ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI
Oleh :
TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN TANTRI DEWI PUTRIYANA. Analisis Biaya dan Profitabilitas Produksi Roti pada Bella Bakery di Pondok Gede, Bekasi. Di bawah bimbingan RATNA WINANDI. Saat ini, usahatani terkait erat dengan sektor industri pengolahan. Kegiatan industri pengolahan sangat menentukan kegiatan usahatani. Industri yang seharusnya dikembangkan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian adalah industri-industri yang mengolah hasil-hasil pertanian primer menjadi produk olahan, yakni agroindustri. Agroindustri dilakukan oleh beberapa pelaku, yaitu usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Salah satu kegiatan agribisnis atau agroindustri yang menopang perekonomian saat ini adalah kegiatan pengolahan hasil pertanian oleh Usaha Kecil Menengah (UKM). Eksistensi UKM akan semakin kuat dan kokoh pada masa yang sangat panjang. Salah satu industri pengolahan yang berkembang adalah usaha pengolahan tepung terigu menjadi roti atau biasa disebut Bakery. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah produksi roti di Indonesia dari tahun ke tahun. Bella Bakery merupakan salah satu usaha Bakery yang bertumbuh dan berkembang di Kota Bekasi. Selama operasional usahanya, Bella Bakery juga mengalami beberapa kendala, terutama pada peningkatan struktur biaya produksi sebagai akibat dari meningkatnya harga bahan baku utama, yaitu tepung terigu. Peningkatan biaya produksi tersebut berpengaruh pada tingkat penerimaan dan profitabilitas yang dicapai perusahaan. Oleh karena itu, penulis mengkaji beberapa hal yang berkaitan dengan struktur biaya yang terdapat pada perusahaan untuk menganalisis profitabilitas yang dicapai perusahaan. Tujuan dari penulisan ini adalah 1) Mengevaluasi harga pokok produk yang terjadi sebagai acuan penentuan harga jual selama periode 2005-2007 dan menganalisis pengaruhnya pada marjin yang didapat untuk setiap individu produk, serta sejauhmana kenaikan harga bahan baku mempengaruhi harga pokok produk, 2) Menganalisis tingkat profitabilitas yang didapat Bella Bakery selama periode 2005-2007 dan pengaruh kenaikan harga input terhadap tingkat profitabilitas yang diperoleh. Penelitian dilaksanakan di Bella Bakery yang berlokasi di Jalan Masjid 1, Jati Waringin, Bekasi. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan, mulai dari bulan April sampai Mei 2008. Metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produk adalah metode full costing. Metode ini dipilih karena memperhitungkan semua unsur biaya produksi dan non produksi ke dalam harga pokok produk. Data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan data diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator dan program Microsoft Excel. Analisis dilakukan pada perhitungan harga pokok produk dengan metode full costing, titik impas atau BEP (break event point), profitabilitas. Penyusutan dihitung dengan metode garis lurus. Proporsi masing-masing produk dihitung dengan metode nilai pasar. Produk yang diteliti pada penelitian ini hanya roti tawar dan roti manis karena produk yang diproduksi perusahaan memiliki variasi yang banyak sehingga dipilih produk yang memiliki nilai penjualan yang terbesar. Biaya
investasi merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan bangunan, mesin, dan peralatan produksi, serta kendaraan. Biaya investasi selama 2005-2007 masing-masing sebesar Rp 33.256.667, Rp 34.174.167, dan Rp 34.299.792. Biaya ini mengalami peningkatan karena adanya pengadaan investasi kembali oleh perusahaan selama periode 2005-2007. Reinvestasi dilakukan untuk menunjang dan memperlancar aktivitas operasional perusahaan. Biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja administrasi dan umum, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya telepon, biaya agen, dan biaya umum. Biaya tetap secara keseluruhan selama tahun 2005-2007 mengalami peningkatan, yaitu Rp 55.840.626, Rp 67.095.939, dan Rp 73.908.815. Hal ini dikarenakan bertambahnya peralatan dan mesin yang digunakan serta naiknya biaya telepon dari tahun ke tahun. Namun, peningkatan tahun 2006 lebih besar dibandingkan tahun 2007 karena perusahaan berusaha untuk menekan biaya tetap untuk efisiensi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya listrik, upah tenaga kerja langsung, dan biaya kemasan. Komponen biaya variabel yang terbesar adalah biaya bahan baku yang setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup besar. Pada periode tahun 2005-2007 biaya bahan baku berturut-turut berkontribusi sebesar 75,35 persen, 71,33 persen, dan 72,98 persen. Kontribusi tahun 2005 dan 2007 menunjukkan nilai yang tinggi karena peningkatan harga bahan baku yang tinggi. Penurunan kontribusi biaya bahan baku pada tahun 2006 disebabkan karena perusahaan membuat strategi dalam pembelian merek bahan baku. Perusahaan menggunakan dua merek tepung terigu yang penggunaannya dicampur seperti yang telah dijelaskan sebelumnya untuk menjangkau harga tepung yang semakin tinggi. Harga pokok produk roti tawar dan roti manis mengalami peningkatan selama periode 2005-2007. Peningkatan biaya bahan baku meningkatkan pula harga pokok produk sehingga perusahaan harus mengantisipasinya dengan meningkatkan harga jual. Harga jual yang ditetapkan perusahaan telah dapat dikatakan tepat karena terdapat marjin antara harga pokok produk dan harga jual. Jika harga jual tidak dinaikkan maka marjin yang akan perusahaan akan turun. Namun masih terdapat marjin yang menurun dari tahun sebelumnya karena peningkatan harga jualnya rendah. Selama periode 2005-2007, Bella Bakery memproduksi roti tawar dan roti manis di atas titik impasnya walaupun perkembangan titik impas selama periode tersebut menunjukkan bahwa selisih antara realisasi produksi dengan produksi pada titik impas terjadi fluktuasi. Hal ini berarti perusahaan telah mampu melakukan produksi di atas titik impas yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Nilai MOS untuk kedua produk benilai cukup besar sehingga batas toleransi penurunan produksi juga besar. Perusahaan juga mempunyai hasil penjualan yang tinggi untuk menutupi biaya tetap dan variabel yang ditunjukkan dengan nilai MIR yang besar. Kemampuan Bella Bakery dalam menghasilkan laba juga ditunjukkan oleh nilai profitabilitas yang positif selama periode 20052007. Tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan, volume penjualan, dan harga jual. Kenaikan harga bahan baku berpengaruh pada penurunan tingkat profitabilitas yang didapat tetapi Bella Bakery dapat mengantisipasi dengan penggantian beberapa merek bahan baku
yang lebih murah dan peningkatan harga jual. Namun, secara keseluruhan tingkat profitabilitas Bella bakery masih tergolong besar nilainya. Saran yang dapat diajukan adalah (1) Bella Bakery sebaiknya tidak meningkatkan harga jual karena keuntungan yang didapat cukup besar sehingga daya beli masyarakat dapat dijangkau, (2) Penentuan harga jual sebaiknya didasarkan pada harga pokok produk yang terjadi agar biaya yang dikeluarkan untuk produksi dapat tertutupi, (3) Bella Bakery sebaiknya meningkatkan jumlah agen pemasaran untuk menjangkau potensi pasar di wilayah lain dan meningkatkan permintaan, dan (4) Inovasi produk sebaiknya dilakukan seiring perubahan selera konsumen dan sebagai strategi untuk bersaing dengan pesaing.
ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI
Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Nama NRP
: Analisis Biaya dan Profitabilitas Produksi Roti pada Bella Bakery di Pondok Gede, Bekasi : Tantri Dewi Putriyana : A14104105
Menyetujui Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP 130 687 506
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI” ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN
TINGGI
MANAPUN.
SUMBER
INFORMASI
YANG
BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Juni 2008
Tantri Dewi Putriyana NRP A14104105
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 8 September 1986 sebagai putri pertama dari pasangan Mulyono (Alm.) dan Purwanti. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah di TK Islam Al Marjan Pondok Gede tahun 1992, SD Angkasa IX Halim PK tahun 1998, SLTP Negeri 81 Jakarta tahun 2001, dan SMA Negeri 48 Jakarta tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi, di antaranya adalah anggota Koperasi Mahasiswa IPB tahun 2005, dan MISETA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian ) sebagai Sekretaris Departemen Bisnis dan Kewirausahaan tahun 2007. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan acara, seperti Masa Perkenalan Kampus, Fakultas, dan Departemen, serta ACTION (Agriculture Seminar and Writing Competition) tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya, Skripsi yang berjudul Analisis Biaya dan Profitabilitas Produksi Roti pada Bella Bakery di Pondok Gede, Bekasi dapat terselesaikan. Skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian yang merupakan syarat dari kelulusan. Skripsi ini mengkaji dan menganalisis biaya dan profitabilitas usaha Bella Bakery pada produksi roti tawar dan roti manis selama tiga tahun terakhir. Hal ini dilakukan berkaitan dengan meningkatnya harga bahan baku yang digunakan. Penelitian ini bertempat di Bella Bakery yang merupakan UKM yang mengolah tepung terigu menjadi roti. Bella Bakery mengalami kenaikan biaya produksi setiap tahunnya yang berpengaruh pada laba. Oleh karena itu, perhitungan tingkat profitabilitas akan dilakukan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh kenaikan harga bahan baku. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan suatu kontribusi dan masukan yang baik untuk Bella Bakery maupun masyarakat luas. Penulis mengucapkan terimakasih pada seluruh pihak yang telah membantu penulisan ini.
Bogor, Juni 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan hidayah-Nya. Dengan segala kerendahan hati, melalui tulisan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Kedua orangtua penulis, atas kasih sayang, cinta, dukungan, nasehat, pengalaman, pelajaran, dan doa yang tiada henti diberikan kepada penulis. Skripsi ini merupakan salah satu tanda cinta, bakti, dan terimakasih penulis kepada orangtua.
2.
Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan, dan pengalamannya serta waktu yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
3.
Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS, selaku dosen penguji utama yang telah berkenan meluangkan waktu serta memberikan saran dan masukan demi perbaikan skripsi ini.
4.
Ibu Tintin Sarianti, SP, selaku dosen penguji dari Wakil Komisi Pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis.
5.
Adikku, Galuh Hayu Kinasih dan Gaizka Sekar Kanaya, atas kasih sayang, keceriaan, semangat, dan dukungan kepada penulis selama ini. Keluarga besar Jogja (Mbah Kakung dan Putri, Om Dwi, Om Tri, dan Mba Nining) atas kasih sayang, dan perhatiannya.
6.
Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu penulis.
7.
Bapak Supardi, pemilik Bella Bakery yang telah berkenan menyediakan tempat penelitian dan meluangkan waktunya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Bapak Karwanto, karyawan Bella Bakery yang telah berkenan membantu dan meluangkan waktu bagi penulis dalam pengambilan data, serta kepada karyawan Bella Bakery atas dukungan dan motivasinya.
8.
Nung, Pretty, Fanny, Widy, Agnes, Tere, Uci, Sastro, dan Rani, terima kasih atas persahabatan dan pembelajaran yang indah selama empat tahun ini.
9.
Nunu, Mamieq, Ragil, Evan, Yudhi, Randi, Krishna, Dika, Nanien, Gery, Aliy, Nurani, Sriwel, Tutik, Arisman, Ipung, Iwan, Bekem, Opik, dan seluruh mahasiswa Manajemen Agribisnis 41 atas persahabatan dan bantuannya bagi penulis selama perkuliahan.
10. Keluarga Besar Bapak dan Ibu Cris, Bapak dan Ibu Sis, Pak Hery dan Ibu Leny, Om Bowo dan Tante Iis, atas keberadaannya menjadi keluarga kedua bagi penulis. 11. Keluarga Om dan Tante Dariyo, Dini, dan Yuda, serta Mungil, Putu, Tika, Tata, vemmy, dan Veny atas persaudaraan dan bantuannya selama ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... vi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1.2 Perumusan Masalah.......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian......................................................................... 1.5 Batasan Penelitian............................................................................
1 8 11 12 12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Roti...................................................................................... 2.2 Sejarah dan Perkembangan Roti....................................................... 2.3 Bahan Penyusun Roti....................................................................... 2.4 Proses Pembuatan Roti..................................................................... 2.5 Jenis-jenis Roti.................................................................................. 2.6 Pengembangan dan Pemasaran Roti................................................. 2.7 Definisi UKM................................................................................... 2.8 Karakteristik UKM........................................................................... 2.9 Keunggulan dan Kelemahan Usaha Kecil........................................ 2.10 Penelitian Terdahulu.......................................................................
13 14 15 16 18 19 19 23 23 24
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis........................................................... 3.1.1 Konsep Biaya.......................................................................... 3.1.2 Konsep Harga Pokok.............................................................. 3.1.3 Analisis Titik Impas (Break Event Point)............................... 3.1.4 Analisis Profitabilitas.............................................................. 3.1.5 Penyusutan Aktiva.................................................................. 3.1.6 Penentuan Proporsi Biaya Bersama........................................ 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional....................................................
28 28 30 34 38 40 41 43
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data.................................................................... 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data........................................... 4.3.1 Metode Penyusutan Garis Lurus............................................ 4.3.2 Metode Nilai Pasar................................................................. 4.3.3 Metode Full Costing.............................................................. 4.3.4 Perhitungan Harga Pokok Produksi....................................... 4.3.5 Analisis Titik Impas (Break Event Point) ............................ 4.3.6 Analisis Profitabilitas.............................................................
46 46 47 48 48 49 49 50 51
4.4 Definisi Operasional........................................................................
51
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan............................................ 5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan................................................... 5.3 Struktur Organisasi........................................................................... 5.4 Aktivitas Perusahaan........................................................................ 5.4.1 Pembelian Bahan Baku............................................................ 5.4.2 Produksi................................................................................... 5.4.3 Pemasaran................................................................................ 5.4.4 Sumberdaya Manusia............................................................... 5.4.5 Keuangan.................................................................................
54 55 56 57 58 58 60 61 61
VI. PEMBAHASAN DAN HASIL 6.1 Struktur Biaya................................................................................. 6.1.1 Biaya Investasi....................................................................... 6.1.2 Biaya Tetap dan Biaya Variabel............................................. 6.2 Analisis Penerimaan Bella Bakery.................................................. 6.2.1 Analisis Harga Pokok............................................................. 6.2.2 Analisis Titik Impas................................................................ 6.2.3 Analisis Profitabilitas..............................................................
63 63 64 71 71 75 78
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan.................................................................................... 7.2 Saran..............................................................................................
82 83
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
84
LAMPIRAN................................................................................................
86
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Perkembangan Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2005-2006.................................................................................. 4 2. Pertumbuhan Beberapa Sektor Ekonomi UKM Tahun 2006...............
5
3. Jumlah dan Nilai Produksi Roti Manis dan Roti Tawar di Indonesia Tahun 2000-2004..………...............................................
7
4. Persentase Perbandingan Zat Gizi dari Tiga Jenis Bahan Pangan Utama..............................................……………………….…............
8
5. Batasan dan Kriteria Usaha Kecil Menengah..………........................
22
6. Jenis dan Sumber Data Penelitian………...…..........………..............
47
7. Jenis Roti Bella Bakery dan Daftar Harga Tahun 2008……..............
59
8. Komponen Biaya Tetap Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2005-2007................................................................................
66
9. Biaya Bahan Baku Produksi Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2005-2007................................................................................
68
10. Biaya Bahan Baku Produksi Roti Manis Bella Bakery Tahun 2005-2007................................................................................
69
11. Komponen Biaya Variabel Produksi Roti Tawar dan Roti Manis Bella Bakery Tahun 2005-2007..........................................................
71
12. Harga Pokok Produk Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2005-2007................................................................................
72
13. Harga Pokok Produk Roti Manis Bella Bakery Tahun 2005-2007................................................................................
73
14. Marjin antara Harga Jual Roti Tawar dengan Harga Pokok Produk Bella Bakery Tahun 2005-2007..........................................................
74
15. Marjin antara Harga Jual Roti Manis dengan Harga Pokok Produk Bella Bakery Tahun 2005-2007..........................................................
74
16. Perhitungan Titik Impas Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2005-2007................................................................................
75
17. Perhitungan Titik Impas Roti Manis Bella Bakery Tahun 2005-2007.................................................................................
77
18. Tingkat Profitabilitas Produksi Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2005-2007.................................................................................
78
19. Tingkat Profitabilitas Produksi Roti Manis Bella Bakery Tahun 2005-2007.................................................................................
80
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Proporsi Kontribusi UKM dan Usaha Besar terhadap PDB Nasional Tahun 2005-2006 Menurut Harga Berlaku...………....….…
3
2. Unsur Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Produk dengan Metode Full Costing....................................................…………….....
33
3. Unsur Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Produk dengan Metode Variable Costing........................................................…......…
34
4. Laba, Titik Impas, dan Volume Penjualan...……................….........…
36
5. Kerangka Operasional...……...............................................….........…
45
6. Struktur Organisasi Bella Bakery...…….............................…..........…
57
7. Titik Impas Produk Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2007...…...........
76
8. Titik Impas Produk Roti Manis Bella Bakery Tahun 2007...….......…
77
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Biaya Penyusutan Bangunan, Peralatan, Mesin Produksi, dan Alat Transportasi...…………....................................................................…
87
2. Perhitungan Biaya Penyusutan dengan proporsi Nilai Pasar terhadap Produk Roti Lain...........................................................................……
89
3. Proporsi Masing-masing Produk Berdasarkan Nilai Pasar.....…......…
90
4. Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan..............……................….........…
92
5. Perhitungan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan untuk Produk Roti Tawar dengan Proporsi Nilai Pasar terhadap Produk Roti Lain..............................................................................….................…
93
6. Data Produksi Bella Bakery tahun 2005-2007....................….............
94
7. Pembagian Biaya Tenaga Kerja, Biaya Listrik, dan Biaya Gas per Kelompok Produk...........................................................…........…
95
8. Gambar Logo Merek Bella Bakery........................................…......…
96
9. Denah Pabrik Bella Bakery....................................................…......…
97
10. Rincian Total Biaya Masing-masing Roti Tawar dan Roti Manis ......................................................................…......…
98
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perubahan orientasi pembangunan di Indonesia terjadi pada Pembangunan Jangka Panjang II (PJP-II) dengan prioritas utama pembangunan industri yang didukung oleh pertanian yang kuat. Kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat adalah kegiatan yang berbasis sumberdaya alam melalui usahatani (on-farm agribusiness). Kegiatan usahatani tersebut mengalami industrialisasi yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Saragih, 2001) : 1. Berubahnya orientasi kegiatan ekonomi dari orientasi peningkatan produksi kepada orientasi pasar. 2. Berkembangnya kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer serta pengolahan hasil pertanian primer dan perdagangannya (off-farm agribusiness). 3. Semakin kuatnya keterkaitan antara kegiatan perdagangan sarana produksi, kegiatan produksi, kegiatan pengolahan, perdagangan, dan konsumennya. 4. Motor penggerak kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati sedang berubah. Saat ini, usahatani terkait erat dengan sektor industri pengolahan. Kegiatan industri pengolahan sangat menentukan kegiatan usahatani. Industri yang seharusnya dikembangkan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian adalah industri-industri yang mengolah hasil-hasil pertanian primer menjadi produk olahan, yakni agroindustri (Saragih, 2001). Agroindustri tersebut merupakan salah satu proses industrialisasi yang merubah paradigma pertanian menjadi
2
pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Sektor agribisnis mampu bertumbuh dari tahun ke tahun sehingga sangat sesuai bila dijadikan strategi pembangunan ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan hingga saat ini mengakibatkan banyak industri atau perusahaan-perusahaan besar tidak dapat bertahan. Hal ini terjadi karena industri tersebut tidak memanfaatkan potensi sumberdaya lokal dan menjadikan barang impor sebagai inputnya. Di tengah-tengah runtuhnya industriindustri tersebut, kegiatan agribisnis yang dapat dikatakan sebagai kegiatan yang mampu bertahan di tengah menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Salah satu kegiatan agribisnis yang menopang perekonomian saat itu adalah kegiatan pengolahan hasil pertanian oleh Usaha Kecil Menengah (UKM). UKM dapat bertahan karena beberapa alasan, yaitu (1) menggunakan komponen input yang dihasilkan di dalam negeri, (2) tidak melakukan pembiayaan dari luar sehingga tidak perlu membayar hutang saat kurs dolar AS melambung. Sejak saat itu, UKM disebut-sebut sebagai salah satu kekuatan perekonomian Indonesia. Eksistensi UKM akan semakin kuat dan kokoh pada masa yang sangat panjang. Bahkan sebagian besar UKM yang bergerak di sektor agribisnis justru booming dan bersaing di pasar internasional melalui produkproduk yang dihasilkan oleh UKM yang telah melakukan perdagangan ke luar negeri (ekspor). Peningkatan kapasitas produksi juga dilakukan sebagai suatu ekspansi. Pengembangan
UKM
dapat
mewujudkan
pembangunan
struktur
perekonomian yang kuat yang ditandai dengan keterkaitan antara usaha kecil, menengah dengan usaha besar, berkembangnya usaha pendukung skala kecil,
3
berkurangnya impor bahan baku, dan meningkatnya penggunaan hasil produksi dalam negeri. Peluang tumbuhnya UKM didukung oleh beberapa hal, yaitu tingginya dukungan dan komitmen pemerintah, potensialnya sumberdaya alam di tiap daerah yang belum dikelola secara optimal, tersedianya sumberdaya manusia, dan potensi peluang pasar dalam negeri yang belum terpenuhi. Gambar 1 menunjukkan nilai Produk Domestik Bruto UKM dan Usaha Besar (UB) menurut sektor ekonomi Tahun 2005 dan 2006. Pada tahun 2005, peran UKM terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp 1.491,06 triliun atau 53,54 persen dari total PDB nasional. Pada tahun 2006 kontribusi UKM mengalami perkembangan sebesar Rp 287,68 triliun atau 19,29 persen dibanding tahun 2005 dengan nilai PDB sebesar Rp 1.778,75 triliun atau 53,28 persen dari total PDB nasional. Sedangkan tahun 2005 usaha besar (UB) berkontribusi sebesar Rp 1.293,90 triliun atau 46,46 persen dan mengalami kenaikan sebesar 20,52 persen. Kontribusi UKM dan Usaha Besar Grafik 2a. Proporsi terhadap PDB Nasional Tahun 2005 - 2006 Menurut Harga Berlaku 100%
Persentase
80%
46,46%
46,72%
15,72%
15,61%
37,82%
37,67%
2005
2006
60% 40% 20% 0%
Tahun
UK
Gambar 1.
UM
UB
Proporsi Kontribusi UKM dan Usaha Besar terhadap PDB Tahun 2005-2006 Menurut Harga Berlaku Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UKM (2007)
Nasional
4
Dalam hal penyerapan tenaga kerja, UKM berperan sangat besar dengan proporsi penyerapan sebesar 96,28 persen pada tahun 2005 dan 96,18 persen pada tahun 2006 dari jumlah tenaga kerja yang tersedia dengan tingkat pertumbuhan 2,62 persen. Usaha besar hanya berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 3,71 persen pada tahun 2005 dan 3,81 persen pada tahun 2006. Sektor Pertanian, Peternakan, Perhutanan dan Perikanan memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja pada usaha kecil. Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar pada UM adalah sektor Industri Pengolahan. Tabel 1. Perkembangan Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2005-2006 No. 1. 2.
Skala Usaha
Jumlah (orang) 2005 2006 78.994.872 80.933.384 4.238.921 4.483.109 83.233.793 85.416.493
Perkembangan (%) 2,45 5,76 2,62
3.388.462 88.804.955
5,49 2,73
Usaha Kecil (UK) Usaha Menengah (UM) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 3. Usaha Besar (UB) 3.212.033 Jumlah 86.445.826 Sumber : Kemetrian Negara Koperasi dan UKM (2007)
Perkembangan jumlah UKM periode 2005-2006 mengalami peningkatan sebesar 3,88 persen yaitu dari 47.102.744 unit pada tahun 2005 menjadi 48.929.636 unit pada tahun 2006. Jumlah UKM memiliki proporsi yang besar yaitu sebesar 99,98 persen dari jumlah pelaku usaha. Sedangkan usaha besar hanya sebesar 0,02 persen. Sektor pada UKM yang memiliki proporsi jumlah terbesar adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan dengan perkembangan sebesar 53,57 persen. Kemudian diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 21,19 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 6,56 persen. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan Tabel 2.
5
Tabel 2. Pertumbuhan Beberapa Sektor Ekonomi UKM Tahun 2006 No. Sektor 1. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan 2. Perdagangan, hotel, dan restoran 3. Industri pengolahan 4. Jasa-jasa 5. Pengangkutan dan komunikasi 6. Listrik, gas dan air bersih 7. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 8. Bangunan 9. Pertambangan dan Penggalian Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM 2007 (Data diolah)
Pertumbuhan (%) 53,57 21,19 6,56 6,06 5,52 0,03 0,17 0,34 0,54
Pertumbuhan UKM di suatu daerah merupakan salah satu indikator adanya peluang usaha bagi sebagian masyarakat daerah itu sendiri. Pengusaha kecil yang banyak bermunculan cenderung menyediakan sejumlah peluang kerja bagi masyarakat sekitar. Hal tersebut juga menumbuhkan perekonomian suatu daerah. Keberhasilan UKM tidak lepas dari peran dan dukungan pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana industri kecil. Keberpihakan pemerintah harus disertai dengan adanya strategi pengembangan bagi UKM untuk tetap tumbuhnya usaha kecil dan memberikan layanan fasilitas bagi pelaku UKM, baik layanan administratif dan layanan bisnis maupun sistem dan sarana penunjang. Pengembangan UKM juga ditentukan pada kemampuan manajemen. Keadaan manajemen suatu usaha berpengaruh pada tingkat keuntungan yang didapat. Konsistensi suatu usaha dalam memproduksi suatu barang atau jasa ditentukan oleh tingkat keuntungannya, menguntungkan atau tidak. Besarnya keuntungan ditentukan oleh harga jual dan biaya produksi yang dikeluarkan. Dengan demikian, pengembangan suatu usaha perlu didukung oleh penentuan seberapa besar biaya yang dikeluarkan saat berproduksi. Daerah Bekasi merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang masyarakatnya mempunyai inovasi dan kreativitas yang cukup baik. Hal ini
6
ditandai bermunculannya berbagai usaha yang mengusung keunikan suatu produk untuk menarik konsumen. Inovasi dan kreativitas dalam menjalankan suatu usaha atau bisnis merupakan prinsip dasar dalam pengembangan usaha. Pemerintah daerah kota Bekasi menilai kegiatan usaha yang dilakukan UKM sangat cocok untuk mengatasi pengangguran yang saat ini menjadi masalah penting di Bekasi. Selain itu, padatnya penduduk Bekasi membuat semakin sempitnya lahan untuk berusaha sehingga usaha skala kecil atau rumah tangga cocok untuk dilakukan. Skala usaha yang beroperasi di Bekasi terdiri dari industri besar, industri kecil (UKM), koperasi dan usaha komoditi. Jumlah usaha terbesar adalah UKM dengan persentase 72 persen. Sedangkan industri besar sebesar 1 persen, koperasi sebesar 14 persen, dan usaha komoditi sebesar 13 persen. UKM yang memproduksi makanan dan minuman mempunyai jumlah yang paling banyak selain pengrajin boneka, bordir dan sulam, sandal, tas, dan sepatu, mustika flora, dan handicraft (Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi, 2007). Kebijakan pemerintah dalam rangka memperbaiki kuantitas dan kualitas pangan melalui program diversifikasi pangan dan kecenderungan berubahnya pola makan sebagian masyarakat Indonesia, secara langsung memberikan peluang terbukanya usaha yang memproduksi berbagai macam makanan substitusi yang menggantikan makanan pokok bangsa Indonesia, yaitu nasi dan sagu. Makanan substitusi tersebut antara lain roti dan kue. Hal inilah yang menyebabkan munculnya berbagai industri pengolahan bahan makanan roti tersebut di Indonesia, khususnya di daerah Bekasi, yang menyebabkan peningkatan jumlah produksi roti dari tahun ke tahun. Jumlah dan nilai produksi roti di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
7
Tabel 3. Jumlah dan Nilai Produksi Roti Manis dan Roti Tawar di Indonesia Tahun 2000-2004 Tahun
Roti Manis Jumlah Nilai Produksi Produksi (ton) (Rp) 28.077 130.607.688 22.749 124.638.695 24.547 125.487.235 25.102 123.285.362 26.263 128.554.148
2000 2001 2002 2003 2004 Rata-rata Kenaikan Sumber : BPS, 2004
3,55
Roti Tawar Jumlah Nilai Produksi Produksi (ton) (Rp) 9.746 49.273.866 6.420 28.776.353 6.250 26.485.263 5.946 24.896.112 7.854 27.431.256
6,31
-3,33
6,16
Industri pengolahan tepung terigu tersebut juga banyak bermunculan di Kota Bekasi, salah satunya Bella Bakery. Bella Bakery yang terletak di daerah pinggir Kota Bekasi, merupakan UKM yang bergerak dalam bidang pengolahan tepung terigu menjadi roti. Produksi roti ini telah berkembang selama kurang lebih empat tahun. Bella Bakery dapat bertahan hingga saat ini karena terus berkembang dan melakukan perbaikan serta pengembangan dalam pengoperasian usahanya. Walaupun usaha ini dilakukan dalam skala kecil, namun dapat terus berjalan karena roti menjadi makanan subtitusi sebagian besar masyarakat kota ditengah padatnya aktivitas sehari-hari. Selain memiliki kepraktisan dalam mengonsumsinya, roti juga memiliki kandungan gizi yang baik. Roti merupakan bahan pangan yang kaya akan gizi. Komposisi gizi roti dibandingkan dengan susu dan beras dapat dilihat pada Tabel 4. Roti memiliki kandungan gizi yang tidak kalah penting disamping susu bubuk dan beras giling. Roti dalam hal ini diwakili oleh roti tawar karena dianggap memiliki kandungan gizi yang paling murni untuk roti tanpa adanya bahan pengisi. Bahan pengisi pada roti isi tentu saja akan menaikkan kandungan gizinya.
8
Tabel 4. Persentase Perbandingan Zat Gizi dari Tiga Jenis Bahan Pangan Utama No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Komponen Gizi Air Abu Protein Lemak Karbohidrat Energi (kalori)
Persentase (%) per 100 gram berat dapat dimakan Roti Tawar Susu Bubuk Beras Giling 31,57 3,8 12 0,73 5,3 0,8 9,27 22,6 8,4 4,25 3,7 1,7 54,18 64,6 77,1 292 382 357
Sumber : Kuntayawati, 1991 dan Depkes, 2001 (Data diolah) dalam Wasono (2004)
Mengingat besarnya peranan UKM bagi perekonomian daerah Bekasi maupun
perekonomian
Indonesia,
maka
perlu
dilakukan
usaha-usaha
pengembangannya dan usaha-usaha memperkecil resiko kerugian, khususnya di Bella Bakery sebagai UKM yang terus bertumbuh dan berkembang. Usaha-usaha tersebut dapat berupa efisiensi dalam hal manajemen maupun dengan mengontrol biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan tingkat profitabilitas yang dicapai dari tahun ke tahun. Dengan demikian eksistensi atau keberadaan Bella Bakery dapat terus bertumbuh dan berkembang.
1.2 Perumusan Masalah Bella Bakery sebagai salah satu UKM yang bergerak dalam bidang pembuatan roti terus beroperasi dan berkembang, serta berusaha melakukan pembenahan di tengah-tengah kemajuan teknologi pengolahan bahan makanan, perubahan selera konsumen, dan keadaan ekonomi Indonesia yang belum stabil. Banyaknya industri dan usaha sejenis yang lebih besar merupakan tantangan tersendiri bagi Bella Bakery untuk terus berkreasi dan berinovasi. Akhir-akhir ini, perekonomian Indonesia yang tidak stabil berdampak pada kenaikan faktor-faktor produksi usaha pengolahan, terutama usaha bakery yang
9
berakibat pada peningkatan biaya produksi. Biaya merupakan faktor penentu dalam kegiatan produksi yang akan berpengaruh terhadap perusahaan dalam mencapai tingkat pemerolehan laba. Kenaikan biaya-biaya input produksi sangat berperan terhadap kenaikan biaya produksi. Bahan baku utama dalam produksi roti oleh Bella Bakery adalah tepung terigu. Dari tahun ke tahun, harga tepung terigu mengalami kenaikan. Pada akhir tahun 2006, harga gandum dunia mengalami kenaikan yang mempengaruhi harga jual tepung terigu nasional. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) 1, Ratna Sari Loppies, sebesar 70 persen dari impor gandum Indonesia berasal dari Australia, sedangkan komponen gandum mencapai 90 persen dari struktur biaya produksi tepung terigu yang berarti kenaikannya adalah Rp 120 per kilogram tepung terigu. Pada awal tahun 2008, APTINDO memperkirakan harga tepung terigu akan meningkat 30 persen sampai kuartal pertama tahun 2008 sebagai akibat kenaikan pada pasar internasional. Namun, harga diperkirakan akan menurun sebesar 10 persen pada masa panen gandum di bulan Mei dan Juni 2008. Tepung terigu yang merupakan bahan baku utama Bella Bakery mengalami kenaikan harga yang besar. Pada tahun 2004, harga tepung terigu adalah Rp 70.000 per bal dan tahun 2005 menjadi Rp 97.500 per bal. Pada tahun 2007, harga tepung naik lagi menjadi Rp 110.000 per bal atau meningkat sebesar 88 persen. Saat ini, harga tersebut telah meningkat kembali menjadi Rp 172.500 per bal. Selain itu, bahan baku yang lain juga mengalami kenaikan harga.
1
APTINDO Naikkan Harga Tepung. http://www.suaramerdeka.com/harian/0509/09/eko03.htm diakses tanggal 20 Februari 2008
10
Kenaikan harga bahan baku yang mempengaruhi besarnya biaya produksi berdampak pada pertumbuhan keuntungan yang diperoleh karena biaya bahan baku berkontribusi cukup besar pada total biaya variabel sebesar 70 persen. Kenaikan ini juga menjadi permasalahan karena Bella Bakery tidak dapat meningkatkan harga jual yang besar pula. Penentuan harga jual didasarkan pada kenaikan biaya produksi dan tingkat persaingan yang tinggi. Pertumbuhan usaha serupa di Pondok Gede membuat Bella Bakery tidak dapat meningkatkan harga jual terlalu tinggi untuk menjangkau daya beli konsumen. Pembukuan yang dilakukan Bella Bakery masih kurang tepat dalam menempatkan
komponen
biaya
tetap
dan
variabel.
Ketepatan
dalam
mengklasifikasikan komponen biaya penting dilakukan untuk mengontrol dan mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan, serta menentukan harga jual. Penentuan harga jual yang baik seharusnya didasarkan pada jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan sehingga diperlukan perhitungan terhadap harga pokok produksi. Harga pokok produksi akan membentuk harga pokok produk yang dapat dijadikan dasar untuk penentuan harga jual yang baik dan dapat menghasilkan laba. Sampai saat ini, Bella Bakery masih dapat berproduksi sehingga pengukuran terhadap kemampuan Bella Bakery untuk menghasilkan laba atau yang disebut dengan profitabilitas perlu dikaji dan dianalisis sebagai salah satu cara untuk mengetahui manfaat usaha yang dilakukan. Perhitungan laba selama tiga tahun terakhir menarik untuk dikaji karena mengingat laporan Bank Dunia yang menyebutkan bahwa harga gandum dunia meningkat sebesar 181 persen selama tiga tahun terakhir yang berpengaruh pada harga tepung dalam negeri.
11
Batas kemampuan produksi Bella Bakery juga harus dianalisis untuk mengetahui respon laba perusahaan terhadap kenaikan biaya produksi. Produk yang akan dibahas pada penelitian hanya terbatas pada dua jenis produk, yaitu roti tawar dan roti manis. Roti manis terdiri dari sembilan jenis roti yang dikelompokkan menjadi satu karena mempunyai harga jual yang sama sehingga kontribusi terhadap laba sama. Pemilihan pada dua jenis roti ini didasarkan pada nilai penjualan masing-masing produk yang tinggi dibandingkan dengan produk yang lain. Rata-rata kontribusi roti tawar dan roti manis terhadap laba sebesar 30,97 persen pertahun. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana harga pokok produk yang terjadi sebagai acuan penentuan harga jual selama periode 2005-2007? Bagaimana pengaruhnya terhadap marjin yang didapat untuk setiap individu produk dan sejauhmana kenaikan harga bahan baku mempengaruhi harga pokok produk? 2. Bagaimana tingkat profitabilitas yang didapat Bella Bakery pada periode 2005-2007? Bagaimana pengaruh kenaikan harga input terhadap tingkat profitabilitas yang diperoleh?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengevaluasi harga pokok produk yang terjadi sebagai acuan penentuan harga jual selama periode 2005-2007 dan menganalisis pengaruhnya pada marjin
12
yang didapat untuk setiap individu produk, serta sejauhmana kenaikan harga bahan baku mempengaruhi harga pokok produk. 2.
Menganalisis tingkat profitabilitas yang didapat Bella Bakery selama periode 2005-2007 dan pengaruh kenaikan harga input terhadap tingkat profitabilitas yang diperoleh.
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa kegunaan, di antaranya : 1. Bagi Bella Bakery dan pengusaha sejenis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi manajemen dalam pengembangan usahanya, dan menerapkan rencana produksi yang baik yang sesuai dengan batas kemampuan perusahaan. 2. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan perbandingan terhadap teori yang diperoleh selama perkuliahan serta memberikan pengalaman dalam penelitian dan penulisan ilmiah. 3. Bagi masyarakat luas, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mengetahui keadaan UKM, tingkat profitabilitas, dan pengembangannya di Indonesia.
1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini hanya terbatas pada dua jenis produk utama Bella Bakery yang mempunyai nilai penjualan terbesar, yaitu roti tawar dan roti manis. Perhitungan tingkat profitabilitas Bella Bakery dianalisis pada tiga tahun terakhir dan masing-masing komponen biaya dihitung dalam kurun waktu pertahun.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Roti Roti merupakan makanan para sinyo dan noni Belanda di zaman penjajahan yang saat ini telah dianggap menjadi makanan pokok kedua setelah nasi. Kandungan gizi produk olahan dari tepung ini lebih unggul dibandingkan dengan nasi dan mi. Bahkan ada jenis roti, yang selain kaya serat, mengandung omega-3 yang berfungsi sebagai penangkal penyakit degeneratif. Dalam ilmu pangan, roti dikelompokkan dalam produk bakery, selain cake, donat, biskuit, roll, kraker, dan pie. Roti merupakan produk yang paling pertama dikenal dan paling popular di dunia hingga saat ini.2 Roti didefinisikan sebagai produk makanan yang dibuat dari tepung terigu yang diragikan dengan menggunakan ragi roti atau campuran dari terigu, air, dan ragi dengan atau tanpa penambahan bahan lain dan selanjutnya adonan dibakar atau dipanggang. Adonan roti dapat ditambahkan gula, garam, susu cair atau susu bubuk, lemak, dan bahan-bahan pelezat, seperti coklat, keju, dan kismis dengan kadar air tidak lebih dari 40 persen (Surat Keputusan Dirjen POM No. 02240/B/SK/VII/91:CIC). Definisi roti menurut Standar Industri Indonesia (SII) no 0031-74, yaitu roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang dan di dalam adonan boleh ditambah dengan garam, gula, susu atau bubuk susu, lemak, dan bahan-bahan pelezat, seperti coklat, kismis, sukade, dan sebagainya. Berdasarkan definisi tersebut, roti merupakan salah satu 2
Kandungan Serat dan Gizi pada Roti Ungguli Mi dan Nasi. Astawan dalam Kompas Cyber Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008
14
bahan makanan praktis dengan bahan baku petung terigu, ragi (yeast), dan air, sedangkan bahan penolong lainnya yang digunakan adalah gula, garam, lemak, susu, coklat, kismis, dan sukade merupakan bahan pelezat. Sebagai salah satu makanan praktis, roti dapat dibuat berbagai macam bentuk dan rasa sesuai dengan keinginan pembuatnya dan keinginan konsumen. Untuk menghasilkan mutu roti yang baik diperlukan penanganan seoptimal mungkin dari pembuatan adonan sampai dengan pengemasan. Roti memiliki definisi umum adalah makanan yang dibuat dari tepung terigu (tepung gandum) diragikan oleh khamir (Saccharomyces cereviceae) yang dipanggang lalu ke dalamnya ditambahkan bahan pelezat sebagai pelengkap (Pomeranz dan Shellenberger dalam Wasono, 2004).
2.2 Sejarah dan Perkembangan Roti Sejarah perkembangan roti dimulai ketika orang-orang Mesopotamia dan Mesir menciptakan prototipe roti yang terbuat dari gandum. Gandum yang dihancurkan ini dibuat menjadi bahan yang lengket, yang kemudian dipanggang menjadi bahan makanan yang merupakan cikal bakal roti. Pada tahun 1000 SM (Sebelum Masehi), ragi diperkenalkan sebagai bahan dasar roti untuk pertama kaliya di Mesir dan sekaligus pada tahun ini jenis biji-bijian baru ditemukan untuk dapat membuat roti putih. Inilah roti modern yang sesungguhnya. Bangsa Mesir Kuno mengembangkan sampai 30 variasi roti. Teknologi pembuatan roti pun menyebar dari bangsa Mesir sampai orang-orang Yunani dan meluas ke Eropa.3
3
www.breadinfo.com, 2006 diakses tanggal 23 Februari 2008
15
Sama halnya seperti di belahan dunia lain, budaya makan roti juga berkembang di Indonesia. Mula-mula roti hanya dikonsumsi oleh kelompok masayarakat tertentu dan hanya sebatas sebagai pengganti nasi pada saat sarapan pagi, yang umumnya disajikan bersama telur dadar atau segelas susu. Kemudian roti mulai diminati oleh kelompok masyarakat yang sibuk bekerja yang harus selalu bergegas ke tempat kerja. Dalam kondisi demikian, setangkap roti isi selai dan mentega atau keju menjadi pilihan sarapan pagi yang praktis karena bisa dimakan dalam perjalanan ke kantor.4 Seiring dengan berjalannya waktu, roti akhirnya tidak dikaitkan lagi dengan sarapan pagi tetapi sudah meluas sebagi menu makanan alternatif disegala kondisi dan waktu makan. Roti tidak lagi dikonsumsi pada pagi hari tetapi juga siang dan malam hari, atau sebagai snak di antara dua waktu makan. Demikianlah roti berkembang menjadi suatu budaya konsumsi di Indonesia. Saat ini, roti dapat diperoleh dengan mudah di hotel, restoran, warung pojok, pedagang kaki lima, dan di warung-warung sederhana. Roti juga dijual ke komplek perumahan dan perkampungan melalui berbagai sarana angkutan, seperti mobil boks, kereta dorong, atau sepeda, dengan iringan musik yang sangat khas sebagai penanda bagi setiap merek dan produsen roti.
2.3 Bahan Penyusun Roti Pada dasarnya, roti dapat dibuat dari berbagai jenis tepung, seperti terigu, jagung, beras, garut, singkong, dan lain-lain. Namun, terigu merupakan bahan baku yang paling cocok untuk pembuatan roti. Komposisi roti tawar umumnya
4
Astawan dalam Kompas Cyber Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008
16
terdiri dari 57 persen tepung terigu, 36 persen air, 1,6 persen gula, 1,6 persen shortening (mentega atau margarin), 1 persen tepung susu, 1 persen garam dapur, 0,8 persen ragi roti (yeast), 0,8 persen malt, dan 0,2 persen garam mineral.5 Berdasarkan kadar proteinnya, terigu dibedakan atas terigu tipe kuat (hard wheat), tipe sedang (medium wheat), dan tipe lemah (soft wheat). Roti biasanya dibuat dari tepung terigu kuat agar tepung mampu menyerap air dalam jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur lembut, volume besar, dan mengandung 12-13 persen protein. Dalam pembuatan roti, penggunaan terigu tipe kuat lebih disukai karena kemampuan gluten (jenis protein pada tepung terigu) yang sangat elastis dan kuat untuk menahan pengembangan adonan akibat terbentuknya gas karbondioksida (CO2) oleh khamir Saccharomyces cereviseae.6
2.4 Proses Pembuatan Roti Ada beberapa versi cara membuat roti. Pada dasarnya cara pembuatan roti tersebut sama saja, hanya sedikit sekali letak perbedaannya, seperti pada cara mengembangkan adonan roti setelah diuleni, ada yang menggunakan mesin prooving, ada pula yang hanya ditutup kain bersih dan ditaruh di tempat lembab. Menurut Astawan (2004), proses pembuatan roti tawar secara garis besar meliputi proses pencampuran (mixing), pengadonan (kneading), fermentasi, pencetakan (rouding), dan pemanggangan (roasting). Setelah difermentai, adonan kemudian dibentuk, ditimbang, dan dimasukkan ke dalam loyang. Selanjutnya loyang didiamkan (proofing) hingga adonan siap untuk dipanggang dengan 5 6
Astawan dalam Kompas Cyber Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008 Astawan dalam Kompas Cyber Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008
17
menggunakan oven. Selam penyimpanan, roti mudah mengalami kerusakan akibat tumbuhnya jamur (kapang). Untuk mencegah hal tersebut, dalam pembuatan roti perlu ditambahkan zat yang dapat menghambat pertumbuhan jamur, yaitu sodium propionat atau kalsium propionat. Cara pembuatan roti menurut Nyonya Rumah dalam Kusumastuti (2006) adalah sebagai berikut : ragi dan gula pasir direndam dengan air hangat kuku. Gula, garam, dan mentega ditaruh di panci, tuangi susu yang sudah dipanaskan hampir mendidih, aduk sampai gula dan menteganya hancur. Jika campuran ini sudah hangat kuku, masukkan sedikit tepung terigu, lalu kocok dengan mikser sampai rata, masukkan cairan ragi dan susu, kemudian ratakan. Lalu masukkan sisa tepung terigu (sisakan lagi tepung terigu sedikit), kocok lagi sampai rata lalu masukkan telur yang sudah dikocok sampai berbusa dan kental. Sisa tepung terigu dicampurkan ke adonan sedikit demi sedikit sambil dikocok sampai tercampur rata. Jika adonan sudah rata, diamkan kira-kira sepuluh menit, baru diuleni, waktu menguleni sepuluh menit. Selesai diuleni, bulatkan adonan, lalu taruh di baskom yang sudah dipulas mentega pada dasarnya. Diamkan adonan ini sampai melar menjadi dua kali semula. Tekan bagian tengah adonan dengan tangan yang dikepalkan (tinju) sampai seluruh tinju masuk ke adonan. Keluarkan tinju, lalu lipat seluruh pinggir adonan ke tengah, balik adonan, yang bawah berada di atas, diamkan kira-kira tiga per empat jam sampai adonan mengembang dua kali semula. Tekan lagi adonan dengan tinju, lipat pinggir-pinggir adonan ke tengah lalu balikkan, seperti pekerjaan semula. Diamkan adonan 10 menit, baru dapat
18
dipulung-pulung dan dibuat macam-macam bentuk atau diisi sesuai selera. Oven adonan sekitar satu jam sampai menguning.
2.5 Jenis-jenis Roti Roti dapat dibedakan atas roti putih (white bread) dan roti (whole wheat bread). Roti putih dibuat dari tepung terigu, sedangkan roti cokelat dibuat dari tepung gandum utuh. Proses pengolahan gandum menjadi terigu akan membuang bagian dedak yang kaya mineral dan serat pangan (dietary fiber). Namun saat ini, roti dari tepung gandum utuh dihargai lebih mahal karena kandungan gizi lebih banyak.7 Roti juga mempunyai beberapa variasi yang terbagi menjadi lima jenis roti, yaitu (1) Bakery, ialah jenis roti manis yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur, susu, air, dan ragi yang dalamnya dapat diisi keju, coklat, atau yang lainnya, (2) Roti tawar, ialah jenis roti yang berbahan dasar tepung terigu, susu, telur, mentega, ragi, dan air tanpa menggunakan isi, (3) Cake, ialah jenis roti yang berasa (manis) dengan tambahan rasa (sense) rum, jeruk atau coklat dengan bahan dasar tepung terigu, mentega, dan telur tanpa menggunakan isi, (4) Pastry, ialah jenis roti kering yang bisa berupa sus dan croissant, (5) Donut, ialah jenis roti tawar atau manis yang digoreng dan berlubang di tengahnya (Maurisal dalam Kusumastuti, 2006).
7
Astawan dalam Kompas Cyber Media, 2004 www.gizi.net diakses tanggal 19 Februari 2008
19
2.6 Pengembangan dan Pemasaran Roti Peluang pengembangan usaha industri roti dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran produk itu sendiri. Permintaan dan penawaran produk roti merupakan bagian dari kecenderungan kebutuhan konsumen akan produk roti sebagai pilihan pola makannya. Perubahan pola makan masyarakat saat ini meningkatkan permintaan akan produk roti.8 Roti dapat dijual melalui toko kecil atau besar, baik menggunakan sistem jual putus atau sistem bila tidak laku dikembalikan. Cara lain memasarkan roti adalah menjual langsung ke rumah-rumah memakai gerobak atau motor. Penjualan juga dapat dilakukan melalui acara pesta di rumah. Gerai kecil di mal juga merupakan slah satu cara memasarkan roti kepada konsumen. Pengusaha juga dapat membuat iklan melalui selebaran kertas berisi informasi jenis roti, alamat pabrik serta telepon untuk disebarkan ke setiap rumah, dan iklan di radio dengan biaya tertentu.
2.7 Definisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Departemen Perindustrian RI pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 mendefinisikan industri kecil dan kerajinan adalah kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah nilai aset kurang dari Rp 600 juta diluar nilai tanah dan bangunan yang digunakannya. Mengacu pada undangundang tersebut, kriteria usaha kecil adalah :
8
www.bi.go.id, 2006 diakses tanggal 20 februari 2008
20
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) 2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar per tahun 3. Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung, maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau besar 5. Terbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Sedangkan untuk kriteria usaha menengah menurut UU No. 9 Tahun 1995 adalah: 1. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp 5 miliar 2. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 3 miliar. Menurut Inpres No. 10 Tahun 1999, usaha menengah sebagai unit kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai maksimal Rp 10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), milik Warga Negara Indonesia, berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. Menurut
Keputusan
Menperindag
(Kepmenperindag)
No.
257/MPP/Kep/7/1997, definisi UKM adalah suatu usaha dengan nilai investasi maksimal Rp 5 miliar termasuk tanah dan bangunan. Sedangkan Biro Pusat
21
Statistik (BPS) membagi skala usaha yang ada di Indonesia berdasarkan jumlah tenaga kerja, yaitu : 1. Kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja dibawah 3 orang termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar 2. Usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5-9 orang 3. Usaha menengah, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20-99 orang 4. Usaha besar, dengan jumalh tenaga kerja sebanyak lebih dari 100 orang. Pembagian skala usaha industri tersebut didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang terlibat di dalamnya tanpa memperhatikan penggunaan mesin produksi serta tidak memperhatikan modal capital yang digunakan. Berdasarkan Tabel 5, batasan dan kriteria UKM didefinisikan dari berbagai sumber. Sebagian besar sumber mengelompokkan UKM dengan kriteria sebagai berikut : 1. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. 2. Berdiri sendiri. 3. Dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana. 4. Pekerja 20 – 150 orang.
22
Tabel 5. Batasan atau Kriteria Usaha Kecil Organisasi Jenis Usaha Keterangan Kriteria Meneg Koperasi dan Usaha Kecil (Undang- 1. Aset ≤ Rp 200 juta di luar UKM undang No. 9 Tahun tanah dan bangunan. 1995) 2. Omset tahunan ≤ Rp 1 miliar. 3. Dimiliki oleh orang Indonesia. 4. Independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengahbesar. 5. Boleh berbadan hokum, boleh tidak. Usaha Menengah (Inpres 1. Aset Rp 200 juta sampai Rp No. 10 Tahun 1999) 10 miliar. 2. Milik warga Negara Indonesia. 3. Berdiri sendiri. 4. Dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. Badan Pusat Statistik Usaha Mikro Pekerja kurang dari lima orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar. Usaha Kecil Pekerja 5 – 9 orang Usaha Menengah Pekerja 20 – 99 orang Bank Indonesia Usaha Mikro (SK Dir. BI Usaha yang dilakukan oleh No. 31/24/KEP/DIR tgl 5 masyarakat miskin atau Mei 1998) mendekati miskin. 1. Dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana. 2. Lapangan usaha mudah untuk keluar dan masuk. Usaha menengah (SK 1. Aset ≤ Rp 5 miliar untuk Dir. BI No. sektor industri. 30/45/Dir/UK tgl 5 2. Aset ≤ Rp 600 juta di luar Januari 1997) tanah dan bangunan untuk sektor non industri manufaktur. 3. Omset tahunan < Rp 3 miliar. Bank Dunia Usaha Mikro Kecil- 1. Pekerja 20 orang. Menengah 2. Pekerja 20 – 150 orang. 3. Aset US$ 500 ribu di luar tanah dan bangunan. Sumber : www.menlh.go.id
23
2.8 Karakteristik UKM Peran usaha kecil selain merupakan wahana dalam penyerapan tenaga kerja, juga sebagai penggerak roda ekonomi serta pelayanan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik usaha kecil yang kental terhadap krisis ekonomi karena dijalankan dengan ketergantungan yang rendah terhadap pendanaan sektor moneter, serta keberadaannya terbesar di seluruh pelosok negeri sehingga merupakan jalur distribusi yang efektif untuk menjangkau sebagian besar rakyat (Anoraga dalam Sembiring, 2005).
2.9 Keunggulan dan Kelemahan UKM Pada dasarnya perusahaan besar, kuat dan berumur panjang berawal dari usaha kecil yang sukses karena didukung oleh berbagai faktor, seperti ketekunan, kejelian, kecermatan dalam menganalisis perubahan, hemat dan mampu mengadakan perubahan serta mampu mengadakan pembinaan karyawan. Beberapa keunggulan usaha kecil, yaitu : 1. Usaha kecil memiliki strategi sendiri berupa pembuatan produknya yang khusus, unik, dan spesial agar tidak bersaing dengan usaha besar 2. Mempuyai daerah pemasaran yang tidak terlalu jauh sehingga perilaku konsumen mudah dipahami 3. Komunikasi dengan konsumen berjalan cepat 4. Bersifat luwes dalam menghasilkan inovasi-inovasi (Singgih dalam Hugeng, 2005).
24
Kelemahan usaha kecil diantaranya adalah : 1. Lemahnya dalam keorganisasian yang berupa tidak jelasnya struktur organisasi, pembagian tugas, dan wewenang yang tidak jelas 2. Lemahnya dalam membuat anggaran dan tidak adanya batasan yang jelas antara milik pribadi dengan perusahaan 3. Dalam bidang pemasaran yaitu berupa kurangnya penelitian pasar sehingga usaha kecil ini tidak mengetahui posisi pasar bagi produknya, cara menghadapi bersaing, promosi, dan sebagainya (Singgih dalam Hugeng, 2005).
2.10 Penelitian terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian mengenai roti, HPP (Harga Pokok Produksi), titik impas, laba, strategi pengembangan, dan UKM. Penelitian tentang profitabilitas yang dilakukan oleh Damayanti (2004) yang berjudul Analisis Perubahan Penetapan Harga Pokok Produksi Teh dalam Kaitannya dengan Titik Impas dan Profitabilitas Perusahaan menjelaskan bahwa metode penetapan harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan belum tepat, yaitu dengan menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan, baik itu biaya produksi maupun biaya administrasi dan umum, lalu membaginya dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Kesalahan dalam menggunakan metode penetapan harga pokok ini mengakibatkan terjadinya over estimate dalam perhitungan harga pokok produksi maupun biaya produksi. Penelitian ini mencari metode alternatif terbaik untuk menganalisis biaya, volume produksi, dan laba.
25
Penelitian mengenai profitabilitas dan
strategi pengembangan usaha
dilakukan oleh Hugeng (2005) yang berjudul Kajian Fungsi Operasional dan Analisis Profitabilitas Usaha Kecil Roti Buaya dalam Rangka Pengembangan Bisnis (Studi Kasus CV. X Jakarta) menjelaskan nilai penjualan CV. X mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Peningkatan penjualan yang terjadi tidak selalu menggambarkan adanya tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan karena adanya biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan setiap saat berubah, tetapi harga jual output masih sama. Kajian tentang fungsi-fungsi operasional sebuah usaha kecil juga dideskripsikan pada penelitian ini. Usaha kecil ini belum menjalankan kegiatan operasionalnya dengan baik sehingga diperlukan strategi pengembangan usaha yang diberikan pada peneliti dan diuraikan secara deskriptif. Penelitian mengenai strategi pemasaran pada UKM dilakukan oleh Kusumastuti (2006) yang berjudul Analisis Strategi Pemasaran Industri Kecil Roti dan Kue (Studi Kasus Toko Ibu Ratna Roti dan Kue) menjelaskan tentang perlunya strategi pemasaran bagi usaha kecil. Risiko utama adalah tidak adanya pembeli. Risiko ini dapat dihadapi dengan perencanaan atas daerah penjualan dan jumlahroti yang dihasilkan. Tidak datangnya petugas penjual keliling dan proses pembuatan roti yang kurang baik merupakan risiko yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Penelitian mengenai perhitungan harga pokok produksi dilakukan oleh Widiyastuti (2007) yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor) memaparkan tentang perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi antara metode
26
perhitungan yang dilakukan perusahaan dan metode ABC (Activity Based Costing). Penelitian mengenai penetapan harga pokok produksi benih padi dilakukan oleh Roslinawati (2007) yang berjudul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Penelitian tersebut mengkaji tentang perhitungan harga pokok produksi benih padi dengan dua metode, yaitu full costing dan variable costing. Kemudian hasil perhitungan keduanya dibandingkan. Perhitungan dengan metode yang dilakukan perusahaan juga dilakukan. Proses pembentukan harga berdasarkan sistem produksi benih dipaparkan juga pada penelitian ini sebagai gambaran mengenai penetapan harga pokok produksi metode perusahaan. Dua macam proses tersebut adalah penetapan harga pada sistem produksi swakelola dan sistem produksi kerjasama. PT Sang Hyang Seri tidak memperhitungkan biaya penelitian dan pengembangan karena belum mempunyai divisi penelitian dan pengembangan. Referensi penelitian di atas memiliki beberapa perbedaan dan persamaan dengan penelitian ini. Sebagian besar penelitian sebelumnya melakukan penelitian di usaha kecil dan menengah (UKM), dan yang lainnya di perusahaan besar. Penelitian ini dilakukan di tempat yang berbeda di suatu usaha bakery, Bella Bakery, Bekasi. Persamaan yang mendasar adalah beberapa penelitian di atas dan penelitian ini menganalisis tingkat profitabilitas suatu usaha produksi dengan menghitung harga pokok produk (HPP) dan titik impas. Perhitungan HPP pada penelitian ini menggunakan metode full costing. HPP dianalisis untuk mengetahui marjin yang didapat per unit produk dan mengevaluasi ketepatan persahaan dalam
27
menetapkan harga jual. Sedangkan Widiyastuti dalam penelitiannya menggunakan metode ABC (Activity Based Costing). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah tingkat profitabilitas yang dihitung selama tiga tahun terakhir karena untuk mengetahui perubahan kecenderungan laba yang diperoleh sebagai akibat dari kenaikan harga bahan baku. Analisis tersebut dilakukan pada penelitian ini karena permasalahan yang dihadapi oleh Bella Bakery sebagai usaha bakery dalam menghadapi kenaikan harga bahan baku produksi dari tahun ke tahun.
28
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Beberapa hal yang mendasari kegiatan manajemen suatu UKM dapat berjalan adalah adanya penerapan dan kemampuan merencanakan dan mengendalikan informasi biaya, serta penerapan kegiatan operasional manajemen yang efisien. Pada kerangka pemikiran teoritis yang ada dalam penelitian ini meliputi konsep biaya, konsep harga pokok, analisis titik impas (break event point), dan analisis profitabilitas. Metode penyusutan garis lurus juga dijelaskan untuk menghitung nilai beban investasi yang dikeluarkan dan metode nilai pasar untuk membagi proporsi penjualan masing-masing produk.
3.1.1 Konsep Biaya Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi, 1999). Milton dan Lawrence (1994) menggunakan istilah biaya sebagai suatu nilai tukar prasyarat (dinyatakan dalam pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat ini atau di masa mendatang) atau pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat. Adanya sifat bisnis yang dinamis menyebabkan perusahaan dihadapkan pada kebutuhan untuk mengubah tingkat kegiatan bisnisnya, sehingga manajemen dapat merencanakan dan mengendalikan biaya secara efektif untuk menghadapi perusahaan tersebut. Hal utama yang harus dilakukan adalah penggolongan biaya
29
sesuai dengan kegiatannya, yaitu biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semivariabel (Milton dan Lawrence, 1994). Biaya
digolongkan
dengan
berbagai
macam
cara.
Umumnya
penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut. Biaya dapat digolongkan menurut beberapa hal (Mulyadi, 1993) yaitu : 1. Penggolongan biaya menurut objek pengeluaran Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya, misalnya nama obyek pengeluaran adalah bahan bakar. Maka, semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut biaya bahan bakar. 2. Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan Biaya dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu : (a) Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual, (b) Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan pemasaran produk, (c) Biaya administrasi dan umum adalah biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk. 3. Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai Biaya dikelompokkan menjadi dua, yaitu : (a) Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai, (b) Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.
30
4. Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan Biaya digolongkan menjadi empat, yaitu (a) Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, (b) Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan, (c) Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu, (d) Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu. 5. Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya Biaya dibagi menjadi dua, yaitu : (a) Pengeluaran modal (capital expenditure) adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntasi, (b) Pengeluaran pendapatan (income expenditure) adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut.
3.1.2 Konsep Harga Pokok a. Pengertian Harga Pokok Biaya produksi membentuk harga pokok produksi yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode akuntansi masih dalam proses. Biaya nonproduksi ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk. Harga pokok menurut Mulyadi (1993) adalah pengorbanan sumber ekonomi yang berupa aktiva atau berupa persediaan bahan baku menjadi aktiva lain atau berupa persediaan produk baru. Harga pokok dibentuk oleh biaya
31
produksi dan biaya nonproduksi. Efisiensi ekonomis suatu perusahaan dapat diukur melalui besarnya biaya per unit atau besarnya harga pokok produk. Tujuan dilakukannya perhitungan harga pokok adalah sebagai berikut : 1. Untuk menentukan harga jual 2. Untuk menetapkan efisien tidaknya suatu perusahan 3. Untuk menentukan kebijakan dalam penjualan 4. Sebagai pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan baru 5. Untuk perhitungan neraca Manfaat dalam penentuan harga pokok produk adalah menentukan harga jual produk, memantau realisasi biaya produksi, menghitung laba atau rugi periodik dan menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Metode harga proses yaitu menghitung harga pokok produksi per satuan dengan cara membagi biaya total produksi yang dikeluarkan selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama periode bersangkutan (Mulyadi, 1993). Penentuan harga pokok produk yang benar sangat penting bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Penetapan produk yang tidak benar akan menyebabkan kegagalan perusahaan dalam bidang usahanya. Terdapat dua kemungkinan yang akan ditemui apabila perusahaan tidak teliti dalam melakukan perhitungan harga pokok, yaitu : 1. Harga yang diperhitungkan terlalu tinggi Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok sehingga harga pokok menjadi terlalu tinggi akan menimbulkan masalah bagi perusahaan, karena harga pokok yang tinggi dapat menyebabkan harga jual
32
produk di pasaran menjadi mahal. Dangan harga yang tinggi tersebut, perusahaan akan sulit dalam memasarkan hasil produksinya dan kalah dalam persaingan bisnis dengan perusahaan lain, sebab konsumen akan lebih memilih produk sama dengan harga yang lebih rendah dan memiliki kualitas yang sama. 2. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok produksi yang menyebabkan harga pokok terlalu rendah dapat merugikan perusahaan itu sendiri. Harga pokok yang rendah akan menyebabkan harga jualnya pun menjadi rendah. Di satu sisi produsen dapat menjual produknya dengan cepat karena harga jual yang rendah tetapi di sisi lain hal ini dapat merugikan perusahaan karena pendapatan yang diperoleh tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi. b. Metode Penetapan Harga Pokok Produk Metode penentuan harga pokok produk adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produk. Menurut Mulyadi (1993) terdapat dua metode dalam memperhitungkan ke dalam harga pokok produk, yaitu: 1. Metode Full Costing Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok produk yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran dan biaya
33
administrasi dan umum). Metode ini baik untuk digunakan manajemen dalam membuat keputusan jangka panjang. Gambar 2. menunjukkan unsur harga pokok produksi dan harga pokok produk dengan pendekatan full costing.
Biaya Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Harga Pokok Produksi
BOP Tetap
Biaya Adm. dan Umum
Total Harga Pokok Produk
BOP Variabel Biaya Nonproduksi
Biaya Pemasaran
BOP Variabel Biaya Nonproduksi Harga Pokok Gambar 2. Unsur Harga Pokok Produk dan Harga Pokok Produk dengan Metode Produksi Full Costing Biaya Adm. dan Sumber : Mulyadi, 1993 Umum
2. Metode Variable Costing Biaya Pemasaran
variable costing merupakan metode penentuan harga pokok TotalMetode Harga Pokok Produk
produk yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku Biaya Nonproduksi
variabel dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya BOP Variabel tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel). Metode ini baik digunakan hanya untuk mengambil keputusan jangka pendek. Gambar 3. berikut menunjukkan unsur harga pokok produksi dan harga pokok produk dengan pendekatan variabel costing.
34
Biaya Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Harga Pokok Produksi Variabel Biaya Adm. dan Umum Variabel Biaya Pemasaran Variabel
BOP Variabel BOP Tetap
Total Harga Pokok Produk
Biaya Adm. dan Umum Tetap Biaya Pemasaran Tetap
Gambar 3. Unsur Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Produk dengan Metode Variabel Costing Sumber : Mulyadi, 1993
3.1.3 Analisis Titik Impas (Break Event Point) Titik impas atau break event point (BEP) merupakan keadaan dimana suatu perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak memperoleh laba. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika jumlah penerimaan sama dengan jumlah biaya atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap saja. Analisis titik impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum mendapat laba. Dengan kata lain labanya sama dengan nol. Kegunaan dari titik impas tersebut berguna untuk mengendalikan kegiatan operasional yang sedang berjalan, sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan harga jual, sebagai dasar perencanaan kegiatan operasional dalam usaha untuk mencapai laba tertentu
35
sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputuan produksi atau penjualan (Mulyadi, 2001). Tujuan suatu perusahaan adalah memperoleh suatu keuntungan demi kelangsungan usahanya. Keuntungan yang dihasilkan oleh usaha tersebut dipengaruhi oleh harga jual produk yang dihasilkan, biaya produksi, dan besarnya volume penjualan (Limbong dan Sitorus, 1987). Dalam analisis titik impas, biaya-biaya dikelompokkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Ada dua cara dalam menentukan impas, yaitu : 1. Pendekatan Teknik Persamaan Secara matematis, titik impas produktivitas dapat dihitung sebagai berikut : π = (P.Q) – (TVC+TFC) keadaan impas adalah jika π (keuntungan) = 0, maka : (P.Q) – (TVC+TFC) = 0 BEP
TC = TR
(P.Q)
= (TVC+TFC)
(P.Q) – TVC
= TFC
(P.Q) – (AVC.Q)
= TFC
Q (P – AVC)
= TFC
36
BEP (Impas dalam unit) =
TFC P-AVC
BEP (Impas dalam Rupiah) =
Keterangan :
TFC AVC 1P
BEP
: Nilai Impas Produksi (unit atau Rupiah)
P
: Harga jual produk per unit (Rp/unit)
TVC
: Biaya variabel total (Rp)
TFC
: Biaya tetap total (Rp)
AVC
: Biaya rata-rata variabel per unit (Rp/unit)
Π
: Laba (Rp)
2. Pendekatan Grafis Perhitungan titik impas dapat dilakukan juga dengan menentukan titik pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik. Titik pertemuan antara garis biaya dengan garis pendapatan penjualan merupakan titik impas. Untuk dapat menentukan titik impas, harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan. Sedangkan sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan. TR
Pendapatan, biaya A
TC
Impas TVC
P
TFC B Volume penjualan Gambar 4. Laba, Titik Impas, dan Volume Penjualan Sumber : Mulyadi, 2001
37
Keterangan : TR
: Penerimaan total (Rp)
TC
: Biaya total (Rp)
TVC
: Biaya variabel total (Rp)
TFC
: Biaya tetap total (Rp)
Daerah A
: Daerah laba (daerah antara TR, impas dan TC)
Daerah B
: Daerah rugi, yaitu daerah antara P, impas, dan Q
P
: Pendapatan, biaya
Q
: Volume penjualan Pada gambar 4 terlihat bahwa titik impas terjadi pada perpotongan antara
TR dengan TC yang ditunjukkan oleh tingkat output Q. Jika tingkat penjualan lebih kecil dari OQ, maka perusahaan akan mengalami kerugian yang berarti bahwa hasil penjualan tidak dapat menutupi biaya total yang telah dikeluarkan. Sebaliknya perusahaan akan mendapatkan keutungan jika penjualan lebih besar dari OQ, artinya hasil penjualan lebih besar dari biaya total yang telah dikeluarkan. Titik impas dapat berubah dengan adanya perubahan harga input, perubahan harga output, dan perubahan teknologi. Menurut Mulyadi (2001), beberapa asumsi yang mendasari analisis titik impas adalah : 1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan. Biaya tetap akan selalu konstan pada kisaran volume yang dipakai pada perhitungan impas sedangkan biaya variabel berubah sebanding dengan perubahan volumenya.
38
2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan. 3. Kapasitas produksi dianggap secara relatif konstan. 4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. 5. Efisiensi dianggap tidak berubah. 6. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan. 7. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah. 8. Volume merupakan faktor satu-satunya yang paling mempengaruhi biaya.
3.1.4 Analisis Profitabilitas Analisis profitabilitas dapat diterapkan pada berbagai obyek informasi, seperti produk, keluarga produk, aktivitas maupun unit organisasi. Analisis profitabilitas ditujukan untuk mendeteksi penyebab timbulnya laba atau rugi yang dihasilan oleh suatu obyek informasi dalam periode akuntansi tertentu (Mulyadi, 1999). Profit adalah besarnya laba yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan perusahaan. Profitabilitas adalah nilai laba bersih dibagi dengan penerimaan total. Profitabilitas yang diperoleh perusahaan menggambarkan besarnya laba yang diperoleh dari hasil laba yang diperoleh dari hasil penjualan. Menurut Mulyadi (1999), besarnya nilai profitabilitas ini diperoleh dari perkalian antara Margin Income Ratio (MIR) atau profit volume ratio dengan Margin Of Safety (MOS). Selisih antara volume penjualan yang dianggarkan dari volume penjualan dari titik impas merupakan angka Margin Of Safety (MOS). Menurut Mulyadi (1999), secara matematis rumus untuk menghitung nilai MOS adalah :
39
Keterangan : MOS : Margin Of Safety (%) BEP
: Nilai impas (Rp)
TR
: Penerimaan total (Rp) Angka MOS ini memberikan informasi berapa maksimum volume
penjualan yang direncanakan tersebut boleh turun agar perusahaan tidak rugi, atau dengan kata lain, angka MOS memberikan petunjuk jumlah maksimum penurunan volume penjualan yang direncanakan, yang tidak mengakibatkan kerugian. Jika dihubungkan dengan marginal income ratio, angka margin of safety ini akan berhubungan langsung dengan laba. Marginal income ratio itu sendiri adalah rasio antara pendapatan dengan hasil penjualannya. Marginal income ratio memberikan informasi seberapa bagian dari penjualannya tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba. Secara matematis, marginal income ratio dapat ditulis sebagai berikut (Mulyadi, 1999) :
Keterangan : MIR
: Marginal Income Ratio (%)
VC
: Biaya variabel (Rp/unit)
TR
: Penerimaan total (Rp) Dari hasil kali antara MOS (Margin Of Safety) dan MIR (Marginal Income
Ratio) ini, kita dapat melihat profitabilitas perusahaan (kemampuan perusahaan dalam meghasilkan laba). Nilai profitabilitas ini dapat dihitung dngan menggunakan rumus matematis :
40
Keterangan : Π
: Profitabiltas perusahaan (%)
MIR
: Marginal Income Ratio (%)
MOS : Margin Of Safety (%)
3.1.5 Penyusutan Aktiva Penyusutan adalah transfer dari biaya ke beban secara periodik dengan cara yang sistematis sepanjang umur manfaat aktiva. Tiga faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah beban penyusutan yang diakui setiap periode. Ketiga faktor tersebut adalah a) Biaya awal aktiva tetap, b) Umur manfaat yang diperkirakan, c) Estimasi nilai pada akhir umur manfaat. Penyusutan dapat dihitung dengan beberapa metode, yaitu : 1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method) Metode garis lurus menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama setiap tahun sepanjang umur manfaat suatu aktiva tetap. Metode garis lurus sangat sederhana dan digunakan secara luas. Metode ini menciptakan transfer biaya yang wajar ke beban periodik jika pemanfaatan aktiva dan pendapatan yang terkait dengan pemakaian sama dari periode ke periode. 2. Metode Unit Produksi (Unit of Production Method) Jika tingkat pemanfaatan aktiva tetap bervariasi dari tahun ke tahun, maka metode unit peroduksi lebih tepat dipakai daripada metode garis lurus. Metode unit produksi mampu membandingkan lebih baik beban penyusutan dengan pendapatan terkait. Metode ini menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama bagi setiap unit yang diproduksi atau setiap unit kapasitas yang digunakan oleh
41
aktiva. Untuk menerapkan metode ini, umur manfaat aktiva diekspresikan dalam istilah unit kapasitas produktif. Total beban penyusutan untuk setiap periode akuntansi ditentukan dengan mengalikan penyusutan per unit dengan jumlah unit yang dihasilkan atau digunakan selama satu periode tertentu. 3. Metode Saldo Menurun (Declining-Balance Method) Metode saldo menurun menghasilkan beban periodik yang terus menurun sepanjang estimasi umur manfaat aktiva. Untuk menerapkan metode ini, tarif penyusutan garis lurus tahunan terlebih dahulu harus digandakan. Untuk tahun pertama, biaya aktiva dikalikan dengan tarif saldo menurun. Setelah tahun pertama, nilai buku yang menurun (biaya dikurangi akumulasi penyusutan) dikalikan dengan tarif yang dimaksud.
3.1.6 Penentuan Proporsi Biaya Bersama Ciri pokok biaya produksi bersama adalah biaya tersebut terjadi untuk beberapa jenis produk yang berbeda dan merupakan jumlah keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan. Hal itu berbeda dibandingkan dengan jumlah masingmasing untuk setiap produk. Biaya produksi dapat dipisahkan dan mudah diidentifikasikan untuk masing-masing produk dan umumnya tidak memerlukan pengalokasian biaya. Sebaliknya biaya produksi bersama memerlukan alokasi atau pendistribusian pada masing-masing produk (Rony, 1990). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pengalokasian biaya produksi bersama. Alokasi biaya produk bersama dilakukan pada saat dapat diidentifikasikan satu produk dengan lain produk dengan cara, yaitu (Rony, 1990) :
42
1. Metode Nilai Pasar Metode nilai pasar mengungkapkan bahwa biaya bersama harus diperuntukkan bagi produk-produk sesuai dengan nilai pasar masing-masing karena tidak memiliki biaya sendiri bila nilai pasar tidak ada. Dengan metode ini masing-masing produk bersama menghasilkan persentase keuntungan kotor per unit yang sama dengan asumsi unit yang dijual tanpa proses lebih lanjut. Metode ini yang paling banyak digunakan dengan alasan bahwa nilai pasar merupakan ukuran yang paling logis terhadap biaya yang diperlukan bagi masingmasing produk atau ada korelasi antara harga jual sesuatu produk dengan biaya untuk memproduksinya. Metode nilai pasar ini mengungkapkan bahwa biaya bersama harus diperuntukkan bagi produk-produk sesuai dengan nilai pasarnya masing-masing karena tidak memiliki biaya sendiri. 2. Metode Phisik atau kuantitas Metode ini menguraikan bagaimana mendistribusikan biaya bersama atas dasar ukuran unit atau phisik, seperti kilogram, ton, one, dan pon, yang berarti produk bersama harus dapat diukur dengan dasar yang sama. Namun, bila ukuran itu sukar diperoleh, jumlah unit bersama harus dituangkan ke dalam penyebut yang umum dapat dipakai bagi semua jumlah produksi. 3. Metode Biaya Rata-rata per unit Metode ini mengalokasikan biaya produksi bersama ke berbagai jenis produk atas dasar standar yang ditetapkan sebelumnya atau indek produksi. Biaya rata-rata per unit diperoleh dengan cara membagi jumlah biaya produksi bersama terhadap jumlah produk yang dihasilkan dengan memakai ukuran unit yang sama
43
dan tidak jauh berbeda satu dengan lainnya dasar pengukurannya. Metode ini tidak dapat digunakan bila dasar ukuran produk yang dihasilkan berbeda. 4. Metode Rata-rata Tertimbang Memasukkan faktor bobot untuk setiap unit produk yang dihasilkan karena adanya perbedaan ukuran produk, kesukaran dalam prosessing, waktu yang dibutuhkan dalam menghasilkan setiap unit produk, buruh yang dipekerjakan, dan material yang dipakai, serta unsur-unsur lainnya. Metode ini dapat mengeliminir dengan cara mengalikan setiap jenis produk terhadap faktor bobotnya sehingga pengalokasian biaya produksi lebih mencerminkan beban setiap unit produk.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Bella Bakery sebagai salah satu usaha pengolahan makanan, yaitu roti mempunyai tujuan komersial yaitu mempertahankan keuntungan yang didapat dan meningkatkan volume produksi untuk eksistensi dan ekspansi usaha. Dalam rangka pengembangan usaha tersebut, Bella Bakery harus memperhatikan segala aspek manajemen dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada dan pada tingkat produktivitas yang optimal. Kenaikan harga bahan baku utama roti tidak diiringi oleh kenaikan harga jual yang besar pula. Harga jual seharusnya didasarkan pada harga pokok produk. Ketepatan Bella Bakery dalam menetapkan harga jual akan dievaluasi dan dianalisis pengaruh yang terjadi terhadap marjin yang didapat. Selain itu, kenaikan harga tepung terigu juga mempengaruhi tingkat profitabilitas usaha Bella Bakery. Kenaikan tersebut terjadi setiap tahun sehingga perlu dilakukan analisis terhadap tingkat profitabilitas yang didapat dari tahun ke tahun. Penelitian
44
ini menghitung profitabilitas selama tiga tahun terakhir ini, yaitu tahun 2005, 2006, dan 2007 karena selama tiga tahun tersebut harga bahan baku utama Bella Bakery terus mengalami kenaikan yang cukup besar. Pengaruh kenaikan bahan baku dianalisis berdasarkan perhitungan harga pokok produk dan tingkat profitabilitas. Analisis ini menggambarkan implikasi kenaikan harga bahan baku terhadap harga pokok produk yang nantinya berpengaruh pada penetapan harga jual produk. Pengaruh terhadap kondisi laba dan operasional perusahaan juga akan dibahas pada penelitian ini. Diagram kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 5.
45
Bella Bakery Fluktuasi Harga Input
Bagaimana harga pokok produk yang terjadi untuk penentuan harga jual?
Bagaimana tingkat profitabilitas yang diperoleh perusahaan?
Harga Pokok Produk
Titik Impas (BEP) Tingkat Profitabilitas
Evaluasi ketepatan penentuan harga jual dan pengaruh terhadap marjin yang didapat.
Kondisi Laba Perusahaan
Pengaruh kenaikan harga bahan baku terhadap laba dan operasional perusahaan.
Untung
Rugi
Gambar 5. Diagram Kerangka Pemikiran
46
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bella Bakery yang berlokasi di Jalan Masjid 1, Jati Waringin, Bekasi. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan, mulai dari bulan April sampai Mei 2008. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Bella Bakery merupakan salah satu UKM yang bergerak di bidang industri pengolahan roti di Bekasi. Selain itu, Bella Bakery adalah UKM yang berkembang dan terus melakukan pembenahan terhadap manajemennya. Inovasi terhadap produk terus dilakukan dalam rangka pengembangan usaha. Bella Bakery juga memiliki jumlah tenaga kerja yang menyerap masyarakat sekitar.
4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan wawancara secara langsung kepada pihak perusahaan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari laporan produksi, proses produksi, pelaksanaan kegiatan fungsi-fungsi operasional perusahaan, dan literatur yang relevan dengan penelitian. Data yang diperoleh bersifat kualitatif dan kuantitatif dari eksternal dan internal perusahaan. Data yang dianalisis adalah data selama tiga tahun terakhir (2005, 2006, dan 2007) karena berhubungan dengan laba yang akan dianalisis dimana selama kurun waktu tersebut terjadi kenaikan harga bahan baku.
47
Tabel 6. Jenis dan Sumber Data Penelitian No. 1.
2.
Jenis Data Data Primer ● Profil perusahaan dan pengusaha ● Struktur Organisasi ●Kegiatan operasional manajemen (keuangan, sumberdaya manusia, pemasaran, dan produksi) ● Kegiatan Produksi 1. Volume produksi 2. Kapasitas produksi 3. Jam tenaga kerja langsung 4. Jam kerja peralatan dan mesin 5. Biaya bahan baku dan bahan penolong 6. Biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan 7. Biaya penyusutan mesin dan peralatan 8. Jumlah penjualan 9. Aktivitas proses produksi ● Personalia 1. Jumlah pekerja 2. Biaya tenaga kerja Data sekunder Data laporan produksi dan penjualan Data unit usaha mikro, kecil, dan menengah Data makanan roti Berbagai literatur dan karya ilmiah yang dianggap relevan dengan penelitian a. Hasil penelitian terdahulu mengenai penetapan harga pokok produksi, titik impas, dan analisis profitabilitas. b. Buku teks mengenai penelitian yang terkait yang datanya masih relevan untuk digunakan.
Sumber Data
Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Depkop dan UKM APTINDO, SII, Dirjen POM, Depkes
Hasil
penelitian
oleh
peneliti
sebelumnya.
Buku teks yang relevan dengan penelitian.
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produk adalah metode full costing. Metode ini dipilih karena memperhitungkan semua unsur biaya produksi dan non produksi ke dalam harga pokok produk. Metode ini juga
48
baik untuk digunakan manajemen dalam membuat keputusan jangka panjang. Satuan yang digunakan pada analisis ini adalah produksi per tahun. Sedangkan biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus karena metode ini mengurangi nilai manfaat aktiva yang sama setiap periode produksi. Pembebanan biaya tetap per jenis produk dipisahkan dari biaya bersama dengan metode nilai pasar. Data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan data diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator dan program Microsoft Excel. Analisis data dikelompokkan menjadi analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga pokok produk dengan metode full costing, titik impas atau BEP (break event point), dan profit. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan hasil perhitungan dari harga pokok produk, titik impas, dan profitabilitas.
4.3.1 Metode Penyusutan Garis Lurus Metode ini menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama setiap tahun sepanjang umur manfaat suatu aktiva tetap. Beban biaya ini dihitung dengan cara selisih nilai perolehan dan nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis suatu aktiva tetap. Berikut rumus penyusutan dengan metode garis lurus (Fess, 2005) : Penyusutan = (Nilai perolehan aktiva tetap – Nilai sisa) Umur Ekonomis
4.3.2 Metode Nilai Pasar Metode yang digunakan dalam pengalokasian biaya produksi bersama adalah metode nilai pasar karena metode ini yang paling banyak digunakan
49
dengan alasan bahwa nilai pasar merupakan ukuran yang paling logis terhadap biaya yang diperlukan bagi masing-masing produk atau ada korelasi antara harga jual sesuatu produk dengan biaya untuk memproduksinya. Proporsi suatu jenis produk dihitung dengan cara membagi antara nilai penjualan produk yang bersangkutan dengan nilai penjualan seluruh produk. Maka biaya tetap suatu produk dapat dihitung dengan mengalikan proporsi suatu produk dengan biaya bersama (Rony, 1990).
4.3.3 Metode Full Costing Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya nonproduksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum). Harga pokok produk menurut metode full costing terdiri dari (Mulyadi, 1993) : Biaya bahan baku
Rp XX
Biaya tenaga kerja
Rp XX
Biaya overhead pabrik tetap
Rp XX
Biaya overhead pabrik variabel
Rp XX
Harga pokok produksi
Rp XX
Biaya Administrasi dan Umum
Rp XX
Biaya Pemasaran
Rp XX
Harga Pokok Produk
Rp XX
+
+
4.3.4 Perhitungan Harga Pokok Produk Penentuan harga pokok produk, yaitu dengan cara membebankan biaya produksi selama periode tertentu kepada proses atau kegiatan produksi dan
50
membaginya sama rata kepada produk yang dihasilkan dalam periode tertentu (Mulyadi, 1999). Rumus yang digunakan dalam menghitung HPP adalah :
Keterangan : HPP
: Harga pokok produk per satuan ((Rp/unit)/tahun)
TC
: Biaya produksi yang dikeluarkan (Rp/tahun)
Q
: Jumlah produk yang dihasilkan (unit/tahun)
4.3.5 Analisis Titik Impas (Break Event Point) Besarnya titik impas merupakan hasil bagi antara biaya tetap total dengan margin kontribusi persatuan unit produk yang dijual. Break Event Point dapat dihitung dengan rumus (Mulyadi, 2001): BEP (Impas dalam unit) =
TFC P-AVC
BEP (Impas dalam Rupiah) =
TFC AVC 1P
Keterangan : BEP
: Nilai Impas Produksi (unit atau Rupiah)
P
: Harga jual produk per unit (Rp/unit)
TVC
: Biaya variabel total (Rp)
TFC
: Biaya tetap total (Rp)
AVC : Biaya variabel per unit (Rp/unit) Π
: Laba (Rp)
51
4.3.6 Analisis Profitabilitas Menurut Mulyadi (1999), kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba (profitabilitas) perusahaan dapat dinyatakan dengan rumus :
Keterangan : Π
: Kemampuan perusahaan memperoleh laba (%)
MIR
: Marginal Income Ratio (%)
VC
: Biaya variabel (Rp/unit)
MOS : Margin Of Safety (%) BEP
: Nilai Impas Produksi (unit atau Rp)
Q
: Jumlah produksi (unit)
TR
: Penerimaan total (Rp)
4.4 Definisi Operasional 1.
Roti adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu yang diragikan dengan menggunakan ragi roti atau campuran dari terigu, air, dan ragi dengan atau tanpa penambahan bahan lain dan selanjutnya adonan dibakar atau dipanggang.
2.
Produksi adalah suatu kegiatan yang memproduksi bahan baku sampai menjadi produk jadi melalui proses produksi yang melibatkan tenaga
52
produksi dan mesin atau alat yang digunakan. Satuan yang digunakan dalam menentukan jumlah produksi adalah unit. 3.
Bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi. Bahan baku dalam industri makanan roti adalaha tepung, gula, garam, mentega, dan ragi.
4.
Biaya bahan penolong dimasukkan ke dalam biaya bahan baku, sesuai dengan sistem produksi perusahaan yang berproduksi dengan metode proses.
5.
Tenaga kerja adalah usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk.
6.
Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Yang termasuk biaya tenaga kerja, yaitu upah tenaga kerja.
7.
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.
8.
Harga Pokok Produk adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam memproduksi suatu produk dalam periode tertentu. Biaya tersebut dibentuk oleh biaya produksi dan nonproduksi. Satuan yang digunakan dalam penentuan harga pokok produk, yaitu unit dan rupiah.
9.
Biaya tetap adalah biaya-biaya yang jumlahnya tetap, tanpa memperhatikan tingkat volumenya (sejauh tidak dibutuhkan tambahan fasilitas produksi).
10. Biaya variabel adalah biaya-biaya yang berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan. Biaya tersebut dapat berupa biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung.
53
11. Titik impas (Break Event Point) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam memproduksi roti pada periode tertentu tidak mendapat keuntungan dan tidak mendapatkan kerugian dalam berproduksi. Satuan yang digunakan dalam penentuan titik impas adalah unit dan rupiah. 12. Marginal Of Safety (MOS) adalah tingkat penurunan produksi atau penjualan yang akan ditolerir dari yang direncanakan atau yang dianggarkan. MOS juga dikenal sebagai batas aman perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk persen. 13. Marginal Income Ratio (MIR) adalah selisih antara hasil penjualan dengan biaya variabel rata-rata. Nilai MIR juga merupakan bagian dari hasil penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya tetap dan laba. Semakin tinggi nilai MIR, keadaan semakin baik karena kemampuan perusahaan untuk menutupi biaya tetap dan memperoleh laba akan semakin besar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk persen. 14. Profitabilitas adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat pengaruh berbagai strategi terhadap kontribusi laba yang diharapkan dari suatu produk. Besarnya hasil penjualan ini diperoleh perkalian antara Margin Income Ratio dan Marginal Of Safety. Satuan yang digunakan dalam penentuan profitabilitas adalah persen. 15. Harga jual adalah nilai atau harga yang digunakan untuk menilai suatu produk roti yang dijual, dihitung dalam rupiah.
54
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Perusahaan ini bernama Bella Bakery yang merupakan usaha kecil menengah (UKM) dalam bidang pengolahan tepung terigu menjadi roti. Usaha yang terletak di sekitar pemukiman penduduk daerah Jati Waringin, Pondok Gede, Bekasi ini berdiri pada bulan Juni tahun 2004 oleh Bapak Supardi. Sebelum mendirikan pabrik roti ini, Bapak Supardi bekerja di perusahaan serupa, yaitu Medolia Bakery. Namun, Beliau hanya bertindak sebagai distributor Medolia Bakery dari tahun 1992-2004. Kemudian berbekal ilmu yang diperoleh dari pengalaman kerja di Medolia Bakery, Bapak Supardi berinisiatif mendirikan sebuah pabrik roti di daerah Pondok Gede, yaitu Bella Bakery. Jiwa wirausaha dan motivasi yang tinggi menjadi modal yang baik untuk Bapak Supardi dalam menjalankan usahanya. Pemilihan lokasi pabrik di daerah ini karena tersedianya lahan kosong untuk mendirikan pabrik. Selain itu, usaha roti di daerah tersebut belum terlalu banyak sehingga persaingan belum terlalu besar. Seiring berjalannya waktu, usaha roti mulai banyak bermunculan di daerah tersebut dalam skala kecil. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Bella Bakery untuk terus mempertahankan usahanya. Lokasi pabrik yang dekat dengan pemukiman penduduk menjadi keuntungan karena merupakan pasar potensial bagi Bella Bakery yang keseharian masyarakatnya mempunyai aktivitas yang padat sehingga menuntut kepraktisan dalam konsumsi makanan, seperti roti. Sejak berdirinya Bella Bakery hingga sekarang, bahan baku pembuat roti mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi. Namun, pemilik berusaha
55
mempertahankan usahanya dengan menekan biaya produksi dan mencari bahan baku alternatif. Pemilik juga selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan para karyawannya yang sebagian besar adalah usia produktif. Inovasi terhadap produk terus dilakukan untuk mengikuti selera konsumen yang selalu berubah. Usaha ini telah mendapat izin dari RT/RW setempat. Perkembangan usaha ini membuat sebagian orang ikut menanamkan uangnya pada Bella Bakery. Sampai saat ini, ada sepuluh orang yang menanamkan uangnya di Bella Bakery, walaupun uang yang ditanamkan masing-masing orang tidak terlalu banyak, namun cukup membantu kelangsungan usaha. Perkembangan usaha ini juga didukung oleh beberapa strategi yang diterapkan oleh pemilik di bidang pemasaran, produksi, dan manajemen. Bella Bakery berhasil menambah agen pemasarannya menjadi tiga dan didukung dengan armada pemasaran berupa sepuluh sepeda dan lima belas sepeda motor. Di bidang produksi, Bella Bakery terus menambah jenis produk dengan melakukan inovasi bentuk dan rasa. Manajemen pun terus dilakukan perbaikan, terutama dalam hal pencatatan administrasi usaha. Walaupun Bella Bakery merupakan usaha kecil, namun pencatatan arus kas dan administrasi usaha telah dilakukan dengan baik.
5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan Bella Bakery belum merumuskan visi dan misi perusahaan secara tertulis. Namun, pada dasarnya Bella Bakery sebagai usaha kecil yang bergerak pada pengolahan makanan mempunyai tujuan mempertahankan dan mengembangkan
56
usaha untuk memperoleh keuntungan demi kemajuan kualitas hidup pemilik dan karyawan-karyawannya, serta terus melakukan perbaikan untuk mencapai tujuan.
5.3 Struktur Organisasi Bella Bakery tidak memiliki struktur organisasi yang baku. Pemilik melakukan pengawasan langsung terhadap usaha. Pemilik terdiri dari sepuluh orang, tetapi besarnya modal yang ditanamkan masing-masing orang berbedabeda. Satu orang yang memiliki modal terbesar dan merupakan pendiri usaha ini adalah Bapak Supardi, sedangkan sembilan orang yang lain hanya menanamkan modal yang sedikit jumlahnya. Pemilik hanya bertindak sebagai pengawas, penanggung-jawab, dan pengambil keputusan, sedangkan pengelolaan usaha dilimpahkan kepada karyawan yang ditunjuk. Pengelola berada di bawah wewenang pemilik dalam melaksanakan tugasnya. Pengelola terdiri dari sekretaris, bendahara, dan penanggung-jawab operasional perusahaan. Sekretaris bertugas melakukan pencatatan terhadap aktivitas perusahaan dan pembukuan arus kas yang masuk dan keluar. Bendahara bertugas memegang uang kas perusahaan. Penanggung-jawab operasional bertanggung-jawab terhadap jalannya pembelian bahan baku, produksi, dan pemasaran. Ketiga operasional tersebut tidak mempunyai karyawan khusus yang menjalankan masing-masing operasional. Beberapa karyawan menjalankan tugas merangkap untuk beberapa operasional perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa struktur organisasi dijalankan secara fleksibel. Struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 6.
57
Pemilik
Sekretaris
Bendahara
Bagian Pembelian Bahan Baku
Karyawan
Bagian Produksi
Penanggung-jawab Operasional
Bagian Pemasaran
Baker
Karyawan
Karyawan
Gambar 6. Struktur Organisasi Bella Bakery 5.4 Aktivitas Perusahaan Aktivitas perusahaan dilaksanakan setiap hari Senin sampai Minggu, kecuali hari libur besar, seperti Hari Raya Idul Fitri dan Natal. Sebagian besar aktivitas perusahaan berlangsung di dalam pabrik seluas 84 meter persegi. Pabrik terdiri dari tempat menyimpan bahan baku, tempat produksi, kamar mandi, meja administrasi, dan tempat pengepakan produk jadi. Denah pabrik dapat dilihat pada Lampiran 9. Aktivitas perusahaan terdiri dari pembelian bahan baku, produksi, dan pemasaran. Aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan pengawasan oleh pemilik yang mempercayakan pelaksanaannya kepada pengelola sehingga pemilik tidak sering datang ke pabrik.
58
5.4.1 Pembelian Bahan Baku Pada awal perusahaan didirikan, bahan baku diperoleh dari Pasar Senen. Perusahaan melakukan pembelian langsung dengan datang ke tempat penjual menggunakan mobil box. Namun mulai akhir tahun 2007, bahan baku diperoleh dengan memesan kepada penjual di daerah Kranji. Kemudian bahan baku tersebut diantarkan langsung ke pabrik. Pembelian bahan baku ini dilakukan satu minggu sekali. Bahan baku disimpan di dalam gudang tempat persediaan bahan baku selama satu minggu hingga habis. Setelah itu, pembelian bahan baku dilakukan kembali dan begitu seterusnya.
5.4.2 Produksi Kegiatan produksi berlangsung setiap hari dari pukul 06.00-14.00. Bella Bakery mempunyai dua orang baker yang bertugas meracik resep dan dibantu enam orang karyawan untuk membuat roti. Produksi roti dilakukan berdasarkan jumlah pesanan perharinya dari pedagang. Kapasitas produksi rata-rata perhari adalah 367 roti tawar dan 806 roti manis. Jenis roti yang diproduksi terdapat 31 macam, yaitu roti dengan berbagai isi, donat, dan roti tawar. Harga dari masingmasing roti berbeda-beda sesuai dengan isi roti. Jenis roti Bella Bakery dan harganya dapat dilihat pada Tabel 7. Harga yang tertera pada tabel adalah harga yang diterima pada tingkat pedagang. Harga yang diterima konsumen lebih besar dari harga yang diterima pedagang karena pedagang menaikkan harga untuk mendapatkan keuntungan.
59
Tabel 7. Jenis Roti Bella Bakery dan Daftar Harga Tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Jenis Roti Abon Baso Coklat Coklat Keju Coklat Cream Coklat Ring Coklat Rol Cofe Bun Cheese John Cheese Stik Donat Baso Donat Keju Hot Dog Keju Kelapa Muda KCK Keset Keju Keset Coklat Long John Manis 12 Kosong Manis 12 Isi Manis 6 Molen Nanas Pisang Coklat Pisang Coklat Keju Pisang Keju Srikaya Tawar Strawberry Pizza
Harga (Rp) 2800 2800 2500 2800 2500 2200 2800 2500 2800 4500 2800 2500 2800 2800 2500 4500 4500 4000 2500 3500 6500 3500 2800 2500 2500 2500 2500 2500 4500 2500 2000
Jenis bahan baku yang digunakan dalam produksi antara lain tepung terigu, susu, mentega, gist (pemekar), baker bonus (pengenyal), minyak goreng, meses, keju, gula, telur, garam, selai berbagai rasa, pengawet, wijen, daging, sukade, maezena, dan kismis. Tepung terigu sebagai bahan baku utama digunakan sebesar 5-6 bal setiap harinya. Proses produksi roti yang dilakukan perusahaan ditunjang oleh beberapa peralatan dan mesin, yaitu oven (memanggang roti), mixer (mencampur adonan), mesin pemotong (memotong roti tawar yang telah matang), mesin cetak
60
(mencetak adonan roti), rol (menggiling atau meratakan adonan), pemanas (mempercepat pengembangan dan mempertahankan kelembaban roti), timbangan (menimbang bahan baku), dan meja produksi (membentuk roti). Proses produksi ini dilakukan di sebuah pabrik berukuran 12m x 7m.
5.4.3 Pemasaran Roti yang telah selesai diproduksi siap dipasarkan kepada konsumen. Roti ini dikemas dalam plastik yang diberi label Bella Bakery (Lampiran 8). Setelah semua roti telah diproduksi, roti tersebut diantarkan ke keempat agen milik perusahaan menggunakan mobil box. Pedagang yang telah memesan roti, mengambil roti pesanannya ke masing-masing agen langganannya. Para pedagang memasarkan roti-roti tersebut menggunakan armada milik perusahaan yang dipinjamkan kepada mereka. Perusahaan memiliki sepuluh sepeda dan lima belas sepeda motor. Pedagang membeli roti kepada perusahaan yang kemudian roti tersebut menjadi tanggung jawab pedagang sepenuhnya. Pedagang harus memarkup harga yang dijual kepada konsumen untuk mendapatkan keuntungan. Perusahaan mempunyai empat agen yang digunakan untuk menampung produk yang dipesan, dimana pedagang dapat mengambil roti pesanannya di sana. Keempat agen tersebut tersebar di beberapa daerah pemasaran, yaitu Rawa Lumbu, Kranggan, Pondok Kopi, dan Depok. Pedagang mengambil ke agen yang terdekat dengan masing-masing daerah pemasarannya. Sistem pemasaran seperti ini sudah berlangsung dari awal mula berdiri dan dipilih oleh perusahaan karena cukup efisien dan menguntungkan perusahaan.
61
5.4.4 Sumber Daya Manusia Sistem perekrutan yang dilakukan perusahaan adalah sistem kekeluargaan. Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi karyawan. Semua karyawan perusahaan berjenis kelamin laki-laki. Bagian produksi mempunyai dua orang baker dan enam orang karyawan. Baker-baker tersebut tidak mempunyai latar belakang pendidikan khusus dalam bidang tata boga, tetapi mereka mempunyai pengalaman dalam meracik roti sebelum bekerja di Bella Bakery. Sedangkan karyawan yang lain berpendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD). Pengelola perusahaan berjumlah tiga orang, yang terdiri dari dua orang sekretaris, satu orang bendahara, dan satu orang penanggung-jawab operasional perusahaan. Pengelola perusahaan berlatar belakang SMA (Sekolah Menengah Atas). Karyawan Bella Bakery mendapatkan gaji pokok yang diberikan setiap bulan dan uang makan yang diberikan setiap satu minggu. Selain itu, setiap Hari Raya Idul Fitri karyawan mendapatkan Tunjangan Hari Raya. Pemilik Bella Bakery memiliki jiwa kekeluargaan yang tinggi dan sangat memperhatikan keadaan karyawannya sehingga jika ada karyawan yang sakit atau membutuhkan uang maka Bella Bakery membantu meringankan beban karyawan tersebut.
5.4.5 Keuangan Sebagai usaha kecil, Bella Bakery telah melakukan pencatatan yang cukup baik terhadap nilai penjualan produk dan pembelian bahan baku, serta arus kas masuk dan keluar. Walaupun karyawan tidak mempunyai kemampuan khusus dalam pembukuan, namun karyawan tersebut terus belajar dengan langsung mempraktekannya. Laporan keuangan yang berupa neraca laba/rugi dibuat setiap
62
bulan. Laporan keuangan ini digunakan untuk bahan evaluasi usaha dan pengendalian biaya yang dikeluarkan selama satu bulan. Bila biaya yang dikeluarkan terlalu besar, maka bulan berikutnya dilakukan penekanan pada pos biaya tertentu.
63
VI. PEMBAHASAN DAN HASIL
6.1 Struktur Biaya 6.1.1 Biaya Investasi Kegiatan investasi merupakan pengkaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (Mulyadi, 1993). Investasi pada Bella Bakery terdiri dari bangunan pabrik, transportasi, peralatan, dan mesin produksi yang masing-masing mempunyai tahun perolehan yang berbeda-beda. Rincian masing-masing nilai perolehan bangunan pabrik, peralatan, mesin produksi, dan kendaraan tercantum pada Lampiran 1. Biaya investasi terbesar adalah investasi mobil box untuk produksi senilai Rp 50.000.000. Sedangkan biaya investasi terkecil adalah timbangan jenis dua senilai Rp 90.000. Nilai beban biaya tetap dari tahun 2005 sampai tahun 2007 dihitung berdasarkan besarnya nilai investasi tahun perolehan barang yang disusutkan selama umur ekonomisnya dengan metode garis lurus (straight line). Bangunan pabrik disusutkan lima persen per tahun dari perkiraan umur ekonomis 20 tahun. Mesin-mesin produksi disusutkan 20 persen dari perkiraan umur ekonomis lima tahun. Peralatan produksi, seperti loyang dan timbangan, disusutkan 25 persen dari umur ekonomis empat tahun. Kendaraan disusutkan 10 persen dari umur ekonomis sepuluh tahun (Lampiran 1). Berdasarkan Lampiran 1 didapat beban biaya tetap selama 2005-2007 masing-masing sebesar Rp 33.256.667, Rp 34.174.167, dan Rp 34.299.792. Dari tahun ke tahun terlihat peningkatan beban biaya tetap ini sebesar 2,68 persen pada tahun 2006 dan 0,37 persen pada tahun 2007. Hal ini terjadi karena perusahaan
64
melakukan tambahan investasi pada peralatan dan mesin produksi. Penambahan investasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi agar perusahaan dapat beroperasi secara optimal dan meningkatkan keuntungan. Beban biaya tetap ini bukan merupakan biaya aktual yang dikeluarkan selama periode 2005-2007, akan tetapi biaya yang diperoleh dengan pendekatan biaya investasi. Beban biaya ini dihitung karena konsep biaya yang digunakan dalam penelitian adalah biaya total (full costing) yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi.
6.1.2 Biaya Tetap dan Biaya Variabel Kegiatan produksi Bella Bakery adalah memproduksi berbagai macam roti, seperti roti tawar dan roti manis. Pembahasan pada penelitian ini hanya dibatasi untuk produk yang mempunyai nilai penjualan terbesar, yaitu roti tawar dan roti manis (Roti a) karena produk utama tersebut memiliki jumlah produksi rata-rata terbesar dan berpengaruh terhadap laba yang diberikan. Roti dikelompokkan berdasarkan harga yang sama dan dihitung proporsi nilai penjualan masing-masing kelompok terhadap total penjualan. Pada tahun 2005, proporsi nilai pasar roti tawar terhadap roti lain sebesar 40,13 persen, tahun 2006 sebesar 42,87 persen, dan tahun 2007 sebesar 43,17 persen. Untuk roti manis, proporsi terhadap nilai pasar tahun 2005 sebesar 21,23 persen, tahun 2006 sebesar 17,96 persen, dan tahun 2007 sebesar 20,43 persen. Secara lengkap cara perhitungan proporsi masing-masing produk disajikan pada Lampiran 3. Proporsi tersebut digunakan untuk menetapkan biaya tetap masing-masing kelompok produk dari biaya produksi bersama.
65
Biaya tetap diperoleh dari biaya-biaya yang sifatnya tetap jumlahnya pada periode tertentu dan tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah produk yang dihasilkan. Bella Bakery memiliki beberapa komponen biaya tetap, yaitu biaya tenaga kerja administrasi dan umum, biaya penyusutan bangunan, peralatan, mesin produksi, dan kendaraan, biaya pemeliharaan dan perbaikan bangunan, peralatan, mesin produksi, dan kendaraan, biaya telepon, biaya kontrakan agen, dan biaya umum. Biaya tetap roti tawar dan roti manis tahun 2005-2007 tersaji dalam Tabel 8. Biaya tetap pada Tabel 8 merupakan biaya tetap roti tawar dan roti manis yang telah dihitung dari biaya tetap bersama berdasarkan proporsi. Kontribusi terbesar dari komponen biaya tetap adalah biaya tenaga kerja administrasi dan umum sebesar 37,66 persen pada tahun 2006 dan 36,74 persen pada tahun 2007. pada tahun 2005 kontribusi terbesar terjadi pada biaya penyusutan. Peningkatan biaya tenaga kerja ini disebabkan oleh kebijakan perusahaan yang menaikkan gaji karyawan karena perusahaan sangat memperhatikan nasib karyawan dan merasakan meningkatnya volume penjualan sebesar 12,82 persen untuk roti tawar. Pada tahun 2007, biaya tenaga kerja mengalami peningkatan yang sedikit karena penjualan mengalami peningkatan yang sedikit pula.
66
Tabel 8. Komponen Biaya Tetap Roti Tawar dan Roti Manis Bella Bakery Tahun 2005-2007 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Uraian Biaya Tenaga Kerja Adm dan Umum Biaya Penyusutan Biaya Pemeliharaan Biaya Telepon Biaya Agen Biaya Umum TOTAL
2005 Rp
2006 %
Rp
2007 %
Rp
%
17.289.162 30,96 25.266.653
37,66 27.154.466
36,74
21.302.738 38,15 21.931.909
32,69 22.879.671
30,96
7.029.218 12,59
4.526.244
513.890 0,92 668.521 2.270.320 4,07 3.908.328 7.435.298 13,32 10.794.284 55.840.626 100 67.095.939
6,75
6.654.532
9,00
1,00 1.356.588 5,82 7.345.800 16,09 8.517.758 100 73.908.815
1,84 9,94 11,52 100
Biaya penyusutan terdiri dari penyusutan bangunan pabrik, oven, mixer, mesin pemotong, mesin cetak, rol, pemanas, timbangan, loyang sedang, pisau pemotong, tabung gas, tenong, meja produksi, mobil, motor, dan sepeda. Biaya penyusutan terbesar adalah mobil sebesar Rp 5.000.000 pertahun dan yang terkecil adalah timbangan jenis 2 sebesar Rp 22.500. Dari tahun 2005-2007, biaya penyusutan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh adanya pembelian peralatan dan mesin produksi. Uraian perhitungan biaya penyusutan dapat dilihat pada lampiran 1 dan Lampiran 2. Biaya pemeliharaan dan perbaikan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki bangunan pabrik, peralatan, mesin produksi, mobil, dan motor. Pada tahun 2005, biaya ini memiliki jumlah paling besar dibandingkan tahun 2006 dan 2007 karena terdapat biaya perbaikan mixer yang jumlahnya cukup besar, yaitu Rp 4.000.000. Uraian perhitungan biaya pemeliharaan dan perbaikan dapat dilihat pada Lampiran 4. Biaya telepon juga termasuk ke dalam biaya tetap karena tidak terpengaruh oleh besarnya volume produksi. Biaya ini mengalami peningkatan
67
dari tahun 2005-2007. Sedangkan biaya agen merupakan biaya yang dibayarkan untuk kontrakan agen penampungan produk jadi. Biaya ini juga mengalami peningkatan karena dari tahun 2005 sampai 2007 jumlah agen bertambah. Biaya umum terdiri dari pajak motor, pajak mobil, pajak bangunan pabrik, sumbangan, pengurusan surat-surat, tunjangan, dan biaya transportasi. Biaya ini mengalami penurunan pada tahun 2007 karena perusahaan berusaha mengurangi biaya-biaya yang tidak terlalu penting untuk efisiensi operasional perusahaan sehingga didapat penurunan sebesar 26,73 persen. Biaya tetap secara keseluruhan selama tahun 2005-2007 mengalami peningkatan, yaitu Rp 55.840.626, Rp 67.095.939, dan Rp 73.908.815. Hal ini dikarenakan bertambahnya peralatan dan mesin yang digunakan serta naiknya biaya telepon dari tahun ke tahun. Namun, peningkatan tahun 2006 lebih besar dibandingkan tahun 2007 karena perusahaan berusaha untuk menekan biaya tetap untuk efisiensi. Biaya variabel dalam proses produksi roti tawar, dan roti manis Bella Bakery terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya gas, biaya listrik, dan biaya kemasan. Biaya-biaya ini termasuk ke dalam biaya variabel karena peningkatan jumlah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan peningkatan jumlah produksi. Bahan baku roti tawar terdiri dari tepung terigu, gula, susu fullcream, garam, gist, baker bonus, dan mentega. Biaya bahan baku dari tahun 2005-2007 mengalami peningkatan karena harga bahan baku juga meningkat terutama harga bahan baku utama (tepung terigu). Bella bakery menggunakan dua merek tepung terigu dalam produksi roti tawar, yaitu Cakra Kembar dan Segitiga Biru dengan komposisi 7:3. Hal ini dilakukan perusahaan
68
untuk menekan biaya tepung terigu yang mengalami peningkatan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Biaya mentega juga mengalami peningkatan dan merek mentega yang digunakan untuk produksi roti tawar berbeda dengan mentega yang digunakan untuk produksi roti manis. Roti tawar menggunakan merek mentega Eksport dan roti manis menggunakan mentega Bos. Harga mentega Eksport lebih mahal dibandingkan dengan mentega Bos. Untuk bahan baku gula, susu fullcrean, garam, gist, dan baker bonus mengalami penurunan karena perusahaan mengganti merek yang digunakan dengan yang lebih murah tetapi kualitas tidak jauh berbeda. Seluruh bahan baku mengalami peningkatan biaya baku tahun 2005-2006 dengan peningkatan sebesar 14,14 persen pada tahun 2006 dan 22,18 persen pada tahun 2007. Uraian biaya bahan baku produksi roti tawar Bella Bakery dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Biaya Bahan Baku Produksi Roti Tawar Bella Bakery Tahun 20052007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bahan Tepung Terigu a. Cakra Kembar b. Segitiga Biru Gula Susu Fullcream Garam Gist Baker Bonus Mentega TOTAL
2005 52.519.054 20.349.018 7.079.578 20.196.480 827.068 9.709.603 4.700.812 21.193.312 136.574.925
2006 2007 62.108.227 90.370.020 23.978.514 36.775.644 8.813.784 8.623.265 23.903.640 22.063.440 1.124.920 1.015.720 9.158.849 8.112.365 5.710.062 4.850.537 24.263.449 32.574.080 159.061.445 204.385.071
Bahan baku roti manis terdiri dari tepung terigu, telur, garam, gula, susu fullcream, gist, baker bonus, pengawet, keju, coklat, daging, abon, mentega, minyak goreng, dan baking powder. Roti manis menggunakan tepung terigu merek Cakra Kembar. Biaya bahan baku roti manis mengalami peningkatan pada
69
tahun 2006. Namun, pada tahun 2007 biaya mengalami penurunan. Hal ini bukan disebabkan oleh menurunnya harga bahan baku tetapi karena perusahaan mengganti merek beberapa bahan baku dengan yang lebih murah dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dan volume produksi juga mengalami penurunan. Biaya bahan baku roti manis dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Biaya Bahan Baku Produksi Roti Manis Bella Bakery Tahun 20052007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Uraian Tepung Terigu (Cakra Kembar) Telur Garam Gula Susu Fullcream Gist Baker Bonus Pengawet Keju Coklat Daging Abon Mentega Minyak Goreng Baking Powder TOTAL
2005 14.478.300 5.734.191 122.958 4.368.758 3.892.620 2.823.533 907.011 117.900 1.306.913 482.463 1.889.120 3.286.725 4.471.200 12.127.489 223.560 56.232.741
2006 22.726.776 5.193.834 120.459 4.058.905 3.431.160 1.968.805 820.579 101.664 1.258.925 415.640 1.763.895 2.706.525 3.880.800 12.659.688 206.518 61.314.173
2007 16.943.040 5.008.107 101.001 3.933.025 2.882.800 1.762.463 674.898 88.845 1.213.499 378.010 2.959.655 2.759.250 3.979.620 15.005.160 179.005 57.868.378
Biaya tenaga kerja langsung terdiri dari gaji pokok karyawan dan upah lembur. Upah lembur diberikan saat ada penambahan jam tenaga kerja untuk memproduksi tambahan pesanan roti. Biaya tenaga kerja langsung meningkat dari tahun ke tahun karena perusahaan menaikkan gaji pokok dan upah lembur. Biaya gas juga mengalami peningkatan sebesar 0,75 persen pada tahun 2006 dan 5,67 persen pada tahun 2007. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya harga gas. Biaya listrik termasuk ke dalam biaya variabel karena sebagian besar listrik digunakan untuk proses produksi, yaitu penggunaan mesin produksi (oven, mesin pemanas, dan mixer). Semakin besar volume produksi roti,
70
maka semakin besar pula penggunaan peralatan produksinya sehingga penggunaan listrik juga meningkat. Sedangkan biaya variabel di luar proses produksi adalah biaya kemasan. Semakin besar volume produksi, semakin besar juga jumlah kemasan yang dibutuhkan sehingga meningkatkan biaya kemasan. Biaya kemasan dari tahun 2005 sampai 2007 berturut-turut adalah Rp 13.323.800, Rp 19.610.300, dan Rp 17.075.600. Penurunan biaya kemasan pada tahun 2007 disebabkan oleh penurunan jumlah produksi tahun 2007, terutama untuk roti manis. Komponen biaya variabel yang terbesar adalah biaya bahan baku yang setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup besar. Pada periode tahun 2005-2007 biaya bahan baku berturut-turut berkontribusi sebesar 75,35 persen, 71,33 persen, dan 72,98 persen. Kontribusi tahun 2005 dan 2007 menunjukkan nilai yang tinggi karena peningkatan harga bahan baku yang tinggi. Penurunan kontribusi biaya bahan baku pada tahun 2006 disebabkan karena perusahaan membuat strategi dalam pembelian merek bahan baku. Perusahaan menggunakan dua merek tepung terigu yang penggunaannya dicampur seperti yang telah dijelaskan sebelumnya untuk menjangkau harga tepung yang semakin tinggi. Biaya variabel tahun 2005 adalah sebesar Rp 255.876.570, tahun 2006 sebesar Rp 308.958.318, dan tahun 2007 sebesar Rp 359.371.088. Peningkatan tahun 2006 sebesar 13,83 persen dan tahun 2007 sebesar 13,89 persen. Komponen biaya variabel produksi roti tawar dan roti manis Bella Bakery tahun 2005-2007 dapat dilihat pada Tabel 11.
71
Tabel 11. Komponen Biaya Variabel Produksi Roti Tawar dan Roti Manis Bella Bakery Tahun 2005-2007 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Uraian Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan TOTAL
2005 Rp
%
2006 Rp
%
2007 Rp
%
192.807.666 75,35 220.375.618 71,33 262.253.449 72,98 40.341.377 15,77 2.887.295 6.516.432 13.323.800 255.876.570
1,13 2,55
58.955.524 19,08 3.450.886 6.565.990
5,21 19.610.300 100 308.958.318
1,12 2,13
69.360.419 19,30 3.721.236 6.960.384
1,04 1,94
6,35 17.075.600 100 359.371.088
4,75 100
6.2 Analisis Penerimaan Bella Bakery Dalam analisis penerimaan dilakukan beberapa analisis, yaitu analisis harga pokok produk, analisis titik impas, dan analisis profitabilitas dari tahun 2005 sampai tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai sejauhmana keadaan produksi roti tawar dan roti manis mencapai tingkat keuntungan. Dalam analisis penerimaan yang termasuk unsur pendapatan adalah hasil penjualan roti tawar dan roti manis.
6.2.1 Analisis Harga Pokok Analisis harga pokok sangat penting untuk dilakukan karena dapat mengetahui efisien tidaknya suatu operasional perusahaan. Analisis harga pokok juga dapat membantu perusahaan dalam penentuan harga pasar sehingga dapat bersaing memasarkan produk. Analisis harga pokok yang digunakan pada pembahasan ini adalah dengan pendekatan full costing karena biaya yang digunakan mencakup seluruh biaya produksi baik yang berperilaku variabel maupun tetap ditambah biaya non produksi seperti biaya administrasi dan umum,
72
dan biaya pemasaran. Perhitungan harga pokok yang dilakukan adalah harga pokok produk roti tawar dan harga pokok roti manis. Oleh karena proses produksi roti tawar dan roti manis bersamaan waktunya dengan produksi roti lain, maka terdapat biaya bersama sehingga dilakukan pemisahan biaya bersama seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Dalam analisis harga pokok ini diperlukan komponen biaya dan jumlah produksi. Biaya merupakan pengeluaran yang diperlukan untuk memproduksi dan memasarkan roti tawar dan roti manis sedangkan jumlah produksi adalah jumlah roti tawar dan roti manis yang dijual yang telah dikemas menggunakan plastik berlabel perusahaan. Sedangkan harga pokok merupakan hasil pembagian dari jumlah biaya dengan volume produksi roti. Total biaya terdiri dari proses pembelian bahan baku, produksi, dan pemasaran. Namun, biaya pemasaran hanya mencakup biaya kemasan dan biaya kontrakan agen. Biaya bensin kendaraan pemasaran tidak dikeluarkan perusahaan tetapi merupakan tanggung jawab pedagang. Biaya penyusutan kendaraan pemasaran tetap dihitung karena perusahaan yang membelinya. Rincian total biaya roti tawar dan roti manis dapat dilihat pada Lampiran 10. Berikut rincian perhitungan harga pokok produk roti tawar Bella Bakery tahun 2005-2007. Tabel 12. Harga Pokok Produk Roti Tawar per Bungkus Bella Bakery Tahun 2005-2007 Tahun 2005 2006 2007
Total Biaya (Rp) 212.875.221 268.241.356 315.465.670
Produksi (bungkus) 115.762 132.791 129.323
Harga Pokok (Rp/bungkus) 1.839 2.020 2.439
Harga Jual (Rp/bungkus) 3.300 3.700 4.000
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa harga pokok produk selama periode 2005-2007 adalah Rp 1.839/bungkus, Rp 2.020/bungkus, dan Rp 2.439/bungkus.
73
Pada tahun 2006, harga pokok naik sebesar 8,96 persen dan tahun 2007 harga pokok naik sebesar 17,17 persen. Sedangkan harga pokok produk roti manis dapat dilihat pada Tabel 13. Harga Pokok roti manis selama periode tahun 2005-2007 berturut-turut sebesar Rp 711/bungkus, Rp 925/bungkus, dan Rp 1.126/bungkus. Harga pokok tersebut dapat mencerminkan besarnya biaya rata-rata untuk menghasilkan satu bungkus roti. Harga pokok roti tawar dan roti manis memiliki kesamaan, yaitu harga pokok terkecil terjadi pada tahun 2005 dan harga pokok terbesar terjadi pada tahun 2007. Kenaikan secara umum disebabkan oleh meningkatnya biaya bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan terbaik perusahaan pada tahun 2005 dengan harga pokok terkecil, sedangkan harga pokok terbesar terjadi pada tahun 2007. Tabel 13. Harga Pokok Produk Roti Manis per Bungkus Bella Bakery Tahun 2005-2007 Tahun 2005 2006 2007
Total Biaya (Rp) 95.370.563 105.733.368 114.862.766
Produksi Harga Pokok (bungkus) (Rp/bungkus) 134.108 711 114.334 925 102.000 1.126
Harga Jual (Rp/bungkus) 1.500 1.800 2.400
Harga pokok ini juga dapat digunakan untuk menghitung besarnya laba atau rugi yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan produk roti setiap tahunnya dengan menghitung marjin antara harga jual dengan harga pokok produk roti. Nilai marjin menunjukkan besarnya laba atau rugi perusahaan. Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa selama periode 2005-2007 kondisi perusahaan dalam keadaan marjin yang berfluktuasi pada produk roti tawar. Nilai marjin tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar Rp 1.680/bungkus, yang artinya setiap penjualan satu bungkus roti tawar dengan harga jual Rp 3.700/bungkus diperoleh keuntungan sebesar Rp 1.680/bungkus. Pada tahun 2007, marjin mengalami
74
penurunan sebesar 7,62 persen. Hal ini dapat disebabkan oleh perusahaan tidak menaikkan harga jual yang terlalu tinggi karena untuk menjangkau daya beli konsumen sehingga keuntungan ditekan. Tabel 14. Marjin antara Harga Jual Roti Tawar per Bungkus dengan Harga Pokok Produk per Bungkus Bella Bakery Tahun 2005-2007 Tahun 2005 2006 2007
Harga Jual (Rp) 3.300 3.700 4.000
HPP (Rp) 1.839 2.020 2.439
Marjin (Rp) 1.461 1.680 1.561
Marjin (%) 13,04 -7,62
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa selama periode 2005-2007 kondisi perusahaan dalam keadaan marjin yang meningkat pada produk roti manis. Nilai marjin tertinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar Rp 1.274/bungkus, yang artinya setiap penjualan satu bungkus roti tawar dengan harga jual Rp 2.400/bungkus diperoleh keuntungan sebesar Rp 1.274/bungkus. Pada tahun 2007, marjin mengalami peningkatan sebesar 31,32 persen. Hal ini dapat disebabkan oleh perusahaan menaikkan harga jual yang tinggi dibandingkan dengan kenaikan tahun 2006. Tabel 15. Marjin antara Harga Jual Roti Manis per Bungkus dengan Harga Pokok Produk Roti Manis per Bungkus Bella Bakery Tahun 2005-2007 Tahun 2005 2006 2007
Harga Jual (Rp) 1.500 1.800 2.400
HPP (Rp) 711 925 1.126
Marjin (Rp) 789 875 1.274
Marjin (%) 9,83 31,32
Peningkatan biaya bahan baku meningkatkan pula harga pokok produk sehingga perusahaan harus mengantisipasinya dengan meningkatkan harga jual. Harga jual yang ditetapkan perusahaan telah dapat dikatakan tepat karena terdapat marjin antara harga pokok produk dan harga jual. Jika harga jual tidak dinaikkan
75
maka marjin yang akan perusahaan akan turun. Namun masih terdapat marjin yang menurun dari tahun sebelumnya karena peningkatan harga jualnya rendah.
6.2.2 Analisis Titik Impas Analisis titik impas dilakukan terhadap penerimaan yang diperoleh perusahaan. Penerimaan tersebut merupakan hasil penjualan dari roti tawar dan roti manis, maka dalam analisis ini dihitung berdasarkan sumber penerimaan roti tawar dan roti manis yang dalam perhitungannya dipisah antara kedua produk tersebut. Satuan penilaian yang dilakukan terhadap analisis titik impas berupa nilai uang dan nilai barang, dimana pada saat perusahaan berada pada kondisi tidak mendapat untung dan tidak mendapat rugi atau selisih antara penerimaan dan pengeluaran sama dengan nol. Perhitungan titik impas roti tawar dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Perhitungan Titik Impas Roti Tawar Bella Bakery Tahun 20052007 Uraian Total Produksi (bungkus) Harga Jual/unit (Rp/bungkus) Penerimaan (Rp) Biaya Variabel Total (Rp) Laba Kontribusi (Rp) Biaya Tetap Total (Rp) Laba Bersih (Rp) Biaya Variabel Rata-rata (Rp/bungkus) HPP/unit (Rp/bungkus) BEP (Rp) BEP (bungkus)
2005 115.762 3.300 382.014.600 177.822.577 204.192.023 38.524.056 165.667.967
2006 132.791 3.700 491.326.700 221.490.209 269.836.491 48.830.680 221.005.811
2007 129.323 4.000 517.292.000 266.233.352 251.058.648 52.183.785 198.874.863
1.536
1.668
2.059
1.839 72.073.099 21.840
2.020 88.912.425 24.030
2.439 107.521.707 26.880
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa penerimaan untuk Bella Bakery dari hasil penjualan roti tawar pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 sudah berada pada kondisi di atas titik impasnya. Hal ini berarti perusahaan telah
76
mampu melakukan produksi di atas titik impas yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jika ditinjau secara keseluruhan, perusahaan selalu mendapat keuntungan pada produksi roti tawar. Namun demikian jika dilihat dari perkembangan titik impas dari tahun 2005-2007 menunjukkan bahwa selisih antara realisasi produksi dengan produksi pada titik impas terjadi fluktuasi. Gambar 7 menunjukkan grafik titik impas produk roti tawar tahun 2007. Pada gambar terlihat bahwa penerimaan pada titik impas berada di atas biaya tetap sehingga perusahaan mampu berproduksi di atas titik impas.
Penerimaan
Penerimaan dan Biaya (Rp)
Biaya Total Impas 107.521.707 Biaya Variabel
Biaya Tetap
52.183.785
Volume Penjualan (bungkus) 26.880
Gambar 7. Titik Impas Produk Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2007 Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa penerimaan untuk Bella Bakery dari hasil penjualan roti manis pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 sudah berada pada kondisi di atas titik impasnya. Hal ini berarti perusahaan telah mampu melakukan produksi roti manis di atas titik impas yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jika ditinjau secara keseluruhan, perusahaan selalu mendapat keuntungan pada produksi roti manis. Namun
77
demikian jika dilihat dari perkembangan titik impas dari tahun 2005-2007 menunjukkan bahwa selisih antara realisasi produksi dengan produksi pada titik impas terjadi fluktuasi. Gambar 8 menunjukkan grafik titik impas produk roti manis tahun 2007. Pada gambar terlihat bahwa penerimaan pada titik impas berada di atas biaya tetap sehingga perusahaan mampu berproduksi di atas titik impas. Tabel 17. Perhitungan Titik Impas Roti Manis Bella Bakery tahun 2005-2007 Uraian Total Produksi (bungkus) Harga Jual/unit (Rp/bungkus) Penerimaan (Rp) Biaya Variabel Total (Rp) Laba Kontribusi (Rp) Biaya Tetap Total (Rp) Laba Bersih (Rp) Biaya Variabel Rata-rata (Rp/bungkus) HPP/unit (Rp/bungkus) BEP (Rp) BEP (bungkus)
2005 134.108 1.500 201.162.000 78.053.993 123.108.007 17.316.570 105.791.437
2006 114.334 1.800 205.801.200 87.468.109 118.333.091 18.265.259 100.067.832
2007 102.000 2.400 244.800.000 93.137.736 151.662.264 21.725.030 129.937.234
582
765
913
711 28.295.770 18.864
925 31.766.366 17.648
1.126 35.066.649 14.611
Penerimaan dan Biaya (Rp) Biaya Total Impas 35.066.649 Biaya Variabel
46.638.070
Biaya Tetap
Volume Penjualan (bungkus) 14.611
Gambar 8. Titik Impas Produk Roti Manis Bella Bakery Tahun 2007
78
6.2.3 Analisis Profitabilitas Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari hasil penjualan dapat diperkirakan berdasarkan hasil perkalian antara nilai Margin of Safety (MOS) dan Marginal Income Ratio (MIR). Perusahaan dapat memperoleh informasi mengenai berapa jumlah maksimal penurunan target penjualan yang boleh terjadi dimana perusahaan tidak akan mengalami kerugian dengan parameter yang disebut dengan Margin of Safety (MOS). Semakin besar nilai MOS, maka kondisi perusahaan akan semakin baik karena memiliki kemampuan toleransi terhadap penurunan penjualan yang semakin besar. Selain itu, juga akan memperbesar kesempatan perusahaan untuk memperoleh laba. Sedangkan Margin Income Ratio (MIR) adalah rasio antara laba kontribusi dengan penerimaan. Semakin besar biaya variabel, maka nilai MIR akan semakin kecil. Untuk mengetahui nilai MOS dan MIR Bella Bakery pada produk roti tawar dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Tingkat Profitabilitas Produksi Roti Tawar Bella Bakery Tahun 2005-2007 Uraian Volume Penjualan (bungkus) Harga Jual/unit (Rp/bungkus) Penerimaan (Rp) Biaya Tetap Total (Rp) Biaya Variabel Total (Rp) Biaya Variabel Rata-rata (Rp/bungkus) BEP (Rp) BEP (bungkus) MOS (%) MIR (%) Profitabilitas (%) Pertumbuhan (%)
2005 115.762 3.300 382.014.600 38.524.056 177.822.577
2006 132.791 3.700 491.326.700 48.830.680 221.490.209
2007 129.323 4.000 517.292.000 52.183.785 266.233.352
1.536
1.668
2.059
72.073.099 21.840 81,13 53,45 43,37 -
88.912.425 24.030 81,90 54,92 44,98 3,59
107.521.707 26.880 79,21 48,53 38,45 -17,00
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa nilai MOS selama periode 2005-2007 menunjukkan nilai yang positif. Nilai MOS yang terbesar terjadi pada
79
tahun 2006, yaitu sebesar 81,90 persen artinya bahwa tingkat penurunan produksi yang dapat ditolerir sehingga perusahaan berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi sebesar 81,90 persen dari volume produksi. Nilai MOS menunjukkan tingkat penurunan produksi atau penjualan yang dapat ditoleransi sehingga perusahaan tidak menderita kerugian. Semakin besar nilai MOS akan semakin baik karena semakin besar tingkat keamanan bagi perusahaan jika terjadi penurunan volume produksi atau penjualan. Sedangkan nilai MIR yang dicapai Bella Bakery selama periode 20052007 juga dapat dilihat pada Tabel 18. Selama periode tersebut Bella Bakery memiliki nilai MIR positif. Nilai MIR tertinggi dicapai pada tahun 2006, yaitu sebesar persen yang artinya Rp 100 dari hasil penjualan sebesar Rp 54,92 tersedia untuk menutupi biaya tetap dan juga biaya variabelnya. Penurunan MIR perusahaan dikarenakan kenaikan pada total biaya variabel. Nilai MIR menunjukkan bagian dari hasil penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap. Hal ini berarti bahwa Bella Bakery mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menutup biaya tetap pada produksi roti tawar. Nilai profitabilitas atau yang sering disebut sebagai margin laba merupakan persentase laba yang diperoleh dari penjualan. Berdasarkan Tabel 18 perkembangan nilai profitabilitas roti tawar menunjukkan bahwa untuk tahun 2006 dicapai nilai profitabilitas tertinggi sebesar 44,98 persen. Sedangkan nilai profitabilitas terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 38,45 persen. Nilai ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya karena perusahaan berusaha tidak menaikkan harga jual terlalu besar sehingga keuntungan ditekan. Namun, selama periode 2005-2007 nilai profitabilitas yang didapat masih bernilai positif sehingga
80
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan memperoleh laba dari kegiatan produksi roti tawar yang diusahakannya. Tabel 19. Tingkat Profitabilitas Produksi Roti Manis Bella Bakery Tahun 2005-2007 Uraian Volume Penjualan (bungkus) Harga Jual/unit (Rp/bungkus) Penerimaan (Rp) Biaya Tetap Total (Rp) Biaya Variabel Total (Rp) Biaya Variabel Rata-rata (Rp/bungkus) BEP (Rp) BEP (bungkus) MOS (%) MIR (%) Profitabilitas (%) Pertumbuhan (%)
2005 134.108 1.500 201.162.000 17.316.570 78.053.993
2006 114.334 1.800 205.801.200 18.265.259 87.468.109
2007 102.000 2.400 244.800.000 21.725.030 93.137.736
582
765
913
28.295.770 18.864 85,93 61,20 52,59 -
31.766.366 17.648 84,56 57,50 48,62 -8,17
35.066.649 14.611 85,68 61,95 53,08 8,40
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa nilai MOS pada produk roti manis selama periode 2005-2007 menunjukkan nilai yang positif. Nilai MOS yang terbesar terjadi pada tahun 2005, yaitu sebesar 85,93 persen artinya bahwa tingkat penurunan produksi roti manis yang dapat ditolerir sehingga perusahaan berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi sebesar 85,93 persen dari volume produksi. Sedangkan nilai MIR yang dicapai Bella Bakery pada produk roti manis selama periode 2005-2007 juga dapat dilihat pada Tabel 19. Selama periode tersebut Bella Bakery memiliki nilai MIR positif. Nilai MIR tertinggi dicapai pada tahun 2007, yaitu sebesar 61,95 persen yang artinya Rp 100 dari hasil penjualan sebesar Rp 61,95 tersedia untuk menutupi biaya tetap dan juga biaya variabelnya. Hal ini berarti bahwa Bella Bakery mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menutup biaya tetap.
81
Berdasarkan Tabel 19 perkembangan nilai profitabilitas roti manis menunjukkan bahwa untuk tahun 2007 dicapai nilai profitabilitas tertinggi sebesar 53,08 persen. Sedangkan nilai profitabilitas terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 48,62 persen. Nilai ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya karena perusahaan berusaha tidak menaikkan harga jual terlalu besar sehingga keuntungan ditekan. Namun, selama periode 2005-2007 nilai profitabilitas masih positif yang menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan memperoleh laba dari kegiatan produksi roti manis yang diusahakannya. Berdasarkan nilai profitabilitas kedua produk Bella Bakery, yaitu roti tawar dan roti manis, terdapat perbedaan perubahan nilai profit yang terjadi selama periode 2005-2007. Roti tawar mengalami peningkatan profit pada tahun 2006 dan menurun pada tahun 2007. Sedangkan roti manis mengalami penurunan profit pada tahun 2006 dan meningkat pada tahun 2007. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan perubahan jumlah permintaan yang terjadi pada kedua produk tersebut. Selama periode tahun 2005-2007, nilai MOS dan MIR yang diperoleh kedua produk bernilai cukup tinggi sehingga berimplikasi pada tingkat profitabilitas yang dicapai juga bernilai tinggi. Secara keseluruhan, tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan, volume penjualan, dan harga jual. Kenaikan harga bahan baku berpengaruh pada penurunan tingkat profitabilitas yang didapat tetapi Bella Bakery dapat mengantisipasi dengan penggantian beberapa merek bahan baku yang lebih murah dan peningkatan harga jual. Namun, tingkat profitabilitas Bella bakery masih tergolong bernilai besar.
82
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diuraikan dari hasil pembahasan adalah sebagai berikut : 1.
Harga pokok produk roti tawar pada usaha Bella Bakery tahun 2005-2007 berturut-turut adalah Rp 1.839/bungkus, Rp 2.020/bungkus, dan Rp 2.439/bungkus. Harga pokok produk roti manis pada usaha Bella Bakery tahun 2005-2007 berturut-turut adalah Rp 711/bungkus, Rp 925/bungkus, dan Rp 1.126/bungkus. Peningkatan harga pokok kedua produk disebabkan oleh peningkatan harga bahan baku, terutama tepung terigu. Namun, perusahaan mengatasinya dengan meningkatkan harga jual sehingga marjin yang diperoleh juga meningkat. Oleh karena itu, penetapan harga jual yang ditetapkan perusahaan dari tahun ke tahun telah tepat.
2.
Selama periode 2005-2007, Bella Bakery memproduksi roti tawar dan roti manis di atas titik impasnya walaupun perkembangan titik impas selama periode tersebut menunjukkan bahwa selisih antara realisasi produksi dengan produksi pada titik impas terjadi fluktuasi.
3.
Nilai MOS untuk kedua produk benilai cukup besar sehingga batas toleransi penurunan produksi juga besar. Perusahaan juga mempunyai hasil penjualan yang tinggi untuk menutupi biaya tetap dan variabel yang ditunjukkan dengan nilai MIR yang besar. Kemampuan Bella Bakery dalam menghasilkan laba juga ditunjukkan oleh nilai profitabilitas yang positif selama periode 20052007. Tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan dipengaruhi oleh
83
besarnya biaya yang dikeluarkan, volume penjualan, dan harga jual. Kenaikan harga bahan baku berpengaruh pada penurunan tingkat profitabilitas yang didapat tetapi Bella Bakery dapat mengantisipasi dengan penggantian beberapa merek bahan baku yang lebih murah dan peningkatan harga jual. Namun, secara keseluruhan tingkat profitabilitas Bella bakery masih tergolong bernilai besar.
7.2 Saran Adapun saran yang dapat direkomendasikan adalah : 1. Bella Bakery sebaiknya tidak meningkatkan harga jual karena keuntungan yang didapat cukup besar sehingga daya beli masyarakat dapat dijangkau. 2. Penentuan harga jual sebaiknya didasarkan pada harga pokok produk yang terjadi agar biaya yang dikeluarkan untuk produksi dapat tertutupi. 3. Bella Bakery sebaiknya meningkatkan jumlah agen pemasaran untuk menjangkau potensi pasar di wilayah lain. Penambahan jumlah agen di wilayah lain dapat meningkatkan jumlah permintaan sehingga penjualan meningkat. 4. Inovasi produk sebaiknya dilakukan seiring perubahan selera konsumen dan sebagai strategi untuk bersaing dengan pesaing.
84
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2004. Jumlah dan Nilai Produksi Roti Manis dan Roti Tawar di Indonesia. Jakarta. Damayanti, Aprilia Ritma. 2004. Analisis Perubahan Penetapan Harga Pokok Produksi Teh dalam Kaitannya dengan Titik Impas dan Profitabilitas Perusahaan. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Departemen Perindustrian RI. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995. Departemen Koperasi. Undang-undang No. 9 Tahun 1995 Mengenai Usaha Kecil dan Menengah. http://www.depkop.go.id [1 Maret 2008] Fess, Warren Reeve. 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi 21. Salemba Empat. Jakarta. Hugeng, La Ode Ikhsan. 2005. Kajian Fungsi Operasional dan Analisis Profitabilitas Usaha Kecil Roti Buaya dalam Rangka Pengembangan Bisnis (Studi Kasus CV. X Jakarta). Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Kusumastuti, Retno. 2006. Analisis Strategi Pemasaran Industri Kecil Roti dan Kue (Studi Kasus Toko Ibu Ratna Roti dan Kue). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor. Limbong dan Sitorus. 1987. Pengantar Tata Niaga Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, IPB. Bogor. Milton, F. U. Dan Lawrence, H. 1994. Akuntansi Biaya. Perencanaan dan Pengendalian : jilid 1. Edisi 10. Penerbit Erlangga. Jakarta. Mulyadi. 1993. Akuntansi Biaya, Edisi 5. Universitas Gajah Mada. Penerbit STIE YKPN. Yogyakarta. Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya, Edisi 5. Universitas Gajah Mada. Penerbit STIE YKPN. Yogyakarta. Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen, Edisi 3. Universitas Gajah Mada. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Rony, Helmi. 1990. Akuntansi Biaya : Pengantar Untuk Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Roslinawati. 2007. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
85
Saragih, Bungaran. 2001. Agribisnis: Paradigma Baru pembangunan Ekonomi berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada Indonesia dan PT Surveyor Indonesia. Jakarta. Situs Resmi Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Statistik UKM Tahun 2005-2006. http://www.depkop.go.id [10 Februari 2008] Situs Resmi Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi. 2007. http://www.diskop.go.id [10 Februari 2008] Wasono, Siwi Dwi. 2004. Analisis Manajemen Pengendalian Mutu Pada Industri Kecil Roti (Studi Kasus di Mayan Excellent Bakery, Kota Depok). Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Widiyastuti, Sri. 2007. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor). Skripsi. Fakultas Ekonomi Manajemen. IPB. Bogor.
86
LAMPIRAN
87
Lampiran 1. Biaya Penyusutan Bangunan, Peralatan, Mesin Produksi, dan Alat Transportasi No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Uraian
Bangunan Pabrik (12mx7m) Oven 1 Oven 2 Mixer (25 Kg) Mixer (15 Kg) Mesin Pemotong Mesin Cetak Rol Pemanas (Kompor) Pemanas (Listrik) Timbangan 1 Timbangan 2 Loyang Besar Loyang Kecil Loyang Sedang Stenles Loyang Lebar Meja Produksi Tabung Gas
Tahun Perolehan
Umur Beban Ekonomis Per tahun (tahun) (%)
Nilai Perolehan
Jumlah (Unit)
Total Perolehan
Beban Penyusutan Per tahun
2005
2006
2007
2004
20
5
500.000
84m2
42.000.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2.100.000
2004 2008 2004 2008
5 5 5 5
20 20 20 20
19.500.000 28.500.000 13.500.000 13.500.000
1 1 1 1
19.500.000 28.500.000 13.500.000 13.500.000
3.900.000 5.700.000 2.700.000 2.700.000
3.900.000 0 2.700.000 0
3.900.000 0 2.700.000 0
3.900.000 0 2.700.000 0
2004 2004 2004
5 5 5
20 20 20
4.000.000 3.000.000 1.000.000
1 1 1
4.000.000 3.000.000 1.000.000
800.000 600.000 200.000
800.000 600.000 200.000
800.000 600.000 200.000
800.000 600.000 200.000
2004
5
20
2.000.000
1
2.000.000
400.000
400.000
400.000
400.000
2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 Apr 2005
5 4 4 4 4 4 4 4 8 5
20 25 25 25 25 25 25 25 12.5 20
5.000.000 70.000 90.000 35.000 10.000 16.000 200.000 250.000 200.000 250.000
1 2 1 100 30 100 3 1 4 6
5.000.000 140.000 90.000 3.500.000 300.000 1.600.000 600.000 250.000 800.000 1.500.000
1.000.000 35.000 22.500 875.000 75.000 400.000 150.000 62.500 100.000 300.000
1.000.000 35.000 22.500 875.000 75.000 400.000 150.000 62.500 100.000 225.000
1.000.000 35.000 22.500 875.000 75.000 400.000 150.000 62.500 100.000 300.000
1.000.000 35.000 22.500 875.000 75.000 400.000 150.000 62.500 100.000 300.000
88
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 32 33 34
Pisau Tawar Loyang Sedang Loyang Kecil Timbangan Timbangan Kepala Cetakan Timbangan Loyang Besar Loyang Kecil Loyang Sedang Tenong Tenong Mobil Box Motor Motor Sepeda
Mei 2005 Juli 2005 Juli 2005 Sep 2005 Mei 2006 Juni 2006 Agts 2007 Nov 2007 Nov 2007 Nov 2007 2005 Mei 2006 2004 2004 2005 2005
5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 10 10 10 10 10 10
20 25 25 20 25 25 25 25 25 25 10 10 10 10 10 10
7.800.000 16.000 10.000 125.000 105.000 200.000 110.000 36.000 12.000 17.500 40.000 50.000 50.000.000 9.000.000 8.000.000 150.000
1 40 36 2 2 1 1 10 10 8 70 30 1 10 5 10
7.800.000 640.000 360.000 250.000 210.000 200.000 110.000 360.000 120.000 140.000 2.800.000 1.500.000 50.000.000 90.000.000 40.000.000 1.500.000
1.560.000 160.000 90.000 50.000 52.500 50.000 27.500 90.000 30.000 35.000 280.000 150.000 5.000.000 9.000.000 4.000.000 150.000 TOTAL
1.040.000 80.000 45.000 16.667 0 0 0 0 0 0 280.000 0 5.000.000 9.000.000 4.000.000 150.000 33.256.667
1.560.000 160.000 90.000 50.000 35.000 29.167 0 0 0 0 280.000 100.000 5.000.000 9.000.000 4.000.000 150.000 34.174.167
1.560.000 160.000 90.000 50.000 52.500 50.000 11.458 15.000 5.000 5.833 280.000 150.000 5.000.000 9.000.000 4.000.000 150.000 34.299.792
89
Lampiran 2. Perhitungan Biaya Penyusutan Roti Tawar dengan Proporsi Nilai Pasar terhadap Produk Roti Lain TAHUN 2005 Penyusutan Total Penyusutan Peralatan Roti Tawar Penyusutan Bersama
Produk Roti Tawar Roti Manis Roti Lain TOTAL
Proporsi 40,13% 21,23% 38,64% 100%
TAHUN 2006 Penyusutan Total Penyusutan Peralatan Roti Tawar Penyusutan Bersama
Produk Roti Tawar Roti Manis Roti Lain TOTAL
Proporsi 42,87% 17,96% 39,17% 100%
TAHUN 2007 Penyusutan Total Penyusutan Peralatan Roti Tawar Penyusutan Bersama
Produk Roti Tawar Roti Manis Roti Lain TOTAL
Proporsi 43,17% 20,43% 36,40% 100%
33.256.667 2.320.000 30.936.667
Penyusutan 12.414.884 6.567.854 11.953.928 30.936.667
34.174.167 2.920.000 31.254.167
Penyusutan 13.398.661 5.613.248 12.242.257 31.254.167
Penyusutan Alat Roti Tawar 2.320.000
TOTAL 14.734.884 6.567.854 11.953.928 33.256.667
Penyusutan Alat Roti Tawar 2.920.000
TOTAL 16.318.661 5.613.248 12.242.257 34.174.167
34.299.792 2.925.833 31.373.959
Penyusutan 13.544.138 6.409.700 11.420.121 31.373.959
Penyusutan Alat Roti Tawar 2.925.833
TOTAL 16.469.971 6.409.700 11.420.121 34.299.792
90
Lampiran 3. Proporsi Masing-masing Produk Berdasarkan Nilai Pasar 2005 Kelompok Roti a
Roti b Roti c
Roti d
Produk Abon/Ayam Baso Coklat Keju Coklat Rol Cheese John Donat Baso Hotdog Keju Molen Roti Tawar Coklat Coklat Cream Cofe Bun Donat Keju Kelapa Muda Long John Nanas Pisang Coklat Pisang Coklat Keju Pisang Keju Srikaya Strawberry Manis 12 isi
2006
Jumlah Penjualan Produk 1.500 134.108 201.162.000
21,23
Jumlah Produk 1.800 114.334
3.300 1.700
115.762 382.014.600 93.775 159.417.500
40,13 16,82
3.700 2.000
4.500
23.151 104.179.500
10,99
5.000
Harga
%
2007
205.801.200
17,96
Jumlah Produk 2.400 102.000
132.791 105.470
491.326.700 210.940.000
42,87 18,41
4.000 2.200
18.398
91.990.000
8,03
5.000
Harga
Penjualan
%
Harga
Penjualan
%
244.800.000
20,43
129.323 89.555
517.292.000 197.021.000
43,17 16,44
17.508
87.540.000
7,31
91
Roti e Roti f Roti g Roti h Roti i
Roti j
Manis 12 kosong Manis 6 Pizza Coklat Ring Keset Coklat Keset Keju KCK Cheese Stik 3 Rasa TOTAL
2.800
12.036
33.700.800
3,56
3.000
12.239
36.717.000
3,21
3.200
11.865
37.968.000
3,17
1.500 3.000 3.300
8.428 1.157 15.485
12.642.000 3.471.000 51.100.500
1,33 0,37 5,39
3.000 1.500 3.500 4.000
9.349 8.617 1.564 15.541
28.047.000 12.925.500 5.474.000 62.164.000
2,45 1,13 0,47 5,42
3.000 2.000 3.500 4.000
10.167 7.295 1.195 16.077
30.501.000 14.590.000 4.182.500 64.308.000
2,55 1,22 0,35 5,36
3.500
164
947.687.900
100
574.000 1.145.959.400
0,05 100
1.198.202.500
100
92
Lampiran 4. Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Uraian Servis Oven Servis Oven Betulin talang Servis Tabung Servis Mixer Servis Mobil dan Motor Servis Mixer Servis Pemotong Servis Oven Servis Rol Plester Pabrik Servis Mobil dan Motor Servis Mesin Rol Betulin Listrik Servis Pisau Servis Mixer Servis Mixer Plester Pabrik Servis Mixer Servis Oven Servis Mixer Servis Mobil dan Motor TOTAL
2005 100.000 100.000 142.750 142.750 4.000.000 1.312.750
2006
2007
150.000 232.500 200.000 1.879.000 151.000 1.260.000
5.798.250
3.872.500
170.000 100.000 400.000 300.000 150.000 1.412.000 261.500 290.000 565.000 1.945.000 5.593.500
93
Lampiran 5. Perhitungan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan untuk Produk Roti Tawar dengan Proporsi Nilai Pasar terhadap Produk Roti Lain TAHUN 2005 Produk Roti Tawar Roti Manis Roti Lain TOTAL
Proporsi 40,13% 21,23% 38,64% 100%
TAHUN 2006 Biaya Total Biaya Alat Roti Tawar Biaya Bersama Produk
3.872.500 232.500 3.640.000
Proporsi
Roti Tawar Roti Manis Roti Lain TOTAL
42,87% 17,96% 39,17% 100%
TAHUN 2007 Biaya Total Biata Alat Roti Tawar Biaya Bersama Produk Roti Tawar Roti Manis Roti Lain TOTAL
Biaya 2.326.838 1.230.968 2.240.444 5.798.250
Biaya 1.560.468 653.744 1.425.788 3.640.000
Biaya Alat Roti Tawar 232.500
TOTAL
Biaya Alat Roti Tawar 400.000
TOTAL
1.792.968 653.744 1.425.788 3.872.500
5.593.500 400.000 5.193.500
Proporsi 43,17% 20,43% 36,40% 100%
Biaya 2.242.034 1.061.032 1.890.434 5.193.500
2.642.034 1.061.032 1.890.434 5.593.500
94
Lampiran 6. Data Produksi Bella Bakery Tahun 2005-2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Produk Ayam Baso Coklat Coklat Keju Coklat Cream Coklat Ring Coffe Bun Cheese John Cheese stik Donat Sate Rol Donat Baso Donat Keju Hot Dog Keju Kelapa Muda Keset Cok Keju Keset Keju Keset Coklat Long John Manis 12 Ksg Manis 12 isi Manis 6 Molen Nanas Pisang Coklat Pisang Coklat Keju Pisang Keju Srikaya Tawar Pizza Strawberry 3 Rasa TOTAL
2005 11.358 17.149 37.715 14.232 3.762 8.428 3.846 15.371 12.012 12.010 18.200 3.669 17.022 16.493 4.780 2.529 944 1.157 10.918 8.687 23151 3.349 12.273 2.181 9.001 6.353 3.426 7.291 115.762 833 403.902
Jumlah (buah) 2006 7.937 14.966 41.071 14.107 4.740 8.617 1.644 14.465 10.934 8.288 14.977 4.233 14.928 15.493 5.016 3.757 850 1.564 10.893 8.972 18.398 3.267 9.173 2.163 10.206 15.006 2.488 6.718 132.791 9.349 1.292 164 418.467
2007 6.416 13.044 39.405 13.074 4.680 7.295 1.176 12.401 11.114 7.075 13.527 4.402 11.977 14.129 5.294 4.195 768 1.195 11.056 8.228 17.508 3.637 10.357 1.059 7.848 5.041 1.618 6.824 129.323 10.167 1.152 384.985
95
Lampiran 7. Pembagian Biaya Tenaga Kerja, Biaya Listrik, dan Biaya Gas per Kelompok Produk 2005 Produk
Proporsi TK Langsung
Roti Tawar Roti Manis Roti Lain TOTAL TOTAL TK
40,13% 21,23% 38,64% 100%
26.383.629 13.957.748 25.404.023 65.745.400
2006 TK Tidak Proporsi TK Langsung Langsung 11.307.270 42,87% 41.548.961 5.981.892 17,96% 17.406.563 10.887.438 39,17% 37.962.976 28.176.600 100% 96.918.500 93.922.000
Biaya Listrik Produk Roti Tawar Roti Manis Roti Lain TOTAL
2005 2006 2007 Proporsi Biaya Proporsi Biaya Proporsi Biaya 40,13% 1.888.317 42,87% 2.432.015 43,17% 2.525.877 21,23% 998.978 17,96% 1.018.871 20,43% 1.195.359 38,64% 1.818.205 39,17% 2.222.114 36,40% 2.129.764 100% 4.705.500 100% 5.673.000 100% 5.851.000
Biaya Gas Produk Roti Tawar Roti Manis Roti Lain TOTAL
2005 2006 2007 Proporsi Biaya Proporsi Biaya Proporsi Biaya 40,13% 4.261.806 42,87% 4.627.388 43,17% 4.724.525 21,23% 2.254.626 17,96% 1.938.602 20,43% 2.235.859 38,64% 4.103.568 39,17% 4.228.010 36,40% 3.983.616 100% 10.620.000 100% 10.794.000 100% 10.944.000
2007 TK Tidak Proporsi TK Langsung Langsung 17.806.698 43,17% 43.007.379 7.459.955 20,43% 20.353.040 16.269.847 36,40% 36.262.881 41.536.500 100% 99.623.300 138.455.000
TK Tidak Langsung 18.431.734 8.722.732 15.541.235 42.695.700 142.319.000
96
Lampiran 8. Gambar Logo Merek Bella Bakery
97
Lampiran 9. DENAH PABRIK BELLA BAKERY
Oven
Mesin Pemanas
Oven
Mixer
Meja Produksi
Mixer
Meja Produksi Meja Mesin
Administrasi Kamar
Potong
Mandi
Pengemasan
Gudang
dan
Penyimpanan
Pengepakan
Bahan Baku
Pintu Masuk
98
Lampiran 10. Rincian Total Biaya Masing-masing Roti Tawar dan Roti Manis Total Biaya Roti Tawar No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Uraian Biaya Tenaga Kerja Adm dan Umum Biaya Penyusutan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Biaya Telepon Biaya Agen Biaya Umum Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan TOTAL
2005 11.307.270
2006 17.806.698
2007 18.431.734
14.734.884 5.798.250
16.318.661 3.872.500
16.469.971 5.593.500
336.089 1.484.810 4.862.753 136.574.925 26.383.629
471.141 2.754.398 7.607.282 159.061.445 41.548.961
920.816 4.986.135 5.781.629 204.385.071 43.007.379
1.888.317 4.261.806 8.713.900 216.346.633
2.432.015 4.627.388 13.820.400 270.320.889
2.525.877 4.724.525 11.590.500 318.417.136
2005 5.981.892
2006 7.459.955
2007 8.722.732
6.567.854 1.230.968
5.613.248 653.744
6.409.700 1.061.032
177.801 785.510 2.572.545 56.232.741 13.957.748
197.380 1.153.930 3.187.002 61.314.173 17.406.563
435.772 2.359.665 2.736.129 57.868.378 26.353.040
998.978 2.254.626 4.609.900 95.370.563
1.018.871 1.938.602 5.789.900 105.733.368
1.195.359 2.235.859 5.485.100 114.862.766
Total Biaya Roti Manis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Uraian Biaya Tenaga Kerja Adm dan Umum Biaya Penyusutan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Biaya Telepon Biaya Agen Biaya Umum Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Listrik Biaya Gas Biaya Kemasan TOTAL
99