1
ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI ACEH
ANDRIAN TRI SASONGKO
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Dampak Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Andrian Tri Sasongko NIM H14090025
4
ABSTRAK ANDRIAN TRI SASONGKO. Analisis Dampak Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI. Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sumber utama perekonomiannya berasal dari sektor pertanian yang terlihat dari kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan penyerapan tenaga kerja. Dalam 5 tahun terakhir Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian terus mengalami peningkatan akan tetapi tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh masih relatif tinggi dan pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi serta lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan sektor pertanian dan dampaknya terhadap tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series tahun 1993-2012 yang kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan model ekonometrika persamaan simultan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara output pertanian, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi sehingga peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian dapat menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. Kata kunci : Pertanian, Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Persamaan Simultan
ABSTRACT ANDRIAN TRI SASONGKO. The Impact Analysis of Agricultural Development on Poverty and Economics Growth in The Province of Aceh. Supervised by YETI LIS PURNAMADEWI. Aceh is one of the provinces in Indonesia which is the main source of the economy by the agricultural sector which is visible from the contribution to Gross Regional Domestic Product and labor absorption. In the last 5 years the agricultural sector Gross Regional Domestic Product continues to increase but the level of poverty in the province of Aceh are still relatively high and fluctuating economic growth as well as lower than the growth of the national economy. Therefore, the study aims to analyze the factors that influence the development of the agricultural sector and its impact on poverty and economic growth in the province of Aceh. This study uses secondary data with time series data type from 1993-2012 then processed and analyzed by using a simultaneous equation econometric models. The results showed that there is a relationship between agricultural output, poverty, and economic growth so that the increasing of government spending on the agricultural sector would reduce poverty and promote economic growth in the Province of Aceh. Keyword : Agricultural, Poverty, Economics Growth, Simultaneous Equations
5
ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI ACEH
ANDRIAN TRI SASONGKO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
6
7
Judul Skripsi : Analisis Dampak Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh Nama : Andrian Tri Sasongko NIM : H14090025
Disetujui oleh
Dr. Yeti Lis Purnamadewi Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
8
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi selaku dosen pembimbing, Bapak Dr. Muhammad Firdaus selaku dosen penguji utama, dan Bapak Dr. Muhammad Findi selaku dosen penguji komisi pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan Kementerian Keuangan yang telah menyediakan dan melayani penulis selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak H. Basiran dan Ibu Hj. Djumiati, S.Pd serta kakak-kakak dari penulis, yakni Cahyo Priyo Pambudi, S.Kom dan Bayu Aji Prasetyo, SE atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Kepada Dwinda, Farah, Tiara, dan Adini sebagai teman satu bimbingan sekaligus teman diskusi dalam penulisan karya ilmiah ini. Kepada sahabat penulis Perdana, Galuh, Distia, Irman, Rangga, Niken, dan teman-teman Departemen Ilmu Ekonomi 46, serta seluruh pihak yang telah menyemangati dan selalu mendoakan yang terbaik bagi penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Andrian Tri Sasongko
9
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Teori Pertumbuhan Ekonomi : Kaitan antara Pembangunan Sektor Pertanian dengan Pertumbuhan Ekonomi Konsep Kemiskinan Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis dan Pengolahan Data Identifikasi, Validasi, dan Simulasi Model Definisi Operasional GAMBARAN UMUM Kondisi Geografi Kondisi Kemiskinan Kondisi Pertumbuhan Ekonomi HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Pembangunan Sektor Pertanian Provinsi Aceh Faktor-Faktor yang Memengaruhi Output Pertanian Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Dampak Pengeluaran Pemeritah di Sektor Pertanian Terhadap Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 6 6 7 7
7 10 11 13 15 16 16 16 18 20 21 23 24 25 29 30 31 32 34 34 35 37 43
10
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Produk Domestik Regional Bruto atas harga tahun konstan 2000 menurut lapangan usaha (miliar rupiah) Jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha Provinsi Aceh (jiwa) Identifikasi model dari masing-masing persamaan Faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian Faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Nilai validasi variabel endogen pada persamaan simultan Dampak peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian sebesar 30 % terhadap output pertanian, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh
2 3 18 29 30 31 33
33
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persentase jumlah penduduk miskin menurut tempat tinggal di Provinsi Aceh tahun 2012 Persentase tingkat kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2008 dan tahun 2012 Grafik fungsi produksi Kurva U terbalik Kuznets (Inverted U curve hypothesis) Kerangka pemikiran operasional Pengeluaran pemerintah Provinsi Aceh di sektor pertanian tahun 2008-2012 Peta Provinsi Aceh Persentase kemiskinan Provinsi Aceh dan Indonesia tahun 1993-2012 Laju PDRB Provinsi Aceh dan PDB Indonesia tahun 2003-2012 Rata-rata persentase luas lahan pertanian menurut penggunaan tahun 1993-2012 Rata-rata produktivitas komoditi unggulan subsektor tanaman pangan tahun 2003-2012 Persentase luas lahan sawah menurut jenis pengairan tahun 2003-2012
4 5 10 12 15 20 22 23 24 26 27 28
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Nilai dasar simulasi Nilai simulasi
38 39 40 41 42
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor pekebunan, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia bekerja sebagai di sektor pertanian. Era globalisasi yang akan datang memberikan peluang bagi sektor pertanian untuk berkembang lebih cepat, tetapi sekaligus memberikan tantangan baru karena komoditas pertanian harus mempunyai keunggulan daya saing dan kemandirian produk pertanian sedemikian rupa sehingga produk pertanian mampu bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Seiring berkembangnya zaman, sektor pertanian mulai ditinggalkan dan beralih ke sektor non pertanian seperti sektor industri dan sektor jasa-jasa. Sektor pertanian sering dianggap hanya sebagai sektor pendukung bagi sektor-sektor non pertanian, selain itu sektor ini juga kurang mendapat perhatian secara serius dari pemerintah, mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain yang tidak satu pun menguntungkan bagi sektor pertanian. Padahal di banyak negara sektor pertanian merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor non pertanian misalnya sektor industri, karena output yang dihasilkan dari sektor pertanian merupakan pasokan bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian, terutama industri pengolahan makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, serta barang-barang dari kulit dan farmasi. Selain itu jika melihat kondisi di saat krisis tahun 1998 maka hanya sektor pertanian satu-satunya sektor yang mampu bertahan dan memiliki pertumbuhan positif serta masih mampu menyerap tenaga kerja, maka dari itu sudah seharusnya sektor pertanian ditempatkan pada posisi prioritas dalam perencanaan pembangunan nasional. Pembangunan pertanian dianggap penting dalam pembangunan nasional karena pembangunan pertanian memiliki potensi yang cukup besar terkait dengan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Menurut Jhingan (2000) terdapat beberapa bentuk kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan dan pembangunan nasional yaitu: (1) menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian meningkat, (2) meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier, (3) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus-menerus, dan (4) memperbaiki kesejahteraan penduduk desa. Pranadji (1995), menjelaskan bahwa sektor pertanian merupakan leading sector bagi perekonomian nasional karena pada sektor ini memiliki ciri-ciri: (1) tangguh, yang bearti unggul dalam persaingan, mampu menghadapi gejolak ekonomi dan politik, mampu mengatasi goncangan internal dan eksternal serta memiliki stabilitas yang tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai penopang bagi perekonomian, (2) progresif, yang berarti dapat tumbuh positif secara
2
berkelanjutan tanpa menimbulkan efek negatif terhadap kualitas lingkungan hidup, dan (3) dominan, yang bearti merupakan sektor andalan yang diukur dengan volume produksi, peyerapan tenaga kerja, dan pangsa pasar. Salah satu provinsi di Indonesia yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang perekonomian adalah Provinsi Aceh. Provinsi ini memiliki potensi yang cukup besar pada sektor pertanian karena didukung oleh kondisi lahan dan agroklimat yang cukup baik. Sektor pertanian mampu berkontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh. Hal ini dapat dilihat dari share yang diberikan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Aceh. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto atas harga tahun konstan 2000 menurut lapangan usaha (miliar rupiah) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total PDRB
2008 8 224 (24.12) 5 308 (15.57) 4 118 (12.08) 91 (0.27) 2 162 (6.34) 5 921 (17.36) 2 175 (6.38) 545 (1.60) 5 554 (16.29) 34 098 (100)
2009 8 434 (26.18) 2 798 (8.68) 3 795 (11.78) 104 (0.32) 2 230 (6.92) 6 214 (19.29) 2 281 (7.08) 588 (1.83) 5 776 (17.93) 32 219 (100)
Tahun 2010 8 857 (26.74) 2 610 (7.88) 3 491 (10.54) 122 (0.37) 2 344 (7.08) 6 609 (19.96) 2 431 (7.34) 621 (1.88) 6 034 (18.22) 33 118 (100)
2011 9 349 (26.88) 2 613 (7.51) 3 558 (10.23) 132 (0.38) 2 489 (7.16) 7 060 (20.30) 2 624 (7.54) 661 (1.90) 6 294 (18.10) 34 780 (100)
2012 9 860 (26.94) 2 591 (7.08) 3 594 (9.82) 141 (0.39) 2 669 (7.29) 7 568 (20.68) 2 847 (7.78) 707 (1.93) 6 618 (18.08) 36 599 (100)
Sumber: BPS Provinsi Aceh, 2012 Keterangan: ( ) nilai persentase
Tabel 1 menunjukan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto sebesar 8 224 miliar rupiah (24.12 persen) pada tahun 2008 mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga pada tahun 2012 yaitu sebesar 9 860 miliar rupiah (26.94 persen). Kondisi berbanding terbalik dengan yang terjadi di Indonesia, dimana share sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2008 sektor pertanian hanya mampu menyumbang sebesar 284 671 miliar rupiah (13.67 persen) dari total Produk Domestik Bruto Indonesia. Share dari sektor pertanian di Indonesia terus mengalami penurunan hingga tahun 2012 yaitu sebesar 327 549 miliar rupiah (12.51 persen). Peningkatan PDRB sektor pertanian pada kenyataannya kurang
3
mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh, hal ini terlihat pada nilai total PDRB Provinsi Aceh yang mengalami fluktuasi dan nilai PDRB per kapita Provinsi Aceh yang lebih kecil dibandingkan dengan PDB per kapita Indonesia. PDRB per kapita Provinsi Aceh tahun 2008 sebesar 7 907 ribu rupiah, cenderung mengalami penurunan hingga pada tahun 2012 yaitu sebesar 7 795 ribu rupiah dengan rata-rata laju PDRB perkapita tahun 2008 sampai dengan 2012 sebesar -1.67 persen. Kondisi berbanding terbalik dengan PDB per kapita Indonesia yaitu di tahun 2008 sebesar 9 016 ribu rupiah, mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga tahun 2012 yaitu sebesar 10 590 ribu rupiah dengan ratarata laju PDB per kapita sebesar 4.18 persen. Tabel 1 memperlihatkan bahwa sektor pertanian Provinsi Aceh mempunyai kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi, hal ini membuktikan bahwa sektor pertanian memiliki potensi yang besar terhadap perekonomian Provinsi Aceh. Sektor pertanian merupakan motor penggerak perekonomian masyarakat Provinsi Aceh, selain itu sektor ini juga merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat terutama masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah, dampak dari rendahnya pendidikan adalah adanya keterbatasan jenis pekerjaan yang bisa dilakukan. Berdasarkan karakteristik sektor pertanian yang tidak memerlukan tingkat pendidikan tinggi maka sektor ini merupakan sumber lapangan pekerjaan utama bagi kebanyakan orang. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian sangat mendominasi dibandingkan tenaga kerja di sektor lainnya, kondisi ini dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha Provinsi Aceh (jiwa) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: BPS-RI, 2012 Keterangan: ( ) nilai persentase
2008 786 198 (48.47) 8 660 (0.53) 86 762 (5.35) 2 691 (0.17) 103 816 (6.40) 252 853 (15.59) 88 841 (5.48) 9 427 (0.58) 282 749 (17.43) 1 621 998 (100)
2009 847 095 (48.89) 10 681 (0.62) 80 772 (4.66) 3 902 (0.23) 105 567 (6.09) 264 453 (15.26) 77 903 (4.50) 10 680 (0.62) 331 508 (19.13) 1 732 561 (100)
Tahun 2010 809 788 (45.59) 11 591 (0.65) 77 828 (4.38) 3 630 (0.20) 109 023 (6.14) 314 323 (17.70) 74 456 (4.19) 13 644 (0.77) 361 971 (20.38) 1 776 254 (100)
2011 898 225 (48.49) 11 739 (0.63) 72 509 (3.91) 3 966 (0.21) 113 934 (6.15) 299 183 (16.15) 69 173 (3.73) 25 040 (1.35) 358 704 (19.36) 1 852 473 (100)
2012 842 866 (46.86) 14 171 (0.79) 73 844 (4.11) 3 171 (0.18) 130 746 (7.27) 282 455 (15.70) 72 815 (4.05) 24 763 (1.38) 353 716 (19.67) 1 798 547 (100)
4
Tabel 2 menunjukan bahwa sektor pertanian mampu menyerap hampir setengah dari total tenaga kerja pada tahun 2008 yaitu 786 198 jiwa (48.47 persen) dari total tenaga kerja di Provinsi Aceh. Secara umum penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mengalami fluktuatif yaitu meningkat pada tahun 2009 lalu turun pada tahun 2010, kemudian jumlah tenaga kerja di sektor pertanian meningkat kembali pada tahun 2012 dimana jumlah tenaga kerjanya sebesar 842 866 jiwa. Kondisi ini menunjukan bahwa sektor pertanian mampu menjadi penopang dalam perekonomian Provinsi Aceh khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja. Kondisi penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Provinsi Aceh berbanding terbalik dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Indonesia. Tenaga kerja sektor pertanian Indonesia tahun 2008 sebesar 41 331 706 jiwa (40 persen) dari total tenaga kerja, penyerapan tenaga kerja pada sektor ini terus mengalami penurunan setiap tahunnya hingga tahun 2012 yaitu 38 882 134 jiwa (35 persen) dari total tenaga kerja Indonesia. Sektor pertanian memiliki hubungan yang cukup erat dengan kemiskinan. Menurut BAPPENAS kemiskinan diartikan ketika seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan) dan tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, dan air bersih) serta tidak adanya akses dalam lapangan kerja. Adanya keterbatasan terhadap ketersediaan lapangan kerja yang dialami oleh penduduk miskin berbanding terbalik dengan sektor pertanian yang mampu menyediakan lapangan kerja dalam jumlah yang besar, oleh karena itu terdapat hubungan di antara kemiskinan dan pertanian. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh pada tahun 2012 sebesar 909 000 jiwa dimana sekitar 171 800 jiwa tinggal di kota dan 737 200 jiwa tinggal di desa.
18.90% 81.10%
Kota Desa
Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 1 Persentase jumlah penduduk miskin menurut tempat tinggal di Provinsi Aceh tahun 2012 Persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh lebih banyak dialami di pedesaan yaitu sebesar 81.10 persen dibandingkan dengan di perkotaan yaitu sebesar 18.90 persen. Sebagian besar penduduk miskin di pedesaan pada umumnya bekerja di sektor pertanian. Pada tahun 2008 hingga 2012 rata-rata persentase masyarakat pedesaan di Provinsi Aceh yang bekerja pada sektor pertanian adalah sebesar 61.83 persen, sektor jasa 15.20 persen, sektor
5
perdagangan 11.84 persen, sektor bangunan 7.58 persen, sektor industri 4.07 persen selanjutnya sektor pengangkutan, sektor pertambangan, sektor keuangan, serta sektor listrik dan gas masing-masing sebesar 3.41 persen, 0.88 persen, 0.62 persen, dan 0.03 persen. Kondisi ini menunjukan bahwa sektor pertanian memiliki kaitan yang erat dengan pedesaan dan kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh masih tergolong tinggi. Tingkat kemiskinan yang tinggi akan berdampak buruk bagi perekonomian, selain itu kemiskinan yang tinggi juga memiliki pengaruh negatif baik dari sisi sosial maupun sisi ekonomi. Menurut Centre for Strategic and International Studies (CSIS) persoalan kemiskinan mengandung beberapa permasalah pokok antara lain masalah kerentanan, tertutupnya akses terhadap berbagai peluang kerja, tingginya tingkat ketergantungan, menimbulkan masalah ketidakpercayaaan, meningkatnya tindakan kriminalitas, rendahnya konsumsi yang akan mengganggu tingkat kecerdasan, terjadinya ekploitasi yang menuntut kerja keras dalam jam kerja panjang dengan imbalan rendah, rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang berdampak pada rendahnya produktivitas, menurunkan kualitas lingkungan dan akhirnya berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi bahkan dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi jika kemiskinan terjadi secara berkepanjangan serta dapat menimbulkan kematian. Tahun 2008
Tahun 2012
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Persen
40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
Provinsi-provinsi di Indonesia Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 2 Persentase tingkat kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2008 dan tahun 2012 Gambar 2 menunjukan bahwa persentase tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh relatif tergolong tinggi. Persentase tingkat kemiskinan tahun 2008 sebesar 23.53 persen, kondisi ini masih jauh berada di atas persentase tingkat kemiskinan Indonesia yaitu 15.42 persen. Persentase tingkat kemiskinan Provinsi Aceh mengalami penurunan pada tahun 2012 yaitu 19.46 persen namun kondisi ini tetap berada jauh di atas persentase tingkat kemiskinan Indonesia yang juga mengalami
6
penurunan yaitu 11.96 persen. Sektor pertanian yang memiliki kaitan erat dengan kemiskinan diharapkan mampu mengatasi persoalan ini. Untuk itu perlu adanya peningkatan produktivitas pertanian melalui inovasi teknologi dan peningkatan investasi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan. Produksi pertanian yang meningkat akan menciptakan pasar bagi barang-barang industri. Peningkatan permintaan untuk barang-barang industri berdampak pada terjadinya transfer sumberdaya dari sektor pertanian, kemudian diikuti dengan pertumbuhan di sektor non pertanian dan pada akhirnya akan memicu meningkatnya pertumbuhan dan pembangunan ekonomi (Purnamadewi, 2010).
Rumusan Masalah Sektor pertanian di Provinsi Aceh dalam 5 tahun terakhir dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 3.88 persen sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian pada tahun 2008 sebesar 8 224 miliar rupiah meningkat menjadi 9 860 miliar rupiah pada tahun 2012. Di samping itu kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomi wilayah dalam kurun waktu tersebut juga terus mengalami peningkatan, dari 24.12 persen di tahun 2008 menjadi 26.94 persen di tahun 2012. Namun demikian di sisi lain, di tahun 2008 sampai dengan 2012 pendapatan wilayah Provinsi ini mengalami fluktuasi dan pertumbuhan ekonominya relatif rendah. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh dalam kurun waktu tersebut kurang dari 5 persen per tahun, lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih dari 5 persen yang sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Di samping itu, tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh relatif tinggi. Persentase tingkat kemiskinan Provinsi Aceh tahun 2008 sebesar 23.53 persen lebih besar dibandingkan persentase tingkat kemiskinan Indonesia yaitu 15.42 persen. Pada tahun 2012 persentase tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh mengalami penurunan menjadi 19.46 persen namun kondisi ini juga masih berada di atas persentase tingkat kemiskinan Indonesia yaitu sebesar 11.96 persen. Sehubungan dengan pemaparan fakta dan data tersebut maka permasalahan pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1 Bagaimana kondisi pembangunan sektor pertanian di Provinsi Aceh ? 2 Faktor-faktor apa yang memengaruhi output pertanian, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh ? 3 Bagaimana dampak pengeluaran pemerintah di sektor pertanian terhadap output pertanian, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh ?
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1 Mengkaji pembangunan sektor pertanian di Provinsi Aceh. 2 Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.
7
3 Menganalisis dampak pengeluaran di sektor pertanian terhadap output pertanian, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.
Manfaat Penelitian 1
2
Dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: Memberikan masukan bagi pemerintah Provinsi Aceh dalam mengelola kebijakan pembangunan khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sektor pertanian. Menjadi bahan acuan dan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dan lebih mendalam tentang pertanian, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalan penelitian ini adalah Provinsi Aceh dalam kurun waktu tahun 1993 sampai dengan 2012. Data yang digunakan pada penelitian ini seluruhnya menggunakan data pada tingkat provinsi. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kondisi pembangunan sektor pertanian, mengetahui fakor-faktor yang memengaruhi output pertanian, tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, serta menganalisis dampak pengeluaran di sektor pertanian terhadap output pertanian, tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPSRI), BPS Provinsi Aceh, dan Kementrian Keuangan.
TINJAUAN PUSTAKA Teori Pertumbuhan Ekonomi : Kaitan antara Pembangunan Sektor Pertanian dengan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di suatu daerah. Pertambahan pendapatan itu diukur dengan nilai riil, artinya dinyatakan dengan harga konstan. Menurut Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi tiga aspek, yaitu: (1) Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang berkembang atau berubah dari waktu ke waktu, (2) Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output perkapita, dalam hal ini ada dua aspek penting yaitu output total dan jumlah penduduk, dan (3) Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu, suatu perekonomian dikatakan tumbuh bila dalam jangka waktu yang cukup lama mengalami kenaikan output perkapita. Teori pertumbuhan ekonomi klasik dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, dan Thomas Robert Malthus. Adam Smith mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi dengan adanya penambahan jumlah penduduk.
8
Adam Smith berpendapat bahwa faktor manusia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi akan meningkatkan produktivitas, Smith bersama dengan Ricardo percaya bahwa batas dan pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah bagi kaum klasik merupakan faktor yang tetap. Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung akibat adanya pembentukan akumulasi modal. Teori pertumbuhan ekonomi klasik berkembang menjadi teori neoklasik yang dipelopori oleh Harrod-Domar dan Robert Solow. Harror-Domar beranggapan modal harus dipakai secara efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan pembentukan modal tersebut. Berdasarkan beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang ada maka dapat diambil kesimpulan terdapat empat faktor pertumbuhan ekonomi yaitu sumber daya manusia (pendidikan, disiplin, motivasi), sumber daya alam (tanah, mineral, bahan bakar), pembentukan modal (mesin, pabrik, jalan), dan teknologi (sains, rekayasa, dan manajemen). Model Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pegaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan. Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi. Fungsi produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan. Di bidang pertanian, untuk menghasilkan output maka digunakan beberapa faktor produksi sekaligus seperti tanah, bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan teknologi. Pembangunan sektor pertanian dalam penelitian ini diwujudkan dengan meningkatkan pengeluaran pada sektor pertanian, dimana pengeluaran ini merupakan bentuk investasi. Jika investasi di sektor pertanian yang dilakukan oleh pemerintah lebih besar dibandingkan dengan penyusutannya maka akan terjadi peningkatan akumulasi persediaan modal sehingga akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan asumsi pertumbuhan investasi di sektor lainnya tetap sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Kondisi ini dapat dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut: Solow menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja: Y = F(K,L) Model Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan atau skala hasil konstan (constan return to scale). Fungsi produksi memiliki skala pengembalian yang konstan jika zY = F(zK, zL) dengan z bernilai positif. Jika modal dan tenaga kerja dikalikan dengan z maka output yang dihasilkan juga dikalikan dengan z. Fungsi produksi dengan pengembalian konstan digunakan untuk menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dengan dibandingkan jumlah tenaga kerja. Kemudian z = 1/L dimasukkan dalam persamaan di atas untuk mendapatkan Y/L = F(K/L, 1) Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja K/L. Asumsi skala pengembalian konstan menunjukkan bahwa besarnya perekonomian sebagaimana diukur oleh jumlah pekerja tidak memengaruhi hubungan antara output per pekerja dan modal per pekerja. Karena besarnya perekonomian tidak menjadi masalah, maka cukup
9
beralasan untuk menyatakan seluruh variabel dalam istilah per pekerja. Jika seluruh variabel dilambangkan dengan huruf kecil dimana y = Y/L adalah output per pekerja dan k = K/L adalah modal per pekerja maka akan didapatkan fungsi produksi sebagai berikut: y = f(k) dimana f(k) didefinisikan sebagai F(k,1). Kemiringan dari fungsi produksi ini menunjukkan berapa banyaknya output tambahan yang dihasilkan seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan. Angka yang diperoleh merupakan produk marjinal modal MPK, secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut: MPK = f(k + 1) – f(k) Gambar 3 memperlihatkan ketika jumlah modal meningkat, kurva fungsi produksi menjadi lebih datar, yang mengindikasikan bahwa fungsi produksi mencerminkan produk marjinal modal yang kian menurun. Ketika k rendah, ratarata pekerja hanya memiliki sedikit modal untuk bekerja, sehingga satu unit modal tambahan begitu berguna dan dapat memproduksi banyak output tambahan. Ketika k tinggi, rata-rata pekerja memiliki banyak modal, sehingga satu unit modal tambahan hanya sedikit meningkatkan produksi. Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi, dengan kata lain output per pekerja merupakan konsumsi per pekerja (c) dan investasi per pekerja (i): y=c+i Persamaan ini adalah versi per pekerja dari identitas perhitungan pendapatan nasional untuk suatu perekonomian tanpa memasukan belanja pemerintah dan ekspor bersih karena diasumsikan perekonomian tertutup. Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s) yang dinyatakan dalam fungsi konsumsi sederhana: c = (1-s)y di mana s tingkat tabungan yang bernilai antara nol dan satu. Kebijakan pemerintah secara potensial dapat memengaruhi tingkat tabungan nasional, sehingga salah satu tujuan disini adalah mencari berapa tingkat tabungan yang diinginkan. Untuk melihat apakah fungsi konsumsi berpengaruh terhadap investasi, substitusikan (1-s)y kepada c dalam identitas perhitungan pendapatan nasional: y = (1-s)y + i kemudian diubah lagi menjadi i = sy persamaan ini menunjukan bahwa investasi sama dengan tabungan dan tingkat tabungan s juga merupakan bagian dari output yang menunjukan investasi. Jadi model solow memperkenalkan dua muatan utama yaitu fungsi produksi dan fungsi konsumsi, di mana fungsi produksi y = f(k) menentukan berapa produksi yang diproduksi perekonomian dan tingkat tabungan s menentukan alokasi output itu di antara konsumsi dan investasi. Untuk memasukan depresiasi ke dalam model, maka diasumsikan bahwa sebagian tertentu dari persediaan modal menyusut setiap tahun. Dampak investasi dan depresiasi terhadap persediaan modal dapat dinyatakan sebagai berikut: k=i– k
10
di mana k adalah perubahan persediaan modal antara satu tahun tertentu dengan tahun berikutnya. Karena investasi sama dengan sf(k), maka persamaan menjadi k = sf(k) – k semakin tinggi persediaan modal semakin besar jumlah output dan investasi, namun semakin tinggi persediaan modal semakin besar pula jumlah depresiasinya. f(k), sf(k), f(k)
c
sf(k)
i k Sumber: Mankiw, 2006
Gambar 3 Kurva fungsi produksi
Konsep Kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa dimiliki seseorang seperti makanan, air minum, pakaian, dan tempat berlindung, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Menurut Suryawati (2005), kemiskinan dapat dibedakan dalam empat pengertian antara lain: 1 Kemiskinan absolut adalah situasi dimana seseorang hanya dapat memenuhi makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. 2 Kemiskinan natural adalah keadaan kemiskinan yang dialami seseorang secara turun-temurun, kelompok masyarakat ini miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya pembangunan lainnya sehingga mereka tidak dapat ikut serta aktif dalam pembangunan. 3 Kemiskinan struktural adalah keadaan kemiskinan yang disebabkan karena hasil pembangunan yang tidak seimbang. Salah satu contoh yang termasuk ke dalam kelompok yang mengalami kemiskinan struktural adalah petani yang memiliki tanah yang kecil dan hasilnya tidak cukup menghidupi keluarganya, buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih serta pengusaha tanpa modal dan fasilitas dari pemerintah.
11
4 Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup dan budayanya, mereka merasa sudah berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak mudah diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah melakukan perubahan, menolak mengikuti perkembangan, dan tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya. Kemiskinan dapat pula bersifat mutlak ataupun nisbi. Kemiskinan mutlak adalah apabila orang miskin tidak dapat mencukupi kebutuhan fisiknya seperti pangan, pakaian, dan tempat tinggal. Kemiskinan nisbi yaitu relatif terhadap orang yang lebih mampu dan berkaitan dengan kesenjangan. Di negara sedang berkembang banyak terdapat kemiskinan mutlak, banyak orang yang benar-benar kelaparan seperti di Sudan dan Somalia. Sedangkan di negara maju ada juga kemiskinan mutlak tapi sebagian besar adalah kemiskinan nisbi. Menurut Bank Dunia penyebab dasar kemiskinan adalah kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal, terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana, kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor, adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung, adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi, rendahnya produktivitas dalam masyarakat, budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam, tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik, pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan. Bank dunia menggambarkan “sangat miskin” sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari US $1 perhari dan “miskin” dengan pendapatan kurang dari US $2 perhari. Indonesia mengikuti ukuran garis kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yakni kebutuhan makanan dan minimum 2100 kalori per orang setiap hari.
Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Menurut Lypsey dan Steiner (2005) terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu: (1) Pendekatan nilai tambah, artinya penjumlahan dari semua nilai tambah, (2) Pendekatan pengeluaran, dan (3) Pendekatan penerimaan. Pendekatan yang digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini adalah pendekatan penerimaan. Menghitung pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan ini dapat dinotasikan dalam bentuk PDRB = sewa + upah + bunga + laba. Sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha. Peningkatan pendapatan yang terjadi khususnya pada penduduk miskin maka akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Di samping itu terdapat beberapa pendapat bahwa pengeluaran publik yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan. Konsentrasi penuh untuk mengurangi kemiskinan akan memperlambat tingkat pertumbuhan.
12
Terdapat beberapa alasan mengapa kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan tidak harus memperlambat laju pertumbuhan antara lain : 1 Kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit dan tidak mampu membiayai pendidikan anaknya. Mereka beranggapan mempunyai banyak anak merupakan sumber keamanan keuangan di masa tuanya nanti, sehingga faktor ini menyebabkan pertumbuhan per kapita menjadi kecil. 2 Pendapatan rendah dan standar hidup buruk yang dialami oleh golongan miskin dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perekonomian tumbuh lambat. 3 Peningkatan tingkat pendapatan golongan miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal, sementara golongan kaya cenderung membelanjakan pendapatannya untuk barangbarang impor. Meningkatnya permintaan barang-barang lokal memberikan rangsangan lebih besar pada produksi lokal, memperbesar kesempatan kerja lokal dan menumbuhkan investasi lokal. Berdasarkan pemaparan di atas maka pertumbuhan ekonomi yang cepat dan penanggulangan kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan. Contoh di Negara Cina, dengan angka pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia Cina mampu menurunkan tingkat kemiskinan yang paling drastis. Oleh karena itu, kita dapat simpulkan bahwa pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan merupakan dua tujuan yang bisa dicapai secara bersamaan (Todaro dan Smith, 2006). Kuznets (1955) meneliti hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan, hasilnya ada suatu hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan, yang kemudian dikenal dengan hipotesis kurva U terbalik (Inverted U-curve Hypothesis).
Sumber: Todaro dan Smith, 2006
Gambar 4 Kurva U terbalik Kuznets (Inverted U-curve Hypothesis) Berdasarkan hipotesis Kuznets tersebut, ketimpangan pendapatan dalam suatu negara akan meningkat pada tahap awal pertumbuhan ekonominya,
13
kemudian pada tahap menengah cenderung tidak berubah dan akhirnya menurun ketika negara tersebut sejahtera. Terdapat beberapa argumen mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan yang mengatakan bahwa laju pertumbuhan yang tinggi tidak selalu memperburuk distribusi pendapatannya. Pada kenyatannya hubungan mengenai pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan memiliki bentuk hubungan yang berbeda-beda di setiap negara, yang semuanya itu tergantung pada proses pembangunan yang dijalankan di masing-masing negara. Contohnya seperti Taiwan dan Korea Selatan, kedua negara tersebut mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan distribusi pendapatan rakyatnya mengalami perbaikan. Kondisi berbeda pada negara-negara seperti Meksiko dan Panama yang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat tetapi hal itu disertai dengan semakin memburuknya kondisi distribusi pendapatan. Di pihak lain, laju pertumbuhan yang rendah ternyata tidak selalu berkaitan dengan dengan perbaikan distribusi pendapatan contohya di negara-negara berkembang seperti India, Peru, dan Filipina. Negara-negara seperti Sri lanka, Kolombia, Kosta Rika, dan El Salvador mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang sama rendahnya, namun mereka berhasil memperbaiki kesejahteraan ekonomi penduduknya yang berpendapatan rendah. Pertumbuhan ekonomi tidak terdapat hubungan yang langsung dan positif terhadap tingkat perbaikan pemerataan. Hal ini mengacu pada karakter pertumbuhan ekonomi, yaitu bagaimana cara mencapainya, siapa yang berperan serta, sektor-sektor mana saja yang mendapat prioritas, lembaga-lembaga apa yang menyusun dan lain sebagainya yang menentukan apakah pertumbuhan ekonomi memengaruhi perbaikan taraf kehidupan masyarakat miskin atau tidak. Fakta-fakta yang ada menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak dengan sendirinya diikuti oleh perbaikan distribusi pendapatan bagi seluruh penduduk.
Penilitian Terdahulu Arega D. Alene dan Ousmane Coulibaly (2008) dalam penelitian yang berjudul “The Impact of Agricultural Research on Productivity and Poverty in Sub-Saharan Africa” dengan menggunakan metode persamaan simultan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah produktivitas pertanian, tenaga kerja, irigasi, alat-alat pertanian, PDB per kapita, lahan per tenaga kerja, pengeluaran pemerintah, investasi, jumlah penduduk desa, jumlah penduduk miskin serta dummy wilayah Afrika Barat dan Afrika Tengah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan melakukan pembangunan di sektor pertanian seperti melakukan riset penelitian dan pengembangan teknologi modern dapat meningkatkan pertumbuhan produktivitas yang ditunjukan oleh kenaikan pendapatan perkapita. Akibat adanya kenaikan pendapatan perkapita maka pada akhirnya secara signifikan akan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan. Kalangi, L.S (2006) dalam penelitian yang berjudul “Dampak Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan” dengan menggunakan pendekatan SAM (Social Accounting Matrix) menyatakan bahwa investasi untuk meningkatan output sektor pertanian memiliki
14
dampak yang lebih besar terhadap faktor produksi tenaga kerja dan peningkatan pendapatan rumah tangga. Persentase penyerapan tenaga kerja terbesar untuk sektor pertanian terdapat pada sektor tanaman pangan. Berdasarkan skenario yang dilakukan Kalangi, injeksi penanaman modal pada sektor pertanian, agroindustri dan sektor produksi lainnya baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing memberikan dampak yang positif bagi peningkatan faktorial, rumah tangga, sektor produksi itu sendiri maupun sektor produksi lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto Siregar dan Dwi Wahyu Winarti (2006) yang berjudul “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin” bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh serta dampak dari pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin Indonesia, hal ini dilakukan karena jumlah penduduk miskin akibat krisis belum berhasil dikurangi bahkan cenderung meningkat. Penelitian ini menggunakan data panel dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiskinan, PDRB, tingkat inflasi, jumlah lulusan tingkat SMP, SMA, agrishare, industri share, dan dummy krisis. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya mampu mengurangi kemiskinan suatu daerah melainkan memiliki efek ke bawah (tickle down effect). Dwi Muslianti (2011) dalam penelitian yang berjudul “Dampak Kebijakan Fiskal Daerah Terhadap Kemiskinan di Indonesia pada Masa Desentralisasi Fiskal”. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan dengan metode 3sls. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kondisi kinerja dan faktor-faktor yang memengaruhi fiskal daerah, output daerah dan kemiskinan di Indonesia serta menganalisis skenario kebijakan fiskal daerah dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia. Hasil yang diperoleh dalam penelitian yaitu sebagian besar provinsi memiliki ketergantungan pada sektor pertanian yang terlihat dari relatif besarnya proporsi PDRB pertanian. Faktor-faktor yang memengaruhi fiskal daerah, output daerah dan kemiskinan adalah 1) penerimaan pajak dipengaruhi oleh jumlah penduduk miskin, PDRB, kesenjangan fiskal dan lag penerimaan pajak, 2) penerimaan BHPBP dipengaruhi oleh PDRB dan lag BHPBP, 3) PDRB dipengaruhi oleh tenaga kerja masing-masing sektor dan beberapa jenis pengeluaran daerah, dan 4) jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh distribusi pendapatan, PDRB masing-masing sektor, jumlah penduduk miskin dan lag jumlah penduduk miskin. Whisnu Adhi Saputra (2011) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten dan Kota Jawa Tengah”. Model regresi yang digunakan adalah metode analisis regresi linier berganda dengan menggunakan Panel Data. Hasil pendugaan tingkat kemiskinan memiliki nilai R-squared sebesar 0.609. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, dan Pengangguran berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah.
15
Kerangka Pemikiran Sektor pertanian merupakan motor penggerak perekonomian Aceh karena sektor ini menjadi tumpuan masyarakat luas. Selain berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto, sektor ini juga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Sektor pertanian menjadi tumpuan masyarakat luas karena merupakan sumber pendapatan. Peningkatan output pertanian akan berdampak pada peningkatan pendapatan para petani atau masyarakat pedesaan yang sebagian besar merupakan penduduk miskin. Peningkatan tingkat pendapatan penduduk miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal. Meningkatnya permintaan barang-barang lokal memberikan rangsangan lebih besar pada produksi lokal atau mendorong diperluasnya sektor sekunder dan tersier (non pertanian) sehingga berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal. Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat model persamaan output pertanian, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan untuk melihat dampak pengeluaran di sektor pertanian terhadap output pertanian, tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Secara grafis kerangka pemikiran operasional dapat digambarkan pada gambar 5. Perekonomian
Kontribusi Terhadap PDRB Penyerapan Tenaga Kerja
Sektor Pertanian
Sektor Non Pertanian
Lahan Pertanian Tenaga Kerja Pertanian Pengeluaran Sektor Pertanian
Output Pertanian Pendapatan Petani/ Masyarakat Pedesaan
Kemiskinan
Output Non Pertanian
Pertumbuhan Ekonomi
Jumlah Pengangguran Upah Minimum Provinsi
Total Belanja Pemerintah Ekspor
Keterangan: Menunjukan alur penelitian Tidak diteliti dalam penelitian Merupakan variabel endogen Merupakan variabel eksogen Gambar 5 Kerangka pemikiran operasional
16
Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berikut adalah hipotesis-hipotesisnya: 1 Tenaga kerja pertanian, luas lahan pertanian, dan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian berpengaruh positif terhadap output pertanian. 2 Output pertanian dan upah minimum provinsi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan sedangkan jumlah pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan. 3 Jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan total belanja pemerintah dan ekspor berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data deret waktu (time series) periode tahun 1993 sampai dengan 2012. Data yang dikumpulkan yaitu berupa data PDRB sektor pertanian, jumlah tenaga kerja sektor pertanian, luas lahan pertanian, pengeluaran pemerintah di sektor pertanian, jumlah penduduk miskin, jumlah penganguran, upah minimum provinsi, total PDRB, total belanja pemerintah, dan ekspor. Data dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS-RI), BPS Provinsi Aceh dan Kementrian Keuangan. Selain itu referensi diambil juga dari jurnal-jurnal, internet, dan perpustakaan IPB.
Metode Analisis dan Pengolahan Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Metode ini digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai perkembangan pembangunan sektor pertanian di Provinsi Aceh. Metode analisis data kuantitatif yaitu dengan membentuk perumusan model yang mempunyai hubungan antara output pertanian, kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Model analisis data yang digunakan adalah persamaan simultan. Data sekunder tersebut kemudian diolah dan dianalisis menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Analysis System (SAS) 9.1.3.
Persamaan Model Ekonometrika Model persamaan yang dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 3 persamaan struktural antara lain output pertanian, tingkat kemiskinan, dan
17
pertumbuhan ekonomi. Model persamaan ini terdiri dari variabel endogen dan variabel eksogen. Model Output Pertanian Output pertanian pada tahun ke-t (YPt) diduga dipengaruhi oleh tenaga kerja sektor pertanian (TKPt), luas lahan pertanian (LHPt), dan pengeluaran pemerintah sektor pertanian (PPt). Persamaan output pertanian dapat dirumuskan sebagai berikut : lnYPt = a0 + a1 lnTKPt + a2 lnLHPt + a3 lnPPt + u1 dimana: YPt = Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian tahun ke-t TKPt = Tenaga kerja sektor pertanian tahun ke-t LHPt = Luas lahan pertanian tahun ke-t PPt = Pengeluaran pemerintah sektor pertanian tahun ke-t a0 = Intersep ai = Koefisien regresi (i = 1,2,3) u1 = Error Model Kemiskinan Jumlah penduduk miskin tahun ke-t (POVt) diduga dipengaruhi oleh output pertanian (YPt), jumlah pengangguran (UNt), dan upah minimum provinsi (UMPt). Persamaan tingkat kemiskinan dapat dirumuskan sebagai berikut : lnPOVt = b0 + b1 lnYPt + b2 lnUNt + b3 lnUMPt + u3 dimana: POVt = Jumlah penduduk miskin tahun ke-t YPt = Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian pada tahun ke-t UNt = Jumlah pengangguran pada tahun ke-t UMPt = Upah minimum provinsi pada tahun ke-t b0 = Intersep bi = Koefisien regresi (i = 1,2,3) u3 = Error Model Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto tahun ke-t (PDRBt) dipengaruhi oleh jumlah penduduk miskin (POVt), belanja pemerintah (EXPt), dan ekspor (Xt). Persamaan pertumbuhan ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut : lnPDRBt = c0 + c1 lnPOVt + c2 lnEXPt + c3 lnXt + u2 dimana: PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto tahun ke-t POVt = Jumlah penduduk miskin pada tahun ke-t EXPt = Belanja pemerintah tahun ke-t Xt = Ekspor pada tahun ke-t c0 = Intersep ci = Koefisien regresi (i = 1,2,3) u2 = Error
18
Identifikasi Model Menurut Koutsoyiannis (1977) suatu persamaan dapat dikatakan teridentifikasi apabila memenuhi syarat order condition. Kondisi order didasarkan atas kaidah penghitungan variabel-variabel yang dimasukan dan dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition sebagai berikut: (K–M) (G–1) dimana: K = Jumlah total variabel dalam model (variabel endogen dan predetermined) M = Jumlah variabel dalam suatu persamaan G = Jumlah persamaan dalam model jika suatu persamaan menunjukan K-M > G-1, maka persamaan dalam model tersebut dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (overidentified), jika K-M < G1 maka persamaan dalam model tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi (underidentified), dan jika K-M = G-1 maka persamaan dalam model tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified). Hasil Identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Tabel 3 Identifikasi Model dari Masing-masing Persamaan Persamaan
K
M
G
K–M
G-1
Keterangan
YP
10
4
3
6
2
Overidentified
POV
10
4
3
6
2
Overidentified
PDRB
10
4
3
6
2
Overidentified
Keterangan: Data diolah, 2013
Berdasarkan hasil identifikasi model yang dilakukan, seluruh persamaan struktural yaitu output pertanian (YP), tingkat kemiskinan (POV), dan pertumbuhan ekonomi (PDRB) menunjukkan kondisi overidentified sehingga model dapat diidentifikasi. Pendugaan parameter dapat menggunakan dua metode yaitu metode ILS (Indirect Least Squares) jika persamaan struktural menunjukan exactly identified dan metode 2SLS (Two Stage least Squares) jika persamaan struktural menunjukan overidentified. Model dalam penelitian ini menggunakan metode 2SLS karena metode ini cukup toleran dalam kesalahan spesifikasi model, kesalahan dalam satu persamaan tidak ditransfer ke persamaan lain, selain itu metode ini cocok digunakan pada jumlah sampel yang sedikit serta dapat menghindari estimasi yang bias serta penduga yang tidak konsisten (Gujarati, 1999). Untuk menguji apakah variabel-variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat, dilakukan statistik uji-F. Jika nilai Fstatistik lebih besar dari Ftabel atau nilai p-value lebih kecil dari nilai critical value (α) artinya minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika hasil nilai Fstatistik lebih kecil dari Ftabel atau nilai pvalue lebih besar dari nilai critical value (α) artinya tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya.
19
Untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas secara individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat pada masing-masing persamaan digunakan statistik uji-t. Jika tstatistik lebih besar dari ttabel atau nilai pvalue lebih kecil dari nilai critical value (α) artinya bahwa variabel bebas ke-i secara parsial memengaruhi variabel terikat. Jika tstatistik lebih kecil dari ttabel atau nilai p-value lebih besar dari nilai critical value (α) artinya bahwa variabel bebas ke-i secara parsial tidak memengaruhi variabel terikatnya (Djuanda, 2000).
Validasi Model Tujuan validasi model adalah untuk mengetahui tingkat representasi model apabila dibandingkan dengan dunia nyata sebagai dasar untuk melakukan simulasi. Validasi dapat dilakukan dengan membandingkan nilai aktual dengan nilai dugaan dari penduga endogen. Terdapat berbagai uji validasi model, antara lain uji U-Theil (Theil’s Inequality Coefficient), Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dan Koefisien Determinasi (R2). Statistik U-Theil’s dirumuskan sebagai berikut:
U=
1 √ ∑nt 1 ( st - at )2 n 1 √ ∑nt 1 ( st )2 n
1 √ ∑nt 1 ( at )2 n
dimana: s = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi t a = Nilai aktual variabel observasi t n = Jumlah periode observasi nilai U-Theil’s berkisar antara 0 dan 1, dengan kriteria bahwa semakin kecil nilai U-Theil’s yang dihasilkan, maka semakin baik model tersebut. Statistik Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dirumuskan sebagai berikut: 1
RMSPE = √ ∑nt 1 ( n
s t-
a t
a t
)2
dimana: s = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi t a = Nilai aktual variabel observasi t n = Jumlah periode observasi model dinyatakan valid apabila nilai RMSPE berada di bawah 100. Sedangkan statistik Koefisien Determinasi (R2) dinyatakan valid apabila bernilai mendekati 1 (Pindyck dan Rubienfield, 1991).
Simulasi Model Menurut Sinaga (1997), simulasi adalah suatu pendekatan untuk mengetahui besar dan arah perubahan dari suatu atau beberapa variabel endogen dengan melakukan perubahan satu atau beberapa variabel eksogen. Oleh karena itu
20
Juta Rupiah
simulasi model adalah suatu perubahan yang dilakukan di dalam model tanpa merubah sistem atau dunia nyata. Simulasi memiliki beberapa tujuan yaitu melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, mengevaluasi kebijakan pada masa lampau, dan membuat peramalan pada masa datang. Analisis simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah meningkatkan pengeluaran pemerintah Provinsi Aceh di sektor pertanian sebesar 30 persen, hal ini didasarkan pada rata-rata pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian dalam 5 tahun terakhir yaitu meningkat sebesar 15 persen. Gambar 6 merupakan pengeluaran pemerintah Provinsi Aceh di sektor pertanian tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0
(35.73%) (-21.34%) (46.31%)
2008
2009
2010 Tahun
(14.57%) (-4.74%)
2011
2012
Sumber: Kementerian Keuangan, 2012 (diolah) Keterangan: ( ) laju pengeluaran di sektor pertanian
Gambar 6 Pengeluaran pemerintah Provinsi Aceh di sektor pertanian tahun 2008-2012 Sektor Pertanian merupakan penyumbang terbesar bagi pertumbuhan ekonomi dan merupakan sumber mata pencaharian mayoritas bagi penduduk miskin di Provinsi Aceh, sehingga peningkatan pengeluaran sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan output pertanian dan menurunkan jumlah penduduk miskin serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.
Definisi Operasional Variabel endogen adalah variabel yang nilainya tergantung pada nilai variabel lain yang merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi pada variabel bebas. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah output pertanian, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi. Variabel eksogen merupakan variabel yang dimasukkan ke dalam penelitian untuk mengendalikan atau menghilangkan pengaruh tertentu pada model penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak bias atau salah persepsi. Definisi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: a Output pertanian adalah nilai PDRB sektor pertanian atas dasar harga konstan 2000 yang dinyatakan dalam juta rupiah.
21
b Tenaga kerja sektor pertanian adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian yang dinyatakan dalam jiwa. c Luas lahan pertanian adalah lahan pertanian sawah dan lahan pertanian bukan sawah (kebun, ladang dan lahan sementara yang belum dimanfaatkan) yang dinyatakan dalam hektar. d Pengeluaran pemerintah sektor pertanian adalah alokasi belanja pemerintah di sektor pertanian yang dinyatakan dalam juta rupiah. e Jumlah penduduk miskin adalah kondisi dimana seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhan makanan minimum 2100 kalori per orang setiap hari yang dinyatakan dalam jiwa. f Jumlah pengangguran adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja namun tidak mempunyai pekerjaan yang dinyatakan dalam jiwa. g Upah minimum Provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi yang dinyatakan dalam rupiah. h Pertumbuhan ekonomi adalah persentase PDRB atas dasar harga konstan 2000 yang dinyatakan dalam persen. i Pendapatan Wilayah adalah nilai PDRB dari seluruh sektor atas dasar harga konstan 2000 yang dinyatakan dalam juta rupiah. j Belanja pemerintah adalah total pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk keperluan pembangunan di suatu suatu wilayah yang dinyatakan dalam juta rupiah. k Ekspor adalah proses transfer barang atau komoditas dari suatu wilayah ke wilayah lain yang dinyatakan dalam juta rupiah.
GAMBARAN UMUM Kondisi Geografis Provinsi Aceh terletak antara 01˚ - 06˚ Lintang Utara dan 94˚ - 98˚ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 125 meter di atas permukaan laut dan Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi. Batas-batas wilayah Provinsi Aceh yaitu: - sebelah utara : Selat Malaka - sebelah selatan : Provinsi Sumatera Utara - sebelah timur : Selat Malaka - sebelah barat : Samudera Hindia Pada tahun 2011 Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 kabupaten antara lain Simeulue, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Tamiang, Nagan Raya, Aceh Jaya, Bener Meriah, dan Pidie Jaya, serta 5 kota yaitu Banda Aceh, Sabang, Langsa, Lhokseumawe, dan Subulussalam. Provinsi ini memiliki 119 pulau, 35 gunung, 73 sungai besar, dan 2 buah danau. Luas Provinsi Aceh sebesar 5 677 081 hektar dengan hutan sebagai lahan terluas mencapai 2 291 080 hektar, diikuti perkebunan rakyat seluas 800 401 hektar dan persawahan 314 991 sedangkan lahan industri merupakan lahan terkecil yaitu sebesar 3 928 hektar.
22
Gambar 7 Peta Provinsi Aceh Penduduk merupakan salah satu syarat untuk membentuk suatu daerah. Suatu daerah akan maju apabila dapat memberdayakan penduduknya dengan benar, kondisi berbanding terbalik apabila jumlah penduduk yang banyak namun tidak diberdayakan secara maksimal sehingga dapat menghambat proses pembangunan. Jumlah penduduk Provinsi Aceh pada tahun 2011 sebanyak 4 597 308 jiwa, terdiri atas 2 300 441 jiwa laki-laki dan 2 968 967 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk Provinsi Aceh pada tahun 2011 mencapai 81 orang/km2. Daerah terpadat adalah Kota Banda Aceh dengan rata-rata per kilometer wilayahnya dihuni oleh sekitar 4 069 jiwa. Kemudian Kota Lhokseumawe dan Kota Langsa masing-masing 1 141 jiwa/km2 dan 749 jiwa/km2, sebaliknya wilayah yang jarang pendudukya adalah Kabupaten Gayo yaitu 14 jiwa/km2. Pada tahun 2011 terdapat sebanyak 2 001 259 orang penduduk Aceh yang termasuk angkatan kerja, terdiri dari 1 251 527 laki-laki dan 749 732 perempuan. Sebanyak 1 852 473 orang yang bekerja dan pengangguran sebanyak 148 786 orang dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 7.43 persen, sedangkan yang tidak termasuk dalam angkatan kerja sebesar 943 561 orang, diantaranya mengurus rumah tangga berjumlah 597 730 orang dan yang bersekolah 345 831 orang. Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan utama, maka sektor pertanian masih merupakan sektor yang memberikan porsi paling besar dalam penyerapan tenaga kerja yakni 48.49 persen, diikuti oleh sektor jasa 19.36 persen, dan perdagangan 16.15 persen, sisanya sektor industri 3.91 persen serta lainnya 12.08 persen. Berdasarkan jenis pekerjaan, persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang berusaha sebagai buruh/pegawai/karyawan sebesar 33.48 persen. Penduduk yang berusaha dengan dibantu buruh dibayar/buruh tidak dibayar sebesar 22.38 persen dan 19.32 persen bekerja sendiri serta 18.52 persen pekerja keluarga.
23
Kondisi Tingkat Kemiskinan Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya seperti kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Berlimpahnya sumber daya alam di Provinsi Aceh tidak menyebabkan angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi atau tingkat kemiskinan yang lebih rendah. Pada kenyataannya, kekayaan sumber daya alam justru menimbulkan konflik yang telah merusak provinsi ini selama beberapa dekade, menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, pemerintahan yang lemah, dan rendahnya tingkat pelayanan umum yang diberikan pemerintah kepada masyarakatnya, serta merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Persentase kemiskinan di Provinsi Aceh dalam periode tahun 1993 sampai 1997 berjalan beriringan dengan persentase kemiskinan di Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 menyebabkan kenaikan persentase kemiskinan hampir diseluruh wilayah Indonesia tidak terkecuali Provinsi Aceh, dimana terjadi kenaikan persentase kemiskinan dari tahun 1997 yaitu 18.81 persen menjadi 19.40 persen pada tahun 1998. 35.00 30.00 Persen
25.00 20.00
Aceh
15.00
Indonesia
10.00 5.00 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
0.00
Tahun Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 8 Persentase kemiskinan Provinsi Aceh dan Indonesia tahun 1993-2012 Krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998 berdampak sangat besar terhadap kondisi perekonomian Indonesia, dimana terjadi kenaikan persentase kemiskinan dari 17.74 persen manjadi 24.23 persen. Pasca krisis ekonomi berlalu, Indonesia perlahan mampu bangkit dan berhasil menekan tingkat kemiskinan hingga saat ini. Kondisi berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Provinsi Aceh, dimana setelah terjadi krisis ekonomi tahun 1998 tingkat kemiskinan justru terus mengalami peningkatan dalam jumlah yang cukup besar bahkan jauh melebihi persentase kemiskinan Indonesia yaitu mencapai 29.83 persen pada tahun 2002 dan 29.76 persen pada tahun 2003. Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh disebabkan oleh konflik yang memuncak di tahun 2001 sehingga menyebabkan sekitar setengah juta orang mengungsi serta banyak orang terampil
24
dan berpendidikan meninggalkan provinsi ini. Selain itu kondisi diperparah dengan terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004. Pasca tsunami yang terjadi, pemerintah Provinsi Aceh melakukan berbagai rekonstruksi secara besarbesaran sehingga pada tahun 2007 Provinsi ini mulai menunjukan kondisi yang cukup baik, hal ini diperlihatkan dengan terjadinya penurunan persentase kemiskinan, namun kondisi tersebut masih sangat jauh berada di atas tingkat kemiskinan Indonesia.
Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian dalam suatu wilayah yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam periode tahun 2003 sampai dengan 2008 cenderung mengalami peningkatan. Kondisi berbanding terbalik dengan yang dialami Provinsi Aceh dimana laju pertumbuhan ekonomi cenderung turun dari tahun 2003 sampai dengan 2009, hal ini disebabkan oleh penurunan dalam jumlah yang cukup besar pada sektor pertambangan dan penggalian akibat produksi minyak dan gas alam yang menurun, sehingga provinsi ini mengalami pertumbuhan yang negatif. Selain itu kondisi tersebut makin diperburuk dengan adanya gempa dan tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004. Pada awal tahun 2005 setelah terjadi gempa dan tsunami di Aceh, hampir semua sektor mengalami pertumbuhan negatif yang paling terimbas oleh kejadian tersebut adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan dimana pertumbuhan masing-masing adalah -24.06 persen dan -17.80 persen, di pihak lain sektor pengangkutan, konstruksi dan pertanian mengalami pertumbuhan yang positif yaitu masing-masing sebesar 3.67 persen, 0.92 persen, dan 6.06 persen. 15.00 10.00
Persen
5.00 Aceh
0.00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia
-5.00 -10.00 -15.00 Tahun Sumber: BPS Provinsi Aceh, 2012 (diolah)
Gambar 9 Laju PDRB Provinsi Aceh dan PDB Indonesia tahun 2003-2012
25
Provinsi Aceh telah mengalami tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah dalam beberapa tahun terakhir. Secara umum dalam periode tahun 2003 sampai dengan 2009 Provinsi Aceh mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif, baru kemudian pada tahun 2010 sampai dengan 2012 laju pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan yang positif. Alasan pertumbuhan yang lambat tersebut adalah penurunan cadangan sumberdaya minyak dan gas, ketertinggalan sktruktural dan konflik yang berlangsung lama yang berdampak pada lemahnya kinerja pertumbuhan Provinsi Aceh, akibatnya Provinsi ini memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan hampir semua wilayah lain di Indonesia. Banyaknya cadangan minyak dan gas bumi di pantai timur tidak menghasilkan tingkat kemiskinan yang lebih rendah di Provinsi Aceh melainkan meningkatkan tingkat kemiskinan, hal tersebut disebabkan konflik yang memperebutkan kekayaan sumberdaya minyak dan gas tersebut. Mengingat bahwa kemiskinan merupakan fenomena pedesaan, pertumbuhan yang memihak pada masyarakat miskin akan memerlukan peningkatan pertumbuhan sektor pertanian melalui peningkatan produktivitas petani, menghilangkan hambatan terhadap pertumbuhan di daerah-daerah pedesaan seperti kurangnya akses keuangan, perbaikan prasarana pedesaan dan akses petani ke pasar serta memfasilitasi pergerakan penduduk desa menuju kutub-kutub pertumbuhan di wilayah-wilayah perkotaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Pembangunan Sektor Pertanian Provinsi Aceh Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat Provinsi Aceh karena mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian. Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor perkebunan, subsektor perikanan, subsektor peternakan dan subsektor kehutanan. Kontribusi sektor pertanian terhadap perkonomian Provinsi Aceh menempati urutan pertama dari segi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sektor ini juga menyerap hampir setengah dari total tenaga kerja. Hal ini menunjukan pentingnya sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi Aceh. Rencana pembangunan jangka menengah Provinsi Aceh tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 di sektor pertanian sebagai berikut: 1 Meningkatkan produktivitas di seluruh subsektor pertanian dengan penerapan teknologi pertanian. 2 Memasok dan memasarkan penggunaan varietas unggul. 3 Membentuk unit pengolahan hasil panen dengan kapasitas modern yang bertujuan meningkatkan nilai tambah produk pertanian. 4 Membentuk sistem perdagangan komoditi yang tangguh dan berkeadilan yang bertujuan mempertahankan harga jual komoditi di tingkat petani terutama pasca panen raya.
26
5 Peningkatan lahan budidaya pertanian melalui upaya intensifikasi, diversifikasi, optimalisasi indeks penanaman, dan rehabilitasi lahan-lahan yang terlantar. 6 Meningkatkan kualitas pengolahan hasil panen, membentuk sistem kelembagaan petani dan kemitraan usaha. 7 Melakukan perbaikan infrastruktur pertanian terutama jaringan irigasi, jalan usaha tani, saluran tambak, pelabuhan perikanan, dan balai pembibitan atau pembenihan. Lahan pertanian menurut penggunaan terbagi menjadi dua, yaitu lahan pertanian sawah dan lahan pertanian bukan sawah. Lahan pertanian bukan sawah terdiri dari lahan kebun atau tegal, lahan ladang atau huma dan lahan yang sementara belum dimanfaatkan. Secara rata-rata luas lahan pertanian terbagi secara merata, artinya tidak ada lahan yang mendominasi dalam jumlah yang sangat besar. Persentase rata-rata luas lahan kebun atau tegal di Provinsi Aceh dari tahun 1993 hingga 2012 sebesar 32.54 persen, persentase untuk lahan sawah sebesar 25.66 persen, persentase untuk lahan sementara belum dimanfaatkan sebesar 22.18 persen, dan persentase untuk ladang atau huma sebesar 19.63 persen, kondisi ini dapat terlihat pada gambar 10.
Sawah 22.18%
25.66% Kebun/Tegal
19.63% 32.54%
Ladang/Huma Lahan Sementara Belum Dimanfaatkan
Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 10 Rata-rata persentase luas lahan pertanian menurut penggunaan tahun 1993-2012 Sektor pertanian di Provinsi Aceh memiliki potensi yang tinggi untuk tumbuh pesat mengingat kekayaan alam yang dimiliki dan kondisi iklim yang cukup baik. Subsektor pertanian yang menjadi andalan di Provinsi Aceh adalah subsektor tanaman pangan, dimana sebagian besar masyarakatnya bekerja pada subsektor ini. Pada tahun 2011 persentase penduduk desa yang bekerja di subsektor tanaman pangan sebesar 75.10 persen, subsektor perkebunan 19.40 persen, subsektor peternakan 0.30 persen, subsektor perikanan 5.09 persen, dan lainnya 0.12 persen. Berbagai jenis komoditi yang termasuk ke dalam subsektor tanaman pangan antara lain padi, jagung, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, talas dan sebagainya. Komoditi unggulan pada subsektor tanaman pangan di Provinsi Aceh yaitu padi, jagung, dan kedelai. Gambar 11 menunjukan rata-rata produktivitas tanaman padi pada periode tahun 2003 hingga tahun 2012 sebesar 4.34 ton/hektar, kondisi ini masih
27
tergolong rendah karena berada di bawah rata-rata produktivitas padi Indonesia yaitu sebesar 4.80 ton/hektar. Pada komoditi jagung, rata-rata produktivitas dalam periode tahun 2003 hingga tahun 2012 sebesar 3.40 ton/hektar, kondisi ini sama halnya dengan komoditi padi yaitu berada di bawah rata-rata produktivitas Indonesia yaitu sebesar 3.94 ton/hektar, namun untuk komoditi kedelai rata-rata produktivitas Provinsi Aceh berada di atas rata-rata produktivitas Indonesia yaitu 1.35 ton/hektar lebih besar dibandingkan 1.33 ton/hektar.
5
4.34
4.80
4 Ton/Hektar
3.94 3.40
3 2
1.35 1.33
Aceh Indonesia
1 0 Padi Jagung Kedelai Komoditi Unggulan Tanaman Pangan Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 11 Rata-rata produktivitas komoditi unggulan subsektor tanaman pangan tahun 2003-2012 Rendahnya produktivitas pertanian di Provinsi Aceh disebabkan oleh belum maksimalnya pemanfaatan potensi sumberdaya yang tersedia secara efektif dan efisien, disamping itu sarana dan prasarana penunjang juga belum memadai secara optimal, alih teknologi pertanian seperti penggunaan benih bermutu dan sistem kultur teknis belum merata, kelangkaan dan mahalnya sarana produksi seperti pupuk, pestisida dan alat mesin pertanian selain itu adanya serangan hama dan penyakit juga menjadi permasalahan serius dalam produksi pertanian serta penggunaan lahan pertanian yang belum optimal artinya masih banyak terdapat lahan pertanian yang tidak diusahakan. Beberapa hambatan dalam pembangunan sektor pertanian di Provinsi Aceh yaitu tingginya alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian seperti perumahan, pertokoan dan perkantoran. Adanya praktik penebangan hutan liar yang berpotensi meningkatkan frekuensi kekeringan dan banjir yang berujung pada kerusakan sistem irigasi serta erosi tanah sehingga berdampak pada penurunan produktivitas pertanian. Lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani, kurangnya akses petani terhadap permodalan, belum optimalnya kinerja penyuluhan pertanian, belum adanya jaminan pemasaran dan hasil pengolahan, serta rendahnya upaya untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian, selain itu sistem prasarana sumberdaya air seperti sungai, danau, rawa dan bendungan atau waduk masih belum dapat menjangkau ke seluruh wilayah di Provinsi Aceh. Faktor yang memiliki peranan cukup penting untuk menghasilkan ouput pertanian adalah irigasi. Jaringan irigasi merupakan saluran dan bangunan yang
28
Persen
diperlukan untuk pengaturan air irigasi mencakup penyediaan, pengambilan dan pembagian air. Terdapat 2 jenis pengairan dalam suatu lahan yaitu lahan irigasi dan lahan non irigasi. Jenis lahan irigasi terdiri dari: 1 Lahan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. 2 Lahan Irigasi setengah teknis yaitu lahan yang memperoleh irigasi dari irigasi setengah teknis dimana penyediaan dan pembagian air sepenuhnya dapat diatur tetapi yang dapat diukur hanya sebagian. 3 Lahan irigasi sederhana yaitu lahan yang memperoleh pengairan secara sederhana dan dikelola sendiri oleh masyarakat. Sedangkan jenis pengairan lahan non irigasi terdiri dari: 1 Lahan tadah hujan yaitu lahan yang bergantung pada air hujan. 2 Lahan pasang surut yaitu lahan yang pengairannya tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut 3 Lahan lebak yaitu lahan yang pengairannya berasal dari reklamasi rawa lebak. 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
Irigasi Non Irigasi
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)
Gambar 12 Persentase lahan sawah menurut jenis pengairan tahun 2003-2012 Gambar 12 menunjukan persentase lahan sawah dengan sistem irigasi lebih besar dibanding dengan persentase lahan sawah non irigasi. Persentase lahan sawah dengan irigasi tahun 2012 sebesar 69.74 persen lebih besar dibandingkan persentase lahan sawah non irigasi yaitu 30.26 persen. Dalam periode tahun 2003 sampai dengan 2012 persentase lahan sawah dengan irigasi cenderung meningkat sedangkan luas sawah non irigasi cenderung mengalami penurunan. Rata-rata persentase lahan sawah menurut jenis pengairan tahun 2003 sampai dengan 2012 yaitu sebesar 66.01 persen lahan sawah dengan irigasi dan 33.99 persen lahan sawah non irigasi, walaupun secara persentase lahan sawah dengan irigasi lebih besar dibandingkan lahan sawah non irigasi namun tetap diperlukan adanya perbaikan baik secara kuantitas maupun kualitas agar dapat menghasilkan output pertanian secara lebih optimal. Faktor yang tidak kalah penting lainnya sebagai penunjang pada sektor pertanian adalah kondisi infrastruktur jalan. Kondisi jalan yang baik akan mempermudah proses distribusi hasil pertanian. Pada tahun 2011 total panjang jalan kabupaten dan kota di seluruh Provinsi Aceh adalah 13 841.07 km dimana 3
29
165.44 km (22.88 persen) diantaranya berada dalam kondisi baik, dan 5 681.06 (41.05 persen) dalam kondisi sedang selebihnya sebesar 4 994.57 km (36.07 persen) dalam kondisi rusak. Sementara itu bila dilihat dari jenis permukaaannya maka dari 13 841.07 km, sebesar 6 203.57 km (44.82 persen) jalan beraspal, 4 837.42 km (34.95 persen) berpermukaan krikil dan selebihnya sepanjang 2 800.08 km (20.23 persen) masih berpermukaan tanah. Kondisi infrastruktur jalan kabupaten dan kota di Aceh masih tergolong kurang baik, hal ini ditunjukan oleh panjang jalan dengan kondisi rusak lebih besar dibandingkan panjang jalan dengan kondisi baik. Kondisi ini mengakibatkan kurang optimalnya proses distribusi output yang dihasilkan di sektor pertanian sehingga pertumbuhan ekonomi berjalan lambat.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Output Pertanian Fungsi produksi merupakan keterkaitan antara faktor-faktor produksi dengan capaian tingkat produksi yang dihasilkan, di mana faktor produksi sering disebut input dan jumlah produksi sering disebut output. Output merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan. Hasil pendugaan output pertanian ditunjukan pada tabel 4. Tabel 4 Faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian Variabel Intersep Tenaga Kerja Pertanian (TKP) Luas Lahan Pertanian (LHP) Pengeluaran Pertanian (PP) R-Squared = 0.86
Koefisien t-statistik Probabilitas 9.49478 2.34 0.0328** 0.78559 2.82 0.0122** -0.37976 -1.76 0.0980* 0.09212 7.24 0.0001** F-Hitung = 32.32
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata α = 10 persen ** signifikan pada taraf nyata α = 5 persen
Hasil pendugaan menunjukan bahwa output pertanian memiliki nilai R2 sebesar 0.86 yang artinya 86 persen keragaman output pertanian dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel penjelas yang ada dalam model. Semua variabel yaitu tenaga kerja sektor pertanian, luas lahan pertanian, dan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian berpengaruh signifikan terhadap output pertanian. Berdasarkan hasil pendugaan yang ditunjukan pada tabel 4 memperlihatkan tanda parameter yang sesuai dengan yang diharapkan namun terdapat satu variabel yang kurang sesuai yaitu luas lahan pertanian yang berhubungan negatif terhadap output pertanian, artinya jika terjadi penurunan lahan pertanian sebesar 1 persen maka akan meningkatkan output pertanian sebesar 0.37976 persen, ceteris paribus. Kondisi ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang semakin banyak sehingga berdampak pada peningkatan permintaan suatu lahan yang akan digunakan sebagai hunian atau tempat tinggal. Akibat dari peningkatan permintaan lahan untuk tempat tinggal maka akan semakin memperkecil luas lahan untuk pertanian. Peningkatan yang terjadi pada output pertanian bukan
30
hanya dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, namun terdapat faktor-faktor lainnya seperti penggunaan bibit unggul dan penggunaan teknologi modern. Tenaga kerja sektor pertanian berpengaruh positif dan signifikan secara nyata pada taraf 5 persen terhadap output pertanian, artinya jika terjadi kenaikan jumlah pekerja pada sektor pertanian sebesar 1 persen maka akan meningkatkan output pertanian sebesar 0.78559 persen, ceteris paribus. Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat mengandalkan tenaga kerja sebagai faktor produksi utama, sehingga semakin banyak jumlah tenaga kerja di sektor pertanian akan berdampak pada peningkatan output di sektor pertanian. Pengeluaran pemerintah di sektor pertanian berpengaruh positif dan sigfinikan secara nyata pada taraf 5 persen, artinya jika terjadi kenaikan pengeluaran di sektor pertanian sebesar 1 persen maka akan meningkatkan ouput pertanian sebesar 0.09212 persen, ceteris paribus. Pengeluaran yang dikerluarkan oleh pemerintah pada sektor pertanian digunakan untuk perbaikan kondisi sarana dan prasarana pertanian, sehingga dapat mengefisiensikan proses produksi yang berdampak pada peningkatan output pertanian.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang layak. Hak-hak dasar tersebut antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, bebas dari ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Hasil pendugaan kemiskinan ditunjukan pada tabel 5. Tabel 5 Faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan Variabel Intersep Output Pertanian (YP) Jumlah Pengangguran (UN) Upah Minimum Provinsi (UMP) R-Square = 0.60
Koefisien 31.96308 -1.85161 0.67650 0.23455
t-statistik Probabilitas 1.56 0.1380 -1.28 0.2173 2.38 0.0298** 1.21 0.2451 F-Hitung = 8.17
Keterangan: ** signifikan pada taraf nyata α = 5 persen
Hasil pendugaan menunjukan bahwa tingkat kemiskinan memiliki nilai R2 sebesar 0.60 yang artinya 60 persen keragaman tingkat kemiskinan dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel output pertanian, jumlah pengangguran, dan upah minimul provinsi yang terdapat dalam model sisanya sebesar 36 persen dijelaskan di luar model. Hasil pendugaan pada tabel 5 menunjukan variabel output pertanian memiliki tanda parameter yang sesuai yaitu berhubungan negatif yang artinya kenaikan output pertanian akan meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat pedesaan sehingga akan menurunkan jumlah penduduk miskin. Variabel output pertanian tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah penduduk miskin hal ini disebabkan oleh peningkatan yang terjadi pada output pertanian masih tergolong rendah artinya tidak terjadi variasi peningkatan dalam
31
jumlah yang relatif besar sehingga kurang memengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh namun pada kenyataanya produktivitas sektor ini masih tergolong rendah untuk itu perlu adanya upaya yang harus dilakukan pemerintah yang bertujuan meningkatkan produktivitas sektor pertanian seperti optimalisasi penggunaan lahan pertanian, perbaikan sarana irigasi, penggunaan bibit unggul dan alat-alat pertanian modern. Variabel jumlah pengangguran berhubungan positif dan signifikan secara nyata pada taraf 5 persen terhadap jumlah penduduk miskin, artinya jika terjadi peningkatan jumlah pengangguran sebesar 1 persen maka akan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 0.67650 persen, ceteris paribus. Semakin banyak jumlah pengangguran maka berpengaruh pada semakin banyak jumlah penduduk miskin. Hal ini menunjukan bahwa seseorang yang tidak memiliki pekerjaan maka orang tersebut tidak mempunyai penghasilan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yaitu kebutuhan makanan dan minimum, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal. Variabel upah minimum provinsi memiliki tanda parameter yang kurang sesuai dengan tingkat kemiskinan yaitu berhubungan positif, artinya peningkatan upah minimum provinsi akan meningkatkan jumlah penduduk miskin, hal ini dikarenakan peningkatan upah minimum provinsi diikuti oleh peningkatan terhadap harga-harga barang dan jasa (inflasi). Laju peningkatan yang terjadi terhadap harga-harga barang dan jasa lebih besar dari pada laju peningkatan upah minimum provinsi, sehingga peningkatan upah minimum provinsi tidak memengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin melainkan meningkatkan jumlah penduduk miskin.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian dalam suatu wilayah yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Hasil pendugaan pertumbuhan ekonomi ditunjukan pada tabel 6. Tabel 6 Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Variabel Intersep Jumlah Penduduk Miskin (POV) Belanja Pemerintah (EXP) Ekspor (X) R-Square = 0.70
Koefisien 8.81028 -0.27746 0.28124 0.48657
t-statistik Probabilitas 3.77 0.0017** -2.21 0.0422** 2.69 0.0162** 4.30 0.0005** F-Hitung = 12.18
Keterangan: ** signifikan pada taraf nyata α = 5 persen
Hasil pendugaan yang ditunjukan pada tabel 6 memperlihatkan variabel belanja pemerintah dan ekspor memiliki tanda parameter yang sesuai yaitu berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi artinya peningkatan belanja
32
pemerintah dan ekspor akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sedangkan jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi artinya penurunan jumlah penduduk miskin akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hasil pendugaan pertumbuhan ekonomi memiliki nilai R2 sebesar 0.70 yang artinya keragaman pertumbuhan ekonomi yang dapat dijelaskan dengan dengan baik oleh masing-masing variabel penjelas yang terdapat dalam persamaan yaitu sebesar 70 persen. Variabel jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifikan secara nyata pada taraf 5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi yang artinya jika terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 1 persen maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.27746 persen, ceteris paribus. Banyak atau sedikit jumlah penduduk miskin di suatu wilayah menggambarkan kualitas dari sumberdaya manusia tersebut. Jika penduduk miskin di suatu wilayah sedikit maka artinya kualitas sumberdaya manusianya sudah baik sehingga akan meningkatkan aktivitas dalam perekonomian yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Variabel belanja pemerintah berpengaruh positif dan signifikan secara nyata pada taraf 5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi yang artinya jika terjadi peningkatan belanja pemerintah sebesar 1 persen maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.28124 persen, ceteris paribus. Hal ini menunjukan bahwa pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk kepentingan pembangunan seperti pengeluaran untuk perbaikan infrastruktur, pengeluaran di bidang pendidikan dan kesehatan sehingga dari semua perbaikan-perbaikan yang dilakukan pemerintah maka akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Variabel ekspor juga berpengaruh positif dan signifikan secara nyata pada taraf 5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi yang artinya jika terjadi peningkatan ekspor sebesar 1 persen maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.48657 persen, ceteris paribus. Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu wilayah karena ekspor dapat memperbesar kapasitas konsumsi suatu wilayah. Suatu wilayah akan memperoleh keuntungan dari adanya ekspor yang dilakukan sehingga akan meningkatkan pendapatan nasional yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dampak Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pertanian Terhadap Output Pertanian, Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektor pertanian merupakan sektor yang menyumbang peranan terbesar terhadap perekonomian sekaligus merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja di sektor pertanian sebagian besar merupakan penduduk miskin dan bertempat tinggal di pedesaan, sehingga peningkatan output pertanian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan penduduk miskin atau masyarakat pedesaan yang berdampak pada tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu dilakukan sebuah simulasi dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah pada sektor pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan output
33
pertanian dan dapat menurunkan jumlah penduduk miskin serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. Sebelum melakukan simulasi, terlebih dahulu dilakukan validasi model untuk mengetahui daya prediksi model. Model dikatakan cukup valid untuk digunakan dalam simulasi kebijakan apabila memenuhi keseluruhan atau minimal salah satu kriteria sebagai berikut: nilai Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) di bawah 100, Theil’s Inequality (U-Theil’s) mendekati 0, dan koefisien determinasi (R2) mendekati 1. Tabel 7 Nilai validasi variabel endogen pada persamaan simultan Variabel Endogen YP POV PDRB
RMSPE 0.3137 1.4979 0.3982
U-Theil R-Squared 0.0016 0.8684 0.0074 0.5428 0.0020 0.6015
Keterangan: Hasil pengolahan SAS 9.1.3.
Hasil validasi model secara rata-rata sudah memenuhi kriteria. Pada persamaan output pertanian nilai RMSPE sebesar 0.3137 persen, nilai U-Theil 0.0016 dan R2 0.8684. Sedangkan untuk persamaan kemiskinan nilai RMSPE, UTheil dan R2 masing-masing 1.4979 persen, 0.0074 dan 0.5428. Untuk persamaan pertumbuhan ekonomi nilai RMSPE, U-Theil dan R2 masing-masing 0.3982 persen, 0.0020 dan 0.6015. Hasil ini menunjukkan bahwa daya prediksi dari model sudah cukup baik sehingga simulasi kebijakan sudah layak untuk dilakukan. Gambaran lengkap hasil validasi model dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 8 Dampak peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian sebesar 30 % terhadap output pertanian, tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh Variabel Endogen YP POV PDRB
Nilai Dasar 15.8471 13.6271 17.4637
Nilai Simulasi 16.1296 13.1040 17.6088
Persentase Perubahan 1.75 -3.99 0.82
Keterangan: Hasil pengolahan SAS 9.1.3.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian sebesar 30 persen akan berdampak pada peningkatan output pertanian sebesar 1.75 persen dan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan sebesar 3.99 persen serta berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.82 persen. Secara umum hasil simulasi yang dilakukan berdampak baik terhadap perekonomian yaitu meningkatkan output pertanian, menurunkan tingkat kemiskinan yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Gambaran lengkap mengenai hasil simulasi dampak pengeluaran pemerintah di sektor pertanian dapat dilihat pada tabel 8.
34
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1 Lahan kebun merupakan lahan pertanian terbesar di Provinsi Aceh, sedangkan lahan pertanian terkecil yaitu lahan ladang. Komoditi unggulan di Provinsi Aceh pada subsektor tanaman pangan yaitu padi, jagung dan kedelai. Rata-rata Produktivitas subsektor tanaman pangan Provinsi Aceh masih berada di bawah rata-rata produktivitas Indonesia. Kondisi infrastruktur jalan di Provinsi Aceh masih tergolong kurang baik. 2 Dalam model output pertanian, variabel tenaga kerja pertanian dan pengeluaran di sektor pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap output pertanian, sedangkan variabel luas lahan pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap output pertanian. Dalam model kemiskinan, variabel output pertanian berhubungan negatif terhadap kemiskinan namun tidak berpengaruh signifikan sedangkan variabel yang berperngaruh signifikan terhadap kemiskinan adalah jumlah pengangguran. Dalam model pertumbuhan ekonomi, variabel belanja pemerintah dan ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan variabel jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 3 Dengan demikian berdasarkan simulasi yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian sebesar 30 persen maka akan meningkatkan output pertanian sebesar 1.75 persen, menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 3.99 persen, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.82 persen.
Saran Adapun beberapa saran yang direkomendasikan dalam penelitian ini antara lain: 1 Untuk pemerintah Provinsi Aceh, mengingat peran sektor pertanian yang relatif besar baik dilihat dari PDRB sektor pertanian dan penyerapan tenaga kerja serta berdasarkan hasil estimasi maka sebaiknya pemerintah perlu meningkatkan pengeluarannya di sektor pertanian yang diarahkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, perbaikan sarana irigasi dan infrastruktur jalan sehingga berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. 2 Pemerintah Provinsi Aceh juga perlu menciptakan lapangan kerja baru yang berkelanjutan terutama di pedesaan dan di sektor non pertanian yang bertujuan menekan jumlah pengangguran dan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan.
35
DAFTAR PUSTAKA Alene AD. Coulibaly O. 2008. The Impact of Agricultural Research on Productivity and Poverty in Sub-Saharan Africa. Lilongwe, Malawi: International Institute of Tropical Agriculture. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Lahan Menurut Penggunaan Tahun 19932011. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Potensi Desa Provinsi Aceh. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993-2012. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Penggunaan Tahun 1993-2012. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Aceh dalam Angka Tahun 1993-2012. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kondisi Angkatan Kerja Indonesia Tahun 1993-2012. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia Tahun 1993-2012. Jakarta (ID): BPS. Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta (ID): BPFE-UGM. Gujarati D. 1999. Ekonometrika Dasar. Edisi Pertama. Terjemahan oleh Sumarno Zain. Jakarta (ID): Erlangga. Jhingan. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta (ID): Rajawali Pr. Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr. Kementrian Keuangan. 2012. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 1993-2012. http//www.djpk.depkeu.go.id. Kuznets S. 1955. Economic Growth and Income Inequality. The American Economic Review 45: 1-28. Koutsoyiannis A. 1997. Theory of Econometric: An Introduction Exposition of Econometric Methods. London (GB): MacMillan Pr. Lypsey RG, Stainer PD. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi ke Sepuluh. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Mankiw NG. 2006. Makroekonomi. Edisi 6. Alih Bahasa. Jakarta(ID): Erlangga. Muslianti D. 2011. Dampak Kebijakan Fiskal Daerah Terhadap Kemiskinan di Indonesia pada Masa Desentralisasi Fiskal. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pindyck RS, Rubienfield DL. 1991. Econometrics Models and Economic Forecast. Singapore (SG): McGraw-Hill International Edition. Pranadji T. 1995. Wirausaha, kemitraan Dan Pengembangan Agribisnis Secara Berkelanjutan. Analisis CSIS, XIV (5): 332-343. Jakarta (ID): Center of Strategic and International Studies. Purnamadewi YL. 2010. Dampak Perubahan Produktivitas Sektoral Berbasis Investasi Terhadap Disparitas Ekonomi Antar Wilayah Di Indonesia. [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saputra WA. 2011. Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten dan Kota Jawa
36
Tengah. [Skripsi]. Semarang (ID): Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Sinaga BM. 1997. Pendekatan Kuantitatif dalam Agribisnis. Journal of Agricultural and Resource Socio-Economics Institut Pertanian Bogor (ID). 10(1):48-64. Siregar H, Winarti DW. 2006. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Bogor (ID): MB-IPB. Suryawati C. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. JMPK Vol.08/No.03/September/2005. Tarigan R. 2005. Ekonomi Regional. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid 1. Edisi 9. Alih Bahasa. Jakarta (ID): Erlangga.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1 Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi output pertanian The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
YP
Dependent Variable
YP
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
0.297238
0.099079
32.32
<.0001
Error
16
0.049051
0.003066
Corrected Total
19
0.346289
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.05537
R-Square
0.85835
15.84706
Adj R-Sq
0.83179
0.34939
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
9.494783
4.062410
2.34
0.0328
TKP
1
0.785590
0.278109
2.82
0.0122
LHP
1
-0.37976
0.216101
-1.76
0.0980
PP
1
0.092124
0.012720
7.24
<.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.175929 20 0.132801
39
Lampiran 2 Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
POV
Dependent Variable
POV
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
1.139683
0.379894
8.17
0.0016
Error
16
0.744261
0.046516
Corrected Total
19
1.784399
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.21568
R-Square
0.60495
13.62716
Adj R-Sq
0.53087
1.58270
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
31.96308
20.47109
1.56
0.1380
YP
1
-1.85161
1.441738
-1.28
0.2173
UN
1
0.676504
0.283663
2.38
0.0298
UMP
1
0.234554
0.194383
1.21
0.2451
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.615964 20 0.169969
40
Lampiran 3 Hasil pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
PDRB
Dependent Variable
PDRB
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
0.185733
0.061911
12.18
0.0002
Error
16
0.081325
0.005083
Corrected Total
19
0.242727
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.07129
R-Square
0.69548
17.46373
Adj R-Sq
0.63838
0.40824
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
8.810281
2.337204
3.77
0.0017
POV
1
-0.27746
0.125686
-2.21
0.0422
EXP
1
0.281244
0.104619
2.69
0.0162
X
1
0.486577
0.113062
4.30
0.0005
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.126854 20 -0.16939
41
Lampiran 4 Nilai simulasi dasar The SAS System The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation
Descriptive Statistics
Variabel YP POV PDRB
Nobs 20 20 20
N 20 20 20
Actual Std Mean Dev 15.8471 0.1350 13.6272 0.3065 17.4637 0.1130
Predicted Std Mean Dev 15.8471 0.1251 13.6271 0.2641 17.4637 0.1273
Statistics Of Fit
Variabel YP POV PDRB
N 20 20 20
Mean Error 0.00002 -0.00007 -0.00004
Mean % Error 0.0011 0.0169 0.00001
Mean Abs Error 0.0381 0.1551 0.0553
Mean Abs %Error 0.2406 1.1440 0.3163
RMS Error 0.0495 0.2020 0.0695
RMS % Error 0.3137 1.4979 0.3982
R-Square 0.8584 0.5428 0.6015
Theil Forecast Error Statistics
Variabel YP POV PDRB
N 20 20 20
MSE Decomposition Proportions Corr Bias Reg Dist Var MSE (R) (UM) (UR) (UD) (US) 0.0024 0.93 0.00 0.00 1.00 0.04 0.0408 0.75 0.00 0.03 0.97 0.04 0.0048 0.83 0.00 0.22 0.78 0.04
Covar (UC) 0.96 0.96 0.96
Inequality U1 0.0031 0.0148 0.0040
Coef U 0.0016 0.0074 0.0020
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Relative Change Variabel YP POV PDRB
N 19 19 19
MSE 6.576E-06 0.000229 0.000014
MSE Decomposition Proportions Corr Bias Reg Dist Var Covar (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) 0.54 0.03 0.61 0.36 0.21 0.76 0.54 0.00 0.10 0.90 0.04 0.96 0.69 0.01 0.24 0.75 0.01 0.98
Inequality U1 0.9819 0.8758 0.8275
Coef U 0.4318 0.4786 0.3929
42
Lampiran 5 Nilai simulasi The SAS System The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation
Descriptive Statistics
Variabel YP POV PDRB
Nobs 20 20 20
Actual Std Mean Dev 15.8471 0.1350 13.6272 0.3065 17.4637 0.1130
N 20 20 20
Predicted Std Mean Dev 16.1296 0.1754 13.1040 0.2058 17.6088 0.1119
Statistics Of Fit
Variabel YP POV PDRB
N 20 20 20
Mean Error 0.2825 -0.5232 0.1451
Mean % Error 1.7817 -3.8146 0.8319
Mean Abs Error 0.2825 0.5280 0.1451
Mean Abs %Error 1.7817 3.8515 0.8319
RMS Error 0.2913 0.5676 0.1634
RMS % Error 1.8357 4.1263 0.9372
R-Square -3.901 -2.611 -1.199
Theil Forecast Error Statistics
Variabel YP POV PDRB
N 20 20 20
MSE Decomposition Proportions Corr Bias Reg Dist Var MSE (R) (UM) (UR) (UD) (US) 0.0849 0.92 0.94 0.03 0.03 0.02 0.3221 0.68 0.85 0.00 0.15 0.03 0.0267 0.77 0.79 0.02 0.19 0.00
Covar (UC) 0.04 0.12 0.21
Inequality U1 0.0184 0.0416 0.0094
Coef U 0.0091 0.0212 0.0047
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Relative Change Variabel YP POV PDRB
N 19 19 19
MSE 0.00033 0.00173 0.00008
MSE Decomposition Proportions Corr Bias Reg Dist Var Covar (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) 0.26 0.94 0.05 0.01 0.02 0.04 0.53 0.85 0.03 0.12 0.00 0.15 0.65 0.78 0.08 0.14 0.01 0.21
Inequality U1 6.9531 2.4081 2.0164
Coef U 0.8032 0.7334 0.6566
43
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Andrian Tri Sasongko lahir di Jakarta pada tanggal 7 Juli 1991. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Basiran dan Ibu Hj. Djumiati, S.Pd. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1997 sampai dengan 2003 di SD Negeri Cipinang Melayu 10 Pagi. Selanjutnya penulis meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama pada tahun 2003 sampai dengan 2006 di SMP Negeri 51 Jakarta. Selanjutnya penulis meneruskan ke pendidikan menengah umum pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 di SMA Negeri 67 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten responsi Ekonomi Umum TPB pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013. Penulis pernah menjadi tim pengajar dalam Economics Study Club HIPOTESA tahun 2012. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan HIPOTEX-R ke-6, HIPOTEX-R ke-7, dan OMI tahun 2011. Penulis juga aktif dalam mengikuti lomba SPORTAKULER FEM IPB dengan prestasi yang diraih adalah Juara II cabang olahraga badminton tahun 2011 dan juara III cabang olahraga badminton tahun 2012. Mulai dari semester empat penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).