Analisis Belanja Publik SEKTOR KESEHATAN
Kabupaten Pidie Jaya 2014 CPDA
Consolidating for Peacefull Development in Aceh
Analisis Belanja Publik SEKTOR KESEHATAN
Kabupaten Pidie Jaya 2014
CPDA
Consolidating for Peacefull Development in Aceh
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF BELANJA KESEHATAN Belanja pemerintah terus meningkat searah dengan meningkatnya penerimaan. Pada tahun 2013, pengeluaran Kabupaten Pidie Jaya tercatat sebesar Rp 472 miliar, meningkat lebih dari dua kali dari tahun 2008. Meskipun secara nominal belanja ini meningkat, secara riil belanja Pemerintah Pidie Jaya lebih kecil daripada belanja pada tahun 2011, terhitung sebesar Rp 433 miliar. Belanja pendidikan dan belanja pelayanan umum (administrasi pemerintahan) merupakan belanja terbesar Pidie Jaya, yang secara keseluruhan memiliki porsi sebesar 63 persen pada tahun 2013. Belanja kesehatan di Pidie Jaya mengalami peningkatan yang cukup besar. Anggaran belanja kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2008 berjumlah Rp 10 miliar atau 6 persen dari belanja total. Angka tersebut terus mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun porsi terhadap total belanja. Pada tahun 2013 terhitung anggaran belanja secara keseluruhan sebesar Rp 55 miliar atau mencapai 11 persen dari total belanja. Porsi belanja tersebut jika dibandingkan dengan rata-rata kabupaten/kota lainnya di Aceh lebih rendah, dimana rata-rata Aceh mencapai 12 persen. Jumlah belanja kesehatan perkapita di Pidie Jaya sedikit di bawah rata-rata belanja kabupaten/kota di Aceh. Jumlah anggaran belanja perkapita di Pidie Jaya pada tahun 2013 terhitung sebesar Rp 382 ribu, masih di bawah rata-rata Aceh yang berjumlah Rp 398 ribu. Belanja perkapita tertinggi terdapat di Kota Sabang dan Kota Langsa. Tingginya belanja perkapita di kota tersebut disebabkan jumlah penduduk yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya. Secara total sebesar Rp 152 miliar sejak tahun 2009 hingga 2012 dibelanjakan untuk sektor kesehatan. Hampir 70 persen belanja kesehatan digunakan untuk belanja tidak langsung. Jumlah total belanja tidak langsung dari tahun 2009 hingga 2012 mencapai Rp 101 Miliar atau 66 persen dari total belanja. Meskipun karakteristik pelayanan kesehatan diantaranya adalah padat karya, sehingga banyak tenaga kesehatan yang perlu disediakan, namun belanja yang cukup tinggi untuk gaji dan tunjangan pegawai akan memberikan celah yang kecil untuk program kesehatan lainnya. Meskipun pada tahun 2013 anggaran belanja tidak langsung lebih kecil dari rata-rata belanja tidak langsung selama empat tahun, namun jumlahnya masih cukup besar, yakni mencapai 62 persen dari total belanja. Belanja supportif merupakan belanja terbesar dari sektor kesehatan. Hampir sama dengan kabupaten lain di Indonesia dimana alokasi belanja supportif cukup besar, hampir 80 persen atau sebesar Rp 43 miliar pada tahun 2013 dari belanja kesehatan dialokasikan untuk supportif. Alokasi belanja preventif terhitung cukup rendah, hanya sebesar satu persen. Rendahnya belanja preventif dan tingginya belanja suportif merupakan salah satu tantangan bagi pemerintah kabupaten/kota di Indonesia Belanja langsung pada Dinas Kesehatan rata-rata berjumlah Rp 11 miliar per tahun. Belanja yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Pidie Jaya yang digunakan untuk belanja program selama lima tahun berjumlah total Rp 56 miliar atau sekitar Rp 11 miliar per tahun. Belanja tersebut menunjukkan kecenderungan menurun selama tiga tahun terakhir. Penurunan belanja yang terjadi mengakibatkan celah yang sempit dalam melaksanakan berbagai program kesehatan.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
1
Porsi belanja preventif cenderung mengalami perbaikan. Dari Rp 56 miliar total dana yang dikelola oleh Dinas Kesehatan diluar belanja tidak langsung tahun 2009 hingga tahun 2013, terhitung hanya tiga persen saja dana yang diarahkan untuk upaya preventif atau pencegahan. Namun kondisi tersebut terus mengalami perbaikan, dimana pada tahun 2009 belanja pencegahan yang hanya berjumlah Rp 215 juta atau 1,7 persen dari total belanja, meningkat menjadi Rp 599 juta atau 5,3 persen (2012) dan Rp 608 juta atau 5,6 persen pada tahun 2013. Belanja tersebut diarahkan untuk berbagai upaya pencegahan seperti peningkatan pelayanan gizi, ibu dan anak serta upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. INDIKATOR KESEHATAN Rasio Puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya lebih baik dari target nasional. Pada tahun 2012 rasio Puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya adalah satu berbanding 14 ribu, atau satu Puskesmas ratarata melayani 14 ribu penduduk. Kondisi tersebut lebih baik dari target nasional yang mempunyai target satu Puskesmas melayani 30 ribu penduduk. Pada tahun 2013, Puskesmas Bandar Baru mengalami pemekaran, dimana Pustu Cubo menjadi Puskesmas sehingga membuat rasio di Puskesmas tersebut menjadi lebih baik dan melayani penduduk di bawah 30 ribu orang. Jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Pidie Jaya cukup terjangkau. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kemudahan akses masyarakat ke sarana kesehatan cenderung baik. Jarak terjauh akumulatif masyarakat ke Puskesmas dan Pustu adalah 3 kilometer terjadi di Kecamatan Meureudu, sementara jarak terdekat di Kecamatan Jangka Buya. Daerah dengan jarak yang relatif jauh untuk Puskesmas juga telah direspon dengan letak Pustu yang lebih dekat. Rata-rata dokter umum di Aceh melayani tiga ribu penduduk. Jumlah dokter di Aceh pada tahun 2012 lebih dari 1.500 orang. Tenaga tersebut tersebar ke seluruh kabupaten/kota maupun di level pemerintah provinsi. Rasio dokter umum terhadap penduduk adalah sebesar 33 per 100 ribu penduduk atau setiap dokter melayani tiga ribu penduduk. Namun bila jumlah yang dihitung hanya dokter yang bertugas di kabupaten/kota saja, maka rasio ketersediaan dokter di Aceh adalah 23 per 100 ribu penduduk. Jumlah tersebut hampir mencapai target Indonesia sehat 2010 yang menargetkan satu dokter berbanding 2.500 penduduk atau sekitar 40 dokter per 100 ribu penduduk. Ketenagaan dokter spesialis di Pidie Jaya sangat minim. Tantangan ketersediaan dokter spesialis adalah jumlah dan kualifikasinya. Dokter spesialis bertugas di RSUD Pidie Jaya menurut data terakhir hanya empat orang. Ketersediaan dokter spesialis tersebut masih jauh dari kebutuhan ketenagaan sesuai dengan aturannya. Ketersediaan spesialis tetap di RSUD Pidie Jaya hanya tersedia satu dokter spesialis yakni dokter spesialis mata. memenuhi pelayanan spesialistik kepada masyarakat, dilaksanakan kerja sama dengan Rumah Sakit Umum Kabupaten Pidie untuk mendatangkan dokter spesialis. Jika dibandingkan dengan kondisi kabupaten/kota lainnya di Aceh, secara umum jumlah seluruh tenaga kesehatan terhadap penduduk di Pidie Jaya sudah baik. Dengan menggunakan indikator beberapa ketenagaan, seperti dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, ahli gizi, ahli kesehatan masyarakat dan ahli sanitasi, maka dibutuhkan sebanyak 518 tenaga per 100 ribu penduduk. Jumlah tenaga kesehatan di Pidie Jaya pada tahun 2012 mempunyai rasio 571 per 100 ribu penduduk, lebih tinggi dari rata-rata kabupaten/kota lainnya di Aceh yang berjumlah 548 per 100 ribu penduduk.
2
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Indeks angka kematian di Pidie Jaya lebih baik dibandingkan daerah lain di Aceh. Dengan menggunakan standar angka kematian (ibu, bayi dan Balita) di Aceh, diketahui bahwa Kabupaten Simeulue adalah daerah dengan nilai indeks terendah. Terdapat tujuh daerah dengan pencapaian seluruh angka kematian yang lebih baik dari rata-rata Aceh sehingga memperoleh nilai maksimum. Angka Kematian Ibu (AKI) di Pidie Jaya pada tahun 2012 menjadi salah satu yang terbaik di Aceh. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan. Pada tahun 2012, AKI di Aceh mencapai 191 per 100 ribu Kelahiran Hidup (KH) atau hampir dua kematian ibu terjadi akibat proses kehamilan, persalinan dan masa nifas setiap seribu kelahiran hidup. AKI di Aceh cukup bervariasi, dimana terdapat daerah yang AKI-nya sangat rendah dan daerah dengan AKI yang sangat tinggi. Pidie Jaya menempati urutan ke empat terbaik di Aceh untuk AKI tahun 2012. Angka Kematian Bayi (AKB) di Pidie Jaya menurun. Pada tahun 2011 di Kabupaten Pidie Jaya terjadi 21 kematian bayi dari 3.044 jumlah Lahir Hidup (LH), atau dari seribu bayi yang lahir hidup terdapat 6 sampai 7 bayi yang meninggal dalam setahun. Penurunan AKB dari tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan perbaikan yang signifikan. Namun, AKB kembali meningkat pada tahun 2012 menjadi 9 per seribu LH. Meskipun angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan secara nasional yaitu 32 per seribu LH maupun pencapaian AKB Aceh tahun 2012 yang berjumlah 10,8 per seribu LH. Peningkatan AKB tahun 2012 menunjukkan perlunya penguatan upaya penurunan AKB untuk mencapai angka yang lebih baik di masa mendatang. Indeks penyakit menular di Pidie Jaya merupakan salah satu yang terendah di Aceh. Angka kesakitan di Pidie Jaya cenderung lebih tinggi dari daerah lainnya di Aceh sebagai akibat penyakit-penyakit tertentu yang digunakan sebagai indikator memperoleh nilai yang relatif rendah. Penyakit dengan indeks terendah adalah angka kesakitan campak dimana Pidie Jaya merupakan daerah dengan jumlah penderita campak terhadap penduduk tertinggi di Aceh. Tantangan tersebut harus diperhatikan di masa mendatang. Sementara itu, penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) dan kusta juga berkontribusi cukup besar terhadap nilai indeks Pidie Jaya. Jumlah Balita dengan kondisi gizi di Bawah Garis Merah (BGM) merupakan masalah di Pidie Jaya. Pada tahun 2012 jumlah dan persentase Balita BGM mengalami peningkatan dari tahun 2011 yang berjumlah hanya tiga persen. Kondisi tersebut juga menempatkan Pidie Jaya sebagai daerah dengan angka Balita BGM tertinggi kedua di Aceh. Kasus Balita BGM bukanlah berarti seorang Balita telah menderita gizi buruk, namun ukuran BGM dapat memberikan sinyal bahaya terhadap potensi Balita dengan gizi buruk yang semakin besar. Pencapaian indikator gizi merupakan tantangan di Pidie Jaya. Kabupaten Aceh Tengah bersama dengan tiga daerah lainnya merupakan kabupaten dengan pencapaian indikator gizi yang lebih baik dari ratarata Aceh. Dibandingkan dengan daerah lainnya di Aceh, pencapaian indeks indikator gizi di Pidie Jaya menempati urutan kedua terendah di Aceh. Tantangan tersebut adalah pada komponen Balita BGM yang cukup tinggi.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
3
BELANJA PUSKESMAS Sumber belanja terbesar adalah Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Belanja bersumber dana JKA mencapai Rp 1,8 miliar atau 60 persen dari total belanja pada tahun 2012. Total jumlah belanja di Puskesmas pada tahun 2012 berjumlah Rp 2,9 miliar. Belanja JKA, meskipun menurun sebesar Rp 462 juta dari tahun 2011, tetapi masih merupakan sumber belanja terbesar. Penurunan jumlah tersebut belum diketahui penyebab pasti, namun kemungkinan pengaruhnya adalah; jumlah penduduk dan besaran kapitasi yang menurun. Selain JKA, belanja bersumber Jamkesmas/Jampersal merupakan sumber belanja yang dominan. Jumlah total kedua jenis belanja tersebut tahun 2012 adalah Rp 678 juta atau 23 persen dari total belanja. Belanja Puskesmas perkapita sebesar Rp 33 ribu. Total belanja perkapita tertinggi pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 40 ribu dan terendah sebesar Rp 31 ribu dengan nilai rata-rata Rp 33 ribu. Belanja tersebut merupakan hasil penjumlahan seluruh belanja yang dikelola oleh Puskesmas dibagi dengan jumlah penduduk, sehingga meskipun besaran belanja cukup besar, namun dapat saja belanja perkapitanya lebih rendah dari Puskesmas lainnya karena jumlah penduduk yang besar. Kondisi tersebut tampaknya terjadi pada Puskesmas Ulim dan Bandar Baru. Pengobatan adalah jenis program dengan belanja terbesar. Belanja upaya kuratif atau pengobatan menyerap sebesar 60 persen belanja (Rp 1,8 miliar untuk lima Puskesmas pengamatan). Belanja untuk pencegahan dimanfaatkan sebesar 35 persen atau sebesar Rp 1 miliar, sementara belanja supportif untuk kegiatan manajemen dan administrasi hanya menggunakan 5 persen belanja. Kondisi tersebut dapat disebabkan kebijakan dari pemanfaatan dana JKA yang setidaknya 20 persen diperuntukkan bagi upaya pencegahan. Upaya ini memberikan kesempatan yang lebih baik bagi Puskesmas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat guna mencapai berbagai indikator kesehatan lebih baik. Belanja untuk pencegahan dialokasikan sekitar sepertiga belanja Puskesmas. Pada tahun 2012, belanja untuk pencegahan dengan porsi terbesar diperoleh di Puskesmas Meurah Dua, mencapai 38 persen dari belanja Puskesmas. Secara umum seluruh Puskesmas memberikan porsi yang baik untuk belanja pencegahan, antara 33 hingga 38 persen. REKOMENDASI Besaran belanja kesehatan di Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya perlu ditingkatkan untuk memberikan porsi yang lebih besar pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan perlu didorong guna menghasilkan belanja kesehatan yang efektif. Peran serta pemerintah lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat perlu dikedepankan untuk memperoleh pencapaian indikator yang lebih baik. Analisis kondisi daerah dan kesehatan perlu dipertajam terutama dalam upaya alokasi dana yang lebih baik di masa mendatang. Pembangunan sarana kesehatan harus memperhatikan akses masyarakat serta kualitas pelayanan yang lebih baik. Kebersihan lingkungan dan memasyarakatkan perilaku hidup sehat dalam mengendalikan dan menurunkan jumlah infeksi baru perlu didorong. Puskesmas harus memberikan dorongan untuk menciptakan kesadaran masyarakat hidup secara bersih dan sehat, sebagai upaya intervensi pencegahan dan pengendalian berbagai penyakit.
4
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Pemerintah kabupaten perlu mengarahkan penguatan promosi kesehatan, monitoring dan evaluasi serta pembinaan ke Puskesmas. Pola alokasi belanja di Puskesmas perlu diperhatikan terutama dalam alokasi belanja guna menjawab tantangan kesehatan yang ada. Penguatan upaya kesehatan perlu ditingkatkan serta memberikan perhatian terhadap pencegahan serta pemberdayaan masyarakat juga kerjasama lintas sektor.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
5
PRAKATA
6
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
PRAKATA REKTOR UNIVERSITAS SYIAH KUALA Pidie Jaya merupakan salah satu kabupaten di Aceh yang relatif masih muda. Pada tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya mengalokasikan belanjanya sebesar 11 persen untuk sektor kesehatan. Berbagai program dan kegiatan pembangunan kesehatan dibiayai dari sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) selain didukung sumber-sumber pendanaan lainnya untuk sektor kesehatan. Kajian “Belanja Publik Sektor Kesehatan Pidie Jaya” yang disusun oleh Tim Teknis Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP)-Universitas Syiah Kuala yang mendapatkan arahan dari Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya merupakan langkah penting untuk mendapatkan gambaran awal bagaimana pengelolaan dana kesehatan selama ini. Kajian ini juga bermanfaat guna mengidentifikasi berbagai capaian dan tantangan dalam pembangunan yang sedang dihadapi Pidie Jaya, terutama di sektor kesehatan. Di samping itu, kajian ini juga berusaha mengidentifikasi lebih rinci kebutuhan-kebutuhan prioritas dari sektor tersebut yang dapat direspon oleh Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Berbagai capaian pembangunan untuk sektor kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya telah menunjukkan perkembangan yang positif. Namun, diperlukan juga upaya dan langkah perbaikan yang serius dalam pengelolaan dana untuk menghasilkan kinerja pembangunan yang lebih baik. Hasil kajian yang dilakukan PECAPP menunjukkan untuk mencapai efektifitas pengelolaan dana kesehatan, harus dimulai dengan perencanaan yang lebih baik. Alokasi pendanaan yang seimbang antara upaya pencegahan, pengobatan dan manajemen merupakan isu yang cukup mengemuka ketika analisis ini disusun, dimana belanja untuk komponen pengobatan jauh lebih tinggi daripada upaya pencegahan. Arah belanja pada program dan kegiatan pembangunan kesehatan memerlukan prioritas yang lebih kuat berbasis analisis, sehingga dapat memberikan dampak jangka panjang dan berkelanjutan. Pada akhirnya, kami berharap kajian ini benar-benar memberikan kontribusi terhadap perbaikan pengelolaan belanja kesehatan di Pidie Jaya, sehingga belanja pembangunan kesehatan yang terbatas ini dapat mendatangkan manfaat yang optimal, khususnya bagi masyarakat di Kabupaten Pidie Jaya. Banda Aceh, Januari 2014
Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. Rektor Universitas Syiah Kuala
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
7
KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PIDIE JAYA Sebagai kabupaten yang baru terbentuk di Provinsi Aceh, Pidie Jaya tentu masih membutuhkan berbagai upaya dalam melaksanakan pembangunan. Tantangan di sektor kesehatan yang terus mengalami perubahan juga menuntut Kabupaten Pidie Jaya menyesuaikan dirinya. Analisis Belanja Publik Sektor Kesehatan yang telah dilaksanakan bersama PECAPP (Public Expenditure Analysis Capacity and Sthrengtening Program) diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi kesehatan dan penggunaan dana di bidang kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten Pidie Jaya. Analisis ini terlaksana berkat kerjasama yang baik antara Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya, dan PECAPP. Laporan analisis ini disusun dalam Health Public Expenditure Review (Health PER). Health PER merupakan analisis terhadap belanja publik sektor kesehatan yang dilakukan oleh PECAPP, dengan data fiskal dan nonfiskal yang diperoleh dari sumber-sumber resmi pemerintah. Health PER berisi informasi mengenai belanja kesehatan, indikator kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya. Analisis yang telah disusun ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam menyusun berbagai program pembangunan di sektor kesehatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan Kabupaten Pidie Jaya. Berbagai kegiatan lainnya bersama dengan analisis seperti yang telah disusun tentu saja perlu dilakukan guna melaksanakan pembangunan kesehatan yang berkelanjutan. Dengan dukungan berbagai pihak diharapkan laporan ini dapat membantu pemerintah dalam mencapai cita-cita pembangunan kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya. Meureudu, Januari 2014
dr. Buchari, MM. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya
8
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
UCAPAN TERIMA KASIH
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
9
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya maka Health Public Expenditure Review (Health PER) Kabupaten Pidie Jaya dapat kami selesaikan dengan baik. Health PER merupakan Analisis Belanja Publik Sektor Kesehatan yang dilakukan oleh PECAPP (Public Expenditure Analysis Capacity and Sthrengtening Program) atas dukungan Pemerintah Aceh. Laporan ini disusun oleh sebuah tim yang dipimpin Rachmad Suhanda, di bawah supervisi Harry Masyrafah sebagai Team Leader. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada: 1. Gubernur Provinsi Aceh, Bapak dr. Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Bapak Muzakir Manaf. 2. Rektor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Bapak Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. 3. Sekretaris Daerah Provinsi Aceh, Bapak Drs. Dermawan, MM. 4. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Bapak dr. Taqwallah, M.Kes. dan segenap jajarannya. 5. Kepala Bappeda Provinsi Aceh, Bapak Prof. DR. Ir. Abubakar Karim, MS. dan segenap jajarannya. 6. Bupati Kabupaten Pidie Jaya, Bapak Drs. Gade Salam dan segenap jajarannya. 7. Sekretaris Daerah Kabupaten Pidie Jaya, Bapak Ramli Daud SH,. MM. 8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya dan Para Kepala Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Pidie Jaya beserta segenap jajarannya. 9. Kepala Bappeda Kabupaten Pidie Jaya dan segenap jajarannya. 10. World Bank dan Consolidating Peaceful Development in Aceh (CPDA) 11. Bapak Prof. Raja Masbar, Bapak Dr. Islahuddin, Dr. Iskandar Majid, dan Bapak T. Harmawan sebagai Advisor PECAPP. 12. Bapak T. Setia Budi, Bapak dr. M. Yani, M.Kes, PKK dan Bapak Drg. Saifuddin Ishak, M.Kes, PKK atas dukungan dan arahannya. 13. Tim Sektor Kesehatan PECAPP yang telah bekerja keras guna menghasilkan laporan ini: Tika Indiraswari, Darma Satria, T. Muhammad Yus, Riza Faruqi dan Haqqi Harzaki. 14. Tim Inti PECAPP, Adi Warsidi, T. Zukhradi Setiawan, Renaldi Safriansyah, Teuku Triansa Putra, Dian Alifya, Inggit Maulidina, Sofran Sofyan, T. Aulia Zailian, Eliana Gultom, Wan Windi Lestari, Sukhairi Amirsyah, T. Hendra Kemala, Husaini, Agus Salim. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami sampaikan kepada semua pihak yang secara langsung ataupun tidak telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan Aceh pada umumnya dan Kabupaten Pidie Jaya khususnya di masa mendatang.
10
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR ISI
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
11
DAFTAR ISI Ringkasan Eksekutif...............................................................................................................................................1 Prakata Rektor Universitas Syiah Kuala............................................................................................................7 Kata Pengantar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya..................................................................8 Ucapan Terima Kasih.......................................................................................................................................... 10 Daftar Grafik......................................................................................................................................................... 13 Daftar Tabel.......................................................................................................................................................... 15 Daftar Lampiran................................................................................................................................................... 16 Daftar Singkatan dan Simbol............................................................................................................................. 17 Gambaran Umum............................................................................................................................................... 20 1. Demografi dan Kondisi Sosial...................................................................................................................... 20 2. Penerimaan dan Belanja Pemerintah Daerah........................................................................................... 22 2.1. Penerimaan Pemerintah........................................................................................................................... 22 2.2. Belanja Pemerintah.................................................................................................................................... 23 Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya................................................................... 26 1. Jumlah dan Pengelola Belanja.................................................................................................................... 26 2. Belanja Dinas Kesehatan.............................................................................................................................. 29 Sumber Daya dan Upaya Kesehatan.............................................................................................................. 34 1. Sumber Daya Manusia.................................................................................................................................. 34 2.Sarana Kesehatan........................................................................................................................................... 34 2.1. Rumah Sakit.................................................................................................................................................36 2.2. Puskesmas.................................................................................................................................................39 3. Situasi Derajat Kesehatan.............................................................................................................................. 41 3.1.Angka Kematian........................................................................................................................................... 42 3.2. Gizi ............................................................................................................................................................. 45 3.3. Angka Kesakitan..........................................................................................................................................47 4. Standar Pelayanan Minimal dan Upaya Kesehatan................................................................................50 Belanja Kesehatan Puskesmas........................................................................................................................56 1. Sumber Pendapatan dan Belanja Puskesmas...........................................................................................56 2. Sumber daya dan Upaya Kesehatan di Puskesmas................................................................................60 Kesimpulan dan Rekomendasi........................................................................................................................66 1. Kesimpulan......................................................................................................................................................66 2. Rekomendasi..................................................................................................................................................68 Daftar Pustaka..................................................................................................................................................... 71 Lampiran.............................................................................................................................................................. 73
12
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012........................................................... 20 Grafik 2. Piramida Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012............................................................... 21 Grafik 3. IPM Kabupaten Pidie Jaya dan Aceh Tahun 2006-2012............................................................. 21 Grafik 4. Penerimaan Daerah Pidie Jaya....................................................................................................... 23 Grafik 5. Belanja Pemerintah Daerah............................................................................................................. 23 Grafik 6. Jenis Belanja Kabupaten Pidie Jaya...............................................................................................24 Grafik 7. Porsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Belanja...................................................................... 26 Grafik 8. Belanja Perkapita Kesehatan Tahun 2013 di Aceh........................................................................27 Grafik 9. Belanja Kesehatan Pidie Jaya..........................................................................................................27 Grafik 10. Belanja Kesehatan Berdasarkan Kegunaan................................................................................. 28 Grafik 11. Belanja Pada RSUD Pidie Jaya....................................................................................................... 29 Grafik 12. Belanja Langsung Dinas Kesehatan............................................................................................... 29 Grafik 13. Jenis Belanja Langsung...................................................................................................................30 Grafik 14. Belanja Berdasarkan Jenis Program Kesehatan........................................................................... 31 Grafik 15. Sasaran Belanja Program Preventif/Kuratif.................................................................................. 32 Grafik 16. Porsi Belanja Pencegahan Menurut Sasaran............................................................................... 32 Grafik 17.Rasio Dokter per 100 ribu Penduduk............................................................................................... 34 Grafik 18. Rasio Bidan per 100 ribu Penduduk di Pidie Jaya....................................................................... 35 Grafik 19. Indeks Tenaga Kesehatan................................................................................................................36 Grafik 20. Jarak Masyarakat ke Rumah Sakit............................................................................................... 37 Grafik 21. Indeks Sarana Kesehatan................................................................................................................39 Grafik 22. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk......................................................................................... 40 Grafik 23. Jarak Tempuh ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu........................................................ 40 Grafik 24. Penduduk Dengan Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan....................................................... 41 Grafik 25. Sarana Berobat Jalan Masyarakat................................................................................................ 42 Grafik 26. Angka Kematian Ibu (per 100 ribu KH)......................................................................................... 42 Grafik 27. Angka Kematian Ibu di Pidie Jaya................................................................................................ 43 Grafik 28. Angka Kematian Bayi per seribu Lahir Hidup (LH)..................................................................... 44 Grafik 29. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita.............................................................................. 44 Grafik 30. Indeks Angka Kematian Terhadap Belanja Kesehatan Perkapita............................................ 45 Grafik 31. Persentase Balita Ditimbang Terhadap Balita BGM.................................................................... 46 Grafik 32. Indeks Indikator Gizi......................................................................................................................... 46 Grafik 33. Balita Ditimbang dan Balita di Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas...............................47 Grafik 34. Indeks Penyakit Menular................................................................................................................ 48 Grafik 35. Beberapa Indikator TB Paru Tahun 2012..................................................................................... 48 Grafik 36. Indikator Beberapa Penyakit Menular Tahun 2012.................................................................... 49 Grafik 37. Persentase Kunjungan Ibu Hamil Minimal Empat Kali Selama Kehamilan dan Persalinan Pada Tenaga Kesehatan.................................................................................................................................... 52 Grafik 38. Pencapaian Beberapa Indikator Pelayanan Anak...................................................................... 53 Grafik 39. Indeks Upaya Kesehatan................................................................................................................ 54 Grafik 40. Sumber Belanja Puskesmas..........................................................................................................56
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
13
Grafik 41. Belanja Total dan Perkapita Puskesmas........................................................................................57 Grafik 42. Jenis Belanja Kesehatan................................................................................................................ 58 Grafik 43. Sumber Belanja Program Kesehatan............................................................................................ 58 Grafik 44. Jenis Belanja Kesehatan per Puskesmas.................................................................................... 59 Grafik 45. Belanja Kesehatan Berdasarkan Sasaran.................................................................................... 59 Grafik 46. Sasaran Belanja per Puskesmas...................................................................................................60 Grafik 47. Indeks Tenaga Kesehatan di Puskesmas....................................................................................... 61 Grafik 48. Indeks Angka Kematian Ibu, Anak dan Balita di Puskesmas.................................................... 62 Grafik 49. Indeks Angka Kematian di Puskesmas......................................................................................... 62 Grafik 50. Indeks Penyakit Menular................................................................................................................63 Grafik 51. Indeks Upaya Kesehatan di Puskesmas........................................................................................ 64 Grafik 52. Alokasi Belanja Pencegahan Penyakit Menular Terhadap Jenis Penyakit............................ 64
14
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR TABEL Tabel Tabel Tabel Tabel
1. Situasi Ketersediaan Dokter Spesialis Pada RSUD Pidie Jaya Tahun 2013............................. 35 2. Indikator Kinerja Rumah Sakit Umum Meureudu Tahun 2011 dan 2012................................... 38 3. Pencapaian dan Target SPM Bidang Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya..................................50 4. Tantangan Terhadap Beberapa Kasus Penyakit Menular............................................................63
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
15
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Rasio Beberapa Tenaga Kesehatan Tahun 2012...................................................................... 73 Lampiran 2. Jumlah Penduduk yang Dilayani per Puskesmas Tahun 2012 dan Jarak Rata-rata Penduduk Ke Puskesmas serta Puskesmas Pembantu Tahun 2011........................................................... 74 Lampiran 3. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi Tahun 2012............................................... 75 Lampiran 4. Kondisi Kejadian Beberapa Penyakit Menular Tahun 2012................................................... 76 Lampiran 5. Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan Balita dengan Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) Tahun 2012........................................................................................................................77 Lampiran 6. Beberapa Indikator Upaya Kesehatan Tahun 2012.................................................................78 Lampiran 7. Indeks Tenaga Kesehatan........................................................................................................... 79 Lampiran 8. Indeks Sarana Kesehatan...........................................................................................................80 Lampiran 9. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita........................................................................... 81 Lampiran 10. Indeks Indikator Gizi................................................................................................................... 82 Lampiran 11. Indeks Penyakit Menular............................................................................................................ 83 Lampiran 12 Indeks Upaya Kesehatan............................................................................................................ 84
DAFTAR FOTO Cover (Sumber: http://puskesmaslojikarawang.blogspot.com) Gambaran Umum (Sumber: Khairul Umami)................................................................................................. 19 Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Kab. Pidie Jaya (Sumber: www.budaya-indonesia.org).......... 25 Sumber daya dan Upaya Kesehatan (Sumber: www.belanjapublikaceh.org).......................................... 33 Belanja Kesehatan Puskesmas (Sumber: www.skyscrapercity.com)........................................................ 55 Kesimpulan dan Rekomendasi (Sumber: www.panoramio.com/machmoedie)...................................... 62
16
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL Singkatan AKB
:
Angka Kematian Bayi
AKABA
:
Angka Kematian Balita
AKI
:
Angka Kematian Ibu
APBA
:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh
APBK
:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten
API
:
Annual Parasite Incidence
Askes
:
Asuransi Kesehatan
BBLR
:
Bayi Berat Lahir Rendah
BGM
:
Bawah Garis Merah
BOK
:
Bantuan Operasional Kesehatan
BOR
:
Bed occupancy Rate
BOR
:
Bed Occupancy Rate
BPS
:
Badan Pusat Statistika
DAU
:
Dana Alokasi Umum
DBD
:
Demam Berdarah Dengue
Dinkes
:
Dinas Kesehatan
DPKKD
:
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah
GDR
:
Gross Date Rate
IMR
:
Infant Mortality Rate
IPM
:
Indeks Pembangunan Manusia
Jamkesmas
:
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jampersal
:
Jaminan Persalinan
JKA
:
Jaminan Kesehatan Aceh
Kemenkeu
:
Kementerian Keuangan
KH
:
Kelahiran Hidup
Km2
:
Kilometer persegi
LH
:
Lahir Hidup
LOS
:
Length of Stay
MDGs
:
Millennium Development Goals
Menkes
:
Menteri Kesehatan
NDR
:
Net Death Rate
P2M
:
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
P4K
:
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
PD3I
:
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
PECAPP
:
Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program
Pemkab
:
Pemerintah Kabupaten
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
17
Permenkes
:
Peraturan Menteri Kesehatan
Polindes
:
Pondok Bersalin Desa
PONED
:
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
Poskesdes
:
Pos Kesehatan Desa
Puskesmas
:
Pusat Kesehatan Masyarakat
Pustu
:
Puskesmas Pembantu
RSU
:
Rumah Sakit Umum
RSUD
:
Rumah Sakit Umum Daerah
SPM
:
Standar Pelayanan Minimal
Susenas
:
Survei Sosial Ekonomi Nasional
TOI
:
Turn Over Interval
Simbol % o C
18
: :
Persen Derajat Celcius
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
GAMBARAN UMUM
GAMBARAN UMUM 1. DEMOGRAFI DAN KONDISI SOSIAL Kabupaten Pidie Jaya salah satu daerah pemekaran terbaru di Aceh. Kabupaten Pidie Jaya merupakan satu dari 16 usulan pemekaran kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 pada tanggal 2 Januari 2007, sebelumnya bagian dari Kabupaten Pidie. Kabupaten ini memiliki karakteristik daerah pantai dan perbukitan dengan delapan kecamatan yang sebagian besar terletak di pesisir pantai. Kabupaten Pidie Jaya memiliki kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi. Kepadatan penduduk Pidie Jaya terhitung sebesar 145 jiwa/km2. Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2012 mencapai 145 ribu jiwa, lebih tinggi dari rata-rata Aceh, yaitu 81 jiwa/km2, dengan komposisi yang hampir seimbang antara laki dan perempuan. Pidie Jaya merupakan daerah hujan tropis dengan temperatur rata-rata 2532 oC (derajat Celcius) dengan kelembaban rata-rata 85 persen, Grafik 1. Grafik 1. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012
Sumber: BPS, PECAPP
Karakter usia penduduk Pidie Jaya didominsi usia muda. Penduduk Pidie Jaya didominasi penduduk berusia 15-44 tahun, yang berjumlah 48 persen dari populasi. Penduduk yang berusia di atas 45 tahun hanya 22 persen. Karakteristik umur tersebut menunjukkan perlunya perhatian yang cukup besar pada kelompok usia anak, rentang usia 0-14 tahun yang mempunyai porsi cukup besar (30 persen), Grafik 2.
20
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 2. Piramida Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012
Sumber: Dinas Kesehatan Aceh, PECAPP
Tingkat kemajuan pembangunan manusia dan kesejahteraan masyarakat di Pidie Jaya terus mengalami peningkatan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pidie Jaya terhitung terus meningkat sejak tahun 2006. IPM adalah salah satu indikator kesejahteraan masyarakat yang di hitung berdasarkan beberapa variabel.1 Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2012 berada di atas rata-rata IPM Aceh, meningkat dari tahun 2007 yang berada di bawah rata-rata Aceh, Grafik 3. Pidie Jaya masih memiliki beberapa tantangan utama, diantaranya tingkat kemiskinan. Grafik 3. IPM Kabupaten Pidie Jaya dan Aceh Tahun 2006-2012
Sumber: BPS Pidie Jaya, PECAPP
1 Indeks pembangunan masyarakat (IPM) terdiri dari tiga indikator utama, yaitu: kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Pengukuran ini menggunakan tiga dimensi dasar, yaitu: lamanya hidup, pengetahuan dan standar hidup yang layak. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, namun saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
21
Pidie Jaya merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi, juga potensi masalah kesehatan yang besar. Sebanyak 34 persen penduduk Pidie Jaya pada tahun 2012 merupakan penduduk miskin, jauh lebih tinggi dari Aceh yang mempunyai angka 19 persen. Tingginya tingkat kemiskinan seringkali searah dengan besarnya permasalahan kesehatan. Masyarakat miskin identik dengan lingkungan tempat tinggal dengan sanitasi buruk, pangan yang buruk yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan dan pendidikan, perilaku dan kesadaran hidup sehat yang rendah serta terbatasnya akses layanan kesehatan. Kondisi kemiskinan menyebabkan penduduk menjadi rentan terhadap serangan penyakit dan kesakitan juga berpotensi membuat penduduk menjadi miskin.2 Berbagai indikator kesehatan di negara berpendapatan rendah dan menengah jika dibandingkan dengan negara berpendapatan tinggi, juga memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi terbalik dengan pendapatan.3 Meskipun terdapat beberapa peningkatan positif dari pembangunan kesehatan, tetapi tantangan utama masih ada. Pembangunan kesehatan perlu mempertimbangkan dinamika yang berkembang selain komponen di dalam sektor kesehatan sendiri. Berbagai upaya percepatan pencapaian indikator kesehatan harus terus diupayakan dengan memperhatikan berbagai kondisi yang berkembang. Tingginya angka kematian ibu dan bayi, masalah gizi buruk dan berbagai kejadian penyakit, baik menular maupun tidak, adalah beberapa tantangan yang terus terjadi dalam dinamika pembangunan kesehatan. Ketersediaan belanja kesehatan serta pemanfaatannya merupakan masalah yang perlu dianalisis. Salah satu komponen yang sangat berperan dalam pembangunan kesehatan adalah pembiayaan kesehatan, terutama belanja pemerintah. Kebijakan pemerintah yang menyebutkan bahwa besaran anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji, pada kenyataannya belum semua daerah mampu melaksanakan kebijakan tersebut.4 Keterbatasan jumlah belanja yang tersedia, pengalokasian belanja secara adil, efektif dan efisien merupakan beberapa tantangan yang dihadapi. 2. PENERIMAAN DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH 2.1. Penerimaan Pemerintah Penerimaan Pidie Jaya terus meningkat seiring dengan meningkatnya dana transfer dari pemerintah pusat. Pada tahun 2013, anggaran penerimaan Kabupaten Pidie Jaya terhitung sebesar Rp 474 miliar, meningkat lebih dua kali lipat dari tahun 2008, yang tercatat sebesar Rp 187 miliar pada tahun 2008. Peningkatan penerimaan terbesar bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang menyumbangkan sebesar 74 persen dari keseluruhan penerimaan, Grafik 4. Seperti kabupaten/kota lainnya di Indonesia, penerimaan daerah sangat bergantung dari transfer pemerintah pusat, secara rata-rata terhitung sebesar 80 persen pada tahun 2013.5 Sedangkan sumbangan penerimaan lain di Pidie Jaya seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperkirakan akan menyumbangkan sebesar 4 persen pada tahun 2013.
2
Argadiredja D, 2002
3
Firdausi, NT. 2002
4
UU Nomor 36 Tahun 2009, Pasal 171 ayat 2
5 Transfer dari daerah pusat adalah; dana perimbangan terbagi dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana perimbangan dari propinsi
22
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 4. Penerimaan Daerah Pidie Jaya
Sumber : Kemenkeu, Pemkab Pidie Jaya, PECAPP
2.2. Belanja Pemerintah Belanja pemerintah terus meningkat searah dengan meningkatnya penerimaan. Pada tahun 2013, pengeluaran Kabupaten Pidie Jaya tercatat sebesar Rp 472 miliar meningkat lebih dari dua kali lipat tahun 2008. Meskipun secara nominal belanja ini meningkat, secara riil belanja pemerintah Pidie Jaya lebih kecil daripada belanja pada tahun 2011, terhitung sebesar Rp 433 miliar. Belanja pendidikan dan belanja pelayanan umum (administrasi pemerintahan) merupakan belanja terbesar dari Pidie Jaya, yang secara keseluruhan memiliki porsi sebesar 63 persen pada tahun 2013, Grafik 5. Kedua sektor ini memiliki belanja yang terus meningkat secara rata-rata sebesar 6 persen sejak tiga tahun terakhir. Sektor pendidikan mendapatkan alokasi belanja pada tahun 2013 sebesar Rp 150 miliar, sedangkan pendidikan mendapatkan Rp. 144 miliar. Grafik 5. Belanja Pemerintah Daerah
Sumber: Pemkab Pidie Jaya, PECAPP
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
23
Belanja pegawai merupakan belanja terbesar dan terus meningkat sejak tahun 2008. Meningkat lebih dua kali lipat dari tahun 2008, belanja pegawai tercatat sebesar Rp 248 miliar pada tahun 2013, dari hanya Rp 85 miliar pada tahun 2008 atau sebesar 53 persen dari keseluruhan belanja pemerintah, Grafik 6. Hal ini didorong oleh bertambahnya jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 900 orang dalam kurun waktu 5 tahun. Pada tahun 2013, jumlah PNS tercatat sebesar 3.785 orang, sedangkan pada 2012 hanya 2.886 orang. Di berbagai daerah di Indonesia, belanja pegawai secara rata-rata terhitung sebesar 70 persen dari keseluruhan belanja pemerintah daerah.6 Grafik 6. Jenis Belanja Kabupaten Pidie Jaya
Sumber: Pemkab Pidie Jaya, PECAPP
6
Analisis Keuangan Daerah, Depkeu, 2012 dalam Pecapp, 2013
24
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
BELANJA SEKTOR KESEHATAN PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE JAYA
Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya 1. Jumlah dan Pengelola Belanja Belanja kesehatan di Pidie Jaya mengalami peningkatan yang cukup besar. Anggaran belanja kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2008 hanya berjumlah Rp 10 miliar atau 6 persen dari belanja total. Angka tersebut terus mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun porsi terhadap total belanja. Pada tahun 2013 terhitung anggaran belanja secara keseluruhan adalah sebesar Rp 55 miliar atau mencapai 11 persen dari total belanja. Namun, porsi belanja tersebut jika dibandingkan dengan rata-rata kabupaten/kota lainnya di Aceh masih lebih rendah, dimana rata-rata Aceh mencapai 12 persen, Grafik 7. Grafik 7. Porsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Belanja
Sumber: Kemenkeu, PECAPP
Jumlah belanja kesehatan perkapita di Pidie Jaya sedikit di bawah rata-rata belanja kabupaten/kota di Aceh. Jumlah anggaran belanja perkapita di Pidie Jaya pada tahun 2013 terhitung sebesar Rp 382 ribu, masih di bawah rata-rata Aceh yang berjumlah Rp 398 ribu. Belanja perkapita tertinggi tercatat di Kota Sabang dan Kota Langsa. Belanja perkapita yang tinggi di Sabang disebabkan jumlah penduduk yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya, Grafik 8.
26
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 8. Belanja Perkapita Kesehatan Tahun 2013 di Aceh
Sumber: Kemenkeu, BPS, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Secara total sebesar Rp 152 miliar sejak tahun 2009 hingga 2012 dibelanjakan untuk sektor kesehatan. Hampir 70 persen belanja kesehatan digunakan untuk belanja tidak langsung. Jumlah total belanja tidak langsung dari tahun 2009 hingga 2012 mencapai Rp 101 miliar atau 66 persen dari total belanja. Meskipun karakteristik pelayanan kesehatan diantaranya adalah padat karya, sehingga banyak tenaga kesehatan yang perlu disediakan, namun belanja yang cukup tinggi untuk gaji dan tunjangan pegawai memberikan celah yang kecil untuk program kesehatan lainnya. Meskipun pada tahun 2013 anggaran belanja tidak langsung lebih kecil dari rata-rata belanja tidak langsung selama empat tahun, namun jumlahnya masih cukup besar, mencapai 62 persen dari total belanja, Grafik 9.7 Grafik 9. Belanja Kesehatan Pidie Jaya
Sumber: Kemenkeu, BPS, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
7 Belanja tidak langsung merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama (common cost) untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit kerja. Termasuk dalam jenis belanja ini adalah belanja gaji dan tunjangan bagi Pegawai Negeri Sipil.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
27
Belanja supportif merupakan belanja terbesar dari sektor kesehatan. Hampir sama dengan kabupaten lain di Indonesia dimana alokasi belanja supportif cukup besar, hampir 80 persen atau sebesar Rp 43 miliar pada tahun 2013 dari belanja kesehatan dialokasikan untuk supportif.8 Alokasi belanja preventif terhitung cukup rendah, hanya sebesar satu persen. Sedangkan rata-rata di kabupaten/kota lain di Aceh, pada tahun 2012 alokasi belanja ini terhitung hampir 80 persen dari alokasi belanja pemerintah. Rendahnya belanja preventif dan tingginya belanja supportif merupakan salah satu tantangan bagi banyak pemerintah kabupaten/kota di Aceh, Grafik 10. Grafik 10. Belanja Kesehatan Berdasarkan Kegunaan 9
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, RSUD Pidie Jaya, DPKKD, PECAPP
Belanja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pidie Jaya mengalami peningkatan. RSUD Pidie Jaya sejak berdiri pada tahun 2007 berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. Belanja yang khusus digunakan untuk RSUD Pidie Jaya pada tahun 2009 berjumlah Rp 1,6 miliar atau 5 persen dari total belanja Dinas Kesehatan. Pada tahun 2013, belanja pada RSUD Pidie Jaya meningkat menjadi Rp 9,6 miliar atau sebesar 18 persen dari total belanja. Meningkatnya jumlah belanja tersebut dikarenakan semakin banyaknya pelayanan yang diberikan, terutama penambahan anggaran sebesar Rp 5 miliar untuk kegiatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Dana tersebut sebagian besarnya, Rp 2,2 miliar digunakan untuk belanja jasa pelayanan medis dan nonmedis, Grafik 11.
8 Belanja supportif merupakan belanja yang diperuntukkan berbagai kegiatan manajerial, termasuk di dalamnya adalah pembayaran gaji dan tunjangan pegawai, penyediaan jasa perkantoran dan lain sebagainya. 9 Belanja preventif/kuratif adalah belanja yang tidak dapat dipisahkan pemanfaatannya, apakah murni sebagai upaya pencegahan ataupun upaya pengobatan. Komponen tersebut menurun cukup besar karena jumlah belanja pembangunan sarana kesehatan Puskesmas dan jejaringnya yang bertujuan untuk upaya pencegahan sekaligus juga upaya pengobatan, menurun cukup besar dari Rp 7,8 miliar pada tahun 2009 menjadi Rp 2,7 miliar pada tahun 2013.
28
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 11. Belanja Pada RSUD Pidie Jaya
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, RSUD Pidie Jaya, DPKKD, PECAPP
2. Belanja Dinas Kesehatan Belanja langsung pada Dinas Kesehatan cenderung menurun dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Belanja yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pidie Jaya yang digunakan untuk belanja program selama lima tahun berjumlah total Rp 56 miliar atau sekitar Rp 11 miliar per tahun. Belanja tersebut menunjukkan kecenderungan menurun selama tiga tahun terakhir. Belanja kesehatan langsung pada tahun 2013 tercatat hanya sebesar Rp 11 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2009 yang tercatat sebesar Rp 13 miliar. Penurunan jumlah belanja salah satunya diakibatkan bergesernya prioritas pembangunan ke belanja di rumah sakit yang cenderung mengalami peningkatan, Grafik 12. Relatif rendahnya belanja langsung mengakibatkan sedikitnya alokasi belanja dalam melaksanakan berbagai program kesehatan. Grafik 12. Belanja Langsung Dinas Kesehatan
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, DPKKD, PECAPP
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
29
Belanja program yang tersedia pada Dinas Kesehatan seperempatnya digunakan untuk urusan manajemen dan perkantoran. Dari Rp 11 miliar anggaran belanja pada tahun 2013, sebanyak 26 persen diarahkan untuk menunjang urusan perkantoran. Secara umum belanja pada Dinas Kesehatan sebagian besarnya diperuntukkan untuk berbagai upaya kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan. Belanja pegawai menunjukkan kecenderungan peningkatan dan merupakan jenis belanja terbesar. Pada tahun 2011, belanja langsung pegawai pada Dinas Kesehatan Pidie Jaya berjumlah Rp 1,6 miliar atau hanya 6 persen dari total belanja. Belanja tersebut meningkat menjadi 37 persen atau Rp 4 miliar pada tahun 2013. Kondisi tersebut terjadi karena meningkatnya anggaran belanja pegawai pada program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin yang jumlahnya mencapai Rp 3 miliar pada tahun 2013. Sementara itu, belanja barang dan jasa berkisar antara 24 persen hingga 36 persen atau Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar per tahun. Belanja modal cenderung menurun, tercatat sebesar 28 persen dari keseluruhan belanja. Pada anggaran tahun 2011, porsi belanja modal 70 persen atau Rp 9 miliar, jauh lebih besar dari tahun 2013 yang berjumlah Rp 3 miliar. Hal ini berpengaruh terhadap program kesehatan padat modal, terutamanya program pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas, puskesmas pembantu dan jaringannya, Grafik 13. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan pembangunan di Pidie Jaya, maka kemungkinan pemanfaatan dana bersumber lain, seperti dana Otonomi Khusus (Otsus) dapat menjadi pilihan dalam menutupi kebutuhan di masa mendatang. Grafik 13. Jenis Belanja Langsung
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, DPKKD, PECAPP
30
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Porsi belanja preventif cenderung mengalami peningkatan. Dari Rp 56 miliar total dana yang dikelola oleh Dinas Kesehatan di luar belanja tidak langsung tahun 2009 hingga 2013, terhitung hanya 3 persen dana yang diarahkan untuk upaya preventif atau pencegahan. Namun, kondisi tersebut terus mengalami perbaikan, dimana pada tahun 2009 belanja pencegahan yang berjumlah Rp 215 juta atau 1,7 persen dari total belanja, meningkat menjadi Rp 599 juta atau 5,3 persen pada tahun 2012 dan Rp 608 juta atau 5,6 persen pada tahun 2013, Grafik 14. Belanja tersebut diarahkan untuk berbagai upaya pencegahan seperti peningkatan pelayanan gizi, ibu dan anak serta upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. Grafik 14. Belanja Berdasarkan Jenis Program Kesehatan
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, DPKKD, PECAPP
Porsi belanja pencegahan yang rendah merupakan masalah di banyak daerah di Indonesia. Belanja preventif di Indonesia masih belum proporsional. Dalam merumuskan program kesehatan, terlihat penerapan subsistem upaya kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) belum diterapkan sepenuhnya, kondisi tersebut terlihat dari penyelenggaraan program, masih banyak yang berupa kegiatan kuratif. Sementara dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat juga perlu menitikberatkan kegiatan promotif/preventif.10 Belanja preventif/kuratif cenderung meningkat dan menyerap cukup besar dana langsung.11 Belanja jenis ini merupakan belanja penyediaan sarana dan prasarana kesehatan serta obat dan perbekalan kesehatan. Pada tahun 2009, jumlah belanja preventif/kuratif mencapai Rp 9 miliar atau 70 persen dari total belanja langsung di Dinas Kesehatan, Grafik 15. Hal tersebut dipicu dengan tingginya pembangunan dan penyediaan sarana/prasarana kesehatan pada tahun tersebut yang mencapai Rp 8,8 miliar. Pada tahun 2012, belanja tersebut berkurang, dimana belanja jenis ini menggunakan 42 persen atau Rp 4,7 miliar belanja langsung, yang digunakan sebagian besarnya untuk obat dan perbekalan kesehatan.
10
Adisasmito W, 2008
11 Belanja yang tidak dapat dipisahkan besarannya untuk upaya pengobatan dan pencegahan
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
31
Grafik 15. Sasaran Belanja Program Preventif/Kuratif
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, DPKKD, PECAPP
Penanggulangan masalah gizi, pelayanan kesehatan ibu dan anak serta penanggulangan penyakit menular merupakan prioritas pemerintah. Belanja gizi, pelayanan ibu anak dan penanggulangan penyakit menular mendapatkan porsi lebih besar (hingga 80 persen pada anggaran 2013) untuk sasaran belanja pencegahan. Dari beberapa sasaran tersebut, gizi merupakan sasaran utama pada anggaran tahun 2013. Kondisi ini menunjukkan pengentasan masalah gizi, penanganan penyakit menular dan peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak merupakan prioritas di Pidie Jaya, Grafik 16. Namun, masih terdapat beberapa tantangan utama di bidang ini yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Grafik 16. Porsi Belanja Pencegahan Menurut Sasaran
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, DPKKD, PECAPP
32
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
SUMBER DAYA DAN UPAYA KESEHATAN
SUMBER DAYA DAN UPAYA KESEHATAN 1. Sumber Daya Manusia Rata-rata dokter umum di Aceh melayani tiga ribu penduduk. Jumlah dokter di Aceh pada tahun 2012 lebih dari 1.500 orang. Tenaga dokter tersebar ke seluruh kabupaten/kota maupun di level pemerintah provinsi. Rasio dokter umum terhadap penduduk adalah sebesar 33 per 100 ribu penduduk atau setiap dokter melayani tiga ribu penduduk. Jika jumlah yang dihitung hanya dokter yang bertugas di kabupaten/ kota saja, maka rasio ketersediaan dokter di Aceh adalah 23 per 100 ribu penduduk. Jumlah tersebut belum mencapai target Indonesia Sehat 2010 yang menargetkan satu dokter melayani 2.500 penduduk atau 40 per 100 ribu penduduk. Disparitas rasio dokter terhadap penduduk di Aceh cukup besar. Rasio dokter terhadap penduduk terbaik tercatat di Kota Sabang dan Kota Banda Aceh dengan jumlah penduduk per dokter di bawah 2.000 jiwa, atau telah sesuai dengan target. Sementara itu banyak kabupaten/kota lainnya belum sesuai target Indonesia Sehat 2010, seperti di Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Tamiang, dimana setiap dokternya melayani lebih dari 5.000 penduduk, Grafik 17. Grafik 17. Rasio dokter per 100 ribu Penduduk
Sumber: Dinkes Aceh, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Jumlah dokter umum di Pidie Jaya masih di bawah rata-rata Aceh. Pada tahun 2012 jumlah dokter umum di Pidie Jaya 32 orang, sebagian besarnya bertugas di Puskesmas (seluruh Puskesmas mempunyai dokter umum). Kabupaten Pidie Jaya mempunyai rasio dokter 24 per 100 ribu penduduk atau setiap dokter melayani sekitar empat ribu orang, Grafik 17. Kondisi yang sama terjadi pada dokter gigi dengan rasio 5 per 100 penduduk atau setiap dokter gigi melayani rata-rata 20 ribu penduduk. Jumlah tersebut belum mencapai target Indonesia Sehat 2010, yaitu 11 dokter per 100 ribu Penduduk. Ketersediaan jumlah dokter yang cukup, termasuk dokter gigi, merupakan salah satu syarat pelaksanaan kegiatan kesehatan terutama yang berkaitan dengan upaya kesehatan perorangan agar dapat berlangsung dengan baik.
34
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Ketenagaan dokter spesialis di Pidie Jaya sangat minim. Tantangan ketersediaan dokter spesialis adalah jumlah dan kualifikasinya. Dokter spesialis bertugas di RSUD Pidie Jaya menurut data terakhir hanya empat orang.12 Ketersediaan dokter spesialis tersebut masih jauh dari kebutuhan ketenagaan sesuai dengan aturannya.13 Ketersediaan spesialis tetap di RSUD Pidie Jaya hanya satu dokter spesialis yakni dokter spesialis mata, Tabel 1. Untuk memenuhi pelayanan spesialistik kepada masyarakat, dilaksanakan kerja sama dengan Rumah Sakit Umum Kabupaten Pidie untuk mendatangkan dokter spesialis. Tabel 1. Situasi Ketersediaan Dokter Spesialis Pada RSUD Pidie Jaya Tahun 2013 Jenis Spesialis
Jumlah
Status
Keterangan
Penyakit Dalam Kesehatan Anak
0
Setidaknya 2 dari empat tenaga menurut Permenkes RI No. 340/Menkes/Per/III/2010
Bedah Obstetri dan Ginekologi
1
Sementara
Mata
1
Tetap
Telinga, Hidung dan Tenggorokan
1
Sementara
Paru
1
Sementara
Sumber: Dinkes Aceh, PECAPP
Sebaran tenaga kesehatan di Pidie Jaya belum merata. Rasio bidan terhadap penduduk di Pidie Jaya tahun 2012 adalah 137 per 100 ribu penduduk. Angka tersebut telah mencapai target Indonesia Sehat 2010, yaitu 100 bidan untuk 100 ribu penduduk. Meskipun demikian, distribusi bidan masih belum sepenuhnya mencapai target, dimana Puskesmas Trienggadeng mempunyai rasio yang masih rendah, Grafik 18. Grafik 18. Rasio Bidan per 100 ribu Penduduk di Pidie Jaya
Sumber: Dinkes Aceh, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
12
Dinas Kesehatan Aceh, 22 Juni 2013
13 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010, setidaknya Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit dua dari empat jenis pelayanan spesialis dasar. Spesialisasi yang dipersyaratkan tersebut meliputi Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
35
Jika dibandingkan dengan kondisi kabupaten/kota lainnya di Aceh, secara umum jumlah seluruh tenaga kesehatan terhadap penduduk di Pidie Jaya lebih baik. Dengan menggunakan beberapa ketenagaan, seperti dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, ahli gizi, ahli kesehatan masyarakat dan ahli sanitasi maka dibutuhkan sebanyak 518 tenaga per 100 ribu penduduk. Jumlah tenaga kesehatan di Pidie Jaya pada tahun 2012 mempunyai rasio 798 per 100 ribu penduduk, lebih tinggi dari rata-rata kabupaten/kota lainnya di Aceh yang berjumlah 548 per 100 ribu penduduk. Bidan, perawat, ahli kesehatan masyarakat dan sanitasi telah memenuhi target. Tantangan terhadap jumlah dan distribusi tenaga sanitasi, tenaga kesehatan masyarakat dan bidan terhadap penduduk masih perlu diperhatikan. Distribusi tenaga gizi masih belum merata, dimana beberapa Puskesmas belum memiliki tenaga gizi sama sekali. Bersama dengan dokter dan dokter gigi, tenaga ahli gizi perlu ditingkatkan dan disebarkan secara lebih merata. Nilai indeks tenaga kesehatan pada tahun 2012 menempatkan Pidie Jaya sebagai salah satu daerah yang mempunyai indeks lebih baik dari rata-rata Aceh, Grafik 19. Grafik 19. Indeks Tenaga Kesehatan 14
Sumber: Dinkes Aceh, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Pidie Jaya mempunyai kesempatan lebih baik dalam pembangunan kesehatan dari sisi ketersediaan tenaga. Jumlah maupun kualifikasi ketenagaan di Pidie Jaya memberikan kesempatan dari sisi input bagi daerah untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik. Upaya pencegahan tampaknya mempunyai ketenagaan yang lebih lengkap dibandingkan dengan sumberdaya kuratif atau pengobatan. 1. Sarana Kesehatan 2.1. Rumah Sakit Masyarakat membutuhkan perjalanan sejauh 11 kilometer untuk menjangkau rumah sakit pemerintah. Meskipun rumah sakit adalah sarana perawatan sekunder (rujukan), namun kondisi tersebut dapat memberikan gambaran bahwa akses masyarakat ke sarana kesehatan primer seperti Puskesmas dan jaringannya cukup vital dalam pemberian pelayanan kesehatan (terutama upaya pengobatan). Jarak terjauh adalah dari Kecamatan Bandar Baru dan terdekat adalah Kecamatan Meureudu, Grafik 20. Kondisi 14
Lihat Lampiran 7
36
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
tersebut lebih baik dari rata-rata jarak masyarakat ke rumah sakit di Aceh, sekitar 24 kilometer. Namun, penguatan kapasitas Puskesmas dan jejaringnya dalam upaya pengobatan merupakan hal yang penting diperhatikan. Grafik 20. Jarak Masyarakat ke Rumah Sakit
Sumber: BPS (Susenas), PECAPP
Pemanfaatan pelayanan RSUD Pidie Jaya rendah.15 Pada tahun 2012, jumlah tempat tidur yang tersedia di RSUD Pidie Jaya adalah 44 unit, dengan tempat tidur rawat inap sebanyak 35 unit. Bed Occupancy Rate (BOR) dari RSUD Pidie Jaya pada tahun tersebut adalah sebesar 29 persen, Tabel 2. Kondisi tersebut belum mencapai target ideal Kementerian Kesehatan yakni 60-85 persen.16 Rendahnya tingkat BOR yang dicapai menggambarkan bahwa terdapat kemungkinan rendahnya tingkat kualitas pelayanan rumah sakit. Kondisi BOR yang rendah di RSUD Pidie Jaya tersebut lebih rendah dari rata-rata BOR di rumah sakit pemerintah di Aceh yang mencapai 51 persen pada tahun 2012. Demikian pula jika dibandingkan dengan RSUD di Kabupaten Pidie dengan BOR sebesar 97 persen atau RSUD di Kabupaten Bireuen dengan BOR 79 sebesar persen. Rendahnya kualitas pelayanan dapat mengurangi minat calon pasien rawat inap lain di rumah sakit. Pasien yang mendapat perawatan di rumah sakit, lama atau tidaknya pasien dirawat tergantung dari penyakit yang dialaminya. Namun rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan juga dapat mengurangi minat calon pasien untuk memilih rawat inap di rumah sakit. Pasien pada umumnya lebih memilih untuk dirawat di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara baik. Jika angka BOR rendah maka pihak manajemen rumah sakit harus berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya pada pasien, terutama bagi mereka yang sedang menjalani rawat inap.17
15 Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit dapat dilihat dari berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisiensi pelayanan. Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit diantaranya adalah pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/ BOR), rata-rata lama hari perawatan (Length of Stay/LOS), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn Over Interval/TOI), persentase pasien keluar yang meninggal (Gross Death Rate/GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal >48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR). 16
Profil Kesehatan Indonesia 2010, Kementerian Kesehatan RI
17
Widaryanto, 2005
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
37
Tabel 2. Indikator Kinerja Rumah Sakit Umum Meureudu Tahun 2011 dan 2012 No
Indikator
Ideal
2011
2012
1
BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur).
60-85 persen
11 persen
29 persen
2
LOS (Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
6-9 hari
3 Hari
3
NDR (Net Death Rate = Angka kematian netto)
< 25 per 1 ribu pasien keluar
14 orang
17 orang
4
TOI (Turn Over Interval = Waktu Tenggang Perputaran)
1-3 hari
28 Hari
34 Hari
5
Hari
Sumber: RSUD Pidie Jaya, PECAPP, 2012
Tempat tidur yang tersedia belum tergunakan secara efisien. Turn Over Interval (TOI) adalah waktu rata-rata suatu tempat tidur kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi oleh pasien lain. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.18 Pencapaian TOI RSUD Pidie Jaya cukup panjang mencapai 28 hari (2011) dan 34 hari pada tahun 2012. Length of Stay (LOS) di RSUD Pidie Jaya telah mencapai target yang direncanakan. LOS adalah ratarata lama rawat seorang pasien. Indikator ini dapat memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan terutama dalam pelayanan medis, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang memerlukan pengamatan lebih lanjut. Secara umum nilai LOS yang ideal antara 6-9 hari.19 LOS pada RSUD Pidie Jaya tahun 2012 adalah 5 hari yang menunjukkan kondisi yang ideal. Tingkat Kematian Kasar (Gross Death Rate, GDR) dan Tingkat Kematian Netto (Net Death Rate, NDR) RSUD Pidie Jaya cukup baik.20 Angka GDR di RSUD Pidie Jaya pada tahun 2011 adalah sebesar 19 per seribu yang bermakna cukup ideal. Kondisi yang sama juga terlihat untuk NDR di RSUD Pidie Jaya yang berjumlah 5,4 atau NDR mencapai nilai idealnya. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi di rumah sakit lainnya di Aceh dengan NDR 1,7 dan GDR 3,0, maka diperlukan lebih banyak perbaikan di RSUD Pidie Jaya. Asumsinya, jika pasien meninggal setelah mendapat perawatan 48 jam berarti ada faktor pelayanan rumah sakit yang terlibat dengan kondisi meninggalnya pasien, namun jika pasien meninggal sebelum 48 jam masa perawatan, dianggap faktor keterlambatan pasien datang ke rumah sakit menjadi penyebab utama pasien meninggal.
18
Profil Kesehatan Indonesia 2010, Kementerian Kesehatan RI
19
Profil Kesehatan Indonesia 2010, Kementerian Kesehatan RI
20 Gross Death Rate (GDR) adalah angka kematian umum untuk setiap seribu penderita keluar dari rumah sakit, tidak melihat berapa lama pasien berada di rumah sakit dari masuk sampai meninggal. Net Death Rate (NDR) adalah angka kematian pasien setelah dirawat > 48 jam per seribu pasien keluar. Nilai ideal GDR adalah < 45 dan NDR ideal adalah < 25 per 1 ribu pasien keluar.
38
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
2.2. Puskesmas Dari sisi akses dan ketersediaan sarana kesehatan, Pidie Jaya mempunyai nilai terbaik di Aceh.21 Kabupaten Pidie Jaya bersama dengan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Barat Daya mempunyai jarak tempuh (akses) masyarakat ke Puskesmas atau Puskesmas Pembantu (Pustu) dan rasio Puskesmas per penduduk dengan nilai lebih baik dari rata-rata Aceh, sehingga memperoleh indeks tertinggi. Berbeda jauh dengan beberapa daerah lainnya seperti Kabupaten Simeulue dan Kota Subulusslam yang mempunyai indeks rendah. Hal ini merupakan kesempatan pembangunan kesehatan yang lebih baik di Pidie Jaya, Grafik 21. Grafik 21. Indeks Sarana Kesehatan 22
Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Rasio Puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya lebih baik dari target nasional. Pada tahun 2012 rasio Puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya adalah satu per 14 ribu, atau satu Puskesmas rata-rata melayani 14 ribu penduduk. Kondisi tersebut lebih baik dari target nasional, yaitu satu Puskesmas melayani 30 ribu penduduk, Grafik 22. Pada tahun 2013, Puskesmas Bandar Baru mengalami pemekaran, dimana Pustu Cubo menjadi Puskesmas sehingga membuat rasio di Puskesmas tersebut menjadi lebih baik dan melayani penduduk di bawah 30 ribu orang. Jumlah Puskesmas di Pidie Jaya terus bertambah. Guna meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana kesehatan, jumlah sarana kesehatan terus dibangun. Jumlah Puskesmas pada tahun 2008 adalah sembilan, meningkat menjadi sebelas di tahun 2013. Selain jumlah Puskesmas, jumlah Poskesdes/ Polindes juga terus mengalami penambahan. Secara umum untuk sarana kesehatan primer masyarakat, pada tahun 2013 di Pidie Jaya terdapat sebelas Puskesmas (lima rawat inap dan enam rawat jalan), 19 Pustu dan 95 Poskesdes.23 21 Indeks dihitung dengan menggunakan nilai standar jarak rata-rata dan rasio Puskesmas terhadap penduduk. Indeks diperoleh dari pembagian nilai sarana di kabupaten/kota standar. Jika nilai diperoleh lebih rendah dari 1 (satu) maka digunakan hasil pembagian, sementara jika diatas 1 (satu), maka nilai 1 (satu) diberikan untuk setiap komponen. 22
Lihat Lampiran 8
23
Dalam analisis ini nantinya konsep Puskesmas akan dibahas adalah sepuluh Puskesmas yang datanya tersedia hingga tahun 2012.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
39
Grafik 22. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Pustu di Pidie Jaya cukup terjangkau. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kemudahan akses masyarakat ke sarana kesehatan cenderung baik. Jarak terjauh akumulatif masyarakat ke Puskesmas dan Pustu adalah 3 kilometer terdapat di Kecamatan Meureudu, sementara jarak terdekat di Kecamatan Jangka Buya. Daerah dengan jarak yang relatif jauh ke Puskesmas juga telah direspon dengan keberadaan Pustu, Grafik 23. Kondisi tersebut juga lebih baik dari jarak ratarata penduduk di Aceh ke Puskesmas (4,9 kilometer) dan Pustu (4,5 kilometer). Grafik 23. Jarak Tempuh ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
Sumber: BPS (Podes), PECAPP
40
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
3. Situasi Derajat Kesehatan Secara umum, Pidie Jaya memiliki gangguan kesehatan yang lebih tinggi dari daerah lain di Aceh.24 Penduduk yang mempunyai gangguan kesehatan di Pidie Jaya mencapai 48 persen. Jumlah ini terbilang cukup tinggi dibandingkan daerah lainnya di Aceh yang mempunyai angka rata-rata sebesar 31 persen. Namun, masyarakat yang kemudian melakukan upaya pengobatan terhadap sakitnya juga cukup tinggi mencapai 68 persen, Grafik 24. Beberapa kondisi yang melatarbelakangi keadaan tersebut adalah; tingkat keparahan penyakit, kesadaran masyarakat yang tinggi maupun akses yang relatif mudah dijangkau. Grafik 24. Penduduk Dengan Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan
Sumber: BPS (Susenas), PECAPP
Sama dengan daerah lain di Aceh, Puskesmas merupakan tempat berobat paling diminati oleh masyarakat Pidie Jaya. Jumlah masyarakat yang berobat ke Puskesmas menduduki persentase tertinggi. Kondisi tersebut disebabkan kemudahan akses dari sisi sarana, biaya dan budaya masyarakat. Sementara itu, praktik paramedis (perawat dan bidan) merupakan tempat berobat dengan persentase tertinggi kedua, Grafik 25. Antusiasme masyarakat terhadap sarana kesehatan yang disediakan pemerintah, dalam hal ini Puskesmas, merupakan salah satu indikator bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Puskesmas cukup baik.
24
BPS, Susenas 2011
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
41
Grafik 25. Sarana Berobat Jalan Masyarakat
Sumber: BPS (Susenas), PECAPP
1.1 Angka Kematian Tingkat Angka Kematian Ibu (AKI) di Pidie Jaya adalah salah satu yang terbaik di Aceh. AKI merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan.25 Pada tahun 2012, AKI di Aceh mencapai 191 per 100 ribu Kelahiran Hidup (KH) atau hampir dua kematian ibu terjadi akibat proses kehamilan, persalinan dan masa nifas setiap seribu KH. AKI di Aceh cukup bervariasi dimana terdapat daerah yang AKI-nya sangat rendah, namun di sisi lain terdapat pula daerah dengan AKI yang sangat tinggi. Pidie Jaya menempati urutan ke empat terbaik di Aceh untuk AKI tahun 2012, Grafik 26. Angka tersebut merupakan jumlah kasus yang dilaporkan. Grafik 26. Angka Kematian Ibu (per 100 ribu KH)
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, Dinkes Aceh, PECAPP
25 BPS: Angka Kematian Ibu adalah banyaknya kematian ibu karena faktor kehamilan dan persalinan serta masa nifas. Kematian ibu tersebut terjadi pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain
42
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
AKI di Pidie Jaya cenderung semakin membaik. AKI maternal pada tahun 2008 adalah 179 per 100 ribu KH, Grafik 27. Pada tahun 2012, AKI di Pidie Jaya menurun menjadi 115 per 100 ribu KH. Kematian ibu di Pidie Jaya didominasi akibat kematian ibu ketika menjalani proses persalinan. Dalam dua tahun pengamatan kematian ibu paling banyak terjadi di Kecamatan Blang Kuta dengan AKI 429 per 100 ribu KH dan di Kecamatan Jangka Buya dengan AKI 289 per 100 ribu KH. AKI tinggi dikarenakan jumlah KH di kecamatan tersebut terbilang rendah, jika dibandingkan dengan kelahiran hidup di kecamatan yang lain. Pola ini perlu dianalisis lebih lanjut mengingat kehandalan data yang masih menjadi tantangan utama di Pidie Jaya. Grafik 27. Angka Kematian Ibu di Pidie Jaya
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Angka Kematian Bayi (AKB) di Pidie Jaya menurun.26 Pada tahun 2011 di Kabupaten Pidie Jaya terjadi 21 kematian bayi dari 3.044 jumlah Lahir Hidup (LH), atau dari seribu bayi lahir hidup terdapat 6 sampai 7 bayi yang meninggal dalam setahun. Penurunan AKB dari tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan, memberikan kesan upaya kesehatan yang berhubungan dengan upaya menurunkan AKB cukup berhasil. Namun, AKB kembali meningkat pada tahun 2012 menjadi 9 per seribu LH, Grafik 28. Meskipun angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan secara nasional yaitu 32 per seribu LH maupun pencapaian AKB Aceh tahun 2012 yaitu 10,8 per seribu LH, peningkatan pada tahun 2012 menunjukkan perlunya upaya penurunan AKB untuk mencapai angka yang lebih baik di masa mendatang.
26 Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun pada tahun yang sama, dinyatakan dalam seribu Lahir Hidup (LH).
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
43
Grafik 28. Angka Kematian Bayi per Seribu Lahir Hidup (LH)
Sumber: Dinkes Aceh, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Indeks angka kematian di Pidie Jaya lebih baik dibandingkan daerah lain di Aceh. Dengan menggunakan standar angka kematian (ibu, bayi dan Balita) di Aceh, diketahui bahwa Kabupaten Simeulue adalah daerah dengan nilai indeks terendah. Terdapat tujuh daerah dengan pencapaian seluruh angka kematian yang lebih baik dari rata-rata Aceh sehingga memperoleh nilai maksimum, Grafik 29. Grafik 29. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita 27
Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
27 Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun pada tahun yang sama, dinyatakan dalam seribu Lahir Hidup (LH).
44
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Jumlah belanja kesehatan di Pidie Jaya terhadap pencapaian pembangunan kesehatan cenderung baik. Pidie Jaya termasuk dalam kuadran tiga, atau daerah dengan jumlah belanja kesehatan perkapita yang relatif lebih kecil dari rata-rata Aceh, namun memiliki indeks angka kematian yang lebih baik dari Aceh. Meskipun Pidie Jaya mempunyai belanja kesehatan yang relatif lebih efektif, namun terdapat daerah dengan belanja yang lebih kecil dari Pidie Jaya dan indeks angka kematian yang hampir sama seperti Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Utara dan Kota Banda Aceh, Grafik 30. Grafik 30. Indeks Angka Kematian Terhadap Belanja Kesehatan Perkapita
Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
3.2. Gizi Jumlah Balita ditimbang di Pidie Jaya sebagai pintu masuk penjaringan Balita yang mengalami masalah kesehatan, terutama gizi, lebih baik dari Aceh. Cakupan Balita ditimbang terhadap keseluruhan Balita yang ada (D/S) di Provinsi Aceh tahun 2012 sebesar 54 persen. Pidie Jaya pada tahun 2012 mempunyai persentase yang lebih baik yakni 77 persen, meningkat dari tahun 2011 yang hanya berjumlah 63 persen. Jumlah tersebut juga lebih baik jika dibandingkan target nasional yakni 70 persen. Balita yang ditimbang merupakan salah satu upaya yang strategis mengingat pencapaiannya menentukan penjaringan kondisi gizi Balita. Semakin rendah pencapaian Balita ditimbang maka jumlah Balita yang terdeteksi status gizinya juga akan menurun, demikian pula sebaliknya. Jumlah Balita dengan kondisi gizi di Bawah Garis Merah (BGM) merupakan masalah di Pidie Jaya.28 Di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2012 jumlah dan persentase Balita BGM mengalami peningkatan dari tahun 2011 yang berjumlah hanya tiga persen. Kondisi tersebut juga menempatkan Pidie Jaya sebagai daerah dengan angka Balita BGM tertinggi kedua di Aceh, Grafik 31. Walaupun penemuan kasus Balita BGM bukan berarti seorang Balita telah menderita gizi buruk, namun ukuran BGM dapat memberikan sinyal bahaya terhadap potensi Balita dengan gizi buruk yang semakin besar.
28 Berat Badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan perkiraan untuk menilai seseorang menderita gizi buruk.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
45
Grafik 31. Persentase Balita Ditimbang Terhadap Balita BGM
Sumber: Dinkes Aceh, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Pencapaian indikator gizi merupakan tantangan di Pidie Jaya. Kabupaten Aceh Tengah bersama dengan tiga daerah lainnya merupakan kabupaten dengan pencapaian indikator gizi yang lebih baik dari ratarata Aceh. Dibandingkan dengan daerah lainnya di Aceh, pencapaian indeks indikator gizi di Pidie Jaya menempati urutan dua terendah di Aceh. Tantangan tersebut adalah pada komponen Balita BGM yang cukup tinggi, Grafik 32. Grafik 32. Indeks Indikator Gizi 29
Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
29
Lihat Lampiran 10.
46
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Jumlah Balita ditimbang dan Balita BGM antar Puskesmas dalam Kabupaten Pidie Jaya cukup variatif. Balita dengan BGM di Puskesmas Jangka Buya tidak ditemukan, namun pencapaian Balita ditimbang di Puskesmas tersebut masih rendah. Angka terbaik untuk jumlah Balita ditimbang terdapat di Puskesmas Meureudu (93 persen). Puskesmas Bandar Dua merupakan wilayah dengan jumlah BGM tertinggi yang mencapai 87 persen, Grafik 33. Perhatian pemerintah untuk meningkatkan jumlah Balita ditimbang dan mengentaskan masalah gizi buruk adalah hal cukup penting di Pidie Jaya. Grafik 33. Balita Ditimbang dan Balita di Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
3.3. Angka Kesakitan Indeks penyakit menular di Pidie Jaya merupakan salah satu yang terendah di Aceh. Angka kesakitan di Pidie Jaya cenderung lebih tinggi dari daerah lainnya di Aceh sebagai akibat penyakit-penyakit tertentu yang digunakan sebagai indikator memperoleh nilai yang relatif rendah. Penyakit dengan indeks terendah adalah angka kesakitan campak, dimana Pidie Jaya merupakan daerah dengan jumlah penderita campak terhadap penduduk tertinggi di Aceh. Tantangan tersebut harus menjadi perhatian di masa mendatang. Sementara itu, penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) dan kusta juga berkontribusi cukup besar terhadap nilai indeks Pidie Jaya, Grafik 34.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
47
Grafik 34. Indeks Penyakit Menular 30
Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
TB Paru merupakan tantangan di Kabupaten Pidie Jaya. Angka kejadian per tahun (insidensi) dan jumlah kasus total (prevalensi) TB Paru di Pidie Jaya relatif lebih tinggi dari rata-rata Aceh di tahun 2012. Angka kejadian TB Paru ditemukan hampir dua kasus setiap seribu penduduk, dua kali lipat nilai rata-rata Aceh. Angka temuan kasus menunjukkan jumlah yang cukup baik, namun angka keberhasilan pengobatan TB juga cukup rendah (25 persen), Grafik 35. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa perhatian lebih besar harus diberikan untuk penyakit ini. Grafik 35. Beberapa Indikator TB Paru Tahun 2012
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
30
Lihat Lampiran 10.
48
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Prevalensi kasus kusta di Pidie Jaya menurun. Prevalensi kusta adalah jumlah keseluruhan penderita kusta yang menimpa penduduk pada periode waktu tertentu. Prevalensi kusta di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2011 adalah 2,9 per 10 ribu penduduk. Angka tersebut membaik menjadi 2,5 pada tahun 2012, Grafik 36. Namun, kondisi itu lebih buruk dari Aceh yang mempunyai prevalensi kusta hanya 0,8 per 10 ribu penduduk. Kemauan penderita untuk berobat di Pidie Jaya cukup memuaskan, dimana pada tahun 2011 dan 2012 mencapai 100 persen. Kasus kusta ditemukan hampir di semua kecamatan. Bandar Baru merupakan kecamatan dengan prevalensi kusta tertinggi. Kasus kusta ditemukan dengan prevalensi antara 0,5-5,8 per 10 ribu penduduk. Kecamatan Ulim, Bandar Dua, Kuta Krueng, dan Blang Kuta merupakan daerah yang tidak ditemukan kasus kusta. Perhatian pemerintah untuk kecamatan-kecamatan dengan kasus kusta perlu lebih ditingkatkan lagi, mengingat resiko kecacatan akibat penyakit ini. Kasus malaria di Pidie Jaya menurun. Malaria salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia ditularkan oleh nyamuk anopheles betina. Target angka kesakitan malaria (Annual Parasite Incidence/API) secara nasional ingin dicapai sebesar 1.75 per seribu penduduk. Melihat angka kesakitan malaria di Kabupaten Pidie Jaya sebesar 0,05 per seribu penduduk, maka angka kesakitan malaria telah mencapai target. Angka kejadian DBD di Pidie Jaya jauh lebih baik dibandingkan rata-rata Aceh. Kejadian DBD di seluruh Aceh pada tahun 2012 adalah sebanyak 2.269 kasus, hal ini menjadikan insidensi DBD per 100 ribu penduduk adalah sebesar 48. Kejadian DBD di Pidie Jaya pada tahun yang sama adalah 9 kasus atau 6,4 per 100 ribu penduduk, Grafik 36. Kasus demam berdarah di Pidie Jaya pada tahun 2012 menurun dibanding tahun 2011 yaitu sebanyak 19 kasus. Kondisi ini juga menuntut perhatian lebih terhadap upaya pencegahan dan penanggulangannya. Grafik 36. Indikator Beberapa Penyakit Menular Tahun 2012
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
49
Persentase diare yang ditemukan dan ditangani berbeda antar kecamatan. Pada tahun 2012 diare ditangani di Aceh adalah sebesar 64 persen, sementara di Pidie Jaya pencapaiannya adalah sebesar 63 persen, Grafik 36. Angka tersebut hampir sama dengan capaian rata-rata Aceh, namun disparitas antar kecamatan cukup besar. Pencapaian penanganan kasus diare tertinggi adalah di Kecamatan Blang Kuta (161 persen), sementara Kecamatan Bandar Baru dan Kecamatan Meureudu kasus yang ditangani di bawah 40 persen. Kondisi tersebut dapat disebabkan lebih rendah atau terlalu tinggi nilai estimasi penderita diare di wilayah tersebut. Campak merupakan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yang ditemukan di Pidie Jaya. Terdapat beberapa PD3I, yaitu tetanus neonatorum, campak, difteri, polio dan AFP, pertusis serta hepatitis B. Dari penyakit tersebut, ditemukan 179 kasus campak dan tidak ada kasus lainnya pada tahun 2012. 4. Standar Pelayanan Minimal dan Upaya Kesehatan Pencapaian indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan di Pidie Jaya belum sepenuhnya sesuai target. Terdapat beberapa urusan wajib SPM, yaitu; penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar yang terdiri dari 13 indikator kinerja, penyelenggaraan pelayanan kesehatan rujukan dengan dua indikator, penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan satu indikator dan penyelenggaraan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dengan satu indikator, Tabel 3. Tabel 3. Pencapaian dan Target SPM Bidang Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya Target 2012
Pencapaian 2012
Keterangan
Kunjungan Ibu hamil K4
90 persen
92 persen
Tercapai
Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani
60 persen
54 persen
Belum Tercapai
Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Kebidanan
100 persen
100 persen
Tercapai
Cakupan Pelayanan Nifas
100 persen
100 persen
Tercapai
Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani
100 persen
8 persen
Belum Tercapai
Cakupan Kunjungan Bayi
100 persen
148 persen
Tercapai
Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
35 persen
51 persen
Tercapai
Cakupan Pelayanan Anak Balita
65 persen
77 persen
Tercapai
Cakupan Pemberian MP-ASI Pada Anak Usia 6-24 Bulan Keluarga Miskin
50 persen
1 persen
Belum Tercapai
Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
100 persen
100 persen
Tercapai
Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat
50 persen
77 persen
Tercapai
Pelayanan Keluarga Berencana
70 persen
51 persen
Belum Tercapai
Indikator Kerja Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Dasar
50
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Acute Flacid Paralysis (AFP) Rate per 100.000 Penduduk < 15 tahun
100 persen
Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit Pneumonia Balita
50 persen
4 persen
Belum Tercapai
Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Baru TB BTA+
85 persen
100 persen
Tercapai
Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita DBD yang Ditangani
55 persen
Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Diare
85 persen
63 persen
Belum Tercapai
Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar Pasien Masyarakat Miskin
100 persen
Asumsi Tercapai
Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Pasien Masyarakat Miskin
100 persen
Asumsi Tercapai
Cakupan Pelayanan Gawat Darurat Level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota
100 persen
Asumsi Tercapai
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Rujukan
Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB Cakupan Desa/Kelurahan Mengalami KLB yang dilakukan Penyelidikan Epidemilogi <24 Jam
100 persen
100 persen
Tercapai
36 persen
7 persen
Belum Tercapai
Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat Cakupan Desa Siaga Aktif
Sumber: Perbup Pidie Jaya Nomor 23 Tahun 2012, Dinkes Aceh, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Anggaran belanja untuk pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Pidie Jaya masih belum mencapai target. Pada tahun 2012, diterbitkan Peraturan Bupati Pidie Jaya Nomor 23 Tahun 2012 tentang Target Kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. Pada peraturan tersebut dinyatakan bahwa pada tahun 2013 guna mencapai target SPM maka dibutuhkan dana Rp 54 miliar untuk beberapa kegiatan. Namun, besaran anggaran yang diharapkan tersebut tidak terjadi, dengan total belanja untuk seluruh program yang dimaksud hanya berjumlah Rp 9,1 miliar atau 17 persen dari target. Hal ini disebabkan teralokasinya anggaran tersebut pada dinas lainnya. Seluruh persalinan di Pidie Jaya dilakukan pada tenaga kesehatan. Salah satu upaya untuk menurunkan AKI adalah dengan meningkatkan jumlah persalinan pada tenaga kesehatan terlatih. Dari 2.600 persalinan yang terjadi pada tahun 2012 semuanya dilaksanakan pada tenaga kesehatan. Namun, jumlah pencapaian terhadap ibu yang memeriksakan kehamilannya minimal empat kali masih variatif dengan persentase terendah di Puskesmas Bandar Baru (82 persen) dan tertinggi di Puskesmas Meurah Dua yang mencapai 100 persen, Grafik 37.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
51
Grafik 37. Persentase Kunjungan Ibu Hamil Minimal Empat
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Meskipun persalinan pada tenaga kesehatan cukup tinggi dan kontrol kehamilan cukup baik, namun AKI masih tinggi. Penurunan kematian ibu diupayakan tidak semata dengan pemeriksaan persalinan dan persalinan pada tenaga kesehatan. Kedua upaya tersebut dinilai strategis dalam menurunkan AKI. Di luar komponen itu, berbagai hal lainnya perlu diperhatikan, diantaranya adalah cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani. Upaya tersebut pada tahun 2012 hanya sebesar 54 persen di Pidie Jaya. Analisis lebih dalam terhadap upaya untuk menemukan penyebab dari masih adanya AKI perlu dilaksanakan. Pencapaian K4 serta persalinan pada tenaga kesehatan yang sudah baik perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Upaya pelayanan kesehatan anak menunjukkan perbaikan. Beberapa upaya pelayanan kesehatan anak seperti Kunjungan Neonatus Pertama (KN1), Kunjungan Neonatus Lengkap (KN3) dan kunjungan bayi lengkap menunjukkan perbaikan di Pidie Jaya.31 Meskipun pencapaian kunjungan bayi lengkap pada tahun 2012 di seluruh Puskesmas telah mencapai 100 persen atau lebih, dengan total pencapaian 150 persen, namun masih terdapat satu Puskesmas (Trienggadeng) yang pencapaiannya masih 80 persen. Indikator KN1 dan KN3 mencapai 100 persen pada semua Puskesmas, Grafik 38. Kondisi ini menunjukkan adanya upaya yang cukup kuat untuk menurunkan angka kematian bayi di Pidie Jaya.
31 KN1: Pelayanan kesehatan neonatal dasar, kunjungan ke-1 pada 6-24 jam setelah lahir; KN3: Pelayanan kesehatan neonatal dasar meliputi ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi hepatitis B1 bila tidak diberikan pada saat lahir, dan manajemen terpadu bayi muda. Dilakukan sesuai standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24 jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada -28 hari setelah lahir yang dilakukan di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah. Kunjungan Bayi Lengkap: Cakupan kunjungan bayi umur 29 hari–11 bulan di sarana pelayanan kesehatan (polindes, pustu, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit) maupun di rumah, posyandu, tempat penitipan anak, panti asuhan dan sebagainya melalui kunjungan petugas. Setiap bayi memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu satu kali pada umur 29 hari-3 bulan, 1 kali pada umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6-9 bulan, dan 1 kali pada umur 9-11 bulan. Pelayanan Kesehatan tersebut meliputi pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/ HB1-3, Polio 1-4, Campak), stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) bayi dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi. Penyuluhan perawatan kesehatan bayi meliputi; konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan, perawatan dan tanda bahaya bayi sakit (sesuai MTBS), pemantauan pertumbuhan dan pemberian vitamin A kapsul biru pada usia 6–11 bulan.
52
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 38. Pencapaian Beberapa Indikator Pelayanan Anak
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Meskipun pencapaian target guna menurunkan angka kematian bayi cukup tinggi, namun AKB meningkat. Jumlah kematian bayi yang tercatat di Puskesmas adalah sebanyak dua kasus, sementara total kejadian diketahui 24 kasus.32,33 Kematian bayi yang tidak tercatat tersebut diasumsikan terjadi di sarana kesehatan lain non-Puskesmas yakni rumah sakit. Beberapa keadaan dapat melatarbelakanginya, misalnya masih rendahnya pencapaian angka neonatus dengan komplikasi yang ditangani. Secara umum, kejadian angka kesakitan di Pidie Jaya menunjukkan perbaikan. Keberhasilan pemerintah dalam menurunkan angka kesakitan, seperti malaria, penting dipertahankan di masa mendatang selain berbagai upaya penurunan angka kejadian penyakit menular lainnya. Tantangan terhadap berbagai penyakit seperti TB Paru, kusta dan lainnya terus meningkat sepanjang waktu sehingga perhatian terhadapnya perlu ditingkatkan. Indeks upaya kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya lebih baik dari Aceh. Nilai indeks yang diperoleh Pidie Jaya untuk upaya kesehatan adalah sebesar 3,5 atau lebih baik dari rata-rata kabupaten/kota di Aceh dengan nilai 3,41. Namun, upaya-upaya yang berkaitan dengan penurunan AKB/AKABA, perbaikan gizi serta upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) di Pidie Jaya masih rendah. Hal tersebut menjadi alasan terjadinya peningkatan AKB dan tingginya Balita dengan BGM serta tingginya beberapa kasus penyakit menular di Pidie Jaya, Grafik 39.
32
Profil Kesehatan Pidie Jaya, Dinkes Pidie Jaya, 2012
33
Profil Kesehatan Aceh 2012, Dinkes Aceh, 2012
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
53
Grafik 39. Indeks Upaya Kesehatan34
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
34
Lihat Lampiran 10.
54
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
BELANJA KESEHATAN PUSKESMAS
BELANJA KESEHATAN PUSKESMAS 1. Sumber Pendapatan dan Belanja Puskesmas Belanja di Puskesmas dibiayai dari enam sumber utama. Dari enam sumber belanja, pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) mendominasi. Sedikitnya terdapat empat jenis pembiayaan; Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Asuransi Kesehatan (Askes), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Persalinan (Jampersal). Sementara dua sumber belanja lainnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) yaitu Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dan belanja rutin Puskesmas yang bersumber dari APBK Pidie Jaya. Sumber belanja terbesar adalah Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Belanja bersumber dana JKA mencapai Rp 1,8 miliar atau 60 persen dari total belanja pada tahun 2012. Total jumlah belanja di Puskesmas pada tahun 2012 berjumlah Rp 2,9 miliar. Belanja JKA, meskipun menurun sebesar Rp 462 juta dari belanja tahun 2011, masih merupakan sumber belanja terbesar. Penurunan jumlah tersebut belum diketahui penyebabnya, namun kemungkinan pengaruhnya adalah; jumlah penduduk dan besaran kapitasi yang menurun, Grafik 40. Selain JKA, belanja bersumber Jamkesmas/Jampersal merupakan sumber belanja yang dominan.35 Jumlah total kedua jenis belanja tersebut pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 678 juta atau 23 persen dari total belanja. Grafik 40. Sumber Belanja Puskesmas
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Secara rata-rata, belanja per Puskesmas di Pidie Jaya adalah Rp 600 juta per tahun. Selama dua tahun pengamatan, jumlah belanja Puskesmas terendah secara rata-rata terhitung sebesar Rp 323 juta dan yang tertinggi adalah Rp 1 miliar. Pada tahun 2012, Puskesmas Bandar Baru merupakan Puskesmas dengan jumlah belanja terbesar, Grafik 41. Jumlah belanja yang yang berbeda antar Puskesmas tersebut disebabkan beberapa hal, diantaranya jumlah penduduk dan jumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap Puskesmas. 35 Metode pembayaran kapitasi merupakan pembiayaan kesehatan berbasis jumlah penduduk dan nilai pembayaran yang tetap (fix) tanpa memperhatikan lagi apakah penduduk tersebut sakit atau tidak, sehingga Puskesmas diharapkan mampu melakukan berbagai hal guna menurunkan jumlah kesakitan di wilayahnya.
56
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Belanja Puskesmas perkapita sebesar Rp 33 ribu. Total belanja perkapita tertinggi pada tahun 2012 adalah Rp 40 ribu dan terendah sebesar Rp 31 ribu dengan nilai rata-rata Rp 33 ribu, Grafik 41. Belanja tersebut merupakan hasil penjumlahan seluruh belanja yang dikelola oleh Puskesmas dibagi dengan jumlah penduduk, meskipun besaran belanja cukup besar, namun dapat saja belanja perkapitanya lebih rendah dari Puskesmas lainnya karena jumlah penduduk yang besar. Kondisi tersebut tampak terjadi pada Puskesmas Ulim dan Bandar Baru. Grafik 41. Belanja Total dan Perkapita Puskesmas
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Pengobatan adalah jenis program dengan belanja terbesar. Belanja kuratif atau pengobatan menyerap sebesar 60 persen belanja (Rp 1,8 miliar untuk lima Puskesmas pengamatan). Belanja untuk pencegahan dimanfaatkan sebesar 35 persen atau sebesar Rp 1 miliar, sementara belanja supportif untuk kegiatan manajemen dan administrasi hanya menggunakan 5 persen belanja, Grafik 42. Kondisi tersebut disebabkan kebijakan dari pemanfaatan dana JKA yang setidaknya 20 persen diperuntukkan bagi upaya pencegahan. Memberikan kesempatan yang lebih baik bagi Puskesmas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat guna mencapai berbagai indikator kesehatan lebih baik.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
57
Grafik 42. Jenis Belanja Kesehatan
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Belanja JKA merupakan sumber belanja kuratif (pengobatan) utama. Belanja bersumber JKA sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan atau berkontribusi sebesar Rp 1,4 miliar atau 81 persen dari total belanja kuratif yang terhitung sebesar Rp 1,8 miliar, Grafik 43. Selain JKA, sumber belanja pengobatan adalah dana Jamkesmas sebesar 17 persen dan Askes sebesar 2 persen. Belanja pencegahan sebagian besarnya bersumber dari dana Jampersal, terhitung 37 persen, hal ini karena pengelompokan pendanaan Jampersal yang digunakan untuk pelayanan ibu hamil dan anak, cukup besar. Sumber dana pencegahan lainnya adalah BOK sebesar 33 persen dan JKA sebesar 30 persen. Belanja supportif sebagian besarnya bersumber dari dana rutin 46 persen dan BOK sebesar 38 persen. Grafik 43. Sumber Belanja Program Kesehatan
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
58
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Belanja untuk pencegahan dialokasikan hanya sekitar sepertiga dari belanja Puskesmas. Pada tahun 2012, belanja untuk pencegahan dengan porsi terbesar diperoleh di Puskesmas Meurah Dua yang mencapai 38 persen dari belanja Puskesmas. Secara umum seluruh Puskesmas memberikan porsi yang bermakna untuk belanja pencegahan dengan porsi antara 33 hingga 38 persen, Grafik 44. Grafik 44. Jenis Belanja Kesehatan Per Puskesmas
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Jenis sasaran belanja utama adalah penyediaan dana untuk masyarakat yang berobat. Upaya kesehatan perorangan merupakan jenis sasaran belanja terbesar, sesuai dengan jenis program kesehatan. Pada tahun 2012 belanja untuk sasaran tersebut menyerap 52 persen atau Rp 1,5 miliar dana dari lima Puskesmas yang disurvei. Belanja untuk pelayanan gizi, ibu dan anak merupakan jenis sasaran tertinggi kedua dengan besaran sebesar 24 persen dari total belanja, Grafik 45. Perhatian Puskesmas untuk upaya menurunkan Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan menurunkan kejadian gizi buruk juga cukup besar, Grafik 45. Grafik 45. Belanja Kesehatan Berdasarkan Sasaran
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
59
Pola belanja terhadap sasaran kesehatan di setiap Puskesmas hampir sama. Belanja upaya kesehatan perorangan dan pelayanan ibu, anak dan gizi merupakan belanja dengan porsi terbesar. Belanja upaya kesehatan perorangan terbesar terhitung di Puskesmas Bandar Baru dengan jumlah Rp 613 juta, sementara belanja terendah di Puskesmas Jangka Buya dengan jumlah Rp 163 juta. Belanja pengobatan perkapita secara rata-rata pada Puskesmas di Pidie Jaya adalah sebesar Rp 20 ribu. Belanja pengobatan perkapita tertinggi adalah Rp 22 ribu terhitung di Puskesmas Jangka Buya. Puskesmas dengan belanja pengobatan perkapita terendah adalah Puskesmas Trienggadeng sebesar Rp 19 ribu. Belanja pencegahan perkapita tertinggi terdapat di Puskesmas Ulim dan Jangka Buya, sebesar Rp 14 ribu. Grafik 46. Sasaran Belanja Per Puskesmas
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
2. Sumber Daya dan Upaya Kesehatan di Puskesmas Sumber daya manusia yang tersedia di Puskesmas terlihat hampir lengkap. Puskesmas Meurah Dua merupakan Puskesmas dengan indeks ketenagaan terbaik, dengan nilai indeks 6,2, Grafik 47. Kondisi itu menunjukkan bahwa, dari tujuh kebutuhan yang diperlukan Puskesmas tersebut hampir memenuhi target rasionya. Untuk tenaga dokter dan dokter gigi semua Puskesmas belum tercapai, indeks terendah untuk rasio dokter terdapat di Puskesmas Jangka Buya. Puskesmas Ulim terhitung mempunyai nilai indeks bidan yang lebih kecil dibandingkan Puskesmas lainnya.
60
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 47. Indeks Tenaga Kesehatan di Puskesmas36
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
AKB tinggi, namun tidak dapat didistribusikan kasusnya per Puskesmas. Perhitungan indeks kematian berdasarkan tiga jenis angka kematian yang dimiliki yakni AKI, AKB dan Angka Kematian Balita (AKABA) dengan jumlah nilai tertinggi dan terbaik sebesar tiga. Pada tahun 2011, terdapat 21 kematian bayi, namun tidak dapat dideskripsikan kematian terjadi dimana saja, sehingga indeks kematian bayi pada 2011 dianggap satu atau diasumsikan tidak ada kematian di Puskesmas.37 Kondisi tersebut menjadikan nilai tahun 2011 tidak dapat dijadikan baseline nilai Indeks kematian terutama untuk AKB. Secara umum Puskesmas Meureudu dan Pante Raja mempunyai nilai lebih baik dari Puskesmas lainnya. Hasil perhitungan nilai indeks angka kematian menunjukkan bahwa Puskesmas Pante Raja selama dua tahun pengamatan memperoleh nilai sempurna (tiga) atau tidak ditemukan kematian ibu, bayi maupun Balita di Puskesmas tersebut. Sementara itu Puskesmas Meureudu bersama Puskesmas Blang Kuta merupakan Puskesmas dengan perbaikan indeks terbaik. Pada tahun 2012, juga tidak ditemukan kejadian kematian ibu, bayi dan Balita di Puskesmas Meureudu, Grafik 48.
36
Lihat Lampiran 7.
�������������������������������������� Profil Kesehatan Pidie Jaya, 2011
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
61
Grafik 48. Indeks Angka Kematian Ibu, Anak dan Balita di Puskesmas38
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Perhatian lebih besar perlu diberikan untuk Puskesmas Jangka Buya dan Bandar Dua. Indeks angka kematian ibu, bayi dan anak di Puskesmas Jangka Buya lebih rendah dari Puskesmas yang lainnya. Komponen angka kematian bayi dan Balita pada tahun 2012 juga rendah di Puskesmas Bandar Dua, Grafik 49. Perlu perhatian lebih kepada Puskesmas dan penduduk di wilayah tersebut terutama dalam upaya menurunkan angka kematian. Grafik 49. Indeks Angka Kematian di Puskesmas 39
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
38
Lihat Lampiran 9.
39
Lihat Lampiran 9.
62
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Puskesmas Kuta Krueng mempunyai indeks terbaik angka kesakitan. Puskesmas Kuta Krueng merupakan Puskesmas dengan angka kejadian penyakit menular yang relatif lebih rendah dari Puskesmas lainnya di Pidie Jaya. Tantangan terhadap penyakit TB Paru terjadi di seluruh Puskesmas dengan indeks terendah atau angka kejadian tertinggi TB Paru di Puskesmas Bandar Baru, sehingga indeks pada Puskesmas tersebut untuk penyakit TB Paru adalah nol. Meski demikian, Puskesmas Bandar Dua terhitung sebagai Puskesmas dengan indeks terendah, dimana pencapaian TB Paru, DBD dan campak di Puskesmas tersebut lebih rendah dari rata-rata Pidie Jaya, Grafik 50. Grafik 50. Indeks Penyakit Menular 40
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Tantangan terhadap penyakit di setiap Puskesmas cenderung berbeda. Kasus kusta cenderung lebih banyak ditemukan di Bandar Baru, sementara DBD lebih sering ditemukan di Trienggadeng dan Meurah Dua. Malaria lebih banyak di Trienggadeng, sementara campak lebih banyak di Jangka Buya. Dengan tantangan yang beragam tersebut, maka alokasi pendanaan kesehatan juga diharapkan dapat menjawab tantangannya. Tabel 4. Tantangan Terhadap Beberapa Kasus Penyakit Menular Puskesmas
TB Paru
Kusta
DBD
Malaria
Campak
Bandar Baru
++
++
+
+
-
Trienggadeng
+
+
++
++
+
Ulim
+
+
-
-
+
Jangka Buya
+
-
-
-
++
Meurah Dua
+
-
++
+
-
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
40
Lihat Lampiran 11.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
63
Upaya kesehatan Puskesmas terhadap komponen pencegahan penyakit menular tampak paling rendah. Dalam komponen upaya kesehatan, diketahui bahwa komponen pencegahan dan penanggulangan penyakit memperoleh nilai indeks rata-rata terendah yakni 0,72 dari nilai maksimum satu. Sementara itu upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi tampak cukup tinggi sebesar 0,94 dan 0,85. Kondisi tersebut salah satu penyebab tantangan kesehatan yang berhubungan dengan penyakit menular, cukup tinggi di Pidie Jaya. Grafik 51. Indeks Upaya Kesehatan di Puskesmas 41
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Upaya penanggulangan penyakit menular belum terlihat konsisten dengan alokasi pendanaan. Semua Puskesmas menghadapi masalah TB Paru, dan hampir semua Puskesmas mengalokasikan uang secara khusus untuk penyakit tersebut. Sementara itu Puskesmas Trienggadeng tampak menghadapi masalah utama pada DBD dan malaria, namun alokasi khusus terhadap penyakit tersebut tidak ada, Grafik 51. Komponen belanja yang belum sesuai dengan tantangan dapat mengakibatkan semakin membesarnya masalah yang muncul di kemudian hari, sehingga alokasi pendanaan terhadap masalah penyakit menular di Puskesmas belum secara efektif menjawab tantangan kesehatan, Grafik 52. Grafik 52. Alokasi Belanja Pencegahan Penyakit Menular Terhadap Jenis Penyakit
Sumber: Dinkes Pidie Jaya, PECAPP 41
Lihat Lampiran 12.
64
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
KESIMPULAN & REKOMENDASI
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
65
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. KESIMPULAN Penerimaan dan Belanja Pemerintah Daerah 1. Penerimaan Pidie Jaya terus meningkat seiring dengan meningkatnya dana transfer dari pemerintah pusat. Peningkatan penerimaan terbesar bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang menyumbangkan sebesar 74 persen dari keseluruhan penerimaan. 2. Belanja pemerintah terus meningkat searah dengan meningkatnya penerimaan. Belanja pendidikan dan belanja pelayanan umum (administrasi pemerintahan) merupakan belanja terbesar dari Pidie Jaya, yang secara keseluruhan memiliki porsi sebesar 63 persen pada tahun 2013. 3. Berdasarkan jenis belanja Pidie Jaya, belanja pegawai merupakan belanja terbesar dan terus meningkat sejak tahun 2008. Belanja Kesehatan 1. Sejak tahun 2009 hingga 2012, besaran belanja kesehatan di Pidie Jaya menunjukkan pertumbuhan yang positif. 2. Jumlah Belanja kesehatan akumulatif Pidie Jaya antara 2009-2012 secara total Rp 152 miliar. Belanja tersebut secara riil tumbuh sebesar 25 persen. 3. Pengelola belanja kesehatan terbesar adalah Dinas Kesehatan, namun porsi belanja rumah sakit mengalami peningkatan. 4. Selain untuk membayar gaji pegawai, belanja pengadaan sarana kesehatan dan pelayanan perkantoran merupakan belanja program kesehatan terbesar. 5. Belanja langsung pada Dinas Kesehatan rata-rata berjumlah Rp 11 miliar per tahun. Perhatian Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya terhadap upaya pencegahan menunjukkan perbaikan. 6. Penanggulangan masalah gizi, pelayanan kesehatan ibu dan anak serta penanggulangan penyakit menular merupakan prioritas pemerintah. Tenaga Kesehatan 1. Jika dibandingkan dengan kondisi kabupaten/kota lainnya di Aceh, secara umum jumlah seluruh tenaga kesehatan terhadap penduduk di Pidie Jaya telah lebih baik dari Aceh, meskipun belum sepenuhnya merata. 2. Jumlah dokter umum di Pidie Jaya masih di bawah rata-rata Aceh, dan ketenagaan dokter spesialis di Pidie Jaya sangat minim. Tantangan ketersediaan dokter spesialis adalah jumlah dan kualifikasinya. Sarana Kesehatan 1. Masyarakat membutuhkan perjalanan sejauh 11 kilometer untuk menjangkau rumah sakit pemerintah. 2. Indikator kinerja RSUD Pidie Jaya menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini merupakan tantangan dalam peningkatan mutu pelayanan dan efisiensi pelayanan di masa mendatang. 3. Akses masyarakat ke Puskesmas cukup baik, jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di Pidie Jaya sekitar 2,6 kilometer. Dari sisi akses dan ketersediaan sarana kesehatan, Pidie Jaya mempunyai nilai terbaik di Aceh. 4. Meskipun Rasio Puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya lebih baik dari target nasional dan jumlah puskesmas di Pidie Jaya terus bertambah, namun tantangan terhadap sebaran penduduk
66
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
dan ketersediaan sarana kesehatan yang menjangkau seluruh penduduk merupakan hal yang harus dihadapi. Situasi Derajat Kesehatan 1. Jumlah penduduk yang mengalami gangguan kesehatan di Pidie Jaya lebih tinggi dari daerah lainnya di Aceh. 2. Puskesmas merupakan tempat berobat paling diminati oleh masyarakat Pidie Jaya. 3. Meskipun persalinan pada tenaga kesehatan cukup tinggi dan kontrol kehamilan cukup baik, namun AKI masih jauh dari target pencapaian tahun 2014. 4. Upaya pelayanan kesehatan anak menunjukkan perbaikan, namun jumlah kematian bayi juga mengalami peningkatan. 5. Pencapaian Balita ditimbang masih cukup rendah, Balita dengan kondisi gizi di Bawah Garis Merah (BGM) di Pidie Jaya meningkat. 6. Pidie Jaya menghadapi berbagai masalah penyakit menular yang membutuhkan perhatian lebih, diantaranya TB Paru, kusta dan campak. 7. Pencapaian indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan di Pidie Jaya belum sepenuhnya sesuai target. 8. Angka kesakitan di Pidie Jaya menunjukkan perbaikan dan indeks upaya kesehatan di Pidie Jaya lebih baik dari rata-rata Aceh. Namun, upaya yang berkaitan dengan penurunan AKB/AKABA, perbaikan gizi serta upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) di Pidie Jaya masih rendah. Belanja Puskesmas 1. Secara rata-rata, belanja per Puskesmas di Pidie Jaya adalah Rp 600 juta pertahun. Sumber belanja terbesar adalah Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), 60 persen dari total belanja pada tahun 2012. 2. Belanja Puskesmas perkapita sebesar Rp 33 ribu. Total belanja perkapita tertinggi pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 40 ribu dan terendah sebesar Rp 31 ribu dengan nilai rata-rata Rp 33 ribu. 3. Pengobatan adalah jenis program dengan belanja terbesar, menyerap sebesar 60 persen belanja. Belanja untuk pencegahan dimanfaatkan sebesar 35 persen. 4. Pola belanja terhadap sasaran kesehatan di setiap Puskesmas hampir sama. Belanja upaya kesehatan perorangan dan pelayanan ibu, anak dan gizi merupakan belanja dengan porsi terbesar. 5. Tantangan terhadap penyakit di setiap Puskesmas cenderung berbeda dan upaya kesehatan Puskesmas terhadap komponen pencegahan penyakit menular tampak paling rendah. Upaya penanggulangan penyakit menular belum terlihat konsisten dengan alokasi pendanaan.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
67
2. REKOMENDASI Isu
Belanja Kesehatan
Masalah
Rekomendasi
Alokasi belanja pencegahan meski mengalami perbaikan, namun porsinya masih rendah dibandingkan jenis belanja lainnya
Besaran belanja kesehatan di Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya perlu semakin ditingkatkan untuk menghasilkan porsi yang lebih besar pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan perlu didorong lebih besar guna menghasilkan belanja kesehatan yang lebih efektif. Analisis kondisi daerah dan kesehatan perlu dipertajam terutama dalam upaya alokasi dana yang lebih baik di masa mendatang. Pengalokasian dana bersumber lainnya, seperti dana Otonomi Khusus, dapat dipertimbangkan untuk memberikan peluang lebih besar dalam pelaksanaan upaya pencegahan.
Tenaga Kesehatan
Disparitas tenaga kesehatan antar kecamatan
Ketersediaan dokter spesialis yang masih belum memenuhi standar pelayanan
Sarana Kesehatan
Pemanfaatan RSUD Pidie Jaya masih sangat rendah
Tantangan terhadap jumlah dan distribusi tenaga sanitasi, tenaga kesehatan masyarakat dan bidan terhadap penduduk masih perlu diperhatikan. Distribusi tenaga gizi masih belum merata, dimana beberapa Puskesmas belum memiliki tenaga gizi sama sekali. Bersama dengan dokter dan dokter gigi, tenaga ahli gizi perlu ditingkatkan dan disebarkan secara lebih merata. Kerjasama dengan institusi kesehatan yang memiliki ketenagaan yang dibutuhkan, seperti dengan RSUD Tgk. Chik Di Tiro Kabupaten Pidie, atau penyediaan dokter spesialis sementara dapat ditingkatkan terutama dalam bidang keilmuan Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Bedah dan Obstetri dan Ginekologi (dokter kandungan). Sementara itu pemberian kemudahan administrasi dan/ atau penyediaan biaya pendidikan dokter spesialis dengan ikatan dinas kepada dokter umum (diutamakan putra daerah) untuk bidang keahlian seperti yang tersebut di atas dapat dipertimbangkan. Peningkatan kapasitas RSUD Pidie Jaya terutama dalam penyediaan dokter spesialis tetap dan perbaikan kualitas pelayanan perlu dikedepankan selain melakukan peningkatan sarana/prasarana rumah sakit. Perhatian lebih tinggi dalam upaya menurunkan AKI/AKB seperti meningkatkan kunjungan pemeriksaan ibu hamil, persalinan pada tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan bayi perlu diperhatikan.
Derajat Kesehatan
Peningkatan kapasitas/kemampuan bidan serta penataan kembali tugas dan kewajiban petugas kesehatan dapat diintensifkan.
Masih tingginya angka kematian ibu dan bayi.
Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat merupakan hal penting dalam menekan AKI dan AKB. Perhatian terhadap Puskesmas Bandar Baru, Meurah Dua dan Jangka Buya yang mempunyai masalah dengan kematian ibu lebih tinggi dari daerah lainnya. Sementara itu Puskesmas Jangka Buya dan Bandar Dua perlu mendapatkan perhatian dalam upaya menurunkan AKB.
Perbaikan indikator gizi masih menjadi tantangan.
68
Upaya penjaringan Balita dengan masalah gizi perlu ditingkatkan. Berbagai kegiatan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perhatian terhadap gizi semakin digiatkan. Puskesmas Bandar Dua meskipun mempunyai Balita yang ditimbang cukup tinggi, namun Balita di Bawah Garis Merah juga salah satu yang tertinggi di Pidie Jaya. Sementara Puskesmas Jangka Buya merupakan Puskesmas dengan Balita ditimbang paling rendah.
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Belanja Puskesmas
Sebagian lokasi belanja belum belum terlihat konsisten dengan permasalahan yang dihadapi
Kebersihan lingkungan dan memasyarakatkan perilaku hidup sehat dalam mengendalikan dan menurunkan jumlah infeksi baru perlu didorong. Puskesmas harus memberikan dorongan untuk menciptakan kesadaran masyarakat hidup secara bersih dan sehat, sebagai upaya intervensi pencegahan dan pengendalian berbagai penyakit. Pemerintah kabupaten perlu mengarahkan penguatan promosi kesehatan, monitoring dan evaluasi serta pembinaan ke Puskesmas. Pola alokasi belanja di Puskesmas perlu diperhatikan terutama dalam alokasi belanja guna menjawab tantangan kesehatan yang ada. Penguatan upaya kesehatan perlu ditingkatkan dan perhatian terhadap pencegahan serta pemberdayaan masyarakat juga kerjasama lintas sektor.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
69
DAFTAR PUSTAKA
70
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito W. 2008. Analisis Kemiskinan, MDGs dan Kebijakan Kesehatan Nasional. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik Aceh. 2012. Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Aceh 2011. Badan Pusat Statistik Aceh. Banda Aceh. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie Jaya. 2013. Pidie Jaya Dalam Angka. http://pidiejayakab.bps. go.id Badan Pusat Statistik. 2013. Sistem Informasi Rujukan Statistik. http://sirusa.bps.go.id BPS Pidie Jaya. 2013. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013. http:// pidiejayakab.bps.go.id Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Dinas Kesehatan Aceh. 2013. Hasil Kunjungan Kerja Perdana Kepala Dinas Kesehatan Aceh: Identifikasi Pelayanan Kesehatan dan Sarana Kesehatan. Dinas Kesehatan Aceh. Banda Aceh. Dinas Kesehatan Aceh. 2009-2013. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2008-2012. Dinas Kesehatan Aceh. Banda Aceh. Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. 2009-2013. Profil Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya 2008-2012. Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. Meureudu. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2013. Data Keuangan Daerah. http://www.djpk.kemenkeu.go.id Firdausi, NT. 2010. Proyeksi Tingkat Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus: 30 Provinsi). Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program. 2013. Analisis Belanja Publik Pidie Jaya 2013. PECAPP. Banda Aceh. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. 2009-2012. Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009-2012. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Meureudu. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. 2013. Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Pidie Jaya Tahun Anggaran 2013. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Meureudu. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Klasifikasi Rumah Sakit. 11 Maret 2010. Jakarta. Peraturan Bupati Pidie Jaya Nomor 23 Tahun 2012 Target Kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. 17 September 2012. Berita Daerah Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012 Nomor 23. Meureudu. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Petunjuk Teknis Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Kesehatan. 13 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144. Jakarta. Widaryanto. 2005. Analisis Strategi Peningkatan Kinerja Rumah Sakit Melalui Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pelayanan (Studi Kasus pada Rumah Sakit Kariadi Semarang). Program Studi Magister Manajemen, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Semarang.
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
71
LAMPIRAN
72
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
25
20
22
26
21
36
16
20
21
22
18
51
19
22
34
19
25
20
18
24
63 4
14
40
Aceh Barat Daya
Aceh Besar
Aceh Jaya
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Banda Aceh
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Langsa
Lhokseumawe
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Sabang
Simeulue
Subulussalam
Target Indonesia Sehat 2010
11
4
2
22
5
2
4
8
4
7
4
2
3
3
7
2
5
6
1
6
6
4
2
5
4
Dokter Gigi
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
Sumber: Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Kesehatan Kab/Kota, Pecapp
23
Aceh Barat
Dokter Umum
ACEH
Kabupaten/Kota
LAMPIRAN 1. RASIO BEBERAPA TENAGA KESEHATAN TAHUN 2012
100
267
298
217
383
265
286
140
197
289
288
237
141
258
377
197
384
214
243
271
329
335
339
254
273
Bidan
118
192
284
386
202
136
144
225
145
216
189
90
36
86
127
166
182
133
196
176
225
75
223
178
147
Perawat
22
14
24
35
16
8
12
14
8
5
8
9
6
1
6
63
16
7
9
14
17
13
21
15
12
Gizi
40
73
101
166
125
175
46
47
65
4
48
32
71
52
22
15
91
41
88
65
114
76
74
60
68
Tenaga Kesehatan Masyarakat
73
40
6
27
60
43
58
13
11
14
2
14
24
10
9
10
22
41
12
30
13
52
20
29
16
21
Sanitasi
9.820 18.915 13.164 10.434 14.593 17.961 21.361 12.846 22.749 6.952 31.384 29.968 11.285 15.321 13.966
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Banda Aceh
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Langsa
Lhokseumawe
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
74
Sumber: Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Kesehatan Kab/Kota, BPS, Pecapp
14.251
9.686
Aceh Selatan
Subulussalam
8.081
Aceh Jaya
5.310
13.210
Aceh Besar
10.616
10.224
Aceh Barat Daya
Simeulue
14.028
Aceh Barat
Sabang
14.321
Jumlah Penduduk Rata-rata Per Puskesmas
ACEH
Kabupaten/Kota
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
18,9
11,3
6,3
2,6
2,5
5,5
2,7
3,5
5,8
3,8
5,9
1,2
4,3
5,1
5,3
7,2
4,8
5,4
5,3
8,2
3,4
2,3
5,6
4,7
Jarak rata-rata ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
LAMPIRAN 2. JUMLAH PENDUDUK YANG DILAYANI PER PUSKESMAS TAHUN 2012 DAN JARAK RATA-RATA PENDUDUK KE PUSKESMAS SERTA PUSKESMAS PEMBANTU TAHUN 2011
9,18 9,53 6,42 2,47 9,20 9,18 11,36 11,20 2,73 13,04 12,84 9,22 14,08 14,45 12,83 15,01 16,16 9,83 15,52 15,97 14,37 19,79 22,49
Aceh Besar
Aceh Timur
Aceh Utara
Banda Aceh
Pidie Jaya
Bireuen
Subulussalam
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Selatan
Nagan Raya
Langsa
Aceh Barat Daya
Sabang
Aceh Singkil
Bener Meriah
Aceh Jaya
Lhokseumawe
Gayo Lues
Aceh Tamiang
Pidie
Aceh Barat
Simeulue
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
Sumber: Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Kesehatan Kab/Kota, Pecapp
10,76
Angka Kematian Bayi
ACEH
Kabupaten/ Kota
LAMPIRAN 3. ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANGKA KEMATIAN BAYI TAHUN 2012
403,69
212,09
284,72
225,62
214,02
520,23
111,42
32,63
267,24
144,51
117,37
368,73
249,64
222,58
205,06
139,98
189,27
200,09
114,94
20,62
148,81
144,75
171,10
190,66
Angka Kematian Ibu
27,10
22,98
16,57
17,36
16,05
12,14
16,71
16,97
13,36
15,90
16,04
9,96
12,84
13,35
3,87
12,04
11,36
9,77
10,73
2,68
6,79
10,01
9,64
11,80
Angka Kematian Balita
75
81,11
70,54
65,70
50,92
122,73
41,24
70,82
80,39
85,85
34,25
87,92
123,47
166,40
100,69
194,65
134,96
43,63
105,69
169,00
68,30
175,42
Aceh Barat Daya
Aceh Besar
Aceh Jaya
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Banda Aceh
Langsa
Lhokseumawe
Sabang
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Simeulue
Subulussalam
76
-
0,24
2,51
1,46
1,50
-
1,22
0,32
0,38
1,32
1,56
-
0,86
0,61
0,69
0,05
0,23
-
0,23
0,25
0,49
0,75
1,48
0,81
Angka Prevalensi Kusta (/10.000 Penduduk)
Sumber: Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Kesehatan Kab/Kota, Pecapp
51,55
269,35
Aceh Barat
98,86
ACEH
Kabupaten/ Kota
Prevalensi TB Paru (/100.000 Penduduk)
21,05
11,78
6,44
38,91
17,04
15,69
166,85
94,31
215,35
1,20
77,17
-
10,96
8,96
1,60
37,44
22,28
94,43
20,18
6,19
101,66
7,52
9,32
48,01
Incidence Rate DBD (/100.000 Penduduk)
LAMPIRAN 4. KONDISI KEJADIAN BEBERAPA PENYAKIT MENULAR TAHUN 2012
6,66
-
2,51
4,94
8,09
27,75
8,19
3,76
15,95
6,46
4,29
-
1,00
2,10
-
4,54
4,18
2,29
-
7,40
4,02
2,20
3,40
4,00
AFP Rate /100.000 Penduduk < 15 Tahun
3
0
179
43
0
0
48
16
0
0
7
1
59
1
0
1
0
0
0
0
79
0
0
267
Jumlah Kasus Campak
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
0,01
0,06
0,05
0,12
0,12
0,03
0,01
0,01
0,06
-
0,19
0,04
0,10
0,05
0,03
0,02
0,16
0,15
0,23
5,36
0,21
0,81
0,45
0,23
Angka Kesakitan Malaria/ API (Annual Parasit Incidence) (/1.000 Penduduk)
1,35 1,47 1,05 1,82 0,42 1,69 1,81 0,46 1,77 0,98 1,53 1,49 1,49 1,58 1,23 1,37 1,45 1,59 1,36 1,70 0,30 1,22 1,24
Aceh Barat
Aceh Barat Daya
Aceh Besar
Aceh Jaya
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Banda Aceh
Langsa
Lhokseumawe
Sabang
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Simeulue
Subulussalam
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
Sumber: Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Kesehatan Kab/Kota, Pecapp
1,37
Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) (%)
ACEH
Kabupaten/ Kota
1,49
2,50
4,70
3,05
1,36
1,46
1,85
2,98
1,00
1,27
1,45
1,28
2,28
2,69
0,46
0,91
1,71
1,56
2,21
2,40
3,10
5,08
2,04
2,00
77
Balita dengan Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) (%)
LAMPIRAN 5. BERAT BADAN BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DAN BALITA DENGAN BERAT BADAN DI BAWAH GARIS MERAH (BGM) TAHUN 2012
83,20
72,88
89,13
76,23
87,34
64,69
90,13
89,45
82,16
95,21
72,74
85,59
94,16
88,93
88,01
92,66
93,38
91,43
91,86
78,22
72,98
91,80
88,78
68,98
Kabupaten / Kota
ACEH
Aceh Barat
Aceh Barat Daya
Aceh Besar
Aceh Jaya
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Banda Aceh
Langsa
Lhokseumawe
Sabang
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Simeulue
Subulussalam
30,34
7,86
4,40
11,83
5,43
-
5,80
0,90
4,13
0,10
4,91
0,06
3,22
1,77
1,83
0,05
5,32
2,82
4,06
13,16
2,34
6,25
0,26
4,50
Pneumonia Balita Ditemukan dan Ditanga-ni (%)
44,85
60,02
63,15
77,68
93,84
86,59
157,58
34,28
70,56
113,08
59,08
84,31
53,86
26,26
24,40
82,83
56,31
51,56
60,23
57,53
56,20
108,30
41,81
63,70
Diare Ditemukan dan Ditangani (%)
40,42
60,09
54,30
13,43
15,19
23,54
29,86
57,09
8,41
13,71
72,23
36,96
49,34
32,97
66,94
7,13
99,98
14,11
6,09
22,22
51,10
59,94
8,73
39,25
Bumil Risti/ Komplikasi ditangani (%)
78
Sumber: Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Kesehatan Kab/Kota, Pecapp
Kun jungan Ibu Hamil (K4) (%)
88,90
92,44
100,00
85,52
84,67
97,10
91,10
90,48
92,01
88,03
92,64
100,00
83,95
95,77
100,00
86,11
100,00
98,80
69,60
90,57
82,94
85,90
66,84
88,28
Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan (%)
82,43
92,13
100,00
83,17
84,42
88,26
42,51
90,17
92,01
87,82
92,77
54,45
85,36
94,88
100,00
82,98
95,85
99,05
69,32
95,87
82,82
86,47
68,40
84,64
Pelayanan Ibu Nifas (%)
86,06
98,62
100,00
77,16
97,72
84,39
194,05
108,85
97,94
85,61
93,97
67,54
97,15
90,25
84,12
92,58
96,48
121,70
95,64
91,59
97,62
97,61
108,52
95,32
Kunjungan Neonatus 3 kali (KN Lengkap) (%)
LAMPIRAN 6. BEBERAPA INDIKATOR UPAYA KESEHATAN TAHUN 2012
76,42
77,69
147,80
33,51
75,02
77,54
93,59
89,62
87,07
86,54
82,08
73,18
82,58
70,30
82,42
70,96
92,22
98,70
72,71
76,95
86,27
86,81
63,82
76,86
Kun jungan Bayi (minimal 4 kali) (%)
86,36
89,59
93,80
73,41
74,99
100,00
81,67
90,04
87,07
85,54
70,32
100,00
84,72
93,00
96,40
99,27
100,00
98,96
78,31
99,77
86,91
79,08
81,84
85,63
Ca kupan Imunisasi Campak Bayi (%)
43,68
10,96
23,80
16,74
20,20
15,65
28,53
37,17
17,30
83,70
44,69
14,43
13,70
19,96
11,15
58,81
37,26
47,94
18,33
32,72
33,67
21,65
21,56
27,03
100,00
100,00
69,20
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
95,69
100,00
100,00
100,00
-
100,00
100,00
51,01
Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan (%)
50,00
83,33
50,45
50,14
48,65
100,00
55,88
72,73
88,89
76,39
62,73
84,12
77,35
40,63
31,17
93,90
76,06
75,83
70,16
76,74
78,64
52,63
52,48
64,10
Desa UCI (%)
5,89
58,93
8,43
2,36
8,72
7,06
3,60
38,84
4,03
8,08
48,65
6,67
17,48
14,31
60,04
1,99
30,23
6,18
8,05
9,90
27,17
18,25
7,23
19,90
Neona-tal Risti atau Komplikasi dita-ngani (%)
30,67
52,54
1,87
36,60
87,10
13,81
27,62
79,53
44,54
17,20
40,35
8,94
16,30
26,12
-
45,36
13,63
tad
52,00
tad
3,76
20,16
39,06
28,56
Rumah Tangga Ber PHBS (%)
65,58
65,94
58,83
48,95
10,14
76,33
89,66
64,27
100,00
87,92
61,75
54,53
64,03
31,97
66,01
64,16
50,59
49,27
45,96
67,68
87,48
41,82
28,03
62,55
Rumah Sehat (%)
73,36
50,84
85,71
98,36
75,84
67,19
74,11
86,57
75,91
56,10
87,74
78,43
84,13
82,73
85,71
73,77
77,93
72,57
61,70
100,00
73,30
72,41
80,88
80,12
Rumah/ Ba ngunan Bebas Jentik Aedes (%)
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
50,19
27,29
77,20
63,78
47,50
33,98
69,78
33,19
47,93
90,24
63,52
62,83
45,18
48,66
81,67
68,57
57,81
58,59
36,86
46,24
39,08
48,88
33,64
53,62
Balita ditimbang (%)
Bayi yang diberi ASI Eksklusif (%)
0,61
0,65
0,50
0,49
0,63
0,63
0,90
0,46
0,53
0,09
0,51
0,55
0,48
0,53
0,56
0,41
0,35
0,49
0,55
1,00
0,84
0,45
Pidie Jaya
Aceh Jaya
Aceh Tengah
Aceh Barat Daya
Lhokseumawe
Aceh Barat
Aceh Singkil
Pidie
Aceh Selatan
Simeulue
Nagan Raya
Aceh Besar
Langsa
Aceh Tenggara
Bireuen
Aceh Tamiang
Subulussalam
Bener Meriah
Aceh Timur
Banda Aceh
Gayo Lues
Aceh Utara
0,24
0,65
0,31
0,60
0,21
0,38
0,51
0,33
0,15
0,41
0,39
0,37
0,21
0,51
0,18
0,08
0,45
0,76
0,21
0,49
0,56
0,46
1,00
Dokter Gigi
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
1,00
Dokter Umum
Sabang
Kabupaten/Kota
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Bidan
0,73
1,00
0,31
1,00
0,76
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,64
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Perawat
0,05
0,22
0,25
0,25
0,39
0,64
0,31
0,34
1,00
0,38
0,60
0,56
1,00
0,62
0,38
0,42
0,70
0,63
0,96
0,72
0,79
0,72
1,00
Gizi
1,00
0,09
1,00
0,55
0,80
1,00
1,00
1,00
0,39
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Kesmas
0,22
0,06
0,24
0,25
0,60
0,14
0,31
0,35
0,55
0,35
0,49
0,32
0,68
0,33
1,00
0,74
0,41
0,28
0,73
1,00
1,00
1,00
1,00
Sanitasi
79
3,69
3,86
4,11
4,20
4,25
4,51
4,54
4,59
4,61
4,61
4,67
4,76
4,98
4,99
5,02
5,15
5,19
5,29
5,39
5,71
6,00
5,78
7,00
Total
Indeks tenaga kesehatan disusun berdasarkan beberapa nilai rasio ketersediaan tenaga kesehatan terhadap penduduk, yaitu; dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat dan tenaga sanitasi. Nilai diperoleh dengan membandingkan antara rasio tenaga yang dimiliki oleh kabupaten/kota dengan target Indonesia Sehat 2010. Jika pencapaian di kabupaten/kota lebih atau telah mencapai target maka diberikan nilai 1 (satu). Sementara itu jika nilai di kabupaten/kota masih di bawah target maka pencapaian rasio di kabupaten/kota dibandingkan dengan target, nilai hasil pembagian menjadi angka yang digunakan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin baik. Indeks tenaga kesehatan di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama.
LAMPIRAN 7. INDEKS TENAGA KESEHATAN
1,00 1,00 0,93 0,98 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,80 1,00 0,76 0,67 1,00 0,63 1,00 0,48 0,46 1,00 1,00
Aceh Besar
Pidie Jaya
Pidie
Aceh Timur
Aceh Selatan
Aceh Tenggara
Aceh Singkil
Nagan Raya
Aceh Barat
Gayo Lues
Bener Meriah
Aceh Utara
Sabang
Aceh Tamiang
Banda Aceh
Aceh Tengah
Bireuen
Aceh Jaya
Lhokseumawe
Langsa
Simeulue
Subulussalam
80
1,00
Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk
Aceh Barat Daya
Kabupaten/Kota
1,25
1,41
1,46
1,48
1,57
1,63
1,65
1,67
1,74
1,74
1,80
1,80
1,81
1,85
1,85
1,87
1,88
1,89
1,91
1,93
2,00
2,00
2,00
Total
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
0,25
0,41
1,00
1,00
0,57
1,00
0,65
1,00
0,98
0,74
1,00
0,80
0,81
0,85
0,85
0,87
0,88
0,89
0,93
1,00
1,00
1,00
1,00
Jarak rata-rata ke Puskesmas/Pustu (Km)
Indeks sarana kesehatan dikembangkan dari dua indikator yakni rasio Puskesmas terhadap penduduk dan jarak rata-rata masyarakat ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Nilai standar yang digunakan adalah pencapaian rata-rata Aceh. Jika nilai di kabupaten/kota lebih baik dari rata-rata Aceh, diberikan nilai 1 (satu). Sementara jika lebih rendah, maka pecapaian rata-rata Aceh dibandingkan dengan pencapaian kabupaten/kota dan nilai pembagiannya menjadi angka yang diberikan.
LAMPIRAN 8. INDEKS SARANA KESEHATAN
1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,95 0,96 1,00 0,83 0,84 1,00 0,76 0,74 0,84 0,72 0,67 1,00 0,69 0,67 0,75 0,54 0,48
Aceh Timur
Aceh Utara
Kota Banda Aceh
Pidie Jaya
Bireuen
Subulussalam
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Selatan
Nagan Raya
Kota Langsa
Aceh Barat Daya
Kota Sabang
Aceh Singkil
Bener Meriah
Aceh Jaya
Kota Lhokseumawe
Gayo Lues
Aceh Tamiang
Pidie
Aceh Barat
Simeulue
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
1,00
Indeks AKI
Aceh Besar
Kabupaten/Kota
0,47
0,90
0,67
0,85
0,89
0,37
1,00
1,00
0,71
1,00
1,00
0,52
0,76
0,86
0,93
1,00
1,00
0,95
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Indeks AKB
0,44
0,51
0,71
0,68
0,74
0,97
0,71
0,70
0,88
0,74
0,74
1,00
0,92
0,88
1,00
0,98
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Indeks AKABA
1,39
1,96
2,13
2,20
2,32
2,34
2,37
2,41
2,44
2,49
2,50
2,52
2,52
2,57
2,93
2,94
2,95
2,95
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
Total
81
Indeks angka kematian menggunakan nilai standar yang berasal dari nilai angka kematian di Aceh tahun 2012, yakni Angka Kematian Bayi (AKB) 10,76; Angka Kematian Ibu (AKI)190,66 dan Angka Kematian Balita (Akaba) 11,80. Nilai angka kematian bayi, ibu dan balita Aceh dibandingkan dengan angka kematian di kabupaten/kota. Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara jika diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau angka kematian di kabupaten/kota lebih tinggi dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan AKB, AKI dan Akaba kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Angka Kematian. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik pencapaian Kabupaten/Kota tersebut. Indeks angka kematian di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan adalah pencapaian Kabupaten Pidie Jaya.
LAMPIRAN 9. INDEKS ANGKA KEMATIAN IBU, BAYI DAN BALITA
1.00 1.00 1.00 1.00 0.94 0.92 0.92 1.00 0.87 0.86 0.81 1.00 0.90 0.77 0.75 1.00 0.99 1.00 0.75 0.80 1.00 0.93
Banda Aceh
Nagan Raya
Subulussalam
Aceh Barat
Lhokseumawe
Bireuen
Bener Meriah
Aceh Selatan
Gayo Lues
Sabang
Aceh Singkil
Simeulue
Aceh Utara
Aceh Tenggara
Aceh Tamiang
Aceh Timur
Langsa
Aceh Besar
Aceh Jaya
Pidie
Pidie Jaya
Aceh Barat Daya
82
1.00
Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) (%)
Aceh Tengah
Kabupaten/Kota
1.33
1.43
1.46
1.59
1.65
1.67
1.75
1.75
1.77
1.77
1.80
1.81
1.86
1.87
1.91
1.92
1.92
1.94
1.98
2.00
2.00
2.00
2.00
Total
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
0.39
0.43
0.66
0.83
0.65
0.67
0.75
1.00
1.00
0.88
0.80
1.00
1.00
1.00
0.91
1.00
1.00
1.00
0.98
1.00
1.00
1.00
1.00
Balita dengan Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) (%)
Indeks indikator gizi dikembangkan dari persentase Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan persentase balita dengan berat badan di Bawah Garis Merah (BGM). Pencapaian seluruh Kabupaten/Kota di Aceh merupakan angka standarnya. Nilai indeks diperoleh dengan membandingkan angka pencapaian Aceh dengan kabupaten/kota. Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara jika diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau kabupaten/kota lebih tinggi dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Indikator Gizi. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik indikator gizi di Kabupaten/Kota tersebut atau masalah gizi di Kabupaten/Kota tersebut lebih rendah dari rata-rata.
LAMPIRAN 10. INDEKS INDIKATOR GIZI
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,81
1,00
1,00
0,56
1,00
1,00
0,98
1,00
0,80
0,73
0,94
1,00
0,37
1,00
0,59
0,58
0,51
Aceh Timur
Bener Meriah
Simeulue
Aceh Selatan
Aceh Tengah
Aceh Tamiang
Aceh Singkil
Aceh Utara
Subulussalam
Bireuen
Aceh Barat
Langsa
Nagan Raya
Gayo Lues
Sabang
Pidie
Aceh Besar
Aceh Barat Daya
Aceh Jaya
Banda Aceh
Pidie Jaya
Lhokseumawe
0,66
0,32
1,00
1,00
1,00
1,00
0,55
1,00
0,61
0,54
1,00
0,54
0,52
1,00
0,94
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Angka Prevalensi Kusta
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
1,00
Prevalensi TB Paru
Aceh Tenggara
Kabupaten/Kota
0,29
1,00
0,22
1,00
1,00
0,47
1,00
1,00
1,00
1,00
0,51
1,00
0,62
1,00
1,00
0,51
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Incidence Rate DBD
1,00
1,00
1,00
0,04
0,28
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,50
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,96
1,00
1,00
1,00
1,00
Angka Kesakitan Malaria/ API (Annual Parasit Incidence)
0,49
1,00
0,25
0,54
1,00
1,00
0,81
0,14
0,62
0,49
1,00
1,00
0,93
0,60
1,00
1,00
0,96
0,88
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
AFP Rate Penduduk < 15 Tahun
0,21
0,04
1,00
1,00
1,00
0,26
0,52
1,00
1,00
1,00
0,55
1,00
1,00
1,00
0,53
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Angka Kesakitan Campak Penduduk
83
3,15
3,95
4,07
4,58
4,65
4,73
4,82
4,88
5,03
5,03
5,04
5,05
5,07
5,16
5,47
5,51
5,76
5,88
5,96
6,00
6,00
6,00
6,00
Total
Indeks Angka kesakitan dikembangkan dari beberapa pencapaian indikator penyakit menular yakni prevalensi TB Paru, angka insidensi kusta, insidensi DBD, angka kesakitan malaria (Annual Parasit Incidence), AFP Rate dan angka kesakitan campak. Pencapaian seluruh Kabupaten/Kota di Aceh merupakan angka standarnya. Nilai indeks diperoleh dengan membandingkan angka pencapaian Aceh dengan kabupaten/kota. Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara jika diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau angka kesakitan di kabupaten/kota lebih tinggi dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Angka Kesakitan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik angka kesakitan di Kabupaten/Kota tersebut atau tingkat kesakitan di Kabupaten/Kota tersebut lebih rendah dari rata-rata. Indeks angka kematian di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan adalah pencapaian Kabupaten Pidie Jaya.
LAMPIRAN 11. INDEKS PENYAKIT MENULAR
1,00
1,00
0,96
0,99
0,95
0,99
1,00
0,82
0,84
0,89
0,78
0,93
0,89
1,00
1,00
0,84
0,80
0,82
0,90
0,90
0,64
0,67
0,79
Aceh Tamiang
Kota Langsa
Aceh Besar
Aceh Barat Daya
Subulussalam
Aceh Utara
Pidie Jaya
Kota Lhokseumawe
Gayo Lues
Aceh Jaya
Aceh Tengah
Aceh Timur
ACEH
Simeulue
Aceh Tenggara
Aceh Singkil
Kota Banda Aceh
Nagan Raya
Bener Meriah
Kota Sabang
Aceh Selatan
Aceh Barat
Pidie
84
1,00
Upaya Penurunan AKI
Bireuen
Kabupaten/Kota
0,45
0,73
0,78
0,75
0,67
0,80
0,73
0,77
0,96
1,00
0,82
0,86
0,66
0,82
0,77
0,73
0,81
0,96
0,73
0,97
1,00
1,00
1,00
1,00
Upaya Penurunan AKB/AKABA
0,81
0,71
0,68
0,61
0,77
0,82
0,77
1,00
0,71
0,46
0,83
0,82
1,00
0,93
1,00
1,00
0,94
0,67
0,97
0,86
0,86
0,81
1,00
1,00
0,88
0,84
0,88
0,86
0,83
0,75
0,99
0,74
0,70
0,93
0,86
0,81
0,98
0,80
0,86
0,94
0,76
0,91
0,94
0,80
0,81
1,00
0,85
0,96
Upaya P2M
2,9
3,0
3,0
3,1
3,2
3,2
3,3
3,3
3,4
3,4
3,4
3,4
3,4
3,4
3,5
3,5
3,5
3,5
3,6
3,6
3,6
3,8
3,9
4,0
Total
4.
Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular • Persentase cakupan imunisasi campak • Persentase desa dengan Universal Child Immunization (UCI) • Persentase rumah tangga berPHBS • Persentase rumah sehat • Persentase rumah/bangunan bebas jentik Aedes
Upaya perbaikan gizi • Persentase Balita ditimbang • Persentase bayi yang diberi ASI eksklusif
Upaya penurunan Angka Kematian Bayi/Balita • Persentase kunjungan neonates 3 kali (KN Lengkap) • Persentase kunjungan bayi (minimal 4 kali) • Persentase neonatal risiko tinggi atau komplikasi ditangani
2.
3.
Upaya penurunan Angka Kematian Ibu • Persentase kunjungan ibu hamil 4 kali selama kehamilan (K4) • Persentase ibu hamil risiko tinggi/ komplikasi ditangani • Persentase Persalinan ditolong tenaga kesehatan • Persentase pelayanan ibu nifas
1.
Indeks upaya kesehatan dikembangkan dari beberapa upaya dengan tujuan tertentu, yakni:
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Upaya Perbaikan Gizi
Indeks ditentukan jika pencapaian di kabupaten/kota lebih baik dibandingkan pencapaian Aceh, maka diberikan nilai 1 (satu), namun jika pencapaian di kabupaten kota lebih rendah, maka dibandingkan antara pencapaian kabupaten/kota terhadap Aceh dan digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik indikator gizi di kabupaten/kota tersebut atau masalah gizi di kabupaten/kota tersebut lebih rendah dari rata-rata. Indeks upaya kesehatan di kecamatan/ Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan adalah pencapaian Kabupaten Pidie Jaya.
LAMPIRAN 12 INDEKS UPAYA KESEHATAN
Health Public Expenditure | Kabupaten Pidie Jaya 2014
85
Health Public Expenditure
Kabupaten Pidie Jaya 2014