Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
ANALISA PERENCANAAN DAN MANAJEMEN RESIKO PROYEK PENINGKATAN FASILITAS-FASILITAS PENGETESAN SUMUR MINYAK Bagus Budi Nurcahya1), Budi Santosa Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya, 60264, Indonesia 1) e-mail:
[email protected] ABSTRAK Dalam suatu industri perminyakan, pengetesan sumur minyak menjadi suatu hal yang sangat penting untuk mengetahui profil produksi dari suatu sumur penghasil minyak. Salah satu manfaat untuk mengetahui profil produksi dari suatu sumur adalah bisa diperkirakan kapan sumur tersebut memerlukan proses perbaikan sumur (work over) untuk mempertahankan dan meningkatkan kembali laju produksi minyaknya. Hasil evaluasi yang sudah dilakukan pada tahun 2004 terhadap fasilitas pengetesan minyak di daerah operasional Sumatra Light North (SLN) menunjukkan bahwa perlu adanya perbaikan penanganan proses pengetesan sumur-sumur minyak yang didalamnya termasuk sistem dan peralatan, proses pengetesan, sumber daya manusia serta implementasi di lapangan. Dengan pengoptimalan hal-hal tersebut diharapkan akan menghasilkan data produksi sumur minyak yang akurat, presisi serta teratur yang bisa dipakai untuk meningkatkan produksi minyak dengan mencegah kemungkinan penurunan produksi minyak. Salah satu upaya untuk memperbaiki proses pengetesan sumur minyak dari sisi peralatan dan proses pengetesan adalah dengan melakukan peningkatan fasilitas stasiun-stasiun pengetesan sumur minyak. Proyek ini sudah mulai dikerjakan pada kwarter I tahun 2008, tetapi pada pelaksanaanya terjadi hambatan-hambatan termasuk didalamnya perubahan lingkup kerja yang menyebabkan keterlambatan pelaksanaan dan penghentian sementara proyek sehingga diperlukan perencanaan ulang kelayakan proyek. Pada perencanaan kembali proyek, dilakukan analisa biaya manfaat pada 3 Sub-Area di SLN yaitu Sub-Area A, B dan C untuk menentukan kelayakan proyek ini untuk bisa dilanjutkan atau tidak. Selanjutanya dilakukan analisa dan penangan resiko proyek dengan menggunakan metode House of Risk (HOR). Hasil yang didapat dari perhitungan analisa biaya manfaat, didapatkan bahwa hasil dari nilai NPV, IRR dan PI pada Sub Area A dan B menunjukan bahwa proyek untuk Sub-Area tersebut layak untuk dilanjutkan. Sementara itu untuk SubArea C sangat riskan bila dilanjutkan karena hanya memberikan keuntungan yang sangat kecil. Pada analisa dan penanganan resiko dilakukan identifikasi resiko proyek (risk event), risk agent serta tindakan preventif. Dengan menggunakan metode HOR didapatkan prioritas tindakan preventif untuk dilakukan untuk menangani risk agent sehingga dapat meminimalkan terjadinya resiko pada pelaksanaan proyek. Kata kunci: fasilitas pengetesan sumur, analisa biaya manfat, HOR
PENDAHULUAN Quality Fitness Review (QFR) atau tinjauan kemampuan kualitas yang dilakukan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa dari beberapa pengujian sumur tersebut, data yang diperoleh terlihat tidak akurat dimana jumlah produksi pada pengujian sumur lebih tinggi dari jumlah produksi sumur sebenarnya. ISBN : 978-602-97491-4-4 A-22-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Gambar 1. Grafik pengujian sumur vs kondisi sebenarnya
Dari Gambar 1 terlihat pada saat sumur sudah mengalami penurunan produksi, data pengujian sumur masih terlihat tinggi. Hal ini diterjemahkan bahwa proses perbaikan sumur (work over) yang sudah seharusnya dilakukan pada kenyataanya belum dilakukan. Pengambilan keputusan untuk melakukan work over yang sering terlambat ini mengakibatkan potensi kehilangan produksi minyak yang dikenal dengan istilah Loss Production Opportunity (LPO). Salah satu rekomendasi dari tim peninjau saat itu adalah perlunya dikembangkan suatu proyek untuk meningkatkan fasilitas-fasilitas pengetesan minyak tersebut dengan membangun unit-unit fasilitas pengetesan minyak yang baru. Proyek mulai dikembangkan sejak saat itu dengan perkiraan dapat meningkatkan produksi minyak sebesar 974 barel. Anggaran proyek telah disetujui oleh BPMIGAS pada tahun 2008 untuk 2 Sub-Area A dan B yang masing-masing terdiri dari 5 stasiun pengetesan serta pada tahun 2009 disetujui anggaran untuk Sub-Area C yang terdiri dari 6 stasiun pengetesan. Proses pembelian material sudah dimulai sejak tahun 2009 serta awal pelaksanaan kontruksi dimulai pada tahun 2010. Berdasarkan laporan proyek, proses pengerjaan proyek ini tidak berjalan lancar dimana pola atau sistem perencanaan yang sudah dilakukan tidak berjalan baik ditandai dengan keterlambatan proyek serta adanya indikasi peningkatan dan kelebihan biaya dari biaya yang sudah dianggarkan. Hal ini terjadi karena adanya perubahan lingkup kerja selama proses pelaksanaan proyek berlangsung yang tidak diidentifikasikan sebagai resiko proyek pada saat perencanaan proyek. Pada tahun 2011, proyek ini untuk sementara dihentikan oleh manajemen dan diperlukan suatu perencanaan ulang proyek dari segi lingkup kerja, kelayakan ekonomi dan pemetaan resiko untuk bisa dilanjutkan kembali. METODE Secara sistematik, aliran pembahasaan penelitian ini dapat digambarkan dalam skematik seperti pada gambar 2.
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-22-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Masalah
Eksplorasi Permasalahan
Pengumpulan Data, Lesson Learned dan Brainstorming
Studi literatur dan dokumentasi proyek
Penyusunan ulang jadwal, ruang lingkup dan biaya proyek
Perhitungan analisa biaya manfaat (Payback Period, ROI, IRR, NPV, DPI)
Kesimpulan tentang kelayakan proyek dan penanganan resiko
Analisa resiko proyek dengan metode HOR
Mulai
Selesai
Gambar 2. Skematik Urutan Pembahasan Penelitian
Permasalahan Anggaran awal proyek disetujui pada tahun 2008 dengan perhitungan analisa ekonomi sebagai berikut: Sub-Area A
Sub-Area B
Sub-Area C
Januari 2008
Januari 2008
April 2008
2,654,600
2,675,600
2,941,200
1.5 juta
6.8 juta
1.1 juta
DPI
1.6
4.0
1.6
ROR (%)
28.2
105.2
28.2
Waktu persetujuan biaya proyek oleh BPMIGAS Jumlah Biaya (US$) NPV (US$)
Ruang lingkup proyek meliputi engineering, pembongkaran fasilitas eksisting (fasilitas pengetesan sumur manual), pembelian material serta pembangunan fasilitas pengetesan sumur yang baru (otomatis) untuk Sub-Area A (5 stasiun), Sub-Area B (5 stasiun) serta Sub-Area C (6 stasiun). Pada tahun 2010 proyek sementara dihentikan karena ada indikasi potensi melebihi anggaran dengan status terakhir sebagai berikut:
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-22-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Sub-Area A
Sub-Area B
Sub-Area C
Jumlah Biaya (US$)
2,654,600
2,675,600
2,941,200
Biaya yang telah dipakai
1,290,713
1,204,876
2,506,544
Biaya yang tersisa
1,363,887
1,470,724
434,656
Pembelian material, detail engineering
Pembelian material, detail engineering
Pembelian material, detail engineering, pembongkaran dan pemasangan fiber optic
Lingkup yang dikerjakan
telah
Untuk dapat dilanjutkan kembali, perlu dilakukan perencanaan kembali dan analisa ekonomi untuk menentukan kelayakan kelanjutan proyek serta perlu dilakukan suatu analisa resiko proyek untuk mencegah dan mengurangi resiko yang mungkin terjadi selama pelaksanaan proyek yang bisa mengakibatkan kegagalan pada proyek. Dengan kata lain, pada proses PDEP yang dikembangkan oleh Lavingia pada tabel dibawah, proyek yang sudah pada tahap-4 (Pelaksanaan) perlu dikembangkan ulang di tahap-2.
Gambar 3. Proses Pengembangan dan Pelaksanaan Proyek (PDEP)
Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data dari proyek sebelumnya dengan validasi ulang dari tim proyek untuk menetukan ruang lingkup proyek yang berimbas pada biaya material, penyusunan jadwal proyek serta biaya tenaga kerja. Data untuk menghitung keuntungan proyek didapatkan dari tim sub-surface untuk estimasi peningkatan produksi sumur dikarenakan eliminasi dari LPO. Sedangkan data untuk ISBN : 978-602-97491-4-4 A-22-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
perhitungan analisa resiko didaptkan dari pengumpulan lessons learned dari proyek sejenis sebelumnya serta brainstorming dengan tim proyek dan peer review. Perhitungan analisa biaya manfaat Tujuan dari suatu analisa proyek adalah untuk menentukan apakah proyek layak untuk dilaksanakan. Umumnya banyak sekali proyek yang harus disetujui setiap tahunnya dan ketersediaan biaya dan sumber daya harus dibagi untuk proyek-proyek tersebut. Dalam penelitian ini akan diuraikan tentang analisa biaya manfaat sebagai salah satu kegiatan dalam TCM dalam suatu proses PDEP dimana terlebih dahulu harus diidentifikasikan komponen-komponen penilaian yaitu biaya-biaya dan manfaat-manfaat yang dihasilkan oleh suatu proyek. Analisa kelayakan ekonomi yang dipergunakan adalah kriteria yang dipergunakan pada umumnya dan bersifat baku yaitu Payback Period, Return on Investment, Net Present Value, Internal Rate of Return dan Profitability Index. Kedua metode yang pertama tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value of money), sementara metode yang lainnya mempertimbangkan nilai waktu dari uang. Berdasarkan hasil analisa tersebut bisa ditentukan apakah suatu proyek layak dilaksanakan atau tidak.
Gambar 4. Total Cost Management (TCM)
Analisa Resiko Proyek Tahap ini dimulai dengan identifikasi resiko dan dianjutkan dengan analisa resiko serta penanganan resiko. Analisa resiko dilakukan dengan menggunakan metode House of Risk (HOR) (Pujawan, 2009). Metode ini terdiri dari 2 model tabel penilaian resiko dan penanganannya yaitu HOR 1 dan HOR 2. Langkah-langkah HOR 1: 1) Identifikasi risk event (Ei) 2) Menentukan tingkat keparahan dampak dari suatu resiko bila terjadi dengan menggunakan skala 1-10 dimana nilai 10 menandakan dampak paling berbahaya dan nilai 1 mengindikasikan hampir tidak ada dampak yang ditimbulkan dari resiko tersebut. Tingkat keparahan disimbolkan dengan Si.
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-22-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
3) Identifikasi risk agent (Aj) serta menentukan kemungkinan terjadinya setiap risk agent (Oj) 4) Membuat suatu matrix korelasi dengan menghubungkan setiap risk agent dan risk event (Rij) dengan skala {0,1,3,9}, dimana 0 menandakan tidak ada hubungan atau korelasi. Nilai 1,3 dan 9 berturut-turut adalah nilai korelasi yang rendah, sedang dan erat/tinggi. 5) Menghitung nilai aggregate risk potential (ARPj) yang ditentukan dengan menggunakan rumus: ARPj = Oj ∑ SiRij 6) Membuat peringkat risk agent berdasarkan nilai ARP masing masing risk agent.
Langkah-langkah HOR 2: 1) Memberikan peringkat dari risk agent. Bisa dengan menggunakan diagram Pareto. 2) Identifikasi tindakan yang relevan untuk mencegah risk agent. Risk agent bisa diberikan tindakan lebih dari satu dan satu tindakan bisa dipergunakan juga untuk risk agent yang lain. 3) Menentukan hubungan antara tiap tindakan preventiv dengan tiap risk agent. Skala yang dipergunakan adalah {0,1,3,9} yang mengindikasikan nilai tidak ada hubungan, rendah, medium dan tinggi. 4) Menghitung nilai total effectiveness dari setiap tindakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: TEk = ∑ ARPjEjk 5) Menentukan nilai degree of difficulties dari setiap tindakan (Dk) dengan menggunakan skala {3,4,5} yang masing –masing mewakili nilai rendah, sedang dan tinggi. 6) Menghitung nilai total effectiveness to difficulty ratio dengan rumus: ETDk = Tek/Dk 7) Membuat peringkat tindakan preventiv yang diprioritaskan (Rk) dimana peringkat tertinggi ditentukan oleh nilai ETDk yang tertinggi. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan besarnya biaya proyek dan manfaat yang akan diperoleh maka dapat disusun analisa biaya manfaat yang meliputi perhitungan ROI (Return on Investment), NPV (Nett Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan PI (Profitability Index) untuk proyek peningkatan fasilitas di Area SLN sebagai berikut: Analisa Biaya Manfaat
Sub-Area A
Sub-Area B
Sub-Area C
Payback Period (tahun) 2,8
1,6
4,09
ROI (%)
186
306
144
NPV (US$)
882,418
3,375,602
235,327
IRR (%)
17
30
11
PI
1,26
2,03
1,04
Sementara itu dari analisa resiko proyek dengan metode HOR 1 didapatkan peringkat dari risk agent sebagai berikut.
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-22-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Gambar 5. Diagram Pareto – Peringkat ARP
Dari diagram tersebut 11 risk agent berkontribusi terhadap 75% dari total nilai ARP, sehingga ke 11 risk agent tersebut perlu mendapatkan perhatian dan dibuatkan prioritas lebih lanjut untuk mengurangi resiko dengan memperhatikan komitmen sumber daya dan ekonomi No Kode Risk Agent 1 A13 Kurangnya kualifikasi dari kontraktor Koordinasi dengan pihak yang terkait tidak dilakukan secara 2 A6 dini 3 A8 Kurangnya pengalaman kontrakor 4 A5 Ketidak cermatan pada saat proses desain Banyaknya proyek yang dikerjakan oleh kontraktor secara 5 A10 bersamaan 6 A14 Komunikasi yang kurang efektif 7 A12 Kurangnya pengawasan proyek 8 A2 Ketidakcermatan pada saat proses kualifikasi 9 A4 Kurangnya dukungan dari manajemen dan tim yang lain 10 A20 Pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku 11 A18 Perubahan profil produksi sumur produksi
ARP 1404 1200 1078 924 870 732 612 540 480 436 360
Langkah selanjutnya adalah megindentifikasikan tindakan proaktif sebagai berikut: Kode
Tindakan Preventif
PA 1 PA 2
Melakukan snaking dengan DRB/manajemen secara berkesinambungan Melakukan komunikasi secara intens dengan tim support untuk menjembatani tim dengan BPMIGAS Mencari lesson learned dari proyek-proyek sebelumnya Melakukan prekualifikasi yang ketat dalam proses tender kontraktor Memberikan penjelasan yang detail pada saat proses pre tender Menambah personel tim proyek Melibatkan tenaga ahli dari korporat Menimplemtasikan reward and penalti Melakukan rapat dan diskusi teratur dengan internal tim Melakukan rapat dan koordinasi dengan tim yang terkait
PA 3 PA 4 PA 5 PA 6 PA 7 PA 8 PA 9 PA 10
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-22-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Dan dengan menghubungkan antara tindakan proaktif dengan risk agent di dalam tabel HOR 2 didapatkan peringkat tindakan proaktif yang harus diberikan prioritas sesuai urutannya untuk dilakukan. 1. 2. 3. 4. 5.
PA 4 : Melakukan prekualifikasi yang ketat dalam proses tender kontraktor PA 10 : Melakukan rapat dan koordinasi dengan tim yang terkait PA 1 : Melakukan snaking dengan DRB/manajemen secara berkesinambungan PA 6 : Menambah personel tim proyek PA 2 : Melakukan komunikasi secara intens dengan tim support untuk menjembatani tim dengan BPMIGAS 6. PA 7 : Melibatkan tenaga ahli dari korporat 7. PA 9 : Melakukan rapat dan diskusi teratur dengan internal tim 8. PA 8 : Mengimplemetasikan reward and penalti 9. PA 5 : Memberikan penjelasan yang detail pada saat proses pre tender 10. PA 3 : Mencari lesson learned dari proyek-proyek sebelumnya KESIMPULAN DAN SARAN Setelah dilakukan analisis data penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil perhitungan terbaru diatas menunjukan bahwa proyek peningkatan fasilitas pengujian sumur produksi di Area SLN terutama di Sub Area A dan B masih menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan pelaksanaanya. Proyek peningkatan fasilitas pengujian sumur produksi di Sub-Area A dan B direkomendasikan untuk tetap dilanjutkan dengan ruang lingkup kerja yang sama untuk membangun fasilitas pengujian sumur produksi di 5 fasilitas di masing-masing Sub-Area A dan B. 2. Proyek di Sub-Area C sangat riskan bila dilanjutkan kembali karena hasil perhitungan PI yang sangat kecil (1,04 dibandingkan dengan 1), tetapi bila proyek tidak dilanjutkan, akan menyebabkan biaya yang sudah dikeluarkan sampai saat ini sebesar US$ 2,506,544 untuk engineering, kontruksi dan manajemen proyek menjadi sia-sia dan menjadi kerugian biaya yang sudah dikeluarkan untuk pembelian material, karena akan material yang sudah dibeli akan susah dipakai dalam proyek yang lain. Untuk itu alternatif pelaksanaan proyek di Sub-Area 3 perlu dipertimbangkan kembali dan salah satunya adalah dengan hanya membangun fasilitas pengujian sumur di 3 stasiun pengujian (dibandingkan dengan rencana awal untuk membangun 6 fasilitas di Sub-Area C). Analisa biaya manfaat yang didapatkan adalah sebagai berikut: Payback Period : 3,7 ROI : 149 NPV : US$ 448,482 IRR : 13 PI : 1,09 Dengan hanya membangun 3 stasiun di Sub-Area C, proyek menjadi lebih menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan dibandingkan dengan membangun 6 stasiun. 3. Analisa dan penanganan resiko dengan menggunakan metode House of Risk (HOR) sangat membantu untuk menentukan risk agent dan tindakan penanganannya sehingga dapat dipergunakan untuk mengurangi terjadinya resiko pada pelaksanaan proyek. Dari hasil identifikasi resiko dengan metode HOR, didapatkan hasil bahwa kurangnya kualifikasi kontraktor adalah risk agent yang harus diperhatikan dan diprioritaskan penangannya. Risk agent ini ditakutkan akan menimbulkan resiko-resiko sebagai ISBN : 978-602-97491-4-4 A-22-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
berikut yang bisa menyebabkan keterlambatan dan gangguan pada pelaksanaan proyek. E9 : Mutu pekerjaan tidak memenuhi spesifikasi E10 : Keterlambatan pelaksanaan proyek E13 : Material tidak sesuai dengan spesifikasi atau rusak E20 : Kualifikasi dan etos kerja tenaga kerja yang kurang baik E24 : Pemogokan kerja dari kontrakor Adapun saran – saran yang diberikan untuk perbaikan lebih lanjut adalah: 1. Untuk menghitung kelayakan suatu proyek, perhitungan analisa biaya manfaat bisa sangat membantu ntuk menentukan kelayakan suatu proyek. Nilai NPV dan PI bisa menjadi metode yang paling diperhatikan untuk menentukan kelayakan suatu proyek karena sudah memperhitungkan faktor diskonto. 2. Penggunaan metode House of Risk (HOR) atau metode lain untuk penanganan resiko pada suatu proyek akan lebih berjalan efektif bila melibatkan semua elemen proyek serta mengakomodasi lesson learned dan peer review dari proyek-proyek lain yang sejenis. 3. Perencanaan proyek untuk proyek sejenis harus direncanakan dengan menggunakan data-data yang akurat untuk memastikan proyek layak untuk dilaksanakan, yang meliputi estimasi biaya, perkiraan produksi dan penyusunan jadwal serta identifikasi resiko yang mungkin terjadi pada pelaksanaan proyek sehingga bisa dilakukan tindakan penanganannya. DAFTAR PUSTAKA Crundwell, F. (2008). Finance for Engineers. Springer. Gray, C. F., & Larson, E. W. (2008). Project Management, THe Managerial Process. Singapore: McGraw Hill. Heldman, K. (2005). Project Manager's Spotlight on Risk Management. San Fransisco: Harbor Light Press. Kendrick, T. (2009). Identifying and Managing Project Risk. Amacom. Kerzner, H. P. (2009). Project Management, A System Approach to Planning Scheduling and Controlling, Tenth Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Lavingia, N. J. (2006). How to Cretae a World Class Project Management Organization. 2006 AACE International Transaction (p. 1). AACE. Project Management Institute. (2008). PMBOK Guide. Pujawan, I. N. (2009). 'House of Risk: A model for proactive supply chain risk management'. Emerald Business Process Management Journal . Soeharto, I. (1997). Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional. Jakarta: Erlangga. Soeharto, I. (2001). Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Erlangga. Turner, J. R. (2009). The Handbook of Project-Based Management, Third Edition. McGraw Hill. ISBN : 978-602-97491-4-4 A-22-9