1
PELAKSANAAN UPACARA PELEPASAN PERAHU ADAT SUKU LAUJE DI DESA PALASA LAMBORI KECAMATAN PALASA KABUPATEN PARIGI MOUTONG DI TINJAU DARI ASPEK PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Ahmad Farid1 Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK Tujuan Penelitian adalah (1) Untuk mengetahui makna upacara MolapasePayangan (pelepasan perahu adat) suku lauje di desa palasa lambori Kecamatan palasa Kabupaten Parigi Moutong. (2) Untuk mengetahui dampak hukum yang ditimbulkan dari pelaksanaan upacara Molapase Payangan (pelepasan perahu adat) Di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong. Metode penelitian ini tergolongdeskriptif kualitatif penelitian ini tergolong deskriptif, kualitatif, dengan Unit analisis adalahberjumlah 9 orang terdiri dari tokoh adat 5 orang, tokoh masyarakat 2 orang, dan tokoh pemuda 2 orang. Adapun teknik penelitian ini peneliti menggunakan teknik penelitian lapangan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara. Adapun teknik analis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yang dilakukan secara bersamaan yaitu : reduksi data, penyajian data dan Verifikasi data. Hasil penelitian di lapangan menunjukan bahwa: (1) Untuk megetahui makna upacara MolapasePayangan (pelepasan perahu adat) suku lauje di desa palasa lambori Kecamatan palasa Kabupaten Parigi Moutong Hingga saat ini masih tetap di lestarikan (2) Untuk mengetahui dampak hukum yang ditimbulkan dari pelaksanaan upacara Molapase Payangan (pelepasan perahu adat) Di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan makna yang terkandung dalam upacara pelepasan perahu adat di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong adalah menjauhkanya masyarakat dari segala penyakit yang sudah berlangsung turun temurun. Pelepasan perahu adat adalah salah satau adat yang hingga saat ini masih tetap di pegang teguh dan dilestarikan masyarakat Palasa Lambori dan adapun dampak hukum yang ditimbulkan pelepasan perahu adat yaitu penguat hukum atau sangsi tentang hukum adat disesuaikan dengan kepahaman rakyat, yaitu baik dalam arti adat sopan santun maupun dalam arti hukum adat yang ada di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong khususnya di Desa Palasa Lambori.
1
Penulis ini adalah Mahasiswa FKIPUniversitas TadulakoProgram Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS, Semester akhir yang bernama : Ahmad farid
2
I.
PENDAHULUAN
Nilai-nilai hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, kaitanya untuk pelaksanaan Upacara Pelepasan Perahu Adat (Molapase Payagan) di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong khusunya di Desa Palasa sangat di junjung tinggi oleh adat istiadat yang ada di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong khususnya di Desa Palasa, di mana dapat dilihat dari adanya pengorbanan yang berupa pemotongan hewan (Ayam Putih), sehingga dalam hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat Palasa Lambori secara tidak langsung sangat mendukung nilai-nilai adat, moral dalam hal Pelaksanaan Pelepasan Perahu Adat (Molapase Payagan).Karena peneliti ingin mengetahui bagaimana untuk tata cara pelaksanaan Pelepasan Perahu Adat di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong khususnya di Desa Palasa Lambori, maka dari itu peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang nilai-nilai adat terdapat dalam Pelepasan Perahu Adat (Molapase Payagan) di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong khususnya di Desa Palasa Lambori. Pelaksanaan Pelepasan Perahu Adat adalah sebuah fenomena di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong pada hakekatnya perkembangan hukum adat tidak dapat di pisahkan dari perkembangan masyarakat penduduknya, dalam hukum, berperanan penting dalam hukum adat tersebut. Hukum yang akan dibentuk didasarkan pada hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Bila hukum adat yang mengatur sesuatu banding kehidupan di pandang tidak sesuai dengan kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat tersebut agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para ketua adat. Hukum adat mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain persentuhan dapat mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadap adat. Selain terkodifikasi, hukum adat memiliki corak: 1. Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisional, bahwa peraturan hukum adat umumnya pada rakyat dianggap berasal dari nenek moyang yang legendaries (hanya ditemui dari cerita orang tua). 2. Hukum adat dapat berubah, perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan menganti peraturan-peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan bahari akan tetapi perubahan terjadi oleh pengaruh kejadian-kejadian, pengaruh keadaan hidup yang selalu silih datang berganti-ganti. Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikerapkan oleh pemangku adat (terutama oleh kepala-kepala adat), pada situasi tertentu dan kehidupan sehari-hari, dan peristiwa-peristiwa demikian ini sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian, perubahannya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka, bahwa peraturanperaturan lama tetap berlaku bagi keadaan-keadaan baru.
3
3. Kesanggupan hukum adat menyesuaikan diri. Justru karena pada hukum adat terhadap sifat hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang moderen), memperlihatkan kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan yang luas suatu hukum sebagai hukum adat.Yang terlebih-lebih ditimbulkan keputusan dikalangan perlengkapan masyarakat belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru, hukum adat berurut berakar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitranya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. II. METODE Berdasarkan pada masalah, tujuan dan kegunaan penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan masalahmasalah yang berhubungan dengan kajian penelitian ini dengan memberi penjelasan yang lengkap terhadap pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat di Desa Palasa Lambori. Setiap penelitian yang mengiginkan data yang objektif maka pada dasarnya peneliti akan berhadapan dengan berbagai objek penelitian. Selanjutnya objek penelitian ini akan diharapkan menjadi informasi, informasi adalah masyarakat atau elemen yang di teliti seperti tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda. Data yang ditelusuri bersifat homogeny karena itu pengambilan sampel di lakukan dengan cara purposive sampling misalnya sampel di tentukan berjumlah 9 orang terdiri dari tokoh adat 5 orang, tokoh masyarakat 2 orang, dan tokoh pemuda 2 orang. III. HASIL Tradisi Molapase payagan adalah upacara adat warga Palasa Lambori, sedangkan arti Molapase payagan adalah menolak atau mendorong, dalam pengertian menolak tahun yang lama dan siap menerima tahun yang baru. Pada masa lalu, upacara adat ini dilaksanakan di tepi pantai dengan melarung sebuah perahu kecil terbuat dari kayu berisikan hasil bumi. Tradisi ini dilangsungkan oleh masyarakat setempat ditujukan sebagai rasa syukur atas hasil bumi, kesehatan, serta dijauhkannya dari malapetaka sudah berlangsung turun-temurun. Upacara yang biasanya yanng dilaksanakan setiap tahun merupakan warisan nenek moyang yang terus dilestarikan warga yang mendiami desa palasa lambori dan sudah menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat. Dalam prosesi tradisi molapase payangan, diawali dengan penjemputan tamu kehormatan oleh ketua kampung atau pihak penyelenggara yang diarak menuju bangsal yang telah disediakan sambil diringi tari-tarian adat warga Palasa Lambori Sulawesi Tegah.
4
Kemudian dilanjutkan dengan ritual percikan air serta doa-doa khusus yang dipanjatkan menggunakan bahasa asli Lauje yang umunya mogutu nuwadae berarti ucapan syukur atas semua yang telah dilewati selama setahun oleh tokoh adat. Selanjutnya dilaksanakan upacara melepas perahu kecil yang berisi berbagai hasil panen masyarakat ke tengah laut yang dilaksanakan oleh para tokoh adat. Pelepasan perahu kecil ke tengah laut merupakan simbolisasi membuang sesuatu yang buruk di tahun yang baru dengan dibiarkan hanyut agar sesuatu yang tidak diinginkan tidak terjadi di kampung setelah pelaksanaan perayaan Molapase payangan (pelepasan perahu adat). 1. Makna yang Terkandung dalalm Pelepasan Perahu Adat Suku Lauje Kecamatan Palasa KabupatenParigi Moutong Khususnya Desa Palasa Lambori. Berdasarkan hasil wawancara pada tangal 15 Februari 2013 pada bapak Sa’min, beliau sedikit bercerita tentang kejadian yang aneh, yaitu banyaknya warga yang terkena penyakit gatal-gatal satu desa khusus Desa Palasa Lambori dan banyaknya warga yang meninggal dunia pun nsangat aneh, karena warga yang meninggal dunia itu tengelam di muara Sungai Palasa Lambori dan yang megherankan mayat tersebut tidak di ketemukan dan tidak muncul ke permukaan laut, namun setelah ketua adat melepaskan ayam putih barulah mayat tersebut muncul ke permukaan laut, ketua adat megatakan peristiwa ini karena lambatnya pengadaan pelepasan perahu adat. Adapun makna dari pelepasan perahu adat ini yaitu memberi makan para makhluk halus yang ada di laut maupun di darat . Masyarakat Palasa Lambori sangat heran dengan kejadian yang aneh dan pertama kali terjadi di Desa Palasa Lambori. Namun, bapak Sa’amin mengatakan peristiwa tersebut karena lambatnya pengadaan upacara pelepasan perahu adat, namun hal tersebut bertentangan dengan keyakinan tokoh-tokoh Agama Islam di Desa Palasa Lambori para tokoh agama mengatakan peristiwa tersebut bukan karena lambatnya pengadaan upacara pelepasan perahu adat tersebut semua itu karena sudah dari kehendak sang pencipta. Namun, para tokoh-tokoh adat tetap berpegang teguh terhadap keyakinan adat, dan ternyata setelah di adakanya upacara pelepasan perahu adat tersebut penyakit yang aneh yang terjadi di Desa Palasa Lambori tersebut hilang seketika dan yang meninggal sudah berkurang. Dan yang lebih megherankan lagi ada salah satu sando dalam pengertian yang megobati, allmarhum merupakan para tokoh adat yang menari-nari di upacara pelepasan perahu adat allmarhum bernama Sinai Lumpi yang artinya mama Lumpi, allmarhum merupakan tokoh adat yang di sukai masyarakat Palasa Lambori. Allmarhum semasa hidupnya dalam tata cara pengobatan penyakit yang mengherankan, allmarhum pun terkena penyakit yang sangat-sangat mengherankan dan yang lebih mengherankan lagi masyarakat Palasa Lambori sangat heran dengan penyakit mama Lumpi , allmarhum terkena penyakit seluruh tubuhnya di penuhi luka-luka, namun lambat laun luka tersebut sudah membusuk, masyarakat Palasa Lambori sudah menganjurkan kepada allmarhum untuk berobat ke dokter, namun allmarhum menolak dan allmarhum mengatakan dia tidak akan
5
meninggal walaupun tidak makan dan tidak minum selama tiga hari tiga malam, masyarakat Palasa Lambori sangat heran dengan perkataan allmarhum mama Lumpi, menurut teman-teman tokoh adatnya beliau tidak akan meninggal dunia jika beliau tidak melepaskan ilmu yang beliau miliki hal ini menurut masyarakat sangat mustahil dan tidak masuk akal fikiran, memang sangat benar meskipun seluruh tubuh beliau di penuhi luka-luka yang sudah membusuk beliau tidak meninggal dunia, namun ada salah satu warga Palasa Lambori yang bernama Sa’am beliau merupakan tokoh agama atau P2N dan merupakan teman dekat dari allmarhum, bapak Sa’am memberikan nasihat kepada mama Lumpi untuk melepaskan ilmu yang allmarhum miliki, barulah mama Lumpi meninggal dunia. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 15 Februai 2013 pada bapak Cahud kepala adat warga palasa lambori beliau megatakan adapun makna yang terkandung dalam pelepasan perahu adat yaitu, menjauhkannya masyarakat dari segala macam penyakit yang sudah berlangsung turun temurun dan menjauhkanya masyarakat dari segala macam bahaya yang terjadi di laut maupun di darat. Sebelum dilaksanakannya pelepasan perahu adat yang berisikan hasil bumi, perahu adat di tempatkan di rumah kepala adat sambil di adakanya tarian-tarian dan doa-doa selama tiga hari tiga malam dan di saksikan masyarakat Palasa Lambori. Kemudian di lanjutkan dengan ritual Pelepasan Perahu adat ke tengah lautan sambil di iringi tari-tarian dan doa-doa, dan setelah perayaan pelepasan perahu adat tersebut masyarakat palasa lambori di anjurkan selama tiga hari tiga malam masyarakat tidak di perbolehkan untuk menebang pohon atau menggali lubang dan bagi masyarakat yang melanggar peraturan tersebut akan di kenakan sangsi atau denda berupa uang minimal Rp.100.000 perorang. 2. Bagaimanakah dampak hukum yang di timbulkan pelaksanaan upacara Pelepasan Perahu Adat menurut hukum Adat di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong khususnya di Desa Palasa Lambori. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dilapangan, pada umumnya masyarakat di Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong khususnya di Desa Palasa Lambori berasumsi bahwa mereka sangat setuju melakukan upacara pelaksanaan pelepasan perahu adat karena di lihat kenyataannya harus ada sangsi atau denda,karena hal tersebut sangat mendukung norma-norma, moral yang ada dan berlaku di masyarakat serta hukum adat. Namun kenyataannya pelaksanaan upacara pelepasan perahu ini semakin menarik maka harapan masyarakat semoga tetap dilestarikannya sebuah pelepasan perahu adat. Menurut pernyataan Bapak Cahud’. (hasil wawancara pada tanggal 15 Februari 2013), yang mengatakan bahwa selama tiga hari tiga malam setelah pelepasan perahu adat, masyarakat palasa lambori tidak di perbolehkan menebang pohon atau menggali lubang, bagi masyarakat palasa lalmbori yang melanggar aturan tersebut akakn di kenakan sangsi atau denda berupa uang. Aturan tersebut di terapkan para tokoh-tokoh adat untuk kebaikan warga yang mendiami Desa Palasa Lambori di Kecamatan palasa kabupaten Parigi Moutong khususnya di Desa Palasa Lambori. Namum lambat laun aturan tersebut sudah tidak berlaku
6
bagi kalangan masyarakat, sesuai dengan adanya perkembangan zaman dewasa ini. Setelah aturan yang berlaku dalam masyarakat sudah tidak diterapkan, akhirnya jumlah yang melangar hukum adat ini semakin bertambah banyak dan hal ini sangat dikagumi oleh masyarakat setempat. Karena hal tersebut sangat menguntungkan diri kita dan orang di sekelilingnya, juga merupakan perbuatan yang sangat unik. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus menanamkan dan membekali anak-anak kita sejak dari usia dini dengan pendidikan yang kuat karena mereka merupakan generasi muda penerus bangsa yang mempunyai pedoman hidup yang tinggi dalam menghadapi era globalisasi ini. Berdasarkan wawacara dengan Bapak Cahud (hasil wawancara pada tanggal 15 Februari 2013), beliau menuturkan bahwa selama ini usaha pemerintah ataupun tokoh masyarakat untuk mempertahankan sebuah pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat semoga tetap di lestarikan terutama adat-adat di Kecamatan palasa Kabupaten Parigi Moutong khususnya di Desa palasa lambori, olehnya itu diharapkan kepada pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya dapat memberikan arahan kepada generasi mudah. Karena hal tersebut sangat menguntungkan bagi kita apabila kita tetap melestarikannya, serta perlu juga adanya kesadaran dari masyarakat. Masyarakat berharap agar tetap di lestarikannya suatu pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat serta aturan-aturannya yang berlaku sekarang ini, Dan di buat aturannya yang tegas, dan barang siapa yang melanggarnya aturan tersebut akan dikenakan sanksi yang seberat-beratnya. Dampak hukum yang ditimbulakan pelepasan perahu adat yaitu penguat hukum atau saksi tentang hukum adat disesuaikan dengan kepahaman rakyat, yaitu baik dalam arti (adat) sopan santun maupun dalam arti hukum adat yang ada di kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong khususnyan di desa Palasa Lambori. 1.
Aspek Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosiokultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004). PPKn mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum 2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam be ntuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama,
7
kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat Pendidikan Menengah Umum ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan. 2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional. 3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. 4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga negara. 5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi. 6. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi. 7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. 8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.http://degungwira.blogspot.com/2012/05/ruang-lingkup-pendidikan.html di akses 8 juni 2013
8
2.
Karakteristik Warga Negara yang Demokrat Untuk membangun suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadaban, maka setiap warga Negara yang di sebut sebagai demokrat, yakni antara lain sebagai berikut: 1. Rasa hormat dan tanggug jawab 2. Bersikap kritis 3. Membuka diskusi dan dialog 4. Bersikap terbuka 5. Rasional 6. adil 7. jujur Beberapa karakteristik warga negara yang demokrat tersebut, merupakan sikap dan sifat yang seharusnya melekat pada seorang warga negara. Hal ini akan menampilkan sosok warga negara yang otonom yang mempunyai karakteristik lanjutan sebagai berikut: a. memiliki kemandirian b. memiliki tanggung jawab pribadi, politik dan ekonomi sebagai warga negara c. menghargai martabat manusia dan kehormatan pribadi d. berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan denganpikiran dan sikap yang santun. e. mendorong berfungsinya demokrasi konstitusional yang sehat. Pada umumnya ada dua kelompok warga negara dalam suatu negara, yakni warga negara yang memperoleh status kewarganegaraan melalui stelsel pasif/operation of law dan melalui stesel aktif/by registration.Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 62/1958 bahwa ada tujuh cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia , yaitu karena kelahiran, pengangkatan, dikabulkannya permohonannya, pewarganegaraan , turut ayah dan atau ibu serta karena pernyataan.http://degung-wira.blogspot.com/2012/05/ruanglingkup-pendidikan.html di akses 8 juni 2013 3. maksudpelaksanaanupacarapelepasanperahuadat Upacara pelepasan perahu adat di pertahankan dan di atas dasar kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat denggan mempertahankan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan pada leluhur. Adapun maksud dari pada pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat yaitu untuk kesejahteraan dan keselamatan umat manusia di dalam pergaulan dan senantiasa mendidik manusia lebih beradab dan selalu memiliki ahlak yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut T.A Latief Rousydiy, (1988 : 117) maksud dari pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat antara lain: 1. Mendidik manusia untuk lebih beradab dan memiliki ahlak yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Untuk keselamatan dan kesejahteraan umat mnusia.
9
4. Tata Cara dan Bentuk Pelaksanaan Pelepasan Perahu Adat Tata sajian upacara adat Suku Lauje yang di uraikan dalam skripsi ini adalah merupakan salah satu dari keanekaragaman warisan budaya Suku Lauje yang mendiami Desa Palasa Lambori pada umumnya memiliki nilai leluhur yang patut di lestarikan. Bertolak dari pemikiran tersebut di atas, merupakan upaya yang di lakukan oleh penulis untuk menyelidiki dan memahami arti dari suatu adat kebiasan yang mempunyai nilai-nilai kearifan yang sudah berabad-abad lamanya dilaksanakkan dan tetap di pertahankan dari saat ini dan masa-masa mendatang. Pelestarian nilai-nilai budaya bangsa bukanlah hanya untuk masa sekang, akan tetapi juga untuk masa mendatang sehingga nilai-nilai etnis dan pandangan hidup dalam masyarakat seperti hanya tata sajian upacara adat suku Lauje di Sulawesi tengah ini dapat di lestarikan secara terus menerus termasuk masyarakat penduduknya harus tetap dibina dan mendapatkan perhatian yang serius. Wajarlah kita salah satu bangsa di dunia yang terdiri dari beberapa kelompok etnis dengan berbagai corak kebudayaan, tetap memelihara dan melestarikan semua budaya yang ada tanpa melihat setiap pemiliknya karena semua budaya yang ada di persada nusantara ini adalah milik kita bersama (Debdikbud, 1991:5) Guna menambah perbendaharaan khasanah pustaka yang dapat menyimpan semua informasi budaya daerah pada umumnya dan budaya Sulawesi tengah pada khususnya, maka salah satu budaya yang di angkat oleh penulis di dalam sikripsi ini adalah budaya upacara pelepasan perahu adat yang merupakan bagian dari semua keanekaragamaan jenis budaya ada di persada nusantara ini. Untuk lebih megenal bentuk pelaksanaan atau tata cara penyelengaraan upacara pelepasan perahu adat ini, penulis akan meguraikan satu persatu dari empat jenis kegiatan dalam tata cara pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat tersebut sebagai berikut: a. Metopolingsong (musyawarah) lembaga ketua adat Palasa Lambori Musyawarah lembaga ketua adat (dewan adat) bertujuan untuk menentukan waktu yang paling tepat untuk peleksanaan upacara pelepasa perahu adat. Upacara pelepasan perahu adat biasanya jatuh pada hari selasa dan jum’at, setelah hasil keputusan musyawarah dewan adat tadi di sepakati pemerintah langsung mengugumkan kepada seluruh anggota masyarakat mengenai waktu serta biaya pelaksanaan yang dibebankan kepada setiap kepala rumah tangga. Biasanya tokohtokoh adat akan mendatangi setiap rumah warga untuk memintah dana untuk perayaan upacara pelepasan perahu adat. a. Acara pemberian sesajen di dalam perahu adat Sebelum perahu adat di lepas ketegah lautan, para tokoh masyarakat, dewan adat, dan tokoh pemuda, dan semua masyarakat Palasa Lambori mempersiapkan semua perlengkapan untuk sesajen ke dalam perahu adat. Adapun perlengkapan tersebut yaitu: 1. Pulutmegang (pulut merah) 2. Pulut melili (pulut kuning) 3. Pulut meitong (pulut hitam) 4. Pulut memeas (pulut putih)
10
5. Golau nu manu sau binoluhu(telur ayam yang sudah di rebus) Keempat macam nasi tersebut di bungkus dengan menggunakan daun pisang. b. Acara makan bersama Dalam acara makan bersama ini, seluruh dewan adat bersama dengan masyarakat yang sempat megikuti jalanya pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat tersebut di persilahkan untuk mencicipi maakanan yang telah di sediakan oleh ibu-ibu dan juru masak lainya secara bersama-sama. Dan kemudian dilanjukan dengan pelepasa perahu adat ketengah lautan. c. Pembacaan do’a selamat Pembacaan do’a selamat di laksanakan setelah pelepasan perahu adat ketegah lautan, pembacaan do’a di pimpin salah seorang jogugu, setelah pembacaan do’a selesai acara selanjutnya di isi degan tari-tarian di tepi pantai sambil di irigi gendang. Hal ini merupakan ungkapan kegembiraan bahwa acara pelepasan perahu adat sudah terlaksana degan baik . IV. PEMBAHASAN A. Proses Pelaksanaan UpacaraPelepasan Perahu Adat Beberapa bentuk kegiatan sebagai mana telah penulis kemukakan pada Bab terdahulu. Dalam bentuk pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat, semua warga palasa lambori harus hadir pada upacara pelepasan perahu adat tersebut, dan yang palig berperan dalam pimpinan adat atau yang sering di sebut “tantalo’an” yang di bantu oleh anggota adat. Untuk lebih jelasnya Komponen pelepasan perahu adat dapat di kemukakan berikut: a. Ada manusia orang yang mempergerakan b. Terdapat pesan-pesan yang di sampaikan c. Pakai alat (tombak, pedang ,gimba, perahu adat, dan baju adat) d. Terdapat sekelompok kecil/besar orang yang menerima pesan yaitu warga masyarakat yang hadir dalam perayaan upacara pelepasan perahu adat. B. Sifat pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat a. Pelaksanaanya secara tatap muka b. Pelaksanaanya secara lisan untuk meminta kemurahan rezeki pada tuhan. C. Jalanya upacara pelepasan perahu adat Melaksanakan/meyelenggarakan upacara pelepasan perahu adat memerlukan suatu tahapan-tahapan pelaksananya, mulai dari perencanaan, persiapan sampai pelaksanaanya. Jalanya upacara menurut tahapan-tahapanya meliputi: 1. Molilisonang ( bermusyawarah) adalah salah satu rangkaian upacara pelepasan perahu adat yang dilakukan untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat. Peserta musyawarah sebagai berikut:
11
a. Jogugu, sebagai pimpinan adat bertugas untuk mengundang merekamereka yang terlibat dalam pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat. b. Pongava, bertugas untuk menginstruksikan pada mereka-mereka yang di undang agar hadir dalam molilisonang. c. Topogombo, betugas menyampaikan pada masyarakat tentang segala sesuatau yang telah di sepakati oleh masyarakat. d. Orang tua adat yaitu: - Menentukan pelaksanaan upacara - Menentukan tempat pelaksanaan upacara - Menentukan pihak-pihak yang di tugaskan membawa persiapan upacara pelepasan perahu adat. - Mempertegas pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat yaitu ketua adat . D. Upacara pongopusang adalah merupakan upacara inti dan puncak dari seluruh kegiatan-kegiatan yang di lakukan dalam rangkayan pelaksanaan upacara pelepasan perahu adat upacara di laksanakan dengan beberapa kegiatan yaitu: 1. Topombasa saumobaraka Upacara pelepasan perahu adat dimulai dengan cara topombasa saumobaraka atau mogane adapun yang di maksud topombasa saumobaraka ialah seseorang yang di percayakan sebagai pembaca mantra yang di anggap memeiliki makna atau daya kekuatan untuk dapat berhubungan dengan dewa-dewa. Sebelum perahu adat di lepas ke tegah lautan perlu di siyapkan segala sesuatunya di tempat upacara, degan satu kegiyatan yang di sebut monusu’a nugasang sau melili. Pertama tama menancapkan bambu kuning ke dalam pasir sebagai tiang dan lambang kesetiaan pada leluhur dan perahu adat siap di lepas ke tegah lautan. Yang bertugas untuk menancapkan bambu kunig tersebut adalah jogugu merupakan raja dari ketua adat. Pada saat mendirikan gasang sau melili jogugu membacakan do’a: 1. Sau poguwasa li golung ma lipetu: penguwasa di langit dan penguwasa di bumi 2. Saulituhunye siligaame liyangkopoye : yang di atas lihatlah kami yang di bawah 3. Saulituhunye siligaame liyangkope liame momogi turuge: yang di atas lihatlah kami yang di bawah kami memohon ampun. E. Makna dan symbol dalam upacara pelepasan perahu adat a. Pera b. hu adat: berfungsi membuang penyakit ketegah lautan c. Golaunumannu (telur ayam) di letakan di atas nasi pulut yang di bentuk lengkung. Hal tersebut di simbolkan bahwa seorang raja yang di keliligi oleh rakyatnya. d. Tombak: berfungsi sebagai perlindungan masyarakat
12
e. f. g.
Piging (pedang) berfungsi melindugi masyarakat Bambu kunig: berfungsi sebagai pegabdian kepada leludur Gendang: berfunsi memanggil para makhluk halus (Hasil wawancara dengan ketua adat pada tanggal 17 februari 2012).
V. KESIMPULAN DAN SARAN a.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dapat di ambil kesimpulan bahwa makna yang terkandung dalam upacara pelepasan perahu adat adalah menjauhkanya masyarakat dari segala penyakit yang sudah berlangsung turun-temurun dan adapun dampak hukum yang di timbulkan dari upacara pelepasan perahu adat di sesuaikan dari kepahaman masyarakat yang mendiami Desa Palasa Lambori. b. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan semoga hasilnya dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha meningkatkan dan mempertahankan adat istiadat molapase payangan ( Pelepasan Perahu adat). Dan di harapkan saran-saran kepada tokoh adat untuk selalau megajarkan adat istiadat kepada anak-anak muda, agar adat tersebut tetap di pertahankan dan di lestarikan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Bushar Muhammad.,1976. Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta. Pradnya Paramita http://degung-wira.blogspot.com/2012/05/ruang-lingkup-pendidikan.html Soepomo.,1981.Bab-Bab tentang Hukum Adat, Jakarta.Pradnya Paramita Soerojo Wignojodipoera.,1995. Pengantar dan Jakarta.PT. Toko Gunung Agung
Azas-Azas
Hukum Adat,
Van Vollenhoven.,1987.Penemuan Hukum Adat, Jakarta. Penerbit Djambatan