Tinjauan Hukum Atas Lembaga Waralaba Dan Hubungan Kemitraan Antara Pemegang Waralaba Dan Pemberi Waralaba Dalam Memberdayakan Usaha Kecil Di Indonesia (Studi Kasus PT.Sumber Alfaria Trijaya,Tbk) Aditya Anugra Pratama Pembimbing : Bono Budi Priambodo Skripsi ini membahas mengenai seluk beluk waralaba yang ditinjau dari praktik waralaba yang berlaku Internasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Skripsi ini juga membahas mengenai deskripsi dan praktik hubungan kemitraan yang terjadi diantara Pemegang Waralaba dan Pemberi Waralaba; sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tenang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kemudian, skripsi ini juga menganalis mengenai tinjauan atas keberadaan Waralaba dan Hubungan kemitraan antara Pemegang Waralaba dan Pemberi Waralaba dalam memberdayakan usaha kecil di Indonesia. Kata kunci : Waralaba, Kemitraan, Usaha Kecil, Indonesia. Pendahuluan Indonesia merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar nomor enam belas di dunia dan nomor satu terbesar di ASEAN; yang diiringi dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 250 juta pada tahun 2011.1 Kekuatan ekonomi tersebut ditunjang oleh usaha kecil dan menengah yang jumlahnya mencapai 52 juta unit dengan daya tampung tenaga kerja 97% dari seluruh penduduk usia Produktif.2 Usaha kecil dan menengah merupakan usaha yang memiliki tingkat keberagaman bidang usaha yang sangat tinggi dibandingkan dengan lainnya. Hampir seluruh bidang usaha mulai dari pertambangan hingga perdagangan digeluti oleh usaha kecil dan menengah. Mendasarkan atas fakta tersebut, maka keberadaan usaha kecil dan menengah sangat perlu untuk dinaungi. Sebagai bentuk pengejawantahan atas penaungan tersebut, pemerintah memberikan sejumlah payung hukum yang berfungsi untuk mengejawantahkan hal tersebut; diantaranya Pasal 33 ayat (1),3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
1 http://unstats.un.org/usd/snama/dnltransfer.asp?flD=2 2 http://finance.detik.com/read/2011/12/05/160638/1783039/5/52-juta-umk-di-indonesia-60- dijalankanperempuan 3 Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
Mikro, Kecil dan Menengah dan Peraturan pemerintah Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah. Meninjau pada frase “asas kekeluargaan” seperti yang terdapat dalam pasal 33 ayat (1), perumus Undang-Undang Dasar menginginkan suatu konsep yang menjadi landasan dalam penyusunan ekonomi dimana seluruh rakyat Indonesia dianggap sebagai satu kesatuan selayaknya keluarga, dimana dalam hal ini, setiap jiwa masyarakat Indonesia yang terlibat dalam pembangunan ekonomi nasional; melaksanakan masing-masing perannya yang dalam nuansa yang dilandasi persaudaraan guna memajukan kehidupan ekonomi individu yang lainnya sebagai jalan mendukung pembangunan nasional;4 Atau, dengan kata lain, dimaknai sebagai
dalam
Pembangunan
yang
mencakup
seluruh
aspek
kehidupan
bangsa
diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah.5 Oleh Karena itu, guna menyelenggarakan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam membantu pemerintah melakukan pembangunan nasional, pemerintah dan masyarakat itu sendiri perlu melakukan suatu upaya berbasiskan pembangunan salah satunya dengan jalan membuka usaha. Akan tetapi, tidak semua masyarakat memiliki yang sama dalam membuka usaha. Ketidaksamaan kemampuan tersebut dapat dilihat baik yang ada pada diri masyarakat itu sendiri hingga aspek usaha
yang akan dibuka atau digeluti oleh masyarakat serta hal-hal lain yang
melingkupinya. Sehingga, perlu dilakukan suatu tindakan nyata guna menjadikan masyarakat memiliki kemampuan yang sama; atau jika tidak mungkin, setidaknya perbedaan kemampuan antar masyarakat tidak terlalu jauh; dimana pelaksanaan akan tindakan nyata tersebut wajib dan dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Untuk menjawab hal tersebut; pada sisi pemerintah, pihaknya menjawab isu tersebut dengan melakukan pembuatan suatu kebijakan yang bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berusaha, diantaranya pencadangan usaha dan pembiayaan; disisi lain, masyarakat menjawabnya dengan melakukan berbagai cara dan tindakan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka masing-masing dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Salah satu hal yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya ialah memberikan pelatihan berusaha, baik yang berbayar maupun cuma-cuma. Akan tetapi, pemberian pelatihan berusaha tersebut dirasa tidak cukup memberikan keuntungan bagi masyarakat yang menyelenggarakannya. Atas dasar hal tersebut, dilakukanlah
suatu
modifikasi
atas
tindakan
tersebut
dimana
masyarakat
yang
menyelenggarakan tetap mendapatkan keuntungan; disisi lain masyarakat yang mengikutinya 4
Mohammad Hatta, Bung Hatta Menjawab, (Jakarta : PT. Toko Gunung Agung Tbk. 2000), hlm. 90 5 Indonesia, Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, LN Nomor 93 Tahun 2008, TLN. Nomor 4866, Penjelasan Umum
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
juga mendapatkan manfaat; Sehingga, dicetuskanlah suatu konsep yang dinamakan kemitraan.6 Kemitraan memiliki banyak jenis diantaranya : inti-plasma, subkontrak, waralaba, dan perdagangan umum. Dari sekian banyak jenis kemitraan tersebut, kemitraan dengan jenis waralaba menjadi kemitraan yang dominan dilakukan oleh masyarakat. Waralaba sebagai salah satu bentuk legitimasi usaha kepada pihak lain untuk menjalankan usaha yang telah dimiliki oleh pemilik waralaba; dianggap mampu menjadi jalan bagi masyarakat untuk Hal tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, diantaranya : 7 1. Prospek bisnis dan Keuntungan yang sudah pasti terbukti; 2. Sistem operasi usaha yang efektifitas sistemnya juga terbukti; 3. Pelaku berkesempatan untuk bergabung dengan sebuah jaringan bisnis yang besar yang dimiliki oleh pemilik waralaba; 4. Merek dagang waralaba yang sudah dikenal baik, dan 5. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional yang telah baku sehingga memudahkan pengusaha untuk mengoperasikan waralaba tersebut. Meninjau pada alasan tersebut, menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat untuk memilih waralaba sebagai usaha mereka guna memenuhi kebutuhan ekonomi dan menjalankan perannya dalam membangun bangsa. Akan tetapi, kemitraan waralaba belum dapat menjadi sarana peningkatan partisipasi masyarakat yang baik dalam meningkatkan peran masyarakat lainnya dalam berpartisipasi membangun perekenomian Indonesia. Waralaba masih cenderung menjadi ajang penguasaan sektor-sektor usaha oleh segelintir masyarakat yang telah memiliki kemampuan cukup untuk mengusahakan waralaba tersebut. Seringkali, keberadaan waralaba mengganggu usaha-usaha sejenis yang dibangun oleh masyarakat dikarenakan kemampuan usaha waralaba yang lebih tinggi dibandingkan usaha sejenis. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan yang memihak pada pemilik usaha waralaba, pelaksana usaha waralaba dan masyarakat guna memberikan batasan peran yang jelas sebagai bentuk penaungan atas usaha-usaha yang telah mereka lakukan; serta demi meningkatkan kemampuan masyarakat Indonesia untuk berusaha demi menyatakan perannya dalam membangun Indonesia.
6
7
Kemitraan ialah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Ardiansyah, Dunia Waralaba, (Jakarta: PT Gramedia Grafindo Persada,2008), hlm. 45.
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
Pembahasan Pengertian waralaba menurut pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba ialah: “Hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.” Secara umum, terdapat 2 jenis waralaba yang umum digunakan di dunia, yakni: 1. Product Franchise Waralaba jenis Product Franchise, terkadang dimaknai sebagai waralaba dalam bentuk dealership, yang mana konsep dari waralaba bentuk ini bertujuan untuk membantu perusahaan menjual hasil produksinya melalui suatu lembaga penjualan resmi tertentu yang tidak dimilikinya melalui suatu kontrak khusus yang tidak kaku yang terkait dengan metode pelaksanaan penjualan tersebut. Konsep dari waralaba jenis product franchise dapat dijabarkan dalam contoh berikut. Dealer mobil menjual sejumlah mobil yang berasal dari perusahaan otomotif; mereka diwajibkan memenuhi beberapa kriteria tertentu yang ditentukan oleh industri otomotif, diantaranya bentuk showrooms dan beberapa fasilitas lain yang tidak membutuhkan suatu spesifikasi arsitektur tertentu. Kemudian, sebagai cerminan dari ketidak-kakukan atas konsep dari perjanjian dealership tersebut, mereka juga diperbolehkan untuk memperdagangkan produk sejenis dari perusahaan lain. Selain dealership, waralaba jenis product franchise seringkali ditemukan pada industri yang berbasis jasa pengisian bahan bakar dan minimarket. 2. Business Format Franchise Business Format Franchise menurut Martin Mandelson, dijelaskan sebagai berikut : Pemberian sebuah lisensi oleh pemberi waralaba dengan pemegang waralaba yang memberikan hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang / nama dagang pemberi waralaba; dan untuk menggunakan seluruh paket yang terdiri atas seluruh elemen untuk menjadikan pemegang waralaba yang sebelumnya belum terlatih dalam menjalankan bisnis yang dijalankan oleh pemberi waralaba dan menjalankan bisnis tersebut dengan bantuan oleh pemberi waralaba secara terus-menerus yang didasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang telah dilakukan sebelumnya.8
8
Martin Mandelson, Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee [Franchising : A Practical guidelines for Franchisor and Franchisee], diterjemahkan oleh..., (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1997), hlm. 25
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
Mendasarkan atas definisi tersebut, Martin Mandelson, memberikan ruang lingkup waralaba jenis Bussiness Format Franchise ke dalam tiga hal, yakni : 9 1. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba; 2. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba; 3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak pemberi waralaba. Kemudian, Jeffrey L. Bradach, jenis-jenis operasi waralaba terdiri atas 3 varian, yakni:10 1. Pure form; Menurut Jeffrey L.Bradach, Company owned merupakan bentuk operasi waralaba dimana pemegang waralaba tidak secara harfiah menjadi pemegang waralaba atas suatu usaha tertentu yang dimiliki oleh pemberi waralaba. Hak atas waralaba yang dimiliki oleh pemegang waralaba, masih dimiliki secara mayoritas oleh pemberi waralaba. Hal itu menyebabkan pemegang waralaba pada jenis operasi waralaba ini tidak memiliki kewenangan sekuat pemegang waralaba pada jenis operasi waralaba lainnya. Pemegang waralaba hanya berkedudukan sebagai kepala operasional atas usaha yang dimiliki oleh pemberi waralaba tersebut.11 2. Plural form; Menurut Jeffrey L. Bradach, dalam bukunya Franchise Organizations, plural form merupakan bentuk operasi waralaba yang secara langsung menggabungkan antara usaha milik pemegang waralaba dengan usaha milik pemberi waralaba dimana kedua pemilikan usaha tersebut beroperasi atas nama satu waralaba yang sama. Hal tersebut dapat dijabarkan dengan contoh sebagai berikut : Suatu waralaba A yang dimiliki oleh Z, membuka usaha atas nama Z. Kemudian, disaat yang sama, Z memberikan kesempatan pada orang lain untuk menjadi pemegang waralaba A, katakanlah orang tersebut bernama X. Kemudian, X membuka usaha waralaba A, sama seperti usaha waralaba yang dimiliki Z. 3. Decentalized. Menurut Jeffrey L. Bradach, jenis operasi waralaba decentralizd merupakan jenis operasi waralaba yang mengkondisikan pemberi waralaba sama sekali tidak memanfaatkan hak waralaba yang dimilikinya, melainkan ia memberikan seluruh haknya kepada pihak lain untuk menjadi pemegang waralaba atas usaha yang ia miliki dan membangun usahanya. L. 9
Ibid., Jeffrey L.Bradach, Franchise Organizations, (Boston: Harvard Bussiness Press, 1998), hlm.6 11 Ibid., hlm. 7. 10
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
Bradach juga menyatakan bahwa, jenis operasi waralaba decentralized merupakan jenis operasi waralaba yang paling berjiwa waralaba. Hal itu dikarenakan oleh kondisi yang diciptakan dari jenis operasi waralaba tersebut dimana pemberi waralaba hanya menjadi administrator dan pembina atas waralaba yang ia punya, sedangkan pelaksanaan atas usaha yang diwaralabakan tersebut, diserahkan pada pihak lain sebagai pemegang waralaba. Perjanjian waralaba diatur dalam pasal 4 dan 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba. Dalam pasal 4, dinyatakan bahwa perjanjian waralaba haruslah didasarkan atas perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba dalam bahasa indonesia dengan memperhatikan seluruh ketentuan hukum Indonesia yang berlaku.12 Pasal 5 memberikan penjelasan mengenai kewajiban setiap pihak dalam melakukan perjanjian waralaba untuk mencantumkan klausula-klausula berikut dalam setiap perjanjian waralaba, yakni :13 1. Nama dan alamat para pihak; 2. Jenis Hak Kekayaan Intelektual; 3. Kegiatan usaha; 4. Hak dan kewajiban para pihak; 5. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba; 6. Wilayah usaha; 7. Jangka waktu perjanjian; Jangka waktu perjanjian waralaba ditetapkan minimal 5 tahun14 8. Tata cara pembayaran imbalan; Tata cara pembayaran imbalan dapat dilakukan dengan 2 metode, yakni15: 1. lump-sum payment Suatu metode pembayaran yang mengaplikasikan cara pembayaran secara langsung terhadap seluruh kewajiban imbalan yang telah ditentukan. 2. Royalty Suatu metode pembayaran yang mengaplikasikan cara pembayaran mendasarkan atas suatu prosentase tertentu mendasarkan pada jumlah produksi, dan / atau penjualan dari 12
Indonesia., op.cit., Pasal 4 Ibid., Pasal 5. 14 Gunawan Widjaja, Lisensi atau Waralaba suatu Pandauan Praktis, cet.2 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 40 15 Ibid., hlm. 42 13
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
barang dan atau jasa yang dihasilkan berdasarkan pemberian waralaba, yang pembayarannya dilakukan secara berkala. 9. Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris; 10. Penyelesaian sengketa; dan 11. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian. Selain itu, dalam perjanjian waralaba, terkandung hak dan kewajiban pemberi dan penerima waralaba dimana kewajiban pemberi waralaba diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba pasal 4 hingga pasal 9 ayat (2); akan tetapi hak pemberi waralaba dan kewajiban serta hak pemberi waralaba tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah dimaksud. Kemitraan menurut pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, Kemitraan diartikan sebagai :16 “kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.” Pelaksanaan kemitraan di Indonesia dikejawantahkan dalam beberapa bentuk pola hubungan kemitraan; Adapun Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, mengatur beberapa pola hubungan kemitraan antara usaha mikro, kecil, menengah dan besar, yakni : 17 1. Inti-plasma; 2. Sub-kontrak; 3. Perdagangan umum; 4. Waralaba; 5. Distribusi dan Keagenan; 6. Bagi Hasil; 7. Kerja sama operasional; 8. Usaha Patungan (joint venture) 9. Penyumberluasan (outsourcing) Masih terkait dengan pelaksanaan kemitraan di Indonesia; sesuai dengan ketentuan pada pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentanh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; terdapat unsur pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Oleh karena itu, perlu 16 17
Indonesia, Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Op.cit., Pasal 1 angka 13. Ibid., Pasal 11 ayat (2)
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
diperhatikan aspek-aspek batasan ekonomis dalam suatu framework pengaturan hukum yang mendefinisikan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Adapun, ketiga hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yakni : 1. Usaha Mikro Mendasarkan pada pasal 1 angka 1 dan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, ialah : Usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro; yakni: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2. Usaha Kecil Mendasarkan pada pasal 1 angka 2 dan pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, ialah : Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil; yakni : a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Usaha Menengah Mendasarkan pada pasal 1 angka 3 dan pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, ialah : Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan :
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Usaha kecil menurut Mitzberg, seperti yang dikutip Sjazili M dan Bintarsih, ialah organisasi yang memiliki struktur organisasi sederhana dan memiliki karakter khusus dengan hanya mempekerjakan beberapa staf dan mengaplikasikan sistem pembagian kerja yang tidak terlalu formal. Usaha Kecil memiliki beberapa penggolongan, yakni : 1. Penggolongan Berdasarkan teknologi, yakni : 1. Industri kecil tradisional menggunakan teknologi sederhana; 2. Industri Modern menggunakan teknologi madya; 3. Industri kecil kerajinan menggunakan teknologi sederhana 2. Penggolongan menurut cabang industri, yakni : 1. Industri kecil pangan; 2. Industri kecil sandang dan kulit; 3. Industri kecil kimia dan bahan bangunan; 4. Industri kecil kerajinan dan umum; 5. Industri kecil logam. Menurut Sadoko dan Liendhom, Karateristik usaha kecil dapat dilihat dalam beberapa aspek, yakni : 1. Aspek Strategi dan motivasi Usaha kecil dapat diklasifikasikan menjadi jenis usaha yang bertujuan untuk : bertahan hidup, adaptasi atau akumulasi, sumber penghasilan tambahan, spesialisasi atau diversifikasi.18 Pengejawantahan atas klasifikasi usaha tersebut, dapat dilihat pada aspek penyediaan bahan baku yang cenderung mengandalkan bahan baku lokal dan kualitas seadanya, penggunaan tenaga kerja yang tidak terampil dengan tujuan hanya untuk memelihara keberlangsungan usaha dan tingkat produktifitas yang rendah.19 2. Aspek Lokasi 18
Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Perkembangan Usaha Industri Kecil Pemihakan Setengah Hati,cet.1, (Bandung: Akatiga, 1995) , hlm. 65 19 Mohamad Soleh, Analisis Strategi Inovasi dan Dampaknya Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Kasus : Ukm Manufaktur Di Kota Semarang), (Tesis Magister Manajemen Universitas Diponegoro), hlm. 3.
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
Pada dasarnya, jenis lokasi usaha suatu perusahaan dapat dibagi menjadi 4 macam, yakni: 20
1. Letak Perusahaan yang Terikat Pada Alam 2. Letak Perusahaan Berdasarkan Sejarah 3. Letak Perusahaan yang Ditetapkan oleh Pemerintah 4. Letak Perusahaan yang Dipengaruhi oleh Faktor-faktor Ekonomi Dalam menentukan lokasi usaha, pengusaha memiliki beberapa pertimbangan dan alasan dalam menentukan letak usahanya, yakni : 21 a. Dekat dengan bahan baku; b. Dekat dengan pasar; c. Dekat dengan pemasuk tenaga kerja; d. Dekat dengan penyedia sumber tenaga/energi; e. Iklim; f. Biaya distribusi; g. Tingkat modal pengusaha. Terkait dengan penjelasan diatas, pada umumnya, Lokasi usaha kecil banyak terdapat di perkotaan atau pedesaan, bersifat menetap, dapat bersifat terpisah-pisah atau teraglomerasi, berdekatan dengan rumah tinggal pengusaha atau merupakan lokasi yang sama dengan rumah tinggal pengusaha.22 3. Aspek Latar belakang pemilik usaha Pemilik usaha kecil merupakan pemilik usaha dengan tingkat keberagaman sangat tinggi. Hal itu dapat dilihat dari latar belakang dan status sosial yang melekat dalam diri pengusaha tersebut mulai dari latar belakang pendidikan, gender, golongan usia, kedudukan dalam keluarga, kedudukan dalam pekerjaan, Status kependudukan, hingga status hukum.23 4. Aspek oreintasi pasar Menurut Cravens and Piercy, orientasi pasar merupakan perspektif bisnis yang menjadikan konsumen sebagai fokus perhatian dalam keseluruhan kegiatan perusahaan.24 Umumnya, pasar penjualan pada usaha kecil bersifat lokal, kecil dan terbatas yang disebabkan oleh 20
Jiantari Marthen, “Makalah Penelitian Studi Kelayakan Bisnis (Studi Kasus Usaha Kecil Keripik Pisang Syukur),” (-), hlm.4. 21 Jiantari Marthen, Ibid., hlm. 6. 22 Barry Cushway and Dereck Lodge, The Fast Track MBA Series Organitational Series and Design, cet.1 (Jakarta : PT.Gramedia, 1993), hlm. 50-52. 23 Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Op.cit., 24 D.Cravens and N.F Piercy, Strategic Marketing, ed-8 (New York :McGraw-Hill, New York), hlm.8.
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
akses menuju pasar penjualan hasil produksi yang kurang terbuka meskipun banyak hasil produksi dari usaha kecil memiliki kualitas yang tak kalah bagus dengan usaha skala lainnya.25 5. Aspek terhadap lingkungan kerja dan tenaga kerja Usaha kecil menggunakan sistem pengupahan yang terstruktur maupun tidak terstruktur dengan metode perekrutan dan lingkungan tenaga kerja yang beragam pula. Mayoritas, usaha kecil memiliki orientasi pasar tenaga kerja yang mengarah pada asal tenaga kerja dalam lingkungan terdekat dan atau tidak terlalu baik dalam segi pengetahuan dan keterampilan baik dari segi operasional maupun perkembangan usaha. 6. Aspek permodalan Kebutuhan akan modal terus berkembang mulai dari kebutuhan modal kerja hingga modal investasi. Pola-pola pembentukan modal berasal dari modal sendiri, pinjaman dari keluarga atau lingkungan rumah tangga, arisan, rentenir, bank perkreditan rakyat, koperasi simpan pinjam, kelompok usaha dan pihak-pihak lain yang dapat membantu perusahaan memperoleh modal;26 7. Aspek birokrasi Pada usaha kecil seringkali tidak memiliki birokrasi layaknya suatu perusahaan pada umumnya. Hal tersebut tergambar dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan dengan tatap muka langsung antara pekerja, pengusaha dan pihak ketiga lainnya juga, tergambar dalam pelaksanaan atas keputusan yang tidak memerlukan adanya suatu hierarkis komando tertentu.27 8. Aspek strategi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Strategi berarti rencana yg cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.28 Strategi usaha kecil sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang berubah-ubah dengan sangat cepat. Hal tersebut menyebabkan hasil produksi dapat berubah sewaktu-waktu, mendasarkan pada kebutuhan akan hasil produksi yang dapat diterima pasar juga, tidak menutup kemungkinan untuk mengubah secara revolusioner kegiatan utama usaha demi mempertahanakan keberlangsungan usaha. 9. Aspek status kepemilikan
25
Jiantari Marthen, Op.cit., Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Op.cit., hlm.51 27 Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Ibid., 28 Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada 6 Juni 2013. 26
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
Pada Umumnya, status kepemilikkan usaha kecil ialah usaha dengan status usaha perorangan yang dimiliki oleh pengusaha kecil. Terkait dengan hal tersebut dikaitkan dengan karakteristik usaha kecil lainnya, pemilik usaha perorangan tersebut juga merangkap sebagai pengelola usaha.29 10. Aspek profesionalisme usaha Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesionalisme berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yg merupakan ciri suatu profesi atau orang yg profesional.30 Profesional sendiri bermakna suatu hal yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. 31
Tingkat Profesionalisme pada usaha kecil masih cenderung rendah. Hal ini tergambar
dengan adanya Pola kerja para pekerja yang terjadi umumnya merupakan pola kerja dengan sistem parttime, yakni sistem pola kerja usaha sampingan yang umumnya mengerjakan pekerjaan dengan sekadarnya dimana pekerjaan diselesaikan dengan menyesuaikan kondisi pekerja yang bekerja pada perusahaan lain yang menjadi objek pekerjaan utama pekerja tersebut.32 11. Aspek teknologi Mengapalikasikan teknologi pada usaha kecil, sangatlah sulit. Hal itu disebabkan oleh kondisi usaha kecil yang memiliki kemampuan terbatas dalam mengadopsi sistem teknologi dikarenakan terbatasnya modal yang dimiliki serta pengetahuan akan teknologi yang minim baik oleh pengusaha maupun tenaga kerja guna menjalankan kegiatan produksi dan operasional dengan teknologi yang relevan tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan hasil produksi usaha kecil kurang memiliki nilai tambah dan menciptakan hasil produksi yang berkualitas rendah sehingga menyebabkan usaha kecil sangat sulit untuk bersaing dengan usaha lain sejenis yang memiliki skala lebih besar.33 12. Aspek kualitas hasil produksi Kualitas hasil produksi yang dihasilkan oleh usaha kecil seringkali tidak stabil dikarenakan penggunaan teknologi yang kurang mutakhir dan aplikasi teknologi yang kurang relevan dengan bahan baku yang ingin diproduksi. Selain itu, produk yang dihasilkan cenderung meniru dengan hasil produksi usaha menengah dan besar dimana secara langsung akan menimbulkan perbandingan oleh konsumen pasar yang mana hasil 29
Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Op.cit., Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada 6 Juni 2013. 31 Ibid., 32 Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Op.cit., 33 Barry Cushway and Dereck Lodge, Op.cit., hlm. 50-52 30
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
produksi “tiruan” tersebut akan mudah ditemui celah kekurangannya.34 Kualitas produksi yang rendah tersebut juga disebabkan oleh adanya tindakan spekulatif pengusaha dalam memproduksi hasil produksi yang menyebabkan hasil produksi kurang dapat diterima pasar dikarenakan ketidaksesuian antara kebutuhan pasar dengan hasil produksi.35 13. Aspek pemasaran Pemasaran menurut Philip Kotler ialah suatu proses sosial dimana ada kelompok masyarakat atau individu ingin memenuhi kebutuhannya melalui kegiatan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan secara bebas produk atau jasa yang bernilai dengan pihak lain. Akan tetapi, kemampuan pemasaran dan kemampuan negosiasi bisnis pada usaha kecil, masih jauh dari harapan. Keadaan tersebut disebabkan oleh tenaga pelaksana bisnis yang kurang terampil sehingga perusahaan kurang terepresentasi dengan baik dimata konsumen dan pihak lain yang menjadi sasaran negosiasi bisnis perusahaan, serta usaha kecil yang memiliki kecenderungan bersikap pasif dalam melakukan pemasaran yang dilakukan dengan menunggu pesanan dari konsumen luar negeri atau menerima pesanan dari perusahaan besar yang sudah memiliki jaringan di luar negeri.36 14. Aspek manajemen keuangan Manajemen
keuangan
diartikan
sebagai
proses
yang
membeda-bedakan
atas
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, dan pengendalian dengan memanfaatkan ilmu dan seni dengan tujuan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dalam hal dalam aspek pengelolaan uang.37 Kemampuan mengelola keuangan perusahaan pada usaha kecil masih sebatas pada pengelolaan pengeluaran dan pemasukan sederhana, yang mana pengeluaran dan pemasukan antara dana perusahaan dengan dana pribadi belum dipisahkan. Hal disebabkan oleh keterbatasan modal dan kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam mengelola keuangan perusahaan. Selain itu, manajemen keuangan masih menerapakan pola penyatuan antara harta kekayaan pribadi pengusaha dengan harta kekayaan perusahaan.38 15. Aspek administrasi Secara umum, administrasi dalam suatu usaha terbagi menjadi 2, yakni : 1. Administrasi Organisasi 34
Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Op.cit Barry Cushway and Dereck Lodge, Op.cit., hlm. 50-52 36 Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Op.cit 37 Barry Cushway and Dereck Lodge, Op.cit., hlm. 50-52 38 Ibid. 35
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
Administrasi organisasi merupakan suatu sistem administrasi yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas pengusaha dan tenaga kerja serta pengelolaan suatu organorgan dalam suatu usaha. 2. Administrasi Usaha Administrasi usaha merupakan suatu sistem administrasi yang berhubungan dengan pengelolaan kegiatan operasional suatu usaha (business) koperasi.39 Sistem administrasi dalam usaha kecil relatif masih menggunakan metode tradisional, sederhana dan tidak mengikuti tata kaidah administrasi yang seharusnya seperti yang dijelaskan diatas. Hal itu tersebut menyebabkan sulitnya pengawasan setiap aktifitas yang dilakukan oleh pengusaha dan tenaga kerja, serta kegiatan atas operasional perusahaan itu sendiri.40 16. Aspek struktur organisasi perusahaan Struktur Organisasi adalah Suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian secara posisi yang ada pada perusahaaan dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan.41 Pada umumnya, struktur organisasi perusahaan yang dijalankan oleh usaha kecil ialah sturktur organisasi perusahaan sederhana, yakni sebuah struktur yang dicirikan dengan kadar departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi.42 Kelebihan usaha kecil Menurut marbun dan fritz, beberapa hasil penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia; Penulis mendapatkan beberapa fakta keuntungan menajdi pengusaha kecil sebagai berikut : 1. Pengusaha dapat mengatur waktu operasional perusahaan sendiri. Waktu operasional perusahaan yang dapat disepakati sendiri antara para pekerja dan pengusaha, memungkinkan pengusaha memiliki waktu yang lebih fleksibel untuk mengatur kegiatan operasional perusahaan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, kegiatan operasi usaha kecil yang cenderung tidak lebih berkala dibandingkan dengan usaha pada skala lainnya menjadikan hal fleksibilitas terhadap waktu operasional perusaahaan menjadi hal yang mudah untuk dilakukan.43 39
Achma Hendra Sedawan, Sistem Pembukuan dalam Administrasi Koperasi, cet-1, (Semarang : Universitas Diponegoro, 2005), hlm. 59. 40 Barry Cushway and Dereck Lodge, Op.cit., hlm. 50-52 41 Stephen P.Robbins and Timothy A Judge, Perilaku Organisasi Buku 2. cet-1, (Jakarta:Salemba Empat., 2008).Hal. 214 42 Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Op.cit 43 B.N.Marbun, kekuatan dan kelemahan perusahaan kecil., cet.1, (Jakarta : PT.Pustaka Binaan Pressindo,1993), hlm : 50-52.
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
2. Pengusaha dapat dengan mudah menemukan dan menentukan lokasi perusahaan yang ia inginkan. Lokasi perusahaan umumnya tak jauh dari lokasi tempat tinggal pemilik usaha bahkan banyak juga yang berlokasi di tempat tinggal pengusaha itu sendiri. Kondisi tersebut menjadikan pengusaha dengan leluasa dapat mengontrol kehidupan keluarga dan pekerjaannya tanpa harus mengorbankan salah satu aspek.44 3. Pengusaha dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan modal perusahaan. Meninjau pada usaha kecil yang sudah pasti membutuhkan modal yang lebih kecil dari usaha menengah dan atau besar, pengusaha dengan leluasa dapat memanfaatkan seluruh sarana dan prasarana yang ada dalam pemenuhan modal tanpa harus memenuhinya melalui pendanaan perbankan serta ketika pengusaha terjebak dalam kondisi dimana sumber dana tidak tersedia pada suatu lembaga lain.45 4. Pengusaha dapat dengan leluasa memenuhi tenaga kerja sesuai dengan kebutuhannya tanpa harus memperhatikan kualifikasi tenaga kerja dengan seksama. Hal tersebut disebabkan oleh Lingkup usaha yang kecil dan pelaksanaan proses operasional dan produksi yang sederhana dan kecenderungan operasional perusahaan yang bersifat musiman.46 Keuntungan lain dengan keleluasaan pemenuhan tenaga kerja tersebut ialah pengusaha dapat meminimalisir terjadinya konflik yang terjadi antar sesama tenaga kerja, Perusahaan tidak harus mengikuti secara normatif aturan-aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan pengusaha dapat dengan lebih seksama mengawasi tenaga kerja serta mencari tenaga kerja yang dianggap dapat menjadi penerus usaha yang didirikannya serta pengusaha dapat menjaring tenaga kerja yang sesuai dengan rasa nyaman pengusaha itu sendiri. 5. Pengusaha lebih cepat tanggap dan fleksibel. Kehidupan pengusaha kecil yang relatif dinamis dan terus-menerus berinteraksi dengan penjual dan pembeli menjadikan mereka menjadi cepat tanggap terhadap situasi dan serta merta dengan mudah dapat mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu. Selain itu, lingkup usaha yang kecil dan fokus, menjadikan pengusaha kecil menjadi lebih fleksibel dalam melakukan kegiatan bisnisnya. Dukungan tingkat fleksibilitas yang tinggi, menjadikan mereka dengan sangat cepat dapat mendeteksi perubahan dan atau mengamati perubahan yang terjadi disekelilingnya sehingga dapat menciptakan produk-produk yang 44
Roger Fritz, The Entrepreneural Family : How To Sustain the Vision and Value in YourFamily, ed-1, (New York : Mc-Graw-Hill,Inc,1992), hlm : 53-55 45 B.N.Marbun., Op.cit, hlm : 50-52. 46 Roger Fritz., Op.cit, hlm : 53-55
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
adaptatif sehingga memberikan dampak positif pada perkembangan dan ketahanan perusahaan.47 6. Pengusaha lebih bersifat dinamis dan ulet. Hal tersebut tergambar pada cara mereka menjalankan usaha yang lebih serius dibandingkan dengan pegawai kantoran dimana terbukti dengan jam kerja mereka yang melebihi rata-rata jam kerja pegawai kantoran serta hampir tidak pernah mengenal adanya hari libur.48 kelemahan usaha kecil Menurut Ranupandoyo, Miftah Thoha, beberapa hasil penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan wawancara dengan seorang narasumber yang berstatus pengusaha kecil; Penulis mendapatkan beberapa fakta kelemahan pengusaha kecil sebagai berikut : 1. Pengusaha kurang memiliki modal untuk menjalankan dan mengembangkan usaha; 2. Kurangnya skill yang dimiliki pengusaha dalam menjalankan usahanya; 3. Pengusaha seringkali tidak fokus dalam menjalankan bisnisnya; 4. Pengusaha cenderung mengambil kebijakan yang bersifat spekulatif demi meraih keuntungan cepat; 5. Pengusaha kurang termotivasi untuk menciptakan hasil produksi dengan kualitas yang mampu bersaing; 6. Sikap pengusaha yang cepat berpuas diri; 7. Terjadinya status ganda pengusaha (sebagai pemilik dan pengelola) perusahaan, sehingga seringkali menimbulkan konflik kepentingan; 8. Pengusaha cenderung kurang bijak dalam menggunakan dana perusahaan; 9. Pengusaha kurang termotivasi untuk mengestimasi sifat-sifat positif yang dimiliki usahawan lain yang telah mencapai suskses dalam bidang usaha yang digeluti oleh pengusaha; 10. Masih melekatnya stereotype dalam diri pengusaha terhadap hal-hal yang bersifat kebetulan, memiliki ikatan kekeluargaan yang erat dengan orang-orang sukses lainnya, dan takdir dalam aspek keberhasilan usaha; 11. Masih melekatnya unsur traditional outlook. Hal tersebut memberikan dampak negatif berupa dinamika usaha yang kurang berjalan. Hal tersebut berdampak pada kurang mampunya perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan pasar maupun perekonomian. Disisi lain, hal tersebut sangatlah 47 48
B.N.Marbun., Op.cit, hlm : 50-52. Roger Fritz., Op.cit, hlm : 53-55
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
perlu dimiliki oleh setiap perusahaan demi mempertahankan dan mengembangkan kelangsungan usaha; 12. Pengusaha kurang mampu untuk menangkap setiap kesempatan bisnis yang ada; 13. Kurangnya ide-ide kreatif yang dimiliki oleh pengusaha; 14. Pengusaha kurang memiliki pandangan-pandangan yang bersifat visioner; 15. Pengusaha kurang percaya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern; 16. Pengusaha kurang memperhatikan kerapihan pengelolaan administrasi; 17. Pengusaha cenderung memilih pekerja yang berasal dari kalangan kerabat terdekat dan keluarga tanpa mempertimbangkan kemampuan mereka dalam menjalankan pekerjaan tersebut; 18. Pengusaha masih mengharapkan pendapatan perusahaan yang berasal dari jatah-jatah, fasilitas-fasilitas, bantuang-bantuan, sumbangan-sumbangan dari pihak pemerintah atau pihak lain; 19. Kurangnya unsur kepemimpinan dalam jiwa pengusaha; 20. Pengusaha sering terjebak dalam memikirkan simbol-simbol status yang ada dalam dirinya; 21. Pengusaha masih memiliki pandangan bahwa hasil produksi yang mereka ciptakan tidak didasari atas hasil produksi yang dapat diterima oleh pasar, melainkan hanya sebatas pada kemampuan mereka untuk memproduksi suatu hasil produksi; 22. Pengusaha seringkali bersikap tidak jujur dalam menjalankan usahanya.4950 Peluang (opportunity) Usaha Kecil mendasarkan pada pendapat Albert Berry, Edgard Rodriguez, Henry sandee, yakni : 1. Aspek ekonomi, sosial dan politik : 1. Usaha kecil dapat melengkapi jenis produk dan jasa yang selama ini beredar dan diproduksi oleh usaha menengah dan atau besar guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha menengah dan atau usaha besar. 2. Usaha kecil dapat menjadi produsen sekaligus distributor bagi usaha menengah dan atau besar dalam memenuhi faktor-faktor produksi yang dibutuhkannya. 3. Pangsa pasar hasil produksi barang dan jasa usaha kecil selalu tersedia. Kondisi ini dikarenakan terdapatnya lembaga selera pasar dalam diri konsumen yang selalu
49
Heidjarachman Ranupandoyo, Teori dan Konsep Manajemen, cet-1, (Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 1996), hlm. 68-70 50 Mitftah Thoha, Perilaku Oerganisasi, cet-4, (Jakarta : Rajawali, 1983), hlm 62-63
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
mencari hasil produksi barang dan jasa yang berasal dari usaha kecil meskipun kualitas dan harga yang ditawarkan seringkali tidak sesuai rasio. 4. Instrumen atau cara bagi pemerintah menurunkan angka kemiskinan dang pengangguran terbuka maupun tertutup secara efektif. 5. Instrumen atau cara bagi pemerintah meningkatkan taraf hidup masyarakat baik yang berperan sebagai pengusaha maupun tenaga kerja yang ada didalamnya.51 2. Aspek perusahaan 1. Perusahaan telah memiliki kegiatan ekonomi produktif sehingga kebutuhan lembaga ini tidak terfokus pada kegiatan pembangunan usaha awal dan atau baru akan dan atau memulai usaha, melainkan hanya melakukan pengembangan dan peningkatan kapasitas. Kondisi tersebut menyebabkan terdapatnya unsur kepastian berusaha yang lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga usaha lainnya sehingga bantuan modal dan keuangan akan lebih mudah diperoleh dari lembaga keuangan dan permodalan yang ada. 2. Perusahaan dapat meningkatkan skala usahanya menjadi usaha menengah dan atau besar. Kondisi tersebut memberikan efek domino yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan sektor ekonomi dan sosial.52 3. Aspek tradisionalitas dan kultural 1. Nilai-nilai tradisional dan kultural yang selama ini dipegang teguh oleh pengusaha kecil, dapat didayagunakan untuk menciptakan suatu konsepsi produk dan jasa baru dengan rasa tradisional dan kultural yang tinggi dimana produk dan jasa dengan konsep seperti ini masih memiliki pangsa pasar yang luas. 2. Terdapatnya nilai tambah produk dan jasa yang signifikan terhadap suatu produk dan jasa yang dihasilkan dengan nilai-nilai tradisional dan kultural yang didasarkan oleh adanya pemberian penghargaan yang sangat tinggi oleh konsumen terhadap nilai-nilai tradisionalitas dan kultural. 3. Terdapatnya perbedaaan nilai-nilai tradasional dan kultural pada setiap letak geografis wilayah tertentu yang menjadikan produk dan jasa dengan nilai-nilai tradisional dan kultural sulit ditemukan di wilayah lain. Kondisi tersebut memberikan dampak positif berupa meningkatnya pendapatan perusahaan yang didasarkan penawaran akan barang
51
Albert Berry, Edgard Rodriguez, Henry Sandee, “Firm and Group Dynamics in the Small and Medium Enterprises Sector In Indonesia”, Small Bussiness Economics, vol.18 (Feb-May 2002). Hlm. 5-6 52 Ibid., hlm.6
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
dan jasa yang sedikit yang dihadapkan dengan kondisi permintaan akan barang dan jasa yang sebaliknya.53 4. Aspek Pengusaha 1. Pengusaha mendapatkan lapangan pekerjaan sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain yang mana kedua belah pihak akan menghasilkan suatu pendapatan yang berguna sebagai penopang hidup sehari-hari.54 Tantangan (threat) Usaha Kecil Mendasarkan pada wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan seorang narasumber, saat ini, usaha kecil masih menghadapi permasalahan yang cukup banyak dan beragam. Permasalahan yang kerap terjadi pada usaha kecil antara lain : 1. Bahan baku, Permasalahan bahan baku tidak hanya mencakup hal-hal yang berhubungan dengan kelangkaan mendapatkan bahan baku saja, akan tetapi, juga adanya peraturan perundangundangan dan perjanjian-perjanjian antara perusahaan dengan pihak ketiga yang secara umum, memang menyebakan adanya mereka sulit mendapatkan bahan baku tersebut.55 Contoh yang paling umum ialah permasalahan adanya kewajiban perusahaan kecil yang menjalankan usahanya dengan sistem waralaba bussiness format sektor perdagangan. Salah satu klausul perjanjian waralaba bussiness format pada salah satu waralaba terkenal di Indonesia, mensyaratkan bahwa setiap pemilik waralaba wajib memasok persediaan barang dagangan dengan membeli barang tersebut dari distributor pemilik waralaba. Adanya klausul tersebut menyebabkan pemilik usaha kecil tidak memiliki ruang lingkup yang luas dalam pemilihan pemasok barang yang akan diperdagangkan pada waralaba yang ia miliki haknya.56 2. Modal dan keuangan perusahaan Permasalahan modal dan pembiayaan usaha yang minim, merupakan masalah paling dominan yang melingkupi setiap usaha kecil di Indonesia. penyebab terjadinya masalah modal dan keuangan perusahaan ialah : 1. Sebagain besar perusahaan kecil memulai usahanya dengan modal dan keterampilan pendiri perusahaan yang sangat minim. 2. Sedikitnya lembaga keuangan yang dapat memberikan layanan bantuan permodalan tersebut, diperparah dengan banyaknya syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi dan 53
Ibid., Ibid., 55 Albert Berry, Edgard Rodriguez, Henry Sandee, Op.cit., Hlm.8 56 Wawancara langsung dengan Ismail Akbar, Franchise Relation PT.Sumber Alfaria Trijaya, Tbk. 54
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
seringkali mereka tidak dapat memenuhi kriteria tersebut, antara lain : Penyediaan jaminan, pembuatan proposal kredit dengan kualitas baik, kepercayaan bank pada pengusaha, dan lain-lain. 3. Tidak akuratnya perencanaan anggaran atau alokasi dana perusahaan yang tidak tepat sasaran. 4. Pencatatan keuangan tidak dilakukan dengan baik dan benar yang disebabkan kurangnya kualitas sumber daya manusia yang menyebabkan sulitnya dilakukannya pembuktian atas telah dilakukannya transparansi dan akuntabilitas perusahaan (pertanggungjawaban dana perusahaan). 5. Kurangnya kemampuan pengusaha dan tenaga kerja pada usaha kecil untuk memperoleh dan menggunakan jenis-jenis informasi serta menemukan sumber-sumber informasi yang berguna bagi mereka sebagai dasar pengambilan keputusan;57 3. Teknologi Permasalahan teknologi dalam operasional perusahaan usaha kecil, sudah menjadi suatu hal yang umum. Harga pembelian teknologi modern yang disertai dengan biaya pemeliharaan dihadapkan dengan terbatasnya modal dan anggaran operasional yang dimiliki perusahaan, menyebabkan kegiatan operasional perusahaan selalu mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan usaha lainnya. Terbatasnya aplikasi teknologi pada sistem proses produksi perusahaan, menyebabkan perusahaan hanya dapat mengolah faktor-faktor produksi menjadi hasil produksi yang tidak sesuai dengan kebutuhan zaman, disisi lain selera konsumen yang terus berubah dihadapkan dengan ketatnya persaingan pasar dan pasar yang selalu menuntut kualitas produksi yang semakin meningkat dan atau konstan setiap periodenya, menuntut usaha selalu dapat memenuhi kebutuhan tersebut jika tidak ingin pasarnya teralihkan.58 4. Pemasaran Pada umumnya, usaha kecil seringkali memanfaatkan metode tatap muka dengan calon konsumen;
Juga,
memanafaatkan
koneksi
keluarga
dan
kerabat
dekat
dalam
mempromosikan usaha mereka. Selain itu, adanya berbagai ajang pameran yang dilakukan suatu instansi pemerintahan maupun instansi non pemerintah dengan biaya terjangkau, seringkali dimanfaatkan oleh usaha kecil sebagai ajang untuk menjaring pasar dan konsumen baru.59 57
Albert Berry, Edgard Rodriguez, Henry Sandee, Op.cit., Hlm. 9-10 Ibid., 59 Ibid.,
58
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
5. Sumber Daya Manusia Tingkat pendidikan rendah yang dimiliki oleh pengusaha kecil menyebabkan pengetahuan akan dunia, khususnya dunia usaha menjadi terbatas. Keterbatasan tersebut menyebabkan perusahaan seringkali tidak dapat memberikan keputusan perusahaan dan proses produksi yang baik. Selain itu, keterbatasn pengetahuan menyebabkan pengelolaan sistem administrasi dan manajemen perusahaan menjadi tidak terlaksana dengan baik sehingga menghasilkan sistem administrasi dan manajemen yang tidak akuntabel dan transparan. Juga, Sumber Daya Manusia yang buruk juga menyebabkan terjadinya hasil produksi yang tidak sesuai dengan ketentuan standar keamanan konsumsi yang berlaku serta tidak memenuhi ekspektasi konsumen.60 6. Birokrasi dan perijinan. Birokrasi dan perizinan dalam pemerintahan dan urusan perizinan usaha merupakan masalah klasik. Untuk memperoleh izin dari suatu instansi pemerintahan merupakan proses penentuan yang berjenjang (birokrasi) dimana suatu penentuan keputusan didasarkan atas pertimbangn-pertimbangan yang didasarkan pada keputusanan dalam instansi teknis dalam suatu instansi pemerintahan. Birokrasi dalam pemerintahan seringkali menyebabkan kegiatan operasional perusahaan kecil terganggu dikarenakan terdapatnya hambatan dalam operasional yang disebabkan oleh adanya izin yang harus dipenuhi oleh usaha kecil yang mana izin tersebut dapat dipenui apabila telah mendapatkan persetujuan dalam instansi pemerintahan tertentu dan proses pelaksanaannya yang memakan waktu panjang. Kegiatan operasional yang terganggu tersebut menyebabkan
perusahaan
kehilangan
kesempatan
untuk
menjalankan
dan
mengembangkan perusahaan sehingga perusahaan menjadi kehilangan kesempatan dalam memperoleh pendapatan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi dan pengembangan perusahaan.61 7. Kelembagaan Ada 3 permasalahan yang melingkupi kelembagaan dalam usaha kecil, yakni : 1. Kelembagaan usaha kecil yang ada saat ini tidak berjalan sebagaimana dengan fungsi dan ketentuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh, banyaknya pihak-pihak yang memanfaatkan koperasi sebagai ajang untuk mempertunjukan kemahiran birokrasi; 2. Kurangnya kebijakan pemerintah terhadap sektor keuangan yang berpihak pada usaha kecil yang diikuti oleh tingkat profesionalitas para aparatur pemerintah yang rendah; 60 61
Ibid., Ibid., hlm.11
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
3. Kurangnya itikad baik para usahawan skala besar untuk memberikan pelatihan dan pendidikan kewirausahaan pada usahawan skala kecil.62 8. Kemitraan Pelaksanaan aspek-aspek kemitraan yang selama ini dijalankan cenderung dipaksakan oleh pemerintah. Kondisi tersebut menyebabkan pelaksanaan kemitraan antara pihak-pihak yang terlibat menjadi sarat kepentingan yang mengakibatkan sering terdapatnya programprogram kemitraan hanya berjalan hanya sebagai formalitas belaka tanpa memberikan hasil positif pada pemberdayaan dan pengembangan usaha kecil63. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk didirikan di Indonesia berdasarkan Akta Notaris Gde Kertayasa, S.H., Nomor 21 tanggal 22 Februari 1989. Akta Pendirian ini telah disahkan oleh Menteri
Kehakiman
Republik
Indonesia
dalam
Surat
Keputusan
Nomor
C2-
7158.HT.01.01.Th.89 tanggal 7 Agustus 1989 dan telah didaftarkan pada Buku Register Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 11/LEG/1999, serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 59 tanggal 23 Juli 1999, Tambahan Nomor 4414. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir berdasarkan Keputusan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang diaktakan dalam Akta Notaris Salmon Sihite, S.H., Mkn Nomor 7 tanggal 12 Juni 2012 sehubungan dengan perubahan susunan susunan Dewan Komisaris dan Direksi Perusahaan. Sesuai dengan Pasal 3 Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan, antara lain, meliputi usaha dalam bidang perdagangan eceran untuk produk konsumen. Kantor pusat Perusahaan berdomisili di Jl. M.H. Thamrin Nomor 9,Tangerang. Kegiatan usaha Perusahaan dimulai pada tahun 1989 bergerak dalam bidang perdagangan terutama rokok. Sejak tahun 2002, Perusahaan bergerak dalam kegiatan usaha perdagangan eceran untuk produk konsumen dengan mengoperasikan jaringan minimarket dengan nama “Alfamart” yang berlokasi di beberapa tempat di Jakarta, Cileungsi, Tangerang, Cikarang, Bandung, Sidoarjo, Cirebon, Cilacap, Semarang, Lampung, Malang, Bali, Klaten, Makassar, Balaraja dan Palembang. Alfamart merupakan brand waralaba ritel yang dimiliki oleh PT.Sumber Alfaria Trijaya,Tbk; sebuah perseroan yang bergerak dibidang perdagangan dan distribusi yang didirikan pada tahun 1989 oleh Djoko Susanto dan keluarga. Pada 1999, perusahaan mulai mengembangkan lingkup bisnisnya dengan memasuki sektor minimarket, yang secara umum, masih merupakan cabang dari sektor ekonomi perdagangan dan distribusi dengan mendirikan 62 63
Ibid., Ibid.,
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
sebuah minimarket yang bernama Alfaminimart yang saat itu kepemilikannya diatasnamakan Djoko Susanto. Alfaminimart mulai melakan ekspansi secara ekponensial dimulai pada tahun 2002 dengan mengakusisi 141 gerai Alfaminimart yang. Setelah berhasil mengakuisisi 141 gerai tersebut, perusahaan meluncurkan brand baru sebagai pengganti Alfaminimart, yakni Alfamart. Terkait dengan keberadaan lembaga waralaba dalam memberdayakan usaha kecil di Indonesia, mendasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap terhadap Franchise Relation PT.Sumber Alfaria Trijaya,Tbk dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan tantangan yang dihadapi oleh usaha kecil; Lembaga waralaba sudah pasti dapat memberdayakan usaha kecil di Indonesia. Hal tersebut didasarkan oleh adanya ketentuan dalam pasal 1 angka 1, pasal 3 huruf e, pasal 5 huruf e dan pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba yang mewajibkan pemberi waralaba untuk memberikan segala macam bantuan baik teknis mau non-teknis kepada pengusaha kecil yang memegang waralaba; dan ketentuan dalam Pasal 1320, 1338, dan 1365 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Simpulan 1. Pengaturan mengenai waralaba telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba. Menurut pasal satu angka 1 Peraturan Pemerintah tersebut secara umum mengatur berbagai hal-hal terkait waralaba itu sendiri; mulai dari dasardasar operasi waralaba hingga hak dan kewajiban umum yang harus dipenuhi para pihak dalam melaksanakan perjanjian waralaba. Perikatan waralaba dapat dilakukan oleh orang perseorangan dan atau badan hukum. Secara umum, jenis waralaba dibagi menjadi dua jenis, yakni : Product Franchise dan Bussiness Format Franchise; Kemudian, dari kedua jenis terebut, jenis pengoperasian waralaba dari masing-masing jenis dibagi menjadi 3 jenis, yakni : Pure form / Company Owned, Plural from/ Chain Industry, Decentralized. 2. Kemitraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kemitraan wajib dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Kemitraan dibagi menjadi beberapa macam, yakni : Inti-plasma, Sub-kontrak, Perdagangan umum, Waralaba, Distribusi dan Keagenan Bagi Hasil, Kerja sama operasional, Usaha Patungan (joint venture), Penyumberluasan (outsourcing), Bentuk kemitraan lainnya yang
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
berkembang di masyarakat dan dunia usaha. Didalam kedua peraturan tersebut dijelaskan definisi atas jenis-jenis kemitraan serta pengaturan secara umum mengenai pelaksanaan kemitraan dari setiap kemitraan yang disebutkan. 3. Hubungan Kemitraan antara pemberi waralaba, dalam hal ini pemilik usaha waralaba yang berupa orang perseorangan atau badan hukum; dengan pemegang waralaba, dalam hal ini orang perseorangan dan atau badan hukum; dalam memberdayakan usaha kecil di Indonesia dianggap telah cukup memberdayakan usaha kecil di Indonesia. Hal tersebut dapat diketahui melalui wawancara mengenai seluk beluk waralaba alfamart yang dilakukan oleh penulis dengan Ismail Akbar, Franchise Relations PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk dan pengamatan langsung penulis pada usaha alfamart. Berbagai hal yang dibutuhkan pemegang waralaba yang mayoritas merupakan orang-perseorangan dan atau badan hukum skala kecil dengan segala permasalahan mengenai bahan baku, modal dan keuangan perusahaan, teknologi, pemasaran, sumber daya manusia, birokrasi dan perizinan dan kelembagaan; telah berhasil mereka pecahkan melalui adanya hubungan kemitraan antara pemberi dan pemegang waralaba. Saran Saran yang dapat Penulis berikan kepada pemerintah terhadap apa yang dibahas dalam skripsi ini, adalah adanya pengaturan kemitraan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; Namun pengaturan pada setiap jenis kemitraan yang dijabarkan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang pada kedua peraturan tersebut perlu lebih diperjelas oleh pemerintah dengan dibuat suatu Peraturan Pemerintah, seperti layaknya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba, yang menjelaskan secara detail mengenai ketentuan akan pelaksanaan setiap pola kemitraan sebagaimana yang dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
Daftar Pustaka Ardiansyah, Dunia Waralaba, Jakarta: PT Gramedia Grafindo Persada,2008 Berry, Albert, Edgard Rodriguez, Henry Sandee, “Firm and Group Dynamics in the Small and Medium Enterprises Sector In Indonesia”, Small Bussiness Economics, vol.18 Feb-May 2002.. Bradach, Jeffrey L. Franchise Organizations, Boston: Harvard Bussiness Press, 1998 Cravens, D. and N.F Piercy, Strategic Marketing, ed-8, New York :McGraw-Hill, New York. Cushway, Barry and Dereck Lodge, The Fast Track MBA Series Organitational Series and Design, cet.1, Jakarta : PT.Gramedia, 1993. Fritz, Roger, The Entrepreneural Family : How To Sustain the Vision and Value in YourFamily, ed-1, New York : Mc-Graw-Hill,Inc,1992. Hatta, Mohammad, Bung Hatta Menjawab, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung Tbk, 2000. http://finance.detik.com/read/2011/12/05/160638/1783039/5/52-juta-umk-di-indonesia-60dijalankan-perempuan http://unstats.un.org/usd/snama/dnltransfer.asp?flD=2 Indonesia, Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, LN Nomor 93 Tahun 2008, TLN. Nomor 4866. Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php Mandelson, Martin, Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee [Franchising : A Practical guidelines for Franchisor and Franchisee], diterjemahkan oleh..., Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1997. Marbun, B.N, kekuatan dan kelemahan perusahaan kecil., cet.1, Jakarta : PT.Pustaka Binaan Pressindo,1993 Marthen, Jiantari “Makalah Penelitian Studi Kelayakan Bisnis (Studi Kasus Usaha Kecil Keripik Pisang Syukur),” Ranupandoyo, Heidjarachman, Teori dan Konsep Manajemen, cet-1, Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 1996. Robbins, Stephen P. and Timothy A Judge, Perilaku Organisasi Buku 2, cet-1 ,Jakarta:Salemba Empat,2008. Sadoko, Isono, Maspiyati, dan Dedi Haryadi, Perkembangan Usaha Industri Kecil Pemihakan Setengah Hati,cet.1, Bandung: Akatiga, 1995. Sedawan, Achma Hendra, Sistem Pembukuan dalam Administrasi Koperasi, cet-1, Semarang : Universitas Diponegoro, 2005. Soleh, Mohamad, Analisis Strategi Inovasi dan Dampaknya Terhadap Kinerja Perusahaan ,Studi Kasus :Ukm Manufaktur Di Kota Semarang, Tesis Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Thoha, Mitftah, Perilaku Oerganisasi, cet-4, Jakarta : Rajawali, 1983. Widjaja, Gunawan Lisensi atau Waralaba suatu Pandauan Praktis, cet.2 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013
.
Tinjauan hukum atas..., Aditya Anugra pratama, FH UI, 2013