ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN (KBP) KONSULTAN MANAJEMEN WILAYAH (KMW)
PENGANTAR
Acuan pelaksanaan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) bagi Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) ini dimaksudkan sebagai pedoman kerja bagi KMW dalam menyelenggarakan KBP. Berdasar pada acuan ini kegiatan KBP di tingkat kabupaten/kota diharapkan dapat dilaksanakan secara tepat dan efisien. Pelaksanaan KBP ini diharapkan menjadi stimulan bagi pemerintah daerah dan KPK-D untuk menerapkan dan mengembangkan penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPK-D) yang berpijak pada kondisi riil masyarakat. Acuan pelaksanaan ini berisi penjelasan tentang konsep KBP dan peran para pelaku, baik pihak konsultan maupun pemerintah daerah serta peserta lain, dalam pelaksanaan KBP serta prosedur pelaksanaannya. Walaupun acuan pelaksanaan ini diharapkan dapat dijadikan patokan bagi pelaku KBP, namun tetap terbuka kesempatan luas untuk melakukan pengembangan dan penyesuaianpenyesuaian yang diperlukan, sejauh tidak menyimpang dari koridor yang ditetapkan. Demikian kiranya acuan ini dapat diterapkan sebagaimana mestinya. Saran dan usulan perbaikan sangat kami hargai.
Tim Penyusun
Kerangka acuan KBP
1
ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN BAGI KONSULTAN (KMW) I. Pendahuluan Undang-Undang No. 22/1999 bab I pasal 1 butir h, memberikan kewenangan kepada pemerintah otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya. Penjelasan ini mengandung dua unsur yakni, kewenangan pemerintah otonomi daerah untuk mengurus pembangunan di wilayahnya, dan orientasi pada pembangunan yang berdasar pada aspirasi masyarakat. Proyek P2KP yang menggunakan pendekatan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, pada hakikatnya merupakan upaya perwujudan dari UU tersebut. Pendekatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan masyarakat berupaya untuk mendorong terbangunnya kesadaran kritis semua pihak melalui kegiatan peningkatan kapasitas semua pelaku P2KP, dan berorientasi pada penyelesaian masalah-masalah yang bersifat lokal dalam rangka perencanaan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Selain P2KP, upaya penanggulangan kemiskinan telah banyak dilakukan oleh pemerintah daerah, melalui program-program yang dilaksanakan dinas-dinas dan instansi. Program-program tersebut akan tambah bermakna dan memberikan manfaat optimal, apabila dilakukan konsolidasi terhadap potensi materil maupun non materil. Potensi materiil yang dimaksud di sini adalah pendanaan, sementara potensi non materiil menyangkut pengalaman, penggalangan SDM, dan gerakan kemitraan. Himpunan dari potensi ini akan menemukan model dan pola penanggulangan kemiskinan yang berbasis pada potensi lokal. Untuk melakukan kegiatan konsolidasi ini diperlukan satu wadah untuk pertukaran informasi, berbagi pengalaman, dan mengkaji kesemuanya, serta mendiseminasikan hasilnya untuk dapat menjadi bahan rekomendasi bagi pengambil kebijakan dan pelaksana program penanggulangan kemiskinan. Untuk itu, P2KP menginisiatifi adanya Komunitas Belajar Perkotaan (KBP). Selain alasan di atas, kegiatan KBP di tingkat kabupaten ini juga dimaksudkan sebagai stimulan bagi Pemerintah kabupaten/kota yang belum membentuk KPKD untuk dapat segera membentuk KPK-D. Sementara, bagi pemerintah kabupaten/kota yang telah membentuk KPK-D, kegiatan KBP ini diharapkan dapat menjadi wahana pembelajaran perencanaan dari bawah atau perencanaan partisipatif, sesuai prinsip bottom-up dan partisipatif yang dianut oleh KPK dan tercantum dalam pedoman umum KPK.
Kerangka acuan KBP
2
KBP adalah kumpulan individu (masyarakat peduli) dalam suatu forum untuk belajar, berbagi pemikiran dan pengalaman, serta melakukan kajian-kajian pembangunan terutama persoalan kemiskinan yang dilandasi prinsip-prinsip “good governance”.
Melalui kegiatan-kegiatan dalam KBP dilakukan proses pembelajaran kepada seluruh peserta, termasuk perangkat pemkab/kota untuk dapat memahami kondisi riil (potensi, permasalahan) dan karakteristik masyarakat. Dengan memahami hal tersebut selanjutnya diharapkan terjadi proses pembelajaran untuk bersama-sama merumuskan alternatif solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat. Dalam kegiatan KBP ini juga dilakukan proses pembelajaran tentang penerapan prinsip bottom up dan partisipatif untuk perencanaan dari bawah/perencanaan partisipatif. Penerapan perencanaan dari bawah ini akan digali dari pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan yang menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat. Dalam kaitan tersebut, maka P2KP dapat menjadi salah satu bahan belajarnya. Selanjutnya pelaksanaan KBP diharapkan dapat melembaga dan menjadi model untuk pengkajian terhadap kondisi masyarakat sebagai dasar penyusunan strategi, kebijakan maupun program-program pembangunan.
KONSEP PEMIKIRAN : KBP dengan dimotori oleh KPK-D merupakan titik awal membangun jaringan antar kelompok, organisasi, atau lembaga2 yang dimulai dengan memperkuat relasi-relasi antar individunya, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi kebijakan2 dan tindakan2 yang dilahirkan oleh lembaga / organisasinya masing-masing.
Kerangka acuan KBP
3
Individuindividu + KPK
KBP sbg Jaringan Individu2
II.
Kelompok Organisasi Lembaga
Jaringan antar Lembaga
Kebijakan-2 Pengaturan Tindakan
Mempengaruhi Kebijakan dan Tindakan
TUJUAN Tujuan pengembangan KBP adalah : 1) Dapat dikembangkannya satu forum pembelajaran untuk berbagi informasi sekaligus mengkaji program-program penanggulangan kemiskinan dan program pembangunan wilayah. 2) Terbangunnya komunitas pembelajar yang merupakan jaringan dari para peduli (stakeholders) tingkat kota/kabupaten, baik dari unsur perangkat pemda maupun non-pemerintah.
III.
SASARAN YANG INGIN DICAPAI Beberapa sasaran yang ingin dicapai melalui KBP ini adalah: 1. Sebagai forum komunikasi; KBP menjadi ruang komunikasi para pihak (antara individu dari Pemerintah Kota, LSM, perguruan Tinggi, sektor bisnis maupun masyarakat) untuk membangun kesamaan perspektif, dan pemikiran.
Kerangka acuan KBP
4
2. Sebagai forum partisipatif; KBP menjadi ruang partisipasi stakeholders tingkat kota melakukan kajian-kajian kebijakan, kajian perencanaan dan pembangunan, serta monitoring dan evaluasi program-program penanggulangan kemiskinan. 3. KBP berhasil melakukan perintisan upaya-upaya pemda yang mengarah pada penyusunan kebijakan pro-poor, melalui rumusan hasil kajian yang menjadi dasar penyusunan SPKD (Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah) dan Pronangkis (Program Penanggulangan Kemiskinan)
IV.
PESERTA Pada prinsipnya setiap individu atau kelompok yang peduli dapat menjadi peserta KBP. Individu-individu atau kelompok-kelompok ini dapat berasal dari berbagai kalangan seperti: 1. Eksekutif: Pemerintah kabupaten/kota: Sekda, Bappeda, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (atau nama lainnya), Dinas Kesejahteraan dan Pembangunan (atau nama lainnya), Dinas PU/Praswil, dan semua dinas terkait. 2. Legislatif: DPRD (Ketua setiap komisi) 3. Swasta: Pengusaha, Konsultan Pembangunan, Kadin, BUMD, Asosiasi profesi, lembaga keuangan, dll. 4. Akademisi dan lembaga penelitian: Perguruan Tinggi swasta dan negeri. 5. Media: jurnalis media cetak dan elektronik 6. Masyarakat: LSM, Ormas, Lembaga Adat, Forum masyarakat, individu pemerhati masalah pembangunan, Kelompok Belajar Kelurahan (KBK), Forum BKM, dan masyarakat umum. 7. Pelaksana proyek-proyek pemberdayaan masyarakat 8. Lembaga-lembaga donor baik lokal maupun internasional.
V.
RUANG LINGKUP KEGIATAN Ruang lingkup kegiatan KBP adalah sebagai berikut: 1. Inventarisasi tema-tema yang akan dijadikan topik pembahasan dalam pertemuan KBP. 2. Penyusunan perencanaan pertemuan KBP secara berkala (frekwensi pertemuan ditentukan secara bersama oleh peserta KBP). 3. Pengembangan metode dan media bantu yang akan digunakan dalam pertemuan KBP (misalnya: pemutaran VCD, wawancara dengan kelompok sasaran tertentu, seminar, diskusi kelompok, dll.). 4. Sosialisasi pembentukan dan penyelenggaraan KBP kepada masyarakat kabupaten/kota melalui berbagai media sosialisasi.
Kerangka acuan KBP
5
5. Kunjungan lapangan untuk melihat dan mempelajari proses pelaksanaan siklus P2KP di lokasi sasaran ataupun proses pelaksanaan proyek penanggulangan kemiskinan lain, sesuai kesepakatan peserta KBP. 6. Pengkajian terhadap hasil kunjungan lapangan dan menyusun rumusan hasil kajian. 7. Pengkajian lanjutan terhadap topik permasalahan yang dibutuhkan, yaitu masalah-masalah kemiskinan, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. 8. Komunikasi dan koordinasi program-program penanggulangan kemiskinan. 9. Review/refleksi terhadap proses pelaksanaan KBP. 10. Penyusunan publikasi/pelaporan hasil kegiatan KBP. 11. Diseminasi dan sosialisasi hasil kajian KBP kepada pihak-pihak terkait.
VI.
METODE PEMBELAJARAN Metode pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Kunjungan lapangan; b. Diskusi tematik; c. Wawancara dengan pelaku dan pemanfaat; d. Penyajian pengalaman empiris melalui pemutaran VCD.
VII. INDIKATOR KEBERHASILAN Kegiatan Komunitas Belajar Perkotaan dianggap berhasil bila: 1. Memiliki perencanaan dan agenda pembahasan. 2. Adanya koordinator/penanggungjawab pelaksana. 3. Komunitas Belajar Perkotaan berjalan secara rutin (terlembaga∗nya proses belajar dari pengalaman). 4. Adanya dokumentasi hasil-hasil kajian dan pembahasan. 5. Adanya diseminasi hasil kajian atau rekomendasi dari Komunitas Belajar Perkotaan untuk digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan. VIII. MEKANISME PELAKSANAAN VIII.1. Kedudukan dan Keanggotaan KBP: • Keanggotaan KBP bersifat terbuka dan bebas. Individu yang terlibat dapat mewakili instansi atau diri sendiri. • Keanggotaan bersifat sukarela. • Setiap anggota KBP memiliki kedudukan setara. ∗
terlembaga = menjadi terbiasa/kebiasaan
Kerangka acuan KBP
6
•
Koordinator dipilih dan disepakati bersama. Bila sudah terdapat KPK-D maka koordinator bersumber dari KPK-D.
VIII.2. Pembagian Fungsi: Konsultan bertanggungjawab : • Melakukan sosialisasi tentang KBP kepada seluruh stakeholder. • Mengidentifikasi dan melakukan pendekatan (lobby) kepada individuindividu atau kelompok yang berpotensi untuk menjadi motor penggerak pelaksanaan KBP. • Memfasilitasi pertemuan awal pembentukan KBP dengan individu atau kelompok ‘motor penggerak’ sebagai ‘embrio’ KBP. • Bersama ‘embrio KBP’ menyusun materi kajian awal (sesuai koridor) dalam pembentukan KBP dan pembangunan komitmen/kesepakatan. • Mengkoordinir seluruh stakeholder yang akan menjadi peserta KBP. • Melakukan koordinasi dengan instansi terkait, terutama dinas instansi yang termasuk dalam KPK-D. • Memfasilitasi dan memotivasi KPK-D untuk terlibat aktif dalam pembentukan dan penyelenggaraan KBP. • Bersama dengan koordinator terpilih, memfasilitasi penyelenggaraan KBP, dari kegiatan perencanaan hingga review pelaksanaan KBP. • Bersama dengan koordinator terpilih, memfasilitasi kebutuhan teknis yang diperlukan dalam penyelenggaraan KBP sesuai dengan anggaran yang dimiliki. • Memfasilitasi pelaksanaan kunjungan lapangan ke lokasi P2KP. • Memfasilitasi koordinator KBP dalam penyusunan laporan kegiatan KBP dan diseminasi hasil-hasil KBP. • Memfasilitasi koordinator KBP dalam perluasan jaringan KBP dan pengembangan rencana kerja KBP untuk keberlanjutan KBP. Koordinator KBP bertanggungjawab untuk: • Melakukan sosialisasi tentang KBP dan keberadaan KBP kepada seluruh stakeholder, bersama-sama dengan konsultan. • Melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder peserta KBP • Bersama konsultan memfasilitasi dan memotivasi seluruh sakeholder untuk terlibat aktif dalam pembentukan dan penyelenggaraan KBP. • Bersama dengan konsultan, memfasilitasi penyelenggaraan KBP, dari perencanaan hingga review pelaksanaan KBP. • Bersama konsultan mengkoordinir seluruh stakeholder yang akan menjadi peserta KBP. • Bersama dengan konsultan memfasilitasi kebutuhan teknis yang diperlukan dalam penyelenggaraan KBP. • Menyusun laporan kegiatan KBP dan mendiseminasikan hasil-hasil KBP kepada pihak-pihak terkait.
Kerangka acuan KBP
7
•
Mengelola/memelihara dan mengembangkan jaringan KBP serta menyusun rencana kerja KBP untuk keberlanjutan KBP.
Peserta KBP berperan untuk: • Ikut aktif terlibat dalam penyusunan rencana dan pembuatan kesepakatan-kesepakatan. • Mentaati komitmen dan kesepakatan yang dibangun bersama. • Aktif terlibat/mendukung proses pelaksanaan KBP, baik dalam kunjungan lapangan maupun dalam refleksi hasil kunjungan lapangan dan diskusi-diskusi tematik. • Aktif terlibat dalam proses pelaksanaan KBP, sebagai fasilitator atau moderator pertemuan secara bergantian, sesuai dengan kesepakatan. • Aktif terlibat dalam proses mereview pelaksanaan KBP dan memberikan masukan-masukan untuk penyempurnaan proses pelaksanaan KBP. • Aktif terlibat dalam mensosialisasikan dan mendiseminasikan hasil kajian KBP kepada dinas/instansi/lembaga yang diwakilinya dan/atau kepada masyarakat umum.
VIII.3. Prosedur a) Pra-persiapan: 1. Team Leader bersama dengan tim kerja sosialisasi melakukan audiensi kepada bupati/walikota untuk mensosialisasikan konsep dasar dan pendekatan P2KP, serta rencana penyelenggaraan kegiatan Komunitas Belajar Perkotaaan (KBP). 2. Selanjutnya, bersama dengan Pemkab/kota melakukan perencanaan sosialisasi P2KP kepada dinas/instansi terkait, khususnya mengenai rencana penyelenggaraan kegiatan KBP. 3. Tim kerja sosialisasi KMW (korkot dan TA Sosialisasi) melakukan identifikasi individu/kelompok yang bersedia menjadi peserta KBP dan berpotensi menjadi “motor penggerak” kegiatan KBP. 4. Identifikasi individu/kelompok potensial dapat dilakukan melalui hasil pengamatan selama proses sosialisasi ataupun pelatihan aparat Pemkab/kota. Bersamaan dengan itu juga dilakukan pendekatan dan penggalangan kerja sama dengan individu/ kelompok potensial yang sedapat mungkin menghasilkan efek snowball. b) Persiapan: 1. Pemkab/kota bersama dengan pihak Konsultan mengkoordinasi pertemuan awal untuk persiapan pengelenggaraan KBP. Dalam kegiatan persiapan ini disepakati mekanisme dan rencana kegiatan, serta hal-hal yang berkaitan dengan pihak yang akan bertindak sebagai koordinator pelaksana KBP (masa tugas,
Kerangka acuan KBP
8
tanggung jawab, dll). Pertemuan ini juga perlu membahas persiapan teknis penyelenggaraan KBP, seperti: identifikasi calon peserta, penyiapan undangan, penyebaran informasi/undangan kepada peserta (dilakukan secara formal maupun personal), narasumber, agenda/tema-tema pembahasan, tempat dan jadwal pertemuan, pendanaan, pembagian tugas, ATK, dll. 2. Penyusunan materi kajian awal KBP, terdiri dari: pengertian tentang KBP (konsepsi), pembangunan visi dan tujuan KBP, sasaran yang ingin dicapai KBP, pembahasan koordinator pelaksana KBP dan penyusunan rencana kerja KBP. c) Pelaksanaan: 1. Hal pertama yang perlu dibangun dalam proses pelaksanaan adalah membangun suasana informal dan kondusif yang berpijak pada azaz kesetaraan. Pencairan suasana yang baik akan mendukung efektifitas jalannya proses pembelajaran. Pertemuan pertama KBP dilakukan untuk membangun pemahaman bersama tentang pengertian/konsepsi dasar KBP, visi dan tujuan, dan yang terutama adalah sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan KBP. Selain itu, dalam pertemuan ini diharapkan juga ada pembahasan untuk menyepakati ruang lingkup kegiatan KBP, koordinator pelaksana KBP dan rencana kerja bersama (rencana aksi KBP). Visi yang diharapkan terbentuk dari pertemuan ini adalah KBP akan menjadi kegiatan yang berkelanjutan serta dirasakan bermanfaat untuk penyusunan strategi atau program penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan kondisi riil masyarakat. Secara konsepsi, sasaran yang ingin dicapai adalah menjadikan hasil-hasil kegiatan KBP sebagai masukan atau rujukan bagi KPK-D dalam penyusunan SPK-D. Dalam membangun kesepakatan tentang koordinator pelaksana KBP, pada prinsipnya terbuka peluang bagi setiap peserta untuk terpilih menjadi koordinator. Namun demikian, diharapkan yang menjadi leader adalah KPK-D (bagi kabupaten/kota yang sudah membentuk KPK-D), karena KBP dimaksudkan sebagai stimulan kegiatan untuk memfasilitasi KPK-D dalam penyusunan SPK-D secara bottom-up dan partisipatif. Bagi kabupaten yang belum membentuk KPK-D, diharapkan yang berperan sebagai koordinator utama adalah Bappeda. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong pemerintah daerah membentuk KPK-D. Ruang lingkup kegiatan yang disepakati diharapkan sesuai dengan koridor ruang lingkup seperti tertuang di halaman sebelumnya.
Kerangka acuan KBP
9
Dalam ruang lingkup ini diberi peluang untuk pengembangan sesuai kesepakatan bersama. Penyusunan rencana kerja atau rencana aksi KBP mencakup tema-tema pembahasan, tempat pelaksanaan, pembagian tugas dan tanggungjawab peserta, metode dan media yang digunakan serta pembiayaan. Guna menarik minat para peserta KBP, kunjungan lapangan dapat menjadi tema pembahasan pertama. Khusus untuk pembiayaan, konsultan dapat secara transparan mengemukakan tentang jumlah dana yang disiapkan oleh P2KP, untuk selanjutnya menjadi bahan diskusi menyusun perencanaan sesuai dengan budget yang ada sekaligus juga untuk menggalang dana dari donatur relawan tingkat kabupaten/kota. 2. Pelaksanaan KBP lebih lanjut disesuaikan dengan tema yang telah ditetapkan bersama. Metode pembelajaran KBP sebagaimana yang telah direncanakan adalah “belajar dari lapangan”. Lokasi P2KP dapat menjadi media pembelajaran tersebut dengan metode kunjungan lapangan. Tema pembahasan disesuaikan dengan kondisi atau tahapan yang sedang terjadi di lokasi yang dikunjungi. Untuk melakukan kunjungan lapangan ini hal-hal yang perlu dipersiapkan antara lain adalah lokasi kunjungan, waktu kunjungan yang disesuaikan dengan pelaksanaan proses di lapangan, dan fasilitator kelurahan yang bertugas di lokasi kunjungan. Penetapan lokasi disepakati bersama, dengan mengacu pada referensi dari konsultan (dalam hal ini, konsultan memberikan beberapa alternatif pilihan lokasi dengan proses yang terjadi di masing-masing pilihan lokasi). Perlu diperhatikan pula akses untuk menuju lokasi. Konsultan dan koordinator pelaksana memfasilitasi transportasi dan akomodasi bagi para peserta. Sebelum melaksanakan kunjungan lapangan, secara substansi, para peserta diberi penjelasan tentang alur proses yang terjadi di lokasi yang akan dikunjungi (khususnya keterkaitan antar tahapan pelaksanaan siklus proyek sebelum dan sesudah tahapan yang sedang berlangsung). Tanggungjawab menjelaskan hal ini ada pada konsultan. Selain itu juga perlu terlebih dahulu disepakati hal-hal yang seharusnya dapat dilakukan oleh para peserta KBP, misalnya: mengamati, mengeksplorasi, mewawancarai masyarakat atau fasilitator, mencatat hal-hal yang diamati. Cara lain adalah melakukan pembagian kelompok untuk bertugas sebagai pengamat khusus yang akan mempresentasikan hasil
Kerangka acuan KBP
10
pengamatannya lapangan.
dalam
refleksi/diskusi
setelah
kunjungan
Catatan: proses yang terjadi di lapangan harus berjalan secara natural dan tidak menjadi formil dengan adanya kunjungan dari luar. Kehadiran para peserta KBP diharapkan tidak mengganggu jalannya proses yang terjadi di masyarakat. Pengamatan peserta KBP terhadap proses dilakukan selama proses berlangsung, sementara kegiatan wawancara atau dialog dengan individu maupun kelompok dapat dilakukan sebelum atau sesudah proses di masyarakat selesai. 3. Pelaksanaan refleksi kunjungan lapangan: Jika memungkinkan, refleksi dapat dilakukan langsung setelah kunjungan lapangan. Jika tidak, maka perlu disepakati waktu pelaksanaan refleksi. Diharapkan penyelenggaraan refleksi kunjungan lapangan jaraknya tidak terlalu lama dari pelaksanaan kunjungan lapangan. Sebelum pelaksanaan refleksi kunjungan lapangan terlebih dahulu disepakati metode refleksi, siapa yang akan menjadi fasilitator atau moderator diskusi dan pencatat proses diskusi (notulen). Kelompok/tim pengamat khusus mempresentasikan hasil kunjungan lapangan. Proses diskusi dan tanya jawab diatur oleh fasilitator atau moderator. Pembahasan dalam diskusi sedapat mungkin diarahkan pada hal-hal sebagai berikut: Keberhasilan/kegagalan, faktor-faktor yang mendukung atau menghambat, best practice, lessons learned, metodologi, media, dll. Jika sebelumnya tidak ada kesepakatan tentang tim pengamat yang harus mempresentasikan hasil pengamatan, maka fasilitator atau moderator bertugas untuk menggali hasil pengamatan dari seluruh peserta KBP (metode brainstorming). Selanjutnya proses pembahasan diarahkan pada point yang sama seperti di atas. Pada akhir pembahasan dilakukan penyimpulan bersama, yang hasilnya dicatat oleh notulen. Selanjutnya notulasi diserahkan kepada koordinator KBP untuk dibuat perumusan-perumusan, atau lebih lanjut didokumentasikan. Dalam membuat perumusan, koordinator dapat dibantu oleh tim perumus yang disepakati bersama. Setelah penyimpulan bersama, dibuat kesepakatan untuk kegiatan KBP selanjutnya. Bila dalam kesepakatan tersebut diputuskan bahwa diperlukan kegiatan lanjutan seperti mendatangkan
Kerangka acuan KBP
11
narasumber untuk mendiskusikan tema secara lebih mendalam, koordinator KBP bertanggungjawab mengakomodir kebutuhankebutuhan peserta KBP tersebut. 4. Selanjutnya, diharapkan kegiatan KBP sebagaimana proses di atas dapat berjalan secara kontinyu. Pada pembentukan proses pembelajaran dalam KBP ini, proses pelaksanaan tahapan siklus P2KP di lapangan (RKM, RK, PS, Pembentukan BKM, PJM Pronangkis, pencairan dan pemanfaatan BLM) dapat menjadi tema pembahasan atau kajian. Hal ini dimaksudkan untuk membuat peserta KBP memahami proses perencanaan partisipatif secara utuh. Namun, terbuka peluang untuk membahas tema lain, ataupun melakukan kunjungan lapangan ke program lain, khususnya yang terkait dengan program penanggulangan kemiskinan yang ada di kabupaten/kota, berdasarkan kesepakatan bersama, seperti PPK, PPMK atau yang lainnya. 5. Koordinator KBP bertanggungjawab untuk mendokumentasikan seluruh hasil kegiatan KBP, termasuk hasil kunjungan, hasil refleksi, dan hasil kajian yang telah dilaksanakan. Dokumentasi ini digunakan untuk penyusunan bahan diseminasi kegiatan KBP, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Ada baiknya bila juga dibuat kesepakatan tentang media untuk mendiseminasikan hasil-hasil KBP. 6. Seluruh peserta KBP menyepakati pembagian peran dalam mendiseminasikan dan mensosialisasikan pelaksanaan dan hasil kegiatan KBP kepada publik. 7. Setiap peserta KBP bertanggung jawab untuk mensosialisasikan hasil kegiatan KBP kepada dinas/instansi ataupun lembaga asal masing-masing, sehingga diharapkan lebih banyak pihak dapat memahami dan peduli terhadap upaya pelibatan semua pihak dalam pembangunan wilayah. 8. Secara berkala, dilakukan review terhadap proses pelaksanaan dan capaian yang telah dihasilkan KBP untuk dapat melakukan penyempurnaan-penyempurnaan pelaksanaan KBP.
Kerangka acuan KBP
12
Diagram-2 : Mekanisme Proses Belajar dalam KBP
Sosialisasi ke Walikota/Bupati Pendekatan ke kelompok strategis Lokakarya Orientasi Kota/Kab
Proses Belajar dalam KBP
• Diskusi Tematik + VCD • Kunjungan Lapangan • Wawancara
Membangun Relawan Kemiskinan
Lokakarya Orientasi Kecamatan Sosialisasi ke Lurah/Kades Rembug Kesiapan Masyarakat Kerangka acuan KBP
FGD Participatory Poverty Assesment
Penguatan kelembagaan & Reorientasi KPK-D
Review / penyusunan SPK-D
Penganggaran
Program ’Pro-poor’
Membangun KSM FGD Refleksi Kemiskinan
Pendaftaran Relawan warga
Pemetaan Swadaya FGD Membangun BKM
PJM/Renta Pronangkis Mengelola BLM Tridaya 13