1
AKTUALISASI KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERKAITAN DENGAN KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMATIKA Oleh : Prof. Dr. Paulus Effendie Lotulung ,SH. Ketua Muda Mahkamah Agung Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara 1
I. Pengantar : Hukum
selalu
berkembang
seiring
dengan
perkembangan
masyarakat, bangsa dan negara serta dinamika kehidupan sosial maupun politik. Perkembangan hukum ini membawa akibat perubahan-perubahan serta perkembangan di dalam peraturanperaturan maupun kelembagaan, dan badan-badan organisasi yang menerapkan dan melaksanakan hukum, yang tidak terlepas pula dari perkembangan teknologi yang telah melanda dunia secara global dan universal. Perkembangan global yang ditandai dengan kemajuan peradaban di bidang ICT (Information Communication Technology) menuntut perubahan paradigma pergaulan international maupun domestic dengan menghormati prilaku : a. Profesional b. Transparan c. Akuntabel d. Efektif dan efisien (Richard Susskind : The Future of Law, facing the challenges of information Technology). Makalah ini disampaikan pada Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung R.I. di Manado pada tanggal 28 Oktober s/d 1 November 2012 1
2
Dalam kaitan dengan sesion dalam Rakernas ini yang ditujukan khusus pada Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, maka yang dipandang perlu dan menarik perhatian adalah Perkembangan Peraturan Perundang-Undangan (khususnya UndangUndang) di Indonesia dalam dekade yang terakhir ini yaitu meliputi 3 (tiga) bidang sengketa, ialah sengketa-sengketa yang timbul akibat diterbitkannya Surat Keputusan TUN di bidang : A. Pemilihan Umum (U.U. No.8 Tahun 2012) B. Keterbukaan Informasi Publik (U.U. No.14 Tahun 2008) C. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (U.U No.32 Tahun 2009) Kewenangan dan yurisdiksi Peradilan Tata Usaha Negara secara normatif masih tetap dilandaskan pada dasar kewenangannya yaitu Undang - Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (U.U. No. 5 Tahun 1986 dengan segala perubahan dan penyempurnaannya yang berlaku sekarang), yaitu terutama pada Pasal 1 butir 3 tentang obyek gugatan yang dapat diajukan dan menjadi wewenang Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadilinya yaitu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang didefinisikan secara lengkap sebagai berikut: “ Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual,
3
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. “ Pasal tersebut tetap dan tidak berubah sebagai dasar dari obyek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara, tetapi yang dimaksudkan dalam judul makalah ini sebagai AKTUALISASI adalah dalam kaitan perkembangan yang aktual pada saat ini dalam hubungannya dengan jenis atau macam Surat Keputusan TUN yang menjadi obyek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara, seiiring dengan perkembangan dan perubahan peraturan-peraturan yang berlaku tentang 3 bidang tersebut diatas. II.
Perkembangan
Peraturan
Perundang-Undangan
(khususnya
Undang-Undang) di Indonesia tentang 3 bidang tersebut mengajak kita untuk sejenak
mendalami
beberapa pasal - pasal
yang
penting yang merespons perkembangan global tersebut sehingga terjadi perubahan dan perkembangan dalam arti aktualisasi kewenangan Peradilan TUN sebagai berikut : A. Sengketa Pemilihan Umum (Undang-Undang No.8 Tahun 2012) Pasal-pasal yang terkait langsung dengan PERATUN yaitu : -
Pasal 268 1) Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, atau Partai Politik calon peserta pemilu dengan KPU, KPU Provinsi,
dan
dikeluarkannya
KPU
Kabupaten/Kota,
sebagai
akibat
keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota.
4
2) Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu merupakan sengketa yang timbul antara : a. KPU dan Partai Politik calon peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ; dan b. KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota
DPR,
DPD,
DPRD
Provinsi
dan
DPRD
Kabupaten/Kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU tentang Penetapan daftar calon tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dan Pasal 75. -
Pasal 269 1) Pengajuan gugatan atas Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (2) telah digunakan 2) Pengajuan gugatan atas Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah dikeluarkannya keputusan Bawaslu. 3) Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang lengkap, penggugat dapat memperbaiki dan melengkapi gugatan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya gugatan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
5
4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penggugat belum menyempurnakan gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima. 5) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilakukan upaya hukum. -
Pasal 270 1) Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa Tata Usaha Negara Pemilu dibentuk Majelis Khusus yang terdiri dari Hakim Khusus yang merupakan Hakim karier dilingkungan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dan
Mahkamah Agung Republik Indonesia. 2) Hakim Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. 3) Hakim Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Hakim yang telah melaksanakan tugasnya sebagai Hakim minimal 3 (tiga) tahun kecuali apabila dalam suatu Pengadilan tidak terdapat Hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun. 4) Hakim Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama menangani sengketa Tata Usaha Negara Pemilu dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara lain. 5) Hakim Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menguasai pengetahuan tentang Pemilu. 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hakim Khusus diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.
6
Untuk implementasi agar ketentuan tiga pasal tersebut dapat dijalankan dalam praktek PERATUN, maka telah diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
(masih dalam
proses). ------------------------------------------------------------------B. Sengketa Keterbukaan Informasi Publik Untuk memperoleh gambaran yang agak terperinci tentang pasalpasal yang berkaitan dengan Sengketa Keterbukaan Informasi Publik, perlu diingatkan akan konsiderans atau pertimbangan sebagai Ratio Legis tentang mengapa diterbitkannya UndangUndang tersebut yaitu antara lain : a.
Bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.
b.
Bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah
satu
ciri
penting
negara
demokratis
yang
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. c.
Bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
7
Selanjutnya definisi pengertian Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan. Tujuan diterbitkannya Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah dalam Pasal 3 antara lain butir d. yaitu mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,
efektif
dan
efisien,
akuntabel
serta
dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya dalam Pasal 4 tentang hak dan kewajiban pemohon dan pengguna informasi publik serta hak dan kewajiban badan publik ditentukanlah dalam ayat 4 bahwa : “ Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh informasi publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.” Tentang Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat ditentukanlah dalam Pasal 11 yaitu antara lain : b. Hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya. Disamping itu, Informasi Publik yang wajib disediakan adalah Pasal 14 yang antara lain memuat butir g., yaitu Kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik. Informasi yang dikecualikan untuk membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan informasi publik yaitu Pasal 17 yang antara lain dalam butir b. menyebutkan Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
8
Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat. Dalam Undang-Undang tersebut dikenal adanya suatu badan yang khusus dan baru, yang disebut Komisi Informasi, dengan fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 23 yang berbunyi : Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. Dari Pasal tersebut kita lihat juga adanya 2 mekanisme atau prosedur yang dapat ditempuh sebelum mengajukan gugatan ke peradilan, yaitu proses Mediasi dan proses Ajudikasi yang merupakan penyelesaian sengketa melalui Komisi Informasi (vide Pasal 40 dan Pasal 42). Selanjutnya dalam Bab X diatur gugatan ke Pengadilan dan Kasasi (vide Pasal 47 - Pasal 50). Implementasi
lebih
lanjut
dari
Undang-Undang
tentang
Keterbukaan Informasi Publik telah diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung. Karena dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik belum diatur secara jelas dan rinci tentang hukum acara yang diperlakukan, sehingga diterbitkanlah Peraturan Mahkamah Agung tersebut di atas, yaitu Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Di Pengadilan :
9
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan : 1. Gugatan adalah keberatan yang diajukan oleh salah satu atau para pihak yang secara tertulis menyatakan tidak menerima Putusan Komisi Informasi (selanjutnya disebut "Keberatan"). 2. Putusan Komisi Informasi adalah putusan ajudikasi non litigasi yang dikeluarkan oleh Komisi Informasi terkait sengketa antara Badan Publik dan Pemohon Informasi Publik berdasarkan eregis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik. 3. Komisi Informasi adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. 4. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tandatanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non-elektronik. 5. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik Negara dan Badan Publik selain Badan Publik Negara yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik
10
lainnya yang sesuai dengan Undang- undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 6. Pemohon Informasi adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. 7. Badan Publik adalah Badan Publik Negara dan Badan Publik selain Badan Publik Negara. 8. Badan Publik Negara adalah lembaga eksekutif, legeslatif, yudikatif,dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. 9. Badan Publik selain Badan Publik Negara adalah adalah BUMN, BUMD, organisasi non pemerintah dan partai politik yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah,sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. 10. Pihak adalah pihak-pihak yang semula bersengketa di Komisi Informasi, yaitu Pemohon Informasi dengan Badan Publik Negara atau Badan Publik selain Badan Publik Negara. 11. Hari adalah hari kerja. 12. Pengadilan adalah Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara
11
BAB II KEWENANGAN MENGADILI Pasal 2 Penyelesaian sengketa informasi di Pengadilan dilakukan oleh Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 3 Sesuai dengan Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik: a. Pengadilan Negeri berwenang untuk mengadili sengketa yang diajukan oleh Badan Publik selain Badan Publik Negara dan/atau Pemohon Informasi yang meminta informasi kepada Badan Publik selain Badan Publik Negara. b. Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang untuk mengadili sengketa yang diajukan oleh Badan Publik Negara dan/atau Pemohon Informasi yang memintai nformasi kepada Badan Publik Negara. BAB III TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN Pasal 4 (1) Salah satu atau para pihak yang tidak menerima putusan Komisi Informasi dapat mengajukan keberatan secara tertulis ke
12
Pengadilan yang berwenang. (2) Keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak salinan putusan Komisi Informasi diterima oleh para pihak berdasarkan tanda bukti penerimaan. (3) Dalam hal salah satu atau para pihak tidak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) maka putusan Komisi Informasi berkekuatan hukum tetap. Pasal 5 (1) Setiap keberatan, baik yang diajukan oleh Pemohon Informasi maupun Badan Publik diajukan ke Pengadilan yang wilayah ukumnya meliputi tempat kedudukan Badan Publik. (2) Dalam hal keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi namun tempat kedudukan Badan Publik tidak berada dalam wilayah hukum Pengadilan tempat kediaman Pemohon Informasi, maka keberatan
dapat
diajukan
ke
Pengadilan
yang
wilayah
hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon Informasi untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan. (3) Pengadilan yang menerima permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) wajib mengirimkan ke Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud ayat (1). Pasal 6 (1) Selambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari sejak keberatan meregister di Kepaniteraan Pengadilan, Panitera meminta
13
Komisi Informasi yang memutus perkara tersebut untuk mengirimkan salinan resmi putusan yang disengketakan serta seluruh berkas perkaranya. (2) Komisi Informasi wajib mengirimkan putusan dan berkas perkara sebagaimana dimaksud ayat (1) ke Pengadilan selambatlambatnya 14 (em pat belas) hari sejak permintaan diajukan. (3) Termohon keberatan dapat menyerahkan jawaban atas keberatan kepada Panitera Pengadilan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan me register. (4) Selambat-Iambatnya 3 (tiga) hari setelah lewat tenggang waktu sebagaimana dimaksud ayat (3), Ketua Pengadilan menunjuk Majelis Hakim untuk mengadili perkara. BAB IV TATA CARA PEMERIKSAAN Pasal 7 (1) Pemeriksaan dilakukan secara sederhana hanya terhadap Putusan Komisi Informasi, berkas perkara serta pemohonan keberatan dan jawaban atas keberatan tertulis dari para pihak. (2) Pemeriksaan dilakukan tanpa proses mediasi. (3) Pemeriksaan bukti hanya dapat dilakukan atas hal-hal yang dibantah salah satu atau para pihak serta jika ada bukti baru selama dipandang perlu oleh MajeJis Hakim. (4) Untuk terangnya suatu perkara, Majelis Hakim dapat memanggil Komisi Informasi untuk memberikan keterangan apabila diperlukan.
14
Pasal 8 (1) Keberatan diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim yang sedapat mungkin terdiri dari hakim-hakim yang mempunyai pengetahuan di bidang keterbukaan informasi. (2) Pemeriksaan keberatan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum, kecuali terhadap pemeriksaan dokumen yang berisikan informasi yang dikecualikan. (3) Majelis Hakim wajib menjaga kerahasiaan dokumen sebagaimana dimaksud ayat (2). (4) Pemohon Informasi atau kuasanya tidak dapat melihat atau melakukan
pemeriksaan
terhadap
dokumen-dokumen
sebagaimana dimaksud ayat (2). Pasal 9 (1) Pengadilan wajib memutus dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak Majelis Hakim ditetapkan. (2) Terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 14 (em pat belas) hari sejak putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum apabila para pihak hadir atau 14 (empat
belas)
hari
sejak
isi
atau
amar
putusan
diberitahukan kepada para pihak oleh Jurusita untuk sengketa di Pengadilan
Negeri,
atau
sejak
pemberitahuan
putusan
dikirimkan melalui pos untuk sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara. (3) Mahkamah Agung wajib memutus dalam waktu paling lambat 30
15
(tiga puluh) hari sejak Majelis Hakim ditetapkan. BAB V PUTUSAN Pasal 10 (1) Putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. (2)
Putusan
Pengadilan
dapat
berupa
membatalkan
atau
menguatkan putusan Komisi Informasi dengan merujuk pada Pasal 49 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. BAB VI PELAKSANAAN PUTUSAN Pasal 11 Putusan
Pengadilan
yang
telah
berkekuatan
hukum
tetap
dilaksanakan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di masingmasing lingkungan peradilan. Pasal 12 (1) Putusan Komisi Informasi yang berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan penetapan eksekusi kepada Ketua Pengadilan yang berwenang oleh Pemohon Informasi. (2) Permohonan
untuk
mendapatkan
penetapan
eksekusi
sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan mengajukan 16
permohonan tertulis dengan melampirkan salinan resmi putusan Komisi Informasi yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut ke Pengadilan dalam wilayah hukum Badan Publik sebagai Termohon Eksekusi. (3) Ketua Pengadilan mengabulkan atau menolak pemberian penetapan eksekusi dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari. (4) Penetapan eksekusi sebagaimana dimaksud ayat (1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana terlampir dalam Peraturan ini. (5) Putusan Komisi Informasi yang telah mendapatkan penetapan eksekusi dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan sesuai dengan Pasai 11. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 13 (1) Terhadap sengketa informasi yang telah didaftarkan ke Pengadilan namun belum diperiksa oleh majelis hakim berlaku ketentuan dalam Peraturan ini. (2) Terhadap putusan Komisi Informasi yang telah diputus namun belum dilaksanakan dapat dimintakan penetapan eksekusi sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 14
17
Ketentuan hukum acara perdata dan tata usaha Negara tetap berlaku sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Mahkamah Agung ini. Pasal 15 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. --------------------------------------------------------------------C) Sengketa Lingkungan Hidup Sebenarnya persoalan tentang sengketa lingkungan hidup ini yang diminta perhatian adalah perlunya sertifikasi bagi Hakim Peradilan TUN yang berwenang dan mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan mengadili sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan dengan Hukum Lingkungan. Tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan telah digariskan di dalam PERMA No 134/KMA/SK/IX/2011 Tanggal 5 September 2011 (Terlampir). III. Kesimpulan Dari Uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sengketa Keterbukaan Informasi Publik a. Komisi Informasi Publik (KIP) yang dalam tradisi Hukum Acara Peratun selalu berada dalam posisi “Quasi Pengadilan” (Pengadilan Semu), sekarang hanya sebagai Komisi yang berperan “Menyatakan pendapat professional bagaimana keterbukaan Informasi Publik itu harus di-implementasikan /
18
diterapkan dalam praktek”. Ketika terjadi sengketa, maka pendapat Komisi tersebut dapat dijadikan rujukan bagi Hakim menentukan putusannya. Namun Komisi Informasi Publik tidak termasuk sebagai pihak Tergugat, malah jika diperlukan oleh Pengadilan, siap untuk dipanggil sebagai “Ahli” b. Jabatan TUN selaku Penyelenggara Informasi Publik yang dalam Hukum Acara Peratun senantiasa berkedudukan sebagai Tergugat, tetapi dalam sengketa Informasi Publik ini dapat bertindak sebagai “Penggugat” dan begitu juga sebaliknya bagi seorang atau Badan Hukum Perdata. c. Tenggang waktu penyelesaian sengketa oleh Hakim dituntut dalam waktu yang semakin cepat, sehingga cita-cita untuk mewujudkan Peradilan Modern sudah semakin mendesak yaitu hadirnya Peradilan modern yang bekerja dengan dukungan Teknologi Informasi (E-Court). 2. Sengketa Pemilihan Umum (Ex. UU No.8 tahun 2012) a. Dalam rangka Undang-Undang ini, sesungguhnya yang berperan sebagai Quasi Pengadilan (Pengadilan Semu) adalah Bawaslu, namun dalam sengketa di Peratun yang berperan sebagai Tergugat adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum). b. Tenggang waktu pemanggilan dan putusan perkara relative lebih
cepat,
sehingga
penggunaan
jasa
e-mail
(Surat
Elektronik) dalam Hukum Acara Peratun dalam rangka Undang-Undang ini tidak dapat ditawar lagi (menjadi keniscayaan). c. Lembaga Penangguhan (Ex. Pasal 67 Undang-Undang Peratun) tidak dapat digunakan dalam sengketa ini.
19
3. Sengketa Lingkungan Hidup. a. Sengketa ini sangat erat dengan Trend Global sehingga tradisi IT lebih erat dengan tradisi penyelesaian sengketa lingkungan. b. Masalah lingkungan berkaitan dengan hal-hal yang mengabdi pada “Eco-system” maka penanganannya harus dengan pendekatan “Systemic”. c. Trend Global sangat erat dengan tradisi “Professionalisme” sehingga SDM yang menangani sengketa Lingkungan Hidup harus melalui “Sertifikasi” Perlu digarisbawahi bahwa dalam upaya penegakkan hukum lingkungan , faktor manusia sebagai pelaksananya (faktor penegak hukum), akan lebih banyak membentuk keberhasilan penegakkan hukum dibandingkan dengan faktor hukum itu sendiri. Karena itu sangatlah penting arti dan manfaat Sertifikasi bagi Hakim Lingkungan Hidup agar dapat dijamin profesionalisme-nya. Bagaimanapun baik dan lengkapnya hukum, namun efektivitasnya ditentukan oleh faktor pelaksana dan pelaksanaannya. (Prof. Mr. ST. Munadjat)
20