Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
ADAPTABILITAS KARIER : STRATEGI MENGHADAPI AFTA DAN MEMANFAATKAN BONUS DEMOGRAFI William Gunawan
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
[email protected]
Abstrak Trend perkembangan karier dalam dekade terakhir mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut mempengaruhi sikap dan cara seseorang merencanakan dan mengambil keputusan kariernya. Dalam konteks Indonesia, Asean Free Trade Area (AFTA) akan mulai diberlakukan pada tahun 2015. Selain itu, pada tahun 2010 sampai 2035 Indonesia akan mengalami bonus demografi yang ditandai banyaknya jumlah angkatan kerja produktif dalam kurun waktu tersebut. Menghadapi trend perkembangan karier, pemberlakukan AFTA dan bonus demografi sekaligus, diperlukan suatu pemahaman baru mengenai konsep karier termutakhir yang sesuai dengan perkembangan karier saat ini, yaitu adaptabilitas karier yang dikemukakan oleh Mark Savickas. Tinjauan ini akan membahas mengenai konsep adaptabilitas karier, dimensi-dimensi dari adaptabilitas karier, faktor-faktor yang memengaruhi adaptabilitas karier dan alat ukur adaptabiltas karier. Kata kunci : adpatabilitas karier, faktor-faktor yang memengaruhi adaptabilitas karier, dimensi adaptabilitas karier, alat ukur adaptabilitas karier.
Pendahuluan Karier merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia dan akan terus berkembang. Seseorang mengalami peningkatan karier apabila terjadi sebuah perkembangan atau kemajuan kualitas dalam dunia pendidikan, pekerjaan dan jabatan pekerjaan (Habsari, 2005). Menurut Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985) pekerjaan memiliki peran yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan ekonomi, sosial dan psikologis. Isaacson dan Brown (1997) mengungkapkan bahwa di masa yang akan datang akan banyak pekerjaan yang berubah dan berbeda secara signifikan, yang dapat dilihat dari banyaknya pekerjaan baru yang muncul 110
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
dan yang akan mengubah orientasi pekerjaan seseorang. Literatur karier terbaru mengungkapkan bahwa pada dekade ini seseorang cenderung lebih cepat berpindah karier dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dan berganti tempat kerja dari satu perusahaan ke perusahaan lain (Bolles, 2013). Bolles menambahkan, cara perekrutan karyawan yang dilakukan oleh perusahaan saat ini juga menggunakan cara dan metode yang sangat berbeda, yang sangat menggunakan teknologi, khususnya internet dan media sosial. Perubahan ini terjadi secara simultan, baik dalam skala nasional di negera masing-masing, tapi juga secara regional anatar kawasan, bahkan dalam skala multinasional di seluruh dunia. Secara regional, pada tahun 2015, Indonesia bersama dengan negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam Assosiation of South East Asian Nations (ASEAN) akan mulai memberlakukan suatu model perdagangan bebas yang disebut dengan Asean Free Trade Area (AFTA). AFTA merupakan kesepakatan di antara megara-negara ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas, dengan tujuan utama meningkatkan daya saing ekonomi dan bisnis ASEAN di tengah dunia. Dengan diberlakukannya AFTA, maka wilayah ASEAN akan menjadi kawasan bebas aliran barang, jasa investasi, permodalan, dan tenaga kerja bagi sesama negara ASEAN yang tergabung dalam AFTA. Mengantisipasi arus masuk tenaga kerja yang keras ke Indonesia, dan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia, pemerintah Indonesia sudah memberlakukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang mengatur kompetensi kerja pada berbagai profesi yang ada di dunia pekerjaan. Selain itu di ranah pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai tinggi, pemerintah memberlakukan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sebagai upaya mendukung dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing dengan tenaga kerja regional di kawasan ASEAN (Surono, 2012). Selain AFTA, Indonesia juga akan segera menghadapi bonus demografi. Bonus demografi merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) melebihi jumlah penduduk berusia senja. Menteri Pendidikan
dan
Kebudayaan,
Mohamad
Nuh
(dalam
Kompas.com,
2013)
mengatakan, pada periode 2010 – 2035 Indonesia akan dikaruniai potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Nuh mengatakan bahwa potensi sumber daya manusia tersebut harus dikelola dengan sedemikian rupa agar berkualitas dan benar-benar menjadi bonus demografi 111
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
dan bukan bencana demografi. Lebih lanjut Adieotomo (2006) menyampaikan bahwa penduduk mempunyai peranan dalam peningkatan ekonomi. Perubahan struktur umur penduduk akibat transisi demografi jangka panjang berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja, penumpukan kekayaan yang lebih besar, dan tersedianya human capital yang jumlahnya lebih besar dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Menghadapi diberlakukannya AFTA di tahun 2015 dan menyongsong bonus demografi pada tahun 2010 – 2035, maka generasi muda yang berada dalam usia produktif harus memiliki pemahaman yang baik terhadap kondisi ini dan mempersiapkan diri dan kualitasnya menghadapi dunia kerja. Adioetomo (2006) mengingatkan bahwa bonus demografi ini akan berdampak positif bila penduduk usia kerja produktif yang merupakan sumber potensi tenaga kerja berkualitas mampu memperlihatkan produktifitasnya dengan baik dan memiliki daya saing yang tinggi. Daya saing sumber daya manusia Indonesia saat ini menurut angka Human Development Index yang dilansir oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2014, berada di peringkat ke-111 dari 182 negara di dunia, dan berada di peringkat keenam dari sepuluh negara ASEAN (www.hdr.undp.org, 2014). Berdasarkan data dari biro pusat statistik (www.kemendikbud.go.id, 2013) pada tahun 2010 sebanyak 90.263 siswa SMA/SMK/MA putus sekolah. Juga terungkap bahwa hanya 23% dari seluruh siswa yang sudah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Marciano Norman (dalam bkkn.go.id, 2013) menyatakn bahwa dampak buruk yang mungkin dialami jika bonus demografi tidak dikelola dengan baik adalah tingginya angka ketergantungan penduduk terhadap pemerintah dan berbagai masalah yang muncul akibat hal tersebut, antara lain melonjaknya pengangguran, terjadinya konflik sosial, serta beban masalah kesehatan, angka putus sekolah yang semakin tinggi dan sebagainya yang berujung kepada penurunan kualitas manusia Indonesia. Berdasarkan data dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (Aptisi), angka pengangguran akademik mencapai lebih dari 600.000 orang per tahun, dengan 420.000 diantaranya adalah sarjana strata 1 dan sisianya lulusan pendidikan vakasi setingkat diploma. Data Bada Pusat Statistik pada Februari 2014 mencantumkan angka pengangguran terbuka lulusan perguruan tinggi di Indonesia mencapai
112
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
398.298 orang, setara dengan 4,31% dari total pengangguran terbuka yang mencapai lebih dari 7 juta orang (aptisi, 2014). Rendahnya daya saing, tingginya angka pengangguran dan angka putus sekolah merupakan ancaman terhadap kualitas sumber daya manusia yang memerlukan intervensi segera. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan, maka sumber daya Indonesia akan kalah dan tergilas habis diterjang derasnya arus masuk tenaga kerja yang lebih produktif dari negara-negara lain. Remaja dan pemuda di usia produktif harus mempersiapkan diri dengan baik dan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dihadapi. Kermampuan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang dialami di dalam pekerjaan dan karier dikenal dengan istilah adaptabilitas karier. Adaptabilias karier pada remaja dan pemuda sangat penting, karena adaptabilitas karier menurut Savickas (dalam Lent & Brown, 2012), merupakan suatu kesiapan seseorang untuk mengatasi tugas-tugas yang ada dan suatu peran untuk berpartisipasi dalam lingkup kerja, serta penyesuaian terhadap perubahan yang akan terjadi pada kondisi dan lingkungan pekerjaan. Dalam adaptabilitas karier mencangkup beberapa aspek yaitu perencanaan karier, eksplorasi karier, pengambilan keputusan dan regulasi diri (Creed, Fallon, & Hood, 2009).
Adaptabilitas karier Adaptabilitas karier merupakan bagian dari Teori konstruksi karier dari Savickas (dalam Lent & Brown, 2012), yang menjelaskan bahwa proses seseorang melalui masa perkembangan karier, cara kerja mereka, dan tujuan karier mereka. Adaptabilitas karier pertama kali dibentuk oleh Super dan Knasel (dalam Creed, Fallon, & Hood, 2009), sebagai pusat dalam perkembangan karier dan sejak itulah disarankan sebagai kunci kompetensi dalam keberhasilan karier pada umumnya. Menurut Savickas (dalam Lent & Brown, 2012), adaptabilitas karier merupakan suatu kesiapan seseorang untuk mengatasi tugas-tugas yang ada dan suatu peran untuk berpartisipasi dalam lingkup kerja serta penyesuaian terhadap perubahan yang akan terjadi pada kondisi dan lingkungan pekerjaan. Teori adaptabilitas karier dimaksudkan untuk diterapkan dalam komunitas multi kultural dan ekonomi global yang menyediakan sebuah penjelasan kontemporer terhadap karier dan menjadi suatu model yang sesuai untuk konseling karier. Untuk mencapai tujuan ini, teori konstruksi karier memfokuskan diri pada 113
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
bagaimana seseorang membangun kariernya berdasarkan konstruktivisme pribadi dan konstruktivisme sosial. Teori ini memandang perkembangan karier sebagai suatu proses adaptasi terhadap lingkungan daripada sekedar suatu proses perkembangan karier yang menjadi dewasa secara internal dan otomatis. Savickas (1997) mengajukan agar adaptabilitas karier menggantikan kematangan karier sebagai konstruk utama dalam perkembangan karier orang dewasa.
Perubahan
dari
kematangan
karier
menjadi
adaptabilitas
menyederhanakan teori life-span, life-space dari Donald Super
karier
dengan hanya
menggunakan satu konstruk untuk menjelaskan secara sederhana namun menyeluruh mengenai perkembangan karier pada anak, remaja dan orang dewasa. Perubahan ini juga memperkuat integrasi antara life-span, life-space, dan bagian self-concept dengan menekankan pada setiap bagian adaptasi yang dilakukan individu terhadap konteks lingkungan dan proses motivasi di dalam diri. Adaptabilitas karier juga menjadi suatu istilah yang penting karena menghubungkan empat perspektif teori life-span, life-space, antara lain (1) perspektif perbedaan individu, (2) perpektif
fenomenologis,
(3)
perspektif
perkembangan,
dan
(4)
perspektif
kontekstual. (Havenga, 2011, Hartung, Porfeli & Vondracek, 2008; Savickas, 1997, Savickas, dalam Lent & Brown, 2012). Adaptasi berarti untuk membuat lebih sesuai (atau kongruen) dengan suatu perubahan, sesuai dengan pandangan teori perkembangan karier.
Adaptabilitas
berarti kualitas untuk mampu berubah, tanpa kesulitan berarti untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah atau kondisi yang baru. (Savickas, 1997, 2005; Savickas, dalam Lent & Brown, 2012). Pratzner
&
Ashley
(1984,
dalam
Goodman,
1994)
mendefinisikan
adaptabilitas karier sebagai “kemampuan untuk beradaptasi dengan persyaratan pekerjaan, dan kemampuan untuk berganti pekerjaan yang lebih sesuai dengan kebutuhan individu.” Savickas (1997; Savickas, dalam Lent & Brown, 2012) mendefinisikan adaptabilitas karier sebagai “kesiapan
menghadapi tugas-tugas
yang bisa diperkirakan yang berkaitan dengan mempersiapkan dan berpartipasi dalam tuntutan pekerjaan dan dengan kondisi pekerjaan.” Rottinghaus, Day dan Borgen (2005, dalam Duffy, 2010) mendefinisikan adaptabilitas karier sebagai suatu kecenderungan yang memengaruhi cara seseorang memandang kemampuannya untuk merencanakan dan menyesuaikan
114
perencanaan karier
yang berubah,
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
terutama dalam kaitannya dengan peristiwa yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Menurut
Hartung,
Porfeli
&
Vondracek
(2008),
adaptabilitas
karier
menghasilkan sikap-sikap, kepercayaan, dan kompetensi. Dan setiap perilaku adaptabilitas akan memperkuat dan mengembangkan kemampuan individu untuk beradaptasi. Sementara Creed, Fallon, & Hood (2008) merujuk konsep adaptabilitas karier kepada proses pengaturan diri (self-regulatory), menekankan pentingnya interaksi antara individu dan lingkungan dan menitikberatkan pada bagaimana pengaturan masalah ketidakmatangan yang dihadapi individu. Dapat disimpulkan bahwa adaptabilitas karier adalah suatu kemampuan untuk beradaptasi dengan tugas-tugas yang bisa diperkirakan yang berkaitan dengan mempersiapkan dan berpartipasi dalam tuntutan pekerjaan dan dengan kondisi pekerjaan, termasuk di dalamnya berpartisipasi dalam tuntutan sekolah atau kuliah dari diri remaja dalam mempersiapkan kariernya di masa yang akan datang. Dalam adaptabilitas karier terdapat empat dimensi yaitu dimensi kepedulian, pengendalian, keingintahuan, dam keyakinan.
Dimensi Adaptabilitas Karier Savickas (1997, dalam Lent & Brown, 2012) mengidentifikasi empat dimensi dari adaptabilitas karier, yaitu kepedulian (concern), pengendalian (control), keingintahuan (curiousity) dan keyakinan (confidence), yang masing-masing merupakan suatu tugas perkembangan karier yang spesifik. Melalui table 1 dapat terlihat teori konstruksi karier mendefinisikan empat dimensi global adaptabilitas karier dan mengorganisasikannya dalam suatu model struktural dengan tiga tingkat. Pada tingkat yang tertinggi dan paling abstrak adalah empat dimensi adaptabilitas karier: kepedulian (concern), pengendalian (control), keingintahuan (curiousity) dan keyakinan (confidence). Dimensi-dimensi ini mewakili sumber dan strategi adaptabilitas umum yang digunakan seseorang untuk mengatur tugas-tugas penting, transisi dan pengalaman-pengalaman trauma yang mereka miliki seiring proses pembangunan karier mereka. Pada tingkat tengah, model ini menguraikan satu set variabel-variabel berbeda yang berfungsi homogen untuk masing-masing dimensi. Masing-masing set variabel-variabel tersebut disebut dengan ABC dari teori konstruksi karier, terdiri atas attitudes (sikap-sikap), beliefs (nilai-nilai) dan competencies (kompetensi). Ketiga hal tersebut membentuk perilaku adaptasi 115
Jurnal NOETIC Psychology konkret
yang
digunakan
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
untuk
menguasai
tugas-tugas
perkembangan,
menegosiosasikan transisi pekerjaan dan menyelesaikan trauma dalam pekerjaan yang disebut dengan perilaku coping (coping behavior). Perilaku ini muncul dalam tingkat ketiga sebagai tingkat yang paling kongkret dalam model struktural adaptabilitas karier. Perilaku coping inilah yang dilakukan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan karier yang dimiliki seseorang sesuai dimensi yang menjadi permasalahannya. mewujudkan aspirasi yang diinginkannya Savickas (1997, dalam Lent & Brown, 2012).
Tabel 1 Dimensi Adaptabilitas Karier Dimensi Adaptabilitas
Sikap-Sikap dan NilaiNilai
Kepedulian
Penuh Membuat perencanaan Rencana
Pengendalian
Menentukan
Mengambil Keputusan
Keingintahuan
Penuh rasa ingin tahu
Eksplorasi
Keyakinan
Manjur, efektif
Pemecahan Masalah
Kompetensi Perilaku Coping Kesadaran Keterlibatan Penuh persiapan Asertif Disiplin Penuh Motivasi Berani Mencoba Mengambil resiko Mempertanyakan Persistensi Penuh daya juang Produktif
Masalah Karier Ketidakpedulian karier Kebingungan karier Sikap tidak realistis terhadap karier Hambatan karier
Savickas (1997, dalam Lent & Brown, 2012).
Individu yang memiliki kemampuan adaptabilitas karier adalah individu yang (a) memiliki kepedulian terhadap masa depan mereka sebagai sorang pekerja, (b) meningkatkan pengendalian terhadap masa depan karier mereka, (c) menunjukkan keingintahuan dalam melakukan eksplorasi diri dan lingkungan karier di masa depan, dan (d) mampu memperkuat keyakinan diri untuk Kepedulian karier (career concern). 1. Kepedulian karier (career concern). Dimensi pertama dan terpenting dari adaptabilitas karier, berkaitan dengan kepedulian seseorang terhadap masa depan karier mereka sendiri. Kepedulian karier berkaitan dengan kepercayaan bahwa setiap orang memiliki masa depan yang berharga dan layak untuk dipersiapkan dan bahwa persiapan tersebut akan 116
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
memperbaiki masa depan mereka. Menurut Hartung, Porfeli & Vondracek (2008), kepedulian karier berkaitan dengan orientasi remaja terhadap masa depan dan optimisme yang dimilikinya berkaitan dengan masa depan. Seseorang yang memiliki kepedulian karier akan memiliki pandangan ke depan dan memiliki keyakinan akan masa depan yang diwujudkan melalui perencanaan karier yang dilakukan. Savickas (1997)
menunjukkan bahwa banyak remaja yang tekun menggunakan konsep
ketuntasan sebagai suatu kemampuan yang menunjang kepedulian karier. Salah satu remaja yang ditelitinya, John mengatakan sebagai berikut : ”Then I will just have to find a way to get to the top and so I will just have to adapt a little more and I will have to look at other options if what I want to do doesn’t work out.” Savickas (1997; Savickas, dalam Lent & Brown, 2012) lebih lanjut menambahkan, seseorang yang tidak memiliki kepedulian karier akan cenderung menghindari tanggung jawab untuk membuat perencanaan karier, menghindari pengambilan keputusan karier
ataupun keputusan apapun yang berkaitan dengan kariernya.
Pada kondisi kepedulian karier yang sangat rendah, seseorang akan menyerahkan tanggung jawab itu kepada pihak signifikan yang lain seperti orang tua, guru ataupun konselor karier. Seseorang yang memiliki kepedulian karier yang rendah disebut sebagai orang yang memiliki ketidakpedulian karier (career indifference), yang merefleksikan perilaku tanpa perencanaan,
pesimis dan sikap apatis terhadap
karier. 2. Pengendalian karier (career control). Suatu perasaan optimis mengenai masa depan karier berdampak pada siapa yang menentukan masa depan karier seseorang. Pengendalian karier berarti bahwa orang tersebut percaya bahwa mereka bertanggung jawab untuk membangun karier mereka sendiri. Jika remaja merasa yakin akan pengendalian karier yang dimilikinya, remaja akan lebih yakin dalam membuat alternatif pilihan-pilihan karier dan tidak merasa terpuruk saat salah satu perencanaan yang dilakukannya gagal (Maree dan Hancke, 2011). Sebaliknya, jika seseorang memiliki pengendalian karier yang rendah, maka ia akan
cenderung
mudah
merasa
tertekan
saat
perencanaan
karier
yang
dilakukannya gagal atau bahkkan di saat kondisi kariernya tidak memuaskannya. Duarte (2010, dalam Maree dan Hancke, 2011 ) meyakini proses konseling merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan pengendalian karier seseorang. Seseorang yang tidak memiliki pengendalian karier yang baik 117
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
diistilahkan sebagai seseorang yang memiliki kebingungan karier (career indecision) yang menampilkan perilaku kebingungan, penundaan (prokrastinasi) dan impulsif (Savickas, 1997; Savickas, dalam Lent & Brown, 2012). 3. Keingintahuan karier (career curiousity). Keingintahuan karier merujuk kepada kerajinan dan rasa haus untuk mempelajari lebih jauh mengenai tipe pekerjaan yang mungkin menarik bagi seseorang dan kesempatan yang ada di sekitar pekerjaan tersebut (Savickas, 1997; Savickas, dalam Lent & Brown, 2012 ). Keingintahuan karier menurut Hartung, Porfeli & Vondracek (2008) berkaitan dengan penelitian karier yang yang produktif dan pendekatan yang realistik terhadap masa depan. Menurut Maree dan Hancke (2011), seseorang yang memiliki keingintahuan karier yang tinggi akan memiliki antusiasme saat ingin mengetahui pekerjaan tertentu yang dilakukannya. Ia mungkin akan melakukan analisa pekerjaan melalui job shadowing dengan senang hati dan penuh
semangat.
Sebaliknya,
seseorang yang memiliki
keingintahuan yang rendah cenderung bersikap apatis dan tidak peduli dengan pekerjaan yang menarik untuknya. Bahkan mungkin tidak memikirkannya sama sekali. Seseorang dengan keingintahuan karier yang rendah dikatakan memiliki sikap tidak realistis (unrealism) terhadap dunia pekerjaan dan memiliki citra diri yang tidak tepat (Savickas, 1997; Savickas, dalam Lent & Brown, 2012). 4. Keyakinan karier (career confidence). Keyakinan karier memiliki dua komponen yang berkaitan erat. Peningkatan dalam kemampuan pemecahan masalah dan keyakinan bahwa seseorang dapat bertindak secara efektif. Hartung, Porfeli & Vondracek
(2008) meyakini bahwa
keyakinan karier merupakan suatu indikator dari kemampuan pemecahan masalah karier remaja sekaligus menjadi petunjuk kemampuan memenuhi kebutuhan diri sendirinya (self-sufficiency). Maree dan Hancke (2011) mengatakan, seseorang yang memiliki keyakinan karier akan menggunakan kemampuan pemecahan masalah yang dimilikinya untuk membuat keputusan karier yang lebih baik. Ia juga akan mampu menggunakan keterbatasan yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan beradaptasi dengan tantangan karier yang dihadapinya. Seseorang yang kurang memiliki keyakinan karier akan menghasilkan hambatan karier (career inhibition) yang akan menghambat terwujudnya peran seseorang dan menyebabkan kegagalan dalam meraih tujuan (Savickas, 1997; Savickas, dalam Lent & Brown, 2012). 118
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Faktor –faktor yang memengaruhi adaptabilitas karier Hirschi (2009) memaparkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi adaptabilitas karier yang mirip dengan faktor yang mempengaruhi kematangan karier merujuk pada artikel yang ditulis oleh Patton dan Lokan (2001). Meskipun jurnal ini merujuk pada kematangan karier, Super yang kemudian mengubah terminologi kematangan karier menjadi adaptabilitas karier, yang dianggapnya menyampaikan dengan lebih baik perilaku-perilaku terkait karier, juga kemampuan dan pengetahuan dalam berbagai tahapan dan transisi dalam perkembangan karier (Super & Thompson, 1984 dalam Patton & Lokan, 2001). Faktor-faktor tersebut diantaranya: 1. Usia Usia terkait dengan tahap perkembangan dari seorang individu. Semakin tinggi usia seseorang, semakin berkembang proses pemikirannya. Individu pada usia remaja pasti akan memiliki adaptabilitas karier lebih tinggi daripada individu usia anak-anak. Hal ini terkait dengan tugas perkembangan remaja dimana mereka dipersiapkan untuk menghadapi peran mereka nantinya di masa dewasa. Remaja sudah mengerti tentang implikasi jangka panjang dari pendidikan dan pilihan karier yang sudah dilakukannya (Steinberg, 1999). Namun pada saat memasuki masa lansia, 2. Gender Pada remaja perempuan dan laki-laki memiliki pola yang berbeda terkait komponen pembentukan identitas. Seperti pendapat Gilligan (dalam Seligman, 1994) bahwa perempuan membentuk identitas mereka dengan cara menjalin hubungan dengan orang lain, dan laki-laki dengan menetapkan kemandiriannya. Beberapa peneliti menyatakan bahwa kematangan karier pada remaja perempuan lebih tinggi dari remaja laki-laki seusianya (McNair & Brown, 1983, dalam Seligman, 1994). Dengan pola relasional, remaja perempuan akan dapat lebih mudah menggali tentang karier yang diminati, karena mereka cenderung berinteraksi dengan banyak orang. Hal ini dapat menjadi akses bagi individu yang ingin menggali informasi tentang karier atau pendidikan tertentu. 3. Pengalaman Kerja Ketika seorang individu memiliki pengalaman kerja yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, ia akan mendapatkan informasi terkait dengan karier yang dipilihnya.
Semakin
banyak
pengalaman 119
yang
didapat,
ia
akan
dapat
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
mengeksplorasi karier tersebut dengan lebih mendalam lagi. Dengan semakin kayanya informasi yang dimiliki, seseorang akan dapat merencanakan kariernya dengan lebih matang lagi. Penelitian yang dilakukan Luzzo, mengenai individu yang memiliki pengalaman kerja yang terkait dengan minat kariernya maka ia akan merasa
bahwa
pengambilan
keputusan
dalam
kariernya
sebagai
proses
berkelanjutan dimana mereka memiliki kontrol personal akan hal itu (Patton & Lokan, 2001). 4. Keluarga Hubungan antara orang tua dan anak adalah salah satu hal yang penting dalam keluarga. Dengan pola hubungan keluarga dapat diketahui arah pendidikan dan ekspektasi terhadap anak dari orang tua. Keluarga sebagai satuan masyarakat utama dapat menjadi salah satu sarana yang paling mudah dicapai anak untuk mendapatkan arahan dan informasi mengenai kaitan minat dan bakat mereka terhadap karier tertentu. Orang tua dapat pula mendorong anak menuju suatu karier yang diminati oleh anaknya. Mereka juga dapat menjadi sumber informasi anak dengan memberi nasehat, berdiskusi, dan memberikan petunjuk dengan model yang ditunjukkan oleh orang tua. Meskipun demikian, menurut Penick (1990), remaja dengan keluarga yang memiliki hubungan yang erat dapat mengalami kesulitan dalam menguasai tugas-tugas perkembangan karier. Hal ini dikarenakan mereka sering kali tidak mampu membedakan tujuan dan harapan orang tuanya. Mereka menjadi kesulitan untuk mengetahui kualitas unik mereka masing-masing karena pola pikir dan gaya yang sudah ditanamkan yang sesuai dengan nilai-nilai dalam keluarga. Bergen (2006) juga berpendapat bahwa keluarga memiliki pengaruh dalam proses perkembangan karier yang mempengaruhi individu secara langsung. 5. Institusi Pendidikan Dewasa ini, berbagai sekolah mulai mengadakan pendidikan diluar pelajaran utama yang berkaitan dengan penjurusan didunia perkuliahan dan alternatif karier terkait jurusan tersebut. Hal ini dapat membekali pelajar dengan pengetahuanpengetahuan mengenai hal yang diminatinya dan hal-hal yang perlu dipenuhi untuk mendapatkan karier yang diinginkan. Dunia perkuliahan juga seringkali mengadakan seminar
dan
pameran
pekerjaan
yang
mungkin
sesuai
dengan
karier
mahasiswanya. Patton dan Lokan (2001) meyakini bahwa perbedaan institusi pendidikan yang diikuti individu memiliki peranan yang penting dalam adaptabilitas karier. 120
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
6. Status Sosial-Ekonomi Status sosial ekonomi dapat berpengaruh pada adaptabilitas karier, dalam hal ini individu dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi akan memiliki kesempatan yang lebih besar dalam rangka eksplorasi karier dan perencanaan kariernya. Semisalnya, anak dengan status sosial ekonomi menengah ke atas akan memiliki fasilitas-fasilitas lebih untuk mencari tahu tentang karier yang diinginkannya. Ataupun
dengan
relasi
orangtuanya
dengan
orang-orang
tertentu
yang
memungkinkan lebih banyaknya informasi yang didapat anak untuk perencanaan kariernya. Patton dan Lokan (2001) meyakini bahwa latar belakang ekonomi memiliki peranan yang penting dalam kematangan karier.
Pengukuran Adaptabilitas Karier Untuk mengukur adaptabilitas karier, digunakan Career Adapt-Abilities ScaleInternational Form (CAAS). Career Adapt-Abilities Scale terdiri dari 24 item yang dikombinasikan dari empat dimensi adaptabilitas karier yaitu dimensi kepedulian, pengendalian, keingintahuan dan keyakinan sebnayak masing-masing 4 item untuk setiap dimensinya. Gabungan seluruh item dari keempat dimensi ini menghasilkan suatu total skor yang mengindikasikan adaptabilitas karier (Savickas & Porfeli, 2012; Porfeli & Savickas, 2012; Rossier, et. al., 2012). Semakin besar total skor mengindikasikan semakin kuat adaptabilitas karier seseorang. Pada setiap pernyataan dari alat ukur adaptabilitas karier terdapat lima pilihan jawaban, yaitu : Sangat Lemah (1); Lemah (2); Cukup Kuat (3); Kuat (4); Sangat Kuat (5). Kedua puluh empat item yang ada mewakili masing-masing empat dimensi dari
adaptabilitas
karier,
antara
lain
c)keingintahuan; dan d) keyakinan.
121
:
a)
kepedulian;
b)
pengendalian;
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Tabel 3.1. Dimensi Alat Ukur Adaptabilitas Karier Dimensi
Jumlah
Item No.
Contoh Item
1, 2, 3, 4, 5, 6
Memiliki kepedulian terhadap
Item Kepedulian
6
karier saya (6) Pengendalian
6
7, 8,9, 10, 11, 12
Mengandalkan diri saya sendiri (11)
Keingintahuan
6
13, 14, 15, 16,17,18
Menyelidiki berbagai alternatif sebelum mengambil keputusan (15)
Keyakinan
6
Total Item
24
19, 20, 21, 22, 23, 24
Mempelajari skill baru (21)
Alat ukur ini merupakan hasil penyusunan bersama dari sejumlah ahli dari berbagai Negara. Savickas & Porfeli (2012) mengungkapkan, suatu tim internasional yang terdiri dari psikolog karier dari 18 negara terlibat bersama dalam penyusunan alat ukur ini, antara lain: Australia — Mary McMahon; Belgia — Raoul Van Esbroeck dan Nicky Dries; Brasil — M. Célia Lassance; China — Zhijin Hou; Inggris — Jenny Bimrose; Perancis — Jean Guichard dan Jacques Pouyard; Jerrman — Barbel Kracke; Hong Kong — Alvin Leung; Islandia — Gugga Vilhjalmsdottir; Italia — Salvatore Soresi, Laura Nota, dan Lea Ferrari; Jepang — Agnes Watanabe; Korea — Jinkook Tak; Belanda — Annelies van Vianen and Ute Klehel; Portugal —Maria Eduarda Duarte; Afrika Selatan — Kobus Maree dan Mark Watson; Switzerland — Jean-Pierre Dauwalder dan Jerome Rossier; Taiwan — Hsiu-Lan Tien; USA — Mark Savickas, Erik Porfeli, Fred Leong, Fred Vondracek, dan Mark Leach. Secara bersama-sama, mereka
membuat suatu kerangka kerja dan
menyusun suatu kontrak umum tentang adaptabilitas karier untuk menghasilkan suatu cetak biru (blue print) tentang adaptabilitas karier. Selanjutnya, mereka mendefinisikan
adaptabilitas
karier
dari
bahasa
asli
masing-masing
dan
mengidentifikasi berbagai aspek dari adaptabilitas karier dalam budaya asal masingmasing. Kemudian tim penyusun menghasilkan daftar bersama yang kemudian diciutkan untuk mendapatkan intisari dari konstrak adaptabilitas karier secara spesifik. Hal ini memberikan bukti dari adanya validitas isi yang sangat kuat,
122
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
terutama berkaitan dengan validitas logik yang melibatkan sejumlah ahli psikolog dan konseling karier dari berbagai negara. Alat ukur ini juga memiliki kekuatan validitas konkuren karena telah dibandingkan dengan berbagai alat ukur yang mengukur konsep kematangan karier (career maturity) dan berbagai aspek kematangan karier, antara lain dengan Vocational Identity Status Assessment (VISA) dari Porfelli, et. al. dan ditemukan hasil korelasi yang valid dan signifikan pada = 0,01 (Savickas & Porfeli, 2012). Reliabilitas alat ukur ini juga memiliki skor yang sangat tinggi, baik dalam versi bahasa Inggris maupun dalam 13 versi alat ukur ini di seluruh dunia. Dari versi Internasional, skor reliabilitas yang dihasilkan dari total skor CAAS-International sebesar (0,92), lebih tinggi dari angka reliabilitas masing-masing sub skala kepedulian (0,83), kontrol (0,74), keingintahuan (0,79) dan keyakinan (0,85) (Savickas dan Porfeli, 2012). Setelah mendapatkan alat ukur dan ijin dari pengarang, peneliti melakukan proses penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dengan meminta bantuan penerjemah dari lembaga bahasa di salah satu Universitas di Jakarta. Kemudian setelah proses tersebut selesai, berdasarkan hasil terjemahan bahasa Indonesia, dilakukan penerjemahan ulang ke dalam bahasa Inggris (back translation) oleh ahli bahasa lain untuk mendapatkan terjemahan yang tepat dan akurat. Selama proses tersebut terjadi, peneliti berdiskusi dengan ahli bahasa tersebut untuk memastikan proses terjemahan. Setelah itu diadakan proses penilaian isi oleh ahli setingkat Doktor (S3) untuk memastikan proses adaptasi baik dan benar.
Setelah itu,
diadakan penyusunan alat ukur dan diujicobakan pada partisipan 80 siswa SMA di Jakarta dan didapatkan hasil yang kurang baik, sehingga dilakukan modifikasi alat ukur dan akhirnya dilakukan proses uji coba selanjutnya untuk mendapatkan alat ukur yang valid dan reliabel. Skala Adaptabilitas karier ini memiliki 24 item dengan 4 sub skala untuk mengukur sumber adaptabilitas antara lain
(1)kepedulian, (2)pengendalian,
(3)keingintahuan, dan (4)keyakinan. Masing-masing sub skala memiliki enam item yang masing-masing itemnya direspon dengan memilih skala dari 1 (lemah) sampai 5 (kuat sekali). Pada saat uji alat ukur pertama, untuk mengukur reliabilitas dan validitas alat ukur, digunakan uji analisa reliabilitas dengan koefisien Alpha Cronbach dan
123
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
ditemukan hasil reliabilitas total sebesar 0,868. Sementara untuk masing-masing itemnya, dari 24 item yang diuji, didapatkan hasil 23 item yang cukup reliabel dan memiliki angka koefisien reliabilitas di atas 0,3. Satu item yakni item no.15 memiliki reliabilitas yang rendah. Setelah dianalisa, ternyata terdapat kesalahan penyusunan alat tes, yaitu adanya beberapa kata yang salah ketik sehingga mengubah makna. Karena itu dilakukan uji coba kedua beberapa waktu kemudian. Dengan menggunakan uji reliabiltas
dan validitas dengan koefisien Alfa Cronbach
didapatkan angka reliabilitas total sebesar 0,931. Angka koefisien Alfa Cronbach masing-masing item pun cukup tinggi antara 0,33 sampai 0,83. Dengan demikian semua item diterima dan digunakan untuk proses analisa lebih lanjut.
Penutup Dengan memahami
konstruk ini, konselor akan dibantu untuk memfokuskan
perhatiannya
upaya
pada
membangun
kesiapan
konsele
untuk
memiliki
adaptabilitas dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi sepanjang rentang kehidupan. Adaptabilitas ini perlu dibangun baik bagi remaja maupun dewasa, meliputi
perencanaan karier, eksplorasi diri dan lingkungan, dan
pengambilan keputusan karier yang mantap. Dengan melakukan hal ini, konselor dapat membantu setiap konsele yang dilayaninya untuk memiliki kemampuan adaptabilitas karier sepanjang kehidupannya, memiliki pandangan ke depan untuk mengantisipasi
berbagai
pilihan
dan
perubahan,
mengeksplorasi
berbagai
kemungkinan dan memilih tujuan yang membangun dirinya.
Daftar Pustaka Adioetomo, S.,M., (2006). Age structural transitions and their implication:The case of Indonesia over century, 1950-2050. Paris:National Research in Demography. Retrieved from http://www.cicred.org/Eng/Publications/pdf/AgeStructuralBook.pdf on Januari 20th, 2015. Bolles, R., N.(2013). What Color is Your Parachute. New York:Ten Speed Press. Creed, P. A., Fallon, T., & Hood, M. (2009). The relationship between career adaptability, person and situation variables, and career concerns in young adults. Journal of Vocational Behavior, 74. 219-229. Duffy, R. D. (2010). Sense of Control and Career Adaptability Among Undergraduate Students. Journal of career Assessmment, 18(4), 420-430. 124
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Goodman, J. (1994). Career adaptability in adults : A construct whose time has come. The Career Development Quarterly; 43(1), 74-84). Retrieved from http://search.proquest.com/docview/ 219382824 Gunawan, W. (2013). Pengaruh sumber-sumber efikasi diri dan efikasi diri pengambilan keputusan karier terhadap adaptabilitas karier remaja (Tesis tidak dipublikasi). Universitas Indonesia, Jakarta. Hartung, P. J., Porfeli, E.J., & Vondracek, F.W. (2008). Career adaptability in childhood. The Career Development Quarterly; Sep 2008; 57,1; ABI/ INFORM Global. Issacson, L. E., & Brown, D. (1997). Career information, career counseling, and career development. MA: Allyn and Bacon. Kompas.com. The Republic of Indonesia, Minister of Youth & Sports (10 Sep 2013). Opening Statement of the Minister of Youth&Sports at Round Table Meeting on the Strategic Approach for the Development of Indonesian Youth. Lent, R. W. & Brown, S. D. (2012). Career development and counseling: Putting theory and research to work. (Ed. 2). Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons. Maree, J. G. & Hancke, Y. (2011). The value of life design counseling for an adolescent who stutters. Journal of Psychology in Africa 2011, 21 (2), 211-228. Diunduh dari http://repository.up.ac.za/bitstream/handle/2263/18688/Maree_Value(2011).pdf ?sequence=1 pada 30 Oktober 2012. Nesdale, D.; Pinter, K. (2000). Self-efficacy and job-seeking activities in unemployed ethnic youth. The Journal of Social Psychology 140. 5 (Oct 2000): 608-14. Diunduh dari : http://search. Proquest. com/docview /199817859/fulltextPDF/1392EF411855D1E235C/1?accountid=50673 pada 1 September 2012. Porfelli, E.J., Savickas, M.L. (2012). Career adapt-abilities scale-USA Form : Psychometric properties and relation to vocational identity. Journal of Vocational Behavior 80, 661-673. Retrieved from http://www.elseveir.com/locate/jvb. Rossier, J., et.al. (2012). Career adapt-abilities scale-in French-Speaking Swiss sample : Psychometric properties and relationship to personality and work engagement. Journal of Vocational Behavior 80, 661-673. Retrieved from http://www.elseveir.com/locate/jvb. Savickas, M. L. (1997). Career Adaptability: An integrative construct for life-span, life-space theory. The Career Development Quarterly; Mar 1997; 45; 3; Proquest pg.247. Savickas, M.L., Porfelli, E.J. (2012). Career adapt-abilities scale : Construction, reliability, and measurement equivalence across 13 countries. Journal of 125
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Vocational Behavior 80, 661-673. Diunduh http://www.elseveir.com/locate/jvb. pada 10 September 2012.
dari
Surono (2012). Mengembangkan Skema Sertifikasi KKNI. Diunduh dari http://www. bnsp.go.id/assets/repositori/files/5.%20MEMBANGUN%20SKEMA%20 SERTIFIKASI%20KKNI.pdf pada 21 September 2013
126