163
OPTIMALISASI PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN Nur Azman dan Lena Farida FISIP Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru, 28293
Abstract: Optimizing the Tax Collection Restaurant. This study aims to analyze the factors that inhibit the restaurant tax collections optimization to be performed by the District Revenue Kampar. This study used a qualitative approach in order to gain in-depth picture of the restaurant tax collections optimization. Used for data collection through interviews with informants who know the restaurant tax problems. Results of this study showed that the top tax collection by the Department of Revenue Kampar district despite having an increasing trend, but when compared to the large number of restaurants that exist in Kampar district, the levy is still less than optimal. Abstrak: Optimalisasi Pemungutan Pajak Restoran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menghambat optimalisasi pemungutan pajak restoran yang akan dilakukan oleh Dispenda Kabupaten Kampar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang optimalisasi pemungutan pajak restoran. Untuk pengumpulan data digunakan cara wawancara dengan informan yang paham dengan permasalahan pajak restoran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemungutan pajak restoran oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Kampar meskipun memiliki kecenderungan yang semakin meningkat, namun bila dibandingkan dengan besarnya jumlah restoran yang ada di Kabupaten Kampar, pungutan tersebut masih kurang optimal. Kata Kunci: pajak restoran, optimalisasi pemungutan, Dispenda
PENDAHULUAN Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebabkan seluruh daerah, baik kabupaten maupun propinsi yang ada di Indonesia harus dapat meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat dengan memberikan kesempatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai daerah otonom, melalui kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan partisipasi dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang tersedia di masing-masing daerah. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor ke163
uangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya (Kaho, 2004). Seiring dengan perubahan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 menjadi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diharapkan pajak dan retribusi daerah akan menjadi salah satu Pendapatan Asli Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pada pasal 2 ayat (1) dan (2), menjelaskan jenis-jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah antara lain : 1. Pajak hotel, 2. Pajak restoran, 3. Pajak hiburan, 4. Pajak reklame, 5. Pajak penerangan jalan, 6. Pajak mineral bukan logam dan batuan, 7. Pajak parkir, 8. Pajak air tanah, 9. Pajak sarang burung walet, 10. Pajak Bumi dan Bangunan, dan 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Banguan (BPHTB). Pajak restoran merupakan salah satu sumber pajak daerah yang potensial, artinya hasil pajak tersebut cukup besar sebagai salah satu sumber
164 Jurnal Kebijakan Publik, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2013, hlm. 119-218
pendapatan daerah yang laju pertumbuhannya diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Di Kabupaten Kampar, kebijakan pemungutan pajak restoran diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran. Besarnya tarif yang berlaku difinitif untuk pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah, namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksimum yang telah ditentukan dalam UU Nomor 28 tahun 2009. Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran dikalikan dengan tarif pajak restoran yang ditetapkan 10 % (sepuluh persen) dari dasar pengenaan. Hingga akhir tahun 2010 di Kabupaten Kampar terdapat 163 restoran yang hanya memberikan kontribusi yang relatif kecil terhadap realisasi pajak restoran, yakni Rp. 87.210.000,selebihnya berasal dari belanja kegiatan makan dan minum yang dilaksanakan oleh 56 SKPD Kabupaten Kampar yakni sebesar Rp.2.557. 448.558, sehingga fokus penelitian yang akan dilakukan adalah terhadap realisasi penerimaan pajak yang berasal dari restoran. Penetapan besaran tagihan pajak restoran yang dipungut belum sesuai dengan aturan yang ada, sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal. Rendahnya kemampuan aparatur dalam berpikir baik secara analisis maupun konseptual dan kemampuan menggunakan pengetahuan teknis, sehingga sulit melakukan pekerjaan secara efektif yang mengakibatkan tidak optimalnya hasil yang diperoleh. Belum adanya sosialisasi yang dilakukan Dispenda Kampar dalam memberikan pemahaman kepada pemilik restoran, bahwa pajak yang mereka bayar bertujuan untuk pembangunan daerah, sehingga mereka merasa enggan untuk membayar pajak. Pelaksanaan penetapan dan pemungutan pajak restoran ini masih terdapat berbagai kendala seperti adanya wajib pajak yang belum sadar untuk memenuhi kewajibannya. Di samping itu para pemilik restoran hanya mau membayar kewajibannya sesuai dengan kemampuan mereka sendiri dan tidak mau memberikan jumlah omzet penjualan mereka selama satu bulan yang
akan dijadikan sebagai pedoman untuk membuat penetapan besaran pajak terutang yang wajib mereka bayar, sehingga menyebabkan penerimaan dari sektor ini masih relatif kecil. Optimalisasi pemungutan pajak restoran perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi objek dan subjek pemungutan. Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap objek atau restoran yang sudah ada. Selanjutnya ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan melalui kebijakan pemerintah daerah untuk menggali dan mendata potensi pajak daerah dalam rangka peningkatan pendapatan masa mendatang. Suparmoko (2006) mengatakan, bahwa untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak, pajak itu sendiri harus jelas dan pajak sebagai sumber pendapatan dari pemerintah daerah. Dalam melaksanakan pemungutan pajak diperlukan suatu cara kerja tersendiri dan prosedur administrasi tersendiri. Menurut Surantono (2003), dalam penerimaan pajak daerah ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam penerimaan pajak sesuai dengan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Kesadaran hukum untuk membayar pajak; b. Besarnya jumlah uang; c. Disiplin kerja petugas pemungut pajak; dan d. Pengawasan dalam penerimaan pajak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menghambat optimalisasi pemungutan pajak restoran yang akan dilakukan oleh Dispenda Kabupaten Kampar. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang optimalisasi pemungutan pajak restoran. Penelitian kualitatif bersifat terbuka, artinya masalah penelitian bersifat fleksibel sesuai dengan proses kerja yang terjadi di lapangan, sehingga fokus penelitian ini juga mengikuti atau menyesuaikan diri dengan permasalahan penelitian yang berubah. Untuk
Optimalisasi Pemungutan Pajak Restoran (Nur Azman dan Lena Farida)
pengumpulan data digunakan cara wawancara dengan informan yang paham dengan permasalahan pajak restoran. Penelitian kualilatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema, gambar, dan data kualilatif yang diangkakan (scoring) misalnya terdapat dalam skala pengukuran. Penelitian dengan pendekatan kualitatif kebanyakan datanya adalah kualitatif, walaupun tidak menolak data dan anaalisa secara kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Optimalisasi Pemungutan Pajak Restoran Pada tahap awal pembangunan ekonomi penerimaan sektor migas sangat mendominasi penerimaan negara. Akibatnya alokasi dana pusat yang digunakan untuk pembangunan daerah juga besar bersandarkan pada sektor tersebut. Dalam membiayai pembangunan daerah proporsi alokasi bantuan pusat tersebut cukup besar, sehingga mengakibatkan pola ketergantungan tersendiri yang sampai saat ini terus menjangkiti sejumlah pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kabupaten Kampar. Dalam situasi ekonomi sekarang ini, sumber penerimaan yang dikelola oleh pemerintah pusat sulit untuk dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena objeknya tergantung dari intensitas ekonomi secara nasional. Namun sumber-sumber penerimaan yang dikelola pemerintah daerah masih dapat ditingkatkan karena sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari PAD sebagian besar cenderung belum digali secara optimal. Karena itu adalah penting untuk memahami perkembangan Pajak Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan asli daerah yang pengelolaan dan pemanfaatannya sepenuhnya ditujukan bagi pembangunan daerah. Melalui perkembangan Pajak Daerah dan PAD dapat dianalisis seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya, khususnya pembangunan ekonomi. Lebih jauh melalui analisis empiris terhadap perkembangan Pajak Daerah dan PAD dapat dianalisis peran pemerintah daerah dalam kegiatan ekonomi di daerahnya. Dalam pada itu selain merupakan salah satu sumber penerimaan asli daerah, penerimaan
165
pajak daerah dapat juga digunakan untuk mengukur upaya pajak (tax effort) pemerintah daerah Kabupaten Kampar dalam rangka menggalang dana dari salah satu unsur PAD untuk membiayai proses pembangunan di daerahnya. Berkaitan dengan hal di atas, sesuai dengan fokus penelitian, yaitu pajak daerah dari jenis restoran, maka penulis membahasnya sebagai berikut: Analisis Pelaksanaan Administrasi Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan melakukan wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kaupaten Kampar maka, bahwa analisis terhadap fungsi dan tugas pokok dalam struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kampar dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tidak adanya keinginan Kepala Bidang PAD dan para seksinya untuk memahami Tupoksi masing-masing Memahami Tupoksi atau tugas yang detail akan memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan, sehingga kewenangan atau lingkup tugas, koordinasi, peralatan yang diperlukan dan sebagainya akan tertata dengan baik. Untuk pelaksanaan wewenang pemajakan terhadap pemilik restoran, fungsi lain yang tak kalah pentingnya adalah koordinasi dengan instansi lain. Sebagaimana diketahui bahwa dari jenis pajak restoran yang ada dalam pengelolaannya memerlukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. b. Ketidakpahaman Kasi Pendaftaran dan pendataan Bidang PAD terhadap Tupoksinya Padahal Kasi ini mempunyai tugas yang cukup strategis untuk mengupayakan sosialisasi hal-hal yang berkaitan dengan Pajak restoran guna mendukung kelancaran fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh Bidang PAD. c. Kurangnya koordinasi antar Kepala Seksi Bidang PAD Pada hakekatnya koordinasi merupakan aplikasi dari prinsip organisasi, agar pelaksanaan tugas dapat berjalan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena
166 Jurnal Kebijakan Publik, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2013, hlm. 119-218
itu, meskipun secara organisatoris kewenangan telah didistribusikan, akan tetapi diperlukan koordinasi masing-masing Kasi dalam pelaksanaan kewenangannya sebagai suatu team work yang terpadu. Ternyata dalam pelaksanaannya koordinasi ini belum berjalan dengan baik, misalnya kegiatan penagihan pajak restoran seharusnya dilaksanakan setelah Kasi Pendaftaran dan Pendataan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), namun kenyataannya tidak terdapat agenda kerja yang menunjukkan sinkronisasi kegiatan antara seksi dalam Bidang PAD ini, data hasil kegiatan penagihan seringkali terlambat masuk sehingga penyusunan laporan realisasi terlambat dan sebagainya. Analisis Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam administrasi perpajakan. Operasionalisasi kegiatan pemajakan mulai dari tahap perencanaan, penagihan, penyetoran dan pembukuan atau pelaporan akan sangat dipengaruhi oleh aparatur yang mengelola bidang perpajakan. Bagaimanapun baiknya dalam sistem perpajakan yang didesain, baik yang menyangkut institusi, tata laksana, peralatan pendukung, teknologi dan sebagainya, tetapi kuantitas dan kualitas aparat yang terlibat dalam kegiatan administrasi perpajakan tetap merupakan faktor yang paling menentukan. Analisis Kegiatan Pemungutan Kegiatan pemungutan Pajak Daerah yang menjadi wewenang Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kampar diselenggarakan oleh Bidang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Secara berurutan sistem dan prosedur yang dilakukan Bidang PAD dalam pengelolaan pemungutan Pajak Daerah terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1) Pendaftaran, dengan kegiatan sebagai berikut: a) Mendistribusikan dan menerima formulir pendaftaran yang telah diisi oleh wajib pajak restoran;
b) Membuat laporan tentang formulir pendaftaran wajib pajak restoran yang belum diterima kembali; c) Mencatat nama dan alamat calon wajib pajak restoran berdasarkan formulir yang diberikan; d) Menetapkan nomor pokok wajib pajak daerah (NPWPD). 2) Pendataan, dengan kegiatan sebagai berikut: a) Menghimpun, mengelola dan mencatat data objek pajak dan subjek pajak restoran; b) Melakukan pemeriksaan lapangan dan lokasi serta melaporkan hasilnya; c) Membuat daftar mengenai formulir Surat Pemberitahuan (SPT) yang belum diterima kembali; 3) Dokumentasi dan Pengolahan Data, dengan kegiatan: a) Membuat dan memelihara daftar induk wajib pajak restoran; b) Memberikan kartu pengenal NPWPD; c) Menyimpan arsip surat pajakan restoran yang berkaitan dengan pendaftaran dan pendataan. Inventarisasi objek dan subjek pajak restoran yang menjadi tugas dan wewenangnya akan menjadi bahan dalam menetapkan jumlah wajib pajak, jenis pajak, lokasi objek pajak, pemberian NPWPD dan pembuatan Kartu Data. Output dari kegiatan pendaftran dan pendataan ini pada akhirnya akan memprediksi besarnya potensi pajak restoran dalam satu tahun anggaran, yang akan memberikan kontribusi terhadap APBD sebagai salah satu sumber PAD. Hasil analisis terhadap kegiatan pendaftaran dan pendataan ini mengindikasikan bahwa pelaksanaannya belum berjalan dengan optimal. Hal ini dapat dilihat bahwa koordinasi dengan instansi lain belum maksimal. Faktor Penghambat Optimalisasi Pemungutan Pajak Restoran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pemungutan pajak restoran yang di-
Optimalisasi Pemungutan Pajak Restoran (Nur Azman dan Lena Farida)
lakukan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kampar, ternyata ditemui kendala-kendala serta berbagai faktor penghambat yang perlu dilakukan perbaikan serta penyempurnaan. Semua kendala yang diperoleh di lapangan, apabila merujuk pada Perda No. 3 Tahun 2011, sehingga apa yang tertuang di dalam Perda tersebut belum dapat diaplikasikan sesuai dengan ketentuan yang diamanatkan. Berdasarkan rangkuman temuan hasil, adapun hal-hal yang menyebabkan terjadinya kendala-kendala serta faktor penghambat tersebut, haruslah dikaji satu persatu, sehingga di dalam melakukan perbaikan dan penyempurnaannya nanti benar-benar dapat lebih akurat dan sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Untuk melihat hal tersebut dapat dilihat dari beberapa sisi sebagai berikut: Kendala Yuridis Apabila dilihat dari yuridis Perda Nomor 3 Tahun 2011 telah memenuhi persyaratan sebagai produk hukum yang mengatur tentang pajak restoran, namun di dalam muatan pasalpasal yang terkandung didalamnya tidak ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaannya yang jelas atau belum memiliki petunjuk teknis. Rendahnya Kesadaran Wajib Pajak Secara sosial terdapat sikap apriori (acuh) dari sebagian masyarakat wajib pajak terhadap produk peraturan yang berlaku dalam hal ini semestinya dibutuhkan partisipasi masyarakat terhadap efektivitas implementasi Perda Nomor 3 Tahun 2011 di tengah-tengah masyarakat. Kondisi yang terjadi di atas telah dapat dipergunakan untuk memberikan pembelajaran pada masyarakat tentang belum mengenanya aturanaturan hukum dapat diberlakukan. Dengan demikian diakui bahwa produk hukum yang diterbitkan pemerintrah daerah belum diikuti dengan sosialisasi yang intensif, jelas dan kontinue terhadap masyarakat. Implikasinya tidak dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pelaksanaan retribusi, baik para pengelola maupun masyarakat sebagai subjek yang dikenakan pajak restoran.
167
Lemahnya Pengawasan Lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah daerah membuat pelaksanaan pemungutan pajak restoran tidak berjalan maksimal. Selama ini menurut pengamatan penulis bahwa pengawasan yang dilakukan sangat lemah, dan petugas pengawas yang ditunjuk hanya mengetahui bahwa pajak restoran itu menghasilkan masukan dana, tanpa mengetahui pola operasional yang harus dilakukan agar masa depan dapat lebih baik dan cerah didalam pemasukan PAD yang sangat dibutuhkan. Terbatasnya Sumber Daya Manusia dan Sarana Prasarana Kondisi keterbatasan sumber daya manusia dan sarana prsarana dapat terjadi dikarenakan antara lain jumlah personil yang masih kurang. Penyelenggaraan kegiatan pendaftaran dan pendataan belum didukung oleh jumlah personil yang memadai, apabila dilihat dari volume kegiatan atau beban kerja yang dihadapi. Kegiatan pendaftaran dan pendataan ini meliputi lima jenis Pajak Daerah yang Objek dan Subjek Pajaknya tersebar di seluruh kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kampar termasuk salah satunya pajak restoran. Sementara personil pada Bidang PAD ini hanya berjumlah 13 orang staf yang terbagi dalam tiga Seksi, masing-masing Seksi Pendaftaran dan Pendataan, Seksi Penilaian dan Penerapan, dan Seksi Penagihan. Idealnya, untuk Seksi Pendaftaran dan Pendataan minimal dibantu oleh 14 orang, Seksi Penilaian dan Penerapan dibantu oleh 8 orang staf, Seksi Penilaian dan Penerapan 6 orang staf. Dengan demikian masih diperlukan penambahan staf untuk Bidang PAD ini sebanyak 17 orang staf lagi. Kualitas personil yang ada juga masih kurang memadai. Selain kuantitas, kegiatan pendaftaran dan pendataan ini juga perlu ditunjang oleh kualitas personil di bidang perpajakan. Untuk menentukan obyek dan subyek pajak misalnya, personil bidang pendaftaran dan pendataan harus menguasai peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan masalah
168 Jurnal Kebijakan Publik, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2013, hlm. 119-218
perpajakan, memiliki keterampilan berkomunikasi, mengenai wilayah kerja dengan baik, memahami kondisi sosial budaya masyarakat dan sebagainya. Selain kedua permasalahan di atas, kendala lain yang memerlukan pembenahan untuk meningkatkan kinerja dalam penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan adalah kelengkapan sarana penunjang. Pada bidang ini belum tersedia kendaraan operasional, seperti kendaraan roda empat guna melaksanakan pendaftaran dan pendataan. Padahal wilayah pendaftaran dan pendataan cukup luas untuk dapat mendata langsung ke lapangan. SIMPULAN Realisasi pemungutan pajak restoran oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kampar meskipun memiliki kecenderungan yang semakin meningkat, namun secara keseluruhan realisasi tersebut bukan sepenuhnya murni berasal dari restoran. Padahal dilihat dari jumlah 163 restoran yang ada, realisasi penerimaan pajak tersebut masih kurang optimal. Di samping itu optimalisasi pemungutan pajak restoran mengalami hambatan dalam pelaksanaannya diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu kendala yuridis, rendahnya
kesadaran wajib pajak, lemahnya pengawasan, dan terbatasnya sumber daya manusia serta sarana dan prasarana. DAFTAR RUJUKAN Devas Nick. 2002. Keuangan Daerah di Indonesia. Jakarta: UI Press Islamy, M Irfan. 2000. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara Kaho, J., 2002. Mencari bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineka Cipta, Kristiadi, JB., 2002. Masalah Sekitar Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Jakarta: Alumni Kasim, Azhar. 2003. Pengukuran Efektivitas Dalam Organisasi. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Offset Pide, Andi Mustari. 1999. Keuangan Daerah Dalam Bingkai Otonomi Daerah dan Memasuki Abad XXI. Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama