BAB I PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang Masalah
Memasuki kerjasama ekonomi Negara-negara Asia Tenggara melalui Kawasan Perdagangan Bebas Asean (Asean Free Trade Area/AFTA) sejak tahun 2003 dan pasar bebas dunia tahun 2020 akan menimbulkan persaingan ketat baik barang jadi/komoditas maupun jasa. Perkembangan bisnis dan persaingan pasar dewasa ini bergerak dengan sangat cepat dan dinamis. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing baik mutu hasil produksi maupun jasa. Peningkatan daya saing ini dimulai dari penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang merupakan faktor keunggulan menghadapi persaingan.
Kondisi ini juga menutut setiap perusahaan untuk bersikap lebih
tanggap dan proaktif dalam melakukan perekrutan untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) oraganisasi atau perusahaan. Mengingat kebutuhan perusahaan akan SDM yang lebih berkompeten dibidangnya dan ketatnya persaingan diantara para tenaga kerja di dunia kerja maka perlu dilakukan upaya untuk dapat menciptakan tenaga kerja yang berkompeten yang siap memenuhi kebutuhan SDM suatu perusahaan. Hal ini tercantung dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2000 tersebut antara lain diprogramkan upaya meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga kerja yang bertujuan untuk mendorong, memasyarakatkan dan meningkatkan kegiatan pelatihan kerja dan aspek-aspek yang mempengaruhi peningkatan produktifitas tenaga kerja. Sedangkan sasaran program ini adalah ketersediaannya tenaga 1
kerja yang berkualitas, produktifitas dan berdaya saing tinggi, baik dipasar kerja dalam negari maupun luar negari. Oleh karena, SDM dimaksud perlu dipersiapkan baik oleh pemerintah melalui DEPDIKNAS, DEPNAKER, dan/atau Departemen Perdagangan maupun oleh swasta melalui KADIN serta oleh masyarakat pengguna jasa. Persiapan
pengembangan
SDM
yang
berkualitas
antara
lain,
berpendidikan, memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta sikap dan perilaku kerja, terutama bagi tenaga kerja dalam jumlah yang memadai, maka Indonesia tidak akan menjadi korban perdagangan bebas. Pengembangan SDM dimaksudkan dapat meningkatkan kemampuan setiap tenaga kerja, yang berdampak
pada
terpenuhinya
kebutuhan
SDM
perusahaan
sehingga
pertumbuhan hasil kerja sesuai dengan yang diharapkan. Pengembangan SDM yang berkelanjutan
melalui pelatihan-pelatihan
yang didesain sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pelatihan atau pelatihan adalah salah satu sarana agar seseorang dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Pelatihan itu sendiri merupakan suatu bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori (Moekijat 1993:3). Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa suatu training memerlukan banyak komponen, baik bersifat materiil maupun non materiil. Dari segi materiil, dapat diketahui bahwa training memerlukan biaya yang cukup besar sedangkan dari aspek non materill, kegiatan tersebut waktu dan tenaga tersendiri.
2
Sehubungan dengan usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi ketatnya persaingan dalam dunia kerja, maka terbentuklah Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar yang didirikan atas kerja sama antara pemerintah republik Indonesia dan pemerintahan jepang yang masingmasing diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja
Transmigrasi dan Koperasi
Republic Indonesia dan Japan International Cooperation Egency (JICA) pada tahun 1973. Kemudian BLKI Makassar menjadi salah satu unit pelaksana teknis pusat (UPTP) berdasarkan SK Mennakertrans No. Per.06/MEN/III/2006
tanggal
15 maret 2006, secara operational administratif bertanggung jawab langsung kepada Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas dan secara operational teknis dibawah Direktorat Instruktur dan Tenaga Pelatihan (INTALA). Mengingat kenyataan bahwa masih banyaknya jumlah angkatan kerja yang
menganggur
sampai
saat
ini
yang
ditandai
dengan
tambahan
pengangguran terjadi karena peningkatan angkatan kerja lebih besar daripada ketersediaan lapangan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan belum dapat menampung seluruh pencari kerja. Oleh karena itu pemerintah juga menargetkan penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi jumlah tingkat pengangguran. Selain itu perlu ada reformasi dalam sistem pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia berkompeten dan siap kerja. Jika tidak, maka pendidikan hanya menghasilkan pengangguran baru yang tidak terserap di lapangan kerja Berkaitan dengan hal tersebut dalam Balai Latihan Lerja Industri (BLKI) Makassar terdapat beberapa jenis program pelatihan. Salah satu dari program tersebut yaitu program APBN (regular) dimana program pelatihan ini merupakan program dari pemerintah yang dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan Belanja
3
Negara (APBN) / Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA). Program APBN (regular) ini ditujukan untuk para pencari kerja khususnya masyarakat yang kurang mampu dan juga untuk yang telah putus sekolah . Pelatihan ini dilaksanakan didalam atau diluar BLKI sesuai dengan program dan kurikulum pelatihan (waktu pelatihan disesuaikan dengan dana APBN/DIPA). Dengan adanya program pelatihan reguler yang di selenggarakan oleh Balai Latihan Kerja Industri Makassar, diharapkan dapat menyiapkan tenaga kerja yang berkompeten dan memiliki daya saing sesuai dengan kebutuhan industri atau dunia usaha. Namun pada kenyataannya belum diketahui dengan jelas apakah penyelenggaraan program pelatihan reguler ini telah berjalan baik sehingga mencapai, tujuan dan sasaran program sesuai dengan yang target yang diharapkan. Hal ini akan sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan
penyelenggaraan program pelatihan reguler jika ditinjau dari hasil (outcomes) yang ditimbulkannya. Permasalahan ini perlu mendapat perhatian agar diketahui apakah hasil dari penyelenggaraan program pelatihan reguler sesuai dengan tujuan dan sasaran penyelenggaraan program pelatihan regular, yakni mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat diusia kerja serta menbantu para pencari kerja khususnya masyarakat yang kurang mampu dan juga untuk yang telah putus sekolah sehingga terwujudlah tenaga kerja yang berkompeten dan memiliki daya saing. Berkaitan dengan itu salah satu dari fungsi pokok dari manajemen Sumber Daya manusia adalah fungsi evaluasi. Program pelatihan reguler sebagai salah satu strategi pengembangan SDM memerlukan fungsi
4
evaluasi untuk mengetahui hasil dari penyelenggaraan program pelatihan reguler.
Berdasarkan permasalahan diatas maka, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam permasalahan tersebut diatas dengan melakukan penelitian dengan judul :
“ Evaluasi penyelenggaraan Program Pelatihan
Reguler Di UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar Periode 2010“
I. 2. Rumusan masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dikemukakan pokok permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah: “Bagaimanakah hasil dari penyelenggaran program pelatihan reguler terhadap peserta pelatihan di UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar Periode 2010?”
I. 3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini
bertujuan
untuk
mengetahui
dan
menilai
sejauh
mana
hasil
dari
penyelenggaraan program pelatihan regular di UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar Periode 2010.
I. 4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian , maka manfaat penelitian ditekakankan pada tiga aspek yaitu:
5
a. Manfaat akademik Dengan mengetahui dan menilai penyelenggaraan program penelitian regular pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar Periode 2010, maka diharapkan dapat menberikontribusi dan memperkaya pengetahuan tentang proses pengevaluasian suatu gejalah atau kegiatan khususnya tentang program pelatihan regular. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan data sekaligus rekomendasi kepada Balai Latihan Kerja Industri Makassar untuk menunjang penyelenggaraan program pelatihan regular sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran penyelenggaraan dengan tepat.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Konsep Evaluasi.
Pengertian dari evaluasi mengundang banyak perdebatan di kalangan para ahli. Banyak yang berpendapat bahwa fungsi menajemen terakhir adalah pengawasan, namun ada yang berpendapat banwa fungsi manajemen belum lengkap tampah dimasukkanya evaluasi sebagai sebagai fungsi organic administrasi. Berbagai pendangan mengenai evaluasi, salah satu yang mempertahan kan konsep evaluasi sebagai fungsi organic manajemen dan administrasi adalah Siagian (1985:141) yang mengemukakan bahwah: Evaluasi atau penilaian adalah fungsi organik administrasi dan manajemen yang terakhir. Definisinya ialah proses pengukuran dan perbandingan dari pada hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai. Berdasarkan dari pengertian tersebut, lebih lanjut diuraikan bahwa beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu: a. Evaluasi merupakan fungsi organik karena pelaksanaan fungsi tersebut turut menentukan matinya suatu organisasi. b. Evaliasi adalah suatu proses yang berarti bahwa penilaian merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh administrasi dan manajemen.
7
c. Evaluasi menunjukkan jurang pemisah antara hasil pelaksanaan yang sesunggunya dicapai dengan hasil yang seharusnya dicapai oleh administrasi dan manajemen. Medukung pengertian-pengertian seperti yang telah diutarakan tersebut di atas, Adi Nugroho (1996:73) mengemukakan tentang evaluasi adalah sebagai berikut: Evaluasi atau pengawasan merupakan suatu proses menjamin bahwa tujuan manajemen telah tercpai atau belum, tercapai. Dengan demikian suatu evaluasi dilakukan untuk mengetahui kerberhasilan suatu rencana kerja yang dilakukan sebelumnya. Tampah adanya proses evaluasi, maka suatu pekerjaan akan berakhir tampah ada hasil yang berarti. Berdasarkan pengertian evaluasi diatas, dapat dipahami bahwa evaluasi adalah kegiatan yang saling berkaitan yang dimulai dari proses perencanaan sampai dengan akhir pelaksanaan suatu kegiatan. Sering sekali pula, evaluasi diartikan secar sempit dan kurang pas. Menurut Umar (2002:1), evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaiman perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisi diantara keduanya, serta bagaiman manfaat yang telah dikerjakan itu apabila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh. Dunn (dalam kajian Kadji, 2008:30) mengemukakan bahwa istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), penbarian angkah (rating) dan penilaian. Evaluasi mempunyai fungsi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kenerja kebijakan atau program, dalam hal ini mengungkap sebarapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dapat dicapai.
8
Dengan
demikian
evaluasi
membandingkan
antara
apa
yang
direncanakan dengan hasil yang dicapai. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan upaya untuk mengetahui apakah kaitan atau hubungan antara rancangan program dengan hasil yang dicapai. Sugiono (1998:5) menyebutkan ada dua tipe evaluasi yaitu: 1. Summative
evaluation,
adalah
penilaian
dampak
dari
suatu
program,disebut juga dengan evaluasi dampak.( outcomes evaluation). 2. Formatif evaluation, adalah penilaian terhadap proses dari program, disebut juga evaliasi proses. Adapun prosedur evaluasi menurut Umar (2002:34), bahwa proses suatu evaluasi pada umumnya memiliki tahapan-tahapannya sendiri, walaupun tidak selalu sama tetapi yang lebih penting adalah bahwa prosesnya sejalan dengan fungsi evaluasi itu sendiri. Adapun proses evaluasi meliputi: (1) menemukan apa yang akan dievaluasi, (2) merancang desain kegiatan evaluasi, (3) pengumpulan data (4) pengelolahan dan analisis data, (5) laporan hasil evaluasi. Evaluasi adalah suatu pemeriksaan (penyelidikan) yang sistematis tentang manfaat atau kegunaan dari sesuatu berdasarkan standar tertentu. Definisi ini dekembangkan oleh sebuah komisi evaluasi dibagian California. Dengan
demikian,
kegiatan
evaluasi
merupakan
upaya
untuk
mengembangkan nilai-nilai standar yang telah ditetapkan pada saat perencaan dengan nilai pelaksanaan kegiatan yang pada akhirnya akan membentuk nilai akhir dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
9
Selain itu Aji dan Sirat (1990:30), mengemukakan defenisi evaluasi sebagai berikut: Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan dan berusaha untuk mempertanyakan efektivitas dan afisiensi pelaksanaan dari suatu rencana sehingga mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil dari pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuranyang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung maupun yang tidak memdukung suatu rencana. Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa evaluasi adalah kegiatan yang saling terkait secara rumit dari suatu prosese perencanaan sanpai pada akhir pelaksanaan suatu kegiatan. Kegiatan
dalam
evaluasi
merupakan
upaya-upaya
untuk
mengembangkan nilai-nilai standar yang telah ditetapkan pada saat perencanaan nilai akhir dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Banyak peneliti evaluasi yang dilaksanakannya hanya menekankan pada aspek dari hasil program tanpa memcoba menenyakan proses sebelum tercapai hasil tesebut. Ada empat jenis evaluasi, yaitu antara lain: 1. Single proram after-only, informasi diperoleh berdasarkan keadaan kelompok sasaran sesudah program dijalankan. 2. Single program before-after, informasi yang diperoleh berdasarkan perubahan keadaan kelompok sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan. 3. Comparatife after-only, informasi yang deperoleh berdasarkan keadaan sasaran dan bukan sasaran program dijalankan. 4. Comparative before-after, informasi yang diperoleh berdasarkan efek program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan.
10
Adapun indicator atau kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh Dunn antara lain : 1. Efektifitas, yaitu apakah hasil yang diinginkan telah tercapai, 2. Kecukupan, yaitu seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah, 3. Penerataan, apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok masyarakat yang berbeda, 4. Responsibilitas, apakah hasil kebijakan memuat preferensi/nilai kelompok dan dapat memuaskan merekah, dan 5. Ketepatan, yaitu apakah hasil yang dicapai bermanfaat. Menurut Hawe (1995 : 205) mendefinisikan evaluasi sebagai program pengamatan dan ukuran dari hasil-hasil pengukuran tersebut dibandingkan terhadap kriteria atau standar yang telah ditetapkan. Pietrzak, dkk (1995 : 13-15), mengemukakan bahwa evaluasi dibedakan menjadi tiga yaitu : 1. Evaluasi masukkan (input) 2. Evaluasi proses (process) 3. Evaluasi hasil (outcomes) Evaluasi masukan (input) berfokus pada beberapa bagian dan masukan program yang dapat mempengaruhi atau memperbaiki kinerja program, sehingga hasil yang diharapkan akan lebih baik. Sedangkan evaluasi proses (process) adalah pengukuran cara lembaga dalam melaksanakan program dan melakukan pengkajian
terhadap komponen-komponen program
serta merancangkan
kembali suatu program. Adapun evaluasi hasil (outcome) adalah evaluasi yang menekankan pada dampak program secara keseluruhan pada sasaran dan tujuan suatu program. Sejalan dengan itu Notoadmadjo (1992 : 35), evaluasi hasil (outcome) pendididkan dan pelatihan mencakup evaluasi sejauh mana materi yang telah
11
diberikan itu dapat dikuasai atau diserap oleh peserta pendididkan dan pelatihan. lebih jauh lagi apakah ada peningkatan, kemampuan dan keterampilan, pengetahuan, dan sikap dari para peserta pendididkan dan pelatihan. Sejalan dengan itu, Bigman (dalam Suchman, 1967 : 30) berpendapat bahwa terdapat eman tujuan evaluasi yaitu : 1. Menemukan
apa
dan
bagaimana
tujuan
dapat
dicapai
secara
keseluruhan 2. Menentukan alasan keberhasilan dan kegagalan terjadi 3. Menemukan prinsip-prinsip yang mendasari keberhasilan program 4. Melakukan uji coba dengan menggunakan teknik-teknik yang diketahui untuk meningkatkan keefektipan 5. Meletakkan dasar bagi penelitian dengan member alasan keberhasilan relative dengan menggunakan alternative teknik yang ada. 6. Memdefinisikan kembali makna yang digunakan untuk mencapai tujuan dan sub tujuan untuk memperjelas penemuannya. Evaluasi hasil tersebut dapat dibedahkan menjadi tiga tingkatan yaitu 1). Immediate Outcomes, 2). Intermediate Outcomes, 3). Long Term Outcomes. Evaluasi Immediate Outcomes adalah hasil perubahan terjadi pada diri peserta pelatihan dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang segera diketahui setelah program pendididkan dan pelatihan dilaksanakan. Sedangkan evaluasi Intermediate Outcomes adalah, perubahan yang diperoleh dari peserta pelatihan setelah melaksanakan tugas yang sebenarnya ini dapat dilakukan melalui pengamatan dan pemantauan kinerja (observasi). Adapun evaluasi Long Term Outcomes adalah : perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi/ instansi
12
peserta dalam hal ini dapat dilakukan melalui perhitungan waktu yang makin efisien atau biaya yang semakin menurun. Berkaitan dengan penelitian mengenai evaluasi, tidak banyak ahli yang memberikan tuntunan yang ideal dalam pendekatan suatu penelitian yang berhubungan dengan evaluasi suatu program. Banyak penelitian evaluasi yang dilaksanakan hanya menekankan pada aspek dari hasil program tampah memcoba menanyakan proses sebelum tercapainya hasil tersebut. Dalam hal ini Patton (1986:60)
mengemukakan bahwah
suatu proses evaluasi
lebih
menekakankan pada bagaiman suatu hasil atau outcome diperoleh dibandingkan melihat hasil itu sendiri. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa
evaluasi
penyelanggaraan
suatu
program
dilakukan
dengan
memfokuskan diri pada hasil dari program tersebut. Searah
dengan
konteks
tersebut,
Irwin
Langbein
(1980:6)
mengemukakan bahwa ketika semua penelitian evaluasi memperhatikan keberhasilan program, beberapa studi memdefenisikan keberhasilan dalam bentuk hasil/akibat program, ketika studi lain berfokus pada proses dengan mana program dilaksanakan. Selain itu menurut
Langbeing, tahap evaluasi yang
merupakan tahap penilaian terhadap program yang dilaksanakan. Langbein mengatakan bahwah tipe penelitian evaluasi dibedakan menjadi dua, yaitu deskriptif dan kausal.
13
Tabel 1 Tipe Penelitian Evaluasi DEFINISI KEBERHASILAN Metode Deskriftip
Proses Apakah
Hasil program Siapa yang berpartisipasi
dilaksanakan
sesuai dalam program ?
dengan petunjuk ?
Apakah
program
Fasilitas sumber daya menyentuh apa
yang
pihak-pihak
digunakan yang berkepentingan ?
oleh program ? Bagaimana
mereka
dipergunakan ? Kasual
Apakah
hasil
diharapkan
(atau
diharapkan) cara
apa
program
?
tidak
dengan
pelaksanaan
program diberikan hasil yang terbaik ? Sumber : Langbein (1980) Tampah evaluasi, kita tidak dapat mengetahui sebarapa jauh hasil yang dicapai dari sebuah program. Evaluasi merupakan tahap dimana suatu program dapat diketahui apakah telah berhasil sesuai dengan tujuan program yang sebenarnya atau tidak. Evaluasi juga menghasilkan feedback (umpan balik) yang merupakan acuan bagi para perencana program untuk menyusun program baru ataupun untuk meneruskan program yang ada, sehingga kecenderungan yang mengerahan pada kegagalan dapat diminimalisir.
14
Berdasarkan uraian diatas, ternyata terdapat berbagai jenis evaluasi. Namun, penelitian ini yang mengevaluasi penyelenggaraan program pelatihan reguler, hanya dibatasi pada evaluasi sumatif saja dan lebih menfokuskan lagi pada evaluasi hasil outcomes program pelatihan reguler yang lebih mengarah pada Evaluasi Immediate Outcomes.
II. 2. Konsep Sumber Daya Manusia
Secara etimologi pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia dapat dilihat dari pengertian masing-masing kata di dalamnya.
Terry,G.R, (dalam Winardi), (1986:4), menyatakan bahwa: Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dan tindakan –tindakan perencanaan, pengrganisasian, penggerak dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lain. Sumber daya manusia pada dasarnya adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting di dalam organisasi baik orgnisasi pemerintah maupun swasta, karena manusia yang merencanakan sampai mengawasi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Dimana sumber daya manusia yang dimaksud
haruslah
cukup jumlahnya
sesuai
kebutuhan,
serta memiliki
keterampilan yang memadai sesuai tuntutan tugas-tugas dalam organisasi. Secara terminology bahwa Sumber Daya Manusia atau human resources adalah penduduk yang siap, mau dan mampu memeberikan sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi (Ndraha 1997:7). Dalam buku tersebut jelas pula dinyatakan bahwa SDM bersisi dua: sisi SD dan sisi M. dimensi pokok sisi SD ialah kontribisinya terhadap organisasi, sedangkan
15
demensi pokok M adalah perlakuan organisasi terhadapnya, yang pada gilirannya menemtukan kualitas dan kapasitas hidupnya. Adapun pengertian sumaber daya manusia yang dikemukakan oleh Hani Handoko (1984: 233) “Sumber Daya Manusia adalah orang-orang yang menberikan
tenaga,
bakat,
kreativitas
dan
usahanya
kepada
kegiatan
organisasi”. Menurut Soedjadi,(1995:2) mengemukakan Sumber Daya Manusia adalah merupakan tenaga kerja yaitu: “ Mereka yang memenuhi syarat usia kerja dan mampu bekerja secara positif”. Selanjutnya Husain Umar (1999:6) mengemukakan bahwa: “Sumber Daya Manusia adalah manusia perlu di desain sedemikian rupa agar diperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan pekerjaanya dan dengan sendirinya meningkatkan motivasi, dedikasi dan produktivitas bagi kepentingan organisasi”. Adapun pengertian Sumber Daya Manusia sebagai suatu pengertian yang utuh antara lain dinyatakan oleh Tunggal (1993:250) sebagai berikut: “Manajemen
Sumber
Daya
Manusia
adalah
fungsi
manajemen
yang
berhubungan dengan rekrutmen, penenpatan, palatian, dan pengembangan anggota-anggota
organisasi”.
Selanjutnya
dinyatakan
bahwa
Manajemen
Sumber Daya Manusia terdiri dari 7 (tujuh) aktivitas pokok, yaitu: a. Perencanaan sumber daya manusia b. Rekrutmen c. Seleksi d. sosialisasi
16
e. Pelatihan dan pengembanga f.
Penilaian performa
g. Promosi, transfer,demosi, dan pemisahan Berdasarkan pengertian diatas, nampaknya bahwa program pelatihan reguler merupakan salah satu kegiatan dalam manajemen sumber daya manusia.
II. 2.1 Perencanaan Sumber Daya Manusia Menurut Ike Kusdyah Rahmawati (2008:55) mengemukakan bahwah perencanaan sumber daya manusia adalah “suatu proses sitematis yang digunakan untuk memprediksi permintaan dan penyediaan sumber daya manusia dimasa datang”. Denganprogram perencanaan sumber daya manusia yang sistematis dapat diperkirakan jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap periode tertentu. Dalam buku yang sama Ike Kusdyah Rahmawati (2008:57) mengutip pedapat Robert L. Mathis dan John H. Jakson tentang pengertian sumber daya manusia sebagai berikut: “Perencanaan sumber daya manusia adalah :proses analisis dan identifikasi tersedianya dan kebutuhan akan sumber daya manusia sehingga organisasi tersebut dapat mencapai tujuan”. Masih dalam buku yang sama William B. Werther dan Keith Davis (Dalam Ike K.R 2008:57) mengatakan bahwa perencanaan sumber daya manusia adalah: Perencanaan yang sistematis untuk meramalkan kebutuhan pegawai (demand) dan ketersediaan (supply) pada masa yang akan datang, baik jumlah maupun jenisnya sehingga departemen sumber daya manusia dapat merencanakan pelaksanaan rekrutmen, seleksi, pelatihan dan aktivitas lain dengan baik.
17
Perencanaan sumber daya manusia memberikan petunjuk masa depan menentukan dimana tenaga kerja dapat diperoleh, kapan tenaga kerja akan dibutuhkan dan pelatihan dan pengembangan jenis apa yang harus dimiliki tenaga kerja. Selain itu, jenjang karir yang tepat bagi tenaga kerja dan manajemen serta system kompensasi harus sesuai dengan sistem penyesuaian kinerja, diman harus sesuai pula dengan keputusan pengembangan sumber daya manusia. Komponen strategi dalam perencanaan sumber daya manusia ada enam, antara lain : 1) perencanaan tenagakerjaan, 2) proyeksi ketenagakerjaan, 3) proyeksi ketenagakerjaan dalam kaitanya dengan perencanaan pendidikan, 4) proyeksi dan struktur kesempatan kerja menurut klasifikasi jabatan, 5) peritungan produktifitas tenaga kerja menurut lapangan usaha dan 6) perencanaan kebutuhan pokok. Adapun tujuan dari perencanaan sumber daya manusia menurut Drs. Melayu S.P Hasibuan (2006:250) adalah sebagai berikut: a. Untuk menentukan kualitas dan kuantitas karyawan yang akan mengisi sema jabatan dalam perusahaan. b. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa depan, sehingga setiap pekerjaan ada yang mengerjakannya. c. Untuk menghindari terjadinya mismenajemen dan timpang tindih dalam pelaksana tugas. d. Untuk mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS) sehingga produktivitas kerja meningkat. e. Untuk menghindari kekurangan dan kelebihan karyawan
18
f.
Untuk menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan, seleksi, pengembangan,kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan,
kedisiplinan dan pemberhentian karyawan. g. Menjadi pedoman dalam pelaksanaan mutisi(vertical atau horizontal) dan pension karyawan. h. Menjadi dasar dalam penilaian karyawan.
II. 3. Konsep Program
Suatu rencana strategis yang telah disusun memuat program-program pembangunan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada. Program-program tersebut merupakan sarana pemerintah dalam meningkatkan harkat dan kehidupan rakyat.
Joan L.Herman dan Cs, yang dikutip oleh DR. Farida Yusuf Tayibnapis, M.Pd. (2000:9) mengemukakan definisi program sebagai berikut: “Program ialah segala sesuatu yang dicoba lakukan oleh seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh”. Menurut Prof. bintoro Tjokroanidjojo (1995:95), definisi program adalah: ”Program sebagai cara untuk memilih data menghubung-hubungkan dalam merumuskan tindakan yang kita anggap perlu untuk mencapai hasil yang diinginkan”. Selanjutnya Sutomo Kartono (1982:162) memberikan pengertian lain mengenai program antara lain sebagai berikut: “Program adalah suatu rangkaian kegiatan (aktivitas) yang mempuyai suatu pemula yang harus dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapat suatu tujuan”.
19
Dilaksanakanya suatu program tidak hanya menyiratkan rencana yang konkrit, akan tetapi diimbangi dengan budget/anggaran program tersebut. Selanjutnya dapat dilihat dalam pengertian program yang dikemukakan oleh Arif Jamaluddin (1979:48) bahwa: “Program adalah jenis rencana yang pada dasarnya sudah menggambarkan rencana yang kongkrit. Hal ini dapat dilihat bahwa program tidak saja tercantung tujuan kebijakan serta tindakan, porsedur atau aturan-aturan, akan tetapi disertai pula dengan atau anggaran”. Seperti
halnya
definisi
tersebut,
Malayu
Hasibuan
(2003:72)
mengungkapkan bahwa definisi program adalah sebagai berikut: “Program adalah suatu jenis rencana yang konkret karena didalamnya sudah tercantung sasaran,kebijaksanaan, prosedur, anggaran, dan waktu pelaksanaan”. Selain itu, adapun definisi program yang termuat dalam Undang-Undang RI
Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunana
Nasional, menyatakan bahwa: “Program adalah instrument kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk memcapai sasaran dan tujuan serta serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi masyarakat”. Dari bebrapa definisi diatas, program merupakan pedoman (rumusan tidakan dan rencana) dalam melaksanakan rangkaian-rangkaian kegiatan yang didukung oleh ketersediaan anggaran, sehingga tujuan program dapat tercapai meskipun setiapa implementasi program memiliki model yang berangan. Dalam proses pelaksanaan suatu pelaksanaan suatu program dalam kenyataan sesunggunya, dapat berhasil, kurang berhasil, ataupun gagal sama sekali apabila ditinjau dari wujud hasil yang dicapai atau outcomes, karena dalam proses tersebut turut bermain dan terlihat berbagai unsur yang pengaruhnya
20
bersifat mendukung maupun menghambat pencapaian sasaran suatu program (Syukur Abdullah (1987:399)) Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa didalam proses pelaksanaan suatu program sekurang-kurangnya terdapat tia unsure yang penting dan mutlak ada menurut Syukur Abdullah (1987:399), antara lain sebagai berikut: a. Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan; b. Target group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan; c. Unsur
pelaksanaan
perorangan
yang
(implementer) bertanggung
baik jawab
organisasi dalam
maupun
pengelolaan,
pelaksanaan, dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
II. 4. Konsep Pendidikan dan Pelatihan
Pada hakekatnya pelatihan dan pendidikan
mempunyai tujuan yang
sama, dengan tujuan pengembangan sumber daya manusia untuk dapat memperoleh tiga hal, seperti jika seseorang dilatih , maka selama pendidikan, orang tersebut diberitahu atau diberikan pengetahuan mengenal tentang bagaimana cara-cara baik dalam melakukan suatu pekerjaan, jadi latihan sebenarnya diadakan untuk mengisi kesenjangan antara ilmu pengetahuan, keahlian, sikap, dan pemikiran yang dimiliki seseorang sesuai dengan tuntutan pekerjaan atau tugasnya. Jika cara-cara tebaik dalam pekerjaan itu sudah benar-benar dapat dikuasai oleh seseorang yang akan mengerjakannya maka kesenjangan yang
21
akan terjadi semakin kecil, dan pekerjaan pun menjadi lebih efektif dibandingkan sebelum ia dididik dan dilatih. Selain itu Jan Bella mengemukakan bahwa pendidikan dan latihan sama dengan pengembangan, yaitu: Perubahan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berotiantasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Latihan beroriantasi pada praktek, dilakukan dilapangan, berlangsung singkat, dan biasnya menjawab how. Pengertian yang lebih mendasar tentang latihan ini, dikemukakan oleh beberap ahli administrasi, misalnya data buku Drs. A. S. Moenir (2001:142) dikemukakan bahwa: Latihan: a) Praktek b) Lebih
banjaak
dilakukan
terhadap
kecakapan,
kecekatan
danketeranpilan menggunakan anggota badan atau alat kerja. Selain itu Richaid W. Beatty dan Scneinar (1994) dalam bukunya “ Personal Administration”
menyatakan :”Latihan adalah proses belajar dalam
organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan maupun mengubah perilaku”. Defenisi diatas, makin memperjelaskan bahwa latihan itu sebenarnya adalah penunanggan konsep-kon pendidikan dengan cara praktek yang nyata dalam kehidupan bekerja. Jadi yang diutamakan adalah aspek pelaksanaan dalam pengembangan kebiasaan berfikir dan bertindak. Hal ini sangat bermanfaat bagi seseorang yang akan menduduki suatu jabatan tertentu.
22
Menurut
Idwin B. Flippo yang dikutip oleh Hasibuan (2006:36), pengertian
latihan adalah: Training is the act increasing the knowledge and skill of an employee for doing a pertikular job. (Latihan adalah merupakan suatu usaha meningkatkan pengetahuan dan keahlian seseorang karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu) Berdasarkan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan yang dilaksanakan pada dasarnya dimaksudkan untuk membenahi kelemahankelamahan yang sering menghambat dalam penyelesaian tugas. Upaya ini untuk meningkatkan mutu, keahlian, dan keterampilan seseorang yang mengikuti kegiaan pelatihan. Disamping itu juga akan mengembangkan metode kerja dan memciptakan pengembangan sumber daya manusia kearah yang lebih baik. Menurut Bernardin & Russell (dalam Gomes, 2000:197) pelatihan adalah “setiap usaha untuk memperbaiki performan pekerja pada pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawab , atau satu pekerjaannya”. Pelatihan lebih berkaiatan dengan peningkatan keterampilan seseorang, baik
yang sudah
menduduki suatau pekerjaan atau tugas tertentu maupun yang baru akan melangkah ke dunia kerja, sehingga lebih menekankan pada keteranpilan (skill). Pelatihan merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja actual, dengan menekankan pada pengembangan skill, knowledge dan ability. Menurut Umar Hamalik (2001:35-36) dan Gomes (2002:206-208), pelatihan meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
23
a) Peserta Penetapan peserta erat kaitannya dengan keberhasilan suatu pelatihan, oleh kerena itu perlu seleksi yang teliti untuk menentukan peserta untuk memenuhi persyaratan yang telah ditentukan seperti persyaratan akademik (jejang pendidikan), jabatan ( telah menempati jabatan tertentu atau akan memnempati pekerjaan tertentu), pengalaman kerja, motivasi dan minat tingkat intelektualitas yang diketahui melalui tes seleksi. b) Pelatih/instruktur Pelatih atau widyaswara sebagai penyampai materi adalah orang-orang yang terpilih dengan criteria tertentu minimal kemampuannya berada diatas peserta pelatihan , memiliki pendidikan yang linear dan kompetensi sesuai dengan pelatihan yang akan disampaikan. c) Lamanya pelatihan Lamanya pelatihan berdasarkan pertimbangan berikut: 1) Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelejari dalam pelatihan tersebut lebih banyak dan lebih tinggi bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh mengakibatkan lebih lama diperlukan latihan. 2) Kemampuan belajar para peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan. kelompok peserta yang ter nyata kurang mampu balajar tentu memerlukan waktu latihan yang lebih lama.iatan pelat 3) Media pengajaran yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan pelatihan dan dapat mengurangi lamanya pelatihan tersebut.
24
d) Media (bahan latihan) Materi peletihan disusun berdasarkan tujuan pelatihan, peserta, harapan
lembaga penyelenggara, dan lamanya latihan.
e) Metode pelatihan Dalam usaha untuk mengubah perilaku peserta, pelatih tidak lepas dari metode dan alat bantu pendidikan dengan menggunakan mrtode pelatihan yang tepet tergantung dari tujuan dan sasaran yang berbeda akan berakibat pada metode yang berbedah pula (gomes 2002:207). Kaitan antara tujuan dan metode pelatihan akan dilihat pada tabel berikut: Tabel. 2 Kaitan Tujuan dan Metode Pelatihan Tujuan pelatihan
Metode pelatihan yang sesuai
Orientasi kerja
Kuliah, film, selebaran
Keterampilan pekerja
Demostrasi
Keterampilam manusia
Diskusi kelompok, permainan peran
Keterampilan manajemen
Diskusi kelompok,studi kasus
Pendidikan umum
Kiliah,kerja,buku-buku
Sumber : Gomes (2002:207) Untuk mengatasi kekurangan kekurangan yang ada serta untuk mencapai efektivitas pelatihan yang tinggi, maka sering digunakan teknik campur. Formulasi teknik campur ini berbeda-beda tergantung dari kebutuhan pelatihan. untuk menentukan teknik campurran dalam penelitian, training director harus mempelajari tujuan dari jenis pelatihan apa yang dibutuhkan.
25
f)
Media Hamalik (2001:67) menyatakan bahwa media pelatihan adalah salah satu komponen yang berfungsi sebagai unsure penunjang proses pelatihan, menggugah gairah motivasi belajar. Pemilihan dan penggunaan media ini mempertimbangkan tujuan dan meteri pelatihan, ketersediaan media itu sendiri serta kemampuan pelatih untuk menggunakannnya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dari penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan antara lain: a. Tujuan pelatihan; dalam merencanakan pendidikan dan latihan hal pertama yang harus diperhatikan adalah penentuan tujuan. Adanya tujuan pendidikan dan pelatihan membuat kegiatannya dapat terarah, apakah pendidikan dan pelatihan tersebut bertujuan peningkatan pengetahuan, keteranpilan atau ada tujuan lain. b. Mamfaat pelatihan;tiap pelaksanaan kegiatan diharapkan dapat membawa manfaat, baik untuk individu maupun organisasi. Adanya mamfaat bagi individu menjadikan orang termotivasi untuk selalu meningkatkan kualitas sumber dayanya. c. Isi/materi pelatihan; materi yang diberikan kepada peserta pendidikan dan pelatihan harus disesuaikan dengan tujuan. Apabila tujuannya adalah peningkatan keterampilan, mesti materi yang diberikan akan lebih banyak bersifat praktek. d. Waktu dan tempet pelatihan tempat dilaksanaakna; pelaksanaan pendidikan dan pelatihan harus memperhitungkan waktu karena, adanya pengaturan waktu tepat maka tidak ada jam efektif yang terbuang.
26
e. Pelatih dan karyawan (peserta) yang akan dilatih; pelatih dan peserta merupakan
faktor
utama
diselenggarakannya
pendidikan
dan
pelatihan. f.
Biaya yang dibutuhkan dalam pelatihan; kegiatan tampah adanya biaya, maka akan menghasilakan yang maksimal karena semua aktivitas selalu membutuhkan dana.
g. Metode pelatihan yang dipakai; pelaksanaan pendidikan dan pelatihan harus menggunakan metode yang tepat, hal ini disebabkan ketetapan metode yang akan sangat berpengaruh tehadap hasil pendididkan dan latihan yang dijalankan. h. Fasilitas yang diperlukan dalam pelatihan; fasilitas yang mendukung kegiatan, misalnya fasilitas penginapan, makam dan sebagainya.
II. 4.1 Tahap-Tahap Program Pelatihan Menurut Bernardin & Russell Program(Gomes 2000:199) pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas yang mencakup : 1) Penilaian kebutuhan pelatihan (need Assesment) yang tujuannya adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya program pelatihan. 2) Pengenbangan program pelatihan (development), bertujuan untuk merancang lingkungan pelatihan dan metode-meotde pelatihan yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan. 3) Evaluasi program pelatihan (evaluation) yang mempunyai tujuan untuk menguji dan menilai apakah program-program pelatihan
27
yang telah dijalani, secara efektif mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Penilaian kebutuhan merupakan proses penentuan kebutuhan pelatihan yang dilakukan secara sisitematis dan obyektif dengan melakukan tiga tipe analisis seperti dikatakan oleh Benardin & Russell (Gomes 2000:203) yaitu 1) Analisis organisasional, 2) Analisis kepengawaian, 3) Analisis person/individu. Analisis organisasional memcoba menjawab permasalahan mengenai penekanan pelatihan yang seharusnya dilakukan dan faktor-faktor yang seharusnya
dilakukan
dan
faktor-faktor
yang
menpengaruhi.
Analisis
kepengawaian mencobah memecahakan permasalahan mengenai apa yang seharusnya dipelajari dalam pelatihan sehingga para peserta pelatihan dat menjalankan tugas dengan memuaskan. Analisis individu berusaha menjawab mengenai siapa yang menbutuhkan pelatihan dan tipe-tipe khusus pelatihan yang dibutuhkan. Setelah
ditetapkan
perlunya
pelatihan,
tahap
berikutnya
adalah
pengembangan program pelatihan. Dalam tahap ini tidak bias dilapaskan dengan upaya
menciptakan
lingkungan
yang
kondusif
untuk
pelatihan
dan
pengembangan metode-metode pelatihan. Bernadin & Russell (Gomes 2000: 189) menklasifikasikan metode pelatihan atas 2 kategori: 1) informational methods, metode yang menggunaka pendekatan satu arah, diman informasi disampaikan kepada pserta pelatihan oleh para pelatih. Metode ini cocok digunakan untuk mengajarkan materi factual, keterampilan dan sikap; 2) Experimental
Methods,
metode
yang
mengutamakan
komunikasi
yang
luwes,fleksibel, lebih dinamis baik dengan instruktur maupun sesama peserta
28
dan langsunga menggunakan alat-alat yang tersedia. Metode ini digunakan untuk mengajar kemampuan kognitif dan phisikal serta kecakapan. Tahap terakhir adalah evaluasi, yang bertujuan untuk menguji efektivitas penyelenggaraan pelatihan. untuk menilai afektivitas pelatihan dapat dievaluasi dengan menggunakan indikator: 1) Reaksi, seberapa baik peserta menyenagi pelatihan. 2) Balajar (learning), seberapa jauh para peserta mempelajari faktafakta, prinsip-prinsip dan pendekata-pendekatan dalam sebuah latihan. 3) Hasil-hasil (organizational), seberapa jauh perilaku para pegawai berubah karena pelatihan. 4) Hasil-hasil. Apa ada kenaikan produktivitas atau penurunan yang telah dicapai. 5) Efektivitas biaya, untuk mengetahui besarnya biaya yang dihabiskan untuk program pelatihan dan apakah besarnya biaya pelatihan sebanding dengan tujuan program pelatihan. Adapun menurut T. Hani Handoko dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia” (2000:199-120) secara ringkas evaluasi pelatihan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Kriteria evaluasi b. Tes pendahuluan (pre test) c. Para pengawai dilatih atau dikembangkan d. Test purna (post tets)
29
e. Transfer atau promosi f.
Tindak lanjut
Menurut Siswanto dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Tenaga kerja Indonesia” (2003:220-221), evaluasi dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh peserta penndidikan dan pelatihan dalam
periode belajar
mengajar tertentu. 2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan peserta kelompoknya. 3. Untuk mengetahui tingkat usaha yang telah dilakukan para peserta dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan 4. Untuk mengetahui efisiensi metode pendidikan dan pendidikan yang digunakan. Keefektifan pelatihan akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia yang dihasilkan. Sehingga efektif tidaknya pelatihan dilihat dari dampak pelatihan bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.
II. 4.2 Tujuan Pelatihan Tujuan yang mencakup esessial dalam penyelanggaraan pengembangan dan pelatihan yaitu mempunyai andil yang besar dalam menentukan efektivitas dan efesiansi organisasi. Berbagai manfaat dapat rasakan antara lain adalah meningkatkan kualitas dan produktivitas, menciptakan sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan, memenuhi kebutuhan perencanaan SDM, dll. Sasaran pelatihan pada umumnya adalah meningkatkan kemampuan dalam hal kemampuan keahlian/teknis (skill Competency) dan kemampuan
30
pengembangan diri (Softskill Competency). Kedua sasaran tersebut akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas kinerja, jika saja penelitian yang diselenggarakan dapat sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Hal ini dapat diindentifikasi jika pasca pelatihan terjadi perubahan-perubahan positif yang dapat menunjang kinerja secara lebih baik. Disamping memberikan jaminan atas kualitas kinerja terukur individu maupun organisasi melalui sertifikat pelatihan yang diberikan. Hal ini tentulah menjadi sesuatu hal yang sangat dibutuhkan oleh individu, untuk memberikan keyakinan akam kompetensi yang dimilikinya. Keberhasilan pelatihan harus diukur dengan menggunakan tujuan-tujuan yang
telah
ditetapkan
sebelumnya.
Tujuan
pendidikan
dan
pelatihan
perumusannya dapat dilihat dari beberapa segi, ialah : 1) Pengembangan kualitas SDM Dalam hal ini tujuan pelatihan bersumber dari kualitas manusia seperti yang diharapkan antara lain terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut : a) Peningkatan semangat kerja b) Pembinaan budi pekerti c) Peningkatan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa d) Meningkatkan tarap hidup e) Meningkatkan kecerdasan f)
Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan
g) Menciptakan lapangan kerja h) Memeratakan pembangunan dan pendapatan
31
2) Tujuan Pendidikan Tujuan penelitian juga dapat dirumuskan berdasarkan tujuan pandidikan
nasional,
yang
juga
terkait
dengan
upaya
meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap
Tuhan
YME,
berbudi
pekerti
luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, professional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Unsur-unsur kualitas tersebut perlu dimiliki oleh setiap tenaga kerja manusia Indonesia seutuhnya. 3) Kelembagaan Pendidikan dan Pelatihan Setiap lembaga pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan sendirisendiri sesuai dengan fungsi dan tugas pokok lembaga tersebut diklat. Jika bertujuan mempersiapkan tenaga yang berkualitas yang mampu mendukung pelaksanaan program departemen dan non departemen bersangkutan. 4) Jenis Pekerjaan dan Jenis Latihan Berdasarkan jenis pekerjaan dapat ditentukan jenis latihan, dan masing-masing memiliki tujuan tertentu. Setiap organisasi terdapat berbagai
jenis
pekerjaan,
seperti
:
pemimpin/pengelolah,
pengawas, pelaksana, penyuluh dan sebagainya. Misalnya pelatih kepenyuluhan
sudah
tentu
dititikberatkan
pada
upaya
pengembangan dilapangan.
II. 4. 3 Metode-Metode Pelatihan .Metode pendidikan dan pelatihan merupakan suatu cara sistematis yang dapat mengkondisikan penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan untuk
32
mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Siswanto,2003:214). Metode pendidikan dan pelatihan merupakan pendekatan terhadap pelaksanaan dan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan. Metode latihan harus didasarkan kepada kebutuhan pekerjaan tergantung pada berbagai faktor, yaitu: waktu, biaya, jumlah peserta, tingkat pendidikan dasar peserta, latas belakang peserta, dan lain-lain. Menurut Andrew F.Sikula yang dikutip oleh Drs H. Melayu S.P Hasibuan (2006:77) dalam bukunya “Sumsber Daya Manusia” , metode latihan ada enam yaitu: 1. On the Job Para peserta latihan langsung bekerja ditempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan dibawah bimbingan seorang pengawas. Metode latihan dibedakan menjadi 2 cara : 1) Cara
informal
yaitu
pelatih
memperhatikan orang lain
menyuruh
yang
peserta
latihan
untuk
sedang melakukan pekerjaan,
kemudian ia diperintahkan untuk mempraktekkannya. 2) Cara formal yaitu suvervisor menunjuk seorng karywan senior untuk melakukan
pekerjaan tersebut, selanjutnya pera pesert latihan
melakukan pekerjaan sesuai dengan cara-cara yang dilakukan karyawan senior. On the Job training dapat pula latihan dilakukan dengan menggunakan bangan, gambar, pedoman, contoh sederhan, demonstrasi dan lain-lain. Kebaikan cara On The Job Training ini ialah para peserta belajar langsung kepada kenyataan pekerjaan dan peralatan. Adapun keburukannya adalah pelaksanaan sering tidak teratur (tidak sistematis) dan kurang efektif jika pengawas kurang berpengalaman.
33
2. Vestibule Vestibule adlah metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau bengkel yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan industry untuk h mereka mengerjakan memperkenalkan pekerjaaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut. Melalui percobaan dibuat suatu duplikat dari bahan, alat-alat dan kondisi yang akan mereka temui dalam situasi kerja yang sebenarnya. 3. Demonstration and Example Demonstration and Example dalah metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan. Demonstrasi merupakan metode latihan yang sangat efektif karena peserta melihat sendiri teknik mengerjakannya dan diberikan penjelasanpenjelasan bahkan jika perlu boleh dicoba mempraktekkannnya. Dalam
banyak
hal,
dengan
menunjukkan
bagaiman
seseorang
harus
mengerjakan tugasnya adalah lebih mudah dari pada menceritakan atau menyuruhnya mempelajari langkah-langkah pekerjaannya. Biasanya demonstrasi diilengkapi dengan gambar, teks, diskusi, video dan lain-lain. 4. Simulasi Simulasi merupakan situai keajaiban atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tetapi hanya merupakan tiruan saja. Simulasi merupakan suatu teknik untuk mencontoh semirip mungkin terhadap konsep sebenarnya dari pekerjaan yang akan dijumpainya.
34
5. Apprenticeship Metode
ini
adalah
suatu
cara
untuk
mengembangkan
keahlian
pertukangan sehingga para karyawan yang bersangkutan dapat memprlajari segala aspek dari pekerjaannya. 6. Classroom Methods Metode penemuan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran), conference (rapat), programmed instruction, metode studi kasus, lore playing, metode diskusi dan metode seminar.
II. 5. Konsep Kompetensi
Pelatihan bagi calon tenaga kerja dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten dan memiliki daya saing di dunia kerja. Adapun menurut Hutapea yang mengutip pendapat McClellend (2008:26) mendefinisikan kompetensi (competency) sebagai berikut : karakteristik dasar yang diniliki seseorang yang berpengaruh terhadap, atau dapat memdefinisikan kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain, kompetensi adah apa yang outstanding performers lakukan lebih sering. Pada lebih banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik dari pada apayang dilakukan penilaian kebijakan Kompetesi adalah suatu kemampuan untuk melakasanakan atau melakukan suatu pekerjaajn atau tugas yang dilandasi atas keterampilan, pengetahuan serta didukung oleh sukap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk mengahasilkan sesuatu
pada
tingkata
memuaskan
ditempat
kerja,
juga
menunjukkan
karakteristispengetahuan dan keterampilan yang dimilikiatau dibutuhkan oleh setiap individu yang memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung
35
jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas professional dalam pekerjaan. Hutapea dan Thoha (2008 : 28) mengutip pendapat Spenser dan Spencer (1994) bahwa ada tiga komponen utama pembentuk kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki, keteranpilan dan perilaku individu (attitude), dimana ketiga komponen itu dipengeruhi oleh konsep diri, sifat bawaan diri dan motif. Karakteristik masing-masing kompetensi dapat dijelaskan sebagai berikut :
II. 5.1 Pengetahuan (kwonledge) Dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma mengenai sumber daya yang mampu mengantar organisasi menjadi unggul. Organisasi yang unggul tidak lagi harus semata-mata bertumpuh pada sumber daya financial, bangunan, tanah, teknologi, posisis pasar, dan asset-aset yang bersifat tangible lainnya, tetapi justru lebih bertumpuh pada pengetahuan. Hutapea dan Thoha (2008 : 28) menyetakan bahwa: Pengetahuan merupakan informasi yang dimiliki oleh seseorang dan merupakan komponen utama kompetensi yang paling mudah diindentifikasi. Seseorang yang mengetahui banyak hal belum tentu orang tersebut dapat melakukan apa yang dia ketahun. Pengetahuan seorang karyawan turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Seorang karyawan yang berkerja pada suatu perusahaan/ organisasi, yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiansi organisasi tersebut. Namun sebaliknya pada pengawai yang belum mempunyai pengetahuan yang cukup, maka akan berkerja tersendat-sendat. Pemborosan bahan, waktu dan tenaga serta faktor produksi yang lainnya akan diperbuata oleh pengawai berpengetahuan kuarang.
36
Penborosan ini akan mempertinggi biaya dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut. Pada saat berubah, pekerjaaan juga berubah. Dalam kondisi seperti ini pengetahuan dari seorang pengawai atupun tenaga kerja hendaknya juga disesuaikan.
Teknologi
cenderung
memerlukan
ornga-orang
yang
lebih
professional sesuai dengan bidangnya dalam mengoperasikan sisitem. Dengan pengetahuan yang telah sesuai dengan perkembangan tekonoligi dan sesuai dengan kualifikasi yang disyaratkan, maka seseorang pengewai dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya akan membutukan waktu yang relative singkat, sehingga akan mengurangi pula waktu dalam penyelesaian pekerjaannya. Martopo (2004:187) menyatakan bahwa dalam meningkatkan kompetensi individu sumber daya manusia, pengetahuan sangat berperan penting dalam mempengaruhi tingkat kemampuan penerimaan inovasi, adopsi dan inisiatif dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam suatu organisasi kerja. Menandahkan bahwa pengetahuan yang sasuai dengan system pendidikan nasional merupakan salah satu pertimbangan yang perlu mendapatkan perhatian dalam melakukan suatu perekrutan individu sumber daya manusia yang berkualiatas. Penigkatan kompetensi sumber daya manusia sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki, pengetahuan menjadi syarat mudlak untuk diperhatikan, karena juga menjadi tolak ukur dalam peningkatan sumber daya manusia. Pengetahuan merupakan syarat mudlak dalam membangun bangsa. Pengembangan sumber daya manusia yang berpengetahuan dalam menghadapi persaingan global, dituntut adanya sumber daya manusia yang memiliki
37
kompetensi handal, sesuai dengan jenjang pendidikan yang diamati, wawasan yang dimiliki sesuai dengan latar belakang pendidikan, percaya diri dalam mesosialisasikan
disiplin
pendidikan
yang
ditekuninya
sebagai
suatu
implementasi peningkatan pengembangan sumber daya manusia karena itu kompetensi sumber daya manusia yang berpengetahuan sangat ditentukan oleh jenjang pendidikan yang diamati, latar belakang pendidikan dan disiplin ilmu pendidikan yang ditekuni. Menurut Spencer dan Spenser (dalam Sutoto 2004), cluster pengetahuan meliputi
kompetensi
analytical
thinking
(AT),
conteptual
thinking
(CT),
Technical/professional/Managerial axpertice (EXP). a. Analytical Thinking (AT) adalah kemampuan memahami sutuasi dengan merincikan menjadi bagian-bagian kecil, atau melihat implikasi sebuah situasi secara rinci. Pada intinya, kompetensi ini memingkinkan seseorang berfikir secara analitis atau sisitematis terhadap sesuatu yang kompleks. b. Conteptual Thinking (CT) adalah memahami sebuah situasi atau masalah dengan menempatkan setiap bagian menjadi satu kesatuan untuk mendapatkan
gambar
yang
lebih
kasar.
Termasuk
kemampuan
mengindentifikasi pola atau hubungan antar situasi yang tidak secara jelas tekait, mengindentifikasika isu mendasar atau kunci dalam situasi yang kompleks. CT bersifat kreatif, konseptional atau indukaitf. c. Expertise (EXP) termasuk pengetahuan terkait pada pekerjaan (bisa teknikal,
professional
atau
manajerial)
dan
juga
motifasi
untuk
memperluas, memanfaatkan dan mengindentifikasikan pengetahuan tersebut.
38
II. 5.2 Keterampilan (skill) Hutapea dan Thoha (2008 : 28) menyatakan bahwa keterampilan merupakan kemanpun seseorang untuk melakukan suatu aktifitas atau pekerjaan. Keterampilan lebih sukar dimiliki disbanding pengetahuan. Namun seseorang yang memiliki keterampilan dengan sendirinya sudah memiliki pengetahuan atas pekerjaan yang mereka lakukan. Kebutuhan modernisasi akan ketrampilan merupakan keharusan bagi tenaga kerja terdidik. Dengan tingkat keterampilan tinggi telah memperbesar tuntutan adanya pengawai multifungsional. Pengawai multifungsional adalah orang-orang yang terlatih dalam dua atau lebih bidang keahlian atau disiplin ilmu, sehingga diharapkan mereka mampu melaksanakan berbagai pekerjaaan yang diperlukan oleh system kerja modern. Pekerjaaan yang sangat berangam dipandang oleh pengawai lebih menantang kerena memcakup beberapa jenis keterampilan. Pekerjaan seperti ini juga menghilangkan kemonotonan yang timbul dari setiap aktivitas yang berulang. Apabila pekerjaan itu bersifat fisik, diperlukan kekuatan otot, kesehatan badan dan sebagainya. Keragaman menimbulkan perasaan kompeten yang lebih besar dari para pengawai, kerena mereka dapat melakukan jenis pekerjaan yang berlainnan dengan cara berbeda. Menurut Pradiansyah (1999:59) menyatakan bahwa keterampilan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas pokoknya sesuai dengan bidang kerja yang ditekuni. Keterampilan seorang didasari oleh bakat, minat, kebiasaan dan kepentingan yang ingin dicapai. Hal ini membentuk keterampilan seseorang yang handal dalam pengembangan aktivitas kerja, cakap dalam keterampilan yang dimiliki dan ahli pada bidang yang ditekuni.
39
Keterampilan atau keahlian adalah suatu aktivitas kerja yang dilakukan secara mudah karena diketahui dan dikuasai menurut tingkat kehandalan, kecakapan, dan keahlian dalam menyelesaikan aktivitas tersebut, sehingga individu sumber daya manusia mampu menerapakannya dalam bekerja. Pengewai yang mempunyai kemampuan kerja yang baik, maka akan mempercepat pencapaian tujuan organisasi, sebaliknya pengawai yang tidak terampil akan memperlambat pencapaian tujuan organisasi. Adapun menurut Adnan (1999:30) menyatakan bahwa yang dmaksud dengan keterampilan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu sumber daya manusia ditunjukkana dalam bentuk penguasaan keterampilan yang dimilikinya. Adpun unsure-unsur yang memperkuat keterampilan untuk dikuasai atau dimiliki oleh seseorang, itu dikarenakan: 1). Handal dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas sesuai dengan dinamika kerja. 2). Cakap dalam menyelesaikan aktivitas kerja berdasarkan prosedur yang diembankan. 3). Ahli dalam bidang penguasaan dan penyajian berdasarkan kriteria kemajuan tugas kerja. Ketiga uraian diatas sangat diperlukan oleh individu sumber daya manusia dalam mengembangan keterampilan yang dimilikinya. Keterampilan sangat diperlukan dalam menunjukkan keberhasilan dari seseorang untuk dikatakan berkualitas dan terampil. Menurut Spencer dan Spencer (dalam Sutoto 2004), cluster keterampilan meliputi kompetensi concern for order (CO), initiative (INT), impact and influence (IMP) dan informational seeking (INFO).
40
a. Concern for Order (CO) merupakan dorongan dalan diri seseorang untuk mengurangi ketidakpastian dilingkungan sekitarnya, khususnya berkaitan dengan pengaturan kerja, instruksi, informasi dan data. b. Initiative (INT) merupakan dorongan bertindak untuk melebihi yang dibutuhkan atau dituntutdari pekerjaan, melakukan sesuatu tampah menunggu perintah lebih dulu. Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil pekerjaan atau menghindari timbulnya masalah atai menciptakan peluang baru. c. Impact
and
Influence
(IMP)
merupakan
tindakan
membujuk,
menyekinkan, mempengaruhi atau mengesankan sehingga orang lain mau mendukung agendanya. d. Informational Seeking (INFO) merupakan besarnya usaha tambahan yang dikeluarkan untuk mengumpulkan informasi lebih banyak.
II. 5.3 Sikap (attitude) .Hutapea dan Thoha (2008 : 30) menyatakan bahwa konsep diri (selfconcerpt) merupakan sikap atau nilai individu. Nilai individu mempunyai sifat relative yang dapat memprediksi apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam waktu singkat. Konsep diri dipengeruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang yang diperolahnya sejak kecil sampai saat tertentu. Konsep diri menunjukan bagaimana seseornag melihat dirinya sendiri atau sesuatu. Konsep ini memperngaruhi etika, cara pandang atau pengetian seseorang tentang sesuatu. Konsep diri dan niali-nilai merujuk pada sikap. Sikap (attitude) adalah kesiapan mental, yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman dan
41
mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, objel dan situasi yang berhubungan dengannya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka jelas sikap adalah pernyataan evaluative baik menguntungkan maupun tidak. Hal ini menyangkut objek, orang banyak, orang atau peristiwa dimana sikap mencerminkan bagaimana merasakan mengenai sesuatu. Sikap
adalah
bagian
hakiki
dari
kepribadian
seseorang
namun
sejumlahteori mencoba memperhitungkan pembentukan dan perubahan sikap. Salah satu teori yang menyatakan bahwa orang mencari kesesuaian antara keyakinan bahwa orang “mencari kesesuaian antara keyakinannya dengan perasaanya terhadap objek” dan mengemukakan bahwa perubahan sikap tergantung pada perubahan perasaan atau keyakinan. Selanjutnya teori itu mengasumsikan bahwa orang mempunyai sikap berstruktur yang tersusun dari berbagai komponen efektif dan kognitif. Rivai (2004:247), mengemukakan bahwa perilaku pada dasarnya beorientasipada tujuan (goal-oriented) dan pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Sikap dan perilaku, yang dapat terlihat berdasakan: 1) Kesopanan, yaitu penilaian difokuskan pada sikap keseharian masing-masing (tingkah laku, cara bicara, kerapian) dan sikap yang tidak ditunjukkan pada atasan, rekan kerja, bawahan atau customer. 2) Komunikasi,
yaitu
penilaian
difokuskan
pada
kemampuan
berkomunikasi dan berhubungan interpersonal kepada atasan, rekan kerja, bawahan atau costumer. Disamping itu menunjukkan sikap dan terbuka terhadap problem atau kendala dalm bekerja.
42
3) Respon, yaitu penilaian difokuskan pada sikap yang difokuskan pada sikap yang ditunjukkan terhadap permasalahan dan mau menerima saran/kritik/masukan dari orang lain. Dari pendapat diatas mengenai sikap dan perilaku sangat terkait dengan baik atau buruknya tugas yang dilaksanakan pegawai, tanpa sikap dan perilaku yang baik dari individu tidak dapat menghasilkan suatu hasil pekerjaan yang efektif dan efisien. Disamping pengetahuan dan keterampilan, hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pengawai maupun tenaga kerja adalah sikap atau perilaku kerja. Apabilah seorang pengawai mempunyai sifat yang mendukung jtercapainya tujuan organisasi, maka secara otomatis segala tugas yang dibebankan kepadanya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Menurut Spenser dan Spencer (dalam Sutoto 2004), cluster ini memcakup developing other (DEV), directiveness assertiveness and use of positional power (DIR), teamwork an cooperation (TW), team leadership (TL), interpersonal understanding (IU), dan customer service orientation (CSO). a. Developing other (DEV) adalah versi khusus dari impact and influence, berupa
kemauan
untuk
mengembangkan
orang
lain.
Esensidari
kompetensi ini terletak pada kemauan serius untuk mengembangkan orang lain dan dampak dari pada sebuah peran formal. Bisa dengan mengirim orang
keprogram training secara rutin untuk memenuhi
kebutuhan pekerjaan dan perusahaan. Caralain adalh bekerja untuk mengembangkan para kolega, klien bahkan atasan. b. directiveness
assertiveness
and
use
of
positional
power
(DIR)
mencerminkan kemauan untuk membuat orang lain selaras dengan
43
keinginannya. Disini sang pemimpin menceritakan apa yang harus dilakukan. c. Teamwork and cooperation (TW) berarti kemauan sunggu-sunggu untuk bekerja secara kooperatif dengan pihak lain, menjadi bagian sebuah tim, dan bekerja sam sehinggan menjadi lebih kooperatif. d. Team leadership (TL) adalah kemampuan untuk berperan sebagai pemimpin tim atau kelompok lain. Jadi berkaitan untuk berperan sebagai pemimpin tim atau kelompok lain. Jadi terkaitan dengan keinginan untuk memimpin orang lain. TL Lazimnya terlihat dalam kondisi otoritas formal. e. Interpersonal
understanding
(IU)
merupakan
kemampuan
untuk
memahami dan mendenagrakan hal-hal yang tidak diungkapkan dengan perkataan, bisa berupa pemahaman atau perasaan, keinginan atau pemikiran lain. f.
Customer
service
orientation
(CSO)
merupakan keinginan
untuk
menolong atau melayani pelanggan atau orang lain. Pelanggan adalah pelanggan actual atau pelanggan akhir dari organisasi yang sama. Sikap adalah suatu bentuk aktifitas akal dan fikiran yang tertujukan pada obyek tertentu dan menghasilkan suatu pilihan atau ketetapan hati terhadap objek tersebut (Moenir, 2001 ; 142). Sikap mencerminkan bagaiman seseorang merasakan sesuatu seperti senang, tidak senang, menerima, menolak, raguragu, masa bodoh, curiga dan sebagainya. Lebih lanjut Robbins (1996 : 197) menyatakan bahwah “sikap merupakan gabungan komponen yang meputi afeksi (emosi dan perasaan), kognisi (persepsi dan pendapat) serta kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu”. Sedangkan Gibson dalam Sedamayanti (1996 : 144) menyatakan bahwa “sifat adalah perasaan positif atau
44
negative atau keadaan mental yang selalu dipersiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh
khusus pada respon
seseorang”.. Palan (2007 : 6) mengemukakan pendapat Spencer-Spencer bahwa kompetensi menunjuk pada karakteristik yang memdasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteritik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berprestasi kerja unggul (superior performance) ditempat kerja. Selain itu terdapat pula lima karakteristik yang membentuk kompetensi yakni : 1. Pengetahuan , merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran 2. Keterampilan, merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan 3. Konsep diri dan nilai-nilai, merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang, seperti kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil daln suatu situasi 4. Karakteristik pribadi, merujuk pada karakteristik fisik kompetensi tanggan terhadap situasi atau informasi, seperti pengembangan diri dan kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan 5. Motif, merujuk pada emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau , dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan. Dari uraian diatas maka pelatihan diharapkan mampu meningkatkan skill serta pengetahuan dan kemampuan, serta
siakap/perilaku
akan tetapi hal
tersebut kadang-kadang mengalami kegagalan. Kegagalan dapat disebabkan
45
oleh Human error, seperti palatih/penatar, metode yang digunakan, keterbatasan fasilitas utama, maupun situasi
II. 6. Program Pelatihan Reguler pada Kantor UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar
Salah satu program pelatihan yang terdapat pada UPTP Balai Latihan Kerja Industri adalah program pelatihan reguler. Program pelatihan reguler ini adalah program pelatihan yang diselenggarakan dengan pembiayaan dari pemerintah. Adapun sumber pembiayaannya itu berasal Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) / Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA). Program APBN (regular) ini ditujukan untuk para pencari kerja khususnya masyarakat yang kurang mampu dan juga untuk yang telah putus sekolah . pelatihan ini dilaksanakan didalam atau diluar BLKI sesuai dengan program dan kurikulum pelatihan (waktu pelatihan disesuaikan dengan dana APBN/DIPA). Oleh sebab itu bagi peserta pelatihan reguler tidaklah dikenakan biaya apapun atau dengan kata lain program pelatihan reguler ini GRATIS. Penyelenggaraan program pelatihan reguler ini bertujuan untuk calon tenaga kerja (SDM) siap pakai, khususnya yang berasal dari keluarga berekonomi lemah dan yang telah putus sekolah. pelatihan ini dilaksanakan didalam atau diluar BLKI sesuai dengan program dan kurikulum pelatihan, dimana waktu pelatihan disesuaikan dengan dana APBN/DIPA. Program pelatihan reguler ini bertujuan, sesuai dengan visi dari Balai Latihan kerja Industri Makassar yaitu untuk mewujudkan tenaga kerja yang berkompetensi di bidangnya dan berdaya saing. Dimana komponen penbentuk
46
dari kompetensi adalah: pengetahuan, keterampilan dan perilaku/sikap yang dimiliki seseorang.
II. 7. Evaluasi Program Pelatihan Reguler Berdasarkan pengertian evaluasi dan penjelasan tentang Program Pelatihan Reguler yang telah dikemukakan diatas, maka dalam penbahasan ini yang dimaksud dengan evaluasi penyelenggaraan program pelatihan reguler adalah: kegiatan yang merupakan suatu proses pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil-hasil kerja yang nyatanya telah dicapai, dalam hal ini program pelatihan reguler. Namun karena kerterbatasan yang dimiliki oleh peneliti maka evaluasi hasil dilakukan hanya pada kejurunan teknologi mekanik sub kejuruan Las listrik. Dengan demikian evaluasi yang dimaksudkan adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil dari penyelenggaraan program pelatihan reguler kejuruan teknologi mekanik subkejuruan Las listrik.
Evaluasi penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler, dititik beratkan pada hasil yang ditimbulkan atau apa yang telah dihasilkan dari penyelenggaraan program pelatihan reguler. Dengan demikian maka dapat pula diukur sejauh mana tingkat keberhasilan penyelenggaraan program pelatihan reguler melalui evaluasi terhadap hasil atau dampak dari program pelatihan reguler. Hal ini bertitik tolak dari pandangan Patton dan Langbein, yang mengemukakan bahwah evalusi suatu program dapat berkaitan dengan segi pelaksanaan maupun segi hasil dari program tersebut.
47
II. 8. Kerangkah Konseptual
Evaluasi merupakan tahap untuk mengukur dan memberikan nilai secara objektif terhadap tingkat keberhasilan suatu program yang telah dilaksanakan. Dengan bertitik tolak pada pandangan patton dan Irwin Langbein, dapat disimpulkan bahwa evaluasi suatu program berkaitan dengan segi proses pelaksanaan program maupun dengan segi dari hasil program tersebut. Penyelenggaraan program pelatihan reguler , memerlukan tahap evaluasi yang merupakan tahap penilaian terhadap program yang telah deselanggarakan. Apakah hasil yang telah dicapai sesuai dengan sasaran yang diinginkan atau tidak? Apakah manfaat yang diperoleh dari adanya program tersebut? Hal ini sesuai dengan definisi Irwin Langbein mengenai keberhasilan program dengan melihat
pelaksanan program pelatihan dan hasil dari pelaksanaan program
pelatihan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, kerangkah konseptual yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini adalah:
48
Evaluasi Hasil
Tujuan program pelatihan reguler yaitu mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten, meliputi unsur : 1. Pengetahuan (knowledge) 2. Keterampilan (skill) 3. Sikap/perilaku kerja (attitude)
Hasil penyelenggaraan program pelatihan reguler di BLKI Makassar periode 2010
Gambar. 1 (Kerangkah Konseptual)
49
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Ini berbarti untuk mendapatkan data yang valid dalam penelitian haruslah berlandaskan keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis. Untuk memperoleh semuanya itu maka dalam bab ini akan dijabarkan metode yang digunakan untuk memperoleh data penelitian yang valid.
III. 1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimana penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yaitu metode penelitian yang dalam prosedur penelitiannya menggunakan data hasil wawancara yang mendalam sesuai tingkat kemampuan peneliti di dalam melakukan pengungkapan dan pembahasan tetang berbagai fenomena atau hubungan yang berkaitan dengan persepsi dari orang-oarang atau narasumber yang telah telibat dalam penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler pada Kantor Balai Latihan Kerja Industri Makassar. Pendekatan penelitian kualitatif menurut Bogelan dan Taylor, metode kualitataf adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sejalan dengan itu, Krik dan Miller mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
50
III. 2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar. Lokasi penelitian ini dipilih karena pada Kantor tersebut berfungsi untuk menyelenggarakan bergabagai macam program pelatihan, dimana salah satu program pelatihan yang tersedia adalah program pelatihan reguler.
III. 3. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah program, yaitu: penyelenggaraan program pelatihan reguler periode 2010. Penentuan unit analisis ini didasarkan karena yang menjadi focus penelitian ini adalah persepsi dari orang-orang yang telah mengikuti pelatihan tentang hasil atau dampak dari penyelenggaraan program pelatihan reguler program pelatihan reguler pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar periode 2010.
III. 4. Informan Penelitian
Informan adalah orang-orang yang berpotensi untuk memberikan informasi tentang
penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler di BLKI
Makassar periode 2010, yang meliputi : 1. Kepala Seksi Penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler 2. Kepalah Seksi Program dan Evaluasi 3. Peserta yang telah mengikuti program pelatihan reguler 4. Orang-orang dalam lingkungan kerja para alunmi yang dinilai berkompeten dalam memberikan informasi tentang lulusan BLKI Makassar yang bekerja dalam perusahaa tersebut.
51
III. 5. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada sumber data yaitu dari informan yang bersangkutan dengan cara wawancara pada informan untuk mendapatkan jawaban yang berkaitan dengan panyelenggaraan program Pelatihan Reguler yang dilihat dari persepsi narasumber atau informat yang dianggap sangat berkompeten dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya dilapangan. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang berasal dari buku-buku, literature-literatur, dokumen-dokumen, laporan-laporan maupun arsip-arsip resmi yang dpat mendukung kelengkapan data primer yang berkaitan dengan evaluasi penyelenggaraan program pelatihan reguler dan persepsi informat yang dianggap sangat berkompeten dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya dilapangan. III. 6. Fokus Penelitian Focus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data. Untuk memepermudah dan memperjelas pemahaman terhadap konsep-konsep penting yang digunakan dalam penelitian, maka focus penelitian sebagai berikut:
1. Pengertian evaluasi Evaluasi mempunyai arti penilaian, yakni penilaian atai penentuan manfaat dari pada sebuah kegiatan. Maka evaluasi merupakan suatu usaha
52
untuk mengukur dan menberikan nilai secara objektif pencapaian hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi pada suatu program pelatihan bertujuan untuk menilai keberhasilan
suatu
program
pelatihan
melalui
dampak
yang
telah
ditimbulkannya, maka hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah bagaimana kita memperhatikan aspek evaluasi dari training itu sendiri. Dengan adanya evaluasi pelatihan, membuat kita menjadi lebih sadar terhadap bagaimana impact terhadap peserta pelatihan (learner) sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan.
2. Tujuan dari penyelenggaraan program pelatihan reguler. Penyelenggraan program pelatihan reguler diharapkan dapat mencapai tujuan dan sasaran sesuai dengan target, yakni outcome yang merupakan akibat-akibat
dan
konsekuensi-konsekuensi
yang
ditimbulkan
dari
penyelenggaraan program pelatihan tersebut. Dalam hal ini yang dimaksud adalah menghasilkan tenaga kerja yang berkompeten, meliputi unsur-unsur pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku kerja.
Tercapai atau tidaknya
tujuan dari program pelatihan reguler ini dapat dilihat dari lulusan BLKI Makassar (outcome). 3. hasil penyelenggaraan program pelatihan reguler. Keberhasilan penyelenggaraan program pelatihan reguler dapat dilihat dari hasil yang ditimbulkannya, Dimana suatu pelatihan dikatakan berhasil atau efektif bila para peserta dapat menerima dan mengalami peningkatan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), maupun perilaku (attitude) yang tepat dan diberikan oleh instruktur yang tepat pula, sehingga tercapailah tujuan
53
program pelatihan reguler yakni mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten dan berdaya saing. Oleh sebab itu penilaian terhadap tingkat keberhasilan suatu program pelatihan dapat dilihat dari hasil yang ditimbulkan setelah pelatihan tersebut telah terselesaikan. Hal ini sesuai dengan hal yang dikemukakan Irwin Langbein mengenai keberhasilan suatu program, dapat dilihat dari proses pelaksanaan program maupun hasil dari pelaksanaan program tersebut.
III.7 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari orang-orang yang berkompeten dalam menberikan informasi baik dari kantor UPTP BLKI Makassar maupun dari perusahaan tempat para lulusan BLKI Makassar bekerja serta para lulusan BLKI Makassar itu sendiri. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari UPTP BLKI Makassar dan data-data pendunkung lainnya yang didapatkan melalui bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini. Untuk
mengumpulkan
data
primer
dn
data
sekunder
peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara adalah panduan dalam melakukan wawancara dengan informan
penalitian
yang
berkaitan
dengan
evaluasi
yaitu
terhadap
penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar. Menurut Miles dan Huberman, wawancara (interview) adalah kegiatan yang dilakukan pada saat konteks yang dianggap tepat guna dalam
54
mendapatkan data yang mempunyai kedalaman dan dapat dilakukan berkali-kali secara frekuentatif sesuai dengan keperluan peneliti tentang kejelasan masalah penelitian yang difokuskannya. 2. Observasi Observasi yaitu suatu pedoman yang digunakan untuk melakukan pengamatan secara langsung pada obyek yang diteliti. Selanjutnya penilis memehami dan menganalisis berbagai gejala yang berkaitan dengan obyek penelitian melalui berbagai situasi dan kondisi nyata yang terjadi baik secara formal mupun non formal. 3. Telaah Dokumen Pengumpulan data dan telaah pustaka, diman dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa buku-buku, literature, laporan kegiatan, jurnal, modul, majalah dan sumber terkait penelitian, dikaji dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data guna memberikan informasi berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan.
III. 8. Teknik Analisis Data
Prosedur pengelolahan data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan klsifikasi jenis dan sumber data yaitu data primer dan data sekunder yang diuraikan sebagai berikut:
a. Pengelolahan Data Primer Pengelolaan data primer dilakukan dengan data-data yang bersumber dari hasil wawancara (catatan hasil interview) yang telah ditranskip dan juga observasi langsung
kelapangan,
selanjutnya
dilakukan
pengkodean
untuk
55
mengidentifikasi tema atau klasifikasi yang nantinya akan mengarahkan penelitian pada temuan atau bahkan pengumpulan data tambahan, serta datadata pendukung lainnya. b. Pengolahan Data Sekunder Pengolahan data sekunder melalui analisis teoritis atau perpustakaan yang bersumber dari buku-buku, laporan-laporan, jurnal atau tulisan ilmiah dan hasil observasi di lapangan serta dokumen laninya yang berhubungan dengan obyek penelitian. Selanjutnya dilakukan proses pengolahan melalui 3 tahapan yaitu : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Yang dimaksud dengan reduksi data adalah : suatu proses untuk menajamkan, mengolongkan, mengarahkan,
menyederhanakan,
membuang
yang
tidak
perlu
dan
mengorganisasikannya. Sedangkan penyajian data adalah proses penyusunan dan penyajian informasi yang diperoleh dari sumber-sumber informai, tahap selanjutnya menarik kesimpulan atas hasil penelitian yang telah diperoleh. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yang bersifat deskriptif dan metode yang digunakan adalah kualitatif maka menyajikan data primer secara naratif yang didukung oleh data sekunder. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan deskriptif yaitu menganilisis data dengan memdeskripsikan dan mengambarkan data yang telah terkumpul.
56
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV. 1. Sejarah Singkat Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar Balai Latihan Kerja Industri Makassar berlikasi di Jalan Taman Makam Pahlawan no. 4 Makassar, Kecamatan Panakkukang, 6.5 km dari pusat kota dan 20 km dari Bandara sultan Hasanuddin. Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar pada awal berdirinya disebur pusat Latihan kejuruan Industri (PLKI). PLKI didirikan atas kerja sama Pemerintah Republik
Indonesia dengan pemerintahan Jepang yang masing-
masing diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi Repoblik Indonesia Japan Internasional Woperation Agency (JICA) pada Tahun 1973. Pada tanggal 16 Oktober 1972 awal catatan sejarah perjalanan ini dilakukan survey misi Pemerintahan Jepang untuk mempelajari rincian rencana bantuan teknik oleh Oversesas Technical Woperation Agency (OCTA). Survey kedua pada tanggal 28 Mey 1973 Perintahan Jepang Langsung dilapangan untuk penbuatan rencana dasar proyek OCTA yang diketahui Mr. Hojime Hosomi. Pada tanggal 12 juni 1973 penandatangan perjajian kerja sama proyek penbangunan PLKI Ujung Pandang antara Pemerintah RI dengan Pemeritah Jepang yang masing-masing diwakili oleh Ir. Drs. Dadang D. Joedonegoro direktur pengembangan latihan dan manajemen dengan Mr. Hajime Hosomi.
57
Peletakan batu pertama batu pembangunan proyek PLKI Ujung Pandang pada tanggal 12 januari 1974 oleh Drs, H. Andi Maula Nyompa Kepala Kantor Daerah Tenaga Kerja Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pada tanggal 22 Maret 1974, Team Leader And Laision Office (JICA) mulai bertugas di proyek ini dan disusul EXPECT JICA. Selanjutnya tanggal 01 November 1975 di selenggarakan latihan yang pertama kalinya. Pada saat itu kepala PLKI yang pertama adalah Bapak Ali Sakti Harahap. Pada tanggal 30 Maret 1977, diresmikan PLKI ujung pandang oleh presiden RI Bapak Soeharto. Perubahan nama Pusat Latihan Kejuruan Industri (PLKI) pada tanggal 01 November 1978 menjadi Balai Latihan Kerja Industri (BLKI). Akhir masa tugas EXPERT JICA tanggal 02 Oktober 1979 dan sekaligus penyerahan bantuan peratan/mesin kepada BLKI Ujung Pandang. Pelatihan dan serah terima jabatan kepala BLKI tanggal 01 Juli 1981 dari Bapak Ali Sakti Harahap (1975-1981) kepada Bapak BPIT serta serah terima proyek pembangunan PLKI dari Direktur Bina Lianru kepada Kepala Pusat Bina Kerja. Kunjungan Menteri Tenaga Kerja Bapak Sudomo pada tanggal 05 September 1983 setelah nama Balai Latihan Kerja Industri (BLKI). Beberapa kali terjadi penggantian kepala BLKI Ujung Pandang yaitu tanggal 13 April 1984, pelatikan dan serah terima jabatan kepala BLKI Ujung Pandang dari Bapak Soedarsono BPA (1981-1984) kepada Bapak Baidowi. Balai Latihan Kerja Industri Makassar menjadi salah satu Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) berdasarkan SK Menakertrans No. Per.06/MEN/III/2006 tanggal 15 Mret 2006, secara operasional administrative bertanggung jawab
58
langsung kepada Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas dan secara operasional teknis dibawah Direktorat dan Tenaga Kerja Pelatihan (INTALA). Tanggal 14 Januari 1987, serah terima jabatan kepala BLK Ujung Pandang dari Bapak Baidowi (1984-1986) Kepada Bapak Letnan Kolenel Marinir Soetriano (1986-1990). Setelah itu berturut-turut terjadi pergantian Kepala Balai kepada Bapak Ir. Hasan Mukhlis (1990-1994). Drs. Ipin Supendi (1994-1996). Pada era pergantian nama dari BLK Ujung Pandang menjadi BLKI Makassar, yang menjadi kepala bali adalah Drs. Darsinom, Bsc (1996-1999), Drs. H. A. Munir H D, MM (1999-2002), dan Ir. Supiyan, M.Si (2002-2004), Ir. Syahruddim Rauf. MM (2000-2007), Drs. Lahiya, MM (2007), Drs. Eko Widayanto,MM (2008-Sekarang). IV. 2. Visi dan Misi Visi Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar adalah : “ Terwujudnya tenaga kerja kompeten yang berdaya saing melalui pelatihan berbasis kompetensi dan sertifikasi” Misi Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar adalah : 1. Menyelenggarakan
dan
mengembakan
program
pelatihan
sesuai
keputusan pasar kerja. 2. Penguatan institute bidang pelatihan dan pengembangan tempat uji kompetensi 3. Menyelenggarakan dan mengembangkan system, metode pelatihan dan sertifikasi kompetensi. 4. Membengun jejaring dan stakehorder bidang ketenagakerjaan
59
Dalam mengantisipasi Globalisasi BLKI Makassar melaksanakan program pelatihan dengan priorita utama adalah menyiapkan tenaga kerja professional yang kompeten mengacu kepada kebutuhan pasar kerja, melaksanakan sertifikat kompetensi tenaga kerja disektor industry dan melaksanakan pelatihan bagi instrukutr dan tenaga pelatihan. IV. 3. Motto Motto Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Makassar adalah : “ Bersatu kita maju” IV. 4. Progam Pelatihan Di BLKI Makassar Pada kantor Balai Latihan Kerja Industri Makassar terdapat beberapa program pelatihan diantaranya : a.
Program Pelatihan Reguler
Program pelatihan ini ditujukan untuk pencari kerja dan putus sekolah yang dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara/ Daftar Isian Pengguna Anggaran. Pelatihan yang dilaksanakan didalam atau diluar BLKI sesuai dengan program dan kurikulum pelatihan (waktu pelatihan disesuaikan dengan dan APBN/DIPA. b.
Program pelatihan SWADANA Program pelatihan yang diadakan melalui kerja sama individu (klasikal)
dan perorangan/privat serta kelompok (pihak ke-3 perusahaan/instansi/lembaga swadaya masyarakat). Dalam pelatihan ini siswa membayar kepada bendahara penerima. Adapun jam pelatihan (JP) disesuaikan dengan permintaan peserta pelatihan (160JP, 240JP, 320 JP, dan 480JP) @45 menit.
60
c.
Program Up Grading Instruktur
Program pelatihan ini untuk meningkatkan pengetahuan dan keteranpilan instruktur dari BLK, KLK, atau LPK swasta se Sulawesi dan Indonesia Timur. Pelatihan ini dilaksanakan 240JP. d.
Tempat Uji Kompetensi
Ditujukan untuk peserta lulusan pelatihan dan perusahaan/industry baik perorangan maupun kolektif untuk mendapatkan sertifikat profesi atelah membuke uji kompetensi (UJK), antara lain : kejuruan otomotif, listrik (refrigenerasi), teknologi mekanik dan garmen. IV. 5. Kejuruan- kejuruan Di BLKI Makassar Pelatihan yang diselenggarakan oleh BLKI Makassar meliputi kejuruan, antara lain: a.
Automotif, meliputi sub kejuruan : motor mesin, ketok dico, motor diesel, motor temple.
b. Mesin perkakas, melaputi sub kejuruan : kerja mesin bubut, kerja mesin frais dan skrap, kerja CNC dan Cadcam. c. Teknologi mekanik meliputi sub kejuruan : las listrik, mesin CNC, sheet metal dab fifa fitter. d. Listrik, meliputi sub kejuruan : instalasi penerbangan, intalasi daya/tenaga, teknik pendingin, PLC (Programme Logic Controle). e. Elekrinika, meliputi sub kejuruan : radio tepe amplifier, alat komunikasi, mikrokomputer, televise, peralatan audio.
61
f.
Bangunan, meliputi sub kejuruan : bengunan kayu, meubelair (perabotan), juru gambar, bangunan batu, konstruksi beton, juru ukur tanah.
g. Tata niaga, meliputi sub kejuruan : sekretaris, computer, perhotelan, pembukuan/administrasi, bahasa inggris, mengetik, bahasa jepang, bahasa korea. h. Aneka kejuruan, meliputi sub kejuruan : menjahit, tat arias, membordir i.
Pertanian, meliputi sub kejuruan : holtikultura dan pertamanan.
IV. 5.1 Sub Kejuruan Las Listrik Salah satu sub kejuruan yang termasuk dalam kejuruan Teknologi Mekanik adalah sub kejuruan Las Listrik. Adapun tujuan pelatihan pada sub kejuruan Las Listrik, yaitu diharapkan setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu : a. Menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta perlindungan lingkungan b. Dapat membaca, memahami, menyiapkan dan menggunakan dokumen teknik c. Mengoperasikan peralatan, mesin untuk proses fabrikasi dalam rangka pembuatan produk/komponen fabrikasi sesuai dengan spesifikasi Adapun unit kompetensi yang meliputi unsur pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pelatihan Las Liatrik ini adalah:
62
a. Mengidentifikasi prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (JIP.SM01.002.01) b. Mengukur dengan alat ukur mekanik dasar (JIP.SM02.001.01) c. Menggunakan
peralatan
tangan
dan
mesin-mesin
ringan
(JIP.SM02.003.01) d. Membaca gambar teknik dan simbol las. (JIP.SM02.007.01) e. Melaksanakan pemotongan dengan gas. (JIP.SM02.005.01) f.
Melaksanakan rutinitas (dasar) pengelasan dengan proses las busur manual (JIP.SM02.008.01)
g. Mengelas pelat posisi dibawah tangan / flat dengan proses las busur manual (JIP.SM02.009.01) h. Mengelas pelat posisi mendatar atau horizontal dengan proses las busur manual (JIP.SM02.010.01) i.
Mengelas pelat posisi tegak/ vertical dengan proses las busur manual (JIP.SM02.011.01)
j.
Mengelas pelat posisi di atas kepala/ overhead dengan proses las akan busur manual (JIP.SM02.012.01)
k. Mengelas pipa posisi sumbu mendatar
dapat diputar dengan
proses las busur manual (JIP.SM02.013.01) l.
Mengelas pipa posisi sumbu tegak dapat diputar dengan proses las busur manual (JIP.SM02.014.01)
Peserta pada sub kejuruan las listrik yang akan mengikuti pelatihan hendaknya sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapu syaratsyarat yang harus dipenuhi oleh setian paserta pelatihan las listrik adalah sebagai berikut:
63
a. Pendidikan
: Minimal SMP sederajat
b. Umur/Usia
: Minimal 17 Tahun.
c. Kesehatan
: Sehat jasmani rohani
d. Jenis kelamin
: Laki-laki/wanita
e. Test Kemampuan
: Lulus seleksi
IV. 6. Tugas Pokok dan Fungsi BLKI Makassar Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NOMOR : PER.02/MEN-SJ/VIII/2008 tentang tugas pokok, fungsi dan uraian tugas Balai Latihan Kerja Industri Makassar sebagai unit pelaksana teknis di Lingkungan Direktorat Jenderal Penbinaan Palatihan dan Produktivitas. Tugas Pokok Balai Latihan Kerja Industri yaitu: a.
Melaksanakan program tenaga kerja
b.
Melaksanakan uji kompetensi
c.
Melaksanakan uji coba program pelatihan
d.
Melaksanakan uji kompetensi
e.
Pemberdayaan Lembaga Pelatihan di Bidang Industri
Dalam melaksanakan tugas-tugas sebagimana yang dimaksud diatas maka Balai Latihan Kerja Industri berfungsi untuk: a. Penyusunan rencana, program dan anggaran evaluasi dan pelaporan b. Pelaksanaan pelatihan tenaga kerja tingkat menengah, instriktur dan tenaga pelatihan c. Pengembangan program,system dan metode, saran dan prasarana pelatihan d. Pengembangan program, system metode produktivitas.
64
e. Pelaksanaan uji coba program pelatihan kerja, dan uji kompetensi f.
Pemasaran program, fasilitas, jasa, hasil produksi dan hasil penelitian.
g. Member layanan informasi. h. Penyusunan evaluasi program pelatihan kerja, kerja sama kelembagaan dan penyusunan laporan i.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
IV. 7. Tugas dan Fungsi Jabatan BLKI Makassar 1. Subbagian Tata Usaha Subbagian
Tata
Usaha
mempunyai
tugas
melakukan
urusan
kepegawaian dan keuangan, surat-menyurat, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga serta pemeliharaan sarana dan prasarana pelatihan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210, Subbagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi : a. Pelaksanaan urusan kepegawaian dan keuangan; b. Pelaksanaan urusan surat-menyurat, kearsipan, perlengkapan serta rumah tangga; dan c. Pelaksanaan urusan pemeliharaan sarana dan prasarana pelatihan. Uraian tugas Subbagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210, antara lain sebagai berikut : a. Merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan urusan administrasi kepegawaian, yang meliputi mutasi, perencanaan dan pengembangan pegawai;
65
b. Menyiapkan
bahan
penyusunan/pengembangan
tatalaksana
dan
organisasi; c. Melaksanakan pengelolaan keuangan berdasarkan DIPA, penerbitan SPM, pengurusan gaji beserta tunjangan, laporan keuangan dan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK); d. Melaksanakan pengelolaan perlengkapan dan rumah tangga, yang meliputi perlengkapan kantor, laporan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN), pembukuan peralatan kantor, pembukuan alat latihan, Daftar Inventarisasi Ruangan (DIR) dan nomor inventaris, keamanan, kebersihan lingkungan, serta protokoler; e. Melaksanakan pemeliharaan sarana dan prasarana, yang meliputi pemeliharaan gedung kantor dan lingkungan, workshop, asrama, alat kantor, alat transportasi, alat komunikasi dan penerangan; f.
Melaksanakan urusan ketatausahaan, kearsipan dan perpustakaan; dan
g. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
2. Seksi Program dan Evaluasi Seksi
Program
dan
Evaluasi
mempunyai
tugas
melaksanakan
penyusunan rencana, program dan anggaran, pengelolaan penyajian data dan informasi, evaluasi dan penyusunan laporan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213, Seksi Program dan Evaluasi menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan penyusunan rencana, program dan anggaran; b. Penyiapan pengelolaan, penyajian data, serta informasi; dan c. Pemantauan, evaluasi program dan penyusunan laporan.
66
Uraian tugas Seksi Program dan Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213, antara lain sebagai berikut : a. Menyusun rencan kerja, program, dan anggaran Balai Latihan Kerja Industri; b. Melakukan koordinasi penyusunan program dan anggaran pelatihan; c. Menyusun piranti lunak pelatihan kerja (kurikulum, modul pelatihan/bahan ajar, pedoman dan satuan biaya pelatihan); d. Melakukan evaluasi program serta penyelenggaraan pelatihan kerja; e. Melaksanakan pengelolaan data dan informasi serta penyajian laporan; f.
Menyusun bahan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP);
g. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
3. Seksi Kerjasama Antar Lembaga Seksi
Kerjasama
Antar
Lembaga
mempunyai
tugas
melakukan
pelaksanaan kerjasama pelatihan kerja industri dan lembaga lain. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216, Seksi Kerjasama Antar Lembaga menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan penyusunan kerjasama antar lembaga; b. Penyiapan bahan penyelenggaraan kerjasama antar lembaga; dan c. Penyiapan bahan administrasi pelatihan dalam rangka kerjasama antar lembaga. Uraian tugas Seksi Kerjasama Antar Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216, antara lain sebagai berikut :
67
a. Menyusun bahan rencana kerja kegiatan dan anggaran kerjasama antar lembaga; b. Menyusun rencana/jadwal kunjungan ke lembaga/instansi mitra kerja; c. Menyiapkan bahan pedoman kerjasama antar lembaga; d. Menyusun bahan dasar perjanjian kerjasama (MOU) antar lembaga; dan e. Menyusun bahan evaluasi kerjasama antar lembaga; dan f.
Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
4. Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran mempunyai tugas melakukan pelaksanaan program pelatihan tenaga kerja, bimbingan teknis, kosultasi dan uji kompetensi serta pelaksanaan promosi, publikasi, komunikasi, dan informasi pelaksanaan program pelatihan kerja industri. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219, Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan penyelenggaraan pelatihan dan pemasaran program pelatihan; b. Penyiapan bahan administrasi pelatihan dan pemasaran program; c. Penyiapan pelaksanaan koordinasi, konsultasi dan pemasaran program; dan d. Penyiapan penyelenggaraan program pelatihan, dan mempersiapkan pelaksanaan uji kompetensi, dan sertifikasi. Uraian tugas Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219, antara lain sebagai berikut :
68
a. Menyiapkan bahan penyelenggaraan pelatihan, dan pemasaran program pelatihan; b. Menyiapkan bahan administrasi pelatihan, dan pemasaran program; c. Menyiapkan pedoman koordinasi, konsultasi, dan pemasaran program; d. Menyiapkan
pelaksanaan
koordinasi,
konsultasi,
dan
pemasaran
program; e. Menyiapkan penyelenggaraan program pelatihan, dan mempersiapkan pelaksanaan uji kompetensi, dan sertifikasi; f.
Menyiapkan
bahan
pelaksanaan
bimbingan
teknis
CBT
bagi
LLS/UPTD/UPTP, penyusunan program pelatihan berbasis kompetensi, dan penyusunan modul dan pelatihan berbasis kompetensi; g. Menyiapkan pelaksanaan uji kompetensi; h. Menyiapkan bahan pemasaran program pelatihan, lulusan pelatihan dan fasilitas; i.
Menyiapkan bahan evaluasi penyelenggaraan dan pemasaran; dan
j.
Menyusun laporan pelaksanaan tugas.
5. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional pada Balai Besar Pengembangan Latihan Ketransmigrasian, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negri, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Industri,Balai Besar Ketransmigrasian,Balai Latihan Kerja Industri, dan Balai Latihan Transmigrasi terdiri dari jabatan fungsional Instruktur, Penggerak Swadaya Masyarakat dan sejumlah jabatan fungsional lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
69
(1) Kelompok jabatan fungsional Instruktur mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pelatihan dan pembelajaran sesuai dengan biidang keahliannya. (2) Dalam menjalankan tugas sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), kelompok jabatan fungsional Instruktur pada Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negri,Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Luar Negri, Balai Besar
Latihan
Kerja
Indistri,
dan
Balai
Latihan
Kerja
Industri
instruktur
melalui
menyelenggarakaan fungsi: a. pelaksanaan
pengembangan
kompetensi
pendidikan dan pelatihan; b. pelaksanaan pelatihan; c. pelaksanaan pengembangan pelatihan; d. pelaksanaan pengembangan profesi instruktur; dan e. pelaksanaan kegiatan pendukung pelatihan. Kelompok jabatan Fungsional lainnya mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (1) Masing-masing kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh kepala Balai Besar dan Balai. (2) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beba kerja.
70
(3) Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Adapun susunan jumlah pengawai pada kantor Balai Latihan Kerja Industri Makassar sesuai dengan bagiannya adalah sebagai berikut : Tabel 3 Klasifikasi Kerja Pada UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar NO
KLASIFIKASI KERJA
JUMLAH
1
Kepala BLKI
1
2
Sub Bagian Tata Usaha
18
3
Seksi Program dan Evaluasi
5
4
Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran
6
5
Seksi Kerjasama Antar Lembaga
7
6
Widyaswara / Instruktur
70
JUMLAH
107
Sumber : Balai Latihan Kerja Industri Makassar
71
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Evaluasi Penyelenggaraan Program Pelatihan Reguler di UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar periode 2010. Evaluasi yang dilihat dari persepsi para alunmi program pelatihan reguler. Persepsi adalah pandangan atau penilaian dari para alunmi program pelatihan reguler terhadap penyelenggaraan program pelatihan reguler di UPTP Balai Latihan Kerja Industri Makassar. Dalam pelaksanaan suatu pelatihan meliputi unsur-unsur seperti peserta, pelatih/instruktur, lamanya latihan, materi (bahan latihan), metode pelatihan, media pelatihan. Untuk mengetahui persepsi para alunmi tentang unsur-unsur pelatihan maka peneliti melakukan wawancara sebagai berikut: V.1 .1 Peserta Peserta
merupakan
suatu
subyek
sekaligus
obyek
pelatihan.
keberhasilan suatu pelatihan sangat ditentukan oleh peserta pelatihan, oleh karena itu peserta dituntut untuk memiliki motivasi dan keseriusan yang tinggi dalam mengikuti pelatiahan. Mengingat pentingnya kedudukan peserta dalam proses belajar, oleh karenanya setiap penyelenggaraan pelatihan harus diawali dengan proses seleksi peserta baik secara akademik Maupun secara administrasi. Hal ini dimaksudkan agar peserta program pelatihan reguler benar-benar orang yang
72
tepat, sesuai dengan yang seharusnya. Hal tersebut diungkapkan pula oleh Bapak EP selaku instruktur pelatihan, bahwa : “calon peserta program pelatihan reguler harus melalui beberapa tahap seperti pendaftaran kemudia ujian tertulis sampai pada wawancara atau seleksi langsung pengetahuan umum, seleksi ini untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan berpotensi dibidang apa”.(Wawancara pada tanggal 6 April 2011) Pernyataan tersebut diperkuat oleh, hal yang di ungkapkan oleh A, salah seorang alumni program pelatihan reguler, yang menyatakan bahwa: “ya, sebelum kami dinyatakan sebagai peserta pelatihan terlebih dahulu kami melalui seleksi yang tediri dari seleks ujian tertulis dan wawancara langsung dengan calon peserta, kemudian setelah dinyatakan layak maka dapat diluluskan menjadi peserta pelatihan” (Wawancara pada tanggal 15 April 2011) Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa sebelum pelatihan peserta pelatihan harus melalui beberapa tahap misalnya tahap pendaftaran dan juga seleksi yang tediri dari seleksi tertulis pengetahuan umum sampai pada wawancara atau seleksi langsung tentang kemampuan dasar. Adapun seleksi ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh calon peserta sehingga penbagian kejuruan dapat disesuaikan dengan potensi dan penyusunan materi atau bahan pelajaran dapat disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta. Selain itu juga terdapat pula syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam menentukan peserta pelatihan seperti: a) Pendidikan
: Minimal SMP sederajat
b) Umur/Usia
: Minimal 18-35 Tahun.
c) Kesehatan
: Sehat jasmani rohani
73
d) Jenis kelamin
: Laki-laki/wanita
e) Test Kemampuan
: Lulus seleksi
Peserta pelatihan reguler subkejuruan las listrik periode 2010 sebanyak 32 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah: Tabel 4 Daftar Peserta Pelatihan dan Pendidikan Terakhir NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
NAMA PESERTA SULFIKAR HAMILUDDIN ALFIANSYAH AMIR SUHARDI LISMAN MUH. YUNUS SYAFITRA TAKDIR SYAMSYURI AZIS SUDARMAN SUKRI BASRI WAJO SYAMSURYADI SYAMSUL SUGIARTO YUNUS AHMAD IBNU NANDAR SUPRIYATNA SALMAN BAHRAN MUH. DARWIS YOKTA RURU NUR FAJAR AFNER MELDY PARURA PATRA NIPI MUH. CAHAYA FIRMAN MUHAMMAD IRSAN RAHADIAN PRAMUDIAN YOSEFAT RANTESALU RADINAL MURSADI ARIWIJAYA YANSEN URBANUS SANNE Sumber:UPTP BLKI Makassar
PENDIDIKAN TERAKHIR SMK SMK SLTA SMK SLTA SLTA SMK SMK SMK SMK SLTA SMK SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SMK SMK SLTA SMK SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SMK SLTA SLTA SLTA SLTA
74
Pada tabel diatas terlihat bahwa peserta program peltihan reguler periode subkejuruan las listrik berjumlah 32 orang yang tediri dari dua kelas yang masing-masing kelas terdiri dari 16 peserta. Menurut Kepala Seksi Penyelenggaraan Bapak JP, bahwa: “Adapun penbagian kelas dan banyaknya peserta dalam pelatihan ini disesuaikan dengan dana APBN yang disediakan untuk program pelatihan reguler tiap tahunnya”.(Wawancara pada tanggal 6 April 2011) Pernyataan diatas menunjukkan bahwa banyaknya peserta yang diterima untuk mengikuti program pelatihan reguler disesuaikan dengan dana APBN yang disalurkan pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar pada setiap tahunnya. Penetuan peserta dalam penyelenggaraan pelatihan sangatlah penting dilakukan sebelum proses pelatihan tersebut dilaksanakan, karena penentuan peserta juga mempengaruhi kebutuhan pelatihan. Seperti halnya penentuan peserta yang dilakukan sebelum program pelatihan reguler dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa pihak penyelenggara sudah baik dalam penentuan paserta karena melalui seleksi penentuan peserta sebelum pelatihan dimulai, kebutuhannya dapat dianalisis pada saat dan waktu yang tepat. V.1.2 Pelatih atau Instruktur Pelatih atau instruktur sebagai penyampai materi adalah orang-orang yang dipilih dengan kriteria tertentu yang minimal kemampuannya berada diatas peserta pelatihan, memiliki pendidikan linear dan kompetensi yang sesuai dengan pelatihan yang akan disampaikan. Seseorang spesialis pengajaran (widyaswara) harus mempunyai tiga kemampuan pokok yaitu mengajar/melatih, mengembangkan metode-metode pelatihan.
75
Adapun tentang instruktur di BLKI Makassar skejuruan Teknologi mekanik, sub kejuruan Las listrik dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel.5 Instruktur Di BLKI Makassar NO
NAMA INSTRUKTUR
1 2 3 4 5 6
Drs. Mathius RS Murtono A. A.Md Ita Kamila, S.Pd H. Jamaluddin, ST. MT Petrus Atta, S.Pd Sudarsono, SE
7
Epafroditus P. A.Md
PENDIDIKAN TERAKHIR S1 D3 S1 S2 S1 S1 D3
8 Harif Hadi, ST 9 Muh Natsir, ST 10 Syarill A, S.Pd 11 Drs. Sukiyo MM.Pd Sumber: UPTP BLKI Makassar
S1 S1 S1 S2
MATA PELAJARAN 5S 5S Penguruan Peralatan Tangan Pelaratan Tangan FMD K3, Peralatan Tangan, Gambar Teknik Peralatan Tangan Peralatan Tangan Perguruan Motifasi kerja
Dari tabel diatas maka dapat bahwa instruktur pelatihan pada program pelatihan reguler subkejuruan las listrik periode 2010 berjumlah 11 orang. Dengan masing-masing mata pelajaran yang mereka berikan dalam pelatihan sesuai dengan keahlian dan juga pendidikan terakhir mereka. Pemilihan pelatih benar-benar perlu diperhatikan . Seperti yang dikemukakan oleh Bapak MA, sebagai salah satu pelatih pada kejuruan teknogi melanik, subkejuruan Las listrik, bahwa: “Pemilihan instruktur pelatihan dimulai dari perekrutan CPNS jurusan tertentu kemudian mereka yang telah dinyatakan lulus diharuskan mengikuti diklat dasar instruktur selama 2 sampai 6 bulan sesuai dengan jurusannya, setelah itu seorang calon pelatih juga mengikuti UP Grading (peningkatan kemampuan dibidangnya) ” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
76
Pernyataan
diatas
menyimpulkan
bahwa
pemilihan
para
pelatih/widyaswara di Balai Latihan Kerja Makassar dimulai dari perekrutan CPNS Jurusan tertentu kemudian mengikuti beberapa pendidikan yang dapat meningkatkan kemampuan sesuai dengan bidangnya sehingga layak untuk menjadi seorang pelatih/widyaswara. Kualitas pelatihan sangat bergantung pada kemampuan pelatih untuk merencanakan, mengorganisasikan, menyelenggaraakan dan mengevaluasi program pelatihan. untuk mengetahui bagaimana persepsi para alunmi program pelatihan reguler terhadap pelatih/widyaswara, berikut wawancara penulis dengan MY, salah satu alunmi program pelatihan reguler di BLKI Makassar periode 2010 yang menyatakan bahwa : “menurut saya para pelatih di BLKI Makassar telah baik dalam menyampaikan materi-materi pelatihan terhadap para peserta pelatihan dan juga telah menguasai sebagian besar dari materi-materi yang mereka sampaikan saat pelatihan berlangsung” (Wawancara pada tanggal 11 April 2011) Hal serupa juga dinyatakan saat wawancara penulis dengan IN yang juga alunmi program pelatihan reguler, yang menyatakan bahwa: “menurut saya kemampuan para intruktur pelatihan di BLKI Makassar baik dalam menyampaikan materi pelatihan maupun dalam melakukan praktek dalam setiap pelatihan sudah baik” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011) Kemudian hal lain dikemukakan oleh H tang menyatakan bahwa: “cara penyampaian materi dari instruktur sudah baik namun sering kali saat pelatihan berlangsung para pelatih meninggalkan tempat pelatihan sehingga peserta yang kurang mengerti tidak tahu mau bertanya kepada siapa” Berdasarkan hasil wawancara maka dapat
disimpulkan
bahwa
pelatih/widyaswara pada sub kejuruan Las listrik program pelatihan reguler BLKI Makassar telah cukup menguasai materi pelatihan dan telah baik dalam hal
77
menyampaikan materi-materi pelatihan terhadap para peserta pelatihan. Namun peserta sering merasa kesulitan untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak di mengerti kepada instruktur karena instruktur sering sekali meninggalkan tempat pelatihan saat pelatihan sedang berlangsung. Pelatih/widyaswara sebagai penyampai materi adalah orang yang dipilih dan mempunyai kemampuan mengajar/ melatih, mengembangkan kurikulum dan mengembangkan metode-metode pelatihan. dan apabila dikaitkan dengan penyelenggaraan program pelatihan reguler di BLKI Makassar periode 2010 dimana para pelatih telah mnguasai materi pelatihan dan dapat menyampaikan materi dengan baik. Maka penulis menyimpulkan bahwa pelatih/widyaswara dalam program pelatihan reguler di BLKI Makassar periode 2010 belum sesuai dengan yang di harapkan, meskipun dalam hal cara penyampaian materi telah baik namun kesadaran para intruktur untuk tidak meninggalkan tempat pelatihan saat pelatihan berlangsung masih perlu ditingkatkan. V.1.3 Lamanya Pelatihan Lamanya
pelatihan
dalam
program
pelatihan
reguler
ditentukan
berdasarkan dana APBN/DIPA (Anggaran Pendapatan Belanja Negara/ Daftar Isian Penggunaan Anggaran) sebagai sumber dana dari program pelatihan reguler tiap tahunnya.
78
Adapun jenis dn lamanya pelatihan dapat dilihat pada tabel sebagaui berikut:
NO 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11
Tabel. 6 Unit Kompatensi dan Durasi Pembelajaran UNIT KOMPETENSI DURASI PENBELAJARAN Mengindentifikasi prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Mengukur dengan alat ukur mekanik dasar Menggunakan peralatan tangan Melakasanakan pemotongan dengan gas.
18 jam pelajaran @45 menit
Menbaca ganbar dan symbol las Melakasanakan rutinitas (dasar) pengelasan dengan las busur manual Mengelas pelat posisi bawah tangan/flat dengan proses las busur manual Mengelas pelat posisi mendatar atau horizontal dengan proses las busur manual Mengelas pelat posisi vertical dengan proses las busur manual Mengelas pipa posisi sumbuh mendatar dapat diputar proses las busurmanual Mengelas pipa posisi sumbuh mendatar dapat diputar dengan proses las busur manual
27 jam pelajaran @45 menit 88 jam pelajaran @45 menit
17 jam pelajaran @45 menit 67 jam pelajaran @45 menit 13 jam pelajaran @45 menit
43 jam pelajaran @45 menit 53 jam pelajaran @45 menit
49 jam pelajaran @45 menit 49 jam pelajaran @45 menit 49 jam pelajaran @45 menit
Sumber: UPTP BLKI Makassar Berdasarkan
tabel
diatas,
dapat
dilihat
bahwah
lamanya
penyelenggaraan program pelatihan reguler pada subkejuruan Las listrik adalah 480 jam pelajaran. Berikut wawancara penulis dengan SB salah satu alunmi program pelatihan sub kejuruan Las listrik, yang menyatakan bahwa: “menurut saya lamanya waktu pelatihan sudah sesuai dengan kebutuhan para peserta latihan untuk melakukan pelatihan khususnya subkejuruan las listrik” (Wawancara pada tanggal 11 April 2011)
79
Hal serupa juga diutarakan oleh MI seorang alunmi yang juga pernah mengikuti proram pelatihan reguler subkejuruan las listrik, menyatakan bahwa: “saya manila bahwa waktu pelajaran yang disediakan di BLKI telah cukup lama dan menurut saya itu sudah cukup untuk melakukan pelatihan" (Wawancara pada tanggal 18 April 2011) Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penentuan lamanya waktu penyelenggaraan program pelatihan reguler sub kejuruan las listrik periode 2010 sudah sesuai dengan kebutuhan pelatihan dengan mempertimbangkan jumlah dan mutu kemampuan kompatensi yang ingin dicapai dalam pelatihan ini. V.1.4 Materi (bahan latihan) Materi disusun berdasarkan tujuan pelatihan, peserta, hal yang ingin dicapai dan lamanya pelatihan. Materi yang diberikan kepada peserta pelatihan harus disesuikan dengan tujuan. Dari tujuan pelatihan yang telah dirumuskan maka akan diketahui kemampuan apa yang harus diberikan dalam diklat dan selanjutnya identifikasi materi-materi atau bahan-bahan pelajaran yang akan diberikan dalam pelajaran. Adapun materi atau bahan-bahan pelajaran yang diberikan dalam penyelenggaran program pelatihan reguler sub kejuruan las listrik di BLKI Makassar, antara lain: a) Mengindentifikasi prinsip-prinsip keselamatan kerja. b) Mengukur dengan alat ukur mekanik dasar c) Menggunakan paralatan tangan dan mesin-mesin ringan d) Malaksanakan pemotongan dengan gas.
80
e) Melaksanakan rutinitas (dasar) pengelasan denga proses las busur manual. f)
Pengelasan pelat posisi dibawah tangan/flat dengan proses las busur manual
g) Mengelas pelat posisi mendatar atau horizontal dengan proses las busur manual. h) Mengelas pelat posisi tegak/ vertical dengan proses las busur manual i)
Mengelas pelat posisi di atas kepala/ overhead dengan proses las busur manual
j)
Mengelas pipa posisi sumbu mendatar
dapat diputar dengan
proses las busur manual k) Mengelas pipa posisi sumbu tegak dapat diputar dengan proses las busur manual. Berikut wawancara dengan IN, seorang alunmi program pelatihan reguler subkejuruan las listrik, yang menyatakan bahwah : “menurut saya materi-materi yang diberikan dalam pelatihan khususnya di subkejuruan las listrik telah sesuai dengan yang dibutuhkan tenaga kerja dilingkungan kerja seperti saat ini” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011) Hal serupa kembali diungkapkan oleh YR yang juga merupakan alumni program pelatihan reguler subkejuruan las listrik, menyatakan bahwa: “menurut saya penyejian materi sudah cukup baik karena materi-materi yang diberikan dalam pelatihan selama saya mengikuti pelatihan telah disesuaikan dengan tuntutan atau perubahan perubahan yang terjadi dilapanganss kerja saat ini” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
81
Berdasarkan hasil wawancara diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwah materi atau bahan pelatihan yang diberikan dalam pelatihan sudah baik. Hal ini karena materi atau bahan paletihan telah sesuai dengan kebutuhan para tenaga kerja dilingkungan kerja saat ini. Selain itu materi yang disajikan juga telah disesuaikan dengan perubahan-perubahan atau tuntuntan perkembangan yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan dilingkungan kerja saat ini. V.I.5 Metode Pelatihan Didalam penyelenggaraan pelatihan tidak terlepas dari metode yang digunakan. Metode pelalatihan yang tepat tergantung dari tujuan pelatihan karena tujuan dan sasaran yang berbedaha akan berakibata pada metode yang berbeda pula. Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada serta untuk mencapai keefektivitas pelatihan yang tinggi, maka seringdigunakan teknik campuran. Formulasi teknik campuran ini berbedah-beda tergantung dari kebutuhan pelatihan. Untuk lebih jelasnya tentang metode yang digunakan dalam program pelatihan reguler subkejuruan las listrik, maka penulis melakukan wawancara dengan Bapak PA salah seorang instruktur atau widayaswara di BLKI Makassar, yang menyatakan bahwa: “pelatihan diarahkan pada penerapan praktek keterampilan, pengetahuan dasar, sikap mental dan disiplin dengan penekanan utama 20% teori dan 80% praktek. Selain itu, menggunakan metode ceramah,Tanya jawab, demonstrasi,praktek dan on the job training (OTJ) di perusahaan” (Wawancara pada tanggal 6 April 2011) Metode-metode pelatihan yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dan materi pelatihan. Adapun metode yang digunakan dalam penyelenggaraan pelatihan reguler sub kejuruan las listrik di BLKI Makassar terdiri dari 20% teori
82
dan 80 % praktek seperti metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, praktek dan On The Job Training (OJT) di perusahaan. Berikut wawancara yang penulis tentang penyelenggaraan program pelatihan reguler subkejuruan las listrik dan metode-metode yang digunakan kepada SB salah satu alumni , yang menyatakan bahwa: “metode yang digunakan sudah bagus, kerena menurut saya lewat metode-metode yang digunakan tersebut saya dapat dengan mudah mengerti tentang apa yang disampaikan oleh para pelatih saat pelatihan berlangsung” (Wawancara pada tanggal 11 April 2011) Selanjutnya IN yang juga alumni menyatakan hal serupa, bahwa: “menurut saya metode pelatihan yang digunakan pada subkejuruan las listrik sudah baik karena disesuai dengan kebutuhan dan bahan pelatihan yang dibawakan” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011) Berdasarkan
beberapa hasil
wawancara
tersebut
diatas,
penulis
menyimpulkan bahwa metode pelatihan yang digunakan pada program pelatihan reguler subkejuruan las listrik di BLKI Makassar sudah baik karena disesuaikan dengan kebutuhan dari materi pelatihan serta kemampuan peserta pelatihan. V.I.6 Media Media pelatihan merupakan suatu komponen yang berfungsi sebagai unsur penunjang proses pelatihan yang dapat menggugah gairah dan motivasi belajar.
Pemilihan
dan
penggunaan
media
dalam
pelatihan
jyga
mempertimbangkan tujuan dan materipelatihan, ketersediaan media itu sendiri serta kemampuan pelatihan untuk menggunakannya. Adapun media yang digunakan dalam penyelenggaraan program pelatihan reguler adalah labtop, LCD, papan tulis, OHP dan peralatan praktek yang dibutuhkan seperti mesin-mesin praktek.
83
Unutuk mengetahui lebih jelasnya tentang media pelatihan yang digunakan dalam pelatihan, berikut wawancara dengan A seorang alunmi program pelatihan reguler, yang menyatakan bahwa: “media-media yang digunakan seperti LCD, Labtop, papan tulis serta mesin-mesin untuk praktek sudah digunakan dengan baik dan sangat menbantu dalam proses berlangsungnya pelatihan, namun secara khusus untuk mesin-mesin Las sebaiknya di perbanyak lagi agar tidak menghambat jalannya proses pelatihan” (Wawancara pada tanggal 15 April 2011) Selanjutnya NF yang juga alunmi yang sempat penulis wawancarai, yang menyatakan bahwa: “media yang biasanya digunakan oleh para widyaswara dalam pelatihan untuk menyajikan meteri antara lain menggunakan LCD,Labtop dan papan tulis, dan menurut saya itu sudah bagus dan sangat membantu untuk proses berlangsungnya pelatihan” (Wawancara pada tanggal 14 April 2011)
Berdasarkan beberapa pernyataan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa media pelatihan yang digunakan dalam proses pembelajaran atau penyajian meteri adalah labtop, LCD, OHP dan papan tulis. Media pembelajaran tersebut tertentu sangat membantu dalam proses pelatihan dan dinilai sudah baik oleh peserta. Namun seperti yang diungkapkan oleh salah satu alunmi bahwa peralatan praktek seperti mesin-mesin las masih kurang sehingga perlu diperbanyak agar tidak menghambat jalannya proses pelatihan. Dari beberapa pendapat para informan tentang unsur- unsur pelatihan seperti peserta, pelatih/instruktur, lamanya latihan, materi (bahan latihan), metode pelatihan, dan media pelatihan telah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh para peserta, maka penyelenggaraan program pelatihan reguler telah berjalan dengan baik.
84
V. 2 Evaluasi Hasil Penyelenggaraan Program Pelatihantihan Kerja Reguler Di Balai Latihan Kerja Industri Makassar Patton (1986:60) mengemukakan bahwah suatu proses evaluasi lebih menekakankan
pada
bagaimana
suatu
hasil
atau
outcome
diperoleh
dibandingkan melihat hasil itu sendiri. Irwin Langbein (1980:6) mengemukakan bahwa ketika semua penelitian evaluasi memperhatikan keberhasilan program, beberapa studi memdefenisikan keberhasilan dalam bentuk hasil/akibat program, ketika studi lain berfokus pada proses dengan mana program dilaksanakan. Evaluasi
penyelenggaraan
program
pelatihan
reguler,
akan
membandingkan antara tujuan yang menjadi target dari penyelenggaraan program pelatihan dengan apa yang telah dihasilkan oleh penyelenggaraan program pelatihan, yang dalam hal ini adalah lulusan BLKI Makassar. Dari perbandingan ini maka nantinya dapat kita tarik kesimpulan tentang seberapa jauh hasil yang telah dicapai dari penyelenggaraan program pelatihan di BLKI Makassar. Program pelatihan reguler merupakan salah satu dari beberapa program pelatihan yang terdapat di BLKI Makassar. Adapun menurut Kepala Seksi Program dan Evaluasi pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar Bapak JP menyatakan bahwa : “penyelenggaraan program pelatihan reguler di BLKI Makassar ditujukan bagi masyarakat khususnya para pencari kerja dan yang telah putus sekolah minimal SMP dan tentunya sesuai dengan syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh setiap calon peserta, dimana program pelatihan reguler dilaksanakan tampah memungut biaya dari peserta karena program pelatihan reguler itu sendiri dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Daftar Isian Penggunaan Anggaran dan waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan dan dana APBN” (Wawancara pada tanggal 4 April 2011)
85
Hal ini menjelaskan bahwa program pelatihan reguler dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Oleh sebab itu dilaksanakan tampah memugut biaya dari para pesertanya dan yang menjadi sasaran dari program pelatihan reguler ini adalah masyarakat usia kerja dan putus sekolah. Program pelatihan reguler ini diharapkan dapat memberikan kesempatan pada masyarakat khususnya masyarakat usia kerja
untuk mengembangkan
kemampuannya dalan bidang industri. Hal yang serupa juga diampaikan oleh Kepala Seksi Penyelenggaraan dan Pemasaran pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar Bapak AB menyatakan bahwa : “sesuai dengan visi dari BLKI Makassar, maka program pelatihan reguler diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang nantinya menjadi tenaga kerja yang professional dan berkompeten dibidangnya serta mampu bersaing di dunia kerja dengan terlebih dahulu mengikuti UJK (uji kompetensi) yang meliputi UJK teori dan UJK Praktek, kemudian setelah dinyatakan lulus kan direkomendasikan ke LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk mendapatkan sertifikat ” (Wawancara tanggal 6 April 2011) Pernyataan diatas sesuai dengan visi dari BLKI Makassar yaitu mewujutkan tenagakerja yang berkompeten dan berdaya saing maka, tujuan dari penyelenggaraan pelatihan reguler dapat dilihat dari segi pengembangan kualitas sumber daya manusia yang dalam hal ini mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten. Ada tiga komponen utama dalam membentuk kompetensi yang dikemukakakan oleh Hutapea dan Thoha (2008 : 28), yaitu : pengetahuan yang dimiliki individu, keterampilan dan perilaku individu. Sesuai dengan visi dari BLKI Makassar yaitu menwujudkan tenaga kerja yang berkompetensi dan berdaya saing. Maka ketiga komponen tersebut akan dijadikan sebagai tolak ukur dari evaluasi penyelenggaraan pelatihan reguler, yang dalam penelitian ini evaluasi dikususkan pada hasil (outcome) program pelatihan reguler.
86
Berdasarkan uraian tersebut diatas , maka berikut hasil temuan penelitian mengenai evaluasi penyelenggaraan program pelatihan Di BLKI Makassar yang dikhususkan pada evaluasi hasil (outcome) dilihat berdasarkan komponen yang menbentuk kompetensi seperti pengetahuan, keterampilan dan perilaku (sikap).
V. 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan salah satu komponen dari terbentuknya kompetensi bagi tenaga kerja. Pengetahuan terhadap lingkungan dunia kerja yang saat ini telah memasuki era modern sangatlah penting dimiliki oleh tenaga kerja unutk dapat menjadi bekal mereka dalam menghadapi ketatnya persaingan didunia kerja seperti saat ini. Hal ini dimulai dari pengetahuan terhadap alat-alat kerja yang pada saat ini telah semakin modern seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggi, secara khusus pada kejuruan teknologi makanikal sampai pada pengetahuan keselamatan kerja. Oleh sebab itu sangat diharapkan lulusan/alumni dari program pelatihan reguler di BLKI Makassar memiliki
pengetahuan yang luas sesuai dengan kejuruan mereka masing-
masing. Sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa informan, MI sebagai lulusan BLKI Makassar, menyatakan bahwa : “banyak sekali pengetahuan yang saya dapatkan setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, diantaranya pengetahuan tentang alat-alat kerja sesuai dengan kejuruan saja, pengetahuan cara mengoperasikannya sampai pada pengetahuan bagaimana menjaga keselamatan kerja saat bekerja dan pentingnya perilaku kerja seperti sikap disiplin dalam mengerjakan pekerjaan” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
Senada dengan pernyataan diatas, informan yang lain juga A menyatakan bahwa:
87
“disana kami diberikan pengetahuan tentang bekerja dengan menggunakan alat-alat seperti mesin-mesin seperti mesin pengelasan listrik DC, mesin pemotong otomatis dan lain-lain, juga pengetahuan tentang menjaga keselamatan kerja dan disiplin kerja melalui FMD” (Wawancara pada tanggal 15 April 2011) Dari beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, para alumni mendapatkan banyak pengetahuan diantaranya pengetahuan akan alat-alat kerja seperti, berbagai macam mesin yang sering dipergunakan dalam suatu perusahaan tertentu, cara menggunakannya. Selain itu melalui FMD para alimni mengakuh mendapatkan pengetahuan tentang keselamatan kerja dan pentingnya perilaku kerja seperti penerapan sikap disiplin dalam bekerja. Peserta
suatu
program
pelatihan
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan selama mengikuti proses pelatihan sehingga nantinya saat mereka telah dinyatakan lulus dari program pelatihan tersebut, mereka telah memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan kejuruan mereka masing-masing saat mengikuti pelatihan. Berkaitan dengan hal ini penulis kemudian mencari informasi
dari
beberapa
alumni
BLKI
Makassar
tentang
peningkatan
pengetahuan setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, seperti berikut ini : IN selaku alunmi BLKI Makassar menyatakan bahwa: “setelah saya mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, pengetahuan saya tentang alat-alat kerja yang saat ini lebih modern menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena saat pelatihan berlangsung kita dapat dengan langsung berhadapan dengan alat-alat kerja dalam praktek” (Wanwancara tanggal 12 April 2011)
Searah dengan pendapat diatas,SB yang juga seorang lulusan program pelatihan reguler di BLKI Makassar lainnya juga menyatakan bahwa :
88
“pengetahuan saya tentunya sangat bertambah karena selama belajar di BLKI Makassar saya kemudian bisa mengetahui lebih jelas tentang berbagai peralatan-pelatan atau mesin-mesin yang dipergunakan untuk berkerja dalam bidang saya” (Wawancara tanggal 11 april 2011) Berdasar beberapa pernyataan diatas maka dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh lulusan mengalami peningkatan khususnya dalam hal pengetahuan tentang alat-alat kerja yang berhubungan dengan dibidangnya. Selain itu para lulusan juga menjadi lebih tahu tentang perkembangan
alat-alat kerja yang lebih modern mengikuti perkembangan
teknologi. Kemudian seorang lulusan BLKI Makassar YR juga ikut berpendapat bahwa: “banyak sekali pengetahuan yang saya dapatkan setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar diantaranya pengetahuan cara-cara bekerja dengan menggunakan alat-alat dengan baik sehingga nantinya pekerjaan akan berjalan dengan baik pula” (Wawancara tanggal 7 April 2011) Pengetahuan tentang alat-alat kerja merupakan hal yang utama dalam dunia industri karena sebagian besar dari perusahaan yang bergerak dalanm bidang industri membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan tentang alat-alat kerja dan cara pengunaanya. Dengan pengetahuan terhadap alat-alat kerja, diharapkan kelak dapat membantu para lulusan BLKI Makassar dalam melakukan tugas dan pekerjaannya pada suatu perusahaan yang mempekerjakannya. Selanjutnya pendapat dari MY, salah seorang alumni
yang ditemui
ditempat kerjanya, menyatakan bahwa :
89
“pengetahuan saya dapat dikatakan bertambah setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, selain pengetahuan dalam mengenali dan mengoperasikan alat-alat kerja dengan baik, tapi juga pengetahuan lain seperti bagaimana menjaga keselamatan saat bekerja sehingga dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan saat bekerja” (Wawancara tanggal 12 April 2011) Selain pengetahuan tentang pengunaan alat-alat kerja, pengetahuan yang tidak kala pentingnya seperti pengetahuan tentang keselamatan kerja. Pentingnya pengetahuan tentang keselamatan kerja adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan memahami ancaman bahaya yang ada di tempat kerja. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah pengambilan tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan. Seorang tenaga kerja yang hanya mampu dan tahu
cara dalam
mengerjakan pekerjaanya tampah mengetahui bagaimana cara menjaga keselamatannya sendiri saat melakukan suatu pekerjaan tidak dapat dikatan berkualitas, sebab selain merugikan bagi dirinya sendiri juga akan memrugikan perusahaan yang mempekerjakannya. Pendapat lain dari NF yang juga seseorang lulusan dari BLKI Makassar kembali menuturkan bahwa : “Setelah mengikuti pelatihan di BLKI Makassar saya dapat mengetahui berbagai hal yang dulunya saya kurang tahu menjadi tahu, misalnya pengetahuan tentang berbagai alat-alat kerja, cara-cara mengoperasikannya, baik dari teori maupun prakteknya, hal ini saya rasa sangat penting diketahui sehingga mempermudah kita dalam mengerjakan tugas yang dibebankan ditempat kerja” (Wawancara tanggal 18 April 2011)
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa
setelah mengikuti program
pelatihan reguler seorang lulusan BLKI Makassar telah mengalami peningkatan pengetahuan tidak hanya dari teorinya saja tapi juga dari prakteknya dilapangan. 90
Dengan pengetahuan baik dari teori maupun prakteknya akan sangat bermanfaat saat berkerja dengan menggunakan alat-alat kerja. Berkaiatan dengan keselamatan kerja maka penguasaan terhadap teori dan praktek suatu alat kerja juga akan memperkecil terjadinya suatu kecelakaan kerja. Dari hasil wawancara diatas pengetahuan para lulusan BLKI Makassar pada periode 2010 dapat dikatakan mengalami peningkatan setelah mengikuti program pelatihan reguler. Seperti yang dikatakan oleh beberapa alumni dari BLKI Makassar periode 2010 bahwa setelah mereka mengikuti pelatihan di BLKI Makassar, mereka mengalami peningkatan pengetahuan baik pengetahuan tentang alat-alat kerja yang lebih canggi mengikuti perkembangan teknologi sampai pada cara-cara penggunaannya, serta juga pengetahuan tentang menjaga keselamatan saat berkerja. Dengan adanya pengetahuan yang cukup dimiliki oleh para lulusan dari BLKI Makassar, diharapkan dapat menjadi bekal yang nantinya sangat bermanfaat saat para lulusan akan mamasuki dunia kerja. Khususnya pengetahuan tentang alat-alat kerja yang dari waktu kewaktu berkembang mengikuti perkembangan teknologi, hal ini akan menjadi keunggulan tersendiri dari para lulusan BLKI Makassar.
V. 2.2 Keterampilan Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa salah satu dari komponen yang membentuk kompetensi adalah keterampilan. Keterampilan merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan. Keterampilan sangat penting untuk dapat dimiliki oleh tenaga kerja khususnya dalam dunia industri. Seorang tenaga kerja yang terdidik hendaknya memiliki
91
keterampilan
seiring
dengan
kebutuhan
modernisasi.
Dengan
memiliki
keterampilan yang cukup akan membawa seorang tenaga kerja menjadi tenaga kerja yang professional dibidangnya. Di BLKI Makassar sendiri khususnya kejuruan teknologi mekanik menberikan pelatihan berbagai keterampilan kepada para peserta pelatihan agar setelah mengikuti program pelatihan reguler kejuruan teknologi mekanik di BLKI Makassar mereka dapat memiliki keterampilan yang cukup untuk bersaing didunia kerja, karena pada saat ini keterampilan sangatlah penting dimiliki oleh seorang karyawan khususnya di bidang industry. Untuk mengetahui bagaimana keterampilan para lulusan BLKI Makassar setelah mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, penulis kemudian mencari tahu dengan mewawancarai beberapa lulusan BLKI Makassar kujuruan teknologi mekanik periode 2010. Berikut informasi yang penulis dapatkan dari beberapa informan. Menurut YR, salah seorang lulusan BLKI Makassar yang telah mengukuti pelatihan pada tahun 2010, menyatakan bahwa : “keterampilan saya pastinya mengalami peningkatan seperti kemampuan dalam mengoperasikan atau menggunakan alat-alat kerja atau mesinmesin, itu semua saya dapatkan setelah saya mengikuti program pelatihan reguler kejuruan teknologi makanik” (Wawancara tanggal 12 April 2011)
Hal yang senada juga diungkapkan oleh IN seorang yang juga telah mengikuti program pelatihan reguler, yang menyatakan bahwa : “setelah mengikuti pelatihan pastinya keterampilan saya meningkat dari sebelumnya khususnya dalam menggunakan alat-alat kerja dengan baik, karena di BLKI Makassar lebih banyak waktu prakteknya dari pada teori” (Wawancara tanggal 12 April 2011)
Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa setelah mengikuti program pelatihan reguler para lulusan BLKI Makassar mengalami peningkatan
92
keterampilan seperti mengoperasikan mesin-mesin yang biasa digunakan khususnya dalam dunia industri. Selain itu SB, seorang lulusan BLKI Makassar kejuruan teknologi mekanik juga menyatakan bahwa: “ ya, saat ini saya menjadi jauh lebih terampil dalam bekerja dan dapat dikatakan keterampilan yang saya dapatkan selama mengikuti program pelatihan reguler, sesuai yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan industry saat ini. Hal ini dapat saya buktikan pada diri saya sendiri yang telah bekerja di suatu perusahaan” (Wawancara tanggal 11 April 2011)
Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa para peserta menjadi lebih terampil dalam mengerjakan pekerjaan sesuai dengan bidangnya setelah mengikuti program pelatihan. Selain itu keterampilan yang mereka dapatkan selama mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar telah sesuai dengan kebutuhan perusahaan industry saat ini. Dengan keterampilan yang dimiliki oleh setiap tenaga kerja khususnya dibidang industry maka mereka dapat dengan mudah mengerjakan setiap pekerjaan yang dibebankan kepada mereka. Untuk mengetahui pengaruh keterampilan yang diperoleh oleh para lulusan BLKI terhadap pekerjaan mereka, penulis kemudian mencari tahu dengan mewawancarai beberapa lulusan BLKI Makassar yang telah bekerja. Menurut MY, seorang lulusan BLKI Makassar yang telah bekerja pada suatu perusahaan, menyatakan bahwa : “ ya, dengan keterampilan yang saya dapatkan sewaktu saya mengikuti program pelatihan reguler di BLKI Makassar, saya bisa dengan mudah mengerjakan pekerjaan yang dibebankan kepada saya karena sebelumnya saya memang sudah tahu cara mengerjakannya”(Wawancara pada tanggal 11 April 2011) Kemudian NF yang juga lulusan BLKI Makassar juga menyatakan hal yang senada bahwa :
93
“ ya, dengan keterampilan yang saya miliki saat ini, saya dapat mengerjakan pekerjaan yang dibebankan kepada saya dengan cepat tampah rasa ragu karena saya telah memiliki keterampilan dalam bidang itu” (Wawancara pada tanggal 18 April 2011) Pernyataan dari lulusan BLKI Makassar yang telah bekerja pada suatu perusahaan diatas menunjukkan bahwa keterampilan yang para lulusan BLKI Makassar dapatkan saat mengikuti program pelatihan reguler sangat membantu dan mempermudah mereka dalam mengerjakan pekerjaan yang salama ini dibebankan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Setelah menggikuti program pelatihan reguler,
keterampilan mereka
mengalami peningkatan khususnya kemampuan dalam mengoperasikan alat-alat atau mesin-mesin dengan baik sesuai dengan petunjuk penggunaannya. Keterampilan yang dimiliki oleh seseorang akan sangat mempengaruhi pekerjaan yang dibebankan padanya. Dengan mengetahui dan menguasai sesuatu yang akan dikerjakan maka seseorang dapat mengerjakan pekerjaanya dengan mudah sehingga dapat menghemat waktu dan menguragi terjadinya kesalahan.
V. 2.3 Sikap dan Perilaku Kerja Sikap (attitude) merupakan kesiapan mental, yang dipelajari dan diorganisasi malalui pengalamam dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, objek dan situasi yang berhubungan dengannya. Disamping pengetahuan dan keterampilan seorang tenaga kerja dapat dikatakan kompeten apabila memiliki sikap dan perilaku yang baik. Maka selain peningkatan pengetahuan dan keterampilan pelatihan juga harusnya mengarah pada pembentukan sikap mental pembangunan, sikap dan watak positif sebagai manusia yang berinisiatif, kreatif, berani.
94
Seorang tenaga kerja yang memiliki sifat dan perilaku yang baik akan mempunyai nilai tersendiri dibanding dengan seorang tenaga kerja yang sekalipun professional dalam bidangnya namun memiliki sifat dan perilaku yang kurang baik atau buruk. Oleh karena itu setiap lulusan dari BLKI Makassar diharapkan dapat memiliki dan mampu menerapkan sikap kerja denagan baik dalam lingkungan kerjanya nanti. Sehubungan dengan hal itu, penulis pun mencari informasi yang berhubungan dengan sikap dan perilaku kerja dari beberapa informan yaitu mereka yang pernah mengikuti program pelatihan reguler sebagai berikut : MI, menyatakan bahwa: “disana selain berlatih untuk menambah pengatahuan dan keterampilan, juga ada kegiatan FMD (fisik mental dan disiplin), disitu diperkenalkan sikap dan perilaku kerja yang juga sangat penting dimiliki oleh seorang tenaga kerja seperti penerapan sikap disiplin saat bekerja, sikap rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, bekerja keras dan bersungguhsungguh dalam bekerja”(Wawancara pada tanggal 12 April 2011)
Senada dengan pernyataan diatas, YR yang juga alumni BLKI Makassar menyatakan bahwah: “yang berhubungan dengan sikap dan perilaku kerja didapatkan melalui kegiatan FMD (fisik mental dan disiplin), disitu dapat kita tahu penting sikap disiplin dalam bekerja dan bertanggung jawab pada setiap pekerjaan yang dikerjakan” (Wawancara pada tanggal 12 April 2011) Pernyataan diatas menunjukkan bahwa dalam penyelenggaraan program pelatihan reguler di BLKI Makassar juga terdapat kegiatan FMD (fisik mental dan disiplin), dimana dalam kegiatan ini diperkenalkan pentingnya sikap dan perilaku kerja dimiliki oleh setiap tenaga kerja yang berkompeten. Dari kegiatan ini para peserta program pelatihan reguler diharapkan dapat meningkatkan dan mampu menerapkan sikap dan perilaku kerja dalam lingkungan kerjanya nanti. Kemudian
95
penulis kembali melakukan wawacara dengan IN yang
pernah mengikuti
program pelatihan reguler, menyatakan bahwa: “selain peningkatan pengetahuan dan keterampilan saya juga mengalami peningkatan dalam hal sifat dan perilaku kerja seperti sikap disiplin yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja guna meningkatkan etos kerja yang baik sehingga kita dapat melakukan pekerjaan dengan baik pula” (Wawancara tanggal 12 April 2011)
Selanjutnya SB yang juga merupakan alunmi dari BLKI Makassar juga menyatakan bahwa : “saya tentunya mengalami peningkatan dalam hal sikap dan perilaku kerja, kerena setelah mengikuti pelatihan di BLKI Makassar saya banyak mengetahui sikap-sikap dan perilaku kerja seperti disiplin dan memiliki rasa bertanggung jawab yang tinggi dalam mengerjakan pekerjaan yang diberikan pada saya” (Wawancara tanggal 11 April 2011)
Dari pernyataan diatas maka dapat dikatakan bahwa mereka yang pernah mengikuti program pelatihan reguler mengalami peningkatan dalam hal sifat dan perilaku kerja dimana setelah mereka mengikuti program pelatihan reguler, mereka dapat lebih disiplin dalam melakukan pekerjaan yang dibebankan kepada mereka. Selain itu dengan sikap disiplin dan rasa tanggung jawab yang tinggi, akan membantu mereka dalam meningkatkan etos kerja dalam melakukan suatu pekerjaan. Seperti yang telah dikemukakan pada wawancara sebelumnya, NF yang juga telah mengikuti program pelatihan reguler, memberikan pernyataan bahwa : “penerapan sikap dan perilaku kerja sangatlah penting dilingkungan tempat kerja dan ada kegiatan selama tiga hari pertama pada saat saya mengikuti program pelatihan reguler, saya dan peserta lainnya mengikuti FMD (fisik, mental dan disiplin) dan saya rasa kegiatan FMD ini telah menbantu saya dalam meningkatkan serta mampu menerapkan sikap dan perilaku kerja dengan sebaik-baiknya” (Wawancara 19 April 2011)
96
Penerapan sikap dan perilaku kerja sangatlah penting, maka di BLKI Makassar terdapat suatu unit kegiatan FMD (fisik, mental dan disiplin)
yang
masuk dalm kelompok unit kompetensi umum merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh setiap peserta pelatihan. Dalam kegitan FMD(fisik, mental dan disiplin)
peserta dapat memperoleh pengetahuan yang menyangkut sikap dan
perilaku kerja. Penbentukan sifat dan perilaku kerja dalam kegitan FMD (fisik, mental dan disiplin) Dengan
adanya
meliputi disiplin kerja, ketapatan waktu dan efisiensi.
kegiatan
FMD
(fisik,
mental
dan
disiplin)
dalam
penyelenggaraan program pelatihan reguler ini maka diharapkan para peserta mendapatkan pengetahuan tentang sipat dan perilaku serta mampu menerapkan dalam dinia kerja nanti. Sementara itu pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh A yang diketahui sebagai alumni BLKI Makassar yang menyempatkan waktunya untuk melakukan wawancara dengan penulis, menyatakan bahwa : “sikap dan perilaku kerja saya meningkat kerena di BLKI Makassar terdapat unit pelatihan FMD(fisik mental dan disiplin) yang didalamnya memberikan berbagai pengetahuan tentang bagaimana pembentukan sifat dan perilaku seperti dalam hal mendisiplinkan diri dalam bekerja serta meningkatkan etos kerja” (Wawancara tanggal 15 April 2011)
Selain disiplin kerja, pengembangan etos kerja juga tidak kalah pentingnya. Peningkatan produktifitas melalui etos kerja, dapat dilakukan lewat pendidikan yang terarah. Keberhasilan suatu pengembangan perilaku setelah mengikuti suatu program pelatihan akan memcerminkan etos kerja yang baik. Karena etos kerja sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menjalani tugas atau pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan budaya kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan.
97
Keberhasilan dari suatu kegiatan pelatihan tercermin dari lulusan atau peserta yang telah mengikuti program pelatihan yang telah mengalami tranformasi berupa peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sifat (attitut) sehingga dapat dikatakan berkompeten. Penyelenggaraan
program
pelatihan
reguler
diharapkan
dapat
mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten dibidangnya sehingga dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dibebankan padanya saat mereka berkerja pada suatu perusahaan nanti. Selain melakukan wawancara kepada beberapa alumni dari BLKI Makassar. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai lulusan BLKI Makassar yang telah
bekerja suatu perusahaan maka, penulis juga menyempatkan untuk
mewawancarai beberapa informan yang berpotensi menberikan informasi dari perusahaan yang mempekerjakan lulusan dari BLKI Makassar sebagai berikut. menyatakan bahwa : “saya melihat bahwa lulusan BLKI Makassar yang bekerja pada perusahaan ini memang terbilang cukup berkompeten dalam bidangnya karena mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup tentang apa yang mereka kerjakan sehingga sejauh ini mereka dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan” (Wawancara tanggal 21 April 2011) Selain itu seorang supervisor dari perusahaan Y yang mempekerjakan karyawan yang tercatat sebagai alumni BLKI Makassar menuturkan bahwa : “Menurut pengamatan saya selama ini, bahwa karyawan yang tercatat sebagai lulusan dari BLKI Makassar memang dikenal lebih terampil dalam melakukan pekerjaan, seperti telah memiliki pengalaman jauh sebelum bekerja disini oleh karena itu mereka tidak lagi terlihat kaku dalam mengerjakan pekerjaannya.” (Wawancara tanggal 19 April 2011) Dari informasi yang penulis dapatkan diatas, dapat dikatakan bahwa lulusan dari BLKI Makassar yang telah berkerja pada suatu perusahaan, mampu 98
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang dipercayakan kepadanya dengan baik serta mendukung pencapaian tujuan perusahaan tersebut. Hal ini terjadi tidak lepas dari pengetahuan dan keterampilan serta didukung oleh sikap dan perilaku kerja yang baik, yang dimiliki oleh lulusan dari BLKI Makassar melalui program pelatihan reguler yang telah diikuti sebelumnya. Dari
sekian
pernyataan
diatas,
yang
menyangkut
peningkatan
pengetahuan, ketarampilan dan juga sikap menunjukkan bahwa lulusan dari BLKI Makassar dapat dikatakan telah berkompeten karena sejauh ini para lulusan merasakan dampak yang baik setelah mengukuti pelatihan seperti mengalami peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kerja.
sikap atau perilaku
Selain itu lulusan dari BLKI Makassar juga telah manpu mkungan
menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku kerja yang mereka dapatkan selama mengikuti pelatihan di BLKI Makassar dalam lingkungan kerja mereka masing-masing. Sehubungan dengan judul penelitian yang mengangkat tentang study evaluasi penyelenggaraan program pelatihan reguler seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan program pelatihan reguler ini adalah untuk mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten dibidangnya dan memiliki daya saing. maka sesuai dengan hasil penelitian yang merupakan studi evaluasi penyelenggaraan program pelatihan reguler dimana, dalam penelitian ini peneliti melihat sejauh mana hasil dari penyelenggaraan program pelatihan reguler dengan melihat sejauh mana pencapaian tujuan dari penyelenggaraan program pelatihan reguler dengan memfokuskan penelitian terhadap hasilnya yaitu kualitas para lulusan dari BLKI. Maka disimpulkan bahwa penyelenggaraan program pelatihan reguler dapat
99
dikatakan berhasil karena telah mencapai tujuan, dimana sesuai dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa para lulusan BLKI Makassar telah memenuhi unsur-unsur penbentuk kompetensi sehingga Lulusan BLKI Makassar dapat dikatakan telah berkompeten dibidangnya.
V.3. Manfaat Dari Program Pelatihan Reguler Sub Kejuruan Las Listrik Penyelengggaraan suatu program akan memberikan dampak berupa manfaat bagi yang bersangkutan dalam program tersebut seperti halnya penyelenggaraan program pelatihan reguler pada sub kejuruan Las Listrik di BLKI Makassar periode 2010 memiliki manfaat khususnya bagi para peserta setelah mengikuti program pelatihan pada sub kejuruan Las Listrik. Berikut beberapa hasil wawancara penulis dengan beberapa alunmi tentang manfaat yang mereka peroleh setelah mengikuti program pelatihan reguler pada sub kejuruan Las Listrik di BLKI Makassar: Menurut SA, salah satu alunmi menyatakan bahwa: “manfaat yang saya peroleh setelah mengikuti program pelatihan di sub kejuruan las Listrik seperti halnya pengetahuan serta keterampilan saya dalam hal mengelas jauh lebih baik dari sebelumnya” (Wawncara Tanggal 3 Agustus 2011) Kemudian menurut L yang menyatakan bahwa: “manfaat dari mengikuti pelatihan ini yaitu memudahkan saya dalam mendapatkan pekerjaan karena saya telah memiliki sertifikat di sertai dengan pengalaman pengalaman saya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan kejuruan yang saya tekuni” (Wawncara Tanggal 2 Agustus 2011) Selain itu pendapat lain juga dikemukakan oleh A yang menyatakan bahwa:
100
“selain memudahkan dalam mendapatkan pekerjaan manfaat lainnya seperti jika kita telah memiliki modal sendiri maka kita dapat membuka usaha pengelasan sendiri karena kita sendiri telah professional dalm bidang pengelasan” (Wawncara Tanggal 2 Agustus 2011) Dari pendapat beberapa informan yang merupakan alunmi dari program pelatihan reguler sub kejuruan Las Listrik periode 2010, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa manfaat yang peserta peroleh setelah mengikuti program pelatihan reguler pada sub kejuruan Las Listrik di BLKI Makassar. Adapun manfaat tersebut sebagai berikut: a) Setelah mengikuti pelatihhan para peserta telah memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan berupa pengalaman dalam menggunakan peralatan/mesin-mesin Las. b) Mempermudah para peserta untuk terserap dilapangan kerja karena telah dibekali pengalaman sesuai dengan bidangnya. c) Jika memiliki modal peserta dapat membuka usaha sendiri seperti bengkel las karena telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang teknik-teknik dalm melakukan pengelasan.
101
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
IV. I. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian tentang evaluasi penyelenggaraan program pelatihan reguler di Balai Latihan Kerja Industri Makassar periode 2010, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam suatu pelatihan seperti peserta, pelatih/instruktur, lamanya latihan, materi (bahan latihan), metode pelatihan, media pelatihan sebagian masih belum sesuai dengan yang dibutukan oleh para peserta program pelatihan reguler khususnya yang berkaitan dengan instruktur pelatihan dan media pelatihan yang digunakan. Dan evalusi penyelenggaraan program pelatihan reguler di Balai Latihan Kerja Industri Makassar periode 2010 yang difokuskan pada hasil dari penyelenggaraan program pelatihan reguler , maka dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan program pelatihan reguler telah berhasil karena telah mencapai tujuannya. Dimana, para lulusan BLKI Makassar telah memenuhi unsur-unsur pembentuk kompetensi yang diperlukan dan sebagian besar telah terserap pada dunia kerja. Hal ini dipahami karena selama pelatihan yang bersangkutan telah ditempa pengetahuan,
keterampilan dan sikap/perilaku kerja sesuai yang dibutuhkan
oleh perusahaan saat ini, sehingga lulusan BLKI Makassar telah berkompeten dan memiliki daya saing di dunia kerja khususnya perindistrian.
102
IV. II. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik, maka dapat disarankan sebagai berikut : 1. Mengingat hasil penelitian yang menyatakan bahwa setelah mengikuti program pelatihan reguler lulusan BLKI Makassar telah mengalami perubahan
seperti
peningkatan
pengetahuan,
keterampilan
dan
sikap/perilaku kerja , maka diharapkan program pelatihan reguler yang dilaksanakan di UPTP BLKI Makassar ini perlu lebih ditingkatkan lagi sehingga tetap dapat mewujudkan tenaga kerja yang berkompeten dan berdaya saing. 2. Untuk lebih meningkatkan mutu,kualitas dan produktifitas para lulusan program pelatihan reguler di BLKI Makassar, maka disarankan agar unsurunsur pelatihan seperti peserta, pelatih/instruktur, lamanya latihan, materi (bahan latihan), metode pelatihan, media pelatihan perlu diperhatikan lagi dans disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan program pelatihan reguler.
103
DAFTAR PUSTAKA
Adair, Michael. 1995. Kualitas dan Keterampilan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Jaya Pustaka Aji F.B. dan Siraid S.M. 1990. Perencanaan dan Evaluasi, Jakarta: Bina Aksara. Flippo, B Edwin. 1984. Manajemen Personalia (Terjamahan). Jakarta: Penerbit Erlangga. Gomes, Faustimo Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogryakarta: ANDI. Hamalik, Oemar. 2001. Pengembangan Sumber Daya Manusia-Manajeman Pelatihan ketenagakerjaan. Jakarta: Bumi Aksara. Handoko T. Hani .2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia Cetakan 14. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Hasibuan Melayu S.P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia edisi revisi. PT. Bumi Aksara: Jakarta. Hariwijaya,M, DR & Triton P.B, S.Si. M.Si. 2008. Pedonam Penulisan Ilmiah Profosal dan Skripsi. Yogyakarta: Tugu Publisher. Hutapea, Parulian. MBA & Dr. Nurianna Thoha, MBA. 2008. Kompetensi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Langbein, Laura Irwin. 1980. Discovering Whether Programs Work: A Guide To Statistical Methods For Program Evaluation. California : Goodyear Publishing Company. Lynton, Rolf P & Undai Pareek.1984. Pelatihan dan Pengembangan Tenaga Kerja. Jakarta: PT Pustaka Binanam Pressindo. Mitrani, Alain. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi (Terjamahan). Jakarta :PT Intermasia.
104
Moekijat,Drs.1991. Latihan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju. Moekijat, Drs.1991. Perencenaan Tenaga Kerja. Bandung: Pionir Jaya. Moenir.1992. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Balai Pustaka. Notoatmodjo, Soekidjo .2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Palan, R. 2007. Competency Managemant. Teknik Implementasikan Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompatensi Untuk Meningkatkan Daya Saing Organisasi. Jakarta: Penerbit Bina Ilmu. Pradiansyah, Arvan.2004. You Are a Leader!. Jakarta: Gramedia. Prasetyo, Bambang .2005. Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Quinn Patton dan Michael/Hill Warely .1978. Otilizater Fokus Evaluation. London: Sube Publication Rachmawati, Ike Kusdyah, SE. MM. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: ANDY OFFSET. Rimsky, K Judisseno. 2008. Jadilah Pribadi Yang Berkompeten Ditempat Kerja. Jakarta: Gramedia Rivai, Veithzal. 2004. Manajeman Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Robbins, P Steph.2007. Perilaku Organisasi Ediso 10 (Terjamahan). Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang Sastro, Dr.B.Siswanto. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.. Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produtivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.
105
Siagian, P Sondang. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Buni Aksara. Siregar Arifin M, DR. 1982. Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja Pembangunan Ekonomi. Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Soedjadi,F.X. 1999. O&M (Organisasi dan Methods) Penunjang Keberhasilan Manajemen. Jakarta: Haji Nasagung Soedjadi, F.X.1997. Analisis Manajemen Modern. Jakarta: PT Gunung Agung. Spencer and Spencer.1993. Competence At Work, Models For Superior Performance, Jhon Willy and Sons,Inc. New York USA. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta. Suid, dan Almasdi. 1996. Aspek Sikap Mental Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Swasono, Yudo & Endang Sulistya Ningsih. 1983. Metode Rencana Tenaga Kerja. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Tayibnapis Farida Yusuf, DR. M.Pd. 2008. Evaluasi program dan Instrumen Evaluasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Terry, George. R. 2008. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara. Tjokroamidjojo, Bintoro. 1995. Manajemen Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung. Umar, Husein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Puataka Utama.
106
107