edisi: vol 02Nlll12003 website: www elsam or id
ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA
1,.
J 1
tJ I
.r
TDAFTAR
ISI
EDITORIAL Perang Aceh: Dimana Solidaritas
LAPORAN UTAMA Darurat Militer di Aceh dalam Persoektif HAM Korban Perang: Anak Aceh
12
PERSPEKTIF
Aceh: Menutup Aib dengan Darurat Militer ..............
14
NASIONAL Perlindungan Saksi dan Korban
1q
BERITA BUKU
Aceh, Ladang Kejahatan Kemanusiaan
Photo cover direpro dari: Detikcom (Budi Sugiharto
Pelanggaran HAM dalam Darurat
I
Dikhy Sasra)
Militer !,,,,!..!!.!.
4
PADA SAAT TIMBUL KEADAAN DARURAT umum yang mengancam kehidupan bangsa dan eksistensinya yang dinyatakan secara resmi, teg^r^ pihak dapat mengambil langkahJangkah untuk mengurangi berbagai kewajiban mereka
berdasarkan Kovenan ini sampai taraf yang secara ketat dipedukan oleh urgensi situasi, asalkan langkah-langkah itu
konsisten dengan kewajiban-kewafiban mereka yang lain berdasarkan hukum internasional dan tidak melibatkan diskdminasi atas dasar t^s,w^tn kulit, jenis kelamain, bahasa, ag
m
atau asal-usul sosial.
ELSAM di WEB : www.elsam.or.id PENGADII-AN HAM
KUMPULAN KONVENAN
KKR
BUKU BARU
Perkembangan Peman-tauan
Undang-Undang Dasar dan
Antara Masa Silam dan Masa
Mercka yang Menjadi Korban,
Pengadilan HAM Ad Hocnmor
Kovenan-kovenan Hak Asasi Manusia Interna-sional (lnternatlonal Bill ol Human Rightsl
Depan
Hak Korban atas Restitusi,
Timur Saat ini Pengadilan HAM ad hoc untuk kasus Timor Timur sedang berlangsung. Pengadilan HAM Ad Hoc inimerupakan pengadilan yang pertama dalam seiarah peradilan Indonesia yang mengadili
Kompensasi dan Rehabllitasi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) merupakan sebuah
1
.
Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia
2. Kovenan lnternasional HakHak Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan
extn odi nary crimes di masa lalu dan hasil serta proses yang
3. Kovenan lntemasional Hak-
terjadi akanjadi acuan (preseden)
4. Opsional Protokol Kovenan In-
bagi penyelesaian berbagai
temasional Hak-Hak Sipil dan
kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia di masa
Politik
Hak Sipil dan Politik
komisi yang diharapkan dapat menjadi altematif jawaban atas
persoalan pelanggaran HAM masa silam. Bagaimana jalan
Penulis: Theo van Boven Buku ini merupakan laporan dari
hasil studi yang dilakukan Mr. Theovan Boven, seorang pelapor
terbaik menyelesaikan kasus pe-
khusus PBB. Buku ini hadir
langgaran HAM? Satu perta-
dengan harapan bahwa hak asasi
nyaan ini mengundang belasan
manusia semakin menemukan bentuknya yang elegan dalam perjuangan demokratisasi di
jawaban sekaligus perdebatan. Melalui berbagai bentuk KKR sejumlah negara berhasil mengurai benang kusut masa lalunya.
negen Inr.
datang.
AS;ASl. vol 0]/VIII/2003 1k
EDITORIALI
Litsus
STATUS DARURAT MILITER telah mendatangkan segala bentuk mimpi buruk bagi rakyat di Aceh. Dari segda bentuk mimpi buruk itu yang paling membuat bulu kuduk berdiri adalah Litsus yang hendak dilancar oleh pemerintah di Aceh.
Menurut keterangan resmi pemerintah Litsus dituiukan untuk melihat kaitan para PNS di Aceh dengan GAM dan juga demi melihat keterpengaruhan PNS dari GAM. Menyimak juan dari Litsus itu seakan membuat jarum iam melangkah surut ketahun-tahun iaya kekuasaan rezim militeris-korup Soeharto. Di masa Soeharto itu Listus menjadi senjata pemungkas untuk mematikan orang secara sosial. Dengan kategori-kategori
karet seseorang bisa dipecat, ditangkap atau dimatikan hak perdatanya dengan mengatakan orang tetsebut tidak bersih lingkungan, terpengaruh'oleh idelogi yang tidak diresrui oleh negara atau lain-lain. Singkat kata Litsus adalah lembaga politik kontrol utama dan sekaligus lembaga seleksi dan wadah penyucian bagl pata pengikut rezim atau penentang rezim. Segala ukuran dan ienisnya ditentukan oleh penguasa dalam rezim itu yaitu militer. Litsus tentu sebuah temPat kecurigaan dipupuk. Setiap orangadalah musuh dan panas
untuk disingkirkan. Litsus iuga alat untuk dendam
membiak dan kebencian bernrmbuh. Singkat kaa Litsus iuga adalah tempat kepalsuan dan mesin kebohongan utama ddam rezim militeriq-korup Soeharto. Bisa dikaakan Soehatto dengan segala perdatan militernya sukses memakai perkakas Litsus ini untuk menyingtirkan dan membungkam setiap kritik terhadap dirinya. Hasilnya adalah kekuasaan tergenggam selama 30 tahun dengan korupsi milyaran dolar. Mungkin saat ini Megawati terinspirasi dari keberhasilan rezim Soeharto itu, sehingga ia menganggukkan kepala ketika para menterinya ftemungkinan besar Sohartois) menyodorkan proposal Litsus bagi PNS di Aceh. Meskipun secara logika semua orang tahu bahwa PNS itu notabene adalah bawahan dari para menteri itu.Jika ada yang keliru dikerjakan atau karena terpaksa bertoleransi dengan ancaman yang menyamperi rumahnya, salah mereka. Yang felas yang paling bertanggung jawab adalah par* dari pa.ra PNS itu. Mereka yang ^t^s hendaknya tahu diri dan memeriksa kerja mereka selama ini sudahkah memberi contoh, melindungi dan rrtembesarkan hati para PNS yang hidup pas-pas itu. Litsus' akan mendatangkan saling curiga, permusuhan bahkan intimidasi. Setiap otang akan menudingkan teluniuknya untuk menyingkirkan siapa saja yang tidak disukai. Jika ada yang bertindak salah dan itu tindakan kriminal mengapa bukan polisi saja yang mengusutnya dan diperiksa di pengadilan. Bukankah begitu hukum mengaturnya itka ada orang
yang berbuat salah secara kriminal. Oleh karena itu bagi mereka yang berpikiran sehat, selayaknya Litsus di Aceh itu ditolak sejak dari
dalam kepala sampai ke segala bentuk prakteknya.
Ingat ribuan
nyawa
melayang, ribuan
keluatga beran-
s
takan. dan ribuan anak-anak kehilangan masa mudanya karena
LITSUS di masa Soeharto.Jangan
ulangi
lag1.
I \SASI. vol 02/VIlVl(ru3
3
Pelanggaran HAM dalam D arurat
Militer
Kovenan-kovenan HAM aPa saja yang dilanggar dalam keadaan darurat militer sesuai UU No 23 Tahun 1959? D repro
dari: ReutersfTarmizy Harya
t
....1t
*'n
-)r1:..
i APOIII\N
I]TANIAI
Oirepro dari: BeutervAlres Alia
Keadaan darurat umum. termasuk keadaan darurat militer dan darurat perang
yang diterapkan oleh neg r^-neg^ra pihak diatur dalam Inter-
national Covenant on Civil and Political
Rights (ICCPR). Aturan-aturan itu terutama pada saja hak-hak
^p^
masyarakat yang bisa dikurangi dalam keadaan darurat tersebut dan zpa saja
hak-hak yang tidak bisa dikurangi. Keadaan darurat yang diakui oleh ICCPR
memiliki syat^t-sy^r^t tertentu, yakni keadaan darurat tersebut diumumkan secara resmi dan setiap negara pihak yang
melakukan pengu-rangan hak harus memberitahu negara-negara pihak '(ovenan lain melalui perantara Sekretaris segera
lendral PBB atas ketentuan-ketentuan yang telah dikurangi serta alasan-alasan
yang mendasari. Dalam kasus Aceh,
TNI
I
Mayat GAM di Karang Bayeun: Sampai kapan perdamaian akan terwuiud?
peme-rintah memang mengumumkan secara resmi keadaan darurat tetsebut,
situasi, asalkan langkah-langkah itu
namun banyak melakukan pelanggaran seba-gaimana diminta oleh ICCPR.
konsisten dengan kewajiban-kewajiban mereka yang lain berdasarkan hukum
Pengurangan Hak yang Diizinkan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik atau International Covenant on Civil and Political Rights memberikan
dengan berbagai kewaiiban internasional lain yaog dipikul oleh negara pihak, dan
(c) langkahJangkah itu tidak memasuk-
internasional dan tidak melibatkan
kan diskdminasi yang didasarkan semata-
diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamain, bahasa, agiln^ as^^tlu usul sosial.
matapada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agana dan asal-usul sosial.
Meski demikian, langkah-langkah yang secara ketat dipedukan oleh situasi
Kovenan, dalam keadaan tertentu, berhak
Tidak ada pengurangan.terhadap Pasal 6, 7,8 (patagraf 1 dan 2), 11.,15, 76 dan 18 yang dapat diterapkan
mengambil langkah-langkah untuk
berdasarkan ketentuan ini.
bertentangan dengan berbagai kewajiban
pengurangan hak. Negara pihak
yang mendesak mungkin tidak dapat
diizinkan berdasarkan Pasal 4 (1) iika
mengurangi berbagai kewajiban yang mereka pikul. Hak ini disebutkan ddam
Setiap negara pih"k yang mengambil
neganymglain yang tidak bisa dikurangi
manfaat dari pengurangan hak
berdasarkan hukum internasional.
-'*al 4 Kovenan adalah
sebagai berikut.
hendaknya segera mernberitahu negm -
Pada saat timbul keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan
neg^r^ pihak Kovenan lain melalui per^ntlt^ Sekretaris Jendral PBB atas
Dengan demikian, Kovenan mencegah neg t^ pihak untuk mengambil langkahlangkah yang melanggar berbagai
bangsa dan eksistensinya yang dinyatakan
ketentuan-ketentuan yang telah dikurangi
secara resmi, negr^ pihak dapat mengambil langka[r-lanfkah untuk
serta alasan-alasan yang mendasari. Komunikasi selanjutnya akan dibrrat
mengutangi berbagai kewajiban mereka berdasarkan Kovenan ini sampai taraf yang secara ketat diperlukan oleh urgensi
melalui perantara yang sam z pada tanggal
hukum humaniarian karena diterapkan
dihentikan pengurangan hak itu. Pasal 4 (1) Kovenan mengizinkan neg ra pihak untuk mengambil manfaat dari pengurangan hak dalam keadaan darurat umurn "yang dinyatakan secara
dalam masa perang: sebuah neg t y^ng mengaku menguengi berbagai kewajiban Kovenan,,di mana kewajiban-kewajiban
TNI Menjaga Perbatasan
antar
Propinsi: Palang Merah Indone'sia (PMl) menyatakan pada 1 1 Juni lalu, bahwa telah mengevakuasi 15'l jenasah sejak diberlakukannya darurat militer di Aceh. Tetapi lyang Sukandar, Seklen PMl, menyatakan bahwa tidak seluruh korban adalah masyarakatsipil. PMI juga tidak bertugas untuk melakukan identifikasi kepada mereka yang terbunuh. ASASI, vol 02iVIIll2()3
kewajiban negara berdasarkan perianjian, misalnya Piagam PBB aau hukum adat
internasional. Khususnya petianiiat
bangsa. LangkahJangkah yang diambil
itu juga diharuskan oleh perjanjian lain, maka negara itu dapat melanggar kedua Kovenan tersebut. Demiki4n pula, sebuah neg r^ tidak dapat mengambil
t^ pihak dalam
langkah yang ditetapkan da.lam Pasal 4
menggunakan Pengurangan hak harus memenuhi hal-hal berikut (a) langkahlangkah itu harus secara ketat dipedukan oleh situasi yang'mendesak (b) langkahlangkah itu tidak menimbulkan konflik
yang dapat' melanggar ketentuan perjaniian lain mengenai hak asasi
resmi" yang mengancam kehidupan
oleh
rregara-neg
manusia di mana ia menjadi pesertanya, misdnya jika perjanjian lain tersebut tidak
mengandung klausul penguraogan atau
ILAPORAN
UTAI\,4A
memiliki kalusul pengurangan yang lebih
kekat yang melarang Pengurangan terhadap hak-hak tertentu, sekalipun pengutangan diizinkan oleh Pasal 4 Kovenan.
Pengurangan Hak Yang Tidak Diizinkan oleh ICCPR Pasal 4 (2) Kovenan ICCPR men&ftar berbagai ketentuan kovenan yang tidak diizinkan untuk dikurangi dalam keadaan darurat umum, Yakni Pasal 6 (hak untuk menjalani kehidupan), Pasal 7 Qanngrn untuk menYiksa), Pasal 8 nz.r;ryalf 1 dan 2 (arangan untuk men-
jalankan perbudakan dan
Peng-
hambatan), Pasal 11 (larangan hukuman
peniara karena iidak memenuhi ke-
bedaku surut), Pasal 16 (hak untuk diakui sebagai orang di depao hukum), Pasal 18 (<ebebebasan unfirk menyatakan pikiran,
perkawianan, kartu tanda Penduduk,
hati nurani dan agama). Dalam peneraPan keadaan darurat
diambilalih sepenuhnya oleh militer.
umum Pasal 4ICCPR melarang negaraneg^r^ pihak untuk "semata-mata tidak melibatkan diskriininasi atas dasat ras, watna kulit, jenis kelamin ,bahasa, agama dan asal-usul sosial".
Kewenangan Penguasa Darurat Militer yang Melanggar HAM 1. Penguasa darurat militer berhak mengambil kekuasaan ketertiban umum
-
Peran pemerintahan sipil dan kepolisian tiddk ada lagi. Di Aceh, pengurusan karnr
tanda penduduk diambilalih militer, termasuk pengisian posisi-posisi pejabatpejabat pemerintah publik hingga tingkat
kecamatan dan kelurahan. Militer berwenang melakukan PenangkaPan warga sipil, penggeledahan orang dan penggeledahan rumah dan melakukan tindakan kekerasan terhadap warga sipil. Dalam pelaksanaannya, Penguasa darurat militer bisa pula mengambil tr/ewenang pengadilan. Penguasa daerah darurat militer bis
KeterdbanumummeruPakanwilayah
Pasal 15 (larangan terhadap undang-
pemerintah sipil dan kepolisian, mis4lnya urusan-urusan pelayanan publik seperti
undang dan hukuman Pidana Yang
pelayanan kesehatan, administrasi
waiiban yang bertdian dengan perianjian)'
menangani kriminalitas dan sebagainya. Dalam daturat militet, ketertiban umnm
menafsirkan sendiri tentang kewenangannya ini. Di Aceh, tiga hari status daruat militer, panglima darurat militer, Mayjen Endang Suwatya, mengatakan akan menindak aktivitas politik dari aktivis ISM dan Mahasiswa di Aceh. Dia mengancam akan melakukan Penangkapan terhadap aktivis-aktivis SIRA, SMUR dan Kontras Aceh yang dianggaP
"simpatisan" GAM. Aktivis LSM Srikandi, Cut Nur Asikin, bahkan telah ditangkap dan ditahan. Saat ini, ia bahkan
telah dinyatakan sebagai tersangka "m klr" dengan ancam n hukuman matl.
'
P.rr*gk^pan lainnya menimpa lima aktivis hak asasi manusia (HAM) di Langsa, Aceh Timur, oleh kePolisiar setemPat, 6 hingga 8 Juni 2003. Kelima aktivis tersebut adalah telawan Palang Merah Indonesia @MI) Langsa Kerun, Ketua Pos Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Muhammad Yusuf (rJek Suh), Ketua Pemberdayaan Harkat Inong @erempuan) Aceh @HIA) Nursyarnsiah, serta dua staf PHIA Nadaria dan Fitriani. Penangkapan itu, menurut terfadi seiak
6 Juni ketika aparat mendatangi PMI Langsa. Aparat langsung menangkap dan
membawa Kerun. Esoknya, aPalat
Korban yang Tak Dikenal Terikat di
Pohon:
Di Desa Nisam,
seorang
penduduk telah dieksekusi oleh kelomook tak dikenal. Teror mulai menghantui masyarakat sipil yang terjebak diantara konflik bersenlata ini. ASASI. r'ol 02/VIII/2fi )3
I
LAPORAN UTAMAIJ
:
TABEL
mendatangi Kantor PB HAM Aceh
Timur di Langsa dan
menangkap ketuanya, Muhammad Yusuf dan dua
pembedakuan keadaan darurat, sejumlah hak dan kebebasan dasar yang bersifat nor-dnogable (ndak boleh dikwangi) harus
aktivis PHIA Nursyamsiah dan Nadaria. Had inr juga polisi mencari Fitriani, api
tetap dihormati. Satu dt antanrrya adalah hak terhadap kebebasan berpikir dan
diri dan
umum juga tidak terbatas pada keadaan peiang namuo juga karena b encartt afzm.
2. Birdan pemerintahan sipil harus tunduk, Dalam kedadaan darurat militer, penguasa militer dalam hal ini Panglima
esoknya menyerahkan diri. Mereka ini merupakan wargasiptl rcn
berkeyakinan, termasuk keyakinan politik. Non-derogablc rigbts terhadtp kebebasan berpikir dan berkeyakinan ini
yang menurut kovenan
sudah menjadi hak konstitusional warga
intetnasional harus dilindungi bukan
neg t^ Indonesia, sejak ia diakui dan diiamin pedindungannya oleh konstitusi
kilan Rakyat Daerah. Semua kepunrsan
kita hasil amandemen kedua, ahun 1999. @asal 28 e Ayat 2:.'lSetiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
uruSan sosial, ekonomi, kebudayaan,
yang dicari melarikan
combatan
baru
difadikan sasaran operasi militer. Seiak 1998, para pekerja kemanusiaan dan para pekerja hak asasi manusia sudah
dilindungi oleh deklrasai PBB betjudul 'Dechration on tbe Ngbt afld Res?onriMliA of Indiuidrab, Groxps, and Organs of Soci-
menyat4kan pikiran, dan sikap sesuai dengan hati nwarrinya.')
Aceh melanggat deklarasi PBB ioi.
Pembatasan-pembatasan hak-hak watg neg t^.dalam keadaan darurat umum yang diumumkan secara resmi memaog diperbolehkan oleh Kovenan Internasional mengenai Hak-Hak Sipil
Dalam hal ini, penguasa darurat militer tidak membedakan aktivitas bersenjata dari aktivitas politik. Dalam
dan Politik. Namun ICCPR tidak mengenal term "darurat militer" atau " daturat perang?'. Keadaan darutat
e!
to Pmmoh ard Prohct Uniacrsal! Rmg-
niqed Haman Nghts and Frndamental &ee-
doms". Penangk^p^t
p tL aktifis kema-
nusiaan ini oleh penguasa darurat militet
ASASI, vol 024/III/2003
Kodam Iskandar Muda Aceh, praktis mengambilalih pemerintahan sipil di Aceh dan kewenangan Dewan Perwaadmistrasi pemerintahan, termasuk kebijakan hukurn, dan keamanan menjadi
wewenang militer. Dengan mengambil alih pemerintahan sipil, maka penguasa militer memiliki otoritas yang melebihi otoritas pemerintahan sipil dan cenderung melakukan banyak pelanggaran kovenan-kovenan FIAM internasional
3. Menguasai pos, telekomunikasi, menyita dan membqka kiriman pos Pos dan telekomunikasi merupakan
I
ILAPORAN UTAMA Direoro dad: AP Photcy'Rendra Piadhana
; i( l.t:n i.:,:'
(kebebasan akan) mencari, menerima, dan menyiarkan keterangan dan pikiran-
pikiran dengan perantaraan alat penganpun serta dengan tidak usah tar
^p^
mengindahkan batas-batas negara".
7. Mengadakan militerisasi Militerisasi j uga cenderung m elanggar
hak asasi manusia iika dalam pelaksanaannya dilakukan secara paksa. Pelaksanaan militerisasi juga tidak boleh
dilakukan secara diam-diam dan digunakan untuk kepentingan lain. Dalam kasus Aceh, Tim Pemantau Perdamaian di Aceh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAIID menemukan adanya semacam "militerisasi liar". Komnas
Anggota TNI dari Yon 144 di Pengadilan: Bagaimana dengan kasus yang lain? alat yang vital bagl kehidupan sosial ma-
syarakag merupakan media publik yang dibutuhkan oleh orang banyak. Pos dan telekomunikasi juga merup akan alat bagl masyarakat untuk mendapatkan informasi, hal yang melanggar Pasal 19 dari Deklarasi HAM yang dicanangkan PBB pada tanggal l0 Desembet 1948.
4. Menutup gedung
keadaan darurat'umum. Salah satu pengecualian pEmbatasan hak dalam keadaan darunt runutn adalah hak warga negar^ y4ng termuat dalam Pasal 18 yakni kebebebasan untuk menyatakan pikiran, hati nurani dan agama, tidak
HAM mengungkap, pasukan Tentan Nasional Indonesia (lNI) melatih milisi, yang dimanfaatkan untuk mengalihkan konflik horizontal meniadi konflik vertikal. Tidak jelas, apakah pelatihan milisi
itu metupakan bagian dari kebijakan TNI, atau cuma improvisasi sebagian prajurit. Tenaga milisi itu direkrut dan dilatih di Aceh Tengah. Mereka dilatih baris-be6aris, menggunakan dan merakit
boleh dikurangi. Dalam pelaksanaan
senjata api, serta keterampilan dasar mili-
keadaan darurat militer sesuai dengan UU
No. 23/Prp /1.959, penguasai darurat
ter lain. Mengutip penjelasan pengungsi, Komnas HAM mengungkapkan, tefl^ga
militer memiliki kewenangan membatasi
milisi ini disiapkan untuk memicu
Penguasa darurat militer berwenang
penerbitan dan penyebaran tulisan atau
pertikaian antar etnis-Aceh dan non
menutup gedung. Kewenangan ini memungkinkan penguasa militer mem-
gzmbar, seperti pemberitaan media
Aceh, agama-Islam non Islam, dan antar warga-pendatang dan warga setempat. Komnas HAM mengungkap tenaga milisi itu disiapkan sejak pembentukan
massa. Pertunjukan seperti pertunjukan
berangus aktifitas masyarakat tetmasuk
kesenian merupakan hak berekspresi, hak
aktifitas politik dan sosial. Penguasa militer bisa menutup gedung-geilung
ini merupakan hak yang tidak boleh dikr,rrangi dalam keadaan darurat.
Cessation
pemerintah sipil, gedung penerbitan surat
Pasdl25 butir 2 UU No. 23/Pry/ 1959 menyebutkan penguasa darurat militer bisa mengambil alih televisi, RR[,
Desember 2002.
pemberitaan-pemberiaan. Lalu, pasal 25 butir 5 dan 6 menyatakan, membatasi orang keluat dan masuk. Artinya, siapa saja orang keluar masuk itu bisa diatur oleh penguas a darurat militer. Kewengan penguasa darurat milter juga ini melanggar Pasal 19 dari Deklarasi HAM yang dicanangkan PBB pada
ketentuan hukum yang ada
prtaj d^n kantor organisasi non pemerintah termasuk organisasi-organisasi hak asasi manusia. kabar, radio, kantor
Hal ini bertentangan dengan berbegai kovenan int'ernasional, seperti ICCPR dan Pasal 1,9 dari Deklarasi
HAM 0948).
5. Membatasi peredaran barang Pembatasan peredaran barang oleh pengu.asa darurat
militer akan melanggar
hak-hak ekonomi masyarakat.
of
Hostilities Agreemert,
8. Berwenang menyimpang
9
dari
Kewenangan ini bertentangan dengan
kovenan dan undang-undang yang ada.
Jika kewenangan ini ditafsirkan
secara
luas, kewenangan penguasa darurat mili-
ter bisa melakukan apa saia termasuk melakukan kejahatan perang dan keia-
tanggal 10 Desember'1948, yakn "Setiap
hatan terhadap kemanusizan Iainnya, seperti pembunuhan l
orang bethak akan kebebasan untuk
killin!, penghilangan orang secara paksa
6. Membatasi pertunjukan, penerbitan, penyebaran tulisan/gambar
mempunyai pendapat senditi dan
(inuolantary disapperenaces), penyiksaan,
melahirkan pikiran-pikirannya; dalam hak
penangkapan dan penahanan secara
Pembatasan ini menyalahi Pasal 4 Q) Kovenan ICCPR tentang pengecualian
ini termasuk
sewenang-wenang dan sebagainya.
hak-hak yang boleh dibatasi dalam S
kebebasan untuk mempSnfai pendapat-pendapat dengan tidak boleh dicampuri (oleh orang lain) serta
I
lrawan Saptono
Er
Togl Simanjr-rnrak
ASASI. vol 0l/Vl Il/2003
I ).
I
TAPORAN UTAMAT
Darurat Militer' di Aceh dalam Perspektif HAM'da'n Hukum Humaniter
Keadaan Darurat tidak sematamata berdasarkan kewenagan penguasa darurat, melainkan
juga berdasarkan ketentuanketenuan Hak Asasi Manusia dan hukum humaniter.
Pada Senin, 19 Mei 2003 Presiden Megawati menge-
keamanan umum. 2. Badan-badan sipil serta pata pegawai-
nya wajib tunduk pada perintahperintah PDM
luarkan Keppres No. 28/ 2003 yzng membedakukan
panao, perdagangan, penempelan dan gambar-gambar.
8. PDM berhak menahan dan menyita segala surat dan kiriman lain yang
PDM berhak menguasai pedengakpan-
melalui jawatan pos atau iawatan
perlengakapan pos, telekomunikasi, serta alat-alat radio atau alat-alrt lain .yang dapat mencapai rakyat banyak.
lainnya serta wesel dan kwitasi serta berhak membuka melihat bahkan
tentuan dalam perfanjian CoFIA (Cessation of Hostilitiu Agreenm) yang ditandatangani pada 9 Desember 200.2 lalu,. Keppres No. 2812003 ini mempunyai makna bahwa Ptesiden selaku Penguasa Darwat Militer Pusat telah melimpahkan kewenanganly^ sec ra penuh kepada militer dalam menentukan Aceh saat ini
4. Menutup fasilitas umum seperti lapmg@, gedung, rumah makan, bioskop, pabrik dan lainlain. 5. Mengatur, membatasi dan melaraog
9. PDM berhak menahan, menyia dan . menghancurkan surat-surat kawat di kantor telegram. 10. PDM berhak melarang orang bertem-
dan menempatkan pemerintahan sipil berada di bawah kendali Penguasa Darurat Militer Daerah dengan Gubernur
7. PDM berhak membataii bentukbentuk pertuniukan, percetakan, penerbitan, penyampaian, penyim-
satus Keadaan Darurat Militer di Aceh. Dengan pgmbedalukan darurat militer
itu berarti Indonesia secara sepihak telah keluar dan membatalkan seluruh ke-
3.
keluar masuknya barang-barang.
6. Mengatur, membatasi dan melarang arus lalu lintas baik darat, laut dan udara setta penangkapan ikan.
mengubah isi atau menghancukannya.
. pat tinggal di suatu
daetah dan mengeluarkan orang dari suatu
daerah.
11. PDM berhak melarang orang meninggalkan daetah jika diperlukan. 12. PDM berhak melakukan militerisasi terhadap suatu jawaatan atau instansi
berfungsi sebagai pembantu. Direpro dad: Routefvfarmizy Hawa
Beberapa Kewenangan Penguasa Darurat Militer UU No.23lPry / 7959 menyatakan keadaan darurat militer bisa dibedakukan
sebagian atau diselunlh wilayah Indone-
sia. UU
ini memberikan beberapa
kewenangan kepada penguasa darurat militer baik di pusat atau daerah yang
dinyatakan dalam keadaan darurat. Kewenagan tersebut dianta;jafly^ adalah:
l.Pengusaha Daerah Militer (PDM)
berhak mengambil
kekuasaan-
kekuasaan mengenai ketertiban dan
lbu Lanjut Usia Beristirahat di Lokasi Pengungsian: Sekitar 10.000 penduduk
desa mengungsi menghindari pertempuran sengit antara TNI dan GAM. Me-
reka membawa serta pakaian, kasur, peralatan masak dan barang lainnya. ASAS1. vol 02|VIII/2003
r I TTAPORAN IJTAMA TNI Melakukan Sweeping: Untuk meng-
antisipasi jatuhnya korban sipil, TNI dalam melaksanakan tugasnya memisahkan'rakyat sipil dengan GAM. Upaya
sweeping pun dilakukan TNI untuk menemukan GAM, Jum'at (2315). Dua Orang anggota TNI menggeledah warga
sipil terutama kaum laki-laki untuk mencari anggota GAM 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
OireDro dari: Dā¬tikcor/lndra Shalihin
13. PDM berhak menangkap dan mena-
pengusiran atau pemindahan penduduk
han orang selama 20 hari dan bisa
secara paksa, peram-pasan kemerdekaan
diperpanjang sampai dengan 50 hari.
fisik secara sewenang-wenang, penyik-
Dengan melihat kewenangan yang ada padz Penguasa Darurat Militer Daetahsebagai mana yang dimaksud oleh pasa|22 sampai 34 UU No.23/Prp/"1959 di atas maka bisa dikatakan kewenangan
,
PDM begitu besar dalam mengendalikan dan menguasai daenh yang ditetapkan
saan, perkosaan, perbudakan seksual, serta bentuk kekerasan seksual lainnya
yang dilakukan secara sistematis atau meluas serta dituiukan kepada masyarakat sipil dinyatakan sebagai kejahatan
terhadap kemanusian. Segala perbuatan sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 9 di atas para pelaku dan perencana atau
dalam situasi daturat militer.
para pemimpin dilapangan atau pembuat
Darurat Militer dan Hukum Hak Asasi Manusia
depan pengadilan FIAM. Baik perbuatan itu berdasarkan perintah mau pun akibat
Meskipun kewenangan PDM begitu
kelalaian atau pepbiaran. Di sampingitu PDM baik dipusatdan
refic
besar, dalam hemat saya kewenangan
itu
tidak bisa digunakan secara bertentangan atau melanggar norma-norma hak asasi
manusia. Terutama non-derogable rigb* sebagaimana yang tercantum pada pasal 28 (t UUD45 yaitu hak hidup dan hak
d,aerah perlu pula melindungi dan mempedakukan secara baik penduduk yang meniadi pengungsi demi menghindari kondisi perang di daerahnya. Hal
ini dikemukan
^g
r PDM tidak mene-
lastarkan para pengungsi dengan mem-
menyampaikan pendapat, be:m'gam d^n hak-untuk diakui sebagai pribadi di depan
biarkan mereka dikepaung oleh berbagai macam kesulitan. Perhatian utama yang pedu diberikan oleh PDM adalah menye-
Di samping ketentuan
lr +.
di
untuk tidak disiksa serta hak untuk
hukum.
ai
rla atau kebijakan harus diperiksa
dalam
diakan sarana dan pras^tafl^ di pengung-
konstitusi itu tindakan PDM juga tidak dibolehkan bertentangan tindakannya
dengan UU No. 26/2000 tentang
sian berupa fasilitas kesehatan, obatobatan, makanan, temPat tinggal yang layak, terutama untuk par,a anak-anak,
Pengadilan Hak Asasi Manusia, terutama pasal 9 UU No.26/2000. Pasal ini me-
perempuan dan para lanjut usia. Mereka yang mengungsi, hak-hak asasinya sama
nyatakan perbuatan-petbuatan berupa pembunuha4 pemusnahan, perbudakan,
dengan
l0
w$g
neg ra la;inny_a sebagai-
mana yang telah diatur dalam UU No.39/
Demi memastikan terlindungi dan terpantaunya seluruh ketentuan yang telah digariskan oleh konstirusi dan UU lain yang berhubunga dengan hak asasi manusia maka pelibatan Kommnas FIAM dalam jalannya Keadaan Darurat Militer di Aceh mundak adanya. Oleh karena itu PDM baik pusat atau daerah sebagaim n y^ng diatur dalam pasal 76 UU No.39/1999 wajib memberikan ruang dan akses yang sebesar-besarnya kepada lembaga yang memiliki otoritas dan kompetensi yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Pedindungan Terhadap Perempuan (I(omnas Perempuan) untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap jalar'nya pembedakuan situasi darurat militer di Aceh.
Darurat Militer dan Hukum Humaniter Pasal 27 Konvensi Geneva tentang Perlindungan Varga Sipil Pada Waktu Perang mewajibkan kepada kedua belah
pihak yang berperang melindungi warga sipil dari segala tindak kekerasan dan penghinaan. PDMD di Aceh hendaknya mempethatikan hukum humaniter yang memberikan pedindungan terhaddp pendudukan sipil dalam konflik berseniata. Menurut pasal 27-34 Konvensi Geneva tahun 1949 tentang Pedindungan \Warga Sipil Pada Waktu Perang hal yang tidak boleh dilakukan adalah: a. Pemaksaan secara fisik dan mental untuk mendapatkan keterangan @asal 31) b. Melakukan tindakan vang menimbulkan penderitaan fisik Qasal 32) c. Meniatuhkan hukuman kolektif (Pasal 33) d. Melakukan terorisme, intimidas.i dan perampokan @asal 33) e.
Melakukan pembalasan (reprisal) (Pasal JJI
ASASI. vol 0llVIll/2(X).1
LAPORAN UTAMAI
t
I
f. Menladikan mereka sabagai sandera
kedua belah pihak. semestinya lebih
para penguasa darurat militer dalam
@asal34) g. Melakukan tindakan yang menimbul-
mempertimbangkan penyeles.aian
menialankan kewenangannya sehingga
dialogis, demi menghindari jatuhnya
terhindar dari perbuatan-petbuatan
kan penderitaan iasmani atau permusuhan terhadap orang yang dilindungi
banyak korban dari kalangan rakyat sipil. Berdasarkan pengalaman historis baik
melawan hukum dan pelanggaran FIAM berat dan kejahatan terhadap kemanusian
(Pas.al 32)
pada masa
DOM
sebagaimana yang petnah terjadi pada
melalui berbagai operasi militet seperti Operasi Vibawa, Operasi Sadar Rencong Operasi Meunasah, Opetasi Pemulihan
masa pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DON! dari tahun 1989-1998 di
Perlindungan terhadap penduduk
sipil menurut Konvensi Geneva ini diutamakan terhadap orang yang luka dan
sakit, perempuan hamil dan menyusui serta memiliki anak-anak balita, orangorang lanjut usia dan anak-anak. Oleh
karena itu PDMD harus mengatur pembentukan rumah-rumah sakit sebagai tempat pelayman kesehatan
&n
daerah-derah keselamatan;
Begitu iuga perlakukan terhadap tawanan perang. Terhadap mereka yang betsenjata (conbatat) yang telah lumpuh
DOM maupun
sesudah
Keamanan, akibat yang ditimbulkan ad,anya sejumlah pelanggaran HAM kategori berat seperti Kasus Gedung KNPI, Kqsus Simpang KKA, Kasus Beutong Ateuh, dll. Beragam operasi militer itu katena berjalan demikian lama tidak membawa perubahan yang lebih baik, rnelainkan memperburuk keadaan. Oleh karenaitr Penguasa Darurat Mjliter Aceh sudah semestinya pula mempertim-
Aceh. Solusi akhir dari upaya penyelesaian
persoalan Aceh adalah melalui ialut damai. Melihat semakin besarnya i"rrrl"h korban iiwa yang iatuh, semakin besarnya
jumlah pengungsi; semakin banyaknya fasilitas umum/sosi el yang hancur, semakin rusaknya t^tunln masyarakat, semakin terpuruknya kondisi ekonomi, dan semakin tidak betjalanny^ up^y^ reformasi pemerintahan lokal, maka
bangkan a$ar operasi-operasi militer
up^y^-up^ya damai harus kembali
atau menyerahkan diri harus dibedaku- yang bersifat tempw tidak berialan lama kan sesuai dengan ketentuan Konvensi sehingga ekses buruknya bisa dihinGeneva sebagai tawanan perang yzlg darkan: tidakboleh dibunuh atau disiksa, sebagaiPoin-poin di atas merup akxr ttwaran mana diatur dalam Pasal 73, 74, 75, 76 agar ekses buruk tidak membiak ddam Konvensi Geneva tahun 1949 tentang .keadaan Darurat Militer yang kini Peralukan Tawanan Perang. diberlakukan di Aceh. Menilai Keadaan
digulirkan. Tujuannya tentu agar kerusak-
Hukum humbniter ini pada prinsipnya membedkan perlindungan kepada
penduduk yang ti&k menjadi kekuaan dalam berperz;rig (non-combattan) serta
memberikan perlindungan terhadap mer0ka yang menyerah atau ditawan oleh
musuh. Tuiuannya adalth agar pedakukan terhadap meteka yang ditawan atau penduduk sipil yang berada di daerah perang tetap terjamin harkat kemanusrannya.
Sebuah Tawaran Secara
prinsipil keadaan darurat harus
segera mungkin
diakhiri agar tidak
mendatangkan ekses-ekses kemanusian yang berkepaniangan. Oleh karena itu
TNI Melakukan Pemeriksaan di Pelabuhan: Anggota TNI memeriksa setiap pekerja di pelabuhan Krueng Geukuh, Lhokseumawe, saat mereka akan membongkar beras bantuan dari pemerintah pusat. Di seluruh penjuru perairan di wilayah Aceh dilakukan penjagaan ketat untuk mencegah ter,jadinya penyelundupan senjata melalui laut. ASASI, vol 02/VIIl/1il)3
Darurat tidak semaa-maa berdasarkan kewenangan yang dimiliki penguasa daruratnya melainkan juga berdasarkan ketentuan-keterioan Hak Asasi Manusia dan hukum humanitet akan membekali
^n
y^ng semakin parah bisa dicegah.
Sehingga tata hubungan dan tata pemerintahan baik dilan tatzranlokal maupun
antar daetah dan pusat bisa dibenahi tanpa harus mengorbankan banyak jiwa dan mengotbankan ata kehidupan sosial-
ekonomi dan sosial-budava masvarakat
Aceh.lYalkfu
alam.
IAmiruddin al
Rahab
ILAPORAN UTAMA
Perang hanya meninggalkan luka
dan derita. lbu dan anak jadi korban.
l
Sejak dulu dalam konflik Aceh, anak-anak dan kaum perempuan, adalah korban
pertama dari konflik betsenjata di bumi Setambi Mekah itu. Mereka menjadi saksi pertempuran bersenjata. Mereka melihat pembantaian
di
'
mana-mana. Anak-anak sebagian kehilangan orang tuanya, ibu-ibu fuga kehilangan anak atau suaminya, Dan mereka merasakan lapar karcna pasokan bahan pangan tersendat di tempat-tempat
pengungsian. Mereka
juga fadi korban
perkosaan, penyiksaan dan pembunuhan.
Penderitaan perempuan dan anak-anak
berlipat ganda karena sela-in menjadi korban langsung mereka juga menjadi korban karena kehilangan suami danayah mereka. Bukan hanya itu, mereka juga
menyaksikan ayah dan suami mereka
r
diculik dan tidak kembali, bahkan disiksa dan di bunuh di depan mata mereka. Ada
pula anak-anak y^flg
dipaksa
menyaksikan ibunya diperkosa di depan
mata mereka. Kekeiamat y^ng ti^d^ telPefl.
kbih
dari 300 gedung sekolah dan
'madrasah dibakar sebagai bagian dari propaganda perang ant^ta GAM dan
TNL Pembakatan sekolah ini,
!
menye-
babkam ratusan ribu anak usia sekolah menjadi kehilangan kesempatan belajarnya. Bahkan sebagian dari mereka terbunuh, terculik/diculik untuk kepenflngan Perang. Di Aceh anak-anak seolah anpa perlindungan dad kedua belah pihak yang
berpgrang. Anak-anak Aceh menjadi
} r i
I
L
I
Operasi diAceh adalah operasi militer
dai2,7 juta anak Indonesia yang teAantat, atau bagian dari 50 ribu anak
Anak Perempuan di Tempat Peng-
yang telah dihitungmatang oleh pemerin-
yang berkeliaran di jalanan, atau sdah satu
bisa dipethitungkan sebelumnya. Tapi
bagian dari 10 juta anak balita yang menderia busung lapar
anehnya, masyatakat sipit terutama ibuiBu dan anak-anak jadi korban perang.
ungsian: Orang lanjut usia, perempuan dan anak-anak selalu menjadi korban di antara konflik bersenjata. Apalagi trauma yang dialami oleh anak-anak akan selalu terbawa dalam hidupnya.
b"g^
tah Megawati. Korbar'l sebenarnya sudah
ASASI. vol Ol/VIll/2003
LAPORAN UTAMAT
lbu dan Anak Mengungsi Mencari Tempat Aman: Penduduk desa mencari
tempat aman, yang jauh pertempuran antara TNI dan
dari
GAM.
:
Hak-hak untuk anak-anak diakui dalam Konvensi Hak Anak yang a
dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa pada 1989. Menurut konvensi tetsebut, semua anak, tanpa membedakan
ras, suku bangsa, ag^nnl, jenis kelamin,
asal-usul keturunan maupun bahasa memiliki empat hak dasar yaitu: Hak Atas
Kelangsungan Hidup, termasuk di dalamnya' ad.alah hak atas tingkat kehidupan yang layak, dan pelayanan kesehatan. Artinya anak-anak berhak rendapatkan gizi yang baik, qempat ringgal yang layak dan perawatan kesehatan yang baik bila ia jatuh sakit. Hak untuk Berkembang, y ang termasuk di dalamny,a adalah hak untuk mendapatkan pendidikan, informasi, waktu luang, berkreasi seni dan budaya, iuga hak
tah tidak akan menerima kewajiban
asasi untuk anak-anak cacat. dimana mereka berhak mendapatkan pedakuan dan pendidikan khusus. Hak Partisipasi, termasuk di dalamnya adalah hak kebebasan'menyatakan pendapat, berserikht dan berkumpul serta ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya. Jadi, seharusnya orang-orang dewasa khususnya orang tua tidak boleh
apapun untuk memperkenalkan hak-hak
memaksakan kehendaknya kepada anhk
\
\
karena bisa iadi pemaksaan kehendak lapat mengakibatkan beban psikologis terhadap diri anak. Hak Perlindungan, tetmasuk di dalamnya adalah pedindungan dari segala bentuk eksploitasi, pedakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peralilan pidana maupun dalam hal lainnya. Contoh eksploitasi yang paling sering kita lihat adalah mempekerjakan anak-anak di bawah umur.
Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan
tersebut sebagai kejahatan peperangan dari mewajibkan atau mendaftarkan anak-anak di bawah usia 15 tahun atau menggunakan rhereka berpartisipasi
reservasi tethadap pasal.71 (tentang hak memperoleh informasi), pasal 21 (tentang
pada konflik bersenjata internasional atau
adopsi) dan pasal 22 (tentzngpgngungsi
bukan internasional.
anaD.
Dalam Deklarasi Universal Majelis Umum PBB tanggal 10 Desember 1948
yang tidak terdapat dalam
UUD
1945.
Protokol Opsi bagi Konvensi Hak Anak terhadap ketedibatan anak-anak di dalam konflik bersenjata ini mengukuhl
pedindungan khusus dan menuntut perbaikan be*elanjutan dari situasi anak-
GID disebutkan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
sebagai suatu standar umum untuk keberhasilan bagi semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap
bersenjaa dfi serangao-serangan langsung terhadap objek-objek yang dilin. dungi di bawah hukum internasional,termasuk tempat-tempat yang umurnnya mempunyai kehadiran aoak-anak yang
masyarakat, dengan senantiasa mengingat
deklarasi ini, akan berusaha dengan cara
mengajatkan dan memberikan pendidikan guna menggalakLan penghargaan
terhadap hak-hak dan kebebasankebebasan tersebut, ddn dengan jalan tindakan-tind akan yang progresif yang bersifat nasional maupuo internasional,
menjamin pengakuan dan penghor-
signifikan sepetti sekolah dan rumah
matannnya yang universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari r,eg^r^neg r^ anggoia sendiri maupun oleh
sakit, serta memperhatikan pengadopsian
bangsa-bangsa dari wilayah-wilayah yang
Undang-undairg Roma atas Petadilan
ada di bawah kekuasaan hukum mereka.
memenuhi hal<-hak anak seiak awal sudah meragukan. Keraguan itu muncul ketika
metatifikasi konvensi ini, pemerintah
Kejahatan Internasional terutama
mengeluarkan deklarasi bahwa pemerin-
Fenyertaanya ke dalam undang-undang
ASASI, vcrl 02AllII/2N3
A
dengan tegas bahwa proklamasi
orang dan setiap badan di dalam
Agustus 1990, meratifikasi Konvensi Hak Anak Perserikatan Banpa Bangsa tahun
No
melalui resolusi 217
anak tanpa perbedaan, juga bagi pengem-
targetan anak-anak dalam situasi konflik
36/1990. Konvensi itu mulai bedaku di Indonesia seiak 5 Oktober 1990. Meski demikian kesungguhan Indonesia untuk
aktif di dalam permusuhan baik
banganye, dan pendidikannya dalam kondisi-kondisi damai dan aman, juga dijauhkan dari kerusakan dan benturan yang meluas (pengaruh yang kuat) dari konflik bersenjata. Negara-negara pendukung kovenan ini juga mengutuk pen-
Pemerintah Indonesia sejak 25
1989, yang dikuatkan dalam Keppres
secara
I
Ery Sutrlsno t3
{ IPERSPEKTIF Dlropro dad: RetJbrJstingpl
Menutup Aih_ TNI Beroatroli di Bireuen: Sekitar 45.000 pasukan dari TNI dan Brimob dikerahkan di Aceh sejak berlakunya Darurat Militer.
Baru memaknai Aceh sebagai sebuah sumber ekonomi yang beSar, dan me nemPatkannya. dalam nara.si pem-
)\
bangunan (ekonomi) yang dikonstruksi Pada 19 Mei 2003, Presiden
40 tahun, di mana Aceh akhirnya
Otde Baru dalam mendekonstruksi
RI mengeluarkan Kepu-
dinyaakan "kafah" . Meskipun demikian,
narasi "politik sebagai panglima" yang
tusan Presiden (Keppres) No, 28 tahun 2003 tenang pembedakuan status,daerah militer di propinsi Nanggroe Aceh Darusalam
kolonialisme Belanda hanya berpengaruh
dikonstruksi Soekarno. Orde Baru
di
mengkonstruksi narasi pembangunan
(NAD). Dasar-dasar yang menjadi
(PUSA) rnengambil kontrol
atas
ekonomi dan sabilias politik. Narasi ini mengubah t^tarL rr politik dan ekonomi di wilayah Aceh. Kepemimpinan ulama PUSA yang
administrasi sipil, ekonomi dan angkaan
tersebut adalah: pettama,. kegagalan dialog damai Pemefintah dengan ^nt^ra Gerakan Aceh Merdeka (GAM); dan
perang setelah Jepang kalah. Usaha Belanda kembali menguasai Hindia Belanda tidak menyentuh Aceh dan
kedua, meningkatnya tindakan kekerasan
hanya berpusat di Jawa dan Iriao Barat.
bersenjata oleh GAM yang dinilai
Dalam periode ini Aceh secata qtonom
mengarah kepada bahaya terorisme. Pertanyaannya kemudian apakah opsi darurat militer akan menyelesaikan
mengendalikan sendiri pemerin tahannya,
persoalan Aceh? Apakah rasionalitas dari
pengambilan kebijakan tersebut?
melawan Belartda. Namun setelah kekuasaan Belanda barakhir, peme-
Hubungan Politik Aceh-Pusat:
rintahan Soekarno memangkas otoritas politik pemerintahan lokal di Aceh,
diintegrasikan ke dalam Mafelis Ulama Indonesia (MUI), yang berorienasi hanya
sehingga melahirkan pedawanan ulama Aceh di bawah kepemimpinan Teungku Daud Beureuh. Negosisasi yang panimg yang kemudian berhasil mengehentikan perlawanaii masyarakat Aceh, dan'
pada kegiatan kgagarrnart.
Re-
publik ' Dari abad 15 sampai 18, Kerajaan Aceh merupakan ketaizan y^ng mempunyai kekuasaan politik dan ekonomi di wilayah tersebut. Kekuasaan Portugis di Semenanjung Malaya berhasil diambilalih. Keraiaan Aceh menguasai
sampai wilayah Pariaman
di
dan memberikan dukungan penuh terhadap perjuangan revolusi nasional
kemudian mengantarkan Aceh berperang
digantikan kelompok teknokrat hasil pendidikan sekulet dalam menempati posisi-posisi birokrasi sipil sebagai elitelit baru. Pada sisi lain stabiiias politik
,trT::rffi T-,:il":b ".r,:li*fi IndoneFia dalam bentuk KodamKoramil. Bahkan PUSA yang politis
Narasi pembangunan Orde Baru ini diusung agen-agennya yakni kaum
teknolrat yang membawa "ide-ide untuk
mencapai kemajuan" dalam bidang ploitasi dalam konteks pembangunan.
keagtmran dan pendidikan.
Berbagai pabrik didirikan sepeni pabrik
Hubungan Politik Aceh-Pusat: Konteks Orde Baru
LNG dan pupuk . Produk IJ.JG misalnya di awal 1990-an mencapai 40oh d,ai seluruh produksi dvnta (Financial Tinu,
Tradisi hubungan politik yang selalu buruk antara Aceh,dengan pemerintahan di pusat bedanjut pada pemerintahan merebutkan wilayah tersebut bedangsung lOtde Batu di bawah Soeharto. Orde
melawan Belanda yang ingin merebut wilayah perdagangan yang berada di bawah kontrol Keraiaan Aceh. Perang
dominan di rnasa pemerintahan Soekarno
memberikan Aceh otonomi khusu's untuk menyelenggarakan hukum adat,
Sumatera
Barat. Kekuasaan aas wilayah inilah yang f
yang berpondasikan pada pertumbuhan
Persatuan Ulama Seluruh Aieh
pertimbangan penerapan Keppres
Dari Kolonialisme Sampai
t
Banda Aceh dan'kota pelabuhan
Lhokseumawe.
ekonomi. Kekayaan alam di Aceh dieks-
/ 3 / 91), yang menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor ING terbesar
22
di dunia. Pada 1991 hampir 90% hasil pupuk Aceh diekspor (Kompas, 6 / 1 / 92). ASASI. vol 024/llll2fi
)3
PE RSPE KTI
Dasar-dasar yang menjadi pertimbangan penerapan Keppres tersebut adalah: Kegagalan dialog damai antara Pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM); dan Meningkatnya tindakan kekerasan bersenjata oleh GAM yang dinilai mengarah kepada bahaya terorisme
dengan Darurat Militef Kontrol atas semua hasil-hasil ekonomi dipusatkan di bawah kekuasaan pemerintah pusat @aca: Jakatz), koosenffasi kekuasaan dan.otoritas yang terpusat di Jakatta.Pada sisi lain pembangunan di
Aceh tidak mengalami kemaiuan
signifikan, iika dibandingkan dengan .euntungan ekonomi yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.
ini kemudian di-konstruksi
dan
berkembang menandingi narasi pembangunan Otde Baru. Narasi ini melahir-
kan bentuk-bentuk pedawanan dengan ide dasar bagi gerakan untuk memerdekakan dan memisahkan dari republik, katena republik dinilai tidak mampu memenuhi janii dan kontrak pendirian
Untuk menjaga berlangsungnya ptoses eksploitasi ekonomi ini, Orde
republik. Aksi-aksi berseniata kemudian dilakukan untuk mendukung narasi partikular yang pedahan inulai menem-
Baru menempatkan militer sebagai
pati ruang-ruang yang sebelumnya
peniaga stabilitas ekonomi-politik, serta
dipenuhi oleh narasi pembangunan Orde
memangkas otoritas pemedntah lokal.
Baru. Peningkatan aktivitas bersenjata berupa penyerangan tethadap kantor perusahaan besar atau kantor polisi dan instansi militer, serta kontak seniata dengan aparat militer, melahirkan tin-
Jabatan-izbatan politik lokal seperti gubernur dan bupati sepenuhnya ditentukan pemerintah pusat. Sentralisasi kekuasaan dan absennya otoritas wilayah
ini yangkemudian menjadi alasan lahirnya pedawanan dari sekelompok masyarakat yangmenamakan dirinya GAM di bawah kepemimpinan Hasan di Tiro pada 197 6.
Dalam konteks politik dan ekonomi; eksploitasi kekayaan Aceh bagi kepen-
\
Narasi
dakan coilnter-irnrgencl yang dahsyat dari
pemerintah Orde Baru. Dalam rangka memperahankan narasi pembangunan, pemerintahan Soeharto pada 1989 melakukan opetasi militer, yang berkembang dengan penetapan dan penerapan
FI
status Daerah Operasi Militer (DOID di Aceh dalam rangka menumlvas gerakan
separatisme GAM. Sepanjang sembilan
tahun (1989-1998) diberlakukannya DOM, ribuan korban masyarakat sipil tewas, hilang, mengalami perkosaan dan pelecehan seksual, atau mengalami penyiksaan yang meninggdkan trauma yang
menddam.
Politik Pasca-Otoriterianisme Operasi Militer Sebagai Panglima :
Perubahan yang te{adi di Indonesia pada 1998 membawa dampak luas bagi konstelasi politik lokal. Peran miJiter yang
begitu dominan dalam politik meniadi sorotan, dan kemudian dalam beberapa
hal dikurangi. Perubahan ini iuga berdampak terhadap Aceh. Status
DOM
dicabut, dan kasus-kasus pelanggaran HAM mulai diungkap kepada publik sebagai b"g dari kejahatan politik dan kemanusiaan dari pemerintahan Otde Baru. Sebuah landasan tuntutan baru
muncul, yakni bagaimana keadilan terhadap korban dan peldku kejahatan pelanggatan hak asasi manusia selama
DOM dilaksanakan. Kotban mendapatkan proses rehab.ilitasi dan tekonstruksi yanglayak, dan pelaku dibawa ke depan pengadilan untuk mempertanggungja-
wabkan kejahatan HAM yang telah dilakukannya selama operasi militet masa DOM dan pasca DOM. Namun penga-
:ingan elit politik Jakarta, hilangnya otoritas lokal bagi kontrol atas politik dan
ekonomi Acch, serta reduksifikasi kultur Aceh $ang Islamis) ke dalam kulturJawa (yang sekulet) merupakan discorrse yang
dikonstruksi sebagai narasi untuk menandingi narasi Orde Baru. Sentralisme kekuasaan dan eksploitasi
ekonomi, hilangnya secara perlahan kultur Aceh yang Islami, serta absennya otoritas lokal, merupakan narasi partikular yang dikonstruksi dan dikembangkan GAM. Narasi partikular ini melihat Aceh sebagai wilayah yang teralienasi dari proyek "menjadi Indonesia" yang pada awaJnya didirikan secara bersama-sarna.
Penambahan Pasukan untuk Membantu Operasi di Aceh: Pasukan baru tiba di pelabuhan kreung Geuguh.untuk membantu operasi di Aceh. ASASI, vol 02lVlll/2003
l-5
-l; I )
IPERSPEKTIF Diropro dari: ReuteF/Tamizy H8rva
menciptakan landasan baru bagi dasar
periuangan mereka, yakni pencarian keadilan bagl para korban pelanggaran HAM di masa lalu. Landasan baru ini diidentifikasikan sebagai "luka hati rakyat
Aceh".Landasan tuntutan baru ini muncul dari gerakan masyarakat sipil di
Iuar GAM seperti NGO, mahasiswa, aktivis perempuan, aktivis politik lokal Aceh, dan lain-lain. Landasan ini
Anggota Marinir Melakukan Pengepungan: Aktivitas masyarakat sipil terhenti
melengkapi landasan absennya otoritas politik dan perampasan kekayaan ekonomi Aceh yang menjadi narasi GAM, dan meniadi satu kesatuan narasi partikular yang muncul sebagai narasi pedawanan terhadap narasi besar yang dikonstruksi Orde Baru dan rezim-rezim
sesudahnya.
. |)
Narasi partikular yang dikonstruksi
kuan pemerintah atas
ter jadinya
pelanggaran berat pasca DOM tidak ditindaklanjuti oleh proses hukum @rojastitia), bahkan tidak mengubah tatanan
politik di Aceh. Pemerintahan
pasca
Soeharto kembali melanjutkan perilaku rezim Orde Baru dalam wajah pemerintah lokal di Aceh di mana korupsi, koldsi, nepotisme dan wajah militeristik masih tetap dipertahankan.
Beberapa pelanggann HAM skala berat fustru berlangsung pada masa sesudah dicabutnya
DOM
dan digantikan
oleh beberapa operasi militer seperti Operasi Sadar Wibawa, Operasi Sadar Rencong I, II, III, Operasi Meunasah, Operasi Pemulihan Keamanan, seperti Peristiwa Idi Cut (Aceh Timur), Tragedi
narasi yang lebih universal yang berujung
bulan!
pada tuntutan diadakannya referendum,
Pemerintahan Abdurrahman N7ahid kemudian mencoba untuk mencari solusi damai bagi penyelesaian Aceh. Salah
satunya mengadakan kesepakatan Jeda
TNI dan GAM, Kemanusiaan ^nt^ra namun kesepakatan ini tidak berialan efektif dan skala kekerasan bersenfata terus meningkat. Manghadapi situasi ini Presiden Abdufrahman Wahid kemudian mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.4 Tahun 2001, yangisinya antara lain
melakukan langkah-langkah komprehensif di bidang ekonomi, politik, sosial, hukum, ketertiban masyarakat, keamanan
serta informasi dan komunikasi (I-ihat
Aceh menjadi wacana hegemonik, menandingi wacan^ otonomi 1'ang dikonstruksi pemerintahan pasca Suharto. GAM dan gerakan resistensi masyarakat semakin meluas yang membongkar narasi yang dikonstruksi Orde Baru dzn tezim-rczim sesudahnya,
yang berujung pada ditandatanginya
of Hostilitiet 9 Desember 2002, untuk menghentikan meruncinunvf kontak seniata antara GAI[ dengan TNI,v dan semakin banyaknya iatuh korban kesepakat damai Cessation
Agreement (CoHA)
masyarakat sipil.
Kasus peradilan koneksitas kasus
berikan wewenang penuh kepada KepoIisian RI sebagai pemegang komando
Beutong Ateuh (fengku Bantaqiah) dan
bagi pemulihan proses keamanan di
Darurat Militer: Cara Baru Melepaskan Tanggung Jawab Politik Dari keseluruhan pemaparan Aceh
KNPI keputusan Aceh. Selain itu untuk mengakomodasi pengadilan dirasa tidak memenuhi rasa problem ketimpangan sosial-ekonomi keadilan masyarakat, karena vonis yang dan otonomi politik, Presiden Wahid diiatuhkan hakim sangat ringan diban- mengeluarkan Undang-Undang No.1 8/ dingkan dengan jumlah korban jiwayang 2001 tentang Otonomi Khusus NAD jatuh dalam dua peristiwa tersebut. Dari yang diialankan pada pemerintahan berbagai hasil laporan investigasi dapat Megawati. Meskipun demikian, persoalan dikalkulasikan bah'iva dair Januai 1'999 sampai September 2002 tercatat: pem- keadilan hukum yang belum dilaksanakan, serta proses rehabilitasi dan rekonsbunuhan di luar proses hukum sebanyak 2.058 korban, penghilangan paksa 533 truksi yang kutang dijalankan terus korban, penyiksaan 2.946 korban dan .melahirkan tuntutan dan perlawanan penahanan sewenang-wenang 1600 masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh Peristiwa Gedung
:l
di mana aksi menuntut diadakannya referendum diikuti sekitar dua juta warga
Inpres No.4/2001). Untuk sektor keamanan dan ketertiban Inpres ini mem-
Beutong Ateuh (Tengku Bantaqiah), Tragedi Simpang KKA, Peristiwa Gedung KNPI, dan lain-lain. Dalam
tl
masyarakat Aceh mengemuka ini menjadi
korban! Jumlah korban yang sangat spektakuler dalam tiga tahun delapan
lfi
dalam berbagai konteks dalam perspektif historis, sebuah benang merah bisa ditarik
untuk melihat bagaimana konflik Aceh saat ini terus berkepaniangan, seakanakan tidak menemui titik akhir yang diharapkan. Pemerintahan Orde Baru kembali melakukan hal yang sama, yaitu memangkas otoritas politik krkal Aceh,
sekaligus mengambil kekayaan alam tanpa memberikan distribusi yang adil,
sekaligus melakukan represi yang bedebihan potensi resistensi yang muncul dari masyarakat dengan menerapkan staASASI. vol 0l/VI Il/10().1
PE RSPE KTI
FlJ
tus DOM sehingga mengakibatkan
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera,
distribusi ekonbmi, kegagalan peme-
banyaknya jatuh korban jiwa maupun
hanya tidak ada gerakan perl^w
nuhan tasa keadilan hukum niasyarekat
y^ng dialami
^olryartg muncul sekuat di Aceh. Demikian juga
masyarakat Aceh. Kondisi ini melahirkan
pada masa Orde Baru, masyatakat Aceh
trauma berkepanjang
t
maka pemerintah mengambil jdan pinas:
darurat milited
gerakan pedawanan batu yang dipimpin
kembali melakukan gerakan resistensi
Di satu salah satu sisi misalnya
Hasan Tiro, dan tetus berlan$ung sampai saat ird di mana daruat militer
yang kuat pada saat otodas politik dan ekonomi lokal dipangkas dan ditampas.
pelaksanaan pemerinahan daerah jelas
diberlakukan di Aceh. Apa yang bisa dilihat dari keseluruhan konteks ini? Satu hal yang bisa dilihat bahwa wilayah Aceh secara historis
Artinya bercermin pada konteks-konteks
tetlihat tebobrokan yang mencolok, terutama dalam hal penyalahgunaan
sebelumnya maka bisa disimpulkan
wewenang dan korupsi. Dalam tabloid
bahwa penetapan darurat militer merupakan ialan palirig tidak populet dan tidak akan menyelesaikan masalah Aceh, Dalam rnenghadapi persoalan Aceh
penyalahgunaan wewenang Pemda Aceh (dalam hal ini Gubernur Abdullah Puteh)
memiliki otoritas politik yang kuat terhadap wilayahnya sendiri, setiap usaha yang berusaha memangkasnya akan selalu
menghadapi pedawanan yang kuat. Ini
bisa dilihat bahwa persoalan ketidak adilan ekonomi, absennya otodtas politik rkal, tingginya tindak pelanggaran FIAM, tetjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia di bawah pemerintahan Soekarno maupun Orde Baru, namun di Aceh gerakan resistensi tethadap hal tetsebut tumbuh paling kuat dan signifikan. Semasa pemetintahan Soekarno perlawanan daetah bermunculan di Jawa,
Marinir Menyerang Basis GAM di Desa Jambo Aye, di Perbatasan Aceh Timur dan Aceh Utara: Korban mulai berjatuhan di kedua belah oihak.
anti-korupsi Lacak, dipaparkan
berupa mark-tp, tender proyek yang tidak
ini pemerintah hanya menempatkan transparan, dan defisit anggaran pada GAM sebagai faktor tunggal dan 2003 sampai Rp 85 milyat (I-.acakNo.4, bukannya melihat kembali pada Th.I, Mei 2003, hlm. 4-5), belum lagi kesalahan-kesalahan kebijakan yang selama ini diambil dan dijalankan. Penyerdehanaan masalah oleh Pemedntah RI hanya dengan menempatkan
GAM sebagai faktor tunggal bisa disimpulkan bahwa Pemerintah RI
menguapnya dana pendidikan yang dialo-
kasikan semenjak 2000 tanpa adanya laporan dan alokasi yang jelas (L.acak No.4, Th.I, Mei 2003, hlm.|. Di sisi lain keboborokan ini tidak diikuti dengan tindakan politik berupa pembersihan
berusaha melepaskan tanggungiawanya
aparat pemerintah lokal yanggagal mem-
atas kesalahan-kesalahan politiknya dan
pertanggungjawabkan hasil kerjanya,
untuk menutupi ketidakbecusan kebijakan yang tidak pada tempatnya,
melainkan membiarkan keboborokan itu menyebar dan meluas. Hampir tidak ada
kebobrokoan pemerintah daerah Aceh, 'instropeksi dan evaluasi atas berbagai pengabaian atas kejahatan HAM yang tindakan penyimpangan titsebut, dan dilakukan aparat fleg ra, ketidakadilan tetap berkutat dan bergelutharrya pada Direpro dad:
t
ASASl. r'ol O2iVllll2ft)3
50
!i'!,1:.r'i i"
*
"bahaya ancaman GANI" semata.
Pemerintah RI akan mcnutuPi ketidak-
ini dibuat sejumlah korban jatuh sejak
Ketidakmampuan pemerintah lokal menciptakan ruang vang lebih luas bag partisipasi masvarakat sipil, juga bagi rehabilitasi clan restrukturisasi serta
mampuannYa dengan menciptakan kesalahan kesalahan baru, dan semakin
diberlakukannva darurat militer. I-aporan ini merupakan kompilasi clari berbagai
menumpuknva kesalahan-kesal ahan politik vang akan dibuat pemerintah, akan
ketidakmampuan pcmerintah pusat mcmberikan keaclilan hukum bagi
semakin mcncmpatkan Aceh scbagai
wilavah vang teralienasi, dan akan
sumber: korban tc\r"'as 120 orang fINl/ Polri 4 orang, Gr\l\{ 6li orang, masvarakat sipil 4[3 orang), 22.906 orang mcngungsi (diantaranl'a terdiri dari 745
ketidakaclilan vang selama ini tcriadi tcrhaclap mrslarakat Aceh, merupakan dasar bagi pemcrintah untuk mcnutupi scmua kesalahannva clcngan mencmpatkan GA\I scbagai faktor utama nrasalah cli r\cch. Jika ini vang tcrjadi maka jclas nampak cli clcpan kita bahrva
Penerjuran Pasukan di Aceh Tengah. Rrbuan pasukan TNI nrula disebar di seluruh Aceh sejak diberlakukannya Darural Militer
scmakin melahirkan persoalan persoalan
bavi, 2968 anak anak balita,
baru vang lebih latcn, r'aitu scmakin
pcrcmpuan hamil, dan (r41 orang lanjr-rt
membcsarnva gcrakan resistcnsi dan
usia), 328 sckolah clibakar, clan sejumlah jalan clan icmbatan dirusak.
separatisme tcrhaclap pemcrintah pusat
dan pemerintahan republik. Dan jika ini vang tcrjacli maka korban jiwa di kalangan sipi) akan jatuh sangat banvak, karena pemcrintab ticlak mampu menvelcsaikan masalah dcmi masalah, melainkan justtu menciptakan masalahmasalah baru, mtlaltri ()Pcrasi-()Pcresi militcr dan clarurat militcr, Sampai tulisan Direpro dari: Feuters/Stnnger
80u
Untuk mcnghinclari kcmungkinan kcmungkinan te rscbut maka jalan pcrunclinean adalah jalan palinu baik r ang
bisa clilakukan, karcna perlana cla.pat mengcmbalikan kcpcrcavaan mnsvatakiLt
Acch atas kcmauan politik pcmerintah dalam n-rcnvclesaikan pcrsc>alan r\cc sccara damai. Kedaa mcnehindari jatuh-
nra korban masvarakat sipil vang - clalam tradisi Acch
-
hanr a akan menumbuhkan
bcnih-benih pcrlau'anan barq clan ke/iga
mcnvelcsaikan persoalan
di tinekat
pcmerintahan lokal r\cch vang selame ini
-
-''a
bobrok dan tidak mempu mcngakomodasi bcrbagai kepcntingan mast arakat.
'
-
-
O
Keenpal,rk"n -"'t"..,patkan mas'arakat sipil scbagai aktor pcnting dalam pclaksanaan pr()scs pcrdamaian, sehingga bentuk perlawanan berscnjata bisa dimi
nimalisir, tidak berpotensi mengaki-
-
-t
.l
ID
p
batkan korban-korban jiwa vang baru. Pemberian otoritas politik lokal bukan dilihat dari sekadar menempatkan wakil
ffi ,'ff:":. 1;:11 l; .:; j; itffi
p
luas bagi munculnva kepemimpinan
I
politik lokal dari persetujuan dan pilihan masvarakat Aceh sendiri, otoritas polirik lokal bukan sckcdar kcpanjangan tangan
pemerintah pusat, melainkan otoritas politik k rkal ) ang mempunvai wewcnang untuk membangmn dan mengembangkan tatanan pemerintahan yang demokratis, dan menanggalkan wajah militeristik yang
selama
tr-
ini dilekatkan dalam setiap
kebijakan politik vang diputuskan terhadap Aceh, sehingga kontrol masvarakat atas penvelengg r^ npemerintahan lokal 1'ang bersih dan efektif dapat berjalan densan baik.
I Liirl i rl.tl r:
i tli):' r)(l lrl -l',
NASIONALI
Perl
indungan Saksi dan Korban
Catatan atas pengalaman Pengadilan HAM ad Hoc Kasus Pelanggarari HAM Berat di Timor Timur
Dalam setahun ke belakang,
dalam kasus pelanggaran HAM berat.
HAM ad hoc
tidak iarang mencemooh saksi korban.
Kenyataaonya selama ptoses peradilan, pedindungan terhadap salsi dan korban tidak cukup memadai dan hak-haknya
Saksi korban mengangis ketika betsaksi,
pengadilan
sudah menyelesaikan
11
betkas perkata dengan tingkat keber-hasilan yang kurang
yaog diatur undang-undang tidak
memuaskan. Dari 18 terdakwa, lima or-
diberikan.
rng dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana sedangkan yang lainnya bebas.
Persoalan yang Muncul
Banyak faktor penyebab proses Peradilan
FIAM tidak memadai
Pata saksi korban yang hadir ke persidangandidampngl saf UNTAET @emerintahan Transisi PBB di Timor Timur) dalam proses pra dan pasca dipersidangan. Pendampingan terhadap saksi korban dalam pelanggaran FIAM berat sangat signifikan katena saksi korban biasanya akantertekan.
sehingga pengadilan ini dianggap tidak cukup fair dan tidak kompeten, bahkan di bawah standar (Lihat Preliminari Conclusive
dilan, terutama setelah nlelihat penga-
telah dipenuhi aparat penegak hukum
Namun, intimidasi dialami para
ReportPengadilan HAMAd Hoc Elsam,
namun pengamanan atas psikologi/men-
pendamping saat pemeriksaan di penga-
tanggal 4 J,rh 2002) Pengadilan ini tidak cukup kompeten karena tidak ada cukup saksi kotban jika
tal korban belum memadai. Misalnya,
rlilan, ka1sna dianggap sebagai pihak yang
ketika beberapa saksi korban datang ke pengadilan tidak leluasa bersaksi karena tekanan psikologis. Di pengadilan saksi
mempengaruhi saksi dan bukan sebagai pihak yang dihargai karena mendampingi saksi untuk teitlaksananya pemberian
korban berhadapan dengan p^t^
kesaksian.
terdakwa sebagai ot^ng y^ng pernah sangat berkuasa di daerahnya, berhadapan dengan para pengac^r^ y^ng.
Maielis hakim juga terjebak dengan prosedur formal tanpa melihat subtansi
dibandingkan dengan saksi-saksi bukan korban (Progess Report VII Pengdilan
HAM Ad Hoc Elsam, 12 November 2002). Selama proses peradilan, ketidakhadiran saksi korban diakibatkan
ketidakmampuan jaksa menghadirkan saksi korban secara maksimal, ketidakperc ya n atas jaminan keamanan, pedakuan terhadap saksi korban saat diperiksa
dan alasan-alasan lainnya sehingga saksi korban enggan menjadi saksi.
l'
Keengganan saksi datang ke penga-
saksi korban juga dimaki dengan kata kotor oleh pengacara terdaktxra.
Implikasinya proses pembuktian tersendat dan menyulitkan hakim memutuskan perkara. Pedindungan saksi
dan korban seharusnya meniadi hal penting dalam proses peradilan FIAM. KUHAP yang meniadi landasan beracara dalam pengadilan HAM telah memberikan hak-hak kepada saksi. Demikian pula pasal 34 UU No. 26 Tahun 2000 dan PP No. 2 tahun 2002 secara khusus mengatur pedindungar.l saksi dan korban
Iono Suratman Divonis Bebas:
Vonis bebas tersebut dibacakan Ketua Majelis
Hakim Andi Samsan Nganro dalam sidang di PN, Jakarta Pusat, 22 Mei. AS..\SI, vol O2lVIll/1003
laman saksi korban yang bersaksi, adalah alasan keamanan. Keamanan secara fisik
permasalahan. Hal yang paling ielas
jumlahnya sangat banyak dan berhadapan
adalah proses pemeriksaan terhadap saksi
dengan para pendukung terdakwa yang
yang tidak lancar berbahasa Indonesia,
r I
I
NAS IO NAI
Seorang Saksi yang Menderita LukaLuka: Sejauh rni belum ada RUU tentang Perlindungan Saksi untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
Mekanisme Perlindungan Saksi dan Korban Pengaturan pedindungan saksi dan
korban selama ini didasarkan pada KUHAP sebagai dasar hukum acara dalam peradilan pidaria. Khusus untuk
pengadilan HAM ad Hoc landasan hukumnya menggunakan UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
UU No. 26 Tahun 2000 sendid dalam pasal 10 menyatakan bahwa hukum
acar,
yang tidak diatur dalam undang-undang
yang seharusnya
^k^n
lebih lancar dan
lebih bisa menjelaskan persoalan jika menggunakan bahasa aslinya (Ietun). Maf
elis hakim menolak
adanya
penerjemah yang telah ilisediakan dengan
alasan penetjemah tersebut tidak memiliki kualifikasi sebagai penerjemah dengan tidak adanya sertifikat sebagai seorang penerjemah. Karenanya, proses pemeriksaan kesaksian tersendat. Saksi
korban yang bersaksi tanpa penerjemah selalu diposisikan sebagai saksi yaog tidak konsisten karena jawaban yang sering berubah-ubah. Ini sebenarnya disebabkan ia tidak memahami bahasa Indone-
saksi, para saksi yang bukan korban tetny^t^ banyak yang melakukan pencabutan berita acua pemeriksaan @AP) maupun menolak keterangan di
BAP sehingga mengakibatkan
Pencabutan BAP ini bukan semata-mata
$aksi tidak iatang majelis hakim
Keakutan bahwa kesaksiannya akan "sa.lah" merupakan indikasi bahwa saksi merasa tertekan untuk gremberikan keterangan secara leluasa dan harus 20
dan Ayat (3) menegaskan, ketentuan mengenai t^t^ c^r^ perlindungan
proses
Pengakuan.salah seorang saksi, posisinya
Kol. Herman Sedyono dkk).
dilaksanakan oleh aparat penegak hukuin dan zpatat keamanan secafa cuma-cuma;
pembuktian jaksa sangat lemah.
keamanan bagi mereka tidak ada.
"salah" maka dirinya akan menghadapi masalah. Pengakuan ini dilakukan karena saksi tinggal di daerah perbatasan dan daerah tersebut masih sangat rawan (Lihat Transkrip Kesaksian Julius Basa B rc tznggoJ 7 Mei 2002 dengan terdak:wa
Pasil 34 Ayat (1) UU No 26/2000 menyebutkan, setiap korban dan saksi berhak atas pedindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan pihak mana pun. Sedangkan Ayat Q) menyatakan, perlindungan wajib
unsur kepolisian, militer maupun aparat birokrasi. Selama proses pemeriksaan
sebenarnya tetapi lebih banyak faktor antara keterkaittn rntata saksi dengan institusinya ataupun bahwa para saksi merupakan.atasan dan bawa,han para tetdakwa. Selama proses pemeriksaan
sangat sulit untuk bersaksi karena ketakutan kesaksian yang dibedkan
mekanisme dalam KUFIAP.
karena para saksi kebanyakan para mantan bawahan terdakwa baik dari
pert^rry^ rLymrgsecara subtansi sama tapi
dialami saksi bukan korban. Pedindungan
kesaksian diatur atau menggunakan
t iy^t^,
untuk menjelaskan persoalan yang
Ketakutan bersaksi ternyata |uga
prosedur tentang saksi dan mekanisme
Selain itu beban psikologis saksi yang
sia sering menjawab dengan berbeda dari
ditanyakan dengan kalimat yang berbeda.
ini menggunakan hukum acara sesuai dengan KUFIAP. Hal ini berarti bahwa
sangat berhati-hati, padahal saksi sendiri adalah seorang polisi.
bukan korban juga tedihat sa.ng
terhadap korban dan saksi diatur laniut dengan Peraturan Pemerintah
lebih \ (PP) r
Ketentuan ini meoielaskan saksi akan mendapatkan pedindungan dari berbagai
bentuk
^nc
rrr^ri yang akan menghalangi,
proses pemberian kesaksian dan mengamanatkan dibentuknya PP untuk
rnenBingatkan kepada para saksi untuk
mengatur bagaimana memberikan perlindungan saksi dan korban
tidak melihat terdakwa tedebih dahulu
pelanggaran
I{AM. PP No 2 Tahun 2002 memberikan
sebelum menjawab pert^rryaut.
Hal.lain yang kutang mendapatkan perhatian adalah jaminan hak-hak.sahsi dan korban yang tidak jelas apakah dipenuhi atau tidak, misalnya hak atas penggantian ongkos transporAsi dan hak atas kompensasi penggantian terhadap waktu yang telah digunakan untuk daang
)
'
pedindungan sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penunnrtan- sampai pemeriksaan di sidang pengadilan dan bentuk pedindungannya meliputi pedindungan fisik dan mental. Sedangkan tat^ c^r^ pemberian pedindungan berdasarkan inisiatif penegak hukum dan
^p^r^t
ke pengadilan. Para saksi mengeluh harus
aPatat kealnianan atau permohonan yang
menanggung sendiri biaya datang ke
disampaikan korban atau saksi. Setelah
pengadilan.
menerima permohonan perlindungan ASASI. vol 02/VIII/2003
NASIONALI Barang Bukti yang Digunakan untuk Melakukan Penyerangan: Saksi dan barang bukti sudah lengkap, tetapi vonis ringan atau bebas yang diterima pelaku/ terdakwa. Unsur politis lebih dominan.
aparat pemerintah atau aparat penegak
hukum melakukan klarifikasi
atas
kebenaran permohonan identitas dan bentuk pedindungan yang dipedukan. Kotban dan saksi tidak dikenai biaya apapun untuk atas pedindungan yang diberikan kepada dirinya. Pedindungan yang menoniol dan PP ini adaiah adarrya pedindungan tenang adanya perahasiaan identitas kotban atau
saksi dan adanya mekanisme untuk pemberian keterangan pada saat di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan
tersangkay'terdakwa. Hak saksi atau korban untuk dirahasiakan identitasnya ini belum diatur dalam KUHAP. PP
bentuk pemeriksaan seperti yang disyaratkan KUHAP ini memerlukan
tentang t^t^ car^ perlindungan ini
penafsiran yang.ielas karena posisi tempat
dianggap tidak memadai terutama tidak
pengeturannya y^ng
ada standar baku mengenai prosedur
teknis pemberia-n
perlindungan.
berbeda. Kedudukan PP lebih rendah daripada Undang-undang (KUHAP adalah
Kekurangan lainnya tidak adanya sanksi bagS apant penegak hukum fika tidak melaksanakan kewajiban mereka dalam meniamin keamanan saksi dan korban. Khusus mengenai pemberian hak untuk dapat diperiksa di sidang penga-
undang-undang No 8 tahun 1981), bisa
dilan tanpa bertatap rnuka dengan
pedindungan kepada saksi dengan model pemberian kesaksian yang seperti dalam
tersangka ataupun terdakwa juga tidak felas bentuknya. Apakah sama mekanismenya dengan t^t^ c^r^ pasal 173
diartikan bahwa PP ini bisa dianggap regulasi yang tidak bisa digunakan juga
iika bertent^ng^n dengan undangundang.Jika pemahanan ini yang akan digunakan oleh hakim maka bentuk
terhadap saksi seperti yang tersebut dalam KUHAP tersebut sangat tidak bedmbang dibandingkan dengan hak-hak yang diberikan kepada pada tetdakwa.
Dalam ketentuan intetnasional terutama ketentuan dalam Statuta Roma
1.998 pemberian kesaksian dapat dilakukan dengan berbagai macam. DaLam pasal 68 dinyatakan untuk melindungi korban dan saksi atau seorang tertuduh, dapat melakukan sebagian dari
persidangan
in camera (rahasia
^nt^t^
penyampai pendapat/saksi dengan sidang
y^ng bersangkutan saja)
^t^t)
memperbolehkan pengafuan bukti dengan sarana elektonika atau s^r^n
bahwa mejelis hakim dapat me-
karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
merintahkan terdakwa keluar dari ruang
Selain hak yang secara khusus
petalatan teknik yang memampukan
KUHAP
PP
ini tidak dapat dilakukan
khusus lainnya, termasuk penggunaan
sidang saat saksi memberikan keterangan
tersebut, KUFIAP mengatur tentang hak-
penggantian gambaf atau suara,
ataukah dengan cara lain misalnya melalui
hak terhadap saksi di
pemeriksaan
penerjemah Qasal 177),hak membedkan keterangan tanpa tekanan (pasal 1 17), hak tidak diajukan peft^ny^ n yang menferat
penggunaan audio visual, secara khusus menggunakan video conferencing, dan
teleconfererce.
KUHAP mengatur
mekanisme
pemeriksaan saksi yang hadir di persidangan pada pasal 185, model kesaksian inilah yang mempunyai kekuatan pembuktian dan dianggap sebagai alat bukti yang sah. Saksi yang tidak bisa menghadiri persidangan juga dapat dibacakan keterangannya jika keterangan tersebut telah dilakukan sumpah tedebih dahulu; cara demikian
^nt^t^nya
hak atas
(pasal 166), hak
mendapatkan penggantian biaya (pasal 229). Hak-hak
ini diimbangi
televisi dengan sirkuit tertutup, dan penggunaan secara eksklusif msdia 5uara. Pasal 69 Statuta Roma iuga mengizinkan
diberikannya kesaksian viva voce (isan)
dengan kewajiban di
atau kesaksian terekam dari seorang saksi
antarzrny^ dalam pasal 224 KUHP saksi waiib hadir bila dipanggil, dengan ancaman hukuman maksimal 9 bulan
dengan sarana teknologi video maupun
(untuk kasus pidana) dan 6 bulan (untuk
statuta ini dan sesuai dengan hukum acara
kasus perdata) dan saksi waiib
audio, maupun diaiukannya dokumen atau transkripsi tern-rlis, yang tunduk pada
sah.
memberikan keterangan yang benar, kalau kesaksiannya adalah termasuk
Bentuk pemeriksaan terhadap saksi Ant^r^ PP No. 2 tahun 2002 dengan
sumpah palsu maka sanksi pidana adalah
pembuktian. Di samping pedindungan saksi dan korban tersebut di atas, dalam saksi dan korban seiak awal sudah mendapatkan
7 tahun (pasal242 KUHP). Hak-hak
hak-hak yang merupakan bagian dati
fuga bisa dianggap sebagai alat bukti yang
ASASI. rol 02/Vllt/2003
2l
INASIONAL proses pedindungan saksi dan korban. Hal ini tedihat dengan adanya unit khusus
untuk korban dan sbksi dalam kepaniteraan yang bertugas untuk menyediakan, setelah berkonsultasi dengan kantor jaksa penuntug langkah-
langkah perlindungan dan pengatutan keamanan, jasa nesehat dan bantuan yang
pedu bagi saksi, korban yangmenghadap di depan mahkamah dan orang-oranglain yang mungkin terkena risiko karena kesaksian yang telah diberikan para saksi tersebut. Unit ini mencakup staf dengan
keahlian mengatasi ttauma, termasuk trauma yang terkait dengan keiahatan
untuk melindungi saksi ketika
Sampai saat ini, di mana persidangan
memberikan keterangan secara aman baik fisik dan mental, bertentangan dengan
untuk keseluruhan berkas perkara
KUHAP menjadi bahan analisis yang penting karena akan berimplikasi pada model kesaksian dalam kasus-kasus Pelanggaran FIAM berat yang lain. Dad ptaktek yang tetjadi dalam pengadilan
hampir berakhir, mekanisme perlin-
HAM ini, ada beberapa majelis hakim
Penutup Problem perlindungan saksi dan korban bukan semata-m ta kurangnya
yang tidak menggunakan teleconference
sebagai upaya mencari kebenaran materiil.
Ini
karena dasat pemeriksaan
melalui teleconfence belum diakui dalam hukum positif indonesia.
pelanggaran FIAM berat di Timor Timur dungan saksi dan korban yakni mengenai hak untuk perahasiaan identitas saksi
tidak pernah diialankan
pemberian hak-hak saksi dan korban ditingkat regulasi tetapi juga ketidak-
mamPuan
^P^t^t
penegak hukum
Implikasinya, apakah pemeriksaan saksi dengan rnenggunakan media teleconference ini dapat digunakan sebagi alat bukti yang sah atau tidak jika dilihat
menjdankan pedindungan terhadap saksi sesuai dengan pengaturan yang a'da. Para
Sudah ada iaminan hak-hak tertentu terhadap saksi dan korban dalam undangundang. Namun ddam praktek paradilan
ketentuan dalam KUHAP
kesaksian yang dapat dianggap sebagai
terhadap saksi dan korban dalam kasus pelanggaran HAM berat. Tidak ad^up^y^
alat bukti yang sah adalah saksi yang hadir
yang maksimal untuk menggunakan
FIAM ad hoc, jaminan hak-hak tersebut
langsung di persidangan dan saksi yang
mekanisme internasional untuk
tidak maksimal diialankan. Problem yuridisnya KUHAP masih dipakai
dibacakan keterangannya yang telah
melindungi saksi dan korban. Undang-undang No 26 tahun 2000 menfadi titik tedemah dari pedindungan
kekerasan seksual.
Penerapan Peraturan
bahwa
Mekanismenya diserahkan kepada
disumpah terlebih dahulu. Jika tidak ada laminan dapat dipedakukan sebagai alat bukti yang sah maka keputusan yang diambil majelis hakim dapat dibatalkan ddam tingkat banding. Diizinkannya teleconferente merupakan satu-satunya langkah maielis hakim yang mengadopsi
KUHAP.
ketentuan hukum internasional dalam
Dalam praktek, pembuktian membutuhkan sebuah mekanisme khusus. Terobosan dilakukan maielis hakim ketika memperbolehkan
prosedur beracara,
pemeriksaan melalui teleconference yang
yang cukup.
sebagai landasan hukum proses betacara
dalam pengadilan HAM ad hoc ini. Undang-undang No 26 Tahun 2000 memang tidak mengatur secara khusus
tentang mekanisme pembuktian.
Mengenai perlindungan terhadap saksi yang potensial mendapatkan tekanan tidak mendapatkan perhatian
tidak diatur oleh KUHAP. Alasan
Maielis hakim tidak secara jelas
digunakannya teleconference adalah
menyatakan apakah proses pencabutan BAP oleh para saksi mantan bawahan
adanya adagium "bahwa hukum itu berkembang dan cenderung tertinggal".
Hakim berkewajiban menggali hukum. Pelanggatan HAM berat merupakan kejahatan jnternasional dan
terdakwa dapat diterima atau tidak. Namun, zda4ya keterikatan antara saksi dengan terdakwa secara intitusional seharusnya tidak begitu saja dinafikan.
untuk berjalannya pengadilan HAM. KUHAP yang secara normatif berorientasi untuk pemenuhan pedindungan hak-hak tersangka dan terdakwa dalam ptakteknya tidak memadai menialankan
peradilan HAM dan malah menfadi tameng bagi pelanggaran FIAM berat.
PP
No 2 tahun 2002 tidak dapat
diialankan secara maksimal. Kedudukan PP tidak cukup kuat ketika berhadapan dengan undang-undang dalam hal ini
KUHAP yang mengatur hal yang berbeda. Mekanisme internasional yang
seharusnya bisa digunakan untuk menjamin pedindungan terhadap saksi dan korban tidak pernah digunakan oleh
majelis hakim kecuali terhadap
rentan dengan tekanan yang dilakukan Dad kondisi ini harusnya para
penggunaan media teleconferece, saksi
hakim lebih leli menggunakan model
tekanan sehinggan tidak leluasa
pemberian keterangan pzda saat
indentitas sakii seperti yang diatur oleh PP No. 2 Tahun 2002. Sampai saat ini
22
terhadap saksi dan kotban. Undangundang ini tidak secara khusus mengatur tentang hukum acara dan pembuktian
ini yang berupakan pihak-pihak
Para saksi
teleconference, sebagai salah satu cara
signifikansi adaqya perlindungan
yang lebih tendah kedudukannya sdrgat
merupakan yurisdiksi internasional di mana dalam hukum internasional teleconfetence lazim digunakan. Hal ini juga sejalan dengan PP No. 2 tahun 2002 tenang tat^ car^ pedindungan terhadap korban dan saksi dalam pelanggr^n HAM berat yang menyatakan bahwa pemeriksaan di sidang Pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka. Perbedaan pandangan apakah media
penegak hukum tidak dapat memaknai
^tas^nny^.
yang potensial untuk mendapatkan
kesaksian yang bisa melindungi para saksi
memberikan kesaksian tidak pernah
termasuk menggunakan perahasiaan
diberikan kesempatan untuk membarikan kesaksian tanpa bettatap muka dengan
belum ada satu pun prosedur untuk p.erahasiaan identitas saksi yang digunakan.
terdakwa ataupun kesaksian dengan cara merahasiakan identitas dirinya.
I
Zaenal Abidin
ASASI. vol 02/VIl 1/2()03
BERITA
BUKUI
Aceh, Ladang Kejahatan Kemanusiaan . Operasi militer melawan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAI\,! yang dilancarkan pemerintah In-
donesia sudah berlangsung lebih dari sebulan.
Banyak korban berf atuhan, teflt^t^, polisi, gerilyawan GAM dan warga sipil. Paling banyak korban jatuh adalahwargz sipil yang selalu menjadi korban terbannyak dalam operasi-operasi militer yang dilancarkan pemerintah Indonesia
di Aceh. Pelanggaran HAM berat juga telah terjadi
dalam
operasi militer di mana diberlakukan keadaan darurat militer, p.isalnya peristiwa extra judicial killing terhad^p warg^ sipil di oiereun oleh tentara sebagaimana sudah diveriFrkasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAIvD. Buku ini menjadi menarik, karena diterbitkan bersamaan waktunya dengan operasi militer paling besar yang pernah dilancarkan untuk menumpas GAM di Aceh. Momentum ini iuga bisa dimanfaatkan untuk menggugah lagi memori kita akan banyaknya keiahatan terhadap kemanusiaan yang teriadi di Aceh yang tidak diselidiki dan dibawa ke pengadilan (penumpasan GAM pertama 1977-1982 dan pemberlakukan DOM, 1989998).
Judul:
MENGUNGKAP KEJAHATAAN TERHADAP KEMANUSIAAN DI ACEH Pen u lis
:
Hegel Terome dan
Esrom Aritonang Penerbit:
ELSAM
_ 2OO3
Tebal: v dan 194 halaman
yang koersif pemerintahan rezim otoriter. Rezim demokratis
dihadapkan pada persoalan besar tentang bagaimaoa mengontrol dan mengatur sistem militer dan intelijennya. Militer sering terus-menerus mewakili unsur yang penting dalam politik dengan memberikan, secara implisit c^r^ l^in, ^t^D alternatif yang mengancam kehidupan dan kebedangsungan demokrasi. Ada tiga arena penting dalam masyarakat bernegara modern, yakni: masyarakat sipil (civil society), masyarakat politik
isiksa. Ketika suami korban pulang dan segera melapor ke
(political sociery), dan negara (state). Dalam tiap masyarakat bernegara, ketiga arena ini meluas dan mengerut dengan kecepatap bedainan, saling menembus atau mendominasi satu sama lain." Buku ini iuga menekankan peningnya pengungkapan korban-korban perempuan dalam operasi-operasi militer di Aceh. Dari rangkaian fakta kekerasan terhadap perempuan di Aceh, terutama kekerasan seksual dan perkosaan sebagai bennrk terkemukanya, dengan sangat vulgar tedihat bahwa perempuan
pos jaga, korban sudah meninggal dalam kondisi perut terbelah
Aceh menjadi korban yang paling kefi dan sangat perih
dan bayi sudah dikeluarkan. Korban dan bayinya meninggal dunia."
mendalam penderitaannya. Penghancuran brutal atas martabat dan tubuh perempuan dengan tindak keketasan hanya dapat
1
Kisah berikut ini dicuplik dalam buku ini, sekadar mengingatkan betapa kejahatan terhadap kemanusiaan di Aceh sudah jauh melebihi batas-batas kemanusiaan.
"Sejumlah pasukan ftesatuannya tidak dikenal) datang ke
rumah korban, mencari suami korbat y^ng dituduh GAM, karena suami tidak ada di rumah (mencari nafkah keluar kota :bagai mugee), korban yang hamil enam bulan dibawa dan
Perempuan yang menjadi korban tersebut adalah seorang
disaingi oleh kehancuran masa depan yang diderita anak-anak,
ibu rumah t^ngg , berumur 38 tahun, tinggal di Kecamatan
sebagai biaya sosial yang sangat mahal akibat berbagai kekerasan
Gandapura, Aceh Utara. Peristiwa ini terjadi pada Oktober 1994. Dikisahkan kembali oleh Direktur LSM Flower Aceh, Suraiya Kamaruzzaman, berdasadan data dokumentasi milik
di Aceh. Terlebih bagi ar,ak-anak yatglahir dai pataperempuan korban perkosaan. Kampung janda di sisi lain adalah faktayang
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Aceh dalam "Dialog setengah hari Hak-hak Perempuan dalam Pandangan Hukum dan Realita", 31 JuIi 1998 di Banda Aceh. Buku ini memang ingin mengungkap keiahatan-keiahatan kemanusiaan di Aceh yang tersembunyi, ditutup-tutupi dan diabaikan oleh penguasa baik penguasa yang dulu maupun
hak asasi kaum perempuan. Mereka bukan hanya keh.ilangan suami, anak, atau orang-orang terkasih, namun dihancurkan
penguasa yang demokratis sekarang ini. Inrlah sebabnya, dalam
salah satu bagian buku
ini dikutip bahwa
"Penggunaan
memilukan; menjadi bukti otentik sejarah hitam penghancuran
nuraninya sebagai seorangibu. Perempuan telah menjadi korban yang paling rapuh atas rangkaian tindak penuh kepengecutan dan fasistis Orde Baru. Kejahatan-keiahatan kemanusiaan yang sangat keji seperti ini, sudah selayaknya diumumkan dan pzta pelakunya dibawa ke pengadilan.
kekerasan dalam negara demokratis yang mapan sulit diterima akal sehat. Di negara-negara "demokrasi baru" hal ini sulit
dibenatkan. Militer memimpin dan mensuplai apxat neglra ASASI. vol 02/VIlVl003
I
lrawan Saptono z-)
\1-