Analisis Turunnya Prestasi Akademik Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Seorang ibu mengeluhkan tentang prestasi anaknya di sekolah kepada Guru Kelasnya. “Bu, anak saya dari hasil tes kecerdasan tidak termasuk bodoh, tapi kenapa ya, nilai – nilai ulangan hariannya kok akhir – akhir ini hampir selalu kurang memuaskan?”. Keluhan ibu tadi mungkin mewakili keluhan orang tua lain yang masih memiliki putra yang sedang bersekolah, tidak hanya di SD, tetapi termasuk juga mereka yang duduk di SMP, SMU, bahkan Perguruan Tinggi sekalipun. Memang sangat sering ditemui anak dengan tingkat kecerdasan rata – rata atau bahkan lebih tetapi prestasi akademiknya justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Sebenarnya hal tersebut tidak perlu dirisaukan
asal kita tahu sumber
penyebabnya, sehingga penanganannyapun langsung ke pokok persoalannya. Karena ternyata, anak kurang berprestasi di sekolah, bisa disebabkan oleh banyak hal, bukan hanya oleh faktor kecerdasan saja. Dengan kata lain, tingkat kecerdasan tidak selalu berkorelasi positif dengan prestasi. Prestasi dalam belajar secara umum dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal yang berasal dari dalam diri dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri
anak yang bersangkutan. Dalam hal ini,
beberapa hal yang
termasuk dalam faktor internal tersebut misalnya : 1. Tingkat kecerdasan Anak yang dari awalnya memiliki tingkat kecerdasann yang tinggi, umumnya lebih mampu dan cepat dalam menerima dan menyerap materi pelajaran yang diberikan. 2. Kematangan fisik. Kematangan dicapai oleh anak dari proses pertumbuhan fisiologisnya. Kematangan terjadi akibat adanya perubahan kuantitatif di dalam struktur jasmani yang diikuti dengan perubahan-perubahan kualitatif nya. Kematangan memberikan kondisi di mana fungsi-fungsi fisiologis termasuk sistem saraf dan fungsi otak menjadi berkembang. Dengan berkembangnya fungsi-fungsi otak dan sistem saraf, akan meningkatkan kapasitas mental dan mempengaruhi keberhasilan belajar anak yang bersangkutan.
Hal ini berarti bahwa bila anak telah matang, maka ia dapat menyerap apa yang dipelajarinya dengan optimal. Contohnya anak yang sudah siap diajari berjanan
dengan anak yang belum siap secara fisik, hasilnya akan
berbeda. 3. Usia kronologis (cronological age). Dalam batas – batas normal, pertambahan usia selalu dibarengi dengan proses pertumbuhan dan perkembangan. Semakin besar usia anak, semakin meningkat pula kematangan fungsi fisiologisnya. Anak yang lebih tua akan cenderung
lebih kuat dan lebih sanggup melaksanakan tugas-tugas yang
lebih berat, juga lebih mampu mengarahkan energi dan perhatiannya dalam waktu yang lebih lama, serta ingatan yang lebih baik daripada anak yang lebih muda. Contohnya, anak yang usianya lebih besar, umumnya lebih sangggup mengerjakan tugas yang lebih berat dibandingkan dengan anak yang lebih muda usianya. 4. Kondisi fisik. Dalam proses belajar, anak membutuhkan kondisi fisik dengan fisik
yang
yang sehat. Anak
sakit ( atau karena penyakit - penyakit tertentu) serta
kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif. Oleh karenanya, sarapan atau asupan makanan sebelum berangkat sekolah mutlak sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil belajar yang otimal. 5. Kondisi mental / Psikologis. Kondisi
mental
sangat
mempengaruhi
proses
belajar
anak
yang
bersangkutan. Bagaimana anak dapat belajar dengan baik apabila ia sedang sakit , sedih, frustrasi, atau putus asa ? Contohnya, apabila anak akan berangkat sekolah; sangat diharapkan bila sebelumnya ia mendapatkan support dan dukungan untuk belajar dengan baik. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan pujian ”Kamu
pasti bisa!”.
Sebaliknya bila sebelum berangkat sekolah anak sudah mendapatkan celaan seperti ”Jangan seperti kemarin, nilaimu memalukan !” atau ”Awas ya kalau nanti nilaimu jelek, Mama marah ...!”; secara psikologis merupakan beban berat bagi si anak. 6. Pengalaman sebelumnya.
Pengalaman disini sangat erat kaitannya dengan lingkungan, peristiwa, kondisi atau segala sesuatu yang telah menjadi modal pengetahuan anak sebelumnya. Artinya bila anak sebelumnya sudah disiapkan, untuk materi yang akan diajarkan
misalnya dengan belajar
esok harinya, cenderung akan lebih siap
menerima materi pelajaran. Demikian pula sebaliknya. 7. Motivasi. Motivasi berhubungan dengan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai dalam belajar. Motivasi sangat penting dalam proses belajar karena motivasi dapat menggerakkan, mengarahkan atau mengubah
tindakan, serta tujuan dalam
belajar. Sebagai contoh bila anak memahami arti pentingnya bersekolah, maka motivasinya untuk belajar tentunya akan lebih kuat dibandingkan dengan anak yang jarang atau dibiarkan saja tanpa pengarahan. Selain faktor internal diatas, ada pula faktor faktor eksternal yang dapat mempengaruhi optimalisasi belajar anak, dimana diantaranya adalah: 1. Suasana Lingkungan Eksternal Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal, antara lain: cuaca (suhu udara, mendung, hujan, kelembaban), waktu (pagi, siang, sore, petang, malam), kondisi tempat (kebersihan, letak sekolah, pengaturan fisik kelas, ketenangan, kegaduhan), penerangan (bersinar matahari, gelap, remang-remang), dan sebagainya. Bagaimana anak bisa belajar dengan tenang di kamarnya bila di ruang keluarga
anggota keluarga yang lain justru bersenda gurau atau asyik
mengomentari sinetron atau tayangan TV lainnya . 2. Bimbingan dalam Belajar Bimbingan yang terlalu banyak diberikan oleh guru atau orang lain cenderung membuat si anak menjadi tergantung. Bimbingan dapat diberikan dalam batas-batas yang diperlukan oleh anak. Yang terpentng adalah pemberian modal kecakapan pada anak sehingga yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas - tugas yang dibebankan dengan sedikit saja bantuan dari pihak lain. 3. Reward
Reward berbeda dengan motivasi. Motivasi berhubungan dengan penumbuhan kondisi internal berupa motif-motif yang merupakan dorongan internal yang menyebabkan anak berusaha mencapai tujuan tertentu. Reward cenderung sebagai hadiah yang bisa berupa benda / pujian
yang dapat
mempengaruhi motivasi anak. Kadang kala, reward perlu diberikan untuk memacu minat belajar anak. Reward di sini tidak harus berupa materi, namun bisa pujian satu dua kalimat yang akan menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan diri anak. 4. Punishment Punishment atau yang juga dikenal dengan hukuman dapat memacu si anak untuk meningkatkan motivasi belajarnya. DI sisi lain, punishment dapat menjadi bumerang yang justru menjadikan anak sebagai pribadi penakut dan tidak percaya diri. Dalam hal ini, orang tua harus berhati – hati dalam menerapkan punishment bagi anak. Dan masih banyak lagi faktor – faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar anak, selain Oleh karena itu,
ketika orang tua mulai menemukan gejala
belajar yang kurang memuaskan, jangan cemas
dulu.
penyebabnya,
sesuai
untuk selanjutnya
permasalahannya.
Karena
segera
seperti yang
atasi
diurakan
prestasi
Kenali apa faktor dengan
diatas,
selain
sumber faktor
kecerdasan, ternyata masih banyka faktor internal maupun eksternal lainnya dalam mempengaruhi keberhasilan belajar anak – anak kita.
* Dosen / Ketua JLP Fak. Psikologi USM