KONTAMINASI AFLATOKSIN PADA PAKAN TERNAK Kasma Iswari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat
ABSTRAK Aflatoksin merupakan suatu senyawa kimia yang bersifat toksik pada ternak maupun manusia yang diproduksi secara alami oleh cendawan Aspergillus flavus dan A . parasiticus . Cendowan tersebut tumbuh dan berkembang pada media yang kaya protein, lemak dan karbohidrat . Bahan pakan seperti jagung, kacang-kacangan, dan bungkil kelapa merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangannya . Makalah ini membahas mengenai bahaya cemaran, dan batas maksimum aflatoksin yang diperkenankan pada bakan pakan dan pakan ternak serta usaha pencegahan perkembangan cendawan Aspergillus flavus dan produksi aflatoksin pada bahan pakan maupun pakan ternak . Bahaya cemaran aflatoksin pada pakan sapi dan ruminansia lainnya adalah merusak organ hati berupa nekrosis, pembengkakan visceral dan fibrosis, terjadi penurunan berat badan karena kurang nafsu makan, dan turunnya produktivitas (susu), serta turunnya kekebalan tubuh . Pada ayam dan itik yang diberi pakan mengadung aflatoksin 0,5 pg/ gram pakan, mengakibatkan menurunnya produksi telur pada ayam, sedangkan pada itik terjadi biliaryproliferation pada hati . Bahaya yang lebih besar adalah terhadap manusia yang mengkonsumsi daging, ataupun susu dan telur yang tercemar aflatoksin, menyebabkan toksigenlk, mutagenik, teratogenik dan karsinogenik terutama kanker hati . Batas toleransi maksimum kandungan aflatoksin pada jagung sebagal bahan pakan adalah : 20 ppb untuk pakan hewan ternak yang umurnya masih muda, termasuk ternak ayam; 100 ppb untuk pakan ternak reproduksl; termasuk babi dan ayam; 200 ppb untuk pakan penggemukan babi ; dan 300 ppb untuk pakan sapi pedaging ; dan 5 ppb untuk sapi perah . Sedangkan toleransi maksimum untuk pangan dan pakan adalah 20 ppb ; pada daging flavus dan dan telur 0,02 ppb; dan 0,001 ppb pada susu . Beberapa usaha pencegahan perkembangan As produksi aflatoksin adalah : mempertahankan kadar air bahan baku pakan 12-14%, kadar air pakan 10%, yang dibarengi dengan menekan kelembaban sampai s 70% selama penyimpanan, menyimpan pada suhu dingin (5-10°C), menggunakan bahan baku pakan yang tidak terserang hama atau penyakit. Modifikasi atmosfir ruang simpan atau kemasan pakan dengan menurunkan tekanan parsial 02 dart 21% menjadi kurang dari 1% dalam kemasan pakan dapat menghambat produksi aflatoksin . Penggunaan biokontrol seperti Yeast dan arang aktif 1,5% pada pakan yang mengandung 150 ppb aflatoksin dapat menghambat terjadinya aflatoksikosis . Kata kunci : Kontaminasi, Aflatoksin, A . flavus, pakan, bahan pakan .
PENDAHULUAN ualitas sumberdaya manusia suatu bangsa dipengaruhi oteh banyak faktor diantaranya adalah nilai gizi terutama kecukupan protein hewani . Dalam hat ini ternak memiliki andil penting untuk pemenuhan kecukupan protein hewani tersebut . Berbagai bukti empiris menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein hewani suatu bangsa mempunyai koretasi positif dengan kualitas sumberdaya manusia bangsa tersebut (Agustar, 2004) . Untuk memenuhi kecukupan protein hewani tersebut, Presiden RI pada tanggat 11 Juni 2005 telah mencanangkan program kecukupan daging 2010, dimana pada tahun tersebut diharapkan Indonesia telah mampu meningkatkan populasi ternak untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat tanpa mengimpor daging .
X
Untuk menunjang tertaksananya program kecukupan daging tersebut, kesehatan pakan memegang peranan yang sangat penting, karena daging yang diharapkan untuk memenuhi kecukupan protein adatah daging yang sehat yang berasat dari ternak yang sehat, hat ini akan Pakan yang sehat setain diperoleh apabila ternak mengkonsumsi pakan yang sehat . mengandung nitai gizi yang Lengkap, juga tidak dicemari cendawan, karena cendawan setain merusak pakan juga menghasitkan toksin yang disebut dengan mikotoksin . Salah satu jenis toksin yang tergolong mikotoksin adalah aftatoksin yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus (Pitt et al ., 1996)
Prosiding Peternakan 2006
151
Aflatoksin bersifat toksik pada manusia dan hewan, pada ternak ruminansia cemaran aflatoksin ditandai dengan turunnya kecepatan pertumbuhan turunnya produktivitas (susu) turunnya kekebalan tubuh . Turunnya kecepatan pertumbuhan berkaitan dengan aflatoksikosis kronis pada ternak . Juga kerusakan hati berwarna pucat dan empedu membesar . Bahaya yang lebih besar adalah terhadap manusia yang mengkonsumsi daging, ataupun susu ternak yang pakannya tercemar aflatoksin yaitu menyebabkan toksigenik (keracunan), mutagenik (mutasi gen), teratogenik (menghambat pertumbuhan janin) dan karsinogenik (kanker pada jaringan) terutama kanker hati, yang ditandai dengan terjadinya pembesaran yang mencolok, pucat dan berlemak (Makfoeld, 1993 ; Bahri et al ., 2003) . Iklim tropis seperti Indonesia umumnya dan Sumatera Barat khusunya, sangat mendukung untuk perkembangan cendawan terutama Aspergillus flavus, karena cendawan tersebut berkembang pada suhu 21- 41 °C, pada kisaran suhu 11- 41 °C akan memproduksi aflatoksin dan optimum pada suhu 24-35 °C, aktivitas air (aw) optimum 0,93- 0,98 dengan kelembaban 83% . Makalah ini bertujuan membahas bahaya cemaran, dan batas maksimum aftatoksin yang diperkenankan pada bahan baku pakan dan pakan ternak serta usaha pencegahan perkembangan cendawan Aspergillus flavus pada bahan pakan ataupun pakan ternak, sehingga tidak memproduksi aflatokasin . BAHAYA CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN TERNAK Aflatoksin merupakan metabotit sekunder yang dihasilkan oteh strain yang toksigenik dari A . flavus dan A . parasiticus . Aflatoksin yang umum ditemui datam pakan ternak adalah aflatoksin 61, B2, G1 dan G2, sedangkan aflatoksin M1 terdapat pada susu . Diantara semua jenis aflatoksin tersebut, aflatoksin B1 yang paling berbahaya . Ternak yang memakan pakan yang tercemar afltoksin mengakibatkan tidak berfungsinya gastrointestinal, dan terjadinya penurunan reproduksi, penurunan produksi telur dan susu serta penurunan kekebatan tubuh pada ternak . Pada sapi aflatoksin akan berpengaruh pada organ hati berupa nekrosis, pembengkakan visceral, disamping itu juga terjadi penurunan berat badan karena berkurangnya nafsu makan (Ginting, 2005) . Pembentukan tumor terjadi pada tikus setelah diberikan aflatoksin B1 sebanyak 0,2 pg/hari setama 476 hari, pemberian yang terus menerus tersebut memperbesar daerah kanker lebih cepat dari sebelumnya ( Wilson dan Hayes, 1973 dalam Makfoel, 1993) . Pada ayam dan itik yang diberi pakan mengadung aflatoksin 0,5 pg/ gram pakan akan muncut gejala convulsion, pada ayam akan menurunkan daya pengeraman dan produksi telur sedangkan pada itik terjadi biliaryproliferation pada hati (Goldblatt, 1969 dalam Makfoel, 1993) . Ternak yang mengkonsumsi pakan yang sudah tercemar aflatoksin akan menyebabkan bagian daging, telur ataupun susunya mengandung aflatoksin . Hat ini akan menimbutkan bahaya pada kesehatan manusia . Bahaya yang paling besar adalah bita manusia mengkonsumsi daging, tetur ataupun susu ternak tercemar aflatoksin . Manusia tersebut juga akan menderita kanker terutama kaker hati, karena struktur aflatoksin sangat stabil, dengan beberapa cara pertakuan fisik maupun kimia tidak mengurangi toksisitasnya . Aflatoksin bersifat akumulatif dan sangat berbahaya pada dosis tinggi (1 .000 ppb) yaitu dapat menimbulkan kematian . Toksisitas aflatoksin 131 sudah diuji terhadap beberapa spesies yang ditunjukkan dengan nilai LD 50 (Tabel 1) . Nitai LD 50 memberi petunjuk bahwa kematian sebesar 50% dari poputasi organisme yang diuji pada dosis toksikan yang diberikan .
1 52
Kasma lswari
Tabel 1 . Nilai LD5o aflatoksin 81 beberapa spesies hewan ternak dan manusia . LD5o (mg/kg berat badan) Spesies 0,3 Kelinci Kucing 0,6 0,5-1,0 Anjing 0,6 Babon 2,0 Mencit jantan 5,5 Mencit betina 17,9 Monyet Mocaque Tikus 7,8 10,2 Hamster 0,36 Anak itik Manusia 5,0 Sumber : Moss, 2002
Proses masuknya aflatoksin ke dalam tubuh melalui oral kemudian akan diabsorbsi secara sempurna metatui usus, selanjutnya senyawa toksin akan terakumulasi pada organ hati dan hanya sedikit aflatoksin yang tertimbun di ginjat, organ perkembang biakkan, jantung, paruparu, empedu dan organ pencernaan . Hat ini terjadi karena masuknya aftatoksin bersamaan dengan makanan, sesuai dengan sistim peredaran darah akan tersebar di bagian-bagian tubuh (label 2) . Organ target utama pada semua spesies adalah liver . Sejumlah fungsi liver dipengaruhi dan berefek komulatif yang fatal bagi hewan, diantaranya adalah hilangnya fungsi liver, blood clotting (penggumpalan darah) penyakit kuning, dan reduksi dalam serum protein . Tabel2 . Organ yang terserang aflatoksin . Organ target Hati (liver) Empedu, ginjal, jantung dan paru-paru Organ pencernaan Organ perkembang biakkan Sumber : Donatus dan Makfoel, 1992 dalam Miskiyah et al, 2005
Jenis aflatoksin B1, B2, M2 B1 B1 B1
BATAS MAKSIMUM KANDUNGAN AFLATOKSIN YANG DIPERKENANKAN PADA BAHAN PAKAN, PANGAN DAN PAKAN TERNAK Bohan Pakan
Kesehatan bahan pakan sangat mempengaruhi kesehatan pakan ternak, oteh karena itu bahan pakan yang digunakan sebaiknya mengacu pada ketentuan standar Internasional seperti FDA (Food and Drug Administration), Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai badan di bawah FAO dan WHO ( World Health Organization) yang menangani standar bidang pangan . Dengan tidak tercemarnya bahan pakan, besar kemungkinan pakan juga tidak akan tercemar . Berikut disajikan batas maksimum kandungan aflatoksin pada bahan pakan seperti jagung, kacang tanah, bungkil kacang tanah dan bungkil kelapa (Tabel 3) . Tabel 3 . Level maksimum kandungan aflatoksin dalam bahan pakan untuk bermacam jenis ternak Bahan pakan ternak (jagung, kacang tanah, bungkil Level Aftatoksin lP b kacang dan bungkil kelapa) ) ayam) 20 Ternak muda (sapi, babi, termasuk 100 Sapi untuk reproduksi termasuk ayam petelur 200 Babi untuk penggemukan (Pedaging) 300 Sapi pedaging Sapi perah 5 Sumber : Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat, 2005 dalam Learso, h ttp : / /www .imsucares .com . 7 Sep, 2006 (Mississippi State University ) ; Codex Alimentarius Commission, 1995 .
Tabel 3 memperlihatkan bahwa bahan pakan untuk sapi perah paling rendah toteransi kandungan aflatoksin yaitu hanya 5 ppb . Hat ini disebabkan karena aflatoksin B1 pada tubuh hewan akan diekskresikan melalui susu dalam bentuk M1, sehingga individu yang sedang menyusu dan manusia yang meminum susunya juga akan menelan aflatoksin M1 (Miskiyah et Prosiding Peternakan 2006
1 53
al ., 2005) . Ternak yang masih muda juga lebih sedikit aflatoksin yang diperbotehkan dibandingkan sapi pedaging dan sapi reproduksi menurut Makfoeled (1993) mengatakan bahwa hewan yang masih muda umurnya lebih rentan terhadap keracunan aflatoksin dibandingkan hewan yang umurnya sudah tua . Pangan dan Pakan Ternak Standar Internasional memberikan ketentuan kadar aflatoksin yang diperbolehkan untuk bahan pangan dan pakan ternak hanya 20 ppb, sedangkan untuk daging lebih rendah yaitu 0,02 ppb dan susu 0,001 (Tabel 4) . Kesepakatan terbaru tentang batas maksimum kadar aftatoksin yang diperbotehkan pada semua komoditas yang diperdagangkan di pasar dunia hanya 15 ppb, terutama di Amerika dan Eropa . Namun di Indonesia diketahui dari hasil survei bahan pakan seperti jagung mencapai 350 ppb (Rahayu et al ., 2003), kacang tanah 20-1 .262 ppb, bungkit kacang tanah mencapai 3 .080 ppb (Ginting et al ., 2005) . Datam hat ini sebetumnya Pit dan Hocking (1996), telah mengemukakan bahwa kadar aflatoksin pada beberapa bahan pakan di negara tropis telah melampaui batas toteransi . Diperkirakan jumlah kematian karena kanker hati yang disebabkan aftatoksin di Indonesia lebih dari 20 .000 orang pertahun . Tabel 4 . Batas maksimum kandungan aflatoksin pada pangan dan pakan ternak . Pangan dan Pakan ternak Level Aflatoksin (ppb) Sumber Bahan pangan 20 FDA, 2005 Pakan ternak 20 FDA, 2005 Daging dan telur 0,02 Codex Atimentarius Commission, 1995 Susu 0,001 Codex Alimentarius Commission, 1995
USAHA PENCEGAHAN PERKEMBANGAN A .FLAVUS DAN PRODUKSI AFLATOKSIN PADA BAHAN PAKAN DAN PAKAN TERNAK Penurunan Kadar Air, Suhu dan RH Bahan Pakan Dan Pakan Selama Penyimpanan Usaha pencegahan kontaminasi aftatoksin pada bahan pakan dan pakan lebih efektif dilakukan terhadap pencegahan invasi dan infeksi A .flavus, karena mengingat struktur aftatoksin sangat stabil . Beberapa usaha pencegahan adalah : (i) penurunan kadar air bahan pakan dan pakan, penurunan suhu dan kelembaban ; (ii) penggunaan bahan pakan yang bebas dari serangan hama dan panyakit : (iii) modifikasi artmosfir ruang simpan dan kemasan pakan ; serta (iv) penggunaan biokontrol . A . flavus tumbuh dan berkembang pada kadar air media lebih besar dari 14% dengan RH_ 83% setama penyimpanan . Aftatoksin diproduksi pada kisaran suhu 11- 41 °C dan optimum pada suhu 24-35 °C dengan masa inkubasi selama 15 hari, aktivitas air (aw) optimum 0,930,98 dengan kelembaban 83% (Brown et al ., 1995) . Oteh karena itu usaha yang dapat ditakukan adatah mengeringkan bahan pakan sampai kadar air 12 - 14%, dan pakan 10%, khusus untuk bahan yang mengandung temak seperti kacang-kacangan kadar air penyimpanan lebih rendah dibandingkan jagung, sehingga jumlah air bebas dalam bahan ataupun pakan tidak mencukupi untuk kehidupan cendawan atau mikroba tainnya . Hat ini telah dibuktikan oteh Iswari et a! ., (2000) bahwa penyimpanan jagung pada kadar air 12% diperoteh populasi A .flavus 10,21 koloni/g bahan dan tidak ditemui aftatoksin, tetapi bita kadar air ditingkatkan menjadi 18% diperoleh populasi 585,82 koloni/g bahan dengan kandungan aftatoksin 37,21ppb . Pengeringan cepat setetah panen pada bahan pakan seperti jagung dan kacang tanah dapat mengurangi invasi A .flavus . Penyimpanan bahan pakan dan pakan pada suhu dingin (5-10°C dengan RH 70%) sangat membantu untuk menghambat perkembangan A . flavus dan produksi aftatoksin (Miskiyah et a! ., 2005) .
1 54
Kasma lswari
Menggunakan Bahan Baku Pakan Bebas dari Serangan Hama Cendawan A .flavus sering menginfeksi bahan pakan setelah bahan diserang hama seperti hama gudang ataupun penggerek . Oteh karena itu bahan yang digunakan sebelum diolah menjadi pakan sebaiknya bebas dari serangan hama ataupun penyakit . Gudang penyimpanan diusahakan bersih dari sisa-sisa bahan pakan ataupun pakan dan tidak lembab . Penyimpanan hermetis pada pakan sangat membantu dalam menghambat kontaminasi aflatoksin . Pencegahan kontaminasi jamur ataupun cendawan pada proses produksi pakan hanya dapat ditakukan dengan membuat rencana petaksanaan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang balk . Modifikasi Atmosfir Ruang Simpan atau Kemasan Pakan Komposisi atmosfir ruang simpan berpengaruh terhadap invasi A . flavus . Datam hat ini Shetty et al ., (1994) metaporkan hasit penetitiannya pada penyimpanan jagung bahwa invasi dan infeksi A . flavus berkurang dari 11 koloni/g bahan pada komposisi 40% CO 2 dan 20 02, menjadi not apabila komposisi atmosfir ruang simpan 60 % CO2 dan 20% 0 2 . Pembentukan aflatoksin pada pakan terhambat bila dilakukan pengurangan tekanan parsiat oksigen dari 21% menjadi 5 %, dan bahkan pembentukan sama sekati terhambat bila komposisi oksigen kurang dari 1% (Syarief et al ., 1993) . Biokontrot Setain metakukan upaya pencegahan dengan cara fisik maupun kimia, menurut Roostita (2002), pencegahan akan efektif pula jika dilakukan melatui biokontrot . Produksi aflatoksin dari jamur mampu dilawan secara biologis dengan salah satu mikroorganisme di atam ini satah Yeast memiliki sifat antagonistik datam menghambat satu diantaranya adatah Yeast . pertumbuhan dan racun dari jamur patogen yang ganas . Beberapa data menunjukkan, bahan pangan atau pakan yang mengandung Saccharomyces cerevisiae (ragi, satah satu jenis yeast) jarang terdapat racun aflatoksin . Sifat Yeast yang saphrophytic ini dapat membentuk koloni pada media tumbuhnya lengkap dengan ekstrasetuler polisakarida, yakni semacam lilin yang melapisi set Yeast . Ekstrasetuter polisakarida itu membuat yeast dapat bertahan hidup, bahkan membuat koloni jamur mengalami kekurangan zat gizi dan nutrisi . Kondisi tersebut membuat infeksi aftatoksin dapat dihindari (Roostita, 2002) . Yeast telah dikemas sebagai tarutan dan powder . Aptikasi dapat ditakukan dengan menyebar powder atau menyemprotkan larutan yang mengandung yeast itu, seperti layaknya semprotan pestisida, ke gudang penyimpanan pakan sehingga pertumbuhan jamur dapat dihambat . Pengaruhnya bisa meminimatkan atau meniadakan jamur sama sekati . Pembuatan powder yeast tidaktah mahat . Apatagi mengingat manfaat yang dapat diraih dari penggunaan yeast tersebut . Bukan cuma efek langsung berupa lebih terjaminnya kesehatan pakan ternak dan pangan manusia, tapi juga berpengaruh terhadap perdagangan luar negeri . Selain penggunaan Yeast, pemberian arang aktif juga dapat mengurangi efek racun aftatoksin karena berperan sebagai pengikat aftatoksin, sehingga motekut aflatoksin tidak dapat diserap oteh tubuh . Hat ini telah dibuktikan oleh Bahri (2001) bahwa pemberian 1,5% arang aktif pada pakan yang mengandung 150 ppb aflatoksin dapat menghindari terjadinya aflatoksikosis . KESIMPULAN Bahaya cemaran aftatoksin pada pakan sapi dan ruminansia tainnya adatah merusak organ hati berupa nekrosis, pembengkakan visceral dan fibrosis, terjadi penurunan berat badan karena kurang nafsu makan, dan turunnya produktivitas (susu), serta turunnya kekebatan tubuh . Pada ayam dan itik yang diberi pakan mengadung aftatoksin 0,5 pg/ gram pakan,
Prosiding Peternakan 2006
1 55
mengakibatkan menurunnya produksi telur pada ayam, sedangkan pada itik terjadi biliaryproliferation pada hati . Bahaya yang lebih besar adalah terhadap manusia yang mengkonsumsi daging, ataupun susu dan tetur yang tercemar aflatoksin, menyebabkan toksigenik, mutagenik, teratogenik dan karsinogenik terutama kanker hati . Batas toleransi maksimum kandungan aflatoksin pada jagung sebagai bahan pakan adalah : 20 ppb untuk pakan hewan ternak yang umurnya masih muda, termasuk ternak ayam ; 100 ppb untuk pakan ternak reproduksi ; termasuk babi dan ayam ; 200 ppb untuk pakan penggemukan babi ; 300 ppb untuk pakan sapi pedaging ; dan 5 ppb untuk sapi perah . Sedangkan toleransi maksimum untuk pangan dan pakan adalah 20 ppb ; pada daging dan telur 0,02 ppb ; dan 0,001 ppb pada susu . Aflatoksin diproduksi oleh A . flavus pada kisaran suhu 11- 41'C dan optimum pada suhu 24-35 °C dengan masa inkubasi selama 15 hari, aktivitas air (aw) optimum 0,93- 0,98 dengan kadar air_ 18% serta kelembaban ruang simpan atau kemasan pakan 83% . Beberapa usaha pencegahan perkembangan As flavus dan produksi aflatoksin adalah : mempertahankan kadar air bahan baku pakan 12-14%, kadar air pakan 10%, yang dibarengi dengan menekan kelembaban sampai <_ 70% selama penyimpanan, menyimpan pada suhu dingin (5-10°C), menggunakan bahan baku pakan yang tidak terserang hama atau penyakit . Memodifikasi tekanan parsial OZ dari 21% menjadi kurang dari 1 % dalam kemasan pakan dapat menghambat produksi aflatoksin . Penggunaan biokontrol seperti Yeast dan arang aktif 1,5% pada pakan yang mengandung 150 ppb dapat menghambat terjadinya aflatoksikosis . DAFTAR PUSTAKA Agustar . A . 2004 . Peningkatan produktivitas penduduk melalui usaha peternakan pada wilayah pedesaan . Seminar Nasional Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Pedesaan . Bappenas . Jakarta . Bahri . S . 2001 . Mewaspadai cemaran mikotoksin pada bahan pangan, pakan don produk peternakan di Indonesia . Jurnal Litbang Pertanian . 20 (2) : 55-64 . Bahri . S dan R . Maryam . 2003 . Mikotoksin berbahaya dan pengaruhnya terhadap kesehatan hewon don manusia, Wartazoa . 13 (4) : 129-142 . Brown . RL, TE . Cleveland, GA . Payne, CP . Woloshuk, KW . Campbell and DG . White . 1995 . Determination of resistance to aflatoxin production in maize kernels and detection of fungal colonization using an Aspergillus flavus Transformant Expressing Eschericia Coli J3- Glucoronidase . Phytopathology 85 (9) : 983-984 . Codex Committee on Food Additives and Contaminanst . 1995 . Government comments on the proposed draft code of practise for the reduction of aflatoxins in raw materials and supplementary feeding stuffs for milk producing animals . Joint FAO/WHO Food Standard Programme, Codex Committee on Food additives and Contaminanst, 27th Session . The Hague, The Netherlands, 20-24 Marh 1995 . Ginting . E, A .A . Rahmiana, E .Yusnawan . 2005 . Pengendalian kontaminasi aflatoksin pada produk kacang tanah melalui penagangan pro dan posca panen . h ttp ://www .bptp-jatimdeptan .go .i d . 2000 . Analisis kandungan aflatoksin poda jagung . Laporan Iswari .K dan A . Wahyono . praktikum cendawan perusak dalam teknologi pascapanen . Program Studi Teknologi Pascapanen . Program Pasca Sarjana . IPB . Bogor .
1 56
Kasma Iswari
Minimizing aflatoxin Learso .E .2005 . h ttp ://www .imsucares .co m . 7 Sep .2006
in
corn .
Mississippi
State
University .
Makfoeld . D . Mikotoksin Pangan . 1993 . Pusat antar universitas pangan dan gizi . UGM . Penerbit Kanisius . Yogyakarta . 211 him . Miskiyah, S .J .Munarso, W . Haliza . 2005 . Status aflatoksin pada kacang tanah dan produk olahannya . Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen . 7-8 September 2005 . Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kerjasama dengan FATETA IPB . Bogor . Moss . M .O . 2002 . Risk assesement for aflatoxins in foodstuff . International Biodeterioration and Biodegradation . 50 : 137-142 . Pitt . JI and AD . Hocking . 1996 . Current knowledge of fungi and mycotoxinspraca associated with food commodities in Southeast Asia . Paper presented at the 17 th ASEAN Technical Seminar on Grain Postharvest Technology . Lumut, Malaysia 25-27 July 1995 . ACIAR . Canberra : 5-10 . Rahayu . E .S, S .Raharjo dan A .A . Rahmiana . 2003 . Cemaran aflatoksin pada produksi jagung di daerah Jawa Timur . Agritech . 23 (4) : 174-183 . Roostita L . B . 2002 . Biokontrol terhadap racun jamur . Dimuat Pada Harian Pikiran Rakyat Edisi 2002 . http : / /www .aftatoksin .id .com, Agustus 2006 . Shetty . HS, P .Vijaya, CM . Usha, KI . Patkar, and J . Laccy . 1994 . Effect of physical treatments on moulding and aflatoxin production in maize . Proceedings of the 6 th International Working Conference on stored -product protection 17-23 April 1994 . Canberra, Australia 2 : 1054-1058 . Syarief . R, dan H .Halid . 1993 . Teknologi penyimpanan pangan . Pangan dan Gizi . IPB . Bogor . Penerbit Arcan . Jakarta . 347 him .
Prosiding Peternakan 2006
Pusat Antar Universitas
157