 4 pasca sarjana 4 sarjana 4 pasca sarjana 3 pasca sarjana 4 pasca sarjana 4 sarjana 3 pasca sarjana 4 sarjana 3 pasca sarjana 3 pasca sarjana 2 sarjana 2 pasca sarjana 3 pasca sarjana 4 sarjana 2 pasca sarjana 2 pasca sarjana 2 pasca sarjana 4 pasca sarjana 4 pasca sarjana 3 pasca sarjana 3 sarjana 3 sarjana 4 sarjana 4 sarjana
Wajib Pajak Eselon IV IV IV IV IV IV III IV IV IV IV IV IV III IV IV III III IV III III IV IV II IV IV IV III III IV IV III IV IV IV IV IV III IV III IV IV IV III IV IV IV II III III IV IV IV IV
Jenis Kelamin perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki perempuan perempuan perempuan perempuan perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki perempuan perempuan laki-laki perempuan laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki laki-laki perempuan perempuan laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan perempuan
Umur 2 3 4 3 4 3 2 1 2 3 1 1 3 3 3 5 3 3 3 2 4 4 3 4 3 2 3 2 3 4 3 3 3 3 3 2 3 5 3 2 3 3 3 4 3 2 3 3 4 4 5 2 2 3
Pendidikan sarjana sarjana sarjana sarjana sarjana diploma diploma sma sarjana sarjana diploma diploma sma sma diploma sma sarjana pasca sarjana diploma sarjana sarjana diploma diploma sma sarjana diploma sma sarjana sarjana diploma sarjana sarjana sarjana sarjana sma diploma sma sma sarjana sarjana diploma diploma diploma sma pasca diploma sarjana sarjana diploma sarjana sarjana sarjana
tax badan/ OP hotel badan hotel perseorangan restoran badan hotel badan hotel badan restoran badan restoran perseorangan restoran badan hukum restoran perseorangan restoran perseorangan restoran perseorangan restoran perseorangan hotel perseorangan hotel perseorangan restoran perseorangan hotel perseorangan hotel badan hotel bada hotel perseorangan hotel badan restoran perseorangan restoran perseorangan hotel badan restoran badan restoran perseorangan restoran badan hotel badan hotel perseorangan hotel badan restoran perseorangan hotel badan hotel dan restoran perseorangan restoran perseorangan restoran perseorangan hotel dan restoran badan hotel restoran perseorangan restoran perseorangan restoran perseorangan restoran perseorangan hotel perseorangan restoran perseorangan hotel badan hotel badan hotel badan hotel/res badan hotel/res badan hotel badan hotel perseorangan hotel badan hotel perseorangan hotel badan hote/res badan 3 restoran perseorangan
owner/staff staff owner owner owner owner owner karyawan
karyawan pemilik
karyawan owner karyawan karyawan owner karyawan karyawan karyawan karyawan karyawan karyawan pemilik pemilik karyawan owner karyawan karyawan karyawan karyawan owner owner karyawan owner karyawan
Lampiran II
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
kabuapaten/Kota Kab. Serang Kab. Lampung Selatan kab. Lampung Barat Kota Pekanbaru Kota Malang Kota Sukabumi Tapanuli Selatan Kab. Klungkung Kab. Klaten Kota Kediri Kab. Karangasem Kb. Karanganyar kab. Manggarai Kab. Bitung Kab. Kudus Kota Gorontalo Kab. Gianyar Kota Pangkalpinang Kota Bengkulu Kota Pekalongan Kota Salatiga kab. Tangerang Kota Surakarta Kota bajarbaru Kab.Tapanuli Utara Kab. Malang Kab. Blora Kota Jambi Kota Pontianak Kota Banyuwangi Kab. Sukabumi Kab. Bengkulu Selatan Kota Palembang Kota Mataram Kota Tangerang Kab. Badung Kota Tangerang Selatan Kota Metro Kab. Demak Kota Serang Kab. Ciamis Kab. Padang Pariaman Kota Magelang Kota Denpasar Karangasem Kota Bandar Lampung Tabanan Kotawaringin Barat Kab.Banyumas Kota Cilogon Kab. Blitar Kota Tasikmalaya Kab. Botolali Kab Garut
VARIABEL X ADMINISTRASI PENGELOLAAN PAJAK STRUKTUR ORGANISASI PROSEDUR ORGANISASI Pendelegasian Perubahan Metode Otoritas Kegiatan Sistim Jalur Pengawasan Tugas Pelayanan dan Perubahan Pembenahan fungsi Pelayanan Penelitian dan Pelaporan Pelayanan, Penelitian SPT Pengawasan Kepatuhan Metode dan Penelitian SPTD Pemeriksaan SPTD Secara Rutin dan Pemeriksaan WP Inovasi Proses Operasioal X1.1 X.1.2 X.1.3 X.1.4 X.1.5. X.1.6 X.1.7 X.1.8 X.1.9 X.1.10 X.1.11 X.2.1 X.2.2. X.2.3 X.2.4 X.2.5 X.2.6 x.2.7 x.2.8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 4 4 5 4 4 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 3 2 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4
5 4 5 4 4 5 5 5 4 5 2 3 4 4 5 5 4 4 4 5 5 3 5 4 4 4 5 5 4 4 4 3 5 4 4 4 4 4 4 3 4 5 5 4 2 5 4 5 5 5 4 4 4 4
4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 3 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4
5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 1 4 4 5 4 1 3 2 2 4 4 2 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 3 4 4 4 5 4 1 4 4 5 5 5 4 4 4 4
4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4 5 5 1 4 3 4 5 5 2 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4
4 4 5 4 5 4 4 5 4 5 1 4 4 4 5 5 4 3 4 5 4 2 5 4 4 4 5 5 3 5 4 5 5 5 4 5 4 5 4 4 5 5 5 4 1 5 4 4 5 5 5 4 4 5
5 4 5 5 5 5 4 4 3 4 2 4 4 4 4 4 4 2 4 5 4 4 5 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 2 4 4 5 5 4 4 5 4 5
5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 2 4 4 5 5 5 4 2 3 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 2 3 4 5 4 4 2 4 4 5 5 4 5 5 4 4
5 4 5 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 2 4 4 5 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 3 5 5 4 5 4 5 4
5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 1 3 4 4 4 4 4 2 1 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 5 5 4 4 3 4 4 2 3 4 5 4 4 1 4 4 4 5 4 3 4 4 4
5 4 3 4 4 4 4 4 3 2 1 4 5 3 4 4 4 2 1 4 4 3 4 4 4 3 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 2 4 4 3 5 4 1 5 4 4 5 4 4 3 4 4
5 4 5 4 5 5 4 4 4 5 2 4 4 4 3 5 4 2 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 3 5 4 4 5 5 5 5 2 5 4 4 5 5 5 4 5 4
5 3 5 5 5 5 4 4 3 5 1 4 4 4 5 3 4 2 3 4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 3 5 3 5 4 4 5 4 1 4 4 4 5 5 5 3 5 5
5 4 4 4 4 5 4 4 3 2 1 4 4 3 4 3 4 2 3 4 4 3 5 4 4 4 5 5 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 3 4 4 4 5 4 1 4 4 4 5 4 4 4 5 5
5 4 5 5 5 5 5 5 4 5 3 4 4 4 4 3 4 2 3 4 2 4 5 3 4 4 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 5 3 4 4 4 4 5 2 4 4 4 4 5 5 4 4 5
5 4 2 1 5 4 5 4 2 2 4 4 4 4 5 2 4 2 1 4 4 2 5 3 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 2 5 2 4 4 4 5 3 4 5 3 5 4 5 5 2 5 4
5 4 4 2 4 5 5 5 3 4 3 4 4 4 5 3 4 2 3 4 4 3 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 2 4 4 2 5 3 4 4 4 4 4 3 5 4 4 5 3 4 4 5 4
5 4 4 4 5 5 5 4 3 5 3 4 4 4 5 4 4 2 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 3 5 4 4 4 4 3 4 4 4 5 5 5 4 5 4
5 4 3 4 5 4 5 5 2 4 2 4 4 4 4 2 4 2 2 4 4 2 4 4 4 3 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 5 2 4 4 4 5 4 2 4 3 4 5 4 4 3 5 5
VARIABEL Y STRATEGY ORGANISASI BUDAYA ORGANISASI Kampan ye Sadar Mengembangkan dan Program Intensifikasi mekanisme internal Internalisasi Nilai-nilai EKSTENSIFIKASI Peduli Pajak quality control Pengembangan SDM Organisasi x.3.1 x.3.2 x.3.3 x.3.4 X.3.5 X.3.6 X.3.7 X.4.1 X.4.2 X.4.3 X.4.4. X.4.5 X.4.6 X.4.7 y1.1. y.1.2 Y.2.1 Y.2.2. Y.2.3 Y.2.4 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 1 2 3 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 5 4 5 2 4 2 3 5 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 3 4 4 4 5 4 5 5
5 4 4 5 5 5 4 4 4 5 2 4 4 5 5 3 4 2 3 4 2 4 5 3 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 2 5 4 4 5 5 4 4 4 5
3 4 2 4 5 4 4 4 4 2 1 4 4 5 4 3 4 2 2 4 2 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 3 4 3 4 3 5 5 4 1 5 4 4 4 5 4 3 4 4
3 3 2 4 3 3 5 3 3 2 1 4 3 4 4 3 4 2 1 4 4 2 4 3 4 3 2 4 4 4 4 5 5 5 5 3 3 3 2 3 3 4 4 4 1 3 4 4 3 4 4 2 4 4
5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 2 2 4 4 3 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 5 4 5 4 4 4 4
5 3 4 3 4 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 3 4 2 2 4 4 3 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 2 4 4 5 4 5 4 4 4 4
5 4 4 3 4 4 4 4 3 4 1 4 4 4 5 2 4 2 2 4 4 3 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 1 4 4 5 4 5 4 4 3 4
5 5 3 5 5 5 5 4 3 5 2 4 4 4 5 3 4 2 1 4 4 3 5 4 4 4 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 5 2 5 5 4 5 3 2 4 3 5 4 4 5 3 5 4
5 5 5 5 5 4 5 4 3 5 2 4 4 4 5 2 4 4 2 5 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 3 4 5 4 5 4 2 4 4 4 4 4 5 3 4 4
4 5 3 5 5 4 5 5 4 5 2 4 4 4 5 3 4 4 1 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 4 4 5 4 4 2 5 5 5 5 4 2 4 3 5 4 4 4 4 4 4
5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 5 3 4 4 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 5 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 2 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 2 4 4 5 4 4 4 4 4 4
5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 3 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 3 5 4 4 4 5 5 4 5 4
2 4 4 4 4 4 1 4 4 5 3 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 4 5 2 4 1 4 4 3 5 4 3 3 2 4 4 2 4 3 3 4 3 2 4 2 2 4 2
3 4 4 4 4 4 4 5 2 1 5 5 4 4 4 3 4 5 4 4 3 4 4 3 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 1 2 4 3 5 5 4 5 3 4 1 4 2 4
5 4 4 3 3 3 1 5 4 3 5 4 2 4 2 2 4 4 4 3 3 5 3 3 2 5 4 4 4 5 2 4 4 3 4 3 5 4 1 4 5 1 2 3 5 2 4 3 3 4 5 2 4 3
5 4 3 5 4 5 5 4 4 4 2 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 3 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 2 5 4 5 4 5 4 5 4 4
3 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 2 4 5 4 5 3 4 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 5 3 3 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4
3 3 4 4 2 4 2 2 3 4 5 3 3 4 2 3 3 4 3 4 4 2 3 3 4 3 1 5 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 2 2 4 3 3 3 5 4 1 3 3 4 3 3 3 1
KEPATUHAN ASPEK PSIKOLOGIS PENEGAKAN LAW ASPEK PSIKOLOGIS KEPUASAN INTENSIFIKASI ASPEK YURIDIS ENFORCMNET PELAYANAN ASPEK SOSIOLOGIS Y.2.5 Y.2.6 Y.2.7 Y.2.8 Y.2.9 Y.2.10 Y.2.11 Y.2.12 Y.2.13 Y.2.14 Y.2.15 Y.2.16 Y.3.1. Y.3.2 Y.3.3 Y.3.4 Y.3.5 Y.3.6 Y.3.7 Y.3.8 Y.3.9 Y.3.10 Y.3.11 Y.3.12 Y.3.13 Y.3.14 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 1 3 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 5 4 3 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 3 4 4 5 5 4 4 3 4 4 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 3 4 5 5 5 4 3 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 5 4 3 3 4 4 5 5 4 4 4 2 5 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 3 4 3 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 3 4 2 3 4 5 4 4 3 5 3 4 4 4 3 4 4 4
4 3 3 3 2 4 3 4 3 4 1 4 4 4 3 2 5 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 5 5 4 3 5 4 4 4 5 3 4 3 2 4 4 3 4 1 4 3 3 4 3 3 3 4 4
4 4 3 5 5 3 4 4 3 5 1 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 3 4 5 3 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 3 4 4 5 4 4 1 4 4 4 4 4 4 3 3 4
3 3 3 3 2 4 3 2 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 2 4 3 4 3 3 4 3 5 5 5 4 4 5 4 3 4 3 3 3 2 3 4 4 3 3 3 3 1 3 4 4 3 4 4 3
4 3 2 3 2 4 3 3 3 4 3 3 5 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 2 4 3 5 5 5 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 2 4 4 3 3 3 5 1 2 4 4 3 3 4 4
4 4 2 3 4 4 3 3 3 4 1 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 2 4 3 5 5 5 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 2 4 4 4 3 1 4 1 1 4 3 3 3 3 3
3 3 1 3 2 2 3 2 3 3 1 3 3 3 3 2 4 3 2 4 4 2 3 2 4 3 2 4 4 3 4 5 4 2 3 4 3 3 2 3 3 4 2 2 1 4 1 1 3 3 3 2 3 2
3 3 5 2 2 2 4 2 2 2 1 3 3 3 4 2 5 4 3 4 3 2 3 1 4 3 2 5 4 4 4 5 4 5 4 5 3 3 2 4 3 4 2 4 1 4 1 4 3 3 4 2 3 1
1 5 4 2 5 5 5 5 3 4 5 1 1 4 1 3 2 2 1 2 2 1 1 2 1 2 5 2 5 1 2 2 4 5 1 4 1 2 2 4 4 2 4 3 1 1 4 2 5 1 1 4 2
5 4 5 4 5 5 1 4 4 5 5 5 4 4 4 3 5 5 1 5 3 5 5 5 3 5 5 1 4 3 4 2 4 4 5 4 5 4 3 4 5 4 5 5 5 5 1 4 1 5 1 4 5 5
4 4 4 5 4 3 4 5 5 1 5 1 4 5 5 3 2 5 2 4 4 5 4 4 4 4 5 1 4 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 1 4 4 3 4 3 5 1 2 4 4 1 5 5 4
4 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 1 4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 4 5 4 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 5
4 2 3 1 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 5 3 4 5 4 5 3 5 5 4 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 5 4 4
4 4 4 1 4 5 4 4 4 5 4 2 3 4 4 5 4 2 3 4 1 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 2 4 5 4 4 3 4 4 2 2 4 5 4 1 5 4 4 4 2 5 4 5
4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 5 4 3 5 4 4 3 2 4 4 3 4 5 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4
5 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 5 4 4 3 4 3 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 4 2 4 4 3 4 5 4 5 4 4 5 4 4 5 4 3
4 4 4 1 4 4 3 3 2 2 3 4 3 3 4 2 2 3 2 4 3 4 4 3 3 3 4 4 5 4 4 4 2 4 5 4 4 3 1 3 4 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 4 3
4 4 4 4 4 4 3 2 4 5 4 3 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 3
4 4 4 4 4 5 3 3 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 3 4 3 4 4 3 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 5 4 4 5 5 4
4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 3 5 4 4 4 4 4 4 5 4 2 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 3 3 4 5 5 4 4 5 4 3
5 3 4 5 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 5 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 3
5 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 4 4 5 4 5 4 4 5 4 5
3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 2 3 4 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 3 3 4 5 4 4 2 4 4 4 5 5 3 3 5 4 4 4 3 3
4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 3 4 2 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 5 5 3 4 4 3 1 4 2 4 4 4 4 5 4 3 5 4 4 3 3 3
Lampiran III VARIABEL PENELITIAN DALAM SKOR FAKTOR
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Efektifitas Struktur Prosedur Budaya Pemungutan Organisasi Organisasi Strategi Organisasi Organisasi Pajak 1,01337 1,321 0,96284 1,09416 0,53731 -0,1853 -0,28589 -0,26336 0,7152 -0,3705 0,48515 0,07282 -0,48295 -0,51117 -1,25823 0,00902 -0,37642 -0,40275 0,39929 0,00181 0,45623 0,97711 0,36265 0,7152 -0,64304 0,76197 1,04673 0,46669 0,83633 0,56967 0,44425 0,76791 0,47364 1,02153 -0,45169 0,28892 0,41216 0,17608 0,24291 -1,30179 -0,84314 -1,42838 -0,48491 -0,78355 -0,94646 -0,19348 0,12606 -0,10011 0,7152 0,86543 -2,97233 -2,51079 -2,92133 -3,30028 -1,86483 -0,5094 -0,10522 0,1443 -0,31377 -0,59849 0,07139 -0,10522 0,17608 -0,31377 0,37085 0,24762 -0,28791 0,51143 0,00214 0,07223 0,75878 0,40267 0,74869 1,0286 -0,20474 -0,22305 -1,17619 -1,7036 -0,96874 -0,37831 -0,33213 -0,10522 0,1443 -0,31377 0,85004 -2,50747 -2,95766 -2,74728 -1,0465 -0,21972 -1,56414 -1,47162 -2,51322 -2,19511 -1,56853 0,56588 -0,10522 0,32486 0,25997 0,72669 0,45968 -0,48041 -0,58995 0,00214 0,81809 -1,49781 -0,99765 -0,90258 -0,52572 -0,43831 1,25717 0,99122 1,09591 1,02153 0,14223 -0,1853 -0,39851 -0,20676 -0,93601 -1,61254 -0,1853 -0,10522 0,1443 0,00214 0,4216 -0,33148 -0,2738 0,17608 -0,31377 0,45747 1,55019 1,321 1,14375 1,33744 1,56005 1,55019 1,321 1,44131 1,33744 1,76579 0,88889 0,7894 0,69199 0,86766 2,27233 0,57017 0,60671 0,1443 -0,10182 0,68473 -0,1853 -0,10522 0,32486 -0,31377 0,06566 0,08388 0,68371 0,6602 0,7152 1,82089 0,73346 0,70758 0,84077 1,33744 1,10571 0,9261 0,8374 1,59009 0,31554 0,35079 -0,1853 0,41911 0,67592 0,00214 0,49034 0,23758 0,16905 -0,00448 1,33744 0,6879 -0,1853 -1,0094 -0,16932 -0,31377 -0,23414 -0,14923 1,321 0,17608 -0,10182 -0,21843 -2,24368 -1,61598 -1,06743 -1,48205 -2,63987 -0,3571 0,32551 -0,00448 0,45737 -0,89538 0,08721 0,08451 0,21352 0,7152 0,23504 0,33502 0,08451 0,25254 0,55882 0,53698 0,69244 0,72215 0,48971 0,40636 -0,2838 0,07901 0,16642 0,1443 0,41244 0,59407 -2,97233 -2,69839 -2,92133 -3,30028 -1,81608 0,5832 0,35141 0,36265 0,00214 0,92062 -0,3767 -0,37949 -0,03626 -0,769 -1,58602 0,71692 0,00048 0,89363 0,45485 -0,57613 1,55019 1,02771 0,1978 -0,31377 1,18898 0,39245 0,64733 1,26075 0,00214 0,15643 0,19823 0,80853 0,32486 0,47192 -0,43428 0,05867 -0,66585 -0,3181 -0,78355 0,28976 0,13203 1,1334 0,10331 0,21409 -0,0182
Lampiran IV
HASIL ANALISIS PATH
Correlations Correlati ons
Skor Faktor X1
Skor Faktor X2
Skor Faktor X3
Skor Faktor X4
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Skor Faktor X1 1
Skor Skor Skor Faktor X2 Faktor X3 Faktor X4 ,879** ,865** ,822** ,000 ,000 ,000 53 53 53 53 ,879** 1 ,881** ,813** ,000 ,000 ,000 53 53 53 53 ,865** ,881** 1 ,831** ,000 ,000 ,000 53 53 53 53 ,822** ,813** ,831** 1 ,000 ,000 ,000 53 53 53 53
**. Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed).
Regression Variabl es Entered/Removedb Model 1
Variables Entered Skor Faktor X4, Skor Faktor X2, Skor Faktor X1, Skor a Faktor X3
Variables Remov ed
Method
.
Enter
a. All requested v ariables entered. b. Dependent Variable: Skor Faktor Y Model Summary Model 1
R ,685a
R Square ,469
Adjusted R Square ,424
St d. Error of the Estimate ,75863851
a. Predictors: (Constant), Skor Fakt or X4, Skor Faktor X2, Skor Faktor X1, Skor Faktor X3
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 24,374 27,626 52,000
df 4 48 52
Mean Square 6,094 ,576
F 10,588
Sig. ,000a
a. Predictors: (Const ant), Skor Faktor X4, Skor Faktor X2, Skor Faktor X1, Skor Faktor X3 b. Dependent Variable: Skor Faktor Y Coeffi ci entsa
Model 1
(Constant) Skor Faktor X1 Skor Faktor X2 Skor Faktor X3 Skor Faktor X4
Unstandardized Coef f icients B St d. Error -8,2E-018 ,104 ,485 ,250 -,145 ,259 -,072 ,255 ,428 ,206
a. Dependent Variable: Skor Faktor Y
St andardized Coef f icients Beta ,485 -,145 -,072 ,428
t ,000 1,939 -,559 -,281 2,080
Sig. 1,000 ,058 ,579 ,780 ,043
Lampiran III
EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK TAX RATIO PAJAK HOTEL DAN RESTORAN
KEPATUHAN
INTENSIFIKASI PENERIMAAN PAJAK HOTEL & RESTORAN No
KABUPATEN/KOTA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Kab. Serang Kab. Lampung Selatan Kota Pekanbaru Kota Malang Kota Sukabumi*) Kab. Klungkung **) Kota Kediri Kab. Karangasem kab. Manggarai Kab. Kudus Kab. Gianyar Kota Pangkalpinang Kota Pekalongan Kab.Tapanuli Utara Kab. Malang Kota Jambi Kota Pontianak Kota Banyuwangi Kab. Bengkulu Selatan Kota Palembang Kota Metro Kab. Demak Kota Serang Kab. Ciamis Kota Magelang Kota Denpasar Kota Bandar Lampung Tabanan Kota Cilegon Kab. Blitar Kota Tasikmalaya Kab. Botolali Kab Garut
7.000.000.000 800.000.000 36.000.000.000 16.851.998.850 2.465.863.000 587.491.940 1.677.000.000 10.665.000.000 320.490.500 1.292.173.000 49.820.207.888 2.555.800.000 1.200.000.000 420.713.190 804.710.940 6.204.524.029 18.530.000.000 730.000.000 413.172.000 25.000.000.000 368.000.000 97.415.000 2.657.000.000 1.491.683.212 1.335.011.000 93.500.000.000 12.700.000.000 11.374.968.895 6.364.000.000 59.421.230 1.993.103.000 131.596.000 7.515.000.000
PDRB SEKTOR USAHA HOTEL & RESTORAN 305.046.080.000 42.263.000.000 1.103.546.940.000 3.025.383.950.000 117.637.960.000 150.514.330.000 224.180.420.000 409.606.520.000 61.564.350.000 59.331.664.000 1.076.164.800.000 53.905.000.000 59.426.640.000 21.461.920.000 57.908.340.000 223.232.260.000 230.761.240.000 520.502.395.000 13.541.000.000 970.526.000.000 99.017.000.000 136.519.740.000 289.635.050.000 1.034.667.202.000 2.332.950.670.000 2.398.595.751.000 748.353.140.000 3.750.461.100.000 758.555.600.000 9.344.940.000 546.869.820.000 88.680.155.000 94.178.470.000
TAX RATIO SEKTOR USAHA Y.2.1 Y.2.2. Y.2.3 HOTEL & RESTORAN
2,29% 1,89% 3,26% 0,56% 2,10% 0,39% 0,75% 2,60% 0,52% 2,18% 4,63% 4,74% 2,02% 1,96% 1,39% 2,78% 8,03% 0,14% 3,05% 2,58% 0,37% 0,07% 0,92% 0,14% 0,06% 3,90% 1,70% 0,30% 0,84% 0,64% 0,36% 0,15% 7,98%
5 4 5 4 5 4 4 2 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 4 4
3 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 3 3 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4
Y.2.4
Y.2.5
Y.2.6
Y.2.7
Y.2.8
Y.2.9
ASPEK PSIKOLOGIS PENEGAKAN LAW ENFORCMNET
ASPEK YURIDIS
Y.2.10 Y.2.11
Y.2.12
Y.2.13
Y.2.14
Y.2.16
Y.3.1.
Y.3.2
Y.3.3
Y.3.4
Y.3.5
ASPEK PSIKOLOGIS KEPUASAN PELAYANAN
Y.3.6 Y.3.7 Y.3.8
Y.3.9
Y.3.10
ASPEK SOSIOLOGIS
Y.3.11
Y.3.12
Y.3.13
Y.3.14
Y2 3 3 4 2 4 2 4 5 3 2 3 4 4 4 3 5 4 3 4 4 3 2 2 4 3 3 4 1 4 3 3 3 1
5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 2 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4
4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 2 3 4 4 4 5 3 4 3 4 4 4
4 3 3 2 4 4 4 1 4 3 5 4 4 4 3 5 5 4 5 4 4 3 2 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4
4 4 5 5 3 4 5 1 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 5 5 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4
3 3 3 2 4 2 4 3 4 3 3 3 4 4 3 5 5 4 5 4 3 2 3 4 3 3 3 1 4 3 4 4 3
4 3 3 2 4 3 4 3 5 3 3 3 4 4 3 5 5 3 4 4 3 3 2 4 3 3 5 1 4 3 3 4 4
4 4 3 4 4 3 4 1 4 3 4 3 4 4 3 5 5 3 4 4 3 3 2 4 4 3 4 1 3 3 3 3 3
3 3 3 2 2 2 3 1 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 5 4 3 2 3 3 2 2 4 1 3 3 2 3 2
3 3 2 2 2 2 2 1 3 4 5 4 4 4 3 5 4 4 5 4 3 2 4 3 2 4 4 1 3 4 2 3 1
1 5 2 5 5 5 4 5 1 1 2 2 2 1 2 2 5 1 2 4 2 2 4 2 4 1 1 5 1 1 4 2
4 4 5 4 3 5 1 5 4 5 2 5 4 4 4 1 4 4 4 4 3 4 1 4 3 4 5 1 4 1 5 5 4
54 55 54 51 58 52 56 42 55 52 59 55 58 57 54 67 69 54 62 64 51 41 43 59 49 55 60 34 58 47 52 56 48
Y3 4 4 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 5
4 2 1 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 3 3 5 5 4 4 4 2 5 4 4 5 4 4
4 4 1 4 5 4 5 4 3 4 4 2 4 4 5 4 5 5 5 2 3 4 4 2 4 5 1 5 4 2 5 4 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 4 3 2 4 4 4 5 3 4 4 4 4 4 4
5 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 4 4 2 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 3
4 4 1 4 4 3 2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 5 4 4 2 3 1 3 4 4 4 5 4 4 4 3 4 3
4 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 2 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 3
4 4 4 4 5 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 3 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4
4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 2 5 5 4 4 5 3 4 4 4 3 4 4 4 5 4 3
5 3 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 5 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3
5 4 5 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 5
3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 4 3 4 4 5 4 5 4 4 2 4 4 5 3 4 4 4 3 3
4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 5 3 1 4 2 4 4 5 4 4 4 3 3 3
58 52 50 55 59 47 61 56 55 56 56 50 60 55 61 55 63 63 66 55 52 46 57 50 57 63 54 59 56 54 62 55 52
TOTAL Y
112 107 104 106 117 99 117 98 110 108 115 105 118 112 115 122 132 117 128 119 103 87 100 109 106 118 114 93 114 101 114 111 100
Lampiran VI KORELASI ANTARA TAX RATIO DENGAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK
Correlations Tax Ratio Pearson Correlation
Efektifitas Pemungutan Pajak 1
VAR00011 Sig. (2-tailed)
,502** ,003
N Pearson Correlation VAR00012 Sig. (2-tailed)
33
33
,502**
1
,003
N
33
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
SCATTER DIAGRAM
33
RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama
: Listiyarko Wijito
NIP
: 196904161995031001
Tempat/Tanggal Lahir
: Klaten/ 16 April 1969
Unit Organisasi
: Pusdiklat KNPK
Riwayat Pekerjaan/Jabatan: 1. Pegawai Pada Direktorat Jenderal Pajak Tahun 1995-2011 2. Widyaiswara Muda pada Pusdiklat KNPK BPPK Tahun 2011 Riwayat Pendidikan: 1. Fakultas Teknik
Geologi
Universitas
Pembangunan
Negara
Veteran
Yogyakarta , 1993 2. Magister
Ekonomika
Pembangunan,
Konsentrasi
Penilaian
Propertu
Universitas Gadjah Mada, 2000 Karya yang Pernah Dibuat: 1. Modul Penilaian Dalam Rangka Pemanfaatan Barang Milik Negara, Pusdiklat KNPK (2012) 2. Modul Penilaian Dalam Rangka Penghapusan Barang Milik Negara, Pusdiklat KNPK (dalam penyelesaian). 3. Penerapan Model Hedonic Dalam Penentuan Nilai Tanah Sebagai Referensi Dalam Penilaian Barang Milik Negara Dan Harga Limit Lelang (Kajian Akademis BPPK Tahun 2012)
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Taufik Cahyo Sudrajad
NIP
: 198301312004121001
Pangkat/Golongan
: Penata Muda Tingkat I (III/b)
Tempat/Tanggal Lahir
: Bantul/31 Januari 1983
Jabatan
: Widyaiswara Pertama
Alamat
: Jl. Wijaya Kusuma Raya Blok D20, Tangerang
Pendidikan Terakhir
: DIV STAN
Kompetensi
: Teknologi Komputer)
Informasi
-
Pemula
(Pengetahuan