Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
AKIBAT HUKUM WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DENGAN PENYERAHAN HAK MILIK SECARA FIDUSIA (Studi kasus : Putusan Pengadilan Nomor : 49/Pdt.G/2004/PN.BWI)
Darmadi ABSTRAK Dalam lalu lintas hukum hubungan hukum perjanjian sewa beli yang semula ditimbulkan dalam praktek untuk menampung persoalan bagaimanakah caranya memberiksn jalan keluar apabila pihak penjual menghadapi banyak permintaan atau hasrat untuk membeli barangnya, tetapi calon-calon pembeli tidak mampu membayar harga barang-barang dengan sekaligus atau secara tunai. Penjual bersedia untuk menerima bahwa harga barang tersebut diangsur, tetapi iia menginginkan jaminan bahwa barang-barangnya (sebelum barang dibayar lunas) tidak akan dijual lagi oleh si pembeli. Sebagai jalan keluar lalu ditemukan macam perjanjian dimana harga barang belum dibayar secara lunas se pembeli menjadi penyewa terlebih dahulu terhadap barang yang akan dibeli. Kemudian masalah yang timbul adalah apakah akibat hukumnya apabila terjadi wanprestasi atas perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia ? Bagaimanakah eksekusi fidusia yang dialami oleh Ny.Hj. Suwarti sebagai penerima fasilitas pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia ? Analisa menggunakan metode deskriptif normative. Fakta dilapangan yang diangkat adalah Keputusan Pengadilan Negri Banyuwangi No. 49/Pdt. G/2004/PN. BWI. Dalam perkara antara PT. Adira Dinamika Multi Finance yang dikuasakan kepada H. Achmad Cholily, SH., MH. dan Hadori Latif, SE.,SH. Keduanya advokad yang selanjutnya disebut sebagai penggugat yang melawan Ny.Hj. Suwarti dan H. Kusairi selaku tergugat I dan tergugat II. Eksekusi yang dialami oleh Ny.Hj. Suwarti karena telah lalai (wanprestasi) atas obyek jaminan yang berupa sepeda motor sebenarnya sudah sesuai dengan UU. No. 42 tentang Fidusia. Karena PT. Adira Dinamika Multi Finance melakukan eksekusi langsung (parate Eksekusi). Namun karena pihak kreditur tidak memperhatikan syaratsyarat dilakukannya parate eksekusi, maka oleh Majelis Hakim diputuskan agar kreditur mengembalikan obyek jaminan kepada debitur dan BPKB masih diperbolehkan disimpan oleh kreditur sebagai jaminan sampai angsuran dilunasi.
Kata kunci : Debitur wanprestasi, BPKB. tetap ditahan kreditur.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
1
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan yang bersifat sekunder akan mendorong masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya selalu mengadakan hubungan hokum seperti misalnya suatu perjanjian Untuk sahnya suatu perjan-jian, diperlukan syarat-syarat seperti yang tercantum dalam ketentuan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan sebagai berikut: 1. Adanya kata sepakat diantara para pihak 2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Adanya hal tertentu sebagai obyek perjanjian 4. Suatu sebab yang diperbolehkan oleh hokum Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai UndangUndang bagi mereka yang membuatnya dan perjanjian ini tidak dapat ditarik kembali selain dengan persetujuan dari kedua belah pihak. Begitu pula dalam lalu lintas hubungan hokum perjanjian sewabeli, dimana pihak yang satu disebut dengan kriditur dan pihak yang lainnya disebut dengan debitur. Perjanjian ini sebenarnya sudah lama dilakukan oleh masyarakat, tetapi akhir-akhir ini semakin berkembang dan semakin banyak terjadi persengketaan didalam masyarakat. Sewa-beli mula-mula ditimbulkan dalam praktek untuk menampung persoalan bagaima-nakah caranya memberikan jalan keluar apabila pihak penjual menghadapi banyak permintaan atau hasrat untuk membeli barangnya, tetapi calon-
calon pembeli itu tidak mampu membayar harga barang-barang dengan sekaligus atau secara tunai. Penjual bersedia untuk menerima bahwa harga barang tersebut diangsur, tetapi ia menginginkan jaminan bahwa barang-barangnya (sebelum barang dibayar lunas) tidak akan dijual lagi oleh si pembeli. Sebagai jalan keluar lalu ditemu-kan macam perjanjian dimana harga barang belum dibayar secara lunas, si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang akan dibeli. Perjanjian sewa-beli yang dahulu yang diadakan oleh pihak dealer dan konsumen saja, tetapi sekarang ini sudah jarang dilaku-kan, dengan mengingat sudah berubah menjadi perusahaan pembiayaan konsumen. Dimana sebelumnya pihak penjual (dealer) terlebih dahulu mengikatkan diri dalam perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan perusahaan pembiayaan konsu-men, sehingga beban angsuran dari konsumen beralih dari pihak dealer sebagai pihak penjual keperusahaan pembiayaan konsumen. Hal ini lebih bersifat menguntungkan bagi para pihak dealer, baik dari segi resiko maupun dari segi tanggung jawab, karena perusahaan inilah yan menanggung beban apabila ada konsumen yang tidak membayar angsuran/cicilan sesuai dengan perjanjian (wanprestasi) seperti yang terjadi antara perusahaan pembiayaan konsumen PT. Adira Dinamika Multi Finance (sebagai kriditur) dengan Ny. Hj. Suwarti sebagai debitur. Dalam perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fiducia yang telah disepakati bersama. Ny. Hj. Suwarti telah menyanggupi membayar
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
2
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
angsuran setiapbulan pertanggal 23 selama 36 bulan atas satu ubit sepeda motor yang dibeli pada UD. Sinar Jaya Motor, namun ternyata dalam pembayarannya untuk setiap bulannya tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa 4 macam, antaralain yaitu ; 1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya. 2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan, 3. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh untuk dilakukan. Karena merasa debitur telah lalai (wanprestasi), maka PT. Adira Dinamika Multi Finance sebagai perusahaan pembiayaan konsumen merasa dirugikan dan mengajukan gugatan untuk dipenuhinya prestasi oleh debitur. Majelis Hakim telah memutuskan gugatan untuk dikabulkan sebagian dan penggugat dihukum untuk menyerahkan kembali sepeda motor yang dipakai sebagai obyek perjanjian fiducia berikut STNK. Kepada Ny.Hj. Suwarti (tergugat I). Dari uraian latar belakang yang tersebut diatas, penulis sangat tertarik untuk membahasnya dalam sebuah karya ilmiah ini dan diberi judul : “ Akibat hukum wanprestasi atas perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fiducia “ (Studi kasus Putusn Nomor 49/Pdt.G/2004/PN.BWI). Rumusan Masalah Dengan mendasar pada penjelasan yang diuraikan diatas, maka penulis mengadakan pengamatan
secara langsung yang bersifat praktis pada lokasi penelitian, yaitu tentang hal-hal yang erat sekali hubungannya dengan perjanjian sewa beli yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen PT. Adira Dinamika Multi Finance sebagai kreditur dengan Ny.Hj. Suwarti sebagai debitur. Dengan demikian dan mendasar dari hasil pengamatan tersebut, maka timbullah permasalahpermasalahan yang dapat dirinci sebagai berikut ; Apakah akibat hukumnya apabila terjadi wanprestasi atas perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fiducia ? Bagaimanakah eksekusi fiducia yang dialami oleh Ny.Hj. Suwarti sebagai penerima fasilitas pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fiducia ? Metode Penulisan Penulis menggunakan data sekunder, maksudnya data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya. Tetapi berasal dari bahan-bahan hukum primer dan bahan hokum sekunder.Setelah bahan hukum terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif normativ, yaitu menggambarkan obyeknya yang menjadi pokok permasalahan dan dihubungkan dengan norma-norma hukum yang sedang berlaku. Kemudian dari hasil analisis tersebut ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban secara singkat atas permasalahan yang diangkat dengan menggunakan metode deduktif, yaitu suatu penarikan kesimpulan yang diambil dari hal-hal yang bersifat umum menuju kepada hal-hal yang bersifat khusus.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
3
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
Fakta Dilapangan. Fakta yang penulis angkat dalam rangka mendukung pembahasan dalam penelitian ini adalah Keputusan Pengadilan Negri Banyuwangi Nomor : 49/Pdt.G/2004/PN.BWI. Pengadilan Negri Banyuwangi memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam peradilan tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara antara PT. AdiraDinamika Multi Finance yang dikuasakan kepada H. Achmad Cholily, SH. MH. Dan Hadori Latif, SE. SH keduanya Advokad, yang selanjutnya disebut penggugat yang melawan dua orang yaitu bernama Ny.Hj. Suwarti dan H. Kusairi (suami istri). Didalam perjanjian tersebut tergugat I diwajibkan membayar angsuran setiap bulannya sebesar Rp. 438.900,- (empat ratus tiga puluh delapan ribu sembilan ratus rupiah) untuk jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan dan apabila tergugat telah melunasi fasilitas penbiayaan tersebut maka dinyatakan sebagai pemilik penuh atas obyek pembiayaan. Disebutkan juga dalam perjanjian apabila debitur tidak dapat membayar angsuran tepat waktu, maka akan dikenakan denda sebesar 2 % setiap hari dan tergugat telah melakukan beberapa kali pembayaran sebagaimana yang diperjanjikan, akan tetapi kemudian pembayarannya terlambat dan bahkan tidak melakukan pembayaran lagi. Sehingga obyek pembiayaannya diambil paksa oleh pihak penggugat. Setelah terjadi persengketaan, Hakim yang mengadili perkara tersebut memutuskan bahwa Hakim menolak eksepsi para tergugat dan menolak gugatan para penggugat
dalam rekonpensi para tergugat dalam konpensi untuk selirihnya, serta menghukum para tergugat dalam konpensi/para penggugat dalam rekonpensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara yang hingga sekarang diperhitungkan sebesar Rp. 154.000,- (seratus lima puluh empat ribu rupiah). Dasar Hukum. Dengan mendasar pada fakta yang tersebut diatas, maka penulis akan menghubungkan dengan pasalpasal yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentunya yang ada korelasinya dengan fakta yang terjadi, sehingga dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membahasnya. Demikian juga peraturan-peraturan lainnya seperti UU. Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fiducia dan Keputusan Presiden RI. Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Adapun dasar hukum yang dikemukakan oleh penulis antara lain adalah sebagai berikut : 5.1. Pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan: Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. 5.2. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 macam syarat yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu. d. Suatu sebab yang halal. 5.3. Pasal 1338 KUH Perdata, menyebutkan:
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
4
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
Semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai UU. Bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alas analasan yang oleh UndangUndang dinyatakan cukup untuk itu. 5.4. Pasal 1266 KUH Perdata menyebutkan: Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuanpersetujuan yang bertimbalbalik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal ini persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalannya harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban didalam perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan. Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun tidak boleh lebih dari satu bulan. 5.5. Pasal 1267 KUH Perdata menyebutkan: Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya dan kerugian. 5.6. Pasal 1 ayat (6) Keputusan Presiden RI. Nomor : 61 tahun 1988 tentang Lembaga
Pembiayaan, menyebutkan: Perusahaan pembiayaan konsumen (Consumen Finance Company) adalah badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan system pembayaran angsuran atau berkala. 5.7. Pasal 1 ayat (1) UU.No. 42 tahun 1999, tentang jaminan fiducia. Menyebutkan: Fiducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 5.8. Pasal 29 UU.No. 42 tahun 1999, menyebutkan : (1). Apabila debitur atau pemberi fiducia cidra janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara ; a. Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 15 ayat (2) oleh penerima fidusia. b. Penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. c. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. (2).Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
5
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
(1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam dua surat kabar didaerah yang bersangkutan. 5.9. Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, menyatakan : Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala usaha tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara langsung adalah dilarang. Landasan Teori Landasan teori yang dipergunakan untuk lebih dapatnya dipertanggung jawabkan karya ilmiah ini antara lain adalah sebagai berikut : 6.1.Prof.R. Subekti, SH. Menyatakan: “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji dengan seorang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Didalam prakteknya perusahaan pembiayaan melakukan penyerahan hak milik secara fidusia dan dilakukan oleh seluruh perusahaan pembiayaan di Indonesia, jaminan-jaminan untuk pemberian fidusia atas pemindahan hak milik secara kepercayaan adalah kepercayaan yang diberikan secara bertimbal balik oleh pihak yang satu kepada yang lainnya, bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai suatu pemindahan hak milik, sebenarnya
(intern) hanya suatu jaminan saja untuk suatu hutang“. 6.2.Mr. JN. Nicuwenhuis yang diterjemahkan oleh Djasadin Saragih, SH. menyatakan: “Kerugian adalah suatu pengertian yang relative, yang bertumpu pada suatu per-bandingan antara dua badan. Kerugian merupakan selisih (yang merugikan) antara keadaan yang timbul sebagai akibat pelanggaran norma (perbuatan melanggar hukum, wanprestasi dan sebagainya) dan situasi yang seyogyanya akan timbul andai kata pelanggaran norma hukum tersebut tidak terjadi “. 6.3. J. Satrio, SH., menyatakan: “Dalam hal debitur wan-prestasi, bagi kreditur, bagi penerima fidusia tersedia beberapa jalan untuk mengambil pelunasan atas tagihannya itu, yaitu ; a. Melalui gugatan biasa. b. Mendasarkan kepada grosse sertifikat jaminan fidusia. c. Melalui parate eksekusi “. 6.4.Munir, SH., MH., LLM. Menyatakan: “Sebagaimana perjanjian jam-inan hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotik atau hak tanggungan, maka per-janjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian yang bersifat accesoire (perjanjian buntutan) “. 7. Pokok Hasil Penelitian. Didalam pembahasan ini yang dapat dikatakan merupakan pokokpokok hasil penelitian terbagi menjadi dua sub pokok bahasan yang antara lain dapat diuraikan sebagai berikut : 7.1. Akibat hukum wanprestasi atas perjanjian pembiayaan kon-sumen dengan pen-yerahan hak milik secara fidusia.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
6
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
Wanprestasi dari pihak debitur harus dinyatakan ter-lebih dahulu secara resmi, yaitu dengan memperingatkan kepada debitur dan biasanya peringatan ata somatie itu dilakukan oleh Jurusita dari Pengadilan dan dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan: “Siberhutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri me-netapkan bahwa si ber-hutang akan harus lalai dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan “. Pihak tergugat telah dengan nyatanyata me-langgar suatu perjanjian pem-biayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia. Hal ini terbukti bahwa debitur dalam melakukan pembayaran setiap bulannya tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam perjanjian, yaitu tidak tepat pertanggal 23 April dan selama bulan April 2003 sampai dengan tanggal 11 Agustus 2003 tidak ada pembayaran dengan keter-lambatan selama 110 (seratus sepuluh) hari, sehingga jumlah total hari keter-lambatannya mencapai selama 579 (lima ratus tujuh puluh sembilan) hari. Atas dasar itulah kreditur dapat melakukan upaya-upaya hukum apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya seperti yang tercantum dalam pasal 1267 KUH Perdata yang menyatakan : “ Pihak ter-hadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, disertai dengan penggantian biaya kerugian dan bunga“. Dari ketentuan pasal 1267 KUH Perdata yang tersebut diatas, maka
dapat diberikan suatu penjelasan, bahwa beberapa akibat hukum yang timbul apabila debitur wanprestasi yaitu ; 7.1.1. Membayar Ganti Rugi. Debitur hanya wajib membayar ganti rugi jika terdapat hubungan kausal antara wanprestasi dengan kerugian. Sedangkan me-nurut Yurisprodensi, hubungan kausal ada apabila bukan hanya wanprestasi yang merupakan condicio sine qua non untuk timbulnya kerugian, tetapi juga ke-rugian itu adalah akibat yang secara wajar dapat diduga adanya wanprestasi. Jadi kerugian yang jumlahnya melebihi batas-batas yang dapat diduga tidak dapat dibebankan kepada debitur untuk membayarnya, kecuali jika ia (debitur) nyata-nyata telah berbuat secara licik melakukan tipu daya seperti yang dimaksudkan oleh pasal 1247 KUH Perdata, bahwa si berhutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah ada atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali hal itu tidak dipenuhinya perjanjian disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukannya. Karena sudah disepakati bersama, jik debitur terlambat dalam membayar setiap bulannya akan dikenakan denda sebesar 0,2 % dari jumlah uang pembayaran yang wajib dibayar setiap bulannya. Untuk Hakim yang mengadili perkara tersebut menjatuhkan denda kepada Ny.Hj. Suwarti selaku
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
7
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
debitur (tergugat I) sebesar Rp. 41.773,66,- (empat puluh satu ribu tujuh ratus tujuh puluh tiga koma enam puluh enam rupiah). Dari sini jelaslah bahwa debitur juga dilindungi oleh UndangUndang, sehingga kreditur dalam menetapkan denda tidak sewenang-wenang (pasal 1250 KUH Perdata). 7.1.2. Pemenuhan Prestasi Bila Masih Dimungkinkan Pelaksanaannya. Atas permohonan pihak kreditur supaya mengembalikan barang itu. Pengadilan boleh boleh memberikan waktu kepada penyewa untuk membayar. Walaupun Pengadilan memerintahkan mengembalikan barang itu, debitur masih mempunyai hak sampai saat barang itu diterima kreditur untuk melunasi seluruh harga sewa beli, kemudian obyeknya dapat dimiliki. Pihak kreditur dalam perkara No. 49/Pdt.G/2004/PN. BWI. Yang penulis angkat tentu berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi dari debitur yaitu sisa penbayaran angsuran selama 14 bulan sebesar Rp. 438.900,- X 14 bulan = Rp. 6.144.600,- (enam juta seratus empat puluh empat ribu enam ratus rupiah) dari debitur. Selain penuntutan untuk pemenuhan sejumlah uang, kreditur sebagai pemberi fasilitas pembiayaan dalam perkara tersebut juga dapat melakukan pengambilan obyek pembiayaan untuk dipindah tangankan kepada pihak ketiga
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
guna pelunasan kewajiban pihak debitur kepada kreditur. 7.1.3. Pembatalan Perjanjian. Pembatalan hanya dapat terjadi apabila meny-angkut perjanjian timbale balik yang sempurna, maksudnya perjanjian dimana masing-masing pihak membebani dirinya dengan suatu perikatan untuk memperoleh tuntutan yang diperjanjikan terhadap pihak lain. Dalam perjanjian timbal balik, kedua belah pihak ada kewajiban memenuhi prestasi. Jika salah satu pihak melakukan wan-prestasi, maka pihak lainnya dapat menuntut pembatalan, jika wanprestasi itu men-genai syarat pokok. Dalam hal pembatalan ini ia tedak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus meminta bantuan kepada hakim yaitu dengan mengajukan gugatan pembatalan. Dengan demikian yang membatalkan perjanjian itu bukanlah wanprestasi melainkan Keputusan Hakim. Wanprestasi hanya sebagai salah satu alasan Hakim dalam menjatuhkan putusannya. Dengan kata lain bahwa wanprestasi hanya sebagai syarat terbitnya Putusan Hakim. Juga jika syarat batal dicantumkan dalam per-janjian, pembatalan harus dimintakan kepada Hakim. Akibat hukum pem-batalan perjanjian ialah bahwa peranjian menjadi lenyap (hapus), jika belum dilaksanakan tidak ada persoalan, Tetapi jika sudah dilaksanakan barang 8
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
yag sudah diterima harus dikem-balikan dan uang yang sudah dibayar juga harus dikembalikan. Sedangkan perkara yang penulis angkat, debitur tidak mengajukan pembatalan perjanjian ke-pada Hakim, sehingga wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dalam perkara ini tidak menimbulkan akibat hukum yang membatalkan perjanjian ini. 7.1.4. Peralihan Resiko. Yang dimaksud dengan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian. Sehingga resiko dalam hukum perjanjian berpokok pangkal kepada keadaan yang memaksa. Didalam perjanjian yang timbal balik, layak dan adil bila salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya. Sedangkan perkara yang penulis angkat, bahwa PT. Adira Dinamika Multi Finance adalah se-bagai pemilik tanpa hak menguasai benda miliknya, karena disini kreditur hanya sebagai penerima fidusia dan bila debitur telah me-lunasi hutangnya, maka debitur menjadi pemilik penuh atas obyek pem-biayaan. Karena dalam perkara ini tidak terjadi suatu hal diluar kesalahan salah satu pihak, maka tidak timbul akibat hukum ini yaitu peralihan resiko. Jadi jelasl-ah bahwa bila terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak,
maka resiko akan beralih pada debitur sebagai pemilik asal obyek fidusia. 7.1.5.Membayar Biaya Perkara. Tentang pembayaran ongkos biaya perkara se-bagai akibat hukum bagi seorang debitur yang wan-prestasi itu termuat dalam Hukum Acara Perdata, pasal 181 ayat (1) HIR. Yang menyebutkan: “Barang siapa yang dikalahkan dengan Keputusan Hakim akan dihukum membayar biaya perkara“. Akan tetapi semua atau sebagian biaya perkara itu dapat diper-hitungkan antara laki-istri, keluarga sedarah dalam turunan yang lurus, saudara laki-laki atau perempuan atau keluarga semenda, lagi pula jika dua belah pihak masing-masing dikalahkan dalam beberapa hal. Seorang debitur yang lalai atau wanprestasi tentu akan dikalahkan kalau sampai terjadi suatu perkara didepan Hakim. Majelis Hakim dalam perkara yang diangkat ini menyatakan bahwa debitur (Ny.Hj. Suwarti) telah melakukan wanprestasi, sehingga tepat kiranya apabila para ter-gugat dihukum untuk mem-bayar biaya perkara sebesar Rp. 154.000,- (seratus lima puluh empat ribu rupiah). 7.2. Eksekusi Terhadap Obyek Jaminan Fidusia. Salah satu cirri dari jaminan hutang kebendaan yang baik adalah manakala hak tanggungan tersebut dapat dieksekusi secara cepat dengan proses yang sederhana, efisien dan mengandung kepastian hukum. Perlu disepakati terlebih dahulu, bahwa yang dinamakan eksekusi
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
9
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
adalah pelaksanaan suatu keputusan pengadilan atau akta. Tujuan dari pada eksekusi adalah peng-ambilan pelunasan ke-wajiban debitur melalui hasil penjualan benda-benda ter-tentu milik debitur atau pihak ketiga pemberi jaminan. Karena itu salah satu terobosan yang dilakukan oleh UndangUndang Fidusia Nomor 42 tahun 1999 adalah dengan mengatur eksekusi fidusia secara bervariasi, sehingga para pihak dapat memilih model eksekusi mana yang mereka inginkan. 7.2.1. Eksekusi Fidusia Dengan Titel Eksekutorial. Akta fidusia merupakan akta yang mempunyai title eksekutorial sehingga dapat dilakukan cara-cara eksekusi (menurut HIR). Salah satu syarat agar suatu cara eksekusi dapat dilakukan adalah bahwa dalam akta tersebut terdapat kalimat yang berbunyi : “ Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “. Kalimat inilah yang memberikan title eksekutorial, yakni title yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan Keputusan Pengadilan. Dengan demikian akta tersebut tinggal dieksekusi, tanpa perlu lagi suatu Keputusan Pengadilan. 7.2.2.Eksekusi Fidusia Secara Parate Eksekusi. Bilamana kreditur melaksanakan eksekusi berdasarkan kekuasaan sendiri, menjual obyek jaminan disebut dengan parate eksekusi. Pelaksanaan parate eksekusi tidak melibatkan pengadilan maupun Jurusita. Kalau dipenuhi syarat pasal 29 ayat (1 b) UndangUndang Fidusia, kreditur bisa Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
menghubungi Juru Lelang dan minta agar ben-da jaminan dilelang. Karena dilaksanakan tanpa melibatkan pihak pengadilan maupun Jurusita, maka kreditur sudah tentu memikul resiko, bahwa ia dalam melaksanakan hak-nya secara keliru, dengan akibat bahwa kreditur me-mikul resiko tuntutan ganti rugi dari pemberi fidusia. Dalam Keputusan Mah-kamah Agung Nomor 3210 K/Pdt/84 dan ke-tentuan dalam pedoman pelaksanaan tugas dan administrasi pengadilan mengatakan untuk menjaga penyalahgunaan, maka penjualan lelang, juga berdasarkan pasal 1178 KUH Perdata selalu baru dapat dilaksanakan setelah ada ijin dari Ketua Pengadilan. 7.2.3. Eksekusi Fidusia Secara Penjualan Dibawah Tangan. Jaminan fidusia dapat juga dieksekusi secara parate eksekusi, dengan cara menjual benda obyek fidusia tersebut secara dibawah tangan,asalkan terpenuhinya syarat-syaratnya. Menurut Undang-Undang Fidusia pasal 29 syarat-syarat untuk mengeksekusi fidusia secara dibawah tangan adalah sebagai berikut : a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan penerima fidusia. b. Jika dengan cara penjualan dibawah tangan tersebut dicapai harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. 10
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
c. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang ber-kepentingan. d. Diumumkan dalam sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di-daerah yang bersangkutan. e. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis. 7.2.4.Eksekusi Fidusia Terhadap Barang Per dagangan Dan Efek Yang Dapat Diperdagangkan. Menurut pasal 31 UU. Nomor 42 tahun 1999 tentang fidusia, eksekusi benda perdagangan atau efek dimana benda tersebut dapat dijual dipasar atau di bursa, dapat dilakukan den-gan cara dipasar atau dibursa sesuai dengan ketentuan yang ada dan berlaku untuk pasar atau bursa tersebut, misalnya bila benda tersebut berupa saham dari perusahaan terbuka yang diper-dagang-kan dibursa efek, maka eksekusi fidusia dapat dilakukan berupa penjualan dibursa efek dengan meng-ikuti peraturan dibursa yang bersangkutan atau berbagai peraturan-peraturan yang berlaku dipasar modal lainnya. Tujuan dari berbagai macam eksekusi yang dapat ditempuh dalam Undang-Undang Fidusia Nomor 42 tahun 1999 tersebut adalah untuk mempermudah dan membantu pihak kreditur untuk menagih hutangnya yang Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
mempunyai jaminan fidusia dengan jalan meng-eksekusi jaminan fidusia tersebut. Hal tersebut kalau kita hubungkan dengan eksekusi yang dilakukan oleh PT. Adira Dinamika Multi Finance, terhadap obyek jaminan fidusia dapat di-simpulkan bahwa pihak kreditur melakukan parate eksekusi dengan penjualan dibawah tangan, tetapi kreditur telah mengesampingkan syarat-syaratnya, sehingga debitur dirugikan.
KESIMPULAN Dari uraian yang telah dibahas pada pembahasan yang tersebut diatas, maka tibalah saatnya untuk memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban secara singkat dari pokok permasalahan. Sedangkan kesimpulannya dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut ; 8.1. Ada beberapa akibat hukum yang timbul bila terjadi wanprestasi atas perjanjian pembiayaan konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia dalam perkara dengan putusan No. 49/Pdt.G/2004/PN. BWI. Pertama, membayar ganti rugi yang diderita oleh kreditur sebesar Rp. 41.773,66 (empat puluh satu ribu tujuh ratus tujuh puluh tujuh koma enam puluh enam rupiah), setelah sebelumnya kreditur menuntut ganti rugi sebesar 0,2 % perhari terlambat, namun karena hal itu bertentangan dengan UU. Bunga kelalaian, maka Majelis Hakim me11
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
mutuskan bunga sebesar 6% setahun. Kedua, memenuhi prestasi bila masih dimungkinkan pelaksanaannya. Debitur telah nyata dinyatakan wanprestasi oleh Hakim, untuk itu debitur wajib memenuhi prestasinya kepada kreditur, yaitu mem-bayar sisa angsuran selama 14 bulan, yakni sebesar Rp.6.144.600,(enam juta seratus empat puluh empat enam ratus rupiah) dan apabila sudah terlunasi, maka debitur menjadi pemilik penuh atas obyek pembiayaan. Ketiga, membayar biaya perkara bila sampai diajukan kemuka Pengadilan, karena debitur terbukti waprestasi, maka sesuai dengan ketentuan pasal 181 ayat (1) HIR, biyaya perkara menjadi tanggungan pihak debitur (pihak yang terkalahkan). 8.2.Eksekusi yang dialami Ny.Hj. Suwarti karena telah lalai (wanprestasi) atas obyek jaminan yang berupa sepeda motor sebenarnya sudah sesuai dengan UU. Nomor : 49 tentang fidusia, Karena PT. Adira Dinamika Multi Finance melakukan eksekusi langsung (parate eksekusi). Namun karena pihak kreditur tidak memperhatikan syarat-syarat untuk dilakukannya parate eksekusi, maka oleh Majelis Hakim diputuskan agar kreditur mengembalikan obyek jaminan kepada debitur, dan BPKB. Masih diperbolehkan disimpan oleh kreditur sebagai jaminan sampai angsuran terlunasi.
9. Saran-Saran. Melalui karya ilmiah ini penulis mempunyai keinginan untuk memberikan saran kepada mereka yang berkepentingan, mudahmudahan ada manfaatnya. Sedangkan saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut ; 9.1. Berkaitan dengan permasalahan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur sebagai penerima fasilitas pembiayaan, penulis menekankan agar para pihak pemberi fasilitas (kreditur) lebih selektif dalam menentukan kliennya. Tindakan ini diperlukan untuk diperolehnya data-data yang akurat, yang nantinya akan membawa keuntungan bagi perusahaan pembiayaan itu sendiri. 9.2.Debitur seharusnya memahami dan meneliti isi perjanjian terlebih dahulu sebelum membubuhkan tanda tangannya. Karena kadang-kadang dalam membuat kuasa, kreditur hanya memikirkan keunungan sepihak seperti yang tertuang didalam perkara yang penulis bahas diatas, yaitu yang dibuat dan ditanda tangani oleh debitur namun demi keuntungan kreditur. 9.3.Majelis Hakim seharusnya menetapkan agar dalam memberikan fasilitas pembiayaan pihak kreditur lebih transparan mengenai berapa bunga yang dikenakan dari harga pokok. Hal ini perlu diperhatikan karena ternyata jumlah total uang pengembalian yang dibayar secara angsuran sebesar 6% dari harga pokok.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
12
Akibat Hukum Wanprestasi Atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia
DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986. Darwan Prinst, SH., Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. Munir Fuadi, SH., Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2000. Nieuwenhuis, SH., Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Airlangga, Surabaya,1985. Oey Hoey Tiong, SH., Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, 1985. Riduan Syahrani,SH., Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1992. Sudikno Mertokusumo, Prof. Dr. SH., Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta, 1977. Soetojo Prawirohamidjojo, R., SH., Dan Asis Safioedin, SH., Hukum Orang Dan Keluarga, Alumni, Bandung, 1986. Subekti, Prof., SH., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001. Subekti, SH., Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1985. Soedewi, Sri, Prof.,Dr., SH, Hukum Perdata ; Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981. Satrio, J., SH., Hukum Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1993. Satrio, J., SH., Hukum Jaminan Hak Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1990.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.5 No.14, Agustus 2008
13