ANALISIS BRAND EQUITY BEBERAPA MEREK WAFER PADA REMAJA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS (Kasus : Siswa di Beberapa SMA Negeri Kota Bogor)
Oleh : HARRITZ DERMAWAN A14104108
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
1
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan pangan untuk
energi menjadi kebutuhan yang utama selain sandang dan papan. Pangan sebagai sumber energi berguna untuk menjalankan aktivitas keseharian. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas keseharian, maka kebutuhan akan energi semakin meningkat pula. Hal ini dapat dilihat dari pengeluaran untuk makanan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2006, pengeluaran rumah tangga per kapita untuk makanan jauh lebih besar daripada bukan makanan. Pengeluaran rumah tangga untuk makanan sebesar 53,01 persen sedangkan untuk bukan makanan sebesar 46,99 persen. Persentase ini lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang sebesar 51,37 persen untuk makanan dan 48,63 persen untuk bukan makanan1 Pangan dapat diperoleh bukan hanya dari makanan jadi namun juga dari makanan olahan. Namun seiring dengan perubahan gaya hidup dan aktivitas yang meningkat menyebabkan pola makan masyarakat berubah menjadi lebih praktis. Pangan
olahan
menjadi
alternatif
dalam
pemilihan
makanan
karena
kepraktisannya dalam mengkonsumsi. Kondisi ini didukung oleh semakin tingginya pertumbuhan industri pengolahan makanan di Indonesia pada tahun 2007. Pertumbuhan industri makanan bersama minuman serta tembakau merupakan kedua terbesar setelah industri kertas dan barang cetakan lainnya. Pertumbuhan tersebut diikuti sektor lainnya seperti industri alat angkut, mesin dan 1
Percentage of Monthly Average per Capita Expenditure by Commodity Group Indonesia, 19992006. www.bps.go.id/sector/consumpexp/tables.19 Maret 2008
2
peralatannya; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; industri semen dan barang galian bukan logam; dan industri lainnya. Laju pertumbuhan industri pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Tahun 2005-2007 Lapangan Usaha INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas 1. Pengilangan Minyak Bumi 2. Gas Alam Cair b. Industri Non Migas 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 2. Tekstil, Brg.kulit, & Alas kaki 3. Brg.Kayu & Hasil Hutan Lainnya 4. Kertas dan Barang Cetakan 5. Pupuk, Kimia & Barang dari Karet 6. Semen & Brg.Galian bukan logam 7. Logam Dasar Besi & Baja 8. Alat angk., mesin & peralatannya 9. Barang lainnya PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) PDB TANPA MIGAS
2005 4.57 -5.94 -5.00 -6.66 5.86 2.75 1.31 -0.92 2.39 8.77 3.81 -3.70 12.38 2.61 5.68 6.57
Pertumbuhan (persen) 2006 2007 (sem I) 4.63 5.43 -1.22 0.77 -0.97 -0.41 -1.41 1.70 5.27 5.92 7.22 8.16 1.23 -1.53 -0.66 -2.01 2.09 10.78 4.48 6.96 0.53 5.60 4.73 1.08 7.55 7.16 3.62 -0.04 5.48 6.13 6.09 6.71
Sumber : BPS diolah Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian (Pusdatin Depperin) 2007
Berdasarkan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), industri makanan, minuman dan tembakau menempati urutan pertama yang mencapai 29,33 persen dari total PDB sektor industri pengolahan non migas. Sedangkan industri alat angkut, mesin dan peralatannya menempati urutan kedua dengan kontribusi sebesar 28,99 persen. Kemudian disusul industri pupuk, kimia dan barang dari karet 12,65 persen dan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki 11,02 persen. Sedangkan sektor industri lainnya memberikan kontribusi kurang dari 10 persen terhadap industri pengolahan non migas (Departemen Perindustrian, 2007).
3
Salah satu bisnis makanan olahan yang mempunyai potensi untuk terus berkembang adalah industri biskuit. Pasar biskuit adalah salah satu pasar yang memiliki daya tarik besar. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, pasarnya yang besar yaitu dengan jumlah penduduk sebesar 230 juta jiwa dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap biskuit yang hampir 100 persen baik di perkotaan maupun pedesaan, tidak mengherankan kalau nilai pasarnya bisa mencapai lebih dari Rp 5 triliun. Kedua, pasar ini juga bertumbuh terus dengan tingkat pertumbuhan sekitar 10 persen. Ini bisa terjadi oleh karena biskuit sudah menjadi snack yang populer, sebagai pengganti nasi saat lapar dan sekaligus juga sebagai makanan saat berkumpul maupun saat melakukan aktivitas di luar rumah. Selain itu kebiasaan masyarakat Indonesia untuk memberikan hadiah dalam bentuk biskuit saat merayakan Hari Raya atau saat mengunjungi teman/sanak keluarga yang sakit, menjadikan pasar biskuit berkembang. Daya tarik ketiga dari pasar ini adalah sumber diferensiasinya yang besar, yaitu tingkat inovasi dari produk ini sangat terbuka. Produsen dapat melakukan diferensiasi dengan meluncurkan produk baru dengan rasa baru, tekstur baru maupun dengan kemasan baru sehingga tidak mengherankan bila setiap tahun, puluhan atau ratusan jenis biskuit baru diluncurkan di pasar.2 Data Departemen Perdagangan menunjukkan total nilai produksi biskuit di Indonesia mengalami peningkatan pada periode 2001-2005. Tahun 2001 nilai produksi biskuit adalah sebesar 156.351 ton dan meningkat menjadi 231.685 ton pada tahun 2005 atau naik sebesar 48,18 persen. Peningkatan yang signifikan juga
2
Tango memang Enak! .www.businessreview.co.id. 25 Februari 2008
4
terjadi pada tahun 2005 sebesar 27,45 persen dari tahun sebelumnya. Perkembangan produksi biskuit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Produksi Biskuit di Indonesia Tahun 2001-2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Produksi (ton) 156.351 165.753 178.650 181.785 231.685
Kenaikan ( %) 6,01 7,78 1,75 27,45
Sumber : Departemen Perdagangan (Depdag), 2006
Selain untuk memenuhi kebutuhan biskuit pasar domestik, produsen nasional juga telah menembus pasar luar negeri. Secara umum, nilai perdagangan ekspor-impor biskuit nasional pada periode tahun 2001-2005 mengalami surplus perdagangan. Pada tahun 2001 surplus perdagangan sebesar 28,22 juta US dollar. Meski terjadi penurunan pada tahun 2002, yaitu sebesar 17,09 persen, peningkatan kembali terjadi pada tahun berikutnya. Tahun 2003 nilai ekspor impor biskuit nasional mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 92,39 persen. Tahun 2004 peningkatan sebesar 8,49 persen dan tahun tahun 2005 kembali peningkatan yang cukup besar yakni sebesar 38,74 persen. Tabel 3. Perkembangan Ekspor-Impor Biskuit di Indonesia Tahun 20012005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Ekspor Berat (kg) Nilai (US$) 22.853.857 32.263.415 23.840.036 27.575.364 52.758.550 49.023.218 45.831.925 57.374.612 47.596.065 76.691.297
Impor Berat (kg) Nilai (US$) 2.873.820 4.046.083 2.394.386 4.179.824 2.729.338 4.012.275 6.692.616 8.538.263 7.850.473 8.936.533
Surplus (US$) 28.217.332 23.395.540 45.010.943 48.836.349 67.754.764
Laju Surplus ( %) -17,09 92,39 8,49 38,74
Sumber : Depdag, 2006
Pasar biskuit sendiri sebenarnya terdiri dari berbagai sub-kategori seperti wafer, crackers, cookies, biskuit keras dan lain-lain. Wafer termasuk salah satu jenis biskuit yang memiliki pasar yang besar atau sekitar 25 persen dari total pasar
5
biskuit. Menurut sumber Majalah SWA, total pasar bisnis wafer di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 1,5-2 triliun. Sementara itu, seiring dengan kebutuhan masyarakat akan pangan yang semakin tinggi banyak produsen yang muncul menawarkan produk-produknya. Produk yang ditawarkan tidak lagi sangat umum yaitu satu produk bisa untuk semua orang, namun juga sangat bervariasi. Seperti halnya pada produk susu, ditemukan dengan berbagai variasi tambahan vitamin dan mineral. Susu juga bukan hanya untuk anak-anak tapi juga tersedia susu untuk ibu hamil dan susu untuk lanjut usia. Selain itu juga ditemukan susu dengan tambahan berbagai aroma. Begitu juga halnya pada produk-produk makanan olahan lainnya. Laporan United State Department of Agriculture (USDA) menyebutkan pascakrisis ekonomi di Indonesia industri makanan olahan mendapat kenyataan adanya
perubahan
profil
konsumen.
Mereka
adalah
masyarakat
yang
menginginkan kepuasan yang lebih, kritis, dan berpendidikan. Konsumen ini mulai mengenal produk-produk fortifikasi, seperti susu, biskuit, es krim yang ditambahi vitamin dan mineral. Perubahan keinginan konsumen itu bukan hanya karena bertambahnya pengetahuan sebagian konsumen setelah mereka hidup, bersekolah, dan bekerja di luar negeri. Mereka memiliki pengetahuan yang baru berkat media yang diakui berperan penting dalam "mengedukasi" konsumen. Akibatnya saat ini banyak dilakukan riset-riset yang mengarah pada inovasi produk dengan segmentasi dan target konsumen yang sangat tajam seperti segmentasi berdasar umur dan juga targetted product. 3
3
Maryoto, Andreas. Industri Makanan dan Profil Konsumen Setelah Krisis Ekonomi. www.kompas.co.id. 25 Februari 2008.
6
Salah satu segmentasi yang banyak diburu produsen saat ini adalah konsumen remaja. Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja dan pola tersebut akan mempengaruhi pola konsumsinya di masa mendatang. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Jumlah populasi kalangan remaja menurut data Statistik Indonesia 2005 sebesar 40,41 juta jiwa dan diproyeksikan akan meningkat sebesar 1,08 persen pada tahun 2009. Jumlah ini merupakan sasaran dari pemasaran berbagai barang dan jasa, tidak terkecuali industri makanan olahan seperti wafer. Wafer merupakan produk makanan ringan kategori biskuit. Wafer biasanya dikonsumsi di waktu senggang, ketika beristirahat, maupun disaat diskusi ataupun rapat. Wafer cocok dikonsumsi pada segala usia mulai dari anakanak, dewasa hingga orangtua. Namun, saat ini wafer tersedia berbagai macam jenis sesuai segmen umur mulai untuk anak-anak, remaja hingga dewasa. Hal itulah yang dilakukan produsen wafer seperti Grup Orang Tua dan Garudafood. Grup Orang Tua merupakan pemain lama yang mendominasi di bisnis wafer dengan produk andalannnya Tango, sedangkan Garudafood merupakan produsen pendatang baru dengan produknya Gery. Produsen lain yang cukup besar berkecimpung di bisnis ini adalah Nabisco, Mayora dan Nissin. Beberapa produsen besar biskuit dan turunannya dapat dilihat pada Tabel 4.
7
Tabel 4. Beberapa Produsen Biskuit dan Turunannya Produsen PT. Garudafood PutraPutri Indonesia PT. Ultra Prima Abadi PT. Arnott’s Indonesia PT. Interbis Sejahtera Food Industry PT. Khong Guan Biskuit Factory PT. Mayora Indah PT. Nabisco Foods PT.Nissin Biskuit Indonesia PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia
Produksi
Alamat
biskuit, wafer
Gresik, Jawa Timur
wafer, crackers biskuit, cookies
Karawang, Jawa Barat Bekasi, Jakarta
biskuit, wafer
Palembang, Sumsel
biskuit, wafer
Jakarta Timur
biskuit, wafer biskuit, wafer
Tangerang, Banten Bekasi, Jakarta
biskuit, wafer
Semarang, Jawa Tengah
wafer
Bandung, Jawa barat
Sumber : BPS, 2007.
Berbagai produsen biskuit dan wafer tersebut tentunya akan meramaikan pasar biskuit dan akan meningkatkan persaingan antara satu dengan yang lainnya. Untuk memenangi persaingan salah satunya adalah dengan meningkatkan ekuitas merek. Produsen yang memiliki ekuitas merek terkuat akan menambah nilai bagi produsen itu sendiri dan juga konsumennya.
1.2.
Perumusan masalah Wafer Tango sudah cukup lama beredar di masyarakat yakni mulai tahun
1993. Dari awal perjalanannya, PT Ultra Prima Abadi (UPA) selaku produsen Tango memang mensegmen produk ini pada kalangan muda hingga orang dewasa. Produsen ini sudah banyak menerapkan strategi pemasaran seperti menciptakan produk dengan banyak varian rasa yaitu strawberry, coklat, vanilla, kurma madu dan tiramisu. Selain itu, sebagai differensiasi Tango dikemas dalam kemasan mini dan dapat sekali gigit. Dalam pendistribusiannya, Tango didukung jaringan distribusi PT Artha Boga Cemerlang (anak perusahaan dari Grup Orang
8
Tua) sehingga mampu memenetrasi pasar dengan sangat mendalam dan dalam waktu singkat produk Tango sudah menyebar di seluruh penjuru Tanah Air. Tango juga menjadikan berbagai event remaja sebagai sponsor utama seperti event Indonesian Idol. Strategi ini menyebabkan Tango meraih 75 persen pangsa pasar wafer di Indonesia dan berproduksi pada kapasitas penuh yakni 1.500 ton/bulan.4 Namun pada tahun 2001, dominasi Tango mulai terganggu. Produsen baru yaitu Garudafood dengan produk andalannya Gery mengancam posisi Tango di pasar. Gery memang di segmen untuk kalangan anak-anak dan remaja. Segmen yang diambil oleh Gery ini tentunya akan menghadapi persaingan yang kuat dari Tango yang juga mengincar segmen remaja hingga dewasa. Namun produsen Gery telah menerapkan strategi yang yang tepat yaitu menawarkan produk lebih murah dan mengemas wafer dengan ukuran yang sama dengan Tango. Terbukti pada
tahun
pertama
setelah
produk
dikeluarkan
(2001-2002),
angka
pertumbuhannya mencapai 179 persen; tahun 2003, tumbuh 300 persen; tahun 2004, tumbuh 60 persen; tahun 2005, tumbuh 60 persen; dan tahun 2006, tumbuh 50 persen.5 Tahun 2007, Gery mendapat penghargaan Indonesian Best Brand Award (IBBA) dengan predikat Golden Brand pada
kategori wafer coating
coklat. Garudafood juga telah mengeluarkan biaya cukup besar pada komunikasi pemasaran untuk mempromosikan produknya di berbagai media. Berdasarkan pantauan Nielsen Media Reseach, selama Januari 2006-Juni 2007, Garudafood sudah mengeluarkan tidak kurang dari Rp 116,18 miliar untuk komunikasi
4 5
Hidayat, Taufik dan Dyah H. Palupi. Gery vs Tango berebut pasar wafer Rp 2 Triliun. www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.7 Februari 2008. Hidayat, Taufik dan Dyah H. Palupi. Gery vs Tango berebut pasar wafer Rp 2 Triliun. www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.7 Februari 2008.
9
pemasaran tersebut. Angka tersebut sedikit lebih besar dibandingkan jumlah yang dikeluarkan Grup Orang Tua khusus untuk Tango, yaitu Rp 112,77 miliar. Langkah yang dilakukan Gery tersebut tentunya akan mengancam keberadaan wafer Tango di pasaran khususnya pada konsumen remaja yaitu penurunan penjualan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara oleh sumber Majalah Swa terhadap beberapa supermarket, grosiran hingga warung-warung di Jakarta yang menjual merek Tango dan Gery, menyatakan bahwa beberapa tahun lalu Tango memang mendominasi penjualan wafer di tokonya. Namun sejak Gery hadir, penjualan Tango berkurang drastis. Adanya fenomena tersebut menurut informasi yang diperoleh baik dari konsumen maupun penjual, disebabkan oleh karena harga Gery yang lebih murah dan sering mengadakan program promosi yang diadakan di toko. Selain itu keberadaan pemain lain yaitu Nabisco dan Nabati juga tidak dapat diabaikan. Produsen-produsen tersebut kini juga mengikuti jejak Grup Orang Tua dan Garudafood dengan mengincar segmen yang lebih sempit. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti di kantin-kantin sekolah, warung dan swalayan di kota Bogor, terdapat merek Richeese dan Oreo Wafer yang memang sengaja disegmen untuk remaja. Produk Richeese dan Oreo wafer dikemas dalam kemasan kecil dengan harga yang terjangkau bagi remaja. Dengan banyaknya produsen tersebut tentunya akan meramaikan pasar biskuit khususnya wafer, sehingga alternatif konsumen remaja akan wafer juga banyak. Disini pilihan konsumen sangat tergantung pada merek. Merek merupakan salah satu kekuatan perusahaan terbesar sekaligus aset perusahaan yang sangat tinggi nilainya. Sebagai aset yang tidak kasat mata (Intangible Asset),