Prospek dan Arah Pengembangan
AGRIBISNIS TANAMAN OBAT
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian 2005
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho Allah subhanahuwataala, seri buku tentang prospek dan arah kebijakan pengembangan komoditas pertanian dapat diterbitkan. Buku-buku ini disusun sebagai tindak lanjut dan merupakan bagian dari upaya mengisi “Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan” (RPPK) yang telah dicanangkan Presiden RI Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005 di Bendungan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Keseluruhan buku yang disusun ada 21 buah, 17 diantaranya menyajikan prospek dan arah pengembangan komoditas, dan empat lainnya membahas mengenai bidang masalah yaitu tentang investasi, lahan, pascapanen, dan mekanisasi pertanian. Sementara 17 komoditas yang disajikan meliputi: tanaman pangan (padi/beras, jagung, kedelai); hortikultura (pisang, jeruk, bawang merah, anggrek); tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, tebu/gula, kakao, tanaman obat, kelapa, dan cengkeh); dan peternakan (unggas, kambing/ domba, dan sapi). Sesuai dengan rancangan dalam RPPK, pengembangan produk pertanian dapat dikategorikan dan berfungsi dalam : (a) membangun ketahanan pangan, yang terkait dengan aspek pasokan produk, aspek pendapatan dan keterjangkauan, dan aspek kemandirian; (b) sumber perolehan devisa, terutama terkait dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di pasar internasional; (c) penciptaan lapangan usaha dan pertumbuhan baru, terutama terkait dengan peluang pengembangan kegiatan usaha baru dan pemanfaatan pasar domestik; dan (d) pengembangan produk-produk baru, yang terkait dengan berbagai isu global dan kecenderungan perkembangan masa depan. i
Sebagai suatu arahan umum, kami harapkan seri buku tersebut dapat memberikan informasi mengenai arah dan prospek pengembangan agribisnis komoditas tersebut bagi instansi terkait lingkup pemerintah pusat, instansi pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, dan sektor swasta serta masyarakat agribisnis pada umumnya. Perlu kami ingatkan, buku ini adalah suatu dokumen yang menyajikan informasi umum, sehingga dalam menelaahnya perlu disertai dengan ketajaman analisis dan pendalaman lanjutan atas aspek-aspek bisnis yang sifatnya dinamis. Semoga buku-buku tersebut bermanfaat bagi upaya kita mendorong peningkatan investasi pertanian, khususnya dalam pengembangan agribisnis komoditas pertanian.
Jakarta,
Juli 2005
Menteri Pertanian,
Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS
KATA PENGANTAR Sasaran visi “Indonesia Sehat 2010” adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Program untuk mencapai sasaran tersebut adalah meningkatkan cara pengobatan tradisional yang berkelanjutan dan bermanfaat baik secara tersendiri maupun terpadu dalam jaringan pelayanan kesehatan paripurna. Dilihat dari prospeknya untuk menghasilkan produk-produk baru yang permintaanya akan terus tumbuh pesat, tanaman obat dapat dikategorikan sebagai sekelompok tanaman yang dapat mengisi upaya Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yang telah dicanangkan pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat oleh Bapak Presiden RI. Kecenderungan masyarakat modern untuk kembali ke alam, telah mendorong peningkatan nilai perdagangan produk-produk obat herbal atau fitofarmaka. Indonesia adalah negara kedua terbesar keragaman hayatinya, tetapi pangsa pasarnya dalam perdagangan tanaman obat tertinggal jauh dengan Malaysia dan Thailand. Peluang investasi agribisnis tanaman obat, khususnya dari kelompok temutemuan seperti temulawak, kunyit, kencur, dan jahe, masih sangat terbuka. Diperkirakan pada tahun 2010, pangsa obat tradisional domestik akan meningkat menjadi Rp 7,2 triliun dari Rp 2,0 triliun tahun 2003. Kecenderungan yang sama terjadi di pasar global. Di samping itu, nilai tambah rimpang menjadi simplisia mencapai 7 - 15 kali dan pengolahan menjadi ekstrak mencapai 80 - 280 kali. Areal pengembangan yang sesuai tersebar luas di berbagai daerah dan varietas unggul telah tersedia. Buku ini menyajikan prospek dan arah pengembangan agribisnis tanaman obat unggulan dilengkapi perkiraan investasi, kebutuhan
ii
iii
infrastruktur dan kebijakan pemerintah yang diperlukan. Semoga buku ini dapat berguna bagi para pemangku kepentingan (stake holder) pengembangan agribisnis tanaman obat. Jakarta,
TIM PENYUSUN Penanggung Jawab
: Dr. Ir. Achmad Suryana Kepala Badan Litbang Pertanian
Ketua
: Dr. Ir. David Allorerung Kepala Pusat Litbang Perkebunan
Anggota
: Dr. Syafril Kemala Dr. Otih Rostiana Dr. Molide Rizal Drs. Mono Rahardjo, MS Dra. Sri Yuliani Ir. Sugiharto, MS
Juni 2005
Kepala Badan Litbang Pertanian
Dr. Ir. Achmad Suryana
Badan Litbang Pertanian Jl. Ragunan No. 29 Pasarminggu Jakarta Selatan Telp. : (021) 7806202 Faks. : (021) 7800644 Em@il :
[email protected] Pusat Litbang Perkebunan Jl. Tentara Pelajar 1, Bogor 16111
iv
Telp.
: 0251-311083, 336194
Faks.
: 0251-336194
Em@il
:
[email protected]
v
RINGKASAN EKSEKUTIF Indonesia memiliki ketergantungan yang besar terhadap bahan baku dan obat konvensional impor senilai 160 juta USD/tahun, sehingga perlu disubstitusi oleh produk dalam negeri. Trend global ”back to nature” menunjukkan pertumbuhan pesat, termasuk di Indonesia, sehingga “jamu” sebagai produk tanaman obat (TO) khas Indonesia memiliki arti strategis di bidang kesehatan, juga dalam “Program Revitalisasi Pertanian” yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan TO untuk pelayanan kesehatan formal, sebagai sumber devisa dan PDB di Indonesia adalah: (1) belum ada dukungan politik yang kuat dari pemerintah untuk menjadikan TO obat resmi dan salah satu sumber kesejahteraan rakyat, (2) belum ada program menyeluruh dan terpadu dari hulu hingga hilir untuk pengembangan dan pemanfaatan TO nasional ; (3) kurangnya koordinasi dan sinkronisasi program antar instansi pemerintah, swasta dan litbang, sehingga program yang ada menjadi kurang terarah, kurang efektif dan kurang efisien; (4) Undang-undang kesehatan yang ada belum kondusif bagi pemanfatan TO dalam pelayanan kesehatan formal. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional (IOT), jumlah petani dan tenaga yang terlibat, prospek pengembangan dan trend investasi ke depan, lima komoditas TO yang potensial untuk dikembangkan adalah temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng. Keempat jenis tanaman rimpang-rimpangan tersebut paling banyak digunakan dalam produk jamu karena diklaim sebagai penyembuh berbagai penyakit (degeneratif, penurunan imunitas, penurunan vitalitas). Purwoceng sangat potensial sebagai komplemen dan substitusi ginseng impor dalam rangka menghemat devisa negara. Produk setengah jadi dari tanaman temulawak, kunyit, kencur dan jahe adalah simplisia, pati, minyak, ekstrak. Produk industrinya adalah makanan/minuman, kosmetika, sirup, instan, bedak, tablet dan kapsul. Produk setengah jadi purwoceng adalah simplisia dan ekstrak,
vi
produk industri dalam bentuk jamu seduh, minuman kesehatan, pil atau tablet/kapsul. Pengolahan dan diversifikasi produk primer (rimpang) menjadi produk sekunder (simplisia) memiliki nilai tambah sebesar 7 15 kali, sedangkan dari rimpang menjadi ekstrak sebesar 80 280 kali. Potensi purwoceng sebagai afrodisiak tercermin dari begitu maraknya bisnis produk sejenis dewasa ini. Pasar yang menyerap produk agribisnis hulu dan hilir TO adalah 1.023 perusahaan industri obat tradisional (IOT) yang terdiri dari 118 IOT (aset > Rp. 600 juta) dan 905 IKOT (industri kecil obat tradisional, aset < Rp. 600 juta) . Daya serap IKOT/IOT dan industri farmasi rata-rata sebesar 63%, ekspor 14%, dan konsumsi rumah tangga 23%. Laju pertumbuhan IOT 6,40%/tahun sedangkan IKOT (1,8%/tahun). Dalam waktu enam tahun (2005-2010) diperkirakan akan terjadi kekurangan suplai bahan baku dari keempat komoditas tersebut, terutama jahe, sehingga terbuka peluang untuk intensifikasi dan/atau ekstensifikasi seluas 10-15% dari areal yang tersedia saat ini. Investasi yang dibutuhkan untuk sektor hulu meliputi perbenihan, penyediaan lahan dan budidaya. Kebutuhan benih (per hektar per tahun) untuk temulawak Rp. 20,95 juta (B/C rasio 3,34), kencur Rp. 26,40 juta (B/C rasio 4,24), kunyit Rp. 22,26 juta (B/C rasio 2,70), jahe Rp. 31,13 juta (B/C rasio 2,89) dan purwoceng Rp. 94,00 juta (B/C rasio 3,09). Kebutuhan investasi agribisnis hilir (pembuatan simplisia) untuk temulawak mencapai Rp. 178,92 milyar, kunyit Rp. 151,098 milyar, kencur Rp. 721,975 milyar, jahe Rp. 1.119 milyar dan purwoceng Rp. 35,366 milyar. Nilai investasi untuk produksi ekstrak temulawak mencapai Rp. 345,857 milyar, kunyit Rp. 448,436 milyar, kencur Rp. 1.364,72 milyar, jahe Rp. 10.091,18 milyar serta purwoceng Rp. 194,277 milyar. Nilai investasi produk turunan temulawak tahun 2005-2010, mencapai Rp. 380,902 milyar, kunyit Rp. 657,282 milyar, kencur Rp. 2.791,11 milyar, jahe Rp. 913,868 milyar dan purwoceng Rp. 108,532 milyar Program yang dibutuhkan untuk pengembangan TO unggulan tersebut adalah: (1) Penetapan wilayah pengembangan berdasarkan potensi, kesesuaian lahan dan agroklimat, sumberdaya manusia dan
vii
potensi serapan pasar; (2) Peningkatan produksi, mutu dan daya saing melalui: (a) penggunaan varietas unggul yang ditanam di tempat yang sesuai dengan penerapan praktek pertanian yang baik (GAP, Good Agricultural Practices) yang didasarkan atas SOP (Standard Operational Procedures) untuk masing-masing komoditas, (b) Panen dan pengolahan produk sesuai dengan GMP (Good Manufacturing Practices); (3) Peningkatan kompetensi sumberdaya manusia melalui: (a) pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam penyediaan bahan baku obat dan sistem pelayanan kesehatan, (b) demplot teknologi produksi bahan tanaman; (4) Pengembangan infrastruktur dan kelembagaan melalui: (a) pembangunan sarana dan prasarana penunjang transportasi, telekomunikasi ke daerah sentra produksi TO, (b) pengembangan kemitraan antara petani dengan industri dan pemerintah; (5) Peningkatan pelayanan informasi, promosi dan pemasaran melalui: (a) pengembangan website, publikasi di media masa dan forum-forum terkait, (b) pembentukan jejaring kerja dan sistem informasi pasar; (6) Penyusunan kebijakan perpajakan dan insentif investasi yang kondusif di sub sistem hulu sampai hilir dalam agribisnis dan agroindustri berbasis TO melalui: (a) deregulasi peraturan yang tidak sesuai, (b) menciptakan lingkungan usaha agribisnis dan agroindustri yang kondusif; (7) Pembentukan data base TO yang valid sebagai acuan dalam perencanaan program nasional pengembangan tanaman obat
viii
DAFTAR ISI Sambutan Menteri Pertanian ............................................. Kata Pengantar .............................................................. Tim Penyusun ............................................................... Ringkasan Eksekutif ........................................................ Daftar Isi ..................................................................... I. PENDAHULUAN ........................................................ II. KONDISI SAAT INI.................................................... A. Usaha Pertanian Primer........................................ B. Usaha Agribisnis Hulu .......................................... C. Usaha Agribisnis Hilir ........................................... D. Pasar dan Harga ................................................ E. Infrastruktur dan Kelembagaan .............................. F. Kebijakan Harga Perdagangan dan Investasi ............. III. PROSPEK, POTENSI, DAN ARAH PENGEMBANGAN ............ A. Prospek Pasar dan Pesaing ................................... B. Potensi Lahan .................................................... C. Arah Pengembangan ........................................... IV. TUJUAN DAN SASARAN ............................................. A. Tujuan ............................................................. B. Sasaran ........................................................... V. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM ......................... A. Kebijakan ......................................................... B. Stategi............................................................. C. Program........................................................... VI. KEBUTUHAN INVESTASI ............................................. A. Usaha Pertanian Primer........................................ B. Usaha Agribisnis Hulu .......................................... C. Usaha Agribisnis Hilir ........................................... D. Investasi Pemerintah ........................................... E. Infrastruktur...................................................... VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN .............................................
i iii v vi ix 1 3 4 5 6 8 10 11 12 12 12 16 26 26 26 27 27 27 29 31 31 34 34 36 40 42 ix