Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2004
ADOPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA DI DESA TEGALSARI KABUPATEN PURWAKARTA 1)
HADI BUDIMAN1), DAN SITI AMINAH2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dan 2) Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor
RINGKASAN Desa Tegalsari Kabupaten Purwakarta yang mepunyai curah hujan rata-rata setiap bulannya 228 mm dengan ketinggian 107 m diatas permukaan laut. Desa tersebut memiliki sifat sebagai agro-ekosistem perkebunan karet, dan sawah tadah hujan karena desa ini berada diatas perbukitan bendungan Jatiluhur. Tujuan tulisan ini adalah merupakan studi kasus untuk mengatahui sejauh mana pemberian paket teknologi yang diberikan dalam pemberian obat cacing, dan hijauan makanan ternak sehingga akan diketahui teknik pemecahan masalah untuk meningkatkan efisiensi usaha ternak domba. Masing-masing 17 kooperator dan non kooperator baik di dalam desa program penelitian maupun di luar desa. Dampak dari program penelitian dalam hal ini paket pemberian obat cacing pada ternak domba telah dirasakan manfaatnya yang sebelumnya belum pernah diberikan obat cacing. Rata-rata peternak kooperator memelihara 3-8 ekor betina dan 1-2 ekor pejantan dewasa. Paket teknologi berupa pemberian obat cacing diperkenalkan sejak program penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Puslitbang Peternakan sejak tahun 2002 yang kemudian secara priodik dimonitor. Hasil adopsi diukur berdasarkan catatan pemberian, dan jumlah ternak yang diberikan obat cacing dan dampak perkembangan di luar peternak kooperator. Sedangkan peternak non kooperator dievaluasi sebagai dampak dari program tersebut. Kata kunci : Adopsi, produksi, domba, Purwakarta
PENDAHULUAN Agro-ekosistem, pola tanam maupun system pemeliharaan dapat mempengaruhi produktivitas ternak (Ashari Tahar, dkk., 1991). Lahan perkebunan dan tanah tegalan di desa Tegalsari juga menjadi kendala dalam penyediaan hijauan pakan ternak terutama pada musim kemarau panjang. Peternak umumnya masih kesulitan mencari rumput sehingga peternak mengembalakan ternaknya di sekitar perkebunan, pinggir hutan, dan di lahan-lahan kosong. Hal ini dalam jangka waktu tertentu ternak akan mengakibatkan terinveksi oleh cacing, ditambah dengan kemampuan kesadaran peternak untuk mengontrol infeksi penyakit cacing masih rendah. Ternak domba yang telah terjangkit penyakit di lokasi tersebut adalah gastrointesnital nematoda, ini dapat menghambat produktivitas ternak ditandai dengan penurunan berat badan sebesar 11% dan menyebabkan kematian 28 % hasil ini lebih rendah dari pada yang dilaporkan didaerah Jawa Barat (Beriajaya dan Suhardono, 1998). yaitu masing-masing 38% dan 17%. Tingginya tingkat kematian (28%) tersebut bahwa desa Tegalsari termasuk daerah cukup parah. Hal ini peternak sendiri telah berupaya melakukan usaha untuk pengobatan penyakit cacing secara tradisional yaitu dengan obat cacing untuk manusia atau obat tradisional lainnya namun hasilnya tidak terlihat.
32
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2004
Untuk membantu penanggulangan tersebut peneliti Puslitbangnak yang bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat yang didanai oleh proyek IFAD Tag 443 telah berupaya dan hasilnya cukup memuaskan. Hasil ini terlihat dari perkembangan ternak, dan minat secara berkala melakkan upaya-upaya yang telah diadopsi dari program tersebut. Sebelum dimulainya program paket teknologi ini terlebih dahulu peternak kooperator diberikan pelatihan, dan melalui program penyuluhan. Kemudian diharapkan hasil dari pelatihan ini nantinya untuk ditularkan kepada peternak-peternak lain (non kooperator). Kegiatan ini dievaluasi setiap sebulan sekali yaitu dilakukan monitoring dan pertemuan bulanan, dengan tujuan untuk memantau berjalannya pelaksanaan program paket tersebut. Pada setiap pertemuan dalam penyuluhan terhadap penyakit cacing, tidak lupa pula diberikan pengertian bahwa yang dapat menyebabkan menurutnya produktivitas ternak bukan hanya penyebaran penyakit cacing saja, tetapi perlu diperhatikan hal-hal lainnya secara terpadu yaitu antara manajemen nutrisi (pakan yang mencukupi dan berprotein) manajemen perkandangan, sanitasi, dan sistem perkawinan dengan introduksi pejantan berkualitas. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemberian paket teknologi berupa obat cacing dan dampaknya terhadap perkembangan ternak domba, khususnya peternak kooperator dan non kooperator di desa Tegalsari maupun yang berada diluar wilayah desa Tegalsari.
Kondisi Peternak Kooperator Desa Tegalsari termasuk wilayah yang masih perlu penanganan terutama kondisi peternak domba. Dilihat dari cara pemieliharaan masih ketinggalan dibandingkan dengan peternak domba, misalnya di Garut, Majalengka dan daerah lainnya. Seperti manajemen perkandangan, sanitasi, perawatan induk bunting dan menyusui kurang mendapat perhatian, pemberian pakan, dan lain sebagainya. Pada kondisi ini hanya dibahas menurut kasus yang paling menonjol yaitu kasus kemungkinan terjangkitnya penyakit cacing pada peternak di wilayah tersebut, sedangkan paket adopsi lainnya tidak disampaikan dalam tulisan ini. Pengkajian strategi penanggulangan penyakit cacing secara berkelanjutan dilakukan di desa Tegalsari Kec Tegal Waru Kab Purwakarta yang dilaksanakan sejak tahun 2002 sampai 2004. Pada awal introduksi teknologi penggunaan obat cacing dengan bahan aktiv albenda Zole. Adopsi teknologi lainnya meliputi pengelolaan perkandangan, sanitasi (lingkungan kebersihan kandang), suplemen leguminosa, pemeliharaan induk beranak dan penggunaan pejantan berkualitas dalam hal ini pejantan yang digemari oleh peternak.
Dosis dan Waktu Pengobatan Obat cacing dan peralatan lainnya diberikan secara cuma-cuma kepada peternak kooperator. Dosis disesuaikan dengan berat badan domba, artinya setiap berat badan 5 kg diberikan 1 cc obat cacing. Untuk mempermudah pelaksanaan pemberian obat cacing secara tepat, maka peternak menggunakan alat suntik dengan dosis antara 3-5 cc. Seluruh ternak (ternak kooperator) dianjurkan untuk diberikan obat cacing yang didampingi secara langsung oleh petugas, hal ini untuk mengetahui sejauh mana keterampilan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
33
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2004
peternak dalam pelaksaan paket tersebut berjalan dengan baik dan benar. Sedangkan waktu pemberian diberikan 3 kali ulangan dalam setahun, yaitu awal dan akhir musim hujan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala klimis yang ditimbulkan sebagai akibat infeksi cacing dapat dilihat dari kondisi ternak yaitu tubuh ternak lemas, yang diikuti dengan kurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, dan adanya tanda-tanda lainnya terlihat dari bulu kusam dan disertai mencret (Hanafiah, dkk., 2001). Tanda-tanda klimis ini kurang dipahami oleh peternak, walaupun demikian peternak telah berusaha untuk mengobatinya walaupun dengan cara tradisional (yaitu dengan obat cacing manusia), selain itu peternak juga telah berusaha untuk mencoba berbagai cara baik yang diperoleh secara turun temurun (indigenous technology) walaupun usaha sedniri walaupun hasilnya belum dapat dipastikan. Dengan adanya program paket eknologi tersebut peternak kooperator maupun non kooperator merasakan adanya dampak yang sangat bermanfaat.
Proses Adopsi Teknologi Mulainya proses adapsi teknologi dengan cara spesifikasi wilayah oleh para tim peneliti hal ini untuk menginventarisasi dan mencoba memahami masalah-masalah yang ada dipeternak, kemudian dilanjutkan dengan menyusun prioritas masalah dan menetapkan teknologi yang paling dibutuhkan serta sesuai dengan sasaran, setelah terjadi penyusunan prioritas masalah, maka untuk mempermudah pelaksanaan program kepada peternak kooperator dan petugas dinas peternakan yang terkait diberikan pelatihan. Tim dari Puslitbang Peternakan dan tim dari Dinas Peternakan kabupaten Purwakarta memonitor pelaksanaan introduksi teknologi yang diterapkan. Dari hasil evaluasi kegiatan pertemuan bulanan maka dapat disimpulkan hasil yang dicapai.
Fungsi Kelembagaan Dalam Proses Adopsi Suatu penerapan Adopsi teknologi tidak dapat berjalan dengan sendirinya tetapi diperlukan pembentukan kelembagaan sebagai faktor penghubung menurut (Wariso dalam Wahyuni, 2003). Didefinisikan kelembagaan adalah kumpulan norma-norma yang berlaku dalam suatu system sosial sebagai factor penghubung harus meliputi beberapa unsur yaitu peneliti sebagai pembawa teknologi, dan penyuluh sebagai komonikator (change agent) dan peternak kooperator (sasaran adopsi) , seluruh pihak yang terlibat dalam proses adopsi disebut lembaga (Wiriatmaja, 1985). Kelompok ternak kooperator di desa ini beranggotakan 17 orang menjadi mitra dalam aplikasi paket teknologi penggunaan obat cacing, manajemen kandang , pengguna suplemen dan leguminosa serta pengelolaan penjantan Garut, Barbados cross dan komposit secara bersamasama. Dengan adanya kelembagaan seperti ini telah membuktikan bahwa peternak kooperator menjadi tolak ukur dalam system adopsi dan difusi kepada peternak non kooperator, baik di desa Tegalsari maupun di luar desa tersebut. Langkah maju lainnya adalah peternak kooperator mempunyai insiatif untuk maju seperti dalam pengadaan obat cacing sesuai dengan
34
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2004
kebutuhannya dalam kelompoknya, sedangkan dari pihak dinas peternakan sebagai penyuluh akan membantu upaya-upaya kelompok dalam pengadaan obat-obatan, khususnya obat cacing.
Tingkat keberhasilan Adopsi Teknologi Kelompok kooperator telah mengasumsi adopsi teknologi sesuai dengan paket yang telah disebutkan diatas dengan cara berpartisipasi aktif dalam kegiatan program paket teknologi. Tingkat adopsi teknologi yang dapat diserap oleh kooperator dapat dilihat pada Tabel 1. Contoh sejumlah adopsi dari peternak kooperator kepada peternak non kooperator dalam proses pelaksanaan program adopsi teknologi, dilihat pada Tabel 2. Dengan meningkatnya pengetahuan yang diperoleh, para peternak, baik peternak kooperator maupun non kooperator saat ini dirasakan manfaatnya. Dampak lain yang terasa yaitu terhadap kesehatan lingkungan yaitu sanitasi kandang, manajemen kandang juga merupakan prioritas dalam kehidupan sehar-hari. Tabel 1. Tingkat adopsi teknologi yang diserap oleh peternak kooperator No Teknologi Tingkat Adopsi (%) 1. Obat cacaing 100 2 Ketepatan dosis pemberian obat cacing 100 3 Ketepatan waktu pemberian : - Musim Hujan 58,3 Pemilihan fisiologi ternak bersifat selektif 33,3 4 Periode pemberian : - Tidak tahu 8,3 - Diulang setiap 3 bulan 91,7 5. Penggunaan Penjantan (Pemacek) - Garut 50 - Barbados cross (BC) 25 - Komposit 16,7 - BC dan Komposit 8,3 6 Pemberian pakan leguminosa 100 7 Kandang : - Panggung 100 Tabel 2. Adopsi tenologi dari peternak kooperator kepada peternak non kooperator No Nama Peternak Kooperator Dalam desa Luar desa 1 Jajang 5 0 2 Buhori 5 0 3 Hidayat 3 0 4 Uum 2 2 5 Mae 2 5 6 Amsudin 0 3 7 Hanapi 4 0 Jumlah 21 10
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
35
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2004
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa peternak kooperator dapat berkomunikasi dan dapat mengadopsikan pengetahuannya kepada peternak non kooperator dari dalam desa Tegalsari sedangkan keluar desa yaitu desa Cisarua dan desa Sukamulya rata-rata dapat mengadopsikan pengetahuannya kepada 2-5 orang lebih. Hal ini tentunya tergantung kepada peternak itu sendiri dalam berkomunasi antara sesama peternak.
Komunikasi Antar Peternak Dengan adanya tampilan ternak domba yang gemuk dan sehat pada saat bersama-sama menggembala antar peternak terjadi komnikasi sesama peternak kooperator maupun peternak diluar kooperator maka peternak non kooperator tertarik ingin penerapan teknologi yang telah diterapkan oleh peternak koopetor yaitu penggunaan obat cacing, pemberian leguminosa, pakan tambahan dan penggunaan pejantan. Sebagai tindak lanjut dari hasil pertemuan maupun komunikasi antar peternak, maka terjadi suatu kesepakatan bersama yang diantaranya menitipkan uang untuk membeli obat cacing, cara pengobatan, serta penerapkan pola pemberian leguminosa, manejemen kandang, sanitasi kandang dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dampak dari paket teknologi akan berhasil dan efektif .
KESIMPULAN
Tingkat adopsi terhadap paket teknologi yang diberikan kepada peternak kooperator cukup baik terutama pada adopsi pemberian obat cacing dan anjuran penggunaan hijauan leguminosa atau rumput unggul lainnya.
Inovasi penggunaan obat cacing dan suplementasi legum di Desa Tegalsari merupakan hal yang menarik minat dari peternak kooperator maupun peternak non kooperator baik yang ada didalam desa Tegalsari maupun diluar desa Tegalsari yaitu desa Cisarua dan Sukamulya. Hal ini juga merupakan untuk memacu kegiatan penyuluhan secara berlanjut oleh dinas peternakan setempat.
Berkembangnya dampak terhadap adopsi teknologi dari peternak koperator kepada peternak non kooperator cukup beragam, ini tergantung kepada kamauan dan kemampuan peternai itu sendiri.
Kelembagaan merupakan kunci sukses dalam program penerapan paket teknologi sehingga ilmu yang didapat mudah diadopsi dan menyebar dengan cepat dan dapat dipercaya.
SARAN Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses adopsi teknologi, perlu dipertimbangkan teknologi yang sesuai dengan kondisi wailayah dan disamping itu juga hindari untuk tidak melanggar sosial budaya yang ada.
36
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2004
DAFTAR BACAAN Tahar, A., T. Murtisari, E. Juarini, Ridwan, TD. Chaniago. 1991. Profil Peternak Domba dan Profil Bio;ogis Domba yang dipelihara secara Tradisional pada Agro-Ekosistem Perkebunan Karet dan Sawah Irigasi. Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak Beriajaya dan Suhardono. 1988. Penanggulangan Nematodiasis Pada Ruminansia kecil secara Terpadu antara manajemen, Nutrisi dan Obat Cacing Proseding Seminar Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak Bogor. Hanapi, A.1986. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Usaha Nasional Surabaya. Hanafiah, Beriajaya, Dyah Haryuningtyas, Dwi Yulistiani dan G.D. Gray. 2001. Persepsi Peternak Terhadap Suplemen UMB dan Pemberian obat cacing untuk meningkatkan Produktivitas Ternak Domba di desa Babadjurang, Majalengka, Jawa Barat Proseding Seminar Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak Bogor. Sudana Wayan, Nyak Ilham, Dewa Ketut Sadra.S, Rita Nur Suhaeti. 1999. Metodologi Penelitian dan Pengkajian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian Jakarta. Wahyuni, S. 2003. Jurnal Penelitian dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Wiriaatmadja, S. 1985. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. CV Yasaguna Jakarta
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
37