ANALISIS DAMPAK PENENTUAN TARIF AIR PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) (Studi Pada PDAM Kabupaten Tulungagaung dan PDAM Kabupaten Malang)
Yana Anandasari Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Abstrak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai perusahaan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengemban dua misi yaitu sebagai penyedia layanan publik dan sebagai institusi bisnis yang berusaha mendapatkan keuntungan (profit oriented). Salah satu indikator pengukuran kinerja PDAM dalam adalah aspek keuangan melalui laporan keuangan dapat dilihat kinerja keuangan perusahaan yang berkaitan erat dengan optimalisasi pelayanan PDAM kepada masyarakat dan menjadi cerminan dari kinerja teknis serta kinerja administrasi perusahaan. Penelitian ini bertujuan menganalisisi penentuan tarif air yang dilakukan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung dan PDAM Kabupaten Malang dan membandingkan kinerja keuangan kedua Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan pendekatan diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan Penetapan besaran tarif air PDAM berpedoman pada Permendagri No. 23 Tahun 2006 tentang pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif air minum pada Perusahaan Daerah Air Minum adalah tarif air PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung sebesar Rp 2.500 per m3 dan tarif air PDAM Kabupaten Malang sebesar Rp 1.500 per m3. Hasil perbandingan kinerja aspek keuangan PDAM Kabupaten Malang dikatakan lebih baik dari PDAM Kabupaten Tulungagung dengan nilai Current Ratio, Profit Margin dan Retrun On Investmen (ROI) yang lebih tinggi dibanding PDAM Kabupaten Tulungagung dan nilai Operating Ratio PDAM Kabuapten Malang lebih rendah dari pada PDAM Kabupaten Tulungagung Kata Kunci : Tarif Air, kinerja Keuangan, Balance Scorecard, PDAM
A. PENDAHULUAN Air merupakan sumber daya mineral yang sangat berharga dan menjadi kebutuhan pokok disetiap kegiatan makhluk hidup di bumi ini. Untuk menjaga dan mengelola sumber daya air yang dimiliki negara kesatuan Republik Indonesia dibentuklah dasar hukum tentang sumber daya air dalam Undang-Undang Nomer 7 Tahun 2004. Salah satu lembaga organisasi perangkat daerah adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dibentuk berdasrakan UndangUndang No 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, memiliki tujuan melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggaraan kemanfaatan umum dan meningkatkan penghasilan pemerintah daerah. Salah satu perusahaan daerah yang tergabung dalam
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan mengelola sumber daya air di setiap daerah adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Upaya PDAM dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat juga tercantum dalam misi dan visi yang dimiliki setiap PDAM yaitu kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Sistem operasi yang dialkukan PDAM selama ini merupakan prinsip Cost Recovery (Pemulihan Biaya). Prinsip Cost Recovery (Pemulihan Biaya) memiliki pengertian yaitu perusahaan harus mampu membiayai sendiri seluruh pengeluarannya dengan tidak mempergunakan sumber pembiayaan diluar perusahaan. Sebagai kepanjangan tangan Pemda dalam menyediakan layanan publik PDAM dituntut untuk tidak membebani masyarakat. Sehingga penetapan tarif air yang di terapkan PDAM tidak boleh membebani pelanggan namun juga mampu membiayai biaya operasional perusahaan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum menjadi salah satu landasan pengukuran tingkat keberhasilan PDAM. Salah satu indikator pengukuran kinerja PDAM dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut adalah aspek keuangan. Melalui laporan keuangan dapat dilihat kinerja keuangan perusahaan yang berkaitan erat dengan optimalisasi pelayanan PDAM kepada masyarakat dan menjadi cerminan dari kinerja teknis serta kinerja administrasi perusahaan. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah Balanced Scorecard. Konsep pendekatan Balanced Scorecard yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton (2001) menggunakan informasi keuangan maupun non keuangan sebagai penggukur kinerja. Berkaitan dengan tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang diemban oleh PDAM maka penulis ingin mengetahui dampak penentuan tarif air pada PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung terhadap kinerja aspek keuangan perusahaan dan akan dibandingkan dengan PDAM Kabupaten Malang. Peneliti mengambil judul “Analisis Dampak Penentuan Tarif Air pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)”.
B. TELAAH TEORI Pelayanan Publik oleh Pemerintah Daerah Berdasarkan Undang–Undang No 25 tahun 2009 pelayanan publik merupakan rangkaian kegiatan dalam pemenuhan kebututuhan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang dan jasa, maupun pelayanan administrasi oleh penyelenggara pelayanan publik yang diatur dengan peraturan perundang- undangan. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik. Dalam peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat Pemerintah telah mengambil langkah dengan mewajibkan Pemerintah Daerah untuk mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah dan PP No 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyususnan Standar Pelayanan Minimal. . Sesuai dengan urusan kepemerintahan daerah yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, maka Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan bagian dari pelaksanaan urusan wajib dalam hal penyelenggaraan pelayanan dasar. Sementara diluar pelayanan dasar terdapat pelayanan lainnya yang merupakan bagian dari urusan pilihan yang dituangkan dalam bentuk standar pelayanan. Sedangkan menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara republik Indonesia ( Kemenpan ) Nomor 25 Tahun 2004 dalam menilai atau mengetahui kinerja pelayaanan aparatur pemerintah kepada masyarakat, perlu dilakukan penilaian atas pendapat masyarakat terhadap pelayanan melalui Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). IKM adalah data dan informasi tenntang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif atas pendapat masyarakat di dalam memperoleh pelayanan dari aparatur.
Hakikat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dibentuk berdasarkan UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, yang diperkuat oleh UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Nota Keuangan dan RAPBN, 1997/1998). BUMD bergerak dalam berbagai bidang usaha, yaitu jasa keuangan dan perbankan (BPD dan Bank Pasar), jasa air bersih (PDAM) dan berbgai jasa dan usaha produktif lainnya pada industri, perdagangan dan perhotelan, pertanian-perkebunan, perparkiran, percetakan, dan lain-lain. Sifat dan tujuan dari dibentuknya perusahaan daerah adalah member jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memupuk pendapatan. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) modalnya dimiliki oleh daerah melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaaan daerah yang dipisahkan. BUMD sampai saat ini masih dianggap memiliki potensi yang baik dalam pengembangan dan pengelolaan namun kurang optimal dikarenakan oleh faktor internal manajemen perusahaan dan eksternal (Effendy, 2012). Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja BUMD di Indonesia antara lain faktor politik, faktor sosial, faktor ekonomi dan faktor teknologi (Ihwan, 2007). Selain faktor eksternal yeng telah disebutkan, menurut Ihwan (2007) permasalahan lainnya yaitu peraturan pemerintah/regulasi berpengaruh terhadap kinerja BUMD karena adanya dualisme tujuan perusahaan, di satu sisi sebuah BUMD dituntut untuk melayani publik di sisi lain perusahaan ini juga harus mampu memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah. Masalah kemampuan administrasi pemerintahan terkait dengan kualitas SDM di BUMD dan juga penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good corporate governance) juga sangat berpengaruh dalam kinerja BUMD. Konsep Perusahaan Daerah Air Minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan air minum dan berbentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sangat potensial untuk dikembangkan, sehingga dapat dijadikan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar. PDAM memiliki tujuan sosial, untuk melayani masyarakat dalam mendapatkan air bersih dan tujuan bisnis, untuk mendapatkan keuntungan (profit oriented) sebagai pembiayaan pelaksanaan perusahaan dan sebagai salah satu pendapatan daerah. Salah satu tujuan PDAM adalah turut serta dalam melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional pada umumnya, dengan cara menyediakan air minum yang bersih, sehat dan memenuhi persyaratan kesehatan bagi masyarakat di suatu daerah (Saberan, 1997 dalam Kusuma, 2006). Menurut Effendy (2012:7) PDAM sebagai kepanjangan tangan Pemda mengemban tugas memberikan pelayanan jasa kepada masayarakat dan sebagai operator pelayanan air minum, melalui sistem yang dimilikinya. PDAM harus mampu mengupayakan dan mengelola air agar kualiatas air meningkat, serta meningkatkan kapasitas atau cakupan pelayanan. Untuk dapat mengetahui kinerja PDAM dapat dilihat melalui beberapa indikator penilaian yaitu aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasional dan aspek sumber daya manusia ssesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999. Dan pengkategorian hasil penilaian indikator pelayanan, penyelenggaraan, pengembangan sistem penyediaan air minum dilihat melalui tiga kriteria yaitu PDAM sehat, PDAM kurang sehat, PDAM sakit. Di samping itu, penetapan nilai standar masing-masing indikator dilakukan dengan memperhatikan perbedaan beban yang terjadi pada suatu PDAM, antara lain perbedaaan dari PDAM Kabupaten dan PDAM Kota, perbedaan jenis sumber air baku dan jenis pengolahannya, serta perbedaan dalam capaian cakupan pelayanan (BPPSPAM, 2012). Penentuan Tarif Menurut McCarthy dan Perreault (1993: 352), tarif merupakan harga atau nilai sesuatu yang telah diperhitungkan dan ditetapkan yang harus dibayarkan oleh konsumen dengan nilai uang tertentu untuk mendapatkan suatu komoditi yaitu berupa barang atau jasa. Tarif juga dapat diartikan dalam beberapa istilah antara lain harga, upah, gaji, dan lain sebagainya. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) menggunakan Istilah tarif untuk harga jual air. Penetapan tarif air oleh PDAM diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri No 23 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air MInum (PDAM). Dalam Permendagri No 23 tahun 2006 dalam “Himpunan Peraturan tentang PDAM” tarif dijabarkan sebagai kebijakan harga jual air minum dalam setiap meter kubik (m3) atau satuan volume lainnya sesuai kebijakan yang ditentukan Kepala Daerah dan PDAM yang bersangkutan (Direktorat Jendral Bina Administrasi Keuangan Daerah, 2007: 149) Dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 2006 yang berdasar pada Undan-undang Nomor 16 Tahun 2005 penetapan tarif air harus mempertibangkan tingkat keterjangkauan masyarakat sebagai pelanggan, kualitas pelayanan, efisiensi pemakain air, transparansi dan akuntabilitas. Selain pertimbangan dari kepentingan masyarakat, penentuan tarif air harus juga menjamin kepentingan perusahan yaitu PDAM sebagai penyelenggara dan badan usaha yang memiliki target pemulihan biaya penuh (full cost recovery) dan memupuk keuntungan (profit oriented). Tarif yang mengandung konsep full cost recovery adalah tarif yang sama dengan biaya dasar yang mencakup seluruh total biaya baik biaya tetap maupun biaya variable. Sistem penetapan tarif sangat tergantung dengan konsep biaya yaitu total biaya usah yang dikeluarkan. Menurut Sunaryo, dan Waluyo (2005) eksternalitas pada sumberdaya air dapat menciptakan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh swasta (private) dengan manfaat dan biaya yang dinilai oleh masyarakat (social). Balanced Scorecard Menurut Kaplan & Norton(2001) Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu scorecard yang artinya kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya dan balanced yang menunjukkan bahwa kinerja perusahaan diukur secara seimbang dan dipandang dari dua aspek yaitu: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, dan dari intern maupun ekstern. Balanced Scorecard memberikan suatu cara untuk mengkomunikasikan strategi suatu perusahaan pada manajer-manajer di seluruh perusahaan. Balanced Scorecard adalah kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan (Kaplan dan Norton, 2001). Tujuan dan ukuran Balanced Scorecard diturunkan dari visi dan strategi. Tujuan dan ukuran memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif, finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton, 2001). Tujuan dan pengukuran keuangan dalam Balanced Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang ada melainkan merupakan hasil dari proses top-down berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha. Misi dan strategi harus diterjemahkan oleh Balanced Scorecard menjadi suatu tujuan dan ukuran yang nyata. Kata “Balanced” disini menekankan keseimbangan antara beberapa faktor : 1. Keseimbangan antara pengukuran eksternal bagi stakeholder dan konsumen dengan pengukuran internal bagi proses internal bisnis, inovasi dan proses belajar dan tumbuh. 2. Keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang, 3. Keseimbangan antara unsur obyektivitas, yaitu pengukuran berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah dengan unsur subyektivitas, yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan. Dengan demikian, Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen pengukuran dan pengendalian secara cepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajemen tentang kinerja bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan serta proses pembelajaran dan pertumbuhan C. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan tata cara yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian melalui tahapan-tahapan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan dua metode yaitu: pertama, menggunakan "Library Research" yang mana metode dalam penelitian ini nantinya
menggunakan teori-teori yang diambil dari buku literatur yang mendukung dan relevan dengan judul skripsi ini. Kedua, peneliti menggunakan penelitian lapangan yang sesuai dengan obyek yang peneliti pilih dengan metode kualitatif.. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan pendekatan diskriptif. Analisis kuntitatif merupakan pengolahan data baik skunder maupun primer yang bersifat dapat dihitung untuk mengukur kinerja keuangan. Menurut Masyhuri (2008 dalam Nugraha 2012), penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran terhadap fenomena, menerangkan hubungan (korelasi), dan membuat prediksi (forecast) kejadian Analisis deskriptif bersifat eksploratif berupaya menelusuri dan mengungkapkan struktur dan pola data tanpa mengaitkan secara kaku asumsi-asumsi tertentu. Analisis deskriptif digunakan agar penelitian tidak hanya terbatas pada data statistik yang bersifat kaku, selain itu agar penelitian dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih menarik. Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk membuat gambaran secara sistematis mengenai karakteristik pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air dalam rangka pemenuhan air bersih bagi masyarakat Sumber Data Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data primer akan dikumpulkan melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait. Sedangkan data sekunder akan dikumpulkan dari institusi formal seperti data yang dimiliki Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) “Tirta Cahya Agung”, Badan Pusat Statistik (BPS), BAPPEDA, Dispenda dan institusi relevan lainnya tentang kinerja perusahaan dan pengambilan profit oriented yanga akan disetorkan pada PAD. Untuk memudahkan dalam pengelolaan data dan analisis penelitian data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain: a. Data pendapatan PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung b. Data biaya operasional PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung c. Data kondisi umum PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung d. Data kinerja PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung baik kinerja keuangan. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penetapan Tarif Pada proses produksi air PDAM produk yang dihasilkan hanya satu jenis dalam suatu proses produksi, maka untuk menetapkan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu. Sedangkan rumus matematikanya adalah : BT = BL + BTL HPP = Keterangan : BT = Biaya Total HPP = Harga Pokok Penjualan BL = Biaya Langsung BTL = Biaya Tidak Langsung Pendataan dilakukan pada biaya langsung yang berkaitan secara langsung dengan pengolahan air baku menjadi air bersih baik biaya tetap yang dikeluarkan tiap tahun serta biaya variabel yang memang dikeluarkan setiap tahunnya. Selanjutnya pendataan pada biaya tidak langsung yang berkaitan dengan pembiayaan umum, administrasi dan keuangan. Perhitungan aktiva baik aktiva tetap, aktiva lancar, investasi jangka panjang dan aktiva produktif juga dilakukan. Perhitungan dengan mekanisme ini akan menghasilkan empat sistem penetapan tarif dasar yaitu tarif dasar, tarif rendah, tarif penuh dan tarif khusus. Tarif yang dianggap full cost recovery adalah tarif rata-rata yang minimal sama dengan tarif
3
dasar yang akan sama dengan biaya dasar per m air. Berikut ini Tabel tarif dasar penetapan tarif PDAM . Tabel 1: Penetapan Tarif Dasar PDAM PELANGGAN
BLOK KONSUMSI
BLOK I BLOK II (sampai dengan 10 m³) (di atas 10 m³) Kelompok I Tarif Rendah Tarif Dasar Kelompok II Tarif Dasar Tarif Penuh Kelompok III Tarif Penuh Tarif Penuh Kelompok Khusus Berdasarkan Kesepakatan Sumber: Permendagri No 23 tahun 2006 dalam “Himpunan Peraturan tentang PDAM” Kinerja Perspektif Keuangan Penilaian kinerja keuangan perusahaan berhubungan dengan pengukuran profitabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Riyanto, 2001). Rasio-rasio yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Current Ratio Kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar. Merupakan aset jangka pendek (aktiva lancar) dibagi dengan hutang jangka pendek (hutang lancar), dinyatakan dalam persen. Current Ratio=
2.
Profit Margin, digunakan untuk melihat besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya dengan penjualan untuk mengetahui efisiensi perusahaan. Profit Margin =
3.
x 100%
Operating Ratio, pemanfaatan biaya yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan penjualan bersih. Merupakan biaya operasi dibagi dengan penjualan bersih, dan dinyatakan dalam persen. Biaya operasi sendiri terdiri dari harga pokok penjualan (HPP) ditambah dengan biaya usaha Operating Ratio =
4.
x 100%
x100%
Return on Investment (ROI), kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Merupakan rasio keuntungan bersih terhadap total aset dinyatakan dalam persen. Return On Investment = x 100%
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Usaha Perusahan PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung sampai tahun 2013 memiliki nilai kinerja 52,54 dengan katagori “Cukup” yang didasarkan dari Kepmendagri no 47 tahun 1999 dan penilaian kesehatan oleh BPPSPAM menyatakan tingkat kesehatan PDAM Kabupaten Tulungagung
tergolong “Sehat” dengan nilai 3,01. Meski pada penilaian oleh BPPSPAM PDAM Tirta cahya Agung dianggap telah sehat namun pada kenyataanya PDAM Kabuapten Tulungagung masih dalam kondisi “kurang sehat” menurut cakupan pelayanan dan biaya operasi yang tinggi, disamping itu PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung masih belum mampu menghasilkan laba yang dibagi hasilkan ke pada Pemerintah Daerah.PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung sampai saat ini memiliki 12 kantor unit (cabang) yang membantu operasional dalam pendistribusian air meliputi 12 kecamatan dengan 69 kelurahan. Jumlah kapasitas yang terpasang adalah 453 liter/detik, sedangkan kapasitas yang dioperasikan adalah sebesar 237 liter/detik. Jumlah penduduk yang terlayani atau menjadi pelanggan PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung sampai tahun 2013 adalah 142.340 sambungan. Sampai tahun 2013 air baku yang digunakan adalah air permukaan/hulu Sungai Song dengan kapasitas maksimal 250 l/dt dengan pipa transmisi ukuran 400 s/d 300 mm, namun sampai saat ini masih dimanfaatkan sebesar 150 liter/dt dan sumber lain adalah Sumur bor. PDAM Kabupaten Malang berdasarkan Kepmendagri no 47 tahun 1999 sampai akhir tahun 2013 memiliki nilai kinerja 63,93 dengan katagori “Baik” sedangkan menurut BPPSPAM menyatakan tingkat kesehatan PDAM Kabupaten Malang dalam katagori “Sehat”. PDAM Kabupaten Malang sampai tahun 2013 memiliki jumlah pelanggan yang dilayani kurang lebih sebanyak 84.696 sambungan. Untuk memenuhi dan melayani kebutuhan masyarakat / pelanggan PDAM Kabupaten Malang memiliki 25 kantor unit (cabang) yang berada di kecamatan. PDAM Kabupaten Malang memiliki kurang lebih 44 buah sumber air yang dikelola perusahaan dengan kapasitas debit air kurang lebih sebanyak 824,5 liter/detik. PDAM Kabupaten malang dengan pendapatanya telah mampu menyumbangkan dalam pembagian labanya ke pada Pemda sesuai yang ditentukan sebesar 55% dari laba bersih perusahaan. Analisis Dampak Penetapan Tarif Air PDAM Tarif air minum merupakan biaya jasa pelayanan air minum yang wajib dibayar pelanggan untuk setiap pemakaian air minum yang diberikan oleh penyelenggara. Besarnya tarif air minum ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah atas usul direksi setelah disetujui oleh Dewan dan telah dikonsultasikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perhitungan dan penetapan tarif air minum didasarkan pada prinsip-prinsip: keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya secara penuh (full cost recovery), efisiensi pemakaian air, transparansi, akuntabilitas dan perlindungan air baku. Pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Ketentuan yang berlaku saat ini, Nomor 23 Tahun 2006 tentang pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif air minum pada Perusahaan Daerah Air Minum. Menurut Permendagri No 23 Tahun 2006, pendapatan PDAM harus memenuhi prinsip pemulihan biaya yang secara penuh dicapai dari hasil perhitungan, tarif rata-rata minimal harus sama dengan biaya dasar. Dalam menentukan besaran tarif air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga harus memperhatikan kondisi pelanggan khususnya pelanggan rumah tangga. Pada umumnya pelanggan terbanyak PDAM adalah rumah tangga kurang lebih 90%. Hal tersebut sejalan dengan PDAM yang memiliki misi yaitu mampu mensejahterakan masyarakat, maka tarif yang ditetapkan perusahaan haruslah terjangkau. Perhitungan untuk pengeluaran pelanggan rumah tangga per bulan untuk pemenuhan kebutuhan dasar air minimum tidak lebih dari 4% dari rata-rata pendapatan rumah tangga (UMK). Tabel 2 : Perbandingan Tarif Dasar air PDAM Perusahaan 2009 (Rp) PDAM “Tirta Cahya 1.900 Agung” Kab. Tulungagung PDAM Kab. Malang 1.000 Sumber: Data primer (diolah) 2014
Tarif
2010 (Rp)
2011 (Rp)
2012 (Rp)
2013 (Rp)
1.900
2.300
2.300
2.500
1.500
1.500
1.500
1.500
Dari tabel 2 dapat dilihat perbandingan tarif dasar air pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) “Tirta Cahya Agung” dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Malang. Tarif dasar PDAM “Tirta Cahya Agung” masih cenderung lebih tinggi dan mengalami perubahan tarif pada setiap 2 (dua) tahun sekali. Sedangkan tarif dasar PDAM Kabupaten Malang cenderung rendah bahkan tarif dasar PDAM kabupaten Malang termasuk yang paling rendah dibanding PDAM Kota Malang dan sekitarnya. Namun PDAM Kabupaten Malang tidak mengalami perubahan atau penyesuaian tarif lebih dari 4 (empat) tahun. Meskipun tarif dasar air PDAM Tirta Cahya Agung masih relatif tinggi dibanding PDAM kabupaten lain disekitar Kabupaten Tulungagaung namun harga penjualannya masih lebih rendah dari harga pokok penjualannya, maka perlu penyesuaian tarif untuk mencukupi biaya operasional perusahaanTingginya biaya operasional pada PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung dikarenakan pengelolaan air yang berasal dari sumber masih harus dikelola dengan penyaringan dan pembersihan sebelum dikirimkan kepada pelanggan. Hal ini sehubungan dengan kualitas air yang banyak mengandung kapur. Sehingga PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung mengalami perubahan tarif setiap 2 (dua) tahun sekali dengan pertimbangan penyesuaian harga 9 (sembilan) bahan baku yang mengalami kenaikan harga dan tingkat inflasi. Belum adanya perubahan tarif dasar lebih dari 4 (empat) tahun pada PDAM kabupaten Malang dikarenakan kondisi pelanggan PDAM, yang mayoritas atau lebih dari 95% merupakan pelanggan rumah tangga. Dengan melihat kondisi pelanggan PDAM Kabupaten Malang memutuskan untuk tidak melakukan perubahan tarif. Sedangkan untuk meningkatkan pendapatan sebagai pemenuhan biaya operasional, PDAM Kabupaten Malang berusaha meminimalisir kebocoran air dan menambah pelanggan baru. Meminimalisir kebocoran air dilakukan dengan evaluasi angka penjualan air yang dilakukan setiap bulan, dan penambahan pelanggan baru dilakukan dengan mengadakan promosi dan diskon pada setiap kesempatan seperti even besar PDAM maupun Kabupaten Malang. Peminimalisiran kebocoran air pada PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung dengan melakukan evaluasi setiap bulan baik evaluasi jumlah penjualan air maupun evaluasi lapang, serta pelayanan pengaduan selama 24 jam di beberapa unit besar, sedangkan unit lain selama 18 jam per hari karena keterbatasan sistem. Dengan adanya pengawasan rutin, PDAM Tirta Cahya Agung berusaha agar tingkat kebocaran yang terjadi dapat berkurang sehingga pendapatan dapat diterima semaksimal mungkin. Selain itu usaha yang dilakukan PDAM Tirta Cahya Agung untuk meningkatkan pendapatan dengan cara menambah pelanggan setiap tahunnya. Hal yang dilakukan PDAM Tirta CAhya Agung cemderung sama PDAM Kabupaten Malang maupun PDAM lain yaitu mengadakan diskon atuu pelayanan yang lebih murah untuk sambungan baru pada saat even besar PDAM. Dari perbedaan besaran tarif yang ditetapkan oleh perusahaan kadang tidak mempengaruhi pada pendapatan yang diterima PDAM. Banyaknya jumlah pelanggan PDAM juga tergantung dari banyaknya populasi masyarakat suatu daerah. Jumlah pelanggan membuat perbedaan pada jumlah pendapatan perusahaan ditunjukkan dalam tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 : Perbandingan PDAM Kab. Tulungagung dan PDAM Kab. Malang Tahun PDAM Kab.Tulungagung PDAM Kab. Malang Pelanggan (SR)
17.679 2009 18.210 2010 18.805 2011 20.347 2012 25.282 2013 Sumber : Data Primer (diolah) 2014
Pendapatan (Rp)
7.637.206.056 8.304.821.070 9.395.264.080 10.998.432.020 12.021.521.410
Pelanggan (SR)
74.680 71.853 74.755 80.195 84.696
Pendapatan (Rp)
30.786.600.000 40.371.596.99 46.547.242.908 52.187.065.727 57.402.281.846
Perbandingan jumlah pelanggan dan besar pendapatan PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung dan PDAM Kabupaten Malang selama 5 tahun di perlihatkan pada tabel 3 Dari tahun ke
tahun pelangan PDAM kabupaten Tulungagung maupun PDAM Kabupaten Malang terus mengalami peningkatan. PDAM Tulungagung mengalami peningkatan 500-1.000 sambungan pada setiap tahunnya, sedangkan PDAM Kabupaten Malang mengalami peningkatan yang lebih besar yaitu lebih dari 3.000 sambungan baru. Jauhnya Selisih jumlah pelanggan PDAM Kabupaten Tulungagung dengan Kabupaten Malang dikarenakan faktor geografis daerah dan kultur masyarakat yang masih banyak menggunakan sumur dan keyakinan penggunaan air tidak perlu membayar. Dari banyaknya jumlah pelanggan dapat diketahui skala ekonomi Perusahaan Daerah PDAM yang juga digunakan untuk melihat kinerja pada PDAM yang termasuk dalam perusahaan monopoli. Perusahaan dalam pasar monopoli memiliki skala yang ekonomis (economic of scale) dikarenakan adanya keadaan subadditive, yaitu keadaan dimana setiap tambahan output membuat biaya rata-rata total yang semakin murah, dan terjadi keadaan biaya marjinal total, tambahan biaya total akibat tambahan satu satuan output, lebih murah dari biaya rata-rata total (Riyardi, 2012). Pelanggan PDAM Kabupaten Tulungagung masih dibawah 50.000 pada umumnya masih tergolong dalam PDAM kurang sehat berbeda dengan PDAM Kabupaten Malang yang memiliki pelanggan diatas 50.000 dan telah dianggap sehat. Analisis Komparatif kinerja Keuangan Ukuran kinerja prespektif keuangan dengan menggunakan analisis balance scorecard memakai ROI (Retrun On Investment), current ratio, profit margin, operating ratio sebagai tolak ukur utama, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan untuk mengetahui laba maupun kerugian yang sedang diterima perusahaan. a.
Current Ratio PDAM Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Malang Perbandingan kemampuan bertahan hidup perusahaan dalam mengelola aset perusahaan PDAM Kabupaten Malang dengan PDAM Kabupaten Tulungagung adalah sebagi berikut:
Gambar 1: Perbandingan Current Ratio PDAM
Prosentase
300,00% 200,00%
PDAM Kab. Tulungagung
100,00%
PDAM Kab. Malang 0,00% 2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Sumber: Hasil olahan data sekunder 2014 Dari gambar grafik 1 diatas dapat dilihat bahwa nilai current ratio PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung masih berada dibawah atau lebih rendah dari pada PDAM Kabupaten Malang.PDAM Kabupaten Malang merupakan salah satu PDAM yang telah menghasilkan laba dan memberikan kontribusi pada daerahnya. Penurunan grafik sebesar 47,9% pada PDAM Kabupaten malang di tahun 2012 dikarenakan nilai aktiva perusahaan menurun sedangkan beban hutang lancar yang ditangguang perusahaan meningkat.Sedangkan pada PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung mengalami kenaikan yang signifikan pada selang waktu 2009 sampai tahun 2012 sebesar 145,6% dan tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 14,28% yang disebabkan oleh aktiva tahun 2013 menurun. Dari grafik 1 dapat dilihat dan disimpulkan nilai current ratio terus meningkat secara signifikan pada setiap tahun baik pada PDAM Kabupaten Tulungagung maupaun PDAM Kabupaten
Malang. Hal ini mencerminkan kemampuan perusahaan untuk bertahan hidup meningakat lebih baik pada tiap tahunnya dan perusahaan mampu menangani kewajiban lancar yang ditanggung dengan sangat baik. b.
Profit Margin PDAM Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Malang Perbandingan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada PDAM Kabupaten Malang dan PDAM Kabupaten Tulungagung adalah sebagai berikut: Gambar 2: Perbandingan Profit Margin PDAM
Prosentase
20,00% 0,00% 2009 2010 2011 2012 2013 -20,00%
PDAM Kab. Tulungagung PDAM Kab. Malang
-40,00%
Tahun
Sumber: Hasil olahan data sekunder 2014 Pada nilai rasio profit margin PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung didapati nilai negative, hal ini dikarenakan perusahaan masih dalam kondisi merugi. Sedangkan pada PDAM Kabupaten Malang yang telah mampu menghasilkan laba dan berkontribusi pada daerah memiliki nilai positif pada hasil rasio profit margin. Namun penurunan nilai profit margin yang signifikan di setiap tahunnya pada PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung berdampak positif untuk kelangsungan perusahaan dan diharapkan untuk tahun selanjutnya perusahaan mampu menghasilkan laba. Sedangakn kenaikan yang signifikan pada PDAM Kabupaten Malang terjadi di tahun 2010 sebesar 7,07% dibanding tahun 2009, hal ini dikarenakan adanya perubahan tarif dasar air yang diterapkan perusahaan. Sedangkan tahun 2010 sampai tahun 2013 garis grafik cenderung landai, hal ini terjadi dikarenakan tidak banyak perubahan pada jumlah laba dan penjualan perusahaan. c.
Operating Ratio PDAM Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Malang Perbandingan efisiensi perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya adalah sebagai berikut: Gambar 3: Perbandingan Operating RatioPDAM
Prosentase
150,00% 100,00%
PDAM Kab. Tulungagung
50,00%
PDAM Kab. Malang
0,00% 2009
2010
2011 Tahun
Sumber: Hasil olahan data sekunder 2014
2012
2013
Dari grafik 3 dapat dilihat nilai operating ratio kedua PDAM masih sama-sama tinggi, nilai operating ratio yang baik adalah semakin kecil atau rendah. Namun PDAM Kabupaten malang masih berada dibawah PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung. Pada tahun 2009 nilai operating ratio PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung mencapai 138,5% hal ini dikarenakan beban usaha yang ditanggung perusahaan masih lebiih besar dibanding penjualannya. Meskipun tahun tahun selanjutnya beban usaha yang ditanggung PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung masih lebih besar dibanding penjualannya, namun pada tiap tahunnya terjadi pertambahan jumlah penjualan sehingga biaya operasi yang ditanggun perusahaan setiap tahunnya dapat berkurang.Besar kecilnya penjulan tiap tahunnya tergantung pada banyaknya jumlah pelanggan yang bertambah. Sedangkan untuk operating ratio PDAM Kabupaten Malang posisi tertinggi pada tahun 2009 yang memiliki nilai 100%, hal ini menggambarkan bahwa hasil penjualan sama dengan besar beban usaha yang ditanggung. Namun di tahun selanjutnya yaitu tahun 2010 terjadi penurunan grafik dikarenakan hasil penjualan meningkat sejalan dengan adanya perubahan tarif mendaji Rp 1.500. Tahun 2011-2013 grafik cenderung meningkat meskipun tidak banyak dikarenakan beban usaha yang meningkat dengan adanya kenaikan bahan baku yang digunakan PDAM Kabupaten Malang.Pada Operating ratio terjadi penurunan yang stabil pada setiap tahunnya, menunjukkan bahwa bahwa perusahaan semakin efisien dalam membelanjakan pengeluaran. d.
Retrun On Investmen Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Malang Perbandingan kemampuan pengembalian investasi perusahaan dalam bentuk laba pada PDAM Kabupaten Tulungagung dan PDAM Kabupaten Malanga adalah sebagai berikut: Gambar 4: Perbandingan Retrun On InvestmenPDAM 15,00%
Prosentase
10,00% 5,00%
PDAM Kab. Tulungagung
0,00% -5,00%
2009
2010
2011
2012
2013
PDAM Kab. Malang
-10,00% -15,00%
Tahun
Sumber: Hasil olahan data sekunder 2014 Pada grafik 4 menunjukkan ROI (Retrun On Investment) PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung masih berada pada posisi minus sedangkan PDAM Kabupaten Malang memiliki nilai yang cukup tinggi. Naiknya grafik yang signifikan pada PDAM Kabupaten Malang terjadi pada tahun 2010 yaitu menduduki posisi 10,9% hal ini sehubungan dengan adanya perubahan tarif yang menyebabkan jumlah laba yang diterima perusahaan meningkat pula. Pada PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung tahun 2010 juga terjadi kenaikan grafik yang signifiakn meski masih di batas minus yaitu pada posisi -4,08% dan diikuti tahun-tahun selanjutnya yang terus mengalami penurunan niali rasio ROI. Sedangkan pada PDAM Kabupaten Malang pada tahun 2011 sampai 2012 terjadi penurunan nilai ROI yang disebabkan oleh naiknya total aktiva perusahaan, namun pada tahun 2013 kembali terjadi peningkatan.Pada umumnya turunnya nilai rasio ROI (Retrun On Investment) berarti buruk namun
untuk kasus PDAM Tirta Cahya Agung sebaliknya hal ini dikarenakan perusahaan masih belum dapat menghasilkan laba bersih. Melihat dari adanya peningkatan nilai ROI seharusnya berbanding terbalik dengan nilai operating ratio, karena dangan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan pendapatan dan menghasilkan laba perusahaan dianggap mampu lebih efisien dalam pembiayaan operasionalnya. Semakin meningkatnya nilai ROI akan diiringi dengan penurunan nilai operating ratio. Namun untuk kedua PDAM nilai ROI maupun operating ratio masih sama-sama terjadi peningkatan. Hal ini diakrenakan pada PDAM Kabupaten Tulungagung masih memiliki beban hutang perda yang harus dibayarkan karena lambannya proses restrukturisasi hutang PDAM. Sedangkan pada PDAM Kabupaten Malang masih tingginya beban penyusutan dari penyertaan modal yang berasal dari pemerintah membuat biaya operasional tinggi sehingga laba yang dihasilkan PDAM Kabupaten Malang tidak dapat meningkatkan nilai ROInya. Dari uraian diatas dapat dilihat perbandingan kinerja keuangan PDAM Tirta Cahya Agung kabupaten Tulungagung dengan PDAM kabupaten Malang dan dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki kinerja aspek keuangan yang baik meskipun PDAM Kabupaten Tulungagung masih dalam kondisi merugi. Hal ini dapat dilihat dengan semakin membaiknya kondisi keuanganPDAM Tirta Cahya Agung baik dari segi pemasukan, penjualan maupun beban usaha yang ditangguang perusahaan. Namun disisi lain masih banyaknya angka minus atau kondisi merugi PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagaung menunjukan masih banyaknya perbaikan atau pembenahan diri yang harus dilakukan PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung. Sedangkan PDAM Kabupaten Malang memiliki kinerja keuangan yang sangat baik meskipun dengan penetapan tarif yang sangat murah.Penggunaan konsep balanced scorecard diharapkan mampu memberikan gambaran penilaian perusahaan dari aspek keuangan. E. KESIMPULAN Berdasarkan penjabaran bab sebelumnya tentang penetapan tarif air serta dampak yang terjadi pada kinerja keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Malang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. 2.
3.
4.
5.
Penetapan besaran tarif air PDAM berpedoman pada Permendagri No. 23 Tahun 2006 tentang pedoman teknis dan tata cara pengaturan tarif air minum pada Perusahaan Daerah Air Minum. Tarif air PDAM Tirta Cahya Agung Kabupaten Tulungagung lebih tinggi dibandingkan PDAM Kabupaten Malang, yaitu sebesar Rp 2.500 per m3, dikarenakan harga pokok penjualan sebagai biaya operasional perusahaan masih tinggi, dan jumlah pelanggan yang terlayani masih sebagian kecil dari populasi penduduk Kabupaten Tulungagung. Tarif air PDAM Kabupaten Malang sebesar Rp 1.500 per m3 tergolong rendah dikarenakan pertimbangan pada kondisi pelanggan PDAM Kabupaten malang yang lebih dari 95% adalah sambungan rumah tangga dan memiliki cakupan pelayanan dua kali lipat lebih luas dari PDAM Kabupaten Tulungagung. Hasil perbandingan kinerja aspek keuangan PDAM Kabupaten Malang dikatakan lebih baik dari PDAM Kabupaten Tulungagung dengan nilai Current Ratio, Profit Margin dan Retrun On Investmen (ROI) yang lebih tinggi dibanding PDAM Kabupaten Tulungagung karena PDAM Kabupaten Malang telah mampu menghasilkan laba sedangkan PDAM Kabupaten Tulungagung masih dalam kondisi merugi. Nilai Operating Ratio PDAM Kabuapten Malang lebih rendah dari pada PDAM Kabupaten Tulungagung karena hasil penjualan air lebih tinggi dan terjadi peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Nilai Operating Ratio PDAM Kabupaten Tulungagung secara bertahap menurun karena pertambahan jumlah penjualan yang diakibatkan dari pertambahan jumlah pelanggan baru.
Saran Berdasarkan hasil analisi dan kesimpulan diatas peneliti memberikan beberapa masukan antara lain penetapan atau perubahan tariff sebaiknya dilakukan secara berkala untuk menyesuaikan kondisi daerah maupun kenaikan harga bahan baku dan kemampuan membayar pelanggan dan sebelum melakukan perubahan tarif sebaiknya PDAM melakukan sosialisai kepada masyarakat dan pelanggan untuk menjelaskan tentang alasan adanya perubahan tarif serta rencana perusahaan terkait dengan perubahan tarif. Masukan lainnya adalah PDAM KabupatenTulungagung perlu adanya perbaikan aspek keuangan yang didukung dengan menambah jumlah pelanggan baru dengan mengadakan promosi atau marketing yang lebih menarik perhatian masyarakat. Sedangkan PDAM Kabupaten Malang agar kinerja perusahaan tetap baik dan sehat harus menjaga kondisi perusahaan dengan menyesuaikan tarif dengan harga pasar sehingga ada peningkatan laba dan pembagian laba pada Pemda.
DaftarPustaka Ainun Nurul. 2013. Analisi Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Jenebereng Kabupaten Gowa. Universitas Hasanudin. Makasar Akadun. 2007. Administrasi Perusahaan Negara. Bandung: Alfabet. Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (2007), Himpunan PeraturanTentang PDAM. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Administrasi Keuangan Daerah. Effendy, Sjahril. 2012. ”PDAM Operator Pelayanan Air Bersih & Air Minum”. Medan Esanawati,Ratih. 2009. Analisis Ekonomi Fungsi Produksi, Penetapan Tarif Dan Lokasi Air MInum Yang Efisien (Studi Kasus PDAM Tirta Patriot. Kota Bekasi). Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen .Institut Pertanian Bogor Himawandan Juarsah. Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Manajemen ( Studi Kasus PT. Makro Indonesia Cabang Pasar Rebo Jakarta). ESENSI, Volume 8 No. 1/2005 Ihwan, Susila. 2007. ANALISIS EFISIENSI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 8 Muhammdiyah Surakarta. Yogyakarta Kamaluddin Rustian. 2001. Perandan Pemberdayaan BUMD Dalam Rangka Peningkatan Perekonomian Daerah. Depdagri dan Otda. Jakarta. Kaplan Robert S dan Norton David P, 2001. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi; Penerbit Erlangga, Jakarta. Khusaini, M. 2013. Ekonomi Mikro, Dasar-Dasar Teori. UB Press. Malang Kusuma, Nimas E. 2006. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumber Daya Air dan Kebijakan Tarif Air PDAM Kota Madiun. Skripsi. Jurusan Ilmu-IlmuSosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mardiasmo. 2009. “Tata Kelola Keuangan Daerah Untuk Kemandirian Daerah dan Perbaikan PelayananPublik”, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta McCarthy, E Jerome dan William D. Perreault. 1993. Dasar-dasarPemasaranEdisi 5. Jakarta. Erlangga MulyadidanSetyawanJohny, 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Perusahaan. Edisi Kedua. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mursalim. 2012. Analisis Lingkungan Bisnis dan Strategi serta Pengaruhnya terhadap Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Sulawesi. Universitas Hasanudin. Jurnal Aplikasi Manajemen Vol.10. Nurkin, Baharuddin. 2005. “Otonomi Daerah Dan Pengelolaan Sumberdaya Alam: Kasus Pengelolaan Hutan Di Sulawesi Selatan”.Universitas Hasanuddin. Jurnal Perennial, 2(1) : 25-30 Rusdiyanto, Ahmad F.2010. Analisis Kinerja Dengan Pendekatan Balanced Scorecard pada PDAM Kabupaten Semarang. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang Suhartati dan Fathorrazi. 2012. Teori Ekonomi Mikro. Graha Ilmu. Yogyakarta Suliyanto. Evaluasi Penyesuaian Tarif Dasar Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Purbalingga. PERFORMANCE: Vol. 12 No.1 Septermber 2010 (p.79-102) Sunaryo dan Walujo. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air, konsep dan penerapan. Cetakan pertama. Malang. Bayumedia Publishing. Surya Indradan Ivan Y. Pererapan Good Corporate Governance. Jakarta: Kencana Prada Media Group. Wahyuni, Sri. 2011. Analisis Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Pada PT. Semen Bosowa Maros. Skripsi Jurusan Akutansi, Fakutas Ekonomi, Universitas Hasanudin. Makasar Website : BPPSPAM. 2012. Kinerja PDAM 2012 Wilayah II PulauJawa. dalam http://www.bppspam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=696&Itemid=102diakses tanggal 11 Oktober 2013 Cahyokusumo, Himawan.2007. USAHA PENINGKATAN PELAYANAN JASA AIR MINUM (Studi Tentang Optimalisasi PelayananTerhada pKonsumen Di Perusahaan daerah Air Minum Kabupaten Sidoarjo). Semarang. Dalamhttp://eprints.undip.ac.id/19326/(Diunduh 11 November 2013) Kushandayani. Standart Pelayanan Minimal Dan Peningkatan Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah,dalam http://eprints.undip.ac.id/909/1/Artikel_Kushandayani.pdf (diunduh 11 November 2013). Kusumawati, Eka F. Analisis Kinerja Perusahaan Daerah Air MInum (PDAM) Kabupaten Gresik Dengan Pendekatan Balanced Scorecard. Universitas Negeri Surabaya. Dalam http://ejournal.unesa.ac.id/article/4106/57/article.pdf (diunduh 11 November 2013).
Mashuri, Ilham, 2008. Pengembangan Koleksi. http://perpusstainkdr.multiply.com/ journal/item/5 (di unduhtanggal 10 Oktober 2013). Munawir. Retrunt On Investmen. Dalam http://forum.detik.com/pengertian-roi-return-on-investmentt385600. Dikutip pada tanggal 27 Agustus 2014 pukul 7.15 WIB Rahadian Achmad. “ Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Dalam http://portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/494/1/Mewujudkan%20Good%20Goverment.pdfdiakses tanggal 8 November 2013 Riadi, Muchlisin. 2012. Pengertian Profit Margin.dalam http://www.kajianpustaka.com/2012/11/rasioprofit-margin.html Dikutip pada tanggal 27 Agustus 2014 pukul 10.44 WIB Riayardi Agung. 2012. Ekonomi Pembangunan dalam http:// ep.unnes.ac.id/wpcontent/uploads/2012/03/agus-riyardi2.pdf Dikutip pada tanggal 6 November 2014 pukul 14.00 WIB